Anda di halaman 1dari 53

PROPOSAL

HUBUNGAN GAYA HIDUP DENGAN PENYAKIT DIABETES


MELITUS TIPE II PASIEN RAWAT INAP DI RSUD I. A.
MOEIS SAMARINDA

Dosen Pembimbing:
Dr. ZULMELIZA RASYID, SKM, M.Kes

Disusun Oleh:
Arifah 20011066
Bintan najihan 20011093
Rahmadita Ayu Putri 20011109
Raja zulsefriandi 20011138

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HANG TUAH PEKANBARU
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. Wb
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
karuniaNya saya diberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kami dapat
menyelesaikan Proposal yang berjudul “Hubungan Gaya Hidup Dengan Penyakit
Diabetes Melitus Tipe II Pasien Rawat Inap Di RSUD I. A. Moeis Samarinda”.
Proposal ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penelitian Epidemiologi
Dan Analisis Data dengan dosen pembimbing “Dr. Zulmeliza Rasyid,
SKM, M.kes”
Proposal ini disusun agar pembaca dapat mengetahui tentang “Hubungan
Gaya Hidup Dengan Penyakit Diabetes Melitus Tipe II Pasien Rawat Inap Di
RSUD I. A. Moeis Samarinda” Penelitian ini disajikan berdasarkan pengamatan
dan berbagai sumber referensi. Saya mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya
kepada ibu selaku dosen mata kuliah Penelitian Epidemiologi Dan Analisis Data,
karena tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan
terkait bidang yang ditekuni.
Saya menyadari bahwa dalam Proposal ini banyak kekurangan,hal ini
dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang kami miliki. Maka dari itu saya
mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk
kesempurnaan proposal ini.

Pekanbaru, 13 Mei 2023

Tim Kelompok
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I...........................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................5
D. Manfaat Penulisan................................................................................................5
E. Ruang Lingkup Penelitiap ………………………………………………...…... 6
BAB II..........................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................7
A. Pelayanan Gizi Rumah Sakit...............................................................................7
B. Diabetes Mellitus..................................................................................................8
C. Kepatuhan Diet Diabetes Mellitus....................................................................10
D. Kadar Glukosa Darah........................................................................................19
E. Sisa Makanan....................................................................................................25
F. Hubungan Kepatuhan Diet Diabetes Melitus dengan Sisa Makanan dan
Kadar Glukosa Darah..............................................................................................35
BAB III......................................................................................................................37
KERANGKA KONSEP............................................................................................37
A. Kerangka Konsep...............................................................................................37
B. Variabel Penelitian.............................................................................................38
C. Hipotesis Penelitian............................................................................................38
BAB IV.......................................................................................................................39
METODE PENELITIAN.........................................................................................39
A. Rancangan Penelitian.........................................................................................39
B. Populasi dan Sampel..........................................................................................39
C. Definisi Operasional Penelitian.........................................................................41
D. Jenis Data Yang Digunakan..............................................................................45
E. Teknik Pengambilan Sampel.............................................................................46
F. Teknik Pengumpulan Data................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................48
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan tempat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan

berupa pengobatan dan perawatan. Salah satu kegiatan yang dilakukan di dalam

pelayanannya adalah menyajikan dan menyediakan makanan bagi pasien rawat

inap. Penyelenggaraan makanan rumah sakit merupakan rangkaian kegiatan

mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada

pasien dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui

pemberian diet yang tepat dan benar. Kegiatan penyelenggaraan makanan

merupakan bagian dari kegiatan instalasi gizi atau unit pelayanan gizi di rumah

sakit yang bertujuan untuk memberikan diet kepada pasien sesuai dengan jenis

penyakit yang diderita (Endang, 2006).

Keberhasilan penyelenggaraan makanan dapat dinilai dari indikator sisa

makanan pasien. Sisa makanan merupakan indikator keberhasilan terapi gizi

yang diberikan rumah sakit. Sisa makanan yang melebihi 20% menunjukkan

kegagalan dalam suatu penyelenggaraan makanan di rumah sakit. Tingginya sisa

makan pasien dapat menghambat proses penyembuhan penyakit pasien dan

rawat inap lebih panjang (Zakiya, 2005).

Sisa makanan dapat terjadi akibat faktor internal dan faktor eksternal

pasien. Faktor internal pasien mencakup keadaan klinis dan patologis pasien

seperti perubahan nafsu makan, perubahan indra pengecap, gangguan menelan

(disfagia), stress dan lamanya dirawat. Faktor eksternal pasien mencakup mutu

makanan seperti rasa, aroma,besar porsi dan variasi menu, tekstur), sikap

1
petugas, kesalahan pengriman makanan, ketidak tepatan waktu makan atau

jadwal makan, suasana tempat perawatan (Rizani, Ahmad 2013 : Kemenkes RI,

2013). Dalam hal ini sisa makanan yang menjadi perhatian adalah sisa makanan

pasien Diabetes Mellitus.

Diabetes Mellitus merupakan penyakit endokrin yang paling umum

ditemukan dan salah satu penyakit degeneratif yang memiliki kecenderungan

meningkat terus jumlah penderitanya. WHO memprediksi adanya kenaikan

jumlah pasien penderita DM di Indonesia dari 28,2% pada tahun 2000 menjadi

sekitar 71,71% pada tahun 2030. International Diabetes Federation (IDF) pada

tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah pasien penderita DM dari 36,8%

menjadi 63,15% pada tahun 2030 (Perkeni, 2011). Peningkatan pendapatan

perkapita dan perubahan gaya hidup terutama dikota-kota besar, menyebabkan

prevalensi penyakit degeneratif seperti DM meningkat dan berkembang

(Soegondo, 2005).

Indonesia merupakan negara yang menempati urutan ke 7 dengan

penderita DM sejumlah 8,5 juta penderita setelah Cina, India dan Amerika

Serikat, Brazil, Rusia, Mexico. Angka kejadian DM menurut data Riskesdas

(2013) terjadi peningkatan dari 1,1 % di tahun 2007 meningkat menjadi 2,1 % di

tahun 2013 dari keseluruhan penduduk sebanyak 250 juta jiwa. Prevalensi DM

tertinggi di Indonesia pada tahun 2013 terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI

JAKARTA (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%), dan Kalimantan Timur (2,3%).

Sedangkan prevalensi DM di Bali yang terdiagnosis dokter sebesar (1,3%)

(Balibangkes, 2013).

2
Di RSUD Sanjiwani Gianyara jumlah pasien DM yang rawat inap rata-

rata setiap bulannyanya adalah 15- 25 pasien untuk tahun 2016. Sedangkan,

bulan maret 2017 jumlah pasien DM di RSUD Sanjiwani Gianyar adalah 24

orang dan DM merupakan penyakit yang paling banyak pasiennya setiap

bulannya.

Mengingat tingginya prevalensi untuk penderita DM maka perlu adanya

upaya untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit tersebut meliputi

peningkatan edukasi, perilaku konsumsi obat diabetes mellitus, latihan jasmanis

(aktivitas fisik), pengaturan makanan serta pengecekan berkala glukosa darah

(Anani,2012). Keberhasilan pengendalian DM tergantung dari kepatuhan pasien

dalam menjalankan diet yang diberikan. Kepatuhan pasien dalam menaati

pemberian diet DM sangat berperan penting untuk menstabilkan kadar glukosa

darah pada pasien diabetes mellitus. Menurut Almatsier 2005, pasien DM yang

patuh menjalani diet secara rutun dan kadar glukosa darahnya terkendali dapat

mengurahi resiko komplikasi jangka pendek maupun jangka panjang.

Salah satu indikator yang digunakan untuk melihat kepatuhan diet DM

pasien adalah sisa makanan. Dampak dari sisa makanan yang tinggi (>20%) bagi

pasien adalah risiko malnutrisi pasien, bertambah lamanya hari rawat, penurunan

daya tahan tubuh pasien sehingga pasien lama sembuh.

Berdasarkan hasil penelitian Partiwi terkait sisa makanan di RSUD

Sanglah yaitu pengamatan triwulan I, II dan III tahun 2013, proporsi pasien

yang menyisakan makanan ≥25% sebesar 22,9% melebihi standar yang sudah

ditetapkan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Devi, 2010 mengenai sisa

makanan diet diabetes mellitus di RSUD Dr. M. Ashari Pemalang selama 3 hari,

3
dari makanan yang disajikan, terdapat sisa makanan sebesar 22,9% yang

meliputi nasi,bubur, lauk hewani, lauk nabati, dan sayur (Devi.K 2011).

Di RSUD Sanjiwani Gianyar rata-rata sisa makanan pada tahun 2016

adalah 31, 82 %, jika dibandingkan dengan standar maka sisa makanan di RSUD

Sanjiwani Gianyar cukup tinggi. Sedangkan rata-rata analisis tiap bulannya

adalah 22,79 %. Sedangkan hubungan kepatuhan diet DM dengan sisa makanan

dan kadar glukosa darah belum pernah dilakukan penelitian di Rumah Sakit

Sanjiwani Gianyar. Dari rata-rata tersebut dan cukup banyaknya pasien DM

yang ada di RSUD Sanjiwani peneliti berkeinginan untuk meneliti tentang

hubungan kepatuhan diet DM dengan sisa makanan dan kadar glukosa darah di

RSUD Sanjiwani.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas masalah yang diamati dalam penelitian ini

adalah :

1. “Bagaimanakah hubungan kepatuhan diet DM dengan sisa makanan pada

pasien diabetes mellitus di ruang rawat inap RSUD Sanjiwani Gianyar?”

2. “ Bagaimanakah hubungan kepatuhan diet DM dengan kadar glukosa darah

pada pasien diabetes mellitus di ruang rawat inap RSUD Sanjiwani

gianyar?”

