Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN SOP PELAYANAN KEBIDANAN PROFESIONAL

PROSEDUR EDUKASI LAKTASI KUNJUNGAN ANTENATAL


CARE (ANC) DAN DETEKSI DINI MASALAH MENYUSUI
DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS INDONESIA

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan


Praktik Pelayanan Kebidanan Profesional

Oleh:

NAMA : RISQY NUR FITRI


NPM : 07220400081

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA


TERAPAN
FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS INDONESIA MAJU
2024
LEMBAR PERSETUJUAN

SOP dengan judul:

PROSEDUR EDUKASI LAKTASI KUNJUNGAN ANTENATAL


CARE (ANC) DAN DETEKSI DINI MASALAH MENYUSUI
DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS INDONESIA

Oleh:
NAMA : RISQY NUR FITRI
NPM : 07220400081

Telah dilakukan pembimbingan dan dinyatakan layak untuk


dipresentasikan di hadapan tim penguji.

Maret 2024

Mengetahui, Mengetahui
PJ Laporan Praktik PJ Praktik

(Agus Santi Br. Ginting, S.ST, M.Kes) (Meinasari Kurnia Dewi, S.ST, M.Kes)

Mengetahui,
Koordinator Program Studi

(Retno Sugesti, S.ST, M.Kes)


LEMBAR PENGESAHAN
SOP dengan judul:

PROSEDUR EDUKASI LAKTASI KUNJUNGAN ANTENATAL


CARE (ANC) DAN DETEKSI DINI MASALAH MENYUSUI
DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS INDONESIA

Oleh:

NAMA : RISQY NUR FITRI


NPM : 07220400081

Maret 2024

Mengesahkan,

Dosen Pembimbing

(Irma Jayatmi, S.ST. M.Kes)

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat


Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan SOP pelayanan kebidanan
profesional yang berjudul “Prosedur Edukasi Laktasi Kunjungan
Antenatal Care (ANC) dan Deteksi Dini Masalah Menyusui di
Rumah Sakit Universitas Indonesia”.
Laporan ini penulis ajukan sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan Pendidikan Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan
di Universitas Indonesia Maju (UIMA) Jakarta.
Dalam penyusunan laporan individu ini penulis banyak
mendapatkan kesulitan, akan tetapi berkat bantuan dari semua pihak hal
itu dapat teratasi. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan
terima kasih secara khusus kepada pembimbing yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing penulis dan telah memberikan
pengarahan, perhatian serta nasihat yang begitu berharga dalam
penyusunan awal sampai dengan selesainya laporan ini. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih
kepada:
1. Drs.H.Jacub Chatib selaku Ketua Universitas Indonesia Maju
(UIMA)
2. Dr. Dr. dr. H. M. Hafizurrachman, MPH sebagai Pembina
Universitas Indonesia Maju (UIMA)
3. Dr. Astrid Novita, SKM., MKM. Selaku Rektor Fakultas Vokasi
Universitas Indonesia Maju.
4. Susaldi, S.ST., M.Biomed. Selaku Wakil Rektor I Universitas
Indonesia Maju (UIMA)
5. Dr. Rindu, SKM., M.Kes. Selaku Wakil Rektor II Universitas
Indonesia Maju (UIMA)

2
6. Hidayani., AM.Keb. SKM., M.KM. Selaku Dekan Fakultas Vokasi
Universitas Indonesia Maju (UIMA)
7. Hedy Hardiana S.Kep, MKM. Selaku Wakil Dekan Fakultas Vokasi
Universitas Indonesia Maju (UIMA)
8. Retno Sugesti, S.ST, M.Kes. Selaku Koordinator Program Studi
Kebidanan Universitas Indonesia Maju (UIMA)
9. Irma Jayatmi, S.ST., M.Kes Selaku Dosen Pembimbing Praktik
Program Studi Kebidanan Universitas Indonesia Maju (UIMA) yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan
arahan dalam penyusunan laporan ini
10. Agus Santi Br. Ginting, S.ST, M.Kes selaku Dosen Penguji
sekaligus Dosen Supervisi Program Studi Kebidanan Program
Sarjana Terapan Universitas Indonesia Maju.

11. Sri Helmi, S.ST, M.Kes selaku CI Responsi Program Studi


Kebidanan Program Sarjana Terapan Universitas Indonesia Maju.

12. Semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan


laporan ini, yang tidak dapat saya sebutkan satu-satu
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh
dari sempurna oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
demi perbaikan dan sempurnanya laporan SOP pelayanan kebidanan
profesional ini sehingga dapat bermanfaat bagi para pembaca.

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... 2


BAB I ..................................................................................................... 5
PENDAHULUAN ................................................................................ 5
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 5
1.2 Tujuan ................................................................................................... 6
1.3 Manfaat ................................................................................................. 7
BAB II ................................................................................................... 8
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 8
2.1 Pengertian SOP .................................................................................... 8
2.2 Jenis Dokumen SOP ............................................................................ 8
2.3 Fungsi dan Manfaat SOP .................................................................... 9
2.4 Prinsip Penyusunan SOP .................................................................. 11
2.5 Proses Penyusunan SOP .................................................................... 12
2.6 Kehamilan........................................................................................... 14
2.7 ASI Eksklusif ...................................................................................... 16
BAB III................................................................................................ 35
TINJAUAN KASUS ........................................................................... 35
BAB IV ................................................................................................ 43
PEMBAHASAN ................................................................................. 43
4.1 Pembahasan........................................................................................ 43
BAB V ................................................................................................. 47
PENUTUP ........................................................................................... 47
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 47
5.2 Saran ................................................................................................... 47
DAFTAR PUSATAKA ..................................................................... 48

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemberian ASI sejak dini dan secara eksklusif amat penting bagi
kelangsungan hidup seorang anak, dan untuk melindungi mereka dari
berbagai penyakit yang rentan mereka alami serta yang dapat berakibat
fatal, seperti diare dan pneumonia. Semakin banyak bukti menunjukkan
bahwa anak-anak yang menerima ASI memiliki hasil tes kecerdasan yang
lebih tinggi. Selain itu, mereka memiliki kemungkinan lebih rendah
mengalami obesitas atau berat badan berlebih, begitu pula dengan
kerentanan mereka mengalami diabetes kelak. Secara global, peningkatan
pemberian ASI dapat menyelamatkan lebih dari 820.000 anak setiap
tahunnya serta mencegah penambahan kasus kanker payudara pada
perempuan hingga 20.000 kasus per tahun. (1)

Secara global, kurang dari separuh bayi baru lahir (46 %) disusui
dalam waktu satu jam setelah kelahiran – sehingga menyebabkan terlalu
banyak bayi baru lahir menunggu terlalu lama untuk melakukan kontak
penting dengan ibunya. Praktik ini sangat bervariasi antar
wilayah. Prevalensi inisiasi menyusui dini di Afrika Timur dan Selatan (69
%) hampir dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan Asia Selatan (39 %),
Asia Timur dan Pasifik (40 %) serta Afrika Barat dan Tengah (41%).
Memberi bayi baru lahir apa pun selain ASI berpotensi menunda kontak
pertama mereka dengan ibunya dan mempersulit proses pemberian ASI.
Namun terlepas dari semua manfaat yang ada, kurang dari 1 dari 2 (48 %)
bayi usia 0–5 bulan di seluruh dunia mendapatkan ASI eksklusif. Asia
Selatan mempunyai prevalensi pemberian ASI eksklusif tertinggi dengan
60 % bayi mendapat ASI eksklusif. Sebaliknya, hanya 26 % bayi usia 0–5
bulan di Amerika Utara yang mendapat ASI eksklusif. (1)

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2021, 52,5 %


atau hanya setengah dari 2,3 juta bayi berusia kurang dari enam bulan-

5
yang mendapat ASI eksklusif di Indonesia, atau menurun 12 % dari angka
di tahun 2019. Angka inisiasi menyusui dini (IMD) juga turun dari 58,2 %
pada tahun 2019 menjadi 48,6 % pada tahun 2021. (2)

Sementara itu berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada tahun 2023
Presentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif
di Jawa Barat mencapai 80,08 %. (3)

Pada tahun 2021 Dinas Kesehatan Jawa Barat menunjukkan capaian


presentase pemberian ASI Eksklusif pada bayi kurang dari 6 bulan di Kota
Depok yakni sebesar 73,61 %. (4)

Dampak dari rendahnya pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6


bulan yaitu dapat memperberat penyakit seperti ISPA 35.09%, diare
38.07%, dan gizi kurang 49,2% yang dapat menimbulkan beberapa
efek negatif pada bayi seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan
terhadap penyakit, menurunnya tingkat kecerdasan dan
terganggunya mental anak, kekurangan gizi yang serius dapat
menyebabkan kematian anak. (5)
Beberapa faktor penyebab kegagalan dalam pemberian ASI
Eksklusif diantaranya inisiasi yang terhambat, ibu yang kurang
pemahamam atau kurang pengalaman, tidak ada dukungan keluarga,
factor social budaya, kondisi fisik dan psikis ibu serta kondisi bayi
yang tidak sehat serta kebijakan rumah sakit yang kurang
mendukung laktasi. (6)

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menganalisis standar operasional prosedur yang tepat dalam
pemberian edukasi laktasi pada kunjungan antenatal care dan
deteksi dini masalah menyusui di Rumah Sakit Universitas
Indonesia.

