Oleh:
Oleh:
NAMA : RISQY NUR FITRI
NPM : 07220400081
Maret 2024
Mengetahui, Mengetahui
PJ Laporan Praktik PJ Praktik
(Agus Santi Br. Ginting, S.ST, M.Kes) (Meinasari Kurnia Dewi, S.ST, M.Kes)
Mengetahui,
Koordinator Program Studi
Oleh:
Maret 2024
Mengesahkan,
Dosen Pembimbing
1
KATA PENGANTAR
2
6. Hidayani., AM.Keb. SKM., M.KM. Selaku Dekan Fakultas Vokasi
Universitas Indonesia Maju (UIMA)
7. Hedy Hardiana S.Kep, MKM. Selaku Wakil Dekan Fakultas Vokasi
Universitas Indonesia Maju (UIMA)
8. Retno Sugesti, S.ST, M.Kes. Selaku Koordinator Program Studi
Kebidanan Universitas Indonesia Maju (UIMA)
9. Irma Jayatmi, S.ST., M.Kes Selaku Dosen Pembimbing Praktik
Program Studi Kebidanan Universitas Indonesia Maju (UIMA) yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan
arahan dalam penyusunan laporan ini
10. Agus Santi Br. Ginting, S.ST, M.Kes selaku Dosen Penguji
sekaligus Dosen Supervisi Program Studi Kebidanan Program
Sarjana Terapan Universitas Indonesia Maju.
3
DAFTAR ISI
4
BAB I
PENDAHULUAN
Pemberian ASI sejak dini dan secara eksklusif amat penting bagi
kelangsungan hidup seorang anak, dan untuk melindungi mereka dari
berbagai penyakit yang rentan mereka alami serta yang dapat berakibat
fatal, seperti diare dan pneumonia. Semakin banyak bukti menunjukkan
bahwa anak-anak yang menerima ASI memiliki hasil tes kecerdasan yang
lebih tinggi. Selain itu, mereka memiliki kemungkinan lebih rendah
mengalami obesitas atau berat badan berlebih, begitu pula dengan
kerentanan mereka mengalami diabetes kelak. Secara global, peningkatan
pemberian ASI dapat menyelamatkan lebih dari 820.000 anak setiap
tahunnya serta mencegah penambahan kasus kanker payudara pada
perempuan hingga 20.000 kasus per tahun. (1)
Secara global, kurang dari separuh bayi baru lahir (46 %) disusui
dalam waktu satu jam setelah kelahiran – sehingga menyebabkan terlalu
banyak bayi baru lahir menunggu terlalu lama untuk melakukan kontak
penting dengan ibunya. Praktik ini sangat bervariasi antar
wilayah. Prevalensi inisiasi menyusui dini di Afrika Timur dan Selatan (69
%) hampir dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan Asia Selatan (39 %),
Asia Timur dan Pasifik (40 %) serta Afrika Barat dan Tengah (41%).
Memberi bayi baru lahir apa pun selain ASI berpotensi menunda kontak
pertama mereka dengan ibunya dan mempersulit proses pemberian ASI.
Namun terlepas dari semua manfaat yang ada, kurang dari 1 dari 2 (48 %)
bayi usia 0–5 bulan di seluruh dunia mendapatkan ASI eksklusif. Asia
Selatan mempunyai prevalensi pemberian ASI eksklusif tertinggi dengan
60 % bayi mendapat ASI eksklusif. Sebaliknya, hanya 26 % bayi usia 0–5
bulan di Amerika Utara yang mendapat ASI eksklusif. (1)
5
yang mendapat ASI eksklusif di Indonesia, atau menurun 12 % dari angka
di tahun 2019. Angka inisiasi menyusui dini (IMD) juga turun dari 58,2 %
pada tahun 2019 menjadi 48,6 % pada tahun 2021. (2)
Sementara itu berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada tahun 2023
Presentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif
di Jawa Barat mencapai 80,08 %. (3)
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menganalisis standar operasional prosedur yang tepat dalam
pemberian edukasi laktasi pada kunjungan antenatal care dan
deteksi dini masalah menyusui di Rumah Sakit Universitas
Indonesia.
6
1.2.2 Tujuan Khusus
1) Menerapkan standar operasional prosedur edukasi laktasi
pada kunjungan antenatal care (ANC) dan deteksi dini
masalah menyusui di Rumah Sakit Universitas Indonesia
2) Mengembangkan standar operasional prosedur edukasi
laktasi pada kunjungan antenatal care (ANC) dan deteksi
dini masalah menyusui di Rumah Sakit Universitas
Indonesia
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Klien/ Masyarakat
1) Meningkatkan kesadaran dan pengetahun bagi ibu hamil &
menyusui tentang ASI Eksklusif
2) Meningkatkan dukungan keluarga dalam pemberian ASI
Eksklusif
3) Memberikan informasi terkait dampak yang dapat dialami
bayi jika tidak mendapatkan ASI Ekslusif
1.3.2 Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan
Mengembangkan Standar Operasional Prosedur yang tepat
terkait edukasi laktasi dan deteksi dini masalah menyusui
1.3.3 Bagi Instansi Pendidikan
Sebagai indicator keberhasilan pendidik institusi dalam
memberikan pembelajaran kepada mahasiswi baik berupa
pengetahuan ataupun keterampilan. Sehingga
menghasilkan lulusan yang professional dan kompeten
dalam memberikan pelayanan kesehatan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
administratif.