3. “ Bagaimanakah hubungan sisa makanan dengan kadar glukosa darah pada

pasien diabetes mellitus di ruang rawat inap RSUD Sanjiwani Gianyar?”

4. “Bagaimanakah hubungan Kepatuhan diet DM dengan sisa makanan dan

kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus di ruang rawat inap RSUD

Sanjiwani Gianyar?”

4
C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan kepatuhan diet DM dengan sisa makanan dan

kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus di ruang rawat inap RSUD

Sanjiwani Gianyar.

b. Tujuan Khusus

a) Menilai kepatuhan diet DM pada pasien diabetes mellitus di ruang

rawat inap RSUD Sanjiwani Gianyar.

b) Menentukan sisa makanan pasien diabetes mellitus di ruang rawat inap

RSUD Sanjiwani Gianyar.

c) Menilai kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus di ruang

rawat inap RSUD Sanjiwani Gianyar.

d) Menganalisa hubungan kepatuhan diet DM dengan sisa makanan pada

pasien DM di ruang rawat inap RSUD Sanjiwani Gianyar.

e) Menganalisa hubungan kepatuhan diet DM dengan kadar glukosa darah

pada pasien DM di ruang rawat inap RSUD Sanjiwani Gianyar.

f) Menganalisa hubungan sisa makanan dengan kadar glukosa darah pada

pasien DM di ruang rawat inap RSUD Sanjiwani Gianyar.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta wawasan

peneliti khususnya tentang hubungan kepatuhan Diet Diabetes Mellitus

dengan sisa makanan dan kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus.

5
b. Praktis

a) Di harapkan penelitian ini dapat menambah bahan referensi bagi

pembaca dan dapat menjadi bahan untuk penelitian lebih lanjut

tentang pengaruh ketepatan jadwal, jenis dan jumlah terhadap sisa

makanan dan kadar glukosa darah pada pasien Diabetes Mellitus.

Dengan 3 sampel yang lebih banyak dan dengan rancangan penelitian

yang berbeda.

b) Bagi masyarakatpenelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi terhadap meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang

diabetes mellitus dan dapat mengubah pola makan dan perilaku

masyarakat terkait gizi.

c) Bagi institusi rumah sakit, dapat dijadikan masukan pada pihak

rumah sakit dalam hal memberikan program terapi diet khususnya

pada pasien DM dan sebagai bahan evaluasi dengan melihat

hubungan kepatuhan diet DM dengan sisa makanan dan kadar

glukosa darah.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif

dengan mencari hubungan asosiatif yang bersifat kausal. Menurut Sugiyono

(2018) menyatakan bahwa penelitian asosiatif adalah penelitian yang bersifat

menanyakan hubungan antara dua variable atau lebih. Hubungan kausal

adalah yang bersifat sebab akibat.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pelayanan Gizi Rumah Sakit

Makanan merupakan kebutuhan manusia yang paling dasar yang harus

dipenuhi sesuai dengan kebutuhannya. Secara umum makanan berfungsi sebagai

sumber energi, pertumbuhan dan perkembangan, pengganti sel-sel yang rusak,

mempercepat proses penyembuhan dan pengatur proses dalam tubuh. Dalam

keadaan sakit fungsi makanan sebagai salah satu bentuk terapi untuk

kesembuhan pasien, penunjang pengobatan dan tindakan medis (Moehyi, 1995).

Pelayanan Gizi adalah suatu upaya memperbaiki, meningkatkan gizi,

makanan, dietetik masyarakat, kelompok, individu atau klien yang merupakan

suatu rangkaian kegiatan yang meliputi pengumpulan, pegolahan, analisis,

simpulan, anjuran, implementasi dan evaluasi gizi, makanan dan dietetik, dalam

rangka mencapai status kesehatan optimal dalam kondisi sehat atau sakit.

Pelayanan Gizi di Rumah Sakit (PGRS) adalah pelayanan yang diberikan dan

disesuaikan dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi dan

status metabolisme tubuh (KemenKes RI, 2013).

Penyelenggaraan makanan meupkana salah satu dari 4 kegiatan utama

PGRS, yaitu: pelayanan gizi rawat jalan, pelayanan gizi rawat inap,

penyelenggaraan makanan serta penelitian dan pengembangan gizi terapan, yang

bertujuan menyediakan makanan yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya,

aman dan dapat diterima oleh konsumen guna mencapai status gizi yang optimal

(KemenKes RI, 2013).

7
B. Diabetes Mellitus

a. Definisi

Diabetes Mellitus merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin yang

berarti diabetes = penerusan dan mellitus = manis. Diabetes Melitus diketahui

sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya gangguan menahun

terutama pada sistem metabolisme karbohidrat, lemak, dan juga protein dalam

tubuh. Gangguan metabolisme tersebut disebabkan kurangnya produksi

hormon insulin yang diperlukan dalam proses pengubahan gula menjadi tenaga

(Lanywati,2001).

Diabetes Mellitus merupakan penyakit metabolik yang pemanfaatan

karbohidratnya berkurang sedangkan pemanfaatan lipid dan protein meningkat.

(Dirckx, 2004). Diabetes Melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang

ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). Mungkin

terdapat penurunan dalam kemampuan tubuh untuk berespons terhadap insulin

dan penurunan atau tidak terdapatnya pembentukan insulin oleh pankreas

(Smeltzer dan Bare,2002).

Diabetes Mellitus (DM) merupakan kelainan metabolik dengan penyebab

multifaktorial.Penyakit ini ditandai oleh hiperglikemia kronis dan

mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein serta lemak. Pada penyandang

DM akan ditemukan berbagai gejala seperti poliuria (banyak berkemih),

polidipsi (banyak minum), dan polifagia (banyak makan) dengan penurunan

berat badan (Tapan, 2008).

8
b. Klasifikasi Diabetes Melitus

Diabetes Mellitus diklasifikasikan menjadi Diabetes Tipe 1 (diabetes

mellitus tergangtung insulin atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus) yang

merupakan gangguan autoimun dimana terjadi penghancuran sel - sel β

pankreas penghasil insulin. Pasien tergantung pada terapi insulin dan

cenderung lebih mudah mengalami ketosis. Ciri- ciri yang terdapat pada

Diabetes mellitus tipe 1 diantaranya, pasien biasanya kurus atau mengalami

penurunan berat badan dan biasanya tanda serta gejala timbul mendadak

disertai insulinopenia sebelum usia 30 tahun. Seringkali pasien mengalami

ketonuria positif kuat dan tergantung pada insulin untuk mencegah ketoasidosis

dan mempertahankan hidup (Tapan, 2007).

Pada seseorang yang menyandang diabetes mellitus tipe 1 biasanya

dimulai pada awal masa remaja, pankreas tidak memproduksi cukup insulin

untuk mengontrol gula darah sehingga penderita harus menerima suntikan

insulin (Parnet, Lynm, dan Class, 2004).

Diabetes Mellitus tipe 2 adalah insensitivitas jaringan terhadap insulin

(resistensi insulin) dan tidak adekuatnya respon sel β pankreas terhadap

glukosa plasma, menyebabkan produksi glukosa hati berlebihan dan

penggunaannya yang terlalu rendah oleh jaringan. Ketosis tidak sering terjadi

karena memiliki jumlah insulin yang cukup untuk mencegah lipolisis. Ciri- ciri

yang didapat pada Diabetes mellitus tipe 2 diantaranya, pasien biasanya berusia

40 tahun saat diagnosis, menderita obesitas dan gejala klasik diabetes relatif

sedikit. Meskipun tidak tergantung pada insulin eksogen untuk bisa bertahan

hidup, tetapi insulin mungkin diperlukan untuk mengatasi hiperglikemia yang

9
diinduksi stres dan hiperglikemia yang menetap walaupun manjalani terapilain.

Pada tubuh individu dengan diabetes tipe 2 resisten terhadap insulin, biasanya

muncul pada masa dewasa tetapi juga dapat terjadi pada anak-anak dan pada

kelebihan berat badan (Parnet, Lynm, dan Class, 2004).

Diabetes gestasional adalah wanita yang mengalami diabetes saat hamil

memiliki homeostasis glukosa yang normal pada paruh pertama kehamilan dan

berkembang menjadi defisiensi insulin relatif selama paruh kedua, sehingga

terjadi hiperglikemia. Hiperglikemia menghilang pada sebagian besar wanita

setelah melahirkan, namun mereka memiliki peningkatan resiko menyandang

diabetes tipe 2. Ciri dari diabetes gestasional adalah ditemukannya intoleransi

glukosa selama kehamilan (Rubenstein, Wayne, dan Bradley, 2007).

C. Kepatuhan Diet Diabetes Mellitus

a. Definis Kepatuhan

Secara umum dalam kamus besar bahasa Indonesia (2002:837) yang

dimaksud dengan kepatuhan adalah sifat patuh atau ketaatan dalam

menjalankan perintah atau sebuah aturan. Menurut Milgram dalam Sears

(1994:93) kepatuhan merupakan suatu perilaku yang ditunjukan seseorang

untuk memenuhi perintah orang lain. Sarwono (2001:173) menambahi bahwa

kepatuhan adalah perilaku yang sesuai dengan perintah agar sesuai dengan

peraturan. Dalam ranah psikologi kesehatan Sarafino dalam Smet (1994: 250)

mendefinisikan kepatuhan sebagai tingkat pasien melaksanakan cara

pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau orang lain. Sacket

dalam Niven (2002:192) kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai

dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan.

