Anda di halaman 1dari 104

PROPOSAL TESIS

HUBUNGAN FAKTOR DETERMINAN TANGGUNG JAWAB


PERAWAT TERHADAP PENERAPAN PENCEGAHAN
DAN PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL
DI RSUD HAJJAH ZUBAEDAH BANTILAN

ABDUL MALIK
NIM : 201906023

PROGRAM STUDY MAGISTER KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2021

i
PROPOSAL TESIS

HUBUNGAN FAKTOR DETERMINAN TANGGUNG JAWAB


PERAWAT TERHADAP PENERAPAN PENCEGAHAN
DAN PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL
DI RSUD HAJJAH ZUBAEDAH BANTILAN

ABDUL MALIK
NIM : 201906023

PROGRAM STUDY MAGISTER KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2021

ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Proposal Tesis ini adalah penelitian dan karya saya sendiri, semua sumber
baik yang dikutip dan dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Abdul Malik

NIM : 201906023

Tanda tangan :

Tanggal : 21 Juni 2021

iii
HALAMAN PENGESAHAN

HUBUNGAN FAKTOR DETERMINAN TANGGUNG JAWAB


PERAWAT TERHADAP PENERAPAN PENCEGAHAN
DAN PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL
DI RSUD HAJJAH ZUBAEDAH BANTILAN

ABDUL MALIK
NIM : 201906023

TELAH DINYATAKAN LULUS


Pada Tanggal
Mojokerto, Juni 2021

Oleh Tim Penguji


Ketua Penguji :

Dr. Noer Saudah. S. Kep.,Ns. M. Kes (..…………. ………)

Penguji I : Dr. Muhammad Sajidin, S. Kp., M.Kes. (..........................)

Penguji II : Ns Rina Nur Hidayati, S. Kep. M.Kep.Sp.Kep. Kom (………………)

Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Sehat PPNI

Dr. Noer Saudah, S. Kep.Ns., M.Kes.


NIK : 162 601 010

iv
LEMBAR PERSETUJUAN NASKAH PROPOSAL TESIS

HUBUNGAN FAKTOR DETERMINAN TANGGUNG JAWAB


PERAWAT TERHADAP PENERAPAN PENCEGAHAN
DAN PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL
DI RSUD HAJJAH ZUBAEDAH BANTILAN

ABDUL MALIK
NIM : 201906023

Penguji I: Dr. Muhammad Sajidin, S. Kp., M.Kes. (..............................)

Penguji II: Ns Rina Nur Hidayati, S. Kep. M.Kep.Sp.Kep. Kom (……………….)

Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Sehat PPNI

Dr. Noer Saudah, S. Kep.Ns., M.Kes.


NIK : 162 601 010

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT,karena atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal tesis dengan judul “Hubungan
Faktor determinan tanggung jawab perawat terhadap penerapan pencegahan dan
pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum HZB” tepat pada waktunya.
Selesainya penulisan proposal tesis ini adalah berkat bantuan dan dukungan serta
bimbingan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Direktur RSU HZB yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan
penelitian.
2. Dr. M. Sajidin, S.Kp,M.Kes selaku Ketua STIKES Bina Sehat PPNI Mojokerto
yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti pendidikan di
Program Studi Magister Keperawatan di STIKES Bina Sehat PPNI Mojokerto
3. Dr. Noer Saudah, S. Kep.Ns., M.Kes selaku Kaprodi Magister Keperawatan
STIKES Bina Sehat PPNI Mojokerto yang memfasilitasi pembelajaran dan
penelitian.
4. Dr. Muhammad Sajidin, S. Kp., M.Kes dan Ns Rina Nur Hidayati, S. Kep.
M.Kep.Sp.Kep. Kom selaku dosen pembimbing I dan II yang telah meluangkan
waktu serta memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam
menyelesaikan proposal tesis ini.
5. Responden yang telah berperan dalam studi pendahuluan
6. Teman-teman Prodi Magister Keperawatan angkatan 2019 dan semua pihak yang
telah membantu selama penyusunan Proposal ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa Proposal ini masih jauh dari kata sempurna.
Karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun yang
diharapkan akan menyempurnakan Proposal ini demi berlanjutnya penelitian
yang akan dilaksanakan oleh penulis

Mojokerto, 21 Juni 2021

Penulis

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.3 Kerangka Teori ............................................................................. 33


Gambar 3.2 Kerangka Konseptual .................................................................. 35
Gambar 4.1 Kerangka kerja.............................................................................. 43

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 .................................................................................................. 76
Lampiran 2 Lembar permohonan menjadi responden ............................... . 57
Lampiran 3 Lembar persetujuan menjadi responden .................................. 58
Lampiran 4 Lembar obeservasi responden .................................................. 60
Lampiran 5 Lembar Bimbingan .................................................................. 66

viii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Program pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) sangat penting

untuk diterapkan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya,

karena sebagai tempat pelayanan kesehatan disamping sebagai tolak ukur

mutu pelayanan juga untuk melindungi pasien, petugas, pengunjung dan

keluarga dari risiko tertularnya infeksi karena dirawat, bertugas dan

berkunjung ke suatu rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan. (Depkes

2015)

Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang saat ini makin

berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

dilain pihak rumah sakit dihadapkan pada tantangan yang makin besar. Rumah

sakit dituntut agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu,

akuntabel dan transparan kepada masyarakat, khususnya bagi jaminan

keselamatan pasien (patient safety).

Indikator utama kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit antara

lain adalah keselamatan pasien (patient safety) dan salah satu point penting di

dalamnya adalah angka infeksi nosokomial. Angka kejadian infeksi

nosokomial yang tinggi akan berpengaruh terhadap citra pelayanan rumah

sakit. (Nursalam, 2015)

1
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di

dunia, termasuk Indonesia. Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat

berasal dari komunitas (Community acquired infection) atau berasal dari

lingkungan rumah sakit (Hospital acquired infection) yang sebelumnya

dikenal dengan istilah infeksi nosokomial. Dengan berkembangnya system

pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang perawatan pasien, yang tidak

hanya di dilakukan di rumah sakit saja, melainkan juga di fasilitas pelayanan

kesehatan lainnya, bahkan perawatan di rumah (home care) dan tindakan

medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang dimaksudkan untuk tujuan

perawatan atau penyembuhan pasien, bila dilakukan tidak sesuai prosedur

berisiko untuk menularkan penyakit infeksi (Depkes 2008)

Karena seringkali tidak bisa secara pasti ditentukan asal infeksi, maka

sekarang istilah infeksi nosokomial (Hospital acquired infection) diganti

dengan istilah baru yaitu “Healthcare-associated infections” (HAIs) dengan

pengertian yang lebih luas tidak hanya di rumah sakit tetapi juga di fasilitas

pelayanan kesehatan lainnya. Juga tidak terbatas infeksi pada pasien saja,

tetapi juga infeksi pada petugas kesehatan yang didapat pada saat melakukan

tindakan perawatan pasien. Khusus untuk infeksi yang terjadi atau didapat di

rumah sakit, selanjutnya disebut sebagai infeksi rumah sakit (Hospital

infection). (Depkes 2013)

Infeksi nosokomial merupakan masalah besar yang dihadapi rumah

sakit, tidak hanya menyebabkan kerugian sosial ekonomi, tetapi juga

mengakibatkan penderita lebih lama berada di rumah sakit. Hal ini berarti

2
menambah beban tambahan bagi rumah sakit dalam hal biaya maupun tugas

yang akan dikerjakan oleh tenaga kesehatan.

Selain dituntut harus mampu menyelenggarakan pelayanan yang

bermutu, rumah sakit juga bertanggung jawab terhadap pelayanan yang

menjamin keamanan dan keselamatan pasien (patient & provider safety =

hospital safety) sehingga mampu melindungi pasien, pegawai, pengunjung

rumah sakit dan masyarakat disekeliling rumah sakit dari berbagai risiko

tertular Penyakit. Oleh karena itu rumah sakit harus mengetahui sekecil

apapun faktor yang berpengaruh terhadap penerapan Pencegahan dan

Pengendalian Infeksi. Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi tanggung

jawab perawat terhadap penerapan PPI antara lain kebijakan, pengawasan,

pengetahuan, pelatihan, keterampilan dan ketersedian sarana dan fasilitas.

Terjadinya penyebaran infeksi nosokomial disebabkan adanya interaksi

diantara ketiga elemen pokok di rumah sakit yaitu host, agent, dan

environment sehingga prinsip pencegahannya adalah dengan memutuskan

mata rantai interaksi (Tranmisi) ketiga elemen tersebut. Sasaran yang

paling mudah untuk mengontrol elemen tersebut adalah dengan cara

mengontrol tranmisi, misalnya dengan meningkatkan pengetahuan tentang

infeksi nosokomial bagi personil rumah sakit, pengetahuan bagi pasien

yang dirawat, melakukan semua prosedur kerja dengan benar dan sempurna

baik Standar Operasional Prosedur (SOP) perawatan, tindakan serta

penggunaan atau pemilihan alat yang baik juga merupakan cara untuk

mencegah infeksi nosokomial. (Darmadi 2013)

3
Penyebaran infeksi selain disebabkan oleh ketiga elemen diatas,

beberapa faktor seperti pengawasan, pengetahuan dan kinerja perawat

dalam memberikan pelayanan kepada pasien turut mempengaruhi

terjadinya infeksi di rumah sakit. Penelitian Tobing Elisabeth L (2008)

menemukan bahwa faktor eksternal yang berhubungan dengan kepatuhan

perawat rawat inap terhadap penerapan SOP adalah pengawasan kepala

ruangan dan lama kerja per hari dimana responden dengan pengawasan kepala

ruangan dengan katagori kuat berperilaku patuh sebesar 3,920 kali

dibandingkan responden dengan pengawasan kepala ruangan dengan katagori

lemah. Najeeb (2014) berdasarkan hasil penelitiannya menemukan ada

hubungan yang signifikan antara pengetahuan, sikap dan praktek kewaspadaan

standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi.

Untuk meminimalkan resiko terjadinya infeksi di Rumah sakit dan

fasilitas kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian

infeksi (PPI) yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,

pembinaan, pendidikan dan pelatihan. serta monitoring dan evaluasi yang

melibatkan semua unsur terkait yang ada (Depkes 2015)

Salah satu sumber daya manusia di rumah sakit adalah perawat,

dimana Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan

rumah sakit, oleh sebab itu mutu pelayanan keperawatan akan berdampak

langsung terhadap pelayanan rumah sakit. Apabila pelayanan keperawatan

yang diberikan kepada pelanggan dibawah standar, maka akan sangat

4
berdampak terhadap mutu pelayanan keperawatan yang sekaligus akan

mempengaruhi citra rumah sakit.

Kegiatan penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi

menjangkau setiap bagian organisasi pelayanan kesehatan. Kegiatan ini

melibatkan individu dibeberapa bagian dan layanan misalnya bagian klinis,

pemeliharaan fasilitas, jasa makanan (catering), housekeeping, laboratorium,

farmasi, dan layanan sterilisasi. Kegiatan ini memiliki mekanisme untuk

mengordinasikan program secara keseluruhan. Mekanisme tersebut dapat

berupa kelompok kerja, komite koordinatif, satuan tugas atau mekanisme

lainnya. Terlepas dari mekanisme apapun yang dipilih oleh rumah sakit untuk

mengkoordinasikan program pencegahan dan pengendalian infeksi, dokter dan

perawat harus terwakili dan dilibatkan dalam kegiatan dengan para

professional pencegahan dan pengendalian infeksi. (Depkes 2015)

Menurut Dewan Penasehat Aliansi Dunia untuk Keselamatan Pasien,

infeksi nosokomial menyebabkan 1.5 juta kematian setiap hari di seluruh

dunia. Studi WHO di 55 rumah sakit di 14 negara di seluruh dunia juga

menunjukkan bahwa 8.7% pasien rumah sakit menderita infeksi selama

menjalani perawatan di rumah sakit. Sementara di negara berkembang,

diperkirakan lebih dari 40% pasien di rumah sakit terserang infeksi

nosokomial. (Nursalam, 2018)

Di Indonesia kejadian infeksi nosokomial pada jenis/tipe rumah sakit

sangat beragam. Pada tahun 2018 diperoleh data proporsi kejadian infeksi

nosokomial di rumah sakit pemerintah dengan jumlah pasien 1.527 orang dari

5
jumlah pasien beresiko 160.417 (55,1%), sedangkan untuk rumah sakit swasta

dengan jumlah pasien 991 pasien dari jumlah pasien beresiko 130.047

(35,7%). Untuk rumah sakit ABRI dengan jumlah pasien 254 pasien dari

jumlah pasien beresiko 1.672 (9,1%) (Depkes RI, 2018)

Tanggung jawab upaya pencegahan dan pengendalian infeksi

nosokomial berada di tangan tim medis pengendalian infeksi, dibantu oleh

petugas bagian perawatan mulai dari kepala bagian perawatan, kepala

ruangan/bangsal perawatan, serta semua petugas perawatan. Perawat

merupakan petugas kesehatan yang memberikan asuhan keperawatan selama

24 jam penuh kepada pasien dan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan

tersebut berkewajiban melaksanakan pencegahan infeksi sesuai dengan

standar. Dengan demikian tenaga keperawatan merupakan pelaksana terdepan

dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial. (Darmadi,

2015).

Berdasarkan data surveilance infection control team RSZB (2019)

menunjukkan kejadian infeksi nosokomial masih cukup tinggi dari standar

Depkes yaitu 1.5 %, kejadian infeksi di RSZB yaitu seperti: Cateter

Assosiated Urinary Tract Infection (CAUTI/ISK):1,6%, Blood Stream

Infection (BSI) 10,7 %, Surgical site Infection (SSI) 10,9%, Plebitis 2,2%, dan

Penemonia akibat Ventilator (PAV) 9,2%.

Berdasarkan uraian diatas dan banyak factor yang mempengaruhi

penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial, oleh karena itu

perlu ada penelitian tentang faktor determinan tanggung jawab perawat

6
terhadap penerapan pencgahan dan pengendalian infeksi nosokomial di

rumah sakit Hj Zubaidah Bantilan Tolitoli.

1.2 Rumusan Masalah

Infeksi nosokomial merupakan masalah besar dan serius yang

dihadapi rumah sakit. Dampaknya bisa merugikan pasien karena bisa

memperpanjang hari rawat.

Banyak faktor yang mempengaruhi tanggung jawab perawat terhadap

penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokimial. Faktor- faktor

tersebut sangat penting untuk diketahui oleh rumah sakit dan perawat

pelaksana dalam rangkah meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan

kepada masyarakat.

Rumah Sakit Hj Zubaidah Bantilan (RSZB) adalah merupakan

rumah sakit daerah tipe D Pratama dan belum terakrediatsi KARS yang ttelah

melakukan kegiatan dalam rangka penerapan pencegahan dan pengendalian

infeksi seperti penyuluhan dan pelatihan kepada tenaga kesehatan yang ada di

rumah sakit. Akan tetapi beberapa kejadian infeksi nosokomial ditemukan

masi cukup tinggi. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian untuk mengetahui Faktor determinan apa saja yang

mempengaruhi tanggung jawab perawat terhadap penerapan pencegahan

dan pengendalian infeksi nosokomial di RSU Hj ZUBAIDAH BANTILAN

TOLITOLI?

7
1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan faktor determinan tanggung jawab

perawat terhadap penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi

nosokomial di Rumah Sakit Umum HZB.

