Anda di halaman 1dari 79

ASUHAN KEBIDANAN POST PARTUM PADA NY “J” P3A0 ATAS

INDIKASI PRE-EKLAMPSIA BERAT DAN NYERI POST


HEACTING PERINEUM DERAJAT II DI RUANG
MATAHARI RSUD UNDATA PROVINSI
SULAWESI TENGAH

DISUSUN OLEH

1. NURUL RAMADHANI 201902033


2. NURUL ZIKRA 201902034
3. OKTAVIA WINDIYANTI.L 201902035
4. RELYSA TRI MAGDALENA 201902036
5. SARTIKA PASIANG 201902039
6. ENDA PRAWATI 201902054
7. ENJEL WUNGKO 201902055
8. FAJRAWATI 201902088
9. GINA REZKY 201902058
10. HARTINA 201902059
11. ROSMARIN 201802035

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
TA 2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan asuhan
kebidanan patologi yang berjudul “Asuhan Kebidanan Post Partum Pada Ny“J” P3a0 Atas
Indikasi Preeklamsia Berat Dan Nyeri Post Hecting Perineum Derajat Ii” sebagai salah satu
syarat dalam menyelesaikan tugas PKK 2B Patologi Program Studi DIII Kebidanan Stikes
Widya Nusantara Palu.
Salah satu tujuan dalam penulisan Laporan Askeb ini adalah sebagai dokumentasi dan
juga bentuk evaluasi pelaksanaan Asuhan Kebidanan selama kegiatan Praktik PKK 2B Patologi.
Laporan yang penulis buat ini berdasarkan datadata yang valid yang telah disusun sesuai kaidah.
Dalam kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang
telah memberi dukungan moral serta bimbingannya pada kami selama proses penyusunan
Laporan Seminar Askeb ini.
Penulis menyadari bahwa Laporan Askeb ini tidak luput dari kesalahan dan jauh dari
kesempuraan. Oleh karena itu jika ada kritik atau saran yang konstruktif agar dapat
menyempurnakan penulisan ini dimasa yang akan datang.

Palu, Februari 2022

Kelompok Pnc

2
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................ 1

KATA PENGANTAR .................................................................................. 2

DAFTAR ISI................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 5

A. Latar belakang…………………………………………………….. 5
B. Tujuan …………………………………………………………… . 7
1. Tujuan umum………………………………………………... ...7
2. Tujuan khusus………………………………………………… 7
C. Manfaat ………………………………………………………….... 8
1. Bagi penulis………………………………………………....... 8
2. Bagi mahasiswa ........................................................................ 8
3. Bagi pembaca............................................................................ 8

BAB II LANDASAN TEORI..................................................................... 9

A. Konsep Dasar Masa Nifas (Post Partum)......................................... 9


B. Perawatan Ibu Nifas (Post Partum) ……………………….............20
C. Ruptur Perineum ..............................................................................22
D. Konsep Dasar Masa Nifas Dengan Preeklampsia.............................24
E. Hemoroid...........................................................................................44
F. Konsep Dasar Asuhan Nifas..............................................................47
G. Konsep Menejemen Asuhan Kebidanan Nifas 7 Langkah Varney.. 48

BAB III TINJAUAN KASUS .....................................................................52


BAB IV PEMBAHASAN ...........................................................................73
BAB V PENUTUP.......................................................................................80
3
A. Kesimpulan………………………………………………………. .80
B. Saran ……………………………………………………………....80
DAFTAR PUSTAKA

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas (Post Partum) adalah masa di mulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat kandungan kembali semula seperti sebelum hamil, yang
berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari. Selama masa pemulihan tersebut
berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan fisik yang bersifat fisiologis dan
banyak memberikan ketidaknyamanan pada awal postpartum, yang tidak menutup
kemungkinan untuk menjadi patologis bila tidak diikuti dengan perawatan yang baik
(Yuliana & Hakim, 2020).
World Health Organization (WHO) memperkirakan ada sekitar 800 wanita hamil
meninggal setiap harinya di seluruh dunia akibat komplikasi selama kehamilan,
persalinan dan setelah persalinan. Indonesia merupakan salah satu negara
berkembang dengan Angka Kematian Ibu (AKI) dan kematian perinatal tinggi yaitu
tertinggi ketiga di ASEAN dan tertinggi kedua di kawasan South East Asian Nation
Regional Organization (Fatmawati dkk, 2017).
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia pada tahun 2014 mencapai 214 per
100.000 kelahiran hidup. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan AKI tahun
2015 yaitu 305 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2018).
Penyebab kematian ibu yang paling umum di Indonesia adalah penyebab obsetri
langsung yaitu perdarahan 28%, preeklamsia/eklamsia 24%, infeksi 11%, sedangkan
penyebab tidak langsung adalah trauma obsetri 5% dan lain-lain 11%. Di Indonesia
dari 100% kejadian komplikasi pada kehamilan yang menyebabkan kematian berkisar
24% preeklamsi yang dialami oleh ibu hamil dan ibu bersalin (Dinkes Kota Surabaya,
2017).
Indikator Angka dan Jumlah Kematian Ibu merupakan Indikator Negatif dimana
bilasemakin banyak kasus yang terjadi berarti makin diperlukan penguatan dalam
upaya penurunan dengan menerapkan Strategi perluasan Persalinan di Fasilitas
kesehatan yang berkualitas. Jumlah kematian ibu di Kabupaten/Kota Provinsi
Sulawesi Tengah s.d Desember 2020 adalah sebanyak 81 kasus kematian, jumlah
tertinggi berada di Kab. Banggai sebanyak 16 kasus, selanjutnya Kab. Donggala 11
5
kasus dan Parimosebanyak 10 kasus. Faktor penyebab adalah belum optimalnya
pelaksanaan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K),
Kemitraan Bidan dan Dukun, Rumah Tunggu Kelahiran (RTK), masih adanya
pengaruh sosial budaya di masyarakat serta masih kurangnya dukungan dan
komitmen dari lintas sektor, masih adanya persalinan di Non Faskes, berhubung
masih kurangnya sarana dan prasarana di beberapa Fasilitas Kesehatan lainnya ,
Kematian ibu terbanyak oleh sebab Perdarahan, 40,76%, oleh sebab lain-lain
34,37%seperti TB Paru, Dispepsia, Asma, Emboli Paru, Struma, Ca Mamae, oleh
sebab Hypertensi Dalam Kehamilan 12,69%, Penyebab Infeksi Dalam Kehamilan
12,69%, PenyebabInfeksi 6,30 % dan 6,30 % dan Penyebab Gangguan Jantung Sistim
Penyebab Gangguan Jantung Sistim Peredaran Darah 5,88%.(Dinkes Provinsi Sulteng
2021).
Upaya kesehatan ibu dan anak diharapkan mampu menurunkan angka
kematian.Komitmen global dalam SDG’s menetapkan target untuk Tahun 2030,
mengurangi rasio angka kematian ibu hingga ≤ 70 per 100.000 kelahiran hidup,
mengakhiri kematian bayi baru lahir dan balita yang dapat dicegah dengan seluruh
negara berusaha menurunkan Angka Kematian Neonatal setidaknya hingga 12 per
1000 KH (KelahiranHidup) dan Angka KematianBalita 25per 1000 KHAngka
kejadian dapat diturunkan melalui upaya pencegahan, pengamatan dini, dan terapi.
Upaya pencegahan kematian perinatal dapat diturunkan bila dapat diidentifikasi
faktor-faktor yang mempunyai nilai prediksi Saat ini beberapa factor resiko telah
berhasil diidentifikasi, sehingga diharapkan dapat mencegah timbulnya
preeklampsia(Yanti 2020)
Pada Tahun 2020 AKI di Kota Paluadalah 80,31 per 100.000
kelahiranhidupdengan6 kasus kematian,mengalami peningkatan drastic jika
disbanding tahun sebelumnya.Walaupun angka ini masih jauh dari target RPJMN
2020-2024 yaitu 183 per-100.000 KHdan target SDG’s yang menetapkannilai AKI
kurangdari 70 per-100.000 KH.Kematian ibuTahun 2020 terjadi pada ibu nifas
sebanyak 2 orang (33,33%), ibu hamil sebanyak 1 orang (16,67%) dan ibu bersalin
sebanyak 3 orang (50%). Adapun penyebab terbanyak kematian ibu adalah pre
eklampsia sebanyak 4 kasus (66,63%), emboli paru sebanyak 1 kasus (16,67%) dan
post partum sebanyak 1 kasus (16,67%)(Dinas Kesehatan kota Palu 2021)

6
Menurut penelitian Wahyuni (2015), preeklamsia mempengaruhi sistem tubuh,
perubahan yang terjadi pada preeklamsia tampaknya disebabkan oleh gabungan
komplek antara abnormal genetik, faktor imunologis dan faktor plasenta.
Solusi untuk mengatasi masalah preeklampsia yaitu dengan rutin melakukan
pemeriksaan antenatal agar preeklampsia ini dapat di deteksi sedini mungkin. Jika
perlu konsultasi ke dokter agar dilakukan pemeriksaan penunjang. Selain itu di
anjurkan untuk mengurangi asupan garam atau natrium dalam makanan, membatasi
konsumsi makanan yang digoreng atau terlalu berlemak, memperbanyak konsumsi air
putih dengan minum sekitar 8–10 gelas air setiap harinya, menghindari konsumsi
minuman beralkohol dan berkafein, serta jauhi rokok dan mengonsumsi makanan
bergizi serta minum suplemen kehamilan secara rutin dan sesuai anjuran dokter.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis akan melakukan“Asuhan Kebidanan
Pada Ibu Post Partum pada Ny. J P3A0 DenganPreeklampsiaberat dan nyeri Post
Hecting perineum derajat II di RSUD UndataPaludengan menggunakan manajemen 7
langkah varney dan didokumentasikan dalam bentuk SOAP”.

B. Tujuan
1. TujuanUmum
TerlaksananyamanajemenAsuhanKebidanan Postpartum pada Ny. J P3A0
Dengan Preeklampsia berat dan dannyeri Post Hecting perineum derajat II di
RSUD UndataPaludenganmenggunakanmanajemen 7 langkahvarney dan
didokumentasikandengan SOAP
2. TujuanKhusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Ny. J P3A0 Dengan
Preeklamsiaberat dan dannyeri Post Hecting perineum derajat II.di RSUD
Undatapalu
b. Mahasiswa mampu menginterpretasikan data dasar Ny. J P3A0 Dengan
Preeklamsiaberat dan dannyeri Post Hecting perineum derajat II.
di RSUD Undatapalu
c. Mahasiswa mampu menganalisa diagnosa/masalah aktual pada Ny. J P3A0
Dengan Preeklamsiaberat dan nyeri Post Hecting perineum derajat II di RSUD
Undatapalu

7
d. Mahasiswa mampu melaksanakan tindakan segera/kolaborasi pada Ny. J
P3A0 Dengan Preeklamsiaberat dan nyeri Post Hecting perineum derajat II di
RSUD Undatapalu
e. Mahasiswa mampu merumuskan rencana tindakan asuhan kebidanan pada
Ny. J P3A0 Dengan Preeklamsiaberat dan nyeri Post Hecting perineum
derajat II di RSUD Undatapalu
f. Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada Ny.H Dengan
PreeklamsiaBerat dan nyeri Post Hecting perineum derajat II di RSUD
Undatapalu
g. Mahasiswa mampu mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah di berikan
pada Ny. J P3A0 Dengan Preeklamsiaberat dan nyeri Post Hecting perineum
derajat II di RSUD Undatapalu
h. Mahasiswa mampu mendokumentasikan semua hasil yang di dapatkan dan
tindakan dengan menggunakan SOAP pada Ny. J P3A0 Dengan
Preeklamsiaberat dan nyeri Post Hecting perineum derajat II di RSUD
Undatapalu
C. Manfaat
1. Manfaat bagi penulis
Dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan penulis serta
tambahan yang sangat berharga dalam penerapan manajemen asuhan kebidanan
postpartum Dengan preeklamsia Beratdan nyeri Post Hecting perineum derajat II.
2. ManfaatBagiMahasiswa
Dapat menjadi sumber informasi dalam memperkaya wawasan ilmu
pengetahuan dan sebagai bahan acuan bagi penulis selanjutnya.
3. Manfaat bagi pembaca
Sebagai sumber informasi dan menambah pengetahuan bagi para pembaca
tentang asuhan kebidanan postpartum dengan preeklamsia dan nyeri Post
Hectingrupture perineum derajat II.

8
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Nifas (PostPartum)


1. Pengertian Masa Nifas (PostPartum)
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta
keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6
minggu(Sulistyawati, 2015).
Masa nifas (masa post-partum) ialah masa dimulainya ketika plasenta
lepasdari rahim dan berakhir saat alat-alat kandungan kembali seperti
saat sebelumhamil. Masa nifas terhitung sejak 2 jam setelah plasenta
lahir sampai dengan 6minggu (42 hari) setelah itu (Pitriani dan
Andriyani, 2015).
Masa nifas (Post Partum) adalah masa di mulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat kandungan kembali semula seperti
sebelum hamil, yang berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari. Selama
masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak
perubahan fisik yang bersifat fisiologis dan banyak memberikan ketidak
nyamanan pada awal postpartum, yang tidak menutup kemungkinan
untuk menjadi patologis bila tidak diikuti dengan perawatan yang baik
(Yuliana & Hakim,2020).

2. Tujuan Asuhan Masa Nifas

Pelayanan pasca persalinan harus terselenggara pada masa nifas untuk


memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan,
deteksi dini dan pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin
terjadi, serta penyediaan pelayanan pemberian ASI, cara menjarangkan
kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi ibu (Sarwono, 2009 : 359)
Selama bidan memberikan asuhan sebaikya, bidan mengetahui apa
tujuan dari pemberian asuhan pada ibu selama masa nifas antara lain
untuk :
a) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologis
dimana dalam asuhan pada ibu masa ini peranan keluarga sangat
9
penting, dengan pemberian nutrisi, dukungan psikologi maka
kesehatan ibu dan bayi selalu terjaga.
b) Melaksanakan skrining yang komprehensif (menyeluruh) di mana
bidan harus melakukan manejemen asuhan kebidanan pada ibu masa
nifas secara sistematis yaitu mulai pengkajian data subjektif, objektif
maupun penunjang.
c) Setelah bidan melaksanakan pengkajian data maka bidan harus
menganalisa data tersebut sehingga tujuan asuhan masa nifas dapat
mendeteksi masalah yang terjadi pada ibu dan bayi.
d) Mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayinya, yakni setelah masalah ditemukan maka bidan dapat
langsung masuk ke langkah berikutnya sehingga tujuan di atas dapat
dilaksanakan.
e) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada
bayinya dan perawatan bayi sehat: memberikan pelayanan keluarga
berencana (Saifuddin, 2006).
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan
masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 60% kematian
ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa
nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Saifuddin, 2006).
Masa neonatus merupakan masa kritis dari kehidupan bayi, 2/3
kematian bayi terjadi dalam 4 minggu setelah persalinan dan 60%
kematian bayi baru lahir terjadi dalam 7 hari setelah lahir dengan
pemantauan melekat dan asuhan pada ibu dan bayi masa nifas dapat
mencegah kematian ini.