10
Dalam memberikan diet Diabetes Melitus memiliki prinsip pengaturan diet.

Prinsip diet DM adalah tepat jadwal, tepat jumlah, dan tepat jenis

(Tjokroprawiro, 2012) .

a) Tepat Jadwal

Menurut Tjokroprawiro (2012) jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya yang

dibagi menjadi enam waktu makan, yaitu tiga kali makanan utama dan tiga kali

makanan selingan dengan jarak antara (interval) tiga jam. Penderita DM

hendaknya mengonsumsi makanan dengan jadwal waktu yang tetap sehingga

reaksi insulin selalu selaras dengan datangnya makanan dalam tubuh. Makanan

selingan berupa snack penting untuk mencegah terjadinya hipoglikemia

(menurunnya kadar gula darah). Jadwal makan terbagi menjadi enam bagian

makan (3 kali makan besar dan 3 kali makan selingan) sebagai berikut:

1. Makan pagi pukul 06.00 -07.00

2. Selingan pagi pukul 09.00 –10.00

3. Makan siang pukul 12.00 -13.00

4. Selingan siang pukul 15.00 –16.00

5. Makan malam pukul 18.00 -19.00

6. Selingan malam pukul 21.00 –22.00

Jadwal dapat diubah asalkan intervalnya tetap 3 jam. Untuk jadwal puasa

menurut Tjokroprawiro (2012), dapat dibagi menjadi beberapa waktu, yaitu :

1) Pukul 18.00 (30%) kalori : berbuka puasa

2) Pukul 20.00 (25%) kalori : sehabis terawih

3) Sebelum tidur (10%) kalori : makanan kecil

4) Pukul 03.00 (35%) kalori : makan sahur

11
b) Tepat Jumlah

Menurut Susanto (2013), aturan diet untuk DM adalah memperhatikan

jumlah makan yang dikonsumsi. Jumlah makan (kalori) yang dianjurkan bagi

penderita DM adalah makan lebih sering dengan porsi kecil, sedangkan yang

tidak dianjurkan adalah makan dalam porsi banyak/besar sekaligus. Tujuan cara

makan seperti ini adalah agar jumlah kalori terus merata sepanjang hari,

sehingga beban kerja organ-organ tubuh tidak berat, terutama organ pankreas.

Cara makan yang berlebihan (banyak) tidak menguntungkan bagi fungsi

pankreas. Asupan makanan yang berlebihan merangsang pankreas bekerja lebih

keras. Penderita DM, diusahakan mengonsumsi asupan energi yaitu kalori basal

25-30 kkal/kgBB normal yang ditambah kebutuhan untuk aktivitas dan keadaan

khusus, protein 10-20% dari kebutuhan energi total, lemak 20-25% dari

kebutuhan energi total dan karbohidrat sisa dari kebutuhan energi total yaitu

45-65% dan serat 25 g/hari (Perkeni, 2011).

Dalam diet Diabetes melitus indikasi jumlah pemberian dilihat dari jenis dietnya

yaitu :

1) DM I ( 1100 kalori)

2) DM II (1300 kalori)

3) DM III (1500 kalori)

4) DM IV (1700 kalori)

5) DM V (1900 kalori)

6) DM VI (2100 kalori)

7) DM VII (2300 kalori)

8) DM VIII (2500 kalori)

12
c) Tepat Jenis

Setiap jenis makanan mempunyai karakteristik kimia yang beragam,

dan sangat menentukan tinggi rendahnya kadar glukosa dalam darah ketika

mengonsumsinya atau mengombinasikannya dalam pembuatan menu

sehari-hari (Susanto,2013).

Bahan makanan pada diet DM terdiri dari golongan I sampai golongan

VIII, bahan makanan pada tiap golongan bernilai gizihampir sama, karena

itu satu sama lain dapat saling menukar atau dapat disebut dengan 1 satuan

penukar.

1. Golongan I merupakan sumber karbohidrat dengan 1 satuan penukar

mengandung 175 kkalori, 4 g protein dan 40 g karbohidrat.

2. Golongan II merupakan sumber protein, sumber protein hewani rendah

lemak dengan 1 satuan penukar mengandung 50 kkalori, 7 g protein,

2 g lemak, sumber protein lemak sedang dengan 1 satuan penukar

mengandung 75 kkalori, 7 g protein, 5 g lemak, sumber protein tinggi

lemak dengan 1 satuan penukar mengandung 150 kkalori, 7 g protein,

5 g lemak.

3. Golongan III merupakan sumber protein nabati dengan 1 satuan penukar

mengandung 75 kkalori, 5 g protein, 3 g lemak, 7 g karbohidrat.

4. Golongan IV merupakan sayuran yang bebas dimakan dan kandungan

energi yang terdapat didalamnya dapat diabaikan terdiridari:

a. sayuran A ( baligo, gambas, jamur kuping segar, ketimun, labu air,

lobak, selada air, selada,tomat).

b. Sayuran B ( bayam, bit, buncis, brokoli, caisim, daun pakis, daun

13
wuluh, genjer, jagung muda, jantung pisang, kol, kembang kol,

kapri muda, kangkung, kucai, kacang panjang, kecipir, labu siam,

labu waluh, pare, pepaya muda, rebung, sawi, tauge kacang hijau,

terong, wortel) tiap1 satuan penukar ( 1 gls 100 g) mengandung 25

kkalori,1 g protein, 5 g karbohidrat.

c. Sayuran C ( bayam merah, daun katuk, daun melinjo, daun pepaya,

daun singkong, daun tales, kacang kapri, kluwih, melinjo,nangka

muda,tauge kacang kedelai ) tiap 1 satuan penukar (1 gls 100 g)

mengandung 50 kkalori, 3 g protein, 10 g karbohidrat.

5. Golongan V merupakan buah dan gula dengan 1 satuan penukar

mengandung 50 kkalori, 12 g karbohidrat

6. Golongan VI merupakan susu, yang terdiri dari susu tanpa lemak

dengan 1 satuan penukar mengandung 75 kkalori, 7 g protein, 10 g

karbohidrat, susu rendah lemak dengan 1 satuan penukar mengandung

125 kkalori, 7 g protein, 6 g lemak, 10 g karbohidrat, susu tinggi lemak

dengan 1 satuan penukar mengandung 150 kkalori, 7 g protein, 10 g

lemak, 10 g karbohidrat.

7. Golongan VII merupakan minyak dengan 1 satuan penukar

mengandung 50 kkalori, 5 g lemak

8. Golongan VIII merupakan makanan tanpa energi diantaranya agar-agar,

air kaldu, air mineral, cuka, gelatin, gula alternatif, kecap, kopi, teh.

Bahan makanan yang tidak dianjurkan, dibatasi, atau dihindari untuk

diet DM adalah yang mengandung banyak gula sederhana yang

merupakan golongan V (Gula) seperti gula pasir, gula jawa, sirup, jam,

14
jeli, buah-buahan yang diawetkan dengan gula, susu kental manis,

minuman botol ringan dan es krim. Golongan V (buah golongan A)

yang dihindari untuk penderita DM, seperti sawo, mangga, jeruk,

rambutan, durian, anggur. Mengandung banyak lemak atau golongan

VII (Lemak jenuh) seperti cake, makan siap saji, dan goreng-gorengan.

Mengandung banyak natrium seperti ikan asin, telur asin, dan makanan

yang diawetkan.

Berdasarkan zat gizinya jenis-jenis bahan makanan pada diet diabetes

mellitus adalah :

1) Karbohidrat

Ada dua jenis, yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks.

Karbohidrat sederhana adalah karbohidrat yang mempunyai ikatan kimiawi

hanya satu dan mudah diserap ke dalam aliran darah sehingga dapat langsung

menaikkan kadar gula darah. Sumber karbohidrat sederhana antara lain es krim,

jeli, selai, sirup, minuman ringan dan permen (Susanto,2013).

Karbohidrat kompleks adalah karbohidrat yang sulit dicerna oleh usus.

Penyerapan karbohidrat kompleks ini relatif pelan, memberikan rasa kenyang

lebih lama dan tidak cepat menaikkan kadar gula darah dalam tubuh.

Karbohidrat kompleks diubah menjadi glukosa lebih lama daripada karbohidrat

sederhana sehingga tidak mudah menaikkan kadar gula darah dan lebih bisa

menyediakan energi yang bisa dipakai secara bertingkat sepanjang hari (Susanto,

2013).

Karbohidrat yang tidak mudah dipecah menjadi glukosa banyak

terdapat pada kacang-kacangan, serat (sayur dan buah), pati, dan umbi-umbian.

Oleh karena itu, penyerapannya lebih lambat sehingga mencegah peningkatan

15
kadar glukosa darah secara drastis. Sebaliknya, karbohidrat yang mudah

diserap, seperti gula (baik gula pasir, gula merah maupun sirup), produk padi-

padian (roti, pasta) justru akan mempercepat peningkatan glukosa darah

(Susanto, 2013).

2) Konsumsi Protein Hewani dan Nabati

Makanan sumber protein dibagi menjadi dua, yaitu sumber protein nabati

dan sumber protein hewani.Protein nabati adalah protein yang didapatkan dari

sumber-sumber nabati. Sumber protein nabati yang baik dianjurkan untuk

dikonsumsi adalah dari kacang-kacangan, di antaranya adalah kacang kedelai

(termasuk produk olahannya, seperti tempe, tahu, susu kedelai dan lain- lain),

kacang hijau, kacang tanah, kacang merah dan kacang polong (Susanto, 2013).

Selain berperan membangun dan memperbaiki sel-sel yang sudah rusak,

konsumsi protein juga dapat mengurangi atau menunda rasa lapar sehingga

dapat menghindarkan penderita diabetes dari kebiasaan makan yang berlebihan

yang memicu timbulnya kegemukan.Makanan yang berprotein tinggi dan rendah

lemak dapat ditemukan pada ikan, daging ayam bagian paha dan sayap tanpa

kulit, daging merah bagian paha dan kaki, serta putih telur (Susanto, 2013).