a) SOP Teknis, SOP teknis adalah prosedur standar yang sangat
terperinci (detail) tentang kegiatan yang dilakukan oleh satu
pelaksana (pegawai) atau satu jabatan. Setiap prosedur
diuraikan dengan sangat teliti sehingga tidak ada kemungkinan-
kemungkinan variasi lain. Pada umumnya SOP teknis memiliki
ciri sebagai berikut:
a. Pelaksana kegiatan berjumlah satu orang atau satu
kesatuan tim kerja atau satu jabatan meskipun dengan
pemangku yang lebih dari satu.
b. Berisi langkah terperinci atau cara melakukan pekerjaan
atau langkah detail pelaksanaan kegiatan.
b) SOP Administratif, SOP administratif adalah standar prosedur
yang bersifat umum (tidak detail) dari kegiatan yang dilakukan
oleh lebih dari satu orang pelaksana (pegawai) dengan lebih dari
satu jabatan. SOP administratif ini pada umumnya dicirikan
dengan:
a. Pelaksanaan kegiatan berjumlah banyak (lebih dari satu
orang) atau lebih dari satu jabatan dan bukan merupakan
satu kesatuan yang tunggal.
b. Berisi tahapan pelaksanaan kegiatan atau langkah-
langkah pelaksanaan kegiatan yang bersifat makro
ataupun mikro yang tidak menggambarkan cara
melakukan kegiatan. (7)
9
strategi operasional, kerjasama.
2. Mempercepat dokumentasi konsep-konsep penting, teknik, dan
persyaratan ke dalam format yang dapat digunakan oleh
pegawai/pekerja di bagian/unit administrasi pemerintahan dalam
pekerjaan sehari-hari mereka.
3. Membantu menyatukan operasi bagian/unit adminisrasi
pemerintahan dengan pekerjaan para pimpinan (manajer) dan
perencana dengan aktifitas pekerja lainnya.
4. Sebagai standarisasi cara yang dilakukan aparatur dalam
menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tugasnya.
5. Mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin
dilakukan oleh seorang aparatur atau pelaksana dalam
melaksanakan tugas.
6. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab individual aparatur dan organisasi secara
keseluruhan.
7. Membantu aparatur menjadi lebih mandiri dan tidak tergantung
pada intervensi manajemen, sehingga akan mengurangi
keterlibatan pimpinan dalam pelaksanaan proses sehari-hari.
8. Meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan tugas.
9. Menciptakan ukuran standar kinerja yang akan memberikan
aparatur cara konkrit untuk memperbaiki kinerja serta membantu
mengevaluasi usaha yang telah dilakukan.
10. Memastikan pelaksanaan tugas penyelenggaraan pemerintahan
dapat berlangsung dalam berbagai situasi.
11. Menjamin konsistensi pelayanan kepada masyarakat, baik dari
sisi mutu, waktu, dan prosedur.
12. Memberikan informasi mengenai kualifikasi kompetensi yang
harus dikuasai oleh aparatur dalam melaksanakan tugasnya.
13. Memberikan informasi bagi upaya peningkatan kompetensi
aparatur.
14. Memberikan informasi mengenai beban tugas yang dipikul oleh
seorang aparatur dalam melaksanakan tugasnya.
15. Sebagai instrumen yang dapat melindungi aparatur dari
kemungkinan tuntutan hukum karena tuduhan melakukan
penyimpangan.
16. Menghindari tumpang tindih pelaksanaan tugas
17. Membantu penelusuran terhadap kesalahan-kesalahan
prosedural dalam memberikan pelayanan.
10
18. Membantu memberikan informasi yang diperlukan dalam
penyusunan standar pelayanan, sehingga sekaligus dapat
memberikan informasi bagi kinerja pelayanan. (7)
11
6) Prinsip Berorientasi pada Konsumen
Prosedur-prosedur yang dikembangkan harus
mempertimbangkan kebutuhan pengguna sehingga dapat
memberikan kepuasan pada pengguna.
7) Prinsip Kepatuhan dan Kepastian Hukum
Penyusunan SOP harus memenuhi ketentuan-ketentuan dan
peraturan pemerintah yang berlaku, serta untuk memperoleh
kepastian hukum agar dapat ditaati oleh pegawai dan melindungi
pegawai jika terjadi tuntutan hukum. (7)
12
dihasilkan dari proses bisnis tersebut. (10)
3. Pengembangan SOP
a) Menuliskan Uraian Prosedur dan Alur Kerja.
Untuk memahami prosedur yang dibutuhkan dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan, perlu diuraikan setiap
langkah pengerjaan secara rinci. Bila suatu langkah
mempunyai beberapa pilihan, maka pilihan kondisi harus
diuraikan dengan jelas. Bila uraian prosedur sudah lengkap,
maka uraian tersebut dapat dengan mudah dituangkan ke
dalam diagram alir (flow chart).
b. Simulasikan SOP
Sebelum diterapkan, SOP harus mendapat otorisasi dari pihak
pimpinan untuk dijadikan sebuah dokumen legal. Namun,
sebelumnya SOP harus terlebih dahulu disimulasikan sesuai
dengan kondisi yang sebenarnya. Dengan dilakukan simulasi,
tim penyusun dapat mengetahui jika terjadi ketidaksesuaian
dan dapat dilakukan tindakan koreksi secepatnya.
