Anda di halaman 1dari 85

LAPORAN PE`NDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL


DI RUANG OBSTETRI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Kebidanan


Stage Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal

Disusun oleh:
1. TARI WULANDARI P1337424820151
2. BARRU TSANIA VIOLITA P1337424820154
3. DEKA MONA SETIAWATI P1337424820192
4. NUR AZIZAH P1337424820155
5. YUKE ASTARI P1337424820002

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG
TAHUN 2020/2021

1
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Seminar Kasus Kegawatdaruratan di Ruang Obstetri


RSUP Dr. Kariadi Semarang, telah disahkan oleh pembimbing pada :

Hari :
Tanggal :

Dalam Rangka Praktik Kebidanan Stase Kegawatdaruratan yang telah diperiksa


dan disetujui oleh Pembimbing Lahan dan pembimbing Institusi Prodi Profesi
Kebidanan Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Semarang Tahun 2020/2021.

Pembimbing Klinik Mahasiswa

Uswatun Khasanah.,S.Tr.Keb.,Bd Yuke Astari


NIP.196701011989032001 NIM. P1337424820002

Mengetahui,
Pembimbing Institusi

Sri Rahayu,S.Kp,Ns, S.Tr.Keb,M.Kes


NIP. 197408181998032001

1
KATA PENGANTAR

Kami mengucapkan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan asuhan kebidanan
pranikah. Penulisan laporan ini merupakan salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan tugas praktek kebidanan stage Kegawatdaruratan.
Dalam penulisan laporan ini kami mengucapkan terima kasih kepada pihak
yang telah membantu penyelesaian laporan ini:
1. Marsum,BE, S.Pd, MPH selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementrian
Kesehatan Semarang
2. Sri Rahayu, S.Kp,Ns, S.Tr.Keb, M.Kes selaku pembimbing institusi Poltekkes
Kemenkes Semarang.
3. Ida Ariyanti, S.SiT, M.Kes selaku Ketua Prodi Sarjana Terapan Kebidanan dan
Profesi Bidan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang
4. Srie Rejeki S.Tr.Keb.,Bd selaku Kepala ruang Obstetri RSUP Dr.Kariadi
Semarang
5. Seluruh Bidan Pembimbing lahan praktik yang tidak bisa disebutkan satu
persatu, yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama praktik stase
kewagatdaruratan diRuang Obstetri RSUP Dr.Kariadi Semarang
6. Seluruh Dosen dan Staf jurusan Kebidanan yang telah membimbing mahasiswa
dan memberikan bantuan selama proses praktik profesi bidan.
7. Teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang ikut andil dalam
terwujudnya laporan ini.
Dalam penulisan laporan ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan laporan ini.

Semarang, Maret 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................3
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
penulis dapat merumuskan masalah yang akan dikaji yaitu bagaimana asuhan
kebidanan yang diberikan kepada pada Pasien Postpartum Hari Dengan Caesarean
Section Atas Indikasi riwayat eklampsia dan insersi IUD di Ruang Obstetri RSUP
Dr.Kariadi Kota Semarang ?................................................................................3
C. Tujuan...........................................................................................................3
D. Manfaat.........................................................................................................3
BAB II...........................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................5
A. Tinjauan Teori...............................................................................................5
B. Etiologi dan Patofisiologi Eklampsia..........................................................12
C. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan Kegawat daruratan PE..................26
BAB III........................................................................................................................47
TINJAUAN KASUS...................................................................................................47
BAB IV........................................................................................................................71
PEMBAHASAN..........................................................................................................71
BAB V.........................................................................................................................81
PENUTUP...................................................................................................................81
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................83

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Preeklampsia merupakan sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya
perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan
aktivasi endotel (Angsar, 2010). Preeklampsia dan eklampsia adalah komplikasi
pada masa kehamilan yang menjadi salah satu penyebab kematian dan
kesakitan ibu dan bayi di seluruh dunia (Luca, 2008). Kejadian hipertensi dalam
kehamilan, khususnya preeklampsia dan eclampsia kini berada pada angka 5-
15%, dan merupakan salah satu penyebab mortalitas ibu hamil tertinggi di
Indonesia selain infeksi dan perdarahan (Kemenkes,2014). Preeklampsia adalah
kelainan malfungsi endotel pembuluh darah atau vascular yang menyebar luas
sehingga dapat terjadi kejang mendadak setelah usia kehamilan 20 minggu,
mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan pengaktifan endotel
yang menimbulkan terjadinya hipertensi, odema , dan dijumpai proteinuria 300
mg per 24 jam atau 30mg/dl (+1 pada dipstick) dengan nilai sangat fluktuatif
saat pengambilan urin sewaktu (Brooks MD, 2011).
Preeklampsia terdiri dari preeklampsia ringan, preeklampsia berat, terkadang
juga disertai HELLP syndrome, dan bahkan bisa sampai ke tahap eklampsia
(Bobak, 2005). Prevalensi preeklampsia dan eklampsia beragam diseluruh
dunia. Secara global preeklampsia berat dan eklampsia merupakan salah
satupenyebab kematian ibu di dunia. Berdasarkan data UNICEF (2015),
menyatakan jumlah kematian ibu dan anak setiap tahun akibat komplikasi
kehamilan dan persalinan menurun dari 532.000 pada tahun 1990 menjadi
303.000 pada tahun 2015. Penyebab utama kematian ibu adalah akibat
komplikasi dari kehamilan atau melahirkan. Komplikasi tersebut salah satunya
adalah hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia & eklampsia) yang telah
menyumbangkan 14% penyebab kematian maternal di dunia (UNICEF, 2015).
Di Indonesia, pada tahun 2013 hipertensi kejadian pada ibu hamil
sebanyak 24,7%, pada tahun 2014 terdapat 26,9% sedangkan pada tahun 2015
sebanyak 27,1%. Dari data tersebut sejak tahun 2013 hingga 2015 terjadi
peningkatan kejadian hipertensi pada kehamilan, ini menandakan resiko
terjadinya preeklampsia meningkat (Lombo, dkk, 2017).
Preeklampsia berat dan eklampisa dapat menimbulkan berbagai
dampak diantaranya bayi dilahirkan sebelum waktunya, dan bayi berat lahir

1
rendah (BBLR). Tekanan darah yang tinggi menyebabkan berkurangnya
kiriman darah menuju ke plasenta. Akibatnya, perkembangan janin/bayi pun
menjadilambat dan memicu terjadinya persalinan dini. Preeklampsia berat
akan berakibat fatal jika tidak segera ditindak, karna akan merusak plasenta
sehingga menyebabkan bayi lahir dalam keadaan prematur bahkan tidak
bernyawa.
Preeklampsia berat serta eklampsia juga akan memberikan dampak
terhadap organ-organ ibu seperti diantaranya otak, retina, paru-paru, jantung,
dan ginjal. Selain itu komplikasi yang sering terjadi pada ibu yaitu berupa
HELLP syndrome (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet count)
yang ditandai dengan eritrosit yang cepat mengalami hemolisis dapat terlihat
dari ptekie, ekimosis dan hematuria, lalu ditandai dengan peningkatan enzim
hati (SGOT, SGPT dan LDH), serta trombositopenia (Cuningham, et al,
2013).
Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa memandang
umur kehamilan dan keadaan janin. terminasi kehamilan harus segera
dilakukan sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu. Terminasi
kehamilan dilakukan bila keadaan hemodinamika dan metabolisme ibu sudah
stabil, yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan diantaranya setelah
pemberian obat anti kejang terakhir, setelah kejang terakhir, setelah
pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir, penderita mulai sadar ( responsif
dan orientasi ). Bila janin hidup dapat dipertimbangkan untuk dilakukan bedah
Cesar. Perawatan postpartum pada pasien post sectio caesaria atas indikasi
eklampsia perlu mendapatkan perhatian khusus. Pasien diberikan MgSO4
yang merupakan obat antikejang efektif yang tidak menyebabkan
depresisusunan saraf pusat pada ibu dan janin. Adapun syarat-syarat
pemberian MgSO4 meliputi: pernafasan dalam keadaan normal, reflek patella
positif, dan pengeluaran urine minimal 30 ml/jam dalam 4 jam (100 ml/ 4
jam). Selain itu perlu diperhatikan pemberian terapi antihipertensi,
pemantauan jumlah urine, dan observasi tanda-tanda vital tiap 1 jam
(Pusdiastuti, 2012). Selain itu perlu diperhatikan kejadian post section
caesarean dapat menimbulkan dampak bagi ibu dan bayinya, antara lain :
nyeri post section caesarean yang dirasakan ibu, ketidakefektifan dalam
pemberian ASI, kecemasan akibat pemisahan antara ibu dan bayi, gangguan

2
mobilitas fisik, gangguan bounding attachment, dan defisit perawatan diri
pada ibu (Reeder, dkk., 2011).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka


penulis dapat merumuskan masalah yang akan dikaji yaitu bagaimana asuhan
kebidanan yang diberikan kepada pada Pasien Postpartum Hari Dengan
Caesarean Section Atas Indikasi riwayat eklampsia dan insersi IUD di Ruang
Obstetri RSUP Dr.Kariadi Kota Semarang ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Melaksanakan asuhan kebidanan pada kegawatdaruratan maternal pada
Pasien Postpartum Dengan Caesarean Section Atas Indikasi riwayat
eklampsia dan insersi IUD di Ruang Obstetri RSUP Dr.Kariadi Kota
Semarang dengan pendekatan manajemen kebidanan.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian data subjektif pada kegawatdaruratan maternal
pada Pasien Postpartum Dengan Caesarean Section Atas Indikasi
riwayat eklampsia dan insersi IUD di Ruang Obstetri RSUP Dr.Kariadi
Kota Semarang
b. Melakukan pengkajian data objektif pada kegawatdaruratan maternal
pada Pasien Postpartum Dengan Caesarean Section Atas Indikasi
riwayat eklampsia dan insersi IUD di Ruang Obstetri RSUP Dr.Kariadi
Kota Semarang
c. Menentukan assesment pada kegawatdaruratan maternal pada Pasien
Postpartum Dengan Caesarean Section Atas Indikasi riwayat
eklampsia dan insersi IUD di Ruang Obstetri RSUP Dr.Kariadi Kota
Semarang
d. Menyusun planning pada kegawatdaruratan maternal pada Pasien
Postpartum Dengan Caesarean Section Atas Indikasi riwayat
eklampsia dan insersi IUD di Ruang Obstetri RSUP Dr.Kariadi Kota
Semarang

3
D. Manfaat

1. Bagi Ibu
Dapat meningkatkan pengetahuan ibu tentang kegawatdaruratan maternal
khusus nya dengan eclampsia

2. Bagi Bidan
Dapat dijadikan sebagai acuan dalam meningkatkan mutu pelayanan
kebidanan dan dapat memberikan pelayanan kebidanan sesuai dengan
yang dibutuhkan.
3. Bagi Institusi Kesehatan
Dapat menjadi salah satu gambaran pelayanan di fasilitas kesehatan agar
dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik dan sesuai standar.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai sumber pustaka bagi mahasiswa dalam
meningkatkan proses pembelajaran.

4
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Definisi Eklampsia
Eklampsia merupakan keadaan dimana ditemukan serangan kejang tiba-
tiba yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau masa
nifas yang menunjukan gejala preeklampsia sebelumnya. Kejang disini
bersifat grand mal dan bukan diakibatkan oleh kelainan neurologis.Istilah
eklampsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti halilintar. Kata-kata
tersebut dipergunakan karena seolah-olah gejala eklampsia timbul dengan
tiba-tiba tanpa didahului tanda-tanda lain.
Eklampsia dibedakan menjadi eklampsia gravidarum (antepartum),
eklampsia partuirentum (intrapartum), dan eklampsia puerperale (postpartum),
berdasarkan saat timbulnya serangan. Eklampsia banyak terjadi pada trimester
terakhir dan semakin meningkat saat mendekati kelahiran.Pada kasus yang
jarang, eklampsia terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Sektar
75% kejang eklampsia terjadi sebelum melahirkan, 50% saat 48 jam pertama
setelah melahirkan, tetapi kejang juga dapat timbul setelah 6 minggu
postpartum. Sesuai dengan batasan dari National Institutes of Health (NIH)
Working Group on Blood Pressure in Pregnancy preeklampsia adalah
timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria pada usia kehamilan lebih
dari 20 minggu atau segera setelah persalinan. Saat ini edema pada wanita
hamil dianggap sebagai hal yang biasa dan tidak spesifik dalam diagnosis
preeklampsia. Hipertensi didefinisan sebagai peningkatan tekanan darah
sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan diastolik ≥ 90 mmHg. Proteinuria adalah
adanya protein dalam urin dalam jumlah ≥300 mg/dl dalam urin tampung 24
jam atau ≥ 30 mg/dl dari urin acak tengah yang tidak menunjukkan tanda-
tanda infeksi saluran kencing.
2. Diagnosis dan Gambaran Klinik Eklampsia
Seluruh kejang eklampsia didahului dengan preeklampsia. Preeklampsia
dibagi menjdai ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila ada satu atau
lebih tanda dibawah ini :
1) Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg
atau lebih

6
2) Proteinuria 5 gr atau lebih dalam24 jam; 3+ atau 4+ pada pemetiksaan
kualitatif
3) Oliguria, diuresis 400 ml atau kurang dalam 24 jam
4) Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium
5) Edema paru atau sianosis.
Pada umumnya serangan kejang didahului dengan memburuknya
preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal,
gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di daerah epigastrium, dan
hiperrefleksia.9 Menurut Sibai terdapat beberapa perubahan klinis yang
memberikan peringatan gejala sebelum timbulnya kejang, adalah sakit kepala
yang berat dan menetap, perubahan mental sementara, pandangan kabur,
fotofobia, iritabilitas, nyeri epigastrik, mual, muntah. Namun, hanya sekitar
50% penderita yang mengalami gejala ini. Prosentase gejala sebelum
timbulnya kejang eklampsia adaah sakit kepala yang berat dan menetap (50-
70 %), gangguan penglihatam (20-30%), nyeri epigastrium tanpa memandang
waktu dari onset kejang, gerakan kejang biasanya dimulai dari daerah mulut
sebagai bentuk kejang di daerah wajah. Beberapa saat kemuadian seluruh
tubuh menjadi kaku karena kontraksi otot yang menyeluruh, fase ini dapat
berlangsung 10 sampai 15 detik.
Pada saat yang bersamaan rahang akan terbuka dan tertutup dengan keras,
demikian juga hal ini akan terjadi pada kelopak mata, otot-otot wajah yang
lain dan akhirnya seluruh otot mengalami kontraksi dan relaksasi secara
bergantian dalam waktu yang cepat. Keadaan ini kadang-kadang begitu
hebatnya sehingga dapat mengakibatkan penderita terlempar dari tempat
tidurnya, bila tidak dijaga. Lidah penderita dapat tergigit oleh karena kejang
otot-otot rahang. Fase ini dapat berlangsung sampai satu menit, kemudian
secara berangsur kontraksi otot menjadi semakin lemah dan jarang dan pada
akhirnya penderita tak bergerak. Setelah kejang diafragma menjadi kaku dan
pernapasan berhenti. Selama beberapa detik penderita seperti meninggal
karena henti napas, namun kemudian penderita bernapas panjang dan dalam,
selanjutnya pernapasan kembali normal. Apabila tidak ditangani dengan baik,
kejang pertama ini akan diikuti dengan kejang-kejang berikutnya yang
bervariasi dari kejang yang ringan sampai kejang yang berkelanjutan yang
disebut status epileptikus.
Setelah kejang berhenti, penderita mengalami koma selama beberapa saat.

7
Lamanya koma setelah kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang yang
terjadi jarang, penderita biasanya segera pulih kesadarannya segera setelah
kejang. Namun, pada kasus-kasus yang berat, keadaan koma belangsung
lama, bahkan penderita dapat mengalami kematian tanpa sempat pulih
kesadarannya. Pada kasus yang jarang, kejang yang terjadi hanya sekali
namun dapat diikuti dengan koma yang lama bahkan kematian.
Frekuensi pernapasan biasanya meningkat setelah kejang eklampsia dan
dapat mencapai 50 kali per menit. Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia
dampai asidosis laktat, tergantung derajat hipoksianya. Pada kasus yang berat
ditemukan sianosis. Demam tinggi merupakan keadaan yang jarang terjadi,
apabla hal tersebut terjadi maka penyebabnya adalah perdarahan pada
susunan saraf pusat. Proteinuria hampir selalu didapatkan, produksi urin
berkurang, bahkan kadang – kadang sampai anuria dan pada umumnya
terdapat hemoglobinuria. Setelah persalinan urin output akan meningkat dan
ini merupakan tanda awal perbaikan kondisi penderita. Proteinuria dan edema
menghilang dalam waktu beberapa hari sampai dua minggu setelah persalinan
apabila keadaan hipertensi menetap setelah persalinan maka hal ini
merupakan akibat penyakit vaskuler kronis.
3. Insiden dan Faktor Risiko
Insiden eklampsia bervariasi antara 0,2% - 0,5% dari seluruh persalinan
dan lebih banyak ditemukan di negara berkembang (0,3%-0,7%)
dibandingkan negara maju (0,05%-0,1%). Insiden yang bervariasi dipengaruhi
antara lain oleh paritas, gravida, obesitas, ras, etnis, geografi, faktor genetik
dan faktor lingkungan yang merupakan faktor risikonya Di RSUP Dr. Kariadi
tahun 1997. disebutkan angka kejadian preeklampsia sebesar 3,7% dan
eklampsia 0,9% dengan angka kematian perinatal 3,1%. Eklampsia termasuk
dari tiga besar penyebab kematian ibu di Indonesia. Menurut laporan KIA
Provinsi tahun2011, jumlah kematian ibu yang dilaporkan sebanyak 5.118
jiwa. Penyebab kematian ibu terbanyak masih didominasi Perdarahan (32%),
disusul hipertensi dalam kehamilan (25%), infeksi (5%), partus lama (5%) dan
abortus (1%). Penyebab lain –lain (32%) cukup besar, termasuk di dalamnya
penyebab penyakit non obstetric.

8
Sumber : facsheet upaya percepatan penurunan AKI Kemenkes.
Gambar 1. Distribusi penyebab kematian ibu melahirkan berdasarkan laporan
KIA Provinsi 2011.
Sedangkan di RSUP Dr. Kariadi Semarang kematian ibu melahirkan
terbanyak disebabkan oleh preeklampsia dan eklampsia. Pada tahun 1996 di
RSUP Dr. Kariadi Semarang di dapatkan data penyebab utama kematian
maternal yaitu preeklampsia dan eklampsia (40%) diikuti infeksi (26,6%) dan
perdarahan (24,4%). Pada tahun 1996 – 1998 kematian maternal oleh
preeklampsia dan eklampsia 48%, perdarahan 24% dan infeksi 14%.13
Sedangkan pada tahun 19992000 preeklampsia dan eklampsia juga penyebab
utama kematian maternal (52,9%) diikuti perdarahan (26,5%) dan infeksi
(14,7%). Praktisi kesehatan diharapkan dapat mengidentifikasi faktor risiko
preeklampsia dan eklampsia dan mengontrolnya, sehingga memungkinkan
dilakukan pencegahan primer. Dari beberapa studi dikumpulkan ada beberapa
fakto risiko preeklampsia, yaitu:
1) Usia
Duckitt melaporkan peningkatan risiko preeklampsia dan eklampsia
hampir dua kali lipat pada wanita hamil berusia 40 tahun atau lebih pada
primipara maupun multipara. Usia muda tidak meningkatkan risiko secara
bermakna (Evidence II, 2004). Robillard dkk melaporkan bahwa risiko
preeklampsia dan eklampsia pada kehamilan kedua meningkat dengan
peningkatan usia ibu. Choudhary P dalam penelitiannya menemukan
bahwa eklampsia lebih banyak (46,8%) terjadi pada ibu dengan usia
kurang dari 19 tahun.