6
1.2.2 Tujuan Khusus
1) Menerapkan standar operasional prosedur edukasi laktasi
pada kunjungan antenatal care (ANC) dan deteksi dini
masalah menyusui di Rumah Sakit Universitas Indonesia
2) Mengembangkan standar operasional prosedur edukasi
laktasi pada kunjungan antenatal care (ANC) dan deteksi
dini masalah menyusui di Rumah Sakit Universitas
Indonesia
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Klien/ Masyarakat
1) Meningkatkan kesadaran dan pengetahun bagi ibu hamil &
menyusui tentang ASI Eksklusif
2) Meningkatkan dukungan keluarga dalam pemberian ASI
Eksklusif
3) Memberikan informasi terkait dampak yang dapat dialami
bayi jika tidak mendapatkan ASI Ekslusif
1.3.2 Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan
Mengembangkan Standar Operasional Prosedur yang tepat
terkait edukasi laktasi dan deteksi dini masalah menyusui
1.3.3 Bagi Instansi Pendidikan
Sebagai indicator keberhasilan pendidik institusi dalam
memberikan pembelajaran kepada mahasiswi baik berupa
pengetahuan ataupun keterampilan. Sehingga
menghasilkan lulusan yang professional dan kompeten
dalam memberikan pelayanan kesehatan.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian SOP


Pengertian Standar Operasional Prosedur (SOP) atau dalam
bahasa Inggris dikenal sebagai standard (standing) operating
procedures (SOPs), maka SOP diartikan sebagai peraturan dan
regulasi yang merupakan kebijakan untuk menjamin kebenaran
(validitas) perilaku anggota organisasi secara terus-menerus. (7)

Standar Operasional Prosedur adalah serangkaian instruksi


tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan
aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana
dan oleh siapa dilakukan.(8)
Standar Operasional Prosedur (SOP) menurut Menteri
Kesehatan RI adalah suatu perangkat instruksi / langkah untuk
menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu dengan memberikan
langkah-langkah yang benar dan terbaik berdasarkan keilmuan
untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan, serta
membantu mengurangi kesalahan dalam memberikan pelayanan.
Sehingga, SOP bermanfaat sebagai acuan dan dasar bagi tenaga
pelaksana dalam melaksanakan pelayanan kesehatan bermutu. (9)

2.2 Jenis Dokumen SOP


Jenis SOP didasarkan pada unsur kegiatan bukan pada
substansi kegiatan (kegiatan inti atau kegiatan pendukung). Adapun
jenis-jenis SOP yang ada dalam kegiatan penyelenggara
pemerintahan adalah seperti pada uraian berikut ini.
SOP Berdasarkan Sifat Kegiatan Berdasarkan unsur kegiatan
maka SOP dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu teknis dan

8
administratif.
a) SOP Teknis, SOP teknis adalah prosedur standar yang sangat
terperinci (detail) tentang kegiatan yang dilakukan oleh satu
pelaksana (pegawai) atau satu jabatan. Setiap prosedur
diuraikan dengan sangat teliti sehingga tidak ada kemungkinan-
kemungkinan variasi lain. Pada umumnya SOP teknis memiliki
ciri sebagai berikut:
a. Pelaksana kegiatan berjumlah satu orang atau satu
kesatuan tim kerja atau satu jabatan meskipun dengan
pemangku yang lebih dari satu.
b. Berisi langkah terperinci atau cara melakukan pekerjaan
atau langkah detail pelaksanaan kegiatan.
b) SOP Administratif, SOP administratif adalah standar prosedur
yang bersifat umum (tidak detail) dari kegiatan yang dilakukan
oleh lebih dari satu orang pelaksana (pegawai) dengan lebih dari
satu jabatan. SOP administratif ini pada umumnya dicirikan
dengan:
a. Pelaksanaan kegiatan berjumlah banyak (lebih dari satu
orang) atau lebih dari satu jabatan dan bukan merupakan
satu kesatuan yang tunggal.
b. Berisi tahapan pelaksanaan kegiatan atau langkah-
langkah pelaksanaan kegiatan yang bersifat makro
ataupun mikro yang tidak menggambarkan cara
melakukan kegiatan. (7)

2.3 Fungsi dan Manfaat SOP


SOP sebagai sebuah dokumen mengenai prosedur pelaksanaan
pekerjaan administrasi pemerintah, memberikan manfaat antara lain:
1. Menyediakan metode terbaik bagian/unit pelaksana administrasi
pemerintahan dalam mengoperasionalisasikan (melaksanakan)
dokumen organisasi dengan peraturan, rencana, kebijakan,

9
strategi operasional, kerjasama.
2. Mempercepat dokumentasi konsep-konsep penting, teknik, dan
persyaratan ke dalam format yang dapat digunakan oleh
pegawai/pekerja di bagian/unit administrasi pemerintahan dalam
pekerjaan sehari-hari mereka.
3. Membantu menyatukan operasi bagian/unit adminisrasi
pemerintahan dengan pekerjaan para pimpinan (manajer) dan
perencana dengan aktifitas pekerja lainnya.
4. Sebagai standarisasi cara yang dilakukan aparatur dalam
menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tugasnya.
5. Mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin
dilakukan oleh seorang aparatur atau pelaksana dalam
melaksanakan tugas.
6. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab individual aparatur dan organisasi secara
keseluruhan.
7. Membantu aparatur menjadi lebih mandiri dan tidak tergantung
pada intervensi manajemen, sehingga akan mengurangi
keterlibatan pimpinan dalam pelaksanaan proses sehari-hari.
8. Meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan tugas.
9. Menciptakan ukuran standar kinerja yang akan memberikan
aparatur cara konkrit untuk memperbaiki kinerja serta membantu
mengevaluasi usaha yang telah dilakukan.
10. Memastikan pelaksanaan tugas penyelenggaraan pemerintahan
dapat berlangsung dalam berbagai situasi.
11. Menjamin konsistensi pelayanan kepada masyarakat, baik dari
sisi mutu, waktu, dan prosedur.
12. Memberikan informasi mengenai kualifikasi kompetensi yang
harus dikuasai oleh aparatur dalam melaksanakan tugasnya.
13. Memberikan informasi bagi upaya peningkatan kompetensi
aparatur.
14. Memberikan informasi mengenai beban tugas yang dipikul oleh
seorang aparatur dalam melaksanakan tugasnya.
15. Sebagai instrumen yang dapat melindungi aparatur dari
kemungkinan tuntutan hukum karena tuduhan melakukan
penyimpangan.
16. Menghindari tumpang tindih pelaksanaan tugas
17. Membantu penelusuran terhadap kesalahan-kesalahan
prosedural dalam memberikan pelayanan.

10
18. Membantu memberikan informasi yang diperlukan dalam
penyusunan standar pelayanan, sehingga sekaligus dapat
memberikan informasi bagi kinerja pelayanan. (7)

2.4 Prinsip Penyusunan SOP


Standar Operasional Prosedur (SOP) yang baik adalah SOP yang
dapat dengan mudah dipahami dan dijalankan. Untuk membuat SOP
yang baik hendaknya merujuk pada prinsip-prinsip berikut ini.
1) Prinsip Kemudahan dan Kejelasan
Prinsip ini dimaksudkan agar prosedur-prosedur standar yang
akan disusun harus dengan mudah dapat dipahami dan
diterapkan oleh semua pegawai termasuk pegawai baru tanpa
mengalami kendala dalam pelaksanaan tugasnya.
2) Prinsip Efisiensi dan Efektifitas
Prinsip ini menerapkan efisiensi dan efektifitas dalam proses
pelaksanaan tugas. Prinsip ini mutlak harus menjadi pedoman
dalam penyusunan prosedur kerja. Diharapkan prinsip ini
membuat pekerjaan lebih cepat selesai dan lebih murah.
3) Prinsip Perhatian dan Keselarasan
Prinsip ini bertujuan untuk menyelaraskan prosedur-prosedur
yang berkaitan satu dengan lainnya.
4) Prinsip Keterukuran
Prinsip ini menjadi sangat penting dalam SOP karena
output/keluaran dari prosedur- prosedur yang terstandarisasi
mengandung kualitas mutu tertentu yang dapat diukur
pencapaian keberhasilannya.
5) Prinsip Dinamis
Yang dimaksud dengan prinsip dinamis adalah prosedur-
prosedur yang ada dapat dengan mudah disesuaikan dengan
perkembangan kebutuhan peningkatan kualitas pelayanan yang
berkembang.

11
6) Prinsip Berorientasi pada Konsumen
Prosedur-prosedur yang dikembangkan harus
mempertimbangkan kebutuhan pengguna sehingga dapat
memberikan kepuasan pada pengguna.
7) Prinsip Kepatuhan dan Kepastian Hukum
Penyusunan SOP harus memenuhi ketentuan-ketentuan dan
peraturan pemerintah yang berlaku, serta untuk memperoleh
kepastian hukum agar dapat ditaati oleh pegawai dan melindungi
pegawai jika terjadi tuntutan hukum. (7)

2.5 Proses Penyusunan SOP


Keberhasilan penyusunan SOP memerlukan pimpinan yang
memiliki komitmen yang kuat terhadap organisasi, berkemauan,
tegas, dan menerima serta melakukan perubahan. Penyusunan SOP
meliputi siklus sebagai berikut:
1. Persiapan
Membentuk Tim Pembuatan Dokumen SOP sebaiknya disusun
oleh tim Penyusun SOP yang memiliki pengetahuan dan
pengalaman dalam bidangnya yang terdiri atas:
a. Penulis SOP
b. Pelaksana di lapangan
c. Pengawas
d. Atasan pengawas
2. Penilaian Kebutuhan SOP
Untuk pembuatan SOP dibutuhkan analisis tugas dan
wewenang setiap unit kerja. Perlu dianalisis hubungan antar unit
kerja, sampai dimana hak dan wewenang masing- masing unit
kerja. Amati proses bisnis sejak awal hingga akhir, dokumen apa
yang dibutuhkan, pihak mana yang terlibat, pihak mana yang
bertanggungjawab, durasi yang dibutuhkan, hingga luaran yang