1.3.1 Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui hubungan kebijakan dengan penerapan

pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial oleh perawat

pelaksana

2) Untuk mengetahui hubungan pengawasan dengan penerapan dan

pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana

3) Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan penerapan

pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial oleh perawat

pelaksana

4) Untuk mengetahui hubungan pelatihan dengan penerapan pencegahan

dan pengendalian infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana

5) Untuk mengetahui hubungan keterampilan dengan penerapan

pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial oleh perawat

pelaksana

6) Untuk mengetahui hubungan ketersediaan sarana dan fasilitas dengan

penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial oleh

perawat pelaksana

8
7) Untuk mengetahui hubungan faktor determinan dengan penerapan

pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial oleh perawat

pelaksana

8) Untuk mengetahui hubungan tanggung jawab dengan penerapan

pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial oleh perawat

pelaksana

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat aplikatif

1) Sebagai data bagi pimpinan/direktur rumah sakit dalam menentukan

kebijakan selanjutnya tentang pencegahan dan pengendalian infeksi

2) Memberikan informasi bagi komite pencegahan dan pengendalian

infeksi nosokomial, sebagai dasar pertimbangan dalam rencana

program kerja selanjutnya.

3) Memberikan informasi kepada manajemen keperawatan RSHZB

tentang factor determinan tanggung jawab perawat terhadap

pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial oleh

perawat pelaksana

1.4.2 Manfaat keilmuan

Memberikan informasi khususnya bagi dunia keperawatan dalam

mengetahui factor diterminan tanggung jawab perawat yang berhubungan

dengan pelaksanaan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat

pelaksana.

9
1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah factor determinan tanggung

jawab perawat terhadap penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi

nosokomial di Rumah sakit umum Hj Zubaidah Bantilan Tolitoli.

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep tentang Faktor Determinan Terhadap Penerapan Pencegahan


Dan Pengendalian Infeksi Nosokomial

2.1.1 Defenisi Faktor Determinan Pencegahan dan Pengendalian

Infeksi Nosokomial

Dalam merumuskan factor determinan yang berhubungan dengan

Penerapan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial, ada

beberapa teori dari berbagai ahli dan hasil penelitian-penelitian terdahulu

yang menjadi rujukan dalam perumusan tersebut yaitu:

1. Model Teori Prilaku Green & Bloom (1996) dalam Noto atmojo
(2014)

Manusia berperilaku tertentu karena ada hal-hal yang mendorong

serta mengarahkan untuk memilih bentuk-bentuk perilaku seperti

yang sudah diperlihatkannya. Faktor pendorong ini lazimnya muncul

dari sistem kebutuhan yang didapat dalam dirinya, sedangkan faktor

pengarahnya adalah sikap.

Green (1996) menganalisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan.

Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor

pokok, yakni faktor perilaku dan faktor diluar perilaku, selanjutnya

perilaku itu sendiri terbentuk dari 3 faktor yaitu

1) Faktor Predisposing yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,

kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, kepercayaan dan persepsi

11
2) Faktor Enabling atau factor pendudkung yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas atau

sarana-sarana kesehatan.

3) Faktor Reinforcing atau factor pendorong yang terwujud

dalam peraturan-peraturan, kebijakan, pengawasan, dan

perilaku petugas yang merupakan kelompok referensi dari

perilaku masyarakat

Bloom (1956) membedakan perilaku menjadi 3 kelompok

yaitu Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik, sedangkan Notoatmojo

(2012) membagi ranah perilaku menjadi tiga bagian yaitu,

pengetahuan (Knowledge), sikap (Attitude) dan Tindakan (Practice).

Bentuk operasional perilaku ini dapat dikelompokkan menjadi 3

macam yaitu :

1) Perilaku dalam bentuk pengetahuan yaitu dengan mengetahui

situasi atau rangsangan dari luar

2) Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin terhadap

keadaan atau rangsangan dari luar subjek

3) Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah nyata (konkrit) berupa

perbuatan (action) terhadap situasi atau rangsangan dari luar.

2. Teori Kepatuhan
Kepatuhan merupakan bagian dari perilaku individu yang

bersangkutan untuk mentaati atau mematuhi sesuatu.

Menurut Smet (1994),dalam Andreas (2016) kepatuhan adalah

tingkat seseorang melaksanakan suatu cara atau berperilaku sesuai

12
dengan apa yang disarankan atau dibebankan kepadanya. Perilaku

kepatuhan dapat disebabkan oleh beberapa faktor.

Faktor yang mempengaruhi kepatuhan dapat dikategorikan menjadi

factor intrernal yaitu karakterisitk perawat itu sendiri (umur, jenis

kelamin, agama, pendidikan, status perkawinan, kepribadian, sikap,

kemampuan, pengetahuan, persepsi dan motivasi dan faktor eksternal

(karakteristik organisasi, karakteristik kelompok, karakteristik

pekerjaan(Lama Kerja / hari, Shif kerja,) dan karakteristik

lingkungan) (Andareas,2016)

Menurut Notoatmodjo (2003), Mulyani (2018),pengetahuan

merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Dalam Teori kepatuhan Milgram (1961) dalam Mcleod, S.A (2013).

Simply Psykologi Milgram experiment, bahwa factor yang

mempengaruhi kepatuhan adalah sebagai berikut:

1. Status Lokasi

Perintah yang diberikan di tempat menunjukkan ketaatan prestise

meningkat.

2. Tanggung Jawab Pribadi

Tanggung jawab pribadi yang diberikan kepada seseorang akan

meningkatkan ketaatan.

13
3. Legitimasi dan figure otoritas

Orang cenderung untuk mematuhi orang lain jika mereka

mengetahui otoritas mereka benar sebagai moral dan atau secara

hokum

4. Status Gambar Otoritas

5. Dukungan Rekan

Jika seseorang memiliki dukungan sosial dari teman mereka

untuk tidak patuh, maka ketaatan mungkin akan berkurang.

Kehadiran orang lain yang terlihat tidak mematuhi figure otoritas

juga dapat mengurangi ketaatan

6. Kedekatan orang dengan Figur otoritas

lebih mudah untuk menolak perintah dari pihak yang

berwewenang jika mereka tidak dekat, sebaliknya ketika tokoh

otoritas dekat, saat itu kepatuhan akan lebih mungkin.

Tobing Elisabeth L (2008), Penelitian di RSU Lowa AS

yang dilakukan oleh Bradley N. Doebbeling et al (2003), pada

3223 tenaga kesehatan (dokter, perawat, tehnik medik) berkaitan

dengan kepatuhan (compliance) terhadap standar precaution,

memberikan kesimpulan: 32 sampai 54 % dari tenaga kesehatan

tersebut mencuci tangan setelah menangani pasien, 29-79% tidak

melakukan recapping jarum suntik dan 22-62 % tidak

melaporkan cedera benda tajam.

14
Berdasarkan hasil penelitian Ratnawati (2016), alasan

perawat tidak melakukan pemasangan infus sesuai prosedur

karena pengetahuan. Dari hasil penelitian terhadap 103

responden sebanyak 47 orang (45,6%) melakukan tindakan yang

sesuai prosedur. Sebanyak 53,4% responden memiliki tingkat

pengetahuan tentang patient safety yang kurang baik.

Hasil penelitian Mulyani (2018), yang melakukan

penelitian dengan judul Tinjauan Pelaksanaan Standar

Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Infus Pada Pasien Di

Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS PKU Muhammadiyah

Gombong menunjukan perawat cenderung tidak patuh pada

persiapan alat dan prosedur pemasangan infus yang prinsip. Hasil

penelitian terhadap 12 perawat pelaksana yang melakukan

pemasangan infus, perawat yang tidak patuh sebanyak 12 orang

atau 100% dan yang patuh sebanyak 0 atau 0%

lingkungan kerja menjadi faktor yang berperan dalam

menentukan kepatuhan perawat dalam melaksanakan prinsip UP

di rumah sakit. Perawat yang memiliki lingkungan kerja yang

baik akan 6 kali lebih patuh dalam melaksanakan prinsip UP di

tempat kerja. Kermode M, Jolley D, Langkham B. (2012)

15
Kinerja diartikan sebagai penampilan secara kualitas

dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam

melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan

kepadanya (Mangkunegara, 2016).

Ilyas (2009) menyebutkan bahwa kinerja adalah

penampilan hasil personal baik kualitas maupun kuantitas dalam

suatu organisasi yang merupakan penampilan individu atau

kelompok. Kinerja dapat dipandang sebagai proses maupun hasil

pekerjaan. Kinerja merupakan suatu proses tentang bagaimana

pekerjaan berlangsung untuk mencapai hasil kerja. Namun, hasil

pekerjaan itu sendiri juga menunjukkan kinerja (Wibowo, 2016).

Ivancevich & Mataerson, (1990); Gibson, Ivancevic &

Donelly, (1997) dalam Ilyas, 2009) mengemukakan bahwa

faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja yaitu: faktor

individu, organisasi tempat bekerja, dan faktor psikologis. Faktor

individu yaitu kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan

demografi. Sub variabel kemampuan dan keterampilan

merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan

kinerja individu. Sub variabel demografis mempunyai efek tidak

langsung pada perilaku dan kinerja individu.

Faktor organisasi tempat bekerja seperti kepemimpinan,

pengawasan, reward dan factor psikologis: persepsi, sikap dan

kepribadian juga berpengaruh besar terhadap kinerja pegawai

16
Perilaku kerja terlihat dari cara kerja yang penuh

semangat, disiplin, bertanggung jawab, melaksanakan tugas

sesuai standar yang ditetapkan, memiliki motivasi dan

kemampuan kerja yang tinggi dan terarah pada pencapaian tujuan

organisasi. Sedangkan hasil kerja merupakan proses akhir dari

suatu kegiatan yang dilakukan anggota organisasi dalam

mencapai sasaran.

Wahyudi (2017) mengartikan kinerja sebagai suatu

kemampuan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan yang

sesuai dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta

motivasi kerja. Hasil kerja dapat dicapai secara maksimal apabila

individu mempunyai kemampuan dalam mendayagunakan

pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Hafizurrachman (2016) berpendapat kinerja adalah

penampilan kerja yang dicapai oleh seseorang atau kelompok

orang dalam melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan

organisasi yang telah ditetapkan. Kinerja karyawan pada

dasarnya adalah hasil kerja seorang karyawan selama periode

tertentu dibandingkan berbagai kemungkinan, misalnya standar,

target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih

dahulu dan telah disepakati bersama.

17
2.1.2 Karakteristik Faktor Determinan Terhadap Penerapan

Penerapan Pencegahan Infeksi

1. Kebijakan

Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi

pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,

kepemimpinan dan cara bertindak. Kebijakan berbeda dengan

peraturan dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang

suatu perilaku, kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang

paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan

Menurut Goggient et al (1990), dalam Purwanto & Sulisyastuti,

(2019), kebijakan diasumsikan sebagai suatu pesan, dimana

keberhasilan implementasi pesan tersebut sangat dipengaruhi oleh 3

hal pokok:

1) Isi kebijakan (the content of the policy message), meliputi

sumberdaya, mampaat kebijakan, dan keterlibatan public

2) Format kebijakan (the form of the policy message), meliputi

kejelasan kebijakan/policy clarity, konsistensi kebijakan/policy

consistency, prequency serta penerimaan isi kebijakan (receipt of

message)

3) Reputasi actor (the reputation of the communicator) terdiri dari

legitimasi dan kredibilitas para actor.

18
1.1 Kebijakan pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi

Semua rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan

lainnya harus melaksanakan pencegahan dan pengendalian

infeksi .

Pelaksanaan PPI yang dimaksud sesuai dengan pedoman

manajerial pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit

dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dan pedoman PPI

lainnya yang dikeluarkan oleh departemen kesehatan RI.

1. Direktur rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya

membentuk komite pencegahan dan pengendalian infeksi

(KPPI) dan Tim pencegahan dan pengendalian infeksi

(TPPI) yang langsung berada dibawah koordinasi direktur.

2. Komite dan Tim PPI mempunyai tugas dan kewenangan

yang jelas sesuai dengan pedoman manajerial Pencegahan

dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit dan Fasilitas

Pelayanan Kesehatan Lainnya.

3. Untuk lancarnya kegiatan pencegahan dan Pengendalian

infeksi, maka setiap rumah sakit dan fasilitas kesehatan

lainnya wajib memiliki IPCN (Infection Prevention and

Control Nurse) purna waktu. Depkes RI, (2016)

1.2. Kebijakan dan Standar Operasional Prosedur yang perlu

dipersiapkan oleh rumah sakit:

19
a. Kebijakan Manajemen

1. Kebijakan kewaspadaan isolasi (isolasi Precaution)

2. Kebijakan tentang pengembangan SDM

3. Kebijakan tentang pengadaan bahan dan alat yang

melibatkan tim PPI

4. Kebijakan tentang penggunaan antibiotic yang rasional

5. Pelaksanaan survailans

6. Pemeliharaan fisik dan sarana yang melibatkan tim PPI

7. Ada kebijakan tentang kesehatan karyawan

8. Kebijakan tentang penanganan KLB

b. Kebijakan Tehnis

Kebijakan teknis yang perlu disiapkan yaitu adanya

Standar Operasional Prosedur (SOP) kewaspadaan isolasi

(isolasi precaution) yang meliputi SOP tentang:

1. kebersihan tangan

2. penggunaan APD

3. penggunaan peralatan perawatan pasien

4. Pengendalian lingkungan

5. pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen

6. Kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan

7. Penempatan pasien

8. hygiene respirasi/etika batuk

9. praktek menyuntik yang aman

20
2. Pengawasan

Kontrol atau pengawasan adalah fungsi di dalam manajemen

fungsional yang harus dilaksanakan oleh setiap pimpinan atau

manajer semua unit/satuan kerja terhadap pelaksanaan pekerjaan

dilingkungannya. Oleh karena itu berarti juga setiap

pimpinan/manajer memiliki fungsi yang melekat didalam jabatannya

untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas pokok masing-

masing, sehingga disebut pengawasan melekat.

Sesuai dengan Bird yang dikutip Munir (2015), terjadinya

infeksi disebabkan karena adanya kekurangan dalam system

pengawasan manajeman. Kurangnya pengawasan manajemen (Lack

of control Managemen) dapat terbentuk kurang program, kurangnya

standar dari program atau kegagalan memenuhi standar. Pengawasan

adalah salah satu unsur manajer profesional yang harus dilaksanakan

oleh semua anggota manajemen, baik ia seorang pengawas atau

pimpinan utama suatu organisasi.

Supervisi bertujuan untuk mengorientasi, melatih kerja,

memimpin, memberi arahan, dan mengembangkan kemampuan

perawat pelaksana. Sedangkan supervisi berfungsi untuk mengatur

dan mengorganisir proses atau mekanisme pelaksanaan dan standar

kerja (Gillies, 2007). Agar perawat pelaksana dapat menerapkan

kewaspadaan umum secara maksimal dibutuhkan supervise yang

teratur dari kepala ruangan

21
Depkes, (2015) kepala ruangan harus mengajarkan,

membimbing, mengobservasi, dan mengevaluasi setiap kegiatan yang

dilakukan oleh perawat pelaksana agar selalu melakukan

kewaspadaan umum sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan.