3) Konsumsi Lemak

Konsumsi lemak dalam makanan berguna untuk memenuhi kebutuhan

energi, membantu penyerapan vitamin A, D, E dan K serta menambah lezatnya

makanan (Dewi A, 2013).Perbanyak konsumsi makanan yang mengandung

lemak tidak jenuh, baik tunggal maupun rangkap dan hindari konsumsi lemak

jenuh.Asupan lemak berlebih merupakan salah satu penyebab terjadinya

resistensi insulin dan kelebihan berat badan.Oleh karena itu, hindari pula

makanan yang digoreng atau banyak mengggunakan minyak.Lemak tidak

jenuh tunggal (monounsaturated) yaitu lemak yang banyak terdapat pada


16
minyak zaitun, buah avokad dan kacang-kacangan. Lemak ini sangat baik

untuk penderita DM karena dapat meningkatkan HDL dan menghalangi

oksidasi LDL. Lemak tidak jenuh ganda (polyunsaturated) banyak terdapat

pada telur, lemak ikan salem dan tuna (Dewi A,2013).

4) Konsumsi Serat

Konsumsi serat, terutama serat larut air pada sayur-sayuran dan buah-

buahan.Serat ini dapat menghambat lewatnya glukosa melalui dinding saluran

pencernaan menuju pembuluh darah sehingga kadarnya dalam darah tidak

berlebihan. Selain itu,serat dapat membantu memperlambat penyerapan

glukosa dalam darah dan memperlambat pelepasan glukosa dalam darah.

American Diabetes Association merekomendasikan kecukupan serat bagi

penderita DM adalah 20-35 gram per hari, sedangkan di Indonesia asupan serat

yang dianjurannya sekitar 25g/hari.

Serat banyak terdapat dalam sayur dan buah, untuk sayur dibedakan

menjadi dua golongan, yaitu golongan A dan golongan B. Sayur golongan A

bebas dikonsumsi yaitu oyong, lobak, selada, jamur segar, mentimun, tomat,

sawi, tauge, kangkung, terung, kembang kol, kol, lobak dan labu air. Sementara

itu yang termasuk sayur golongan B diantaranya buncis, daun melinjo, daun

pakis, daun singkong, daun papaya, labu siam, katuk, pare, nangka muda,

jagung muda, genjer, kacang kapri, jantung pisang, daun beluntas, bayam,

kacang panjang dan wortel. Untuk buah-buahan seperti mangga, sawo manila,

rambutan, duku, durian, semangka dan nanas termasuk jenis buah-buahan yang

kandungan HA diatas 10 gr/ 100 gr bahan mentah (Almatsier, 2012).

17
b. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan

menjadi empat bagian menurut Niven (2002) antara lain :

a) Pemahaman tentang intruksi

Tak seorang pun dapat mematuhi intruksi jika ia salah paham tentang

intruksi yang diberikan kepadanya. Ley dan Spelmen (1967 dalam Niven 2002)

menemukan bahwa lebih dari 60%yang diwawancarai setelah bertemu dengan

dokter salah mengerti tentang intruksi yang diberikan pada mereka. Kadang -

kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan prefesional kesehatan dalam

memberikan informasi yang lengkap, penggunaan istilah - istilah medis dan

memberikan banyak intruksi yang harus diingat oleh pasien.

b) Kualitas interaksi

Interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang

penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Korsch danNegrete (1972 dalam

Niven 2002) telah mengamati 800 kunjungan orangtua dan anak – anaknya ke

rumah sakit anak di Los Angeles. Selama 14 hari mereka mewawancarai ibu-ibu

tersebut untuk memastikan apakah ibu-ibu tersebut melaksanakan nasihat-

nasihat yang diberikan dokter, mereka menemukan bahwa ada kaitan yang erat

antara kepuasan ibu terhadap konsultasi dengan seberapa jauh mereka

mematuhi, nasihat dokter tidak ada kaitan antara lamanya konsultasi dengan

kepuasan ibu. Jadi konsultasi yang pendek tidak akan menjadi tidak produktif

jika diberikan perhatian untuk meningkatkan kualitas interaksi.

c) Isolasi sosial dan keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan

keyakinan dan nilai kesehatan individu serta juga dapat menentukan tentang

18
program pengobatan yang dapat mereka terima.

d) Keyakinan, sikap dan kepribadian

Becker et al (1979 dalam Niven 2002) telah membuat suatu usulan bahwa

model keyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan adanya

ketidakpatuhan.

D. Kadar Glukosa Darah

a. Pengertian Kadar Glukosa Darah

Kadar glukosa darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat

setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar glukosa darah

yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110

mg/dL darah. Kadar glukosa darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada

2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung glukosa maupun

karbohidrat lainnya (Price, 2006).

Beberapa jaringan didalam tubuh, misalnya otak dan sel darah merah,

bergantung pada glukosa untuk memperoleh energi. Dalam jangka panjang,

sebagian besar jaringan juga memerlukan glukosa untuk fungsi lain misalnya

membentuk gugus ribosa pada nukleotida atau bagian karbohidrat pada

glikoprotein (Marks, Marks, dan Smith, 2000).

Setelah makan makanan yang mengandung karbohidrat kadar glukosa

darah meningkat. Sebagian glukosa dalam makanan disimpan dalam hati

sebagai glikogen. Setelah dua jam atau tiga jam berpuasa,glikogen mulai

diuraikan oleh proses glikogenolisis, dan glukosa yang terbentuk dibebaskan

ke dalam darah. Seiring dengan penurunan simpanan glikogen juga terjadi

penguraian triasilgliserol di jaringan adiposa, yang menghasilkan asam lemak

19
sebagai bahan bakar alternatif dan gliserol untuk sintesis glukosa melalui

glukoneogenesis, kadar gula darah pada diabetes mellitus pada waktu puasa

tidak melebihi 120 mg/dl dan dua jam setelah makan >200 mg/dl

(Tjokroprawiro,2011).

Tabel 1

Kriteria Kadar Glukosa Darah Pengendalian DM

Metode Kriteria Kadar Glukosa DarahPengendalian

Pengukuran Baik Sedang Buruk

GDP (mg/dl) 80 -< 100 100-125 ≥126

GD2JPP (mg/dl) 80- 144 145 – 179 ≥ 180

A1C (%) <6,5 6,5 - 8 >8

Sumber : Diagnosis Diabetes Mellitus, Soegondo, 2007

Patokan – patokan diagnosa DM yang dipakai di Indonesia adalah (Perkeni, 2011):

a. Kriteria diagnosis untuk gangguan kadar glukosadarah.

Pada ketetapan terakhir yang dikeluarkan oleh WHO dalam

petemuan tahun 2005 disepakati bahwa angkanya tidak berubah dari

ketetapan sebelumnya yang dikeluarkan pada tahun 1999, yaitu:

20
Tabel 2

Kriteria Diagnosis untuk Gangguan Kadar Glukosa Darah

Metode Kadar Glukosa Darah

Pengukuran Normal DM IGT IFG

Glukosa Darah < 6,1 ≥ 7,0 < 7.0

Puasa ( Fasting mmol/L mmol/L (≥ mmol/L < 6. 1 mmol/L

Glucose) (<110 126 mg/dL) (<126mg/dL) (< 10 mg/dL)

mg/dL)

Glukosa Darah 2 Nilai yang ≥ 11,1mmol/L ≤11,1mmol/L <7,8mmol/L

Jam Setelah sering dipakai (≥200mg/dL) (≤200mg/dL) (<140g/dL)

Makan tidak spesifik Jika diukur

(2-hglucose) <7,8 mmol/L

(< 140 mg/dL)

Sumber: Diagnosis Diabetes Mellitus, Soegondo, 2007

b. Kadar glukosa darah normal(Normoglycaemia)

Normoglycaemia adalah kondisi dimana kadar glukosa darah yang ada

mempunyi resiko kecil untuk dapat berkembang menjadi diabetes atau

menyebabkan munculnya penyakit jantung dan pembuluhdarah.

c. IGT(Impairing GlucoseTolerance)

IGT oleh WHO didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang mempunyai

resiko tinggi untuk terjangkit diabetes walaupun ada kasus yang menunjukkan

kadar glukosa darah dapat kembali ke keadaan normal. Seseorang yang kadar

glukosa darahnya termasuk dalam kategori IGT juga mempunyai resiko terkena

21
penyakit jantung dan pembuluh darah yang sering mengiringi penderita diabetes.

Kondisi IGT ini menurut para ahli terjadi karena adanya kerusakan dari produksi

hormon insulin dan terjadinya kekebalan jaringan otot terhadap insulin yang

diproduksi.

d. IFG (Impairing FastingGlucose)

Batas bawah untuk IFG tidak berubah untuk pengukuran glukosa darah puasa

yaitu 6.1 mmol/L atau 110 mg/dL. IFG sendiri mempunyai kedudukan hampir

sama dengan IGT. Bukan entitas penyakit akan tetapi sebuah kondisi dimana

tubuh tidak dapat memproduksi insulin secara optimal dan terdapatnya

gangguan mekanisme penekanan pengeluaran glukosa dari hati ke dalam darah.

b. Metode Pengukuran Kadar Glukosa Darah

Macam-macam pemeriksaan glukosa darah

a) Glukosa darah sewaktu

Pemeriksaan glukosa darah yang dilakukan setiap waktu sepanjang hari tanpa

memperhatikan makanan terakhir yang dimakan dan kondisi tubuh orang

tersebut (Depkes RI, 2008).

b) Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan.

Pemeriksaan glukosa darah puasa adalah pemeriksaan glukosa yang dilakukan

setelah pasien berpuasa selama 8-10 jam, sedangkan pemeriksaan glukosa 2

jam setelah makan adalah pemeriksaan yang dilakukan 2 jam dihitung setelah

pasien menyelesaikan makan (DepkesRI, 2008).