12
dihasilkan dari proses bisnis tersebut. (10)
3. Pengembangan SOP
a) Menuliskan Uraian Prosedur dan Alur Kerja.
Untuk memahami prosedur yang dibutuhkan dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan, perlu diuraikan setiap
langkah pengerjaan secara rinci. Bila suatu langkah
mempunyai beberapa pilihan, maka pilihan kondisi harus
diuraikan dengan jelas. Bila uraian prosedur sudah lengkap,
maka uraian tersebut dapat dengan mudah dituangkan ke
dalam diagram alir (flow chart).
b. Simulasikan SOP
Sebelum diterapkan, SOP harus mendapat otorisasi dari pihak
pimpinan untuk dijadikan sebuah dokumen legal. Namun,
sebelumnya SOP harus terlebih dahulu disimulasikan sesuai
dengan kondisi yang sebenarnya. Dengan dilakukan simulasi,
tim penyusun dapat mengetahui jika terjadi ketidaksesuaian
dan dapat dilakukan tindakan koreksi secepatnya.
(11)
4. Penerapan SOP
Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam praktik
penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi merupakan langkah
lanjutan pada siklus SOP setelah pengembangan SOP yang
menghasilkan rumusan SOP dan secara formal ditetapkan oleh
pihak pimpinan organisasi. Proses penerapan SOP harus dapat
memastikan bahwa tujuan-tujuan berikut dapat tercapai:
a) Setiap pelaksana mengetahui SOP yang baru atau yang
diubah dan mengetahui alasan perubahannya.
b) Salinan SOP disebarluaskan sesuai kebutuhan dan siap
diakses oleh semua calon pengguna.
c) Setiap pelaksana mengetahui perannya dalam SOP dan dapat

13
menggunakan semua pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki untuk menerapkan SOP secara aman dan efektif
(termasuk pemahaman tentang akibat yang akan terjadi bila
gagal dalam melaksanakan SOP).
d) Terdapat sebuah mekanisme untuk memonitor/memantau
kinerja, mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin
muncul, dan menyediakan dukungan dalam proses
implementasi SOP
5. Monitoring dan Evaluasi SOP
Monitoring digunakan untuk menilai penerapan secara rutin
untuk mengumpulkan data yang diperlukan agar pelaksanaan
SOP tetap berada dalam kerangka yang diinginkan (on track
progress assessment). Evaluasi digunakan untuk menilai akhir
pelaksanaan penerapan SOP dalam kurun waktu tertentu (one-off
event) sehingga dapat diidentifikasi berbagai hal yang masih
memerlukan peningkatan atau yang harus dipertahankan kualitas
pelaksanaannya untuk peningkatan kualitas secara berkelanjutan
(continuous improvement). (7)

2.6 Kehamilan
2.6.1 Definisi Kehamilan
Kehamilan dan persalinan bukanlah sebuah proses
patologis melainkan proses alamiah (normal), tetapi kondisi
normal tersebut dapat berubah menjadi abnormal. Berdasarkan
hal tersebut kehamilan didefinisikan sebagaimana berikut.
1. Kehamilan merupakan masa yang dimulai dari konsepsi
hingga lahirnya janin. Lama kehamilan ini berlangsung
selama 280 hari (40 minggu atau sama dengan sembilan
bulan tujuh hari)
2. Kehamilan merupakan proses yang diawali dengan

14
pertemuan sel ovum dan sel sperma di dalam uterus
tepatnya di tuba fallopi. Setelah itu terjadi proses
konsepsi dan terjadi nidasi, kemudain terjadi implantasi
pada dinding uterus, tepatnya pada lapisan edomentrium
yang terjadi pada hari keenam dan ketujuh setelah
konsepsi. (12)
2.6.2 Asuhan Kehamilan Terfokus
Refocusing ANC Fokus asuhan kehamilan adalah
memfokuskan kembali asuhan yang terbukti bermanfaat
sehingga bisa menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu
dan bayi baru lahir yang dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a) Membantu setiap ibu hamil dan keluarganya membuat
perencanaan persalinan, seperti menyiapkan petugas
kesehatan yang terampil, tempat bersalin, keuangan,
nutrisi yang baik selama hamil, dan perlengkapan esensial
untuk ibu serta bayi.
b) Membantu setiap ibu hamil dan keluarganya
mempersiapkan diri menghadapi komplikasi, seperti
deteksi dini, menentukan pembuat KONSEP DASAR
DAN PROSES KEHAMILAN 5 keputusan, dana
kegawatdaruratan, komunikasi, transportasi, dan donor
darah pada kunjungan.
c) Melakukan screening/penapisan kondisi-kondisi yang
memerlukan persalinan rumah sakit (riwayat SC, IUFD,
dan sebagainya). Ibu yang mengetahui kondisi yang
memerlukan kelahiran di rumah sakit akan berada di rumah
sakit saat persalinan, menghindari kematian karena
penundaan keputusan, keputusan yang kurang tepat, atau
hambatan dalam hal jangkauan yang dapat dicegah.

15
2.6.3 Aspek penting dalam ANC
a) Membangun rasa kepercayaan dengan ibu dan keluarga.
b) Menghadirkan pendamping persalinan sesuai dengan
keinginan ibu.
c) Mendeteksi dan mengobati komplikasi-komplikasi yang
timbul selama kehamilan.
d) Meningkatkan dan memantapkan kesehatan fisik, mental,
dan sosial ibu serta bayi dengan menyediakan pendidikan,
suplementasi, serta imunisasi.
e) Membantu ibu untuk pemberian asi yang lancar, menjalani
masa nifas yang normal, serta menjaga kesehatan anak
secara fisik, psikologis, dan sosial. (12)

2.7 ASI Eksklusif


2.7.1 Pengertian ASI Eksklusif
ASI Eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI hanya
kepada bayi, tanpa makanan atau minuman tambahan, bahkan
air putih dalam enam bulan pertama kehidupannya, kecuali
suplemen mineral, vitamin, atau obat-obatan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF
merekomendasikan inisiasi menyusui dalam satu jam pertama
setelah kelahiran; memberikan ASI eksklusif pada usia enam
bulan pertama dan melanjutkan pemberian ASI hingga usia dua
tahun atau lebih serta pemberian makanan pendamping ASI
yang cukup. (13)

16
2.7.2 Pemberian Asi Menurut Stadium Pemberian ASI

Nutrisi yang terkandung di dalam ASI cukup banyak dan


bersifat spesifik pada setiap ibu. Komposisi ASI dapat berubah
dan berbeda dari waktu ke waktu disesuaikan dengan kebutuhan
bayi sesuai usianya. Berdasarkan waktunya, ASI dibedakan
menjadi tiga stadium, yaitu :

a. Kolostrum (ASI hari ke 1-7)


Merupakan cairan pertama kali disekresikan oleh
kelenjar payudara yang bersifat kental, berwarna
kekuning-kuningan, dan lengket. Biasanya kolostrum
muncul hingga hari ketiga hingga hari keempat setelah
bayi lahir. Kolostrum tinggi protein (immunoglobulin),
laktosa, lemak, mineral, vitamin, dan zat lainnya.
Kandungan immunoglobulin (IgA, IgG, IgM) kolostrum
merupakan yang paling tinggi dibandingkan dengan ASI
Transisi dan ASI Matur sehingga memberikan efek
proteksi dari antibody yang paling tinggi. Selain itu,
keuntungan lainnya adalah pembersih usus bayi dari
mekonium dan membantu agar saluran pencernaan bayi
lebih siap dalam menghadapi bahan makanan selanjutnya)

b. ASI masa Transisi (ASI hari 7-14)


ASI ini merupakan transisi dari kolostrum ke ASI
matur. Kandungan protein makin menurun, namun
kandungan lemak, laktosa, vitamin larut air, dan volume
ASI akan makin meningkat. Peningkatan volume ASI
dipengaruhi oleh lamanya menyusui yang kemudian akan
digantikan oleh ASI matur

17
c. ASI Matur
ASI matur merupakan ASI yang disekresi dari hari ke-
14 seterusnya dan komposisinya relatif konstan. ASI
matur, dibedakan menjadi dua, yaitu susu awal atau susu
primer, dan susu akhir atau susu sekunder. Susu awal
adalah ASI yang keluar pada setiap awal menyusui,
sedangkan susu akhir adalah ASI yang keluar pada setiap
akhir menyusui. Susu awal, menyediakan pemenuhan
kebutuhan bayi akan air. Jika bayi memperoleh susu awal
dalam jumlah banyak, semua kebutuhan air akan terpenuhi
Susu akhir memiliki lebih banyak lemak daripada susu
awal, menyebabkan susu akhir kelihatan lebih putih
dibandingkan dengan susu awal. Lemak memberikan
banyak energi; oleh karena itu bayi harus diberi
kesempatan menyusu lebih lama agar bisa memperoleh
susu akhir yang kaya lemak dengan maksimal. Komponen
nutrisi ASI berasal dari 3 sumber, beberapa nutrisi berasal
dari sintesis di laktosit, beberapa berasal dari makanan, dan
beberapa dari bawaan ibu. (14)

2.7.3 Lama dan Frekuensi Pemberian ASI

Menurut Jasin tahun 2000 kriteria kelancaran ASI sendiri


dilihat dari ciri-ciri bayi yang cukup ASI yaitu antara lain bayi
akan terlihat puas setelah menyusu, Bayi akan tertidur pulas dan
tidak menangis, bayi tampak sehat dan terdapat kenaikan berat
badan rata-rata 500 gram setiap bulannya. (12)

Frekuensi bayi menyusu idealnya adalah 8-12x dalam 24


jam, dan 10 sampai 20 menit untuk masing-masing payudara,
dengan jarak menyusui dengan menyusui berikutnya yaitu
antara satu setengah sampai 2 jam sekali. Tetapi sering ada yang

18
lama, mungkin sampai setengah jam, ini tidak menjadi masalah.
Kondisi seperti ini tergantung pada kekuatan bayi menghisap,
kecepatan menelan serta kenyamanan bayi saat disusui. Saat
kenyang bayi akan melepaskan puting ibu. Frekuensi
menyusi juga tergantung pada jumlah ASI serta nafsu makan
sibayi (12)

2.7.4 Penyimpanan ASI Perah (ASIP)


ASI Perah (ASIP) adalah ASI yang diperas kemudian
disimpan dan diberikan kepada bayi sesuai dengan
kebutuhannya . Ini merupakan salah satu cara efektif yang
dilakukan oleh ibu menyusui yang memiliki kesibukan diluar
rumah.

a. Cara penyimpanan ASI Perah yang perlu diketahui yaitu:


1) Pertama, siapkan wadah untuk menampung ASI yang
mudah untuk disterilkan, bisa berupa botol yang
tertutup, gelas tahan panas , atau Breastmilk Storage
Bag (Kantong ASI) dengan BPA Free (bebas
Bisphenol A)
2) Metode penyimpanan ASI yang disarankan adalah
ASI yang sudah ditampung dalam botol
penyimpanan haruslah disimpan dalam suhu yang
tepat (suhu optimum).
3) Untuk penyimpanan pada suhu kamar, ASI yang
sudah dipompa dan ditempatkan dalam wadah akan
bertahan selama kurang lebih 8 jam.
4) ASI perah tahan hingga 24 jam saat disimpan dalam
boks pendingin yang ditambahkan dengan kantung es
(ice pack)

19
5) ASI perah tahan sampai 5 hari, ketika ditaruh pada
kulkas bagian lemari pendingin dengan suhu minimal
4°C
6) ASI perah tahan hingga 6 bulan pada freezer dengan
suhu 18°C dibawah titik beku 0°C (-18°C). Suhu
yang dingin dapat menigkatkan fungsi anti mikroba
pada ASI serta menghambat aktivitas pertumbuhan
mikroba yang merusak ASI.
7) Jangan menyimpan ASI pada rak yang menempel
pada pintu kulkas untuk menghindari fluktuasi atau
perubahan suhu karena temperatur yang berubah-
ubah.
8) Selain itu untuk memudahkan, sebaiknya
menggunakan label tanggal peras ASI. Perhatikan
pula, saat menyimpan ASI botol jangan diisi penuh,
tetapi usahakan seperempat bagian kosong, karena
ASI perah cenderung mengembang dalam keadaan
beku.
9) Perlu diingat, proses pembekuan ASI perah
kemungkinan menghilangkan beberapa zat yang
penting untuk menghalau infeksi pada bayi. Semakin
lama penyimpanan ASI perah, baik didinginkan atau
dibekukan akan menghilangkan kandungan vitamin
C pada ASI. Meskipun demikian, ASI perah yang
didinginkan atau dibekukan itu nilai gizinya masih
jauh lebih baik dibandingkan susu formula. (15)
b. Cara penyajian dan pemberian ASI perah yg telah
didinginkan atau dibekukan:
1) Untuk mencairkan ASI perah yang dibekukan, dapat
menggunakan penghangat ASI elektrik yang bisa

20
digunakan di rumah atau di mobil. Jika tidak tersedia,
maka bisa menempatkan botol penyimpanan ASI
perah ke dalam panci atau mangkuk berisi air hangat.
Diamkan beberapa saat. Ingat, jangan menaruh panci
atau mangkuk diatas kompor yang menyala.
2) ASI perah yang dibekukan, sebaiknya tidak langsung
dikeluarkan dalam suhu ruangan. Beberapa
penelitian mengungkapkan perubahan suhu yang
cepat dapat mempengaruhi kandungan antibodi yang
terdapat dalam ASI yang bermanfaat bagi bayi.
3) ASI perah dari freezer dapat diletakkan terlebih
dahulu di ruang pendingin pada kulkas, kemudian
hangatkan sebagaimana cara diatas. Penting untuk
diketahui, jangan membekukan ulang ASI perah
yang telah dicairkan.
4) Jika ASI perah dibutuhkan segera, maka ASI dapat
ditempatkan di bawah air mengalir dengan suhu yang
biasa. Lalu rendam dengan air hangat. Untuk
memeriksa apakah suhu ASI sudah sesuai untuk bayi,
teteskan ke pergelangan tangan. Jika suhu sudah
sesuai, bisa langsung diberikan pada bayi.
5) Hindari menghangatkan ASI dengan menggunakan
microwave. Perubahan suhu yang terlalu cepat pada
ASI perah dapat menghilangkan kandungan antibodi
yang dibutuhkan bayi.
6) Buang ASI perah yang tersisa. Sisa dari ASI perah
jangan diberikan kembali pada bayi di waktu yang
berbeda, dan jangan disimpan kembali dalam lemari
pendingin. Jika bayi sering menyisakan ASI

21
perahnya maka tempatkan dan hangatkan ASI perah
seperlunya saja. (15)

2.7.5 Manfaat ASI Eksklusif Bagi Bayi


Manfaat ASI Eksklusif bagi bayi antara lain:

a. Air susu ibu memberikan nutrisi ideal untuk bayi. ASI


lebih mudah dicerna daripada susu formula.
b. ASI mengandung kolostrum yang kaya antibody, SigA
untuk proteksi lokal pada permukaan saluran cerna.
c. Membantu ikatan batin ibu dengan bayi.
d. Meningkatkan kecerdasan anak. ASI eksklusif selama 6
bulan akan menjamin tercapainya pengembangan potensi
kecerdasan anak secara optimal. Hal ini karena ASI
mengandung nutrien khusus yang diperlukan otak.
e. Bayi yang diberi ASI lebih berpotensi mendapatkan berat
badan ideal.
f. Menyusui dapat mencegah sudden infant death syndrome
(SIDS); dapat menurunkan risiko diabetes, obesitas, dan
kanker tertentu. (14)

2.7.6 Manfaat Pemberian ASI Bagi Ibu


Manfaat pemberian ASI bagi Ibu antara lain:

1. Isapan bayi dapat membuat rahim ibu lebih cepat kembali


seperti sebelum hamil dan mengurangi resiko perdarahan.
2. Lemak di sekitar panggul dan paha yang ditimbulkan pada
masa kehamilan berpindah kedalam ASI, sehingga ibu lebih
cepat langsing kembali.
3. Ibu yang menyusui dapat mengurangi resiko terkena kanker
rahim dan kanker payudara.

22
4. Menyusui bayi lebih menghemat waktu, karena ibu tidak
perlu menyiapkan dan mensterilkan botol susu.
5. ASI lebih praktis
6. ASI lebih murah karena ibu tidak perlu membeli susu
formula.
7. Ibu yang menyusui bayinya memperoleh manfaat fisik dan
emosional. (12)

2.7.7 Teknik Menyusui


2.7.7.1 Pengertian
Menyusui adalah keterampilan yang dipelajari oleh ibu
dan bayi, dimana keduanya membutuhkan waktu dan
kesabaran untuk pemenuhan nutrisi pada bayi selama 6 bulan
(Mulyani, 2013). Teknik menyusui yang benar adalah cara
memberikan ASI kepada bayi dengan perlekatan dan posisi
ibu dan bayi dengan benar (Rini dan Kumala, 2017). Manfaat
dari teknik menyusui yang benar yaitu puting susu tidak
lecet, perlekatan menyusu pada bayi kuat, bayi menjadi
tenang dan tidak terjadi gumoh. (16)

Hasil penjelasan di atas, dapat disimpulkan teknik


menyusui yaitu cara ibu memberikan ASI kepada anaknya
dengan memperhatikan perlekatan dan posisi yang benar,
sehingga putting susu ibu tidak lecet atau luka saat menyusui
dan bayi menyusu dengan nyaman dan tidak gumoh.

2.6.7.2 Teknik Menyusui Yang Benar


Teknik menyusui yang benar yang diungkapkan yaitu:

a. Sebelum mulai menyusui putting dan areola mammae


dibersihkan terlebih dahulu dengan kapas basah atau ASI

23
dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada putting
dan sekitar kalang payudara.
b. Bayi diletakkan menghadap perut ibu / payudara.
1) Ibu duduk atau berbaring dengan santai, jika duduk
akan lebih baik menggunakan kursi yang rendah (hal
ini bertujuan supaya kaki ibu tidak menggantung)
dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.
2) Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan
menggunakan satu lengan, kepala bayi terletak pada
siku ibu (kepala tidak boleh menengadah dan bokong
bayi ditahan dengan telapak tangan).
3) Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu,
dan yang satunya di depan.
4) Perut bayi menempel pada badan ibu, posisi kepala
bayi menghadap payudara (tidak hanya menoleh atau
membelokkan kepala bayi).
5) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
6) Ibu menatap bayi dengan kasih sayang.
c. Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari yang
lain menopang di bawah, jangan terlalu menekan putting
susu atau kalang payudara saja.
d. Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (roting
refleks) dengan cara menyentuh pipi dengan putting susu
atau menyentuh sisi mulut bayi.
e. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi
didekatkan ke payudara ibu dan putting susu serta kalang
payudara dimasukkan ke mulut bayi.
1) Usahakan sebagian besar kalang payudara dapat
masuk kedalam mulut bayi, sehingga putting susu
berada di bawah langit-langit dan lidah bayi akan

24
menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI
yang terletak di bawah kalang payudara.
2) Setelah bayi mulai menghisap payudara tak perlu
dipegang atau disangga.
3) Melepas isapan bayi Setelah menyusui pada satu
payudara sampai kosong, sebaiknya diganti dengan
payudara yang satunya. Cara melepas isapan bayi
yaitu jari kelingking ibu dimasukkan ke mulut bayi
melalui sudut mulut atau dagu bayi ditekan ke bawah.
f. Menyendawakan bayi
Tujuan menyendawakan bayi adalah untuk
mengeluarkan udara dari lambung supaya bayi tidak
muntah setelah menyusu. Cara menyendawakan bayi
adalah bayi digendong tegak dengan bersandar pada
bahu ibu kemudian punggungnya ditepuk secara
perlahan atau dengan cara bayi tidur tengkurap
dipangkuan ibu kemudian punggungnya ditepuk
perlahan-lahan.

2.7.7.3 Cara Pengamatan Teknik Menyusui Yang Benar


Apabila bayi telah menyusui dengan benar maka akan
memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut:

a. Bayi nampak tenang.


b. Badan bayi menempel dengan perut ibu.
c. Mulut bayi terbuka lebar.
d. Dagu bayi menempel dengan payudara ibu.
e. Sebagian areola masuk kedalam mulut bayi.
f. Hidung bayi mendekati dan kadang-kadang menyentuh
payudara ibu.
g. Lidah bayi menopang putting dan areola bagian bawah.