9
2) Nulipara
Hipertensi gestasional lebih sering terjadi pada wanita nulipara. Duckitt
melaporkan nulipara memiliki risiko hampir tiga kali lipat (RR 2,91, 95%
CI 1,28 – 6,61) (Evidence II, 2004).
3) Kehamilan pertama oleh pasangan baru
Kehamilan pertama oleh pasangan yang baru dianggap sebagai faktor
risiko, walaupun bukan nulipara karena risiko meningkat pada wanita
yang memiliki paparan rendar terhadap sperma.
4) Jarak antar kehamilan
Studi melibatkan 760.901 wanita di Norwegia, memperlihatkan bahwa
wanita multipara dengan jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
memiliki risiko preeklampsia dan eklampsia hampir sama dengan
nulipara. Robillard dkk melaporkan bahwa ririko preeklampsia dan
eklampsia semakin meningkat sesuai dengan lamanya interval dengan
kehamilan pertama (1,5 setiap 5 tahun jarak kehamilan pertama dan
kedua; p <0,0001).
5) Riwayat preeklampsia eklampsia sebelumnya
Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya merupakan faktor
risiko utama. Menurut Duckitt risiko meningkat hingga tujuh kali lipat
(RR 7,19 95% CI 5,85-8,83). Kehamilan pada wanita dengan riwayat
preeklampsia dan eklampsia sebelumnya berkaitan dengan tingginya
kejadian preeklampsia berat, preeklampsia onset dinin dan dampak
perinatal yang buruk.
6) Riwayat keluarga preeklampsia eklampsia
Riwayat preeklampsia dan eklampsia pada keluarga juga meningkatkan
risiko hampir tiga kali lipat. Adanya riwayat preeklampsia pada ibu
meningkatkan risiko sebanyak 3,6 kali lipat.
7) Kehamilan multifetus
Studi melibatkan 53.028 wanita hamil menunjukkan, kehamilan kembar
meningkatkan risiko preeklampsia hampir tiga kali lipat Analisa lebih
lanjut menunjukkan kehamilan triplet memiliki risiko hampir tiga kal lipat
dibandingkan kehamilan duplet. Sibai dkk menyimpulkan bahwa
kehamilan ganda memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi untuk menjadi
preeklamsia dibandingkan kehamilan normal. selain itu, wanita dengan
kehamilan multifetus dan kelainan hipertensi saat hamil memiliki luaran

10
neonatal yang lebih buruk daripada kehamilan monofetus.
8) Donor oosit, donor sperma dan donor embrio
9) Kehamilan setelah inseminasi donor sperma, donor oossit atau donor
embrio juga dikatakan sebagai faktor risiko. Satu hipotesis yang populer
penyebab preeklampsia adalah lajadaptasi imun. Mekanisme dibalik efek
protektif dari paparan sperma masih belum diketahui. Data menunjukkan
adanya peningkatan frekuensi preeklampsia setelah inseminasi donor
sperma dan oosit, frekuensi preeklampsia yang tinggi pada kehamilan
remaja, serta makin mengecilkan kemungkinan terjadinya preeklampsia
pada wanita hamil dari pasangan yang sama dalam jangka waktu yang
lebih lama. Walaupun preeklampsia dipertimbangkan sebagai penyakit
pada kehamilan pertama, frekuensi preeklampsia menurun drastis pada
kehamilan berikutnya apabila kehamilan pertama tidak mengalami
preeklampsia. Namun, efek protektif dari multiparitas menurun apabila
berganti pasangan. Robillard dkk melaporkan adanya peningkatan risiko
preeklamspia sebanyak dua kali pada wanita dengan pasangan yang
pernah memiliki isteri dengan riwayat preeklampsia.
10) Diabetes Melitus Terganung Insulin (DM tipe I
Kemungkinan preeklampsia meningkat hampir empat kali lipat bila
diabetes terjadi sebelum hamil.23 Anna dkk juga menyebutkan bahwa
diabetres melitus dan hipertensi keduanya berasosiasi kuat dengan indeks
masa tubuh dan kenaikannya secara relevan sebagai faktor risiko
eklampsia di United State.
11) Penyakit ginjal
Semua studi yang diulas oleh Duckitt risiko preeklampsia meningkat
sebanding dengan keparahan penyakit pada wanita dengan penyakit ginjal.
12) Sindrom antifosfolipid
Dari dua studi kasus kontrol yang diulas oleh Duckitt menunjukkan
adanya antibodi antifosfolipid (antibodi antikardiolipin, antikoagulan
lupus atau keduanya) meningkatkan risiko preeklampsia hampir 10 kali
lipat.
13) Hipertensi kronik
Chappell dkk meneliti 861 wanita dengan hipertensi kronik, didapatkan
insiden preeklampsia superimposed sebesar 22% (n-180) dan hampir
setengahnya adalah preeklampsia onset dini (<34 minggu) dengan

11
keluaran maternal dan perinatal yang lebih buruk.
14) Obesitas sebelum hamil dan Indeks Massa Tubuh (IMT) saat pertama kali
Antenatal Care (ANC). Obesitas merupakan faktor risiko preeklampsia
dan risiko semakin besar dengan semakin besarnya IMT. Obesitas sangat
berhubungan dengan resistensi insulin, yang juga merupakan faktor risiko
preeklampsia. Obesitas meningkatkan rsisiko preeklampsia sebanyak 2,47
kali lipat, sedangkan wanita dengan IMT sebelum hamil >35
dibandingkan dengan IMT 19-27 memiliki risiko preeklampsia empat kali
lipat.
15) Pada studi kohort yang dilakukan oleh Conde-Agudelao dan Belizan pada
878.680 kehamilan, ditemukan fakta bahwa frekuensi preeklampsia pada
kehamilan di populasi wanita yang kurus (IMT< 19,8) adalah 2,6%
dibandingkan 10,1% pada populasi wanita yang gemuk (IMT> 29,0).
16) Kondisi sosioekonomi
Faktor lingkungan memiliki peran terhadap terjadinya hipertensi pada
kehamilan. Pada wanita dengan sosioekonomi baik memiliki risiko yang
lebih rendah untuk mengalami preeklampsia.8 Kondisi sosioekonomi
pasien di RS dapat dilihat melalui sistem pembayarannya.
17) Frekuensi ANC
Pal A dkk menyebutkan bahwa eklampsia banyak terjadi pada ibu yang
kurang mendapatkan pelayanan ANC yaitu sebesar 6,14% dibandingkan
dengan yang mendapatkan ANC sebesar 1,97%.28 Studi case control di
Kendal menunjukkan bahwa penyebab kematian ibu terbesar (51,8%)
adalah perdarahan dan eklampsia. Kedua penyebab itu sebenarnya dapat
dicegah dengan pelayanan antenatal yang memadai atau pelayanan
berkualitas dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan.

E. Etiologi dan Patofisiologi Eklamsia

1. Etiologi dan Patofisiologi Hipertensi dalam Kehamilan

Hingga saat ini etiologi dan patogenesis dari hipertensi dalam kehamilan
masih belum diketahui dengan pasti. Telah banyak hipotesis yang diajukan
untuk mencari etiologi dan patogenesis dari hipertensi dalam kehamilan
namun hingga kini belum memuaskan sehinggan Zweifel menyebut

12
preeklampsia dan eklampsia sebagai “the disease of theory”. Adapun hipotesis
yang diajukan diantaranya adalah:

a. Genetik
Terdapat suatu kecenderungan bahwa faktor keturunan turut
berperanan dalam patogenesis preeklampsia dan eklampsia. Telah
dilaporkan adanya peningkatan angka kejadian preeklampsia dan
eklampsia pada wanita yang dilahirkan oleh ibu yang menderita
preeklampsia preeklampsia dan eklampsia.
Bukti yang mendukung berperannya faktor genetik pada kejadian
preeklampsia dan eklampsia adalah peningkatan Human Leukocyte
Antigene (HLA) pada penderita preeklampsia. Beberapa peneliti
melaporkan hubungan antara histokompatibilitas antigen HLA- DR4 dan
proteinuri hipertensi. Diduga ibu-ibu dengan HLA haplotipe A 23/29, B
44 dan DR 7 memiliki resiko lebih tinggi terhadap perkembangan
preeklampsia eklampsia dan intra uterin growth restricted (IUGR)
daripada ibu-ibu tanpa haplotipe tersebut. Peneliti lain menyatakan
kemungkinan preeklampsia eklampsia berhubungan dengan gen resesif
tunggal. Meningkatnya prevalensi preeklampsia eklampsia pada anak
perempuan yang lahir dari ibu yang menderita preeklampsia eklampsia
mengindikasikan adanya pengaruh genotip fetus terhadap kejadian
preeklampsia. Walaupun faktor genetik nampaknya berperan pada
preeklampsia eklampsia tetapi manifestasinya pada penyakit ini secara
jelas belum dapat diterangkan.
b. Iskemia Plasenta
Pada kehamilan normal, proliferasi trofoblas akan menginvasi desidua
dan miometrium dalam dua tahap. Pertama, sel-sel trofoblas endovaskuler
menginvasi arteri spiralis yaitu dengan mengganti endotel, merusak
jaringan elastis pada tunika media dan jaringan otot polos dinding arteri
serta mengganti dinding arteri dengan material fibrinoid. Proses ini selesai
pada akhir trimester I dan pada masa ini proses tersebut telah sampai pada
deciduomyometrial junction.
Pada usia kehamilan 14-16 minggu terjadi invasi tahap kedua dari sel
trofoblas di mana sel-sel trofoblas tersebut akan menginvasi arteri spiralis
lebih dalam hingga kedalaman miometrium. Selanjutnya terjadi proses
seperti tahap pertama yaitu penggantian endotel, perusakan jaringan

13
muskulo-elastis serta perubahan material fibrionid dinding arteri. Akhir
dari proses ini adalah pembuluh darah yang berdinding tipis, lemas dan
berbentuk seperti kantong yang memungkinkan terjadi dilatasi secara pasif
untuk menyesuaikan dengan kebutuhan aliran darah yang meningkat pada
kehamilan. Pada preeklampsia, proses plasentasi tersebut tidak berjalan
sebagaimana mestinya disebabkan oleh dua hal, yaitu : (1) tidak semua
arteri spiralis mengalami invasi oleh sel-sel trofoblas; (2) pada arteri
spiralis yang mengalami invasi, terjadi tahap pertama invasi sel trofoblas
secara normal tetapi invasi tahap kedua tidak berlangsung sehingga bagian
arteri spiralis yang berada dalam miometrium tetapi mempunyai dinding
muskulo-elastis yang reaktif yang berarti masih terdapat resistensi
vaskuler.

Gambar 2. Perbedaan arteri spiralis pada kehamilan normotensi (atas) dan


hipertensi (bawah).
Sel sitotrofoblas menginvasi dengan baik pada kehamilan normotensi.
Disamping itu juga terjadi arterosis akut (lesi seperti atherosklerosis) pada
arteri spiralis yang dapat menyebabkan lumen arteri bertambah kecil atau
bahkan mengalami obliterasi. Hal ini akan menyebabkan penurunan
aliran darah ke plasenta dan berhubungan dengan luasnya daerah infark
pada plasenta. Pada preeklampsia, adanya daerah pada arteri spiralis yang

14
memiliki resistensi vaskuler disebabkan oleh karena kegagalan invasi
trofoblas ke arteri spiralis pada tahap kedua. Akibatnya, terjadi gangguan
aliran darah di daerah intervilli yang menyebabkan penurunan perfusi
darah ke plasenta. Hal ini dapat menimbulkan iskemi dan hipoksia di
plasenta yang berakibat terganggunya pertumbuhan bayi intra uterin
(IUGR) hingga kematian bayi.

c. Prostasiklin-tromboksan
Prostasiklin merupakan suatu prostaglandin yang dihasilkan di sel
endotel yang berasal dari asam arakidonat di mana dalam pembuatannya
dikatalisis oleh enzim sikooksigenase. Prostasiklin akan meningkatkan
cAMP intraselular pada sel otot polos dan trombosit dan memiliki efek
vasodilator dan anti agregasi trombosit. Tromboksan A2 dihasilkan oleh
trombosit, berasal dari asam arakidonat dengan bantuan enzim
siklooksigenase. Tromboksan memiliki efek vasikonstriktor dan agregasi
trombosit prostasiklin dan tromboksan A2 mempunyai efek yang
berlawanan dalam mekanisme yang mengatur interaksi antara trombosit
dan dinding pembuluh darah.

Gambar 3. Mekanisme pembentukan Tromboksan A2 dan Prostasiklin.


Pada kehamilan normal terjadi kenaikan prostasiklin oleh jaringan ibu,
plasenta dan janin. Sedangkan pada preeklampsia terjadi penurunan
produksi prostasiklin dan kenaikan tromboksan A2 sehingga terjadi
peningkatan rasio tromboksan A2: prostasiklin.
Pada preeklampsia terjadi kerusakan sel endotel akan mengakibatkan

15
menurunnya produksi prostasiklin karena endotel merupakan tempat
pembentuknya prostasiklin dan meningkatnya produksi tromboksan
sebagai kompensasi tubuh terhadap kerusakan endotel tersebut.
Preeklampsia berhubungan dengan adanya vasospasme dan aktivasi sistem
koagulasi hemostasis. Perubahan aktivitas tromboksan memegang peranan
sentral pada proses ini di mana hal ini sangat berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara tromboksan dan prostasiklin Kerusakan endotel
vaskuler pada preeklampsia menyebabkan penurunan produksi
prostasiklin, peningkatan aktivasi agregaasi trombosit dan fibrinolisis
yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan
mengkonsumsi antitrombin III shingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi
trombosit menyababkan pelepasan tromboksan A2 dan serotonin sehingga
akan terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
d. Imunologis
Beberapa penelitian menyatakan kemungkinan maladaptasi
imunologis sebagai patofisiologi dari preeklampsia. Pada penderita
preeklampsia terjadi penurunan proporsi T-helper dibandingkan dengan
penderita yang normotensi yang dimulai sejak awal trimester II. Antibodi
yang melawan sel endotel ditemukan pada 50% wanita dengan
preeklampsia, sedangkan pada kontrol hanya terdapat 15%. Maladaptasi
sistem imun dapat menyebabkan invasi yang dangkal dari arteri spiralis
oleh sel sitotrofoblas endovaskuler dan disfungsi sel endotel yang
dimediasi oleh peningkatan pelepasan sitokin (TNF-α dan IL-1), enzim
proteolitik dan radikal bebas oleh desidua.
Sitokin TNF-α dan IL-1 berperanan dalam stress oksidatif yang
berhubungan dengan preeklampsia. Di dalam mitokondria, TNF-α akan
merubah sebagian aliran elektron untuk melepaskan radikal bebas-
oksigen yang selanjutkan akan membentuk lipid peroksida dimana hal ini
dihambat oleh antioksidan.

16
Gambar 4. Mekanisme patofisiologi preeklampsia eklampsia.

Gambar 5. Sistem imun dalam patofisiologi preeklampsia.


Radikal bebas yang dilepaskan oleh sel desidua akan menyebabkan
kerusakan sel endotel. Radikal bebas-oksigen dapat menyebabkan
pembentukan lipid perioksida yang akan membuat radikal bebas lebih
toksik dalam merusak sel endotel. Hal ini akan menyebabkan gangguan
produksi nitrit oksida oleh endotel vaskuler yang akan mempengaruhi
keseimbangan prostasiklin dan tromboksan di mana terjadi peningkatan
produksi tromboksan A2 plasenta dan inhibisi produksi prostasiklin dari
endotel vaskuler. Akibat dari stress oksidatif akan meningkatkan produksi
sel makrofag lipid laden, aktivasi dari faktor koagulasi mikrovaskuler
(trombositopenia) serta peningkatan permeabilitas mikrovaskuler (oedem

17
dan proteinuria). Antioksidan merupakan kelompok besar zat yang
ditunjukan untuk mencegah terjadinya overproduksi dan kerusakan yang
disebabkan oleh radikal bebas. Telah dikenal beberapa antioksidan yang
poten terhadap efek buruk dari radikal bebas diantaranya vitamin E (α-
tokoferol), vitamin C dan β-caroten.21 Zat antioksidan ini dapat digunakan
untuk melawan perusakan sel akibat pengaruh radikal bebas pada
preeclampsia.