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kadar Glukosa Dalam Darah

Berdasarkan ADA (2015), beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

kadar glukosa di dalam darah adalah :

22
a) Konsumsi Karbohidrat

Karbohidrat adalah salah satu bahan makanan utama yang diperlukan oleh

tubuh. Sebagian besar karbohidrat yang kita konsumsi terdapat dalam

bentuk polisakarida yang tidak dapat diserap langsung. Karena itu,

karbohidrat harus dipecah menjadi bentuk yang lebih sederhana untuk dapat

diserap melalui mukosa saluran pencernaan (Sherwood,2012). Karbohidrat

yang masuk ke saluran cerna akan dihidrolisis oleh enzim pencernaan.

Ketika makanan dikunyah di dalam mulut, makanan tersebut bercampur

dengan saliva yang mengandung enzim ptialin.

b) Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik mempengaruhi kadar glukosa dalam darah. Ketika aktivitas

tubuh tinggi, penggunaan glukosa oleh otot akan ikut meningkat. Sintesis

glukosa endogen akan ditingkatkan untuk menjaga agar kadar glukosa

dalam darah tetap seimbang. Pada keadaan normal, kedaan homeostatis ini

dapat dicapai oleh berbagai mekanisme dari sistem hormonal, saraf, dan

regulasi glukosa (Kronenbreg et al.,2008). Ketika tubuh tidak dapat

mengkonpensasi kebutuhan glukosa yang tinggi akibat aktifitas fisik yang

berlebihan, maka kadar glukosa tubuh akan menjadi rendah (hipoglikemia).

Sebaliknya jika kadar glukosa darah melebihi kemampuan tubuh untuk

menyimpannya disertai dengan aktivitas fisik yang kurang, maka kadar

glukosa darah menjadi lebih tinggi dari normal (Hiperglikemia)

(ADA,2015).

c) Penggunaan obat

Berbagai obat dapat mempengaruhi kadar glukosa dalam darah diantaranya

adalah obat antipsikotik dan steroid (ADA,2015). Obat antipsikotik atipikal

23
mempunyai efek samping terhadap proses metabolisme. Penggunaan

klosapin dan olanzapin sering kali dikaitkan dengan penambahan berat

bahan sehingga pemantauan akan asupan karbohidrat sangat diperlukan.

Penggunaan antipsikotik juga dikaitkan dengan kejadian hiperglikmia

walaupun mekanisme jelasnya belum diketahui. Hal ini kemungkinan

disebabkan oleh perubahan berat badan akibat resistensi insulin

(Katzung,2007).

Steroid mempunyai efek yang beragam karena steroid dapat mempengaruhi

berbagai fungsi sel di dalam tubuh. Salah satu di antaranya adalah efek

steroid terhadap metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Steroid

sintetik mempunyai mekanimse kerja yang sama dengan steroid alami tubuh

(Katzung,2007). Glukokortikoid mempunyai peran penting dalam proses

glukoneogenesis. Kortisol dan glukokortikoid lainnya dapat meningkatkan

kecepatan proses glukoneogenesis hingga 6 sampai 10 kali lipat. Selain

berperan dalam proses glukoneogenesis, kortisol juga dapat menyebabkan

penurunan pemakaian glukosa oleh sel. Akibat peningkatan kecepatan

glukoneogenesis dan penurunan pemakaian glukosa ini, maka konsentrasi

glukosa dalam darah akan meningkat (Guyton dan Hall,2008).

d) Keadaan Sakit

Beberapa penyakit dapat mempengaruhi kadar glukosa dalam darah.

Diantaranya dalah penyakit metabolisme diabetes mellitus dan

tiroktoksikosis. Tiroktoksikosis adalah respon jaringan tubuh akibat

pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Hormon tiroid

mempunyai efek pada pertumbuhan sel, perkembangan, dan metabolisme

energi (Price dan Wilson, 2012). Tiroksikositas dapat menikkan kadar

glukosa darah melalui efek hormon tiroid terhadap metabolisme


24
karbohidrat.

e) Stres

Stres, baik stres fisik maupun neurogenik, akan merangsang pelepasan

ACTH (adrenocorticotropic hormone) dari kelenjar hipofisi anterior.

Selanjutnya, ACTH akan merangsang kelenjar ardenal untuk melepaskan

hormon adrenokortikoid, yaitu kortisol. Hormon Kortisol ini kemudian akan

menyebabkan kadar glukosa darah meningkat (Guyton dan Hall,2008).

E. Sisa Makanan

Sisa makanan merupakan suatu dampak dari sistem pelayanan gizi di rumah

sakit.Hal ini merupakan suatu implementasi dari pelayanan gizi dan aspek perilaku

pasien.Banyaknya sisa makanan dalam piring pasien mengakibatkan masukan gizi

kurang selamapasien dirawat. Kebutuhan gizi merupakan salah satu faktor yang

harus diperhatikan atau dipertimbangkan dalam menyusun menu pasien.

Penyelenggaraan makanan yang baikketika pemberian makanan sehat yang terdiri

dari makanan pokok, lauk, sayur-sayuran danbuah dalam jumlah yang cukup, dan

dapat dihabiskan oleh pasien (Moehyi, 1992).

Sisa makanan (food waste) adalah makanan yang dibeli, dipersiapkan,

diantar (delivered) dan dimaksudkan untuk dimakan oleh pasien, tetapi tidak

disajikan karena hilang pada proses penyajian (unserved meal) atau sisa di piring

saat dimakan (plate waste) di akhir pelayanan makanan (food service). Makanan

yang hilang saat proses penyajian adalah makanan yang hilang karena tidak

dapat diperoleh atau diolah atau makanan hilang karena tercecer sehingga tidak

dapat disajikan ke pasien. Sisa makanan di piring adalah makanan yang disajikan

kepada pasien atau klien, tetapi meninggalkan sisa di piring karena tidak habis

dikonsumsi dan dinyatakan dalam persentase makanan yang disajikan (NHS,

25
2005).Sisa makanan yang diteliti adalah sisa makanan pasien di piring (plate

waste) karena berhubungan langsung dengan pasien sehingga dapat mengetahui

dengan cepat penerimaan makanan pasien di rumah sakit.

Sisa makanan pada pasien harus diamati selama durasi siklus menu (siklus

menu 10 hari, 15 hari, dan lain-lain) atau diamati selama 14 hari jika siklus menu

tidak digunakan. Hasil pengamatan harus ditunjukkan dalam persentase total

makanan yang disajikan (NHS,2005).

Volume sisa makanan dapat bervariasi pada masing-masing waktu makan

(makan pagi, makan siang, makan malam dan snack).Hal ini harus diperhitungkan

ketika memonitor sisa makanan. Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa

waktu sarapan pagi merupakan sisa makanan yang paling sedikit dibandingkan

dengan waktu makan lainnya (Williams dan Walton,2011)

Sisa makanan dapat diketahui dengan menghitung selisih berat makanan

yang disajikan dengan berat makanan yang dihabiskan lalu dibagi berat makanan

yang disajikan dan diperlihatkan dalam persentase (NHS, 2005).

Oleh karena itu, sisa makanan dapat dirumuskan dalam persamaan perhitungan

sisa makanan :

Berat Sisa Makanan

% Sisa Makanan = x 100%


Berat Makanan yang Disajikan

Menurut Kepmenkes nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar

Pelayanan Minimal Rumah Sakit, indikator sisa makanan yang tidak termakan

oleh pasien sebesar ≤20%. Sisa makanan yang kurang atau sama dengan 20%

26
menjadi indikator keberhasilan pelayanan gizi di setiap rumah sakit di Indonesia

(Depkes, 2008).

1. Faktor-faktor yang Memengaruhi Sisa Makanan

Faktor-faktor yang memengaruhi sisa makanan dibedakan menjadi tiga,

yaitu faktor internal yang terdiri dari keadaan psikis, fisik dan kebiasaan makan,

faktor eksternal yaitu penampilan makanan dan rasa makanan, serta faktor

lingkungan yang terdiri dari jadwal/waktu penyajian makanan, makanan dari luar

rumah sakit, alat makan dan keramahan petugas atau penyaji makanan (Moehji

(1992a), NHS (2005), Munawar (2011)).

a. Faktor Internal

Pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami perubahan karena

memasuki lingkungan yang asing atau berbeda dengan kebiasaan sehari-hari.

Salah satu perubahan yang terjadi yaitu perubahan makanan. Makanan yang

disajikan di rumah sakitberbeda cara, tempat dan waktu makan dibandingkan

dengan makanan yang disajikan di rumah. Semua perubahan yang terjadi dapat

mempengaruhi mental sehingga menghambat penyembuhan penyakit. Oleh

karena itu, keadaan psikis, fisik dan kebiasaan makan pasien harus diperhatikan

dalam penyelenggaraan makanan pasien di rumah sakit

b. Faktor Eksternal

1) Penampilan Makanan

Menurut penelitian Stanga et al. (2002) pada dua rumah sakit di Swiss,

pasien merasa bahwa penampilan makanan sangat penting. Beberapa faktor

berikut ini menentukan penampilan makanan sewaktu disajikan di meja

makan (Moehyi, 1992a).