Musadad (2007) menyatakan bahwa supervisi dari pimpinan

sangat mempengaruhi kesadaran perawat pelaksana untuk melakukan

cuci tangan. Notoatmodjo (2017) mengemukan bahwa perubahan

perilaku pada orang dewasa, pada umumnya lebih sulit dari pada

perubahan orang yang belum dewasa. Jadi, ketika seseorang terus

diberi rangsangan dan informasi, maka perilaku kepatuhan dalam

pencegahan infeksi nosokomial akan sulit dilaksanakan, terutama

pada perawat pelaksana yang sudah berumur tua dan sudah lama

bekerja.

Penelitian Tobing Elisabeth L (2015) dengan judul kepatuhan

perawat rawat inap terhadap SOP menemukan bahwa faktor eksternal

yang berhubungan dengan kepatuhan perawat rawat inap adalah

pengawasan kepala ruangan dan lama kerja per hari dimana

responden dengan pengawasan kepala ruangan dengan katagori kuat

berperilaku patuh sebesar 3,920 kali dibandingkan responden dengan

pengawasan kepala ruangan dengan katagori lemah.

Organisasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)

disusun agar dapat mencapai kaidah organisasi yang miskin struktur

dan kaya fungsi dan dapat menyelenggarakan tugas, wewenang dan

22
tanggung jawab secara efektif dan efisien. Efektif yang dimaksudkan

agar sumber daya yang ada di rumah sakit dan fasilitas pelayanan

kesehatan lainnya dapat dimanfaatkan secara optimal. Stein (2008)

mengungkapkan bahwa pendidikan, monitoring, peningkatan

ketersediaan sumber daya diperlukan untuk pengendalian infeksi di

rumah sakit.

Pimpinan dan petugas kesehatan dalam Komite dan Tim PPI

diberi kewenangan dalam menjalankan program dan menentukan

sikap pencegahan dan pengendalian infeksi. Komite PPI disusun

minimal terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota. Ketua sebaiknya

dokter (IPCO/ Infection Prevention and Control Officer), mempunyai

minat, kepedulian dan pengetahuan, pengalaman, mendalami masalah

infeksi, mikrobiologi klinik atau epidemiologi klinik. Sekretaris

sebaiknya perawat senior (IPCN/ Infection Prevention and Control

Nurse), yang disegani, berminat, mampu memimpin dan aktif.

Anggota yang dapat terdiri dari dokter wakil dari tiap SMF (Staf

Medis Fungsional), dokter ahli epidemiologi, dokter

mikrobiologi/patologi klinik, laboratorium, farmasi, perawat PPI /

IPCN (Infection Prevention and Control Nurse), CSSD, laundry,

Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPS-RS), sanitasi, house

keeping, K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja), dan petugas kamar

jenazah. (Depkes, 2015).

23
Pelaksanaan PPI di rumah sakit harus dikelolah dan

diintegrasikan antara struktural dan fungsional semua departemen /

intalasi / divisi / unit di rumah sakit sesuai dengan falsafah dan tujuan

PPI. Administrasi dan pengelolaan PPI antara lain ada kebijakan

pimpinan rumah sakit untuk membentuk pengelolah kegiatan PPI

yang terdiri dari komite dan tim PPI. Komite PPI bertanggung jawab

langsung kepada direktur utama. Tim PPI bertanggung jawab langung

kepada komite PPI. Pengelolaan PPI melibatkan departemen / intalasi

/ divisi / unit serta ada kebijakan tentang tugas, tanggung jawab dan

kewenangan pengelola PPI di rumah sakit.

DIREKTUR UTAMA/DIREKTUR

KOMITE PPI DIREKTORAT DIREKTORAT DIREKTORAT KOMITE

TIM PPI

Gambar 1.2
Struktur Organisasi PPI di Rumah Sakit

3. Pengetahuan

Menurut Notoatmojo (2017) pengetahuan merupakan hasil

tahu, yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan

terhadap suatu objek, pengetahuan dapat diperoleh dari pendidikan

formal atau melalui mendengar, melihat, merasa baik secara langsung

maupun tidak langsung. Sedangkan (Sumantri, 2014), mengatakan

24
pada hakekatnya pengetahuan adalah segenap apa yang diketahi

manusia tentang objek tertentu, termasuk ilmu pengetahuan yang ada

pada manusia bertujuan untuk menjawab permasalahan yang

dihadapinya sehari-hari untuk mempermudah manusia itu sendiri.

Pengetahuan di ibaratkan merupakan suatu alat yang dapat

dipergunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

Menurut Purwanto (2019), pengetahuan merupakan salah satu

faktor yang menyebabkan individu berbuat atau bertindak. Dengan

demikian perbuatan atau tingkah laku sesorang dapat terjadi menurut

apa yang diketahui dan diyakini sesuai dengan pengetahuan yang

dimiliki. Setiap orang memiliki pengetahuan yang berbeda,

pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan peranan penting

dalam pekerjaannya. Hal ini berarti pengetahuan berpengaruh dalam

kehidupan seseorang karena pengetahuan akan melahirkan sikap yang

akan mengarahkan seeorang untuk berbuat sesuatu.

Petugas kesehatan utamanya perawat sangat penting untuk

memahami tentang kewaspadaan isolasi (Isolation Precautions). Dua

lapis kewaspadaan isolasi yaitu kewaspadaan standar dan

kewaspadaan berdasarkan transmisi. Kewaspadaan standar dirancang

untuk diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien dalam

rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, baik

terdiagnosis infeksi, diduga terinfeksi atau kolonisasi. Strategi utama

untuk pencegahan dan pengendalian infeksi adalah dengan

25
menyatukan universal precautions yaitu kewaspadaan terhadap darah

dan cairan tubuh yang diciptakan untuk menurunkan transmisi

patogen melalui darah, dan body substance isolation yaitu diciptakan

untuk menurunkan resiko transmisi patogen melalui cairan tubuh.

Sebagai tambahan kewaspadaan standar yaitu kewaspadaan

berdasarkan transmisi yang dibutuhkan untuk memutus mata rantai

transmisi mikroba penyebab infeksi. Dibuat untuk diterapkan

terhadap pasien yang diketahui maupun dugaan terinfeksi atau

terkolonisasi pathogen yang dapat ditransmisikan lewat udara,

droplet, kontak dengan kulit atau permukaan terkontaminasi.

Komponen utama kewaspadaan standar dan transmisi yang harus

diketahi oleh perawat yaitu prosedur cuci tangan, pemakaian APD

(sarung tangan, masker, kaca mata, pelindng wajah, gaun dan

apron,linen, peralatan perawatan pasien kebersihan lingkungan dan

pengeloaan benda tajam serta penempatan pasien)

Melo, dkk (2013) berdasarkan hasil penelitiannya

menyimpulkan bahwa pemahaman perawat akan Standard

Precaution (SP) akan meningkatkan pelaksanaan SP setiap hari dan

merupakan strategi yang efektif untuk mencegah dan mengendalikan

infeksi nosokomial. Bahkan Najeeb (2014) berdasarkan hasil

penelitiannya menemukan ada hubungan yang signifikan antara

pengetahuan, sikap dan praktek kewaspadaan standar dan

kewaspadaan berdasarkan transmisi.

26
Salah satu kewaspadaan standar yang termasuk dalam

kategori 1 adalah handhygiene. Dan berdasarkan hasil penelitian

Setiawati (2016) didapatkan hasil bahwa petugas kesehatan dengan

pengetahuan yang baik mempunyai peluang 15.5 kali untuk taat

melakukan handhygiene dibandingkan mereka yang pengetahuan

rendah.

Menurut Arikunto (2013) pengetahuan seseorang dapat

diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif,

yaitu :

a. Baik: hasil 76%-100%

b. Cukup: hasil 56%-75%

c. Kurang: hasil > 56%

4. Pelatihan

Pada prinsipnya setiap organisasi berorientasi pada

peningkatan produktivitas dengan cara peningkatkan kinerja dan

kualitas pelayanan yang dilakukan oleh pegawai dalam organisasi

tersebut. Untuk itu, pada setiap organisasi termasuk rumah sakit

dibutuhkan pegawai yang berkualitas, yaitu pegawai yang memiliki

kompetensi yang optimal baik pengetahuan maupun keterampilan

dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu pada diri seorang pegawai

dituntut untuk bekerja secara efektif, efisien, dan dilandasi dengan

etika moral dan tanggung jawab dalam rangkah peningkatan mutu

27
dan kualitas pelayanan. Salah satu cara untuk meningkatkan

kompetensi dimaksud adalah dengan mengikutsertakan pegawai pada

program pendidikan dan pelatihan.

Pelatihan dapat diartikan sebagai proses mengajarkan

pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin

terampil dan mampu dalam melaksanakan tanggung jawabnya

dengan semakin baik sesuai dengan standar. Pelatihan lebih merujuk

pada pengembangan keterampilan bekerja (vocational) yang dapat

digunakan dengan segera.

Sudarmayanti (2011), dalam Helena Ak (2016) menyatakan

bahwa, salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan kerja adalah

dengan mengikut sertakan pegawai pada program pendidikan dan

pelatihan (diklat). Sejalan dengan pandangan tersebut, Notoatmojo

(2010), menyatakan bahwa Pendidikan dan pelatihan dapat

dipandang sebagai salah satu bentuk investasi, oleh karena itu, setiap

organisasi atau instansi yang ingin berkembang, maka pendidikan dan

pelatihan bagi karyawannya harus memperoleh perhatian yang besar.

Upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka kejadian

infeksi nosokomial, melindungi sumber daya manusia kesehatan dan

masyarakat dari penyakit infeksi yang berbahaya dan meningkatkan

kualitas pelayanan rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya adalah

dengan pelaksanaan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

28
(PPI). Salah satu ruang lingkup program PPI yang tidak kalah

pentingnya adalah pendidikan dan pelatihan. (Depkes, 2016)

Pelatihan pencegahan infeksi nosokomial sebagai investasi

rumah sakit bagi sumber daya manusia perawat untuk terus dapat

meningkatkan kemampuannya dalam pencegahan infeksi

nosokomial.

Maryati (2018) dalam penelitiannya tentang keefektifan

peningkatan kemampuan perawat dalam pencegahan infeksi

nosokomial menjelaskan bahwa pelatihan pencegahan infeksi

nosokomial efektif dapat meningkatkan kemampuan praktik perawat

dalam melakukan pencegahan infeksi nosokomial.

Ghadamgahi (2018) menyatakan bahwa

mempertimbangkan peran penting perawat dalam pengendalian

infeksi noskomial, maka pelatihan menjadi kebutuhan untuk

meningkatkan pengetahuan dan sikap perawat serta kemampuan

lainnya.

Naim (2020) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa

faktor yang paling dominan berhubungan dengan kepatuhan perawat

dalam pencegahan infeksi nosokomial adalah pengetahuan perawat

sehingga manajemen rumah sakit hendaknya meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan perawat dalam pencegahan infeksi

nosokomial melalui pelatihan.

29
Penelitian yang dilakukan oleh mardan (2016), dengan judul

infeksi nosokomial dan mampaat pelatihan keterampilan perawat

terhadap pengendaliannya, yang dilakukan di rumah sakit Adam

malik Medan selama satu tahun, dari 16 orang pasien pada kelompok

pre test terdapat proporsi IN 62%. Kemudian dilksanakan program

intervensi berupa pelatihan kepada 19 orang perawat dengan

pemberian modul, ceramah dan praktik tentang penerapan Universal

Precautin, Setelah dilakukan post test ditemukan terdapat penurunan

proporsi IN

5. Keterampilan

Suatu kemampuan seseorang untuk bertindak setelah

menerima pengalaman belajar tertentu dengan menggunakan anggota

badan dan peralatan yang tersedia. Keterampilan merupakan

kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan afektif

(perbuatan atau perilaku) (Notoatmojo, 2017).

Tingkat Keterampilan

1) Persepsi

2) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan

tindakan yang akan diambil merupakan praktek tingkat pertama

3) Respon terpimpin

Yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar

(dalam hal ini adalah prosedur tetap/ protap), ini merupakan

indikator praktek tingkat ke dua

30
4) Mekanisme

Apabila sesorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar

secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan sebuah

kebiasaan, maka ia sudah mencapai tingkatan praktek yang ketiga.

5) Adaptasi

Merupakan suatu praktek atau tindakan yang berkembang dengan

baik, artinya tindakan tersebut sudah dimodifikasinya tanpa

mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Dan tingkatan

keterampilan ini yang berhubungan langsung dengan perawat serta

perkembangannya dapat berjalan secara alami dan dapat dipelajari

pada setiap orang. (Azwar 2014)

Menurut James A.F. Stoner (1996) dalam Nursalam (2015)

keterampilan dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Keterampilan teknis

Merupakan suatu keterampilan yang mampu menggunakan

prosedur yang sudah ditetapkan sebelumnya. Keterampilan

jenis ini lebih mengutamakan pada penggunaan tenaga dari

pada pemikiran yang mendalam, serta jarang menguasai

berbagai bidang, biasanya hanya satu bidang tertentu saja.

Bachtiar (2016) menambahkan, keterampilan jenis ini dapat

dikembangkan dengan memberikan pelatihan dan

dikembangkan dengan memberikan kepercayaan dan

31
wewenang terutama pada pekerjaan yang hampir mirip atau

sejenis

b. Keterampilan manusiawi (Human Relation Skills)

Adalah keterampilan dalam mengadakan kerja sama,

memahami dan memotivai orang lain. Keterampilan jenis ini

biasanya banyak dimiliki oleh orang yang mudah

bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang disekitarnya dari

berbagai lapis masyarakat.

c. Keterampilan konseptual

Adalah keterampilan dalam mengkoordinasikan,

mengintegrasikan dan mengaktifkan organisasi. Biasanya

jenis keterampilan ini banyak dimiliki oleh seorang menejer

yang sudah berpengalaman dalam bidang tertentu dan

digunakan untuk membuat suatu keputusan mulai dari

perencanaan sampai dengan evaluasi.

Perawat membutuhkan tiap jenis keterampilan untuk

mengimplementasikan intervensi keperawatan langsung dan

tidak langsung. Keterampilan kognitif meliputi aplikasi

pemikiran kritis pada proses keperawatan. Keterampilan

Interpersonal dimana perawat membangun hubungan

kepercayaan, menunjukkan perhatian dan berkomunikasi

dengan jelas. Dan keterampilan psikomotor dimana

dibutuhkan integritas antara aktivitas kognitif dan motorik.

32
Serangkaian keterampilan kognitif, teknik psikomotor,

dan interpersonal merupakan salah satu kompetensi yang

harus ditampilkan secara menyeluruh oleh seorang perawat

dalam memberikan pelayanan professional kepada pasien.

Dalam defenisi keperawatan, disepakati bahwa dalam

penampilan perawat mengacu pada standar pelayanan yang

dikehendaki/diminta. Standar Operasional Prosedur (SOP)

merupakan suatu standar/ pedoman tertulis yang

dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu

kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Standar

operasional prosedur merupakan tata cara atau tahapan yang

dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu

proses kerja tertentu (Perry dan Potter, 2012).

Tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang

dimaksudkan untuk tujuan perawatan atau penyembuhan

pasien, bila dilakukan tidak sesuai prosedur berisiko untuk

menularkan penyakit infeksi, baik bagi pasien (yang lain) atau

bahkan pada petugas kesehatan itu sendiri. Oleh karena itu

beberapa standar operasional prosedur (SOP) seperti mencuci

tangan, pemakaian APD dan dekontaminasi alat perlu

diketahui oleh perawat. Prosedur cuci tangan sesuai dengan

pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit

33
dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang dikeluarkan

oleh Depkes tahun 2015 adalah sebagai berikut :

1) Tujuan :

a) Menghilangkan seluruh kotoran dan debris serta

menghambat atau membunuh mikroorganisme pada

kulit

b) Menekan pertumbuhan bakteri pada tangan

c) Menurunkan jumlah kuman yang tumbuh dibawah

sarung tangan

2) Indikasi :

a) Segera : setelah tiba di tempat kerja

b) Sebelum : kontak langsung dengan pasien,

menggunakan sarung tangan, menyiapkan obat-

obatan, menyiapkan makanan, memberi makan

pasien, dan meninggalkan rumah sakit

c) Setelah : kontak dengan pasien, melepas sarung

tangan, melepas alat pelindung diri, kontak dengan

darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, eksudat, luka,

kontak dengan peralatan yang diketahui atau

mungkin terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh,

menggunakan toilet

34
d) Prosedur standar :

a. Basahi tangan setinggi pertengahan lengan

bawah dengan air mengalir

b. Tuangkan sabun cair 3-5 cc di bagian telapak

tangan yang basah

c. Ratakan dengan kedua telapak tangan

d. Gosok punggung tangan dan sela-sela jari

tangan kiri dan tangan kanan dan sebaliknya

e. Gosok kedua telapak dan sela-sela jari

f. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling

mengunci

g. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman

tangan kanan dan lakukan sebaliknya

h. Gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak

tangan kiri dan sebaliknya.

i. Bilas kedua tangan dengan air mengalir

j. Keringkan dengan handuk sekali pakai atau

tissue towel sampai benar-benar kering

k. Gunakan handuk sekali pakai atau tissue towel

untuk menutup kran

Prosedur pemasangan infus berdasarkan Standar

Prosedur Operasional (SOP) RSHZB Tolitoli tahun 2018,

yaitu sebagai berikut : (terlampir)

35
Herpan (2019) dalam penelitiannya menemukan

bahwa ada hubungan bermakna antara keterampilan dengan

kinerja perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial (p

value value = 0,000), RP = 6,519 (95 % CI 2,088-20,352)

yang menunjukkan bahwa responden yang memiliki

keterampilan tidak baik berpeluang untuk tidak

mengendalikan infeksi nosokomial sebesar 6,519 kali.

6. Ketersediaan Sarana dan Fasilitas Keperawatan

Fasilitas keperawatan adalah segala sesuatu yang dapat

dipakai sebagai alat untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial,

seperti peralatan untuk mencuci tangan, melaksanakan dekontaminasi

alat-alat kesehatan dan untuk mengelola limbah padat yang ada di

ruang rawat inap. Musadad (2012) menyatakan bahwa hanya 42,9%

rumah sakit yang menyediakan sarana untuk cuci tangan sesuai

dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan.

Menurut Depkes (2015) agar perawat pelaksana dapat bekerja secara

maksimal pimpinan harus bertanggung jawab atas penyediaan,

pemeliharaan sarana klinis dan non klinis yang dibutuhkan untuk

pelaksanaan kewaspadaan umum, misalnya menyediakan sarana

untuk cuci tangan ditempat yang mudah dijangkau.

Yassi (2014) mengemukakan bahwa kepatuhan terhadap

prosedur pengendalian infeksi terkait dengan faktor lingkungan dan

karakteristik organisasi, meningkatkan ketersediaan peralatan dan

36
mempromosikan budaya keselamatan adalah kunci utama. Pelatihan

harus diberikan kepada petugas kesehatan beresiko tinggi, yang

menunjukkan komitmen organisasi untuk keselamatan mereka

Menurut Green (1996) dalam Notoatmojo (2014) sarana dan

fasilitas merupakan faktor predisposisi yang dapat bersifat positif

maupun negatif. Oleh karena itu perilaku kepatuhan dan tanggung

jawab seseorang sangat dipengaruhi oleh sarana dan fasilitas yang

tersedia, bagaimana cara penggunaanya, posisi atau letak dari sarana

tersebut dan bagaimana cara pemeliharaan sarana tersebut.

Menurut Darmadi (2015) sebagai bagian dari upaya

pencegahan dan pengendalian infeksi di ruangan/bangsal perawatan,

keberadaan fasilitas sanitasi penting sekali, antara lain : kamar mandi

dan WC penderita, kamar mandi dan WC untuk petugas/keluarga

penderita (penunggu), tempat cuci tangan/wastafel, gudang tempat

menyimpan alat-alat sanitasi, wadah/kontainer sampah dan limbah,

air bersih

37
Tabel 2.1
Daftar tilik bahan dan alat untuk pelaksanaan pencegahan infeksi berdasarkan
Depkes tahun 2015

Bahan dan Alat untuk


No Tindakan pencegahan dan Jumlah kebutuhan Keterangan
pengendalian infeksi
1 Cuci tangan Sabun / cair Jmh tenaga x I buah/150cc 1 bulan

Sikat halus untuk tangan 1 buah 1 bulan


Larutan antiseptik Jmh tenaga x 150 cc 1 bulan

Lap tangan Jmh tenaga x 5 lembar 6 bulan

2 Alat pelindung Sarung tangan bersih Jmh tenaga pemberi layanan x 3 bulan
3

Sarung tangan steril Jmh tenaga pemberi layanan x 3 bulan


3

Sarung tangan rumah Jmh tenaga pemberi layanan x 6 bulan


tangga 1
Masker sekali pakai Jmh tenaga pemberi layanan x 1 bulan
3
Masker cuci ulang (bahan Jmh tenaga pemberi layanan x 3 bulan
linen) 2
Gaun pelindung Jmh tenaga pemberi layanan x 3 tahun
3

Pelindung mata (google) 3 buah / R.inap 5 tahun


Visor 1 bh/R.inap 5 tahun
3 Dekontaminasi Larutan clorin 0,5% Jmh pemakaian TT x 500 cc 1 bulan
Larutan clorin 0,05% Jmh TT, meja pasien, meja 1 bulan
perawat, meja lab, brangkart x
250 cc
Ember plastic 3 buah 6 bulan
Wadah ke CSSD 1 buah/ruangan 6 bulan
4 Pengelolaan alat Wadah tahan tusuk 15 buah/R.inap 1 bulan
tajam
5 Pengelolaan Wadah sampah “No touch” Jmh kamar x 1 3 tahun
sampah
Kantong sampah kuning Jmh ruangan x 30 tindakan 1 bulan

6 Antiseptik Alkohol Jmh pemakaian TT x 15 cc 1 bulan


Bethadine Jmh pemakaian TT x 15 cc 1 bul
an

38
2.2 Tanggung Jawab Perawat Terhadap Penerapan Pencegahan Dan

Pengendalaian Infeksi

2.2.1 Pengertian

Tanggung jawab perawat berarti keadaan yang dapat dipercaya dan

terpercaya. Sebutan ini menunjukkan bahwa perawat professional

menampilkan kinerja secara hati-hati, teliti dan kegiatan perawat

dilaporkan secara jujur. kozier, (1983) dalam yosep Iyus (2016). Tanggung

jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya

yang disengaja maupun tidak. Tanggung jawab juga berarti berbuat

sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya

Menurut ANA (1985) tanggung jawab (responsibility) adalah

penerapan ketentuan hukum terhadap tugas-tugas yang berhubungan

dengan peran tertentu dari perawat, agar tetap kompeten dalam

pengetahuan, sikap dan bekerja sesuai kode etik.

2.2.2 Jenis-Jenis Tanggung Jawab Perawat

Jenis tanggung jawab perawat menurut kode etik keperawatan

Indonesia yang disusun oleh Dewan Pimpina Pusat melalui Munas PPNI

tanggal 29 November 1989 yaitu:

1. Tanggung jawab perawat terhadap individu, keluarga dan masyarakat

2. Tanggung jawab perawat terhadap tugasnya

3. Tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi

kesehatan lainnya

4. Tanggung jawab perawat terhadap profesi keperawatan

39
5. Tanggung jawab perawat terhadap pemerintah bangsa dan tanah air

2.2.3 Tanggung Jawab Peawat Terhadap Tugas

1. Perawat bertanggung jawab memelihara mutu pelayanan

keperawatan yang tinggi disertai kejujuran professional dalam

menerapkan pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai

dengan kebutuhan individu, keluarga, dan masyarakat

2. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya

sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya, kecuali

jika diperlukan oleh pihak yang berwewenang sesuai dengan

ketentuan hukum yang berlaku.

3. Perawat tidak akan menggunakan pengetahuan dan keterampilan

yang dimilki untuk tujuan yang bertentangan dengan norma-norma

kemanusiaan

4. Perawat dalam menunaikan tugas dan kewajibannya, senantiasa

berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh

pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis

kelamin, aliran politik, agama, dan kedudukan social.

5. Perawat mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien atau

klien dalam melaksanakan tugas keperawatannya, serta matang

dalam memepertimbangkan kemampuan jika menerima atau

mengalih-tugaskan tanggung jawab yang ada hubungannya dengan

keperawatan

40
Perawat dalam melaksanakan pengabdiaanya, senantiasa

berpedoman pada tanggung jawab yang bersumber pada adanya

kebutuhan terhadap keperawatan individu, keluarga dan masyarakat,

menjalin hubungan kerjasama dengan individu, keluarga dan masyarakat

tersebut, khususnya dalam mengambil prakarsa dan mengadakan upaya

kesehatan serta upaya kesejahteraan pada umumnya sebagai bagian dari

tugas dan kewajibannya.Yosep Ilyus (2016)

Menurut Depkes (2015), upaya pencegahan terhadap terjadinya

infeksi nosokomial di rumah sakit dimaksudkan untuk menghindarkan

kejadian infeksi selama pasien dirawat di rumah sakit. Dibutuhkan peran

dan tanggung jawab petugas kesehatan khususnya perawat dalam

pencegahan infeksi nosokomial dengan menerapkan dua lapis

kewaspadaan yaitu kewaspadaan standard, dan kewaspadaan berdasarkan

transmisi.

Tanggung jawab upaya pencegahan dan pengendalian infeksi

nosokomial berada di tangan tim pengendalian infeksi, dibantu oleh

petugas bagian perawatan mulai dari kepala bagian perawatan, kepala

ruangan/bangsal perawatan, serta semua petugas perawatan (perawat)

lainnya selama 24 jam penuh.

Meskipun tanggung jawab tersebut berada di tangan tim

pengendali infeksi rumah sakit, Upaya- upaya pencegahan infeksi

nosokomial yang melibatkan tanggung jawab semua perawat agar berjalan

efektif dapat dilakukan yaitu: (Darmadi 2016)

41
1. setiap perawat harus mengetahui prinsip dasar pencegahan dan

pengendalaian infeksi yang meliputi kewaspadaan standard dan

penerapan kewaspadaan berdasarkan transmisi.

2. Setiap perawat harus mengetahui diagnosis penyakit serta keadaan

umum setiap penderita

3. Setiap perawat harus mengetahui prosedur dan tindakan medis yang

telah dijalani oleh penderita serta alat bantu medis yang sedang

digunakan oleh penderita

4. Setiap perawat akan selalu melakukan observasi setiap penderita

dengan cara wawancara, pemeriksaan umum atau dengan membaca

lembar catatan medis/status penderita

5. Setiap perawat harus mengikuti perkembangan perjalanan penyakit

dari setiap penderita, apakah kondisinya menjadi jauh lebih baik atau

sebaliknya kondisinya menjadi lebih buruk.

2.3 Penerapan Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Nosokomial

2.3.1 Pengertian Penerapan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian

penerapan adalah perbuatan menerapkan. Sedangkan menurut beberapa

ahli berpendapat bahwa, penerapan adalah suatu perbuatan

mempraktekkan suatu teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan

tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh

42
suatu kelompok atau golongan yang telah terencana dan tersusun

sebelumnya

Menurut J.S Badudu dan Zain Mohammad, penerapan adalah hal,

cara atau hasil. Adapun menurut Lukman Ali, penerapan adalah

mempraktekkan, memasangkan

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

penerapan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan baik secara

individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang

telah dirumuskan. Adapun unsur-unsur penerapan meliputi :

1) Adanya program yang dilaksanakan

2) Adanya kelompok target, yaitu masyarakat yang menjadi sasaran dan

diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut.

3) Adanya pelaksanaan, baik organisasi atau perorangan yang

bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan maupun

pengawasan dari proses penerapan tersebut

2.3.2 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial.

Pencegahan infeksi dapat diartikan sebagai usaha atau upaya yang

dilakukan oleh petugas kesehatan agar infeksi tersebut tidak muncul,

sedangkan pengendalian adalah meminimalisasi timbulnya risiko infeksi.

Dengan demikian tugas utama komite dan Tim Pengendali infeksi adalah

mencegah, mengendalikan infeksi dengan cara menghambat pertumbuhan

dan transmisi mikroba yang berasal dari sumber di sekitar penderita yang

sedang dirawat. (Darmadi 2015) dalam septiari (2019)

43
Berbagai unsur seperti pasien, petugas pelaksana (dokter,

perawat, dll), peralatan medis yang digunakan, ruang rawat, tempat/ kamar

dimana pasien menjalani tindakan adalah merupakan unsur yang dapat

memberikan kontribusi terjadinya infeksi nosokomial. Oleh karena itu

pencegahan melalui pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit saat

ini mutlak harus dilaksanakan oleh seluruh jajaran manajemen rumah

sakit. (septiari 2019).

Objek pengendalian infeksi nosokomial adalah mikroba pathogen

yang dapat berasal dari unsure-unsur di atas. Untuk dapat

mengendalikannya diperlukan adanya mekanisme kerja atau system yang

bersipat lintas sektoral/bagian, dan diperlukan adanya sebuah wadah atau

organisasi diluar struktur rumah sakit yang telah ada. Dengan demikian

diharapkan adanya kemudahan berkomunikasi dan berkonsultasi langsung

dengan petugas pelaksana disetiap bagian, ruang atau bangsal yang

terindikasi adanya infeksi nosokomial (Darmadi 2015).

Untuk meminimalkan resiko terjadinya infeksi di Rumah sakit dan

fasilitas kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian

infeksi (PPI) yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,

pembinaan, pendidikan dan pelatiahan, serta monitoring dan evaluasi

(Depkes 2015).

Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit (PPIRS)

sangat penting karena menggambarkan mutu pelayanan rumah sakit.

44
Apalagi akhir-akhir ini muncul berbagai penyakit infeksi baru (new

emerging, emerging diseases dan re-emerging diseases)

Penerapan Pencegahan dan pengendalian infeksi adalah Suatu

Program Pengendalian infeksi yang efektif melibatkan semua departemen

penyedia pelayanan untuk memaksimalkan hasil akhir/kepuasan pasien,

dengan tujuan mengurangi infeksi pada pelayanan kesehatan.

1. Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Di Rumah Sakit

Dalam mengendalikan infeksi nosokomial di rumah sakit, ada tiga hal

yang perlu ada dalam program pengendalian infeksi nosokomial di

rumah sakit, antara lain (Darmadi 2015):

1) Adanya Sistem Surveilan

Surveilan suatu penyakit adalah tindakan pengamatan

yang sistematik dan dilakukan terus menerus terhadap penyakit

tersebut yang terjadi pada suatu populasi tertentu dengan tujuan

untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian. Jadi tujuan

dari surveilan adalah untuk menurunkan risiko terjadinya infeksi

nosokomial. Perlu ditegaskan di sini bahwa keberhasilan

pengendalian infeksi nosokomial bukanlah ditentukan oleh

canggihnya per-alatan yang ada, tetapi ditentukan oleh

kesempurnaan perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan

penderita secara benar (the proper nursing care). Dalam

pelaksanaan surveilan ini, perawat sebagai petugas lapangan di

45
garis paling depan, mempunyai peran yang sangat menentukan,

(Darmadi 2015)

2) Adanya Peraturan Yang Jelas Dan Tegas Serta Dapat

Dilaksanakan, Dengan Tujuan Untuk Mengurangi Risiko

Terjadinya Infeksi

Adanya peraturan yang jelas dan tegas serta dapat

dilaksanakan, merupakan hal yang sangat penting. Peraturan-

peraturan ini merupakan standar yang harus dijalankan setelah

dimengerti semua petugas; standar ini meliputi standar diagnosis

(definisi kasus) ataupun standar pelaksanaan tugas. Dalam

pelaksanaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini, peran

perawat besar sekali.

3) Adanya Program Pendidikan Yang Terus Menerus Bagi Semua

Petugas Rumah Sakit Dengan Tujuan Mengembalikan Sikap

Mental Yang Benar Dalam Merawat Penderita

Keberhasilan program ini ditentukan oleh perilaku petugas

dalam melaksanakan perawatan yang sempurna kepada penderita.

Perubahan perilaku ini memerlukan proses belajar dan mengajar

yang terus menerus. Program pendidikan hendaknya tidak hanya

ditekankan pada aspek perawatan yang baik saja, tetapi juga aspek

epidemiologi dari infeksi nosokomial. Program pengendalian

infeksi nosokomial dengan melibatkan perawat sangat diperlukan.

Pengendalian infeksi nosokomial bukanlah ditentukan oleh

46
peralatan yang canggih (dengan harga yang mahal) ataupun dengan

pemakaian antibiotika yang berlebihan (mahal dan bahaya

resistensi), melainkan ditentukan oleh kesempurnaan setiap

petugas dalam melaksanakan perawatan yang benar.

2. Prinsip Dasar Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi serta

Penerapannya.

Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi dirancang untuk

memutus siklus penularan penyakit dan melindungi pasien, petugas

kesehatan, pengunjung dan masyarakat. Upaya tersebut dapat

dilakukan melalui tindakan-tindakan pencegahan dan pengendalian

infeksi meliputi penerapan kewaspadaan standar, kewaspadaan

berdasarkan penularan/transmisi dan gabungan tindakan pencegahan

1) Kewaspadaan standar

Oleh karena sebagian besar orang yang terinfeksi virus melalui

darah seperti HIV dan hepatitis B tidak menunjukkan gejalah

setelah tertular, maka kewaspadaan standar dirancang untuk

perawatan bagi semua orang, pasien, petugas atau pengunjung

tanpa menghiraukan apakah merekah terinfeksi atau tidak,

termasuk bagi orang-orang yang baru terinfeksi dengan penyakit

menular melalui cara lain dan belum menunjukkan gejala.

Kewaspadaan standar diterapkan untuk sekreta pernapasan, darah

dan semua cairan tubuh lainnya serta semua ekskreta (kecuali

keringat), kulit yang tidak utuh dan membrane mukosa. Penerapan

47
kewaspadaan standar ditujukan untuk mengurangi risiko

penyebaran mikroorganisme dari sumber infeksi yang diketahui

ataupun tidak diketahui dalam system pelayanan kesehatan seperti

pasien, bendah yang tercemar, jarum atau spuit yang telah

digunakan.

Table 2.2
Komponen utama kewaspadaan standar
dan penerapannya. (pedoman PPI Depkes 2008)
No Komponen Utama Penerapan

- Stelah menyentuh darah, cairan tubuh,

sekreta, dan barang-barang-barang yang

tercemar

Mencuci tangan (dengan - Segerah setelah membuka sarung tangan


1
antiseptic/handrub - Di antara kontak pasien

- Sebelum dan sesudah melakukan

tindakan invasive

- Setelah menggunakan toilet

- Bila kontak dengan darah, cairan tubuh,

sekreta, eksreta, danp barang yang

tercemar

2 Sarung tangan - Bila kontak dengan membrane mukosa,

selaput lender, dan kulit yang tidak utuh

- Sebelum melakukan tindakan invasive

- Melindungi membrane mukosa mata,


Masker, kaca mata,
3 hidung dan mulut terhadap
pelindung wajah
kemungkinan, percikan, ketika akan

48
kontak dengan darah dan cairan ubuh

- Melindungi kulit darimkemungkinan

terkena percikan ketika kontak dengan

darah atu cairan tubuh


4 Gaun
- Mencegah kontaminasi pakaian selama

melakukan tindakan yang melibatkan

kontak dengan darah atau cairan tubuh

- Tangani linen kotor dengan menjaga

jangan tekena kulit atau membrane

mukosa

- Jangan merendam /membilas linen di

5 Linen wilaya ruang perawatan

- Jangan meletakkan linen kotor di lantai

dan mengibaskan linen kotor

- Segerah ganti linen yang

tercemar/terkena darah atau cairan tubuh

- Tangani peralatan yang tercemar dengan

benar untuk me pakai sebelum digunakan

kembali

Peralatan perawatan - cegah kontak langsung dengan kulit atau


6
pasien membrane mukosa/selaput lender.

- Cegah terjadinya kontaminasi pada

pakaian atau lingkungan

- Cuci dan esinfeksi peralatan bekas

Kebersihan lingkungan - Bersihkan, rawat dan desinfeksi


7
peralatan dan perlengkapan dalam ruang

49
perawatan pasien secara rutin setiap hari

- Hindari menutup kembali jarum yang

sudah digunakan, bila terpaksa lakukan

dengan tehnik satu tangan

- Hindari melepas jarum yang telah

digunakan dari spuit sekali pakai


8 Benda tajam
- Hindari membengkokkan,

menghancurkan atau memanipulasi

jarum dengan tangan

- Masukkan instrument tajam kedalam

wadah yang tahan tusukan dan tahan air.

- Gunakan penghubung

mulut(mouthpiece/goedel), ambubag
9 Resusitasi pasien
atau alat ventilasi lain untuk resusitasi

mulut ke mulut secara lansung

10 Penempatan pasien Isolasi pasien yang tidak dapat menjaga


kebersihan diri serta lingkungan.

2) Kewaspadaan Berdasarkan Penularan/Transmisi

Kewaspadaan berdasarkan penularan/ tranmisi

diperuntukkan bagi pasien yang menunjukkan gejala atau dicurigai

terinfeksi atau mengalami kolonisasi dengan kuman yang sangat

mudah menular atau sangat pathogen dimana perlu upaya

pencegahan tambahan selain kewaspadaan standar untuk memutus

rantai penyebaran infeksi. kewaspadaan yang masuk dalam

kategori kewaspadaan berdasarkan penularan/transmisi dibagi

50
menjadi tiga jenis yaitu kewaspadaan penularan melalui kontak,

kewaspadaan penularan melalui percikan (droplet) dan

kewaspadaan penularan melalui udara (airborne)

Kewaspadaan penularan melalui kontak dirancang untuk

mengurangi resiko transmisi organism pathogen melalui kontak

langsung atau tidak langsung. Transmisi kontak langsung dapat

terjadi pada kontak kulit dengan kulit dan berpindahnya organisme

selama kegiatan perawatan pasien. Transmisi kontak langsung juga

dapat terjadi antar pasien. Transmisi kontak tidak langsung dapat

terjadi bila ada kontak seorang yang rentan dengan objek tercemar

yang berada di lingkungan pasien, seperti pasien dengan infeksi

kulit atau mata yang dapat menular misalnya herpes zoster,

impetigo, konjungtivitis atau infeksi luka lainnya yang

memerlukan penerapan tindakan pencegahan kontak.

Kewaspadaan penularan melalui droplet dirancang untuk

mengurangi risiko penularan melalui percikan bahan infeksius.

Transmisi droplet dapat terjadi melalui kontak dengan konjungtiva,

membrane mukosa hidung atau mulut individu yang rentan oleh

percikan partikel besar (> 5 um,micron) yang mengandung

mikroorganisme. Berbicara, batuk, bersin dan tindakan seperti

pengisapan lendir dan bronkoskopi dapat menyebarkan

mikroorganisme. Sedangkan Kewaspadaan melalui udara

(airborne) dirancang untuk mengurangi risiko penularan melalui

51
penyebaran partikel kecil (< 5 um) ke udara, baik secara langsung

atau melalui partikel debuh yang mengandung mikroorganisme

infeksius. Partikel ini dapat tersebar dengan cara batuk, bersin,

berbicara dan tindakan seperti bronkoskopi atau pengisapan lendir.

Partikel infeksius dapat menetap di udara selama beberapa jam dan

dapat disebarkan secara luas dalam suatu ruangan atau dalam jarak

yang lebih jauh. Oleh karena itu penegelolaan udara secara khususs

dan ventilasi diperlukan untuk mencegah transmisi melalui udara.

3. Gabungan Tindakan Pencegahan

Menggabungkan ketiga kewaspadaan berdasarkan transmisi disamping

kewaspadaan standar akan menghasilkan tingkat kewaspadaan yang

mewadahi untuk semua penyakit menular (Emerging Infection

Diseases). Tindakan pencegahan ini perlu diterapkan pada pasien

infeksius

52
No Komponen Kontak Droplet Udara/Airborne

Tempatkan di ruang rawat terpisah, Tempatkan pasien di ruang Tempat pasien diruang terpisah

bila tidak mungkin kohorting, bila terpisah, bila tidak mungkin yang mempunyai

kedunya tidak mungkin maka kohorting. Bila tidak mungkin, 1. Tekanan negative

pertimbangkan epidemiologi buat pemisah dengan jarak > 1 2. Pertukaran udara 6-12x/jam

mikrobanya dan populasi pasien. meter antar TT dan jarak 3. Pengeluaran udara terpiltrasi

Bicarakan dengan petugas PPI. dengan pengunjung. Perhatikan sebelum udara mengalir

Tempatkan dengan jarak > 1 meter 3 pintu terbuka tidak perlu keruang atau tempat lain di RS.

Penempatan kaki antar TT, jaga agar tidak ada penanganan khusus terhadap Usahakan pintu ruang pasien
1
pasien kontaminasi silang ke lingkungan dan udara dan ventilasi (kategori tertutup. Bila ruang terpisah

pasien lain. IB) tidak memungkinkan,

tempatkan pasien dengan pasien

lain yang mengidap mokroba

yang sama, jangan dicampur

dengan infeksi lain (kohorting)

dengan jarak >1 meter

Konsultasikan dengn petugas

53
PPI RS sebelum menempatkan

pasien bila tidak ada ruang

isolasi dan kohorting tidak

emungkinkan (kategori IB)

Batasi gerak, transport pasien hanya Batasi gerak, dan transport Batasi gerak, dan transport pasien

kalau perlu saja. Bila diperlukan pasien untuk batasi droplet dari pasien hanya kalau dipelukan saja. Bila

Transport keluar ruangan perlu kewaspadaan dengan mengenakan masker perlu untuk pemeriksaan pasien
2
Pasien agar risiko minimal transmisi kepasien pada pasien, dan menerapkan dapat diberi masker bedah untuk

lain atau lingkungan hygiene respirasi dan etika cegah menyebarnya droplet nuclei

batuk (kategori IB)

Sarung tangan dan cuci tangan Masker Perlindungan saluran napas

Memakai sarung tangan bersi non Pakailah bila bekerja dalam Kenakan masker

steril, lateks saat masuk ke ruang radius 1 m terhadap pasien respirator(N95/kategori N pada

3 APD pasien, ganti sarung tangan setelah (Kategori IB), saat kontak erat. efisiensi 95%) saat masuk ruang

kontak dengan bahan infeksius(feses, Masker seyogyanya melindungi pasien atau suspek TB paru.

cairan drain), hidung dan mulut, dipakai saat Orang yang rentan sebaiknya tidak

Lepaskan sarung tangan sebelum memasuki ruang rawat pasien boleh masuk ruang pasien yang

54
keluar dari kamar pasien dan cuci dengan infeksi saluran napas diketahui atu suspek campak, cacar

tangan dengan antiseptic (kategori IB) air kecuali petugas yang telah

imun.bila terpaksa harus masuk

Gaun maka harus mengenakan masker

Pakai gaun bersih, tidak steril saat respirator untuk pencegahan. Orang

masuk ruang pasien untuk melindungi yang yang telah perna sakit campak

baju dari kontak dengan pasien, atau cacar air tidak perlu memakai

permukaan lingkungan, barang diruang masker (kategori IB)

pasien, cairan diare pasien, ileostomy, Masker bedah/prosedur, sarung

colostomy, luka terbuka. Lepaskan tangan, gaun, google bila

gaun sebelum keluar ruangan.jaga gar melakukan tindakan dengan

tidak ada kontaminasi silang ke kemungkinan timbul aeosol

lingkungan dan pasien lain.

Apron

Bila gaun permeable, untuk

mengurangi penetrasi cairan, tidak

dipakai sendiri

55
Bila memungkinkan peralatan non Tidak perlu penanganan udara Transmisi pada TB

kritikal dipakai untuk 1 pasien atau secara khusus karena mikroba Sesuai pedoman TB CDC

pasien dengan infeksi mikroba yang tidak bergerak jarak jauh. MTB (obligat airborne)

sama. Bersihkan dan desinfeksi B. pertusis, SARS, RSV Campak, cacar air (kombinasi

sebelum dipakai untuk pasien lain influenza, adenovirus, transmisi) NOrovirus (partikel
Peralatan
(kategori IB) Rhinovirus, streptococ grup A, feses, vomitus), rotavirus melalui
untuk
4 MDRO,MRSA, VRSA, VISA, VRE, Mycoplasma pnemoniae partikel kecil aerosol.
perawatan
MDRSV (strep pneumonia)
pasien
Virus herves simplex, SARS,

RSV(indirek melalui mainan)

MDRO, VRE, C.difficile, P.

aeroginosa, influenza, Norovirus, (juga

Makanan dan roti)

56
3 KERANGKA TEORI

FAKTOR DETERMINEN T.JAWAB PERAWAT TERHADAP


PENERAPAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI RUMAH SAKIT

Model teori prilaku Green (1996) dalam Teori kepatuhan Smet (1994), (andreas 2016)
Noto atmojo (2012)

Predisposing Internal
- motivasi
- Pengetahuan - Pengetahuan
- Sikap
- Nilai
- Kepercayaan Pedoman PPI Depkes 2008 Eksternal
- Persepsi - Lama Kerja /
hari
- Shif kerja
Enabling - Rekan kerja
- Ketersediaan - Pengawasan
Sarana - fasilitas
Dan fasilitas Model teori kinerja (gibson 1997, ilyas 2009
- Keterampilan Penerapan Pencegahan dan
- Akses Pengendalian Infeksi Organisasi
- kepemimpinan
- Lingkungan Fisik - Supervisi
- Reward

Reintorcing individu
- Keterampilan
- Motivasi - Pengetahuan
- Pelatihan - Pengalaman
- Reward
- Pengawasan
- Rekan kerja Psikologis
- Kebijakan Tanggung Jawab Perawat. - Persepsi
- Sikap
Darmadi (2008) 57 - kepribadian
BAB III

KERANGKA KONSEP, VARIABEL, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

PENELITIAN.