Gambar 6. Patofisiologi terjadinya gangguan hipertensi dalam kehamilan


2. Etiologi dan Patofisiologi Kejang Eklamptik
Patofisiologi kejang eklamptik belum diketahui secara pasti. Kejang
eklamptik dapat disebabkan oleh hipoksia karena vasokonstriksi lokal otak,
dan fokus perdarahan di korteks otak.18 Kejang juga sebagai manifestasi
tekanan pada pusat motorik di daerah lobus frontalis. Beberapa mekanisme
yang diduga sebagai etiologi kejang adalah sebagai berikut :
a. Edema serebral
b. Perdarahan serebral
c. Infark serebral
d. Vasospasme serebral
e. Pertukaran ion antara intra dan ekstra seluler
f. Koagulopati intravaskuler serebral

18
g. Ensefalopati hipertensi
3. Etiologi dan Patofisiologi Koma
Koma yang dijumpai pada kasus eklampsia dapat disebabkan oleh
kerusakan dua organ vital :
a. Kerusakan hepar yang berat : gangguan metabolisme-asidosis, tidak
mampu mendetoksikasi toksis material.
b. Kerusakan serebral : edema serebri, perdarahan dan nekrosis disekitar
perdarahan, hernia batang otak.
4. Luaran Maternal
a. Komplikasi Maternal
1) Paru
Edema paru adalah tanda prognostik yang buruk yang menyertai
eklampsia. Faktor penyebab atau sumber terjadinya edema adalah:
a) Pneumonitis aspirasi setelah inhalasi isi lambung jika terjadi
muntah pada saat kejang
b) Kegagalan fungsi jantung yang mungkin sebagai akibat hipertensi
akibat berat dan pemberian cairan intravena yang berlebihan.
2) Otak
Pada preeklampsia, kematian yang tiba-tiba terjadi bersamaan
dengan kejang atau segera setelahnya sebagai akibat perdarahan otak
yang hebat. Hemipelgia terjadi pada perdarahan otak yang sublethal.
Perdarahan otak cenderung terjadi pada wanita usia tua dengan
hipertensi kronik. Yang jarang adalah sebagai akibat pecahnya
aneurisma arteri atau kelainan vasa otak (acute vascular accident,
stroke). Koma atau penurunan kesadaran yang terjadi setelah kejang,
atau menyertai preeklampsia yang tanpa kejang adalah sebagai akibat
edema otak yang luas. Herniasi batang otak juga dapat menyebabkan
kematian. Bila tidak ada perdarahan otak yang menyebabkan koma
dan dengan pemberian terapi suportif yang tepat sampai penderita
kembali sadar umumnya prognosis pada penderita adalah baik.
3) Mata
Kebuataan dapat terjadi setelah kejang atau dapat terjadi spontan
bersama dengan preeklampsia. Ada dua penyebab kebutaan, yaitu:
a. Ablasio retina, yaitu lepasnya retina yang ringan sampai berat.
b. Iskemia atau infark pada lobus oksipitalis. Prognosis untuk

19
kembalinya penglihatan yang normal biasanya baik, apakah itu
yang disebabkan oleh kelainan retina maupun otak, dan akan
kebali normal dalam waktu satu minggu.
4) Psikosis
Eklampsia dapat diikuti keadaan psikosis dan mengamuk, tapi
keadaan ini jarang terjadi. Biasanya berlangsung selama beberapa
hari sampai dua minggu, tetapi prognosis untuk kembali normal
umumnya baik, selama tidak ada kelainan mental sebelumnya.
5) Sistem hematologi
Plasma daeah menurun, viskositas darah meningkat,
hemokonsentrasi, gangguan pembekuan darah, disseminated
intravascular coagulation (DIC), sindroma HELLP.
6) Ginjal
Filtrasi glomerulus menurun, aliran plasma ke ginjal meningkat,
klirens asam urat menurun, gagal ginjal akut.
7) Hepar
Nekrosis periportal, gangguan sel liver, perdarahan subkapsuler.
8) Uterus
Solusio plasenta yang dapat menyebabkan perdarahan pascapartum.
Abrutio plasenta yang dapat menyebabkan DIC.
9) Kardiovaskuler
Cardiac arrest, acute decompensatio cordis, spasme vaskular
menurun, tahanan pembuluh darah tepi meningkat, indeks kerja
ventrikel kiri naik, tekanan vena sentral menurun, tekanan paru
menurun.
10) Perubahan Metabolisme umum
Asidosis metabolik, gangguan pernapasan maternal
a. Perdarahan
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan dari uterus dan
terjadi sebelum melahirkan. Perdarahan antepartum dapat terjadi karena
robeknya plasenta yang melekat didekat kanalis servikalis yang dikenal
dengan plasenta previa atau karena robeknya plasenta yang terletak di
tempat lain di dalam rongga uterus atau yang dikenal dengan solusio
plasenta. Eklampsia merupakan faktor predisposisi terjadinya solusio
plasenta walaupun lebih banyak terjadi pada kasus hipertensi kronik.

20
Perdarahan postpartum didefinisikan sebagai hilangnya 500ml atau lebih
darah pada persalinan pervaginam, 1000 ml pada seksio sesaria, 1400 ml
pada histerektomi secara elektif atau 3000 sampai 3500 ml pada
histerektomi saesarea darurat, setelah kala tiga persalinan selesai. Pada
eklampsia sering didapat adanya hemokonsentrasi atau tidak terjadinya
hipervolemia seperti pada kehamilan normal. Hal tersebut membuat ibu
hamil pada kasus eklampsia jauh lebih rentan terhadap kehilangan darah
dibandingkan ibu normotensi.
b. Kematian Maternal
Kematian maternal adalah kematian setiap ibu dalam kehamilan,
persalinan, masa nifas sampai batas waktu 42 hari setelah persalinan,
tidak tergantung usia dan tempat kehamilan serta tindakan yang
dilakukan untuk mengakhiri kehamilan tersebut dan bukan disebabkan
oleh kecelakaan.2 Kematian maternal pada eklampsia disebabkan karena
beberapa hal antara lain karena perdarahan otak, kelinan perfusi otak,
infeksi, perdarahan dan sindroma HELLP.

5. Luaran Perinatal
Saat kejang terjadi peningkatan frekuensi kontraksi uterus sehingga tonus otot
uterus meningkat. Peningkatan tersebut menyebabkan vasospasme arterioli
pada miometrium makin terjepit. Aliran darah menuju retroplasenter makin
berkurang sehingga dampaknya pada denyut jantung janin (DJJ) seperti terjadi
takikardi, kompensasi takikardi dan selanjutnya diikuti bradikardi. Rajasri dkk
menyebutkan terjadinya komplikasi neonatal pada kasus eklampsia seperti
asfiksia neonatorum (26%), prematuritas (17%), aspirasi mekoneum (31%),
sepsis (4%), ikterus (22%). George dkk dalam penelitiannya menyebutkan
Sebanyak 64,1% bayi dilaporkan harus mendapatkan perawatan di Special
Care Baby Unit dengan indikasi prematuritas, berat badan bayi lahir rendah,
asfiksia neonatorum berat (skor Apgar 5 menit <7), ikterus neonatal, sepsis
neonatal. Angka kematian perinatal pada kasus eklampsia adalah 5411,1 per
1000 kelahiran hidup diaman 51,4% kematian intrauterin dan 48,6% kematian
neonatal. Penyebab kematian perinatal terbanyak adalah asfiksia (33,3%),
sindrom distress respirasi (22,2%), dan prematuritas (22,2%).
a. Dismaturitas
Dismaturitas adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya tidak sesuai

21
dengan berat badan seharusnya untuk masa gestasi. Berat lahir kurang
dibawah beratlahir yang seharusnya untuk masa gestasi tertentu atau kecil
untuk masa kehamilan (KMK) yaitu kalau berat lahirnya dibawah
presentil ke-10 menurut kurva pertumbuhan intrauterin Lubhenco atau
dibawah 2 SD menurut kurva pertumbuhan intrauterin Usher dan
Mc.Lean.Pada preeklampsia atau eklampsia terdapat spasmus arteriola
spiralis desidua dengan akibat menurunnya aliran darah ke plasenta.
Perubahan plasenta normal sebagai akibatnya kehamilan, seperti
menipisnya sinsitium, menebalnya dinding pembuluh darah dalam villi
karena fibrosis dan konversi mesoderm menjadijaringan fobrotik,
dipercepat prosesnya pada preeklampsia atau eklampsia dan hipertensi.
Menurunnya alrand arah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungdi
plasenta. Pada hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin terganggu
sehingga menimbulkan dismaturitas, sedangkan pada hipertensi yang
lebih pendek terjadi gawat janin sampai kematiannya karena kekurangan
oksigenasi.
Komplikasi dismaturitas
a) Sindrom aspirasi mekonium
Kesulitan pernapasan yang sering ditemukan pada bayi dismatur.
Keadaan hipoksia intrauterin akan mengakibatkan janin
mengadakan gaping dalam uterus,. Slelain itu mekoneum akan
dilepaskan kedalam liquor amnion, akibatnya cairan yang
mengandung mekonium masuk kedalam paru janin karena inhalasi.
Pada saat bayi lahir akan menderita gangguan pernapasan.
b) Hipoglikema simptomatik
Penyebabnya belum jelas, tetapi mungkin sekal disebabkan karena
persediaan glikogen yang sangat kurang pada bayi dismaturitas.
c) Asfiksia neonatorum
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan kegawatan bayi karena
terjadinya kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir dan disertai dengan hipoksia dan hiperkapnea yang
dapat berlanjut menjadi asidosis. Asfiksia neonatorum dapat
disebabkan karena faktor ibu yaitu adanya gangguan aliran darah
ke uterus. Gangguan aliran darah ke uterus menyebabkan
berkurangnya asupan oksigen ke plasenta dan janin. Penilaian

22
derajat asfiksia dapat dilakukan dengan Apgar skor, yaitu dengan
ketentuan sebagai berikut :
Tabel 1. Skor Apgar
Tanda 0 1 2
Frekuensi jantung Tidak ada Di bawah 100 Di atas 100
Upaya pernapasan Tidak ada Lemah, tidak Baik,
teratur menangis
Tonus otot Lemah Beberapa Gerakan aktif
fleksi tungkai
Respon terhadap kateter Tidak ada Menyeringai Batuk atau
dalm lubang hidung respo bersin
Warna Biru pucat Tubuh merah Seluruhnya
muda, Merah muda
tungkai biru

a. Apgar skor 7-10 : vigorous baby, maka dalam hal


ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan
tindakan istimewa.
b. Apgar skor 4-6 : asfiksia ringan – sedang.
c. Apgar skor 0-3 : asfiksia berat.
d) Penyakit membran hialin
Penyakit ini terutama mengenai bayi dismatur yang preterm,
disebabkan surfaktan belum cukup sehingga alveoli kolaps.
Penyakit ini terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu.
e) Hiperbilrubinema
b. Prematuritas
Partus prematuritas sering terjadi pada ibu dengan eklampsia karena
terjaadi kenakan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan
yang meningkat.
c. Sindroma Distress Respirasi
Yoon (1980) melaporkan insidens sindrom distres respirasi pada bayi
yang dilahirkan dari ibu preeklampsia-eklampsia sebanyak 26,1-40,8%.
Beberapa faktor yang berperan terjadinya gangguan ini adalah
hipovolemk, asfiksia, dan aspirasi mekonium.
d. Trombositopenia
Trombositopenia pada bayi baru lahir dapat merupakan penyakit
sistemik primer sistem hemopoetik atau suatu transfer faktor-faktor
yang abnormal ibu. Kurang lebih 25-50% bayi yang dilahirkan dari ibu

23
dengan trombositopenia juga mempunyai jumlah trombosit kurang dari
150.000/mm3 pada waktu lahir, tapi jumlah ini dapat segera menjaadi
normal
e. Hipermagnesemia
Disebut hipermagnesemia bila kadar magnesium serum darah lebih
besar atau sama dengan 15 mEq/l. Hal ini dapat terjadi pada bayi baru
lahir dari ibu eklampsia dengan pengobatan magnesium. Pada keadaan
ini dapat terjadi depresi sususan saraf pusat, paralisis otot-otot skeletal
sehingga memerlukan pernapasan buatan.
f. Neutropenia
Bayi yang dilahirkan dari ibu dengan preeklampsia dan terutama
dengan sindroma HELLP dapat ditemukan neutropenia. Penyebabnya
tidak jelas, mungkin mempunyai hubungan dengan agent yang
menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah ibu melewati plasenta
janin.
g. Kematian Perinatal
Kematian perinatal terjadi karena asfiksia nonatorum berat, trauma saat
kejang intrapartum, dismaturitas yang berat. Beberapa kasus ditemukan
bayi meninggal intrauteri.

24
4. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan Kegawat daruratan PE
1. Data Subjektif
a. Identitas Pasien
1) Nama
Nama lengkap ibu, termasuk nama panggilan. Nama dikaji untuk
memudahkan bidan dalam membangun hubungan yang baik dan
lebih akrab dengan pasien serta nama merupakan identitas khusus
yang membedakan seseorang dengan orang lain (Widatiningsih,
Dewi,2017;h. 162)
2) Umur
Umur dalam kategori reproduksi sehat yaitu antara 20 hingga kurang
dari 35 tahun (Widatiningsih, Dewi, 2017;h.162)
3) Agama
Agama dikaji untuk mengetahui keyakinan pasien, tradisi
keagamaan dalam kehamilan dan persalinan, keyakinan pasien
tentang pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan
berjenis kelamin berbeda dan keyakinan tentang transfusi darah.
Beberapa praktik agama seperti puasa Ramadhan selama satu bulan
penuh bagi ibu hamil dalam agama islam perludipertimbangkan dan
dipantau efeknya terhadap perkembangan janin (Widatiningsih,
Dewi, 2017; h.162)
4) Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang dikaji karena memengaruhi
kemampuan dalam menyerap informasi pada saat dilakukan
penyuluhan kesehatan (Widatiningsih, Dewi, 2017; h.163).
5) Pekerjaan
Pekerjaan dikaji karena berhubungan erat dengan penghasilan yang
diperoleh. Pekerjaan tertentu mungkin berisiko bagi kehamilan
berkaitan dengan beratnya beban fisik dan paparan zat kimia
berbahaya oleh karena itu dikaji secara spesifik, misal : guru, staf
administrasi, buruh tani, penjahit, buruh pabrik tekstil, dan
sebagainya (Widatiningsih, Dewi, 2017; h. 163)
6) Suku
Bangsa Suku bangsa dikaji untuk mengetahui praktik budaya suku
bangsa tertentu pada masa hamil yang jika tidak dapat dilakukan

25
terkadang menimbulkan distress dan kekhawatiran yang perlu
mendapatkan perhatian dari bidan. Misalnya untuk suku bangsa Jawa
ada upacara empat bulan kehamilan, tujuh bulan, dan
sebagainya (Widatiningsih, Dewi, 2017; h. 163).
7) Alamat
Alamat dikaji untuk mengetahui tempat tinggal pasien, menjaga
kemungkinan bila ada pasien yang mempunyai nama yang sama,
mengetahui jarak dan waktu yang ditempuh pasien menuju
pelayanan kesehatan serta mempermudahkan kunjungan rumah jika
diperlukan (Widatiningsih, Dewi, 2017; h.163)
Data mengenai suami/ penanggung jawab perlu dicantumkan juga
disini dengan pola yang sama agar jika sewaktu-waktu diperlukan
dapat segera dihubungi (Widatiningsih, Dewi, 2017; h. 163)
b. Alasan Datang
Alasan datang perlu dikaji untuk mengetahui hal-hal yang mendasari
kedatangan pasien misalnya: ingin periksa kehamilan rutin, ingin
memastikan kondisi janinnya (Widatiningsih, Dewi, 2017;h.163-164).
c. Keluhan Utama
Keluhan utama dikaji untuk mengetahui masalah utama yang sedang
dialami oleh ibu terkait dengan ketidaknyamanan yang muncul akibat
kehamilan pada trimester III, seperti sering BAK, nyeri ulu hati,
kembung/flatulen, konstipasi, kram tungkai, insomnia, nyeri punggung
bawah, sesak napas, kesemutan, varises, dan lain-lain. Keluhan utama
ini kemudian diuraikan untuk memastikan bahwa apa yang terjadi
pada ibu adalah normal ataukah patologis. Pengembangan keluhan
utama mengacu pada kerangka pikir P (provocatife/ paliative/
penyebab), Q (quality/ quantity/ seperti apa rasanya keluhan tersebut dan
seberapa sering frekuensinya), R (radiation/ apakah keluhan tersebut
menyebar ke bagian tubuh lain atau tidak), S (severity scale/ bagaimana
tingkat keparahan keluhan), T (time series/ sejak kapan keluhan
dirasakan). (Widatiningsih, Dewi, 2017; h.164-165).
d. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan perlu dikaji untuk digunakan sebagai penandan atau
warning akan adanya penyulit selama masa hamil (Sulistyawati, 2009;
h.168).

26
1) Penyakit Menular
a. Infeksi TORCH (Toxoplasmosis; Other: hepatitis B, sifilis,
GO, AIDS, varicella, dsb; Rubella; Cytomegalovirus; Herpes
genetalis)
(1) Toxoplasmosis
Penyakit ini disebabkan oleh protozoa toxoplasma gondii yang
terbukti dapat menyebabkan abortus spontan (4%), lahir mati
(3%), dan toxoplasmosis bawaan (20%). Kelainan utama
yang dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan yaitu
hidro/mikrosefalus,karioretinitis, kalsifikasi intrakranial (sistem
saraf pusat). Kelainan lain yaitu ikterus, limfadenopati,
retardasi, mental, mikroftalmos, kejang-kejang, dan ensefalitis
(Widatiningsih, Dewi, 2017; h.86-87)
(2) Others
(a) Hepatitis B
Pada ibu hamil penyakit ini dapat menimbulkan abosrtus
dan terjadinya perdarahan pasca persalinan karena adanya
gangguan pembekuan darah akibat gangguan fungsi hati
(Prawirohardjo, 2010;h.906)
(b) Sifilis
Kongenital sifilis dapat menyebabkan kematian perinatal
± 50% dengan ditandai dengan anemia dan
trombositopenia hebat, lesi kulit, ruam, osteitis dan
periostitis, pneumonia, dan hepatitis. Kongenital sifilis ini
juga dapat muncul setelah 2 tahun yang ditandai dengan
kelainan gigi (gigi hutchinson), tulang kering
berbentuk seperti pedang (saber shins), keratitis, tuli,
dan gagal pertumbuhan.

(c) GO (Gonorhoea)
Penyakit ini dapat menyebabkan abortus spontan,
kelahiran mati, prematuritas, ketuban pecah dini, dan
korioamnionitis. Bila tidak diterapi sampai
kelahiran maka dapat menyebabkan optalmia
gonokokus neonatorum dan sepsis neonatus.

