Anda di halaman 1dari 49

PROPOSAL

GAMBARAN DETEKSI DINI SIRKULASI PERIFER DENGAN


PALPASI NADI DORSALIS PEDIS PADA PENDERITA
DIABETES MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS JEMAJA TIMUR

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)


Pada Program Stugi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Hang Tuah Tanjungpinang

Disusun Oleh:
TASLIKAH
162212038

HALAMAN JUDUL

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
2023

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat

dan rahmat-Nya Peneliti dapat Menyelesaikan proposal yang berjudul “gambaran

deteksi dini sirkulasi perifer dengan palpasi nadi dorsalis pedis pada penderita

diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja puskesmas jemaja timur” ini tepat pada

waktunya. Proposal ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai

gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang. Dalam penyelesaian studi dan

penulisan proposal ini, penulis banyak memperoleh bantuan baik pengajaran,

bimbingan dan arahan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak

langsung. Untuk itu penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang

tak terhingga kepada:

1. Ibu Wiwiek Liestyaningrum, S.Kep, M. Kep selaku Ketua STIKes Hang

Tuah Tanjungpinang

2. Ibu Zakiah Rahman, S.Kep, Ns, M. Kep selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan

3. Ibu Yusnaini Siagian, S.Kep, Ns, M. Kep selaku pembimbing satu, terima

kasih atas bimbingan, ilmu dan dorongan yang telah diberikan.

4. Ibu Apt. Ikha Rahardiantini S.Si.,M.Farm selaku pembimbing dua, terima

kasih atas bimbingan, ilmu dan dorongan yang telah diberikan

5. Zakiah Rahman, S.Kep. Ns, M. Kep selaku Penguji Sidang Proposal,

terimakasih atas saran, ilmu, masukan dan dorongan yang telah diberikan.

ii
6. Staf dosen dan administrasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah

Tanjungpinang

7. Seluruh teman sejawat Puskesmas dan Puskesmas Pembatu Di Wilayah Kerja

Puskesmas Jemaja Timur yang sudah membantu penulis dalam melaksanakan

proses penelitian.

8. Keluarga tercintaku, suami, dan anak-anak, serta saudara-saudaraku yang

telah mengorbankan segalanya serta selalu mendukung dan mendoakan

kepada penulis dalam melakukan penelitian untuk menuju kesuksesan.

9. Sahabat-sahabatku satu angkatan terima kasih atas do’a dan support serta

bantuannya.

Penulis menyadari bahwa proposal ini kurang dari sempurna, untuk itu

kami sangat mengharapkan segala kritik serta saran yang sifatnya membangun

guna penyusunan dan penulisan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Jemaja, Maret, 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
DAFTAR TABEL....................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar belakang...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................9
C. Tujuan...............................................................................................................9
D. Manfaat.............................................................................................................9
E. Keaslian Penelitian..........................................................................................10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................13
A. Konsep Dasar Teori Diabetes Melitus............................................................13
B. Ankle Brachial Index Pada Diabetes Melitus Tipe II.....................................18
C. Kerangka Teori...............................................................................................25
D. Kerangka Konsep............................................................................................25
E. Hipotesis Penelitian........................................................................................26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...............................................................27
A. Desain Penelitian............................................................................................27
B. Waktu Dan Tempat Penelitian........................................................................27
C. Populasi dan Sampel.......................................................................................28
D. Variabel Penelitian Dan Definisi Oprasional..................................................29
E. Tehnik Pengumpulan Data..............................................................................31
F. Alat Pengumpulan Data..................................................................................31
G. Uji Validitas Dan Reabilitas...........................................................................31
H. Teknik Analisa Data.......................................................................................32
I. Pertimbangan Etik...........................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Keaslian Penelitian................................................................................10

Tabel 3. 1 Definisi Oprasional...............................................................................30

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Perhitungan Nilai ABI.......................................................................24

Gambar 2. 2 Intervensi Nilai ABI..........................................................................24

Gambar 2. 3 Kerangka Teori..................................................................................25

Gambar 2. 4 Kerangka Konsep..............................................................................26

vi
DAFTAR LAMPIRAN

lampiran.1 1informed Consent...............................................................................46

Lampiran.1 2 Lembar Rekapitulasi Nilai Ankle Brachial Index (Abi) Pasien Dm... 47

vii
viii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Diabetes melitus saat ini berkembang menjadi masalah kesehatan utama

di Dunia. Prevalensi penyakit diabetes melitus secara global pada tahun 2019

diperkirakan sebesar 9,3% dan diperkirakan akan meningkat menjadi 10,2%

pada tahun 2030 dan 10,9% pada tahun 2040 (International Diabetes

Federation, 2019). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018

menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus di Indonesia mengalami

kenaikan sebesar 1,6% dari riset yang sama yang dilakukan pada tahun 2013

(Kemenkes RI, 2018). Peningkatan prevalensi diabetes melitus tersebut

terutama disebabkan karena peningkatan jumlah populasi usia lanjut,

perkembangan ekonomi, urbanisasi, kebiasaan makan tidak sehat dan

aktivitas banyak duduk. Saat ini populasi di Asia merupakan populasi utama

yang mengalami epidemi diabetes melitus tipe 2 paling cepat (Shu & Santulli,

2018). Diabetes melitus sebagai permasalahan global terus meningkat

prevalensinya dari tahun ke tahun baik di dunia maupun di Indonesia.

Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) prevalensi diabetes

melitus secara global pada tahun 2019 diperkirakan 9,3% (463 juta orang),

naik menjadi 10,2% (578 juta) pada tahun 2030 dan 10,9% (700 juta) pada

tahun 2045 (International Diabetes Federation, 2019). Pada tahun 2015,

Indonesia menempati peringkat 7 sebagai negara dengan penyandang diabetes

melitus terbanyak di dunia, dan diperkirakan akan naik peringkat 6 pada

tahun 2040 (PERKENI, 2015).

1
2

Laporan Riskesdas tahun 2018 menyebutkan terjadi peningkatan

prevalensi pada penderita diabetes melitus sekitar 2,0% pada tahun 2013

menjadi 3,4% pada tahun 2018, dengan jumlah penderita diabetes melitus di

Kepulauan Riau sebesar 1,68% dari seluruh jumlah penderita diabetes melitus

di Indonesia (Kemenkes RI, 2018). Di Kepulauan Anabas, jumlah penderita

diabetes melitus berdasarkan data laporan Rikesdas Provinsi kepulauan

anabas 624 penderita diabetes mellitus (Dinkes Kepulauan Riau, 2021).