(11)
4. Penerapan SOP
Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam praktik
penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi merupakan langkah
lanjutan pada siklus SOP setelah pengembangan SOP yang
menghasilkan rumusan SOP dan secara formal ditetapkan oleh
pihak pimpinan organisasi. Proses penerapan SOP harus dapat
memastikan bahwa tujuan-tujuan berikut dapat tercapai:
a) Setiap pelaksana mengetahui SOP yang baru atau yang
diubah dan mengetahui alasan perubahannya.
b) Salinan SOP disebarluaskan sesuai kebutuhan dan siap
diakses oleh semua calon pengguna.
c) Setiap pelaksana mengetahui perannya dalam SOP dan dapat
13
menggunakan semua pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki untuk menerapkan SOP secara aman dan efektif
(termasuk pemahaman tentang akibat yang akan terjadi bila
gagal dalam melaksanakan SOP).
d) Terdapat sebuah mekanisme untuk memonitor/memantau
kinerja, mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin
muncul, dan menyediakan dukungan dalam proses
implementasi SOP
5. Monitoring dan Evaluasi SOP
Monitoring digunakan untuk menilai penerapan secara rutin
untuk mengumpulkan data yang diperlukan agar pelaksanaan
SOP tetap berada dalam kerangka yang diinginkan (on track
progress assessment). Evaluasi digunakan untuk menilai akhir
pelaksanaan penerapan SOP dalam kurun waktu tertentu (one-off
event) sehingga dapat diidentifikasi berbagai hal yang masih
memerlukan peningkatan atau yang harus dipertahankan kualitas
pelaksanaannya untuk peningkatan kualitas secara berkelanjutan
(continuous improvement). (7)
2.6 Kehamilan
2.6.1 Definisi Kehamilan
Kehamilan dan persalinan bukanlah sebuah proses
patologis melainkan proses alamiah (normal), tetapi kondisi
normal tersebut dapat berubah menjadi abnormal. Berdasarkan
hal tersebut kehamilan didefinisikan sebagaimana berikut.
1. Kehamilan merupakan masa yang dimulai dari konsepsi
hingga lahirnya janin. Lama kehamilan ini berlangsung
selama 280 hari (40 minggu atau sama dengan sembilan
bulan tujuh hari)
2. Kehamilan merupakan proses yang diawali dengan
14
pertemuan sel ovum dan sel sperma di dalam uterus
tepatnya di tuba fallopi. Setelah itu terjadi proses
konsepsi dan terjadi nidasi, kemudain terjadi implantasi
pada dinding uterus, tepatnya pada lapisan edomentrium
yang terjadi pada hari keenam dan ketujuh setelah
konsepsi. (12)
2.6.2 Asuhan Kehamilan Terfokus
Refocusing ANC Fokus asuhan kehamilan adalah
memfokuskan kembali asuhan yang terbukti bermanfaat
sehingga bisa menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu
dan bayi baru lahir yang dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a) Membantu setiap ibu hamil dan keluarganya membuat
perencanaan persalinan, seperti menyiapkan petugas
kesehatan yang terampil, tempat bersalin, keuangan,
nutrisi yang baik selama hamil, dan perlengkapan esensial
untuk ibu serta bayi.
b) Membantu setiap ibu hamil dan keluarganya
mempersiapkan diri menghadapi komplikasi, seperti
deteksi dini, menentukan pembuat KONSEP DASAR
DAN PROSES KEHAMILAN 5 keputusan, dana
kegawatdaruratan, komunikasi, transportasi, dan donor
darah pada kunjungan.
c) Melakukan screening/penapisan kondisi-kondisi yang
memerlukan persalinan rumah sakit (riwayat SC, IUFD,
dan sebagainya). Ibu yang mengetahui kondisi yang
memerlukan kelahiran di rumah sakit akan berada di rumah
sakit saat persalinan, menghindari kematian karena
penundaan keputusan, keputusan yang kurang tepat, atau
hambatan dalam hal jangkauan yang dapat dicegah.
15
2.6.3 Aspek penting dalam ANC
a) Membangun rasa kepercayaan dengan ibu dan keluarga.
b) Menghadirkan pendamping persalinan sesuai dengan
keinginan ibu.
c) Mendeteksi dan mengobati komplikasi-komplikasi yang
timbul selama kehamilan.
d) Meningkatkan dan memantapkan kesehatan fisik, mental,
dan sosial ibu serta bayi dengan menyediakan pendidikan,
suplementasi, serta imunisasi.
e) Membantu ibu untuk pemberian asi yang lancar, menjalani
masa nifas yang normal, serta menjaga kesehatan anak
secara fisik, psikologis, dan sosial. (12)
16
2.7.2 Pemberian Asi Menurut Stadium Pemberian ASI
17
c. ASI Matur
ASI matur merupakan ASI yang disekresi dari hari ke-
14 seterusnya dan komposisinya relatif konstan. ASI
matur, dibedakan menjadi dua, yaitu susu awal atau susu
primer, dan susu akhir atau susu sekunder. Susu awal
adalah ASI yang keluar pada setiap awal menyusui,
sedangkan susu akhir adalah ASI yang keluar pada setiap
akhir menyusui. Susu awal, menyediakan pemenuhan
kebutuhan bayi akan air. Jika bayi memperoleh susu awal
dalam jumlah banyak, semua kebutuhan air akan terpenuhi
Susu akhir memiliki lebih banyak lemak daripada susu
awal, menyebabkan susu akhir kelihatan lebih putih
dibandingkan dengan susu awal. Lemak memberikan
banyak energi; oleh karena itu bayi harus diberi
kesempatan menyusu lebih lama agar bisa memperoleh
susu akhir yang kaya lemak dengan maksimal. Komponen
nutrisi ASI berasal dari 3 sumber, beberapa nutrisi berasal
dari sintesis di laktosit, beberapa berasal dari makanan, dan
beberapa dari bawaan ibu. (14)
18
lama, mungkin sampai setengah jam, ini tidak menjadi masalah.
