Anda di halaman 1dari 78

USULAN PENELITIAN

IDENTIFIKASI DAN UJI SENSITIVITAS BAKTERIStaphylococcus


aureus TERHADAP ANTIBIOTIKAMOXICILLINPADATANGAN
PERAWAT DI RUANG JANGER
RSUD MANGUSADA BADUNG

Oleh :

MADE WITARI NUGRAHA PUTRI


NIM. P07134019057

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
PROGRAM DIPLOMA III
DENPASAR
2022
HALAMAN SAMPUL
USULAN PENELITIAN

IDENTIFIKASI DAN UJI SENSITIVITAS BAKTERIStaphylococcus


aureus TERHADAP ANTIBIOTIKAMOXICILLINPADATANGAN
PERAWAT DI RUANG JANGER
RSUD MANGUSADA BADUNG

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Menyelesaikan Mata Kuliah Karya Tulis Ilmiah
Jurusan Teknologi Laboratorium Medis
Program Diploma III

Oleh :
MADE WITARI NUGRAHA PUTRI
NIM. P07134019057

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
PROGRAM DIPLOMA III
DENPASAR
2022

i
LEMBAR PERSETUJUAN

USULAN PENELITIAN

IDENTIFIKASI DAN UJI SENSITIVITAS BAKTERI Staphylococcus


aureus TERHADAP ANTIBIOTIK AMOXICILLINPADA
TANGAN PERAWAT DI RUANG JANGER
RSUD MANGUSADA BADUNG

TELAH MENDAPATKAN PERSETUJUAN

Pembimbing Utama : Pembimbing Pendamping

I Gusti Ayu Sri Dhyanaputri, KM.,MPH I Nyoman Gede Suyasa,SKM.,M.Si


NIP. 197209011998032003 NIP. 197101301995031001

MENGETAHUI :
KETUA JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR

Cokorda Dewi Widhya Hana Sundari, S.KM., M.Si


NIP. 196906211992032004

ii
USULAN PENELITIAN DENGAN JUDUL :

IDENTIFIKASI DAN UJI SENSITIVITAS BAKTERI Staphylococcus


aureus TERHADAP ANTIBIOTIK AMOXICILLINPADA
TANGAN PERAWAT DI RUANG JANGER
RSUD MANGUSADA BADUNG

TELAH DIUJI DI HADAPAN TIM PENGUJI


PADA HARI : Jumat
TANGGAL : 11 Februari 2022

TIM PENGUJI :

1. Burhannudin, S.Si.,M.Biomed (Ketua)

2. I Gusti Ayu Sri Dhyanaputri, KM.,MPH (Anggota)

3. Luh Ade Wilan Krisna, S.Si., M.Ked., Ph.D (Anggota)

MENGETAHUI :
KETUA JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR

Cokorda Dewi Widhya Hana Sundari, S.KM., M.Si


NIP. 196906211992032004

iii
RIWAYAT PENULIS

Penulis Bernama lengkap Made Witari Nugraha Putri

dilahirkan di Denpasar pada tanggal 23 Oktober 2001 dari

pasangan I Made Sudana (Ayah) dan Ni Putu Ayu Satyawathi

(Ibu). Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, adik

dari Putu Agus Wiyoga dana Putra dan berkewarganegaraan

Indonesia serta beragama Hindu.

Penulis memulai pendidikan pada tahun tahun 2006-2007 di Taman Kanak-

kanak Widya Maha Gangga. Pada tahun 2007-2013 penulis melanjutkan

pendidikan Sekolah dasar di SD Negeri 2 Kerobokan Kaja. Pada tahun 2013-2016,

penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 4 Denpasar. Pada tahun 2016-2019

penulis melanjutkan pendidikan di SMA negeri 5 Denpasar dan melanjutkan

pendidikan di Politeknik Kesehatan program studi Diploma III Jurusan Teknologi

Laboratorium Medis.

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian dengan judul

“Identifikasi Dan Uji Sensitivitas Bakteri Staphylococcus Aureus Terhadap

Antibiotik AmoxicillinPada Tangan Perawat Di Ruang JangerRSUD

Mangusada Badung” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Usulan penelitian ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu

persyaratan menyelesaikan tugas akhir mata kuliah karya tulis ilmiah Program

Studi Diploma III Jurusan Teknologi Laboratorium Medis Politeknik Kesehatan

Denpasar. Penulis menyadari bahwa tersusunnya usulan penelitian ini tidak terlepas

dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Anak Agung Ngurah Kusumajaya, SP., M. Ph selaku Direktur Politeknik

Kesehatan Denpasar yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti

Pendidikan di program studi Diploma III Jurusan Teknologi Laboratorium

Medis Politeknik Kesehatan Denpasar.

2. Ibu Cokorda Dewi Widhya Hana Sundari, SKM., M. Si selaku Ketua Jurusan

Teknologi Laboratorium Medis Politeknik Kesehatan Denpasar yang telah

memberikan kesempatan untuk menyusun proposal penelitian ini sebagai salah

satu persyaratan dalam menyelesaikan program Pendidikan Diploma III di

Jurusan Teknologi Laboratorium Medis.

3. Ibu I Gusti Ayu Sri Dhyanaputri, SKM., MPH selaku pembimbimbing utama

yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk

memberikan bimbingan kepada penulis dalam proposal penelitian.

v
4. Bapak I Nyoman Gede Suyasa, SKM., M.SI. selaku pembimbing pendamping

yang senantiasa memberikan bimbingan, dukungan, petunjuk, masukan dan

saran kepada penulis dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen yang telah membantu dan membimbing selama

penyusunan proposal penelitian ini.

6. Bapak, Ibu, kakak serta keluarga besar yang telah menjadi motivasi,

memberikan dukungan dan semangat untuk menyelesaikan proposal penelitian.

7. Teman-teman mahasiswa Jurusan Teknologi laboratorium Medis Poltekkes

Kemenkes Denpasar dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini masih banyak kekurangan

dan jauh dari kata sempurna, hal ini dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan

yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari

berbagai pihak demi penyempurnaan usulan penelitian ini. Besar harapan penulis

agar usulan penelitian ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai referensi dalam

melakukan penelitian.

Denpasar, Februari 2022

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................... ii

RIWAYAT PENULIS ........................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................ v

DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... x

DAFTAR SINGKATAN ....................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 8

A. Infeksi Nosokomial .................................................................................. 8

B. Flora Normal Kulit ................................................................................. 14

BAB III KERANGKA KONSEP ......................................................................... 28

A. Kerangka Konsep ................................................................................... 28

B. Variabel dan Definisi Operasional Variabel........................................... 39

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 42

A. Jenis Penelitian ....................................................................................... 42

B. Alur Penelitian ........................................................................................ 42

C. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 43

vii
D. Unit Analisis dan Responden ................................................................. 43

E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 45

J. Etika Penelitian .......................................................................................... 55

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 59

LAMPIRAN .......................................................................................................... 66

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Definisi Operasional Variabel ................................................................ 40

Tabel 2. Pengambilan sampel (Tabel Krejcie Morgan) ....................................... 44

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Staphylococcus aureus ......................... Error! Bookmark not defined.

Gambar 2. Kerangka Konsep Identifikasi dan Uji Sensitivitas Bakteri

Staphylococcus aureus Terhadap antibiotik Amoxicillin Pada Tangan

Perawat di Ruang Janger RSUD Mangusada Badung ........................ 28

Gambar 4. Alur Penelitian .................................................................................... 42

Gambar 5. Skema Kerja ........................................................................................ 54

Gambar 6. Skema Kerja ........................................................................................ 54

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rencana Jadwal Pelaksana Penelitian .............................................. 66

Lampiran 2. Rancangan Anggaran Biaya Penelitian ............................................ 67

Lampiran 3. Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) .............................................. 68

Lampiran 4. Lembar Wawancara .......................................................................... 71

Lampiran 5. Rekapitulasi Data Penelitian ............................................................. 72

Lampiran 6. Rekapitulasi hasil identifikasi bakteri Staphylococcus aureus ......... 73

Lampiran 7. Rekapitulasi Hasil Uji Sensitivitas bakteri Staphylococcus aureus . 74

x
DAFTAR SINGKATAN

AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome

ASA : American Society of Anesthesiologist

APD : Alat Pelindung Diri

APIC :The Association for Professionals in Infection Control

BMI :Body Mass Index

CFU :Colony Forming Unit

CLSI : Clinical and Laboratory Standard Institutes

HAIs : Healthcare-Associated Infections

HAP : Hospital-Acquired Pneumonia

HIV : Human Immunodeficiency Virus

ISK : Infeksi Saluran Kemih

ILO : Infeksi Luka Operasi

MHA : Mueller Hinton Agar

MRSA :Methicillin Resistant Staphylococcus aureus

MSA : Mannitol Salt Agar

NA : Nutrient Agar

PPI : Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

PSP : Persetujuan Setelah Penjelasan

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

RS : Rumah Sakit

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

TSA : Trypticase Soy Agar

UGD : Unit Gawat Darurat

xi
VAP : Ventilator Associated Pneumonia

WHO : World Health Organization

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi yang terjadi di rumah sakit disebut juga infeksi nosokomial (Hospital

Acquired Infection), maka infeksi dapat berasal dari masyarakat atau komunitas

(Community Acquired Infection) atau dari rumah sakit (Healthcare-Associated

Infections/HAIs). Saat ini penyebutan diubah menjadi Infeksi Terkait Layanan

Kesehatan atau “HAIs” (Healthcare-Associated Infections) dengan pemahaman

yang lebih luas, yaitu kejadian infeksi tidak hanya bermula dari rumah sakit, tetapi

juga ditemukan pada fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Tidak terbatas infeksi

kepada pasien namun dapat juga kepada petugas kesehatan dan pengunjung yang

terinfeksi pada saat berada di dalam lingkungan fasilitas pelayanan Kesehatan

(Permenkes RI No. 27, 2017).

Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan

praktikkeperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau

masyarakat, baik sehat maupun sakit(Kemenkes RI, 2014).Perawat memiliki peran

yang sangat penting dalam pengendalian infeksi nosokomial karena perawat

merupakan petugas paling lama berkontak dengan pasien bahkan sampai 24 jam

penuh. Perawat juga dapat menjadi peran yang cukup besar dalam melayani

kejadian infeksi nosokomial (Nursalam, 2012). Pencegahan dan Pengendalian

Infeksi (PPI) adalah upaya untuk pencegahan dan meminimalkan terjadinya infeksi

pada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan

1
kesehatan. Pengendalian infeksi nosokomial merupakan aktivitas perencanaan,

pelaksanaan, pengawasan, dan pembinaan dengan tujuan untuk menurunkan angka

kejadian infeksi nosokomial (Permenkes RI No. 27, 2017).

Persentase infeksi nosokomial di rumah sakit dunia mencapai 9% (variasi 3-

21%) atau lebih 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia menemukan

infeksi nosokomial. Suatu penelitian yang dilakukan oleh World Health

Organization (WHO) menerangkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14

negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik

menerangkan adanya infeksi nosokomial, dan untuk Asia Tenggara sebanyak

10,0% (WHO, 2009).

Berdasarkan hasil (Riskesdas, 2013) menyatakan bahwa untuk rawat inap di

Provinsi Bali paling banyak memanfaatkan RS Pemerintah dengan presentase 4,5%

sedangkan RS Swasta memiliki persentase sebesar 2,3%. Berdasarkan informasi

sekunder yangdilakukan oleh (Antari, 2018), didapatkan informasi bahwa data yang

diperoleh dari Komite dan Pengendalian Infeksi (PPI) RSUD Mangusada Badung

mengungkapkan angka kejadian infeksi nosokomial dari Januari-Juni 2017 antara

0,28-3,86%. Dapat disimpulkan infeksi nosokomial menjadi masalah yang sering

ditemukan di rumah sakit karena pengaruh lingkungan sekitar yang terkontaminasi.

Maka perlu dilakukan penelitian mengenai hal ini (Baharutan dan Soeliongan,

2015).Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Anggraeni,

2020)diperoleh dari data wawancara kepada beberapa perawat di ruang rawat

bedah, ruang rawat inap, dan ruang interna wanitaterdapat faktor yang

menyebabkan infeksi yaitu hambatan dalam menjaga lingkungan rumah

sakit.Resistensi bakteri merupakan masalah kesehatan yang penting. Penularan

2
penyakit infeksi oleh bakteri resisten terjadi apabila bakteri resisten tersebut

berpindah dari pasien yang satu ke pasien lain(Herawati,dan Irawati, 2014).

Jenis mikroorganisme yang sering berpotensi terjadinya infeksi nosokomial

saat terjadinya kontak langsung maupun tidak langsung yaitu Staphylococcus

aureus, E. coli dan Bacillus sp (WHO, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh

(Angga dan Budiarti, 2015)didapatkan bakteri kontaminan pada tangan perawat

yaitu Staphylococcus aureus. Pada penelitian (Hayati, Azwar, dan Puspita, 2012)

dengan judul pola dan sensitivitas antibiotik bakteri yang berpotensi sebagai

penyebab infeksi nosokomial di ruang rawat bedah RSUDZA Banda Aceh

terbanyak adalah Staphylococcus aureus sebanyak 70%. Sumber penularan

terbanyak yang berpotensi menyebabkan infeksi nosokomial adalah mobiler

ruangan, kemudian lanjut dengan pasien dan tenaga kesehatan.

Telapak tangan merupakan bagian tubuh yang paling sering kontak dengan

dunia luar dan digunakan sehari-hari untuk melakukan aktivitas.Aktivitas yang

tinggi menyebabkan tangan terkontaminasi oleh bakteri sehingga tangan dapat

menjadi perantara masuknya bakteri kedalam tubuh(Rahmawati, Kartika, dan

Rousdy, 2017).Bakteri Staphylococcus aureussering di ditemukan sebagai kuman

flora normal pada kulit dan selaput lendir manusia.Akan tetapi, bakteri ini juga

dapat menjadi penyebab infeksi, baik pada manusia maupun hewan.Beberapa jenis

bakteri ini dapat menghasilkan enterotoksin yang dapat mengakibatkan

keracunanmakanan.Bakteri jenis ini dapat diisolasi dari material klinik, carriers,

makanan, danlingkungan(Kuswiyanto, 2016). Peningkatan mutu pelayanan dapat

dilaksanakanmelalui pengembangan sarana dan prasarana rumah sakit, pengadaan

peralatan, danketenagaan serta perangkatlainnya, termasuk pengelolaan kebutuhan

3
danpersediaan linen di ruang rawat inap rumahsakit(Mungesti, Sekarwati, dan

Khristiani, 2016)

Salah satu pengobatan terhadap infeksi nosokomial ialah dengan pemberian

terapi antibiotik. Antibiotik merupakan agen antimikroba alami yang diproduksi

oleh mikroorganisme(Leboffe, 2011). Permasalahan resistensi bakteri terhadap

antibiotik merupakan masalah yang terjadi diseluruh dunia. Salah satu cara yang

dapat mencegah terjadinya resistensiantibiotik adalah penggunaan antibiotik secara

rasional yang meliputi pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan klinisnya,

pemberian dosis yang tepat dengan kebutuhannya pada kurun waktu yang

adekuat(WHO, 2002).

Berdasarkan penelitian(Rambiko, dan Fatmawali, 2016), pemberian

antibiotik pada bakteri penyebab infeksi nosokomial dengan tingkat resistensi

tertinggi yaitu sebesar 100% adalah antibiotik Ampicilin dan Amoxicilin keduanya

memiliki angka resisten yang sama.Pengobatan untuk infeksi nosokomial tanpa

komplikasiialah penisilin. Antibiotik yang termasuk golongan penisilin adalah

benzil penisilin, fenoksimetilpenisilin (penisilin V), flukloksasilin, ampisilin,

amoksisilin, piperasilin, sulbenisilin, dan tikarsilin. Aktivitas antibakteri penisilin

dipengaruhi oleh ketahanannya terhadap enzim penisilinase yang dihasilkan oleh

bakteri(Herawati,dan Irawati, 2014). Uji sensitivitas antibiotik akan membantu

dokter untuk memilih antibiotik yang tepat dalam mengobati infeksi(Soleha, 2015).

Uji sensitivitas bakteri terhadap antibiotik dapat dilakukan dengan metode Kirby-

Bauer yaitu dengan menggunakan difusi cakram, dan hasil bakteri dibaca

berdasarkan Clinical Laboratory Standard Institute (CLSI).Diameter zona hambat

dikategorikan resisten (R) apabila diameternya ≤ 13 mm, intermediet (I) apabila

4
diameternya antaradiameternya antara14-17 mm, dan sensitif (S) apabila

diameternya ≥ 18 mm(CLSI, 2019).

RSUD Mangusada Badung merupakan salah satu rumah sakit pemerintah

kabupaten Badungyang terletak di daerah Kapal, Mangupura Badung, sebagai

rumah sakit pilihan masyarakat Kabupaten Badung menyediakan jasa layanan

kesehatan yang mengutamakan mutu dan keselamatan pasien. Rumah sakit ini

menyediakan fasilitas pelayanan rawat inap yang terdiri dari pelayanan rawat inap

terdiri dari 5 ruang rawat inap yaitu ruang cilinaya, ruang margapati, ruang

kecak, ruang janger, dan ruang oleg. Dengan adanya fasilitas pelayanan khususnya

di ruang janger yang merupakan ruangan yang difungsikan untuk perawatan pasien

bedah dan ruangan tersebut mempunyai angka rata-rata jumlah hari rawat inap yang

cukup lama sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi infeksi nosokomial pada

rumah sakit ini (Mangusada, 2019).

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dan mengingat angka kejadian

infeksi nosokomialsemakin meningkat maka perlu dilakukan identifikasi dan uji

sensitivitas bakteri Staphylococcus aureus terhadap antibiotik amoxicillin.

Penelitian ini dilakukan pada perawat di ruang janger RSUD Mangusada Badung

yang berisiko tinggi terinfeksi bakteri Staphylococcus aureus dan menularkan pada

orang lain.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana karakteristik bakteri Staphylococcus aureus yang diisolasi dari

sampel usap tangan perawat di ruang Janger RSUD Mangusada Badung?

5
2. Bagaimana sensitivitas bakteri Staphylococcus aureus terhadap antibiotik

amoxicillin pada hasil isolasi usap tangan perawat di ruang Janger RSUD

Mangusada Badung?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui identifikasi dan sensitivitas bakteri Staphylococcus

aureus terhadap antibiotik amoxicillin yang diisolasi dari sampel usap tangan

perawat di ruang Janger RSUD Mangusada Badung?

2. Tujuan Khusus

a. Mendapatkan isolat bakteriStaphylococcus aureus dari sampel usap tangan

pada perawat.

b. Mengukur dan membandingkan nilai zona hambat bakteri Staphylococcus

aureus terhadap antibiotik amoxicillin berdasarkan standar Clinical and

Laboratory Standard Institutes (CLSI).

c. Mengetahui infeksi nosokomial berdasarkan identifikasi bakteri

Staphylococcus aureus

D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini penulis mengharapkan dapat memberikan manfaat

yaitu :

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi masyarakat

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

terhadap penggunaan antibiotik amoxicillin khususnya pada infeksi bakteri

6
Staphylococcus aureus dengan diketahuinya nilai sensitivitas antibiotik

tersebut.

2) Dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan mengenai

pentingnya menjaga higienitas tangan guna menurunkan angka kejadian infeksi

nosokomial di rumah sakit.

b. Bagi penulis

Diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis dan dapat menerapkan

ilmu-ilmu pada bidang mata kuliah terkait.

c. Bagi pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data epidemiologi hasil

sensitivitas bakteri Staphylococcus aureus terhadap antibiotik amoxicillin kepada

pihak rumah sakit untuk melakukan pengawasan terhadap infeksi nosokomial.

Sehingga dapat menyediakan pengobatan jenis antibiotik lain maupun

pengembangan pengobatan alternatif lain pada infeksi nosokomial.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam

pengembangan ilmu pengetahuan sebagai salah satu bahan kepustakaan serta dapat

dijadikan dasar dalam penelitian lebih lanjut tentang uji sensitivitas bakteri

Staphylococcus aureusterhadap antibiotik amoxicillin.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Nosokomial

1. Pengertian infeksi nosokomial

Nosokomial berasal dari Bahasa Yunani, dari kata nosos yang yang artinya

penyakit, dankomeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk

merawat atau rumah sakit. Jadi infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi

yang diperoleh atau terjadi di rumah sakit(Darmadi, 2008).

Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana pelayanan

kesehatan yang dapat menjadi permulaan infeksi dimana orang sakit dirawat.

Infeksi nosokomial dapat terjadi pada penderita, tenaga kesehatan, dan juga setiap

orang yang datang ke rumah sakit. Infeksi yang ada di pusat pelayanan kesehatan

ini dapat ditularkan atau diperoleh melalui petugas kesehatan, orang sakit,

pengunjung yang berstatus karier atau karena kondisi Rumah sakit(Septiari, 2012).

2. Batas infeksi nosokomial

Batasan infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat oleh penderita,

Ketika penderita dalam proses asuhan keperawatan di rumah sakit(Septiari, 2012).

Suatu infeksi pada penderita bari bisa dinyatakan sebagai infeksi nosokomial

apabila menyatakan beberapa kriteria atau Batasan tertentu diantaranya:

a. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda

klinik dari infeksi yang terlihat.

b. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit, tidak sedang dalam masa

inkubasi dari infeksi tersebut.

8
c. Tanda-tanda klinik infeksi tersebut timbul sekurang-kurangnya setelah 3x24

jam sejak mulai perawatan.

d. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa dari infeksi sebelumnya.

e. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi, dan

terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang

sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi

nosokomial (Siregar, 2004).

3. Dampak infeksi nosokomial

Infeksi nosokomial dapat memberikan dampak sebagai berikut:

a. Menimbulkan cacat fungsional, serta stress emosional, dan dapat menyebabkan

cacat yang permanen seta kematian.

b. Dampak tertinggi pada negara berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS yang

tinggi.

c. Meningkatkan biaya kesehatan di berbagai Negara yang tidak mampu, dengan

meningkatkan lama perawatan di rumah sakit, pengobatan dengan obat-obat

mahal, dan penggunaan pelayanan lainnya.

d. Morbiditas, dan mortalitas semakin tinggi.

e. Adanya tuntutan secara hukum.

f. Penurunan citra rumah sakit(Septiari, 2012).

4. Cara penularan infeksi nosokomial

Untuk memastikan adanya infeksi terkait layanan kesehatan (Healthcare-

Associated Infections/HAIs) serta menyiapkan strategi pencegahan dan

pengendalian infeksi dibutuhkan pengertian infeksi, infeksi terkait pelayanan

9
kesehatan (Healthcare-Associated Infections/HAIs), rantai penularan infeksi, jenis

HAIs dan faktor risikonya (Permenkes RI No. 27, 2017).

a. Penularan secara kontak

Penularan ini dapat terjadi secara kontak langsung, kontak tidak langsung, dan

droplet. Kontak langsung terjadi apabila sumber infeksi berhubungan langsung

dengan penjamu, misalnya person to person pada penularan infeksi virus hepatitis

A secara fecal oral. Kontak tidak langsung terjadi jika penularan pertumbuhan

objek perantara (umumnya benda mati). Hal ini terjadi karena benda mati tersebut

telah terkontaminasi oleh infeksi, misalnya kontaminasi alat-alat medis oleh

mikroorganisme (Septiari, 2012).

b. Penularan melalui common vehicle

Penularan ini melalui benda mati yang sudah terkontaminasi oleh kuman,

sehingga dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu penjamu. Adapun jenis-

jenis common vehicle artinya darah atau produk darah, cairan intravena, obat-

obatan, dan sebagainya (Septiari, 2012).

c. Penularan melalui udara, dan inhalasi

Penularan ini terjadi jika mikroorganisme memiliki ukuran yang sangat kecil

sehingga akibatnya bisa mengenai penjamu pada jarak yang relatif jauh, dan

melalui saluran pernafasan. Contohnya mikroorganisme yang terdapat dalam sel-

sel kulit yang terlepas (staphylococcus), dan tuberculosis (Septiari, 2012).

d. Penularan dengan perantara vektor

Penularan ini bisa terjadi secara eksternal maupun internal. Dianggap

penularan secara eksternal apabila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari

mikroorganisme yang menempel pada tubuh vektor, contohnya shigella, dan

10
salmonella oleh lalat. Penularan secara internal apabila mikroorganisme masuk ke

dalam tubuh vektor, dan dapat terjadi perubahan secara biologis, misalnya parasite

malaria dalam nyamuk atau tidak mengalami perubahan biologis, contohnya

yersenia pestis pada ginjal (flea) (Septiari, 2012).

5. Tahapan infeksi nosokomial

Mikroba patogen agar dapat menimbulkan penyakit infeksi harus bertemu

dengan penjamu yang rentan, melalui dan menyelesaikan tahap-tahap sebagai

berikut:

a. Tahap pertama

Mikroba patogen bergerak menuju ke penjamu atau penderita dengan

mekanisme penyebaran (mode of transmission) terdiri dari penularan langsung, dan

tidak langsung (Darmadi, 2008).

b. Tahap kedua

Ialah upaya berasal dari mikroba patogen untuk menginvasi ke jaringan atau

organ penjamu (pasien) menggunakan cara mencari akses masuk (port d’entrée)

seperti adanya kerusakan atau lesi kulit atau mukosa dari rongga hidung, mulut,

orifisium uretra, dan sebagainya (Darmadi, 2008).

c. Tahap ketiga

Adanya mikroba patogen berkembang biak (melakukan multiplikasi) disertai

dengan Tindakan destruktif terhadap jaringan, walaupun ada mengakibatkan

perubahan morfologis, dan gangguan fisiologis jaringan (Darmadi, 2008).

6. Transmisi patogen melalui tangan

Ada beberapa proses yang perlu diperhatikan dalam transmisi patogen

nosokomial dari pasien ke tenaga kesehatan, dan ke pasien lain:

11
a. Mikroorganisme berada di kulit atau pakaian pasien dan lingkungan sekitar

pasien termasuk tempat tidur. Patogen nosokomial pada setiap lingkungan

pasien akan berbeda pada setiap pasien. Jumlah dan risiko kolonisasi pada

tangan juga berbeda.

b. Saat tenaga kesehatan bersentuhan dengan tangan pasien, terjadilah transfer

mikroorganisme patogen dari pasien ke tenaga kesehatan.Risikokontaminasi

bervariasi berdasarkan jenis kegiatan dan durasi perawatan oleh tenaga

kesehatan tadi. Ruangan tempat pasien dirawat dapat mempengaruhi proses

transfer patogen. Penggunaan sarung tangan tidak signifikan dalam penurunan

angka kontaminasi.

c. Organisme dapat bertahan beberapa menit pada tangan tenaga kesehatan.

d. Tangan tenaga kesehatan akan tetap terkontaminasi jika hand hygiene tidak

adekuat atau bahkan tidak dilakukan.

e. Tangan tenaga kesehatan yang terkontaminasi akan menyentuh pasien secara

langsung atau benda lain yang akan menyentuh pasien, seperti kateter.

Kemampuan transmisinya sendiri dapat dipengaruhi beberapa diantaranya,

jenis permukaan, mikroorganisme, dan kelembaban permukaan

tangan(Darmadi, 2008).

7. Macam-macam infeksi nosokomial

Macam-macam infeksi nosokomial adalah sebagai berikut:

a. Hospital-Acquired Pneumonia (HAP) dan Ventilator Associated Pneumonia

(VAP)

HAP merupakan pneumonia yang didapatkan di rumah sakit atau tidak

berada pada masa inkubasi saat dirawat dan terjadi lebih dari 48 jam setelah

12
perawatan di rumah sakit(Pangalila, 2019). Faktor resiko umum untuk

berkembangnya HAP ialah umur lebih tua dari 70 tahun, co-morbiditas yang serius,

malnutrisi, penurunan kesadaran, berlama lama tinggal di rumah sakit, dan penyakit

obstruksi paru yang kronis(Warganegara, 2017).VAP diartikan sebagai pneumonia

yang terjadi >48 jam setelah intubasi trachea.Ventilator mekanik adalah alat yang

dimasukkan melalui mulut dan hidung atau lubang didepan leher dan masuk ke

dalam paru. Umumnya penyebab pneumonia nosokomial berasal dari bakteri flora

endogen(Warganegara, 2017).

b. Phlebitis

Phlebitis merupakan infeksi atau peradangan pada pembuluh darah vena

yang disebabkan oleh kateter vena ataupun iritasi kimiawi zat adiktif dan obat-

obatan yang diberikan sebagai perawatan dirumah sakit atau fasilitas pelayanan

kesehatan. Phlebitis juga diartikan sebagai inflamasi pada vena yang disebabkan

oleh iritasi kimia, mekanik, maupun oleh bakteri. Ditandai oleh adanya daerah yang

memerah dan hangat di sekitar daerah penusukkan atau sepanjang vena,

pembengkakan, nyeri atau rasa keras disekitar daerah penusukan atau sepanjang

vena dan dapat keluar pus atau cairan(Patricia, 2011)

c. Infeksi saluran kemih (ISK)

Infeksi saluran kemih (ISK) infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme

patogen yang naik dari uretra ke kandung kemih dan berkembang biak serta

meningkat jumlahnya sehingga menyebabkan infeksi pada ureter dan ginjal(Yulika,

2020).Kateterisasi urine merupakan proses atau tindakan pengeluaran urine dengan

memasukkan kateter urine dari uretra ke menuju kandung kemih. Kateterisasi urine

dilakukan apabila pasien tidak mampu mengeluarkan urine secara normal (retensi

13
atau obstruksi urine). Pemasangan kateter urine menjadi port of entry bagi

mikroorganisme untuk masuk ke dalam kandung kemih pada kateter yang

terkontaminasi(Sari, 2014).

d. Infeksi luka operasi (ILO)

Infeksi luka operasi atau surgical site infection (SSI) adalah infeksi pada

tempat operasi merupakan salah satu komplikasi utama operasi yang meningkatkan

morbiditas dan biaya perawatan penderita di rumah sakit, bahkan meningkatkan

mortalitas penderita(Alsen, 2014). Peningkatan kejadian ILO tersebut dipengaruhi

oleh beberapa faktor, antara lain diabetes melitus, nilai American Society of

Anesthesiologist (ASA), pemberian antibiotik profilaksis, lama persalinan, lebar

luka membran, lama monitoring perawatan luka dan jumlah dari bedah sesar,

persalinan emergensi, lama operasi, kehilangan darah, keterampilan operasi, lama

perawatan pasca-operasi, body mass index (BMI), dan teknik penutupan luka

dengan metode staples(Rivai dan Koentjoro, 2013).

e. Dekubitus

Dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi

ketika jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan

eksternal dalam jangka waktu lama(Patricia, 2011). Penyebab utama dari ulkus

dekubitus berkurangnya aliran darah ke kulit adalah tekanan. Jika tekanan

mengakibatkan terputusnya aliran darah, maka kulit akan mengalami kekurangan

oksigen, pada mulanya akan tampak merah kemudian meradang menghasilkan luka

terbuka (Damanik, 2016).

B. Flora Normal Kulit

1. Definisi

14
Flora normal merupakan mikroorganisme yang bertempat pada suatu

wilayah tanpa menyebabkan penyakit pada inang yang ditempati. Flora normal

paling umum dijumpai pada tempat yang terpapar dengan dunia luar yaitu kulit,

mata, mulut, saluran pernafasan atas, saluran pencernaan dan saluran urogenital.

Bakteri yang biasa menempati kulit normal sekitar 10 2– 106 CFU/cm2 . Flora normal

mempengaruhi anatomi, fisiologi, kerentanan patogen, dan morbiditas

inang(Trampuz, Andrej, and Widmer, 2004). Mikroba normal yang menetap

tersebut dapat dikatakan tidak mengakibatkan penyakit dan mungkin

menguntungkan bila ia berada di lokasi yang semestinya dan tanpa adanya keadaan

abnormal. Mereka dapat menyebabkan penyakit bila karena keadaan tertentu

berada di tempat yang tak semestinya atau jika ada faktor predisposisi(Jawetz,

Melnick, dan Adelberg, 2005).

Berdasarkan pedoman dari The Association for Professionals in Infection

Control (APIC) bahwa mikroorganisme transien adalah mikroorganisme yang

diisolasi dari kulit, namun tidak selalu ada atau menetap di kulit. Mikroorganisme

transien, yang terdiri atas bakteri, jamur, ragi, virus dan parasit, terdapat dalam

berbagai bentuk, dari berbagai sumber yang pada akhirnya dapat terjadi kontak

dengan kulit. Telapak tangan, ujung jari dan di bawah kuku adalah lokasi tersering

ditemukannya mikroorganisme ini(Snyder, 1988).

2. Klasifikasi

Terdapat 2 fungsi flora residen, yaitu: antagonis terhadap mikroorganisme

yang merugikan dan kompetisi terhadap nutrisi pada ekosistem. Secara umum flora

residen jarang dikaitkan dengan infeksi, namun dapat menyebabkan infeksi pada

daerah steril tubuh, mata atau kulit yang mengalami kerusakan (Kenneth, 2012).

15
Pada normalnya flora transien tidak dijumpai pada permukaan tangan. Flora

transien berkoloni, bertahan dan berkembang biak pada telapak tangan. Biasanya

koloni flora transien didapat melalui kontak kulit dengan kulit yang memiliki koloni

flora transien. Kemampuan transmisi dari flora transien dipengaruhi oleh jenis flora

transien, jumlah flora normal pada kulit, dan tingkat kelembaban kulit. Beberapa

contoh flora transien yang dominan adalah Staphylococcus aureus, coccus gram

positif(Brook, 2014).

C. Staphylococcus aureus

(Sumber: Management, 2015)

Gambar 1Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureusmerupakan bakteri gram-positif (pewarnaan ungu

oleh pewarnaan gram) yang berbentuk coccusdengan diameter 0,8-1 mikron,dan

cenderung tersusun dalam kelompok yang digambarkan "seperti anggur".

Staphylococcusaureus ialah salah satu spesies yang membentuk pigmen berwarna

kuning emas sehingga dinamakan aureus (berarti emas, seperti matahari). Bakteri

ini bisa tumbuh dengan atau tanpa bantuan oksigen(Radji, 2016).

Staphylococcus aureus kebanyakan berkoloni di saluran hidung, dan di

bagian tubuh lain. Mikroorganisme ini membentuk koloni berwarna kuning pada

media yang kaya nutrisi dan seringkali bersifat hemolitik pada media agar yang

16
mengandung darah(Radji, 2016).Staphylococcus aureus tumbuh pada suhu 6,5-

46℃ dan pada pH 4,2-9,3. Koloni tumbuh dalam waktu 24 jam dengan diameter

mencapai 4 mm. Staphylococcus aureus membentuk pigmen lipochrom yang

menyebabkan koloni tampak berwarna kuning keemasan dan kuning

jerukpenelitian(Hayati, dkk, 2019).

Staphylococcus aureus invasif menghasilkan koagulase dan cenderung

menghasilkan pigmen kuning dan bersifat hemolitik. Staphylococcus aureus non

patogenik, non invasif seperti Staphyloccus epidermidis adalah koagulase negatif

dan cenderung non hemolitik. Organisme seperti itu jarang menghasilkan nanah

tetapi dapatmenginfeksi prostesis ortopedi atau kardiovaskular dan dapat juga

menyerang pada seseorang yang gangguan sistem imun(Amelinda,dan Usman,

2014).

Adapun klasifikasi ilmiah dari bakteri Staphylococcus aureus, antara lain :

Domain : Bacteria

Kingdom : Eubacteria

Phylum : Firmicutes

Class : Bacilli

Order : Bacillales

Family : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Species : S. Aureus

Staphylococcus aureus (termasuk strain yang resisten terhadap obat seperti

MRSA) ditemukan pada kulit dan selaput lendir, dan manusia adalah reservoir

utama bagi organisme ini. Beberapa populasi cenderung memiliki tingkat

17
kolonisasi Staphylococcus aureus yang lebih tinggi (hingga 80%), seperti petugas

kesehatan, orang yang menggunakan jarum secara teratur (misal penderita diabetes

dan pengguna obat intravena (IV)), pasien yang dirawat di rumah sakit, dan

individu immunocompromised. Staphylococcus aureus dapat ditularkan dari orang

ke orang melalui kontak langsung(Taylor, 2018).

D. Faktor Pertumbuhan Bakteri

Faktor yang dapat mempengaruhi hasil uji sensitivitas bakteri yaitu:

1. Masa inkubasi

Semakin lama masa inkubasi berlangsung, semakin besar kemungkinan

timbulnya mutan resisten, semakin besar juga kemungkinan bakteri yang kurang

peka untuk memulai berkembang biak sementara kekuatan antibiotik kurang

(Maranty, 2016).

2. Suhu

Suhu dapat mempengaruhi aktivitas enzim yang terlibat dalam aktivitas

kimia. Contohnya pada suhu yang sangat tinggi protein akan mengalami denaturasi

yang kurang baik (irreversible), namun pada suhu sangat rendah aktivitas enzim

akan berhenti. Maka dari itu dalam kondisi pertumbuhan bakteri gunakanlah suhu

optimal agar jumlah sel yang dihasilkan akan maksimal(Kurniawan, 2017).

3. pH

pH adalah indikasi tinggi rendahnya ion hidrogen. Maka jika pH dari suatu

media mengalami peningkatan atau penurunan konsentrasi ion hidrogen maka

protein akan mengalami denaturasi protein sehingga mengganggu pertumbuhan

bakteri (Kurniawan, 2017).

4. Oksigen

18
Berdasarkan kebutuhan oksigen mikroorganisme akan dibagi menjadi 3 yaitu

aerob merupakan bakteri yang membutuhkan oksigen untuk kebutuhan hidup,

anaerob obligat merupakan bakteri yang tidak membutuhkan oksigen untuk

kebutuhan hidup, anaerob fakultatif merupakan bakteri yang dapat hidup ada dan

tanpa oksigen(Kurniawan, 2017).

5. Radiasi

Radiasi merupakan cahaya yang dapat mempengaruhi tumbuhnya bakteri.

Radiasi di bumi dapat didapatkan dari sinar matahari (visible light), radiasi UV

(ultraviolet), sinar inframerah, dan gelombang radio(Kurniawan, 2017).

E. Antibiotik

Antibiotik merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri.

Antibiotik bisa bersifat bakterisid (membunuh bakteri) atau bakteriostatik

(mencegah berkembangbiaknya bakteri). Pada kondisi immunocompromised

(misalnya pada pasien neutropenia) atau infeksi di lokasi yang terlindung (misalnya

pada cairan cerebrospinal), maka antibiotik bakterisid harus

digunakan(Kefarmasian, 2011).

Antibiotik dibedakan menjadi 2 golongan yaitu bakteriostatik dan

bakterisidal. Bakteriostatik adalah obat yang dapat menghambat pertumbuhan suatu

pertumbuhan organisme, jika konsumsi obat bakteriostatik ini dihentikan, sasaran

organisme dapat tumbuh kembali. Sedangkan antibiotik golongan bakterisidal

merupakan suatu obat yang menyebabkan kematian pada sel organisme.

Penggunaan obat bakterisidal ini umumnya digunakan pada pasien yang memiliki

sistem imun rendah (HIV/AIDS) sehingga sistem imun inang tidak dapat melawan

infeksi(Schwalbe, and Steele-Moore, 2007).

19
Antibiotik dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme aksinya menjadi

empat golongan, yaitu:

1. Penghambat sintesis dinding sel, meliputi: penicillin, cephalosporin, vancomycin,

penghambat beta-laktamase, carbapenems, aztreonam, polymyxin dan bacitracin

2. Penghambat sintesis protein, meliputi: aminoglycosides (gentamicin),

tetracyclines, macrolides, chloramphenicol, clindamycin, linezolid dan

streptoGramins

3. penghambat sintesis asam nukleotida, seperti: fluoroquinolone, rifampisin, dan

sulfonamid

4. Menghambat fungsi membran sel, seperti: amphotericin B dan

echinocandins(Dzidic, Suskovic, 2008).

F. Amoxicillin

Amoxicillin pertama kali dikenal di Inggris pada tahun 1970 sebagai

antibakteri spektrum luas dalam golongan penisillin dan dapat mengobati berbagai

macam penyakit infeksi, amoxicillin diketahui lebih efektif digunakan terhadap

bakteri Gram-positif daripada Gram-negatif(Siswandono, 2000).

Amoxicillin mempunyai mekanisme kerja anti bakteri dengan cara membuat

kerusakan pada dinding sel bakteri. Mekanisme dari β-lactam, protein pengikat

penisilin yang spesifik yang berlaku sebagai obat reseptor bakteri. Penghambatan

sintesis dinding sel dengan menghambat transpeptidase dari peptidoglikan, dan

pengaktifan enzim autolitik di dalam dinding sel, yang menghasilkan kerusakan

sehingga akibatnya bakteri mati(Neal, 2007).

G. Macam-macam Terapi Antibiotik

1. Terapi Empiris

20
Antibiotik untuk terapi empiris digunakan pada kasus infeksi yang belum

diketahui jenis bakteri penyebab dari infeksi tersebut dan pola kepekaannya.

Pemberian antibiotik empiris bertujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri

yang diduga sebagai penyebab infeksi sebelum diperoleh hasil pemeriksaan

mikrobiologi. Pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada kondisi klinis pasien,

kemampuan antibiotik untuk menembus jaringan yang terinfeksi, dan pola

resistensi bakteri di komunitas maupun di rumah sakit tersebut. Jangka waktu

pemberian antibiotik empiris selama 48-72 jam kemudian harus dilakukan evaluasi

sesuai dengan data-data yang menunjang evaluasi seperti data hasil pemeriksaan

mikrobiologis, kondisi klinis pasien, dan lain-lain(Permenkes RI, 2017). Terapi

empiris merupakan upaya terbaik dalam mengetahui bakteri yang diduga menjadi

penyebab infeksi. Namun,terapi empiris tidak boleh ditujukan terhadap setiap

organisme yang diketahui, melainkan organisme yang paling mungkin sebagai

penyebab infeksi(Gallagher, 2018).

2. Terapi Definitif

Pemberian antibiotik terapi definitif digunakan pada kasus infeksi yang sudah

diketahui jenis bakteri penyebab dari infeksi tersebut dan pola resistensinya. Tujuan

pemberian antibiotik definitif untuk menghambat pertumbuhan bakteri penyebab

infeksi berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi. Pemilihan antibiotik definitif

didasarkan pada hasil pemeriksaan laboratorium, kondisi klinis pasien, biaya,

sensitivitas dan diutamakan antibiotik menggunakan spektrum sempit agar tidak

menimbulkan resistensi antibiotik(Permenkes RI, 2017). Hal ini dapat

meminimalisir toksisitas, kegagalan terapi, dan kemungkinan munculnya antibiotik

serta hemat biaya(Gallagher, 2018).

21
H. Pemeriksaan Laboratorium

1. Identifikasi Bakteri

Bakteri yang tumbuh pada media perbenihan dilakukan identifikasi dengan

tahapan sebagai berikut:

a. Mikroskopis

Penampakan mikroorganisme dalam keadaan hidup cukup sulit, bukan

hanya karena ukurannya yang sangat kecil, melainkan juga karena mikroorganisme

tersebut transparan dan praktis tidak berwarna bila disuspensikan dalam suatu

media cair. Untuk mempelajari sifat-sifat dan membagi mikroorganisme-

mikroorganisme tersebut ke dalam kelompok spesifik untuk tujuan diagnosis,

pewarna-pewarna biologis dan prosedur pewarnaan bersama dengan mikroskopi

cahaya telah menjadi peralatan utama pada mikrobiologi (Sherman, 2009).

Pewarnaan gram dilakukan untuk mengelompokkan bakteri menjadi 2 yaitu

bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Pada pewarnaan gram, hasil yang

didapat akan ditentukan dari komposisi dinding sel bakteri. Pada pewarnaan gram

ini, reagen yang digunakan ada 4 jenis, yaitu crystal violet, iodine, alkohol dan

safranin. Besar kecilnya kandungan peptidoglikan dan keberadaan membran luar

yang mempengaruhi kemampuan dinding sel mengikat warna dasarwarna ungu dari

crystal violet setelah pencucian dengan alkohol(Arozzi, 2016). Yang tidak

mengandung membran luar berupa lemak, dindingnya yang dominan mengandung

peptidoglikan akan mengikat crystal violet dengan kuat setelah dikuatkan iodine.

Sementara crystal violet yang terikat membran luar sel gram negatif akan tercuci

(larut) oleh alkohol.Setelah warna dasar tercuci pada bakteri gram negatif, warna

22
pembanding yang diberikan safranin akan diikat oleh sel, sehingga sel berwarna

merah muda(Putri Hiaranya et al., 2017).

b. Uji biokimia

1) Media MSA (Mannitol Salt Agar)

Media MSA merupakan media selektif diferensial untuk membedakan S.

aureus dengan S. epidermidis. Hal ini karena media MSA mengandung konsentrasi

garam NaCl yang tinggi (7,5-10%), manitolserta indikator phenol red. Pertumbuhan

S. aureus pada MSA akan menunjukkan perubahan warna media dari merah

menjadi kuning yang disebabkan adanya produksi asam sebagai hasil fermentasi

manitol sehingga mengubah indikator pH pada MSA(Maulitasari, 2014).

2) Uji katalase

Organisme-organisme yang dapat menghasilkan katalase menguraikan

hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen bebas. Produksi katalase dapat

dipengaruhi dengan menambahkan substrat hidrogen peroksida (H2O2) ke dalam

biakan agar miring Trypticase Soy Agar (TSA). Jika terdapat katalase maka akan

terbentuk gelembung-gelembung gas oksigen bebas (O2↑), hal ini menunjukkan uji

katalase positif. Hasil uji katalase dinyatakan negatif jika tidak tampak adanya

pembentukan gelembung gaskarena S. aureusmampu memproduksi enzim katalase

(Sherman, 2009).

3) Uji koagulase

Uji koagulase digunakan untukdiferensiasi Staphylococcus aureus dari

spesies Staphylococcus lainnya. Bakteri Staphylococcus aureus memberikan hasil

uji koagulase positifyaitu berupa protein yang menyerupai enzim yang bila

ditambahkan dengan oksalat atau sitrat mampu menggumpalkan plasma.

23
Sedangkan Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus albus, Staphylococcus

intermedius, dan spesies Staphylococcus lainnya memberikan hasil uji koagulase

negatif. Fungsi enzim ini adalah untuk membantu bakteri dalam melakukan suatu

penyamaran oleh perlawanan imun dari host, dan untuk mendeteksi pembentukan

enzim koagulase yang terikat ke dinding sel bakteri(Sacher, 2004).

2. Uji Sensitivitas

Prinsip difusi cakram dalam uji sensitivitas antibiotik sudah dilakukan

selama lebih dari 70 tahun di laboratorium mikrobiologi. Pada metode difusi

cakram ini harus memperhatikan semua variabel yang digunakan dalam prosedur

pengujian seperti ketebalan media, jenis media dan suhu. Untuk melakukan uji

sensitivitas antibiotik diperlukan koloni bakteri yang teridentifikasi sebagai bakteri

patogen(Cavalieri, 2005).

Tahap yang paling penting dalam uji sensitivitas antibiotik adalah proses

dalam mempersiapkan inokulum yang akan diuji. Hal ini meliputi pemilihan koloni

yang sesuai untuk pengujian, pembuatan suspensi, dan standarisasi suspensi

bakteri. Pertama adalah pemilihan koloni yang akan diuji, diusahakan memilih 1

koloni sehingga akan menghasilkan hasil yang akurat. Jika menggunakan 3-5

koloni akurasi dari uji sensitivitas akan berkurang dan memberikan hasil resistensi

yang lebih tinggi. Untuk menghindari hal tersebut dapat dilakukan subkultur koloni

target. Syarat lain dalam pembuatan suspensi adalah umur koloni yang tidak lebih

dari 18-24 jam(Cavalieri, 2005).

Mekanisme kerja dengan metode Kirby-Bauer dilakukan dengan cara

transfer koloni bakteri pada media MHAcair, inkubasi 37℃selama 18 jam bakteri

uji mengalami fase eksponensial atau logaritma (dimana bakteri dalam fase aktif,

24
metabolisme dan enzim yang terbentuk maksimal serta berada dalam fase

patogenesis). Pisahkan beberapa tetes suspensi ke dalam tabung reaksi yang

berbeda, tambahkan NaCl Fisiologis. Masukkan lidi kapas steril ke dalam suspensi

tersebut dan tekan lidi kapas pada dinding tabung, ratakan lidi kapas steril yang

diolesi suspensi ke seluruh media MHA dengan ketebalan standar 0,6 cm. Diamkan

± 5 menit. Tempatkan disk antibiotik, inkubasi dengan suhu 37℃selama 18 jam,

amati zona pertumbuhan bakteri di sekitar disk dan ukur diameter zona hambatnya

(Lay, 1994). Diameter zona terang yang terbentuk diukur dalam satuan mm, dan

dibandingkan dengan standar Clinical Laboratory Standard Institute (CLSI).

Diameter zona hambat dikategorikan resisten (R) apabila diameternya ≤ 13 mm,

intermediet (I) apabila diameternya antaradiameternya antara14-17 mm, dan

sensitif (S) apabila diameternya ≥ 18 mm(CLSI, 2019).

Tahap penting lainnya adalah standarisasi suspensi bakteri. standarisasi

suspensi bakteri yang akan diuji dapat diukur atau dibandingkan dengan standar

McFarland 0,5. Standar McFarlandterbuat dari partikel barium sulfat atau lateks,

sehingga sebelumpenggunaan standar McFarlandperlu dilakukan homogenisasi

dengan vortex atau dikocok perlahan. Standarisasi suspensi harus dilakukan

bersamaan saat pembuatan suspensi koloni(Cavalieri, 2005).

Adapun metode-metode yang dapat digunakan untuk melakukan uji

sensitivitas adalah sebagai berikut (Pratiwi, 2019)

a. Metode difusi

1) Cara cakram (disc)

Metode disc ini bertujuan untuk menentukan aktivitas agen antibakteri.

Metode ini dilakukan dengan meletakkan piringan yang berisi antibakteri agar

25
berdifusi ke dalam media agar. Setelah itu diinkubasi pada suhu 37 oC selama 18-

24 jam. Daerah bening di sekitar cakram menunjukkan bahwa adanya hambatan

pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antibakteri.

2) Cara parit (ditch)

Metode ini dilakukan dengan meletakkan sampel uji berupa agen antibakteri

ke dalam parit yang dibuat dengan memotong media agar dalam cawan petri pada

cawan petri secara membujur, kemudian bakteri digoreskan ke arah parit yang

berisi agen antibakteri. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam.

Adanya daerah bening di sekitar parit menunjukkan adanya hambatan pertumbuhan

mikroorganisme oleh agen antibakteri.

3) Cara sumur (cup)

Cara sumur ini mirip dengan cara parit, yakni membuat sumur pada media

agar yang telah ditanami mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen

antibakteri yang akan diuji. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24

jam. Adanya daerah bening di sekitar sumur menunjukkan adanya hambatan

pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antibakteri. Metode sumur ini memiliki

kelebihan, yakni lebih mudah digunakan untuk mengukur zona hambat yang

terbentuk, karena isolate beraktivitas tidak hanya di permukaan atas media agar

tetapi juga di bagian bawah.

b. Metode dilusi

1) Metode dilusi cair (broth dilution test)

Metode ini memiliki tujuan untuk mengukur Kadar Hambat Minimum

(KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KMB). Prosedur dari metode ini adalah

dengan membuat seri pengenceran agen bakteri pada media cair yang ditambahkan

26
dengan bakteri uji. KHM dapat ditentukan dari kadar terkecil agen antibakteri yang

terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji. Lalu selanjutnya dikultur

ulang pada media cair tanpa penambahan media uji ataupun agen antibakteri dan

diinkubasi selama 18-2 jam. Daerah bening pada media cair setelah diinkubasi

menunjukkan KMB.

2) Metode dilusi padat (solid dilution test)

Metode ini hamper sama dengan metode dilusi cair, hanya saja pada metode

ini menggunakan media padat. Keuntungan dari metode ini adalah untuk menguji

beberapa bakteri uji dapat hanya dengan menggunakan satu konsentrasi agen

antibakteri.

Data diameter zona hambat dapat dikategorikan ke penilaian menurut CLSI

yaitu resisten, intermediet atau sensitif. Penilaian dapat dikatakan resisten,

intermediet, atau sensitif apabila zona hambat yang dihasilkan sebagai berikut:

(CLSI, 2019)

27
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Perawat ruang rawat inap Janger

Pemeriksaan laboratorium

Positif Negatif

Identifikasi

Pengecatan Uji Uji


gram katalase katalase

Isolat kuman Amoxicillin

Uji sensitivitas

Sensitif Intermediet Resisten


≥ 18 mm 14-17 mm ≤ 13 mm

Keterangan :
: Tidak diteliti
: Diteliti

Gambar 2. Kerangka Konsep Identifikasi dan Uji Sensitivitas Bakteri


Staphylococcus aureus Terhadap antibiotik Amoxicillin Pada Tangan
Perawat di Ruang Janger RSUD Mangusada Badung

28
Rumah sakit menjadi tempat pengobatan, juga merupakan sarana pelayanan

kesehatan yang dapat menjadi permulaan infeksi dimana orang sakit dirawat. Batas

infeksi nosokomial pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit, dan timbul

tanda-tanda klinik infeksi. Terdapat dampak infeksi nosokomial yaitu mengalami

cacat fungsional, meningkatnya biaya kesehatan, peningkatan morbiditas dan

mortalitas di rumah sakit. Dengan adanya fasilitas pelayanan khususnya di ruang

janger yang artinya ruangan yang difungsikan untuk perawatan pasien bedah

sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi infeksi nosokomial pada rumah sakit

ini. Infeksi nosokomial dapat terjadi pada tangan perawat, penting untuk

diperhatikan higienitas tangan perawat yang sering berkontak langsung maupun

tidak langsung dengan pasien di rumah sakit. Higienitas tangan perawat dapat

diperiksa dengan melakukan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan

identifikasi bakteri Staphylococcus aureus, kemudian dilakukan uji sensitivitas

bakteri Staphylococcus aureusterhadap antibiotik amoxicillin.

Pengambilan sampel identifikasi bakteri Staphylococcus aureus

menggunakan usap tangan dilakukan sebelum atau sesudah aktivitas asuhan

keperawatan untuk mengetahui ada atau tidaknya bakteri patogen oportunistik. Uji

sensitivitas dilakukan untuk mengetahui bakteri Staphylococcus aureus memiliki

sensitivitasterhadap antibiotik amoxicillin. Hasil bakteri dibaca berdasarkan

Clinical Laboratory Standard Institute (CLSI).Diameter zona hambat

dikategorikan resisten (R) apabila diameternya ≤ 13 mm, intermediet (I) apabila

diameternya antaradiameternya antara14-17 mm, dan sensitif (S) apabila

diameternya ≥ 18 mm(CLSI, 2019).

38
B. Variabel dan Definisi Operasional Variabel

1. Variabel

Variabel penelitian merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai berasal dari

orang, objek atau aktivitas yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2018).

Pada penelitian ini yang menjadi variabelyaitu:

a. Variabel bebas (Independent Variable)

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi

sebab perubahannya atautimbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2018).

Dalam penelitian ini variabel bebas adalah uji sensitivitas bakteri Staphylococcus

aureus terhadap antibiotik amoxicillin.

b. Variabel terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat, karena adanya variabel bebas(Sugiyono, 2018). Dalam penelitian ini

variabel terikat yaitu zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.

c. Variabel kontrol

Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan

sehingga pengaruh variabel independen terhadap dependen tidak dipengaruhi oleh

faktor luar yang tidak diteliti(Sugiyono, 2018). Beberapa hal yang dikendalikan

pada hasil isolasi dan identifikasi bakteri Staphylococcus aureusantara lain kontrol

kontaminasi dan sterilisasi alat dan media, ketebalan media Mueller Hinton Agar

(MHA),suhu dan waktu inkubasi.

39
2. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel penelitian berdasarkan (Sugiyono,

2018)merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari objek atau aktivitas yg

mempunyai variasi tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya. Pada penelitian ini, definisi operasional variabel

adalah sebagai berikut :

Tabel 1
Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran Skala
Data
1 2 3 4
Perawat Suatu bentuk pelayanan Wawancara Nominal
profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan
kesehatan yang didasarkan
pada ilmu dan
praktikkeperawatan
(Kemenkes RI, 2014).
Staphylococcus Staphylococcus aureus ialah Pemeriksaan Nominal
aureus bakteri gram-positif sehingga laboratorium
dapat menyebabkan penyakit dengan
pada pasien/perawat yang mikroskopisdan
teridentifikasi dari sampel ujibiokimia
usap tangan perawat di ruang
Janger(Angga dan Budiarti,
2015).
Uji Sensitivitas Proses uji daya hambat secara Ukurandiameter Rasio
difusi mengukur diameter zona hambat
zona hambat sesuai antibiotik yang
terbentukdihitung

40
yang digunakan pada media menggunakan
Mueller Hinton Agar (MHA). penggaris dengan
satuan (mm).
Antibiotik Amoxicillin merupakan Observasional Rasio
amoxicillin antibiotik golongan
penisilinyang digunakan
untuk mengatasi infeksi
akibat bakteri(Herawati, dan
Irawati, 2014).

41
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada yaitu penelitian deskriptif.

Penelitian deskriptif dilakukan terhadap sekumpulan objek yang biasanya bertujuan

untuk mengetahui gambaran fenomena yang terjadi didalam suatu populasi tertentu

(Notoatmodjo, 2012). Pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui identifikasi

dan uji sensitivitas bakteri Staphylococcus aureus terhadap antibiotik amoxicillin

pada usap tangan perawat di ruang janger RSUD Mangusada Badung.

B. Alur Penelitian

Alur penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini yaitu :

Pengajuan proposal dan permohonan izin penelitian kepada pihak


RSUD Mangusada Badung dan dosen pembimbing

Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Februari - Mei 2022


dengan non probabilitysamplingsecara purposive sampling

Pengajuan dan bukti inform consent kepada responden

Subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi kemudian


melakukan wawancara

Pengambilan sampel usap tangan perawat di ruang janger RSUD


Mangusda Badung

Identifikasi bakteri Uji sensitivitas Analisis data

Gambar 3. Alur Penelitian

42
C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Tempat pengambilan sampel usap tangan dilakukan di ruang janger RSUD

Mangusada Badung dan tahap pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium

Bakteriologi Poltekkes Kemenkes DenpasarJalan Sanitasi No. 1 Desa Sidakarya

Kecamatan Denpasar Selatan.

2. Waktu penelitian

Waktu pengambilan sampel dan pemeriksaan sampel pada pemeriksaan ini

dilakukan pada bulan Februari sampai Mei 2022.

D. Unit Analisis dan Responden

1. Jumlah dan besar sampel

Pada penelitian ini yang menjadi sampel ialahperawat di ruang janger RSUD

Mangusada Badung. Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUD Mangusada

Badung, jumlah perawat di ruang janger sebanyak 41 orang. Menurut Roschoe

dalam(Sugiyono, 2018)mengatakan bahwa ukuran sampel yang layak dalam

penelitian adalah 30 sampai 500. Menurut Krejcie Morgan dalam (Setiawan,

2017)menentukan besarnya sampel yaitu menggunakan tabel Krejcie Morgan.

Krejcie Morgan dalam melakukan perhitungan ukuran sampel didasarkan atas

kesalahan 5%. Jadi sampel yang diperoleh itu mempunyai kepercayaan 95%

terhadap populasi. Maka pengambilan jumlah sampel mengacu berdasarkan pada

tabel Krejcie Morgan, yaitu dengan jumlah populasi 41 maka sampel yang

digunakan sebanyak 36. Sehingga dalam penelitian ini dengan jumlah populasi

sebanyak 36 perawat.Pengambilan sampel berdasarkan tabel Krejcie Morgan

berikut ini:

43
Tabel 2.
Pengambilan sampel (Tabel Krejcie Morgan)
N S N S N S
10 10 220 140 1200 291
15 14 230 144 1300 297
20 19 240 148 1400 302
25 24 250 152 1500 306
30 28 260 155 1600 310
35 32 270 159 1700 313
40 36 280 162 1800 317
45 40 290 165 1900 320
50 44 300 169 2000 322
55 48 320 175 2200 327
60 52 340 181 2400 331
65 56 360 186 2600 335
70 59 380 191 2800 338
75 63 400 196 3000 341
80 66 420 201 3500 346
85 70 440 205 4000 351
90 73 460 210 4500 354
95 76 480 214 5000 357
100 80 500 217 6000 361
110 86 550 226 7000 364
120 92 600 234 8000 367
130 97 65 242 9000 368
140 103 700 248 10000 370
150 108 75 254 15000 375
160 113 800 260 20000 377
170 118 850 265 30000 379
180 123 900 269 40000 380
190 127 950 274 50000 381
200 132 1000 278 75000 382
210 136 1100 285 100000 384

Keterangan:N=jumlahpopulasi

S=sampel

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi merupakan kriteria atau ciri-ciri yang dipenuhi oleh setiap

anggota populasi yang dapat diambil menjadi sampel (Notoatmodjo, 2012). Kriteria

inklusi pada penelitian ini yaitu:

1) Perawat yang bersedia sebagai responden.

2) Perawat yang sehat jasmani.

3) Perawat yang hadir pada saat pengambilan sampel usap tangan.

44
b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi artinya ciri-ciri anggota populasi yang tidak bisa diambil

menjadi sampel (Notoatmodjo, 2012). Kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu:

1) Perawat yang tidak bersedia sebagai responden.

2) Perawat yang sensitif atau alergi terhadap pembersihan tangan.

3) Perawat yang mempunyai riwayat baru sembuh dari luka telapak tangan.

4) Perawat yang tidak sedang menjalani terapi antibiotik

5) Perawat yang tidak hadir pada saat pengambilan sampel usap tangan.

2. Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel merupakan proses memilih sejumlah elemen

secukupnya dari populasi sehingga peneliti dapat menggeneralisasikan sifat atau

karakteristik sampel pada elemen populasi (Noor, 2011). Pada penelitian ini teknik

pengambilan sampel dilakukan menggunakan cara non probabilitysamplingyaitu

teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama

bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel(Sugiyono,

2018). Salah satu teknik dalam non probability sampling adalah purposive

sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu(Sugiyono, 2018).Pada penelitian ini semua perawat di ruang

janger RSUD Mangusada yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis data yang dikumpulkan

a. Data primer

Menurut (Sugiyono, 2016) data primer adalah sebuah data yang langsung

didapatkan dari sumber dan diberi kepada pengumpul data atau peneliti. Data

45
primer yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah wawancara, dan hasil

pemeriksaan laboratorium berupa identifikasi dan uji sensitivitas bakteri

Staphylococcus aureusterhadap antibiotik amoxicillin pada sampel usap tangan

perawat.

b. Data sekunder

Menurut (Sugiyono, 2018) data sekunder artinya sumber data yang diperoleh

dengan cara membaca, mengkaji serta memahami melalui media lain yang

bersumber berasal dari literatur, buku-buku serta dokumen perusahaan. Data

sekunder yang dikumpulkan pada penelitian ini ialah data informasi dari RSUD

Mangusada Badung yang diperlukan dalam melengkapi data penelitian, seperti

jumlah tenaga kesehatan perawat di ruang janger RSUD Mangusada Badung dan

kasus infeksi nosokomial yang pernah terjadi.

2. Teknik pengumpulan data

a. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk memberikan penjelasan mengenai tujuan

dan manfaat penelitian yang dilakukan, untuk mendapatkan data karakteristik dari

responden kemudian responden menandatangani informed consent serta melakukan

wawancara.

b. Pemeriksaan identifikasi dan uji sensitivitasbakteriStaphylococcus aureus

terhadap antibiotik amoxicillin

Dalam penelitian ini sampel yang dibutuhkan yaitu usap tangan perawat.

Melakukan usap tangan menggunakan lidi steril yang sudah dicelupkan ke dalam

larutan NaCl 0,9% kemudian gosok seluruh permukaan telapak tangan dan sela-

sela jari. Dilakukan pemeriksaan identifikasi bakteri Staphylococcus aureus dengan

46
pengecatan Gram apusan yang telah diwarnai kemudian diamati dibawah

mikroskop untuk menemukan bakteri berbentuk coccus Gram positif berwarna

ungu, pada uji biokimia yaitu: uji katalase koloni yang ditambahkan dengan H 2O2

akan menunjukkan hasil positif jika terdapat gelembung, sedangkan uji koagulase

dilakukan dengan penetesan reagen koagulase/plasma serum pada kaca objek yang

telah berisi koloni, hasil positif ditandai dengan munculnya penggumpalan pada

reagen koagulase. Dari uji identifikasi diatas Staphylococcus aureusakan

menunjukkan karakteristik berbentuk coccus berwarna violet/ungu, uji katalase dan

uji koagulase positif. Setelah teridentifikasi dapat dilakukan pembuatan suspensi

koloni 0,5 McFarland untuk uji sensitivitas dengan inokulasi pada media GC Agar

Base dan penempelan cakram antibiotik. Terbentuknya zona bening disekitar

cakram antibiotik dinyatakan sebagai sensitivitas antibiotik terhadap bakteri

Staphylococcus aureus.

3. Instrumen penelitian

a. Instrumen pengumpulan data

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini

adalah lembar informed consent, lembar wawancara, alat untuk dokumentasi, dan

alat tulis.

b. Alat, bahan, dan prosedur kerja

a. Alat

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian adalah kapas lidi steril, tabung

reaksi (merk Pyrex), neraca analitik (merk Radwag), rak tabung reaksi, api bunsen,

ose bulat, ose jarum, erlenmeyer (merk Pyrex), batang pengaduk, bola hisap, pipet

ukur (merk Pyrex), mikropipet (merk Terumo), mikrotip, jembatan pewarnaan,

47
kaca objek, pipet tetes, gelas beaker (merk Iwaki), gelas ukur (merk Pyrex),

petridish, kaca objek, mikroskop binokuler (merk Olympus), inkubator (merk Esco

Isotherm), Bio Safety Cabinet (merk Biobase), densitometer McFarland (merk

BioSan), cool box.

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, Natrium Chlorida

(NaCl) 0,9%, aquades steril,alkohol 70%,Crystal Violet,Lugol,Safranin, media

Nutrient Agar (NA) media Manitol Salt Agar (MSA), media Mueller Hinton Agar

(MHA),cakram Antibiotik Amoxicillin (Oxoid), standar McFarland 0,5%, reagen

H2O2(Hidrogen Peroksida),plasma sitrat, indikator tip dan kertas label, oil imersi,

aluminium foil.

3) Prosedur Kerja

a. Protokol kesehatan penelitian

Dalam melakukan pengambilan sampel pada masa pandemi covid-19taat

mematuhi protokol kesehatan dengan menggunakan alat pelindung diri (APD)

tingkat dua yaitu tenaga kesehatan, dokter, perawat, dan petugas laboratorium di

ruang perawatan pasien, di ruangan melakukan pengambilansampel non

pernafasan, maka APD yang dibutuhkan adalah penutup kepala/haircap,kacamata

goggle/face shield, masker medis, dan sarung tangansekali pakai (Permenkes RI

No. 27, 2017). Sedangkan bagi responden wajib menggunakan APD minimal yaitu

masker medis.

b. Prosedur pengambilan sampel usap tangan

48
Pengambilan sampel usap tangan berdasarkan prosedur kerja yang

dilakukan oleh (Zuhriyah, 2004) dan dimodifikasi oleh penulis. Prosedur kerja yang

dilakukan yaitu:

1) Siapkan alat dan bahan yang digunakan

2) Mintalah responden menggosok-gosokan kedua telapak tangan

3) Kapas lidi steril dicelupkan ke dalam larutan NaCl 0,9%

4) Melakukan usap tangan menggunakan kapas lidi steril tersebut ke seluruh

permukaan telapak tangan dan sela-sela jari

5) Masukan lidi steril tersebut ke dalam larutan NaCl 0,9%

6) Masukkan ke dalam coolbox larutan NaCl 0,9%

7) Kirim ke tempat pemeriksaan laboratorium

8) Segera dilakukan inokulasi ke dalam media pertumbuhan.

c. Prosedur pemeriksaan laboratorium

1) Identifikasi bakteri Staphylococcus Aureus

a) Penanaman (inokulasi) pada media MSA

(1) Disiapkan alat dan bahan yang digunakan

(2) Ambil spesimen usap tangan, dimasukkan kedalam media MSAkemudian

dilakukan strike pada kuadran I, dan dilanjutkan strike sampai pada kuadran IV

dengan ose bulat secara aseptis

(3) Ditutup kembali media MSAdan diberi label

(4) Diinkubasi pada suhu 37℃ selama 24 jam

(5) Koloni yang tumbuh pada media pertumbuhan diamati bentuk (bulat

bergerombol), dan warna (perubahan media dari merah menjadi kuning

keemasan).

49
(6) Pertumbuhan Staphylococcus Aureus pada MSA akan menunjukkan perubahan

warna media dari merah menjadi kuning yang disebabkan adanya produksi

asam sebagai hasil fermentasi manitol (Maulitasari, 2014) sehingga mengubah

indikator pH pada MSA. Apabila ciri-ciri bakteri yang diinginkan tumbuh,

kemudian dilanjutkan uji katalase dan koagulase dengan meremajakan terlebih

dahulu ke media NA.

b) Peremajaan pada media NA

(1) Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan

(2) Dibakar ujung ose bulat pada api bunsen hingga berwarna kemerahan

(3) Diambil koloni dari media MSA yang mengubah warna media menjadi kuning

(4) Diinokulasikan koloni dari media MSA ke media NA dengan strike IV kuadran

secara aseptis

(5) Ditutup kembali media NA

(6) Diinkubasi pada inkubator dengan suhu 37℃ selama 24 jam

(7) Koloni yang tumbuh pada media pertumbuhan diamati bentuk (coccus/bulat),

warna (violet–merah ungu), susunan bakteri (bergerombol), sifat bakteri (gram

positif).

c) Pewarnaan gram

1) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2) Kaca objek dibersihkan dengan tisu untuk menghilangkan lemak yang ada

3) Kaca objek diberi label dan difiksasi di atas bunsen

4) Ambilah NaCl menggunakan ose dan diteteskan di atas kaca objek secukupnya

5) Ambil biakan koloni yang tumbuh pada media NA kemudian dibuatkan apusan

pada objek hingga merata

50
6) Fiksasi pada api bunsen

7) Lakukanlah pewarnaan menggunakan warna crystal violet dan didiamkan

selama 1 menit, lalu bilas menggunakan air mengalir

8) Lakukan pewarnaan dengan larutan lugol dan didiamkan selama 1 menit.

Kemudian bilas dengan air mengalir

9) Lakukan pembersihan zat pengganggu menggunakan alkohol 70% setetes demi

setetes hingga aliran alkohol yang menetes hampir jernih. Kemudian bilas

preparat dengan air mengalir

10) Lakukan pewarnaan dengan larutan safranin dan didiamkan selama 45 detik

kemudian dibilas menggunakan air mengalir dan keringkan

11) Preparat yang sudah jadi diamati dengan mikroskop pada perbesaran lensa

objektif 100x dengan penambahan oil imersi.

12) Bakteri gram positif yang memiliki peptidoglikan tebal akan mengikat kuat

crystal violet sehingga berwarna ungu. Sedangkan bakteri gram negatif akan

menyerap safranin sehingga berwarna merah muda (Putri Hiaranya, Sukini, dan

Yodong, 2017).

d) Uji katalase

(1) Koloni biakan bakteri yang tumbuh pada media NAdisiapkan

(2) Teteskan H2O2pada kaca objek

(3) Diambil 1 koloni bakteri dari media NA secara aseptis, kemudian dicampurkan

dengan reagen katalase pada kaca objek

(4) Diamati ada tidaknya gumpalan atau bekuan pada reaksi tersebut

(5) Interpretasi hasil: uji katalase positif yaitu buih (busa). Uji katalase negatif

yaitu tidak terbentuk buih (busa).

51
(6) Koloni yang menunjukkan katalase positif dilanjutkan dengan uji koagulase

(Kurniawan, 2017).

e) Uji Koagulase

(1) Koloni biakan bakteri yang tumbuh pada media NA disiapkan

(2) Teteskan plasma sitrat ke permukaan kaca objek

(3) Koloni yang sebelumnya menunjukkan katalase positif diambil1 koloni bakteri

dari media NAsebanyak 1-2 ose, dicampur merata dengan reagen koagulase

(4) Diinkubasi pada suhu 37℃ selama 24 jam

(5) Diamati ada tidaknya gumpalan atau bekuan pada reaksi tersebut

(6) Interpretasi hasil: uji koagulase positif yaitu terjadi penggumpalan pada

reagen uji koagulase. Uji koagulase negatif yaitu tidak terjadi penggumpalan

pada reagen uji koagulase(Kurniawan, 2017).

Koloni yang telah teridentifikasi positifStaphylococcus aureus melalui uji

mikroskopis dan uji biokimia (uji katalase dan koagulase) kemudian diinokulasikan

pada media GC agar dengan metode aseptis. Selanjutnya dilakukan uji sensitivitas

terhadap antibiotik amoxicillin dengan metode difusi cakram dan dibandingkan

dengan standar CLSI(Dewi, 2013).

f) Pembuatan suspensi 0,5 McFarland

(1) Digunakan APD dengan baik, benar dan lengkap

(2) Siapkan alat dan bahan yang digunakan

(3) Tabung reaksi diisi dengan 5ml NaCl 0,9%

(4) Diambil koloni tunggal pada media coklat agar dan dilarutkan dalam tabung

(5) Dibaca dengan densitometerMcFarland hingga nilai 0,5 McFarland.

g) Uji sensitivitas antibiotik amoxicillin

52
(1) Digunakan APD dengan baik, benar dan lengkap

(2) Disiapkan alat dan bahan yang digunakan

(3) Suspensi 0,5 McFarland diinokulasikan pada media MHA dengan membuat

apusan secara merata menggunakan lidi kapas

(4) Ditempelkan cakram antibiotik amoxicillin pada permukaan media yang telah

diinokulasikan dengan suspensi kuman

(5) Diinkubasi pada inkubator dengan suhu 37°C selama 24 jam

h) Pengukuran diameter zona hambat

(1) Diambil media MHA yang telah diinkubasi selama 24 jam

(2) Diamati adanya zona hambat disekeliling cakram antibiotik

(3) Diukur diameter zona hambat dengan menggunakan jangka sorong atau

penggaris

(4) Diameter zona hambat dikategorikan resisten (R) apabila diameternya ≤ 13

mm, intermediet (I) apabila diameternya antaradiameternya antara14-17 mm,

dan sensitif (S) apabila diameternya ≥ 18 mm(CLSI, 2019).

53
Pengambilan sampel usap tangan

Pemeriksaan laboratorium

Identifikasi bakteri Uji sensitivitas


Staphylococcus
Aureus
Pembuatan suspensi 0,5
McFarland
Inokulasi ke media
MSA
Penanaman pada media
GC agar
Peremajaan pada
media NA
Penempelan cakram
antibiotik amoxicillin
Uji Biokimia:
- Uji Katalase Pengukuran dan
- Uji Koagulase penggolongan zina
hambat
(resisten/sensitif)

Gambar 4. Skema Kerja

I. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan data

Data yang telah diperoleh dari hasil wawancara,identifikasi dan uji

sensitivitas bakteri Staphylococcus aureus dikelompokkan, diolah, dan data

disajikan dalam bentuk tabel kemudian dibahas secara naratif.

2. Analisis data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif

yaitu tidak dibahas secara uji statistik, tetapi dengan cara membandingkan

kenyataan di lapangan yaitu hasil pemeriksaan dibandingkan dengan standar

sensitivitas amoxicillin pada tabel Clinical Laboratory Standard Institute (CLSI)

54
antara lain resisten (R) dan sensitif (S). Jumlah dari masing-masing hasil tersebut

dinyatakan dalam bentuk persentase (%).

J. Etika Penelitian

1. Prosedur pengajuan kajian etik penelitian kesehatan

Peneliti dapat mengajukan permohonan kaji etik kepada Komisi Etik

PenelitianKesehatan Poltekkes Denpasar dengan langkah sebagai berikut:

a. Mengisi formulir registrasi pengajuan dan isian kelayakan kaji etik penelitian

kesehatan dengan mengunduh formulirnya.

b. Membuat ringkasan protokol atau proposal sesuai dengan ketentuan yang

berlaku. Ketentuan dapat diunduh.

c. Proposal atau protokol penelitian harus sudah mendapat persetujuan dari

reviewer dosen pembimbing mahasiswa.

d. Formulir pengajuan kaji etik, isian kelayakan kaji etik, ringkasan protokol atau

proposal dan protokol atau proposal penelitian (masing-masing rangkap 3)

dibawa langsung ke sekretariat Komisi Etik Penelitian Kesehatan Poltekkes

Kemenkes Denpasar, Jl. Sanitasi No. 1 Sidakarya Denpasar Selatan, lantai 2.

e. Proposal penelitian harus dilengkapi curriculum vitae peneliti utama

(principalinvestigator) dan peneliti pendamping (co-investigator), lembaran

persetujuan setelah penjelasan (PSP) (informed consent) yang terdiri dari: 1)

informasiuntuk subjek penelitian, 2) lembaran persetujuan subjek (lembar tanda

tangan). Lembar PSP dapat diunduh.

2. Kode etik penelitian

a. Menghormati individu (respect for persons)

55
Penelitian perlu mempertimbangkan hak – hak subjek peneliti tersebut.

Peneliti juga memberikan kebebasan kepada subjek dalam menyampaikan

informasi atau tidak menyampaikan informasi. Sebagai ungkapan, peneliti

menghormati harkat dan martabat subjek penelitian seperti format formulir

persetujuan subjek atau informed consent.

b. Kebaikan/kemanfaatan (beneficence)

Beneficence merupakan melakukan sesuatu yang baik. Memerlukan

pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan

dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain (Purnama, 2016).Kewajiban

secara etik untuk memaksimalkan manfaat dan meminimalkankerugian yang

dialami subjek yang diteliti. Semua penelitian harus bermanfaat bagi masyarakat,

desain penelitian harus jelas, peneliti yang bertanggung jawab harus mempunyai

kompetensi yang sesuai.Pada penelitian ini menggunakan APD tingkat dua untuk

mencegah terjadinya infeksi nosokomial.

c. Kerahasiaan (confidentiality)

Setiap orang mempunyai hak–hak dasar individu termasuk privasi dan

kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak untuk tidak

memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh sebab itu, peneliti tidak

boleh menampilkan informasi mengenai identitas dan kerahasiaan identitas subjek.

Peneliti cukup menggunakan coding sebagai petunjuk identitas responden. Dalam

pelaksanaan menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian, peneliti

menerapkan cara untuk menulis identitas responden dengan urutan abjad dan umur

responden, dan peneliti juga tidak mengambil gambar (foto) tanpa persetujuan dari

responden.

56
d. Keadilan (justice)

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,

keterbukaan, dan kehati-hatian. Lingkungan peneliti perlu dikondisikan memenuhi

prinsip keterbukaan, yakni dengan menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip

keadilan ini menjamin bahwa semua subjek penelitian memperoleh perlakuan dan

keuntungan yang sama, tanpa membedakan jenis kelamin, agama, suku, dan

lainnya. Dalam penerapan keadilan dan inklusivitas atau keterbukaan responden,

sebelum melakukan penelitian dengan memberikan wawancara peneliti

menjelaskan kepada responden tentang manfaat dari penelitian ini.

57
DAFTAR PUSTAKA

Alsen, S. 2014. Infeksi Luka Operasi. Majalah Kedokteran Sriwijaya, 46(3), 230–
231. https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/mks/article/view/2710. Diakses
pada tanggal 12 Februari 2022.

Amelinda, D., dan Usman. 2014. Pola Sensitivitas Bakteri Penyebab Infeksi
Saluran Napas Bawah Non Tuberkulosis Terhadap Kotrimoksazol di
Laboratorium Mikrobiologi RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode 1 Januari
2012 – 31 Desember 2012. Jurnal Kesehatan Andalas, 3(3), 387–396.
https://doi.org/10.25077/jka.v3i3.147. Diakses pada tanggal 14 Februari
2022.

Angga, P., dan Budiarti, Y. 2015. Identifikasi Jenis Bakteri Kontaminan Pada
Tangan Perawat Di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Ulin Banjarmasin
Periode Juni-Agustus 2014 Ikhwanda. Berkala Kedokteran, 11, 11–18.
https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/jbk/article/view/180. Diakses pada
tanggal 13 Februari 2022.

Anggraeni, A. 2020. Peran Perawat dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di


Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan Tahun 2019. 96.
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/27139. Diakses pada tanggal
24 Oktober 2021.

Antari. 2018. Angka Kuman dan Identifikasi Bakteri Pada Tangan Tenaga
Paramedis di Ruang Neonatal Intensive Care Unit RSUD Badung
Mangusada. 2. http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/649/. Diakses
pada tanggal 11 November 2021.

Arozzi, R.2016. Pewarnaan Sel Bakteri. 8–9.

Baharutan, Soeliongan, S. 2015. Pola Bakteri Penyebab Infeksi Nosokomial Pada


Ruang Perawatan Intensif Anak Di Blu Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado. Jurnal E-Biomedik, 3(1), 413–
418.https://doi.org/10.35790/ebm.3.1.2015.7417. Diakses pada tanggal 16
Februari 2022.

Brook. 2014. Mikrobiologi Kedokteran (Jawetz, Melnick & Adelberg Medical


Microbiology). Edisi 25. Buku kedokteran EGC.
http://lib.fkik.untad.ac.id/index.php?p=show_detail&id=932. Diakses pada
tanggal 12 Februari 2022.

Cavalieri. 2005. Manual of Antimicrobial Susceptibility Testing (M. B. Coyle (ed.)).


https://www.researchgate.net/profile/Rasha-Maal-
Bared/post/Is_there_any_method_to_test_the_tolerance_of_a_microbial_c
ommunity/attachment/59d63faac49f478072ea9ccf/AS%3A273781250035

59
720%401442285944459/download/NCCLS+Manual+of+Antimicrobial+S
usceptibility+Te. Diakses pada tanggal 15 Februari 2022.

CLSI. 2019. What ’ s New in the 2019 CLSI Standards for Antimicrobial
Susceptibility Testing ( AST ). https://clsi.org/media/3062/clsi-update-
2019_21819_final_fullsizedhandouts.pdf. Diakses pada tanggal 18 Februari
2022.

Damanik. 2016. Hubungan mobilisasi dengan pencegahan dekubitus pada pasien


koma di rumah sakit umum daerah deli serdang lubuk pakam tahun 2015.
Jurnal Ilmiah Keperawatan, 2(1), 13–18.
http://jurnal.uimedan.ac.id/index.php/JURNALKEPERAWATAN/article/
view/230/233. Diakses pada tanggal 12 Februari 2022.

Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta:


Salemba Medika.

Dewi, A. K. 2013. Isolasi, Identifikasi dan Uji Sensitivitas Staphylococcus aureus


terhadap Amoxicillin dari Sampel Susu Kambing Peranakan Ettawa (PE)
Penderita Mastitis Di Wilayah Girimulyo, Kulonprogo, Yogyakarta.
American Journal of Public Health, 45(9), 1138–1146.
https://doi.org/10.2105/ajph.45.9.1138. Diakses pada tanggal 13 Februari
2022.

Dzidic, Suskovic, and B. 2008. Antibiotic resistance mechanisms in bacteria:


Biochemical and genetic aspects. Food Technology and Biotechnology,
46(1), 11–21. https://hrcak.srce.hr/file/34842. Diakses pada tanggal 12
Februari 2022.

Gallagher Jason C., C. M. D. (2018). Antibiotics Simplified. 4th Edition.

Hayati, Tyasningsih, Praja, Chusniati, Yunita, N., dan Wibawati, P. W. 2019.


Isolasi dan Identifikasi Staphylococcus aureus pada Susu Kambing
Peranakan Etawah Penderita Mastitis Subklinis di Kelurahan Kalipuro,
Banyuwangi. Jurnal Medik Veteriner, 2(2), 76.
https://doi.org/10.20473/jmv.vol2.iss2.2019.76-82. Diakses pada tanggal
14 Februari 2022.

Hayati, Z., Azwar, dan Puspita, I. 2012. Pattern and Antibiotics’ Sensitivity of
Bacteria Potentially Causing Nosocomial Infection at Surgical Wards,
RSUDZA, Banda Aceh. Jurnal Kedokteran Yarsi, 20(3), 158–166.
https://scholar.google.co.id/citations?view_op=view_citation&hl=id&user
=_-vN0kEAAAAJ&citation_for_view=_-
vN0kEAAAAJ:LkGwnXOMwfcC. Diakses pada tanggal 15 Februari 2022.

Herawati, F., dan Irawati, L. 2014. Terapi Antibiotik pada Infeksi Nosokomial.
Buletin Rasional, 9(2), 15–16. http://repository.ubaya.ac.id/28034/. Diakses
pada tanggal 14 Februari 2022.

60
Jawetz, Melnick, dan A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran, diterjemahkan oleh
Mudihardi, E., Kuntaman, Wasito, E. B., Mertaniasih, N. M., Harsono, S.,
Alimsardjono, L.,. Edisi XXII. Medika Salemba.
https://onesearch.id/Record/IOS2870.PKMAL000000000001399. Diakses
pada tanggal 14 Februari 2022.

Katzung Bertram G. , MD, P. 2018. Basic & Clinical Pharmacology (E. by B. G.


dan Katzung (eds.)).

Kefarmasian, P. 2011. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik.


https://farmalkes.kemkes.go.id/2014/03/pedoman-umum-penggunaan-
antibiotik/. Diakses pada tanggal 12 Februari 2022.

Kemenkes RI. 2014. Undang-undang RI No. 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan.


In Tentang Keperawatan. Issue 10.
https://peraturan.go.id/common/dokumen/ln/2014/uu38-2014bt.pdf.
Diakses pada tanggal 21 Oktober 2021.

Kenneth. 2012. The Bacterial Flora of Humans Todar’s. Online Textbook of


Bacteriology, 1, 5. http://textbookofbacteriology.net/normalflora.html.
Diakses pada tanggal 15 Februari 2022.

Kurniawan, F. B. dan I. T. S. 2017. Bakteriologi : Praktikum Teknologi


Laboratorium Medik. Jakarta : EGC. Diakses pada tanggal 13 Februari
2022.

Kuswiyanto. 2016. Bakteriologi 2 Buku Ajar Analisis Kesehatan.

Lay, dan B. W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: Raja Grafindo


Persada. https://onesearch.id/Author/Home?author=Lay%2C+Bibiana+W.
Diakses pada tanggal 13 Februari 2022.

Leboffe, P. 2011. A Photographic Atlas for the Microbiology Laboratory 4th edn.
https://www.amazon.com/Photographic-Atlas-Microbiology-
Laboratory/dp/0895828723. Diakses pada tanggal 14 Februari 2022.

Management, E. 2015. Tingkat Cemaran Staphylococcus aureusPada Ikan Asin di


Pasar Tradisional Kota Kupang. V(2), 79–85.
https://ejurnal.undana.ac.id/JKV/article/view/1039. Diakses pada tanggal
12 Desember 2021. Diakses pada tanggal 8 Januari 2022.

Mangusada, R. 2019. Rawat Inap Reguler.


https://rsudmangusada.badungkab.go.id/page/read/81/rawat-inap-reguler.
Diakses pada tanggal 20 Oktober 2021.
Maranty. (2016). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Air Kulit Buah Pir Ambon
Lumut (Musa acuminata Colla) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus
aureus. In Euphytica. Vol. 18, Issue 2).
https://repository.usd.ac.id/6854/2/121434067_full.pdf. Diakses pada
tanggal 19 Februari 2022.

61
Marek Cindy L., and S. R. T. 2019. Antimicrobials in Pediatric Dentistry. Sixth
Edit. Elsevier Inc.
https://www.researchgate.net/publication/346711092_Antimicrobials_in_P
ediatric_Dentistry. Diakses pada tanggal 18 Februari 2022.

Maulitasari, S. S. 2014. Identifikasi Cemaran Stahpylococcus aureus Pada Daging


Ayam Yang Di Jual Di Pasar Tradisonal Dan Modern Di Sekitar Kampus
Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID) : Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor. https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/68213.
Diakses pada tanggal 14 Februari 2022.

Mungesti, Sekarwati, K. 2016. Gambaran Pengelolaan Linen Di Bagian Laundry


RSPAU Dr. Suhardi Hardjolukito Yogyakarta. Majalah Ilmu Keperawatan
Dan Kesehatan Indonesia, 04(01), 205–214.
http://jurnal.stikeswirahusada.ac.id/mikki/article/view/112/86. Diakses
pada tanggal 16 Februari 2022.

Nisa, E. F. 2016. Gambaran Sensitivitas Berbagai Antibiotik Dan Profil Plasmid


Escherichia Coli Isolat Air Sumur Gali Desa Ngemplak Kabupaten Pati.
Skripsi, 23–25. http://repository.unimus.ac.id/id/eprint/121. Diakses pada
tanggal 13 Februari 2022.

Neal. (2007). Farmakologis Medis. Penerbit Erlangga.

Noor, J. 2011. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah
Edisi Revisi.

Notoatmodjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan Revisi.

Nursalam. 2012. Manajemen keperawatan, Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional. 117.

Pangalila, F. J. V. 2019. Pedoman Antibiotik Empirik di Unit Rawat Intensif.


Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia.
https://pamki.or.id/download/buku-pedoman-antibiotik-empirik-di-unit-
rawat-intensif/. Diakses pada tanggal 14 Februari 2022.

Patricia, P. 2011. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep Proses Dan


Praktik Volume 1.
http://library.poltekkesjakarta1.ac.id/opac/index.php?p=show_detail&id=2
86. Diakses pada tanggal 13 Februari 2022.

Permenkes RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


2406/MENKES/PER/XII/2011 Tentang Pedoman Umum Penggunaan
Antibiotik. In Permenkes RI. https://persi.or.id/wp-
content/uploads/2020/11/pmk24062011.pdf. Diakses pada tanggal 18
Februari 2022.

Permenkes RI No. 27, 2017. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan Dan

62
Pengendalian Infeksi Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Solid State Ionics,
2(1), 1–10.
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0167273817305726%0Ahttp://
dx.doi.org/10.1038/s41467-017-01772-
1%0Ahttp://www.ing.unitn.it/~luttero/laboratoriomateriali/RietveldRefine
ments.pdf%0Ahttp://www.intechopen.com/books/spectroscopic-analyses-
developme. Diakses pada tanggal 23 November 2021.

Permenkes RI No. 43, 2019. 2019. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 30 Tahun 2019 Tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah
Sakit. 2, 1–13. Diakses pada tanggal 23 November 2021.

Purnama, S. G. 2016. Modul Prinsip-Prinsip Etika Kesehatan. Program Studi


Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, 1–7.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/03b7efe3b657eb67d
4d28815d4e5cabb.pdf. Diakses pada tanggal 28 November 2021.

Putri Hiaranya, M., Sukini, dan Yodong. 2017. Mikrobiologi (1st ed.). Pusat
Pendidikan Sumber Daya Manusia
Kesehatan.http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/11/mikrobiologi_bab1-9.pdf. Diakses pada tanggal 7
Februari 2022.

Radji. 2016. Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi & Kedokteran.
Edisi 2016.

Rahmawati, Dessy kartika, Rousdy, D. W. (2017). Studi Analisis Perilaku Mencuci


Tangan Terhadap Kepadatan Koloni Bakteri Sebelum dan Setelah Mencuci
Tangan Pada Mahasiswa. Jurnal Protobiont, 6(2), 1–7.
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jprb/article/view/19494. Diakses pada
tanggal 13 Februari 2022.

Rambiko, Fatmawali, B. 2016. Uji Sensitivitas Bakteri Penyebab Infeksi


Nosokomial Saluran Kemih Akibat Penggunaan Kateter Terhadap
Antibiotik Ampicillin, Amoxicillin Dan Ciprofloxacin. Pharmacon, 5(1),
1–7. https://doi.org/10.35799/pha.5.2016.11216. Diakses pada tanggal 14
Februari 2022.

Rikesdas, 2013. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Expert Opinion on Investigational


Drugs, 7(5), 803–809. https://doi.org/10.1517/13543784.7.5.803. Diakses
pada tanggal 21 Oktober 2021.

Rivai, Koentjoro, dan U. 2013. Determinan Infeksi Luka Operasi Pascabedah


Sesar. Kesmas: National Public Health Journal, 8(5), 235.
https://doi.org/10.21109/kesmas.v8i5.390. Diakses pada tanggal 13
Februari 2022.
Pratiwi, M. N. 2019.Aktivitas antibakteri fraksi buah jambu wer (Prunus persica
(L.) Batsch) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcu aureus.
Universitas Islam Negri Maulana Malik Ibrahim.

63
Sacher, R. A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi II.
Edisi II. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sari, S. 2014. Perbedaan Risiko Infeksi Nosokomial Saluran Kemih Berdasarkan


Kateterisasi Urin, Umur, dan Diabetes Melitus. 3(2), 205–216. https://e-
journal.unair.ac.id/index.php/JBE/article/download/1662/1279. Diakses
pada tanggal 13 Februari 2022.

Schwalbe, Steele-Moore, G. 2007. Antimicrobial Susceptibility Testing Procols (T.


and F. Group (ed.)). https://www.routledge.com/Antimicrobial-
Susceptibility-Testing-Protocols/Schwalbe-Steele-Moore-
Goodwin/p/book/9780824741006. Diakses pada tanggal 15 Februari 2022.

Septiari, B. B. 2012. Infeksi Nosokomial. 1-48

Setiawan, N. 2017. Penentuan Ukuran Sampel Memakai Rumus Slovin dan Tabel
Krejcie - Morgan : Telaah Konsep dan Aplikasinya. Diskusi Ilmiah Jurusan
Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan UNPAD, November, 1–16.
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2009/03/penentuan_ukuran_sampel_memakai_rumus_slo
vin.pdf. Diakses pada tanggal 6 Februari 2022.

Sherman, J. G. C. dan N. 2009. Manual Laboratorium Mikrobiologi. Edisi 8.

Siregar, C. J. P. 2004. Farmasi Klinik Teori, dan Penerapan. Jakarta : EGC.

Snyder. 1988. Safe Hands Wash Program for Retail Food. Hospitality Institute of
Technology and Management, 21(22), 1–28.
https://nanopdf.com/download/a-safe-hands-sierra-hygiene-products_pdf.
Diakses pada tanggal 13 Februari 2022.

Siswandono, dan S. (2000). Kimia Medisinal. Jilid II.

Soleha. 2015. Uji Kepekaan terhadap Antibiotik Susceptibility Test of Antimicroba.


3–7.
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/juke/article/download/644/64
8. Diakses pada tanggal 13 Februari 2022.

Sugiyono. Prof. Dr. 2018. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Edisi Revisi.

Taylor, T. A. C. G. U. 2018. Staphylococcus aureus.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441868/. Diakses pada tanggal
14 Februari 2022.

Trampuz, Andrej, and W. 2004. Hand Hygiene: A Frequently Missed Lifesaving


Opportunity During Patient Care. Mayo Clinic Proceedings; Rochester,
79(1), 109–116. https://www.proquest.com/scholarly-journals/hand-
hygiene-frequently-missed-lifesaving/docview/216867346/se-2. Diakses
pada tanggal 15 Februari 2022.

64
Van Hoek Angela H. A. M., Dik Mevius Beatriz Guerra, Peter Mullany, A. P. R.
and H. J. M. A. 2011. Acquired Antibiotic resistance Genes Overview.
Frontiers in Microbiology.
https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fmicb.2011.00203/full.
Diakses pada tanggal 18 Februari 2022.

Warganegara. 2017. Pneumonia Nosokomial: Hospital-Acquired, Ventilator-


Associated, dan Health Care-Associated. Jurnal Kedokteran Unila, 1(3),
612–618.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/1729. Diakses
pada tanggal 15 Februari 2022.

WHO. 2002. No TitlePromoting rational use of medicines : core components. WHO


Policy Perspectives on Medicine, 1–6.
https://apps.who.int/iris/handle/10665/67438. Diakses pada tanggal 13
Februari 2022.

WHO. 2009. WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care : A Summary First
Global Patient Safety Challenge Clean Care is Safer Care. World Health
Organization, 30(1), 270.
http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241597906_eng.pdf.
Diakses pada tanggal 22 November 2021.

Yulika. 2020. Analisis Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


Nosokomial di Ruang ICU RSUD Dr. Rasidin Padang Tahun 2020. 13–16.
http://scholar.unand.ac.id/58493/5/Skripsi Niken Yulika %281%29
%281%29.pdf. Diakses pada tanggal 13 Februari 2022.

Zuhriyah, L. 2004. Gambaran Bakteriologis Tangan Perawat. Jurnal Kedokteran


Brawijaya, XX, Pp, 50–53. Diakses pada tanggal 24 November 2021.

65
LAMPIRAN

Lampiran 1. Rencana Jadwal Pelaksana Penelitian

Waktu Pelaksanaan
Februari 2022 Maret 2022 April 2022 Mei 2022
No. Kegiatan
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
A. Persiapan
1. Identifikasimasalah
2. Studipustaka
3. Penyusunanusulanpenelitian
4. Pengumpulanusulanpenelitian
5. Seminarusulanpenelitian
6. Revisiseminar usulanpenelitian
B. Pelaksanaan
1. Pengurusanizinpenelitian
2. Pengumpulandata
3. Pengolahandananalisis data
C. Tahap akhir
1. Penyusunanlaporan
2. Ujianhasilpenelitian
3. Revisilaporan

66
Lampiran 2. Rancangan Anggaran Biaya Penelitian

Jenis Kegiatan Jumlah Harga Satuan Biaya

Tahap Persiapan
Penyusunan proposal 1 Rp. 60.000 Rp. 60.000
Penggandaan proposal 3 Rp. 35.000 Rp. 105.000
Jilid proposal 4 Rp. 10.000 Rp. 40.000
Tahap Pelaksanaan
Pemeriksaanidentifikasi
dan uji sensitivitas bakteri 10 Rp. 225.000 Rp. 2.250.000
Staphylococcus aureus
Tahap Akhir
Penyusunan KTI 1 Rp. 100.000 Rp. 100.000

Penggandaan KTI 4 Rp. 35.000 Rp. 140.000


Biaya Tambahan
Transportasi - Rp. 100.000 Rp. 100.000
Biaya tak terduga - Rp. 100.000 Rp. 100.000
Total Biaya Rp. 2.895.000

67
Lampiran 3. Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)

Persetujuan Setelah Penjelasan


(Informed Consent)
Sebagai Peserta Penelitian

Yang terhormat Bapak/Ibu/Saudara/i, Kami meminta kesediaannyauntuk

berpartisipasi dalam penelitian ini. Keikutsertaan dari penelitian ini bersifat

sukarela/tidak memaksa. Mohon untuk dibaca penjelasan dibawah dengan seksama

dan disilahkan bertanya bila ada yang belum dimengerti.

Judul Identifikasi dan Uji Sensitivitas Bakteri

Staphylococcus aureus Terhadap Antibiotik

AmoxicillinPada Tangan Perawat di

RuangJangerRSUD Mangusada Badung

Peneliti Utama Made Witari Nugraha Putri

Institusi Poltekkes Kemenkes Denpasar

Lokasi Penelitian RSUD Mangusada Badung

Sumber pendanaan Swadana

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui identifikasi dan uji sensitivitas

bakteri Staphylococcus aureus terhadap antibiotik amoxicillinpada tangan Perawat

di Ruang JangerRSUD Mangusada Badung. Jumlah peserta sebanyak 41 orang

dengan syaratnya yaitu kriteria inklusi perawat yang bersedia sebagai responden

dengan menandatangani inform consent, perawat yang sehat jasmani dan rohani.

Kriteria eksklusi, perawat yang tidak bersedia sebagai responden. perawat yang

sensitif atau alergi terhadap pembersihan tangan, perawat yang mempunyai riwayat

baru sembuh dari luka telapak tangan. Penelitian ini tidak ada perlakuan yang akan

diberikan kepada peserta.

68
Atas kesediaan berpartisipasi dalam penelitian ini maka akan diberikan

imbalan memberikan masker medis untukpeserta peneliti sebagai pengganti waktu

yang diluangkan untuk penelitian ini. Kompensasi lain yaitu berupa pengobatan

salep peneliti akan menanggung biaya perawatan yang diberikan selama menjadi

peserta penelitian ini.Peneliti menjamin kerahasiaan semua data peserta penelitian

ini dengan menyimpannya dengan baik dan hanya digunakan untuk kepentingan

penelitian.

Kepesertaan Bapak/Ibu/Saudara/i penelitian ini bersifat sukarela.

Bapak/Ibu/Saudara/i dapat menolak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan

pada penelitian atau menghentikan kepesertaan dari penelitian kapan saja tanpa ada

sanksi. Keputusan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk berhenti sebagai peserta penelitian

tidak akan mempengaruhi mutu dan akses/kelanjutan pengobatan yang akan

diberikan.

Jika setuju untuk menjadi peserta penelitian ini,

Bapak/Ibu/Saudara/idiminta untuk menandatangani formulir ‘Persetujuan Setelah

Penjelasan (Informed Consent) Sebagai Peserta Penelitian’ setelah

Bapak/Ibu/Saudara/ibenar-benar memahami tentang penelitian ini.

Bapak/Ibu/Saudara/i akan diberi salinan persetujuan yang sudah ditandatangani ini.

Bila selama berlangsungnya penelitian terdapat perkembangan baru yang

dapat mempengaruhi keputusan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk kelanjutan kepesertaan

dalam penelitian, peneliti akan menyampaikan hal ini kepada Bapak/Ibu/Saudara/i.

Bila ada pertanyaan yang perlu disampaikan kepada peneliti, silakan hubungi

peneliti :

69
CP: Made Witari Nugraha Putri (087 860 618 376 ) No. Tlp atau (087 846 224 081)

WA

Tanda tangan Bapak/Ibu/Saudara/i dibawah ini menunjukkan bahwa

Bapak/Ibu/Saudara/i telah membaca, telah memahami dan telah mendapat

kesempatan untuk bertanya kepada peneliti tentang penelitian ini dan menyetujui

untuk menjadi peserta

Peserta/ Subyek Penelitian, Peneliti

() ()
Tanggal : / / Tanggal : / /

Saksi :
Saya menyatakan bahwa informasi pada formulir penjelasan telah dijelaskandengan

benar dan dimengerti oleh peserta penelitian dan persetujuan untuk menjadipeserta

penelitian diberikan secara sukarela.

Saksi

()
Tanggal : / /

70
Lampiran 4. Lembar Wawancara

Hari,Tanggal :...........................

No Responden : .......... (diisi oleh peneliti)


Nama : ..........................................
Umur : .......... tahun
Jenis Kelamin :P/L
Pendidikan : .........................................
Alamat : .........................................
No. Hp : .........................................
Kelompok Umur :
☐ 18-25 tahun
☐ 26-35 tahun
☐> 35 tahun
Berapa lama anda menjadi perawat di RSUD Mangusada:
☐1-6 bulan
☐7-12 bulan
☐>1 tahun
Berapa jumlah pasien yang anda tangani per hari:
☐ 1 orang per hari
☐ 2 orang per hari
☐ 3 orang per hari
☐ 4 orang per hari
☐ 5 orang per hari
☐>5 orang per hari

71
Lampiran 5. Rekapitulasi Data Penelitian

Identitas Responden Identifikasi


No. Kode Umur Jenis Tingkat Lamanya Banyaknya Kultur 1 2 3 Interpretasi
Responden (tahun) Kelamin Pendidikan menjadi pasien
perawat ditangani
(bulan) per hari
(orang)
1 R1
2 R2
3 R3
4 R4
5 R5
6 R6
7 R7
8 R8
9 R9
10 R10

72
Lampiran 6. Rekapitulasi hasil identifikasi bakteri Staphylococcus aureus

Uji Identifikasi

No. Kode Koloni Pengecatan Uji Uji Bakteri


pada Gram Katalase Koagulase
Sampel diduga
media
MSA
1 R1

2 R2

3 R3

4 R4

5 R5

6 R6

7 R7

8 R8

9 R9

10 R10

73
Lampiran 7. Rekapitulasi Hasil Uji Sensitivitas bakteri Staphylococcus aureus

Kode Diameter Zona


No. Sampel Hambat (mm) Rata-rata Keterangan
Pertama Kedua
(mm) (mm)
1 R1

2 R2

3 R3

4 R4

5 R5

6 R6

7 R7

8 R8

9 R9

10 R10

74

Anda mungkin juga menyukai