Anda di halaman 1dari 99

HALAMAN JUDUL

PROPOSAL

PENGARUH PEMBERIAN ANTIMICROBIAL


TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA PADA
PASIEN ULKUS DIABETIKUM DI
ETN CENTRE MAKASSAR

OLEH
TIARA DESINIARY BAGENDA
142 2018 0082

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
ii

HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal penelitian ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan

tim penguji pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Juli 2020

Dosen pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Nur Wahyuni Munir, S.Kep., Ns., M.Kep Tutik Agustini, S. Kep., Ns., M.Kep

Diketahui,

Wakil Dekan I

Dr. Muh. Ikhtiar, SKM., M.Kes


iii

DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN..............................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................iii

DAFTAR TABEL................................................................................................v

DAFTAR GAMBAR..........................................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................1

B. Rumusan Masalah..................................................................................5

C. Tujuan Penelitian.....................................................................................5

D. Manfaat Penelitian...................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................8

A. Tinjauan tentang Diabetes Mellitus.........................................................8

B. Tinjauan tentang Ulkus Diabetikum......................................................23

C. Tinjauan tentang Penyembuhan Luka..................................................28

D. Tinjauan tentang Antimicrobial..............................................................39

E. Tinjauan tentang Konsep Asuhan Keperawatan..................................44

BAB III KERANGKA KONSEP.......................................................................69

A. Dasar Pemikiran Variabel.....................................................................69

B. Bagan Kerangka Konsep......................................................................69

C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif.............................................70

D. Hipotesis................................................................................................72

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN............................................................73

A. Rancangan Penelitian...........................................................................73
iv

B. Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................................74

C. Populasi dan Sampel............................................................................74

D. Instrumen Penelitian.............................................................................75

E. Prosedur Pengumpulan Data................................................................76

F. Alur Penelitian.......................................................................................77

G. Pengolahan dan Analisis Data..............................................................78

H. Aspek Etik Penelitian............................................................................79

I. Jadwal Penelitian..................................................................................82

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................84

LAMPIRAN......................................................................................................86
v

DAFTAR TABEL

2.1 Intervensi Keperawatan Ulkus Diabetikum...............................................42


vi

DAFTAR GAMBAR

3.1 Bagan Kerangka Konsep..........................................................................49

4.1 Bagan Alur Penelitian...............................................................................55


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan masalah kesehatan yang

perlu ditangani secara holistik. Prevalensi DM meningkat setiap tahun,

terutama di kelompok risiko tinggi. DM yang tidak terkendali dapat

menyebabkan komplikasi metabolik maupun komplikasi vaskular

jangka panjang, yaitu mikroangiopati dan makroangiopati (Ronald,

2017)

World Health Organization (WHO) memperkirakan ditahun 2025

penderita diabetes pada usia diatas 20 tahun adalah 300 juta orang

dengan peningkatan dua kali lipat dari tahun 2000 yaitu 150 juta orang.

WHO memprediksi kenaikan jumlah penderita diabetes di Indonesia

dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun

2030. Prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia sebesar 4,8%

(Kemenkes RI, 2018). American Diabetes Association menjelaskan

bahwa setiap 21 detik terdapat satu orang yang terdiagnosis diabetes

melitus atau hampir setengah dari populasi orang dewasa di Amerika

menderita diabetes mellitus (ADA, 2019).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018

menunjukkan bahwa secara nasional, Indonesia menduduki peringkat

1
2

keempat dari sepuluh besar negara di dunia, kasus diabetes melitus

tipe 2 dengan prevalensi 8,6% dari total populasi, prevalensi diabetes

melitus berdasarkan diagnosis dokter pada rentang usia 55-64 tahun

menempati posisi tertinggi sebesar 6,3%, disusul usia 65-74 tahun

sebesar 6,0% (Kemenkes RI, 2018).

Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten poso tercatat tahun 2017

kasus DM sebanyak 3.168 kasus. Di tahun 2018 sebanyak 7.348

kasus dan di tahun 2019 sebanyak 10.926 jiwa dengan penyakit

Diabetes Mellitus (Dinas Kesehatan Kabupaten Poso, 2019).

Berdasarkan prevalensi di atas bahwa penyakit diabetes

mellitus terus meningkat, meningkatny a jumlah penderita diabetes

mellitus juga menyebabkan meningkatnya risiko timbulnya komplikasi

pada penderita diabetes melitus baik makrovaskuler maupun

mikrovaskuler. Makrovaskuler adalah komplikasi pada pembuluh darah

yang besar seperti jantung, sedangkan mikrovaskuler adalah

komplikasi pada pembuluh darah yang kecil seperti retinopati,

nefropati, neuropati. Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi

dari penyakit diabetes melitus adalah neuropati, berupa berkurangnya

sensasi di kaki dan sering dikaitkan dengan luka pada kaki. Neuropati

perifer menyebabkan hilangnya sensasi di daerah distal kaki yang

mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki bahkan amputasi

(Roza, 2017)
3

Ulkus kaki diabetik merupakan masalah pada kaki diabetik yang

menjadi salah satu penyebab umum perawatan di rumah sakit bagi

para penderita diabetes, maka dari itu diperlukan perawatan rutin kaki

diabetik. Faktor utama yang mempengaruhi terbentuknya ulkus

diabetikum merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati

somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Penderita ulkus diabetikum

yang masuk rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang

tidak dirasakan oleh penderita (Muhartono & Ratna, 2017).

Dalam hal ini peran perawat sebagai pemberi asuhan

keperawatan memiliki tanggung jawab untuk mengatasi masalah pada

pasien ulkus diabetikum yaitu masalah kerusakan integritas jaringan

dengan cara memberikan edukasi kepada pasien tentang konseling

nutrisi, manajemen berat badan, menjaga kulit agar tetap bersih dan

kering maupun perawatan luka di kaki dan penggunaan alas kaki yang

dapat melindungi, serta melakukan observasi luka meliputi lokasi,

dimensi, kedalaman luka, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal,

dan mengajarkan keluarga tentang cara perawatan luka yang tepat

(Nurarif & Kusuma, 2015).

Perawatan luka yang diberikan pada pasien harus dapat

meningkatkan proses penyembuhan luka. Perawatan yang diberikan

bersifat memberikan kehangatan dan lingkungan yang lembab pada

luka. Telah menjadi kesepakatan umum bahwa luka kronik seperti luka
4

dibetik memerlukan lingkungan yang lembab untuk meningkatkan

proses penyembuhan luka. Balutan yang bersifat lembab dapat

memberikan lingkungan yang mendukung sel untuk melakukan proses

penyembuhan luka dan mencegah kerusakan atau trauma lebih lanjut.

Manajemen perawatan luka kronik terutama ulkus diabetikum

difokuskan dalam menghindari amputasi, tujuan ini dilakukan melalui 4

strategi utama yaitu : manajemen pengangkatan jaringan mati, kontrol

infeksi, menjaga keseimbangan kelembaban pada luka, epitel migrasi

dari pinggir luka (Wijaya, 2018).

Untuk mengatasi masalah infeksi diperlukan pengobatan yang

tepat, salah satunya menggunakan antimikroba. Antimikroba dapat

memiliki kegiatan narrow spectrum terhadap gram positif, gram

negative, aerobik, anaerobik, bakteri, dan jamur pada luka.

Antimicroba biasanya bertindak atas target sel tertentu dan dapat

digunakan untuk menargetkan patogen tertentu, antimicroba relatif

tidak beracun untuk jaringan host dan dapat digunakan secara topikal

maupun sistemik (Luka, 2018).

Berdasarkan Data yang diperoleh di ETN Centre Makassae

bahwa dari bulan Januari 2020 sampai dengan bulan September 2020

penderita baru diabetes mellitus dengan ulkus diabetik yang

berkunjung sebanyak 20 pasien.


5

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti merasa tertarik untuk

meneliti “Pengaruh pemberian antimicrobial terhadap penyembuhan

luka pada pasien ulkus diabetikum di ETN Centre Makassar”.

B. Rumusan Masalah

Ulkus kaki diabetik merupakan kelainan yang terjadi pada kaki

diabetik dan disebabkan karena gangguan pembuluh darah kaki. Bila

tidak dirawat dengan baik maka kaki diabetik akan mudah mengalami

luka dan mudah berkembang menjadi gangren yang beresiko tinggi

mengalami berbagai masalah keperawatan salahnya kerusakan

integritas jaringan. Masalah keperawatan Kerusakan Integritas

Jaringan ini perlu penanganan khusus karena akan memicu timbulnya

ulkus diabetik bahkan amputasi. Salah satu upaya yang dilakukan

untuk meningkatkan penyembuhan luka ulkus diabetik dengan

manajemen perawatan luka kronik yang tepat, salah satunya

mengontrol infeksi dengan penggunaan antimicroba. Berdasarkan

uraian tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian ini: Apakah

ada pengaruh pemberian antimicrobial terhadap penyembuhan luka

pada pasien ulkus diabetikum di ETN Centre Makassar?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
6

Untuk mengetahui Pengaruh pemberian antimicroba terhadap

penyembuhan luka pada pasien ulkus diabetikum di ETN Centre

Makassar

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran granulasi jaringan pada ulkus

diabetik di ETN Centre Makassar sebelum diberikan

antimicrobial.

b. Untuk mengetahui gambaran granulasi jaringan pada ulkus

diabetik di ETN Centre Makassar setelah diberikan

antimicrobial.

c. Untuk mengetahui Pengaruh pemberian antimicrobial terhadap

penyembuhan luka pada pasien ulkus diabetikum di ETN Centre

Makassar.

D. Manfaat Penelitian

1. Untuk Pengembangan Ilmu

Penelitian ini diharapkan menjadi penelitian lanjutan dan

komprehensif untuk peranan antimicrobial terhadap penyembuhan

luka pada ulkus diabetikum dan selanjutnya dapat dikembangkan

pada penelitian selajutnya.

2. Untuk Aplikasi

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan

dan praktik peneliti tentang peranan antimicrobial terhadap


7

penyembuhan luka pada ulkus diabetikum menjadi terobosan

dalam terapi luka diabetes mellitus.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Diabetes Mellitus

1. Definisi

Diabetes mellitus dikenal dengan istilah penyakit gula darah

atau kencing manis di kalangan masyarakat umum. Diabetes

mellitus sudah dikenal sejak 2000 tahun yang lalu oleh ahli

kesehatan yunani, yaitu Celcus dan Aretus, yang memberikan

nama tersebut bagi orang yang menderita banyak minum dan

banyak kencing. Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik yang

ditandai dengan peningkatan glukosa darah dan memengaruhi

kemampuan tubuh menggunakan energi dalam melakukan

aktivitas sehari – hari. Peningkatan glukosa darah disebabkan oleh

gangguan pangkreas dalam memproduksi insulin atau

kemampuan reseptor insulin pada sel tubuh tidak sensitif. Glukosa

yang tidak dapat dibawah ke sel tubuh oleh insulin akan

berdampak pada sel tidak dapat memproduksi energi yang sesuai

kebutuhan individu. Diabetes mellitus dapat diklasifikasikan

menjadi 3 tipe, yaitu ; tipe 1 tergantung insulin atau Insulin

Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), tipe 2 tidak tergantung

insulin atau Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM),

dan tipe gestasional (diabetes saat kehamilan) (Wijaya, 2018).