International Diabetes Federation (IDF) 2021 mencatat 537 juta orang

dewasa (umur 20 - 79 tahun) atau 1 dari 10 orang hidup dengan diabetes di

seluruh Dunia. Diabetes juga menyebabkan 6,7 juta kematian atau 1 tiap 5

detik. Tiongkok menjadi Negara dengan jumlah orang dewsa pengidap

diabetes terbesar di Dunia. 140,87 juta penduduk Tiongkok hidup dengan

diabetes pada 2021. Selanjutnya, India tercatat memiliki 74,19 juta pengidap

diabetes, Pakistan 32,96 juta, dan Amerika Serikat 32,22 juta. Indonesia

berada di posisi kelima dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak 19,47

juta. Dengan jumlah penduduk sebesar 179,72 juta, ini berarti prevalensi

diabetes di Indonesia sebesar 10,6%. International Diabetes Federation (IDF)

mencatatat 4 dari 5 orang pengidap diabetes (81%) tinggal di Negara

berpendapatan rendah dan menengah, ini juga yang membuat International

Diabetes Federation (IDF) memperkirakan masih ada 44% orang dewasa

pengidap diabetes yang belum didiagnosis (Kerrison et al., 2017)

Diabetes melitus yaitu adanya kenaikan kadar glukosa darah yang

terjadi akibat resistensi insulin dan gangguan sekresi insuli, kadar glukosa

darah yang meningkat dapat mengganggu sirkulasi darah karena dapat


3

mengakibatkan penumpukan glukosa dalam pembuluh darah, sehingga

pembuluh darah menjadi kaku dan menyempit (Atherosklerosis), akibat yang

ditimbulkan dari kekakuan pembuluh darah tersebut adalah terganggunya

sirkulasi atau aliran darah ke jaringan tubuh. Terganggunya sirkulasi darah

yang mengakibatkan kematian pada jaringan tubuh dan menimbulkan

komplikasi baik mikrovaskular yang dapat mengenai syaraf (Neuropathy),

mata (Retinopathy) dan ginjal (Nefropathy). Sedangkan komplikasi

makrovaskular yang terutama mengenai pembuluh darah jantung, otak

(stroke) dan pembuluh darah tungkai bawah atau peripheral arterial disease

(Soelistijo, 2015).

Peripheral arterial disease (PAD) adalah terbentuknya terosklerosis

akibat penebalan membran basal pembuluh darah besar dan kecil pada aliran

darah arteri perifer di ektermitas bawah. Faktor resiko peripheral arterial

disease (PAD) pada penderita diabetes tipe 2 meningkat seiring dengan

bertambahnya usia, jenis kelamin, lama menderita diabetes melitus, riwayat

hipertensi, aktifitas fisik yang rendah, dan riwayat merokok serta

hiperkolesterolnemia (Adnan, 2021). Secara umum faktor risiko ini

menyebabkan terbentuknya aterosklerosis. Prevalensi peripheral arterial

disease (PAD) meningkat pada usia lebih dari 70 tahun atau lebih tua, usia

50-69 tahun dengan riwayat diabetes melitus atau merokok dan usia kurang

dari 49 tahun dengan diabetes melitus yang disertai dengan salah satu faktor

resiko tambahan seperti merokok, hipertensi atau kadar kolesterol yang tinggi

(Akalu & Birhan, 2020).


4

Kemenkes RI memiliki program pencegahan dan pengendalian penyakit

dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular (PTM),

pendekatan keluarga dan GERMAS diarahkan pada upaya to detect (Deteksi)

yang merupakan upaya deteksi dan diagnosis dini penyakit; to prevent

(Mencegah) yang merupakan upaya untuk mengendalikan faktor risiko

terjadinya penyakit; upaya to response (Merespon) yang dilakukan dengan

menangani kejadian penyakit, penggerakan masyarakat, dan pelaporan

kejadian penyakit; to protect (melindungi) yang merupakan upaya untuk

melindungi masyarakat dari risiko terpapar penyakit tidak menular dan to

promote (meningkatkan) yang merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas

kesehatan masyarakat sehingga tidak mudah terpapar penyakit tidak menular

(Anung Sugihantono, 2019).

Peripheral arterial disease (PAD) umumnya terjadi setelah 5 tahun

terkena diabetes melitus tipe 2. Rendahnya kontrol glikemik dan dislipidemia

akan meningkatkan terjadinya neuropati diabetik. Semakin lama mengalami

diabetes melitus tipe 2 maka semakin tinggi pula kejadian komplikasi yang

dialami. Durasi diabetes melitus tipe 2 dengan tingkat kadar gula darah yang

tinggi akan mempengaruhi perubahan dinding pembuluh darah (Akalu &

Birhan, 2020).

Peripheral arterial disease (PAD) dapat dicegah melalui deteksi dini dan

pengelolaan faktor risiko secara tepat. Pre diabetes merupakan kondisi yang

selalu mendahului namun sering tidak disadari oleh karena tanpa gejala dan

tanda yang bermakna. Deteksi dini dan pengelolaan faktor risiko PAD

merupakan kunci pengendalian komplikasi diabetes melitus . Peripheral


5

arterial disease (PAD) dapat dicegah dengan gaya hidup sehat sedini mungkin

khususnya minum obat secara teratur, pola makan sehat dan seimbang,

beraktivitas fisik secara rutin dan jaga kadar gula darah secara rutin (Bohn et

al., 2015)

Membangun gaya hidup sehat dan seimbang merupakan kunci

pencegahan diabetes melitus yang ditujukan bagi orang sehat atau bagi

kelompok risiko tinggi yaitu pada penyandang prediabetes (Arum

Kartikadewi et al., 2022). Membangun gaya hidup sehat dan seimbang

bukanlah hal yang mudah, dibutuhkan kemauan dan kesadaran pentingnya

memiliki gaya hidup sehat sehingga diperlukan satu pendekatan dan strategi

tertentu untuk membantu individu dan atau komunitas (Gómez-Velasco et al.,

2019). Pengelolaan faktor resiko Peripheral arterial disease (PAD) melalui

intervensi perilaku yang menetap dan mandiri. Perubahan perilaku dalam

membangun pola makan sehat dan seimbang serta melaksanakan olah raga

secara rutin dan teratur merupakan kegiatan sehari-hari yang harus dimiliki

oleh pasien DM. Kesemuanya ini menjadi kemampuan perawatan diri yang

harus dimiliki warga masyarakat secara mandiri.

Banyak faktor resiko yang dapat menyebabkan diabetes melitus

semakin meningkat salah satunya faktor pola makan dan kurangnya aktivitas.

Sebuah penelitian menjelaskan bahwa faktor pola makan yang tidak sehat dan

kurang aktivitas berdampak signifikan terhadap terjadinya diabetes melitus

dan penyebab komplikasi salah satunya peripheral artery disease (Sonta

Imelda, 2019). Peripheral artery disease merupakan komplikasi diabetes

melitus akibat adanya gangguan suplai darah ke ektremitas bawah karena


6

obtruksi yang disebabkan oleh atreosklorosis (Said et al., 2021). Prevalensi

riwayat komplikasi peripheral artery disease (PAD) di Indonesia termasuk

kaki diabetik, dan amputasi sekitar 0,5 % (International Diabetes Federation,

2019). Peripheral artery disease (PAD) umumnya asimptomatik hanya

sebagian yang disertai gejala, sehingga dibutuhkan metode evaluasi pembuluh

darah perifer untuk mendeteksi adanya gangguan sedini mungkin dengan

melakukan pengukuran Ankle Brachial Index (Nasution et al., 2019).

Penderita peripheral artery disease (PAD) sering kali tidak menyadari bahwa

mereka mengalami peripheral artery disease (PAD) karena pasien dengan

peripheral artery disease (PAD) tidak merasakan gejala apapun yang

berkaitan dengan penyakitnya (Adnan, 2021). Sebuah penelitian yang

dilakukan oleh Pramesti, 2019 menyimpulkan bahwa terdapat hubungan

bermakna positif antara tingkat aktivitas fisik dengan nilai ankle brachial

indeks (ABI) pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan kekuatan hubungan

kuat.