3. Tahapan Masa Nifas (PostPartum)


Menurut Wulandari (2020)Ada beberapa tahapan yang di alami oleh
wanita selama masa nifas, yaitu sebagai berikut :
a. Immediate puerperium, yaitu waktu 0-24 jam setelah melahirkan. ibu
telah di perbolehkan berdiri ataujalan-jalan
10
b. Early puerperium, yaitu waktu 1-7 hari pemulihan setelah melahirkan.
pemulihan menyeluruh alat-alat reproduksi berlangsung selama 6-
minggu
c. Later puerperium, yaitu waktu 1-6 minggu setelah melahirkan, inilah
waktu yang diperlukan oleh ibu untuk pulih dan sehat sempurna.
Waktu sehat bisa berminggu- minggu, bulan dan tahun
4. Proses Adaptasi Psikologis Masa Nifas (PostPartum)
Berikut ini 3 tahap penyesuaian psikologi ibu dalam masa post partum
Menurut Sutanto (2019) :
a. Fase Taking In (Setelah melahirkan sampai hari kedua)
1) Perasaan ibu berfokus padadirinya.
2) Ibu masih pasif dan tergantung dengan oranglain.
3) Perhatian ibu tertuju pada kekhawatiran perubahantubuhnya.
4) Ibu akan mengulangi pengalaman pengalaman waktumelahirkan.
5) Memerlukan ketenangan dalam tidur untuk mengembalikan
keadaan tubuh ke kondisi normal.
6) Nafsu makan ibu biasanya bertambah sehingga membutuhkan
peningkatan nutrisi.
7) Kurangnya nafsu makan menandakan proses pengembalian kondisi
tubuh tidak berlangsung normal.
8) Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu pada fase ini.

b. Fase Taking Hold (Hari ke-3 sampai10)


1) Ibu merasa merasa khawatir akan ketidakmampuan merawat bayi,
muncul perasaan sedih (babyblues).
2) Ibu memperhatikan kemampuan men jadi orang tua dan
meningkatkan teng gung jawab akanbayinya.
3) Ibu memfokuskan perhatian pada pengontrolan fungsi tubuh, BAK,
BAB dan daya tahantubuh
4) Ibu berusaha untuk menguasai keterampilan merawat bayi seperti
menggen dong, menyusui, memandikan, dan menggantipopok.
5) Ibucenderungterbukamenerimanasehatbidandankritikanpribadi.
6) Kemungkinan ibu mengalami depresi postpartum karena merasa
tidak mampu membesarkanbayinya.
7) Kemungkinan ibu mengalami depresi postpartum karena merasa
tidak mampu membesarkanbayinya.
8) Wanita pada masa ini sangat sensitif akan ketidakmampuannya,
cepat tersinggung, dan cenderung menganggap pemberi tahuan
11
bidan sebagai teguran. Dianjur kan untuk berhati-hati dalam berko
munikasi dengan wanita ini dan perlu memberisupport.

c. Fase Letting Go (Hari ke-10 sampai akhir masanifas)


1) Ibumerasapercayadiriuntukmerawatdiridanbayinya.Setelahibupula
ngke rumah dan dipengaruhi oleh dukungan serta
perhatiankeluarga.
2) Ibu sudah mengambil tanggung jawab dalam merawat bayi dan
memahami kebutuhanbayi

5. Perubahan Fisiologis Masa Nifas (PostPartum)


Sistem tubuh ibu akan kembali beradaptasi untuk menyesuaikan
dengan kondisi post partum. Organ-organ tubuh ibu yang mengalami
perubahan setelah melahirkan antara lain Risa & Rika (2014) :
1) Uterus Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada
kondisi sebelum hamil. Perubahan ini dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan palpasi untuk meraba dimana Tinggi
Fundus Uterinya(TFU).
Tabel 1 Perubahan Uterus Sumber : Mochtar, 1998

Waktu TFU Berat Uterus

Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gr

Uri lahir 2 jari dibawah pusat 750 gr

1 minggu ½ pst symps 500 gr

2 minggu Tidak teraba 350 gr

6 minggu Bertambah kecil 50 gr

8 minggu Normal 30 gr

2) Lokhea
Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea
berbau amis atau anyir dengan volume yang berbeda-beda pada
setiap wanita. Lokhea yang berbau tidak sedap menandakan adanya

12
infeksi. Lokhea mempunyai perubahan warna dan volume karena
adanya prosesinvolusi.
Lokhea dibedakan menjadi 4 jenis berdasarkan warna dan waktu
keluarnya:
a) Lokhea rubra
Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa post
partum.Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah
segar,jaringan sisa- sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi,
lanugo (rambut bayi), dan mekonium.
b) Lokhea sanguinolenta
Lokhea ini berwarna merah kecokelatan dan berlendir, serta
berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 postpartum.
c) Lokhea serosa
Lokhea ini berwarna kuning kecokelatan karena mengandung
serum, leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada
hari ke-7 sampai hari ke14.
d) Lokhea alba
Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput
lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lokhea alba ini
dapat berlangsung selama 2-6 minggu post partum. Lokhea yang
menetap pada awal periode post partum menunjukkan adanya
tanda-tanda perdarahan sekunder yang mungkin disebabkan oleh
tertinggalnya sisa atau selaput plasenta. Lokhea alba atau serosa
yang berlanjut dapat menandakan adanya endometritis, terutama
bila disertai dengan nyeri pada abdomen dan demam. Bila terjadi
infeksi, akan keluar cairan nanah berbau busuk yang disebut
dengan “lokhea purulenta”. Pengeluaran lokhea yang tidak lancar
disebut “lokheastatis”.
3) Perubahan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang
sangat besar selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari
pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap dalam
keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali
13
kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara
berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara labia menjadi
lebihmenonjol.
4) Perubahan Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena
sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada
post partum hari ke-5, perinium sudah mendapatkan kembali
sebagian tonusnya, sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan
sebelumhamil.
5) Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini
disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan
mendapat tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong,
pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan,
kurangnya asupan makan, hemoroid dan kurangnya aktivitas tubuh.
6) Perubahan Sistem Perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit
untuk buang air kecil dalam 24 jam pertama. Penyebab dari
keadaan ini adalah terdapat spasme sfinkter dan edema leher
kandung kemih setelah mengalami kompresi (tekanan) antara
kepala janin dan tulang pubis selama persalinan berlangsung. Kadar
hormon estrogen yang besifat menahan air akan mengalami
penurunan yang mencolok. Keadaan tersebut disebut“diuresis”.

7) Perubahan Sistem Muskuloskeletal


Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus, pembuluh
darah yang berada diantaranya otot-otot uterus akan terjepit,
sehingga akan menghentikan perdarahan. Ligamen-ligamen,
diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu persalinan,
secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali. Stabilisasi
secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelahpersalinan.
8) Perubahan Sistem Kardiovaskuler

14
Setelah persalinan, shunt akan hilang tiba- tiba. Volume darah
bertambah, sehingga akan menimbulkan dekompensasi kordis
pada penderita vitum cordia. Hal ini dapat diatasi dengan
mekanisme kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi
sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Pada umumnya,
hal ini terjadi pada hari ketiga sampai kelima postpartum.

9) Perubahan Tanda-tanda Vital Pada masa nifas, tanda – tanda vital


yang harus dikaji antaralain:
a) Suhu badan
Dalam 1 hari (24 jam) post partum, suhu badan akan naik
sedikit (37,50 – 38◦ C) akibat dari kerja keras waktu
melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan. Apabila dalam
keadaan normal, suhu badan akan menjadi biasa.
Biasanya pada hari ketiga suhu badan naik lagi karena ada
pembentukan Air Susu Ibu (ASI). Bila suhu tidak turun,
kemungkinan adanya infeksi pada endometrium.
b) Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit.
Denyut nadi sehabis melahirkan biasanya akan lebih cepat.
Denyut nadi yang melebihi 100x/ menit, harus waspada
kemungkinan dehidrasi, infeksi atau perdarahan postpartum.
c) Tekanan darah
Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan tekanan
darah akan lebih rendah setelah ibu melahirkan karena ada
perdarahan. Tekanan darah tinggi pada saat post partum
menandakan terjadinya preeklampsi post partum.
d) Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu
dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga
akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada
saluran nafas. Bila pernafasan pada masa post partum menjadi
lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok.

15
6. Kebutuhan Masa PostPartum
a. Nutrisi danCairan
Masalah nutrisi perlu mendapat perhatian karena dengan nutrisi yang baik
dapat mempercepat penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi susunan air
susu. Kebutuhan gizi iba saat menyusui adalah sebagai berikut:
1) Konsumsi tambahan kalori 500 kalori tiaphari
2) Diet berimbang protein, mineral danvitamin
3) Minum sedikitnya 2 liter tiap hari (+8gelas)
4) Fe/tablet tambah darah sampai 40 hari pascapersalinan
5) Kapsul Vit. A 200.000unit
b. Ambulasi
Ambulasi dini (early ambulation) adalah kebijaksanaan agar secepatnya
tenaga kesehatan membimbing ibu post partum bangun dari tempat tidur
membimbing secepat mungkin untuk berjalan. Ibu post partum sudah
diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24 - 48 jam postpartum. Hal
ini dilakukan bertahap. Ambulasi dini tidak dibenarkan pada ibu post partum
dengan penyulit misalnya anemia, penyakit jantung penyakit paru-paru,
demam dan sebagainya.
Keuntungan dari ambulasi dini:
1) Ibu merasa lebihsehat
2) Fungsi usus dan kandung kemih lebihbaik.
3) Memungkinkan kita mengajarkan ibu untuk merawatbayinya.
4) Tidak ada pengaruh buruk terhadap proses pasca persalinan, tidak
memengaruhi penyembuhan luka, tidak menyebabkan perdarahan, tidak
memperbesar kemungkinan prolapsus atau retrotextouteri
c. Eliminasi
Setelah 6 jam post partum diharapkan. ibu dapat berkemih, jika kandung
kemih penuh atau lebih dari 8 jam belum berkemih disarankan melakukan
kateterisasi. Hal-hal yang menyebabkan kesulitan berkemih (predlo urine)
pada post partum:
Berkurangnya tekanan intra abdominal.
1) Otot-otot perut masihlemah.
2) Edema danuretra
16
3) Dinding kandung kemih kurangsensiti!
4) Ibu post partum diharapkan bisa defekasi atau buang air besar setelah hari
kedua post partum jika hari ketiga belum delekasi bisa diberi obat pencahar
oral atau rektal.
d. Kebersihan diri
Pada masa postpartum seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena
itu kebersihan tubuh pakaian, tempat tidur, dan lingkungan sangat penting
untuk tetap terjaga. Langkah langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Anjurkan kebersihan seluruh tubuh terutamaperineum
2) Mengajarkan ibu cara memberikan alat kelamin dengan sabun dan air dari
depan ke belakang
3) Sarankan ibu ganti pembalut setidaknya dua kalisehari
4) Membersihkan tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
membersihkan alatkelamin
5) Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi luka jahit pada alat
kelamin, menyarankan untuk tidak menyentuh daerah tersebut(Elisabeth
Siwi Walyani, 2017).
7. Tanda –Tanda Bahaya Masa Nifas (PostPartum)
a. Perdarahan hebat atau peningkatan perdarahan secara tiba-tiba (melebihi haid
biasa atau jika perdarahan tersebut membasahi lebih dari 2 pembalut saniter
dalam waktu setengah jam)
b. Pengeluaran cairan vaginal dengan bau busuk yangkeras.
c. Rasa nyeri di perut bagian bawah atau punggung Sakit Kepala yang terus
menerus. nyeri epigastrium, atau, masalahpenglihatan.
d. Pembengkakan pada wajah dan tangan Deman muntah, rasa sakit sewaktu
buang air seni, atau merasa tidak enak badan Payudara yang memerah panas
dan/atausakit.
e. Kehilangan selera makan untuk waktu yang berkepanjangan Rasa sakit.
warna merah, kelembutan dan/atau pembengkakan padakaki.
f. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengurus diri-sendiri ataubayi.
g. Merasa sangat letih atau bernafas terengah-engah(Wilujeng & Hartati,2018).
8. Infeksi Masa Nifas
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peran dangan alat-alat
genitalia dalam masa nifas.Infeksi setelah persalinan disebabkan oleh bakteri atau
17
kuman. Infeksi masa nifas ini menjadi penyebab tertinggi angka kematian ibu
(AKI)(Anik Maryunani,2017).
a. Tanda dan Gejala MasaNifas
Demam dalam nifas sebagian besar disebabkan oleh infeksi nifas, Oleh
karena itu, demam menjadi gejala yang penting untuk diwaspadai apabila
terjadi pada ibu postpartum. Demam pada masa nifas sering disebut morbiditas
nifas dan merupakan i ndeks kejadian infeksi nifas. Morbiditas nifas ini
ditandai dengansuhu 38'0C atau lebih yang terjadi selama 2 hari berturut-turut.
Kenaikan suhu ini terjadi sesudah 24 jam postpartum dalam 10 hari pertama
masa nifas. Gambaran klinis infeksi nifas dapatberbentuk:
1) InfeksiLokal
Pembengkakan luka episiotomi, terjadi penanahan, perubahan warna
kulit, pengeluaran lokhea bercampur nanah, mobilitasi terbatas karena rasa
nyeri, temperatur badan dapat meningkat.
2) Infeksi Umum
Tampak sakit dan lemah, temperatur meningkat, tekanan darah menurun
dan nadi meningkat, pernapasan dapat meningkat dan terasa sesak,
kesadaran gelisah sampai menurundan koma, terjadi gangguan involusi
uterus, lokheaberbau dan bernanahkotor.
b. Faktor Penyebab Infeksi
1) Persalinan lama, khususnya dengan kasus pecah ketuban terlebihdahulu.
2) Pecah ketuban sudah lama sebelumpersalinan.
3) Pemeriksaan vagina berulang-ulang selama persalinan, khususnya untuk
kasus pecah ketuban.
4) Teknik aseptik tidaksempurna.
5) Tidak memperhatikan teknik cucitangan.
6) Manipulasi intrauteri (misal: eksplorasi uteri, penge luaran
plasentamanual).
7) Trauma jaringan yang luas atau luka terbuka seperti laseri yang tidak
diperbaiki.
8) Hematoma.
9) Hemorargia, khususnya jika kehilangan darah lebih dari 1.000ml.
10)Pelahiran operatif, terutama pelahiran melaluiSC.
11)Retensi sisa plasenta atau membranjanin.
18
12)Perawatan perineum tidakmemadai.
13)Infeksi vagina atau serviks yang tidakditangani.

B. Perawatan Ibu Nifas (PostPartum)


1. Tujuan Perawatan Nifas (PostPartum)
Dalam masa nifas ini, ibu memerlukan perawatan dan pengawasan yang
dilakukan selama ibu tinggal dirumah sakit maupun setelah keluar dari rumah
sakit. Adapun tujuan dari perawatan masa nifas adalah Sri Wahyuningsih,(2019)
a. Mendeteksi adanya perdarahan masa nifas
Tujuan perawatan masa nifas adalah untuk mendeteksi adanya kemungkinan
adanya pendarahan post partum, dan infeksi, penolong persalinan harus
waspada, sekurang-kurangnya satu jam post partum untuk mengatasi
kemungkinan terjadinya komplikasi persalinan.Umumnya wanita sangat
lemah setelah melahirkan, lebih lebih bila partus berlangsunglama.

b. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya


Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologis harus
diberikan oleh penolong persalinan ibu dianjurkan untuk menjaga kebersihan
badan, mengajarkan ibu bersalin bagaimana membersihkan daerah kelamin
dengan sabun dan air bersihkan daerah di sekitar vulva dahulu, dari depan ke
belakang dan baru sekitar anus. Sarankan ibu mencuci tangan dengan sabun
dan air sebelum dan sesudahnya. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau
laserasi sarankan ibu untuk menghindari menyentuh daerahluka.
c. Melaksanakan skrining secarakomprehensif
Melaksanakan skrining yang komprehensif dengan mendeteksi masalah,
mengobati dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi. Bidan
bertugas untuk melakukan pengawasan kala IV yang meliputi pemeriksaan
placenta, pengawasan TFU, pengawasan PPV, pengawasan konsistensi rahim
dan pengawasan KU ibu. Bila ditemukan permasalahan maka segera
melakukan tindakan sesuai dengan standar pelayanan pada penatalaksanaan
masa nifas.
d. Memberikan pendidikan kesehatan diri
Memberikan pelayanan kesehatan tentang perawatan diri, nutrisi KB,
menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
19
Ibu post partum harus diberikan pendidikan pentingnya di antara lain
kebutuhan gizi ibumenyusui
1) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiaphari.
2) Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan
vitamin yangcukup
3) Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum sebelum
menyusui).
e. Memberikan pendidikan tentang laktasi dan perawatanpayudara
1) Menjaga payudara tetap bersih dankering
2) Menggunakan BH yang menyokongpayudara.
3) Apabila puting susu lecet, oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada
sekitar puting susu setiap kali selesai menyusui Menyusui tetap dilakukan
mulai dan putting susu yang tidaklecet.
4) Lakukan pengompresan apabila bengkak dan terjadinyabendungan.

