Anda di halaman 1dari 70

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN THYPUS


ABDOMINALIS DI RUANG INTERNE RSUD M. NATSIR
KOTA SOLOK TAHUN 2022

PROPOSAL TUGAS AKHIR

MUHAMMAD AL AYYUBI SALIM


NIM. 193210221

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SOLOK


JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2022
POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN THYPUS


ABDOMINALIS DI RUANG INTERNE RSUD M. NATSIR
KOTA SOLOK TAHUN 2022

PROPOSAL TUGAS AKHIR


Diajukan Ke Program Studi DIII Keperawatan Solok Politeknik Kesehatan
Padang Sebagai Persyaratan Dalam Menyelesaikan Pendidikan Diploma III
Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang

MUHAMMAD AL AYYUBI SALIM


NIM. 193210221

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SOLOK


JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2022

i
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Thypus Abdominalis


Di Ruang Interne RSUD M. Natsir Kota Solok
Tahun 2022

Oleh:

MUHAMMAD AL AYYUBI SALIM


NIM. 193210221

Telah disetujui oleh pembimbing pada tanggal:

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

YULASTRI, S.Pd, M.Biomed Ns. Yudistira Afconneri, M.Kep


NIP. 19591110 198302 2001 NIP. 19890121 201801 1001

Ketua Program Studi DIII Keperawatan Solok


Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Padang

Ns. DEHARNITA, S. ST, M.Kes


NIP. 19691205 198903 2 001

ii
HALAMAN PENGESAHAN

KARYA TULIS ILMIAH

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Thypus Abdominalis Di Ruang Interne


RSUD M. Natsir Kota Solok Tahun 2022

Disusun Oleh :

MUHAMMAD AL AYYUBI SALIM


NIM: 193210221

Telah dipertahankan dalam seminar


di depan Dewan Penguji Pada
tanggal 24 Juni 2022

SUSUNAN DEWAN PENGUJI

Ketua,

Tintin Sumarni, S.Kp, M.Kep ( )


NIP. 196703011990032002

Anggota,
Ns. Novi Herawati, S.Kep, M.Kep ( )
NIP. 198110132006042002

Anggota,
Yulastri, S.Pd, M.Biomed ( )
NIP. 195911101983022001

Anggota,
Ns. Yudistira Afconneri, M.Kep ( )
NIP. 198901212018011001

Solok, 24 Juni 2022


Ketua Program Studi DIII Keperawatan Solok

Ns. DEHARNITA, S.ST,M.Kes


NIP. 19691205 198903 2 001

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan atas


kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat
menyelesaikan Proposal Penelitian ini. Proposal Penelitian ini ini berjudul Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Thypus Abdominalis Di Ruang Interne RSUD
M. Natsir Kota Solok Tahun 2022. Penulisan Proposal Penelitian ini dilakukan
untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ahli Madya Keperawatan
pada Program Studi DIII Keperawatan Solok Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes RI Padang.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Yulastri, S.Pd,
M.Biomed selaku pembimbing utama dan Bapak Ns. Yudistira Afconneri, M.Kep
selaku dosen pembimbing pendamping yang telah membimbing dan memberikan
arahan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini serta bantuan dari berbagai
pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis pada kesempatan ini
juga mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Burhan Muslim, SKM, M.Si, selaku Direktur Politeknik
Kesehatan Kemenkes Padang.
2. Ibu Hj Ns. Sila Dewi Anggreni, M.Kep, Sp.KMB selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang.
3. Ibu Ns. Deharnita, S.ST. Kep, M.Kes selaku Ketua Program Studi D III
Keperawatan Solok.
4. Bapak dan Ibu Dosen Prodi DIII Keperawatan Solok yang telah
memberikan Ilmu selama mengikuti pendidikan di Keperawatan Solok.
5. Orang tua dan keluarga penulis yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral.
6. Rekan-rekan angkatan 2019 yang telah memberikan dukungan serta saran-
saran yang bermanfaat dan membangun.

iv
7. Semua pihak yang telah membantu yang tidak mungkin penulis sebutkan
satu persatu.
Akhir kata, penulis berharap berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga Proposal Penelitian ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu.

Solok, 24 Juni 2022

Penulis

v
DAFTAR ISI

PERNYATAAN PERSETUJUAN.......................................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................iii

KATA PENGANTAR...........................................................................................iv

DAFTAR ISI..........................................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................14
C. Tujuan Penelitian................................................................................15
D. Manfaat Penelitian..............................................................................15
E. Ruang Lingkup....................................................................................16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................17

A. Thypus Abdominalis...........................................................................17
1. Pengertian.......................................................................................17

2. Etiologi...........................................................................................18

3. Patofisiologi....................................................................................20

4. WOC...............................................................................................21

5. Manifestasi Klinis...........................................................................22

6. Komplikasi.....................................................................................25

7. Penatalaksanaan..............................................................................25

B. Konsep Asuhan Keperawatan Thypus Abdominalis...........................28


1. Pengkajian......................................................................................28

2. Diagnosa Keperawatan...................................................................32

3. Intervensi Keperawatan..................................................................32

4. Implementasi Keperawatan............................................................36

5. Evaluasi Keperawatan....................................................................36

vi
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................37

A. Jenis dan Desain Penelitian.................................................................37


B. Subjek Studi Kasus.............................................................................37
C. Fokus Studi.........................................................................................38
D. Defenisi Operasional Fokus Studi.......................................................38
E. Instrumen Studi Kasus........................................................................38
F. Metode Pengumpulan Data.................................................................39
G. Analisis Data.......................................................................................40
H. Etik Penelitian.....................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................43

DAFTAR TABEL

vii
Tabel 2.1 Rencana Keperawatan........................................................................32

Tabel 3.1 Defenisi Operasional...........................................................................40

viii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam enteric merupakan penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh

bakteri Salmonella enteric serovar Thypi (S. typhi) yang disebut sebagai

demam tifoid (typhoid fever) dan demam paratifoid (paratyphoid fever) yang

disebabkan oleh Salmonella enteric serovar paratyphi. Kasus ini menjadi

salah satu penyebab kematian di beberapa negara berkembang, seperti

negara-negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia (Sri Darmawati, 2021).

Penyakit demam tifoid sering menunjukkan gejala klinik yang tidak

spesifik, sering mirip dengan malaria, dengue fever dan influenza,

leptospirosis dan infeksi oleh Rickettsia, sehingga untuk diagnosis pastinya

sangat sulit. Untuk diagnosis pastinya harus dibantu dengan pemeriksaan

laboratorium antara lain adalah pemeriksaan mikrobiologi, dengan kultur

bakteri dari sampel darah, sumsum tulang, namun biayanya mahal dan tidak

semua laboratorium di daerah memiliki fasilitas yang mendukung, waktunya

lama 3-7 hari (Sri Darmawati, 2021).

Demam tifoid umumnya dikenal oleh masyarakat luas dengan istilah

penyakit tipes. Di daerah endemik, penyakit ini sering kali terjadi ketika awal

musim hujan ataupun musim kemarau. Penyakit ini menyerang anak-anak

maupun orang dewasa melalui makanan, feses, urin, maupun air yang telah

terinfeksi. Bakteri penyebab demam tifoid akan menempel pada makanan,

1
11

kemudian apabila termakan saat kondisi imunitas/kekebalan/daya tahan tubuh

sedang lemah maka akan mudah tertular (Nafiah, 2018).

Tifes ternyata berbeda dengan tifus. Pembedaannya ialah bakteri yang

menginfeksinya. Tipes atau demam tifoid disebabkan oleh bakteri Genus

Salmonella, sedangkan tifus disebabkan oleh bakteri dari Genus Rickettsia

pada Pinjal Tikus (Umumnya spesies Xenopsylla cheopis). Bakteri penyebab

tifus dibawa oleh ektoparasit, misalnya kutu maupun pinjal pada tikus lalu

menginfeksi manusia. Tidak dapat dipungkiri, bakteri penyebab tipes atau

demam tifoid pun juga dapat dibawa oleh lalat dari feses atau urin yang

terinfeksi kemudian menempel pada makanan (Nafiah, 2018).

Penderita demam tifoid dengan gejala klinik jelas sebaiknya dirawat di

rumah sakit. Di samping untuk optimalisasi pengobatan, hal ini bertujuan

untuk meminimalisasi komplikasi dan pencegahan pencemaran dan atau

kontaminasi. Pengobatan demam tifoid bisa dengan malakukan tirah baring,

penderita yang dirawat harus tirah baring (bed rest) dengan sempurna untuk

mencegah komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila gejala klinis

berat penderita harus istirahat total. Nutrisi atau cairan, penderita harus

mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral. Cairan

parenteral diindikasikan pada penderita penyakit berat, ada komplikasi,

penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus mengandung

elektrolit dan kalori yang optimal. Lalu pengobatan penyakit demam tifoid

bisa dengan menggunakan antibiotik, antibiotik segera diberikan bila

diagnosis telah dibuat. Antibiotik merupakan satu-satunya terapi yang efektif


12

untuk demam tifoid. Antibiotik yang diberikan sebagai terapi awal adalah

kelompok antibiotik lini pertama untuk demam tifoid. Sampai saat ini

kloramfenikol masih menjadi pilihan antigen Vi dalam buffer fenol isotonik.

Vaksin diberikan secara intramuskular dan diperlukan pengulangan (booster)

setiap 3 tahun. Vaksin ini dikontraindikasikan pada keadaan hipersensitif,

hamil, menyusui, sedang demam, dan anak kecil 2 tahun (Utaminingsih,

2015).