27
(d) Varicela zoster
Penyakit ini dapat menyebabkan atrofi extremitas,
abnormalitas neorologik, IUGR, korioretinitis, katarak,
dan mikrosefali.
(e) HIV/AIDS
Penyakit ini dapat asimtomatik pada saat dilahirkan atau
hanya terjadi BBLR, kemudian penyakit ini akan
berkembang menjadi infeksi oportunistik yang
menyebabkan kematian bayi dalam 1-2 tahun kemudian.
Bahaya yang dapat terjadi akibat penyakit ini yaitu gagal
pertumbuhan, limfadenopati, distres pernafasan, demam,
dan kelemahan sepsis.(Widatiningsih, Dewi, 2017;h.87)
(f) Rubella
Penyakit ini disebabkan oleh virus german measles yang
dapat mengakibatkan aborsi spontan, IUGR, dan kelainan
konginetal (50%). Sindrom rubela konginetal
berupa cacat mata (katarak, glukoma, retinopati,
mikroftalamia), ketulian, cacat jantung (duktus paten,
defek septum), kelainan sistem saraf pusat
(mikrosefali, ensefalitis, retardasi mental), hepatitis,
dan trombositopenia (Widatiningsih, Dewi, 2017; h.87).
(g) CMV (Cytomegalovirus)
Penyakit ini berisiko menularkan dari ibu ke janin 50%.
Kelainan simtomatik sewaktu lahir (20%) berupa
hidrosefalus, IUGR, korioretinitis, mikrosefali, kalsifikasi
otak, ensafalitis, lesi tulang, dan katarak. Sedangkan efek
asimtomtik saat lahir (80%) yang kemudian berkembang
dan baru dapat terlihat saat anak sudah tumbuh
dewasa yaitu keterbelakangan mental, gangguan visual,
ketulian, dan keterlambatan perkembangan
psikomotor (Widatiningsih, Dewi, 2017; h.88)
(h) Herpes genetalis
Penyakit ini disebabkan oleh virus herpes simplex
yang dapay menyebabkan abortus, prematuritas, IUGR
dan infeksi transplasenta (mikrosefali, retardasi

28
mental, kelainan jantung). Gejala penyakit ini dapat
terlihat pada 4-7 hari kelahiran berupa letargi, konvulsi,
ikterik, lesi kulit dan mulut (Widatiningsih, Dewi, 2017;
h.88).
(i) .ISK (Infeksi Saluran Kemih)
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri escherichia coli yang
dapat menyebabkan prematuritas bila infeksi terjadi
mendekati kehamilan aterm, meningitis, dan neonatal
sepsis (Widatiningsih, Dewi, 2017; h.89).
(3) Epilepsi
Ibu hamil dengan epilepsi berisiko 2x lipat mengalami
komplikasi seperti preeklamsi, perdarahan, hiperemesis, dan
kelahiran prematur. Seringnya kejang juga
meningkatkan terjadinya komplikasi. Terapi
antikonvulsan saat hamil (fenitoin/dilantin dan
carbomazepine) akan meningkatkan risiko kelainan
bawaan pada janin seperti abnormalitas kraniofaisal
(mikrosefalus), keterbelakangan mental, kelainan
kardiovaskuler, IUGR, IUFD, dan hemoragi pada bayi
(Widatiningsih, Dewi, 2017;h.85)
(4) TBC
Kehamilan dengan infeksi TBC risiko prematuritas,
IUGR, dan BBLR meningkat, serta risiko kematian
perinatal meningkat 6 kali lipat (Prawirohardjo, 2010;
h.806-807).
2) Penyakit menurun
a) Diabetes Mellitus
Komplikasi yang terjadi pada kehamilan dengan DM yaitu pada
ibu akan meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia, seksio
sesarea, dan terjadinya diabetes mellitus tipe 2 di kemudian
hari, sedangkan pada janin terjadi makrosomia, trauma
persalinan,hiperbilirubinemia,hipoglikemi, serta meningkatkan
kematian janin (Prawirohardjo, 2010; h.851-852).
b) Hipertensi

29
Penyakit hipertensi dalam kehamilan berisiko menyebabkan
insufisiensi sirkulasi uteroplasentral akibat vasospasme yang
menyebabkan infark pralsenta dan abruptio placentae
sehingga dapat menyebabkan perdarahan, kelahiran premature,
IUGR, gawat janin, dan IUFD (Widatiningsih, Dewi, 2017; h.85)
c) Asma
Penyakit ini pada umumnya tidak muncul akibat perubahan
fisiologis kehamilan. Kehamilan dapat berlangsung tanpa
gangguan kecuali jika sering kambuh. Serangan asma yang berat
dapat berisiko menyebabkan abortus , BBLR, kelahiran
prematur, dan IUFD yang diakibatkan karena hipoksi in utero
(Widatiningsih, Dewi, 2017;h.84)
3) Penyakit menaun
a) Jantung
Selama kehamilan normal, sistem kardiovaskuler ibu mengalami
banyak perubahan (peningkatan volume intravaskuler, penurunan
resistensi sistemik perfer) yang menyebabkan peningkatan beban
kerja jantung. Apabila jantung sudah mengalami masalah seperti
penyakit pada mykard, katup jantung, atau kelainan kongenital
(defek septum atrium/ ventrikel) maka perubahan yang terjadi
selama kehamilan tidak akan dapat ditoleransi dan dapat
berkembang menjadi dekompensasi jntung yang dapat
mengancam jiwa ibu dan janin. Risiko yang dapat terjadi yaitu
abortus, kelahiran prematur,IUGR yang menyebabkan
terjadinya BBLR, dan mortalitas maternal akibat dekompesasi
jantung (Widatiningsih, Dewi, 2017;h.83-84).
b) Anemia
Anemia yang disebabkan oleh kondisi apapun (termasuk
talasemia, sickle cell, maupun defesiensi) mengakibatkan
penurunan kapasitas pengikatan oksigen oleh darah sehingga
jantung berusaha mengkompensasinya dengan meningkatkan
COP yang mengakibatkan peningkatkan beban kerja
jantung. Anemia yang berat berisiko menyebabkan abortus, IUFD,
kelahiran preamtur, IUGR, ibu mudah terkena infeksi dan

30
dekompensasi jantung (jika Hb <6 gr%). (Widatiningsih, Dewi,
2017; h. 84).
e. Riwayat Obstetri
1) Riwayat Haid
Data ini dikaji untuk memperoleh gambaran tentang keadaan dasar
dari organ reproduksi pasien. Beberapa data yang harus diperoleh
dalam riwayat menstruasi antara lain menarche, siklus haid,
volume/banyaknya darah, dan keluhan selama haid
(Widatiningsih, Dewi, 2017;h.167).
2) Riwayat Kehamilan Sekarang
a) HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir) dan HPL (Hari
Perkiraan Lahir)
Gambaran riwayat menstruasi pasien yang akurat dapat
membantu penetapan tanggal perkiraan kelahiran yang sering
disebut taksiran partus (HPL). Perhitungan dilakukan dengan
menambahkan 9 bulan dan 7 hari pertama haidterakhir
(HPHT) atau dengan mengurangi bulan dengan 3, kemudian
menambahkan 7 hari da 1 tahun (Marmi, 2011; h.157)
b) Gravida, Para, Abortus
Status paritas mencakup gravida (G) yaitu kehamian yang
keberapa, para (P) yaitu berapa kali pernah melahiran janin >22
minggu dan abortus (A) yaitu berapa kali pernah hamil tetapi
sebelum umur janin 20 minggu sudah keluar. Ibu hamil dengan
paritas lebih dari 4 kali dan/atau memiliki riwayat abortus
tergolong ibu dengan kehamilan berisiko (Widatiningsih, Dewi,
2017; h.165)
c) Gerakan Janin
Gerakan janin dikaji untuk mengetahui keadaan bayi (mati/hidup).
Biasanya gerakan bayi dapat dirasakan oleh ibu primigravida
pada akhir bulan keempat (18-20 minggu) dan pada multigravida
pada minggu ke 16-20 minggu. Gerakan janin
normalnyaminimal 10 kali dalam 12 jam (Widatiningsih, Dewi,
2017; h.165)
d) Tanda Bahaya

31
Tanda bahaya yang perlu diperhatikan dan diantisipasi
selama kehamilan lanjut adalah perdarahan pervagina, sakit
kepala yang hebat, penglihatan kabur, bengkak di wajah
dan jari-jari tangan, keluar cairan pervagina dan gerakan janin
tidak terasa dan nyeri perut yang hebat (Sulistyawati, 2009; h.155,
160-162).
e) Imunisasi TT
Imunisasi dasar TT untuk pencegahan tetanus neonatorum
dengn dosis TT-1 sebanyak 0,5 cc secara intramuskuler,
yang dilanjutkan dengan TT-2 setelah 4 minggu, pemberian
terakhir sebelum 38 minggu. Bila ibu pernah mendapatkan
imunisasi dasar TT makan hanya perlu TT booster 0,5 cc sekali
pada saat hamil. Jika menghendaki perlindungan seumur hidup
maka dapat diberikan dengan interval sebagai berikut :
Interval/ jadwal Lama perlindungan Perlindungan
TT 1 Pada kunjungan - -
pertama ANC
TT 2 4 minggu setelah TT 1 3 Tahun 80 %
TT 3 6 bulan setelah TT 2 5 Tahun 95 %
TT 4 1 tahun setelah TT 3 10 Tahun 99 %
TT 5 1 tahun setelah TT4 25 Tahun atau 99 %
seumur hidup
(Widatiningsih, Dewi, 2017; h. 99)
f. Riwayat ANC
Dikaji apabila ibu pernah melakukan kunjungan ANC sebelumnya.
(1) Trimester 1
Ibu memeriksakan kehamilan minimal 1 kali pada 3 bulan peratam
usia kehamilan. Pelayanan utama yang dilakukan adalah tes
kehamilan/ PP test positif yang merupakan salah satu tanda
kemungkinan hamil. Keluhan yang mungkin dirasakan pada ibu
trimester ini yaitu mual-muntah, mudah lelah, merasa tidak sehat, dan
lainnya. Suplemen yang diberikan sesuai kebutuhan ibu serta penkes
yang baik diberikan yaitu tanda-tanda kehamilan, tanda bahaya
kehamilan, jadwal kunjunga ANC, nutrisi ibu hamil, program P4K
(Widatiningsih, Dewi, 2017; h.140-143, 168-169)
(2) Trimester II

32
Ibu memeriksakan kehamilan minimal 1 kali pada kehmailan 4-6
bulan. Keluhan yang dirasakan ibu pada umumnya berkaitan dengan
ketidaknyamanan trimester II yaitu hiperpigmentasi kulit wajah,
pusing, pingsan, heartburn, konstipasi perut kembung, varises,
keputihan, kesemutan, nyeri pada lipat paha, nyeri sendi, dan lain
sebagainya. Gerakan janin sudah mulai dapat dirasakan pada trimester
ini. Suplemen yang diberikan yaitu multivitamin dan jika masih
dibutuhkan maka dapat juga diberikan tambahan zat besi. Pelayanan
yang diberikan yaitu imunisasi TT-1 (UK 16 minggu) dan TT-2
minimal 4 minggu setelah TT-I. Penkes yang diberikan yaitu
merefresh kembali tanda bahaya kehamilan, tanda bahaya
kehamilan dan sebagainya (Widatiningsih, Dewi, 2017; h.143-147,
169).
(3) Trimester III
Ibu memeriksakan kehamilannya minimal 2 kali pada umur
kehamilan 7-9 bulan, yaitu 1 kali pada usia kehamilan 28-36
minggu dan 1kali lagi setelah kehamilan 36 minggu. Keluhan ibu
biasanya akibat ketidaknyamanan umum trimester III yaitu sedikit
sesak, insomnia, gusi mudah berdarah, sering BAK. Kontraksi braxton
hicks, kram kaki, atau edema pada kaki. Gerakan janin sudah semakain
kuat dan sering dirsakan ibu pada trimester ini, yaitu frekuensinya
bisa lebih dari 10x dalam 12 jam. Suplemen yang diberikan
yaitu multivitamin dan zat besi minimal 90 tablet selama hamil.
Penkes yang diberikan yaitu refreshing tanda bahay kehamilan,
persiapan persalinan, dan sebagainya (Widatiningsih, Dewi, 2017; h.
148-149, 169).
g. Riwayat Kehamilan Persalinan dan Nifas yang lalu
Jumlah kehamilan, anak yang lahir hidup, persalinan yang aterm,
persalinan premature, keguguran atau kegagalan kehamilan, riwayat
perdarahan pada kehamilan, persalinan atau nifas, berat bayi sebelumnya
<2500 atau >4000, masalah-masalah lain yang dialami, riwayat
kebidanan yang lalu membantu mengelola asuhan pada
kehamilan sekarang (konseling khusus, test, tindak lanjut). (Rukiyah,
2009; h.146)
h. Riwayat Perkawinan

33
Status perkawinan dikaji, termasuk pernikahan ini yang ke berapa dan
lamanya menikah. Ada tidaknya masalah dengan suami juga perlu
ditanyakan untuk mengidentifikasi dukungan suami terhadap ibu hamil
(Widatiningsih, Dewi, 2017; h.177)
i. Riwayat KB
Bidan mengkaji tentang alat kontrasepsi yang pernah dipakai dan lamanya,
kapan terakhir berhenti dan alasan berhenti. Keluhan atau masalah
selama menggunakan alat kontrasepsi serta rencana KB setelah bersalin.
Adakalanya kehamilan terjadi akibat kegagalan kontrasepsi yang
dapat menyebabkan kekhawatiran dan kecemasan pasien terhadap
kehamilan (Widatiningsih, Dewi, 2017; h.172)
j. Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
a) Pola nutrisi
Frekuensinya makan 3x perhari. Komposisi bisa berupa nasi atau
penggantinya dengan porsi 1 piring makan, lauk, bervariasi
baik produk hewani maupun nabati, sayuran, buah minimal 1 kali
sehari, camilan dapat berupa makanan ringan tinggi karbohidrat,
atau diganti dengan buah.
Pantang terhadap makanan tertentu dapat berisiko malnutrisi jika
pantangan itu mengandung nilai gizi yang sangat
dibutuhkan tubuh. Jumlah kebutuhan minum perhari yaitu 8 gelas
per hari atau 2 liter. Perubahan selama hamil kebutuhan cairan ibu
hamil bertambah 300ml (Widatiningsih, Dewi, 2017; H.173).
b) Pola Eliminasi
Frekuensi buang air kecil perhari pada kondisi normal dengan
intake minum 2liter yaitu 4-7 kali perhari, warna urine yang
baik yaitu jernih yang menandakan kecukupan cairan dan tidak
ada keluhan yang dirasakan. Jika urine berwarna kuning dan
pekat menunjukkan kekurangan intake cairan.Perubahan selama
hamil yaitu bisa terjadi peningkatan frekuensi mikturisi dari
kondisi sebelum hamil karena berkurangnya kapasitas kandung
kemih akibat tertekan oleh pembesaran uterus.
Frekuensi buang air besar perhari dikatakan lancar apabila
teratur,misalnya sehari 1-2 kali, sehari 1 kali, atau 2 hari
sekali hingga 3 hari sekali. Jika lebih dari 3 hari perlu

34
diwaspadai. Selain itu juga tidak ada keluhan/ masalah seperti
diare atau faeces keras, disertai darah, nyeri anus, dan sebagainya.
Perubahan selama hamil yaitu bisa terjadi konstipasi akibat
pengaruh hormone progesterone dan relaksin yang menurunkan
tonus dan motilitas usus (sehingga penyerapan zat makanan
menjadi lambat), terjadi peningkatkan reabsorbsi cairan, dan
peristaltik usus lebih lambat (Widatiningsih, Dewi, 2017; h.175)
c) Pola Istirahat/tidur
Jumlah waktu tidur berbeda-beda bagi setiap orang karena
bergantung oleh berbagai faktor, termasuk umur. Pada orang
dewasa kebutuhan tidur per hari 6-8 jam. Tidak semua wanita
mempunyai kebiasaan tidur siang. Pola tidur yang sehat
terbebas dari masalah tidur seperti mengalami kesulitan dalam
tidur (insomia), sleep apnen, hypersomnia, dan sebagainya.
Perubahan selama hamil yaitu pada awal kehamilan, wanita
akan tidur lebih lama beberapa jam daripada sebelum hamil
dikarenakan peningkatan metabolisme dan efek dari
hormon-hormon kehamilan lainnya. Pola istirahat yang baik untuk
ibu hamil yaitu tidur malam kurang lebih dari 8 jam dan tidur siang
kurang lebih 1 jam. Namun jika tidak biasa tidur siang maka
hendaknya tetap beristirahat/berbaring saja untuk memperbaiki
sirkulasi darah dan mengatasi kelelahan (Widatiningsih, Dewi,
2017; h.176).
d) Pola Seksual
e) Personal Hygiene
Sebelum hamil mandi yang baik frekuensinya 1-2x sehari,
keramas 2-3x seminggu. Ganti pakaian (termasuk pakaian
dalam) minimal 2x sehari. Kuku selalu terpotong pendek dan
bersih. Gosok gigi 2x sehari yaitu pada pagi hari dan malam hari
menjelang tidur. Kebiasaan memakai alas kaki waktu di toilet dan
keluar rumah sangat baik untuk mencegah infeksicacing.
Perubahan selama hamil ini mungkin ibu menjadi malas karena
merasa mudah lelah. Seharusnya pola personal hygiene harus
dijaga selama hamil terutama pola mandi karena produksi
keringat yang berlebihan mempermudah invasi kuman.

35
f) Perilaku yang Merugikan Ibu Hamil
(1) Merokok
Kebanyakan wanita mengetahui bahwa mereka tidak boleh
merokok pada masa kehamilan meskipun mereka tidak
mengetahui bahaya yang sebenernya (Marmi, 2011; h.156)
(2) Alkohol
Masalah signifikan yang ditimbulkan oleh anak-anak yang
mengalami sindrom alkohol janin dan gangguan
perkembangan saraf terkait alkohol membuat klinis wajib
menanyakan asupan alkohol dan mengingatkan wanita efek
potensial alkohol jangka panjang pada bayi yang
dikandungnya (Marmi, 2011; h.156).
(3) Konsumsi jamu
Kebiasaan minum jamu merupakan kebiasaan yang
berisiko bagi wanita hamil, karena efek minum jamu dapat
membahayakan tumbuh kembang janin seperti menimbulkan
kecacatan, abortus, BBLR, partus prematurus, kelainan
ginjal dan jantung janin, asfiksia neonatorum, kamatian
janin dalam kandungan dan malformasi organ janin
(Widatiningsih dan Dewi, 2017; h.168).
(4) Data Psikososial, Budaya, dan Spiritual
(a) Dukungan keluarga dan suami terhadap kehamilan
(b) Mekanisme koping
Dikaji bagaimana cara keluarga menyelesaikan
masalah yang ada (Widatiningsih, Dewi, 2017; h.177)
(c) Pengambilan Keputusan Utama
Pengambilan keputusan perlu ditanyakan untuk mengetahui
siapa yang diberi kewenangan ibu mengambil
keputusan, baik dalam keadaan baik dan/atau jika
ada hal kegawat-daruratan (Widatiningsih, Dewi,
2017; h.168).
(d) Penghasilan per bulan
Jika ibu mau menyebutkan, jika ibu tidak ingin
menyebutkan maka menurut ibu apakah cukup/tidak Perlu
dikaji hal-hal apa saja yang sudah diketahui ibu dan

36
hal-hal apa saja yang ingin diketahui ibu
( Widatiningsih, Dewi, 2017; h.179).
(e) Adat istiadat yang mempengaruhi kehamilan
Ibu yang memiliki keyakinan tentang adat tertentu
dan merasa wajib melakukannya, maka hal ini mungkin
menjadi masalah atau stresor budaya jika tidak
dilakukan (Widatiningsih, Dewi, 2017; h.178)
(f) Data spiritual
Jika ibu seorang muslimah dan berpuasa selama hamil, baik
itu puasa wajib dan puasa sunnah, maka tanyakan :
frekuensi puasanya; kaji apakah ibu merasa
lemah/lemes, pusing; gerakan janin menjadi berkurang saat
puasa yang merupakan tanda dari
hipoglikemia.Keyakinan ibu tentang pelayanan
kesehatan: (misal: ibu dapat menerima segala bentuk
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh nakes wanita
maupun pria; tidak boleh menerima transfusi darah;
tidak boleh diperiksa daerah genetalia, dan sebagainya).
(Widatiningsih, Dewi, 2017; h. 178-179)
(g) Data pengetahuan
Perlu dikaji hal-hal apa saja yang sudah diketahui
ibu dan hal-hal apa saja yang ingin diketahui ibu
(Widatiningsih, Dewi, 2017; h.179).
2. Data Objektif
a. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Dikatakan baik jika pasien memperlihatkan respons yang adekuat
terhadap stimulasi lingkungan dan orang lain, serta secara fisik
pasien tidak mengalami kelemahan. Klien dimasukkan dalam
kriteria lemah ini jika ia kurang atau tidak memberikan respons
yang baik terhadap lingkungan dan orang lain, dan pasien sudah tidak
mampu lagi untuk berjalan sendiri (Widatiningsih, Dewi, 2017; h.179)
2) Kesadaran

37
Composmentis yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya
(Widatiningsih, Dewi, 2017; h. 179)
3) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan Darah
Tekanan darah sangat penting pada masa hamil karena
peningkatan TD dapat membahayakan kehidupan ibu dan bayi.
TD 140mmHg sistolik atau 90mmHg distolik pada saat awal
pemeriksaan dapat mengindikasi potensi hipertensi (Widatiningsih,
Dewi, 2017; h.179).