2. Kunjungan Masa Nifas (PostPartum)


a. Kunjungan I (6 - 8 jam setelah persalinan) Tujuan Kunjungan:
1) Mencegah perdarahan masa nifas karena atoniauteri
2) Mendeteksi dan merawat penyebab lainperdarahan rujuk jika perdarahan
belanjut
3) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah pedarahan masa nifas karena atoniauteri
4) Pemberian ASIawal
5) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi barulahir
6) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegahhypotermi
b. Kunjungan II (6 hari setelah persalinan) Tujuan kunjungan:
1) Memastikan involusi uterus berjalan normal yaitu uterus berkontraksi,
fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak adabau
2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahanabnormal
3) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, danistirahat
4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-
tanda penyulit
5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat

20
menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayisehari-hari
c. Kunjungan III (2 minggu setelahpersalinan)

Tujuan kunjungan:
1) Memastikan involusi uterus berjalan normal yaitu uterus berkontraksi,
fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak adabau
2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahanabnormal
3) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, danistirahat
4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-
tanda penyulit
5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat
menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayisehari-hari

d. Kunjungan IV (6 minggu setelah persalinan) Tujuan kunjungan:


1) Menanyakan pada ibu tentang penyulit - penyulit yang ia atau bayialam
2) Memberikan konseling untuk KB secara dini(Wahyuni,2018)

C. Ruptur Perineum
Ruptur perenium adalah perlukaan jalan lahir yang terjadi pada saat kelahiran
bayi baik menggunakan alat ataupun tidak menggunakan alat. Ruptur perenium
umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir
terlalu cepat (Yugistyowati, 2015).
Di Negara berkembang penyebab utama kematian ibu adalah faktor obstetri
langsung, yaitu perdarahan postpartum, infeksi dan eklamsia. Ruptur perineum
dapat menyebabkan perdarahan postpartum. Perdarahan postpartum merupakan
salah satu masalah penting karena berhubungan dengan kesehatan ibu yang
dapat menyebabkan kematian. Walaupun angka kematian maternal telah
menurun dari tahun ke tahun dengan adanya pemeriksaan dan perawatan
kehamilan, persalinan dirumah sakit serta adanya fasilitas transfusi darah,
namun perdarahan masih tetap merupakan faktor utama dalam kematian ibu
(Anggraini, 2018).
Ruptur perenium adalah robeknya perineum pada saat janin lahir. Robekan
ini sifatnya traumatik karena perineum tidak kuat menahan regangan pada saat
janin lewat. Dampak dari terjadinya ruptur perineum pada ibu dapat

21
mengakibatkan terjadinya infeksi pada luka jahitan di mana dapat merambat
pada saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat berakibat pada
munculnya komplikasi infeksi kandung kemih maupun infeksi pada jalan lahir.
Ruptur perineum juga dapat mengakibatkan perdarahan karena terbukanya
pembuluh darah yang tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus
menerus. Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya
kematian pada ibu post partum mengingat kondisi fisik ibu post partum masih
lemah (Sumaryani,2015).

Di Indonesia angka kejadian ruptur perenium mencapai 30% dari penyebab


perdarahan pada saat persalinan, kejadian ruptur perenium penyebab pendarahan
setelah atonia uteri, dan menurut hasil survey sensus penduduk pada tahun 2010
AKI di provinsi Indonesia didapatkan bahwa AKI di Jawa Tengah tahun 2012
yaitu 117 per 100.000 kelahiran hidup ada sedikit peningkatan AKI
dibandingkan tahun 2011 yaitu 116 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab
langsung kematian ibu di Indonesia terkait kehamilan dan persalinan adalah
perdarahan, eklampsi, infeksi, partus lama, dan abortus5%.
Robekan perineum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor maternal,
faktor janin dan faktor penolong. Faktor maternal meliputi partus presipitatus
yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong. Pasien tidak mampu berhenti
mengejan, partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang
berlebihan, edema dan kerapuhan pada perineum, varikositasvulva melemahkan
jaringan perineum, arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit
pula sehingga menekan kepala bayi kearah posterior ,perluasan episiotomi.
Faktor janin antara lain bayi yang besar, posisi kepala yang abnormal (misalnya
presentasi muka), kelahiran bokong, ektraksi forceps yang sukar distosia bahu,
anomaly congenital, seperti hydrosepalus. Faktor penolong yaitu posisi meneran
pada posisi persalinan (Anggraini, 2017).
Berat badan bayi dapat mempengaruhi proses persalinan kala II. Berat badan
bayi lahir umumnya antara 2500-4000 gram. Semakin besar bayi yang
dilahirkan akan meningkatkan resiko terjadinya ruptur perineum. Sedangkan
dilihat dari status paritas umumnya ruptur perineum terjadi pada primipara,
tetapi tidak jarang juga terjadi pada multipara. Penyebab yang biasa terjadi pada
ibu adalah partus presipitatus, mengejan terlalu kuat, edema dan kerapuhan pada

22
perineum, kelenturan jalan lahir, persalinan dengan tindakan (Pemiliana,2019).
Pengaturan jarak kehamilan yang ideal juga akan berdampak terhadap
kesehatan ibu. Kesehatan reproduksi ibu akan mengalami pemulihan yang
optimal jika jarak kehamilan tidak terlalu dekat. Akan tetapi jika jarak terlalu
jauh atau terlalu lama juga kurang bagus bagi kesehatan ibu. Hal ini dapat
terlihat dari hasil penelitian bahwa ibu dengan jarak anak >5 tahun lebih banyak
mengalami ruptur perenium. Hal itu terjadi karena perenium sudah kaku dan otot
tidak elastis seperti pada kehamilan kedua atau ketiga (Sigalingging,2018).

Perawatan Luka Perineum


Perawatan luka perineum pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan antara
daerah yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa anatara kelahiran
plasenta sampai dengan kembalinya organ genetik seperti pada waktu
sebelumnya hamil.
Menjaga kebersihan pada masa nifas untuuk mengindari infesi, baik pada luka
jahitan atau kulit (Nugroho, 2014).
Kebersiahan Alat Genetalia Setelah melahirkan biasanya perineum menjadi
agak bengkak/memar dan mungkin ada luka episiotomi.
1) Menjaga alat genetalia dengan mencucinya menggunakan sabun dan air,
kemudian daerah vulva sampai anus harus kering sebelum memakai
embalut wanita, setiap kali selesa buang air keciil atau besar, pembalut
diganti minimal 3 kali sehari.
2) Cuci tangan dan sabun dengan air mengalir sebelum dan sesudah
membersihkan daerah genetalia
3) Mengajarkan ibumembersihkan drah kelamin dengan cara membersihkan
daerah disekitar vulva terlebih dahulu dari depan ke belakang, baru keudian
membersihkan daerah anus. Bersihkan vulva setiap kali buang air kecil atau
besar.
4) Hindari untuk menyentuh daerah luka.
D. Konsep Dasar Masa Nifas Dengan Preeklampsia
1. Pengertian preeklampsia
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai
dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap
adanyainflamasisistemikdenganaktivasiendoteldankoagulasi.Diagnosis
23
preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang
disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada
usia kehamilan diatas 20 minggu.
Preeklampsia, sebelumnya selalu didefinisika dengan adanya hipertensi
dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension
with proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik
preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi disertai
gangguan multisistem lain yang menunjukkan adanya kondisi berat dari
preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuri.
Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik
karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik
atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama. Definisi hipertensi berat adalah
peningkatan tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau
110 mmHg diastolik.
Rekomendasi pengukuran tekanan darah:
a. Pemeriksaan dimulai ketika pasien dalam keadaantenang.
b. Sebaiknya menggunakan tensimeter air raksa atau yang setara, yang
sudahtervalidasi.
c. Posisi duduk dengan manset sesuai leveljantung.
d. Gunakan ukuran manset yangsesuai.
e. Gunakan bunyi korot koffV (hilangnya suara) pada pengukuran tekanan
darah diastolik.

Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan


antara kuantititas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga
kondisi protein urin massif (lebih dari 5g) telah dieliminasi dari kriteria
pemberatan preeklampsia (preeklampsia berat). Proteinuria merupakan
penanda objektif, yang menunjukkan adanya kebocoran endotel yang
luas, suatu ciri khas preeklampsia. Walaupun begitu, jika tekanan darah
meningkat signifikan, berbahaya bagi ibu sekaligus janin jika kenaikan
ini diabaikan karena protein uria belum timbul. Berdasarkan penelitian
Chesley, 10% kejang eklampsia terjadi sebelum ditemukan proteinuria.
24
Rekomendasi pemeriksaan protein urin: Proteinuria ditegakkan jika
didapatkan secara kuantitatif produksi protein urin lebih dari 300 mg per
24 jam, namun jika hal ini tidak dapat dilakukan, pemeriksaan dapat
digantikan dengan pemeriksaan semikuantitatif menggunakan dipstik
urin>1.
2. Diagnosis Preeklampsia
Terjadinya peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30 mmHg
atau peningkatan tekanan sistolik 15 mmHg atau adanya tekanan sistolik
sekurang-kurangnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sekurang- kurangnya
90 mmHg atau lebih dengan kenaikan 20 mmHg atau lebih, ini sudah dapat
dibuat sebagai diagnosis preeklampsia.
Kriteria terbaru sudah tidak mengkategorikan preeklampsia ringan,
dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan
dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara
signifikan dalam waktu singkat. Preeklampsia hanya ada dua kriteria yaitu
preeklampsia dan preeklampsia berat, dengan kriteria diagnosis sebagai
berikut:
a. Preeklampsia
Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat
disamakan dengan preeklampsia, harus didapatkan gangguan organ
spesifik akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus
preeklampsiaditegakkandenganadanyaproteinurin,namunjikaprotein
urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosispreeklampsia.
Kriteria minimal preeklampsia yaitu:
1) Tekanan darah >140/90 mmHg yang terjadi setelah
20minggukehamilan pada wanita dengan tekanan darah yang
sebelumnya normal
2) Proteinurinmelebihi300mgdalam24jamatautesurindipstick>+1.

Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti dengan


salah satu tanda gejala di bawah ini:
1) Gangguan ginjal: keratin serum 1,2 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
25
kelainan ginjallainnya
2) Edemaparu
3) Gangguanliver:peningkatankonsentrasitraminas2kalinormaldan
atau adanya nyeri epigastrum/region kanan atas abdomen
4) Trombositopenia: trombosit<100.000/microliter
5) Didapatkan gejala neurologis: nyeri kepala, stroke, dan gangguan
penglihatan
6) Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan
sirkulasi uteroplacenta: oligohidramnion, Fetal Growth Restriction
(FGR)

b. PreeklampsiaBerat
Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada
preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, dikategorikan
menjadi kondisi pemberatan preeklampsia atau disebut dengan
preeklampsiaberat.KriteriaPreeklampsiaberat,diagnosispreeklampsia
dipenuhi dan jika didapatkan salah satu kondisi klinis dibawahini:
a) Tekanan Darah >160/100 mmHg
b) Proteinuria:padapemeriksaancarikcelup(dipstrik)>+2atau2,0g/24 jam
c) Gangguan ginjal: keratin serum 1,2 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjallainnya
d) Edemaparu
e) Gangguan liver: peningkatan konsentrasi traminas 2 kali normal dan
atau adanya nyeri epigastrum/region kanan atasabdomen
f) Trombositopenia: trombosit <100.000/microliter
g) Didapatkan gejala neurologis: nyeri kepala, stroke, dan gangguan
penglihatan
h) Gangguanpertumbuhanjaninyangmenjaditandagangguansirkulasi
uteroplacenta : oligohidramnion, Fetal Growth Restriction(FGR).

3. Patofisiologi Preeklampsia
Meskipun penyebab preeklampsia masih belum diketahui, bukti
manifestasi klinisnya mulai tampak sejak awal kehamilan, berupa perubahan
26
patofisiologi tersamar yang terakumulasi sepanjang kehamilan dan akhir nya
menjadi nyata secara klinis. Preeklampsia adalah gangguan multisistem
dengan etiologi komplek yang khusus terjadi selama kehamilan.
Faktor Predisposisi Kejadian Preeklampsia
a. Faktor risiko yang dapat dinilai pada kunjungan antenatal pertama
Anamnesis:
1) Usia >40 tahun
Usia merupakan bagian dari status reproduksi yang penting. Usia
berkaitan dengan peningkatan atau penurunan fungsi tubuh sehingga
mempengaruhi status kesehatan. Usia reproduktif sehat yang aman
untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Sedangkan usia
ibu>35 tahun seiring bertambahnya usia rentan untuk terjadi
peningkatan tekanan darah karena terjadi degenerasi. Adanya
perubahan patologis, yaitu terjadinya spasme pembuluh darah arteriol
menuju organ penting alam tubuh sehingga menimbulkan gangguan
metabolism jaringan, gangguan peredaran darah menuju retroplasenter.
Kategori usia untuk mengetahui hubungan antar usia dengan
preeklampsia dalam penelitian Imung adalah sebagai berikut:
a) Usia <20tahun
b) Usia 20-35tahun
c) Usia >35tahun

Berdasarkan penelitian dari Dietl, wanita hamil pada usia lebih dari
40 tahun lebih berisiko mengalami hipertensi, dan preeklampsia banyak
terjadi pada ibu hamil umur > 40 tahun. Hasilnya juga menunjukkan
bahwa 59,1% preeklampsia terjadi pada nulipara dengan umur > 40
tahun.
Duckitt melaporkan peningkatan risiko preeklampsia hampir dua
kali lipat pada wanita hamil berusia 40 tahun atau lebih baik pada
primipara (RR 1,68 95%CI 1,23 - 2,29), maupun
multipara(RR1,9695%CI1,34-2,87).Sedangkan usia muda tidak
meningkatkan risiko preeklampsia secarabermakna.
2) Primigravida

27
Status gravida adalah wanita yang sedang hamil. Status gravida
dibagi menjadi 2 kategori: a) Primigravida adalah wanita yang hamil
untuk pertama kalinya, b) Multigravida adalah wanita yang hamil ke 2
atau lebih. Preeklampsia banyak dijumpai pada primigravida daripada
multigravida, terutama primigravida usia muda. Primigravida lebih
berisiko mengalami preeklampsia daripada multigravida karena
preeklampsia biasanya timbul pada wanita yang pertama kali terpapar
virus korion. Hal ini terjadi karena pada wanita tersebut mekanisme
imunologik pembentukan blocking antibody yang dilakukan oleh HLA-
G terhadap antigen plasenta belum terbentuk secara sempurna, sehingga
proses implantasi trofoblas ke jaringan desidual ibu menjadi terganggu.
Primigravida juga rentan stress dalam menghadapi persalinanyang
menstimulasi tubuh unuk mengeluarkan kortisol. Efek kortisol adalah
meningkatkan respon simpatis, sehingga curah jantung dan tekanan
darah juga akan meningkat.
Nulipara lebih berisiko mengalami preeklampsia daripada
multipara karena preeklampsia biasanya timbul pada wanita yang
pertama kali terpapar virus korion. Berdasarkan studi Bdolah,
kehamilan nullipara memiliki kadar sFlt1 dan sFlt1 / PlGF bersirkulasi
lebih tinggi daripada kehamilan multipara, menunjukkan hubungan
dengan ketidakseimbangan angiogenik. Diambil bersama-sama dengan
peran patogenik faktor anti- angiogenik pada preeklampsia, nulipara
merupakan faktor risiko untuk pengembangan preeklamsia.
a) Multipara dengan riwayat preeklampsiasebelumnya
Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya merupakan
faktor risiko utama. Menurut Duckit risiko meningkat hingga 7 kali
lipat (RR 7,19 95% CI 5,85 - 8,83). Kehamilan pada wanita dengan
riwayat preeklampsia sebelumnya berkaitan dengan tingginya
kejadian preeklampsia berat, preeklampsia onset dini, dan dampak
perinatal yang buruk.
b) Multipara dengan kehamilan oleh pasanganbaru
Kehamilan pertama oleh pasangan yang baru dianggap sebagai
faktor risiko preeklampsia, walaupun bukan nullipara karena risiko

28
meningkat pada wanita yang memiliki paparan rendah terhadap
sperma.
c) Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau
lebih
Hubungan antara risiko terjadinya dengan interval/jarak
kehamilan lebih signifikan dibandingkan dengan risiko yang
ditimbulkan dari pergantian pasangan seksual. Risiko pada
kehamilan kedua atau ketiga secara langsung berhubungan dengan
waktu persalinan sebelumnya. Ketika intervalnya lebih dari 10
tahun, maka risiko ibu tersebut mengalami preeklampsia adalah
sama dengan ibu yang belum pernah melahirkan.
Dibandingkandengan wanita dengan jarak kehamilan dari 18
hingga 23 bulan, wanita dengan jarak kehamilan lebih lama dari 59
bulan secara signifikan meningkatkan risiko preeklampsia (1,83;
1,72-1,94) dan eklampsia (1,80; 1,38-2,32)

d) Kehamilan multipel/kehamilanganda
Kehamilan ganda meningkatkan risiko preeklampsia sebesar3
kali lipat. Dengan adanya kehamilan ganda dan hidramnion,
menjadi penyebab meningkatnya resiten intramural pada pembuluh
darah myometrium, yang dapat berkaitan dengan peninggian
tegangan myometrium dan menyebabkan tekanan darah meningkat.
Wanita dengan kehamilan kembar berisiko lebih tinggi mengalami
preeklampsia hal ini disebabkan oleh peningkatan massa plasenta
dan produksi hormon.