A. Kerangka Konsep.

Penentuan Variable indevenden dalam kerangka konsep ini di rumuskan dari

tiga teori yang ada. Yaitu Teori Prilaku Green (1996) dalam Noto atmojo (2012), teori

kepatuhan Smet (1994), dalam andreas (2016) dan model teori kinerja (Gibson 1997)

dalam Ilyas (2009). Variabel kebijakan dan variable pelatihan, diambil dari teori

prilaku, variable pengawasan dan ketersediaan sarana dan pasilitas diambil dari Teori

Perilaku dan teori kepatuhan, sedangkan variable pengetahuan, diambil dari dari Teori

Prilaku Green, teori kepatuhan dan model teori kinerja, dan untuk variable

keterampilan, diambil dari Teori Prilaku dan teori kinerja.

58
Faktor Determinan
1. Kebijakan
2. Pengawasan
3. Pengatahuan Penerapan
4. Pelatihan Pencegahan dan
5. Keterampilan Pengendalian Infeksi
Nosokomial
6. Ketersediaan Sarana dan
Fasilitas

Tanggung Jawab Perawat 1. Kebersihan tangan


2. Penggunaan alat pelindung diri
3. Pemroresan peralatan pasien dan
penatalaksanaan linen
4. Pengelolaan Limbah dan alat
tajam

Keterangan :

: Variabel Independen
: Variabel Dependen
: Hubungan Variabel Independen

B. Variabel Penelitian.

1. Variabel terikat.

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi suatu gejala. (Sugiono,

2014) pada penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah penerapan

pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di Rumah sakit.

59
2. Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi terhadap suatu gejala

(Sugiono, 2014). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah factor determinan

tanggung jawab perawat terhadap Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi

nosokomial di Rumah Sakit

C. Definisi Operasional.

Variable Independen

1. Kebijakan adalah aturan tertulis yang menjadi pedoman dan dasar dalam

pelaksanaan pekerjaan meliputi kebijakan manajemen dan teknis. Skala

pengukuran adalah skala nominal, alat ukur yang digunakan adalah kuesiner.

Kriteria Objektif:

Baik : jika responden menjawab >27

Kurang : jika responden menjawab ≤27

2. Pengawasan adalah aktifitas manajer keperawatan dalam mengarahkan,

membimbing, mengobservasi dan mengevaluasi perawat dalam melakukan

pencegahan infeksi nosokomial. Skala pengukuran adalah skala ordinall, alat ukur

yang digunakan adalah kuesioner.

Kriteria objektif:

Baik : jika responden mendapat skor >40

Kurang : jika responden mendapat skor ≤40

3. Pengetahuan adalah semua yang diketahui oleh perawat tentang penerapan prinsip

dasar pencegahan dan pengendalian infeksi, seperti prinsip cuci tangan, pemakaian

60
APD, dekontaminasi alat, dan pengelolaan limbah. Skala pengukuran adalah skala

ordinal, alat ukur yang digunakan adalah kuesioner.

Kriteria objektif:

Baik : jika responden mendapat skor > 21

Kurang : jika responden mendapat skor ≤ 21

4. Pelatihan adalah kegiatan yang pernah diikuti oleh perawat untuk mendapatkan

keterampilan atau skill tentang penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi di

rumah sakit. Skala pengukuran adalah skala nominal, alat ukur yang digunakan

adalah ceklist

Kriteria objektif:

Baik : jika responden menjawab ≥ 2

Kurang : jika reponden menjawan < 2

5. Keterampilan adalah Kemampuan perawat dalam melakukan pemasangan infus

sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ditetapkan rumah sakit

dan mencuci tangan sesuai dengan ketentuan Depkes, 2008 skala pengukuran

ordinal, alat ukur yang digunakan observasi/ceklist

Kriteria objektif:

Baik : Jika responden mendapat skor >15

Kurang : Jika reponden mendapat skor ≤15

6. Ketersediaan sarana dan fasilitas adalah ketersediaan sarana untuk cuci tangan,

dekontaminasi, APD, antiseptic, pengelolaan benda tajam dan sampah yang

digunakan perawat dalam melakukan pencegahan dan pengendalian infksi

61
nosokomial di rumah sakit. Skala pengukuran adalah skala ordinal alat ukur yang

digunakan adalah kuesioner dan ceklist.

Kriteria objektif:

Baik : jika responden mendapat skor >32

Kurang : jika responden mendapat skor ≤32

7. Faktor Determinan penerapan pencegahan infeksi

Faktor determinan merupakan gabungan dari beberapa faktor yang terdiri dari :

kebijakan, pengawasan, pengetahuan, keterampilan, pelatihan, dan ketersediaan

sarana dalam penerapan pencegahan infeksi.

Kriteria objektif :

Baik : jika responden mendapat skor >75%

Kurang : jika responden mendapat skor ≤75%

8. Tanggung jawab perawat Adalah keharusan untuk melakukan semua

kewajiban/tugas-tugas yang dibebankan kepadanya sebagai akibat dari wewenang

yang diterima atau dimilikinya. Skala pengukuran ordinal. Alat ukur yang dipakai

yaitu observasi.

Kriteria objektif :

Baik : jika responden menjawab >21

Kurang : jika responden menjaab ≤21

Variable Dependen

9. Penerapan pencegahan dan Pengendalian Infeksi Adalah jika perawat patuh

melaksanakan prinsip kewaspadaan (kewaspadaan standar dan kewaspadaan

transmisi) dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial berdasarkan

62
empat item pengendalian yaitu kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri

(APD), Pemrosesan peralatan pasien dan penalaksanaan linen, pengolahan limbah

dan alat tajam. Skala pengukuran ordinal. Alat ukur yang dipakai yaitu observasi.

Baik : jika responden mendapat skor >28

Kurang : jika responden mendapat skor ≤28

D. Hipotesis Penelitian.

a. Ada hubungan kebijakan dengan penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi

nosokomial oleh perawat pelaksana

b. Ada hubungan pengawasan (supervise) dengan penerapan pencegahan dan

pengendalian infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana

c. Ada hubungan antara pengetahuan dengan penerapan pencegahan dan pengendalian

infeksi nosokomial

d. Ada hubungan pelatihan dengan penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi

nosokomial oleh perawat pelaksana

e. Ada hubungan keterampilan dengan penerapan pencegahan dan pengendalian

infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana

f. Ada hubungan ketersediaan sarana dan fasilitas dengan penerapan pencegahan dan

pengendalian infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana.

g. Ada hubungan faktor determinan dengan penerapan pencegahan dan pengendalian

infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana.

h. Ada hubungan tanggung jawab perawat dengan penerapan pencegahan dan

pengendalian infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana.

63
64
78

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional

non eksperimental dengan pendekatan potong lintang (cross sectional).

Menurut Notoatmodjo (2011), penelitian cross sectional adalah suatu

penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko

atau variabel independen dengan efek atau variabel dependen yang

diobservasi atau pengumpulan datanya sekaligus pada saat yag sama.

Pengukuran penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial oleh

perawat (variabel dependen) dilakukan bersamaan dengan pengukuran

variabel independen untuk melihat factor determinan yang berhubungan

dengan tanggung jawab perawat dalam pelaksanaan pencegahan infeksi

nosokomial oleh perawat pelaksana.

4.2 Lokasi dan Waktu penelitian

1. Lokasi

Penelitian akan dilaksanakan di rumah sakit Hj Zubaidah Bantilan

Tolitoli pada ruang perawatan Inap

2. Waktu

Penelitian ini rencana dimulai pada Bulan Juni 2021 smapai Juli 2021

78
79

5 Populasi, Sampel, dan Tehnik Sampling

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti

(Notoatmodjo, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah perawat

pelaksana di ruang perawatan RSU Zubaidah Bantilan Tolitoli yang

berjumlah 95 orang.

No Ruangan Jumlah populasi tiap


ruangan
1 Interna 20
2 Bedah 16
3 Anak 17
4 Perawatan Covid-19 26
5 Perawatan Isolasi 16
TOTAL 95

2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalah perawat yang

bekerja di ruang rawat inap RSU Zubaidah Bantilan Tolitoli Rumah Sakit

denngan latar belakang pendidikan DIII dan S1 keperawatan dengan

jumlah sampel berpdoman pada pedoman pengambilan sampel menurut

Hastono (2007).

3. Teknik pengambilan sampel.

Tehnik Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan cara

purposive sampling teknik. Suatu teknik penetapan sampel dengan cara

memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki

peneliti (sesuai dengan tujuan atau masalah dalam penelitian). Pada


80

penelitian ini peneliti akan mengumpulkan data dengan menggunakan

kuesioner, lembar observasi atau checklist tentang beberapa factor

determinan yang berpengaruh terhadap tanggung jawab perawat dalam

menerapkan pencgahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit.

Kriteria Inklusi:

a. Perawat pelaksana yang bekerja di ruang perawatan RSU Zubaidah

Bantilan Tolitoli

b. Pendidikan minimal D3 Keperawatan

c. Masa kerja ≥ 1 tahun

d. Bersedia menjadi responden penelitian kontrak

Kriteria Ekslusi:

1. Perawat yang tidak hadir saat pengambilan data karena cuti atau sakit

2. Perawat yang tidak bersedia menjadi responden

6 Besar Sampel

Rumus sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perhitungan

sampel menurut Rumus Slovin (Sugiyono, 2011) yaitu sebagai berikut:

n= N
1+ N(d2)

Keterangan

n = Besar sampel

N = Besar populasi
81

d = Tingkat kesalahan dalam penelitian digunaka,5%=0,005

Berdasarkan rumus tersebut,maka didapatkan jumlah sampel sebagai

berikud

95
n=
1 + 95(0,05)2

95
n=
1+ 95 (0,0025

n= 95

1,23

n = 77,23

Maka jumlah sampel pada penelitian ini adalah 77 orang responden

7 Instrumen Penelitian.

Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari 2 jenis yaitu menggunakan

kuesioner dan lembar observasi. Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan

data tentang kebijakan, pengetahuan, pelatihan pencegahan dan pengendalian

infeksi (PPI) yang pernah diikuti oleh perawat pelaksana, dan pengawasan

(supervise) oleh kepala ruangan dan tim PPI. Sedangkan lembar observasi

digunakan untuk melihat ketersediaan alat dan bahan serta fasilitas sanitasi

yang menunjang pelaksanaan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat

pelaksana, serta keterampilan perawat dalam pelaksanaan mencuci tangan dan

pemasangan infus yang sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).

Observasi juga dilakukan untuk menilai pelaksanaan pencegahan infeksi

nosokomial oleh perawat pelaksana yang meliputi kebersihan tangan,


82

penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), pemrosesan peralatan pasien dan

penatalaksanaan linen, serta penanganan limbah.

Kuesioner untuk pengukuran pengetahuan terdiri atas 14

pertanyaan. Setiap jawaban yang benar diberi nilai 1 dan jika salah diberi nilai

0. Responden yang ≥ 80% jawaban benar digolongkan ke dalam pengetahuan

baik jika 60-79% jawaban benar, dan kurang jika jawaban benar ≤ 59%.

Kuesioner untuk pengukuran supervisi oleh kepala ruangan dan tim

PPI sebanyak 16 soal menggunakan skala likert dengan kriteria : 4 = selalu, 3

= sering, 2 = kadang-kadang, 1 = tidak pernah.

Lembar observasi untuk menilai ketersediaan sarana danfasilitas

penunjang pelaksanaan pencegahan infeksi nosokomial merujuk pada

pedoman manajerial pencegahan dan pengendalian infeksi dan pedoman

pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan

kesehatan lainnya yang dikeluarkan oleh Depkes tahun 2008. Ketersediaan

sarana dan prasarana penunjang digolongkan baik jika ≥ 80% fasilitas tersedia

dan digolongkan kurang jika < 80% fasilitas yang tersedia.

Lembar observasi untuk menilai keterampilan responden

memasang infuse berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP)

pemasangan infuse di tiap ruangan, sedangkan untuk menilai keterampilan

mencuci tangan, lembar observasi yang digunakan berdasarkan standar yang

ditetapkan oleh Depkes tahun 2008


83

8 Alur penelitian

Populasi :
Semua
Semuaperawat
perawatyang
yangada
ada didiRSUD
RSUPHZB
dr.
Wahidin SudiroHusodo
Toli-Toli Makassar

Sampel :
Perawat yang bertugas di ruang
rawat inap
Teknik Sampling :
purposive sampling

Informed Consent :
(Meminta Persetujuan Responden)

Pengumpulan Data :
Kuisioner, observasi

Koesioner:
Factor determinan
Observasi:
terhadap
Factor determinan
penerapan
Keterampilan
pencegahan
tanggung jawab
danperawat
terhadap penerapan
pengendalian infeksi Ketersediaan sarana dan fasilitas.
. pencegahan dan

Analisa Data:
Univariat
Bivariat

Hasil dan Pembahasan Penelitian


dan Kesimpulan.
84

9 Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan Data.

Pengolahan data dengan menggunakan bantuan perangkat lunak komputer.

Kegiatan ini dilakukan melalui beberapa tahapan (Notoatmodjo, 2017):

a. Editing.

Meneliti kembali kelengkapan pengisian, keterbacaan tulisan, kejelasan

makna jawaban, relevansi jawaban dan keragaman data

b. Koding.

Mengklasifikasikan jawaban responden dengan cara menandai masing-

masing jawaban dengan tanda kode tertentu

c. Tabulating.

Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian

dimasukkan dalam table yang sudah disiapkan.

d. Entri

Penilaian data dengan memberikan skor untuk pertanyaan-pertanyaan.

2. Analisis Data

Analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah di

lakukan dengan mengunakan program komputer, data dianalisa

berdasarkan skala ukur dan tujuan penelitian.

2.1. Analisis data univariat

Analisis univariat bertujuan untuk mendapatkan gambaran

deskriptif tiap variabel.


85

2.2. Analisis data bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan

antara variabel dependen dan independen (Hastono, 2014).

2.3. Analisi Multivariat

Bertujuan untuk melihat hubungan beberapa variabel independen

dengan variabel dependen, variabel independen manakah yang

paling dominan berhubungan dengan variabel dependen. Analisis

yang digunakan adalah analisis regresi logistic ganda.

H. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip etik

meliputi:

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (resfect for human dignity).

Subjek memiliki hak asasi dan kebebasan untuk menentukan

pilihan ikut atau menolak penelitian (autonomy). Tidak boleh ada paksaan

agar subjek bersedia ikut dalam penelitian. Subjek dalam penelitian ini

juga berhak mendapatkan informasi yang terbuka dan lengkap tentang

pelaksanaan penelitian meliputi tujuan, manfaat, prosedur, resiko

penelitian , keuntungan yang mugkin didapat dan kerahasiaan informasi.

Hal ini tertuang dalam informed Consent yaitu persetujuan untuk

berpartisipasi sebagai subjek penelitian setelah mendapatkan penjelasan

yang lengkap dan terbuka dari peneliti tentang keseluruhan pelaksanaan

penelitian.
86

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (resfect for privacy and

confidentiality).

Peneliti perlu merahasiakan berbagain informasi yang menyangkut

privasi subjek yang tidak ingin identitas dan segala informasi tentang

dirinya diketahui oleh orang lain. Prinsip ini dapat diterapkan dengan cara

meniadakan identitas seperti nama dan alamat subjek kemudian diganti

dengan kode tertentu.

3. Menghormati keadilan dan inklusivitas (resfect for justice inclusiveness).

Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa

penelitian dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan

secara profesional. Sedangkan prinsip keadilan mengandung makna bahwa

penelitian memberikan keuntungan dan beban secara merata sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuan subjek.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harm and benefits).