Deteksi dini dapat dilakukan dengan menggunakan Doppler Alat ini

sangat disarankan oleh american college of cardiology untuk menetapkan

diagnosis penyakit arteri perifer pada pasien dengan dugaan penyakit seperti

sakit ada kaki saat beraktifitas, tidak ada proses penyembuhan luka, umur

lebih dari 70 tahun atau kurang dari 50 tahun dengan riwayat merokok

diabetes (Miura et al., 2017). Peripheral artery disease (PAD) juga dapat

dideteksi dengan menggunakan pemeriksaan sederhana yaitu dengan palpasi.

Palpasi nadi dorsalis pedis merupakan indikator yang baik dalam menilai

keadekuatan sirkulasi ke kaki (Said et al., 2021).


7

Ankle Brachial Index (ABI) yaitu pemeriksaan non-invasif sederhana

yang dapat digunakan untuk mendeteksi terjadinya aterosklerosis. ABI

dihitung dengan membandingkan rasio tekanan darah sistolik tungkai yang

tertinggi dengan tekanan darah sistolik lengan tertinggi. Ankle Brachial Index

(ABI) dengan skor ≤0.9 dan >1.4 dikategorikan abnormal dan memiliki risiko

tinggi untuk mengalami penyakit arteri perifer. ABI yang rendah (≤0.9) baik

dengan atau tanpa gejala sangat berhubungan dengan kejadian aterosklerosis

sistemik dan peningkatan kematian akibat kardiovaskular, termasuk penyakit

arteri perifer (Miura et al., 2017).

Deteksi peripheral artery disease PAD dapat dinilai dengan

pemeriksaan hasil akle brachial index (Luh Gede Aris Maytadewi Negara et

al., 2019). Ankle brachial indeks (ABI) merupakan penilaian kwantitatif dari

sirkulasi perifer. Test ABI dilakukan dengan menghitung rasio Tekanan

Darah peripheral artery disease (TD) sistolik pembuluh darah arteri

pergelangan kaki dibandingkan dengan pembuluh darah arteri lengan.

Interpretasi nilai ABI menurut ADA yaitu, nilai normal 0,91 – 1.40,

dikatakan peripheral artery disease (PAD) ringan sampai sedang nilai ABI

0,40 – 0,90, dan peripheral artery disease (PAD) berat dengan nilai ABI 0,00

– 0,39 (Shu & Santulli, 2018). Pemeriksaan ABI berguna untuk mengetahui

adanya gangguan peredaran darah kaki maupun lengan pada penderita

diabetes melitus sehingga akan lebih mudah untuk melakukan intervensi

(Pandya et al., 2016).Tujuan intervensi adalah meningkatkan sirkulasi perifer

dan mencegah terjadinya peripheral artery disease (PAD). Tindakan untuk

meningkatkan sirkulasi perifer dapat dilakukan dengan progressive muscle


8

relaxation, diabetic foot spa, acupressure dan aktifitas fisik dengan senam

kaki (Chatchawan et al., 2015).

Dari hasil studi pendahuluan mewawancarai petugas penyakit tidak

menular (PTM) mengatakan belum pernah ada kegiatan deteksi dini Periveral

arterial desease (PAD) pada penderita diabetes melitus. Kepatuhan

manajemen diabetes didasarkan pada 4 pilar yaitu meliputi edukasi atau

pendidikan, terapi nurisi/diet, olahraga/latihan jasmani, terapi farmakologi

(PERKENI, 2019). Tujuan dari manajemen diabetes yaitu menjaga kadar

glukosa darah agar tetap terkontrol, serta mencegah terjadinya komplikasi

(Rismawati, 2018). Peripheral arterial disease (PAD) merupakan salah satu

komplikasi pada penderita diabetes melitus tipe 2 akan terjadinya ulkus

diabetikum dan dapat menyebabkan gangren dan amputasi pada ektermitas

bawah peripheral arterial disease (PAD) dapat dicegah melalui deteksi dini

dan pengelolaan faktor risiko secara tepat. Prediabetes merupakan kondisi

yang selalu mendahului namun sering tidak disadari oleh karena tanpa gejala

dan tanda yang bermakna. Deteksi dini dan pengelolaan faktor risiko

peripheral arterial disease (PAD) merupakan kunci pengendalian komplikasi

diabetes melitus, peripheral arterial disease (PAD) dapat dicegah dengan gaya

hidup sehat sedini mungkin khususnya minum obat secara teratur, pola makan

sehat dan seimbang, beraktivitas fisik secara rutin dan jaga kadar gula darah

secara rutin (Bohn et al., 2015)

Puskesmas Jemaja timur Merupakan puskesmas yang berada di

Kecamatan Jemaja Timur dengan mewilayahi 4 Desa yaitu Desa Ulu Maras,

Desa Bukit Padi, Desa Kuala Maras dan Desa Genting Pulur. Dari data
9

Puskesmas Jemaja Timur terdapat penderita Diebetes Melitus sebanyak 58

penderita yang tersebar di 4 Desa, yaitu Desa Ulu Maras 23 penderita, Desa

Bukit Padi 14 penderita, Desa Kuala Maras 16 penderita dan Desa Genting

Pulur 5 penderita.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang gambaran Deteksi dini sirkulasi perifer dengan palpasi nadi dorsalis

pedis pada penderita diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas

Jemaja Timur.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam penelitian

ini adalah bagaiamana “Gambaran Deteksi dini sirkulasi perifer dengan

palpasi nadi dorsalis pedis pada penderita diabetes melitus tipe 2 di Wilayah

Kerja Puskesmas Jemaja Timur.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalahnya adalah untuk

mengetahui gambaran deteksi dini sirkulasi perifer dengan palpasi nadi

dorsalis pedis pada penderita diabetes melitus tipe 2 di Wilayah Kerja

Puskesmas Jemaja Timur.

2. Tujuan Khusus

1 Mengidentifikasi Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah

Kerja Puskesmas Jemaja Timur.


10

2 Deteksi Dini Peripheral Arterial Disease dengan palpasi nadi dorsalis

pedis pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah Kerja

Puskesmas Jemaja Timur.

D. Manfaat

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah pengalaman secara nyata untuk

melakukan penelitian mengenai deteksi dini peripheral arterial disease

(PAD) pada penderita diabetes melitus

2. Bagi Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai bahan dasar

penelitian yang berkaitan dengan penderita diabetes melitus dan juga

bermanfaat bagi ilmu keperawatan dalam pengembangan kajian masalah

kesehatan, khususnya dalam ruang lingkup penyakit diabetes melitus

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1. 1 Keaslian Penelitian

No. Pengarang Judul Metodologi & Hasil Perbedaan


& Tahun
1. Said, Asbath, Early Penelitian ini Metode
Novianti, Detection of merupakan penelitian ini
Asri Dwi, Peripheral penelitian kuantitatif menggunakan
Fety, Yull Artery dan desain deskriptif kuantitatif dan
(2021). Disease pada pengidap DM desain deskriptif
through tipe 2 di Puskesmas waktu, tempat,
Ankle Poasia Kota dan responden
Brachial Kendari. dengan penelitian
Index hasil penelitian berbeda.
Examinatio menunjukkan
n in bahwa Pada
Prolanist esktremitas kanan
Group at dengan lamanya
Puskesmas menderita DM
11