e) IDDM (Insulin Dependent DiabetesMelitus)


Nerenberg mengemukakan berdasarkan penelitian bahwa
wanita hamil dengan diabetes memiliki risiko 90% lebih tinggi
dibandingkan mereka yang tidak memiliki diabetes (OR 1.9; 95%
CI 1.7-2.1). Diabetes dan preeklampsia adalah dua kondisi umum
yang berhubungan dengan kehamilan, keduanya terkait dengan
hasil kesehatan ibu dan janin yang buruk. Diabetes dan
preeklampsia memiliki faktor risiko yang sama (misalnya, obesitas,
29
sindrom ovarium polikistik, usia ibu lanjut, peningkatan berat
badan kehamilan), hiper insulinemia dikaitkan dengan kedua
kondisi.
Diabetes dan preekampsia memiliki bukti disfungsi vaskular
endotel.
f) Hipertensikronik
Penyakit kronik seperti hipertensi kronik bisa berkembang
menjadi preeklampsia. Yaitu pada ibu dengan riwayat hipertensi
kronik lebih dari 4 tahun. Chappel juga menyimpulkan bahwa ada
7 faktor risiko yang dapat dinilai secara dini sebagai prediktor
terjadinya preeklampsia superimposed pada wanita hamil dengan
hipertensi kronik.
g) Penyakit Ginjal
Pada wanita hamil, ginjal dipaksa bekerja keras sampai ke titik
dimana ginjal tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan yang
semakin meningkat. Wanita hamil dengan gagal ginjal kronik
memiliki ginjal yang semakin memperburuk status danfungsinya.
Beberapa tanda yang menunjukkan menurunnya fungsi ginjal
antara lain adalah hipertensi yang semakin tinggi dan terjadi
peningkatan jumlah produk buangan yang sudah disaring oleh
ginjal di dalam darah. Ibu hamil yang menderita penyakit ginjal
dalam jangka waktu yang lama biasanya juga menderita tekanan
darah tinggi. Ibu hamil dengan penyakit ginjal dan tekanan darah
tinggi memiliki risiko lebih besar mengalamipreeklampsia
h) Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau
embrio
Kehamilan setelah inseminasi donor sperma, donoroositatau
donor embrio juga dikatakan sebagai faktor risiko. Satu hipotesis
yang populer penyebab preeklampsia adalah maladaptasi imun.
Mekanisme dibalik efek protektif dari paparan sperma masih
belum diketahui. Data menunjukkan adanya peningkatan
frekuensi preeklampsia setelah inseminasi donor spermadanoosit,
frekuensi preeklampsia yang tinggi pada kehamilan remaja, serta
makin mengecilnya kemungkinan terjadinya preeklampsia pada
30
wanita hamil dari pasangan yang sama dalam jangka waktu yang
lebih lama. Walaupun preeklampsia dipertimbangkan sebagai
penyakit pada kehamilan pertama, frekuensi preeklampsia
menurun drastis pada kehamilan berikutnya apabila kehamilan
pertama tidak mengalami preeklampsia. Namun, efek protektif
dari multiparitas menurun apabila bergantipasangan.
i) Obesitas sebelum hamil (IMT >30kg/m2)
IMT adalah rumus yang sederhana untuk menentukan status
gizi, terutama yang berkaitan dengan kelebihan dan kekurangan
berat badan. Rumus menentukan IMT adalah sebagai berikut:
IMT = Berat Badan (dalam kg) / Tinggi Badan2 (dalam meter)
Klasifikasi IMT di Indonesia sudah disesuaikan dengan
karakteristik Negara berkembang. Perbedaan karakteristik
menjadi penyebab tidak bisa disamaratakan IMT di Negara maju
dengan Negara berkembang. Sehingga diambil kesimpulan batas
ambang IMT di Indonesia adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Klasifikasi IMT

Kategoi IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkatberat <17,0
Kekurangan berat bada tingkatringan 17,0-18,4
Normal 18,5-25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1-27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0

Obesitas adalah kondisi IMT yang masuk ketaegori gemuk


(kelebihan berat badan tigkat berat). Obesitas sebelum hamil dan
IMT saat pertama kali ANC merupakan faktor risikopreeklampsia
dan risiko ini semakin besar dengan semakin besarnya IMT pada
wanita hamil karena obesitas berhubungan dengan penimbunan
lemak yang berisiko munculnya penyakit degeneratif. Obesitas
adalah adanya penimbunan lemak yang berlebihan didalam tubuh.
Obesitasdapatmemicuterjadinyapreeklampsiamelaluipelepasan
sitokin-sitokin inflamasi dari sel jaringan lemak, selanjutnya
31
sitokin menyebabkan inflamasi pada endotel sistemik.
Peningkatan IMT sebelum hamil meningkatkan risiko
preeklampsia 2,5 kali lipat dan peningkatan IMT selama ANC
meningkatkan risiko preeklampsia sebesar 1,5 kali lipat.
Faktor lain penyebab preeklampsia:
a. Pekerjaan ibu
Pekerjaan dapat mempengaruhi terjadinya risiko
preeklampsia. Wanita yang bekerja memiliki risiko lebih
tinggi mengalami preeklampsia dibandingkan dengan ibu
rumah tangga. Pekerjaan dikaitkan dengan adanya aktifitas
fisik dan stress yang merupakan faktor risiko terjadinya
preeklampsia. Akan tetapi pada kelompok ibu yang tidak
bekerja dengan tingkat pendapatan yang rendah
mengakibatkan frekuensi ANC berkurang dan kualitas gizi
yang rendah. Selainitukelompok buruh/tani biasanya dari
kalangan pendidikan rendah yang kurang pengetahuan
tentang ANC dan gizi.
b. Pendidikan ibu
Berdasarkan UU no 20 tahun 2003 pendidikan di
Indonesia dibagi menjadi 3 yaitu pendidikan dasar (SD-
SMP), pendidikan menengah (SMA), dan pendidikan tinggi
(Diploma-Perguruan tinggi). Pendidikan mempengaruhi
proses belajar, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin
mudah untuk menerima informasi. Semakin banyak
informasi yang masuk makin banyak pengetahuan tentang
kesehatan baik dari orang lain maupun dari media massa.
Sejalan dengan penelitian Astuti berdasar uji chi square pada
variabel pendidikan bernilai p = 0,002. Hal ini menujukkan
ada hubungan signifikan antara pendidikan dengan kejadian
preeklampsia bahwa ibu yang berpendidikan rendah lebih
berisiko 4 kali di banding ibu yang berpendidikan tinggi.
4. Komplikasi
a. KomplikasiMaternal
1) Eklampsia
32
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia,
yang disertai dengan kejang menyeluruh dan koma, eklampsia selalu
didahului dengan preeklampsia. Timbulnya kejang pada perempuan
dengan preeklampsia yangtidak disebabkan oleh penyakit lain
disebuteklampsia.
2) Sindrom Hemolysis, Elevated Liver Enzimes, Low Platelet Count
(HELLP)
Pada preeklampsia sindrom HEELP terjadi karena adanya
peningkatan enzim hati dan penurunan trombosit, peningkatan enzim
kemungkinan disebabkan nekrosis hemoragik periporta di bagian
perifer lobules hepar. Perubahan fungsi dan integritas hepar termasuk
perlambatan ekskresi bromosulfoftalein dan peningkatan kadar
aspartat amniotransferase serum.
3) AblasiRetina
Ablasia retina merupakan keadaan lepasnya retina sensoris dari
epitel pigme nretina. Gangguan penglihatan pada wanita dengan
preeklampsia juga dapat disebabkan karena ablasia retina dengan
kerusakan epitel pigmen retina karena adanya peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah akibat penimbunan cairan yang
terjadi pada prosesperadangan.
Gangguan pada penglihatan karena perubahan pada retina.
Tampak edema retina, spasme setempat atau menyeluruh pada satu
atau beberapa arteri. Jarang terjadi perdarahan atau eksudat atau
apasme. Retiopati arterisklerotika pada preeklampsia terlihat bilamana
didasari penyakit hipertensi yang menahun. Spasme arteri retina yang
nyata menunjukkan adanya preeklampsia berat. Pada preeklampsia
pelepasan retina karena edema introkuler merupakan indikasi
pengakhiran kehamilan segera. Biasanya retina akan melekat kembali
dalam dua hari sampai dua bulan setelah persalinan.
4) Gagal Ginjal
Perubahan pada ginjal disebabkan oleh karena aliran darah ke
dalam ginjal menurun, sehingga filtrasi glomerulus berkurang.
Kelainan ginjal berhubungan dengan terjadinya proteinuria dan retensi
garam serta air. Pada kehamilan normal penyerapan meningkat sesuai
33
dengan kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi akibat spasme
arterioles ginjalmenyebabkan filtrasi natrium menurun yang
menyebabkan retensi garam dan juga terjadi retensi air. Filtrasi
glomerulus pada preeclampsia dapat menurun 50% dari normal
sehingga menyebabkan dieresis turun. Pada keadaan lanjut dapat
terjadi oliguria sampai anuria.
5) Edema Paru
Penderita preeklampsia mempunyai risiko besar terjadinya edema
paru disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel
endotelpadapembuluhdarahkapilerparudanmenurunnyadieresis.
Kerusakan vaskuler dapat menyebabkan perpindahan protein dan
cairan ke dalam lobus-lobus paru. Kondisi tersebut diperburuk dengan
terapi sulih cairan yang dilakukan selama penanganan preeklampsia
dan pencegahan eklampsia. Selain itu, gangguan jantung akibat
hipertensi dan kerja ekstra jantung untuk memompa darah ke dalam
sirkulasi sistemik yang menyempit dapat menyebabkan kongestiparu.
6) Kerusakan Hati
Vasokontriksi menyebabkan hipoksia sel hati. Sel hati
mengalami nekrosis yang diindikasikan oleh adanya enzim hati seperti
transminase aspartat dalam darah. Kerusakan sel endothelial
pembuluh darah dalam hati menyebabkan nyeri karena hati membesar
dalam kapsul hati. Hal ini dirasakan oleh ibu sebagai nyeri
epigastrik/nyeri uluhati.
7) Penyakit Kardiovaskuler
Gangguan berat pada fungsi kardiofaskuler normal lazim terjadi
pada preeklampsia atau eklampsia. Gangguan ini berkaitan dengan
peningkatan afterload jantung yang disebabkan hipertensi, preload
jantung, yang sangat dipengaruhi oleh tidak adanyahipervolemia pada
kehamilan akibat penyakit atau justru meningkatsecara introgenik
akibat infus larutan kristaloid atau onkotik intravena, dan aktivasi
endotel disertai ekstravasi cairan intravakuler ke dalam ekstrasel, dan
yang penting ke dalam paru- paru.
Tekanan darah meningkat pada preeklampsia menimbulkan
menimbulkan gangguan sirkulasi darah ke otak dan menyebabkan
34
perdarahan atau edema jaringan otak atatu terjadi kekurangan oksigen
(hipoksia otak). Menifestasi klinis dari gangguan sirkulasi, hipoksia
atau perdarahan otak menimbulkan gejala gangguan saraf diantaranya
gejala objektif yaitu kejang (hiperrefleksia) dan koma. Kemungkinan
penyakit yang dapat menimbulkan gejala yang sama adalah epilepsi
dan gangguan otak karena infeksi, tumor otak, dan perdarahan karena
trauma.

35
b. KomplikasiNeonatal
1) Pertumbuhan Janinterhambat
Ibu hamil dengan preeklampsia dapat menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat karena perubahan patologis pada plasenta, sehingga
janin berisiko terhadap keterbatasan pertumbuhan.

2) Prematuritas
Preeklampsia memberikan pengaruh buruk pada kesehatan janin
yang disebabkan oleh menurunnya perfusi uteroplasenta,pada waktu
lahir plasenta terlihat lebih kecil daripada plasenta yang normal
untuk usia kehamilan, premature aging terlihat jelasdengan
berbagaidaerahsinsitianyapecah,banyakterdapatnekrosisiskemik dan
posisi fibrinintervilosa.
3) Fetaldistress
Preeklampsia dapat menyebabkan kegawatan janin seperti
sindroma distress napas. Hal ini dapat terjadi karena vasospasme
yang merupakan akibat kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan
otot pembuluh darah sehingga pembuluh darah mengalami
kerusakan dan menyebabkan aliran darah dalam plasenta menjadi
terhambat dan menimbulkan hipoksia pada janin yang
akanmenjadikan gawat janin.
5. Pencegahan
Berbagai strategiyang digunakan untuk mencegah atau
memodifikasi keparahan preeklampsia antaralain:
a. Antenatal Care(ANC)
Deteksi dini preeklampsia dilakukan dengan berbagai
pemeriksaaan tanda biologis, biofisik dan biokimia sebelum
timbulnya gejala klinis sindrom preeklampsi. Hal ini diupayakan
dengan mengidentifikasi kehamilan risiko tinggi dan mencegah
pengobatandalam rangka menurunkan komplikasi penyakit dan
kematian melalui modifikasi ANC.
Preeklampsia tidak selalu dapat didiagnosis pasti. Jadi
berdasarkan sifat alami penyakit ini, baik American College of
Obstetricians and Gynecilogists (ACOG) maupun Kelompok Kerja
36
Nasional High Blood Pressure Education Programe menganjurkan
kunjungan ANC yang lebih sering, bahkan jika preeklampsia hanya
dicurigai. Pemantauan yang lebih ketat memungkinkan lebih cepatnya
identifikasi perubahan tekanan darah yang berbahaya, temuan
laboratorium yang penting, dan perkembangan tanda dan gejala yang
penting. Frekuensi kunjungan ANC bertambah sering pada trimester
ketiga, dan hal ini membantu deteksi dini preeklampsia.
b. Manipulasi Diet
1) Suplemantasi Kalsium
WHO merekomendasikan pemberian kalsium rutin sebanyak
1500-2000 mg elemen kalsium perhari, terbagi menjadi 3 dosis
(dianjurkan dikonsumsi mengikuti waktu makan). Lama
konsumsi adalah semenjak kehamilan 20 minggu hingga akhir
kehamilan. Pemberian kalsium dianjurkan untuk ibu
hamilterutamadenganrisikotinggiuntukterjadinyahipertensipadake
hamilandan daerah dengan asupan kalsium yang rendah. Studi
dari Khaing juga menyatakan bahwa suplemen kalsium dapat
digunakan untuk pencegahan preeklampsia.
2) Suplementasi Vitamin D
Institute of Medicine (IOM) dan ACOG merekomendasikan
suplemen vitamin D 600 IU perhari untuk ibu hamil guna
mendukungmetabolismetulangibudanjanin.Dandosis1000-2000
IU per hari untuk kasus defisiensi vitamin D.
Namun paparan sinar matahari mungkin lebih terkait kuat
dengan tingkat vitamin D dibandingkan dengan asupan vitamin D
oral. Bentuk aktif vitamin D yang disebut dengan
1,25dihidrokolecalsiferol (1,25-(OH)2D3) secara langsung
mempengaruhi absorbsi kalsium di usus bersama dengan hormon
paratiroid bekerja secara sinergis meningkatkan reabsorbsi
kalsium dari tulang.25(OH)D pertama dihidroksilasi di hati.
Metabolit yang dihasilkan, 25(OH)D, sangat stabil dan karena itu
paling sering digunakan untuk mengukur status vitamin D.
Hidroksilasi kedua ke bentuk aktif 1,25(OH)D kebanyakan terjadi
di ginjal dalam proses yang diatur secara ketat oleh kalsium,
37
fosfor dan kadar hormon paratiroid. Setelah hidroksilasi kedua,
1,25(OH)D berikatan dengan vitamin D Receptor (VDR). VDR
adalah faktor transkripsi yangproduknya terlibat dalam beragam
aktivitas termasuk metabolisme tulang, pertumbuhan sel dan
diferensiasi, metabolisme glukosa dan fungsi kekebalan tubuh.
Enzim yang bertanggung jawab untuk aktivas ivitamin D
(1αhydroxyase) dan reseptornya telah ditemukan di jaringan
perifer seperti plasenta yang menunjukkan peran yang lebih jauh
menjangkau vitamin D dari pada metabolisme tulang saja.
Menurut Achkar pemberian vitamin D sejak awal kehamilan bisa
mengurangi risiko preeklampsia. Begitu juga menurut Bodnar
defisiensi vitamin D meningkatkan risikopreeklampsia.