8
9

2. Etiologi

Dalam kemajuan yang telah dicapai dibidang patologi,

biokimia immunologi kini di ketahui bahwa diabetes mellitus

adalah suatu penyakit yang mempunyai etiologi lebih dari satu

(etiologi yang berbeda-beda), dimana factor genetic dan factor

lingkungan memegang peran besar. Etiologi diabetes melitus

dapat di bagi dalam dua golongan besar, yaitu :

a. Faktor genetic

Bahwa factor keturunan pada diabetes melitus ada,

sudah lama di ketahui tetapi bagaimana terjadi transmisi-

transmisi dari seseorang penderita keanggota keluarga lain

belum di ketahui secara pasti

b. Faktor non-genetik

Faktor non-genetik yang menyebabkan diabetes

melitus antara lain infeksi, nutrisi, stress, obat-obatan,

penyakit-penyakit endokrin (hormonal) dan penyakit-penyakit

pancreas (Wijaya, 2018).

3. Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi diabetes melitus telah disahkan oleh World

Health Organization (WHO) dan telah dicapai oleh seluruh dunia.

Tiga klasifikasi gangguan toleransi glukosa (Wijaya, 2018) :

a. Diabetes melitus tipe 1


10

Dikenal dengan tipe Juveniloenset dan tipe dependent

insulin. Insiden diabetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru

setiap tahunnya dan dibagi oleh 2 subtipe :

1) Autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan

sel-sel beta dan

2) Idiopatik, tanpa buktiadanya autoimun dan tidak diketahui

oleh sumbenya. Subtipe ini lebih sering timbul pada etnik

keturunan Afrika, Amerika dan Asia

b. Diabetes Melitus tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 dikenal sebagai tipe omset

maturitas dan tipe non-dependent insulin. Insiden diabetes

melitus tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru setiap tahunnya.

Obesitas sering dikaitkan dengan penyakit ini.

c. Diabetes Gestasional (GDM)

Diabetes Gestasional dikenal pertama kali setelah

kehamilan dan mempengaruhui 4% dari semua kehamilan.

Faktor resiko terjadinya GDM ada usia tua, etnik dan

obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabets

gestasional terlebuh dahulu. Diabetes kehamilan berisiko

tinggi mengalami mordibitas dan motalitas perinatal dan

mempunyai frekuensi kematian janin yang lebih tinggi.


11

Kebanyakan perempuan hamil menjalani penapisan untuk

diabetes selama usia kehamilan 24-28 minggu.

4. Tanda dan gejala

Menurut Restyana (2015), gejala diabetes melitus

dibedakan menjadi akut dan kronik:

a. Gejala akut diabetes melitus

Poliphagia (banyak makan) polidipsia (banyak minum),

Poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari), nafsu

makan bertambah namun berat badan turun dengan cepat

(5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah.

b. Gejala kronik diabetes melitus

Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk

tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah

mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan

mudah lepas, kemampuan seksual menurun bahkan pada

pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi

keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau

dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg

5. Patofisiologi

Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk

menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah

dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi


12

akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu

glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam

hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan

hiperglikemia post prandial (sesudah makan). Jika konsentrasi

glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat

menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya

glukosa tersebut muncul dalam urin (glikosuria). Ketika glukosa

yang berlebihan di eksresikan ke dalam urin, eksresi ini akan

disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.

Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari

kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan

dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia) (Smelltzer &

Bare, 2013).

Difisiensi insulin juga akan menganggu metabolisme protein

dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien

dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat

menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan

dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan

glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan

glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam

amino dan substansi lain). Namun pada penderita defisiensi

insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut
13

akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi

pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi

badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.

Badan keton merupakan asam yang menganggu keseimbangan

asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang

disebabkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala

seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau

aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perunahan

kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama

cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan

cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala

hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai

pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen

terapi yang penting (Smelltzer & Bare, 2013)

Diabetes melitus tipe 2 merupakan suatu kelainan metabolik

dengan karakteristik utama adalah terjadinya hiperglikemik kronik.

Meskipun pola pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan

memiliki peranan yang sangat penting dalam munculnya diabetes

melitus tipe 2. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor-

faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas, rendahnya aktivitas

fisik, diet, dan tingginya kadar asam lemak bebas (Smelltzer &

Bare, 2013). Mekanisme terjadinya diabetes melitus tipe 2


14

umumnya disebabkan karena resistensi insulin dan gangguan

sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor

khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin

dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam

metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes

melitus tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.

Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi

pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi

insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus

terjadi peningkatan jumlah insulin yang disekresikan (Smelltzer &

Bare, 2013).

Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini

terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa

akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit

meningkat. Namun demikian, jika sel-sel tidak mampu

mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar

glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes melitus tipe 2.

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri

khas diabetes melitus tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan

jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan

produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis

diabetik tidak terjadi pada diabetes melitus tipe 2. Meskipun


15

demikian, diabetes melitus tipe 2 yang tidak terkontrol akan

menimbulkan masalah akut lainnya seperti sindrom Hiperglikemik

Hiperosmolar Non-Ketotik (HHNK) (Smelltzer & Bare, 2013).

Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama

bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes melitus tipe 2

dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien,

gejala tersebut sering bersifat ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas,

poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama-lama sembuh, infeksi

vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat

tinggi). Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit

diabetes melitus selama bertahun-tahun adalah terjadinya

komplikasi diabetes melitus jangka panjang (misalnya, kelainan

mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah

terjadi sebelum diagnosis ditegakkan (Smelltzer & Bare, 2013)

Diabetes melitus dapat mengganggu metabolisme

karbohidrat, protein dan lemak akibat ketidakefektifan fungsi

insulin, yang dapat mempengaruhi berbagaisistem tubuh,

sehingga dapat menyebabkan komplikasi jangka Panjang dan

menurunnya kualitas hidup penderita. Salah satu komplikasi

penyakit diabetes melitus yang sering dijumpai adalah kaki

diabetik (diabetic food). Yang dapat dimanifestasikan sebagai

ulkus, infeksi dan gangren (Reptuz, 2009). Komplikasi kaki diabetik


16

merupakan penyebab tersering dilakukannya amputasi yang di

dasari oleh kejadian non traumatik. Penderita diabetes melitus

memiliki resiko yang tinggi terhadap luka ulkus diabetikum. Ada 3

dasar penderita diabetes melitus beresiko terhadap ulkus,

diantaranya : sirkulasi darah dari kaki ke tungkai menurun,

berkurangnya perasaan pada ke dua kaki, berkurangnya daya

tahan tubuh terhadap infeksi (Smelltzer & Bare, 2013).

6. Komplikasi Diabetes Melitus

Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada pasien

diabetes melitus tipe 2 akan menyebabkan berbagai komplikasi.

Komplikasi diabetes melitus tipe 2 terbagi dua berdasarkan lama

terjadinya yaitu: komplikasi akut dan komplikasi kronik (Wijaya,

2018).

a. Komplikasi akut

1) Ketoasidosis diabetik (KAD)

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah suatu kondisi

diabetes terkontrol yang kronik karena defisiensi insulin

(Wijaya, 2018).

2) Hiperosmolar non ketotik (HNK)

Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah

sangat tinggi (600-1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala

asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380


17

mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap normal atau

sedikit meningkat (Wijaya, 2018).

3) Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah kadar gula darah seseorang

dibawah normal (<50 mg/dL) (Wijaya, 2018).

b. Komplikasi Kronik

Komplikasi makrovaskuler yang umum terjadi pada

penderita diabetes adalah trombosit otak (pembekuan otak),

mengalami penyakit jantung Koroner (PJK), gagal jantung

kongestif dan stroke. Sedangkan pada komplikasi

mikrovaskuler adalah nefropati, retinopati, neuropati dan

amputasi (Wijaya, 2018).

1) Komplikasi makrovaskuler

Komplikasi makrovaskular pada diabetes melitus terjadi

akibat aterosklerosis dari pembuluh-pembuluh darah

besar, khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma.

Makroangiopati tidak spesifik pada DM namun dapat

timbul lebih cepat, lebih sering terjadi dan lebih serius.

Berbagai studi epidemiologis menunjukkan bahwa angka

kematian akibat penyakit kardiovaskular dan penderita

DM meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal.

Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada


18

hubungan dengan kontrol kadar gula darah yang baik.

Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa

hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko mortalitas

kardiovaskular dimana peninggian kadar insulin dapat

menyebabkan terjadinya risiko kardiovaskular menjadi

semakin tinggi. Kadar insulin puasa > 15 mU/mL akan

meningkatkan risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali

lipat. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar

antara lain adalah pembuluh darah jantung atau penyakit

jantung koroner, pembuluh darah otak atau stroke, dan

penyakit pembuluh darah. Hiperinsulinemia juga dikenal

sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan penting

dalam timbulnya komplikasi makrovaskular (Smelltzer &

Bare, 2013)

2) Komplikasi mikrovaskuler

Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penyumbatan

pada pembuluh darah kecil khususnya kapiler yang terdiri

dari retinopati diabetik, nefropati diabetik dan neuropati

diabetik.

a) Retinopati diabetik adalah kelainan retina yang

ditemukan pada penderita diabetes melitus, biasanya

ditemukan bilateral, simetris dan progresof. Retinopati


19

diabetik dibagi dalam 2 kelompok, yaitu retinopati non

proliferatif dan retinopati proliferatif. Retinopati non

proliferatif merupakan stadium awal dengan ditandai

adanya mikroaneurisma, sedangkan retinopati

proliferatif, ditandai dengan adanya pertumbuhan

pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya

hipoksia retina.

b) Nefropati diabetik adalah gangguan fungsi ginjal

akibat kebocoran selaput penyaring darah. Nefropati

diabetik ditandai dengan adanya proteinuria persisten

(>0,5 gr/24 jam), terdapat retinopati dan hipertensi.

Kerusakan ginjal yang spesifik pada diabetes melitus

mengakibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga

molekul-molekul besar seperti protein dapat masuk ke

dalam kemih (albuminuria). Akibat dari nefropati

diabetik tersebut dapat menyebabkan kegagalan

ginjal progresif dan upaya preventif pada nefropati

adalah kontrol metabolisme dan kontrol tekanan

darah (Smelltzer & Bare, 2013)

c) Neuropati

Neuropati perifer adalah suatu gangguan saraf perifer,

sensoris, motorik atau campuran yang biasanya


20

simetris dan lebih banyak mengenai bagian distal dari

pada proksimal ekstremitas, yaitu yang terjauh dari

nukleus saraf (Rubenstein dkk, 2015). Diabetes

dapat mengakibatkan komplikasi neuropati perifer

dalam beberapa bentuk, seperti paraestesia dan

disestesia), dan dapat pula negatif (hipestesia)

(Wijaya, 2018).