Poasia. kurang dari tiga


tahun, oklusi normal
terlihat mayoritas
terjadi dengan
frekuensi 6
responden (75%),
demikian juga pada
pemeriksaan di
ekstremitas kiri
dengan nilai normal
pada 5 responden
(62,5%). Nilai ABI
pada responden yang
menderita DM lebih
dari tiga tahun,
terjadi oklusi yang
bervariasi pada
pemeriksaan kedua
ekstremitas.
2. Adelia Nurul Hubungan Penelitian ini Metode
Azizah Kepatuhan menggunkan jenis penelitian ini
(2022). Manajemen penelitian kuantitatif menggunakan
Diabetes dengan metode deskriptif
Dengan deskriptif korelasional
Kejadian korelasional menggunakan
Peripheral menggunakan pendekatan cross
Artery pendekatan cross sectional.metode,
Disease sectional. Dengan waktu, tempat,
(Pad) Di hasil analisa data dan responden
Puskesmas yang telah dilakukan penelitian
Sukoharjo dengan uji chi berbeda.
square diperoleh
nilai p-value 0,001
dan nilai r=0,893
maka Ho ditolak
artinya terdapat
hubungan antara
kepatuhan
manajemen diabetes
dengan kejadian
peripheral artery
disease (PAD) di
Puskesmas
Sukoharjo dengan
nilai korelasi yang
sempurna
3. Sinta Ayu Hubungan Penelitian ini Metode
Purbaningtyas Activity merupakan penelitian yang
12

(2021). Daily penelitian dengan digunakan adalah


Living kuantitatif korelatif kuantitatif
Dengan dengan pendekatan korelatif dengan
Kejadian cross sectional. pendekatan cross
Peripheral Hasil penelitian ini sectional.,
Artery yaitu berdasarkan metode waktu,
Disease skor indeks barthel tempat, dan
Diabetes Di sebagian besar responden
Puskesmas pasien DM penelitian
Sukoharjo berbeda.
mempunyai
ketergantungan
ringan dan diperoleh
nilai p-value 0,034
(<0,05) yang
diartikan bahwa Ho
ditolak sehingga
terdapat hubungan
antara activity daily
living dengan
kejadian peripheral
artery disease
diabetes pada pasien
diabetes melitus
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teori Diabetes Melitus

1. Pengertian

Menurut P2PTM Kemenkes RI, 2020 diabetes mellitus merupakan

suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah yang

melebihi nilai normal gula darah sewaktu (GDS) / tanpa puasa adalah

<200 mg/dl sedangkan gula darah puasa (GDP) < 126 mg/dl. Diabetes

mellitus disebabkan oleh kekurangan hormon insulin yang dihasilkan

oleh pankreas untuk menurunkan kadar gula darah.

Menurut Kemenkes RI, 2020 menjelaskan bahwa diabetes mellitus

(DM) adalah penyakit kronis atau menahun berupa gangguan metabolik

yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah diatas normal.

Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang

membutuhkan perawatan medis berkelanjutan dengan strategi

pengurangan risiko multifaktor di luar kendali glikemik (American

Diabetes Association, 2018).

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau kedua – duanya (Soelistijo et al., 2015). Diabete

melitus tipe 2 terjadi dikarenakan adanya resistensi insulin pada otot,

hati dan disfugsi sel beta pakreas yang menyebabkan defisiensi insulin

(RACGP, 2016).

13
14

2. Etiologi

Menurut American Diabetes Association (2018), diabetes mellitus

terjadi karena organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon

insulin sesuai dengan kebutuhan tubuh. Di bawah ini beberapa

etiologi/sebab sehingga organ pancreas tidak mampu memproduksi

insulin berdasarkan tipe/klasifikasi penyakit diabetes mellitus tersebut:

a. Diabetes mellitus tipe I

Diabetes tipe 1 atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Millitus)

sangat tergantung pada insulin. Disebabkan oleh kerusakan sel beta

pancreas sehingga tubuh tidak dapat memproduksi insulin alami

untuk mengontrol kadar glukosa darah. Faktor penyebabnya antara

lain:

1) Faktor imunologi

Adanya respons otoimun yang merupakan respons

abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal

tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang

dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu

otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin

endogen.

2) Faktor lingkungan

Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan

faktor-faktor eksternal yang dapat memicu dekstruksi sel

beta. Sebagai contoh hasil penyelidikan yang menyatakan

bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses


15

autoimun yang menimbulkan dekstruksi (hilangnya) sel

beta. Virus penyebab diabetes melitus adalah Rubela,

Mumps, dan Human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme

infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan

destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang

melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya

autoimun (aktivasi limfosit T reaktif terhadap antigen sel

pulau kecil) dalam sel beta.

b. Diabetes mellitus tipe II

Diabetes tipe 2 atau NIDDM (Non-Insulin Dependent Diabetes

Millitus) tidak tergantung insulin. Disebabkan oleh gangguan

metabolisme dan penurunan fungsi hormon insulin dalam

mengontrol kadar glukosa darah dan hal ini bisa terjadi karena

faktor genetik dan juga dipicu oleh pola hidup yang tidak sehat.

Selain itu tedapat pula faktor risiko tertentu yang berhubungan

dengan proses terjadinya diabetes tipe 2. Faktor-faktor ini adalah

usia, obesitas dan riwayat keluarga

c. Diabetes Mellitus Gestasional

Diabetes gestational terjadi karena kelainan yang dipicu oleh

kehamilan, diperkirakan karena terjadinya perubahan pada

metabolisme glukosa (hiperglikemia akibat sekresi hormone-

hormon plasenta). Teori yang lain mengatakan bahwa diabetes tipe

2 ini disebut sebagai “unmasked” atau baru ditemukan saat hamil

dan patut dicurigai pada wanita yang memiliki ciri gemuk, riwayat
16

keluarga diabetes, riwayat melahirkan bayi > 4 kg, Riwayat bayi

lahir mati, dan riwayat abortus berulang.

d. Diabetes Tipe Lain

Ada diabetes yang tidak termasuk kelompok diatas, yaitu diabetes

yang terjadi sekunder atau akibat penyakit lain, yang mengganggu

produksi insulin atau mempengaruhi kerja insulin, seperti radang

pankreas (pankreatitis), gangguan kelenjar adrenal atau hipofisis,

penggunaan hormon kortikosteroid, pemakaian beberapa obat

antihipertensi atau antikolesterol, malnutrisi atau infeksi. Demikian

juga pasien stroke, pasien infeksi berat, penderita yang dirawat

dengan berbagai keadaan kritis, akhirnya memicu kenaikan gula

darah dan menjadi penderita diabetes.

3. Manifestasi Klinis

Tanda gejala dari penderita Diabetes Mellitus memiliki keterkaitan

dengan akibat dari metabolik yang di sebabkan oleh malnutrisi insulin

yaitu sebagai berikut menurut (Lestari et al., 2021):

a. Poliuria

Pada penderita Diabetes Mellitus dengan malnutrisi insulin tidak

dapat mempertahankan kadar glukosa puasa normal atau

toleransi terhadap glukosa setelah makan. Jika hiperglikemi

berat dan melebihi ambang ginjal, maka akan timbul glikosuria.

Glikosuria ini mengakibat diuresis osmotik yang meningkatkan

pengeluaran urin yang berlebih.

b. Polidipsi
17

Diuresis osmotik yang di sebabkan oleh glikosuria

mengakibatkan penderita Diabetes Mellitus sering merasa haus

dan ingin rasanya banyak minum.

c. Polifagia

Polifagia di sebabkan oleh glukosa yang hilang bersama

keluarnya urine, maka penderita Diabetes Mellitus mengalami

keseimbangan kalori negatif sehingga berat badan menjadi

berkurang. Seringnya merasa lapar dikarenakan kekurangan

kalori. Penderita Diabetes Mellitus juga akan mudah mengeluh

mudah lelah dan mengantuk.