Kondisi seperti ini tergantung pada kekuatan bayi menghisap,
kecepatan menelan serta kenyamanan bayi saat disusui. Saat
kenyang bayi akan melepaskan puting ibu. Frekuensi
menyusi juga tergantung pada jumlah ASI serta nafsu makan
sibayi (12)
19
5) ASI perah tahan sampai 5 hari, ketika ditaruh pada
kulkas bagian lemari pendingin dengan suhu minimal
4°C
6) ASI perah tahan hingga 6 bulan pada freezer dengan
suhu 18°C dibawah titik beku 0°C (-18°C). Suhu
yang dingin dapat menigkatkan fungsi anti mikroba
pada ASI serta menghambat aktivitas pertumbuhan
mikroba yang merusak ASI.
7) Jangan menyimpan ASI pada rak yang menempel
pada pintu kulkas untuk menghindari fluktuasi atau
perubahan suhu karena temperatur yang berubah-
ubah.
8) Selain itu untuk memudahkan, sebaiknya
menggunakan label tanggal peras ASI. Perhatikan
pula, saat menyimpan ASI botol jangan diisi penuh,
tetapi usahakan seperempat bagian kosong, karena
ASI perah cenderung mengembang dalam keadaan
beku.
9) Perlu diingat, proses pembekuan ASI perah
kemungkinan menghilangkan beberapa zat yang
penting untuk menghalau infeksi pada bayi. Semakin
lama penyimpanan ASI perah, baik didinginkan atau
dibekukan akan menghilangkan kandungan vitamin
C pada ASI. Meskipun demikian, ASI perah yang
didinginkan atau dibekukan itu nilai gizinya masih
jauh lebih baik dibandingkan susu formula. (15)
b. Cara penyajian dan pemberian ASI perah yg telah
didinginkan atau dibekukan:
1) Untuk mencairkan ASI perah yang dibekukan, dapat
menggunakan penghangat ASI elektrik yang bisa
20
digunakan di rumah atau di mobil. Jika tidak tersedia,
maka bisa menempatkan botol penyimpanan ASI
perah ke dalam panci atau mangkuk berisi air hangat.
Diamkan beberapa saat. Ingat, jangan menaruh panci
atau mangkuk diatas kompor yang menyala.
2) ASI perah yang dibekukan, sebaiknya tidak langsung
dikeluarkan dalam suhu ruangan. Beberapa
penelitian mengungkapkan perubahan suhu yang
cepat dapat mempengaruhi kandungan antibodi yang
terdapat dalam ASI yang bermanfaat bagi bayi.
3) ASI perah dari freezer dapat diletakkan terlebih
dahulu di ruang pendingin pada kulkas, kemudian
hangatkan sebagaimana cara diatas. Penting untuk
diketahui, jangan membekukan ulang ASI perah
yang telah dicairkan.
4) Jika ASI perah dibutuhkan segera, maka ASI dapat
ditempatkan di bawah air mengalir dengan suhu yang
biasa. Lalu rendam dengan air hangat. Untuk
memeriksa apakah suhu ASI sudah sesuai untuk bayi,
teteskan ke pergelangan tangan. Jika suhu sudah
sesuai, bisa langsung diberikan pada bayi.
5) Hindari menghangatkan ASI dengan menggunakan
microwave. Perubahan suhu yang terlalu cepat pada
ASI perah dapat menghilangkan kandungan antibodi
yang dibutuhkan bayi.
6) Buang ASI perah yang tersisa. Sisa dari ASI perah
jangan diberikan kembali pada bayi di waktu yang
berbeda, dan jangan disimpan kembali dalam lemari
pendingin. Jika bayi sering menyisakan ASI
21
perahnya maka tempatkan dan hangatkan ASI perah
seperlunya saja. (15)
22
4. Menyusui bayi lebih menghemat waktu, karena ibu tidak
perlu menyiapkan dan mensterilkan botol susu.
5. ASI lebih praktis
6. ASI lebih murah karena ibu tidak perlu membeli susu
formula.
7. Ibu yang menyusui bayinya memperoleh manfaat fisik dan
emosional. (12)
23
dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada putting
dan sekitar kalang payudara.
b. Bayi diletakkan menghadap perut ibu / payudara.
1) Ibu duduk atau berbaring dengan santai, jika duduk
akan lebih baik menggunakan kursi yang rendah (hal
ini bertujuan supaya kaki ibu tidak menggantung)
dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.
2) Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan
menggunakan satu lengan, kepala bayi terletak pada
siku ibu (kepala tidak boleh menengadah dan bokong
bayi ditahan dengan telapak tangan).
3) Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu,
dan yang satunya di depan.
4) Perut bayi menempel pada badan ibu, posisi kepala
bayi menghadap payudara (tidak hanya menoleh atau
membelokkan kepala bayi).
5) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
6) Ibu menatap bayi dengan kasih sayang.
c. Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari yang
lain menopang di bawah, jangan terlalu menekan putting
susu atau kalang payudara saja.
d. Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (roting
refleks) dengan cara menyentuh pipi dengan putting susu
atau menyentuh sisi mulut bayi.
e. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi
didekatkan ke payudara ibu dan putting susu serta kalang
payudara dimasukkan ke mulut bayi.
1) Usahakan sebagian besar kalang payudara dapat
masuk kedalam mulut bayi, sehingga putting susu
berada di bawah langit-langit dan lidah bayi akan
24
menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI
yang terletak di bawah kalang payudara.