7. Penatalaksanaan

Menurut Restyana (2015), Prinsip penatalaksanaan

diabates melitus secara umum ada lima sesuai dengan Konsensus

Pengelolaan diabetes mellitus di Indonesia tahun 2006 adalah

untuk meningkatkan kualitas hidup pasien diabetes melitus. Terapi

diabetes melitus pada prinsipnya bertujuan sebagai berikut:

a. Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda diabetes

melitus, mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya

target pengendalian glukosa darah.

b. Jangka panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas

penyulit mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati.

Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan

mortalitas iabetes melitus. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat

badan dan profil lipid,melalui pengelolaan pasien secara holistik


21

dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku

(Wijaya, 2018).

a. Diet

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir

sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu

makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan

kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang

diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan

dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan,

terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun

glukosa darah atau insulin. Standar yang dianjurkan adalah

makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal

karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% danprotein 10-15%.

Untuk menentukan status gizi, dihitung dengan BMI (Body

Mass Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass

Index (BMI) merupupakan alat atau cara yang sederhana

untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang

berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.

b. Latihan dan olahraga

Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali dalam seminggu)

selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai dengan

Continous, Rhythmical, Interval, Progresive, Endurance,


22

Training sesuai dengan kemampuan pasien. Sebagai contoh

adalah olahraga ringan jalan kaki biasa selama 30 menit

c. Pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan.

Pendidikan kesehatan pencegahan primer harus diberikan

kepada kelompok masyarakat resiko tinggi, pendidikan

kesehatan sekunder terhadap pasien Diabetes mellitus,

pendidikan kesehatan tersier terhadap pasien dengan

penyakit Diabetes mellitus yang telah menahun.

d. Obat

Obat yang dipakai adalah presensitif insulin dan sulfonilurea.

Dua tipe persensitif yang tersedia adalah metformin dan

tiazolidinedion. Metformin diberikan sebagai terapi tunggal

dengan dosis 500 hingga 1700 mg perhari. Metformin

menurunkan kadar produksi glukosa hepatik, menurunkan

absorbsi glukosa pada usus dan meningkatkan kepekaan

insulin, khususnya di hati, tiazolidinedion meningkatkan

kepekaan insulin perifer dan menurunkan glukosa hepatik .

tiazolidinedion yaitu roziglitazon dengan dosis 4 mg hingga 8

mg perhari dan pliaglitazon dengan dosis 30 mg hingga 45

mg perhari dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau

dikombinasikan dengan metformin, sulfonilurea, atau insulin.


23

Obat ini menyebabkan retensi air sehingga tidak cocok untuk

diberikan pada pasien dengan gagal jantung kongesti.

B. Tinjauan tentang Ulkus Diabetikum

1. Definisi

Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik dari

penyakit diabetes melitus. Adanya lapisan terbuka pada lapisan

kulit sampai kedalam dermis yang terjadi karena adanya

penyumbatan pada pembuluh darah di tungkai dan neuropati

perifer akibat kadar gula darah yang tinggi sehingga pasien tidak

menyadari adanya luka (Ronald, 2017). Menurut Maryunani

(2015), ulkus diabetik adalah luka yang terjadi pada pasien dengan

diabetik yang melibatkan gangguan pada saraf periferal dan

autonomik.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan, ulkus

diabetik merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena

adanya komplikasi makroangiopati dari penyakit diabetes melitus

sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati yang lebih

lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan,

dan dapat berkembang menjadi infeksi.

2. Etiologi

Menurut Ronald (2017), proses terjadinya ulkus diabetik

diawali oleh angiopati, neuropati, dan infeksi. Neuropati


24

menyebabkan gangguan sensorik yang menghilangkan atau

menurunkan sensasi nyeri kaki, sehingga ulkus dapat terjadi tanpa

terasa. Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot tungkai

sehingga mengubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi kaki.

Angiopati akan mengganggu aliran darah ke kaki penderita dapat

merasa nyeri tungkai sesudah berjalan dalam jarak tertentu.

Infeksi sering merupakan komplikasi akibat berkurangnya aliran

darah atau neuropati. Ulkus diabetik bisa menjadi gangren kaki

diabetik. Penyebab gangren pada penderita DM adalah bakteri

anaerob, yang tersering Clostridium. Bakteri ini akan menghasilkan

gas, yang disebut gas gangren

3. Tanda dan gejala

Menurut Maryunani (2015), tanda dan gejala ulkus diabetik

dapat dilihat berdasarkan stadium antara lain :

a. Stadium I menunjukkan gejala kesemutan

b. Stadium II menunjukkan jarak tempuh menjadi pendek atau

penderita tak mampu berjalan jauh

c. Stadium III menunjukkan nyeri pada saat istirahat

d. Stadium IV menunjukkan kerusakan jaringan atau nekrosis

4. Klasifikasi

Menurut Maryunani (2015) Klasifikasi skala Wagner-Meggit

dikembangkan pada tahun 1970-an, digunakan secara luas untuk


25

mengklasifikasi lesi pada kaki diabetes. Klasifikasi kaki diabetes

berdasarkan skala Wagner- Meggit , yaitu :

a. Derajat 0 Simptom pada kaki seperti nyeri

b. Derajat 1 Ulkus superfisial terbatas pada kulit

c. Derajat 2 Ulkus dalam menembus tendon dan tulang

d. Derajat 3 Ulkus sampai mengenai tulang

e. Derajat 4 Gangren telapak kaki

f. Derajat 5 Gangren seluruh kaki

5. Patofisologi

Menurut Maryunani (2015), Ulkus kaki diabetes disebabkan

tiga faktor yang sering disebut trias, yaitu: iskemi, neuropati, dan

infeksi. Kadar glukosa darah tidak terkendali akan menyebabkan

komplikasi kronik neuropati perifer berupa neuropati sensorik,

motorik, dan autonom

a. Neuropati sensorik

Neuropati sensorik biasanya cukup berat hingga

menghilangkan sensasi proteksi yang berakibat rentan

terhadap trauma fisik dan termal, sehingga meningkatkan

risiko ulkus kaki. Sensasi propriosepsi yaitu sensasi posisi

kaki juga hilang.

b. Neuropati motorik
26

Neuropati motorik mempengaruhi semua otot,

mengakibatkan penonjolan abnormal tulang, arsitektur

normal kaki berubah, deformitas khas seperti hammer toe

dan hallux rigidus. Deformitas kaki menimbulkan terbatasnya

mobilitas, sehingga dapat meningkatkan tekanan plantar kaki

dan mudah terjadi ulkus.

c. Neuropati autonom

Neuropati autonom ditandai dengan kulit kering, tidak

berkeringat, dan peningkatan pengisian kapiler sekunder

akibat pintasan arteriovenosus kulit. Hal ini mencetuskan

timbulnya fisura, kerak kulit, sehingga kaki rentan terhadap

trauma minimal. Hal tersebut juga dapat karena penimbunan

sorbitol dan fruktosa yang mengakibatkan akson menghilang,

kecepatan induksi menurun, parestesia, serta menurunnya

refleks otot dan atrofi otot. Penderita diabetes juga menderita

kelainan vaskular berupa iskemi. Hal ini disebabkan proses

makroangiopati dan menurunnya sirkulasi jaringan yang

ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi arteri

dorsalis pedis, arteri tibialis, dan arteri poplitea;

menyebabkan kaki menjadi atrofi, dingin, dan kuku menebal.

Selanjutnya terjadi nekrosis jaringan, sehingga timbul ulkus

yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Kelainan


27

neurovaskular pada penderita diabetes diperberat dengan

aterosklerosis. Aterosklerosis merupakan kondisi arteri

menebal dan menyempit karena penumpukan lemak di dalam

pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat

mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai

darah, kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka

lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan

berkembang menjadi ulkus kaki diabetes. Proses angiopati

pada penderita DM berupa penyempitan dan penyumbatan

pembuluh darah perifer tungkai bawah terutama kaki, akibat

perfusi jaringan bagian distal tungkai berkurang. DM yang

tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima

(hiperplasia membran basalis arteri) pembuluh darah besar

dan kapiler, sehingga aliran darah jaringan tepi ke kaki

terganggu dan nekrosis yang mengakibatkan ulkus

diabetikum Peningkatan HbA1C menyebabkan deformabilitas

eritrosit dan pelepasan oksigen oleh eritrosit terganggu,

sehingga terjadi penyumbatan sirkulasi dan kekurangan

oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya

menjadi ulkus. Peningkatan kadar fibrinogen dan

bertambahnyareaktivitas trombosit meningkatkan agregasi

eritrosit, sehingga sirkulasi darah melambat dan


28

memudahkan terbentuknya trombus (gumpalan darah) pada

dinding pembuluh darah yang akan mengganggu aliran darah

ke ujung kaki.

6. Penatalaksanaan

a. Pencegahan Primer

Penyuluhan cara terjadinya kaki diabetes sangat penting,

harus selalu dilakukan setiap saat. Berbagai usaha

pencegahan sesuai dengan tingkat risiko dengan melakukan

pemeriksaan dini setiap ada luka pada kaki secara mandiri

ataupun ke dokter terdekat. Deformitas (stadium 2 dan 5)

perlu sepatu/alas kaki khusus agar meratakan penyebaran

tekanan pada kaki (Ronald, 2017).

b. Pencegahan Sekunder

Pengelolaan Holistik Ulkus/Gangren Diabetik Kerjasama

multidisipliner sangat diperlukan. Berbagai hal harus

ditangani dengan baik dan dikelola bersama, meliputi: Wound

control, Microbiological control-infection control, Mechanical

controlpressure control, Educational control (Ronald, 2017).