Faktor immunologik diduga berperan terhadap kejadian


hipertensidalamkehamilan.Padapreeklampsiplasentamenunjukan
respon inflamasi yang kuat dan terjadinya peningkatan dalam
aktivitas sistem immunologi. Hal ini menyatakan bahwa sistem
immunomodulasi vitamin D secara potensial memberikan
manfaat terhadap implantasi plasenta selama kehamilan.
Kecukupan akan pemenuhan kebutuhan vitamin D memberikan
efek imunomodulasi dan regulasi tekanandarah.

Sinar matahari merupakan sumber utama vitamin D yang


palingbaik.SinarUVB yang berasal dari matahari diserap
olehkulit dan kemudian mengubah 7-dehidrokolesterol di kulit
menjadi previtamin D3 yang selanjutnya secara spontan
dikonversikan menjadi vitamin D3 (kolekasiferol). Vitamin D ini
mengalami hidrolisis,hidrolisis yang pertama terjadi dalam hati
dalam bentuk25(OH)D selanjutnya hidrolisis yang kedua terjadi
di dalam dan diluar ginjal dalam bentuk 1,25(OH)2D. Hasil
penelitian Khaing menunjukkan bahwa vitamin D dapat
mengurangi risiko preeklampsia sekitar 53% dan 50% bila
dibandingkan dengan plasebo.

38
Paparan sinar matahari sebesar satu satuan Minimal Erythemal
Dose (MED) yaitu mulai munculnya kemerahan yang ringan di
kulit, sudah dapat meningkatkan konsentrasi vitamin D yang
setara dengan suplementasi 10.000–20.000IU. Intensitas UVB
sinar matahari adalah rendah pada pukul 07.00 pagi,meningkat
pada jam-jam berikutnya sampai dengan pukul 11.00;setelah
pukul 11.00 intensitas ini relatif stabil dan tinggi sampai dengan
pukul 14.00 untuk kemudian menurun,dan pada pukul 16.00
mencapai intensitas yang sama dengan pada pukul 07.00.
Penelitian oleh Holick melaporkan bahwa waktu pajanan yang
dibutuhkan pada intensitas 1 MED/jam adalah 1/4 x 60 menit
atau sama dengan 15menit.

Jika intensitas pajanan adalah 2 MED/jam, maka lama


pemajanan lebih singkat. Intensitas ultraviolet puncaknya pada
pukul 11.00–13.00 selama 1–2 MED/jam. Paparan sinar matahari
di muka dan lengan selama 25 menit pada pukul 09.00 atau pukul
11.00–13.00 selama 15 menit sudah meningkatkan konsentrasi
vitamin D sebesar 2700 IU tiap kali pemaparan. Sebaiknya untuk
mencegah defisiensi vitamin D dapat dilakukan dengan
terpaparsinar matahari 15–30 menit selama 2–3 kali/minggu atau
2 jam/minggu.
6. Etiologi
Penyebab hipertensi kehamilan hingga saat ini belum di ketahui
denganjelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya
hipertensi dalamkehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang
dianggap mutlak benar.
Teori-teori yang sekarang dianut adalah:
a) Teori kelainan vaskularisasi
Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi
invasitrofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang
menimbulkan degenerasilapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi
arterialis. Invasi trofoblas jugamemasuki jaringan sekitar arteri

39
spiralis, sehingga jaringan matriks menjadigembur dan memudahkan
lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi.
Hal ini memberi dampak penururnan tekanan darah, penurunan
resistensivaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah
uteroplasenta. Akibatnyaaliran darah ke janin cukup banyak dan
perfusi jaringan juga meningkatsehingga dapat menjamin
pertumbuhan janin dengan baik. Pada hipertensidalam kehamilan
tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arterispiralis dan
jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjaditetap
kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkanmengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri
spiralis relatifmengalami vasokontriksi, sehingga aliran darah
uteroplasenta menurun danterjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
b) Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan
menghasilkan oksidan(radikal bebas). Salah satu oksidan penting
yang dihasilkan plasenta iskemiaadalah radikal hidroksil yang sangat
toksis, khususnya terhadap membran selendotel pembuluh darah.
Radikal ini akan merusak membran sel yangmengandung banyak
asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak.
Peroksida lemak selain dapat merusak membran sel, juga akan
merusaknukleus dan protein sel endotel. Jika sel endotel terpapar
terhadap peroksidalemak maka akan terjadi disfungsi endotel, yang
akan berakibat:
1) Gangguan metabolisme prostaglandin
2) Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang
mengalamikerusakan. Agregasi trombosit memproduksi
tromboksan suatuvasokonstriktor kuat. Pada hipertensi kehamilan
kadar tromboksan lebihtinggi sehingga terjadi vasokontriksi, dan
terjadi kenaikan tekanan darah
3) Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus
4) Peningkatan permeabilitas kapilar
5) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin
6) Peningkatan faktor koagulasi
40
c) Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan hamil normal, terdapat Human Leucocyte Antigen
ProteinG (HLA-G) yang berfungsi melindungi trofoblas janin dari
lisis oleh selNatural Killer (NK) ibu.Namun, pada plasenta hipertensi
dalam kehamilan,terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Penurunan
HLA-G akan menghambatinvasi trofoblas ke dalam desidua. Padahal
Invasi trofoblas penting agarjaringan desidua lunak dan gembur
sehingga memudahkan dilatasi arterispiralis.
d) Teori Adaptasi Kardiovaskuler
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-
bahanvasopressor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka
terhadap rangsanganbahan vasopresor atau dibutuhkan kadar
vasopresor yang lebih tinggi untukmenimbulkan respon vasokontriksi.
Terjadinya refrakter pembuluh darahkarena adanya sintesis PG pada
sel endotel pembuluh darah. Akan tetapi, padahipertensi dalam
kehamilan terjadi kehilangan daya refrakter terhadap
bahanvasokonstriktor dan terjadi peningkatan kepekaan terhadap
bahan vasopresor.
e) Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familiar dengan model gen tunggal.
Telahterbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26 %
anak perempuanakan mengalami preeklampsia pula dan 8% anak
menantu mengalamipreeklampsia.
f) Teori Defisiensi Gizi
Beberapa hasil penetilian menunjukkan bahwa kekurangan
defisiensi giziberperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
seperti defisiensikalsium pada wanita hamil dapat mengakibatkan
risiko terjadinyapreeklampsia/eklampsia.
g) Teori Stimulus Inflamasi
Pada kehamilan normal plasenta akan melepkaskan debris
trofoblas,sebagai sisa proses apoptosis dan nektrotik trofoblas, akibat
reaksi stresoksidatif. Bahan-bahan ini selanjutnya akan merangsang
proses inflamasi.

41
Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam
batas wajar,sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal.
Hal tersebut berbedadengan proses apoptosis pada preeklampsia,
dimana terjadi peningkatan stressoksidatif dan peningkatan produksi
debris apoptosis dan nekrotik trofoblas.Sehingga menjadi bebas reaksi
inflamasi dalam darah ibu sampaimenimbulkan gejala-gejala
preeklampsia pada ibu.

7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan preeklampsia
1) Monitor tekanan darah 2x sehari dan cek protein urinrutin
2) Pemeriksaan laboratorium darah (Hb, Hct, AT, ureum, kreatinin,
SGOT, SGPT) dan urinrutin
3) Monitor kondisi janin
4) Rencana terminasi kehamilan pada usia 37 minggu. Atau usia
<37 minggu bila kondisi janin memburuk, atau sudah masuk
dalam persalinan/ ketuban pecah dini(KPD).
b. Penatalaksanaan preeklampsiaberat
1) Stabilisasi pasien dan rujuk ke pusat pelayanan lebihtinggi
2) Prinsip manajemen preeklampsiaberat:
a) Monitor tekanan darah, albumin urin, kondisi janin, dan
pemeriksaanlaboratorium
b) Mulai pemberianantihipertensi
c) Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah
nifedipin(oral short acting), hidralazine dan labetalol
parenteral. Alternatif pemberian antihipertensi yang lain
adalah nitogliserin, metildopa,labetalol
d) Mulai pemberian MgSO4 (jika gejala seperti nyeri kepala,
nyeri uluhati, pandangan kabur). Loading dose beri 4 gram
MgSO4 melalui vena dalam 15-20 menit. Dosis rumatan beri
MgSO4 1 gram/jam melalui vena dengan infusberlanjut.
e) Rencana terminasi pada usia kehamilan 34-37 minggu. Atau
usia kehamilan <34 minggu bila terjadi kejang, kondisi bayi

42
memburuk, edema paru, gagal ginjalakut.
E. HEMOROID
a. Gambaran KlinisHemoroid
1) Mengalami gatalatauiritasi,sakit,merahdanbengkakdisekitaranus.
2) Benjolan yang posisinya menggantung di luar anus, terasa nyeri dan sensitif
bila terkena sentuhan. Benjolan bisa terdorong masuk kembali ke dalam
anus setelah buang air besar tanpa rasa nyeri, yang ditandai dengan darah
berwarna merah terang yang menetes daridubur.
3) Kotoran keluar dengan sendirinya dari lubanganus.
4) Keluarnya lendir setelah buang airbesar.

Wasir yang tidak ditangani dapat mengakibatkan terbentuknya gumpalan


darah (thrombosed hemorrhoids) yang menimbulkan keluhan nyeri hebat,
disertai dengan pembengkakan dan benjolan keras di sekitar anus.
Penggumpalan darah di wasir bisa mengakibatkan pecahnya wasir dan
menimbulkan perdarahan yang lebih banyak lagi, serta kelainan kulit (skin
tags).
Selain penggumpalan darah, nyeri hebat yang terjadi juga dapat dialami
jika suplai darah terhambat, atau wasir mengalami strangulasi (terpuntir).
Wasir yang mengalami strangulasi ini berisiko menimbulkaninfeksi.
Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna akibat
trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan
tidak bercampur feses, dapat hanya berupa garis pada feses atau kertas
pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air
toilet menjadi merah. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar
berwarna merah segar karena kaya akan zat asam. Pendarahan luas dan
intensif di pleksus hemoroidalis menyebabkan darah di vena tetap
merupakan “darah arteri”.
b. DiagnosisHemoroid
Diagnosis hemoroid dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti hemoroid
ditegakan berdasarkan pemeriksaan histopatologi.
1) Anamnesis
Pasien biasanya datang dengan keluhan yang sesuai gejala klinis seperti
43
terjadi perdarahan saat defeksi, terasa ada benjolan di anus, rasanyeri,
terdapat mukus pada pakaian dalam dan terasa gatal pada daerah anus.
2) PemeriksaanFisik
Pemeriksaan fisik umum tidak boleh diabaikan. Bila telah terjadi prolaps,
maka dari inspeksi akan terlihat saat penderita diminta untuk mengedan.
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna tidak dapat diraba karena
tekanan vena di dalam tidak terlalu tinggi dan tidak nyeri.
3) PemeriksaanPenunjang
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak
prolaps. Anoskopi merupakan metode yang akurat untuk memeriksa kanalis
anal dan rektum bagian bawah. Posisi yang digunakan adalah left lateral
position. Selama anoskopi harus dicatat ukuran, lokasi, beratnya inflamasi,
dan perdarahan. Gambaran yang terlihat adalah struktur vaskuler yang
menonjol ke dalam lumen, saat pasien diminta mengedan sedikit,
ukurannya akan membesar dan penonjolan atau prolaps lebih nyata.
Endoskopi fleksibel lebih sering digunakan untuk mengevaluasi pasien
dengan keluhan pada bagian anorektal, namun tidak seakurat anoskopi.
Dari sebuah studi prospektif, ditemukan bahwa anoskopi dapat
mengidentifikasi 99% lesi anal pada suatu subjek, sedangkan pada
kolonoskopi hanya 54%- 78% tergantung dari posisinya. Namundengan
kolonoskopi, dapat pula mengevaluasi bagian kolon, sehingga
menyingkirkan diagnosis banding penyakit pada kolon.
Proktosigmoidoskopi digunakan untuk menyingkirkan penyebab karena
proses inflamasi dan keganasan pada daerah rektum dan kolon sigmoid
distal. Barium enema digunakan untuk melihat kelainan pada kolon, bisa
dilakukan tergantung keluhan, dan untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Namun diagnosis pasti hemoroid dapat diperoleh dari pemeriksaan
histopatologi. Pemeriksaan histopatologi dapat menyingkirkan diagnosis
banding sepertikan kerrektal,polipanal,solitaryrectalulcersyndrome,dan
lainnya melalui gambaran histopatologi jaringannya, dibandingkan dengan
anoskopi yang hanya dapat menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat
pembesaran hemoroid.
c. Penatalaksanaan Hemoroid
Karena hemoroid merupakan struktur normal dari anatomi anorektal, maka
44
tatalaksana hemoroid dilakukan apabila telah menimbulkan keluhan.
Beberapatatalaksanayangdapatdilakukanuntukhemoroidadalahsecara non-
farmakologis, farmakologis, minimal invasive, dan bedah. Pemilihan tatalaksana
tergantung berat ringan suatu penyakit, ketersediaan obat dan alat-
alatpenunjang.
a) Tatalaksananon-farmakologis
Tujuan terapi non-farmakologis adalah untuk mencegah perburukan
penyakit, berupa pefrbaikan pola defekasi (Bowel Management Program /
BMP). Perbaikan ini harus selalu ada dalam pengobatan semua jenis dan
derajat hemoroid. BMP terdiri dari diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses,
dan perubahan perilaku defekasi. Dalam perubahan perilaku defekasi,
dianjurkan untuk menggunakan posisi jongkok saat defekasi. Karena dengan
posisi jongkok tidak memerlukan tenaga mengejan terlalu banyak.
Bersamaan dengan BMP (Bowel Management Program), dilakukan juga
tindakan kebersihan lokal yaitu dengan cara merendam anus dalam air
selama 10-15 menit, 2-4 kali sehari dengan tujuan untuk membersihkan
eksudat dan sisa tinja yang lengket agar tidak terjadi iritasi dan rasa gatal.
Selain itu, pasien dianjurkan untuk berolahraga, mengurangi makanan
berlemak, meningkatkan konsumsi serat, dan minum sebanyak 30-40
mL/kgBB/hari.
b) Tatalaksana farmakologis
Tatalaksana farmakologis bertujuan untuk memperbaiki defekasi, meredakan
atau menghilangkan keluhan dan gejala. Terapi farmakologis untuk
hemoroid, yaitu :
1) Obat untuk memperlancar defekasi
Obat yang dimaksud adalah obat yang diikutkan dalam BMP, yaitu
suplemen serat (fiber suplement) dan pelicin feses (stool softener).
Suplemen serat yang banyak dipakai adalah psyllium yang berasal dari biji
plantago ovata yang menyerap air, bekerja membesarkan feses dan
meningkatkan peristaltik. Stool softener yang dimaksud adalah pencahar
atau laksatif seperti natrium dioctyl sulfosuccinat, bekerja untuk
merangsang sekresi mukosa usus halus dan meningkatkan penetrasi cairan
ke dalam feses.
2) Obat topikal
45
Pengobatan ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan
seperti gatal, nyeri, dan rasa tidak nyaman karena kerusakan kulit daerah
anus.Obattopikalmengandunganestesilokal,kortikosteroiddanantibiotik.
Namun penggunaan obat jangka panjang tidak dianjurkan terutama
kortikosteroid yang dapat menyebabkan ulserasi kulit perianal. Sediaan
berbentuk supositoria untuk hemoroid interna dan krim untuk hemoroid
eksterna.
3) Obat khusus untuk hemoroid
Golongan flavonoid merupakan obat flebotropik untuk pembuluh vena
dengan cara kerja meningkatkan tonus vena, mengurangi hiper
permeabilitas kapiler, meningkatkan resistensi kapiler,
mengurangimediator inflamasi dan radikal bebas, mencegah dan
memperbaiki mikrovaskuler serta melindungi mikrosirkulasi terhadap
mediator inflamasi. Golongan flavonoid antara lain diosmin-hesperidin
dan hidrosmin.