Prinsip ini mengandung makna bahwa setiap penelitian harus

mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi subjek penelitian

dan populasi dimana hasil penelitian akan diterapkan(beneficience).

Kemudian meminimalisir risiko/dampak yang merugikan bagi penelitian

(nonmaleficience).

5. Potential Harm

Selama penelitian berlangsung peneliti berusaha sedapat mungkin

untuk membuat kondisi normal terutama saat melakukan penilaian perawat


87

pelaksana dalam melakukan pencegahan infeksi nosokomial yang

dilakukan melalui pengamatan. Kondisi ini tetap dipertahankan agar

responden tetap merasa aman dan nyaman, tidak merasa diawasi atau

diinterogasi sehingga responden dapat beraktivitas seperti biasa.


88

LEMBAR PENJELASAN KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR DETERMINAN DAN TANGGUNG JAWAB PERAWAT


TERHADAP PENERAPAN PENCEGAHAN DAN PEMGENDALIAN
INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT HJ ZUBAIDAH BANTILAN
TOLOTOLI

Selamat pagi, nama saya abdul malik, NIM.201906023 adalah Mahasiswa


Program Studi Magister Ilmu Keperawatan STIKes PPNI MOJOKERTO,
sedang melakukan penelitian untuk tesis dengan judul: ANALISIS
FAKTOR DETERMINAN TERHADAP PENERAPAN PENCEGAHAN
DAN PEMGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DENGAN TANGGUNG
JAWAB PERAWAT DI RUMAH SAKIT HJ ZUBAIDAH BANTILAN
TOLITOLI
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan tanggung jawab perawat terhadap penerapan
pencegahan infeksi nosokomial. . Jika bpk/ibu/sdr bersedia menjadi
subyek penelitian ini maka saya akan memberikan informasi tentang
pengisian kuesioner dan kemudian saya akan memberikan kuisioner
untuk diisi selama lebih kurang 20 menit, tetapi jika merasa tidak
berkenaan dengan alasan tertentu, bpk/ibu/sdr berhak untuk
mengundurkan diri dari penelitian ini. Keikutsertaan bpk/ibu/sdr dalam
penelitian ini bersifat suka rela tanpa paksaan.

Penelitian ini tidak menimbulkan efek samping atau akibat yang


merugikan bagi bpk/ibu/sdr sebagai responden, namun akan menyita
waktu beberapa menit untuk bekerja, kami akan memberikan kompensasi
berupa sovenir. Identitas bpk/ibu/sdr maupun data atau semua informasi
yang diberikan akan dijamin kerahasiaanya dengan menyamarkan
identitas dan dibuat dalam logbook, data disajikan hanya untuk
kepentingan penelitian serta pengembangan ilmu. Bila ada hal-hal yang
tidak jelas,bpk/ibu/sdr dapat menghubungi saya (abdul malik / HP.
085241049992).

Tolitoli, Juni 2021

Peneliti,

Abdul Malik
89

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertandatangan dibawah ini :


Nama : ……………………………………………..
Umur : ……………………………………………..
Alamat : ……………………………………………...

Setelah mendapat penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian ini,


maka saya menyatakan bersedia untuk berpartisipasi sebagai responden dalam
penelitian untuk tesis yang dilakukan oleh Saudara abdul malik, Mahasiswa
Program Studi Magister Ilmu Keperawatan STIKes BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO dengan Judul “Analisis Faktor Determinan Pencegahan Dan
Pengendalian Infeksi Nosokomial Dengan Tanggung Jawab Perawat Di
Rumah Sakit Umum Hj Zubaidah Bantilan Tolitoli“.
Saya mengerti bahwa penelitian ini ada beberapa informasi yang akan
saya lakukan dan terdapat pertanyaan yang harus saya jawab dan sebagai
responden saya akan menjawab pertanyaan yang diajukan dengan jujur. Saya
bersedia menjadi responden bukan karena adanya paksaan dari pihak lain tetapi
karena keinginan sendiri. Saya percaya bahwa keamanan dan kerahasiaan data
penelitian akan terjamin dan saya dengan ini menyetujui semua hasil penelitian
yang diperoleh dari saya sebagai responden dapat dipublikasikan dalam bentuk
lisan maupun tulisan, terutama pada saat seminar atau ujian.
Bila terjadi perbedaan pendapat di kemudian hari kami akan
menyelesaikannya secara kekeluargaan.
Nama Tanda Tangan Tgl/Bln/Thn

No. Responden : ………………………… …………………….. ………………

Saksi 1 : ………………………… …………………….. ………………

Saksi 2 : ………………………… …………………….. ………………

Penanggung Jawab Penelitian :

Nama :
Alamat :

Email :
Tlp : HP. 085241049992
90

KUESIONER PENELITIAN

Petunjuk Umum Pengisian:


1. Berilah tanda cek (√) pada salah satu kotak yang tersedia sesuai dengan
kenyataan yang anda alami saat ini !
2. Berikan uraian singkat dan jelas untuk pertanyaan yang membutuhkan
penjelasan dari anda !
3. Mohon untuk tidak mengosongkan jawaban pada setiap pertanyaan !

Kuesioner A. Karakteristik Responden


1. Nama (inisial) : ………………………………
2. Umur : ........ tahun
*)
3. Jenis kelamin : laki-laki / perempuan
4. Pendidikan terakhir (keperawatan)
*)
: D-III / D-IV / S1 / S1 – Ners / lain-lain………………….
5. Rumah sakit : …….
6. Ruangan :……….
7. Lama kerja : …… bulan, …… tahun
91

Kuesioner B. Faktor Determinan Tanggung Jawab Perawat terhadap Penerapan


Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial
Penjelasan : Berilah tanda cek (√) pada salah satu kotak yang
tersedia :
ya : jika pernyataan tersebut sesuai
Tidak ada : jika pernyataan tersebut tidak sesuai

B.1. Kebijakan

No Pernyataan Ya Tdk

Kebijakan Manajemen
1. Rumah sakit mempersiapkan kebijakan
2 Ada standar operasional prosedur kewaspadaan universal
precaution
3 Ada kebijakan tentang pengadaan bahan dan alat yang
melibatkan Tim PPI
4 Ada kebijakan tentang penggunaan antibiotik yang rasional)
5 Ada kebijakan tentang pelaksanaan survailans
6 Ada kebijakan pemeliharaan fisik dan sarana yang
melibatkan PPI
7. Ada kebijakan tentang kesehatan karyawan
8. Ada kebijakan tentang KLB
Kebijakan Teknis
9. Rumah sakit menyediakan SOP kebersihan tangan
10. Rumah sakit menyediakan SOP penggunaan alat pelindung
diri (APD)
11. Rumah sakit menyediakan SOP Penggunaan peralatan
perawatan pasien
12. Rumah sakit menyediakan SOP pengendalian lingkungan
13. Rumah sakit menyediakan SOP pemrosesan peralatan
pasien dan penatalaksanaan linen
14. Rumah sakit menyediakan SOP kesehatan karyawan /
perlindungan petugas kesehatan
15. Rumah sakit menyediakan SOP penempatan pasien
16. Rumah sakit menyediakan SOP hygiene respirasi/etika batuk
17. Rumah sakit menyediakan SOP praktek menyuntik yang
aman
18. Rumah sakit menyediakan SOP praktek untuk lumbal punksi
92

B.2 Pengawasan
1. Penjelasan : Berilah tanda (√) pada kolom yang sejawat pilih sesuai
dengan keadaan sebenarnya dengan alternatif jawaban sebagai
berikut : SL (Selalu), apabila pernyataan tersebut selalu dilakukan (tidak
pernah tidak dilakukan)
2. S (Sering), apabila pernyataan tersebut sering dilakukan (jarang tidak
dilakukan)
3. K (Kadang-kadang), apabila pernyataan tersebut kadang-kadang
dilakukan (lebih sering tidak dilakukan)
4. TP (Tidak Pernah), apabila pernyataan tersebut tidak pernah dilakukan
sama sekai
Jawaban
No Pernyataan
SL S K TP
1 Kepalah ruangan mengarahkan anda untuk
dapat bekerja lebih baik
2 Kepala ruangan melakukan supervisi pada
perawat pelaksana dalam tindakan
pencegahan infeksi nosokomial
3 supervise yang dilkukan kepala ruangan
terjadwal
4 Kepala ruangan mengajarkan cara mencuci
tangan
5 Kepala ruangan melakukan evaluasi
terhadap perawat pelaksana tentang cara
cuci tangan
6 Kepala ruangan membimbing perawat
pelaksana yang belum memahami proses
dekontaminasi alat kesehatan
7 Kepala ruangan mengobservasi perawat
pelaksana dalam melakukan dekontaminasi
alat kesehatan
8 Kepala ruangan membiarkan perawat
pelaksana melakukan tindakan yang tidak
sesuai dengan prosedur

9 Kepala ruangan tidak menyediakan


waktunya untuk melakukan bimbingan dalam
melakukan cuci tangan sesuai SOP

10 Kepala ruangan mengajarkan cara


melakukan dekontaminasi alat kesehatan
habis pakai

11 Kepala ruangan mengevaluasi perawat


pelaksana yang melakukan dekontaminasi
93

alat kesehatan habis pakai

12 Kepala ruangan membiarkan perawat


pelaksana membuang sampah medis
sembarangan tanpa dipisahkan dengan
sampah non medis

12 Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


(PPI) memberikan bimbingan tentang
pelaksanaan pencegahan infeksi
berdasarkan kewaspadaan isolasi
13 Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI) mensosialisasikan Standar Operasional
Prosedur (SOP) Kewaspadaan
Isolasi/Pengendalian Infeksi Nosokomial
14 Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI) mendiskusikan kendala yang dialami
perawat dalam melaksanaan pencegahan
dan pengendalian infeksi
15 Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI) mengevaluasi pelaksanaan
pencegahan dan
pengendalian infeksi yang dilakukan
perawat

16 Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


(PPI) mengunjungi ruangan untuk memonitor
kejadian infeksi nosokomial

B.3. Pengetahuan

Penjelasan : Berilah tanda cek (√) pada salah satu kotak jawaban yang anda anggap
benar !
Jawaban
No Pernyataan
B S
. Tindakan-tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi:
2. Kewaspadaan standar diterapkan pada semua klien dan
pasien/orang yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Petugas kesehatan harus mencuci tangan atau menggunakan
handrub alcohol setelah kontak dengan setiap pasien atau bahan
menular dan setelah melepaskan sarung tangan
4. Pemakaian sarung tangan bukan menggantikan kebutuhan
mencuci tangan
5. Tidak mengganti sarung tangan setelah kontak antar pasien
merupakan risiko penyebaran infeksi
6. Petugas kesehatan harus melepas sarung tangan sebelum
meninggalkan ruangan pasien dan segerah mencuci tangan atau
menggunakan handrub berbasis alkohol
Setiap orang yang berhubungan langsung atau berada dekat
dengan pasien atau memasuki ruangan pasien dengan penyakit
94

menular harus menggunakn APD


Semua orang yang memasuki ruangan pasien dengan penyakit
menular melalui udara, harus menggunakan masker N-95
masker N-95 dapat digunakan beberapa kali, jika digunakan
dengan orang yang sama
7. Pada saat pemasanagan infuse petugas kesehatan memakai
sarung tangan
8. Perwatan infuse sebaiknya dilakukan setiap hari
9 Gaun dan apron dipakai sebagai perlindungan diri dan mengurangi
kemungkinan penyebaran infeksi di rs
10 Gaun yang dipakai hendaknya terbuat dari bahan kedap aiar
11
12 Peralatan seperti tensimeter dan thermometer dilakukan dengan
cara desinfeksi sterilisasi
13 Pemrosesan peralatan pasien yang tergolong dalam peralatan kritis
yaitu dengan cara desinfeksi tingkat tinggi
14 Merendam/membilas linen kotor dapat dilakukan di ruang
perawatan

B.4. Pelatihan

Penjelasan : Berikan uraian singkat dan jelas untuk pertanyaan berikut ini !
1. Apakah anda pernah mengikuti pelatihan tentang Pedoman pencegahan dan
pengendalian infeksi nosokomial ?
Ya Tidak
2. Jika “Ya” :
a. Pelatihan dilaksanakan oleh :
Dinas Kesehatan
Rumah sakit
Lain-lain ……………

B.5. Keterampilan (Lembar Observasi)


Format Observasi Tindakan Mencuci Tangan
(Sesuai dengan Standar yang ditetapkan Depkes, 2008)

Dilakukan
No Tindakan Tida
Ya
k

1 Membasahi tangan dengan air


95

2 Menuangkan sabun 3-5 cc untuk menyabuni


seluruh permukaan tangan

3 Menggosok kedua telapak tangan hingga merata

4 Menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri


dengan tangan kanan dan sebaliknya

5 Menggosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari

6 Menggosok tangan jari-jari sisi dalam dari kedua


tangan saling mengunci

7 Menggosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman


tangan kanan dan sebaliknya

8 Menggosok dengan memutar ujung jari-jari di


telapak tangan kiri dan sebaliknya

9 Membilas kedua tangan dengan air mengalir

10 Mengeringkan tangan dengan handuk sekali pakai atau


tissue towel sampai benar-benar kering

11 Menggunakan handuk sekali pakai atau tissue towel


untuk menutup kran

Format Observasi Tindakan Memasang Infus


(Sesuai dengan SOP rumah sakit, 2013)

Dilakukan
No Tindakan Tid
Ya
ak

1 Persiapan alat, Mencuci tangan

a. Cairan ihnfuse sesuai permintaan

b. Infus Set dan kanul / (IV Chateter)

c. Kassa steril yang telah diberikan sedikit betadin


dan kapas alcohol dalam bak instrument kecil
tertutup ( alcohol Swab)
d. Torniquet, pengalas infus, bengkok

e. Sarung tongan Onsteril


96

f. Plester dan gunting plester (Transparan dressing),


apabila tdk tersedia menggunakan plester
g. Standar infus

h. Spalek dalam keadaan siap pakai bila perlu

i. Bak Instrumen (tempat peralatan infus) atau trolley


tindakan
2 Persiapan pasien

a. Memberikan salam kepada pasien dan


memperkenalkan diri
b. Identifikasi pasien dengan benar dan validasi
kondisi pasien
c. Kontrak waktu

d. Menjelaskan tujuan prosedur yang akan dilakukan

3 Car Kerja

a. Mencuci tangan

b. Mendekatkan alat kepasien

c. Mengatur posisi pasien dan lingkungan kalau perlu


memakai sampiran
d. Melakukan Priming (menyiapkan set infus)

1. Membuka Set Infus, pertahankan sterilitas


pada kedua ujungnya
2. Membuka tutup botol cairan infuse, membuka
tutup tube atau paku infuse set atau tusukkan
tube set (paku infus kedalam botol cairan
infuse)
3. Memasang klem rol pada selang infuse pada
posisi of (tertutup) yaitu sekitar sampai 2-4 cm
dibawah bilik (chamber)
4. Isi camber dengan cairan sebanyak ½ dari
bagian camber dengan cara menekan camber,
lalu buka klem rol pada posisi on dan
kosongkan udara dalam selang infuse dengan
cara mengalirkan cairan infus sampai keluar
dari ujung selang infuse kemudian klem
kembali
e. Menyiapkan fiksasi infus + dressing menggunting
plester sesuai kebutuhan
f. Menyiapkan daerah penusukan