C. Tinjauan tentang Penyembuhan Luka

1. Definisi

Definisi luka adalah terputusnya kontinuitas jaringan karena

cedera atau pembedahan. Luka bisa diklasifikasikan berdasarkan


29

struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan, dan lama

penyembuhan (Ronald, 2015).

a. Berdasarkan sifat

Abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka, penetrasi, puncture,

sepsis, dan lain-lain klasifikasi berdasarkan struktur lapisan

kulit, meliputi: superfi sial, yang melibatkan lapisan epidermis

partialthickness yang melibatkan lapisan epidermis dan

dermis dan full thickness yang melibatkan epidermis, dermis,

lapisan lemak, fascia, dan bahkan sampai ke tulang.

b. Berdasarkan proses penyembuhan, dapat dikategorikan

menjadi tiga, yaitu :

1) Penyembuhan primer

Tepi luka bisa menyatu kembali, permukaan bersih, tidak

ada jaringan yang hilang. Biasanya terjadi setelah suatu

insisi. Penyembuhan luka berlangsung dari internal ke

eksternal

2) Penyembuhan sekunder

Sebagian jaringan hilang, proses penyembuhan

berlangsung mulai dari pembentukan jaringan granulasi di

dasar luka dan sekitarnya

3) Delayed primary healing (tertiary healing)


30

Penyembuhan luka berlangsung lambat, sering disertai

infeksi, diperlukan penutupan luka secara manual.

c. Berdasarkan lama penyembuhan

Bisa dibedakan menjadi akut dan kronis. Luka dikatakan akut

jika penyembuhan terjadi dalam 2-3 minggu,sedangkan luka

kronis adalah segala jenis luka yang tidak ada tanda-tanda

sembuh dalam jangka lebih dari 4-6 minggu Luka insisi bisa

dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan

berlangsung sesuai dengan proses penyembuhan normal,

tetapi bisa juga dikatakan luka kronis jika penyembuhan

terlambat (delayed healing) atau jika menunjukkan tanda-

tanda infeksi

2. Proses penyembuhan luka

Menurut Ronald (2015), luka akan sembuh sesuai tahapan

spesifik yang dapat terjadi tumpang tindih fase penyembuhan luka

dibagi menjadi tiga fase, yaitu :

a. Fase inflamasi

1) Hari ke-0 sampai 5

2) Respons segera setelah terjadi injuri berupa pembekuan

darah untuk mencegah kehilangan darah

3) Karakteristik yaitu tumor, rubor, dolor, color, functio laesa

4) Fase awal terjadi hemostasis


31

5) Fase akhir terjadi fagositosis

6) Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi

b. Fase proliferasi atau epitelisasi

1) Hari ke-3 sampai 14

2) Disebut juga fase granulasi karena adanya pembentukan

jaringan granulasi; luka tampak merah segar, mengkilat

3) Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi: fibroblas, sel

inflamasi, pembuluh darah baru, fibronektin, dan asam

hialuronat

4) Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan

penebalan lapisan epidermis pada tepian luka

5) Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi

c. Fase maturasi atau remodeling

1) Berlangsung dari beberapa minggu sampai 2 tahun

2) Terbentuk kolagen baru yang mengubahbentuk luka

serta peningkatan kekuatan

3) Jaringan (tensile strength)

4) Terbentuk jaringan parut (scar tissue) 50-80% sama

kuatnya dengan jaringan sebelumnya

5) Pengurangan bertahap aktivitas seluler dan vaskulerisasi

jaringan yang mengalami perbaikan

3. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka


32

Menurut Ronald (2015) adapun faktor yang dapat mempengaruhi

penyembuhan luka, yaitu :

a. Status imunologi atau kekebalan tubuh

Penyembuhan luka adalah proses biologis yang kompleks,

terdiri dari serangkaian peristiwa berurutan bertujuan untuk

memperbaiki jaringan yang terluka. Peran sistem kekebalan

tubuh dalam proses ini tidak hanya untuk mengenali dan

memerangi antigen baru dari luka, tetapi juga untuk proses

regenerasi sel.

b. Kadar gula darah

Peningkatan gula darah akibat hambatan sekresi insulin,

seperti pada penderita diebetes melitus, juga menyebabkan

nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel akibatnya terjadi

penurunan protein dan kalori tubuh.

c. Rehidrasi dan pencucian luka

Dengan dilakukan rehidarasi dan pencucian luka jumlah

bakteri di dalam luka akan berkurang sehingga, jumlah

eksudat yang dihasilkan bakteri akan berkurang.

d. Nutrisi

Nutrisi memainkan peran tertentu dalam penyembuhan luka.

Misalnya vitamin C sangat penting untuk sintesis kolagen,

vitamin A meningkatkan epitelisasi, dan seng (zinc)


33

diperlukan untuk mitosis sel dan proliferasi sel. Semua nutrisi

termasuk :protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral

baik melalui dukungan parenteral maupun enteral, sangat

dibutuhkan malnutrisi menyebabkan berbagai perubahan

metabolik yang mempengaruhi penyembuhan luka.

e. Kadar albumin darah

Albumin sangat berperan untuk mencegah edema, albumin

berperan besar dalam penentuan tekanan onkotik plasma

darah. Target albumin dalam penyembuhan luka adalah 3,5-

5,5 g/dl.

f. Suplai oksigen dan vaskulerisasi

Oksigen merupakan prasyarat untuk proses reparatif seperti

proliferasi sel pertahanan bakteri, angiogenesis, dan sintesis

kolagen. Penyembuhan luka akan terhambat bila terjadi

hipoksia jaringan.

g. Nyeri

Rasa nyeri merupakan salah satu pencetus peningkatan

hormon glukokortikoid yang menghambat proses

penyembuhan luka.

h. Kortikosteroid

Steroid memiliki efek antagonis terhadap faktor-faktor

pertumbuhan dan deposisi kolagen dalam penyembuhan


34

luka. Steroid juga menekan sistem kekebalan tubuh/sistem

imun yang sangat dibutuhkan dalam penyembuhan luka.

4. Pengkajian Luka

Menurut Kristanto (2016), pengkajian luka dilakukan agar

mengetahui kondisi luka sehingga memudahkan dalam rencana

tindakan perawatan lanjut. Pengkajian luka yang sering dilakukan

dengan menggunakan skala Bates-jansen, berikut pengkajian luka

dengan skala bates jansen :

a. Ukuran

Gunakan penggaris untuk mengukur panjang dan luas pada

permukaan luka, dalam centimeter : buat perkalian panjang x

lebar

b. Kedalaman

Tentukan kedalaman, dan ketebalan yang sesuai tampilan

luka sesuai deskripsi berikut :

1) Stage 1 : ada kerusakan jaringan tetapi kulit utuh

2) Stage 2 : terdapat kawah/ lubang superfisial, abrasi, lepuh

atau dangkal. Bisa juga adanya peningkatan permukaan

kulit (misalnya hoiperplasia)

3) Stage 3 : kawah dalam dengan atau tidak adanya

terowongan
35

4) Stage 4 : visualisasi lapisan jaringan bukan karena

nekrosis

5) Stage 5 : tampak jaringan penyokong termasuk tendon

dan sendi

c. Tepi luka

1) Kabur, tidak jelas : tidak jelas menggambarkan tepi luka

2) Dempet : menyatu dengan dasar luka, tidak terdapat sisi

luka

3) Batas tegas : batas luka jelas : dasar luka lebih dalam dari

tepi luka

4) Berlekuk, menebal : lembut sampai fleksibel saat disentuh

5) Jelas, fibrotik, parut : keras, kaku saat disentuh

d. GOA/ Terowongan

Dilakukan menggunakan kapas aplikator sampai kedalam

luka, lakukan tanpa tekanan, angkat kapas aplikator sehingga

dapat dirasakan pada permukaan kulit, tandai permukaan

dengan pena, ukur jarak dari tanda pena sampai tepi luka

1) Tidak ada terowongan

2) Terowongan < 2 cm pada area mana saja

3) Terowongan 2-4 cm yang mengenai ≤ 50% dari keliling

luka
36

4) Terowongan 2-4 cm yang mengenai > 50% dari keliling

luka

5) Terowongan > 4 cm pada area mana saja

e. Tipe jaringan nekrotik

1) Jaringan putih/ keabuan : luka tebuka: permukaan luka

putih atau abu-abu

2) Kekuningan, tidak lengket : tipis, substansi mukus,

menyebar pada dasar luka, mudah terpisah dari jaringan

luka

3) Lengket terpisah, kekuningan : tebal, berserabut debris,

ditemui pada luka

4) Lengket, lembut, eschar hitam : jaringan lembab, paling

tampak pada dasar luka

5) Sangat lengket, eschar hitam : jaringan kusta, tegang :

paling tampak pada dasar luka dan tepi luka (seperti

keropeng)

f. Jumlah jaringan nekrotik

Gunakan metrik transparan dengan konsentris memutar yang

dibagi dalam 4 kuadran lingkaran untuk menentukan

prosentasi luka yang terkena

1) Tidak terlihat

2) < 25% menutupi luka


37

3) 25%-50% menutupi luka

4) >50%-75% menutupi luka

5) 75%-100% menutupi luka

g. Tipe eksudat

1) Tidak ada

2) Berdarah : tipis, merah terang

3) Serosanguineous : tipis, pucat kemerahan berair sampai

pink

4) Serous : tipis, berair jernih

5) Purulent : tipis atau tebal, kecoklatan tak tembus cahaya

sampai kuning

h. Jumlah eksudat

1) Tidak ada, kulit kering

2) Sedikit, luka lembab tetapi eksudat tidak tampak pada

luka

3) Kurang, luka basah, drainase balutan 25%

4) Sedang, luka basah drainase sebagian atau seluruh luka,

drainase pada balutan > 25%

5) Banyak, luka basah oleh cairan, balutan > 75%

i. Warna kulit sekitar luka

1) Pink

2) Merah terang atau memucat jika disentuh


38

3) Putih atau pucat keabu-abuan

4) Merah gelap atau ungu

5) Hitam atau hyperpigmentasi

j. Edema jaringan perifer dan indurasi

Identifikasi pitting edema dengan melakukan penekanan

dengan jari pada jaringan dan tunggu 5 detik : saat tekan

dilepaskan, jaringan gagal untuk kembali keposisi

sebelumnya

1) Tidak ada edema

2) Non pitting edema < 4 cm sekitar luka

3) Non pitting edema > 4 cm sekitar luka

4) Pitting edema < 4 sekitar luka

5) Krepitus atau edema > 4 cm sekitar luka

k. Indurasi / pengerasan jaringan tepi

Indurasi adalah kondisi ketegasan jaringan dengan batas

luka. Kaji dengan mencubit jaringan. Indurasi terjadi saat

jaringan tidak dapat dicubit. Gunakan pengukuran metrik

transparan untuk menentukan seberapa jauh edema atau

indurasi terjadi

1) Tidak ada

2) Indurasi < 2 cm sekitar luka

3) Indurasi 2-4 cm meluas < 50% sekitar luka


39

4) Indurasi 2-4 cm meluas > 50% sekitar luka

5) Indurasi > 4 cm pada area mana saja

l. Jaringan granulasi

1) Kulit utuh

2) Merah terang : 75% - 100% luka terisi dengan granulasi

3) Luka < 75% berwarna merah terang, > 25% luka terisi

jaringan granulasi

4) Pink ≤ 25% luka terisi jaringan granulasi

5) Tidak terdapat granulasi

m. Epitelisasi

1) 100% luka tertutup, permukaan utuh

2) 75% - 100% epitelisasi

3) 50% - 75% epitelisasi

4) 25%-50% epitelisasi

5) < 25% epitelisasi

D. Tinjauan tentang Antimicrobial

1. Definisi

Antimikrobial adalah bahan aktif antimikroba untuk

mengatasi atau mengontrol infeksi dengan cara membunuh bakteri

atau mencegah multiplikasi mikroorganisme, antimikrobial meliputi

antibiotik, antiseptik, dan desinfeksi (Wijaya, 2018)