25
Hasil penjelasan cara pengamatan teknik menyusui yang
benar di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Bayi nyaman saat menyusu.


b. Bayi dengan mudah membuka mulutnya dan menghisap
ASI.
c. Dagu bayi menempel pada payudara ibu.
d. Sebagian besar areola bisa masuk ke mulut bayi.
e. Bayi nampak menghisap ASI dengan kuat.
f. Ibu tidak merasakan nyeri pada payudara terutama
bagian puting.
g. Lengan dan telinga bayi bisa lurus dalam satu garis.
h. Posisi kepala bayi sedikit menengadah.

2.7.7.4 Teknik Perlekatan AMUBIDA

Teknik perlekatan yang benar saat menyusui adalah


dengan rumus AMUBIDA, yaitu :

a. A : Aerola
Aerola adalah bagian berwarna gelap di sekitar puting.
Perlu diperhatikan bagi ibu saat menyusui adalah
memasukkan sebagian besar Aerola bagian bawah ke
mulut bayi.

b. Mu: Mulut terbuka lebar


Ketika ibu memasukkan puting dan aerola kedalam
mulut bayi, pastikan mulut harus terbuka lebar, bukan
mengatupkan mulut ke arah dalam atau merapatkan ke
arah dalam.

26
c. Bi: Bibir harus 'dower'
Saat menghisap puting, bibir bayi harus terbuka dower
ke bawah, sehingga Aerola sebagian besar bagian
bawahnya masuk ke dalam mulut bayi.

d. Da: Dagu menempel ke payudara


Pentingnya memposisikan Dagu menempel ke payudara
ibu agar hidung bayi tidak tertutup. (17)

2.7.7.5 Dampak Yang Timbul Jika Tidak Menyusui Dengan


Benar
Dampak yang sering terjadi pada ibu dan bayi jika
ibu tidak menyusui dengan benar yaitu putting susu ibu
menjadi lecet, ASI tidak keluar secara optimal sehingga
mempengaruhi produksi ASI, bayi enggan menyusu, bayi
menjadi kembung. Meihartati dan Sari (2018) menyebutkan
teknik menyusui yang tidak benar dapat menyebabkan
putting susu ibu lecet dan ASI tidak keluar secara optimal.
Hal ini dapat menimbulkan gangguan dalam proses
menyusui sehingga pemberian ASI tidak adekuat, pemberian
asi yang tidak adekuat dapat mengakibatkan payudara
bengkak karena sisa-sisa ASI pada duktus. Hasil penjelasan
di atas, dapat disimpulkan dampak yang timbul jika tidak
menyusui dengan benar adalah putting susu ibu menjadi
lecet, ASI tidak keluar secara maksimal sehingga akan
berpengaruh terhadap produksi ASI, bayi akan enggan
menyusu, perut bayi menjadi kembung, pemberian ASI tidak
adekuat, payudara bengkak.

2.7.7.6 Posisi Menyusui


Posisi menyusui ada beberapa jenis, posisi menyusui ada
8, antara lain:

27
a. Posisi Berdiri

Pada posisi berdiri diharapkan bayi merasa nyaman saat


menyusu. Cara menyusui dengan berdiri yaitu:

1) Bayi dapat digendong dengan kain atau alat


penggendong bayi.
2) Pada saat menyusui saat berdiri sebaiknya tetap
disangga dengan lengan ibu agar bayi merasa tenang
dan usahakan tidak terputus saat menyusu.
3) Letakkan badan bayi saat menyusu dengan posisi
dada ibu dengan diletakkan di tangan bayi dibelakang
atau disamping ibu agar tubuh ibu tidak mengganjal
saat menyusu dan bisa nyaman saat menyusu dengan
posisi berdiri.
b. Posisi Rebahan

Posisi rebahan bisa dilakukan dengan cara menyusui


sebagai berikut:

1) Saat posisi rebahan ibu dapat duduk di atas tempat


tidur dan punggung bersandar pada sandaran tempat
tidur atau dapat di ganjal dengan bantal.
2) Kaki ibu dengan posisi lurus di atas tempat tidur.
3) Saat menyusui bayi menghadap ke payudara ibu atau
perut ibu.
4) Pada saat menyusui posisi tangan ibu menyangga
bayi secara merata dari kepala, bahu hingga
pantatnya.
5) Posisikan paha ibu untuk turut membantu
menyangga tubuh bayi, namun kalau kurang dapat
ditambah dengan bantal.

28
c. Posisi Duduk

Posisi menyusu dengan duduk dapat dilakukan posisi


santai dan tegak menggunakan kursi yang rendah agar
posisi kaki ibu menapak ke lantai dan punggung ibu bisa
bersandar pada sandaran kursi. Adapun caranya posisi
dengan duduk yaitu dengan cara:

1) Dengan menggunakan bantal atau selimut untuk


menopang bayi, bayi ditidurkan di atas pangkuan ibu.
2) Bayi dipegang satu lengan, kepala bayi diletakkan
pada lengkungan siku ibu dan bokong bayi
diletakkan pada lengan. Kepala bayi tidak boleh
tertengadah atau bokong bayi ditahan dengan telapak
tangan ibu.
3) Posisi lengan bayi satu diletakkan di belakang badan
ibu dan yang satu di depan badan ibu.
4) Posisi perut bayi menempel ke badan ibu dan kepala
bayi menghadap ke payudara ibu.
5) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.

d. Posisi Menggendong (The Cradle Hold)

Posisi menggendong sangat baik untuk ibu yang bersalin


secara normal. Posisi menggendong dengan cara:

1) Peluk bayi dan kepala bayi pada lekuk siku tangan.


2) Jika bayi menyusu pada payudara kanan, letakkan
kepalanya pada lekuk siku tangan kanan dan
bokongnya pada telapak tangan kanan.
3) Mengarahkan badan bayi dan kuping bayi berada
dengan satu garis lurus dengan tangan bayi yang ada

29
di atas atau berbaring menyamping dengan muka,
perut dan lutut menempel pada dada dan perut ibu.
4) Posisi bayi saat menyusui seolah-olah merangkul
badan ibu supaya mempermudah bayi dalam
mencapai payudara.
5) Tangan kiri ibu memegang payudara jika diperlukan.
e. Posisi Menggendong Menyilang (Transisi)
Posisi ini sangat baik untuk bayi yang mengalami
kesulitan menempelkan mulutnya ke putting susu karena
payudara ibu yang besar sementara mulut bayi yang kecil
dan posisi ini juga baik untuk bayi yang sedang sakit.
Cara posisi menggendong menyilang yaitu:

1) Posisi ini dengan cara telapak tangan menyangga


kepala bayi.
2) Jika menyusui pada payudara kanan maka
menggunakan tangan kiri untuk memegangi bayi.
3) Memeluk bayi sehingga kepala, dada dan perut bayi
untuk menghadap ibu.
4) Arahkan mulutnya ke putting susu dengan ibu jari
dengan tangan ibu di belakang kepala dan bawah
telinga bayi.
5) Ibu menggunakan tangan sebelahnya untuk
memegang payudara jika diperlukan.
f. Posisi Football (Mengepit)
Posisi football sangat baik untuk ibu yang sedang
menjalani operasi caesar yang berfungsi untuk
menghindari bayi berbaring diatas perut dan posisi ini
juga dapat digunakan untuk bayi lahir kecil atau memiliki
kesulitan dalam menyusu, putting susu ibu datar atau flat
nipple dan bisa digunakan untuk posisi menyusui untuk

30
bayi kembar. Cara menyusui posisi football dengan cara
yaitu:

1) Telapak tangan menyangga kepala bayi dan bayi


diselipkan ke bawah tangan ibu seperti memegang
bola atau tas pada tangan.
2) Menyusui dengan payudara kanan maka memegang
dengan payudara kanan, demikian pula sebaliknya.
3) Arahkan mulut bayi ke putting susu ibu, mula-mula
dagu bayi atau dengan tindakan ini harus dilakukan
dengan hati-hati, jika mendorong bayinya dengan
keras kearah payudara. Bayi akan menolak
menggerakkan kepalanya atau melawan tangan ibu.
4) Lengan bawah dan tangan ibu menyangga bayi dan
bayi menggunakan tangan sebelahnya untuk
memegang payudara jika diperlukan
g. Posisi Berbaring Miring
Posisi berbaring miring ini baik untuk ibu yang pertama
kali menyusui atau ibu merasakan lelah atau nyeri. Ini
biasanya dilakukan pada ibu menyusui yang melahirkan
melalui operasi caesar. Hal yang harus diperhatikan
dengan posisi berbaring miring adalah pertahankan jalan
nafas bayi agar tidak tertutup oleh payudara ibu. Adapun
cara menyusui dengan posisi berbaring miring adalah:

1) Posisi dilakukan dengan posisi berbaring tempat


tidur.
2) Mintalah bantuan pasangan untuk meletakkan
bantal dibawah kepala dan bahu, serta diantara lutut.
Hal ini akan membuat punggung dan pinggul pada
posisi yang lurus.

31
3) Muka ibu dan bayi tidur berhadapan dan bantu
menempelkan mulut bayi ke putting susu.
4) Letakkan bantal kecil atau lipatan selimut di bawah
kepala bayi agar bayi tidak menegangkan lehernya
untuk mencapai putting dan ibu tidak perlu
membungkukkan badan kea rah bayinya, sehingga
bayi akan tidak cepat lelah.
h. Posisi Menyusui dengan Kondisi Khusus
Posisi-posisi yang dapat dilakukan untuk posisi
menyusui dengan kondisi khusus yaitu:

1) Posisi menyusui pasca operasi caesar bisa


menggunakan dua posisi yaitu:
a) Posisi dengan berbaring miring.
b) Posisi football atau mengepit.
2) Posisi double football atau mengepit sama dengan
ibu yang melahirkan melalui saksio caesaria, posisi
football juga tepat untuk bayi yang kembar, dimana
kedua bayi disusui bersamaan kiri dan kanan,
dengan cara:
a) Kedua tangan ibu memeluk masing-masing satu
kepala bayi, seperti memegang bola.
b) Letakkan tepat di bawah payudara ibu.
c) Membiarkan posisikan kaki menjuntai keluar.
d) Untuk memudahkan, kedua bayi diletakkan pada
satu bidang datar yang memiliki ketinggian
kurang lebih sepinggang ibu.
e) Dengan demikian, ibu cukup menopang kepala
kedua bayi kembarnya saja.
f) Cara lain adalah dengan meletakkan bantal
diatas pangkuan ibu.