b) Nadi
Denyut nadi normal orang dewasa 60-80 kali permenit.
Denyut nadi maternal sedikit meningkat selama hamil,
tetapi jarang melebihi 100 denyut permenit (Widatiningsih,
Dewi, 2017; h.179)
c) Suhu
Suhu tubuh normal menurut Kusmiyati (2011; h.56) adalah
36,5 oC –37,5 oC. Peningkatan suhu menunjukan proses infeksi
atau dehidrasi (Widatiningih, Dewi, 2019; h.180).
d) Pernapasan
Frekuensi pernapasan normal pada orang dewasa yaitu 16-20
kali/menit. Wanita hamil bernapas berlebih cepat dan lebih dalam
karena memerlukan lebih banyak oksigen untuk janin dan untuk
dirinya (Widatiningsih, Dewi, 2017; h.179-180).
e) Berat Badan
Kenaikan berat badan selama hamil rata-rata 11,5 –16 kg,
sedangkan kenaikan BB selama TM III<1 kg seminggu
(Widatiningsih, Dewi, 2017; h.180).
f) Tinggi Badan
Tinggi badan<145 cm terlebih pada kehamilan pertama
tergolong risiko tinggi karena kemungkinan ibu tersebut juga

38
memiliki panggul yang semput (Widatiningsih, Dewi, 2017;
h.180).
g) LILA
Standar minimal untuk ukuran Lingkar Lengan Atas pada
wanita dewasa atau usia reproduksi adalah 23,5 cm. Jika
ukuran LILA kurang dari 23,5 cm maka tergolong risiko
terhadap kurang energi kronis (KEK). (Widatiningsih, Dewi,
2017; h.181)
h) IMT
Nilai IMT mempunyai rentang IMT 19,8 –26,6 berarti normal yaitu
berat badan ibu sesuai dengan tinggi badannya; IMT < 19,8 berarti
underweight/ rendah yang berarti berat badan ibu terlalu
rendah/kurus dibandingkan tinggi badannya; IMT 26,6-29,0
berarti overweightyaitu berat badan berlebihan jika
dibandingkan dengan tinggi badannya dan IMT > 29,0
bermakna obesitas di mana berat badan ibu sangat berlebihan
dibandingkan dengan tinggi badannya (Widatiningsih dan
Dewi, 2017; h. 180).
b. Status Present
1) Kepala
Kepala dikaji apakah mesocephal, kulit kepala menunjukkan adanya
kelainan kulit atau tidak , rambut yang mudah rontok atau rontok
(Widatiningsih, Dewi, 2017; h. 181)
2) Mata
Mata dikaji apakah simteris, keadaan konjungtiva pucat atau tidak,
oedema atau tidak (Widatiningsih, Dewi, 2017; h. 180).
3) Telinga
Telinga dikaji simetris atau tidak, ada sekresi (nanah, darah, cairan
lain) atau tidak, gangguan pendengaran atau tidak, ada tanda-tanda
infeksi atau tidak (Widatiningsih, Dewi, 2017; h. 181).
4) Hidung
Hidung dikaji ada massa atau tidak, ada edema mukosa atau tidak,
sekresi (lendir/darah), ditemukan cuping hidung atau tidak
(Widatiningsih, Dewi, 2017; h.181)
5) Mulut

39
Mulut dikaji :
a) Bibir (simetris atau tidak)
b) Lidah dan mukosa mulut ( sianosis atau tidak, warna)
c) Gigi (kebersihan, karies, gangguan pada mulut)
(Widatiningsih, Dewi, 2017; h.181)
6) Leher
Leher dikaji ada nyeri atau tidak, ada pembengkakan kelenjar tiroid
atau tidak, pembesaran kelenjar limfe atau tidak (Widatiningsih,
Dewi, 2017; h.181)
7) Dada
Dadi dikaji simetris atau tidak, retraksi otot interkostal atau tidak,
suara nafas vesikuler atau tidak, ada wheezing atau tidak, ada tidaknya
ronchi, ada tidaknya stridor, irama jantung teratur atau tidak, ada
tidaknya bising/murmur jantung, ada tidaknya gallop (Widatiningsih,
Dewi,2017; h.181)
8) Abdomen
Abdomen dikaji kembung atau tidak, bekas luka operasi
ditemukan atau tidak, terdapat massa abnormal atau tidak, ada tidaknya
nyeri tekan, ada tidaknya pembesaran lien, ada tidaknya
pembesaran hepar (Widatiningsih, Dewi, 2017; h. 182)
9) Ekstremitas
Ekstremitas atas dan bawah dikaji simetris atau tidak, berfungsi normal
atau tidak, ada tidaknya edema sianosis bawah kuku, kapiler refill
< 2 detik (Widatiningsih, Dewi, 2017; h.182).
10) Genetalia/Anus
Genetalia yang dikaji yaitu ada lecet/memar atau tidak, ada
tidaknya edema vulva, ada tidaknya abses kelenjar bartholin dan skene,
ditemukan varises atau tidak, ada pengeluaran pervagina atau tidak.
Anus yang dikaji yaitu ada hemoroid atau tidak (Widatiningsih,
Dewi, 2017; h. 182)
c. Pemeriksaan Obstetik
1) Muka
Pada sebagian ibu hamil, terdapat chloasma gravidarum +
2) Mammae

40
Terdapat hiperpigmentasi areola, kelenjar montgomery lebih
menonjol, papila mungkin menonjol/datar/masuk, kolostrum bisa +/-
3) Abdomen
Pembesaran abdomen bawah mungkin sudah terlihat, linea nigra +,
striae mungkin terlihat atau tidak tergantung pada elastisitas jaringan
kolagen dibawah kulit.
4) Palpasi Leopold
a) Leopold I
TFU ditentukan dengan jari, tinggiya sesuai dengan usia
kehamilan. Deskripsikan ciri-ciri bagian yang ada di fundus bila
usia gestasi > 28 minggu. Kepala di deskripsikan sebagai
teraba 1 bagian besar, bulat, keras, melenting. Bokong
dideskripsikan sebagai teraba 1 bagian besar, lunak, kurang bulat.
b) Leopold II
Deskripsi apa yang ada di sisi kanan dan kiri perut ibu. Punggung
dideskripsikan sebagai teraba bagian besar yang rata, memanjang,
dan terasa ada tahanan. Sedangkan ektremitas dideskripsikan
sebagai teraba bagian-bagian kecil yang menonjol.

c) Leopold III
Dekripsi ciri-ciri bagian yang teraba di atas simfisis. Jika
teraba 1 bagian bulat, keras, melenting/mudah digerakkan,
maka itu adalah kepala. Mulai 36 minggu tentukan apakah sudah
masuk PAP yaitu jika teraba kepala maka goyangkan, bila
masih mudah digoyangkan berarti kepala belum masuk panggul,
namun jika tidak dapat digoyangkan berarti kepala sudah masuk
panggul.
d) Leopold IV
Dilakukan bila pada leopold III ditemukan bagian terbawah
sudah masuk PAP dan usia gestasi > 36 minggu. Tentukan tingkat
penurunan kepala apakah konvergen atau sejajar atau divergen.
Pada primigravida usia 37 minggu kepala harusnya sudah
masuk panggul, pada multigravida mungkin kepala baru masuk
panggul saat inpartu dikarenakan tonus otot abdomen yang

41
sudah mengendur tidak cukup bisa menekan kepala janin untuk
memasuki panggul.
TFU (Tinggi Fundus Uteri)
TFU dalam cm (jika usia gestasi > 22 minggu). TFU akan
sesuai dengan usia kehamilannya dalam minggu dengan rentang
selisih +/-2cm. Misalnya usia kehamilan 24 minggu TFU nya bisa
saja 22 atau 23 cm atau25 atau 26 cm masih dikatakan sesuai.
(Widatiningsih, Dewi, 2017; h. 183)
TBJ
(TFU dalam cm –N) x 155 = ......N = 13 jika kepala belum masuk
PAP sama sekaliN = 12 jika kepala sudah masuk PAP namun
masih di atas spina ischiadika (ditunjukkan dengan penurunan
kepala 4/5 –3/5 di atas simfisis).
Denyut Jantung Janin (DJJ)
Denyut jantung janin umumnya sudah jelas terdengar dengan
Doppler mulai usia 16 minggu. Tetoskop dapat digunakan pada
usia 20 minggu ke atas. Nilai normal DJJ antara 120-160 denyut per
menit, teratur,dengan punctum maksimum 1 terletak susai dengan
letak punggung janin.

d. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
a) Kadar hemoglobin : pada kunjungan pertama dan pada usia di atas
28 minggu. Nilai normalnya dalam kehamilan adalah11g/Dl. Pada
trimester II nilai 10,5 g/Dl masih dianggap fisiologis karena
proses hemodilusi sedang di ambang puncaknya.
b) Pemeriksaan urine untuk protein atas indikasi untuk
menegakkan diagnose pre eklamsia.
c) Pemeriksaan glukose urine atas indikasi untuk mendeteksi
faktor risiko diabtetes dalam kehamilan.
d) Pemeriksaan Golongan Darah (ABO dan Rhesus) diperlukan bila
ibu belum pernah, ibu hamil dengan rhesus negatif parlu
mendapatkan penanganan khusu untuk mencegah terjadinya
Rhesusisoimunization yang membahayakan janin.

42
2) Pemeriksaan lainnya
Terdiri dari USG, Non Stress Test atas indikasi.
(Widatiningsih, Dewi, 2017; h.184-185).

3. Analisa
a. Diagnosa kebidanan
Seorang perempuan umur antara 20-35 tahun, G ≤ 4, P ≤ 3, AO, umur
kehamilan dalam minggu, janin hidup, tunggal, intrauteri, puka/puki (jika
usia > 28 minggu), presentasi kepala (signifikan jika usia > 28
minggu), patologi. Dalam praktiknya ada yang menambahkan inisial
nama dan umur ibu, namun ini tidak menjadi prinsip.
b. Masalah
Jika hasil analisa data menunjukkan bahwa ibu mengalami masalah
yang memerlukan penanganan namun tidak dapat dimasukkan
dalam kategori diagnosa, maka tulisakan sebagai masalah.
c. Diagnosa Potensial
Bidan menentukan diagnosa potensial yang mungkin terjadi berdasarkan
diagnosa dan masalah yang telah ditentukan tersebut. Untuk
kehamilan fisiologi tidak perlu merumuskan diagnosa potensialnya
karena tidak adanya data yang mendukung. (Widatiningsih, Dewi,
2017; h. 185-186).
d. Penatalaksanaan / tindakan
Sesuaikan dengan diagnosa dan masalahnya, misalnya :
a) Memberitahu kondisi kehamilannya, termasuk masalahnya
jika ditemukan.
b) Konseling tentang masalah (jika ada) dan cara mengatasinya.
c) Konseling dan penkes lainnya sesuai kebutuhan (nutrisi, aktivitas
fisik, seksualitas, mengatasi ketidaknyamanan fisiologis dalam
kehamilan, body mechanic, senam hamil, dan sebagainya).
d) Mendiskusikan kembali tanda-tanda bahaya kehamilan dan apa
yang dapat dilakukan ibu.
e) Membicarakan kembali tentang rencana/persiapan persalinan
dan kesiapan apabila terjadi komplikasi.
f) Memberikan imunisasi TT2 (4 minggu setelah TT1)

43
g) Mengajari ibu cara menghitung gerakan janin (mulai usia 28
minggu).
h) Menangani komplikasi ringan atau merujuknya jika diluar
wewenang bidan.
i) Jika masih diperlukan: pemberian Fe + asam folat serta cara minum
yang benar. Multivitamin dan kalsium diberikan jika ada kebutuhan.
j) Menjadwalkan kunjungan berikutnya.
(Widatiningsih, Dewi, 2017; h.191)

44
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL PADA NY. S


USIA 28 TAHUN G1P0A0 PASKA SCTP ATAS INDIKASI EKLAMSIA HARI
KE 0 DI RUANG OBSTETRI RSUP DR. KARIADI SEMARANG

A. PENGKAJIAN
Hari/Tanggal : Selasa, 23 Februari 2021
Jam : 15.15 WIB
No. RM : C768586
No. Register : 11225732
DPJP : Rahmad Rizal Budi Wicaksono, dr. Sp.OG
BPJA : Isniana Nophi Widhayu, S.Tr.Keb., Bd

B. IDENTITAS PASIEN
Pasien Penanggung Jawab
Nama Ny. S Tn. R
Umur 28 Thn 32 Thn
Agama Islam Islam
Pendidikan S1 S1
Pekerjaan IRT Wirausaha
Suku Bangsa Jawa Betawi
Alamat Kedungdowo RT. 03 RW. 01 Kec. Siwo

C. DATA SUBYEKTIF
1. Alasan Datang :
Ibu dan suami datang sendiri ke IGD pukul 10.00 WIB mengatakan ingin
memeriksakan keadaan ibu dan kehamilannya.
2. Keluhan Utama :
Ibu mengatakan pandangan buram atau tidak jelas namun tidak merasakan
sakit kepala dan nyeri ulu hati, ibu merasakan nyeri pada bekas luka operasi.
Uraian keluhan utama :
- Saat tiba di IGD, suami mengatakan sebelumnya ibu mengalami kejang-
kejang saat di rumah pukul 09.30 WIB selama 10-15 menit, setelah kejang
mengalami muntah sebanyak 2 kali dan lidahnya sempat tergigit.
- Ibu mengatakan sejak 1 minggu yang lalu sudah merasakan pandangan
kabur atau tidak jelas. Pada pagi hari tanggal 23 Februari 2021 kepala ibu
terasa pusing, disertai mual dan muntah sebanyak 3 kali.

45
- Ibu mengatakan sejak usia kehamilan 37 minggu, kaki ibu sempat
bengkak dan mengalami hipertensi dalam kehamilan.
3. Riwayat Kesehatan :
Penyakit/kondisi yang pernah atau sedang diderita : Ibu mengatakan tidak
memiliki riwayat penyakit jantung, hipertensi, diabetes, asma, jantung, ginjal,
TBC dan IMS.
Riwayat penyakit dalam keluarga (menular maupun keturunan : Ibu
mengatakan ada penyakit turunan hipertensi dan diabetes dari ibu
kandungnya.
4. Riwayat Obstetri :
a. Riwayat Haid
Menarche : 13 Tahun Siklus : 30 hari
Lama : 7 hari Nyeri Haid : tidak ada
Leukhorea : Tidak ada
Warna darah : merah dan kecoklatan pada beberapa hari terakhir
Banyaknya : 2-3 x ganti pembalut / hari ± 150 cc
b. Riwayat Persalinan dan Nifas yang lalu : Ibu mengatakan sebelumnya
belum pernah melahirkan
c. Riwayat Persalinan Sekarang :
Paritas : P1 Abortus : A0
Tempat persalinan : RSUP Dr. Kariadi Kota Semarang
Ditolong oleh : Dokter Sp. OG
Jenis persalinan : Sectio Caesarea
Masalah dalam persalinan : Eklampsia
Keadaan plasenta : Baik Keadaan tali pusat : Baik
Keadaan bayi : Baik Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal/jam lahir : 23 Februari 2021/11.40 WIB
Apgar score :7-8-9
BB : 2,560 gr PB : 41 cm
LK : 35 cm LD : 31 cm
Kelainan bawaan : tidak ada
5. Riwayat KB : Ibu mengatakan belum pernah menggunakan alat kontrasepsi,
saat ini ibu menggunakan alat kontrasepsi AKDR yang dipasang segera
setelah selesai tindakan section caesarea.
6. Pola Pemenuhan Kebutuhan Terakhir :

46
a. Nutrisi
1) Makan
- Frekuensi makan pokok : 3 x perhari, terakhir makan pagi jam
07.30 WIB dengan bubur ayam sebanyak ± 5 sendok makan
- Pantangan : tidak ada pantangan makan selama kehamilan
2) Minum
- Jumlah total 7-8 gelas perhari, terakhir ibu minum jam 09.00 WIB
jenis air putih ± 250 ml
b. Eliminasi
1) Buang Air Kecil
- Frekuensi perhari : ≥ 5x/hari, terakhir BAK jam 08.15 WIB warna
kuning pekat. Saat ini terpasang dower kateter berisi urine warna
merah kecoklatan sebanyak 100 cc
- Keluhan/masalah : tidak ada
2) Buang Air Besar
- Frekuensi perhari : 1x/hari, warna kekuningan, terakhir jam 05.30
WIB
- Konsistensi lembek/keras : lembek
- Keluhan/masalah : tidak ada
c. Personal Hygiene : Mandi dan sikat gigi 2 x sehari, terakhir pagi jam
07.00 WIB
d. Istirahat / tidur
Ibu mengatakan semalam tidur selama ± 7-8 jam, tidak ada masalah
e. Mobilisasi : Ibu sudah bisa memiringkan badannya ke kanan dan kiri.
f. Kebiasaan yang merugikan kesehatan :
Ibu mengatakan tidak memiliki kebiasaan merokok, minum-minuman
beralkohol, konsumsi obat-obatan selain dari bidan dan dokter. Ibu
mengatakan sering konsumsi minuman jahe dicampur gula merah selama
kehamilan.
g. Pola menyusui : ibu belum menyusui bayinya

7. Riwayat Psikososio-spiritual :
a. Riwayat perkawinan : Ibu mengatakan ini pernikahan pertama baginya
dan pernikahan yang kedua bagi suami. Lamanya pernikahan antara ibu

47
dan suami yaitu selama 1 tahun. Tidak ada masalah dalam hubungan
pernikahannya.
b. Kehamilan ini diharapkan oleh ibu, suami, dan keluarga sehingga adanya
respon dan dukungan keluarga terhadap kehamilan dan nifas ini. Suami
selalu menemani ibu selama di rumah sakit.
c. Ibu mengatakan tinggal serumah hanya dengan suaminya.
d. Mekanisme koping (cara pemecahan masalah) : Ibu mengatakan
pemecahann masalah dilakukan musyawarah
e. Pengambilan keputusan utama dalam keluarga oleh Ny. S sendiri, kecuali
ada hal yang bersangkutan dengan suaminya maka akan didiskusikan
dahulu. Dalam kondisi emergensi, ibu dapat mengambil keputusan sendiri.
f. Orang terdekat ibu adalah suami.
g. Ibu mengatakan yang akan menemani ibu untuk melakukan kunjungan
ulang masa nifasnya yaitu suami.
h. Ibu mengatakan tidak ada adat istiadat yang dianut dan agama
mempengaruhi masa nifasnya.
i. Penghasilan perbulan : ± Rp 3.000.000,- Ibu dan suami mengatakan
penghasilannya cukup untuk memenuhi kebutuhan hariannya
j. Keyakinan ibu tentang pelayanan kesehatan : Ibu mengatakan dapat
menerima segala bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan oleh nakes
k. Tingkat pengetahuan ibu :
Hal-hal yang sudah diketahui ibu : Mobilisasi pasca operasi manajemen
nyeri
Hal-hal yang belum diketahui ibu : Cara mengatasi nyeri bekas operasi
Hal-hal yang ingin diketahui ibu : Cara mengatasi nyeri bekas operasi

D. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 180/100 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 36,8 oC
SpO2 : 98%
BB sebelum / sekarang : 64/79 kg