2) Setelah bayi mulai menghisap payudara tak perlu
dipegang atau disangga.
3) Melepas isapan bayi Setelah menyusui pada satu
payudara sampai kosong, sebaiknya diganti dengan
payudara yang satunya. Cara melepas isapan bayi
yaitu jari kelingking ibu dimasukkan ke mulut bayi
melalui sudut mulut atau dagu bayi ditekan ke bawah.
f. Menyendawakan bayi
Tujuan menyendawakan bayi adalah untuk
mengeluarkan udara dari lambung supaya bayi tidak
muntah setelah menyusu. Cara menyendawakan bayi
adalah bayi digendong tegak dengan bersandar pada
bahu ibu kemudian punggungnya ditepuk secara
perlahan atau dengan cara bayi tidur tengkurap
dipangkuan ibu kemudian punggungnya ditepuk
perlahan-lahan.
25
Hasil penjelasan cara pengamatan teknik menyusui yang
benar di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. A : Aerola
Aerola adalah bagian berwarna gelap di sekitar puting.
Perlu diperhatikan bagi ibu saat menyusui adalah
memasukkan sebagian besar Aerola bagian bawah ke
mulut bayi.
26
c. Bi: Bibir harus 'dower'
Saat menghisap puting, bibir bayi harus terbuka dower
ke bawah, sehingga Aerola sebagian besar bagian
bawahnya masuk ke dalam mulut bayi.
27
a. Posisi Berdiri
28
c. Posisi Duduk
29
di atas atau berbaring menyamping dengan muka,
perut dan lutut menempel pada dada dan perut ibu.
4) Posisi bayi saat menyusui seolah-olah merangkul
badan ibu supaya mempermudah bayi dalam
mencapai payudara.
5) Tangan kiri ibu memegang payudara jika diperlukan.
e. Posisi Menggendong Menyilang (Transisi)
Posisi ini sangat baik untuk bayi yang mengalami
kesulitan menempelkan mulutnya ke putting susu karena
payudara ibu yang besar sementara mulut bayi yang kecil
dan posisi ini juga baik untuk bayi yang sedang sakit.
Cara posisi menggendong menyilang yaitu:
30
bayi kembar. Cara menyusui posisi football dengan cara
yaitu:
31
3) Muka ibu dan bayi tidur berhadapan dan bantu
menempelkan mulut bayi ke putting susu.
4) Letakkan bantal kecil atau lipatan selimut di bawah
kepala bayi agar bayi tidak menegangkan lehernya
untuk mencapai putting dan ibu tidak perlu
membungkukkan badan kea rah bayinya, sehingga
bayi akan tidak cepat lelah.
h. Posisi Menyusui dengan Kondisi Khusus
Posisi-posisi yang dapat dilakukan untuk posisi
menyusui dengan kondisi khusus yaitu:
32
3) Posisi menyusui dengan ASI berlimpah, biasanya
dilakukan untuk ibu yang memiliki ASI yang
berlimpah dan memancar secara penuh dan
alirannya deras, posisi untuk mengurangi resiko
tersedak pada bayi dengan cara ibu tidur terlentang
lurus di tempat tidur dan sementara bayi di atas perut
ibu dalam posisi berbaring lurus dengan kepala
menghadap ke payudara ibu atau bayi dengan posisi
tengkurap di atas dada ibu, tangan ibu sedikit
menahan kepala bayi dengan posisi ini bayi tidak
akan tersedak.
33
Menunda pemberian makanan lainnya paling
kurang setelah 6 bulan.
2) Putting susu datar atau terbenam
Putting yang kurang menguntungkan seperti ini
sebenarnya tidak selalu menjadi masalah. Secara
umum ibu tetap masih dapat menyusui bayinya dan
upaya selama antenatal umumnya kurang berfaedah,
misalnya dengan memanipulasi Hofman, menarik-
nerik puting, ataupun penggunaan brest shield dan
breast shell. Yang paling efisien untuk memperbaiki
keadaan ini adalah isapan langsung bayi yang kuat.
(18)
34
BAB III
TINJAUAN KASUS
FORMAT DOKUMENTASI
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL
A. DATA SUBYEKTIF
IDENTITAS
35
2. Riwayat kehamilan ini :
2.1 Riwayat Menstruasi
Hari pertama haid terakhir tanggal :07 Agustus 2023
pasti/tidak,
Taksiran Persalinan : 14 Mei 2024
Lamanya : - hari
Banyaknya : - X ganti pembalut/hari.
Siklus : - hari, teratur/tidak teratur
Warna : -
2.2 Tanda-tanda kehamilan (trimester)
Hasil tes kehamilan (jika dilakukan)
Tanggal : hasil : positif / negatif
2.3 Pergerakan fetus dirasakan pertama kali
Pergerakan fetus dalam 24 jam terakhir : - kali
2.4 Keluhan yang dirasakan (ada / tidak ada)
Rasa lelah :
Mual dan muntah yang lama :
Nyeri Perut :
Panas, mengigil :
Sakit kepala berat/terus menerus :
Penglihatan kabur :
Rasa nyeri/panas waktu BAK :
Rasa gatal pada vulva vagina dan sekitarnya :
Pengeluaran pravaginam : cairan, lendir, darah, keputihan :
Nyeri, kemerahan, tegang pada tungkai :
Oedema :
2.5 Diet/makan
Sebelum Hamiil Sesudah Hamil
Makan
a. Frekuensi : x/hari 3 x/hari
b. Jenis : Variasi
Minum
a. Frekuensi : x/hari 3 x/hari
b. Jenis :
Keluhan :
36
2.6 Pola Eliminasi
BAK : 8 x sehari BAB
: 1 x sehari
Konsistensi : Konsistensi : Lunak
Warna : Kuning Jernih Warna
:
2.7 Aktifitas sehari-hari
Pola istirahat dan tidur : Siang jam, malam 8 jam.