4. Pemeriksaan penunjang

Menurut Purwanto, 2016 untuk mengetahui apakah seseorang mengalami

diabetes melitus, maka akan dilakukan beberapa pemeriksaan diagnostik

yang meliputi:

a. Gula darah meningkat

Kriteria diagnostik menurut WHO untuk diabetes mellitus:

1) Glukosa plasma sewaktu/random : > 200 mg/dL (11,1 mmol/L).

2) Glukosa plasma puasa/nuchter : > 140 mg/dL (7,8 mmol/L).

3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian setelah

mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial) : > 200

mg/dL.

b. Tes toleransi glukosa

Pada tes toleransi glukosa oral pasien mengkonsumsi makanan tinggi

karbohidrat (150-300gr) selama 3 hari sebelum tes dilakukan, sesudah


18

berpuasa pada malam hari keesokan harinya sampel darah diambil,

kemudian karbohidrat sebanyak 75 gr diberikan pada pasien.

B. Ankle Brachial Index Pada Diabetes Melitus Tipe II

1. Konsep Dasar Diabetes Melitus Tipe II

Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronis yang terjadi saat kenaikan

kadar glukosa dalam darah karena tubuh tidak dapat menghasilkan hormon

insulin yang cukup atau tubuh tidak dapat menggunakan hormon insulin

secara efektif. Insulin adalah hormon penting yang diproduksi di pankreas

kelenjar tubuh, dan transpor glukosa dari aliran darah ke sel tubuh dimana

glukosa diubah menjadi energi. Kurangnya insulin atau ketidakmampuan

sel untuk merespon insulin menyebabkan kadar glukosa darah tinggi, atau

hiperglikemia, yang merupakan ciri khas diabetes melitus (International

Diabetes Federation, 2019).

Menurut International Diabetes Federation (2019), hiperglikemia pada

diabetes tipe II adalah hasil dari produksi insulin yang tidak memadai dan

ketidakmampuan tubuh merespon sepenuhnya untuk insulin, didefinisikan

sebagai resistensi insulin. Selama keadaan resistensi insulin, insulin tidak

efektif dan karena itu pada awalnya mendorong kenaikan produksi insulin

untuk mengurangi kenaikan glukosa tapi seiring waktu keadaan relatif

tidak memadai produksi insulin untuk berkembang.

Faktor yang berperan menjadi penyebab perkembangan diabetes tipe II

adalah etnisitas, riwayat keluarga diabetes, kurangnya aktifitas fisik,

riwayat diabetes gestasional masa lalu dan usia lanjut. Individu dapat

mengalami tanda dan gejala diabetes yang berbeda, serta kadang-kadang


19

mungkin tidak ada tanda-tanda. Tanda umum yang dialami yaitu sering

buang air kecil (poliuria), haus yang berlebihan (polidipsia), kelaparan

meningkat (polipagia), berat badan menurun, kelelahan, kurangnya minat

dan konsentrasi, sebuah sensasi kesemutan atau mati rasa di tangan atau

kaki, penglihatan kabur, sering infeksi, lambat penyembuhan luka, muntah

dan sakit perut (International Diabetes Federation, 2019).

International Diabetes Federation (2090), mengemukakan dengan

berpedoman pada ketetapan World Health Organization (WHO) dan

American Diabetes Association (ADA) (2018), bahwa ada beberapa

kriteria untuk mendiagnosis diabetes melitus yaitu kadar HbA1c ≥ 6,5 %

atau setara dengan 48 mmol/L, kadar glukosa glukosa plasma sewaktu-

waktu ≥ 11,1 mmol/L (200 mg/dL) ditemukan pada individu dengan gejala

khas diabetes, kadar glukosa plasma puasa ≥ 7,0 mmol/L (126 mg/dL)

kadar glukosa plasma ≥ 11,1 mmol/L (200 mg/dL) 2 jam post prandial.

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien diabetes melitus tipe II menurut

adalah penyakit jantung (kardiovaskular) penyakit mata (retinopati

diabetik, penyakit ginjal (nefropati diabetik, penyakit saraf (neuropati

diabetik) dan diabetik foot, peningkatan risiko radang gusi (periodontitis)

atau hyperplasia gingival, dan komplikasi kehamilan diabetes gestational

(International Diabetes Federation, 2019).

2. Ankle Brachial Index (ABI)

Ankle brachial index (ABI) adalah uji skrining non invasif untuk

mendeteksi adanya peripheral arterial disease (Rac-Albu et al., 2014).

Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan noninvasive


20

pembuluh darah yang berfungsi untuk mendeteksi tanda dan gejala klinis

dari iskhemia, penurunan perfusi perifer yang dapat mengakibatkan

angiopati dan neuropati diabetik. Ankle brachial index (ABI) adalah

metode sederhana dengan mengukur tekanan darah pada daerah ankle

(kaki) dan brachial tangan (Arum Kartikadewi et al., 2022).

Ankle brachial index (ABI) yang pada prinsipnya sama dengan tekanan

darah yang merupakan hasil perkalian antara curah jantung dengan tahan

perifer. Sehingga pada pasien diabetes melitus yang mengalami

ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, apabila tahanan darah perifer dan

curah jantungnya meningkat maka akan terjadi peningkatan tekanan darah

juga. Ankle brachial index (ABI) dikatakan normal apabila tekanan darah

kaki sebanding dengan tekanan darah brachial. Ankle brachial index (ABI)

normal merupakan indikator bahwa aliran darah ke perifer termasuk kaki

efektif (Libya, 2018).

3. Tujuan Pengukuran Ankle Brachial Index (ABI)

Pemeriksaan non invasif ini digunakan untuk menskrining pasien yang

mengalami insufisiensi arteri untuk mengetahui status sirkulasi ekstremitas

bawah dan resiko luka vaskuler serta mengidentifikasi tindakan lebih

lanjut. Pemeriksaan ini dianjurkan pada pasien diabetes mellitus tipe II

terutama yang memiliki faktor resiko seperti, merokok, obesitas, dan

tingginya kadar trigliserida dalam darah berdasarkan hasil laboratorium

(Libya, 2018).

Pengukuran ankle brachial index (ABI) dilakukan untuk penilaian yang

holistik dalam beberapa keadaan antara lain:


21

a. Sebagai bagian dan pengkajian menyeluruh pada ulserasi kaki.

b. Kekambuhan dan ulserasi kaki.

c. Sebelum dimulainya atau permulaan dan tetapi kompresi

(penekanan).

d. Warna atau temperatur kaki berubah.

e. Bagian dan pengkajian yang terus menerus (kontinyu).

f. Pengkajian dan penyakit vaskuler perifer.

g. Untuk monitor perkembangan dan penyakit.

Kontraindikasi dalam pengukuran ankle brachial index (ABI) antara lain :

cellulitis, deep vein thrombosis, ulserasi kronis di daerah pergelangan kaki

(Libya, 2018).