27
a) Warna makanan

Penampilan makanan yang menarik akan membuat selera makanan

pasien meningkat. Warna makanan merupakan hal yang paling

memengaruhi dalam penampilan makanan. Warna makanan yang

menarik diperoleh dari teknik memasak tertentu atau dengan

menambahkan zat pewarna baik pewarna alami maupun perwarna

buatan(Moehyi,1992a). Lebih baik menggunakan zat pewarna alami

dibanding zat pewarna buatan untuk mendapatkan warna makanan yang

menarik. Zat warna alami dapat diperoleh dari kunyit untuk

memberikan warna kuning, daun pandan yang memberi warna hijau

dan lainya. Penggunaan zat warna buatan dapat membahayakan

kesehatan manusia bila melewati kadar yang telah ditentukan dan jenis

yang digunakan membahayakan. Menurut Departemen Kesehatan RI

pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 11332/A/SK/73, telah diatur

jenis zat warna yang boleh digunakan pada makanan dan minuman.

b) Konsistensi atau Tekstur Makanan

Selain warna makanan konsistensi makanan adalah salah satu bagian

yang menentukan cita rasa makanan karena memengaruhi sensitivitas

rasa makanan. Contohnya pada makanan padat atau kental akan

memberikan rangsangan yang berbeda terhadap alat indera manusia

(Moehyi, 1992a). Selain memengaruhi sensitivitas rasa makanan,

konsistensi makanan juga memberikan dampak pada penampilan

makanan. Misalnya pada telur setengah matang dan matang harus

berbeda konsistensi atau teksturnya. Begitu pula pada puding yang

berbeda konsistensinya dengan vla yang digunakan sebagai isi kue sus

dan berbagai contoh lainnya. Perbedaan konsistensi makanan tersebut


28
ditentukan oleh cara memasak dan lama waktu pemasakan (Moehyi,

1992a).

c) Bentuk Makanan yang Disajikan

Bentuk-bentuk tertentu dari makanan yang disajikan dapat membuat

makanan menjadi lebih menarik saat disajikan. Berbagai macam

bentuk makanan yang disajikan adalah sebagai berikut (Moehyi,

1992a). Bentuk yang sesuai dengan bentuk asli bahan makanan,

misalnya ikan yang sering disajikan lengkap dalam bentukaslinya.

Bentuk yang menyerupai bentuk asli tetapi bukan bahan makanan

yang utuh, misalnya ayam kodok yang dibuat menyerupai ayam.

Bentuk yang diperoleh dengan cara memotong bahan makanan dengan

tekhnik tertentu atau mengiris bahan makanan dengan cara tertentu.

Bentuk sajian khusus seperti bentuk nasi tumpeng atau bentuk lainnya

yang khas.

d) Porsi makanan

Porsi makanan adalah banyaknya makanan yang disajikan dan

kebutuhan setiap individu berbeda sesuai dengan kebiasaan makannya.

Potongan makanan yang terlalu kecil atau besar akan merugikan

penampilan 21 makanan. Pentingnya porsi makanan bukan saja

berkenaan dengan waktu disajikan tetapi juga berkaitan dengan

perencanaan dan perhitungan pemakaian bahan.

c. Faktor Lingkungan.

1) Jadwal makan atau waktu makan

Waktu makan adalah waktu dimana orang lazim makan setiap sehari.
29
Manusia secara alamiah akan merasa lapar setelah 3-4 jam makan, sehingga

setelah waktu tersebut sudah harus mendapat makanan, baik dalam bentuk

makanan ringan atau berat. Makanan di rumah sakit harus tepat waktu, tepat

diet, dan tepat jumlah. Waktu pembagian makanan yang tepat dengan jam

makan pasien serta jarak waktu makan yang sesuai, turut berpengaruh

terhadap timbulnya sisa makanan. Hal ini berkaitan dengan ketepatan

petugas dalam menyajikan makanan sesuai dengan waktu yang sudah

ditentukan Makanan yang terlambat datang dapat menurunkan selera makan

pasien, sehingga dapat menimbulkan sisa makanan yang banyak (Puspita

dan Rahayu, 2011).

2. Metode Pengukuran Sisa Makanan

Ada berbagai metode penghitungan sisa makanan.Semua metode

digunakan untuk mengurangi sisa makanan dan untuk memberikan pengukuran

asupan gizi pasien atau klien yang akurat.Pada makanan yang tidak dibuka,

kemasan makanan tidak boleh dianggap sebagai sisa makanan. Misalnya karton

yoghurt dan jus buah yang telah dikirim ke ruang rawat, tetapi tidak pernah

disajikan ke pasien namun tetap di bawah kontrol suhu (jika perlu) dan

diperhatikan masa berlakunya. Makanan yang tidak disentuh ini mungkin

ditahan di ruangan untuk dikonsumsi kemudian. Makanan tetap disimpan untuk

diberikan ke pasien di lain waktu, tetapi kemudian tetap dibuang karena tidak

disajikan, tidak dimasukkan pada audit tool sisa makanan. Namun, makanan ini

tetap termasuk sisa makanan (NHS, 2005).

Ada beberapa metode pengukuran sisa makanan sebagai berikut:

a. Metode Penimbangan Sisa Makanan (Food Weighing)

Pada metode penimbangan makanan, petugas atau responden

30
menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi oleh responden

selama satu hari. Lama waktu penimbangan biasanya berlangsung beberapa

hari tergantung tujuan, dana dan tenaga yang tersedia dalam penelitian tersebut

(Supariasa dkk., 2002).

Metode penimbangan makanan sering digunakan di United Kingdom

dan di Eropa karena di negara tersebut sering menimbang makanan pada tahap

persiapan makanan. Metode penimbangan makanan merupakan metode paling

tepat untuk memperkirakan makanan dan atau asupan zat gizi untuk individu.

Metode ini berguna untuk konseling diet dan untuk analisis statistik yang

melibatkan korelasi atau regrasi dengan parameter biologi (Gibson, 1990).

Menimbang langsung sisa makanan yang tertinggal di piring adalah

metode yang paling akurat. Namun, metode ini mempunyai kelemahanyaitu

memerlukan waktu yang banyak, peralatan khusus dan staf yang terlatih,

sehingga metode ini tidak mungkin dilakukan untuk penelitian besar (Susyani,

dkk., 2005). Menurut Supariasa dkk.,(2002), metode penimbangan makanan

dapat memperoleh data yang lebih akurat dan teliti namun memerlukan waktu

lama dan cukup mahal karenabutuh peralatan. Bila penimbangan dilakukan

pada waktu yang lama maka responden dapat merubah kebiasaan makan

mereka. Metode ini juga membutuhkan tenaga pengumpul terlatih dan terampil

serta membutuhkan kerjasama yang baik dengan responden.Metode

penimbangan sisa makanan dapat memberikan patokannamun memiliki

kekurangan sebagai berikut (NHS,2005).

1) Tidak praktis sebagai sisa makanan karena harus ditimbang per kelas atau

ruang rawat pasien;

2) Tidak mengidentifikasi makanan apa yang telah terbuang dan kehilangan

31
peluang untuk mengurangi limbah di masa mendatang;

3) Tidak dapat mengidentifikasi pola dalam jenis makanan yang tidak

dikonsumsi;

4) Tidak praktis mengukur komponen makanan yang berbeda dari makanan

yang harus ditimbang;

5) Salah mengidentifikasi volume sisa makanan pada makanan yang berbeda

dalam berat (misalnya, hidangan ikan ringan);

6) Tidak memperhitungkan menu kering yang dapat disajikan dengan saus atau

kuah;

7) Tetap menghitung sisa makanan yang tidak dapat dihindari seperti tulang dan

kulit;

8) Tidak representatif sebagai level, dapat bervariasi untuk setiap makanan.

Pada metode penimbangan, petugas diharuskan untuk menimbang

makanan yang dikonsumsi oleh subjek selama waktu tertentu. Informasi detail

tentang metode persiapan makanan, deskripsi makanan, dan merek makanan (bila

diketahui) juga dicatat. Responden memasukkan informasi makanan bila

makanan tersebut memiliki informasi yang detail dan atau informasi berat

makanan yang tidak sengaja dihilangkan. Informasi makanan yang dimakan di

luar rumah, responden pada umumnya diminta untuk mendeskripsikan jumlah

makanan yang dimakan. Lalu ahli gizi dapat membeli dan menimbang makanan

yang sama, bila memungkinkan, untuk menilai kemungkinan berat makanan yang

dikonsumsi (Gibson, 1990). Sebagai estimasi rekaman, jumlah, jarak dan seleksi

hari diperlukan untuk mengkarakterisasi asupan aktual atau kebiasaan individu

dengan menggunakan metode penimbangan berat makanan, tergantung pada zat

32
gizi yang diteliti, populasi yang diteliti, tujuan penelitian dan sebagainya. Metode

ini juga harus mempertimbangkan proporsi libur akhir pekan untuk menghitung

akibat liburan bagi asupan zat gizi (Gibson,1990).

b. Recallatau Self Reported Consumption

Metode ini digunakan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi dalam

24 jam tentang makanan yang dikonsumsi oleh seseorang (Carr, 2001).

Pengukuran menggunakan metode ini dengan cara menanyakan kepada

responden tentang banyaknya sisa makanan, kemudian responden menaksir sisa

makanan dengan menggunakan skala visual (Nuryati, 2008).

c. Visual method atau Observational method

Menurut Nida (2011), prinsip dari metode taksiran visual adalah para

penaksir (enumenator) menaksir secara visual banyaknya sisa makanan yang ada

untuk setiap golongan makanan atau jenis hidangan. Hasil estimasi tersebut bisa

dalam bentuk berat makanan yang dinyatakan dalam bentuk gram atau dalam bentuk

skor bila menggunakan skala pengukuran. Walaupun mempunyai kekurangan,

metode visual dapat menghasilkan hasil yang cukup detail dan tidak mengganggu

pelayanan makanan secara signifikan (Cannors, 2004).

Salah satu cara yang dikembangkan untuk menilai konsumsi makanan pasien

adalah metode taksiran visual Comstock. Pada metode ini sisa makanan diukur

dengan cara menaksir secara visual banyaknya sisa makanan untuk setiap jenis

hidangan. Hasil taksiran ini bisa dinyatakan dalam gram atau dalam bentuk skor

bila menggunakan skala pengukuran (Nuryati, 2008). Evaluasi sisa makanan

menggunakan metode ini melihat makanan tersisa di piring dan menilai jumlah

yang tersisa, dan juga digambarkan dengan skala 6 poin. Cara tafsiran visual yaitu

dengan menggunakan skala pengukuran yang dikembangkan oleh Comstock yang

dapat dilakukan dengan kriteria sebagai berikut (Ratnaningrum, 2005).