Seksualitas : - x dalam seminggu
Pekerjaan : Karyawan
2.8 Riwayat Imunisasi TT
TT1 :
TT2 :
TT3 :
TT4 :
TT5 :
1. Hamil Pertama
4. Riwayat Kesehatan
37
4.1 Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita ( ada / tidak ada
)
Jantung :
Tekanan darah tinggi :
Hepar :
Diabetes melitus :
Anemia berat :
Penyakit hubungan seksual dan HIV/ AIDS :
Campak :
Malaria :
Tuberkulosis :
Gangguan mental :
Operasi :
Lain-lain :
4.2 Prilaku kesehatan
Penggunaan alkohol/obat-obatan sejenisnya
Obat-obatan /jamu yang sering digunakan :
Merokok, makan sirih :
Irigasi vagina/ganti pakaian dalam :
5. Data Psikososial
5.1 Status perkawinan :
Jumlah : 1 kali
Lama perkawinan : 1 tahun
5.2 Susunan keluarga yang tinggal serumah :
38
5.7 Dukungan suami dan keluarga : Mendampingi
selama kehamilan
5.8 Kepercayaan yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan,
nifas : Tidak Ada
6. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Tidak ada
B. OBJEKTIF :
1. Keadaan umum : Baik
kesadaran : Compos Mentis
2. Keadaan emosional : baik
3. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg Denyut
nadi : 73 x / menit
Suhu tubuh : 36,7 ◦C Pernafasan : 18 x/
menit
4. Tinggi badan : 156 cm Berat
badan : 56 kg
5. Kenaikan berat badan selama hamil : - kg
6. Pemeriksaan fisik
4.1 Muka : Simetris
kelopak mata:
Konjungtiva : Tidak Anemis
Sklera : Tidak Ikterik
Mulut dan gigi :
4.2 Kelenjar thyroid : Tidak ada pembengkakan
4.3 Kelenjar getah benning : Tidak ada pembengkakan
4.4 Dada : Simetris
Jantung : tidak dilakukan
Paru : tidak dilakukan
Payudara : Pembesaran :
Puting susu : tampak datar
Simetris : Ya / Tidak
Benjolan/tumor :
Pengeluaran :
Rasa nyeri :
Lain-lain :
39
4.5 Punggung dan pinggang : Tidak dilakukan
Posisi tulang belakang :
Pinggang nyeri :
4.6 Ekstremitas atas dan bawah odema : Tidak ada
Kekakuan sandi : Tidak ada
Kemerahan : Tidak ada
Varises : Tidak ada
Refleks : Tidak dilakukan
LILA : - cm
Abdomen :
Inspeksi
Bentuk : Sesuai usia kehamilan
bekas luka operasi :
Stric Gravidarum :
Linea nigra : linea
alba :
Palpasi
Leopold I : Tidak dilakukan
Leopold II :
Leopold III :
Leopold IV :
Auskultasi
Punctum maximum :
Denyut jantung fetus : 141 kali teratur/tidak teratur
Taksiran berat janin : 1000 gr
Ano-ganital
4.6.1 Inspeksi
Perineum : luka parut :-
Vulva vagina : Warna :- Luka :
Fistula :- Varises :
Pengeluaran pervaginam : Warna :
Konsistensi : - Jumlah :
Kelenjar bartolini :-
Pembengkakan :-
Rasa nyeri : -
40
Anus : haemoroid : -
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal :
Darah : Hb : gr% Golongan darah
:
Urine Protein :
Reduksi :
Pemeriksaan penunjang lain : Tidak dilakukan
41
D. PENATALAKSANAAN :
1. Memperkenalkan diri kepada pasien.
2. Melakukan informed consent untuk dilakukan pemeriksaan.
Evaluasi : ibu menyetujui untuk dilakukan pemeriksaan
3. Melakukan pemeriksaan fisik & vital sign.
Evaluasi : Memberitahukan bahwa hasil pemeriksaan dalam batas normal.
Namun ditemukan putting susu tampak datar.
4. Menjelaskan terkait keluhan dan hasil pemeriksaan yang ditemukan bahwa
hal tersebut merupakan masalah menyusui pada masa kehamilan.
Evaluasi : Ibu memahami penjelasan yang diberikan.
5. Memberikan edukasi kepada ibu terkait pemberian ASI Eksklusif dan cara
perawatan putting susu.
Evaluasi : Ibu memahami tentang edukasi yang terlah diberikan.
6. Menganjurkan ibu untuk melakukan konsultasi ke konselor laktasi jika ibu
masih mengalami keluhan yang sama meski sudah melakukan perawatan
putting susu hingga menjelang persalinannya.
Evaluasi : Ibu memahami dan bersedia melakukan anjuran yang diberikan.
7. Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga personal hygiene dan asupan nutrisi
selama kehamilan guna persiapan persalinan & menyusui.
Evaluasi : Ibu mengerti dan bersedia melakukan anjuran yang diberikan.
8. Membuat janji temu kembali untuk kunjungan kedua pada tanggal 22 Maret
2024.
Evaluasi : Ibu bersedia untuk dilakukan kunjungan kembali.