32
3) Posisi menyusui dengan ASI berlimpah, biasanya
dilakukan untuk ibu yang memiliki ASI yang
berlimpah dan memancar secara penuh dan
alirannya deras, posisi untuk mengurangi resiko
tersedak pada bayi dengan cara ibu tidur terlentang
lurus di tempat tidur dan sementara bayi di atas perut
ibu dalam posisi berbaring lurus dengan kepala
menghadap ke payudara ibu atau bayi dengan posisi
tengkurap di atas dada ibu, tangan ibu sedikit
menahan kepala bayi dengan posisi ini bayi tidak
akan tersedak.

2.7.7.8 Masalah Menyusui Masa Antenatal


Pada masa antenatal, masalah yang sering timbul
adalah: kurang/salah informasi, putting susu terbenam
(retracted) atau putting susu datar.
1) Kurang / salah informasi
Banyak ibu yang merasa bahwa susu formula itu sama
baiknya atau malah lebih baik dari ASI sehingga cepat
menambah susu formula bila merasa bahwa ASI kurang.
Petugas kesehatan pun masih banyak yang tidak
memberikan informasi pada saat pemeriksaan
kehamilan atau saat memulangkan bayi.
Informasi yang perlu diberikan kepada ibu
hamil/menyusui antara lain meliputi :
 Fisiologi laktasi
 Keuntungan pemberian ASI
 Keuntungan rawat gabung
 Cara menyusui yang baik dan benar
 Kerugian pemberian susu formula

33
 Menunda pemberian makanan lainnya paling
kurang setelah 6 bulan.
2) Putting susu datar atau terbenam
Putting yang kurang menguntungkan seperti ini
sebenarnya tidak selalu menjadi masalah. Secara
umum ibu tetap masih dapat menyusui bayinya dan
upaya selama antenatal umumnya kurang berfaedah,
misalnya dengan memanipulasi Hofman, menarik-
nerik puting, ataupun penggunaan brest shield dan
breast shell. Yang paling efisien untuk memperbaiki
keadaan ini adalah isapan langsung bayi yang kuat.
(18)

34
BAB III

TINJAUAN KASUS

FORMAT DOKUMENTASI
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL

No. Registrasi : 00295973

Tanggal Pengkajian : 08 Maret 2024


Waktu Pengkajian : 14.10
Tempat Pengkajian : RSUI
Pengkaji : Risqy Nur Fitri

A. DATA SUBYEKTIF

IDENTITAS

Nama Klien : Ny. A Nama Suami :Tn. M


Umur : 27 Tahun Umur :30 Tahun
Kebangsaan : Indonesia Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam Agama :Islam
Pendidikan : S1 Pendidikan :S1
Pekerjaan : Karyawan Pekerjaan :Karyawan
Alamat : Pondok Cina,Depok Alamat: Pondok Cina

1. Alasan Kunjungan saat ini


V Kunjungan Pertama
 Kunjungan Ulang
 Rutin
 Keluhan : Ibu datang untuk melakukan pemeriksaan USG kehamilan. Ibu
mengatakan tidak ada keluhan apa pun saat ini. Namun, mulai merasa
khawatir karena sudah mendekati bulan persalinannya. Terutama perihal
menyusui karena merasa payudaranya tidak ada putting.

35
2. Riwayat kehamilan ini :
2.1 Riwayat Menstruasi
Hari pertama haid terakhir tanggal :07 Agustus 2023
pasti/tidak,
Taksiran Persalinan : 14 Mei 2024
Lamanya : - hari
Banyaknya : - X ganti pembalut/hari.
Siklus : - hari, teratur/tidak teratur
Warna : -
2.2 Tanda-tanda kehamilan (trimester)
Hasil tes kehamilan (jika dilakukan)
Tanggal : hasil : positif / negatif
2.3 Pergerakan fetus dirasakan pertama kali
Pergerakan fetus dalam 24 jam terakhir : - kali
2.4 Keluhan yang dirasakan (ada / tidak ada)
 Rasa lelah :
 Mual dan muntah yang lama :
 Nyeri Perut :
 Panas, mengigil :
 Sakit kepala berat/terus menerus :
 Penglihatan kabur :
 Rasa nyeri/panas waktu BAK :
 Rasa gatal pada vulva vagina dan sekitarnya :
 Pengeluaran pravaginam : cairan, lendir, darah, keputihan :
 Nyeri, kemerahan, tegang pada tungkai :
 Oedema :
2.5 Diet/makan
Sebelum Hamiil Sesudah Hamil
Makan
a. Frekuensi : x/hari 3 x/hari

b. Jenis : Variasi
Minum
a. Frekuensi : x/hari 3 x/hari
b. Jenis :
Keluhan :

36
2.6 Pola Eliminasi
BAK : 8 x sehari BAB
: 1 x sehari
Konsistensi : Konsistensi : Lunak
Warna : Kuning Jernih Warna
:
2.7 Aktifitas sehari-hari
Pola istirahat dan tidur : Siang jam, malam 8 jam.
Seksualitas : - x dalam seminggu
Pekerjaan : Karyawan
2.8 Riwayat Imunisasi TT
TT1 :
TT2 :
TT3 :
TT4 :
TT5 :

2.9 Kontrasepsi yang pernah digunakan : Tidak Ada


Lamanya :

3. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu


Anak
Penyakit
Tgl/ Tahun Tempat Usia Jenis
No Penolong Kehamilan & Jenis Keadaa
Persali-nan Pertolongan Kehamilan Persalinan BB TB
Persalinan Kelamin n

1. Hamil Pertama

4. Riwayat Kesehatan

37
4.1 Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita ( ada / tidak ada
)
 Jantung :
 Tekanan darah tinggi :
 Hepar :
 Diabetes melitus :
 Anemia berat :
 Penyakit hubungan seksual dan HIV/ AIDS :
 Campak :
 Malaria :
 Tuberkulosis :
 Gangguan mental :
 Operasi :
 Lain-lain :
4.2 Prilaku kesehatan
 Penggunaan alkohol/obat-obatan sejenisnya
 Obat-obatan /jamu yang sering digunakan :
 Merokok, makan sirih :
 Irigasi vagina/ganti pakaian dalam :
5. Data Psikososial
5.1 Status perkawinan :
Jumlah : 1 kali
Lama perkawinan : 1 tahun
5.2 Susunan keluarga yang tinggal serumah :

No Jenis Kelamin Umur tahun Hubungan Keluarga Pendidikan Pekerjaan Keterangan


1. LAKI-LAKI 30 SUAMI S1 KARYAWAN
TAHUN

5.3 Pengambil keputusan dalam keluarga : Suami


5.4 Apakah kehamilan ini direncanakan/diinginkan : Iya
5.5 Jenis kelamin yang diharapkan :-
5.6 Respon Ibu terhadap kehamilan : Merasa
senang

38
5.7 Dukungan suami dan keluarga : Mendampingi
selama kehamilan
5.8 Kepercayaan yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan,
nifas : Tidak Ada
6. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Tidak ada
B. OBJEKTIF :
1. Keadaan umum : Baik
kesadaran : Compos Mentis
2. Keadaan emosional : baik
3. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg Denyut
nadi : 73 x / menit
Suhu tubuh : 36,7 ◦C Pernafasan : 18 x/
menit
4. Tinggi badan : 156 cm Berat
badan : 56 kg
5. Kenaikan berat badan selama hamil : - kg
6. Pemeriksaan fisik
4.1 Muka : Simetris
kelopak mata:
Konjungtiva : Tidak Anemis
Sklera : Tidak Ikterik
Mulut dan gigi :
4.2 Kelenjar thyroid : Tidak ada pembengkakan
4.3 Kelenjar getah benning : Tidak ada pembengkakan
4.4 Dada : Simetris
Jantung : tidak dilakukan
Paru : tidak dilakukan
Payudara : Pembesaran :
Puting susu : tampak datar
Simetris : Ya / Tidak
Benjolan/tumor :
Pengeluaran :
Rasa nyeri :
Lain-lain :

39
4.5 Punggung dan pinggang : Tidak dilakukan
Posisi tulang belakang :
Pinggang nyeri :
4.6 Ekstremitas atas dan bawah odema : Tidak ada
Kekakuan sandi : Tidak ada
Kemerahan : Tidak ada
Varises : Tidak ada
Refleks : Tidak dilakukan
LILA : - cm
Abdomen :
 Inspeksi
Bentuk : Sesuai usia kehamilan
bekas luka operasi :
Stric Gravidarum :
Linea nigra : linea
alba :
 Palpasi
Leopold I : Tidak dilakukan
Leopold II :
Leopold III :
Leopold IV :
Auskultasi
Punctum maximum :
Denyut jantung fetus : 141 kali teratur/tidak teratur
Taksiran berat janin : 1000 gr

Ano-ganital
4.6.1 Inspeksi
Perineum : luka parut :-
Vulva vagina : Warna :- Luka :
Fistula :- Varises :
Pengeluaran pervaginam : Warna :
Konsistensi : - Jumlah :
Kelenjar bartolini :-
Pembengkakan :-
Rasa nyeri : -

40
Anus : haemoroid : -

4.6.2 Periksa dalam


Serviks dan vagina (jika ada indikasi)
Dinding vagina : Tidak dilakukan
Ukuran serviks :
Posisi serviks : ................................
Konsistensi : ................................
Mobilitas : ................................
Lain-lain : ................................
4.6.3 Pelvimetri klinis
- Promontorium : Tidak dilakukan
- Spina isiadicha : ................................
- Linea inominata : ...............................
- Ujung sekrum/coccygis: ................................
- Dinding samping : ................................
- Kesan panggul : ................................
- Arcus pubis : .................................