F. Konsep Dasar AsuhanNifas


1. Pengertian AsuhanKebidanan
Asuhan kebidanan adalah bantuan yang diberikan oleh bidan kepada
individu pasien atau klien yang pelaksanaannya dilakukan dengan cara
bertahap dan sistematis, melalui suatu proses yang disebut manajemen
kebidanan (Yanti dan Sundawati, 2014).
2. Tujuan Asuhan KebidananNifas
a) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupunpsikologis
b) Melaksanakan skrining secara komprehensif, deteksi dini, mengobati atau
merujuk bila terjadikomplikasi pada ibu maupunbayi
c) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui, pemberian imunisasi serta
perawatan bayisehari-hari
d) Memberikan pelayanan keluargaberencana
e) Mendapatkan kesehatan emosi (Yanti dan Sundawati,2014)
3. Peran Tanggung Jawab Bidan dalam MasaNifas
Menurut Rukiyah (2011) bidan mempunyai peran tanggung jawab antara
lain:

46
a) Bidan harus tinggal bersama ibu dan bayi dalam beberapa saat untuk
memastikan keduanya dalam kondisi yangstabil.
b) Periksa fundus tiap 15 menit pada jam pertama, 20 – 30 menit pada jam
kedua, jika kontraksi tidak kuat, masase uterus sampaikeraskarena otot
c) Periksa tekanan darah, kandung kemih, nadi, perdarahan tiap 15 menit
pada jam pertama dan tiap 30 menit pada jamkedua.
d) Anjurkan ibu minum untuk mencegah dehidrasi, bersihkan perineum, dan
kenakan pakaian bersih, biarkan ibu istirahat, beri posisi nyaman, dukung
program bounding attachment dan ASI Eksklusif, ajarkan ibu dan keluarga
untuk memeriksa fundus dan perdarahan, beri konseling tentang gizi,
perawatan payudara, kebersihandiri
e) Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas sesuai
dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan psikologis
selama masanifas
f) Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
g) Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah
perdarahan, mengenali tanda- tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta
mempraktekkan kebersihan yangaman.
h) Melakukan manajemen asuhan kebidanan secaraprofesional
G. Konsep Manajemen Asuhan KebidananNifas 7 Langkah Varney
a) Manajemen asuhan kebidanan 7 LangkahVarney
Manajemen kebidanan adalah suatu metode pendekatan pemecahan
masalah yang digunakan oleh bidan dalam proses pemecahan masalah dalam
pemberian pelayanan Asuhan kebidanan atau merupakan proses pemecahan m
asalah yang digunakan oleh bidan serta merupakan metode yang terorganisasi
melalui tindakan yang logikal dalam pemberian pelayanan. Langkah-langkah
manajemen kebidanan yaitu:
1. Langkah I. Identifikasi DataDasar
Langkah ini dilakukan dengan melakukan pengkajian melalui
proses pengumpulan data yang diperlukan umtuk mengevaluasi keadaan
pasien secara lengkap seperti riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik
sesusai dengan kebutuhan, peninjauan catatan terbaru atau catatan
sebelumnya,data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil
studi. Semua data dikumpulkan dari semua sumber yang
47
menghubungkan dengan kondisi pasien.
2. Langkah II. Identifikasi Diagnosis/MasaAktual
Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi data secara
benar terhadap diagnosis atau masalah kebutuhan pasien. Masalah atau
diagnosis yang spesifik dapat ditemukan berdasarkan interpretasi yang
benar terhadap data
dasar. Selain itu, sudah terfikirkan perencanaan yang dibutuhkan
terhadap masalah.
3. Langkah III. Identifikasi Diagnosis/MasalahPotensial
Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasikan masalah atau
diagnosis potensial yang lain berdasarkan beberapa masalah dan diagnosis
yang sudah diidentifikasikan. Langkah ini membutuhkan antisipasi yang
cukup dan apabila kemungkinan dilakukan prosespencegahan atau dalam
kondisi tertentu pasien membutuhkan tindakan segera.

4. Langkah IV. Evaluasi Perlunya TindakanSegera/Kolaborasi


Tahap ini dilakukan oleh bidan dengan melakukan identifikasi
dan menetapkan beberapa kebutuhan setelah diagnosis dan masalah
ditegakkan. Kegiatan bidan pada tahap ini adalah konsultasi, kolaborasi
dan melakukan rujukan.
5. Langkah V. Rencana Asuhan Kebidanan
Setelah beberapa kebutuhan pasien ditetapkan, diperlukan
perencanaan secara menyeluruh juga dilakukan identifikasi beberapa data
yang tidak lengkap agar pelaksanaan secara menyeluruh dapat berhasil.
6. Langkah VI.Implementasi AsuhanKebidanan
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan dari semua rencana
sebelumnya, baik terhadap masalah pasien ataupun diagnosis yang
ditegakkan. Pelaksanaan ini dapat dilakukan oleh bidan bidan secara
mandiri maupun kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya.
7. Langkah VII .Evaluasi AsuhanKebidanan
Merupakan tahap terakhir dalam manejemen kebidanan,
yaknidengan melakukan evaluasi dari dari perencanaan maupun
pelaksanaan yang dilakukan bidan. Evaluasi sebagai bagian dari proses
yang dilakukan secara terus-menerus untuk nmeningkatkan pelayanan
48
secara komperhensif dan selalu berubah sesusai dengan kondisi atau
kebutuhan klien.
b) Konsep DasarSOAP
7 langkah Varney disimpulkan menjadi 4 langkah yaitu : SOAP
(Subyektif, Obyektif, Assesment, dan Plan). SOAP disimpulkan dari proses
pemikiran penatalaksanaan kebidanan sebagai perkembangan catatan kemajuan
keadaan klien. SOAP menurut Kepmenkes RI No. 938/Menkes/SK/VII/2007
yaitu :
1. Subyektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumuman data
klienmelalui anamnesa sebagai langkah I Varney. Pada kasus ibu nifas
dengan preeklampsia, data subyektif yang muncul adalah ibu merasakan
pusing dan gangguan visus (penglihatan kabur, skotoma, diplopia)
2. Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien,
hasil laboratorium dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam data
fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah I Varney. Data objektif
pada kasus ibu nifas dengan preeklampsia diperoleh melalui pemeriksaan
umum dan fisik pasien.
3. Assesment
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data
subyektif dan obyektif dalam suatu identifikasi dan masalah kebidanan
serta kebutuhan. Sebagai langkah 2 Varney.Diagnosa kebidanan yang dapat
ditegakkan berdasakan data subyektif dan objektif adalah Ny. H umur 36
tahun P4A0, post partum dengan pre eklampsia. Masalah yang dapat terjadi
pada ibu nifas dengan pre eklampsia adalah Eklamsia.
4. Planning
Penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan
yang sudah dilakukan seperti tindakanantisipatif,tindakan segera, tindakan
secara komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi/follow
up dari rujukan. Sebagai langkah 3, 4, 5, 6, dan 7 VarneyBeberapa hal yang
perlu direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi dalam kasus ibu nifas
dengan pre eklampsia antara lain seperti observasi tanda-tanda vital, ukur
keseimbangan cairan, perawatan luka bekas perineum,pemberian
49
antihipertensi, pantau pengeluaran urin dan proteinuria (Saifuddin, 2009).
Kemudian setelah dilakukan penatalaksanaan tindakan sesuai rencana
diharapkan pasien sembuh dan tidak mengalami keluhan yangsama.

BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN POST PARTUM PADA NY “J” P3A0 ATAS


INDIKASI PRE-EKLAMPSIA BERAT DAN NYERI POST
HEACTING PERINEUMDERAJAT II DIRUANG
MATAHARI RSUD UNDATAPROVINSI
SULAWESI TENGAH
TANGGAL 01-02-2022

50
Nomor register :00495135
Tanggal Masuk :31-01-2022 Jam 10:50 Wita.
Tanggal Pengkajian :01-02-2022 Jam 14:00 Wita.

LANGKAH I. IDENTIFIKASI DATA DASAR


1. Identitas/biodata
Nama : Ny “J“ Nama : Tn “A”
Umur : 35Tahun Umur : 40 Tahun
Suku : Mandar Suku : Kaili
Agama : Islam Agama :Islam
Pendidikan : D3 Keprawatan Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Kawin : +11tahun Kawin : +11tahun
Alamat : DS.Bulu Mario Alamat :DS.BuluMario
2. Data Biologis / Fisiologis
a. Keluhan utama :
- Ibu mengatakan nyeri perut bagian bawah
- Ibu mengatakan ada pengeluaran darah dari vagina
- Ibu mengatakan pusing dan sakit kepala
b. Riwayat Keluhan utama :
Ibu mengatakan nyeri perut bagian bawah dan ada pengeluaran darah dari vagina
dirasakan sejak tanggal 31 Januari 2022, ibu mengatakan pusing dan sakit kepala
sejak pagi tadi jam 08.30 WITA.

c. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu


No Tempat Tahun Kehamilan Jenis Penyulit Anak
persalinan Perslalinan Jenis BBL Keadaan
penolong Kelamin
1. PKM 2012 Aterm Normal - ♀ 2.600 Hidup
2. RSU.Anutapura 2017 Aterm SC PEB ♀ 3100 Hidup
3. RSUD.Undata 2022 Aterm Normal PEB ♀ 2900 Hidup
Sumber : Data Primer, 2022
d. Riwayat Nifas Sekarang
51
1) Persalinan yang ketiga dan tidak pernah keguguran sebelumnya
2) Kala I
a) Ibu masuk kamar bersalin pada tanggal 30 Januari 2022, pukul 21.10 wita
b) Nyeri perut tembus belakang mulai dirasakan sejak pukul 00.15 wita
c) Lamanya kala I : ± 9 jam
3) Kala II
a) Lamanya : 15 menit
b) Jenis persalinan normal, spontan, persentase belakang kepala (PBK)
c) Bayi lahir tanggal 31 januari 2022 jam 05.50 wita. Jenis kelamin
perempuan
i. BB bayi : 2900 gr
ii. LD bayi : 32 cm
iii. LK bayi : 33 cm
iv. PJ bayi : 49 cm
v. A/S : 8/9
4) Kala III
a) Lamanya : 15 menit
b) TFU setinggi pusat
c) Kontraksi uterus baik (teraba keras dan bundar)
d) Perdarahan ± 200 cc
e) Terdapat jahitan pada robekan perineum
5) Kala IV
a) Keadaan umum ibu dan bayi baik
b) Ruptur perineum derajat II (mukosa vagina, fourchette posterior, kulit
perineum, dan otot perineum
c) TFU 2 jari dibawah pusat
d) Perdarahan ±200 cc
e) Tanda-tanda vital jam : 06.00
- TD : 150/100 mmHg
- N : 80x/menit
- S : 36,8°C
- R : 20x/menit
6) ASI : Kolostrum

52
7) Terdapat lochea rubra berwarna dan merah, terdiri dari sel desidua, verniks
kaseosa, rambut lanugo, sisa mikonium, sisa darah
3. Riwayat Kesehatan lalu
a. Ibu tidak pernah menderita penyakit jantung, paru-paru, dan diabetes mellitus.
b. Ibu ada riwayat hipertensi
c. Ibu tidak ada riwayat kergantungan alkohol dan obat-obatan
4. Riwayat Reproduksi
a. Menstruasi
1) Menarche : 13 tahun
2) Siklus haid : 28 hari
3) Lamanya haid : 4-5 hari
4) Dismenorhoe : Tidak ada
b. Riwayat Obstetri
a. Persalinan yang ketiga dan tidak pernah keguguran sebelumnya
b. HPHT tanggal 08-05-2021
c. TP tanggal 15-02-2022
d. Ibu melakukan pemeriksaan ANC 4x
e. Ibu melakukan suntikkan TT sudah lengkap pada anak ke-dua tahun 2017
bulan desember
c. Riwayat Hipertensi
Selama kehamilan yang ketiga ibu mengalami hipertensi
1). Pada usia kehamilan 13 minggu (Kunjungan I) TD : 130/100mmHg
2) Pada usia kehamilan 17 mgg 3 hari (Kunjungan II) TD : 155/113 mmHg
3) Pada usia kehamilan 30 mgg 2 hari (Kunjungan III) TD : 130/90 mmHg
4) Pada usia kehamilan 35 minggu (Kunjungan IV) TD : 140/100 mmHg
d. Riwayat Ginekologi
1) Ibu tidak ada riwayat menderita tumor
2) Ibu tidak ada riwayat infeksi
3) Ibu tidak ada riwayat karsinoma
5. Riwayat KB
Ibu pernah menjadi akseptor KB PIL mulai tahun 2018-2020 (±2 tahun)
6. Pola kegiatan sehari-hari
a. Pola Nutrisi dan Cairan
1) Kebiasaan
53
a) Frekuensi makan 3x sehari
b) Jenis makanan : Nasi, Sayur, Lauk pauk, dan Buah-buahan
c) Nafsu makan baik
d) Frekuensi minum : 6 gelas/hari
2) Perubahan Saat Ini
a) Frekuensi makan 3-4x dengan porsi sedang tapi sering
b) Frekuensi minum 6-8 gelas / hari
b. Pola Eliminasi
1) BAK
a) Kebiasaan
(1) Frekuensi 5x / hari
(2) Warna Kuning
b) Tidak ada perubahan saat ini
2) BAB
a) Kebiasaan
(1) Frekuensi 1x / hari
(2) Warna kuning
(3) Konsistensi lembek
b) Perubahan saat ini
Ibu belum BAB
c. Kebutuhan istirahat
1) Kebiasaan
a) Tidur siang 1-3 jam ( Ya )
b) Tidur malam 7-8 jam ( Ya )
2) Perubahan Saat Ini
Tidak ada perubahan saat ini
d. Kebutuhan Personal Hygiene
1) Kebiasaan
a) Mandi 2x sehari dengan menggunakan sabun
b) Mencuci rambut 3x seminggu dengan shampo
c) Menggosok gigi 2x sehari dengan pasta gigi
d) Mengganti pakaian dalam dan pakaian luar setiap selesai mandi
2) Perubahan saat ini:
Tidak ada perubahan
54
d. Data Sosial Ekonomi.
1) Ibu tinggal dirumah dengan suami dan anak
2) Pengambil keputusan dalam keluarga adalah suami
3) Yang menanggung biaya persalinan adalah suami
e. Data Psikologis / Spritual
1) Suami dan keluarga sangat bahagia
2) Ibu merasa bahagia atas kelahiran bayinya
7. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan umum sedang
2) Kesadaran composmentis
3) TTV
TD : 180/120 mmHg
N : 76x / i
P : 20x / i
S : 36,70c
4) TB :160cm
5) BB sekarang :-
6) BB saat hamil : 73 kg
7) BB sebelum hamil : 63 kg
8) Kenaikan BB selama hamil : 10 kg
9) Kepala dan rambut
a) Bersih
b) Tidak rontok
c) Tidak ada benjolan
10) Mata
a) Konjungtiva merah muda
b) Sklera tidak ikterus
11) Wajah
a) Tidak ada oedem
b) Tampak pucat
12) Mulut
a) Tidak ada caries
b) Bibir tidak pecah-pecah
55
13) Hidung
a) Tidak ada secret dan polip
14) Telinga
a) Simetris kanan dan kanan
b) Tidak ada secret
15) Leher
a) Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
b) Tidak ada pembesaran vena jugularis
c) Tidak ada pembesaran kelenjar limfe
16) Payudara
a) Simetris kiri dan kanan
b) Puting susu menonjol
c) Tidak ada benjolan payudara
d) Ada pengeluaran kolostrum
17) Abdomen
a) Tampak striae albicans
b) TFU 2jari dibawah pusat
c) Ada bekas SC
18) Ekstremitas Atas
a) Simetris kiri dan kanan
b) Tampak oedema pada tangan kanan dan kiri
c) Terpasang cairan RL + Mgso4 dilengan kanan 28 Tpm
d) Terpasang cairan RL + Oxy dilengan kiri 28 Tpm
19) Ekstremitas bawah
a) Simetris kiri dan kanan
b) Tampak Oedema pada kaki kiri dan kanan
20) Genetalia
a) Ada bekas hecting karena ada robekan perineum derajat 2 saat persalinan
b) Tampak pengeluaran lochea rubra
c) Perdarahan pervaginam (+)
d) Terpasang kateter foley
8. Pemeriksaan penunjang / Diagnostik
Pemeriksaan tanggal 31/01/2022
Protein Urine : Positif (+1)
56
Hb : 14,6 g/dl
Leukosit : 13,2 ribu/uL
Thrombosit : 243 ribu/uL
Hematokrit :44,5 %
Rapid Test : Non reaktif