9. Melakukan pendokumentasian.
Pengkaji,
42
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Pertama, Dalam SOP Edukasi Laktasi Kunjungan Antenatal
dan Deteksi Dini Masalah Menyusui telah berisikan rangkaian
instruksi terkait langkah-langkah pemberian informasi mengenai
laktasi yang perlu diketahui oleh ibu hamil. Dimana dalam SOP juga
disebutkan siapa yang memberikan edukasi tersebut kepada klien/
pasien. Hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan dalam
Permenpan No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusanan
Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintah, yakni :
43
melakukan pekerjaan atau langkah detail pelaksanaan kegiatan. (7)
Namun, dalam SOP belum menyebutkan terkait tenaga dokter
yang dapat memberikan edukasi. Tenaga dokter dapat disebutkan
dalam SOP agar penanggung jawab pemberi edukasi dapat lebih
terinci.
Ketiga, Pada SOP Edukasi Laktasi Kunjungan Antenatal Care
dan Deteksi Dini Masalah Menyusui juga disebutkan tim pembuat
SOP yakni pengusul atau penyusun SOP (Manajer Rawat Jalan &
Rawat Inap, Pengawas ( Komite Mutu ), dan Atasan Pengawas
(Direksi Terkait). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa pada tahan persiapan penyususan SOP, Dokumen SOP
sebaiknya disusun oleh tim Penyusun SOP yang memiliki
pengetahuan dan pengalaman dalam bidangnya yang terdiri atas: a.)
Penulis SOP, b.) Pelaksana di lapangan. c.) Pengawas, d.) Atasan
pengawas. (10)
Namun, dalam penyusunan SOP masih ada kekurangan dimana
pelaksana di lapangan belum diikut sertakan. Pelaksana dapat
diikutsertakan dalam memberikan masukan dalam penyusunan SOP
agar sesuai dengan kondisi lapangan sehingga lebih efesien dan
efektif.
Keempat, pada pengembangan SOP Edukasi Laktasi
Kunjungan Antenatal Care (ANC) dan Deteksi Dini Masalah
Menyusui telah tertulis uraian prosedur dan alur kerja yang
tergambarkan dalam diagram alur atau flow chart. Hal ini sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa untuk memahami prosedur
yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, perlu
diuraikan setiap langkah pengerjaan secara rinci. Bila suatu langkah
mempunyai beberapa pilihan, maka pilihan kondisi harus diuraikan
dengan jelas. Bila uraian prosedur sudah lengkap, maka uraian
tersebut dapat dengan mudah dituangkan ke dalam diagram alir
44
(flow chart). (11)
Namun, pada SOP Edukasi Laktasi Kunjungan Antenatal Care
dan Deteksi Dini Masalah Menyusu belum diberikan penjelasan
detail terkait masalah menyusui yang memerlukan rujukan ke
konselor laktasi. Dengan demikian, dalam SOP dapat lebih
dirincikan kondisi atau masalah menyusui seperti apa yang dapat
diberikan rujukan lanjutan ke konselor laktasi.
Kelima, pada penerapan SOP Edukasi Laktasi Kunjungan
Antenatal Care (ANC) dan Deteksi Dini Masalah Menyusui para
pelaksana di lapangan belum banyak yang mengetahui terkait SOP
tersebut dalam pelayanan. Serta, peran apa yang harus mereka
jalankan dalam pelaksanaannya. Salinan SOP juga tidak tersedia
kemudahan aksesnya. Hal ini tidak sejalan dengan teori yang
menyatakan bahwa pada penerapan sebuah SOP harus dapat
memastikan bahwa tujuan-tujuan berikut dapat tercapai: a.) Setiap
pelaksana mengetahui SOP yang baru atau yang diubah dan
mengetahui alasan perubahannya. b.) Salinan SOP disebarluaskan
sesuai kebutuhan dan siap diakses oleh semua calon pengguna.c.)
setiap pelaksana mengetahui perannya dalam SOP dan dapat
menggunakan semua pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
untuk menerapkan SOP secara aman dan efektif (termasuk
pemahaman tentang akibat yang akan terjadi bila gagal dalam
melaksanakan SOP). d.) Terdapat sebuah mekanisme untuk
memonitor/memantau kinerja, mengidentifikasi masalah-masalah
yang mungkin muncul, dan menyediakan dukungan dalam proses
implementasi SOP. (7)
Dalam hal ini, SOP dapat dilakukan simulasi terlebih dahulu
sebelum benar-benar diterapkan dalam pelayanan serta
disosialisasikan secara berkala agar para pelaksana dapat
mengetahui peran yang harus dijalankannya di pelayanan.
45
Keenam, dalam SOP Edukasi Laktasi Kunjungan Antenatal
Care dan Deteksi Dini Masalah Menyusui menyebutkan bahwa
pemberian edukasi mulai diberikan pada ibu hamil yang usia
kehamilannya 24 minggu. Hal ini tidak sejalan dengan waktu
konseling laktasi yang direkomendasikan oleh WHO, yakni pada :
a.) Usia kehamilan 28 minggu, b.) Usia Kehamilan 30 Minggu, c.)
Pada saat proses IMD, d.) Setelah Persalinan, e.) Usia bayi 7 hari, f.)
Usia bayi 14 hari, g.) Usia bayi 40 hari.
Temuan ini dapat diperbaiki dengan mengubah rekomendasi
waktu edukasi laktasi dalam SOP yang sebelumnya 24 minggu
menjadi dimulai 28 minggu.