4.6.4 Adnexa : Tidak dilakukan


4.6.5 Ukuran :
4.6.6 Bentuk :
Posisi :
Konsistensi :

Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal :
Darah : Hb : gr% Golongan darah
:
Urine Protein :
Reduksi :
Pemeriksaan penunjang lain : Tidak dilakukan

C. ANALISIS DATA : Ny. A usia 27 tahun G1P0A0 Usia Kehamilan 30


Minggu dengan masalah menyusui masa antenatal

41
D. PENATALAKSANAAN :
1. Memperkenalkan diri kepada pasien.
2. Melakukan informed consent untuk dilakukan pemeriksaan.
Evaluasi : ibu menyetujui untuk dilakukan pemeriksaan
3. Melakukan pemeriksaan fisik & vital sign.
Evaluasi : Memberitahukan bahwa hasil pemeriksaan dalam batas normal.
Namun ditemukan putting susu tampak datar.
4. Menjelaskan terkait keluhan dan hasil pemeriksaan yang ditemukan bahwa
hal tersebut merupakan masalah menyusui pada masa kehamilan.
Evaluasi : Ibu memahami penjelasan yang diberikan.
5. Memberikan edukasi kepada ibu terkait pemberian ASI Eksklusif dan cara
perawatan putting susu.
Evaluasi : Ibu memahami tentang edukasi yang terlah diberikan.
6. Menganjurkan ibu untuk melakukan konsultasi ke konselor laktasi jika ibu
masih mengalami keluhan yang sama meski sudah melakukan perawatan
putting susu hingga menjelang persalinannya.
Evaluasi : Ibu memahami dan bersedia melakukan anjuran yang diberikan.
7. Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga personal hygiene dan asupan nutrisi
selama kehamilan guna persiapan persalinan & menyusui.
Evaluasi : Ibu mengerti dan bersedia melakukan anjuran yang diberikan.
8. Membuat janji temu kembali untuk kunjungan kedua pada tanggal 22 Maret
2024.
Evaluasi : Ibu bersedia untuk dilakukan kunjungan kembali.
9. Melakukan pendokumentasian.

Depok, 08 Maret 2024

Pengkaji,

(RISQY NUR FITRI)

42
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan
Pertama, Dalam SOP Edukasi Laktasi Kunjungan Antenatal
dan Deteksi Dini Masalah Menyusui telah berisikan rangkaian
instruksi terkait langkah-langkah pemberian informasi mengenai
laktasi yang perlu diketahui oleh ibu hamil. Dimana dalam SOP juga
disebutkan siapa yang memberikan edukasi tersebut kepada klien/
pasien. Hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan dalam
Permenpan No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusanan
Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintah, yakni :

Standar Operasional Prosedur adalah serangkaian instruksi tertulis


yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan
aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana
dan oleh siapa dilakukan.

Kedua, SOP Edukasi Laktasi Kunjungan Antenatal Care (ANC)


dan Deteksi Dini Masalah Menyusui ini juga telah merincikan
proses kegiatan edukasi laktasi secara detail tentang langkah-
langkah yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan khusus yang
disebutkan dalam SOP. Hal ini sesuai dengan teori mengenai yang
menyatakan bahwa SOP teknis adalah prosedur standar yang sangat
terperinci (detail) tentang kegiatan yang dilakukan oleh satu
pelaksana (pegawai) atau satu jabatan. Setiap prosedur diuraikan
dengan sangat teliti sehingga tidak ada kemungkinan-kemungkinan
variasi lain. Pada umumnya SOP teknis memiliki ciri sebagai
berikut: a.) Pelaksana kegiatan berjumlah satu orang atau satu
kesatuan tim kerja atau satu jabatan meskipun dengan pemangku
yang lebih dari satu. B.) Berisi langkah terperinci atau cara

43
melakukan pekerjaan atau langkah detail pelaksanaan kegiatan. (7)
Namun, dalam SOP belum menyebutkan terkait tenaga dokter
yang dapat memberikan edukasi. Tenaga dokter dapat disebutkan
dalam SOP agar penanggung jawab pemberi edukasi dapat lebih
terinci.
Ketiga, Pada SOP Edukasi Laktasi Kunjungan Antenatal Care
dan Deteksi Dini Masalah Menyusui juga disebutkan tim pembuat
SOP yakni pengusul atau penyusun SOP (Manajer Rawat Jalan &
Rawat Inap, Pengawas ( Komite Mutu ), dan Atasan Pengawas
(Direksi Terkait). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa pada tahan persiapan penyususan SOP, Dokumen SOP
sebaiknya disusun oleh tim Penyusun SOP yang memiliki
pengetahuan dan pengalaman dalam bidangnya yang terdiri atas: a.)
Penulis SOP, b.) Pelaksana di lapangan. c.) Pengawas, d.) Atasan
pengawas. (10)
Namun, dalam penyusunan SOP masih ada kekurangan dimana
pelaksana di lapangan belum diikut sertakan. Pelaksana dapat
diikutsertakan dalam memberikan masukan dalam penyusunan SOP
agar sesuai dengan kondisi lapangan sehingga lebih efesien dan
efektif.
Keempat, pada pengembangan SOP Edukasi Laktasi
Kunjungan Antenatal Care (ANC) dan Deteksi Dini Masalah
Menyusui telah tertulis uraian prosedur dan alur kerja yang
tergambarkan dalam diagram alur atau flow chart. Hal ini sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa untuk memahami prosedur
yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, perlu
diuraikan setiap langkah pengerjaan secara rinci. Bila suatu langkah
mempunyai beberapa pilihan, maka pilihan kondisi harus diuraikan
dengan jelas. Bila uraian prosedur sudah lengkap, maka uraian
tersebut dapat dengan mudah dituangkan ke dalam diagram alir

44
(flow chart). (11)
Namun, pada SOP Edukasi Laktasi Kunjungan Antenatal Care
dan Deteksi Dini Masalah Menyusu belum diberikan penjelasan
detail terkait masalah menyusui yang memerlukan rujukan ke
konselor laktasi. Dengan demikian, dalam SOP dapat lebih
dirincikan kondisi atau masalah menyusui seperti apa yang dapat
diberikan rujukan lanjutan ke konselor laktasi.
Kelima, pada penerapan SOP Edukasi Laktasi Kunjungan
Antenatal Care (ANC) dan Deteksi Dini Masalah Menyusui para
pelaksana di lapangan belum banyak yang mengetahui terkait SOP
tersebut dalam pelayanan. Serta, peran apa yang harus mereka
jalankan dalam pelaksanaannya. Salinan SOP juga tidak tersedia
kemudahan aksesnya. Hal ini tidak sejalan dengan teori yang
menyatakan bahwa pada penerapan sebuah SOP harus dapat
memastikan bahwa tujuan-tujuan berikut dapat tercapai: a.) Setiap
pelaksana mengetahui SOP yang baru atau yang diubah dan
mengetahui alasan perubahannya. b.) Salinan SOP disebarluaskan
sesuai kebutuhan dan siap diakses oleh semua calon pengguna.c.)
setiap pelaksana mengetahui perannya dalam SOP dan dapat
menggunakan semua pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
untuk menerapkan SOP secara aman dan efektif (termasuk
pemahaman tentang akibat yang akan terjadi bila gagal dalam
melaksanakan SOP). d.) Terdapat sebuah mekanisme untuk
memonitor/memantau kinerja, mengidentifikasi masalah-masalah
yang mungkin muncul, dan menyediakan dukungan dalam proses
implementasi SOP. (7)
Dalam hal ini, SOP dapat dilakukan simulasi terlebih dahulu
sebelum benar-benar diterapkan dalam pelayanan serta
disosialisasikan secara berkala agar para pelaksana dapat
mengetahui peran yang harus dijalankannya di pelayanan.

45
Keenam, dalam SOP Edukasi Laktasi Kunjungan Antenatal
Care dan Deteksi Dini Masalah Menyusui menyebutkan bahwa
pemberian edukasi mulai diberikan pada ibu hamil yang usia
kehamilannya 24 minggu. Hal ini tidak sejalan dengan waktu
konseling laktasi yang direkomendasikan oleh WHO, yakni pada :
a.) Usia kehamilan 28 minggu, b.) Usia Kehamilan 30 Minggu, c.)
Pada saat proses IMD, d.) Setelah Persalinan, e.) Usia bayi 7 hari, f.)
Usia bayi 14 hari, g.) Usia bayi 40 hari.
Temuan ini dapat diperbaiki dengan mengubah rekomendasi
waktu edukasi laktasi dalam SOP yang sebelumnya 24 minggu
menjadi dimulai 28 minggu.
Ketujuh, dalam SOP Edukasi Laktasi Kunjungan Antenatal
Care dan Deteksi Dini Masalah Menyusui terdapat point tentang
“jika proses menyusui yang telah dimulai, maka akan dilakukan
evaluasi dan follow up oleh pihak RS”. Point ini tidak sesuai dengan
definisi atau pengertian yang disebutkan dalam SOP, bahwa SOP
Edukasi Laktasi Kunjungan Antenatal Care dan Deteksi Dini
Masalah Menyusui merupakan pemberian edukasi mulai diberikan
pada ibu hamil yang usia kehamilannya 24 minggu hingga
menjelang persalinannya.
Point proses menyusui dapat dihilangkan dan dibuatkan SOP
tersendiri mengenai edukasi laktasi pada ibu menyusui.

46
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
SOP Edukasi Laktasi Kunjungan Antenatal Care (ANC) dan
Deteksi Dini Masalah Menyusui sudah cukup sesuai dalam proses
penyusunan dan pengembangannya. Namun, masih ada kekurangan
dalam penerapannya sehingga diperlukan langkah perbaikan agar
fungsi dan manfaat dari SOP tersebut dapat tercapai.