48
TB : 158 cm
IMT : 25,63 (Gemuk)
LiLA : 30 cm
2. Status Present
Kepala : simetris, rambut bersih
Muka : tidak pucat, tidak oedem
Mata : simetris, konjuntiva tidak anemis, skelera tidak icterus
Hidung : simetris, tidak ada polip, terpasang nasal kanul dengan
oksigen sebanyak 3 L
Mulut : bersih,tidak ada stomatitis
Telinga : pendengaran baik, tidak ada serumen
Leher : tidak ada pemebesaran kelenjar tyroid, tidak ada
parotis
Ketiak : tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Dada : nafas normal, tidak ada retraksi dinding dada.
Abdomen : tidak ada massa, tidak kembung
Genetalia : tidak ada oedem
Punggung : normal, tidak skoliosis
Anus : tak ada hemoroid
Ekstremitas Atas : tidak oedem
Ekstremitas Bawah : tidak oedem
3. Status Obstetri
Wajah : Tidak ada oedema dan tidak pucat
Mammae : tidak ada bendungan ASI, belum ada pengeluaran
kolostrum
Abdomen : TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi uterus keras, ada
bekas operasi
Genitalita : Lokhea rubra, tidak ada laserasi, perdarahan ± 30 cc,
terpasang dower kateter dengan urine sebanyak 100 cc warna keruh
kemerahan
Ekstremitas atas : tidak oedema
Ekstermitas bawah : Reflek patella (+/+)

4. Pemeriksaan Penunjang

49
a. Tanggal 26-06-2020 : HB (13,2 gr%) HIV (NR) HBsAg (NR) Sifilis (NR)
b. Tanggal 23-02-2021 pukul 13.49 WIB : Hemoglobin (12,9 gr%),
Hematokrit (36,4 %), Eritrosit (4,2 /uL), Leukosit (10,6 /uL), Trombosit
(232 /uL), GDS (81 mg/dL), HBsAg (<0,10 negatif), protein urine (1000
mg/dl, negatif), Reduksi (negatif), Bakteri urine (2676,9 /uL, positif)
c. Tanggal 23-02-2021 pukul 22.22 WIB : Hemoglobin (11,9 gr%),
Hematokrit (34,1 %), Eritrosit (3,84 /uL), Leukosit (17,5 /uL), Trombosit
(229 /uL)

E. ANALISA
Diagnosa Kebidanan : Ny. S usia 28 tahun P1A0 postpartum 3 jam dengan
riwayat eklamsia dan suspect ISK
Diagnosa Potensial : Eklamsia berulang
Masalah : Nyeri pada bekas operasi dan pandangan tidak jelas
Kebutuhan Segera : Pemberian MgSO4 dalam dosis maintanace

F. PENATALAKSANAAN
Tanggal : 23 Februari 2021 Jam : 15.30 WIB
1. Memberitahu kepada ibu bahwa dirinya masih mengalami tekanan darah
tinggi.
Ev : Ibu memahami kondisi dirinya
2. Memberikan dukungan psikologis kepada ibu untuk tetap tenang dan
beripikiran positif agar tekanan darah kembali stabil.
Ev : Ibu mengatakan akan menenangkan dirinya dan mengistirahatkan
tubuhnya
3. Memberikan konseling kepada ibu bahwa nyeri yang dirasakan dapat
diatasi dengan obat, namun obat dapat diberikan sesuai dengan jadwal yang
sudah diatur. Ibu dapat mengatasi nyeri dengan menarik nafas panjang dan
mengeluarkan nafas melalui mulut agar lebih rileks.
Ev : Ibu dapat mengatur nafasnya untuk menenangkan dirinya yang merasa
kesakitan
4. Memberikan terapi obat sesuai dengan advis dokter.
Ev :
a. Ibu telah diberikan infus RL 500 ml + oxytocin 20 IU sebanyak 20 tpm
b. Ibu telah diberikan MgSO4 20% 1 gr/jam dosis maintanace secara
intravena menggunakan syringe pump

50
c. Ibu telah diberikan terapi injeksi intravena :
- Ketorolac 30 mg/8 jam
- Asam Tranexamat 500 mg/8 jam
d. Ibu telah minum terapi obat per oral :
- Dopamet 500mg/8 jam
- Nifedipin 10 mg/8jam
- Paracetamol 1 gr/8 jam
- Vit BC/C/SF 1 tab/ 12 jam
- Vit A 200.000 IU/24 jam
e. Ibu telah diberikan terapi furosemide 1 supp/8 jam yang diberikan
melalui rectal
5. Melakukan kolaborasi dengan dokter residen mata untuk pemeriksaan mata
Ny. S. Dokter mengatakan hasil pemeriksaan mata dalam kondisi baik dan
menjelaskan pandangan yang dirasa buram tersebut merupakan efek
samping dari PEB dan eklamsia yang akan berkurang dalam beberapa hari
setelah melahirkan.
Ev : Ibu memahami penjelasan yang dokter berikan
6. Memberikan konseling kepada ibu untuk melakukan mobilisasi secara
bertahap dengan memiringkan badannya ke kanan dan kiri selama di
tempat tidur.
Ev : Ibu dalam posisi terlentang dengan kepala menggunakan bantal dan
menunjukkan kemampuannya untuk memiringkan badannya ke kanan dan
ke kiri
7. Memberitahu ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasca operasi secara
bertahap dengan dimulai minum air mineral sedikit-sedkit kemudian
makan-makanan yang mengandung protein tinggi dan sayuran hijau untuk
mempercepat pemulihan luka operasi dan pengeluaran ASI seperti telur,
ikan, daging ayam, daging sapi, sayur daun katuk, sayur daun bayam, dan
sayur daun kelor.
Ev : Ibu mengerti dan akan memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai dengan
anjuran bidan, saat ini ibu memulai minum air mineral pasca operasi
sebanyak 2 tegukan
8. Memberikan ibu pendidikan kesehatan tentang tanda bahaya masa nifas
seperti : perdarahan lewat jalan lahir, keluar cairan berbau busuk dari jalan
lahir, demam tinggi, bengkak di muka, tangan atau kaki, disertai sakit

51
kepala dan kejang, nyeri atau panas di daerah tungkai, payudara bengkak
(berwarna kemerahan, dan sakit), puting lecet dan jika ibu menemukan
salah satu dari tanda bahaya tersebut maka ibu harus langsung ke tenaga
kesehatan.
Ev : Ibu mengerti tentang tanda bahaya ibu nifas dan akan segera ke
petugas kesehatan bila mendapati salah satu dari tanda tersebut
9. Melakukan pemantauan keadaan umum, tanda-tanda vital, perdarahan
pervaginam, pengeluaran ASI, BAB, BAK, dan tanda-tanda impending
eklamsia.
Ev : Belum ada pengeluaran kolostrum, ibu mengeluh pandangan buram
atau tidak jelas disertai tekanan darah yang tinggi, hasil observasi TTV,
PPV, BAK, dan BAB terlampir di lembar observasi
10. Melakukan pendokumentasian asuhan kebidanan dengan format SOAP.

52
LEMBAR OBSERVASI

Nama Pasien : Ny. S Umur : 28 tahun


No. RM : C768586 Tanggal : 23-02-2021

TD N R S
No. Pukul Ket.
(mmHg) (x/menit) (x/menit) (oC)
Ibu mengeluh
pandangan
buram atau tidak
jelas, tidak
merasakan sakit
kepala, mual
dan muntah,
protein urine
1 16.30 156/106 86 21 36,7
negatif
BAB : (-)
BAK : (+)
PPV : ± 20 cc
Urine : ± 70
ml/jam, warna
merah
kecoklatan
Ibu mengeluh
pandangan
buram atau tidak
jelas, tidak
merasakan sakit
kepala, mual
dan muntah,
protein urine
2 17.30 167/98 84 20 36,7
negatif
BAB : (-)
BAK : (+)
PPV : ± 10 cc
Urine : ± 50
ml/jam, warna
merah
kecoklatan
3 18.30 162/92 84 20 36,6 Ibu mengeluh
pandangan
buram atau tidak
jelas, tidak
merasakan sakit
kepala, mual
dan muntah,
protein urine
negatif
BAB : (-)
BAK : (+)
PPV : ± 10 cc

53
Urine : ± 130
ml/jam, warna
merah
kecoklatan
Ibu mengeluh
pandangan
buram atau tidak
jelas, tidak
merasakan sakit
kepala, mual
dan muntah,
protein urine
4 19.30 158/98 88 20 36,5
negatif
BAB : (-)
BAK : (+)
PPV : ± 10 cc
Urine : ± 100
ml/jam, warna
merah
kecoklatan
Ibu mengeluh
pandangan
buram atau tidak
jelas, tidak
merasakan sakit
kepala, mual
dan muntah,
protein urine
5 20.30 152/76 82 18 36,5 negatif
BAB : (-)
BAK : (+)
PPV : ± 10 cc
Urine : ± 50
ml/jam, warna
merah
kecoklatan (total
urine 500 cc)

54
CATATAN PERKEMBANGAN
Tempat Praktik : NO. RM : C768586
RSUP Dr. Kariadi Semarang Nama Pasien : Ny. S
Nama Bidan : Yuke Astari, Barru
Tsania Violita, Tari Wulandari, Nur
Azizah, Deka Mona
CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal Nama
dan CATATAN PERKEMBANGAN (SOAP) dan
Jam Paraf
Rabu, 24-02- S=
2021 Ibu mengatakan masih nyeri bekas operasi
/ Pukul Personal Hygiene : Mandi terakhir pukul 06.00 WIB,
08.00 WIB ganti pembalut 3x.
Aktivitas : Ibu sudah bisa berbaring miring kanan dan
kiri, serta duduk
Pola menyusui : Ibu sudah menyusui bayinya ≥ 5x
baik secara langsung

O=
 Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
TD : 135/80 mmHg
N : 85 x/menit
R : 20 x/menit
S : 36,4 oC
SpO2 : 99 %
 Status Present
Wajah : Tidak oedem, tidak pucat
Mata : sclera putih, konjungtiva merah muda
Kandung kemih : kosong
Ekstremitas : Tidak oedem
 Status Obstetri
Mammae : Ada sedikit pengeluaran ASI
Abdomen : Terdapat luka bekas operasi, TFU 2
jari di bawah pusat, kontraksi uterus keras.
Genitalita : lokhea rubra ± 50 cc

A=
Ny. S usia 28 tahun P1A0 postpartum 1 hari dengan
riwayat eklamsia dan suspect ISK
Diagnosa Potensial : Eklamsia berulang
Masalah : nyeri bekas luka operasi
Kebutuhan segera : Menghentikan pemberian MgSO4
paska 24 jam postpartum dan pemantauan tanda-tanda
impending eklamsia

P=
1. Pukul 06.00 WIB, Ny. S telah diberikan terapi obat
sesuai advis dokter.
Ev : Ibu telah diberikan terapi obat per oral

55
dopamet 500 mg, paracetamol 1000 mg, vitamin C
1 tablet, vitamin B complex 1 tablet, sulfas ferosus
1 tablet, amoxicillin 500 mg, Vit A 200.00 IU,
furosemide supps
2. Memberitahu kepada ibu bahwa dirinya dalam
keadaan yang baik namun tekanan darah masih
tergolong tinggi.
Ev : Ibu mengatakan tekanan darah sudah lebih
baik dibandingkan sebelumnya
3. Memberikan konseling kepada ibu untuk sering
menyusui bayinya, setiap 2 jam sekali minimal
selama 30 menit untuk kedua payudara agar ASI
diproduksi semakin banyak.
Ev : Ibu memahami penjelasan yang diberikan
oleh bidan
4. Memberikan konseling kepada ibu untuk
meninggikan posisi kepala dengan bantal selama
24 jam pasca operasi dan melakukan mobilisasi
secara bertahap dengan memiringkan badannya ke
kanan dan kiri selama di tempat tidur.
Ev : Ibu dalam posisi terlentang dengan kepala
menggunakan bantal dan menunjukkan
kemampuannya untuk memiringkan badannya ke
kanan dan ke kiri.
5. Memberikan pujian kepada ibu atas pemikirannya
yang positif kepada tenaga kesehatan dan segala
asuhan kebidanan yang diterimanya.
Ev : Ibu mengatakan senang dirinya telah dirawat
dengan baik selama di rumah sakit.
6. Menganjurkan ibu untuk istirahat tidur yang cukup
selama masa nifas.
Ev : Ibu mengatakan akan mempersiapkan dirinya
untuk tidur
7. Pukul 11.00 WIB, MgSO4 20% 1 gr/jam dosis
maintenance paska 24 jam postpartum telah
dihentikan.
8. Pukul 22.00 WIB, pemberian RL 500 ml +
Oksitosin 20 IU dalam 20 tpm menjadi 12 tpm
sesuai dengan advis dokter.
9. Melakukan pendokumentasian asuhan kebidanan
dengan format SOAP.

CATATAN PERKEMBANGAN

56
Tempat Praktik : NO. RM : C768586
RSUP Dr. Kariadi Semarang Nama Pasien : Ny. S
Nama Bidan : Tari Wulandari, Barru
Tsania Violita, Yuke Astari, Nur
Azizah, Deka Mona
CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal Nama
dan CATATAN PERKEMBANGAN (SOAP) dan
Jam Paraf
Kamis, 25- S=
02-2021 Ibu mengatakan ASI yang keluar sedikit.
/ Pukul Nutrisi : 3 x makan, minum air mineral ± 2L, setiap
08.00 WIB makan selalu ada sayur, lauk pauk, dan buah.
Eliminasi : BAK ± 7-8x warna kekuningan, BAB 1x
lembek, tidak ada masalah.
Personal Hygiene : Mandi terakhir pukul 07.00 WIB,
ganti pembalut 3x.
Aktivitas : Ibu sudah bisa berbaring miring kanan dan
kiri, duduk, serta berjalan dengan tanpa bantuan.
Pola menyusui : Ibu sudah menyusui bayinya ≥ 8x
baik secara langsung maupun dengan memberikan asi
perah.
Riwayat psikososial : Ibu mengatakan selalu menerima
semua asuhan yang diberikan oleh dokter, bidan, dan
tenaga kesehatan lainnya selama di rumah sakit untuk
mempercepat pemulihan tubuhnya.

O=
 Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
TD : 140/90 mmHg
N : 82 x/menit
R : 20 x/menit
S : 36,1 oC
SpO2 : 98 %
 Status Present
Wajah : Tidak oedem, tidak pucat
Mata : sclera putih, konjungtiva merah muda
Kandung kemih : kosong
Ekstremitas : Tidak oedem
 Status Obstetri
Mammae : Ada sedikit pengeluaran ASI
Abdomen : Terdapat luka bekas operasi, TFU 2
jari di bawah pusat, kontraksi uterus keras.
Genitalita : lokhea rubra ± 30 cc

A=
Ny. S usia 28 tahun P1A0 postpartum 2 hari dengan
riwayat eklamsia
Diagnosa Potensial : Eklamsia berulang
Masalah : pengeluaran ASI sedikit
P=

57
1. Pukul 06.00 WIB, Ny. S telah diberikan terapi obat
sesuai advis dokter.
Ev : Ibu telah diberikan terapi obat per oral
dopamet 500 mg, paracetamol 1000 mg, vitamin C
1 tablet, vitamin B complex 1 tablet, sulfas ferosus
1 tablet, dan amoxicillin 500 mg.
2. Memberitahu kepada ibu bahwa dirinya dalam
keadaan yang baik namun tekanan darah masih
tergolong tinggi.
Ev : Ibu mengatakan tekanan darah sudah lebih
baik dibandingkan sebelumnya
3. Memberikan konseling kepada ibu untuk sering
menyusui bayinya, setiap 2 jam sekali minimal
selama 30 menit untuk kedua payudara agar ASI
diproduksi semakin banyak.
Ev : Ibu memahami penjelasan yang diberikan
oleh bidan
4. Memberikan KIE tentang nutrisi yang harus
dipenuhi ibu nifas dan menyusui.
Ev : Ibu mengatakan selama di rumah sakit selalu
diberikan telur rebus sebanyak 4-6 butir dan
setelah pulang dari rumah sakit ibu akan
menerapkan arahan bidan mengenai pemenuhan
nutrisi ibu nifas.
5. Melakukan asuhan kolaborasi dengan dr. SpOG
dengan memberikan terapi obat kepada Ny. S
sesuai advis dokter.
Ev :
- Pukul 06.00 WIB : Ibu telah diberikan terapi per
oral dopamet 500 mg, paracetamol 1000 mg,
dan amoxicillin 500 mg.
- Pukul 06.00 WIB : Ibu telah diberikan terapi per
oral vitamin C 1 tablet, vitamin B complex 1
tablet, vitamin Sulfas Ferosus 1 tablet.
6. Memberikan KIE kepada ibu tentang perawatan
luka operasi, luka operasi akan dibersihkan dan
dinyatakan baik saat kunjungan ulang 1 minggu.
Bila dirasa tidak nyaman ibu dianjurkan
membersihkan luka operasi ke fasilitas kesehatan
terdekat.
Ev : Ibu memahami penjelasan bidan bahwa ketika
mandi luka yang sudah tertutup oleh perban anti
air tidak boleh digosok-gosok, saat
mengeringkannya cukup dilap dengan handuk
kering.
7. Pukul 10.00 WIB melakukan AFF infus sesuai
advis dokter
Ev : Infus telah terlepas dari tangan ibu, luka bekas
infus ditutupi menggunakan hipavix.
8. Pukul 14.00 WIB melakukan AFF DC sesuai
anjuran dokter
Ev : ibu merasa senang karena kateter sudah
dilepas

58
9. Memberikan konseling ke ibu bahwa setelah
dilakukan AFF DC ibu dianjurkan BAK ke kamar
mandi 6 jam kemudian
Ev : ibu merasa senang karena kateter sudah
dilepas dan ibu akan BAK pada jam 20.00 WIB
10. Memberikan pujian kepada ibu atas pemikirannya
yang positif kepada tenaga kesehatan dan segala
asuhan kebidanan yang diterimanya.
Ev : Ibu mengatakan senang dirinya telah dirawat
dengan baik selama di rumah sakit.
11. Menganjurkan ibu untuk istirahat tidur yang cukup
selama masa nifas.
Ev : Ibu mengatakan akan mempersiapkan dirinya
untuk tidur
12. Melakukan pendokumentasian asuhan kebidanan
dengan format SOAP.

59
CATATAN PERKEMBANGAN

Tempat Praktik : NO. RM : C768586


RSUP Dr. Kariadi Semarang Nama Pasien : Ny. S
Nama Bidan : Tari Wulandari, Nur
Azizah, Barru Tsania Violita, Yuke
Astari, Deka Mona
CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal Nama
dan CATATAN PERKEMBANGAN (SOAP) dan
Jam Paraf
Jumat, 26- S=
02-2021 Ibu mengatakan ASI yang keluar sedikit.
/ Pukul Nutrisi : 3 x makan, minum air mineral ± 2L, setiap
20.00 WIB makan selalu ada sayur, lauk pauk, dan buah.
Eliminasi : BAK ± 5-6x warna kekuningan, BAB 2x
lembek, tidak ada masalah.
Personal Hygiene : Mandi terakhir pukul 15.30 WIB,
ganti pembalut 3x.
Aktivitas : Ibu sudah bisa berbaring miring kanan dan
kiri, duduk, serta berjalan dengan tanpa bantuan.
Pola menyusui : Ibu sudah menyusui bayinya ≥ 5x
baik secara langsung maupun dengan memberikan asi
perah.
Riwayat psikososial : Ibu mengatakan selalu menerima
semua asuhan yang diberikan oleh dokter, bidan, dan
tenaga kesehatan lainnya selama di rumah sakit untuk
mempercepat pemulihan tubuhnya.