33
1) Skala 0 : Dikonsumsi seluruhnya oleh pasien (habis dimakan)

2) Skala 1 : Tersisa ¼ porsi

3) Skala 2 : Tersisa ½ porsi

4) Skala 3 : Tersisa ¾ porsi

5) Skala 4 : Hanya dikonsumsi sedikit (1/9 porsi)

6) Skala 5 : Tidak dikonsumsi

Penilaian untuk skor diatas berlaku untuk setiap porsi masing-masing jenis

makanan (makanan pokok, sayuran, lauk).Setelah menetapkan skor, kemudian

skor tersebut dikonversikan ke dalam bentuk persen.

1) Skor 0 (0%) : Semua makanan habis


2) Skor 1 (25%) : 75% makanan dihabiskan

3) Skor 2 (50%) : 50% makanan dihabiskan

4) Skor 3 (75%) : 25% makanan dihabiskan

5) Skor 4 (95%) : 5% makanan dihabiskan

6) Skor 5 (100%) : Tidak dikonsumsi pasien

Menurut Comstock, metode tafsiran visual memiliki kelebihan dan

kekurangan. Kelebihannya yaitu mudah dilakukan, memerlukan waktu yang

singkat, tidak memerlukan alat yang banyak dan rumit, menghemat biaya, dan

dapat mengetahui sisa makanan menurut jenisnya. Sedangkan kekurangannya

yaitu diperlukan penaksir (estimator) yang terlatih, teliti, terampil, dan

memerlukan kemampuan dalam menaksir (over estimate). Metode ini efektif

tetapi bisa menyebabkan ketidaktelitian (NHS, 2005).

Masalah subjektifitas keandalan pengamat visual menjadi penting, namun

metode ini telah diuji validitasnya dengan membandingkan dengan penimbangan

sisa makanan dan memberikan hasil yang cukup baik (Williamsdan Walton,

2010). Skala comstock tersebut pada mulanya digunakan para ahli biotetik

34
untukmengukur sisa makanan. Untuk memperkirakan berat sisa makanan yang

sesungguhnya, hasil pengukuran dengann skala comstock tersebut kemudian

dikonversi kedalam persendan dikalikan dengan berat awal. Hasil dari penelitian

tersebut juga menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara taksiran visual

dengan persentasi sisa makanan (Comstock,1981).

Menurut Tarua (2011), banyaknya sisa makanan yang dilihat harus

benar-benar sisa makanan yang terbuang dan bukan bagian makanan yang tidak

bisa dimanfaatkan seperti duri dan tulang. Petugas yang bertugas menentukan

konsumsi makanan pasien dengan menaksir sisa makanan menggunakan metode

taksiran visual skala Comstock 6 poin hendaknya dilatih terlebih dahulu secara

berkesinambungan dalam menaksir tiap jenis hidangan terutama untuk makanan

yang bentuknya amorphous food agar hasil taksiran visual ini lebih akurat dan

data konsumsi pasien lebih mendekati kebenarannya (Susyani,2005).

F. Hubungan Kepatuhan Diet Diabetes Melitus dengan Sisa Makanan dan

Kadar Glukosa Darah

Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang memerlukan diit

khusus. Diabetes mellitus atau penyakit kencing manis adalah suatu kumpulan

gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar

gula (glukosa) darah secara terus menerus (kronis) akibat kekurangan insulin baik

kuantitatif maupun kualitatif (Tapan, 1998; Morrison et al., 2010).

Program pengaturan Diet DM sudah cukup luas disosialisasikan kepada para

penderita, namun kenyataan dalam praktek masih banyak penderita DM yang

belum dapat melaksanakannya dengan benar sesuai program yang telah diberikan.

Hal ini dapat dilihat dengan masih banyaknya sisa makanan pada diet diabetes

mellitus, sisa makanan merupakan makanan yang tidak habis dimakan dan
35
dibuang sebagai sampah (Utari, 2009). Sisa makanan dapat dilihat dari jumlah

makanan yang masih ada di piring masing-masing pasien.

Makanan yang tersisa di piring adalah suatu data kuantitatif yang bisa

digunakan untuk evaluasi apakah program pendidikan gizi sudah efektif dan diit

yang diterima pasien sudah memadai atau belum (Mifisoni, 2009). Berkaitan

dengan banyaknya makanan pasien yang terbuang dan bisa dilihat oleh petugas

berupa sisa makanan yang masih terdapat dalam alat makan yang di tarik kembai

ke dapur setelah jam makan selesai (Astuti, 2002). Banyaknya sisa makanan yang

melebihi dari 20% maka akan mempengaruhi kadar glukosa darah pasien Diabetes

Mellitus. Prinsip dalam penatalaksanaan diet DM adalah jumlah, jenis, dan jadwal

makan. Seseorang dikatakan patuh terhadap diet yang diberikan apabila telah

melakukan tiga indikator diet yaitu tepat jumlah, jadwal dan jenis (Amtira,

2015).

36
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kepatuhan Diet
DM

Kadar Glukosa Darah


Pasien DM

Sisa Makanan

Gambar 1

Hubungan Kepatuhan Diet DM dengan Sisa Makanan dan

Kadar Glukosa DarahPasien DM

Penjelasan :

Dari kerangka konsep diatas dapat dijelaskan bahwa kepatuhan diet DM

mempengaruhi sisa makanan dan kadar glukosa darah pasien DM. Kepatuhan diet

DM dilihat dari segi jadwal, jumlah dan jadwal. Apabila pasien tidak patuh dalam

menjalankan 3 J maka akan dilihat dari sisa makanan pasien dan kadar glukosa

darah pasien. Jika 3 J tidak terlaksana dengan baik menyebabkan banyaknya sisa

makanan pasien dan juga menyebabkan tidak terkendalinya kadar glukosa darah

pasien DM.

37
B. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah ;

a. Variabel Independen (Bebas) Kepatuhan Diet DM

b. Variabel Dependen (terikat) Sisa Makanan dan Kadar Glukosa Darah

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

a. Ada hubungan antara kepatuhan diet DM dengan sisa makanan pada pasien

Diabetes Mellitus di ruang rawat inap Rumah Sakit Sanjiwani Gianyar.

b. Ada hubungan antara sisa makanan dengan kadar glukosa darah pada pasien

Diabetes Mellitus di ruang rawat inap Rumah Sakit Sanjiwani Gianyar.

c. Ada hubungan antara kepatuhan diet DM dengan kadar glukosa darah pasien

Diabetes Mellitus di ruang rawat inap Rumah Sakit Sanjiwani Gianyar.

38
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode obeservasi, dengan pendekatan Cross

Sectional dimana data yang menyangkut variabel bebas atau risiko dan variabel

terikat atau variabel akibat akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan

(Notoatmodjo, 2010). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Kepatuhan diet

DM yang dilihat dari segi jumlah, jenis dan jadwal dan variabel terikatnnya

adalah sisa makanan serta kadar glukosa darah pasien Diabetes Mellitus.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien DM di ruang rawat

inap di Rumah Sakit Sanjiwani Gianyar.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian populasi dengan kriteria sebagai berikut :

1) Pasien yang menjalani rawat inap selama > 3 hari

2) Laki dan perempuan yang berumur 20- 60 tahun

3) Mendapat diet DM bentuk makanan biasa

4) Pasien dalam kedaan sadar dan dapat berkomunikasi dengan baik.

5) Bersedia sebagai sampel penelitian dengan menandatangani inform concent.

Besar Sampel

Besar sampel yang diperoleh merupakan jumlah pasien yang memenuhi

syarat dan diteliti dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Besar sampel

39
dihitung dengan rumus uji hipotesis proporsi suatu populasi :
(𝑧𝛼√𝑃𝑜𝑄𝑜 + 𝑧𝛽√𝑃𝑎𝑄𝑎)2
𝑛=
(𝑃𝑎 − 𝑃𝑜)2

Keterangan :

Untuk menguji hipotesisi terhadap proporsi suatu populasi diperlukan 3

informasi penting yaitu :

1) Masing-masing proporsi, Po [dari pustaka atau dari peneliti pendahulu]

dan Pa (proporsi alternatif atau taksiran proporsi yang sesungguhnya)

2) Tingkat kemaknaan atau nilai kepercayaan tertentu, Zα [ditetapkan oleh

peneliti]

3) Power atau zβ [ ditetapkan oleh peneliti]

Dari perhitungan diatas besar sampel minimal yang didapatkan adalah 36 orang.

40
C. Definisi Operasional Penelitian

Tabel 3.

Definisi Operasional Penelitian

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Skala

1. Variabel Dependen

1. Sisa Berat makanan di -Timbangan Metode 1. Sedikit Ordinal

Makanan piring atau plato yang -Form sisa timbangan jika sisa

tidak dihabiskan dan makanan makanan

dihitung dengan
≤20%
membandingkan
2. Banyak
jumlah makanan yang
jika sisa
tidak dikonsumsi dan
makanan
jumlah makanan awal
>20%
dikali 100%
(Depkes RI,
(Williams dan Walton,
2008)
2011).

Sisa makanan ditentukan

41
dengan membandingkan

rata-rata sisa makanan

pasien dengan jumlah

total responden. Sisa

makanan dikelompokkan

menjadi makanan pokok,

lauk hewani, lauk nabati,

sayuran dan buah.