5.2 Saran
1. Para ibu hamil yang usia kehamilannya ≥ 28 minggu dapat
menggali informasi mengenai laktasi dengan melakukan
pemeriksaan kehamilan pada tenaga kesehatan ataupun
melakukan konseling khusus pada konselor laktasi, guna
kelancaran masa menyusui.

2. Dalam menyusun SOP pihak instansi pelayanan kesehatan dapat


mengikut sertakan pelaksana di lapangan dalam memberikan
masukan yang relevan sesuai dengan keadaan lapangan.

3. Instansi pelayanan kesehatan dapat melakukan simulasi terlebih


dahulu sebelum SOP yang telah disahkan benar-benar diterapkan.

4. Intansi pelayanan kesehatan dapat melakukan sosialisasi SOP


secara berkala kepada pengguna atau pelaksana yang akan
menjalankan. Hal ini guna memberikan informasi yang sama dan
merata terkait SOP yang telah ditetapkan.

5. Instansi Pendidikan khususnya kesehatan dapat meningkatkan


pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalam memberikan
edukasi terkait dengan laktasi sejak masa antenatal hingga
postnatal.

47
DAFTAR PUSATAKA

1. WHO & UNICEF. Pekan Menyusui Sedunia: UNICEF dan WHO


Serukan Dukungan yang Lebih Besar Terhadap Pemberian ASI
di Indonesia Seiring Penurunan Tingkat Menyusui Selama
Pandemi COVID-19. Unicef. 2022.

2. Unicef. Menyusui .2023

3. Badan Pusat Statistik. Persentase Bayi Usia Kurang Dari 6 Bulan


Yang Mendapatkan Asi Eksklusif Menurut Provinsi - Tabel
Statistik - Badan Pusat Statistik Indonesia [Internet]. 2022.
Available from: https://www.bps.go.id/id/statistics-
table/2/MTM0MCMy/persentase-bayi-usia-kurang-dari-6-
bulan-yang-mendapatkan-asi-eksklusif-menurut-provinsi.html

4. Dinkes Kabupaten Bandung. Persentase Pemberian Air Susu Ibu


( ASI ) Eksklusif pada Bayi < 6 Bulan Berdasarkan Kabupaten /
Kota di Jawa Barat. 2021. p. 0–1.

5. Prihatini FJ, Achyar K, Kusuma IR. Faktor – Faktor yang


Mempengaruhi Ketidakberhasilan ASI Eksklusif pada Ibu
Menyusui. J Ris Kesehat Masy. 2023;3(4):184–91.

6. kemenkes kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan


Kesehatan [Internet]. Kementerian Kesehatan RI. 2022.
Available from:
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1767/stop-
tuberkulosis%0Ahttps://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1222/
gula-si-manis-yang-menyebabkan-ketergantungan

7. Bapennas. Modul penyusunan standar operasional prosedur


kesehatan. Kementrian PPN / Bappenas. 2021;1–70.

8. Kemenkes RI. Pedoman Penyusunan Standar Operasional


Prosedur. Permenpan Nomor 35 tahun 2012 tentang Pedoman
Penyusunan Standar Oper Prosedur Adm Pemerintah.
2012;6(11):1–63.

9. Yani EWR. Buku Ajar Praktek Kerja Lapang Manajemen


Pelayanan Kesehatan (PKL MPK) - Google Books [Internet].
Manajemen Pelayanan Kesehatan. 2021. Available from:
https://www.google.co.id/books/edition/Buku_Ajar_Praktek_Ke
rja_Lapang_Manajemen/A2s8EAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq
=man+money+material+method+pada+manajemen+rekam+me

48
dis&pg=PA71&printsec=frontcover

10. Riesmiyatiningdyah.Pedoman Pembuatan SOP. 2019

11. Badan Penjamin Mutu. Pedoman Pembuatan Standar Operasional


(SPO). Jakarta Univ Al Azhar Indones. 2019;25.

12. Kasmiati. Asuhan Kehamilan.Malang PT. Literasi Nusantara


Abadi.2023

13. Dukuzumuremyi JPC, Acheampong K, Abesig J, Luo J.


Knowledge, attitude, and practice of exclusive breastfeeding
among mothers in East Africa: A systematic review. Int
Breastfeed J. 2020;15(1):1–17.

14. dr. Hj. Tiangsa Sembiring. Direktorat Jenderal Pelayanan


Kesehatan Asi Eksklusif [Internet]. 2022. Available from:
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1046/asi-eksklusif

15. RI K. Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan [Internet].


Kementerian Kesehatan RI. 2022. Available from:
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/372/bahaya-perokok-
pasif

16. Wahyuningsih S, Keperawatan MD. Buku Ajar Asuhan


Keperawatan Post Partum Dilengkapi Dengan Panduan Persiapan
[Internet]. 2020. Available from:
https://books.google.co.id/books?id=cBKfDwAAQBAJ&pg=P
A5&dq=perubahan+masa+post+partum&hl=en&sa=X&ved=2a
hUKEwisrLrC26zuAhU9gtgFHY3XCi8Q6AEwAHoECAUQA
g#v=twopage&q=perubahan masa post partum&f=true

17. Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan-Teknik Menyusui.2022

18. Widiasih R. Masalah Menyusui Masa Antenatal. 2015;1–11.

49
LAMPIRAN

50
PROSEDUR EDUKASI LAKTASI KUNJUNGAN ANTENATAL
CARE (ANC) DAN DETEKSI DINI MASALAH MENYUSUI
No.Dokumen
No.Revisi:
SOP
Tanggal Terbit :
Halaman :
PROGRAM STUDI
RUMAH SAKIT KEBIDANAN PROGRAM
UNIVERSITAS SARJANA TERAPAN
INDONESIA BIDAN FAKULTAS
VOKASI UIMA
I. PENGERTIAN Pemberian edukasi laktasi pada ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan di
Poliklinik Obstetri, sejak memasuki usia kehamilan ≥ 28 minggu hingga menjelang
persalinannya.
II. TUJUAN 1. Memberikan informasi mengenai laktasi pada ibu hamil, guna mendukung
tercapainya pemberian IMD dan ASI Eksklusif.
2. Mendeteksi masalah menyusui pada masa kehamilan yang dapat mempengaruhi
proses menyusui

III. KEBIJAKAN 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian
ASI Eksklusif
2. Pedoman Antenatal Terpadu Kemenkes RI Edisi Ketiga Tahun 2020
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2013 Tentang
Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/ atau Memerah ASI
IV. REFERENSI Keputusan Direktur Utama Rumah Sakit Universitas Indonesia No.
415/SK/DIRUT/RSUI/VIII/2021 Tentang Ketentuan Pelayanan Rumah Sakit Sayang Ibu
dan Bayi (RSSIB) di Rumah Sakit Universitas Indonesia
V. PROSEDUR Persiapan Alat
1. Leaflet Digital, yang dapat dikirimkan melalui media elektronik pada pasien.
2. Leaflet printout, yang dapat diberikan tanpa melalui media elektronik pada pasien.
3. Flipchart / Materi Power Point
4. Komputer All in One

Persiapan Klien
1. Menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi pasien
2. Membangung rasa saling percaya
3. Melakukan 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun) pada pasien

Pelaksanaan
1. Dokter/Bidan/Perawat memperkenalkan diri
2. Dokter/Bidan/Perawat melakukan informed consent kepada pasien, terkait tujuan
edukasi atau konseling serta kontrak waktu
3. Dokter/Bidan/Perawat melakukan anamnesis dan identifikasi riwayat obstetri
(Kehamilan & persalinan), dan riwayat menyusui sebelumnya
4. Dokter/ Bidan/ Perawat memberikan edukasi dan konseling pada pasien mengenai
laktasi yakni tentang topik:
a. Pentingnya IMD (Inisiasi Menyusui Dini) bagi ibu dan bayi
b. Cara pemberian IMD (Insiasi Menyusui Dini)
c. Kolostrum
d. Rawat Gabung
e. ASI Eksklusif
d. Teknik Menyusui dan Perlekatan yang tepat
d. Cara pemberian dan penyimpanan ASI
e. Masalah yang sering muncul saat masa menyusui
d. Perawatan payudara/ putting susu
5. Jika dokter/bidan/perawat menemukan masalah menyusui pada masa kehamilan
saat melakukan konseling & skrining, seperti putting datar atau masalah kelainan
anatomi payudara yang dapat mennghambat proses menyusui maka pasien dapat
langsung dirujuk ke klinik laktasi dengan dilakukan penjadwalan langsung.
6. Dokter/Bidan/Perawat mengisi lembar edukasi pasien dengan ditandatangani oleh
pemberi dan penerima edukasi.
7. Dokter/ Bidan/ Perawat melakukan pendokumentasian terintegrasi pada elektronik
health record (EHR).
VI. DIAGRAM ALIR
Dokter/Bidan/Perawat
memperkenalkan diri

Dokter/Bidan/Perawat melakukan
informed consent kepada pasien

Dokter/Bidan/Perawat melakukan anamnesis,


identifikasi riwayat obstetric & riwayat menyusui sebelumnya

Dokter/ Bidan/ Perawat memberikan


edukasi dan konseling pada pasien
mengenai laktasi

t
Dokter/bidan/perawat menemukan
TIDAK masalah menyusui pada masa
YA
kehamilan saat melakukan konseling
& skrining

Dokter/Bidan/Perawat mengisi lembar edukasi


pasien dengan ditandatangani oleh pemberi dan Dokter/Bidan/ Perawat
penerima edukasi merujuk ke Klinik Laktasi

Dokter/ Bidan/ Perawat melakukan


pendokumentasian terintegrasi pada elektronik
health record (EHR).
VII. UNIT TERKAIT 1. Poliklinik Laktasi
2. Poliklinik Obstetri
VIII. DOKUMEN TERKAIT Lembar Edukasi Rekam Medis
DOKUMENTASI
EDUKASI LAKTASI KUNJUNGAN ANTENATAL CARE DAN
DETEKSI DINI MASALAH MENYUSUI

Link Video
https://cutt.ly/EDUKASI-LAKTASI_SPO-PELAYANAN-KEBIDANAN

Anda mungkin juga menyukai