O=
 Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
TD : 148/88 mmHg
N : 82 x/menit
R : 20 x/menit
S : 37,1 oC
SpO2 : 98 %
 Status Present
Wajah : Tidak oedem, tidak pucat
Mata : sclera putih, konjungtiva merah muda
Kandung kemih : kosong
Ekstremitas : Tidak oedem
 Status Obstetri
Mammae : Ada sedikit pengeluaran ASI
Abdomen : Terdapat luka bekas operasi, TFU 2
jari di bawah pusat, kontraksi uterus keras.
Genitalita : lokhea rubra ± 30 cc

A=
Ny. S usia 28 tahun P1A0 postpartum 3 hari dengan
riwayat eklamsia
Diagnosa Potensial : Eklamsia berulang

60
Masalah : pengeluaran ASI sedikit
P=
1. Pukul 06.00 WIB, Ny. S telah diberikan terapi obat
sesuai advis dokter.
Ev : Ibu telah diberikan terapi obat per oral
dopamet 500 mg, paracetamol 1000 mg, vitamin C
1 tablet, vitamin B complex 1 tablet, sulfas ferosus
1 tablet, dan amoxicillin 500 mg.
2. Memberitahu kepada ibu bahwa dirinya dalam
keadaan yang baik namun tekanan darah masih
tergolong tinggi.
Ev : Ibu mengatakan tekanan darah sudah lebih
baik dibandingkan sebelumnya
3. Memberikan konseling kepada ibu untuk sering
menyusui bayinya, setiap 2 jam sekali minimal
selama 30 menit untuk kedua payudara agar ASI
diproduksi semakin banyak.
Ev : Ibu memahami penjelasan yang diberikan
oleh bidan
4. Memberikan KIE tentang nutrisi yang harus
dipenuhi ibu nifas dan menyusui.
Ev : Ibu mengatakan selama di rumah sakit selalu
diberikan telur rebus sebanyak 4-6 butir dan
setelah pulang dari rumah sakit ibu akan
menerapkan arahan bidan mengenai pemenuhan
nutrisi ibu nifas.
5. Melakukan asuhan kolaborasi dengan dr. SpOG
dengan memberikan terapi obat kepada Ny. S
sesuai advis dokter.
Ev :
- Pukul 14.00 WIB : Ibu telah diberikan terapi per
oral dopamet 500 mg, paracetamol 1000 mg,
dan amoxicillin 500 mg.
- Pukul 18.00 WIB : Ibu telah diberikan terapi per
oral vitamin C 1 tablet, vitamin B complex 1
tablet, vitamin C 1 tablet.
- Pukul 22.00 WIB : Ibu telah diberikan terapi per
oral paracetamol 1000 mg dan amoxicillin 500
mg.
6. Memberikan pujian kepada ibu atas pemikirannya
yang positif kepada tenaga kesehatan dan segala
asuhan kebidanan yang diterimanya.
Ev : Ibu mengatakan senang dirinya telah dirawat
dengan baik selama di rumah sakit.
7. Menganjurkan ibu untuk istirahat tidur yang cukup
selama masa nifas.
Ev : Ibu mengatakan akan mempersiapkan dirinya
untuk tidur
8. Melakukan pendokumentasian asuhan kebidanan
dengan format SOAP.

61
CATATAN PERKEMBANGAN
Tempat Praktik : NO. RM : C768586
RSUP Dr. Kariadi Semarang Nama Pasien : Ny. S
Nama Bidan : Tari Wulandari, Deka
Mona Setiawati, Barru Tsania Violita,
Yuke Astari, Nur Azizah
CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal Nama
dan CATATAN PERKEMBANGAN (SOAP) dan
Jam Paraf
Sabtu, 27- S=
02-2021 Ibu mengatakan tidak ada keluhan mengenai dirinya.
/ Pukul Nutrisi : 1 x makan, minum air mineral ± 600 ml
10.00 WIB Eliminasi : BAK ± 2x warna kekuningan, BAB
terakhir kemarin sore.
Personal Hygiene : Mandi terakhir pukul 08.30 WIB,
ganti pembalut 1x.
Pola menyusui : Ibu sudah menyusui bayinya 3x
secara langsung.

O=
 Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
TD (Pukul 06.00 WIB) : 160/109 mmHg
TD : 130/90 mmHg
N : 82 x/menit
R : 20 x/menit
S : 37,1 oC
SpO2 : 98 %
 Status Present
Wajah : Tidak oedem, tidak pucat
Mata : sclera putih, konjungtiva merah muda
Kandung kemih : kosong
Ekstremitas : Tidak oedem
 Status Obstetri
Mammae : Ada pengeluaran ASI
Abdomen : Terdapat luka bekas operasi bersih rapi
tidak ada pus, TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi
uterus keras.
Genitalita : lokhea rubra ± 20 cc

A=
Ny. S usia 28 tahun P1A0 postpartum 4 hari dengan
riwayat eklamsia
Diagnosa Potensial : Eklamsia berulang

P=
1. Pukul 06.00 WIB, Ny. S diberikan terapi obat
sesuai advis dokter.
Ev : Ibu telah diberikan terapi obat per oral
dopamet 500 mg, nifedipin 10 mg, paracetamol

62
1000 mg, vitamin C 1 tablet, vitamin B complex 1
tablet, sulfas ferosus 1 tablet, dan amoxicillin 500
mg.
2. Memberitahu kepada ibu bahwa dirinya dalam
keadaan yang baik.
Ev : Ibu senang tekanan darahnya sudah lebih baik
dibandingkan sebelumnya
3. Memberikan konseling kepada ibu untuk sering
menyusui bayinya, setiap 2 jam sekali minimal
selama 30 menit untuk kedua payudara agar ASI
diproduksi semakin banyak.
Ev : Ibu memahami penjelasan yang diberikan
oleh bidan dan akan mempraktikkannya
4. Memberikan KIE tentang nutrisi yang harus
dipenuhi ibu nifas dan menyusui.
Ev : Ibu mengatakan selama di rumah sakit selalu
diberikan telur rebus sebanyak 4-6 butir dan
setelah pulang dari rumah sakit ibu akan
menerapkan arahan bidan mengenai pemenuhan
nutrisi ibu nifas.
5. Memberikan KIE kepada ibu tentang perawatan
luka operasi, luka operasi akan dibersihkan dan
dinyatakan baik saat kunjungan ulang 1 minggu.
Bila dirasa tidak nyaman ibu dianjurkan
membersihkan luka operasi ke fasilitas kesehatan
terdekat.
Ev : Ibu memahami penjelasan bidan bahwa ketika
mandi luka yang sudah tertutup oleh perban anti
air tidak boleh digosok-gosok, saat
mengeringkannya cukup dilap dengan handuk
kering.
6. Memberikan KIE kepada ibu tentang tanda bahaya
masa nifas seperti perdarahan lewat jalan lahir,
keluar cairan berbau busuk dari jalan lahir, demam
tinggi, bengkak di muka, tangan atau kaki, disertai
sakit kepala dan kejang, nyeri atau panas di daerah
tungkai, payudara bengkak (berwarna kemerahan,
dan sakit), puting lecet dan jika ibu menemukan
salah satu dari tanda bahaya tersebut maka ibu
harus langsung ke fasilitas kesehatan.
Ev : Ibu mengerti tentang tanda bahaya ibu nifas
dan akan segera ke petugas kesehatan bila
mendapati salah satu dari tanda tersebut
7. Memberikan konseling kepada ibu untuk istirahat
tidur yang cukup selama masa nifas, baik siang
maupun malam hari.
Ev : Ibu mengatakan akan memenuhi kebutuhan
istirahatnya selama di rumah nanti
8. Menjelaskan tentang terapi obat yang harus
dikonsumsi selama di rumah.
Ev : Ibu paham dan akan konsumsi obat sesuai
dengan arahan
9. Memberitahu ibu untuk melakukan kunjungan

63
ulang ibu dan bayi nya 1 minggu mendatang.
Ev : Ibu bersedia melakukan pemeriksaan 1
minggu mendatang.
10. Melakukan pendokumentasian asuhan kebidanan
dengan format SOAP.

64
BAB IV
PEMBAHASAN

Dari hasil pengkajian data subyektif pada Ny. S didapatkan hasil bahwa Ny. S
berusia 28 tahun, pendidikan terakhir sarjana, pekerjaan ibu rumah tangga dengan
alasan masuk ke ruang obstetri RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tanggal 23 februari
2021jam 15.15 WIB dengan kondisi post SC atas indikasieklamsia. Sesampainya di
IGD, suami mengatakan sebelumnya ibu mengalami kejang-kejang saat di rumah
pukul 09.30 WIB selama 10-15 menit, setelah kejang mengalami muntah sebanyak 2
kali dan lidahnya sempat tergigit. Saat di ruang obstetri, ibu mengatakan pandangan
buram atau tidak jelas namun tidak merasakan sakit kepala dan nyeri ulu hati, ibu
merasakan nyeri pada bekas luka operasi. Beberapa hal yang ditemukan dalam
pengkajian dan penatalaksanaan yang dilakukan pada kasus Ny. S diantaranya :
Menurut PNPK 2016 preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru
terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan
organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan
dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat preeklampsia
tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin,
namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu:
1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus 6.
Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restrictio

65
66
6. Eklamsia pada Kehamilan
Ny. S mengatakan sudah 1 minggu merasakan pandangan kabur atau tidak
jelas. Sejak pagi hari kepala ibu terasa pusing, disertai mual dan muntah sebanyak
3 kali. Ibu mengatakan sejak usia kehamilan 37 minggu, kaki ibu sempat bengkak
dan mengalami hipertensi pada kehamilan. Riwayat kesehatan ibu baik, tidak
memiliki riwayat penyakit jantung, hipertensi, diabetes, asma, jantung, ginjal,
TBC dan IMS sebelumnya, namun ibu memiliki riwayat penyakit menurun yaitu
penyakit hipertensi dan diabetes dari ibu kandungnya. Hal ini dibuktikan pada
penelitian Patricia et al (2010) bahwa wanita yang ibunya memiliki riwayat
hipertensi memiliki peningkatan risiko terkena preeklamsia dengan nilai p value <
0,001. Kekenusa (2013) menunjukkan bahwa riwayat keluarga menderita DM
memberikan risiko enam kali lebih besar terhadap keturunan untuk mengalami
kadar glukosa puasa terganggu. Hal tersebut juga menandakan adanya hubungan

67
riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian DM pada keturunannya. Faktor
genetik yang dimiliki akan bermanifestasi menjadi DM bila didukung dengan
kondisi lingkunganyang dapat mencetuskan penyakit ini (Paramita dan Lestari,
2019).
Hasil pengkajian data subjektif didapatkan tekanan darah ibu 180/100
mmHg, IMT sebesar 25,63 dalam kategori gemuk, protein urine negatif, reduksi
urine negative, bakteri urine positif (2676,9 /uL), GDS 81 mg/dL. Dilihat dari
besar IMT, GDS, dan reduksi urine ibu membuktikan bahwa Ny. S tidak
megalami penyakit diabetes meskipun ada keturunan penyakit diabetes. Namun
berdasarkan tekanan darah dan bakteri urine menunjukan adanya faktor risiko
terjadinya preeklamsia dengan komplikasi terjadinya eklamsia. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Rezavand et al (2016) menunjukkan tingkat bakteriuria
asimtomatik secara signifikan lebih tinggi pada kelompok preeklamsia yaitu
sebesar 55,2%. Peluang terjadinya bakteriuria pada kelompok preeklamsia 4,2
kali lebih sering terjadi dibandingkan pada mereka yang tidak memiliki
bakteriuria dengan  kemungkinan hasil kultur urin positif 6,8 kali lebih tinggi
pada kelompok preeklamsia. Faktor risiko tingginya kadar bakteri dalam urine
dipengaruhi oleh usia, aktivitas seksual, status sosial ekonomi, paritas, riwayat
infeksi saluran kemih sebelum hamil, kelainan anatomi sistem kemih, dan usia
kehamilan semuanya memiliki peran yang berpengaruh dalam laju bakteriuria
asimtomatik. Dimana nilai normal bakteri urine yang ditetapkan RSUP Dr.
Kariadi antara 0-100 /uL.
Menurut Prawirohardjo (2010) eklampsia adalah kejang yang terjadi pada
ibu hamil dengan tanda-tanda preeklampsia. Preeklampsia sendiri merupakan
kumpulan gejala yang terdiri dari hipertensi (Tekanan darah ≥140/90 mmHg)
bersamaan dengan proteinuria masif yang terjadi pada usia kehamilan lebih dari
20 minggu. Pada kasus Ny. S didapatkan tekanan darah pasca operasi 180/100
mmHg dengan protein urine negatif dan kadar bakteri urine positif sebesar 2676,9
/uL yang berdasarkan hasil penelitian Rezavand ada salah satu tanda pemicu
terjadinya preeklamsia.Penelitian Marilyn dan Richard (2011) telah menemukan
bahwa sekitar 40% wanita dengan eklamsia mengalami kejang pada tekanan
darah normal dan tanpa proteinuria. Temuan ini menunjukkan bahwa preeklamsia
mungkin tidak selalu menjadi prodrom untuk eklamsia dan menyiratkan bahwa
faktor atau proses yang terkait dengan kehamilan normal dapat meningkatkan
kejang eklampsia.

68
Proteinuria tidak lagi penting untuk diagnosis preeklamsia; Namun, kriteria
ini seringkali masih dimasukkan dalam diagnosis saat ini. Proteinuria
didefinisikan sebagai setidaknya 300 mg protein dalam sampel urin 24 jam atau
rasio protein atau kreatinin urin 0,3 atau lebih. Laboratorium penting lainnya
termasuk panel hati untuk menilai fungsi hati, CBC untuk menilai fungsi
trombosit, dan profil metabolik dasar untuk menilai GFR dan fungsi ginjal. Kadar
transaminase yang lebih dari dua kali batas atas normal dengan atau tanpa nyeri
kuadran kanan atas atau nyeri epigastrik konsisten dengan preeklamsia. Kadar
trombosit yang lebih dari 100.000 juga termasuk dalam diagnosis
preeklamsia. Adanya edema paru pada rontgen dada atau pemeriksaan yang
berhubungan dengan peningkatan tekanan darah mengkhawatirkan terjadinya
preeklamsia. Gejala saraf pusat yang terkait dengan diagnosis preeklamsia
termasuk sakit kepala dan gangguan penglihatan (Mackenzie dan Melissa, 2020).
Mackenzie dan Melissa (2020) mengemukakan ada dua mekanisme
patofisiologis yang diusulkan untuk eklamsia, keduanya berasal dari proses
penyakit awal yaitu preeklamsia. Patogenesis preeklamsia terkait dengan
plasentasi abnormal. Pada kehamilan normal, sitotrofoblas janin bermigrasi ke
rahim ibu dan menyebabkan pembentukan kembali pembuluh darah endometrium
untuk suplai darah ke plasenta. Pada preeklamsia, terdapat invasi yang tidak
adekuat dari sitotrofoblas, sehingga menyebabkan remodeling arteri spiralis yang
buruk, yang mengurangi suplai darah ke plasenta. Suplai darah yang tidak normal
menyebabkan peningkatan resistensi arteri uterina dan vasokonstriksi, yang pada
akhirnya menghasilkan iskemia plasenta dan stres oksidatif. Radikal bebas dan
sitokin, seperti faktor pertumbuhan endotel vaskular 1 atau VEGF, dilepaskan
sebagai akibat langsung dari stres oksidatif,  Selain itu, protein angiogenik atau
pro-inflamasi berkontribusi negatif terhadap fungsi endotel ibu. Gangguan endotel
tidak hanya terjadi di lokasi rahim tetapi juga di endotel serebral, yang
menyebabkan gangguan neurologis, termasuk eklamsia. Mekanisme lain
menunjukkanterjadi peningkatan tekanan darah dari preeklamsia menyebabkan
disfungsi autoregulasi pembuluh darah otak, yang menyebabkan hipoperfusi,
kerusakan endotel, atau edema.

69
7. Terminasi Kehamilan dengan Sectio Caesarean
Menurut PNPK 2016

Berdasarkan dokumentasi pada rekam medis, Ny. S langsung dilakukan


tindakan section caesarean tidak terjadwal atas indikasi eklamsia. Menurut
Ithompson (2013) satu-satunya pengobatan definitif untuk eklamsia adalah
pengakhiran kehamilan. Namun, ibu harus dalam keadaan stabil sebelum
melahirkan dengan kejang yang dialami sudah terkontrol, hipertensi berat diobati
dan hipoksia dikoreksi. Hal ini terjadi terlepas dari adanya gangguan janin.
Berdasarkan buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan
rujukan (2013) pada ibu dengan eklamsia, bayi harus segera dilahirkan dalam 12
jamsejak terjadinya kejang.Wanita yang dialokasikan untuk melahirkan secara
operasi Caesar, sedini mungkin setelah stabilisasi awal dan penilaian yang
diperlukan, dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan jumlah sel darah lengkap
(termasuk trombosit) dan waktu pembekuan (tes observasi bekuan
darah). Persalinan sesar dilakukan oleh dokter obsgin dengan pemberian anestesi
spinal atau anestesi umum seperti yang diputuskan oleh ahli anestesi yang
bertanggung jawab atas pasien Subrata et al (2012). 
8. Suspect ISK (infeksi saluran kemih)
Hasil pengkajian yang dilakukan pada Ny. S tanggal 23 Februari 2021
didapatkan pemeriksaan genitalia terpasang dower kateter dengan urine sebanyak
100 cc warna keruh kemerahan. Kateter urin digunakanselama dan setelah operasi
sesar secara rutin. Manfaat dari penggunaan kateter meliputi mempertahankan

70
drainase kandung kemih yang dapat meningkatkan visualisasi selama operasi dan
meminimalkan cedera kandung kemih, meminimalisir terjadinya retensio urin
setelah operasi.Namun penggunaan kateter dapat terjadi peningkatan insiden
infeksi saluran kemih, nyeri uretra, kesulitan berkemih setelah pengangkatan
kateter, dan ambulasi tertunda (Abdel-Aleem et al, 2014).
Diagnosa ISK pada Ny. S ditegakkan atas dasar tanda dan gejala yang
tampak seperti urine yang keluar tampak keruh kemerahan atau urine bercampur
darah. Infeksi saluran kemih biasanya terjadi ketika bakteri memasuki saluran
kemih melalui uretra dan mulai berkembang biak di kandung kemih. Meskipun
sistem saluran kemih dirancang untuk mencegah penyerang mikroskopis,
pertahanan ini terkadang gagal. Ketika itu terjadi, bakteri dapat bertahan dan
tumbuh menjadi infeksi besar-besaran di saluran kemih (Mayo Clinic, 2020). Hal
ini terjadi pada Ny. S dengan dibuktikannya kadar bakteri urine sebesar 2676,9
/uL.
9. Nyeri Pada Luka Bekas Operasi
Keluhan pada 2 hari pertama pasca operasi sesar, Ny. S mengeluh nyeri
pada bekas luka operasi. MenurutNovieastari dkk (2020) proses penyembuhan
luka operasi caesar sendiri biasanya memakan waktu sekitar 3-6 bulan. Hal ini
pun tergantung dari ada tidaknya infeksi aliran darah ke daerah luka, nutrisi, dan
penyakit yang diidap. Tingkat nyeri luka bekas operasi caesar juga berbeda-beda.
Perbedaan panjang luka, proses penjahitan luka, dan kondisi psikologis turut
memengaruhi keparahan nyeri tersebut. Pada sebagian besar kasus, rasa nyeri
sudah tidak dirasakan dalam kurun waktu enam minggu setelah melahirkan.
Menurut watiyah dalam penelitian Rini dan Susanti (2018) penurunan nyeri
yang bermakna pada ibu post SC sebelum dan sesudah intervensi ini dipengaruhi
oleh banyak faktor, baik farmakologi maupun non farmakologi. Intervensi posisi
menyusui biologic nurturing baby led feeding masuk dalam terapi nyeri
nonfarmakologis, yaitu tanpa menggunakan obat-obatan, tetapi dengan
memberikan teknik untuk mengurangi rasa nyeri yakni terapi distraksi yang
memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain nyeri, misalnya dengan
menyusui. Hal ini mengacu pada teori gate control yang menyatakan bahwa
impuls-impuls nyeri yang akan melewati gerbang (ujung-ujung saraf sensorik)
dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistemsaraf
pusat. Impuls nyeri dihantarkan ketika gerbang dalam posisi terbuka dan akan
dihentikan ketika gerbang ditutup

71
10. Pemberian Terapi
Perencanaan asuhan yang akan diberikan pada Ny. S adalah melanjutkan
pemberian terapi sesuai dengan advis dokter obsgin seperti pemberian regimen
MgSO4, pemberian anti hipertensi, pemantauan intake dan output cairan,
memantau jumlah urin, pemantauan tekanan darah dan saturasi oksigen dan
pemenuhan kebutuhan dasar ibu nifas khususnya personal hygiene ibu nifas.
Pelaksanaan menurut teori yaitu pemberian anti Konvulsan diteruskan sampai 24
jam post partum atau kejang terakhir, teruskan terapi anti hipertensi jika tekanan
diastolic masih >110 mmHg, memantau jumlah urin (Prawirohardjo, 2010),
monitoring input (melalui infus maupun oral) dan out put cairan (melalui urin)
dengan memasang foley catheter untuk mempermudah pemantauan (Bothamley,
et al., 2012).
11. Konseling Nutrisi Pasca Operasi
Penatalaksanaan yang diberikan kepada Ny. S yaitu teputar nutrisi pasca
operasi. Dalam penelitian Ficus Riza Feriyanto (2014) Berat badan dan tinggi
badan merupakan faktor biologis namun dapat menunjukan status nutrisi ibu.
Peneliti menganalisa kebutuhan nutrisi sangat penting dalam proses penyembuhan
luka, karena saat menjalani operasi akan mengalami perdarahan eksternal akibat
dari komplikasi operasi tersebut. Nutrisi merupakan elemen penting dalam proses
dan fungsi tubuh, terutama protein. Kebutuhan protein dan kalori hampir pasti
lebih tinggi dari pada orang normal ketika terdapat luka. Adanya pengaruh status
gizi secara signifikan terhadap penyembuhan luka ada identifikasi penyembuhan
luka semua responden proses penyembuhan luka baik.Peneliti memberian ekstrak
ikan gabus pada kelompk intervensi ditujukan untuk mempercepat penyembuhan
luka post operasi secsio sesarea. Sebab ikan gabus merupakan jenis ikan yang
mengandung protein dan albumin yang tinggi.Bahwaikan gabus diketahui
mengandung senyawa-senyawa penting yang berguna bagi tubuh, antaralain
protein yang cukup tinggi, lemak dan beberapa mineral.Pada parameter jumlah
eksudat sebagaian besar responden tidak terdapat eksudat pada luka. Eksudat
merupakan hasil aktivitas bakteri, apabila pada luka tidak terdapat eksudat berarti
tidak ada aktivitas bakteri. Protein dalam ikan gabus berfungsi dalam mekanisme
pertahanan tubuh melawan berbagai mikroba dan zat toksik.
Salah satu fungsi protein adalah meningkatan albunim plasma berpengaruh
dalam peningkatan anti body sehingga bakteri sulit tumbuh dan bertahan hidup.
Protein dalam ikan gabus dapat mempercepat face inflamasi karena mengandung

72
anti inflamasi yaitu argini. Pada face granulasi jaringan dalam kelompok
intervensi sebagian besar luka merah terang, 75% luka terisi jaringan granulasi.
Peningkatan albunim plasma pembentukan sel-sel baru dan jaringan granulasi
yang terdiri dari magkrofak, fibroblas dan pembuluh darah. Magrofak
menghasilkan faktor pertumbuhan yang diperlukan untuk merangsang
pembentukan fibroblas dan pembuluh darah. Fibroblas menghasilkan matrik
ekstraseluler baru dan salah satu komponen penyembuhan luka yang di
distribusikan secara luas dijaringan ikat, memproduksi subtansi precursor
kolagen, serat elastis dan serat retikuler.
Sedangkan albumin dalam pembuluh darah sebagai transpot obat-obatan,
membawa oksigen dan micro nutrisi seperti Vit C, Zn dan Fe ke fibroblas untuk
memeksimalkan pembentukan kolagen dan membebaskan jaringan dari nekrosis
serta diperlukan untuk mempertahankan metabolisme sel baru. Beberapa rumah
sakit memanfaatkan ikan gabus sebagai salah satu bahan makanan sumber
albumin bagi penderita hipoalbumin dan luka. Albumin merupakan protein
terbanyak dalam plasma yang berperan dalam proses penyembuhan penyakit dan
pemulihan setelah tindakan pembedahan operasi. Peningkatan kadar albumin
serumdapat mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Pada ibu post sectio
sesarea dengan mengkomsumsi ikan gabus mengalami penyembuhan luka < 7
hari.
12. Mobilisasi Ibu Nifas Pasca Operasi
Pada Pengkajian tanggal 23 Februari 2021, pengkaji memberikan konseling
kepada ibu untuk melakukan mobilisasi secara bertahap dengan memiringkan
badannya ke kanan dan kiri selama di tempat tidur.Dalam penelitianDanefi (2016)
Mobilisasi segera tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya
penyembuhan pasien. Mobilisasi berguna untuk mencegah terjadinya thrombosis
dan emboli. Miring ke kanan dan kiri sudah dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah
pasien sadar. Latihan pernafasan dapat dilakukan pasien sambil tidur terlentang
sedini mungkin setelah sadar. Pada hari kedua pasien dapat di dudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam-dalam lalu menghembuskannya disertai
batuk-batuk kecil yang gunanya untuk melonggarkan pernafasan dan sekaligus
menumbuhkan kepercayaan pada diri pasien bahwa ia mulai pulih. Kemudian
posisi tidur terlentang dirubah menjadi setengah duduk. Selanjutnya secara
berturut-turut, hari demi hari pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari,

73
belajar berjalan dan berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai 5 pasca operasi
(Danefi, 2016).
Mobilisasi dini sangat bermanfaat untuk melancarkan sirkulasi darah,
membantu proses pemulihan, mencegah terjadinya infeksi yang timbul karena
gangguan pembuluh darah balik serta mencegah perdarahan lebih lanjut. Dengan
mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka
resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk
penyempitan pembuluh darah yang terbuka, Involusi uterus tidak baik, apabila
tidak dilakukan mobilisasi secara dini karena dapat menghambat pengeluaran
darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan terganggunya kontraksi uterus.
Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi kesembuhan luka adalah
mobilisasi dini. Mobilisasi dini merupakan faktor yang dapat mempercepat
pemulihan luka pasien post operasi sectio caesarea dan mencegah komplikasi post
operasi. Banyak keuntungan yang dapat diraih dari latihan mobilisasi dini di
tempat tidur dan berjalan pada periode dini post operasi, mobilisasi dini sangat
penting dalam percepatan hari rawat dan mengurangi terjadinya dekubitus,
kekakuan atau penegangan otot di seluruh tubuh, gangguan sirkulasi darah dan
gangguan peristaltic. Proses penyembuhan luka dikatakan baik apabila tidak
ditemukan tanda-tanda infeksi seperti rubor, dolor, kalor, tumor, dan gangguan
fungsi laesa (Danefi, 2016).
13. Pengeluaran ASI Sedikit
Pada hari ke 3 dan 4 masa nifas, Ny. S mengeluh pengeluaran ASI sedikit.
Meningkatkan produksi ASI membutuhkan waktu lebih lama. Hal ini dikarenakan
produksi ASI terkait dengan permintaan atau tergantung seberapa sering bayi
menyusu. Oleh karena itu, penting untuk menstimulasi payudara dan
mengeluarkan ASI atau kolostrum dengan menyusui bayi sesering mungkin. Hasil
penelitian Maqfiro dan Rina (2018) menunjukkan bahwa ibu yang menyusui
bayinya secara tidak terjadwal akan mempengaruhi kelancaran ASI. Hal ini
dikarenakan kelancaran ASI sangat dipengaruhi oleh frekuensi menyusui ibu,
makin jarang ibu menyusui bayinya maka ASI juga tidak akan keluar dengan
lancar, rentang yang optimal dalam menyusui adalah antara 8 sampai 12 kali
setiap hari.
Adapun tanda bayi cukup ASI bayi berkemih 6 kali dalam 24 jam dan
warnanya jernih sampai kuning muda, bayi buang air besar berwarna kekuningan
dengan bentuk “berbiji”, bayi tampak puas, sewaktu-waktu merasa lapar, bangun

74
dan tidur cukup, bayi setidaknya menyusu 2-3 jam sekali.Payudara
ibuterasalunak dan kosong setiap kali selesai menyusui, ibu dapat merasakan geli
karena aliran ASI setiap kali bayi mulai menyusu. Ibu dapat mendengar suara
menelan yang pelan ketika bayi menelan ASI, serta bayi bertambah berat
badannya (Hastuti dan Irfana, 2017).
Menurut Rini dan Dewi, 2016 penelitian Rini dan Susanti (2018), pada
posisi biologic nurturing baby led feeding, ibu nifas menyusui dengan posisi
rebahan sambil bersandar, dengan sudut kemiringan antara 15°-64° kemudian
bayi diletakkan di atas dada, dan dibiarkan melekat dengan sendirinya. Pada cara
ini, ibu tidak banyak mengintervensi posisi bayi, kedua tangan ibu
bebas,memegang bayi sekedar untuk menjaganya agar tidak terguling, sehingga
membuat ibu lebih nyaman, lebih tenang, dan lebih rileks, meminimalisir
ketegangan di kepala, leher, pundak dan punggung. Ibu juga tidak perlu terlalu
berkonsentrasi untuk memikirkan posisi dan pelekatan yang benar. Hal ini sangat
mendukung proses lepasnya hormon oksitosin sehingga mampu menghambat
transmisi impuls atau pesan sensori ke korteks sensorik yang berdampak pada
menurunnya skala nyeri pada ibu post SC.
Semua perencaan asuhan telah dilaksanakan sesuai dengan teori saat
dilapangan. Teori mengatakansebuah asuhan kebidanan dikatakan berhasil jika
dapat menyelamatkan ibu dan bayi serta membaiknya keadaan ibu. Kenyataan
dilapangan, setelah dilakukan asuhan kebidanan bisa menyelamatkan ibu dan
bayinya serta keadaan ibu juga semakin membaik, hal ini bisa diketahui dari
tekanan darah turun menjadi 180/100 MmHg dan turun lagi menjadi
130/90MmHg, infus ibu sudah terlepas sehingga ibu bisa memenuhi kebutuhan
dasar nya sendiri (personal hygine) dengan berjalan ke kamar mandi. Dengan
demikian asuhan kebidanan pada Ny “S” P1A0 post SC dengan riwayat eklamsia
di ruang rawat gabung kebidanan RSUP Dr. Kariadi Semarang dikatakan berhasil.

75
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang didapat studi kasus dan pembahasan pada asuhan
kebidanan ibu hamil Ny.S di ruang Obstetri RSUP Dr. Kariadi Semarang yang
dilakukan melalui pendekatan manajemen kebidanan dengan menggunakan
metode SOAP, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Data Subyektif
Data Subyektif pada Ny.S didapatkan bahwa:
a. Ny.S pada 3 jam pertama setelah operasi secsio sesarea mengatakan
pandangan mata kabur
b. Ny. S pada hari ke 1 mengatakan bahwa masih nyeri bekas operasi
c. Ny. S pada hari ke 2 dan ke 3 mengatakan ASI keluar sedikit
d. Ny. S pada hari ke 4 mengatakan bahwa sudah tidak ada lagi keluhan
yang dirasakan
2. Data Obyektif
Data obyektif didapatkan data Ny.S dalam tekanan darah tinggi, hasil
laboratorium menunjukan bakteri urine tidak dibatas normal
3. Analisa
Analisa diagnose pada kasus ini adalah Ny. S usia 28 tahun P1A0 masa
nifas 3 Jam, 1 hari, 2 hari, 3 hari dan 4 hari dengan riwayat eklampsia dan
suspect ISK
4. Penatalaksanaan
Asuhan pada Ny.S yaitu dengan memberikan konseling tentang
ketidaknyaman masa nifas, perawatan bayi sehari-hari, cara menyusui yang

76
benar, ASI Eksklusif, mobilisasi, perawatan luka, pemenuhan nutrisi, serta
melakukan kolaborasi dengan dokter mata.

77
78

B. Saran
Setelah dilakukan asuhan kebidanan ibu nifas pada Ny.S penulis memberikan
beberapa saran untuk meningkatkan pelayanan asuhan kebidanan pada ibu
nifas:

1. BagiIbu
a. Meminum obat secara rutin sesuai anjuran bidan.
b. Sering membaca buku KIA agar mengetahui pengetahuan untuk masa
nifas mengenai kebutuhan nutrisi, tanda-tanda bahaya ibu nifas dan
pelayanan kebidanan yang seharusnya di dapatkan
2. Bagi Bidan
a. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas kegawatdaruratan
diharapkan sesuai standar asuhan kebidanan.
b. Mendokumentasikan asuhan yang telah diberikan secara lengkap

78
DAFTAR PUSTAKA

Abdel-Aleem H. (2014). The Effect Of Using Of Urinary Catheter In Women During


And After A Caesarean Section. [Online]. Diakses dari
https://www.cochrane.org/CD010322/PREG_the-effects-of-using-of-urinary-
catheter-in-women-during-and-after-a-caesarean-section pada tanggal 9 Maret
2020

Bothamley judy and maureen boyle. (2012). Patofisiologi dalam kebidanan. Jakarta :
EGC

Danefi, T. danFenty A. (2016). Hubungan mobilisasi ibu post sc (sectio caesarea)


dengan penyembuhan luka operasi di ruang 1 RSU dr. Soekardjo Kota
Tasikmalaya tahun 2015. [Online]. Diakses dari http://XUQDO
%LGDQ³Midwife Journal¥9ROXPH2pada tanggal 7 Februari 2021

Ficus Riza Feriyanto. (2014). Pengaruh diet tinggi protein terhadap penyembuhan
luka pada pasien post operasi sectio sesarea diruang nifas RSD balung jember.
Program studi s1 keperawatan fakultas ilmu kesehatan universitas
muhammadiyah jember.

Hastuti, P. dan Irfana TW. (2017). Analisis Deskriptif Faktor yang Mempengaruhi
Pengeluaran ASI pada Ibu Nifas di Desa Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten
Rembang. Proceeding The 6th University Research Colloqium Seri: MIPA dan
Kesehatan, ISSN 2047-9189.

Ithopmson. (2017). Eclampsia. [Online]. Diakses dari


https://teachmeobgyn.com/labour/emergencies/eclampsia/ pada tanggal 9 Maret
2021

Kekenusa J. (2013).Analisis Hubungan antara Umur dan Riwayat Keluarga


Menderita
DM dengan Kejadian Penyakit DM Tipe 2 pada Pasien Rawat Jalan di
Poliklinik
Penyakit Dalam BLU RSUP Prof . dr. R.D Kandou Manado. FKM Univ Sam
Ratulangi. 2013;0:1–6

Kemenkes RI. (2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan. Jakarta : Kemenkes RI
Kementerian Kesehatan RI. 2018. Profil kesehatan Indonesia 2018.Jakarta :
Kemenkes RI
Mackenzie, M dan Melissa RH. (2020). Eclampsia. [Online]. Diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554392/ pada tanggal 8 Maret 2021

Maqfiro, SNA. dan Rina WT. (2018). Hubungan Status Gizi dan Frekuensi Menyusui
dengan Kelancaran ASI Pada Ibu Postpartum di Puskesmas Sukorame Kediri.
Jurnal Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan William Booth, Vol. 7 No. 1,
ISSN 2302-9471.

Marilyn, JC. dan Richard PK. (2011). Seizures In Women With Preeclampsia:
Mechanisms and Management. [Online]. Diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3119563/#:~:text=In%20fact
%2C%20studies%20have%20found,blood%20pressure%20and%20without
%20proteinuria.&text=These%20findings%20suggest%20that
%20preeclampsia,may%20promote%20the%20eclamptic%20seizure pada
tanggal 9 Maret 2021

Mayo Clinic. (2020). Urinary Tract Infection (UTI). [Online]. Diakses dari
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/urinary-tract-
infection/symptoms-causes/syc-20353447 pada tanggal 9 Maret 2021

Nilakesuma. 2016. studi kasus: Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Post Sc Atas Indikasi
Pre- Eklamsia Berat Di Ruangan Rawat Gabung Kebidanan Rsup Dr.M.Djamil.
Prodi D Iii Kebidanan, Stikes Mercubakti Jaya Padang, Jalan Jamal Jamil
Pondok Kopi Siteba Padang
Novieastari, E. dkk. (2020). Dasar-Dasar Keperawatan, Volume 1, 9th Indonesia
Edition. ISBN 978-981-4666-49-7. Indonesia : Elsevier Singapore Pte Ltd.

Patricia, et al. (2010). Family History Of Hypertension As Important Risk Factor For
The Development Of Severe Preeclampsia. [Online]. Diaskes dari
https://obgyn.onlinelibrary.wiley.com/doi/pdfdirect/10.3109/0001634100362372
0 pada tanggal 7 Maret 2021

Prawirohardjo, S. (2010).Ilmu Kebidanan.Jakarta: PT.Bina Pustaka

Prawirohardjo. 2010. Ilmu kebidanan.Jakarta: Bina Pustaka


SarwonoPrawirohardjo
Rezavand, N. et al. (2016). Association Between Asymptomatic Bacteriuria And Pre-
eclampsia. [Online]. Diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4965687/ pada tanggal 8 Maret
2021
Rini dan Susanti. (2018). Penurunan Nyeri Pada Ibu Post Sectio Caesaria Pasca
Intervensi Biologic Nurturing Baby Led Feeding. Prodi Kebidanan D3, STIKES
Harapan Bangsa Purwokerto, Jawa Tengah. urnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kesehatan,
Vol 16 No 2.
Subrata, LS. et al. (2012). Does Route Of Delivery Affect Maternal And Peribatal
Outcome In Women With Eclampsia? A Randomized Controlled Pilot Study.
[Online]. Diakses dari https://www.ajog.org/article/S0002-9378(12)00387-
0/fulltext pada tanggal 9 Maret 2021
Sulistyawati, A.2011.Asuhan kebidanan pada masa kehamilan.Jakarta: Salemba
Medika
Widatiningsih, S, Dewi, C. 2017. Praktik terbaik asuhan kehamilan.Yogyakarta:
Trans medika

Anda mungkin juga menyukai