2. Kadar Kadar Glukosa darah Catatan Menbanding a. GD2PP nominal

Glukosa GD2PP (Gula Darah medik kan hasil Terkendali

Darah 2 Jam Setelah sampel gula darah 110 -160

Makan) sampel pasien mg/dl

dibandingkan dengan dengan b. Tidak

standar yang standar terkendali

ditetapkan normal >160 mg/dl

PERKENI. Diambil

sehari setelah

pemberian diet DM.

2. Variabel Independen

42
1. Kepatuhan Sifat patuh atau Kuesioner Wawancara Kumulatif Nominal

Diet DM ketaatan sampel dalam dari hasil

menjalankan diet DM wawancara

yang dilihat dari segi Jadwal,

Jadwal, Jumlah, Jenis. Jumlah, Jenis

a. Patuh jika

sesuai 3 J

b. Tidak

patuh jika

tidak sesuai 3

Jadwal Jadwal diet dibagi Kuesioner Mengguna Jumlah skor Ordinal

diet DM menjadi 5 (lima) waktu dengan 5 kan skala kumulatif

makan, yaitu tiga kali jumlah likert . Skor jawaban

makanan utama dan 2 pertanyaan untuk setiap sampel

kali makanan selingan jawaban : tentang

dengan jarak antara Selalu (4) Jadwal diet di

(interval) tiga jam. Sering (3) bagi jumlah

Dilihat dari ketepatan Jarang (2) item

jadwal sampel dalam Tidak pertanyaan.

mengonsumsi diet DM Pernah (1) Skor tertinggi

dan sesuai dengan SOP 4 dan skor

43
RSUD Sanjiwani terendah 1

Gianyar.

Jenis Jenis bahan makanan Kuesioner Mengguna Jumlah skor Ordinal

Makanan yang dikonsumsi sehari dengan 5 kan skala kumulatif

oleh sampel berupa jumlah likert. Skor jawaban

sumber karbohidrat, pertanyaan untuk setiap sampel

protein hewani, protein jawaban : tentang jenis

nabati, lemak dan Selalu (4) makanan di

seratyang dinilai Sering (3) bagi jumlah

berdasarkan syarat diet Jarang (2) item

DM Indeks glikemik Tidak pertanyaan.

rendah, karbohidrat Pernah (1) Skor tertinggi

kompleks, lemak tidak 4 dan skor

jenuh dan serat. terendah 1

Jumlah Jumlah asupan energi Formulir sisa Perhitungan a. Tepat jika Nominal

Makanan yang dikonsumsi makanan dari sisa sesuai dengan

sampel selama 24 jam makanan. energi

dibandingkan dengan Persentase kebutuhan

jumlah kalori yang makanan diet DM

seharusnya diberikan yang b. Tidak tepat

44
dalam diet DM. dihabiskan jika tidak

dikali sesuai dengan

dengan energi

jumlah kebutuhan

kalori diet diet DM.

sesuai

standar

yang

diberikan.

D. Jenis Data Yang Digunakan

a. Jenis Data Yang Digunakan

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ada 2 yaitu :

a) Data Primer meliptui :

1. Data identitas sampel

2. Data sisamakanan

3. Data Kepatuhan diet DM

4. Data jumlah makanan yang dikonsumsi sampel

5. Data jenis makanan

6. Data jadwal makanan yang dikonsumsi sampel

b) Data Sekunder meliputi :

Data yang akan diambil adalah data jumlah pasien diabetes mellitus dan data

kadar glukosa darah sampel yaitu kadar glukosa darah 2 jam setelah makan.
45
E. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan Non Probability

sampling dimana pengambilan sample tidak didasarkan atas kemungkinan

yang dapat diperhitungkan, tetapi semata-mata (Notoatmojdo, 2010).

Dengan teknik pusposive sampling di ruang rawat inap Rumah Sakit

Sanjiwani Gianyar yang mendapatkan diet DM.

F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dibantu 10 orang enumerator

yaitu mahasiswa semester VII Prodi DIV Gizi Poltekkes Denpasar yang telah

mendapatkan penjelasan tentang prosedur penelitian sertamendapat pelatihan

sehingga terampil melakukan wawancara dan menggunakan timbangan.

a. Data Primer

a) Identitas sampel diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan

formulir kuesioner identitas sampel.

b) Data sisa makanan yang dikumpulkan yaitu makan pagi, siang dan

malam. Sisa makanan di timbang menggunakan timbangan kemudian

dihitung.

c) Data kepatuhan diet DM sampel diperoleh melalui wawancara dengan

formulir kuesioner kepatuhan diet DM yang dilihat dari jenis dan

jadwal makanan sampel.

d) Datajumlah makanan dikumpulkan dengan melihat sisa makanan pada

formulir sisa makanan dimana persentase makanan yang dihabiskan

dikali jumlah kalori sesuai standar diet DM.

e) Data jadwal makanan diperoleh dengan wawancara menggunakan

koesioner

46
f) Data jenis makanan diperoleh dengan wawancara menggunakan

kuesioner.

b. Data Sekunder diperoleh dari hasil cacatan rekam medik yang meliputi kadar

glukosa darah 2JPP pasien.

47
DAFTAR PUSTAKA

ADA (American Diabetes Association). 2005. Clinical Pratice Recomendation :


Standar Of Medical Care. 30(1), s4-s41 tersedia dalam
http://www.care.diabetesjournals.org. Diakses tanggal 6 Juni 2017
Almatsier, Sunita 2012. Penuntun Diet edisi baru. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.

Aprilina, N. 2003. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Terima Pasien Terhadap


Makanan yang Disajikan Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Serang. Skripsi FKM UI.

Depkes RI. 2006. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI

Depkes RI. 2008 . Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta: DepkesRI

Dewi, A.K.P. 1999. Penerimaan Pasien Rawat Inap Terhadap Makanan Biasa Dan
Hubungannya Dengan Sisa Makanan di RSU Kardinah Tegal (Studi Di
Bangsal Kebidanan Dan Bedah) tersedia dalam http://www.m.undip.ac.id
diakses tanggal 13 Maret 2017
Endang, 2006. Evaluasi Tatalaksana Terapi Diet Pada Penderita Diabetes Mellitus
Di Ruang Inap Badan RSUD. Dr.M.Ashari Pemalang. Jurnal Gizi
Kliniik Indonesia
Fibriana, D. 2010. Hubungan Pola Makan Dengan Kadar Gula Darah Pada Penderita
Diabetes Mellitus. Semarang: Universitas Dipenegoro

Gibson, Rosalind S..1990. Principles of Nutritional Assessment. New York: Oxford


University Press.

IDF. 2010. Diabetes and Impaired Glucose Tolerance. International Diabetes


Federation. tersedia dalam
http://www.idf.org/sites/default/files/TheGlobalburden.pdf. diakses
tanggal 23 Maret 2017

48
Irawati. 2009. Analisis Sisa Makanan dan Biaya Sisa Makanan Pasien Skizofrenia
Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Madani Palu. Thesis Universitas
Gadjah Mada

KemenKes, RI. 2013. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit

Machdar. 2003. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Daya Terima Makanan


Non- Diet pada pasien Rawat Inap Dewasa di RS Pelabuhan Jakarta.
Skripsi FKM UI.

Mifisoni, S. 2009. Nutritional Habits of the Inhabitants of the Island of Vis. CoU.
Antropol, 33 (4): 1273-1279

Moehyi. 1992a. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta: Bhratara

Munawar, Asep Ahmad. 2011. Hubungan Penampilan Makanan, Rasa Makanan dan
Faktor Lainnya dengan Sisa Makanan (Lunak) Pasien Kelas 3 di RSUP
DR Hasan Sadikin Bandung. Tesis FKM UI.

National Health Service (NHS). 2005. Managing Food Waste in the NHS. Department
of Health. NHS Estates

Nida, Khairun. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Sisa Makanan Pasien
Rawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum. Skripsi Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Husada Borneo Banjarbaru.

Notoatmodjo Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta

Notoasmoro S, Ismail, Metode Penelitian Klinis. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 1996.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), 2011. Konsensus Pengendalian
dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di Indonesia 2011. Jakarta

Price, SA. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

49
Puspita, Devi Karina dan Sri Ratna R. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Perilaku Menyisakan Makanan Pasien Diit Diabetes Mellitus. Jurnal
Kesehatan Masyarakat (2011) 6: 120-6.

Smeltzer SC, Bare BC. 2002 .Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi ke-8. Jakarta: EGC.

Soegondo, S. 2007. Diagnosis dan klasifikasi Diabetes Melitus terkini.


Dalam Penatalaksanaan Diabetes Mellitus terpadu. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI

Susanto,T. 2013. Diabetes, Deteksi, Pencegahan, Pengobatan. Buku Pintar ISBN.


Jakarta.

Susyani. Endy Paryanto dan Toto Sudargo. 2005. Akurasi Petugas Dalam Penentuan
Sisa Makanan Pasien Rawat Inap Menggunakan Metode Taksiran Visual
Skala Comstock 6 Poin. Jurnal Gizi Klinik Indonesia.2:1

Tapan, E. 1998. Penyakit Degeneratif. Jakarta: Gramedia


Tjokroprawiro, A. 2012. Garis Besar Pola Makan dan Pola Hidup Sebagai Pendukung
Terapi Diabetes Melitus. Surabaya: Fakultas Kedokteran Unair

Utari, R. 2009. Evaluasi Pelayanan Makanan Pasien Rawat Inap Di Puskesmas


GondangrejoKaranganyar. Karya tulis ilmiah FIK UMS
Williams, Peter G. dan Karen Walton. 2011. Plate Waste in Hospitals and Strategies
for Change. European e-journal of Clinical nutrition and metabolism. 6(6),
e235-41

WHO. 2010. Diabetes Fact Sheet [internet]: World Health Organization Tersedia dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets-/fs312-/en/index.html diakses
tanggal 14 Maret 2017.

50

Anda mungkin juga menyukai