1. Memilih tempat pensukan dimulai pada distal


dan pada tangan yang tidak dominan, pilih
97

vena yang besar tidak bercabang bukan


didaerah persendian. Bila banyak rambut pada
tempat penusukan gunting secara perlahan
2. Membebaskan daerah yang akan ditusuk dari
pakaian dan meletakkan posisi tangan pada
posisi dibawah jantung

g. Memasang alas infus dan lakukan pembendungan


dengan memasang tourniquet ± 5 s/d 10 cm dari
tempat pemasangan infuse
h. Melakukan penusukan jarum

1. Desinfeksi kulit pada tempat yang akan ditusuk


dengan kafas alcohol
2. Gunakan ibu jari untuk mengangkat kulit pada
daerah yang akan ditusuk
3. Pegang jarum dengan posisi jarum membentuk
sudut 30 – 45 derajat dan lubang jarum
mengarah ke atas
4. Tusukkan jarum IV Chateter, setelah masuk
(darah keluar), masukkan kateter sampai
kepangkal sambil mengeluarkan mandarin
dengan menariknya secara perlahan
5. Setelah mandarin keluar lakukan penekanan
dibawah daerah penusukan samba
menyambung ujung IV Chateter dengan ujung
selang infuse, kemudian Tarik jarum infuse
dan hubungkan dengan selang infus
6. Buka tetesan

7. Lakukan desinfeksi dengan betadin dan tutup


dengan kasa steril
8. Tulis tanggal dan jam pelaksanaan infuse pada
plester
9. Catat respon yang terjadi

10. Cuci tangan


98

B.6 Ketersediaan sarana dan fasilitas


Penjelasan : Berilah tanda cek (√) pada salah satu kotak yang tersedia sesuai dengan
kenyataan yang anda alami saat ini :
TP : jika pernyataan tersebut sama sekali tidak tidak pernah dialami
JS : jika pernyataan tersebut jarang sekali dialami
SL : jika pernyataan tersebut selaludialami
SR : jika pernyataan tersebut sering dialami
Jawaban
Pernyataan
No TP JS SL SR

1. Kadang-kadang tidak tersedia air untuk cuci tangan


2. Selalu tersedia sarung tangan steril
3. Peralatan steril yang tersedia di ruangan tidak
mencukupi untuk merawat luka
4. Tersedia antiseptik untuk mencuci tangan
5. Pedoman dan standar pencegahan infeksi dibutuhkan
di setiap ruang perawatan
6. Tersedia tissue di washtafel
7. Kasa steril yang tersedia di ruangan sangat terbatas
8. Persediaan alkohol di ruangan sangat terbatas
9. Saya kesulitan mendapatkan sarung tangan steril
karena jumlahnya yang sangat terbatas
10. Sterilisator yang tersedia di ruangan tidak berfungsi
dengan baik

11 Tersedia tempat pembuangan sampah sesuai dengan


jenisnya
12 Tersedia wadah untuk alat tajam
13 Jumlah masker yang tersedia sangat mencukupi
99

DAFTAR TILIK KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG


PELAKSANAAN PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL

1. Daftar tilik bahan dan alat untuk pelaksanaan pencegahan infeksi (Depkes,
2008) :
Perse
Bahan dan Alat untuk diaan
N Jumlah Keteranga
Tindakan pencegahan dan di
o kebutuhan n
pengendalian infeksi ruang
an

1 Cuci tangan Sabun / cair Jlh tenaga x 1 bulan


I
buah/150cc

Sikat halus untuk tangan 1 buah 1 bulan

Larutan antiseptic Jlh tenaga x 1 bulan


150 cc

Lap tangan Jlh tenaga x 6 bulan


5 lembar

2 Alat Sarung tangan bersih Jlh tenaga 3 bulan


pelindung pemberi
layanan x 3

Sarung tangan steril Jlh tenaga 3 bulan


pemberi
layanan x 3

Sarung tangan rumah Jlh tenaga 6 bulan


tangga pemberi
layanan x 1

Masker sekali pakai Jlh tenaga 1 bulan


pemberi
layanan x 3

Masker cuci ulang Jlh tenaga 3 bulan


(bahan linen) pemberi
layanan x 2
100

Gaun pelindung Jlh tenaga 3 tahun


pemberi
layanan x 3

Pelindung mata (google) 3 buah / 5 tahun


R.inap

Visor 1 bh/R.inap 5 tahun

3 Dekontami Larutan clorin 0,5% Jlh 1 bulan


nasi pemakaian
TT x 500
cc

Larutan clorin 0,05% Jlh TT, 1 bulan


meja
pasien,
meja
perawat,
meja lab,
brangkart x
250 cc

Ember plastic 3 buah 6 bulan

Wadah ke CSSD 1 6 bulan


buah/ruang
an

4 Pengelolaa Wadah tahan tusuk 15 1 bulan


n alat tajam buah/R.ina
p

5 Pengelolaa Wadah sampah “No Jlh kamar x 3 tahun


n sampah touch” 1

Kantong sampah kuning Jlh ruangan 1 bulan


x 30
tindakan

6 Antiseptik Alkohol Jlh 1 bulan


101

pemakaian
TT x 15 cc

Bethadine Jlh 1 bulan


pemakaian
TT x 15 cc

2. Fasilitas sanitasi yang dibutuhkan di ruang perawatan yang menunjang

pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi (Darmadi, 2008) :

No Jenis Sarana Keterangan

1 Wastafel

2 Kamar mandi dan WC petugas kesehatan

3 Ketersediaan air bersih

4 Sterilisator
102

C. Tanggung Jawab Perawat

C.1. Audit kualitas staf pelaksana untuk Pencegahan


dan Pengendalian Inpeksi
Penjelasan : Berilah tanda cek (√) pada salah satu kotak yang
tersedia :
Y ; Jika dilakukan
T : Jika tidak dilakukan
K : Kadang-kadang

N
Pertanyaan Y T K Alasan
o

Apakah menggunakan sarung


1 tangan pada waktu pemasangan
infuse?

Apakah dilakukan perawatan


2
infuse setiap hari

Apakah infuse dipindahkan setiap


3
3x24 jam?

Apakah melakukan cuci tangan


4 sebelum melakukan tindakan
invasive?

Apakah melakukan cuci tangan


5 sesudah melakukan tindakan
invasive?

Apakah sarana tindakan invasive


6
tersedia dan sudah digunakan?

Apakah prosedur tindakan sudah


7
dilakukan dengan benar?

Adakah tindakan yang dilakukan


8
sudah didokumentasikan?

9 Apakah pembuangan sampah


medis telah dilakukan dengan
103

baik?

Apakah setelah menggunakan


1
alkes segerah dilakukan
0
dekontaminasi?

1 Apakah sudah dilakukan hygiene


1 perorangan?

Apakah setiap pasien dimotivasi


1
untuk menjaga hygiene
2
perorangan?

1 Apakah ruangan Nampak bersih


3 dan rapi?

1 Apakah dilakukan mobilisasi pada


4 pasien dengan bedrest total ?

1 Apakah pembuangan alat tajam


5 tersedia?

Apakah semua pasien dan


pengunjung serta petugas
1
kesehatan lain, anda diberitahu
6
untuk selalu memahami etika
batuk?

Apakah anda memberikan


1 motivasi kepada petugas lain dan
7 rekannya terhadap kepatuhan
pelaksanaan pencegahan infeksi?

Apakah anda selalu berusaha


1 mengetahui setiap diagnosa
8 penyakit serta keadaan umum
setiap pasien?

Apakah anda selalu berusaha


untuk mengetahui prosedur dan
1 tindakan medis yang telah dijalan
9 oleh pasien dan alat bantu medis
yang sedang digunakan oleh
pasien.

Apakah anda selalu melakukan


2
observasi pada setiap penderita
104

0 dengan cara wawancara


pemeriksaan umum, atau dengan
membaca lembar cacatan
medis/status psien?

Apakah anda selalu mengikuti


perkembangan perjalanan penyakit
2
dan setiap pasien, apakah
1
kondisinya menjadi lebih baik atau
sebaliknya?

C.2. Lembar pengamatan penampilan kerja perawat pelaksana

Kode Responden :
Ruang Perawatan :
Tindakan yang dilakukan :
Hari/Tanggal/Waktu :

No Tidak Kadang-
Penampilan Kerja Dilakukan
Dilakukan kadang

Mencuci tangan
1 sebelum
melakukan
tindakan
2 Menggunakan alat
pelindung diri saat
melakukan
tindakan
3 Mempertahankan
prinsip steril saat
melakukan
tindakan

4 Melakukan
dekontaminasi alat

5 Mengelola sampah
medis sesuai
105

dengan jenisnya

6 Mencuci tangan
setelah melakukan
tindakan

:
106

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2013). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta


: Rineka Cipta

Azwar S. Sikap manusia, teori dan pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, 2014

Bahtiar (2016), Manajemen Keperawatan dengan pendekatan praktis


Balatin Pratama Bandung

Darmadi (2016) infeksi nosokomial problematika dan pengendaliannya,


Jakarta salemba Medika.

Depkes.(2016). Pedoman manajerial pencegahan dan pengendalian


infeksi di rumah sakit dan Fasilitas Kesehatan lainnya

_____(2011). Indikator kinerja rumah sakit. Direktorat Jenderal


Pelayanan Medik

_____ (2011). Standar pelayanan rumah sakit. Cetakan kedua. Jakarta

_____.(2010). Pedoman pelaksanaan kewaspadaan universal di


pelayanan kesehatan. Jakarta : Dirjen P2MPL

Gillies, Dee Ann (2007) Manajemen Keperawatan, sebagai Suatu


Pendekatan Sistem, Penerjemah Dika Sukmana, Rika Widya
Sukmana Yayasan Lapkp Bandung

Ghadamgahi F., Zighaimat F., Ebadi A., Houshmand A. 2018. Knowledge,


Attitude and Self-Efficacy of Nursing Staffs in Hospital
Infections Control. Iranian Journal of Military Medicine Fall
2011, Volume 13, Issue 3; 167-172.

Habni Y, (2018), perilaku perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial


di rumah sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. PSIK
universitas Sumatra Utara.

Ilyas. Y. (2019), Kinerja, Teori penilaian dan penelitian. Jakarta Fakultas


Kesehatan Masyarakat UI

Hastono. 2014. Analisis Data Kesehatan. Jakarta : Fakultas Ilmu


Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
107

Kermode M, Jolley D, Langkham B. Complieance with Universal/Standard


Precautions among health care worker in rural north India.
American Journal of Infection control. Vol 33 (1),2012. pp 27-
33.

Najeeb, N. 2012. Knowledge, attitude and practice of standard and


transmission-based precautions in tertary and secondary health
care setting of Maldives. College of Public Health Sciences
Chulalongkorn University.

Nursalam (2015) konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu


keperawatan edisi 2 jakarta salemba medika

Helena Marly AK, (2016), hubungan pendidikan dan pelatihan dengan


kompetensi pegawai di bidang pelayanan pablik.USU.

Herpan, Yuniar Wardani. 2017. Analisis Kinerja Perawat dalam


Pengendalian Infeksi Nosokomial Di RSU PKU Muhammadiyah
Bantul Yogyakarta. Jurnal Tesis Program Pascasarjana Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Mangkunegara, Anwarprabu (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia.


Bandung: Rosdakarya

Mardan, (2015), Infeksi nosokomial dan mampaat pelatihan keterampilan


perawat terhadap pengendaliannya, dirunag perawatan
penyakit dalam rumah sakit umum pusat Adam malik Medan.

Maryati, Siti. 2016. Keefektifan Peningkatan Kemampuan Perawat Dalam


Pencegahan Infeksi Nosokomial Pada Bayi Di Ruang Neonatal
Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Wates Kulon
Progo. Jurnal Tesis Pascasarjana Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada.

Melo, Souza, S., Tipple, Neves, & Pereira. 20123. Nurses’ understanding
of standard precautions at a public hospital in Goiania - GO,
Brazil. Rev Latino-am Enfermagem 2006 setembro-outubro;
14(5):720-7.

Mireya, (U.A., Marti, P.O., Xavier, K.V., Cristina, L.O., Miguel, M.M.&
Magda,C.M ( 2014). Nosocomial infection pediatric and
neonatal intensive care unit. Journal of infection,54,212-220

Milgram (1961) dalam Mcleod, S.A (2008). Simply Psykologi Milgram


experiment
108

Mulyani (2018), Tinjauan Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur


(SOP) Pemasangan Infus Pada Pasien Di Instalasi Gawat
Darurat (IGD) RS PKU Muhammadiyah Gombong

Naim, Setyobudi. 2020. Hubungan Pengetahuan dan Lama Kerja dengan


Kepatuhan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di
RS. Orthopedi Prof. dr. R. Soeharso Surakarta. Jurnal Tesis.
(http://pasca.uns.ac.id, diakses tanggal 4 Maret 2013)

Najeeb (2014) Knowledge, attitude and practice of standard and


transmission-based precautions in tertary and secondary health
care setting of Maldives. College of Public Health Sciences
Chulalongkorn University.

Notoatmodjo, S. 2017. Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta : PT Rineka


Cipta
-------------------- 2014 Promosi kesehatan Ilmu dan seni Jakarta :
PTRineka Cipta

-------------------- 2013. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta :PT


Rineka Cipta

_____________. 2010. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta : PT


Rineka Cipta.

Pancaningrum D (2018) Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja


perawat terhadap pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial- UI 2011. Jurnal tesis.

Purwanto, EA, Sulistyastuty D. (2019) Implemtasi kebijakan Pablik,


konsep dan aplikasinya di Indonesia, gava media Yogyakarta

Ratnawati (2016) Factor yang berhubungan dengan kepatuhan perawat


SOP pemasangan infuse

Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II (2016) Kepatuhan Penerapan


prinsip-prinsip pencegahan Infeksi (Universal Precaution)
Pada Perawat di rumah sakit Universitas Lampung.

Sugiyono, 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D,


Alfabeta, Bandung.

Septiari (2018) Infeksi Nosokomial Nuha Medika Yogyakarta

Setiawati. (2016.) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketaatan


petugas kesehatan melakukan hand hygiene dalam mencegah
109

infeksi nosokomial di ruang perinatologi RSUPN Dr. Cipto


Mangunkusumo Jakarta. Jurnal Tesis.
(http://www.lontar.ui.ac.id, diakses tanggal 6 April 2013)

Stein AD, Makarawo TP, Ahmad MF. 2008 A Survey of Doctors' and
Nurses' Knowledge, Attitudes And Compliance with Infection
Control Guidelines in Birmingham Teaching Hospitals.

Tobing Elisabeth L (2016), Kepatuhan perawat rawat inap rumah sakit


terhadap standar operasional prosedur kesehatan dan
keselamatan kerja dir rumah sait persahabatan. Jurnal Tesis

Universitas Indonesia, (2016). Departemen Administrasi dan Kebijakan


Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Wahyudi (2017), Hubungan Persepsi Perawat Tentang Persepsi Profesi


Keperawatan Kemampuan dan Motivasi kerja terhadap perawat
pelaksana di RSUDD Dr slamet Garut. Tesis FIK.UI diakses 4-
10-2013

Potter & Perry, (2013) fundamental of nursing : konsep, proses dan


praktik, EGC Jakarta.

Yassi, A., Lockhart, K., Corps, R., Kerr, M., Corbiere, M., & Bryce, E.A.,
et al. 2014. Determinants of healthcare workers’ compliance
with infection control procedures. Healthcare Quarterly. 10(1),
44-52

Yosep Iyus (2016), Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat dalam sudut
pandang etik EGC Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai