Anda di halaman 1dari 73

PROPOSAL TUGAS AKHIR

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI


PADA LANSIA DI KELURAHAN PPA WILAYAH KERJA PUSKESMAS
TANJUNG PAKU KOTA SOLOK TAHUN 2022

SOFIANI SAFITRI
NIM: 193210231

PRODI D3 KEPERAWATAN SOLOK


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN PADANG
TAHUN 2022
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI PADANG

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI


PADA LANSIA DI KELURAHAN PPA WILAYAH KERJA PUSKESMAS
TANJUNG PAKU KOTA SOLOK TAHUN 2022

PROPOSAL PENELITIAN

Di Ajukan Ke Program Studi D-III Keperawatan Solok Politeknik Kesehatan


Kementrian Kemenkes Padang Sebagai Persyaratan Dalam Menyelesaikan
Pendidikan Diploma III Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Padang

OLEH
SOFIANI SAFITRI
NIM : 193210231

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SOLOK POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI PADANG
TAHUN 2022

i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Proposal Tugas Akhir
Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Pada Lansia Di Kelurahan
PPA Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung
Paku Kota Solok Tahun 2022

Disusun Oleh :

SOFIANI SAFITRI
NIM: 193210231

Telah disetujui oleh pembimbing pada tanggal :

Menyetujui :

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

(SYAHRUM, S. Pd, M.Kes) (Ns. DEHARNITA, S.ST,M.Kes)


NIP. 19610613 198406 1 001 NIP. 19691205 198903 2 001

Solok, Februari 2022


Ketua Program Studi DIII Keperawatan Solok
Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang

Ns. DEHARNITA, S.ST,M.Kes


NIP. 19691205 198903 2 001

ii
HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL TUGAS AKHIR

Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Pada Lansia Di Wilayah
Kerja Puskesmas Tanjung
Paku Kota Solok Tahun 2022

Disusun Oleh :
SOFIANI SAFITRI
NIM: 1932102031

Telah dipertahankan dalam seminar


di depan dewan penguji pada
tanggal :

SUSUNAN DEWAN PENGUJI


Ketua,

(Ns. YUDISTIRA AFCONNERI, S.Kep,M.Kep) ( )


NIP. 19890121 2018 1 001

Anggota,

(YULASTRI,S.Pd, M. Biomed) ( )
NIP. 19591110198302 2 001

Anggota,

(SYAHRUM, S. Pd, M.Kes) ( )


NIP. 19610613 198406 1 001

Anggota

(Ns. DERHANITA, S.ST,M.Kes) ( )


NIP. 19691205 198903 2 001
Padang,………………..
Ketua Jurusan………….

Ns. DEHARNITA, S.ST,M.Kes


NIP. 19691205 198903 2 001

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha

Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Proposal

Penelitian ini yang berjudul “Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan

Status Gizi Di Kelurahan PPA Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku

Kota Solok Tahun 2022”

Proposal Penelitian ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

menyelesaikan pendidikan D-III Keperawatan pada Program Studi D.III

Keperawatan Solok Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Padang, dalam

kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih pada kedua orang tua

tercinta, yang telah banyak memberikan dukungan secara moril dan materil.

Selanjutnya kepada Bapak Syahrum, S.Pd.M.Kes selaku dosen pembimbing I dan

pembimbing II Ibu Ns. Deharnita, S.ST.M.Kes yang memberikan pengarahan,

masukan dan bimbingan, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal

Penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Burhan Muslim SKM,M.Si selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Padang .

2. Ibu Ns. Sila Dewi Anggreni, M.Kep. Sp. KMB selaku Ketua Jurusan

Keperawatan Politeknik Kesehatan Padang.

3. Ibu Ns. Deharnita, S.ST, S.Kep. M,Kes selaku Kaprodi D.III Keperawatan

Solok.

iv
4. Bapak dan Ibu dosen Prodi D.III Keperawatan Solok yang telah memberikan

ilmu selama mengikuti pendidikan di Keperawatan Solok.

5. Teristimewa ayah dan ibuku tercinta, kakak-kakakku tersayang, sahabat

seperjuangan yang telah sama-sama berjuang dan memberikan dukungan serta

motivasi yang bermanfaat.

6. Rekan-rekan Angkatan yang telah memberikan dukungan serta saran-saran

yang bermanfaat dan membangun.

Dalam penyusunan Proposal Penelitian ini telah berusaha sebaik-baiknya,

namun penulis menyadari Proposal Penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu, peneliti dengan tangan terbuka menerima kritik dan saran dari

pembaca.

Akhir kata peneliti berharap proposal penelitian ini bermanfaat khususnya

bagi peneliti sendiri dan pihak yang telah membacanya, serta peneliti mendoakan

semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT.

Aamiin.

Solok, 10 Februari 2022

Penulis

v
DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING...........................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii
KATA PENGANTAR............................................................................................iv
DAFTAR ISI...........................................................................................................vi
DAFTAR TABEL................................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A.Latar Belakang..............................................................................................1
B.Rumusan Masalah.........................................................................................6
C.Pertanyaan Penelitian....................................................................................7
D.Tujuan Penelitian..........................................................................................7
E. Manfaat Penelitian........................................................................................8
F. Ruang Lingkup Penelitian.............................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................9
A.Konsep Lansia...............................................................................................9
1. Pengertian..............................................................................................9
2. Batasan-Batasan Lanjut Usia................................................................9
3. Karakteristik Lansia............................................................................10
4. Teori Proses Menua.............................................................................10
B.Konsep Status Gizi Lansia..........................................................................13
C.Pengukuran Antropometri...........................................................................27
D.Indeks Massa Tubuh (Imt)..........................................................................35
BAB III KERANGKA KONSEP..........................................................................37
A.Konseptual..................................................................................................37
B.Definisi Operasional...................................................................................39
C.Hipotesis......................................................................................................40
BAB IV METODE PENELITIAN........................................................................41
A.Desain Penelitian.........................................................................................41
B.Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................................41

vi
1. Tempat Penelitian....................................................................................41
2. Waktu penelitian......................................................................................41
C.Populasi Dan Sampel..................................................................................41
D.Cara Pengumpulan Data..............................................................................42
E. Teknik Pengolahan Data.............................................................................44
F. Analisa Data................................................................................................46
G.Pertimbangan Etik.......................................................................................47
H.Prosedur Penelitian.....................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 : Kerangka konsep............................................................................38


Tabel 2.1 : Defenisi Operasional Prosedur.......................................................39

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Menjadi Responden


Lampiran 2 Surat Pernyataan Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 3 Kuesioner Penelitian
Lampiran 4 Dokumentasi Studi Pendahuluan
Lampiran 5 Lembaran konsultasi bimbingan Pembimbing 1
Lampiran 6 Lembaran konsultasi bimbingan Pembimbing 2

ix
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi

normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki

kerusakan yang terjadi (Muhith & Siyoto, 2016). Proses menua setiap individu

pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya, ada orang yang belum tergolong

lansia (masih muda) tetapi mengalami kekurangan, menjadi tua merupakan

kodrat yang harus dijalani oleh semua orang (Muhith & Siyoto, 2016).

Lansia adalah seseorang individu yang telah melewati usia 45 atau 60

tahun(Prasetyo & Senja, 2019). Lansia adalah kelompok manusia yang berusia

60 tahun keatas, pada lansia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan

jaringan untuk memperbaiki diri atau menganti dan mempertahankan fungsi

normalnya secara perlahan-perlahan sehin tidak dapat bertahan terhadap

infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Sunaryo et al., 2015).

Prevalensi penduduk lansia di dunia pada tahun 2025 diprediksi akan

mengalami peningkatan sebesar 14,9% dan di tahun 2030 sebesar 16,4%.

Prevalensi penduduk lansia di Asia pada tahun 2025 diprediksi akan


3

mengalami peningkatan sebesar 15%, dan akan terus meningkat di tahun 2030

sebesar 17,1%. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di Asia

dengan prevalensi lansia yang cenderung terus meningkat, diperkirakan

padatahun 2025 akan terjadi peningkatan sebesar 11,1% dan di tahun 2030

akan meningkat sebesar 12,9%. Jumlah lansia di Indonesia menurut Pusat

Data dan Informasi Kemenkes RI, pada tahun 2017 diperkirakan berjumlah

23,66 juta jiwa. Jumlah lansia tertinggi berada di Daerah Yogyakarta yaitu

sebesar 13,81%, lalu yang kedua adalah Jawa Tengah sebesar 12,59%, dan

yang ketiga adalah Jawa Timur sebesar 4,33%. (Dhiya Fadillah & Achadi

Nugraheni Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat, 2019)

Malnutrisi seharusnya tidak terjadi lagi di abad modern ini. Namun, di

Inggris saja ternyata dari hasil survey yang diselenggarakan oleh DHSS dan

diterbitkan dalam tahun 1979 terlihat bahwa 3 persen dari jumlah subyek yang

diteliti mengalami malnutrisi klinik. Apabila angka ini, yang tidak

mengikutsertakan kasus kasus kegemukan, diterapkan dalam keseluruhan

populasi manula, maka akan terdapat 300.000 manula dengan diet tak

memadai yang tanpa dapat dihindari membawa pengaruh buruk bagi

Kesehatan. Kelainan gizi yang paling sering dijumpai dalam survey adalah

obesitas, konsumsi yang rendah pada asam folat, vitamin C, vitamin D,


4

Vitamin B, zat besi dan kalsium. Kaum manula yang menderita kesalahan gizi

dapat dibagi menjadi tiga kelompok : 1. Malnutrisi umum. diet tidak

mengandung beberapa nutrient dalam jumlah yang memadai. Keadaan ini

disebabkan oleh ketidakacuhan secara umum yang disebabkan oleh berbagai

keadaan. 2. Defisiensi nutrient tertentu. Defisiensi ini terjadi bila suatu

makanan tertentu tidak ada dalam diet. Ada dua buah contoh: defisiensi zat

besi pada manula yang keadaan gigi-geliginya memperkirakan kejadian

hipertjelek sehingga tidak makan daging karena kesulitan mengunyah, dan

konsumsi vitamin C yang rendah pada manula yang terus menerus dalam

jangka waktu lama menjalani ‘diet lambung’, 3. Obesitas. Besarnya

permasalahan ini akan meningkat bilamana masukan energi tidak dikurangi

saat aktivitas jasmaniah semakin menurun. Obesitas yang ekstrem jarang

terjadi begitu seseorang masuk usia pensiun. Obesitas biasanya disebabkan

oleh kebiasaan makan yang jelek sejak usia muda. Kita harus menyadari

adanya berbagai kerugian yang ditimbulkan oleh kegemukan dalam usia

lanjut. Gerakan manula yang gemuk akan menjadi lebih sulit lagi. Tugas

perawatan dan rehabilitasi manula yang gemuk merupakan pekerjaan yang

sukar. (E. Mary Back, 2011)

Di Indonesia jumlah lansia diproyeksikan sebesar 7,28% dan pada tahun

2020 menjadi besar 11,34% berjumlah 28.822.879 jiwa (Padila, 2014) dikutip
5

dalam (Nasution, 2016). Berdasarkan data sensus ekonomi nasional badan

pusat statistic jumlah lansia 23,4 juta jiwa dari total penduduk Indonesia. Pada

tahun 2025 diperkirakan mencapai 33,7 juta dan 2035 sebanyak 48,2 juta dari

jumlah penduduk (BPS,2017). Masalah gizi yang sering diderita di usia lanjut

adalah kurang gizi, kondisi kurang gizi tanpa disadari karena gejala yang

muncul hampir tak terlihat sampai usia lanjut tersebut telah jatuh dalam

kondisi gizi buruk. Angka Kesehatan merupakan salah satu indikator yang

digunakan untuk mengukur derajat Kesehatan. Angka kesakitan penduduk

lanjut usia di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun

yaitu pada tahun 2011 angka kesakitan sebesar 24,8 %, pada tahun 2013

sebesar 29,98%, pada tahun 2014 sebesar 31,11% dan pada tahun 2017 angka

kesakitan lansia sebesar 26,72% (Infodatin Kemenkes, 2016).(Ahmad et al.,

2020)

Lansia di Indonesia banyak yang mengalami gangguan pemenuhan gizi

yang mengalami gizi kurang (IMT 16,5-18,49) sebanyak 31% dan gizi lebih

banyak 1,8%. Pengasuhan gizi mungkin memiliki efek positif pada asupan

energi dan zat gizi yang lain serta kualitas hidup penduduk lansia dan lansia

yang menderita malnutrisi. (Indraswari, Thaha dan Jafar, 2012). Adapun

masalah gizi yang sering terjadi pada lansia adalah masalah gizi yang berlebih

(obesitas) dan masalah gizi kurang (kurus) (Pesisir, 2009). Status gizi lansia
6

yang abnormal dapat terjadi karena adanya perubahan peurbahan yaitu dengan

penurunan air liur, kultus dalam menelan, dan menunda pengosongan perut

dan kerongkongan serta menurunkan gastroin yaitu gerakan testinal dimana

masalah ini dapat mempengaruhi nutrisi dan sebgai salah satu yang paling

penting didalam pememliharaan kesehatan sehingga hasilnya yaitu lansia

termasuk kelompok yang berpotensi rentang resiko kekurangan gizi.

(Abolghasem Gorji et al., 2017). Status gizi ialah keadaan tubuh sebagai

akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat zat. Status gizi seseorang dapat

ditemukan oleh beberapa pemeriksaan gizi. Pemeriksaan actual gizi yang

memberikan data paling meyakinkan tentang keadaan actual gizi seseorang.

Bagi lansia, pengukuran dan penentuan status gizi pada lansia ialah dengan

menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Mini Nutritional Assesmment

(MNA). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau biasa dieknal dengan Body Mass

Index merupakan alat ukur sehingga dapat mempertahankan berat badan

normal yang memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup

lebih Panjang. Mini Nutritional Assesment (MNA) ialah salah satu alat ukur

yang digunakan untuk screening sttaus gizi pada lansia.(Akbar & Eatall, 2020)

Defisiensi gizi terjadi pada kelompok manula yang usianya 75 tahun dan

biasanya disertai dengan problem sosial, medis, atau pun jasmaniah. Dengan

bertambahnya usia, insidensi penyakit dan kecacatan turut bertambah pula.


7

Kedua faktor ini akan menurunkan selera makan dan mengurangi konsumsi

makanan sehingga mutu makanan yang dimakan menjadi masalah yang

semakin penting. (E. Mary Back, 2011)

Penelitian yang dilakukan dalam (Wong et al., 2019) menggunakan Mini

Nutritional Assesment (MNA), ditemukan sekitar 44% dari komunitas orang

dewasa Tionghoa yang lebih tua berisiko, atau sudah menderita malnutrisi,

sedangkan diidentifikasi terdapat 76% dari mereka yang berusia 90 tahun ke

atas beresiko kekurangan gizition, tentang risiko malnutrisi dan kaitannya

dengan karakteristik demografi, gaya hidup, status Kesehatan, diet

menunjukkan bahwa didapatkannya 30% beresiko kekurangan gizi, risiko

kekurangan gizi mendekati rata rata global (Wong et al., 2019). (Ahmad et al.,

2020)

Malnutrisi pada lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur, jenis

kelamin, pendapatan, Pendidikan, selain itu perilaku gizi seimbang

(pengetahuan, sikap, serta praktik gizi seimbang) turut memberikan pengaruh

terhadap kejadian malnutrisi pada lansia (Dhiya Fadillah & Achadi Nugraheni

Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, 2019).

Dari data yang didapatkan peneliti saat Skrining Kesehatan di Posyandu

Lansia pada hari Senin, 14 Februari 2022 di Kelurahan PPA RW 02 RT 02

Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku di dapatkan data lansia yang


8

mengalami gizi kurang sebanyak 6 orang, gizi lebih sebanyak 29 orang, dan

gizi normal sebanyak 7 orang.

Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti tertarik ingin mengetahui

lebih lanjut mengenai “Gambaran Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan

Malnutrisi Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku Kota

Solok Tahun 2022”.

B. Rumusan Masalah

Pada saat melakukan studi pendahuluan terhadap 42 lansia yang

berkunjung Posyandu Lansia pada hari Senin, 14 Februari 2022 di Kelurahan

PPA RW 02 RT 02 Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku di dapatkan data

lansia yang mengalami malnutrisi sebanyak 35 (0,83 %) yaitu gizi kurang

sebanyak 6 (0,14%), gizi lebih sebanyak 29 (0,69%).

Dengan bertambahnya usia, insidensi penyakit dan kecacatan turut

bertambah pula. Kedua faktor ini akan menurunkan selera makan dan

mengurangi konsumsi makanan sehingga mutu makanan yang dimakan

menjadi masalah yang semakin penting. (E. Mary Back, 2011)

Malnutrisi pada lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur, jenis

kelamin, pendapatan, Pendidikan, selain itu perilaku gizi seimbang

(pengetahuan, sikap, serta praktik gizi seimbang) turut memberikan pengaruh


9

terhadap kejadian malnutrisi pada lansia (Dhiya Fadillah & Achadi Nugraheni

Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, 2019).

C. Pertanyaan Penelitian

1. Apakah ada hubungan antara kelompok usia dan status gizi?

2. Apakah ada hubungan antara status perkawinan dan status gizi?

3. Apakah ada hubungan antara riwayat penyakit dan status gizi?

4. Apakah ada hubungan antara keadaan ekonomi dan status gizi?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

a. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan faktor faktor

yang berhubungan dengan status gizi lansia Kelurahan PPA Wilayah

Kerja Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok.

2. Tujuan Khusus

a. Didapatkan informasi hubungan antara kelompok usia dengan status gizi

lansia.

b. Didapatkan informasi hubungan antara status perkawinan dengan status

gizi lansia.

c. Didapatkan informasi hubungan antara riwayat penyakit dengan status

gizi lansia.
10

d. Didapatkan informasi hubungan antara keadaan ekonomi dengan status

gizi lansia.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Tempat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi informasi bagi mahasiswa

dan dosen dilingkungan DIII Keperawatan Solok, sehingga dapat

memperkaya informasi tentang tingkat status gizi pada lansia, dan dapat

menjadi data awal bagi peneliti selanjutnya.

2. Bagi petugas kesehatan

Dapat memberikan masukan untuk mempersiapkan program

penyuluhan tentang status gizi pada lansia.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Untuk menambah variabel atau sisi-sisi lain yang berkaitan dengan

gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi pada lansia.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini untuk mengetahui gambaran faktor faktor

yang berhubungan dengan status gizi pada lansia di Kelurahan PPA Wilayah

kerja Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok. Penelitian ini menggunakan


11

study survey dengan pendekatan desain cross-sectional karena pengumpulan

data dalam penelitian ini hanya dilakukan dalam satu waktu tertentu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lansia

1. Pengertian

Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap

infeksi dan memperbaiki kerusakan yang di derita (Muhith & Siyoto, 2016).

Lansia adalah seseorang individu yang telah melewati usia 45 tahun atau

60 tahun (Prasetyo & Senja, 2019). Lansia atau lanjut usia merupakan

kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahap akhir dari fase

kehidupannya (Ekasari et al., 2018). Lansia adalah kelompok manusia yang

berusia 60 tahun keatas (Sunaryo et al., 2015).

2. Batasan-Batasan Lanjut Usia

Menurut pendapat berbagai para ahli dalam efendi (2009) dalam

Sunaryo, dkk (2016), batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur

lansia sebagai berikut :

a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam bab 1 pasal 1

ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia

60 (enam puluh) tahun ke atas”.

b. Menurut Word Health Organization (WHO) dalam Sunaryo (2016)

lansia dibagi menjadi empat kriteria berikut :

1) Lansia usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun

12
13

2) Lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun

3) Lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun

4) Usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun

c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI terdapat empat fase) yaitu:

1) Fase inventus yaitu uisa 25-40 tahun

2) Fase virillities yaitu usia 40-55 tahun

3) Fase presenium yaitu usia 55-65 tahun

4) Fase senium yaitu usia 65 hingga tutup usia

d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age)

yaitu usia diatas 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia dibagi menjadi

batasan umur, yaitu :

1) Young old yaitu usia 70-75 tahun

2) Old yaitu usia 75-80 tahun

3) Very old diatas 80 tahun (Sarbini Dwi et al., 2019)

3. Karakteristik Lansia

Lansia memiliki tiga karakteristik sebagai berikut (Dewi, 2014):

a. Berusia lebih dari 60 tahun.

b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai

sakit, dari kebutuhan biopsikososial hingga spiritual, serta dari

kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.

c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

4. Teori Proses Menua

Miller 2012 dalam Kertapati (2016) menjelaskan bahwa proses menua

meupakan suatu proses dimana terjadi penurunan respon daya tahan tubuh
14

dalam menghadapi faktor risiko internal dan eksternal. Konsekuensi negatif

merupakan akumulasi dampak akibat dari adanya proses menua yang

disertai dengan berbagai faktor risiko yang dialami oleh lansia. Konsekuensi

negatif akan memengaruhi status kesehatan, kualitas hidup dan status

fungsional lansia. Lansia harus memiliki strategi koping agar mau

beradaptasi dengan perubahan fisik, psikologis, dan sosial.

Proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda-beda, masing

masing lansia mempunyai kebiasaan yang berbeda sehingga tidak satu

faktorpun ditemukan untuk mencegah proses menua. Teori-teori proses

menua dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu kelompok teori

biologis dan teori kejiwaan sosial (Muhith & Siyoto, 2016).

a. Teori Biologi

Teori biologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan

organisme hidup, termasuk struktur, fungsi, pertumbuhan, evolusi,

persebaran dan taksonominya(Muhith & Siyoto, 2016)

b. Teori Kejiwaan Sosial

Teori kejiwaan sosial meliputi dampak atau pengaruh sosial

terhadap perilaku manusia. Teori ini melihat pada sikap, keyakinan,

dan perilaku lansia. Beberapa teori kejiwaan sosial sebagai berikut

(Muhith & Siyoto, 2016):

1) Aktivitas Atau Kegiatan(Activity Theory)

Lansia yang sukses adalah mereka yang aktif san ikut

banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran pola hidup


15

dilanjutkan pada cara hidup lansia. Mempertahankan

hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil

dan usia pertengahan ke lanjut usia (Muhith & Siyoto,

2016).

2) Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)

Kepribadian tingkah laku tidak berubah pada lansia,

teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Teori ini

menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang

yang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe kepribadian yang

dimilikinya (Muhith & Siyoto, 2016).

3) Teori Pembebasan (Didengagement Theory)

Bertambahnya usia seseorang secara berangsur-

angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau

menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini

mengakibatkan interaksi sosial lansia menurun, baik secara

kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi

kehilangan ganda, yaitu kehilangan peran, hambatan kontak

sosial dan berkurangnya komitmen (Muhith & Siyoto,

2016).

4) Teori Subkultural

Merupakan kelompok yang memiliki norma,

harapan, rasa percaya, dan adat kebiasaan tersendiri

sehingga dapat digolongkan sebagai subkultural.


16

Dikalangan lansia, status lebih ditekankan pada tingkat

kesehatan dan kemampuan mobilitasnya, bukan pada hasil

pekerjaan, pendidikan, ekonomi, yang pernah dicapai, bila

terkoordinasi dengan baik dan dapat menyalurkan

aspirasinya dimana hubungan antar group dapat

meningkatkan proses penyesuaian pada masa lansia

(Muhith & Siyoto, 2016).

B. Konsep Status Gizi Lansia

1. Pengertian status gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh manusia sebagai akibat konsumsi

makanan dan penggunaan zat zat gizi. Adapun kategori dari status gizi

dibedakan menjadi tiga, yaitu gizi lebih, gizi baik, dan gizi kurang. Baik

buruknya status gizi manusia dipengaruhi oleh 2 hal pokok yaitu konsumsi

makanan dan keadaan kesehatan tubuh atau infeksi. Dalam ilmu gizi,

status gizi lebih dan status gizi kurang disebut sebagai malnutrisi, yakni

suatu keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relative

ataupun absolut satu atau lebih zat gizi.

Terdapat empat bentuk malnutrisi, terdiri dari :

a. Under nutrition yaitu kekurangan konsumsi pangan secara

relative atau absolut untuk periode tertentu.

b. Specific deficiency yaitu kekurangan zat gizi tertentu.

c. Over nutrition yaitu kelebihan konsumsi pangan dalam periode

tertentu.
17

d. Imbalance yaitu disporporsi zat gizi misalnya masalah kolesterol

terjadi karena ketidakseimbangan fraksi lemah tubuh. Jadi

jelaslah bahwa ternyata malnutrisi bukan hanya kurang gizi.

2. Kebutuhan zat gizi pada lansia

a. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi manusia sehingga

jenis nutrient ini dinamakan pula tenaga hidrat arang yang ada dalam

makanan adalah pati, sukrosa, laktosa, dan fruktosa. Hal yang paling

penting diantara jenis jenis hidrat arang ini adalah pati polisakarida yang

dicernakan oleh enzim amilase pancreas. Karbohidrat dioksidasi dalam

tubuh agar menghasilkan panas dan energi bagi segala bentuk aktifitas

tubuh. Penggunaan karbohidrat relative menurun pada usia lanjut karena

kebutuhan kalori juga menurun. Kebutuhan kalori pada usia 65-80 tahun,

yaitu sekitar 1900 kal untuk laki laki, sedangkan pada perempuan 1550 kal.

Bila jumlah kalori yang dikonsumsi berlebihan, maka Sebagian energi akan

disimpan sebagai lemak sehingga akan timbul obesitas. Sebaliknya jika

terlalu sedikit, cadangan energi tubuh akan digunakan sehingga tubuh akan

menjadi kurus (Senja Amelia & Tulus Prasetyo, 2019).

b. Protein

Protein sangat penting bagi tubuh, yaitu untuk pertumbuhan dan

perkembangan setiap sel dalam tubuh serta untuk menjaga kekebalan

tubuh. Misalnya, daging, telur, ikan, dan kacang kacangan. Kecukupan

protein sehari yang dianjurkan pada usia lanjut adalah sekitar 0,8

gram/kgBB atau 15-25% dari kebutuhan energi. Anjuran perbandingan


18

kebutuhan protein nabati dan protein hewani adalah 2:1. Jumlah protein

yang diperlukan untuk laki laki pada usia 65-80 tahun adalah 62 gram per

hari dan Wanita 56 gram per hari yang terdiri 15% protein ikan, 10%

protein hewani lain, dan 75% protein nabati (Senja Amelia & Tulus

Prasetyo, 2019).

c. Lemak

Lemak seperti halnya hidrat arang, tersusun dari atom atom

karbon,hydrogen, dan oksigen, tetapi pola penataan dan proporsinya

berbeda. Lemak dibentuk melalui penggabungan gliserol dengan asam

asam lemak. Misalnya, lemak dalam mentega dan minyak sayur. Pada usia

lanjut, dianjurkan konsumsi lemak jangan lebih dari 15% kebutuhan energi

dan menggunakan minyak nabati karena mengandung asam lemak tak

jenuh kecuali santan. Kebutuhan lemak pada usia 65-80 tahun, yaitu

sekitar 53 gram untuk laki laki dan 43 gram untuk perempuan.(Senja

Amelia & Tulus Prasetyo, 2019)

d. Air dan serat

Air merupakan unsur paling tinggi di antara semua nutrient dan

terdapat, baik dalam makanan padat maupun dalam minuman. Sejumlah

kecil air dihasilkan dalam proses metabolisme. Kehilangan air terjadi

lewat udara pernapasan melalui keringat, urine, dan feses. Pada lansia

dianjurkan untuk minum lebih dari 6-8 per hari. Di samping itu serat

bermanfaat dalam menurunkan kadar kolesterol serum dan mengendalikan

kadar gula darah. Serat juga membantu melancarkan buang air besar
19

(BAB), mencegah kanker usus besar, dan batu empedu. Serat banyak

terdapat pada buah dan sayuran.(Senja Amelia & Tulus Prasetyo, 2019)

e. Vitamin

Vitamin merupakan fungsi vital dalam metabolisme bagi tubuh, yang

tidak dapat dihasilkan oleh tubuh. Sementara itu, mineral merupakan unsur

pelengkap yang membantu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan

di dalam tubuh. Sumber vitamin ini di antaranya sayur dan buah. Vitamin

ini memang dibutuhkan sedikit oleh tubuh, namun jika kita kekurangan

vitamin maka fungsi tubuh akan mengalami gangguan jiwa.(Senja Amelia

& Tulus Prasetyo, 2019)

f. Mineral

Kebutuhan mineral yang utama bagi lansia adalah kalsium. Pada masa

ini, sering kali terjadi pengeroposan tulang. Kebutuhan kalsium bagi lansia

sekitar 1000 mg. selain itu, zat besi juga diperlukan dalam mencegah

anemia, terutama pada Wanita yang sudah menopause.(Senja Amelia &

Tulus Prasetyo, 2019)

3. Faktor faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi pada lansia

Masalah gizi yang dihadapi lansia berkaitan erat dengan penurunan

aktivitas fisiologi tubuhnya. Konsumsi pangan yang kurang seimbang akan

memperburuk kondisi lansia yang secara alami sudah menurun.

Dibandingkan dengan usia dewasa, kebutuhan gizi lansia umumnya lebih

rendah karena adanya penurunan metabolisme basal.


20

Rincian faktor faktor yang mempengaruhi kebutuhan dan kecukupan zat gizi

lansia dijelaskan berikut ini.

a. Usia

Seiring pertambahan usia, kebutuhan zat gizi karbohidrat dan lemak

menurun, sedangkan kebutuhan protein, vitamin, dan mineral meningkat

karena ketiganya berfungsi sebagai antioksidan untuk melindungi sel sel

tubuh dari radikal bebas (Fatmah, 2010).

b. Jenis kelamin

Dibandingkan lansia wanita, lansia pria lebih banyak memerlukan

kalori, protein, dan lemak. Ini disebabkan karena perbedaan tingkat aktifitas

fisik.(Fatmah, 2010)

c. Faktor lingkungan

Perubahan lingkungan sosial seperti perubahan kondisi ekonomi karena

pensiun dan kehilangan pasangan hidup dapat membuat lansia merasa

terisolasi dari kehidupan sosial dan mengalami depresi. Akibatnya, lansia

kehilangan nafsu makan yang berdampak pada penurunan status gizi lansia.

(Fatmah, 2010)

d. Penurunan aktivitas fisik

Semakin bertambahnya usia seseorang, maka aktivitas fisik yang

dilakukannya semakin menurun. Hal ini terkait dengan penurunan

kemampuan fisik yang terjadi secara alamiah. Pada lansia yang aktivitas
21

fisiknya menurun, asupan energi harus dikurangi untuk mencapai

keseimbangan energi dan mencegah terjadinya obesitas, karena salah satu

faktor yang menentukan berat badan seseorang adalah keseimbangan antara

masukan energi dengan keluaran energi. Aktivitas fisik yang memadai

diperlukan untuk mengontrol berat badan. Selain memberi keuntungan pada

kontrol berat badan, aktivitas fisik juga memberikan keuntungan lain,

diantaranya yaitu efek positif terhadap metabolisme energi, memberikan

Latihan pada jantung, dan menurunkan risiko diabetes mellitus karena

aktifitas fisik meningkatkan sensitivitas insulin. Penurunan aktivitas fisik

lansia dapat meningkatkan risiko penyakit degeneratif.(Fatmah, 2010)

e. Penyakit

Kemajuan di bidang kedokteran dan pelayanan Kesehatan serta

meningkatnya harapan hidup. Peningkatan harapan hidup berdampak pada

pergeseran pola penyakit dan masalah terkait yang ditimbulkannya.

Penyebab utama kematian bukan lagi penyakit penyakit infektif, tetapi telah

beralih ke penyakit penyakit degenerative. Usia lanjut merupakan usia saat

risiko terkena penyakit degenaratif paling besar selama daur kehidupan.

Jika seorang lansia memiliki penyakit degenerative, maka asupan

gizinya sangat penting untuk diperhatikan, serta disesuaikan dengan

ketersediaan dan kebutuhan zat gizi dalam tubuh lansia. Sebagai contoh,

lansia yang menderita penyakit jantung coroner sebaiknya meningkatkan

konsumsi serat untuk menurunkan plasma kolesterol. Selain itu, dianjurkan

untuk mengganti asupan lemak jenuh dengan MUFA (lemak tak jenuh
22

tunggal) dan PUFA (lemak tak jenuh ganda) yang dapat menurunkan kadar

LDL dalam tubuh.

Contoh penyakit degeneratif lainnya yaitu osteoporosis pada lansia,

terutama lansia wanita. Penurunan hormon esterogen pada wanita yang telah

menopause akan mempengaruhi kepadatan tulang.

f. Pengobatan

Pengobatan yang sedang dijalani lansia dapat mempengaruhi kebutuhan

lansia akan zat gizi. Obat obatan yang dikonsumsi untuk menyembuhkan

penyakit dapat menimbulkan efek samping dan menghasilkan interaksi

negative dengan zat zat gizi dalam tubuh. Beberapa obat, misalnya obat

untuk pasien kanker dapat menurunkan nafsu makan, bahkan dapat

menyebabkan mual, muntah dan berbagai rasa tidak enak lainnya. Keadaan

ini dapat berakibat buruk pada status gizi pasien. Penggunaan antibiotik

dalam pengobatan penyakit dapat membunuh bakteri penghasil vitamin K

yang terdapar di usus. (Fatmah, 2010)

g. Status perkawinan

Lansia yang dihadapkan oleh berbagai peristiwa dan kejadian

kehidupan yang mengakibatkan perubahan-perubahan yang berpotensi

menimbulkan stres (Miller, 2004; Swanson & Nies, 1993). Peristiwa

kehidupan yang terjadi pada lansia antara lain peristiwa kehilangan

pasangan hidup atau orang yang dicintai. Peristiwa tersebut menimbulkan

reaksi tubuh lansia terhadap stres dan berdampak pada fungsi psikologis

yang berhubungan dengan koping individu misalnya menjadi menolak

kondisi saat ini, menjadi pendiam, pemarah, pemurung, pencemas sampai


23

kondisi depresi (Miller, 2004). Hal tersebut berpengaruh pada kualitas

hidupnya. Selama penelitian berlangsung, peneliti menemukan 2 pasangan

baru lansia di panti. Kebutuhan untuk dicintai dan mencintai bagi lansia di

masa tuanya sangat berpengaruh pada kualitas hidupnya, karena dengan

adanya teman hidup di masa tuanya lansia merasa berharganya dirinya

bagi orang lain yang dicintainya. Perhatian dan kasih sayang oleh

pasangan dalam suka maupun duka, membuat lansia semakin kuat dan

semangat dalam menjalani hidupnya yang lebih baik dengan adanya

komunikasi dan bentuk keintiman hubungan lansia bersama pasangannya.

Pasangan hidup lansia yang selalu berada disampingnya, membuat lansia

memiliki teman bicara, teman curhat dan berkeluh kesah tentang

kebahagiaan maupun kesedihan, sehingga dengan koping lansia yang

positif serta dukungan positf dari pasangan akan meningkatkan kualitas

hidup lansia. (Dewi Agnes Astuti, 2019)

4. Perubahan fisiologis pada lanjut usia yang berkaitan dengan

kebutuhan zat gizi

Menurut (Darmojo, 2010) Adapun perubahan fisiologis pada lansia yang


berhubungan dengan gizi dijabarkan sebagai berikut.

a. Komposisi tubuh

Komposisi tubuh dapat memberikan indikasi status gizi dan tingkat

kebugaran jasmani seseorang. Akibat penuaan pada lansia, massa otot

berkurang. Massa tubuh yang berlemak berkurang sebanyak 6,3%,

sedangkan sebanyak 2% massa lemak bertambah dari berat badan.

Jumlah cairan tubuh berkurang dari 60% berat badan pada orang muda
24

menjadi 45% dari berat badan wanita usia lanjut (Senja Amelia & Tulus

Prasetyo, 2019).

b. Gigi dan mulut

Gigi merupakan unsur penting untuk pencapaian derajat Kesehatan

dan gizi yang baik. Perubahan fisiologis yang terjadi pada jaringan

keras gigi sesuai dengan perubahan pada gigi. Setelah gigi erupsi,

morfologi gigi berubah karena pemakaian, kemudia tanggal digantikan

gigi permanen. Pada usia lanjut, gigi permanen menjadi kering, lebih

rapuh, berwarna lebih gelap, dan bahkan Sebagian gigi telah tanggal.

Dengan hilangnya gigi geligi akan mengganggu hubungan oklusi gigi

atas dan bawah sehingga mengakibatkan daya kunyah menurun. Pada

lansia,saluran pencernaan tidak dapat mengimbangi ketidaksempurnaan

fungsi kunyah sehingga akan memengaruhi kesehatan umum (Senja

Amelia & Tulus Prasetyo, 2019).

c. Indra pengecap dan pencium

Dengan bertambahnya umur, kemampuan mengecap, mencerna,

dan metabolisme makanan berubah. Sebanyak 80% tunas pengecap

hilang pada usia 80 tahun. Wanita pasca menopause cenderung

berkurang kemampuan merasakan manis dan asin. Keadaan ini dapat

menyebabkan lansia kurang menikmati makanan dan mengalami

penurunan nafsu makan dan asupan makanan (Senja Amelia & Tulus

Prasetyo, 2019).

d. Gastrointestinal
25

Motilitas lambung dan pengosongan lambung menurun seiring

dengan meningkatnya usia. Lapisan lambung lansia menipis di atas 60

tahun, sekresi HCL dan pepsin berkurang. Akibatnya, penyerapan

vitamin dan zat besi berkurang sehingga berpengaruh pada kejadian

osteoporosis dan osteomalasia pada lansia. Pada manusia lanjut usia,

reseptor pada esofagus kurang sensitive dengan adanya makanan. Hal

ini menyebabkan berkurangnya kemampuan peristaltic esofagus

mendorong makanan ke lambung sehingga pengosongan esofagus

terlambat (Senja Amelia & Tulus Prasetyo, 2019).

e. Hematologi

Berbagai kelainan hematologi dapat terjadi pada usia lanjut sebagai

akibat dari proses menua di system hematopoetik. Berdasarkan

pengamatan klinik dan laboratorium, didapatkan bukti bahwa pada batas

umur tertentu, sumsum tulang mengalami involusi sehingga cadangan

sumsum tulang pada usia lanjut menurun (Senja Amelia & Tulus

Prasetyo, 2019).

5. Masalah gizi pada lansia

a. Kegemukan atau obesitas

Kegemukan atau obesitas biasanya terjadi karena pola makan yang tidak

baik, dengan konsumsi energi dan lemak melebihi kebutuhan. Kegemukan

pada lanjut usia akan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner 1-3

kali, penyakit hipertensi 1,5 kali, diabetes mellitus 2,9 kali, dan penyakit

empedu 1-6 kali.

b. Diabetes mellitus
26

Diabetes mellitus adalah suatu keadaan/kelainan di mana terdapat

gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan

oleh kekurangan insulin atau tidak berfungsinya insulin. Akibatnya gula

dalam darah tertimbun (tinggi).

Diabetes mellitus ini dibagi menjadi dua jenis.

1) Diabetes mellitus tipe I, yaitu Insulin Dependent DM (IDDM)

Tipe ini terjadi karena kerusakan sel beta pulau langerhans

pankreas, sehingga kadar insulin selalu kurang. Biasanya ditandai

dengan gejala banyak minum, banyak makan, dan sering buang air

kecil.

2) Diabetes mellitus tipe II, yaitu Non-Insulline Dependent DM

( NIDDM), pada tipe ini selain terjadi kerusakan reseptor insulin sel

dan pankreas juga disertai dengan berfungsinya insulin (resistensi

insulin). Biasanya 75% penderita tipe II adalah orang yang

mengalami obesitas atau riwayat obesitas.

c. Penyakit jantung koroner

Konsumsi lemak jenuh dan kolesterol yang berlebihan akan

meningkatkan risiko penyakit jantung koroner. Lemak jenuh dan

kolesterol hanya terdapat pada bahan makan hewani terutama kambing,

sapi, kerbau, dan ayam. Oleh karena itu, usia lanjut lebih disarankan

mengonsumsi penyakit jantung dibandingkan mengonsumsi sumber

protein hewan yang lain.

d. Hipertensi
27

Apabila berat badan seseorang berlebih sudah tentu akan

meningkatkan beban kerja jantung dalam memompa darah ke seluruh

tubuh. Hal ini mengakibatkan tekanan darah cenderung akan lebih

tinggi. Selain itu, pembuluh darah pada lansia lebih tebal dan kaku atau

disebut aterosklerosis, sehingga tekanan darah akan meningkat. Bila

disertai adanya plak di sekitar dinding dalam arteri, hal tersebut akan

menyebabkan sumbatan pada pembuluh darah yang dapat membuat

terjadinya penyumbatan pada arteri coroner dan stroke (pecahnya

pembuluh darah), bila terjadi pada otak dapat menyebabkan kelumpuhan

dan kematian.

Untuk lansia hendaknya mengurangi konsumsi natrium (garam),

karena garam yang berlebih dalam tubuh dapat meningkatkan tekanan

darah.

e. Sirosis hepatitis

Sirosis hepatitis disebabkan karena lemak berlebih yang tertimbun di

dalam hati. Terjadinya perlemakan pada hati akan memicu terjadinya

penyakit sirosis hepatitis.

f. Tulang keropos (osteoporosis)

Massa tulang telah mencapai maksimum pada usia 35 tahun untuk

wanita dan 45 tahun untuk pria. Bila konsumsi kalsium kurang dalam

jangka waktu lama akan timbul keropos tulang (osteoporosis). Lansia

dianjurkan mengonsumsi susu karena merupakan sumber kalsium yang

baik.

g. Anemia
28

Penyebab anemia pada lansia adalah kekurangan zat gizi Fe, asam

folat, vitamin B12, dan protein. Faktor lainnya seperti kemunduran

proses metabolisme sel darah merah (hemoglobin) juga terjadi. Gejala

yang tampak seperti cepat Lelah, lesu, otot lemah, letih, pucat, berdebar-

debar, sesak napas waktu kerja, kesemutan, mengeluh sering pusing,

mata berkunang kunang, dan mengantuk, kelopak mata, bibir, dan

telapak tangan menjadi pucat, Hb < 8 gram/dl, serta kemampuan

konsentrasi menurun.

Batas normal jumlah sel darah merah dalam tubuh (Hb) adalah sebagai

berikut:

1) Pria dewasa : 13-18 gram/dl

2) Wanita dewasa : 11,5-16,5 gram/dl

h. Kekurangan energi kronik (KEK)

KEK terjadi karena kurangnya atau hilangnya nafsu makan pada

lansia yang terjadi secara kronik (lama).

Zat gizi mikro yang kurang meliputi hal hal berikut ini:

1) Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan kekeringan pada selaput

lender mata dan sering dikaitkan dengan katarak pada lansia.

2) Kekurangan vitamin B1, asam folat, dan vitamin B12. Kekurangan

vitamin tersebut dapat menyebabkan meningkatknya kadar

homosistein sehingga menyebabkan penebalan pembuluh darah dan

risiko jantung coroner serta darah tinggi.


29

3) Kekurangan vitamin C menyebabkan sariawan di mulut dan

perdarahan pada gusi. Vitamin ini bersumber dari sayur dan buah

buahan.

4) Kekurangan vitamin D menyebabkan penurunan densitas tulang

yang makin parah.

5) Kekurangan vitamin E berkhasiat sebagai antioksidan.

6) Kekurangan mineral Zn (seng) terjadi karena kurangnya konsumsi

makanan hewani sehingga dapat menyebabkan kekurangan Zn yang

menyebabkan terjadinya kekurangan pada daya pengecap dan

kelainan pada kulit.

i. Gout

Asam urat dalam darah yang tinggi akan menyebabkan rasa nyeri

dan pembengkakan sendi. Pada penderita gout hendaknya mengurangi

konsumsi lemak. Asam urat yang tinggi dalam darah merupakan

pencetus terjadinya batu ginjal.(Siti R Maryam et al., 2008)

6. Prinsip Gizi Pada Geriatri

a. Terjadi penurunan kebutuhan energi pada usia dewasa muda (sekitar 5-10

%), penurunan kebutuhan protein sebanyak 1 gr/kg BB, dan penurunan

kebutuhan lemak.

b. Menu makanan yang dikonsumsi lansia sebaiknya mengandung zat gizi

seimbang seperti sumber karbohidrat, protein, lemak, serta vitamin dan

mineral sesuai dengan PUGS.

c. Bentuk atau konsistensi makanan yang diberikan pada lansia harus

memerhatikan kemampuan mengunyah dan pencernaan mekanik


30

dimulut, misalnya pemberian makanan lunak seperti, nasi tim dan lauk

cincang.

d. Lansia sebaiknya juga membatasi makanan yang mengandung tinggi

lemak seperti jeroan (hati, ampla, paru, otak, dll).

e. Lansia sebaiknya mengurangi atau menghindari makanan yang

mengandung garam natrium yang tinggi.

f. Lansia sebaiknya meningkatkan konsumsi sayur dan buah.

g. Lansia sebaiknya mengkonsumsi cairan yang cukup.

C. Pengukuran Antropometri

1. Antropometri

Antropometri berasal dari Bahasa Yunani yaitu antropos (tubuh) dan

metros (ukuran), jadi antropometri diartikan sebagai ukuran tubuh.

Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran

dimensi tubuh dan komposisi tubuh dan berbagai tingkat umur dan tingkat

gizi. Antropometri ini sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi

dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi.

Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi

jaringan tubuh, seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Depkes,

2007).

Supariasa (2007) mengemukakan beberapa keunggulan antropometri

gizi sebagai berikut:

a. Prosedurnya sederhana, aman, dan dapat dilakukan dalam jumlah

sampel yang besar.


31

b. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan

oleh tenaga yang sudah dilatih.

c. Alatnya murah, mudah dibawa, dan tahan lama.

d. Metode ini tepat dan akurat karena dapat dibakukan.

e. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa

lampau.

f. Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, dan

gizi buruk.

g. Metode antropometri gizi dapat digunakan untuk penapisan

kelompok yang rawan terhadap gizi.

Data antropometri merupakan hasil pengukuran fisik pada

individu, yang meliputi pengukuran berat badan (bb), tinggi badan (tb),

tinggi lutut (tl), Panjang depa (pd), tinggi duduk (td), lingkar lengan atas

(Lila), tebal lemak, lingkar pinggang, dan lingkar pinggul.(Gemini savitri

et al., 2021)

Antropometri merupakan pengukuran dimensi kerangka tubuh

manusia secara kuantitatif, meliputi berat badan (BB), lingkar lengan atas

(LLA), tinggi badan (TB), tinggi lutut, dan ketebalan kulit trisep/skinfold.

1) Berat badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang sering

digunakan dan hasilnya cukup akurat. Pengukuran berat badan

dapat memberikan gambaran status gizi seseorang dengan indeks

massa tubuh yang diketahui. Kenaikan berat badan dapat


32

menunjukkan bertambahnya lemak tubuh atau adanya edema,

sedangkan penurunan berat badan dapat menunjukkan adanya

penyakit atau kurangnya asupan gizi (Fatmah,2010). Pengukuran

berat badan pada lansia dapat dilakukan dengan menggunakan

timbangan injak. Pengukuran dilakukan dengan posisi subjek

berdiri, memakai pakaian seminimal mungkin, tidak

menggunakan perhiasan dan jam tangan, tidak memakai alas kaki

baik kaus kaki maupun sandal, dan isi kantong celana atau baju

telah dikeluarkan. Pembacaan skala dilakukan pada alat dengan

ketelitian 0,1 kg (Sudargo Toto et al., 2021).

2) Tinggi badan

Tinggi badan merupakan gambaran keadaan pertumbuhan

skeletal (Oktariyani, 2012). Dalam keadaan normal, peningkatan

tinggi badan berbanding lurus dengan pertambahan usia. Akan

tetapi pada kelompok lansia akan mengalami penurunan tinggi

badan. Penurunan tinggi badan terjadi akibat pemendekan

columna vertebralis, berkurangnya massa tulang (12% pada pria

dan 25% pada wanita), osteoporosis dan kifosis

(Oktariyani,2012). Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan

menggunakan alat pengukur tinggi badan, yaitu microtoise,

dengan kepekaan 0,1 cm (Fariski dkk., 2020). Kesulitan

pengukuran tinggi badan pada kelompok lansia adalah postur

tubuh yang menyebabkan lansia tidak dapat berdiri dengan posisi

yang tegak. Alternatif pengukuran tinggi badan pada kondisi


33

tersebut yaitu dengan memprediksi tinggi badan lansia

menggunakan metode pengukuran tinggi lutut, Panjang depa, dan

tinggi duduk.(Sudargo Toto et al., 2021).

3) Panjang depa

Panjang depa sangat direkomendasikan untuk

memprediksi tinggi badan lansia karena panjang depa

cenderung tidak banyak mengalami perubahan dengan

bertambahnya usia seseorang. Pada kelompok lansia,

penurunan nilai panjang depa terjadi lebih lambat

dibandingkan dengan penurunan tinggi badan. Pengukuran

panjang depa dilakukan dengan merentangkan kedua tangan

dalam posisi lurus dan tidak di kepal. Apabila satu lengan

tidak dapat diluruskan maka pengukuran panjang depa tidak

dapat dilakukan. Panjang depa dapat digunakan untuk

memprediksi tinggi pada badan orang cacat dan tidak mampu

berdiri tinggi. konversi tinggi badan dari panjang depa adalah

23,47 + 0,826 x panjang depa untuk prediksi tinggi badan pria

dan untuk prediksi tinggi badan wanita adalah 28,312 + 0,784

x panjang depa (Sudargo Toto et al., 2021).

4) Tinggi lutut

Tinggi duduk digunakan sebagai salah satu metode

untuk memprediksi tinggi badan lansia yang berusia ± 60

tahun. Pertambahan usia yang terjadi pada manusia tidak


34

berpengaruh terhadap panjang tulang lengan dan tungkai.

konversi tinggi badan dari tinggi lutut untuk prediksi tinggi

badan pria adalah 56,343 + 2,102 x tinggi lutut sedangkan

untuk prediksi tinggi badan wanita adalah 62, 682 + 1,889 x

tinggi lutut (Sudargo Toto et al., 2021).

5) Tinggi duduk

Tinggi duduk digunakan untuk memprediksi tinggi

badan pada lansia yang tidak dapat berdiri dan/atau

merentangkan kedua tangannya sepanjang mungkin dalam

posisi lurus, atau jika salah satu atau kedua buah pergelangan

tangan tidak dapat diluruskan karena sakit atau penyebab

lainnya. Berkurangnya tinggi duduk dapat mempengaruhi

penurunan tinggi badan lansia. Hal tersebut dikarenakan

adanya perubahan panjang tulang belakang seiring dengan

bertambahnya usia. konversi tinggi badan dari tinggi duduk

adalah 58,047 + 1,210 x tinggi duduk untuk prediksi tinggi

badan pria dan untuk prediksi tinggi wanita adalah 46,551 +

1,309 x tinggi duduk (Sudargo Toto et al., 2021).

6) Pengukuran lingkar lengan atas (LLA)

Pengukuran lingkar lengan atas (LLA) merupakan

pengukuran massa otot yang dilakukan dengan mengukur lingkar

lengan bagian atas dan dibandingkan dengan nilai standar.

Pengukuran LLA dapat digunakan untuk mengetahui risiko


35

kekurangan energi protein (Supariasa dkk., 2012). Pengukuran

LLA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status

gizi dalam jangka pendek. Namun, pengukuran ini dapat

digunakan untuk menilai terjadinya kekurangan energi kronik.

Pengukuran lingkar lengan atas dapat menggunakan pita LLA

dengan ketelitian 0,1 cm (Fariski dkk., 2020). Ambang batas

normal LLA yang beresiko mengalami kekurangan energi kronik

di Indonesia yaitu 23, 5 cm. hasil pengukuran LLA kurang 23,5

cm menunjukkan bahwa orang tersebut kekurangan energi kronik

(Sudargo Toto et al., 2021).

7) Pengukuran tebal lipatan kulit/skinfold

Pengukuran skinfold atau tebal lipatan lemak digunakan

untuk memperkirakan jumlah lemak tubuh di daerah subkutan.

Menurut Heimburger (2006), penumpukan lemak tubuh 50%

terletak di daerah subkutan. Pengukuran tebal lipatan lemak juga

memberikan perkiraan cadangan lemak tubuh. Lipatan kulit yang

dapat di ukur untuk pengukuran skinfold meliputi bisep, trisep,

lipatan subscapular, dan suprailiac. Pengukuran tebal lipatan kulit

yang biasa dilakukan adalah triceps skinfold (TSF) (Sudargo Toto

et al., 2021).

2. Cara pengukuran antropometri pada lanjut usia, antara lain:

a. Pengukuran tinggi badan

1) Subyek diukur dalam posisi tegak pada permukaan tanah/lantai

yang rata (flat surface) tanpa memakai alas kaki.


36

2) Ujung tumit kedua telapak kaki diarapatkan dan menempel di

dinding dalam posisi agak terbuka di bagian depan jari jari kaki.

3) Pandangan mata lurus ke depan, kedua lengan dikepal erat, tulang

belakang dan pantat menempel di dinding, dan bahu dalam posisi

relaks.

4) Tinggi badan diukur dengan mikrotoise yang pembacaannya

dilakukan dengan skala 0,1 cm (Gemini savitri et al., 2021).

b. Pengukuran berat badan

Alat yang digunakan untuk mengukur berat badan adalah

timbangan injak digital (Seca). Subyek di ukur dalam posisi berdiri

dengan ketentuan subyek memakai pakaian seminimal mungkin, tanpa

isi kantong dan sepatu/sandal. Pembacaan skala dilakukan pada alat

dengan ketelitian 0,1 kg (Gemini savitri et al., 2021).

c. Pengukuran tinggi lutut

Pengukuran tinggi badan dengan menggunakan indikator

tinggi lutut digunakan untuk pasien yang tidak dapat berdiri dengan

tegak seperti lansia ataupun yang sedang tirah baring (bed rest)

sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukannya pengukuran tinggi

badan secara normal (Gemini savitri et al., 2021).

Adapun Langkah langkahnya sebagai berikut:

1) Posisi terlentang pada tempat tidur dengan posisi tempat

tidur rata.
37

2) Paha dan betis kiri membentuk sudut siku siku (90°). Hal ini

dapat dibantu dengan diberikan penyangga diantara paha

dan betis pasien.

3) Pasang alat pengukur tepat pada telapak kaki bagian tumit

dan lutut. Jika tidak ada dapat menggunakan meteran.

4) Baca dan catat hasil pengukuran tersebut

Gambar 2. Pengukuran tinggi lutut dalam keadaan tidur

Apabila pasien tidak memungkinkan di ukur dalam keadaan

berdiri (normal) maka tinggi badan dapat diperkirakan dengan cara

mengukur tinggi lutut.

TB berdasarkan tinggi lutut (TL)

TB pria = 64,19 – (0,40 + U) + (2,02 × TL)

TB Wanita = 84,88 – (0,24 × U) + (1,83 × TL)

Selain dalam kondisi terlentang, pasien juga dapat diukur

dala posisi duduk. Adapun langkah langkahnya sebagai berikut:

a) Pasien dalam kondisi duduk siap (badan tegak, tangan bebas kebawah

dan wajah menghadap kedepan).


38

b) Lutut kaki membentuk sudut 90 derajat.

c) Baca dan catat hasil pengukuran tersebut.

Gambar 3. Pengukuran tinggi lutut dalam keadaan duduk.

Selanjutnya estimasi menggunakan rumus:

Laki laki = 64,19 + (2,02 TL) – (0,04 U)

Perempuan = 84,44 + (1,83 TL) – (0,24 U)

C. MINI NUTRITIONAL ASSESMENT (MNA)

The Mini Nutritional Assessment (MNA) adalah alat pengkajian

skrining nutrisi yang paling cocok untuk lansia karena dapat cepat dan

mudah untuk digunakan dan secara efektif dapat merefleksikan keadaan

status gizi pada lansia. MNA secara luas digunakan dalam berbagai

pengaturan sebagai alat penilaian yang dapat dipercaya dan divalidasi

untuk mengidentifikasi kekurangan gizi atau berisiko gizi buruk pada

lansia (Fauzia, 2012). MNA secara luas digunakan dalam berbagai

pengaturan sebagai alat penilaian yang dapat dipercaya dan divalidasi

untuk mengidentifikasi kekurangan gizi atau berisiko gizi buruk pada

lansia (Fauzia, 2012).


39

MNA merupakan alat skrining yang telah di validasi secara khusus untuk

lansia, memiliki sensitifitas yang tinggi, spesifik, dapat diandalkan, secara luas

dapat digunakan sebagai metode skrining dan telah direkomendasikan oleh

organisasi ilmiah dan klinis baik nasional maupun internasional. MNA juga

mudah dan cepat untuk digunakan, tidak memerlukan waktu lama untuk

menjawab pertanyaan yang ada, tidak membutuhkan pelatihan khusus, tidak

membutuhkan pemeriksaan laboratorium (Fauziah, 2012).

Kesimpulan pemeriksaan Mini Nutritional Assesment (MNA) adalah

menggolongkan pasien atau lansia dalam keadaan status gizi baik, beresiko

malnutrisi ataukah malnutrisi berat.

MNA mempunyai dua bagian besar yaitu screening dan assessment, di

mana penjumlahan semua skor akan menentukan seorang lansia pada status

gizi baik, beresiko malnutrisi, atau beresiko underweight. MNA ini banyak

digunakan karena sangat sederhana dan mudah dalam pelaksanaannya. Mini

Nutritional Assesment (MNA) di desain dan telah dibuktikan bagus sebagai

alat kajian tunggal dan cepat untuk menilai status gizi pada lansia. MNA ini

merupakan kuesioner dalam Bahasa Indonesia dan di uji validasinya untuk

menskrining status gizi lansia. Banyak penelitian penelitian yang telah

dilakukan menggunakan MNA sebagai alat ukur untuk menilai status gizi

lansia. Mini Nutritional Assesment (MNA) ini meliputi wawancara, dan

pengamatan mengenai berat badan dan perubahan berat badan 6 bulan atau 2

minggu terakhir, ada tidaknya gangguan gastrointestinal, ada tidaknya

gangguan fungsional, status metabolic dari penyakit, ada tidaknya muscle

wasting dan edema.


40

Kuesioner MNA terdiri atas 18 pertanyaan yang terbagi dalam empat

komponen: penilaian antropometri, penilaian asupan makanan, penilaian

secara umum mengenai gaya hidup dan penilaian secara subjektif. Skor MNA

bersifat reliabel dan dapat diandalkan untuk mendeteksi risiko terjadinya

malnutrisi yang kemudian dihubungkan ke dalam penilaian kualitas hidup dari

lansia. Kesimpulan pemeriksaan Mini Nutritional Assesment (MNA) adalah

menggolongkan pasien atau lansia dalam keadaan status gizi baik, berisiko

malnutrisi ataukah malnutrisi berat. MNA mempunyai dua bagian besar yaitu

screening dan assessment, dimana penjumlahan semua skor akan menentukan

seorang lansia pada status gizi baik, berisiko malnutrisi, atau berisiko

underweight. Dalam pengukuran MNA ini, pengukuran antropometri menjadi

salah satu yang diukur untuk menilai status gizi lansia. (Sulfianti et al., 2021)
38

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Konseptual

Para peneliti menyatakan bahwa lansia tetap membutuhkan tingkat

nutrisi yang sama atau lebih tinggi untuk hasil Kesehatan yang optimal.

Kualitas diet yang buruk dihubungkan dengan penyakit kardiovaskuler,

diabetes tipe 2, osteoporosis, dan beberapa jenis kanker (Sahar Junaiti et al.,

2019).

Dalam ilmu gizi, status gizi lebih dan status gizi kurang disebut sebagai

malnutrisi, yakni suatu keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan

secara relative ataupun absolut satu atau lebih zat gizi.

Malnutrisi pada lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur,

jenis kelamin, pendapatan, Pendidikan, selain itu perilaku gizi seimbang

(pengetahuan, sikap, serta praktik gizi seimbang) turut memberikan

pengaruh terhadap kejadian malnutrisi pada lansia (Dhiya Fadillah &

Achadi Nugraheni Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat, 2019).

Usia yang amat lanjut. Semakin bertambahnya kerapuhan tubuh pada

usia yang amat lanjut akan meningkatkan risiko malnutrisi. Isolasi sosial dan

ketersendirian, seseorang yang hidup sendirian sering tidak mempedulikan

tugas memasak untuk menyediakan makannya, apalagi bila ia seorang

manula. Manula yang baru saja kehilangan pasangannya akan merasakan

kesepian pada jam jam makannya. Karena itu, kontak sosial demi
39

kesejahteraan kaum manula merupakan masalah penting yang tidak bolehh

diremehkan. Cara praktik lewat catering untuk seorang manula juga tidak

mudah dilaksanakan. Sukar sekali untuk menyediakan porsi porsi kecil

masakan dalam keadaan segar, khususnya masakan daging (E. Mary Back,

2011)

Untuk lebih jelasnya lihat hubungan antar variabel pada skema dibawah ini.

Variabel independen Variabel dependen

v
Usia

Status pernikahan Status Gizi

Riwayat Penyakit

Keadaan ekonomi
40

B. Definisi Operasional

Tabel 2.1
Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Hasil Ukur


Variabel Ukur
1 a. Status gizi Keadaan gizi Peneliti Kuesioner Ordinal 1. jika hasil
responden yang mewawanca skrining ≥ 12
berdasarkan
ditetapkan rai (status gizi
MNA berdasarkan responden normal dan
hasil nilai untuk tidak
skrining mengisi membutuhkan
menggunakan form yang pengkajian
short from telah lebih lanjut
MNA disediakan 2. jika hasil
skrining ≤ 11
(status gizi
mungkin
malnutrisi dan
membutuhkan
pengkajian
lebih lanjut

b. Status gizi Kuesioner Ordinal


Keadaan gizi Peneliti
berdasarkan responden yang mewawanca 1. jika hasil
pengkajian/fu ditetapkan rai pengkajian ≥24
ll MNA berdasarkan responden (nutrisi baik)
hasil pengkajian untuk 2. jika hasil
menggunakan mengisi pengkajian 17-
form full MNA form yang 23 (risiko
telah malnutrisi)
disediakan 3. jika
pengkajian ≤
17 (malnutrisi)

2. Karakteristik
lanjut usia
a. Usia Lama hidup Studi Wawancara Nominal 1 : 60-74 th
responden yang dokumentasi 2: 75-90 th
dihitung sejak 3: >90 th
lahir hingga
ulang tahun
responden.
41

b. Status Ikatan Mengisi Kuesioner Nominal 1 : kawin


pernikahan perkawinan kuesioner 2 : cerai
yang dilakukan pertanyaan 3 : cerai mati
antara pria dan status
wanita sesuai pernikahan
ketentuan responden
hukum dan
ajaran agama.

c. Riwayat Responden Kuesioner Nominal 1 : Hipertensi


Kondisi medis
penyakit mengisi 2. : Obesitas
atau riwayat
penyakit yang kuesioner 3 : Anemia
dialami dengan cara 4 : Diabetes
responden sejak memilih Mellitus
3 bulan terakhir. salah satu 5 : Jantung
atau lebih Koroner
jawaban 6 : Sirosis
kuesioner Hepatitis
yang telah
disediakan
d. Keadaan Wawancara Ordinal
ekonomi Seluruh Studi Tinggi, apabila
penghasilan dokumentasi pendapatan
keluarga yang >UMR
diperoleh baik
berupa upah, Rendah,
gaji, pendapatan apabila
dari usaha pendapatan
rumah tangga <UMR
yang dihitung
dengan nilai
uang perbulan.

C. Hipotesis

a. Ada hubungan antara kelompok usia dan status gizi lansia.

b. Ada hubungan antara status perkawinan dan status gizi lansia.

c. Ada hubungan antara riwayat penyakit dan status gizi lansia.

d. Ada hubungan antara keadaan ekonomi dan status gizi lansia.


42

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan deskriptif analisis, dengan pendekatan

desain cross sectional untuk mendapatkan faktor faktor yang berhubungan

dengan status gizi di Posyandu Lansia Kelurahan PPA Wilayah Kerja

Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok Tahun 2022. Data dikumpulkan dalam

waktu yang bersamaan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian akan di lakukan di Kelurahan PPA Wilayah Kerja Puskesmas

Tanjung Paku Kota Solok Tahun 2022.

2. Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dari 26 Maret sampai 08 April 2022

kepada responden di Kelurahan PPA Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung

Paku Kota Solok.

C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitan ini adalah seluruh lansia berdomisili di

Kelurahan PPA sebanyak 559 orang RW 01 142 orang, RW 02 283 orang,

RW 03 96 orang, RW 4 38 orang Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku

Kota Solok Tahun 2022.


43

2. Sampel

Pengambilan sampel menggunakan teknik dalam proses penarikan

sampel secara proporsional sistematic random sampling. Sampel dalam

penelitian ini adalah lansia di Kelurahan PPA karena mengingat kondisi,

waktu, biaya, dan jarak serta uji statistik yang digunakan maka peneliti

mengambil sampel sebanyak RW 01 14 orang, RW 02 28 orang, RW 03 9

orang, RW 04 3 orang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan oleh

peneliti.

Sampel yang dipilih ditentukan dengan kriteria inklusi dan eksklusi adalah :

a. Kriteria Inklusi

1) Lansia yang tinggal di Kelurahan PPA RW 02 Wilayah Kerja

Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok.

2) Tidak memiliki keluhan pada ekstremitas.

3) Bersedia menjadi responden dengan menandatangani surat pernyataan

menjadi respon (Informed Consent).

b. Kriteria Ekslusi

1) Tidak bersedia menjadi responden.

2) Lansia yang mengalami depresi berat.

3) Menderita stress psikologis dengan keluhan pusing dan bedrest.

D. Cara Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan menggunakan metode wawancara dengan alat

yang digunakan adalah kuesioner dan juga dengan cara studi dokumentasi.
44

Pengisian kuesioner dilakukan dengan cara mengunjungi responden kemudian

peneliti langsung mewawancarai lansia sekitar 20-30 menit. Sebelum

mewawancarai responden, peneliti terlebih dahulu menjelaskan kepada

responden mengenai tujuan penelitian, kerahasiaan informasi yang diberikan,

dan petunjuk pengisian kuesioner. Sedangkan cara studi dokumentasi dengan

cara melihat kartu tanda penduduk untuk melihat usia lansia.

Selanjutnya, melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan lansia

menggunakan timbangan digital dan microtoise untuk mendapatkan IMT pada

lansia.

Prosedur pelaksanaan sebelum pengambilan data adalah peneliti terlebih

dahulu mensosialisasikan tentang peneliti dan pengambilan data yang

dilakukan agar tidak terjadi kesalah pahaman oleh responden, diantaranya:

1. Mengunjungi rumah lansia dengan kriteria yang telah ditentukan

secara door to door.

2. Menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada responden.

3. Menjelaskan prosedur yang akan di lakukan selama penelitian kepada

responden.

4. Meminta responden untuk menandatangani informed consent.

5. Peneliti melakukan kontrak waktu dan tempat kepada responden.

6. Peneliti mewawancarai dan melakukan pemeriksaan pada responden

untuk kemudian mengisi formulir berdasarkan jawaban-jawaban dari

responden.
45

7. Setelah formulir The Mini Nutritional Assessment terisi kemudian

dikumpulkan lagi dan dicek kelengkapannya.

8. Setelah data terkumpul dilakukan pengolahan data.

9. Selanjutnya, dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi lutut. Hasil

pengukuran tinggi lutut yang didapatkan di konversikan ke dalam

tinggi badan dengan menggunakan rumus lalu dihitung hasil IMT

berdasarkan tinggi badan dan berat badan.

10. Setelah data terkumpul dilakukan pengolahan data.

E. Teknik Pengolahan Data

1. Editing

Kegiatan ini untuk melihat setiap hasil pengukuran yang telah dilakukan

peneliti mengenai kelengkapan pengisian data, sehingga data yang

terkumpul dapat lengkap dan sesuai dengan nilai pengukuran.

a. Lengkap: semua pertanyaan sudah terisi jawabannya.

b. Jelas: jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup jelas terbaca.

c. Relevan: jawaban yang tertulis apakah relevan dengan pertanyaan.

d. Konsisten: apakah antara beberapa pertanyaan yang berkaitan isi

jawabannya konsisten.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan merubah huruf menjadi data berbentuk

angka/bilangan. Kegunaan dari coding adalah untuk mempermudah saat

analisis data dan juga mempercepat pada saat emtry data.


46

a. Untuk variabel usia dilakukan coding 1= 60-74 th, 2 = 75-90 th, 3 =

>90 th

b. Variabel status perkawinan diberikan koding 1 = kawin, 2 = cerai, 3 =

cerai mati

c. Variabel Riwayat penyakit diberikan koding 1= Hipertensi, 2 =

obesitas, 3 = anemia, 4 = diabetes mellitus, 5 = Jantung Koroner, 6 =

Sirosis Hepatitis.

d. Variable keadaan ekonomi diberikan koding 1= >UMR, 2= <UMR

3. Entry

Setelah data didapatkan dan hasil pengukuran tekanan darah sebelum

dan sesudah dilakukan senam ergonomik, maka data tersebut dimasukkan

kedalam program software SPSS.

4. Cleaning

Apabila semua data sudah selesai dimasukkan ke dalam program

sofware komputer, maka perlu di cek kembali untuk melihat kemungkinan

ada kesalahan kode, ketidaklengkapan atau kesalahan lainnya. Setelah ini

dilakukan pembetulan data.

Berikut akan di uraikan cara me cleaning data:

a. Mengetahui missing data

Cara mendeteksi adanya missing data dengan melakukan list (distribusi

frekuensi) dari variabel yang ada.

b. Mengetahui variasi data


47

Dengan mengetahui variasi data akan diketahui data yang di entry

benar atau salah. Cara mendeteksi dengan mengeluarkan distribusi

frekuensi missing masih variabel. Dalam entry data biasanya data

dimasukkan dalam bentuk kode.

c. Mengetahui konsistensi data

Cara mendeteksi adanya ketidak konsistensi data dengan

menghubungkan dua variabel.

5. Processing data

Proses pengelolaan data dengan menggunakan program SPSS.

F. Analisa Data

1. Data univariat

Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik

masing masing variabel, yaitu karakteristik responden (umur, jenis kelamin,

status perkawinan, riwayat penyakit), tinggi dan berat badan untuk

menentukan status gizi berdasarkan IMT serta hasil skrining dan

pengkajian MNA. Dari data yang diperoleh akan diolah secara

deskrptif dengan penyajian dalam bentuk tabel, diagram dan untuk

menentukan frekuensi dan persentase dari masing-masing variabel.

2. Analisa bivariat

Data yang sudah di entry kemudian di analisa dengan analisa bivariat.

Analisa bivariat bertujuan untuk menguji hipotesa, apakah ada hubungan

antara variable independen dan dependen digunakan kepercayaan 95% dan


48

kemaknaan signifikan (∞) = 0.05. Analisa penelitian ini adalah chi square

dengan rumus :

x² =∑ (0-E)2

Keterangan :

X2= Nilai Chi-Square digunakan batas

0 = Observasi

E = Hasil nilai yang diharapkan

∑= Jumlah total

Hasil analisa :

a) P value ≤ Ho ditolak yang berarti ada hubungan yang

bermakna antara variabel independen dengan variabel

dependen.

b) P value ≥ Ho gagal tolak yang berarti tidak terdapat

hubungan yang bermakana antara variabel independen dengan

variabel dependen.

Jika X2 hitung < X2 tabel maka tidak ada hubungan antara faktor

individu lansia dengan pemanfaatan posyandu lansia. Jika X 2 hitung > X2

tabel maka ada hubungan antara faktor individu dengan pemanfataan

posyandu lansia.
49

G. Pertimbangan Etik

Sebagai pertimbangan genetik, maka sebelum penelitian dilakukan,

untuk menjamin bahwa responden diberi penjelasan tentang tujuan penelitian

dan cara pelaksanaannya. Responden diminta untuk menandatangani surat

persetuuan (informed consent) untuk menjaga kerahasiaan data yang diberikan.

Responden sebagai subek penelitian berhak menolak untuk dijadikan

responden apapun alasannya.

Penelitian berkewajiban menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan

prosedur intervensi. Setelah pengumpulan data, seluruh data yang dikumpulkan

akan dirahasiakan.

H. Prosedur Penelitian

1. Tahap Pra Penelitian

a. Meneliti lokasi penelitian.

b. Mengurus surat izin penelitian.

c. Melakukan studi pendahuluan untuk merumuskan masalah.

d. Menyusun proposal dan instrument dengan bimbingan dosen

pembimbing.

e. Mengikuti seminar proposal.

2. Tahap Persiapan

a. Revisi instrument pengumpulan data.

b. Perbanyak instrument pengumpulan data.

3. Tahap Penelitian

a. Penjelasan tujuan penelitian kepada responden


50

b. Menyampaikan inform consent pada responden.

c. Menjelaskan prosedur yang akan di lakukan selama penelitian.

d. Meminta responden untuk menandatangani informed consent.

e. Peneliti melakukan kontrak waktu dan tempat kepada responden.

f. Peneliti mewawancarai dan melakukan pemeriksaan pada responden

untuk kemudian mengisi formulir berdasarkan jawaban-jawaban dari

responden.

g. Setelah formulir The Mini Nutritional Assessment terisi kemudian

dikumpulkan lagi dan dicek kelengkapannya.

h. Setelah data terkumpul dilakukan pengolahan data.

i. Selanjutnya, dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi lutut. Hasil

pengukuran tinggi lutut yang didapatkan di konversikan ke dalam tinggi

badan dengan menggunakan rumus lalu dihitung hasil IMT berdasarkan

tinggi badan dan berat badan.

j. Setelah data terkumpul dilakukan pengolahan data.

k. Pembahasan.

l. Sidang hasil penelitian.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A., Adamy, A., Kesehatan Masyarakat, P., Muhammadiyah Aceh, U., Aceh,
B., Gizi, J., Kemenkes, P., & Penulis, K. (2020). Faktor Risiko Malnutrisi Pada
Lansia Di Kota Banda Aceh Malnutrition Risk Factors In Elderly In Banda Aceh
City. In Journal of Healthcare Technology and Medicine (Vol. 6, Issue 2).
Akbar, F., & Eatall, K. (2020). Elderly Nutrition in Banua Baru Village. JIKSH, 9(1),
1–7. https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.193
Dewi Agnes Astuti. (2019). Jurnal Keperawatan Dan Kesehatan Masyarakat. vol 8 No
1.
Dhiya Fadillah, A., & Achadi Nugraheni Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat, S. (2019). FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KESESUAIAN PRAKTIK GIZI PADA LANSIA BERDASARKAN 10
PESAN GIZI SEIMBANG (Studi di Kelurahan Sambiroto Kota Semarang) (Vol.
7, Issue 4). http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
E. Mary Back. (2011). Ilmu Gizi dan Diet Hubungannya dengan penyakit penyakit
untuk Perawat dan Dokter (Hartono Andy & Kristiani, Eds.; 1st ed.). C.V ANDI
OFFSET.
Fatmah. (2010). Gizi Usia Lanjut (Astika Rina, Ed.). Erlangga.
Gemini savitri, Yulia Revi, & Roswandani Siska. (2021). KEPERAWATAN
GERONTIK. In Qasim Muhammad (Ed.), KEPERAWATAN GERONTIK.
Yayasan Penerbit Muhammad Zaini.
Sahar Junaiti, Setiawan Agus, & Made Ni Riasmini. (2019). Keperawatan Komunitas
dan Keluarga. Saunders, an imprint of Elseviern Inc.
Sarbini Dwi, Zulaekhah Siti, & Nur Farida Isnaeni. (2019). GIZI GERIATRI. In gizi
geriatri (1st ed., pp. 2–3). Muhammadiyah University Press.
Senja Amelia, & Tulus Prasetyo. (2019). Perawatan Lansia oleh Keluarga dan Care
Giver. In syamsiyah nur (Ed.), perawatan lansia (1st ed., pp. 74–79). Sinar
Grafika Offset.
Siti R Maryam, Fatma Mia Ekasari, Rosidawati, & Jubaedi Ahmad. (2008). Mengenal
Usia Lanjut dan Perawatanya . In mengenal usia lanjut dan perawatannya.
Salemba Medika.
Sudargo Toto, Aristasari Tira, & Afifah Aulia. (2021). Asuhan Gizi Pada Lanjut Usia
(pp. 24–26). Gadjah Mada University Press Anggota IKAPI dan APPTI.
Sunarti Sri, Ratnawati Retty, Nugrahenny Dian, & Nurlaila Gadis. (2019). Prinsip
Dasar Kesehatan Lanjut Usia (Geriatri) (1st ed.). UB Press.

50
51

LAMPIRAN 1

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN


Kepada Yth :
Responden
Di
Tempat
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, adalah mahasiswa Politeknik
Kesehatan Kemenkes Padang Program Studi D-III Keperawatan Solok.
Nama : SOFIANI SAFITRI
NIM : 193210231
Semester : VI (Enam)
Akan mengadakan penelitian dengan judul “Faktor Faktor Yang
Berhubungan Dengan Status Gizi Pada Lansia Di Kelurahan PPA Wilayah Kerja
Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok Tahun 2022”, maka saya mengharapkan
kesediaan bapak/ibu untuk menjadi responden dalam penelitian yang saya lakukan
ini. Penelitian ini semata-mata bertujuan untuk perkembangan ilmu pengetahuan
dan tidak akan menimbulkan kerugian.

Saya sangat menghargai kesediaan bapak/ibu untuk membantu saya dalam


melakukan penelitian ini dengan menandatangani lembar persetujuan dan
menjawa pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan dalam lembaran kuesioner.

Atas kesediaan dan kerjasama bapak/ibu menjadi responden, saya


mengucapkan terima kasih.

Peneliti

SOFIANI SAFITRI
52

LAMPIRAN 2

PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Menyatakan bersedia berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian


yang dilakukan oleh :

Nama : SOFIANI SAFITRI

NIM : 193210231

Judul : Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi


Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung
Paku Kota Solok Tahun 2022

Saya menyadari penelitian ini tidak akan berakibat negatif terhadap saya,
sehingga jawaban yang saya berikan adalah yang sebenarnya dan akan
dirahasiakan.

Demikian pernyataan ini saya buat agar dapat digunakan sebagaimana


mestinya.

Yang Membuat Pernyataan

(..........................................)
53

LAMPIRAN 3

KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI
LANSIA DI KELURAHAN PPA WILAYAH KERJA PUSKESMAS
TANJUNG PAKU KOTA SOLOK 2022

Tanggal : No. Responden


I. Identitas Responden
Nama :
Umur :
Jenis kelamin : 1. Laki-laki
2. Perempuan

Usia : 60-74 tahun


75-90 tahun
>90 tahun

Status pernikahan : Nikah


Cerai
Cerai mati

Keluhan yang
Dirasakan saat ini
(boleh lebih satu) : 1. Tidak nafsu makan
2. Sulit menelan dan mengunyah
3. Sulit buang air besar
4. Lainnya, sebutkan

Riwayat penyakit : 1. Hipertensi

2. Obesitas
54

3. Jantung coroner

4. Anemia

5. Diabetes Mellitus

6. Sirosis Hepatitis

II. Pemeriksaan

Anda akan diminta ketersediaannya untuk dilakukan pengukuran

tinggi badan dan berat badan.

a. TB : cm

b. BB : kg

c. IMT : kg/m²

d. Pilih salah satu berdasarkan hasil diatas

Kurus (IMT < 18,5)

Normal (IMT < 18,5-25,0)

Gemuk (IMT 25,1-27,0)

Obes (IMT >27,0)


55
56

LAMPIRAN 4
57

LAMPIRAN 5
58

LAMPIRAN 6. DOKUMENTASI STUDI PENDAHULUAN


59

LAMPIRAN 7. DOKUMENTASI STUDI PENDAHULUAN


LAMPIRAN 8. DOKUMENTASI STUDI PENDAHULUAN

Anda mungkin juga menyukai