4. Faktor yang Mempengaruhi Nilai Ankle Brachial Index (ABI)

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai Ankle brachial index (ABI)

yaitu kadar glukosa darah, terapi insulin, terapi diet aktivitas fisik, dan usia

(Arum Kartikadewi et al., 2022).

a. Kadar Glukosa Darah

Glukosa darah yang tinggi mempercepat proses aterosklerosis pada

pembuluh-pembuluh darah besar seperti aorta, arteri koroner, atau

arteri yang memasok darah ke kaki dan otak yang menyebabkan

sirkulasi darah ke kaki juga terhambat.

b. Terapi insulin

Gula darah dapat dikontrol dengan terapi insulin. Dengan

terkontrolnya glukosa darah pada pasien diabetes melitus sehingga


22

terhindar dari hiperglikemia. Hiperglikemia yang terus-menerus

mengakibatkan sirkulasi darah terutama pada kaki menurun.

c. Terapi diet

Dengan terapi diet yang sesuai dengan prinsip penatalaksanaan

diabetes melitus, maka kadar glukosa akan dapat terkontrol

sehingga tidak akan menimbulkan hiperglikemia pada pasien.

Hiperglikemia dapat merusak fungsi endotel pada pembuluh darah

sehingga memperngaruhi sirkulasi darah. Tingginya kadar glukosa

darah dipengaruhi oleh tingginya asupan energi dari makanan

d. Aktivitas fisik

Latihan jasmani dapat menurunkan kadar glukosa darah dan

mengurangi risiko kardiovaskuler. Dengan peningkatan

pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian

insulin akan menurunkan kadar glukosa. Selain itu sirkulasi darah

dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolah raga.

e. Usia

Kelompok usia menjadi faktor risiko diabetes adalah usia lebih

atau sama dengan 40 tahun. Pravelensi peripheral artery disease

(PAD) meningkat dengan bertambahnya usia sekitar 20% pasien di

atas usia 70 tahun menderita penyakit ini. Setelah 5 sampai 10

tahun menderita penyakit ini, sepertiga pasien akan mengeluh nyeri

intermittent claudication, kurang dari 20% memerlukan tindakan

pembedahan vaskuler dan kurang dari 10% memerlukan amputasi.

5. Indikasi dan Kontraindikasi Pengukuran Ankle Brachial Index (ABI)


23

Indikasi dan Kontraindikasi Pengukuran Ankle Brachial Index (ABI)

Antara lain sebagai berikut (Pandya et al., 2016).

a. Indikasi

1) Dalam pengaturan perawatan primer, Ankle brachial index

(ABI) berguna dalam 2 pengaturan berikut: Pada pasien

bergejala, untuk mendiagnosis periveral arterial desease

(PAD).

2) Pada pasien asimtomatik, untuk menilai risiko vaskular untuk

periveral arterial desease (PAD).

3) Pada semua pasien usia> 65 Pada penderita diabetes dan

perokok usia> 50.

4) Pasien yang menjalani terapi debridemen atau kompresi

b. Kontraindikasi

Pasien yang tidak dapat tetap terlentang selama pemeriksaan bukanlah

kandidat untuk Ankle brachial index (ABI) yang memadai.

Pengukuran Ankle brachial index (ABI) juga dikontraindikasikan

pada pasien yang penggunaan manset oklusif sphygmomanometer

dapat memperburuk cedera ekstremitas (Pandya et al., 2016)

6. Perhitungan nilai Ankle Brachial Index (ABI)

Rumus perhitungan nilai Ankle Brachial Index (ABI) menurut Pandya et

al., 2016 adalah sebagai berikut:


24

Gambar 2. 1 Perhitungan Nilai ABI

Gambar 2. 1
Perhitungan Nilai ABI

Gambar 2.2
Intervensi Nilai ABI
Gambar 2. 2 Intervensi Nilai ABI

a. Ankle brachial index (ABI) antara 0,91 dan 1,0 dianggap ambang

batas untuk risiko kardiovaskular.

b. Ankle brachial index (ABI) normal berkisar antara 1,0 - 1,4.

c. Nilai di bawah 0,9 dianggap diagnostik periveral arterial desease

(PAD).
25

d. Nilai kurang dari 0,5 menunjukkan periveral arterial desease

(PAD)parah.

e. Nilai antara 0,8 hingga 0,9 menunjukkan (PAD) ringan dan antara

0,5 hingga 0,8 menunjukkan periveral arterial desease (PAD)

sedang (Pandya, 2016).

C. Kerangka Teori

 Gangguan metabolism
Diebetes Melitus Tipe II  Penurunan fungsi hormon
insulin dalam mengontrol kadar
glukosa darah
 Faktor genetik dan
 Pola hidup yang tidak sehat.

Faktor yang berperan menjadi


penyebab perkembangan DM tipe II
 Etnisitas
 Riwayat keluarga diabetes
Ankle Brachial Index pada  kurangnya aktifitas fisik
Diabetes Melitus Tipe II
 Riwayat diabetes
 Gestasional masa lalu dan
 Usia lanjut
Gambar 2. 3 Kerangka Teori

Gambar 2.3
Kerangka Teori

D. Kerangka Konsep

Deteksi Dini PAD

Ankle Brachial
Penderita Diabetes Melitus
Index (ABI)
26

Gambar 2.4
Kerangka Konsep
Gambar 2. 4 Kerangka Konsep

Keterangan:

= Yang diteliti
= Yang tidak diteliti

E. Hipotesis Penelitian

Ho: Tidak ada Gambaran Deteksi dini sirkulasi perifer dengan palpasi nadi

dorsalis pedis pada penderita diabetes melitus tipe 2 di Wilayah Kerja

Puskesmas Jemaja Timur

Ha: Ada Gambaran Deteksi dini sirkulasi perifer dengan palpasi nadi dorsalis

pedis pada penderita diabetes melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas

Jemaja Timur.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif yaitu suatu

penelitian yang dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih detail

mengenai suatu gejala atau penomena. Menurut Sugiyono, 2018 menyatakan

bahwa metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk

menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak

digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.

B. Waktu Dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu:

a. Tahap Persiapan

Tahap persiapan proposal penelitian dilakukan mulai dari

Januari 2023 sampai dengan maret 2023. Selama tahap ini penulis

melakukan pengajuan judul, pengurusan surat izin pengambilan data,

studi pendahuluan, studi kepustakaan, penyusunan proposal,

konsultasi dengan pembimbing I dan pembimbing II sampai

proposal penelitian ini mendapat persetujuan dari pembimbing untuk

dilakukan ujian proposal, sidang proposal, dan revisi proposal.

b. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan dimulai Bulan februari s/d mei 2023. Pada

tahap kegiatan pelaksanaan adalah dengan mengurus surat izin

penelitian, dan kontrak waktu untuk mulainya penelitian.

27
28

c. Tahap Penyusunan Laporan

Tahap penyusunan laporan dilakukan pada Bulan Mei-Juni 2023. Pada

tahap ini peneliti membuat hasil penelitian, pengolahan data,

menyusun

laporan hasil penelitian, konsultasi pembimbing I dan pembimbing II

sampai mendapat persetujuan pembimbing untuk dilakukan ujian

skripsi.

2. Tempat penelitian

Wilayah kerja puskesmas Jemaja Timur

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2018). Populasi dalam penelitian ini adalah penderita

diabetes melitus tipe 2 sebanyak 58 orang

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki populasi (Nursalam, 2017).Dalam

penelitian ini, pengambilan sampel yang akan digunakan adalah total

sampling. yaitu: cara pengambilan sampel dengan mengambil anggota

populasi semua menjadi sampel, yaitu sebanyak 58 orang ((Nursalam,

2017).
29

D. Variabel Penelitian Dan Definisi Oprasional

1. Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai cirri, sifat atau ukuran

yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu

konsep pengertian tertentu”. (Notoatmodjo, 2018). Variabel pada

penelitian ini adalah deteksi dini


30

2. Definisi Oprasional

Tabel 3. 1 Definisi Oprasional Table 3.1


Definisi Oprasional
Variabel Definisi Alat Ukur Cara Sakal Hasil
Oprasional Ukur Ukur
Deteksi dini usaha-usaha Ankle observasi Nominal 1. 0,91-
untuk brachial 1.31
mengetahui index (ABI) Normal
ada 2. 0,70-
tidaknya 0,90
kelainan PAD
atau ringan
kerusakan 3. 0,40-
fisik 0,69
PAD
sedang
4. ≤ 0,40
PAD
Berat
31

E. Tehnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu pengumpulan Data primer yang

diperoleh langsung dari responden oleh peneliti. Kuesioner ini disusun

sedemikian rupa sehingga dapat mencakup seluruh aspek untuk mengukur

variabel dalam penelitian ini, yang dapat memberikan informasi secara

keseluruhan mengenai Deteksi dini sirkulasi perifer dengan palpasi nadi

dorsalis pedis pada penderita diabetes melitus tipe 2 dan data sekunder adalah

data yang tidak secara langsung didapat dari responden atau berasal dari

sumber lain. Dalam penelitian ini yaitu data yang ada di Puskesmas Jemaja

Timur yang berkaitan dengan diabetes melitus tipe 2.

F. Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi partisipatif.

obsevasi adalah suatu kegiatan terencanan yang meliputi melihat dan

mencatat jumlah dan taraf aktivitas yang ada hubungannya dengan masalah

yang di teliti. Sedangkan partisipatif adalah peneliti terlibat secara langsung

(Notoatmodjo, 2018).

G. Uji Validitas Dan Reabilitas

1. Uji Validitas

Validitas menurut Azwar, 2018 adalah ketepatan dan kecermatan skala

dalam menjalankan fungsi ukurannya, artinya sejauh manakah skala itu mampu

mengukur atribut yang ia rancang untuk mengukurnya. Validitas menunjukkan

sejauhmana relevansi pertanyaan terhadap apa yang ditanyakan atau apa yang

ingin diukur dalam penelitian. Untuk uji validitas dalam penelitian ini tidak

dilakukan karena dalam pengambilan data dengan cara observasi.


32

2. Uji Reliabilitas
Ini digunakan apabila instrumen digunakan beberapa kali untuk mengukur

objek yang sama akan menghasilkan data yang sama (Arikunto, 2013).

Reliabilitas menunjukan pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen

cukup dapat dipercaya untuk uji reabilitas ini tidak dilakukan karena

dengan observasi

H. Teknik Analisa Data

1. Prosedur Pengolahan Data

Data yang terkumpul selanjutnya akan diolah dengan tahapan sebagai

berikut :

a. Pemeriksaan Data (Editing data)

Dimaksudkan untuk meneliti setiap pertanyaan yang telah terisi yaitu

tentang kelengkapan pengisian serta kesalahan pengisian. Jika

jawaban ada yang kosong, petugas pengumpulan data bertanggung

jawab untuk melengkapi dengan melakukan kunjungan ulang

kerumah responden.

b. Pemberian kode (Coding)

Dimaksudkan untuk mempermudah dalam pengolahandata kegiatan

yang dilakukan adalah memberikan kode dengan angka yang telah

ditetapkan sebelumnya pada kotak-kotak yang telah disiapkan pada

bagian kanan kuesioner.

c. Pemasukan Data (Entry data)

Setelah editing dan koding data selesai dan jawaban dilembar

jawaban sudah rapih dan memadai untuk mendapatkan data yang


33

baik selanjutnya dilakukan entry data dengan menggunakan

komputer.

d. Pembersihan Data (Cleaning data)

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry

apakah ada kesalahan atau tidak. Cara yang bisa dilakukan adalah

dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel yang

diteliti dan melihat kelogisannya, bila ternyata terdapat kesalahan

dalam memasukan data, maka harus dilakukan pembetulan dengan

menggunakan computer.

2. Analisis Data

a. Analisa Univariat

Analisis univariat yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan

distribusi dan presentase dari tiap variabel. Untuk mengetahui

pengetahun digunakan angket, dengan penilaian untuk setiap jawaban

yang benar di beri nilai 1 dan yang salah diberi nilai 0. Tiap responden

akan memperoleh nilai sesuai pedoman penilaian tersebut kemudian

nilai tersebut dipresentasikan dengan menggunakan rumus:

X
P= x 100 %
Ns

Keterangan:

P : presentase jawaban responden

X : Jumlah jawaban

Ns : jumlah skor maksimal


34

Untuk mengetahui presentase Ankle brachial index (ABI) Kalsifikasi

dinding pembuluh darah

1. 0,91-1.31 Normal

2. 0,70-0,90 PAD ringan

3. 0,40-0,69 PAD sedang

4. ≤ 0,40 PAD Berat

I. Pertimbangan Etik

Dalam penelitian ini, peneliti mengajukan permohonan izin kepada institusi

atau lembaga penelitian (Aziz Alimul Hidayat, 2012). Setelah mendapatkan

persetujuan barulah peneliti melakukan penelitian dengan menekankan

masalah etika yang meliputi:

1. Informed Concent

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti

disertai judul penelitian dan manfaat penelitian, bila subjek menolak

maka peneliti tidak memaksa dan menghormati hak subjek.

2. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama

responden tetapi hanya inisialnya saja.

3. Confidentiality

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya kelompok

data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

4. Privacy
35

Identitas responden tidak akan diketahui oleh orang lain dan bahkan

peneliti itu sendiri tanpa takut oleh intimidasi orang lain.


DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. L. (2021). Peran Reseptor IL-21 (IL-21R) sebagai Target Terapi


Pada Penyakit Arteri Perifer. Scripta Score Scientific Medical Journal,
3(1), 68–75. https://doi.org/10.32734/scripta.v3i1.4440
Akalu, Y., & Birhan, A. (2020). Peripheral Arterial Disease and Its Associated
Factors among Type 2 Diabetes Mellitus Patients at Debre Tabor General
Hospital, Northwest Ethiopia. Journal of Diabetes Research.
American Diabetes Association. (2018). Standards Of Medical Care In
Diabetes-2018. The Journal Of Clinical And Applied Research And
Education, 41(1). www.copyright.com
Anung Sugihantono. (2019). Percepatan Pencegahan Dan Pengendalian
Penyakit Menuju Cakupan Kesehatan Semesta. Provinsi Sumatera Barat:
Dirjen Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Ri Rakerkesda .
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi
Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Arum Kartikadewi, Setyoko, Zulfachmi Wahab, & Kharisma Andikaputri.
(2022). Ankle Brachial Index pada Penderita Diabetes dan Non Diabetes,
dan Hubungannya dengan Aktivitas Fisik dan Perilaku Merokok. Jurnal
Kedokteran Dan Kesehatan, 18(1), 1–12.
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK
Aziz Alimul Hidayat. (2012). Riset Keperawatan dan teknik penulisan
ilmiah.Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Azwar, S. (2018). Metode penelitian psikologi Ed ke-2. Yogyakarta: Pustaka
pelajar.
Bohn, B., Herbst, A., Pfeifer, M., Krakow, D., Zimny, S., Kopp, F., Melmer,
A., Steinacker, J. M., & Holl, R. W. (2015). Impact of physical activity on
glycemic control and prevalence of cardiovascular risk factors in adults
with type 1 diabetes: A cross-sectional multicenter study of 18,028
patients. Diabetes Care, 38(8), 1536–1543. https://doi.org/10.2337/dc15-
0030
Chatchawan, U., Eungpinichpong, W., Plandee, P., & Yamauchi, J. (2015).
Effects of thai foot massage on balance performance in diabetic patients
with peripheral neuropathy: a randomized parallel-controlled trial. Medical
Science Monitor Basic Research, 21, 68–75.
https://doi.org/10.12659/MSMBR.894163
Dinkes Kepulauan Riau. (2021). Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Satker 03) .
Dinas Kesehatan: Provinsi Kepulauan Riau .
Gómez-Velasco, D. V., Almeda-Valdes, P., Martagón, A. J., Galán-Ramírez, G.
A., & Aguilar-Salinas, C. A. (2019). Empowerment of patients with type 2
diabetes: Current perspectives. In Diabetes, Metabolic Syndrome and
Obesity: Targets and Therapy (Vol. 12, pp. 1311–1321). Dove Medical
Press Ltd. https://doi.org/10.2147/DMSO.S174910
International Diabetes Federation. (2019). Global Diabetes Data Report 2010-
2045. Journal IDF, 9(1).
Kemenkes RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta :
Balitbang Kemenkes RI.
Kemenkes RI. (2020). Diabetes Melitus Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kerrison, G., Gillis, R. B., Jiwani, S. I., Alzahrani, Q., Kok, S., Harding, S. E.,
Shaw, I., & Adams, G. G. (2017). The Effectiveness of Lifestyle
Adaptation for the Prevention of Prediabetes in Adults: A Systematic
Review. In Journal of Diabetes Research (Vol. 2017). Hindawi Limited.
https://doi.org/10.1155/2017/8493145
Lestari, Zulkarnain, & Aisyah Siji. (2021). Diabetes Melitus: Review Etiologi,
Patofisiologi, Gejala, Penyebab, Cara Pemeriksaan, Cara Pengobatandan
Cara Pencegahan. Prosiding Seminar Nasional Biologi, 6(8), 1–5.
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/psb
Libya, N. P. E. (2018). Pengaruh Senam Kaki Diabetik Terhadap Ankle
Brachial Index(Abi) Pada Pasien Diabetik Melitus Tipe Ii Di Upt Kesmas
Gianyar I. Poltekkes Kemenkes Denpasar.
Luh Gede Aris Maytadewi Negara, N., Putu Prisa Jaya, I., & Dewa Putu
Sutjana, I. (2019). Pengaruh Senam Kaki Diabetik Terhadap Ankle-
Brachial Index Dan Diabetic Peripheral Neuropathy Pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe Ii Di Poliklinik Penyakit Dalam Rsu Negara. Bali Health
Journal, 3(1), 1–5. http://ejournal.iikmpbali.ac.id/index.php/BHJ
Miura, T., Minamisawa, M., Ueki, Y., Abe, N., Nishimura, H., Hashizume, N.,
Mochidome, T., Harada, M., Oguchi, Y., Yoshie, K., Shoin, W., Saigusa,
T., Ebisawa, S., Motoki, H., Koyama, J., Ikeda, U., & Kuwahara, K.
(2017). Impressive predictive value of ankle-brachial index for very long-
term outcomes in patients with cardiovascular disease: IMPACT-ABI
study. PLoS ONE, 12(6). https://doi.org/10.1371/journal.pone.0177609
Nasution, W. W., Heryaman, H., Martha, J. W., & Ridwan, A. A. (2019).
Clinical Manifestation of Peripheral Artery Disease in Type 2 Diabetes
Melitus with Ankle Branchial Index Measurement. In Journal of Medicine
and Health Clinical Manifestation of Peripheral (Vol. 2, Issue 3).
Notoatmodjo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan
Praktis Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.
P2PTM Kemenkes RI. (2020). Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Pandya, J., Patel, K., & Mahajan, N. (2016). Ankle Brachial Index (Abi).
International Journal of Basic and Applied Physiology , 5(1).
PERKENI. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB. Perkumpulan Endrokinologi Indonesia
(PERKENI).
Pramesti, N. M. W. (2019). Hubungan Tingkat Aktivitas Fisik Dengan Nilai
Ankle Brachial Index (Abi) Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Upt.
Kesmas Abiansemal II. Politeknik Kesehatan Denpasar .
Purwanto, H. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan : Keperawatan
Medikal Bedah II. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Rac-Albu, M., Iliuta, L., Suzana, ;, Guberna, M., Sinescu, C., & Goga
Boulevard, O. (2014). Maedica-a Journal of Clinical Medicine The Role of
Ankle-Brachial Index for Predicting Peripheral Arterial Disease. In
Maedica A Journal of Clinical Medicine (Vol. 9, Issue 3).
RACGP. (2016). General practice management of type 2 diabetes. Australia:
Healthy Profession.
Rismawati, E. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Diabetes Melitus Tipe
2 Dengan Masalahketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer Di Ruang
Melati Rsud Bangil. STIKes Insan Cendekia Medika Jombang.
Said, A., Novianti, A. D., & Fety, Y. (2021). Deteksi Dini Peripheral Artery
Disease melalui Pemeriksaan Ankle Brachial Index pada Kelompok
Prolanis di Puskesmas Poasia. Health Information : Jurnal Penelitian,
13(1), 11–19. https://doi.org/10.36990/hijp.v13i1.249
Shu, J., & Santulli, G. (2018). Update on peripheral artery disease:
Epidemiology and evidence-based facts. In Atherosclerosis (Vol. 275, pp.
379–381). Elsevier Ireland Ltd.
https://doi.org/10.1016/j.atherosclerosis.2018.05.033
Soelistijo, S. A. (2015). Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di
indonesia 2015. 5th edn. Jakarta: PB. Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia (PERKENI).
Sonta Imelda. (2019). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya diabetes
Melitus di Puskesmas Harapan Raya Tahun 2018. SCIENTIA JOURNAL,
8(1).
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Jakarta:
CV. Alfabeta.
 
LAMPIRAN 1
Lampiran.1 1INFORMED CONSENT

YAYASAN NALA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANGTUAH
TANJUNGPINANG KEPULAUAN RIAU
Jl. Baru Km. 8 Tanjungpinang Timur Telp/Fax (0771)8038388

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


(INFORMED CONSENT)
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Menyatakan bahwa saya bersedia untuk berpartisipasi sebagai responden untuk
keperluan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa yang bernama :
Nama : Taslikah
NIM : 162212038
Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Hangtuah Tanjung Pinang yang akan melakukan penelitian dengan judul
“Gambaran Deteksi Dini Sirkulasi Perifer Dengan Palpasi Nadi Dorsalis Pedis
Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Jemaja
Timur”Demikian pernyataan ini dibuat agar dapat digunakan sebagaimana
mestinya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jemaja, / / 2023
Responden Penelitian

LAMPIRAN 2
Lampiran.1 2 Lembar Rekapitulasi Nilai Ankle Brachial Index (Abi) Pasien Dm

LEMBAR REKAPITULASI NILAI ANKLE BRACHIAL INDEX (ABI)


PASIEN DM

No. Jenis Umur Tekanan Tekanan Nilai ABI


Responden Kelamin Darah Kaki Darah Tangan
(mmHg) (mmHg)
Cara penghitungan ABI

ABI kanan= Tekanan tertinggi pada kaki kanan

Tekanan tertinggi pada kedua lengan

ABI kiri= Tekanan tertinggi pada kaki kiri

Tekanan tertinggi pada kedua lengan

Anda mungkin juga menyukai