Ketujuh, dalam SOP Edukasi Laktasi Kunjungan Antenatal
Care dan Deteksi Dini Masalah Menyusui terdapat point tentang
“jika proses menyusui yang telah dimulai, maka akan dilakukan
evaluasi dan follow up oleh pihak RS”. Point ini tidak sesuai dengan
definisi atau pengertian yang disebutkan dalam SOP, bahwa SOP
Edukasi Laktasi Kunjungan Antenatal Care dan Deteksi Dini
Masalah Menyusui merupakan pemberian edukasi mulai diberikan
pada ibu hamil yang usia kehamilannya 24 minggu hingga
menjelang persalinannya.
Point proses menyusui dapat dihilangkan dan dibuatkan SOP
tersendiri mengenai edukasi laktasi pada ibu menyusui.
46
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
SOP Edukasi Laktasi Kunjungan Antenatal Care (ANC) dan
Deteksi Dini Masalah Menyusui sudah cukup sesuai dalam proses
penyusunan dan pengembangannya. Namun, masih ada kekurangan
dalam penerapannya sehingga diperlukan langkah perbaikan agar
fungsi dan manfaat dari SOP tersebut dapat tercapai.
5.2 Saran
1. Para ibu hamil yang usia kehamilannya ≥ 28 minggu dapat
menggali informasi mengenai laktasi dengan melakukan
pemeriksaan kehamilan pada tenaga kesehatan ataupun
melakukan konseling khusus pada konselor laktasi, guna
kelancaran masa menyusui.
47
DAFTAR PUSATAKA
48
dis&pg=PA71&printsec=frontcover
49
LAMPIRAN
50
PROSEDUR EDUKASI LAKTASI KUNJUNGAN ANTENATAL
CARE (ANC) DAN DETEKSI DINI MASALAH MENYUSUI
No.Dokumen
No.Revisi:
SOP
Tanggal Terbit :
Halaman :
PROGRAM STUDI
RUMAH SAKIT KEBIDANAN PROGRAM
UNIVERSITAS SARJANA TERAPAN
INDONESIA BIDAN FAKULTAS
VOKASI UIMA
I. PENGERTIAN Pemberian edukasi laktasi pada ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan di
Poliklinik Obstetri, sejak memasuki usia kehamilan ≥ 28 minggu hingga menjelang
persalinannya.
II. TUJUAN 1. Memberikan informasi mengenai laktasi pada ibu hamil, guna mendukung
tercapainya pemberian IMD dan ASI Eksklusif.
2. Mendeteksi masalah menyusui pada masa kehamilan yang dapat mempengaruhi
proses menyusui
III. KEBIJAKAN 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian
ASI Eksklusif
2. Pedoman Antenatal Terpadu Kemenkes RI Edisi Ketiga Tahun 2020
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2013 Tentang
Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/ atau Memerah ASI
IV. REFERENSI Keputusan Direktur Utama Rumah Sakit Universitas Indonesia No.
415/SK/DIRUT/RSUI/VIII/2021 Tentang Ketentuan Pelayanan Rumah Sakit Sayang Ibu
dan Bayi (RSSIB) di Rumah Sakit Universitas Indonesia
V. PROSEDUR Persiapan Alat
1. Leaflet Digital, yang dapat dikirimkan melalui media elektronik pada pasien.
2. Leaflet printout, yang dapat diberikan tanpa melalui media elektronik pada pasien.
3. Flipchart / Materi Power Point
4. Komputer All in One
Persiapan Klien
1. Menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi pasien
2. Membangung rasa saling percaya
3. Melakukan 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun) pada pasien
Pelaksanaan
1. Dokter/Bidan/Perawat memperkenalkan diri
2. Dokter/Bidan/Perawat melakukan informed consent kepada pasien, terkait tujuan
edukasi atau konseling serta kontrak waktu
3. Dokter/Bidan/Perawat melakukan anamnesis dan identifikasi riwayat obstetri
(Kehamilan & persalinan), dan riwayat menyusui sebelumnya
4. Dokter/ Bidan/ Perawat memberikan edukasi dan konseling pada pasien mengenai
laktasi yakni tentang topik:
a. Pentingnya IMD (Inisiasi Menyusui Dini) bagi ibu dan bayi
b. Cara pemberian IMD (Insiasi Menyusui Dini)
c. Kolostrum
d. Rawat Gabung
e. ASI Eksklusif
d. Teknik Menyusui dan Perlekatan yang tepat
d. Cara pemberian dan penyimpanan ASI
e. Masalah yang sering muncul saat masa menyusui
d. Perawatan payudara/ putting susu
5. Jika dokter/bidan/perawat menemukan masalah menyusui pada masa kehamilan
saat melakukan konseling & skrining, seperti putting datar atau masalah kelainan
anatomi payudara yang dapat mennghambat proses menyusui maka pasien dapat
langsung dirujuk ke klinik laktasi dengan dilakukan penjadwalan langsung.
6. Dokter/Bidan/Perawat mengisi lembar edukasi pasien dengan ditandatangani oleh
pemberi dan penerima edukasi.
7. Dokter/ Bidan/ Perawat melakukan pendokumentasian terintegrasi pada elektronik
health record (EHR).
VI. DIAGRAM ALIR
Dokter/Bidan/Perawat
memperkenalkan diri
Dokter/Bidan/Perawat melakukan
informed consent kepada pasien
t
Dokter/bidan/perawat menemukan
TIDAK masalah menyusui pada masa
YA
kehamilan saat melakukan konseling
& skrining
Link Video
https://cutt.ly/EDUKASI-LAKTASI_SPO-PELAYANAN-KEBIDANAN