40

2. Jenis

Jenis antimikrobial yang dapat digunakan dalam perawatan

luka, antara lain ;

a. Silver

Mengandung ion silver yang dapat membunuh bakteri gram

positif dan negatif termasuk MRSA (Methicillin-resistant

Staphylococcus aureus). Elemen silver terdiri dari kristal kecil

berukuran 10-100 nanometer dan kandungan 1 ppm (part per

million) silver sudah efektif melawan bakteri akan tetapi tidak

boleh > 2 minggu pemakaian untuk mencegah resistensi

(Wijaya, 2018)

b. Cadexomer Iodine

Cadexomer iodine adalah turunan iodine yang aman

digunakan pada perawatan luka. Konsentrasi yang digunakan

sekitar 0,9% dalam bentuk butiran bewarna kuning

kecoklatan yang akan melepaskan bahan aktifnya secara

bertahan dan berubah menjadi gel. Cadexomer iodine mudah

larut dalam air, sehingga iodine dilepaskan ketika kontak

dengan cairan eksudate. Cadexomer iodine dapat berupa

serbuk lembaran dan pasta (Wijaya, 2018)

c. Metronidazole
41

Metronidazole adalah antibiotik yang dapat digunakan untuk

menghilangkan bakteri anaerobik dan aerobik. Sebuah study

multisenter menemukan bahwa penerapan metronidazole

secara signifikan menurunkan kolonisasi organisme

anaeorobik pada luka dan membantu menjaga lingkungan

lembab dan efektif dalam menanggulangi bau terkait infeksi

(Luka, UK, 2018). Sebuah review oleh (Layvers, E; Elliot,

DP, 2015) menyimpulkan bahwa metronidazole berupa

powder (serbuk), krim, gel, lotion mengakibatkan

pengurangan bau serta penurunan volume eksudat,

penurunan nyeri, perbaikan dalam penampilan luka, dan

penghentian nekrosis jaringan pada luka.

d. Polyhexamethylene Biguanida (PHMB)

PHMB merupakan salah satu bahan aktif antimikrobial/

antibiotik yang disatukan dengan gauze yang dapat

menyerap eksudat pada luka terinfeksi dari sedikit ke sedang.

PHMB juga dikombinasikan dengan hidrogel untuk

membantu mengatasi biofilm pada permukaan jaringan

granulasi. Mekanisme kerja PHMB adalah menghambat

metabolisme sel bakteri dan merusak membran phospholipid

bakteri (Wijaya, 2018).

e. Dialkylcarbomoyl Chloride (DACC)


42

DACC merupakan balutan hidrofobik atau anti air yang

berfungsi untuk menyerap bakteri atau mikroorganisme yang

ada di luka. DACC tidak dapat menyerap eksudat akan tetapi

mengikat bakteri yang ada di cairam eksudat dan permukaan

luka, sehingga mengontrol pertumbuhan kuman (Wijaya,

2018).

3. Metode penggunaan

Pada kenyataanya, obat dalam bentuk krim, gel, powder

berjalan melalui kulit dan masuk aliran darah, dengan demikian,

jika antimicrobial dioleskan pada kulit, obat antibiotik oral tidak

tidak boleh digunakan bersamaan, karena terdapat resiko

overdosis. Karena beberapa obat topikal memiliki efek yang lebih

setempat, sebagaimana pemberian obat rute lain, pemberian obat

topikal juga harus didokumentasikan setelah prosedur (Boyd,

Claire, 2015).

Memberikan antimicrobial seperti krim, salep maupun

powder pada bagian luka merupakan bagian dari program infeksi

kontrol, beberapa area di komunitas cenderung memberikan

antibiotik topikal seperti krim dan salep berdasarkan pengukuran

ujung jari. Namun tentu saja itu bergantung pada ukuran mulut

tube dan instruksi dokter dan atau apoteker sedangkan pada

antimicrobial seperti salep diberikan hingga bagian luka tertutup


43

sempurna dengan antimicrobial berbentuk salep tersebut (Boyd &

Claire, 2015).

Adapun prosedur yang harus diperhatikan dalam pemberian

obat topikal sebagai berikut ;

a. Alat dan bahan

Sarung tangan, apron, obat antimikrobial/antibiotik topikal

b. Cara kerja

1) Periksa pasien dan periksa catatan rumah sakit untuk

semua kontraindikasi

2) Jelaskan prosedur kepada pasien dan dapatkan

persetujuan verbal

3) Lepas pakaian pada area obat yang akan dioleskan dan

bersihkan kulit

4) Cuci tangan menggunakan sabun dan air serta kenakan

apron dan sarung tangan

5) Ubah posisi pasien, baik duduk maupun berbaring

6) Oleskan obat antimikrobial/antibiotik topikal secara lembut

mengikuti garis rambut

7) Lepaskan sarung tangan dan apron (letakkan di kantong

sampah klinis) dan cuci tangan

8) Pastikan pasien nyaman

9) Catat pemberian obat antimikrobial pada catatan obat


44

(Boyd & Claire, 2015)

E. Tinjauan tentang Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan

merupakan suatu proses pengumpulan data dari berbagai sumber

data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan

klien (Nursalam, 2011).

Pengkajian terhadap pasien ulkus diabetik meliputi,

identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat

penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian

psikososial (Ismail, 2014)

a. Identitas (identitas klien dan penanggung jawab)

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,

pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor

register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis

b. Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya

luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk

mengatasinya

c. Riwayat keluhan utama


45

Adanya rasa kesemutan pada kaki/tungkai bawah, rasa raba

yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh dan berbau,

dan adanya nyeri pada luka

d. Riwayat kesehatan dahulu

Merupakan pertanyaan tentang penyakit yang sebelumnya

pernah diderita dan memungkinkan berpengaruh pada

kesehatan sekarang serta riwayat penyakit Diabetes Melitus,

atau penyakit penyakit lain yang ada kaitannya dengan

defisiensi insulin misalnya penyakit pangkreas. Adanya

riwayat penyakit jantung, obesitas maupun arterosklerosis,

tindakan medis yang pernah didapat maupun obat-obatan

yang biasa digunakan oleh penderita

e. Riwayat kesehatan keluarga

Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu

anggota keluarga yang juga menderita penyakit Diabetes

melitus atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan

terjadinya defisiensi insulin misalya hipertensi, jantung.

f. Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi

yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya

serta tanggapan keluarga terhadap penyait penderita.

g. Pola kegiatan sehari hari


46

1) Pola persepsi kesehatan : pada pasien dengan ulkus

diabetik terjadi perubahan persepsi kesehatan karena

kurangnya pengetahuan tentang dampak ulkus diabetik

dibentuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif

terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak

mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang

lama, oleh karena itu adanya penjelasan yang benar dan

mudah dimengerti pasien

2) Pola nutrisi dan metabolisme : akibat produksi insulin

tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar

gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga

menimbulkan sering kencing, banyak makan, banyak

minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan

tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan

nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi

status kesehatan penderita

3) Pola eliminasi : adanya hiperglikemia menyebabkan

terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien

sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada

urine (glukosaria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada

gangguan
47

4) Pola aktivitas dan latihan : adanya ulkus diabetik dan

kelemahan otot pada tungkai bawah menyebabkan

penderita tidak mau melaksanakan aktivitas sehari-hari

secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan

5) Pola tidur dan istirahat : adanya poliuri, nyeri pada kaki

yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan

mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita,

sehingga pola tidur dan waktu penderita mengalami

perubahan

6) Pola sensori dan kognitif : pasien dengan ulkus diabetik

cenderung mengalami neuropati sehingga tidak peka

dengan adanya trauma

7) Pola persepsi dan kosep diri : adanya perubahan fungsi

dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita

mengalami gangguan pada gambar diri. Luka yang sukar

sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya

perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien

mengalami kecemasan dan gangguan peran pada

keluarga (self esteem)

8) Pola reproduksi dan seksual : angiopati dapat terjadi

pada sistem pembuluh darah diorgan reproduksi

sehingga menyebabkan pasien mengalami kecemasan


48

dan gangguan potensi seks , gangguan kualitas maupun

ekresi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi dan

orgasme

9) Pola mekanisme stres dan koping : lamanya waktu

perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan

tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan

reaksi patologis yang negatif berupa marah, kecemasan,

mudah tersinggung dapat menyebabkan penderita tidak

mampu menggunakan mekanisme koping yang

konstruktif atau adaptif

10)Pola hubungan dan peran : ulkus diabetik yang sukar

sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan

menarik diri dari pergaulan

11)Pola keyakinan dan spiritual : adanya perubahan status

kesehatan dan penurunan fungi tubuh serta luka pada

kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan

ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita

h. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara,

tinggi badan, berat badan, dan tanda tanda vital;

2) Sistem pernapasan
49

Pada penderita diabetes melitus mudah terjadi infeksi

seperti sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada

3) Sistem kardiovaskuler

Perfusi jaringan menurun , nadi perifer lemah atau

berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi,

aritmia dan kardio megalis

4) Sistem pencernaan

Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare,

konstipasi, dehidrasi, perubahan berat badan,

peningkatan lingkar abdomen, obesitas

5) Sistem musculoskeletal

Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan

tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya ulkus

diabetik pada ekstremitas

6) Sistem integument

Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman

bekas luka, kelembapan didaerah sekitar dan ganggren.

7) Sistem neurologis

Terjadi penurunan sensoris, parathesia, anastesia,

letargi, mengantuk, refleks lambat, kacau mental,

disorientasi

2. Diagnosa
50

a. Pengertian

Diagnosa keperawatan adalah merupakan sebuah label

singkat yang menggambarkan kondisi pasien yang

diobservasi dalam praktik. (Nursalam, 2011).

b. Diagnosa keperawatan Ulkus Diabetik secara teori menurut

(Menurut Nanda 2015).

1) Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan

melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah

gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.

2) kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan

perubahan sirkulasi

3) Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik

4) Resiko infeksi

5) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan

keterbatasan kognitif
51

3. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.1 Intevensi Keperawatan Ulkus Diabetikum

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan NOC NIC

perifer
1. Circulation status Menejemen sensasi perifer

(00204) 2. Tissue perfusion :


1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya
cerebral
Definisi : penurunan sirkulasi peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
Kriteria hasil
darah k e perifer yang dapat 2. Monitor adanya paretese

mengganggu kesehatan Mendemonstrasikan status 3. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi

sirkulasi yang ditandai kulit jika ada lesi atau laserasi


Batasan karakteristik
dengan 4. Gunakan sarung tangan untuk proteksi
1. Tidak ada nadi
5. Batasi gerakan pada kepala, leher, dan
1. Tekanan sistol dan
2. Perubahan fungsi motorik
52

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan

3. Peribahan karakteristik kulit diastol dalam rentang punggung

(warna, elastisitas, rambut, yang diharapkan 6. Monitor kemampuan BAB

kelembapan, kuku, sensasi, 2. Tidak ada ortostatik 7. Kolaborasi pemberian analgetik

suhu) hipertensi 8. Monitor adanya tromboplebitis

4. Indeks angkel-brakhial <0,90 3. Tidak ada tanda tanda 9. Diskusikan mengenai penyebab perubahan

5. Perubahan tekanan darah di peningkatan tekanan sensasi

ekstremitas intrakranial ( tidak lebih

6. CRT >3 detik dari 15 mmHg)

7. Klaudikasi Mendemonstrasikan

8. Warna tidak kembali kemampuan kognitif yang

ditungkai saat tungkai ditandai dengan

diturunkan
1. Berkomunikasi dengan
9. Kelambatan penyembuhan
jelas dan sesuai dengan
luka perifer
53

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan

10. Penurunan nadi kemampuan

11. Edema 2. Menunjukkan perhatian,

12. Nyeri diekstremitas konsentrasi dan

13. Bruit femoral orientasi

14. Pemendekan jarak total yang 3. Memproses informasi

di tempuh dalam uji berjalan 4. Membuat keputusan

enam menit dengan benar

15. Pemendekan jarak bebas Mendemonstrasikan fungsi

nyeri yang di tempuh dalam sensorik motoricranial yang

uji berjalan dalam enam utuh : tingkat kesadaran

menit membaik, tidak ada gerakan

16. Perestesia gerakan involunter

17. Warna kulit pucat saat


54

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan

elevasi

Faktor yang berhubungan

1. Kurang pengetahuan tentang

faktor pemberat (misalnya :

merokok, gaya hidup

monoton, trauma, obesitas,

asupan garam, imobilitas)

2. Kurang pengetahuan tentang

proses penyakit (misalnya :

diabetesmellitus, hiperlipidem

i)

3. diabetes melitus

4. Hipertensi
55

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan

5. Gaya hidup monoton

6. Merokok

2. Kerusakan integritas jaringan NOC NIC

(00044) 1. Tissue integrity : skin Preassure ulcer prevention wound care

and , mucous
Definisi : kerusakan jaringan 1. Anjurkan pasien umtuk menggunakan
2. Wound healing : primary
membran mukosa, kornea, pakaian yang longgar
and secondary intention
integumen, atau subkutan 2. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
Kriteria hasil
3. Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali
Batas karakteristik
1. Perfusi jaringan normal 4. Monitor kulit akan adanya kemerahan
1. Kerusakan jaringan
2. Tidak ada tanda-tanda 5. Oleskan lotion pada daerah yang tertekan
( misalnya : kornea,
infeksi 6. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
membran mukosa,
3. Ketebalan dan tekstur 7. Monitor status nutrisi pasien
integumen, subkutan )
8. Observasi : luka, dimensi, kedalaman luka,
56

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan

2. Kerusakan jaringan jaringan normal jaringan nekrotik, tanda tanda infeksi lokal,

Faktor yang berhubungan 4. Menunjukkan formasi traktus

pemahaman dalam 9. Ajarkan keluarga tentang luka dan


1. Gangguan sirkulasi
proses perbaikan kulit perawatan luka
2. Iritan zat kimia
dan mencegah 10. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
3. Defisit cairan
terjadinya cidera pemberian diet TKTP
4. Kelebihan cairan
berulang 11. Lakukan tekhnik perawatan luka dengan
5. Hambatan mobilitas fisik
5. Menunjukkan terjadinya steril
6. Kurang pengetahuan
proses penyembuhan 12. Berikan posisi yang mengurangi tekanan
7. Faktor mekanik (misalnya :
luka pada luka
tekanan , koyakan, robekan,

friksal)

8. Faktor nutrisi (misal :

kekurangan atau kelebihan)


57

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan

9. Radiasi

10. Suhu ekstrem

3. Resiko infeksi NOC NIC

(00004) 1. Immune status Kontrol infeksi

2. Knowledge : infection
Definisi : mengalami peningkatan 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
control
resiko terserang organisme pasien lain
3. Risk control
patogenik 2. Pertahankan teknik isolasi

3. Intruksikan kepada pengunjung untuk


Faktor-faktor resiko
Kriteria hasil mencuci tangan saat dan setelah
1. Penyakit kronis
berkunjung
1. Klien bebas dari tanda
a. Diabetes melitus
4. Gunakan sabun mikroba untuk cuci tangan
dan gejala infeksi
b. Obesitas
5. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
2. Mendeskripsikan
2. Pengetahuan yang tidak
58

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan

cukup untuk menghindari penularan penyakit, keperawatan

pemanjanan patogen faktor yang 6. Gunakan APD

3. Pertahanan tubuh primer mempengaruhi 7. Pertahankan lingkungan aseptik selama

yang tidak adekuat penularan serta pemasangan alat

a. Gangguan peritalsis penatalaksanaannya 8. Tingkatkan intake nutrisi

b. Kerusakan integritas kulit 3. Menunjukkan 9. Berikan teraphy antibiotik

( pemasangan IV kateter) kemampuan untuk 10. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik

c. Perubahan sekresi PH mencegah timbulnya lokal

d. Penurunan kerja siliaris infeksi 11. Monitor granulosit WCB

e. Pecah ketuban dini 4. Jumlah leukosit dalam 12. Monitor kerentanan terhadap infeksi

f. Pecah ketuban lama batas normal 13. Batasi pengunjung

g. Merokok 5. Menunjukkan perilaku 14. Pertahankan teknik asepsis pada pasien

h. Statis cairan tubuh hidup sehat yang beresiko

i. Trauma jaringan 15. Berikan perawatan kulit pada bagian yang


59

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan

(misalnya : trauma epidema

destruksi jaringan 16. Inspeksi kondisi luka

4. Ketidak adekuatan 17. Dorong masukan nutrisi yang cukup

pertahanan sekunder 18. Dorong masukan cairan

a. Penurunan hemoglobin 19. Dorong istirahat

b. Imunosupresi (misalnya : 20. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik

imunitas didapat tidak sesuai resep

adekuat, antibody 21. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan

monoklonal, gejala infeksi

imunomudulator) 22. Laporkan kecurigaan infeksi

c. Supresi respon inflamasi 23. Laporkan kultur positif

5. Vaksinasi tidak adekuat

6. Pemajanan terhadap
60

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan

patogen

7. Wabah

8. Prosedur invasif

9. Malnutrisi

4. Nyeri akut NOC NIC

00132 1. Pain level Pain management

2. Pain control
Definisi : pengalaman sensori 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
3. Comfort level
dan emosioal dan tidak komprhensif termasuk lokasi. Karakteristik,

menyenangkan yang muncul durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor

akibat kerusakan jaringan yang Kriteria hasil presipitasi

aktual atau potensial atau 2. Observasi reaksi nonverbal dari


1. Mampu mengontrol nyeri
digambarkan dalam hal ketidaknyamanan
(tahu penyebab nyeri,
kerusakan sedemikian rupa 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
61

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan

(international association for the mampu menggunakan mengetahui pengalaman nyeri pasien

study of pain) : awitan yang tiba tekhnik farmakologi 4. Kaji kultur yang mempegaruhi respon nyeri

tiba atau lambat dari intensitas untuk mengurangi nyeri, 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

ringan hingga berat dengan akhir mencari bantuan) 6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehata

yang dapat di antisipasi atau 2. Melaporkan bahwa nyeri yang lain tentang ketidakefektifan kontol

diprediksi atau berlangsung < 6 berkurang dengan nyeri masa lampau

bulan. menggunakan 7. Bantu pasien dan keluarga untuk

manajemen nyeri mencari dan menemukan dukungan


Batasan karakteristik
3. Mampu mengenali skala 8. Kontrol lingkungan yang dapat
1. Perubahan selera makan
nyeri , intensitas, mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
2. Perubahan tekanan darah
frekuensi dan tanda pencahayaan dan kebisingan
3. Perubahan frekwensi jantung
nyeri 9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
4. Perubahan frekwensi
4. Menyatakan rasa 10. Pilih dan lakukan penangan nyeri
pernapasan
nyaman setelah nyeri (farmakologi, nonfarmakologi, dan
62

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan

5. Laporan isyarat berkurang interpersonal)

6. Diaforesis 11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk

7. Perilaku distraksi (misalnya : menentukan intervensi

berjalan mondar madir 12. Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi

mencari orang lain atau 13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

aktivitas yag berulang 14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

8. Mengekspresikan 15. Tingkatkan istirahat

perilaku (misalnya gelisah, m 16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada

erengek, menagis) keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

9. Masker wajah (misalnya : 17. Monitor penerimaan pasien tentang

mata kurang bercahaya, manajemen nyeri

tampak kacau, gerakan mata Analgesic administration

berpencar, atau tetap pada


1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan
satu fokus yaitu meringis)
63

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan

10. Sikap melindungi area nyeri derajat nyeri sebelum pemberian obat

11. Fokus menyempit (misalnya : 2. Cek instruksi dokter tentang jenis, dosis,

gangguan persepsi nyeri, dan frekuensi obat

hambatan proses berfikir, 3. Cek riwayat alergi

penurunan interaksi dengan 4. Pilih analgesik yang diperlukan atau

orang dan lingkungan) kombinasi dari analgesik ketika pemberian

12. Indikasi nyeri yang dapat lebih dari satu

diamati 5. Tentuka piliha analgesik tergatung tip dan

13. Perubahan posisi untuk beratnya nyeri

menghindari nyeri 6. Tentukan pilihan analgesik, rute pemberian

14. Sikap tubuh melindungi dan dosis optimal

15. Dilatasi pupil 7. Pilih rut secara IV, IM untuk pengobata

16. Melaporkan nyeri secara nyeri secara teratur

verbal 8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah


64

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan

17. Kesulitan tidur pemberian analgesik pertama kali

9. Berikan analgesik tepat waktu terutama

saat nyeri hebat

10. Evaluasi efektivitas analgesik , tanda dan

gejala

5. Defisensi pengetahuan NOC NIC

(00126) 1. Knowledge : disease Teaching : disease process

process
Definisi : ketiadaan atau 1. Berikan penilaian tentang tingkat
2. Knowledge : health
defisiensi informasi kognitif yang pengetahuan pasien tentang proses
behavior
berkaitan dengan topik tertentu penyakit yang spesifik
Kriteria hasil
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
Batasan karakteristik :
1. Pasien dan keluarga bagaimana hal ini berhubungan dengan
1. Perilaku hiperbola
menyatakan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
65

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan

2. Ketidakakuratan mengikuti pemahaman tentang tepat

perintah penyakit, kondisi, 3. Gambarkan tanda dam gejala yang biasa

3. Ketidakakuratan melakuka prognosis dan program muncul pada penyakit, dengan cara yang

tes pengobatan tepat

4. Perilaku tidak tepat 2. Pasien dan keluarga 4. Gambarkan proses penyakit dengan cara

(misalnya: histeria, mampu menjelaskan yang tepat

bermusuhan, agitasi, apatis) kembali apa yang 5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan

5. Pengungkapan masalah dijelaskan perawat/tim cara yang tepat

Faktor yang berhubungan kesehatan lainnya 6. Sediakan informasi kepada pasien tentang

kondisi, dengan cara yang tepat


1. Keterbatasan kognitif
7. Hindari jaminan yang kosong
2. Salah interpretasi informasi
8. Sediakan bagi keluarga dan informasi
3. Kurang pajanan
tentang kemajuan pasien dengan cara yang
4. Kurang minat dalam belajar
66

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan

5. Kurang dapat mengingat tepat

6. Tidak familier dengan 9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang

sumber mungkin di perlukan untuk mencegah

komplikasi dimasa yang akan datang dan

atau proses pengontrolan peyakit

10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau

mendapatkan secon opinion dengan cara

yang tepat

12. Rujuk pasien pada grup atau agensi

komunitas lokal

13. Instruksikan pasien mengenai tanda dan

gejala untuk melaporkan pada pemberi

perawatan kesehatan, dengan cara yang


67

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan

tepat
68

4. Implementasi

Implementasi adalah inisiatif dan rencana tindakan untuk

mencapai tujuan yang spesifik, tujuan dari implementasi adalah

membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan

(Nursalam, 2011).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi

proses keperawatan yang menandakan beberapa jauh diagnosa

keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah

berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi merupakan bagian

integral pada setiap tahap proses keperawatan. Tujuan adalah

intervensi di evaluasi adalah hal untuk menentukan apakah tujuan

tersebut dapat di capai secara efektif (Nursalam, 2011).