LANGKAH II IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH AKTUAL


Diagnose actual : Ny.J umur 35 tahun P3 A0 post partum dengan indikasi pre-eklampsia berat
dan Nyeri Post Hecting ruptur perineum derajat II
Data subjektif :

1. Ibu melahirkan tanggal 31 Januari 2022 pukul 05.50 WITA


2. Ibu mengatakan nyeri perut bagian bawah
3. Ibu mengatakan ada pengeluaran darah dari vagina
4. Ibu mengatakan pusing dan sakit kepala
5. Ini persalinan ketiga ibu dan belum pernah keguguran

Data objektif :
1. Pengkajian tanggal 1 Februari 2022 Pukul 14.00 WITA
2. Adanya pengeluaran Lochea rubra berwarna merah
3. TFU 2 jari bawah pusat dengan uterus teraba keras dan bundar
4. Hb : 14,6 g%/ dl
5. Genitalia : Ada luka jahitan dan sudah di hecting
menggunakan metode jelujur
6. Lab Penunjang tanggal 31/01/2022
a) Protein urine : Positif 1
b) Leukosit : 13,2 ribu/Ul
c) Thrombosit : 243 ribu/Ul
d) Hematokrit :44,5 %
7. Tanda- Tanda Vital
a. Tekan darah : 180/120 mmHg
b. Nadi : 76 x / menit
c. Suhu : 36,7 0C
d. Pernapasan : 20 x / menit

57
Analisa dan Interpretasi data :
a. Dilihat dari tanggal melahirkan yaitu tanggal, 31 Januari Pukul 05.50 WITA sampai
tanggal pengkajian, 01 Februari pukul 14.00 WITA, menandakan bahwa ibu dalam
masa post partum hari ke dua.
b. Setelah melahirkan bayi, uterus akan berkontraksi dan membentuk kembali sehingga
pembuluh darah dan tempat implantasi plasenta dapat tertutup sempurna sehingga
terdapat pengeluaran secret berupa darah berwarna merah segar yang bercampur sisa
selaput ketuban, sel-sel decidua, lanugo dan meconium selama 2 - 3 hari postpartum
( lochea rubra ) ( Liliek dan hemarik, 2020 ).
c. Plasenta lahir lengkap, perineum ruptur derajat II, Hecting perineum jelujur,
Perdarahan (+) , inj. Oxytosin 1 ampul
d. Pada post partum hari pertama terjadi perubahan TFU 2 jari di bawah pusat
( Yuarita, 2020 ).
e. Oedema pada ekstrimitas atas maupun bawah adalah salah satu tanda terjadinya
preeklamsia
f. Protein urin adalah salah satu tanda terjadinya preeklamsia begitupun dengan
tekanan darah yang tinggi.

LANGKAH III ANTISIPASI DIAGNOSA / MASALAH POTENSIAL


Eklamsia
Data Dasar : Protein Urine Positif (+1)
TD : 180/120 mmHg
LANGKAH IV. TINDAKAN EMERGENCY / KOLABORASI
Kolaborasi dengan dokter pemberian Mgso4 40% 15 cc dalam 500 ml, RL 20 Tetes/menit selama
24 Jam, Metildopa 3x1, Nifedipin 3x1, Cefadroxil 2x1, As. Mefenamat 3x1, sulfas ferosus 1x1
LANGKAH V. INTERVENSI / RENCANA TINDAKAN
Tujuan : PEB Tertangani
Nyeri Hecting perineum berkurang
Kriteria : - TD Normal
- Protein urine (-)
Tanggal 01-02-2022 Pukul : 14.00 Wita
1. Jalin komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarganya dengan 5S
(Senyum,Sapa,Salam,Sopan dan Santun)

58
Rasional : Dengan menjalin komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarganya maka
akan merasa senang, nyaman, terlindungi sehingga memudahkan
komunikasi.
2. Beri informasi tentang hasil pemeriksaan
Rasional : Informasi dan penjelasan tentang hasil pemeriksaan kepada
ibu sangat penting agar ibu dapat mengetahui perkembangan
kesehatannya serta hal ini merupakan tujuan pelayanan
optimal yang berkualitas dan berkesinambungan.
3. Pemberian Therapy sesuai advice dokter (pemberian Mgso4 40% 15 cc dalam 500 ml, RL
20 Tetespermenit selama 24 Jam, Metildopa 3x1 (untuk menurunkan tekanan darah
tinggi), Nifedipin 3x1(untuk mengatasi tekanan darah tinggi), Cefadroxil 2x1(antibiotik),
As. Mefenamat 3x1(meredakan nyeri), sulfas ferosus 1x1(suplemen zat besi)
Rasional : Therapy bertujuan untuk memulihkan atau menyembuhkan pasien
pada Post partum normal
4. Berikan Health Education kepada ibu tentang :
a. Nutrisi pada ibu nifas
Rasional : Untuk dapat memenuhi kebutuhan nutrisi sehingga sel- sel yang telah mati
dapat terganti lagi, meningkatkan produksi ASI agar lancar, menurunkan
hipertensi berat, dan penyembuhan luka perineum ibu
b. Pola Istirahat yang cukup
Rasional : Agar dapat mempercepat proses pemulihan post partum pada ibu
c. Personal Hygiene salah satunya menjaga luka jahitan perineum
Rasional : Untuk mencegah infeksi virus atau bakteri dengan cara mencebok dari
depan kebelakang, dan mengganti pembalut ketika basah minimal 4 jam
atau ketika ibu merasa tidak nyaman
5. Ajarkan ibu tehnik menyusui yang benar
Rasional : Agar ibu mengetahui tehnik yang benar untuk menyusui anaknya, dengan
sering menyusui akan memperlancar produksi ASI
6. Lakukan dokumentasi tindakan yang telah dilakukan
Rasional : Dokumentasi sangat penting dilakukan sebagai bukti pelayanan, aspek
administrasi hukum, pendidikan penelitian ekonomi, dan manajemen.

59
LANGKAH VI. IMPLEMENTASI
Tanggal 01-02-2022 Pukul : 14.00 Wita
1. Jam : 14.05 Wita
Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarganya 5S (senyum, sapa, salam,
sopan, dan santun).
Hasil : Komunikasi berjalan dengan baik
2. Jam : 14.10Wita
Memberikan informasi tentang hasil pemeriksaan.
Hasil :
a. Tekanan darah : 180/120 mmHg
b. Nadi : 76 x /menit
c. Suhu : 36,70 C
d. Pernapasan : 20 x/ meni
3. Jam : 14.15Wita
Melakukan Kolaborasi dengan dokter pemberian Mgso4 40% 15 cc dalam 500 ml, RL 20
Tetes/menit selama 24 Jam, Metildopa 3x1(untuk menurunkan tekanan darah tinggi),
Nifedipin 3x1 (untuk mengatasi tekanan darah tinggi), Cefadroxil 2x1(antibiotik), As.
Mefenamat 3x1(meredakan nyeri), sulfas ferosus 1x1 (suplemen zat besi)
Hasil : telah diberikan therapy sesuai advice dokter
4. Jam : 14.20 Wita
Memberikan Health Education kepada ibu tentang:
a. Nutrisi pada ibu nifas
Menganjurkan ibu untuk konsumsi makanan yang bergizi seimbang seperti nasi, sayur,
lauk, dan buah-buahan untuk memperlancar ASI, penyembuhan luka perineum dan
mengatasi hipertensi berat pada ibu
Hasil : Ibu bersedia melakukannya, Contohnya : kacang kacangan,bijibijian,
sayuran hijau, daging,telur,dan buah-buahan, dan diet rendah garam
b. Pola Istirahat
Istrahat yang cukup
Hasil : Pada saat bayi tidur ibu juga harus tidur 7-8 jam
c. Personal Hygiene salah satunya menjaga luka jahitan perineum
Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan diri ibu agar terhindar dari infeksi virus
atau bakteri
Hasil : Ibu mengerti dan bersedia melakukanya dengan cara :
60
- Cebok dari depan ke belakang
- Mengganti pembalut setiap kali basah minimal 4 jam atau ketika ibu
merasa tidak nyaman
5. Jam : 14.25 Wita
Mengajari ibu tehnik menyusui dengan benar
Hasil : Mengajari ibu tehnik menyusui :
a) Ibu mencuci tangan sebelum menyusui bayinya
b) Perah sedikit ASI oleskan di putting dan aerola ibu
c) Ibu dengan santai dan nyaman tidak boleh kakis menggantung
d) Posisi bayi :
- Kepala bayi diletakkan dekat lengkungan siku ibu, bokong bayi ditahan
dengan telapak tangan ibu
- Perut bayi menempel ke tubuh ibu
- Mulut bayi berada di depan putting susu, usahakan hidung bayi tidak tertekan
- Lengan yang dibawah merangkul tubuh ibu, jangan berada diantara tubuh ibu
dan bayi. Tangan yang diatas boleh dipegang ibu atau diletakkan di atas dada
ibu
- Telinga dan lengan diatas berada dalam satu garis lurus
e) Setelah posisi benar, cara ibu memegang ASI dengan cara membentuk huruf “C”
f) Biarkan bayi mencari putting susu, usahakan bibir bayi menghisap sampai ke
aerola ibu
g) Ibu mendengar apakah bayi menghisap dengan benar atau tidak, jika benar pipi
bayi mengempas-ngempis/menelan dengan benar
h) Jika bayi sudah kenyang usahakan ibu menepuk belakang bayi agar tidak terjadi
muntah pada bayi setelah diberi ASI.
6. Jam : 14.30 Wita
Melakukan dokumentasi tindakan yang telah dilakukan
Hasil : Dokumentasi telah dilakukan
LANGKAH VII. EVALUASI
Tanggal 01-02-2022 Pukul : 14.00 Wita
1. Komunikasi telah dilakukan dengan baik
2. Ibu sudah mengerti mengenai penjelasaan diberikan, tensi dalan batas tinggi
3. Telah terpasang Drips Mgso4, infus telah terpasang cairan infus RL 20 Tpm selama 24 jam,
obat telah diberikan. Ibu dan keluarga telah mengerti atas penjelasaan
61
4. Ibu sudah mengerti tentang :
a. Nutrisi / gizi masa nifas
b. PolaIstirahat yang cukup
c. Personal Hygiene perawatan luka perineum
5. Ibu telah mengerti tehnik menyusui dengan benar
6. Dokumentasi selesai dilakukan

62
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN
POST PARTUM
(SOAP)

No. Reg : 00495135

Tanggal Kunjungan : 31-01-2022 Jam : 10.50 WITA

Tanggal Pengkajian : 02-02-2022 Jam : 10.00 WITA

IDENTIFIKASI DATA DASAR


Identitas istri / suami
Nama : Ny “J“ Nama : Tn “A”
Umur : 35 Tahun Umur : 40 Tahun
Suku : Mandar Suku : Kaili
Agama : Islam Agama :Islam
Pendidikan : D3 Kep Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Kawin : +11 tahun Kawin : +11 tahun
Alamat : DS.Bulu Mario Alamat :DS.BuluMario
DATA SUBJEKTIF
1. Ibu mengatakan pusing dan sakit kepala sudah berkurang dari hari sebelumnya
2. Ibu mengatakan masih ada pengeluaran darah
3. Ibu mengatakan masih nyeri setelah di jahit, namun nyeri sudah sedikit berkurang
4. Ibu mengatakan setelah melahirkan muncul ambeyen (wasir) yang menimbul rasa nyeri pada
saat BAB
DATA OBJEKTIF
1. Pengkajian tanggal 2 Februari 2022 Pukul 10.00 WITA
2. Kontraksi uterus : Baik (Teraba keras dan bundar)
3. TFU : 2 jari dibawah pusat
4. Luka perineum : masih basah
5. Terdapat lochea rubra berwarna merah, terdiri dari sel desidua, verniks kaseosa, rambut
lanugo, sisa mikonium, sisa darah
6. Tanda- tanda vital
a. Tekanan darah: 140/80 mmHg
63
b. Nadi : 82 x / menit
c. Suhu : 36,°C
d. Pernapasan : 18 x / menit

ASSESMENT
Ny”J” PIII AO atas indikasi pre-eklampsiadan nyeri post hecting rupture perineum derajat 2+ Nyeri
Hemoroid
PLANNING
Tanggal : 02-02-2022 jam : 10.00 Wita
1. Jam : 10.05Wita
Menjalin Komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarganya 5S
(senyum,sapa,salam,sopan, dan santun)
Evaluasi : ibu tampak nyaman saat berkomunikasi
2. Jam : 10.010Wita
Memberikan informasi tentang hasil pemeriksaannya
Evaluasi : Ibu sudah mengerti mengenai keadaannya sekarang
TTV :
a. Tekanan darah : 140/80 mmHg
b. Nadi : 82 x /menit
c. Suhu : 360 C
d. Pernapasan : 18 x/ menit
3. Jam : 10.15 Wita
Memasang cairan infus RL 20 Tpm selama 24 jam, therapy obat metildopa 3x1(untuk
menurunkan tekanan darah tinggi), obat therapy aplodipin 10 mg(untuk menurunkan tekanan
darah tinggi), asam mefenamat 3x1 (untuk meredakan nyeri) dan Dulcolax sirup3x1(untuk
mengatasi sembelit), obat ambeven 2x3 (untuk mengatasi wasir/ambeyen)
Evaluasi : Telah terpasang cairan infus RL 20 tpm, dan telah diberikan obat kepada pasien
4. Jam : 10.20 Wita
Memberikan Health EducationKembali kepada ibu tentang :
a. Pola nutrisi yang cukup
Agar dapat mempercepat proses pemulihan post partum pada ibu, Untuk meningkatkan
produksi ASI agar lancar (biji-bijian,sayur berwarna hijau,daging), menurunkan hipertensi
yakni mengurangi makanan yang tinggi garam,untuk penyembuhan luka perineum(sayuran
hijau,yogurt,ikan, dan biji-bijian) dan makanan berserat untuk mengatasi masalah
hemoroid(buah-buahan,sayuran hijau).
64
b. Pola istirahat yang cukup
Istirahat yang cukup seperti ketika bayi tidur ibunya juga tidur, istirahat 7-8 jam
c. Personal Hygiene salah satunya menjaga kebersihan vagina dan percepatan penyembuhan
luka perineum untuk mencegah infeksi virus atau bakteri dengan cara mencebok dari depan
ke belakang dan mengganti pembalut ketika basah minimal 4 jam atau ketika ibu merasa
tidak nyaman
Evaluasi : Ibu sudah mengerti tentang :
1) Nutrisi / gizi masa nifas
2) Pola Istirahat yang cukup
3) Personal Hygiene perawatan luka perineum
5. Jam : 10.25 Wita
Mengajari kembali ibu tehnik menyusui yang benar
a) Ibu mencuci tangan sebelum menyusui bayinya
b) Perah sedikit ASI oleskan di putting dan aerola ibu
c) Ibu dengan santai dan nyaman tidak boleh kaki menggantung
d) Posisi bayi :
- Kepala bayi diletakkan dekat lengkungan siku ibu, bokong bayi ditahan
dengan telapak tangan ibu
- Perut bayi menempel ke tubuh ibu
- Mulut bayi berada di depan putting susu, usahakan hidung bayi tidak tertekan
- Lengan yang dibawah merangkul tubuh ibu, jangan berada diantara tubuh ibu
dan bayi. Tangan yang diatas boleh dipegang ibu atau diletakkan di atas dada
ibu
- Telinga dan lengan diatas berada dalam satu garis lurus
e) Setelah posisi benar, cara ibu memegang ASI dengan cara membentuk huruf “C”
f) Biarkan bayi mencari putting susu, usahakan bibir bayi menghisap sampai ke
aerola ibu
g) Ibu mendengar apakah bayi menghisap dengan benar atau tidak, jika benar pipi
bayi mengempas-ngempis/menelan dengan benar
h) Jika bayi sudah kenyang usahakan ibu menepuk belakang bayi agar tidak terjadi
muntah pada bayi setelah diberi ASI.
Evaluasi: ibu telah mengerti dan dapat mempraktekkan caraMenyusui dengan benar
6. Jam : 10.30 Wita

65
Menganjurkan kepada ibu tentang kebutuhan air minum pada ibu menyusui pada 6 bulan
pertama adalah 14 gelas/perhari dan pada 6 bulan kedua adalah 12 gelas/sehari
Evaluasi : ibu sudah mengerti dan mau melakukannya