Seseorang dapat menularkan penyakit selama bakteri masih ada dalam

tubuhnya, kebanyakan orang masih menular sebelum dan selama minggu

pertama penyembuhan. Sekitar 10 % dari pasien akan mengekskresi bakteri

sampai tiga bulan ; 2 sampai 5 % dari pasien yang tidak diobati akan menjadi

karier permanen. Secara alamiah Salmonella typhi keluar bersama tinja atau

urin orang yang terinfeksi. Orang lain akan terinfeksi dengan menelan

makanan atau minuman yang ditangani oleh orang yang terinfeksi atau

terkontaminasi oleh limbah mengandung bakteri. Di negara-negara yang

kurang maju, transmisi biasanya terjadi di mana pembuangan limbah yang

tidak memadai dan banjir, atau air minum yang tidak aman. Di tempat di mana

kualitas air baik, transmisi lebih mungkin terjadi melalui makanan yang

terkontaminasi Salmonella typhi dari karier (Tjokroprawiro et al., 2015).

Di Indonesia, insidens demam tifoid banyak dijumpai pada populasi yang

berusia 3-19 tahun. Selain itu, demam tifoid di Indonesia juga berkaitan

dengan rumah tangga, yaitu adanya anggota keluarga dengan riwayat terkena

demam tifoid, tidak adanya sabun untuk mencuci tangan, menggunakan piring
13

yang sama untuk makan, dan tidak tersedianya tempat buang air besar dalam

rumah. Manusia adalah satu-satunya pejamu yang alamiah dan merupakan

reservoir untuk Salmonella typhi. Bakteri tersebut dapat bertahan hidup

selama berhari-hari di air tanah, air kolam, atau air laut dan selama berbulan-

bulan dalam telur yang sudah terkontaminasi atau tiram yang dibekukan. Pada

daerah endemik, infeksi paling banyak terjadi pada musim kemarau atau

permulaan musim hujan (Tjokroprawiro et al., 2015).

Menurut Thong, dkk dalam penelitian Muliawan, dkk (2000), yang

dilakukan pada tahun 1994, menunjukkan bahwa pada kasus demam tifoid

setiap tahun di dunia mencapai 21 juta dengan angka kematian lebih dari

700.000. Di Indonesia menurut data profil kesehatan Indonesia tahun 2004

yang dikeluarkan oleh Dapartemen Kesehatan Republik Indonesia (2005),

demam tifoid menempati urutan ke 2 dari 10 pola penyakit terbanyak pasien

rawat inap sakit di Indonesia dan urutan ke 8 dari 10 pola penyebab kematian

umum di Indonesia. Berdasarkan data dari profil kesehatan Indonesia tahun

2010 yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

(2011), demam tifoid menempati urutan ke 3 dari 10 pola penyakit terbanyak

pasien rawat inap sakit di Indonesia (Rinni et al., 2014).

WHO (World Health Organization) memperkirakan terdapat sekitar 17

juta kematian terjadi tiap tahun akibat penyakit ini. Asia menempati urutan

tertinggi pada kasus thypoid ini, dan terdapat 13 juta kasus terjadi tiap

tahunnya. Di Indonesia diperkirakan antara 800-100.000 orang yang terkena

penyakit demam thypoid sepanjang tahun. Kasus thypoid di dierita oleh anak-
14

anak sebesar 91% berusia 3-19 tahun dengan angka kematian 20.000

pertahunnya (Saputra et al., 2017).

Angka kejadian kasus demam thypoid di Indonesia diperkirakan rata-rata

900.000 kasus pertahun dengan lebih dari 20.000 kematian. Berdasarkan

Profil Kesehatan Indonesia tahun 2011 jumlah kejadian demam thypoid dan

parathypoid di Rumah Sakit adalah 80.850 kasus pada penderita rawat inap

dan 1.013 diantaranya meninggal dunia. Sedangkan pada tahun 2012 penderita

demam thypoid dan parathypoid sejumpah 41.081 kasus pada penderita rawat

inap dan jumlah pasien meninggal dunia sebanyak 276 jiwa (Saputra et al.,

2017).

Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUD M. Natsir untuk penderita

tifoid pada tahun 2020 sebanyak 56 orang pasien, tahun 2021 sebanyak 26

orang pasien.

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Tyhpus

Abdominalis di Ruang Interne RSUD M. Natsir Kota Solok. Hal ini tentu

membutuhkan strategi yang tepat demi mewujudkan asuhan keperawatan yang

optimal untuk membantu pasien pulih cepat serta mencegah komplikasi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang di uraikan diatas, rumusan masalah yang

diangkat adalah Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Tyhpus

Abdominalis di Ruang Interne RSUD M. Natsir Kota Solok tahun 2022.


15

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mendeskripsikan penerapan Asuhan Keperawatan Pada Pasien

Thypus Abdominalis Di Ruang Interne RSUD M. Natsir Kota Solok

Tahun 2022.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan hasil pengakajian pada pasien thypus abdominalis

di RSUD M. Natsir Kota Solok tahun 2022

b. Mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada pasien thypus

abdominalis di RSUD M. Natsir Kota Solok tahun 2022

c. Mendeskripsikan rencana keperawatan pada pasien thypus

abdominalis di RSUD M. Natsir Kota Solok tahun 2022

d. Mendeskripsikan tindakan keperawatan pada pasien thypus

abdominalis di RSUD M. Natsir Kota Solok tahun 2022

e. Mendesripsikan hasil evaluasi pada pasien thypus abdominalis di

RSUD M. Natsir Kota Solok tahun 2022.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menambah

pengetahuan dan wawasan dalam melakukan asuhan keperawatan pada

pasien dengan penyakit Thypus Abdominalis.

2. Bagi Rumah sakit


16

Diharapkan pimpinan rumah sakit dapat meneruskan kepada perawat

lapangan dalam asuhan keperwatan pada pasien dengan penyakit Thypus

Abdominalis diruang interne di RSUD M. Natsir Kota Solok tahun 2022.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penulis yang diperoleh dapat dijadikan sebagai pembelajaran di

Prodi DIII-Keperawatan Solok dalam penerapan asuhan keperawatan pada

pasien dengan penyakit Thypus Abdominalis.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian laporan yang diperoleh ini dapat menjadi data dasar

dalam penerapan asuahan keperawatan pada pasien dengan penyakit

Thypus Abdominalis.

E. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian adalah batasan penelitian, karena sering

dihadapi dengan keterbatasan ruang lingkup kajian yang harus dilakuka

karena alasan-alasan procedural, teknik penelitian, ataupun karena alasan

logistik (Hermawan, 2019). Ruang lingkup studi kasus ini tentang asuhan

keperawatan pada pasien thypus abdominalis di ruang interne RSUD M.

Natsir Kota Solok Tahun 2022. Responden dalam studi kasus ini adalah

pasien yang mengalami thypus abdominalis.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Thypus Abdominalis

1. Pengertian

Demam typhoid (typhoid fever) sering kali disebut sebagai

penyakit tipes, typhus abdominalis, tyhoid fever atau enteric fever,

merupakan infeksi sistemik yang bisa menyerang segala tingkatan usia

mulai dari balita hingga lanjut (Jurana, 2018). Demam thypoid yang

disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica (khususnya turunannya

Salmonella typhi), salmonella paratyphi, salmonella paratyphi B,

salmonella typhi C (Sari and Gunawan, 2016; Wiraswati et al., 2020).

Secara akut sering kali menyerang usus halus disertai gangguan pada

saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu antara 7-

14 hari (Jainurakhma, 2015; Jurana 2018). Penyebaran demam thyphoid

ini melalui saluran cerna dimulai dari mulut, esophagus, lambung, usus

dua belas jari, usus halus, usus besar melalui muntahan, urin, kotoran dari

penderita salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui bahan

makanan dan minuman yang telah tercemar (Darmawati, 2014) dalam

buku (Jainurakhma et al., 2021).

Penyakit demam tifoid (typhus abdominalis) merupakan penyakit

infeksi akut pada usus halus yang disebabkan oleh Salmonella typhosa dan

hanya terdapat pada manusia (Marni, 2016).

17
18

Demam thypus merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus

dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada

saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Salah satu

penyakit menular yang terus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang

serius di banyak negara berkembang yaitu demam tifoid (Suraya &

Atikasari, 2019).

Demam tifoid merupakan penyakit yang hampir semua ditemukan terjadi

pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan yang rendah,

cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Penyakit demam tifoid

salah satu penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak

orang, sehingga dapat menimbulkan wabah. Penyakit tifoid diketahui juga

menyerang semua usia mulai anak-anak sampai orang-orang dewasa

(Suraya & Atikasari, 2019).

Penularan penyakit demam tifoid dapat ditularkan melalui

makanan, mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman

Salmonella typhi. Penularan demam tifoid selain di dapatkan dari menelan

makanan atau minuman yang terkontaminasi dapat juga dengan kontak

langsung jari tangan yang terkontaminasi tinja, urin, secret, saluran nafas

atau dengan pus penderita yang terinfeksi (Suraya & Atikasari, 2019).

2. Etiologi

Bakteri salmonella typhi penyebab demam typhoid, merupakan

bakteri gram negatif, tidak berkapsul, ber-flagela dan tidak berspora, biasa

ditemukan di tinja dan urin, setelah 1 minggu demam, bakteri ini akan
19

mati pada pemanasan 570C selama beberapa menit (Darmawati, 2014)

dalam buku (Jainurakhma et al., 2021).