Komponen evaluasi :

a. Menentukan kriteria, standart dan pertanyaan evaluasi

b. Mengumpulkan data mengenai keadaan klien terbaru

c. Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dan

standar

d. Merangkum hasil dan membuat kesimpulan


BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel

Variabel adalah karakteritik subjek penelitian yang berubah dari

suatu subjek ke subjek lainnya, sehingga variabel dapat pula disebut

sebagai karakteristik suatu benda atau subjek. Menurut fungsinya

dalam konteks penelitian secara keseluruhan, khususnya dalam

hubungan antar variabel terdapat beberapa jenis, yaitu:

1. Variabel independen

Variabel independen pada penelitian ini adalah pengaruh

pemberian antimicrobial.

2. Variabel dependen

Variabel dependen pada penelitian ini adalah penyembuhan luka

pada ulkus diabetikum.

B. Bagan Kerangka Konsep

Penyembuhan
Luka pada Ulkus
Antimicrobial Diabetikum

- Terapi Insulin
- Status Nutrisi 69
70

Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Variabel Kendali

C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Ulkus diabetikum

Ulkus diabetikum dalam penelitian ini adalah Luka yang terjadi

pada pasien diabetik yang melibatkan gangguan pada saraf

peripheral dan autonomi. Variabel ini didapatkan dengan

menggunaka skala Wagner-meggit

Kriteria Objektif :

a. Derajat 0 Simptom pada kaki seperti nyeri

b. Derajat 1 Ulkus superfisial terbatas pada kulit

c. Derajat 2 Ulkus dalam menembus tendon dan tulang

d. Derajat 3 Ulkus sampai mengenai tulang

e. Derajat 4 Gangren telapak kaki

f. Derajat 5 Gangren seluruh kaki

2. Penyembuhan luka pada ulkus diabetikum


71

Penyembuhan luka dalam penelitian ini adalah perubahan kondisi

luka pada hari ke 14 setelah dilakukan perawatan luka dengan

menggunakan skala Bates-jensen.

Kriteria Objektif:

a. Ukuran luka

b. Kedalaman luka

c. Tepi luka

d. Goa

e. Tipe jaringan nekrotik

f. Jumlah jaringan nekrotik

g. Tipe eksudate

h. Jumlah eksudat

i. Warna kulit sekitar luka

j. Jaringan yang edema

k. Pengerasan jaringan tepi

l. Jaringan granulasi

m. Epitelisasi

3. Perawatan luka menggunakan antimicrobial

Perawatan luka dalam penelitian ini adalah perawatan luka yang

dilakukan dengan menggunakan antimicrobial yang dilakukan tiap

2 hari selama 14 hari. Variabel ini didapatkan dengan melihat

rekam medik responden


72

D. Hipotesis

Ada pengaruh pemberian antimicrobial dalam granulasi jaringan

pada pasien ulkus diabetikum


BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Experimental Design

adalah penelitian dengan adanya perlakuan atau intervensi yang

bertujuan untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan setelah dilakukan

intervensi kepada satu kelompok atau lebih. sedangkan rancangan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Experiment. yaitu

rancangan eksperimen dengan cara sampel diberikan kuesioner

(pengukuran) sebelum dan setelah dilakukan treatment (perlakuan)

tanpa adanya kelompok kontrol. Rancangan ini dapat diilustrasikan

sebagai berikut :

Prestest Perlakuan Postest

Kelompok Eksperimen O1 X O2

Keterangan:

01: Pengukuran derajat luka dengan menggunakan skala Bates

Jensen pada hari pertama sebelum diberikan antimicrobial pada

kelompok eksperimen

X: Pemberian perlakuan berupa pemberian antimicrobial yang

dilakukan tiap 2 hari selama 14 hari pada pasien ulkus diabetikum

73
74

02: Pengukuran derajat luka dengan menggunakan skala Bates

Jensen pada hari 14 setelah diberikan antimicrobial pada kelompok

eksperimen

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Penelitian ini akan dilaksanakan di ETN Centre Makassar.

Penentuan tempat penelitian dilakukan dengan pertimbangan

karena merupakan Rumah Perawatan Luka yang menerapkan

perawatan ulkus diabetik dengan pemberian Antimicrobial.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama ± 4 minggu. Dimana peneliti

mengambil sampel setiap hari dan diberikan intervensi setelah

memenuhi kriteria inklusi sampai sampel terpenuhi.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Jiwantoro (2017) Populasi adalah wilayah generelisasi

yang terdiri atas objek/subjek mempengaruhi kualitas karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini

adalah pasien diabetes mellitus dengan ulkus diabetik yang

menjalani rawat jalan di ETN Centre Makassar. sebanyak 20 orang

dari bulan januari sampai bulan November 2020.


75

2. Sampel

Menurut Jiwantoro (2017) Sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pada penelitian

ini, pengambilan sampel menggunakan teknik sampling jenuh di

sebut juga populasi total adalah suatu teknik penentuan sampel

jika semua anggota populasi digunakan (Carsel, 2018). Menurut

suharsimi (dikutip dalam Carsel, 2018) bahwa populasi yang

kurang dari 100 maka disyaratkan semua populasi tersebut di

jadikan sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh

populasi diabetes mellitus dengan ulkus diabetikum yang

menjalani rawat jalan di ETN Centre Makassar. Sampel penelitian

adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi untuk layak diteliti.

a. Kriteria inklusi:

1) Pasien rawat jalan dengan ulkus diabetikum

2) Pasien ulkus diabetikum dengan terapi insulin

3) Pasien ulkus diabetikum dengan perawatan luka

4) Pemberian antibiotik standar

5) Pasien yang bersedia menjadi responden

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :


76

1. Protokol perawatan luka gangren diabetes mellitus berdasarkan

standar operasional prosedur yaitu dengan menggunakan proses

perawatan luka gangren diabetes mellitus

2. Pengukuran luka menggunakan skala Bates Jensen.

3. Set peralatan perawatan luka gangren diabetes mellitus yang

terdiri dari pembalut atau kassa steril, sepasang sarung tangan

steril, pinset anatomi 1 buah, pinset cirurgis 1 buah, gunting

jaringan, cutton bud, gunting balutan, bensin, plester, NaCl 0,9%

dan bengkok.

4. Antimikrobial.

E. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Permohonan ijin pelaksanaan penelitian didapatkan dari institusi

pendidikan ( FKM UMI Makassar).

2. Permohonan ijin yang diperoleh dikirim ke tempat penelitian (ETN

Centre Makassar).

3. Peneliti bekerjasama dengan perawat di ETN Centre Makassar

untuk melaksanakan pengumpulan data setelah mendapat ijin dari

pihak ETN Centre Makassar.

4. Peneliti menjelaskan kepada responden tentang tujuan, manfaat

penelitian, dan prosedur pengumpulan data.


77

5. Peneliti meminta responden menandatangani informed consent

sebagai bentuk persetujuan bersedia menjadi responden.

6. Peneliti mengobservasi kondisi luka dengan skala Bates Jensen

sebelum diberikan perawatan luka dengan menggunakan

antimicrobial.

7. Peneliti melakukan perawatan luka dengan mengunakan

antimicrobial.

8. Peneliti mengobservasi hasil perawatan luka ulkus diabetikum

dengan skala Bates Jensen.

9. Peneliti mengolah/menganalisa data yang terkumpul.

F. Alur Penelitian

Pasien Ulkus Diabetikum

Informed Consent

Pre Test

Pengukuran luka menggunakan skala Bates Jansen

Perawatan Luka

Hari ke-14

Post Test

Pengukuran luka menggunakan skala Bates Janses


78

Analisa Data

Gambar 4.1 Bagan Alur Penelitian

G. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan data

a. Editing

Setelah kuesioner diisi oleh responden, kemudian

dikumpulkan dalam bentuk data, data tersebut dilakukan

pengecekan dan memeriksa kelengkapan data,

kesinambungan, dan memeriksa keseragaman data

b. Koding

Untuk memudahkan pengolahan data, semua data/ jawaban

disederhanakan dengan memberikan simbol untuk setiap

jawaban.

c. Tabulasi

Data dikelompokkan ke dalam suatu tabel menurut sifat-sifat

yang dimiliki, kemudian data dianalisa secara statistik.

2. Analisis Data

a. Analisa Univariat
79

Analisa univariat dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil

penelitian yang menghasilkan distribusi dan persentase dari

tiap variabel yang diteliti, analisa univariat dalam penelitian ini

yang akan di analisis secara deskriptif adalah variabel

independent yaitu antibiotik topikal

b. Analisa Bivariat

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan pengujian

statistik uji t berpasangan dimana data 2 variabel yang ada

mempunyai distribusi normal. Untuk melihat perubahan pada

ulkus diabetikum setelah diberikan Antibiotik topikal diuji

menggunakan uji Faired Sample t test jika data berdistribusi

normal dan jika tidak berdistribusi normal menggunakan uji

wilcoxon. Data dianalisis dengan menggunakan bantuan

program SPSS (Statistic Program for Social Science) versi

21.0. dengan terlebih dahulu melakukan uji normalitas data

dengan tingkat kemaknaan 5 % (0.05).

H. Aspek Etik Penelitian

Mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung

dengan manusia, maka segi etika penelitian harus sangat diperhatikan

Karena manusia mempunyai hak asasi dalam kegiatan peneliti. Etika

penelitian memiliki bebagai macam pinsip, namun terdapat empat

prinsip utama yang perlu dipahami yaitu : (Arikunto, 2016)


80

1. Menghormati harkat martabat manusia (Respect For Human

Dignity)

Sebagai ungkapan “menghormati harkat dan martabat” subjek

penelitian yaitu peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek

untuk mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan

jalannya penelitian serta memiliki kebebasan dari paksaan untuk

berpartisipasi dalam penelitian (autonomy). Beberapa hal dan

tindakan terkait dengan prinsip menghormati harkat dan martabat

yaitu peneliti menyiapkan Informed Consent atau lembar

persetujuan subjek penelitian. Setelah diberikan Informed Consent

peneliti juga menjelaskan terkait prosedur penelitian, Jika subjek

bersedia maka subjek penelitian akan menandatangani lembar

persetujuan, namun jika subjek penelitian menolak untuk diteliti

makan peneliti tidak akan memaksa dan menhormati haknya.

2. Menghormati privasi dan kerahasian subjek penelitian (Respect

For Privacy And Confidentiality)

Setiap individu memiliki hak-hak dasar individu termasuk privasi

serta kebebasan individu dan tidak semua orang menginginkan

informasinya diketahui oleh orang lain, sehingga peneliti perlu

memperhatikan hak-hak dasar individu tersebut. Oleh sebab itu

untuk menjaga kerahasian subjek penelitian, peneliti tidak

mencantumkan nama subjek untuk menjaga anonimitas.


81

3. Keadilan dan Inklusivitas (Respect For Justice and Inclusiveness)

Untuk memenuhi prinsip keterbukaan, penelitian dilakukan secara

jujur, professional serta harus memperhatikan ketepatan,

keseksamaan, dan kecermatan. Peneliti menjelaskan terkait

prosedur penelitian dan menjamin bahwa semua subjek penelitian

memiliki dan memperoleh perlakuan keuntungan yang sama.

4. Memperhatikan kerugian dan keuntungan yang ditimbulkan

(Balancing Harms And Benefits)

Selama proses penelitian, peneliti melaksanakan penelitian sesuai

dengan prosedur guna mendapatkan hasil yang bermanfaat

semaksimal mungkin. Peneliti meminimalkan dapak yang

merugikan bagi subjek.


82

I. Jadwal Penelitian

JADWAL KEGIATAN PENELITIAN

April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November


Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pengusulan Judul

Penyusunan Proposal

Konsultasi

Perbaikan

Persetujuan

Ujian Proposal

Perbaikan
83

Perizinan Penelitian

Penelitian

Pengolahan Data

Konsultasi Hasil

Ujian Skripsi

Perbaikan

Penyetoran Skripsi
DAFTAR PUSTAKA

ADA. (2019). Standar Of Medical Are In Diabetes. American Diabetes


Association , 2-3.
Arikunto. (2016). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC.
Boyd, Claire. (2015). Student Survival Skills: Keterampilan Penatalaksanaan
Obat Untuk Perawat. Jakarta: Bumi Medika.
Carsel, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan dan Pendidikan.
Yogyakarta: Penebar Media Pustaka.
Jiwantoro, Y A. (2017). Riset Keperawatan, Analisis Data Statistik
Menggunakan SPSS. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.
Kamitsuru. (2014). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi (NANDA).
Jakarta: EGC.
Kristanto, H. (2016). Pengkajian Luka Bates-Jansen. Jakarta: Central Medika.
Layvers, E; Elliot, DP. (2015). Metronidazol Topikal Untuk Mengontrol Bau
pada Luka Tekan. Konsultasikan Pharm 30 , 523-524.
Luka, UK. (2018). Peran Metronidazole Topikal di Manajemen Luka Yang
Terinfeksi. Luka Kronis Efisiensi , 105-108.
Maryunani, A. (2015). Perawatan Luka Modern (Modern Wound Care) Terkini
dan Terlengkap. Sebagai Bentuk Tindakan Keperawatan Mandiri.
Jogjakarta: Inmedia.
Masturoh, I; Anggita, N. (2018). Bahan Ajar Rekam medis dan Informasi
Kesehatan Metodologi Penelitian Kesehatan. Pusat Pendidikan
Sumber Daya Manusia Kesehatan Badan Pengembangan Dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Edisi 2018 , 136-
144.
Muhartono & Ratna, N.S.I. (2017). Ulkus Diabetik Kanan dengan Diabetes
Mellitus Tipe 2. J AgromedUnila , 134.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Asuhan Keperawatan Praktis
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc, dalam Berbagai
Kasus. Jogjakarta: Mediaction.

84
85

Restyana, N. (2015). Diabetes Mellitus Tipe 2. Artikel Medical Faculty


Lampung , 22-23.
Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. KEMENTERIAN
KESEHATAN RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatab ,
66-78.
Ronald. (2015). Perawatan Luka dengan Modern Dressing. Luka Kronis,
Penyembuhan Luka, Balutan Luka Modern , 546-550.
Ronald. (2017). Ulkus ganggren. Diabetes,luka neuropati,ulkus diabetic , 2-5.
Roza, R. (2017). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien
Diabetes Mellitus Dengan Ulkus Diabetikum. 34-35.
Smelltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Soelistitijo. (2017). International Diabetes Federation. 56-57.
Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.
Bandung: CV. Alfabeta.
Wijaya, I. M. (2018). Perawatan Luka dengan Pendekatan Multidisiplin.
Yogyakarta: Penerbit ANDI.
86

LAMPIRAN
LAMPIRAN I

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth,
Responden
Di ETN Centre Makassar
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Tiara Desiniary Bagenda
NIM : 142 2018 0082
Yang bertanda tangan dibawah ini Mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan Jurusan S1 Keperawatan Universitas Muslim Indonesia
Makassar bermaksud mengadakan penelitian tentang “Pengaruh Perawatan
Luka Menggunakan Antimicrobial terhadap Penyembuhan Luka pada Pasien
Ulkus Diabetikum di ETN Centre Makassar”. Kegiatan yang diharapkan dari
Bapak dan ibu berikan, akan saya jaga kerahasiaannya dan hanya digunakan
untuk kepentingan penelitian saja, jika sudah tidak digunakan, akan
dimusnahkan.
Apabila Bapak dan Ibu bersedia, mohon di tandatangani lembar
persetujuan dan mau membantu saya mengisi kuesioner dan lembar
observasi yang disertakan dalam lembaran ini. Demikian atas perhatian dan
kesediaan bapak dan Ibu diucapkan terima kasih.
Makassar, Juli 2020
Penulis,

(Tiara Desiniary Bagenda)


87

LAMPIRAN II

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Penelitian tentang:

“Pengaruh Perawatan Luka Menggunakan Antimicrobial terhadap


Penyembuhan Luka pada Pasien
Ulkus Diabetikum di ETN Centre Makassar”.

Oleh :

Tiara Desiniary Bagenda


142 2018 0082

Setelah saya membaca maksud dengan tujuan dari penelitian ini,


maka saya dengan sadar menyatakan bahwa bersedia menjadi responden
dalam penelitian ini. Tanda tangan saya di bawah ini, sebagai bukti
kesediaan saya menjadi responden penelitian.

Tanggal :

Tanda tangan :

No. Responden :
88

LAMPIRAN III

KUISIONER PENELITIAN

Pengaruh Perawatan Luka Menggunakan Antimicrobial terhadap


Penyembuhan Luka pada Pasien
Ulkus Diabetikum di ETN Centre Makassar

Bates-Jansen Wound Assessment Tool

Nama : Jenis Kelamin :


Umur : Pendidikan :
Pekerjaan : Alamat :
Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal
No Items Pengkajian dan dan dan dan dan
Hasil Hasil Hasil Hasil Hasil
1. Ukuran luka 1= P X L < 4 cm
2= P X L 4 < 16cm
3= P X L 16 < 36cm
4= P X L 36 < 80cm
5= P X L > 80cm
2. Kedalaman luka 1= stage 1
2= stage 2
89

Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal


No Items Pengkajian dan dan dan dan dan
Hasil Hasil Hasil Hasil Hasil
3= stage 3
4= stage 4
5= necrosis wound
3. Tepi luka 1= samar, tidak jelas
terlihat
2= batas tepi terlihat,
3= jelas, tidak menyatu dgn
dasar luka
4= jelas, tidak menyatu dgn
dasar luka, tebal
5= jelas, fibrotic, parut
tebal/ hyperkeratonic
4. GOA (lubang pada 1= tidak ada
luka yang ada dibawa
h jaringan sehat) 2= goa < 2 cm di di area
manapun
3= goa 2-4 cm < 50 % pinggir
luka
4= goa 2-4 cm > 50% pinggir
luka
90

Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal


No Items Pengkajian dan dan dan dan dan
Hasil Hasil Hasil Hasil Hasil
5= goa > 4 cm di area
manapun
5. Tipe jaringan nekrosis 1 = Tidak ada
2 = Putih atau abu-abu
jaringan mati dan atau slough
yang tidak lengket (mudah
dihilangkan)
3 = slough mudah dihilangkan
4 = Lengket, lembut dan ada
jaringan parut palsu
berwarna hitam (black
eschar)
5 = lengket berbatas
tegas,mkeras dan ada black
eschar
7. Jumlah jaringan 1 = Tidak tampak
nekrosis
2 = < 25% dari dasar luka
3 = 25% hingga 50% dari
dasar luka
4 = > 50% hingga < 75%
dari dasar luka
91

Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal


No Items Pengkajian dan dan dan dan dan
Hasil Hasil Hasil Hasil Hasil
5 = 75% hingga 100% dari
dasar
Luka
8. Tipe eksudat 1= tidak ada
2= bloody
3= serosanguineous
4= serous
5= purulent
9. Jumlah eksudat 1= kering
2= moist
3= sedikit
4=sedang
5= banyak
10. Warna kulit sekitar 1= pink atau normal
luka
2= merah terang jika di tekan
3=putih atau pucat atau
hipopigmentasi
4=merah gelap / abu2
92

Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal


No Items Pengkajian dan dan dan dan dan
Hasil Hasil Hasil Hasil Hasil
5=hitam atau hyperpigmentasi
11. Jaringan yang edema 1=no swelling atau edema
2=non pitting edema kurang
dari < 4 mm disekitar luka
3=non pitting edema > 4
mm disekitar luka
4=pitting edema kurang dari
< 4 mm disekitar luka
5=krepitasi atau pitting edema
> 4 mm
12. Pengerasan jaringan 1 = Tidak ada
tepi
2=Pengerasan < 2 cm  di
sebagian kecil sekitar luka
3=Pengerasan 2-4 cm
menyebar < 50% di tepi luka
4=Pengerasan 2-4 cm
menyebar > 50% di tepi luka
5=pengerasan > 4 cm di
seluruh
tepi luka
13. Jaringan granulasi 1= kulit utuh atau stage 1
93

Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal


No Items Pengkajian dan dan dan dan dan
Hasil Hasil Hasil Hasil Hasil
2= terang 100 % jaringan
granulasi
3= terang 50 % jaringan
granulasi
4= granulasi 25 %
5= tidak ada jaringan
granulasi
14. Epitelisasi 1=100 % epitelisasi
2= 75 % - 100 % epitelisasi
3= 50 % - 75% epitelisasi
4= 25 % - 50 % epitelisasi
5= < 25 % epitelisasi
SKOR TOTAL
PARAF DAN NAMA PETUGAS

Anda mungkin juga menyukai