Bakteri Salmonella typhi menular melalui makanan dan atau

minuman yang terontaminasi tinja atau urin yang terkontaminasi

(tercemar). Pencemaran bakteri ini sering kali melalui muntahan, urin, dan

kotoran yang kemudian terbawa di kaki-kaki lalat, yang kemudian lalat

mencemari makanan, minuman, buah, ataupun sayur (Jainurakhma, 2015;

Wati, S and Wibowo, 2019).

Darmawati (2014) menambahkan bahwa faktor risiko penyebaran

demam typhoid melalui sanitasi lingkungan yang buruk, kebiasaan tidak

menggunakan jamban buang air besar, kualitas air bersih yang buruk di

lingkungan penderita, kebersihan diri perorangan yang buruk, kebiasaan

cuci tangan yang rendah, mengkonsumsi makanan dan minuman dalam

kondisi mentah (Jainurakhma et al., 2021).

World Health Organization (WHO) menginformasikan bahwa pada

tahun 2015, 600 ribu dari 17 juta kasus demam tifoid mengalami

kematian, sedangkan angka kejadian di Indonesia (Negara endemik)

dilaporkan selalu ada di sepanjang tahunnya (Wiraswati et al., 2020).

Bakteri Salmonella sebagai penyebab demam tifoid memiliki kepekaan

terhadap sinar matahari langsung dan rentan terhadpa suhu tinggi, tahan

terhadap pendinginan, pembekuan (Jurana, 2018). Makanan atau minuman

yang tercemar dikonsumsi oleh manusia, kemudian sebagian kuman yang

masuk ke saluran pencernaan akan mati sebagian akibat asam lambung,


20

namun kuman yang bertahan akan masuk ke saluran intestine dan

menyebar ke seluruh tubuh (saluran getah bening pembuluh darah, liver,

empedu), dan penderita pun mengeluarkan tinja dan urin yang

mengandung Salmonella typhi yang siap mencemari lingkungan

disekelilingnya. Beberapa penderita carrier tidak menunjukkan tanda dan

gejala patologis, dan kuman akan ters menerus berada di tubuh manusia

hingga bertahun-tahun. Salmonella typhi seringkali ditemukan di tempat

yang penduduknya kurang menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungannya

(Jainurakhma et al., 2021).

3. Patofisiologi

Kuman Salmonella typhosa masuk ke saluran pencernaan,

khususnya usus halus bersama makanan, melalui pembuluh limfe. Kuman

ini masuk atau menginvasi jaringan limfoid mesenterika. Di sini akan

terjadi nekrosis dan peradangan. Kuman yang berada pada jaringan limfoid

tersebut masuk ke peredaran darah menuju hati dan limpa. Di sini biasanya

pasien merasakan nyeri. Kuman tersebut akan keluar dari hati dan limpa.

Kemudian, kembali ke usus halus dan kuman mengeluarkan endotoksin

yang dapat menyebabkan reinfeksi di usus halus. Kuman akan berkembang

biak di sini. Kuman Salmonella typhosa dan endotoksin merangsang

sintesis dan pelepasan pirogen yang akhirnya beredar di darah dan

mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan

gejala demam. Kuman menyebabkan terjadinya tukak mukosa yang

mengakibatkan perdarahan dan perforasi (Marni, 2016)


21

4. WOC

Salmonella typhosa

Masuk ke dalam saluran pencernaan (usus halus)

Nekrosis
Menginvasi
jaringan limfoid
Peradangan

Masuk peredaran
darah

Pasien merasa nyeri


Hati Limpa (Nyeri Akut)
Keluar

Pelepasan
Kembali ke usus halus
endotoksin
(berkembang biak)
Reinfeksi
Usus halus

Kuman dan endotosin

Merangsang sintesis Pelepasan pirogen

Mempengaruhi pusat Demam


Beredar dalam darah
termoregulator (Hipertermia)

Menyebar Tukak Perdarahan


keseluruh tubuh Mukosa
Perforasi

Sumber : Marni, 2016


22

5. Manifestasi Klinis

Masa inkubasi 7-21 hari, inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60

hari, rata rata masa inkubasi 14 hari dengan gejala klinis sangat

bervariasi dan tidak spesifik seperti demam, sakit kepala, abdomen

terasa nyeri atau ketidaknyamanan, perut membesar, erupsi kulit.

Walaupun gejala bervariasi secara garis besar gejala yang timbul dapat

dikelompokan dalam : demam satu minggu atau lebih, gangguan

saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu pertama :

demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi dan

suhu badan meningkat (39-410C), disertai denyut jantung yang lambat

dan kelelahan yang dirasakan oleh penderita, epistaksis, konstipasi,

diare. Setelah kedua gejala makin jelas berupa demam remiten , lidah

tifoid dengan tanda antara lain nampak kering, dilapisi selaput tebal,

dibagian belakang tampak lebih pucat, dibagian ujung dan tepi lebih

kemerahan. Pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan nyeri

tekan pada perut kanan bawah dan mungkin disertai gangguan

kesadaran dari ringan sampai berat seperti delirium. Demam turun

berangsur angsur pada minggu ketiga (Jainurakhma, 2015).

Tabel 1 : Typoid
23

Keluhan dan Gejala Demam Typhoid


Minggu Keluhan Gejala Patologi
Minggu Pertama Panas berlangsung, Gangguan saluran Bakteremia
insidious, tipe cerna
panas stepladder
yang mencapai 30-
400C, menggigil,
nyeri kepala, dan
diare.
Minggu Kedua Rasa nyeri Rose sport, Vaskulitis,
abdomen, splenomegali, hiperplasia pada
konstipasi, dan hepatomegali peyers patches,
delirium/ nodul typoid pada
penurunan limfa dan hati
kesedaran.
Minggu Ketiga Komplikasi: Melena, ilius, Ulserasi pada
perdarahan saluran ketegangan payers patches,
cerna, perforasi, abdomen, koma nodul typoid pada
syok. limfa dan hati
Minggu ke Keluhan menurun, Tampak sakit Kolelitiasis,
empat, dst relaps, penurunan berat, kakeksia carrier kronik
BB

Penderita menunjukkan gejala klinis pada saluran pencernaan,

dimulai dengan bau mulut, bibir kering dan pecah, lidah kotor dan putih

menutupi lidah, tenggorokan terasa sakit, nyeri perut, nafsu makan turun,

mual dan muntah (Jurana, 2018 ; Tajudin, 2019). Penurunan kesadaran

(apatis sampai somnolen) jarang terjadi, namun seringkai menunjukkan

tanda dan gejala klinis sebagai berikut (Tajudin, 2019) : Roseola (rose spot),

pada kulit dada atau perut terjadi pada akhir minggu pertama atau awal

minggu kedua. Merupakan emboli kuman di mana di dalamnya

mengandung kuman salmonella (Jainurakhma et al., 2021).


24

Berdasarkan (Sudoyo Aru,dkk 2009) dalam (Nurarif & Kusuma, 201

5), bahwa tanda dan gejala yang terjadi pada pasien thypus abdominalis seb

agai berikut:

a. Gejala pada anak : Inkubasi 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari.

b. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama.

c. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak

tertangani akan menyebabkan syok, Stupor dan Koma.

d. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.

e. Nyeri kepala, Nyeri perut.

f. Kembung, Mual, muntah, Diare, Konstipasi.

g. Pusing, Bradikardi, Nyeri otot.

h. Batuk .

i. Epistaksis.

j. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepid an ujung merah serta

tremor).

k. Hepatomegali, Splenomegali, Meteroismus.

l. Gangguan mental berupa samnolen.

m. Delirium atau psikosis.

n. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi

muda sebagai penyakit demam akut dengan disertai syok dan

hipotermia.
25

6. Komplikasi

Menurut (Jainurakhma et al., 2021), Seseorang dengan demam thy

phoid sering kali mengali komplikasi setelah dua minggu tidak mengal

ami perbaikan kondisi, dengan besar angka kejadian 10-15% dari pasie

n tipes. Komplikasi yang dialami oleh pasien tersebut, di antaranya (Jai

nurakhma, 2015; Jurana, 2018; Wiraswati et al., 2017):

1. Perdarahan intestinal

2. Perforasi intestinal

3. Ileus paralitik

4. Renjatan septic

5. Pielonefritis

6. Kolesistisis

7. Pneumonia

8. Miokarditis

9. Peritonitis

10. Meningitis

11. Ensefalopati

12. Bronkitis

7. Penatalaksanaan

1. Tirah baring atau bed rest

Tatalaksana ini bertujuan untuk mengurangi risiko terjadinya

komplikasi (perdarahan usus atau perforasi usus) terhadap

penderita demam tifoid. Seluruh aktivitas pasien selama dirawat


26

dilakukan di tempat tidur, dengan harapan mempercepat proses

penyembuhan (Jurana, 2018).

2. Diit lunak rendah serat atau diit padat rendah selulosa (pantang

sayur dan buahan, dengan serat kasar), kecuali komplikasi pada

intestinal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa diit padat dini,

pemberian nasi dengan lauk rendah selulosa aman diberikan pada

penderita demam tifoid. Dengan pemberian diit ini, diharapkan

terpenuhinya kebutuhan nutrisi dengan mencegah kekambuhan

pasien (Wiraswati et al., 2020; Janurakhma, 2015). Manajemen

nutrisi pada penderita demam tifoid diharapkan tinggi kalori,

cukup cairan, tidak merangsang, tidak menimbulkan banyak gas

(Jurana, 2018).

3. Obat-obat:

a. Pemberian terapi Antimikroba: (Jainurakhma, 2015; Jurana,

2018)

1) Kloramfenikol 4 X 500 mg sehari/iv (14-21 hari)

2) Tiamfenikol 4 X 500 mg sehari oral

3) Kotrimoksazol 2 X 2 tablet sehari oral (1 tablet =

sulfametoksazol 400 mg + trimethoprim 80 mg) atau

dosis yang sama iv, dilarutkan dalam 20 ml cairan

infus.

4) Ampisilin atau amoksilin 100 mg/kg BB sehari oral/iv,

dibagi dalam 3 atau 4 dosis.


27

5) Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7

hari bebas demam.

6) Florouinolon dosis harian 15mg/kg BB, dengan lama

pemberian 5-7 hari

7) Ceftriaxon dosis harian 75mg/kg BB, dengan lama

pemberian 10-14 hari. Pemberian cephalosporins

(cefixime, ceftriaxone) dan azithromycin merupakan

alternative pengobatan yang diberikan untuk

mengurangi kerentanan terhadap penggunaan

ciprofloxacin (Veeraraghavan et al., 2018).

b. Antipiretik seperlunya

c. Vitamin B kompleks dan vitamin C

4. Mobilisasi bertahap setelah 7 hari bebas demam, melatih kekuatan

otot dan kemandirian pasien setelah demam hilang.

5. Pemberian promosi kesehatan bagi pasien dan keluarga,

diantaranya tentang diet sehat penderita demam tifoid.

6. Melatih pencegahan, dengan mengajarkan pentingnya cuci tangan

dengan sabun di air yang mengalir, terutama sebelum makan,

buang air kecil dan buang air besar, menangani popok kotor, sprei,

menjaga kebersihan diri, hindari jajan makanan sembarangan,

memasang air hingga mendidih 1 menit sebelum dikonsumsi,

hindari makanan mentah (Jainurakhma et al., 2021).


28

B. Konsep Asuhan Keperawatan Thypus Abdominalis

1. Pengkajian

a. Identitas Pasien

Meliputi nama lengkap, jenis kelamin, agama, suku/bangsa,

status perkawinan pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk

rumah sakit, No.MR diagnosa medis.

b. Identitas Penanggung Jawab

Identitas penanggung jawab berisikan data umum.

c. Riwayat Kesehatan

a) Keluhan Utama

Biasanya klien dirawat dirumah sakit dengan keluhan

demam , mual dan kembung, nyer, pusing, serta nafsu makan

menurun.

b) Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya klien mengeluh kepala terasa sakit, demam,

nyeri, dan juga pusing, berat badan berkurang, klien

mengalami mual, muntah dan anoreksia, klien merasa sakit

diperut dan juga diare, klien mengeluh nyeri otot.

c) Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji adanya Riwayat penyakit lain atau pernah

menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

d) Riwayat Kesehatan Keluarga


29

Kaji adanya keluarga yang menderita penyakit yang

sama (penularan).

d. Pemeriksaan Fisik

a. Pengkajian Umum

1) Tingkat kesadaran : composmentis, apatis, samnolen,

supor, dan koma

2) Keadaan umum : Biasanya pada pasien thypus

mengalami badan lemah, panas, pucat, mual, perut tidak

enak, anoresia.

3) Pemeriksaan Tanda-tanda vital

b. Pengkajian Sistem Tubuh

1) Pemeriksaan Kepala dan Leher

Kepala tidak ada benjolan, rambut normal, kelopak mata

normal, konjungtiva anemis, mata cowong, muka tidak

edema, fungsi pendengaran normal leher simetris, tidak

ada pembesaran kelenjar tiroid.

2) Pemeriksaan Dada

Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur,

didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.

Kardiovaskuler, biasanya pada pasien dengan typoid

yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan

tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien

mengalami peningkatan suhu tubuh.


30

3) Pemeriksaan Abdomen

Pada tampakan keadaan umum : pasien akan tampak

toksik, anoreksik, dengan penurunan berat badan yang

signifikan.

Bila terjadi komplikasi perforasi saluran cerna, maka

akan ditemukan tanda dari pemeriksaan fisik berupa

distensi abdomen dan peritonitis.

4) Pemeriksaan Integument

Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat

banyak, akral hangat.

5) Pemeriksaan Ekstremitas

Kaji warna kulit, edema, kemampuan Gerakan dan

adanya alat bantu.

1. Pengkajian Pola Fungsional Gordon

a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan

Kebersihan lingkungan dan makanan yang kurang

terjaga.

b. Pola Nutrisi

Diawali dengan mual, muntah, anoreksia,

menyebabkan penurunan berat badan pasien.

c. Pola Eliminasi

Pola eliminasi akan mengalami perubahan yaitu

BAB 1x sehari, BAK 4x sehari.


31

d. Pola Istirahat Tidur

Akan terganggu karena adanya distensi abdomen

yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.

e. Pola Aktivitas

Akan terganggu kondisi tubuh yang lemah.

f. Pola Nilai dan Kepercayaan

Kegiatan ibadah terganggu karena sering pusing dan

lemas.

g. Pola Hubungan dan Peran Pasien

Hubungan terganggu jika pasien sering pusing dan

lemas.

h. Pola Konsep Diri

Merupakan gambaran, peran, identitas, harga, ideal

diri pasien selama sakit.

i. Pola Seksual dan Reproduksi

Menunjukkan status dan pola reproduksi pasien.

j. Pola Koping dan Toleransi Stress

Adalah cara individu dalam menghadapi suatu

masalah.

k. Pola Kognitif

Menunjukkan tingkat pengetahuan klien tentang

penyakit.
32

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan

kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun

potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk dan komunitas

terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.(Tim Pokja SDKI DPP

PPNI, 2016). Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada

Thypus.

1) Hipertermia b.d Proses penyakit

2) Nyeri akut b.d Agen pencendera fisik

3) Risiko Perdarahan b.d Kurang terpapar informasi tentang

pencegahan perdarahan

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan adalah segala treatment yang

dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilian

klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan.(Tim Pokja

SIKI DPP PPNI, 2018).

Tabel 2.1 Rencana Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi Keperawatan


Keperawatan
Hipertemia (D.0130) Termoregulasi Manajemen Demam
(L.14134) (I.15506)
Gejala dan Tanda Ekspektasi :
Mayor Membaik Tindakan
Subjektif Kriteria Hasil Observasi
(Tidak tersedia) 1. Menggigil 1. Monitor tanda-
Objektif menurun tanda vital (mis.
33

1. Suhu tubuh diatas 2. Kulit merah Suhu tubuh,


nilai normal menurun frekuensi nadi,
3. Pucat frekuensi napas
Gejala dan Tanda menurun dan tekanan darah)
Minor 4. Takipnea 2. Monitor intake dan
Subjektif (tidak tersedia) menurun output cairan
Objektif 5. Hipoksia 3. Monitor
1. Kulit merah menurun komplikasi akibat
2. Kejang demam (mis.
3. Takikardi Kejang, penurunan
4. Takipnea kesadaran, kadar
5. Kulit terasa hangat elektrolit abnormal,
ketidakseimbangan
asam basa, aritmia)
Terapeutik
1. Tutupi badan
dengan
selimut/pakaian
dengan tepat (mis.
Selimut/pakaian
tebal saat merasa
dingin dan
selimut/ pakaian
tipis saat merasa
panas)
2. Lakukan tepid
sponge atau
kompres hangat
3. Berikan oksigen,
jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah
baring
2. Anjurkan
memperbanyak
minum
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena, jika
perlu
2. Kolaborasi
pemberian
antipiretik, jika
perlu
34

3. Kolaborasi
pemberian
antibiotic, jika
perlu
Nyeri Akut (D.0077) Tingkat nyeri Manajemen Nyeri
(L.08066) (I.08238)
Gejala dan Tanda Ekspektasi :
Mayor Menurun Tindakan
Subjektif Kriteria Hasil Observasi
1. Mengeluh nyeri 1. Keluhan 1. Identifikasi
Objektif nyeri lokasi,
1. Tampak meringis menurun karakteristik,
2. Bersikap protektif 2. Meringis durasi, frekuensi,
(mis. waspada, menurun kualitas,
posisi 3. Gelisah intensitas nyeri
menghindari menurun 2. Identifikasi skala
nyeri) 4. Sulit tidur nyeri
3. Gelisah menurun 3. Identifikasi
4. Frekuensi nadi 5. Frekuensi respons nyeri
meningkat nadi non verbal
5. Sulit tidur membaik 4. Identifikasi
6. Tekanan pengetahuan dan
Gejala dan Tanda darah keyakinan
Minor membaik tentang nyeri
Subjektif (tidak tersedia) Terapeutik
Objektif 1. Berikan teknik
1. Tekanan darah nonfarmakologis
meningkat untuk
2. Pola napas mengurangi rasa
berubah nyeri (mis. terapi
3. Nafsu makan pijat, kompres
berubah hangat/dingin)
4. Proses berpikir 2. Fasilitasi
terganggu istirahat dan
5. Menarik diri tidur
6. Berfokus pada 3. Pertimbangan
diri sendiri jenis dan sumber
7. Diaforesis nyeri dalam
pemilihan
strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
35

2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu

Risiko Perdarahan Tingkat Identifikasi Risiko


(D.0012) Risiko(L.81412) (I.14502)
Ekspektasi :
Menurun Tindakan
Kriteria hasil Observasi
1. Kemampun 1. Identifikasi risiko
mencari biologis,
informasi lingkungan dan
tentang perilaku
faktor risiko 2. Identifikasi risiko
meningkat secara berkala di
2. Kemampua masing-masing
n unit
mengidentif 3. Identifikasi risiko
ikasi faktor baru sesuai
risiko perencanaan yang
meningkat telah di tetapkan
3. Gangguan Terapeutik
konsentrasi 1. Tentukan metode
menurun pengelolaan resiko
4. Kemampua yang baik dan
n ekonomis
menghindar 2. Lakukan
i faktor pengelolaan risiko
risiko secara efektif
meningkat 3. Lakukan update
36

5. Kemampua perencanaan secara


n mengenali reguler (mis.
perubahan bulanan, triwulan,
status tahunan)
kesehatan 4. Buat perencanaan
6. Penggunaan tindakan yang
fasilitas memiliki timeline
kesehatan dan penanggung
meningkat jawab yang jelas
5. Dokumentasikan
temuan risiko
secara akurat

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi melibatkan pelaksanaan rencana asuhan keperawatan

yang diperoleh selama fase perencanaan. Implementasi adalah

melakukan suatu rencana berdasarkan intervensi keperawatan untuk

membantu klien mencapai suatu tujuan atau hasil yang diharapkan.

5. Evaluasi Keperawatan

Dalam evaluasi perawat menentukan respon pasien terhadap intervensi

keperawatan dan mengetahui sejauh mana tujuan telah dicapai. Jika hasil tidak

terpenuhi, revisi mungkin diperlukan dalam pengkajian (pengumpulan data),

diagnosis keperawatan, perencanaan atau implementasi. Evaluasi juga

merupakan penelitian ulang dan menginterpretasikan data baru yang

berkelanjutan untuk menentukan apakah tujuan tercapai sepenuhnya, sebagian,

atau tidak sama sekali. Evaluasi memastikan bahwa klien menerima perawatan

yang tepat dan kebutuhannya terpenuhi (Siregar, Pakpahan, & Togatorop,

2021).
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian adalah deskriptif dengan menggunakan studi kasus.

Penelitian ini menggambarkan penerapan asuhan keperawatan pada pasien

penyakit thypus abdominalis di ruang interne RSUD M. NATSIR Kota

Solok Tahun 2022.

B. Subjek Studi Kasus

Subjek studi kasus pada penelitian ini adalah pasien thypus

abdominalis. Pada penelitian ini, peneliti akan mengambil 1 klien thypus

abdominalis di ruang Interne RSUD M. Natsir Kota Solok Tahun 2022.

Kriteria inklusi subjek:

1. Pasien yang telah di diagnosa oleh dokter dengan diagnosa medis thypus

abdominalis

2. Pasien dengan tingkat kesadaran composmentis

3. Pasien dengan hari rawatan pertama

4. Pasien dapat berkomunikasi dengan lancar

5. Bersedia menjadi responden

Kriteria eksklusi:

1. Pasien yang mengalami penurunan kesadaran

2. Pasien dengan komplikasi

37
C. Fokus Studi

Fokus studi ini merupakan kajian utama dari permasalahan yang

akan menjadi acuan dalam studi kasus. Dalam studi kasus ini yang

menjadi fokus studi adalah penerapan intervensi pada pasien panyakit

thypus abdominalis di ruang interne RSUD M. NATSIR Kota Solok tahun

2022.

D. Defenisi Operasional Fokus Studi

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

No. Fokus Studi Defenisi Operasional

1. Thypus Abdominalis Pasien dengan gejala demam febris yang


meningkat secara bertahap tiap hari
hingga mencapai 38 oC - 40 oC dan
biasanya akan lebih tinggi pada malam
hari. dengan gangguan diare, sakit kepala,
merasa tidak enak badan, sakit perut dan
berat badan menurun.

2. Asuhan Keperawatan Proses keperawatan yang dilakukan pada


Thypus Abdominalis pasien thypus abdominalis selama 2
minggu yang meliputi: pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementasi dan
evaluasi yang diperoleh berdasarkan
wawancara, observasi, pengukuran
langsung dan dokumentasi pada catatan
keperawatan

E. Instrumen Studi Kasus

Instrumen pengumpulan data yang digunakan penulis pada penelitian ini


adalah dengan menggunakan format pengkajian asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit thypus abdominalis.

38
F. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan antara

lain:

1. Wawancara

Pada saat wawancara pasien peneliti menggunakan format

pengkajian keperawatan medikal bedah. Dalam format pengkajian

peneliti menanyakan identitas pasien, identitas penanggung jawab,

alasan masuk, keluhan saat dikaji,, dan lainnya yang tercantum dalam

format pengkajian, sedangkan pada instrument penilaian tanda dan

gejala yang tercantum didalamnya data subjektif dan objektif sesuai

SDKI.

2. Pengukuran

Pada metode pengukuran instrument yang digunakan adalah

tensimeter untuk mengukur tekanan darah, termometer untuk

mengukur suhu tubuh, alat pengukur suhu air panas, jam untuk

menghitung nadi dan pernapasan sebelum dan sesudah dilakukan

intervensi.

3. Observasi

Dalam metode observasi ini instrument yang digunakan adalah

panduan pengamatan (observasi) berupa format pengkajian mengenai

data pemeriksaan fisik dan juga mengobservasi tanda-tanda terjadinya

risiko hipertermi.

39
4. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data yang Sebagian

besar data dan fakta tersimpan dalam suatu bahan yang telah di

dokumentasikan. Pada penelitian ini, peneliti melakukan studi kasus

pada : (1) catatan kasus pasien untuk mendapatkan data identitas

klien : nama, umur, tanggal lahir, agama, Pendidikan, pekerjaan,

alamat, serta identitas penanggung jawab. (2) catatan terapi. (3) hasil

diagnostik.

G. Analisis Data

Analisis dari hasil pelaksanaan asuhan keperawatan dilakukan

dengan cara kualitatif, salah satunya adalah dengan metode studi kasus.

Data yang didapat dari hasil pengkajian dikelompokkan menjadi data

subjektif dan objektif yang akan dianalisis. Setelah itu, dirumuskan

menjadi diagnosa keperawatan dengan memprioritaskan untuk

menentukan diagnosa utama. Selanjutnya disusun intervensi keperawatan,

melaksananakan implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.

Analisa selanjutnya peneliti menentukan asuhan keperawatan yang

dilakukan apakah sesuai dengan teori dan hasil yang dialami pasien.

H. Etik Penelitian

Prinsip etik yang diterapkan berkaitan dengan studi kasus ini yaitu:

1. Otonomi (autonomy)

Prinsip yang didasarkan pada keyakinan individu mampu berpikir logis

dan mampu membuat keputusan sendiri.

40
2. Berbuat baik (benifecience)

Berbuat baik berarti melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan

memerlukan pencegahan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan

kebaikan oleh diri dan orang lain infomed consent diberikan peneliti

menjelaskan tujuan penelitian dan permohonan kesediaan pasien

berperan dalam penelitian ini.

3. Keadilan

Prinsip keadilan (justice) dibutuhkan demi tercapainya kesamaan

derajat dan keadilan terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-

5prinsip moral, legal dan kemanusiaan.

4. Tidak merugikan

Prinsip ini tidak mengandung arti tidak menimbulkan bahaya/cedera

fisik dan psikologis pada klien.

5. Kejujuran

Nilai yang diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk

menyampaikan kebenaran pada semua pasien dan untuk meyakinkan

pasien.

6. Menepati janji

Prinsip menepati janji dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan

komitmennya terhadap orang lain. Perawat harus setia pada

komitmennya, menepati janji serta harus mampu menyimpan rahasia

klien.

7. Kerahasiaan

41
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah bahwa informasi tentang

pasien harus dijaga sungguh-sungguh karena merupakan sesuatu yang

privasi.

8. Akuntabilitas

Akuntabilitas merupakan standar pasti bahwa tindakan seseorang yang

profesional harus dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa

kecuali.

42
BAB IV

A. Hasil Penelitian kasus

1. Pengkajian Keperawatan

a. Identitas Pasien

Pengkajian keperawatan dilakukan pada pasien perempuan berinisial

Ny. L berumur 47 tahun, pekerjaan pasien yaitu petani, agama islam,

alamat pasien di singkarak kecamaan tanjung harapan kota solok.

Diagnosa medis pasien yaitu typhoid fever selama dirawat yang

bertangguang jawab adalah suami pasien.

b. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang


a) Keluhan Utama
Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 18 agustus 2022
melalui IGD RSUD M Natsir Kota Solok pada pukul 16:00
WIB, pasien demam sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Demam tinggi, pasien tampak kebingungan oleh
keluarga. Berkeringat saat malam hari, batuk berdahak, nyeri
pada ulu hati, mual, nafsu makan menurun sudah 1 minggu.
b) Keluhan Saat Dikaji
Saat dilakukan pengkajian pada hari jumat 19 agustus 2022

pukul 09.00 WIB di ruangan rawat inap Interne RSUD M

Natsir Kota Solok, pasien mengeluh badannya panas, nyeri

pada ulu hati, mual, serta nafsu makan menurun. Saat ditanya

skala nyeri dari 1 sampai 10 klien menjawab skala nyerinya

43
ada di skala 6, pasien juga mengatakan susah tidur karena

nyeri yang dirasakan.

2) Riwayat Kesehatan Dahulu

Pasien mengatakan tidak pernah di rawat di rumah sakit

sebelumnya, pasien tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan

seperti diabetes mellitus dan hipertensi.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang

mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes mellitus dan

hipertensi.

a. Pola Aktifitas Sehari-hari

1) Pola nutrisi dan cairan

Sehat : pasien makan 3x sehari dengan nasi, lauk, sayur dan

dengan porsi sedang sampai banyak, dan minum air putih 5-

7 gelas/hari. Sakit : nafsu makan mengalami penurunan.

2) Pola eliminasi

Sehat : BAB di didapatkan frekuensinya sebanyak 1-2 kali

sehari, lancar tidak ada gangguan, BAK 5-7 kali, tidak ada

rasa nyeri saat BAK. Sakit : BAB dan BAK tidak ada

keluhan.

3) Pola istirahat dan tidur

44
Sehat: pasien tidur 6-8 jam/hari. Sakit : istirahat dan tidur

pasien terganggu, pasien mengatakan tidurnya terganggu

karena rasa nyeri yang dirasakan.

4) Pola aktifitas dan latihan

Sehat : sehari-hari aktifitas dilakukan sendirian tidak ada

dibantu oleh keluarga. Sakit : aktifitas dan pemenuhan ADL

dibantu oleh keluarga dan perawat.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum : sedang

2) Kesadaran : Compos Mentis, E4 M6 V5

3) Pemeriksaan Kepala

a) Kepala

Simetris, kepala bersih, penyebaran rambut merata,

warna rambut hitam mulai beruban dan tidak ada

kelainan.

b) Mata

Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, reflek

cahaya (+)

c) Hidung

Tidak ada gangguan pada pernafasan, tidak ada

penurunan ketajaman penciuman dan tidak ada kelainan.

d) Rongga mulut dan lidah

45
Warna bibir merah muda, lidah warna merah muda,

mukosa kering.

4) Pemeriksaan Thorax

a) Keluhan

Pasien tidak ada keluhan sesak nafas, nyeri terasa pada saat

batuk

5) Pemeriksaan Jantung

a) Tidak ada keluhan nyeri dada

6) Pemeriksaan system pencernaan dan status nutrisi

a) BB : 45 kg

b) TB : 155 cm

c) BAB : pasien mengatakan tidak ada keluhan BAB

d) BAK : 4-5 kali dan tidak ada keluhan

e) Diet : frekuensi makan 3 kali sehari, nafsu makan kurang

baik, porsi makan tidak habis

f) Abdomen

Saat di palpasi ada nyeri tekan pada bagian perut sebelah kiri

7) Pemeriksaan Syistem Syaraf

a) Memori : Panjang

b) Perhatian : Dapat mengulang

c) Bahasa : Komunikasi verbal menggunakan bahasa minang

d) Kognisi dan Orientasi : dapat mengenal orang, tempat dan

waktu

46
8) Pemeriksaan system Perkemihan

Pasien BAK 4-5 kali dalam sehari.

9) Pemeriksaan system endokrin

Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan getah bening

10) Pengkajian psikososial

a) Persepsi klien terhadap penyakitnya adalah merupakan

cobaan tuhan

b) Ekspresi pasien terhadap penyakitnya adalah menerima

c) Pasien kooperatif saat interaksi

11) Pengkajian Spiritual

a) Pasien beragama islam dan selalu melakukan kewajiban

sholat lima waktu

c. Data Psikologis

a) Status emosional : terkontrol

b) Kecemasan : terkontrol

c) Gaya komunikasi : komunikasi pasien lancar dengan

menggunakan bahasa minang.

d. Data Sosial

Dalam kegiatan sehari-hari pasien rukun dengan tatangga dan

berperan aktif dalam kegiatan bermasyarakat. Pekerjaan pasien

yaitu bertani.

e. Data Spiritual

47
Pasien beragama islam, dan mengerjakan sholat 5 waktu setiap

hari.

f. Data Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 18 Agustus 2022

HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM


PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hematologi Lengkap
Hemoglobin L 10.4 g/dL 12.0 – 16.0
Eritrosit L 3.71 105/mm3 4.0 – 5.0
Hematokrit L 31.5 % 36 – 48
Nilai – nilai MC
MCV 84.9 fL 84 – 96
MCH 28.0 pg/cell 28 – 34
MCHC 33.0 g/dL 32 – 36
RDW-CV 12.7 % 11.5 – 14.5
Leukosit 8.3 103/mm3 5.0 – 10.0
Trombosit 399 103/mm3 140 – 400
Hitung Jenis (Diff) :
Basofil 0 % 0–1
Eosinofil 3 % 1–3
Neutrofil 55 % 50 – 70
Limfosit 39 % 20 – 40
Monosit 3 % 2–8
C (Absolute L Count) 3237 /uL 1500 –
4000
R (Neutrophil L Ratio) 1.41 < 3.13
WIDAL
S. Typhi O (Widal) Negatif Negatif
S. Typhi H (Widal) 1/80 Negatif

g. Program dan Rancangan Pengobatan

1. IVFD RL 500cc 20 tetes/menit


2. Ceftriaxon 1 x 2 gr
3. Paractamol 3 x 500 mg
4. Ranitidin 2 x 1 mg
5. Curcuma 3 x 1 tablet
6. Domperidon 3 x 1 tablet

48
2. ANALISA DATA

Data Etiologi Masalah

Ds : Hipertermi

 Pasien mengatakan demam sudah


1 minggu sebelum masuk rumah
sakit
 Pasien mengatakan badan terasa
panas

Do :

 Suhu axila 38,2 oC


 Kulit tampak memerah
 Kulit teraba hangat

Ds : Nyeri Akut

 Klien mengatakan nyeri pada ulu


hati
 Klien mengatakan nyeri skala 6
 Klien mengatakan sulit tidur
karena nyeri

Do :

 Klien tampak meringis


 TD : 120/80 mm/Hg, N : 84
x/menit, S : 38,2 oC, RR : 24
x/menit

Ds : Defisit Nutrisi

 Klien mengatakan mual dan


muntah
 Klien mengatakan tidak nafsu
makan

Do :

 Klien tampak lemah

49
 Klien tidak menghabiskan
makanannya

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN

N DIAGNOSA DITEMUKAN TERATASI


O

1. Hipertermi 12 Agustus 2022 17 Agustus 2022

2. Nyeri Akut 12 Agustus 2022 17 Agustus 2022

3. Defisit Nutrisi 12 Agustus 2022 17 Agustus 2022

4. PERENCANAAN KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


HASIL KEPERAWATAN

1. Hipertermi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Demam


keperawatan selama 3 x 8 jam Observasi
diharapkan hipertermi membaik 1. Monitor tanda-tanda
vital (mis. Suhu tubuh,
dengan kriteria hasil :
frekuensi nadi,
1. Menggigil menurun frekuensi napas dan
2. Kulit merah menurun tekanan darah)
3. Pucat menurun 2. Monitor intake input
4. Takipnea menurun dan output cairan
5. Hipoksia menurun 3. Monitor komplikasi
akibat demam (mis.
Kejang, penurunan
kesadaran, kadar
elektrolit abnormal,
ketidakseimbangan
asam basa, aritmia)
Terapeutik
1. Tutupi badan dengan
selimut/pakaian
dengan tepat (mis.
Selimut/pakaian tebal
saat merasa dingin dan
selimut/ pakaian tipis

50
saat merasa panas)
2. Lakukan tepid sponge
atau kompres hangat
3. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan
memperbanyak minum
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
antipiretik, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian
antibiotic, jika perlu
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan selama 3 x 8 jam Observasi
diharapkan nyeri berkurang 1. Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
dengan kriteria hasil :
frekuensi, kualitas,
1. Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
2. Meringis menurun 2. Identifikasi skala
3. Gelisah menurun nyeri
4. Sulit tidur menurun 3. Identifikasi respons
5. Frekuensi nadi membaik nyeri non verbal
6. Tekanan darah membaik 4. Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis. terapi
pijat, kompres
hangat/dingin)
2. Fasilitasi istirahat dan
tidur
3. Pertimbangan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi

51
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian analgetik,
jika perlu

3. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi


keperawatan selama 3 x 8 jam Observasi
diharapkan nutrisi membaik 1. Identifikasi status
nutrisi
dengan kriteria hasil :
2. Identifikasi alergi dan
1. Nyeri abdomen intoleransi makanan
menurun 3. Identifikasi makanan
2. Frekuensi makan yang disukai
membaik 4. Identifikasi
3. Nafsu makan membaik kebutuhan kalori dan
jenis nutrien
5. Identifikasi perlunya
penggunaan selang
nasogastric
6. Monitor asupan
makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika
perlu
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
Piramida makanan)

52
3. Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
4. Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
5. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
6. Hentikan pemberian
makanan melalui
selang nasogatrik jika
asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi
duduk, jika mampu
2. Anjurkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan (mis.
pereda nyeri,
antiemetic), jika
perlu
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan, jika
perlu

5. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/tanggal DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


KEPERAWATAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN

Jumat Hipertermi Manajemen demam S:


19-08-2022 1. Melakukan pemeriksaan
tanda-tanda vital  Pasien mengatakan
2. Memantau intake output demam sudah 1
dan input cairan
3. Melakukan kompres minggu sebelum

53
hangat pada pasien masuk rumah sakit
4. Menganjurkan pada  Pasien mengatakan
pasien banyak minum badan terasa panas
5. Memberikan obat penurun
panas yang telah O:
diresepkan oleh dokter
(paracetamol)  Suhu axila 38,2 oC
 Kulit tampak
memerah
 Kulit teraba hangat

A : Masalah hipertermi belum


teratasi dengan melaporkan
menggigil menurun, kulit
merah menurun, pucat
menurun, takipnea menurun,
hipoksia menurun

P : Lanjutan intervensi
 Melakukan
pemeriksaan tanda-
tanda vital
 Memantau intake
output dan input
cairan
 Melakukan kompres
hangat pada pasien
 Menganjurkan pada
pasien banyak minum
 Memberikan obat
penurun panas yang
telah diresepkan oleh
dokter (paracetamol)

Jumat Nyeri Akut Manajemen nyeri S:


12-08-2022 1. Menanyakan pada pasien
factor pencetus dan  Klien mengatakan
pereda nyeri nyeri pada ulu hati
2. Menanyakan pada pasien  Klien mengatakan
kualitas nyeri yang
nyeri skala 6
dirasakan seperti apa
3. Menanyakan intensitas  Klien mengatakan

54
nyeri dengan skala sulit tidur karena nyeri
4. Mengajarkan pasien
teknik nonfarmakologis O :
untuk mengurangi rasa
nyeri  Klien tampak
5. Memberikan obat pereda meringis
nyeri yang telah  TD : 120/80 mm/Hg,
diresepkan oleh dokter
(paracetamol) N : 84 x/menit,
S : 38,2 oC,
RR : 24 x/menit

A : Masalah belum teratasi


dengan melaporkan keluhan
nyeri menurun, meringis
menurun, gelisah menurun,
sulit tidur menurun, frekuensi
nadi membaik, tekanan darah
membaik

P : Lanjutan intervensi
 Mengajarkan pasien
teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
 Memberikan obat
pereda nyeri yang
telah diresepkan oleh
dokter (paracetamol)

Deficit Nutrisi Manajemen nutrisi S:


1. Mengidentifikasi status
nutrisi  Klien mengatakan
2. Mengidentifikasi alergi mual dan muntah
dan intoleransi makanan  Klien mengatakan
3. Mengidentifikasi
tidak nafsu makan
kebutuhan kalori dan jenis
nutrient O:
4. Memonitor asupan
makanan  Klien tampak lemah
5. Memonitor berat badan
 Klien tidak
6. Memonitor hasil

55
laboratorium menghabiskan
7. Menganjurkan makanan
makanannya
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
8. Memberikan suplemen A : Masalah belum teratasi
makanan yang telah dengan melaporkan nyeri
diresepkan oleh dokter
(curcuma) abdomen menurun, frekuensi
makan membaik, nafsu
makan membaik

P : Lanjutan intervensi

 Mengidentifikasi
status nutrisi
 Mengidentifikasi
alergi dan intoleransi
makanan
 Mengidentifikasi
kebutuhan kalori dan
jenis nutrient
 Memonitor asupan
makanan
 Memonitor berat
badan
 Memonitor hasil
laboratorium
 Menganjurkan
makanan tinggi serat
untuk mencegah
konstipasi
 Memberikan
suplemen makanan
yang telah diresepkan
oleh dokter (curcuma)

Sabtu Hipertermi Manajemen demam S:


13-08-2022 1. Melakukan
pemeriksaan tanda-  Pasien mengatakan
tanda vital badan masih terasa
2. Memantau intake panas
output dan input
cairan

56
3. Melakukan kompres O:
hangat pada pasien
4. Menganjurkan pada  Suhu axila 38,2 oC
pasien banyak minum  Kulit masih tampak
5. Memberikan obat memerah
penurun panas yang
 Kulit teraba hangat
telah diresepkan oleh
dokter (paracetamol)
A : Masalah hipertermi belum
teratasi dengan melaporkan
menggigil menurun, kulit
merah menurun, pucat
menurun, takipnea menurun,
hipoksia menurun

P : Lanjutan intervensi

 Melakukan
pemeriksaan tanda-
tanda vital
 Memantau intake
output dan input
cairan
 Melakukan kompres
hangat pada pasien
 Menganjurkan pada
pasien banyak minum
 Memberikan obat
penurun panas yang
telah diresepkan oleh
dokter (paracetamol)
Nyeri Akut Manajemen nyeri S:
1. Menanyakan pada pasien
factor pencetus dan  Klien mengatakan
pereda nyeri nyeri pada ulu hati
2. Menanyakan pada pasien  Klien mengatakan
kualitas nyeri yang
nyeri skala 6
dirasakan seperti apa
3. Menanyakan intensitas  Klien mengatakan
nyeri dengan skala sulit tidur karena nyeri
4. Mengajarkan pasien
teknik nonfarmakologis O :
untuk mengurangi rasa
nyeri  Klien tampak
5. Memberikan obat pereda meringis

57
nyeri yang telah  TD : 120/80 mm/Hg,
diresepkan oleh dokter
N : 84 x/menit,
(paracetamol)
S : 38,2 oC,
RR : 24 x/menit

A : Masalah belum teratasi


dengan melaporkan keluhan
nyeri menurun, meringis
menurun, gelisah menurun,
sulit tidur menurun, frekuensi
nadi membaik, tekanan darah
membaik

P : Lanjutan intervensi
 Mengajarkan pasien
teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
 Memberikan obat
pereda nyeri yang
telah diresepkan oleh
dokter (paracetamol)

Defisit Nutrisi Manajemen nutrisi S:


1. Mengidentifikasi status
nutrisi  Klien mengatakan
2. Mengidentifikasi alergi mual dan muntah
dan intoleransi makanan  Klien mengatakan
3. Mengidentifikasi
tidak nafsu makan
kebutuhan kalori dan jenis
nutrient O:
4. Memonitor asupan
makanan  Klien tampak lemah
5. Memonitor berat badan
 Klien tidak
6. Memonitor hasil
laboratorium menghabiskan
7. Menganjurkan makanan
makanannya
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
8. Memberikan suplemen A : Masalah belum teratasi
makanan yang telah dengan melaporkan nyeri
diresepkan oleh dokter
(curcuma) abdomen menurun, frekuensi

58
makan membaik, nafsu
makan membaik

P : Lanjutan intervensi

 Mengidentifikasi
status nutrisi
 Mengidentifikasi
alergi dan intoleransi
makanan
 Mengidentifikasi
kebutuhan kalori dan
jenis nutrient
 Memonitor asupan
makanan
 Memonitor berat
badan
 Memonitor hasil
laboratorium
 Menganjurkan
makanan tinggi serat
untuk mencegah
konstipasi
 Memberikan
suplemen makanan
yang telah diresepkan
oleh dokter (curcuma)

Minggu Hipertermi Manajemen demam S:


14-08-2022 1. Melakukan
pemeriksaan tanda-  Pasien mengatakan
tanda vital badan masih terasa
2. Memantau intake panas
output dan input
cairan O:
3. Melakukan kompres
hangat pada pasien  Suhu axila 37,6 oC
4. Menganjurkan pada  Kulit masih tampak
pasien banyak minum memerah
5. Memberikan obat
penurun panas yang  Kulit masih teraba
telah diresepkan oleh hangat
dokter (paracetamol)
A : Masalah hipertermi belum

59
teratasi dengan melaporkan
menggigil menurun, kulit
merah menurun, pucat
menurun, takipnea menurun,
hipoksia menurun

P : Lanjutan intervensi

 Melakukan
pemeriksaan tanda-
tanda vital
 Memantau intake
output dan input
cairan
 Melakukan kompres
hangat pada pasien
 Menganjurkan pada
pasien banyak minum
 Memberikan obat
penurun panas yang
telah diresepkan oleh
dokter (paracetamol)

Nyeri Akut Manajemen nyeri S:


1. Menanyakan pada pasien
factor pencetus dan  Klien mengatakan
pereda nyeri nyeri pada ulu hati
2. Menanyakan pada pasien sudah berkurang
kualitas nyeri yang
 Klien mengatakan
dirasakan seperti apa
3. Menanyakan intensitas nyeri skala 3
nyeri dengan skala  Klien mengatakan
4. Mengajarkan pasien tidur masih terganggu
teknik nonfarmakologis karna nyeri
untuk mengurangi rasa
nyeri O:
5. Memberikan obat pereda
nyeri yang telah  Klien sudah tidak
diresepkan oleh dokter tampak meringis
(paracetamol)  TD : 120/70 mm/Hg,
N : 80 x/menit,
S : 37,6 oC,

60
RR : 20 x/menit

A : Masalah nyeri belum


teratasi dengan melaporkan
keluhan nyeri menurun,
meringis menurun, gelisah
menurun, sulit tidur menurun,
frekuensi nadi membaik,
tekanan darah membaik

P : Lanjutan intervensi
 Mengajarkan pasien
teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
 Memberikan obat
pereda nyeri yang
telah diresepkan oleh
dokter (paracetamol)

Defisit Nutrisi Manajemen nutrisi S:


1. Mengidentifikasi status
nutrisi  Klien mengatakan
2. Mengidentifikasi alergi mual dan muntah
dan intoleransi makanan sudah tidak ada
3. Mengidentifikasi
 Klien mengatakan
kebutuhan kalori dan jenis
nutrient nafsu makannya sudah
4. Memonitor asupan membaik
makanan
5. Memonitor berat badan O:
6. Memonitor hasil
 Klien masih tampak
laboratorium
7. Menganjurkan makanan lemah
tinggi serat untuk  Nafsu makan klien
mencegah konstipasi membaik dengan
8. Memberikan suplemen
makanan yang telah menghabiskan
diresepkan oleh dokter makanannya
(curcuma)
A : Masalah belum teratasi
dengan melaporkan nyeri
abdomen menurun, frekuensi

61
makan membaik, nafsu
makan membaik

P : Lanjutan intervensi

 Mengidentifikasi
status nutrisi
 Mengidentifikasi
alergi dan intoleransi
makanan
 Mengidentifikasi
kebutuhan kalori dan
jenis nutrient
 Memonitor asupan
makanan
 Memonitor berat
badan
 Memonitor hasil
laboratorium
 Menganjurkan
makanan tinggi serat
untuk mencegah
konstipasi
 Memberikan
suplemen makanan
yang telah diresepkan
oleh dokter (curcuma)

Senin Hipertermi Manajemen demam S:


15-08-2022 1. Melakukan
pemeriksaan tanda-  Pasien mengatakan
tanda vital badan sudah tidak
2. Memantau intake panas
output dan input
cairan O:
3. Melakukan kompres
hangat pada pasien  Suhu axila 36,7 oC
4. Menganjurkan pada  Kulit sudah tidak
pasien banyak minum memerah
5. Memberikan obat
penurun panas yang A : Masalah hipertermi
telah diresepkan oleh
teratasi, dengan melaporkan
dokter (paracetamol)
kulit merah menurun, pucat

62
menurun, takipnea menurun,
hipoksia menurun

P : Lanjutan intervensi

 Melakukan
pemeriksaan tanda-
tanda vital
 Memantau intake
output dan input
cairan
 Melakukan kompres
hangat pada pasien
 Menganjurkan pada
pasien banyak minum
 Memberikan obat
penurun panas yang
telah diresepkan oleh
dokter (paracetamol)

Nyeri Akut Manajemen nyeri S:


1. Menanyakan pada pasien
factor pencetus dan  Klien mengatakan
pereda nyeri nyeri pada ulu hati
2. Menanyakan pada pasien sudah berkurang
kualitas nyeri yang
 Klien mengatakan
dirasakan seperti apa
3. Menanyakan intensitas nyeri skala 2
nyeri dengan skala  Klien mengatakan
4. Mengajarkan pasien tidur sudah tidak
teknik nonfarmakologis terganggu
untuk mengurangi rasa
nyeri O:
5. Memberikan obat pereda
nyeri yang telah  Klien sudah tidak
diresepkan oleh dokter tampak meringis
(paracetamol)  TD : 120/70 mm/Hg,
N : 80 x/menit,
S : 37,6 oC,
RR : 20 x/menit

A : Masalah nyeri belum


teratasi dengan melaporkan

63
keluhan nyeri menurun,
meringis menurun, gelisah
menurun, sulit tidur menurun,
frekuensi nadi membaik,
tekanan darah membaik

P : Lanjutan intervensi
 Mengajarkan pasien
teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
 Memberikan obat
pereda nyeri yang
telah diresepkan oleh
dokter (paracetamol)

Defisit Nutrisi Manajemen nutrisi S:


1. Mengidentifikasi status
nutrisi  Klien mengatakan
2. Mengidentifikasi alergi nafsu makannya sudah
dan intoleransi makanan membaik
3. Mengidentifikasi
kebutuhan kalori dan jenis O:
nutrient
4. Memonitor asupan  Klien tampak
makanan membaik
5. Memonitor berat badan  Nafsu makan klien
6. Memonitor hasil
laboratorium membaik dengan
7. Menganjurkan makanan menghabiskan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi makanannya
8. Memberikan suplemen
makanan yang telah A : Masalah teratasi dengan
diresepkan oleh dokter
(curcuma) melaporkan nyeri abdomen
menurun, frekuensi makan
membaik, nafsu makan
membaik

P : Lanjutan intervensi

 Mengidentifikasi

64
status nutrisi
 Mengidentifikasi
alergi dan intoleransi
makanan
 Mengidentifikasi
kebutuhan kalori dan
jenis nutrient
 Memonitor asupan
makanan
 Memonitor berat
badan
 Memonitor hasil
laboratorium
 Menganjurkan
makanan tinggi serat
untuk mencegah
konstipasi
 Memberikan
suplemen makanan
yang telah diresepkan
oleh dokter (curcuma)

Selasa Hipertermi Manajemen demam S:


16-08-2022 1. Melakukan
pemeriksaan tanda-  Pasien mengatakan
tanda vital badan sudah tidak
2. Memantau intake panas
output dan input
cairan O:
3. Melakukan kompres
hangat pada pasien  Suhu axila 36,5 oC
4. Menganjurkan pada  Kulit sudah tidak
pasien banyak minum memerah
5. Memberikan obat
penurun panas yang A : Masalah hipertermi
telah diresepkan oleh
teratasi, dengan melaporkan
dokter (paracetamol)
kulit merah menurun, pucat
menurun, takipnea menurun,
hipoksia menurun

P : Lanjutan intervensi

 Intervensi dihentikan
(pasien pulang)

65
Nyeri Akut Manajemen nyeri S:
1. Menanyakan pada pasien
factor pencetus dan  Klien mengatakan
pereda nyeri nyeri pada ulu hati
2. Menanyakan pada pasien sudah tidak ada
kualitas nyeri yang
 Klien mengatakan
dirasakan seperti apa
3. Menanyakan intensitas tidur sudah membaik
nyeri dengan skala
O:
4. Mengajarkan pasien
teknik nonfarmakologis  Klien sudah tidak
untuk mengurangi rasa
tampak meringis
nyeri
5. Memberikan obat pereda  TD : 120/70 mm/Hg,
nyeri yang telah N : 80 x/menit,
diresepkan oleh dokter
(paracetamol) S : 37,6 oC,
RR : 20 x/menit

A : Masalah nyeri teratasi


dengan melaporkan keluhan
nyeri menurun, meringis
menurun, gelisah menurun,
sulit tidur menurun, frekuensi
nadi membaik, tekanan darah
membaik

P : Lanjutan intervensi
 Intervensi dihentikan
(pasien pulang)

Defisit Nutrisi Manajemen nutrisi S:


1. Mengidentifikasi status
nutrisi  Klien mengatakan
2. Mengidentifikasi alergi nafsu makannya sudah
dan intoleransi makanan membaik
3. Mengidentifikasi
kebutuhan kalori dan jenis O :
nutrient
4. Memonitor asupan  Klien tampak
makanan membaik
5. Memonitor berat badan  Nafsu makan klien
6. Memonitor hasil
laboratorium membaik dengan
7. Menganjurkan makanan menghabiskan
tinggi serat untuk

66
mencegah konstipasi makanannya
8. Memberikan suplemen
makanan yang telah A : Masalah teratasi dengan
diresepkan oleh dokter
(curcuma) melaporkan nyeri abdomen
menurun, frekuensi makan
membaik, nafsu makan
membaik

P : Lanjutan intervensi

 Intervensi dihentikan
(pasien pulang)

B. Pembahasan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada pasien thypus abdominalis yang

telah dilakukan sejak tanggal 12 mei 2022 sampai tanggal 16 mei 2022

diruangan rawat inap interne RSUD M Natsir Kota Solok, melalui pendekatan

proses keperawatan yaitu meliputi pengkajian, penegakan diagnosis,

perencanaan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi, maka pada pembahasan

ini peneliti akan membahas mengenai kesenjangan antara teori dan dan

kenyataan yang ditemukan dalam perawatan kasus thypus abdominalis pada

pasien di ruangan Interne RSUD M Natsir Kota Solok yang dapat diuraikan

sebagai berikut:

1. Pengkajian

a. Identitas klien

67
68
DAFTAR PUSTAKA

Asmara Ariga, R. (2020). Buku Ajar Implementasi Manajemen Pelayanan


Kesehatan dalam Keperawatan. Deepublish.
Dr. Sri Darmawati, M. S. (2021). Mengenal Karakter Molekuler Dan
Imunogenesitas Flagella Salmonella Typhi Penyebab Demam Tifoid. CV
BUDI UTAMA. https://books.google.co.id/books?
id=A1A3EAAAQBAJ&newbks=1&newbks_redir=0&printsec=frontcover&
pg=PA1&dq=demam+tifoid&hl=id&source=gb_mobile_entity&redir_esc=y
#v=onepage&q=demam tifoid&f=false
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo
Surabaya. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (A. Tjokroprawira, P. B.
Setiawan, & D. Santoso (eds.)). Airlangga University Press (AUP).
Jainurakhma, J., Koerniawan, D., Supriadi, E., Frisca, S., Perdani, Z. P., &
Budiono, Zuliani, Malisa, N. (2021). Dasar-Dasar Asuhan Keperawatan
Penyakit Dalam dengan Pendekatan Klinis (A. Karim (ed.); 1st ed.).
Yayasan Kita Menulis.
Marni. (2016). Asuhan Keperawatan Anak Pada Penyakit Tropis (R. Astikawati
(ed.)). Penerbit Erlangga.
Nafiah, F. (2018). KENALI DEMAM TIFOID DAN MEKANISMENYA. CV BUDI
UTAMA. https://books.google.co.id/books?
id=hGWBDwAAQBAJ&newbks=1&newbks_redir=0&printsec=frontcover
&dq=demam+tifoid&hl=id&source=gb_mobile_entity&redir_esc=y#v=onep
age&q=demam tifoid&f=false
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Nic Edisi Revisi Jilid 1 (1st ed.). Penerbit
Mediaction Jogja.
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(II). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Rinni, B. A., Wuryandari, T., & Rusgiyono, A. (2014). PEMODELAN LAJU
KESEMBUHAN PASIEN RAWAT INAP TYPHUS ABDOMINALIS (DEMAM
TIFOID) MENGGUNAKAN MODEL REGRESI KEGAGALAN
PROPORSIONAL DARI COX (Studi Kasus di RSUD Kota Semarang). 3.
Saputra, R. K., Majid, R., & Bahar, H. (2017). HUBUNGAN PENGETAHUAN,
SIKAP DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN GEJALA DEMAM THYPOID

69
PADA MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO TAHUN 2017. 2, 2.
Suraya, C., & Atikasari, A. (2019). Hubungan Personal Hygiene Dan Sumber Air
Bersih Dengan Kejadian Demam Typhoid Pada Anak. Jurnal ’Aisyiyah
Medika, 4, 327–339. https://doi.org/10.36729/jam.v4i3.205
Utaminingsih, W. R. (2015). Menjadi Dokter Bagi Anak Anda. Cakrawala Ilmu.

70

Anda mungkin juga menyukai