7. Jam : 10.35 wita


Menganjurkan kepada ibu melakukan aktivitas pasca melahirkan dengan intensitas ringan
sampai sedang selama 30 menit, frekuensi 3-5 kali dalam seminggu
Evaluasi: ibu sudah mengerti dan mau melakukannya
8. Jam : 10.40 wita
Menganjurkan dan menjelaskan kepada ibu tentang KB apa yang ibu pilih setelah pasca
nifas, ada beberapa KB yaitu :
a. KB PIL
b. Kondom
c. KB Implan
d. AKDR
e. KB Suntik
Evaluasi : ibu mengerti tentang macam-macam KB yang telah dijelaskan tujuannya untuk
memberi jarak kehamilan dan mengistirahatkan alat reproduksi
9. Melakukan dokumentasi tindakan yang telah dilakukan
Evaluasi : Dokumentasi selesai dilakukan

66
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN
POST PARTUM
(SOAP)

No. Reg : 00495135

Tanggal Kunjungan : 31-01-2022 Jam : 10.50 WITA

Tanggal Pengkajian : 03-02-2022 Jam : 10.00 WITA

IDENTIFIKASI DATA DASAR


Identitas istri / suami
Nama : Ny “J“ Nama : Tn “A”
Umur : 35 Tahun Umur : 40 Tahun
Suku : Mandar Suku : Kaili
Agama : Islam Agama :Islam
Pendidikan : D3 Kep Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Kawin : +11 tahun Kawin : +11 tahun
Alamat : DS.Bulu Mario Alamat :DS.BuluMario
DATA SUBJEKTIF
1. Ibu mengatakan nyeri perut bagian bawah sudah berkurang dari hari sebelumnya
2. Ibu mengatakan perdarahannya sudah berkurang dari hari sebelumnya hanya tersisa
bercak-bercak
3. Ibu mengatakannyeri luka heacting pada perineum sudah berkurang
4. Ibu mengatakan ambeyen (wasir) sudah tidak terlalu sakit seperti hari sebelumnya
5. Ibu sudah boleh pulang atas anjuran dokter
DATA OBJEKTIF
1. Pengkajian tanggal 3 Februari 2022 Pukul 10.00 WITA
2. Kontraksi uterus : Baik (Teraba keras dan bundar)
3. TFU : 2 jari dibawah pusat
4. Luka perineum : masih basah
5. Terdapat lochea sanguinolenta4-7 hari berwarna putih campur merah kecoklatan
6. Tanda- tanda vital
a. Tekanan darah : 130/80 mmHg
67
b. Nadi : 85 x / menit
c. Suhu : 36,2°C
d. Pernapasan : 20 x / menit

ASSESMENT
Ny”J” PIII AO atas indikasi hipertensi + nyeri post hecting rupture perineum derajat 2 + Nyeri
Hemoroid
PLANNING
Tanggal : 03-02-2022 jam : 10.00 Wita
1. Jam : 10.05 Wita
Menjalin Komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarganya 5S
(senyum,sapa,salam,sopan, dan santun)
Evaluasi : ibu tampak nyaman saat berkomunikasi
2. Jam : 10.010Wita
Memberikan informasi tentang hasil pemeriksaannya, TTV.
Evaluasi:
Ibu sudah mengerti mengenai keadaannya sekarang
TTV :
a. Tekanan darah : 130/80 mmHg
b. Nadi : 85 x /menit
c. Suhu : 36,20 C
d. Pernapasan : 20 x/ menit
3. Jam : 10.15Wita
Telah diberikan therapy obat cefadroxil 2x1(antibiotik), asam mefenamat 3x1(meredakan
nyeri), amplodipin 1x10(menurunkan tekanan darah tinggi), ambeven 2x3(untuk mengatasi
wasir/ambeyen), dulcolax sirup 3x1(untuk mengatasi sembelit) atas advice dokter
Hasil :obat telah diberikan
4. Jam : 10.20Wita
Memberikan Health Education kembali kepada ibu sebelum pulang , terkait :
a. Nutrisi pada ibu nifas
Untuk meningkatkan produksi ASI agar lancar, mengatasi masalah tekanan darah tinggi
dan penyembuhan nyeri luka perineum
b. Pola istirahat yang cukup
Istirahat yang cukup seperti ketika bayi tidur ibunya juga tidur, istirahat 7-8 jam
c. Personal Hygiene salah satunya menjaga luka perineum
68
Untuk mencegah infeksi virus atau bakteri dengan cara mencebok dari depan ke belakang
dan mengganti pembalut ketika basah atau ibu merasa tidak nyaman maksimal 4 jam
Evaluasi : Ibu sudah mengerti tentang :
1) Nutrisi / gizi masa nifas
2) Pola Istirahat yang cukup
3)Personal Hygiene perawatan luka perineum
5. Jam : 10.25 wita
Mengajari ibu tehnik menyusui dengan benar
Evaluasi :Ibu telah mengerti dan dapat mempraktekkan cara Menyusui dengan benar
6. Jam : 10.30 Wita
Menganjurkan kepada ibu tentang kebutuhan air minum pada ibu menyusui pada 6 bulan
pertama adalah 14 gelas/perhari dan pada 6 bulan kedua adalah 12 gelas/sehari
Evaluasi : ibu sudah mengerti dan mau melakukannya
7. Jam : 10.35 wita
Menganjurkan kepada ibu melakukan aktivitas pasca melahirkan dengan intensitas ringan
sampai sedang selama 30 menit, frekuensi 3-5 kali dalam seminggu
Evaluasi: ibu sudah mengerti dan mau melakukannya
8. Jam : 10.40 wita
Menganjurkan dan menjelaskan kepada ibu tentang KB apa yang ibu pilih setelah pasca
nifas, ada beberapa KB yaitu :
a. KB PIL
b. Kondom
c. KB Implan
d. AKDR
e. KB Suntik
Evaluasi : Ibu mengerti tentang macam-macam KB yang telah dijelaskan
tujuannya untuk memberi jarak kehamilan dan mengistirahatkan
alat reproduksi
9. Jam : 10.25 Wita
Dokter sudah membolehkan pasien untuk pulang kerumah
Evaluasi : Pasien sudah boleh pulang atas anjuran dokter tanggal 04 Februari
2022 jam : 09.45 Wita
10. Jam : 10.30Wita
Melakukan dokumentasi tindakan yang telah dilakukan
69
Evaluasi : Dokumentasi selesai dilakukan

70
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pengumpulan data subjektif pada Ny. J umur 35 tahun P3A0 atas indikasi
Preeklampsia Berat dan Ruptur Perineum Derajat II diruang Matahari RSUD Undata
menunjukan ibu berusia 35 tahun.Salah satu faktor terjadinya Preeklampsia adalah usia.
Usia merupakan bagian dari status reproduksi yang penting. Usia berkaitan dengan
peningkatan atau penurunan fungsi tubuh sehingga mempengaruhi status kesehatan
seseorang. Usia yang paling aman dan baik untuk pertama kali hamil dan melahirkan
adalah usia 20-35 tahun. Sedangkan wanita usia remaja yang hamil untuk pertama kali dan
wanita yang hamil pada usia >35 tahun akan mempunyai resikotinggi untuk mengalami
preeklampsia. Wanita dengan usia <20 tahun perkembangan organ-organ reproduksi dan
fungsi fisiologisnya belum optimal serta belum tercapainya emosi dan kejiwaan yang
cukup matang dan akhirnya akan mempengaruhi janin yang dikandungnya hal ini akan
meningkatkan terjadinya gangguan kehamilan dalam bentuk preeklampsia dan eklampsia
akibat adanya gangguan sel endotel, dan preeklampsia juga terjadi pada usia >35 tahun
akibat hipertensi yang diperberat oleh kehamilan, selain itu, tekanan darah yang
meningkat seiring dengan pertumbuhan usia sehingga pada usia >35 tahun lebih rentan
terjadinya berbagai penyakit dalam bentuk hipertensi dan preeklampsia. (Nurlaily, A &
Rosnawati, 2017).Jadi Tidak ada kesenjangan antara teori dengan kasus yang ada.
Pada kasus Ny”J” P3 A0 ibu telah melakukan suntikan TT lengkap (T5 long life)
pada kehamilan ke-2 pada tahun 2017, suntikan TT bertujuan untuk perlindungan terhadap
infeksi tetanus, perlindungan 25 tahun/seumur hidup (Idanati, 2007). Menurut Bartini
(2012), imunisasi TT di anjurkan untuk mencegah terjadinya infeksi tetanus neonatorum.
Vaksin Tetanus pada pemeriksaan antenatal dapat menurunkan kemungkinan kematian
bayi dan mencegah kematian ibu akibat tetanus.Imunisasi TT dapat melindungi bayi yang
barulahir dari tetanus neonatorum.Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanusyang
terjadi pada neonatus (bayi berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan olehclostridium
tetani yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) danmenyerang sistem saraf pusat
(Saifuddin dkk, 2008). Sehingga tidak ada kesenjangan pada Ny”J” terhadap suntikan TT
karena ibu sudah suntik TT lengkap (T5) long life, jaditidak perlu diberikan imunisasi TT
kembali.

71
Berdasarkan pengumpulan data subjektif pada ny. J umur 35 tahunP3A0
atasindikasi preeclampsia beratdan nyeri post hecting perineum derajat II diruangan
matahari RSUD Undata palu menunjukan tekanan darah ibu yaitu 130/100 mmHg, ibu
pernah menggunakan KB pildaritahun 2018-2020 ± 2 tahun.World HealthOrganization
(WHO) mencatat pada tahun 2012 sedikitnya 839 juta kasus hipertensi,Diperkirakan
menjadi 1,15 milyar pada tahun 2025 atau sekitar 29% dari total penduduk dunia, dimana
penderitanya lebih banyak pada wanita (30%) dibanding pria (29%). Hipertensi pada
tahun 2013 sebanyak 27%.Penggunaan kontrasepsi pil dapat meningkatkan kejadian
Hipertensi. Hal ini terjadi sebab kontrasepsi pil mengandung hormon estrogen dan
progesteron yang akan Meningkatkan tekanan darah.hubungan antara penggunaan
kontrasepsi pil dengan hipertensi pada wanita usia subur Hipertensi terjadi 2-3 kali lebih
sering pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral dibanding wanita dengan usia
yang sama tetapi tidak menggunakan kontrasepsi oral (Kemenkes RI,2014). Hal ini dapat
terjadi dengan melibatkan jalur Renin Angiotensin System (RAS), kontrasepsi pil yang
mengandung hormon estrogen dan progesteron yang akan meningkatkan tekanan darah
yang dihubungkan dengan dan peningkatan respon presorangi otensin II (Olatunji dan
Soladoye,2008). Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara penggunaan kontrasepsi pil dengan kejadian hipertensi menunjukkan
nilai p<0,05 (p = 0,001),dan hasil perhitungan statistik diperoleh OR >1 yaitu OR=3,458
(CI(95%)= 1,613–7,413) maka dapat dikatakan bahwa wanita pengguna kontrasepsi pil
lebih berisiko menderita hipertensi daripada Wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi
pil. Berdasarkanteori yang ada dapat disimpulkan ada hubungan penggunaan KB pil
dengan kejadian preeklamsia pada kasus Ny.J, sehingga tidak ada kesenjangan karenaNy.J
mengalami Preeklampsia selama hamil sampai masa nifasnya .anjurannya agar Ny.J tidak
menggunakan KB jenis Pil karena dapat menyebabkan hipertensi pada Ny.J
Pada pengumpulan data subjektif pada Ny. J umur 35 tahun P3A0 atas indikasi
preeklamsia berat dan rupture perineum derajat II di ruangan matahari RSUD Undata palu
menunjukan ibu selama kehamilan mengalami kenaikan berat badan normal 10 kg selama
kehamilan. Sedangkan pada teori mengatakan ibu yang mengalami kenaikan berat badan
yang abnormal dapa tmenyebabkan preeklamsia(Xu and Yu ,2018). Factor resiko
preeklamsia antara lain umur, penambahan berat badan selama masa kehamilan ,sosial
ekonomi. Pegendalian terhadap factor risiko berperan penting sehubungan dengan
pencegahan preeklamsia(Chobanian,2004). Dari hasilpenelitian diRSU koesna
dibondowoso pada bulan November 2016 didapatkan hasil identifikasiibu yang kenaikan
72
berat badan normal dan mengalami preeclampsia sebanyak 27 orang (13,5%). Jadi, ada
kesenjangan antara teori dengan kasus yang ada.
Berdasarkan hasil pengumpulan data pada Ny ”J” umur 35 tahun tekanan darah
sistolik ≥ 180 mmHg diastolik ≥ 120 mmHg Protein Urine positif (+1), Thrombosit 243
ribu/uL. Preeklampsia adalah gangguan kehamilan berupa tekanan darah tinggi yang
disertai dengan meningkatnya kadar protein dalam urine (proteinuria) atau gangguan
fungsi hati,Preeklampsia berat ditandai dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan
tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg Protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes
urin dipstick >+1, dan Trombositopenia: trombosit <100.000/microliter (Sarwono
Prawirohardjo, 2014). Hal ini sejalan dengan teori dalam buku Ikatan bidan Indonesia
dengan judul Midwiferry Update tahun 2016 menyebutkan Preklamsia Berat adalah
kondisi dengan tekanan darah > 160 mmHg,proteinuria> 2+ dan dan edema pada daerah
ekstremitas, Preeklamsia berat ditandai dengan Tekanan darah > 160/110 mmHG pada
usia kehamilan > 20 minggu,hasil tes celup urin menunjukkan protinuria ≥ 2+ atau
pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil> 5 g/24 jam (IkatanBidan Indonesia,
2016). Berdasarkan kasus Ny.J di diagnosis Pre-eklampsia berat sesuai dengan manifestasi
klinis berdasarkan teori yang ada.
Pada pengumpulan data subjektif padaNy.Jumur 35 tahunP3A0 pada hari ke-2 post
partum hingga hari ke-4 tampak pengeluaran lochea Rubra.Lochea merupakan ekskresi
cairan Rahim selama masa nifas, lochea mengandung darah dan sisa jaringan desi dua
yang nekrotik dari dalam Rahim.Lochea memiliki reaksi basa/alkalis yang dapat membuat
organisme berkembang lebih cepat melebihi kondisi asam yang ada pada vagina
normal.Lochea memiliki bau amis/anyir seperti darah menstruasi,meskipun tidak terlalu
menarik dan volumenya berbeda-bedapa dan setiap wanita.Lochea yang berbau tidak
sedap menandakan adanya infeksi.Lochea memiliki perubahan karena proses
involus(Prawiroharjdjo,2016 ).Pengawasan masa nifas sangat penting dilakukan untuk
menghindarkan adanya kemungkinan-kemungkinan infeksi dan perdarahan
postpartum.lokhea rubra,lochea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa post
partum. Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah segar, jaringan sisa-sisa
plasenta,dinding.Rahim,lemakbayi,lanugo (rambutbayi), dan mekonium. Lokhea
sanguinolenta. Lokheaini berwarna merah kecokelatan dan berlendir, serta berlangsung
dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post partum.Lokhea serosa,Lokhea ini berwarna kuning
kecokelatan karena mengandung serum, leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta.
Keluar pada hari ke-7 sampaihari ke14.Lokhea alba, Lokhea ini mengandung leukosit, sel
73
desi dua, selepitel, selaput lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lokhea alba ini
dapat berlangsung selama 2-6 minggu post partum. Lokhea yang menetap pada awal
periode post partum menunjukkan adanya tanda-tanda perdarahan sekunder yang mungkin
disebabkan oleh tertinggalnya sisa atau selaput plasenta. Lokhea alba atau serosa yang
berlanjut dapat menandakan adanya endometritis, terutama bila disertai dengan nyeri pada
abdomen dan demam. Bila terjadii nfeksi, akan keluar cairan nanah berbau busuk yang
disebut dengan “lokhea purulenta”. Pengeluaran lokhea yang tidak lancer disebut “lokhea
statis”.( Risa& Rika,2014 ).Berdasarkan teori dan data yang diperoleh maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat kesenjangan antara teori dan data yang ada.
Berdasarkan hasil pengumpulan data Objektif dari Ny”J” umur35 tahun P3A0 atas
indikasi preeklampsia berat dan nyeri post heacting perineum derajat II di RSUD Undata,
menunjukan bahwa ibu mengalami involusi(pengerutan uterus) yang dapat diamati
melalui TFU. Ibu mengalami penurunan TFU 2 jari dibawah pusat pada
hari,keduadanketiga.Menurut SofianAmru, dalambuku Rustam Mochtar Sinopsis
Obstetri(2012), bahwa Segera setelah persalinanTFU 2 cm dibawah pusat, 12 jam
kemudian kembali 1cm di atas pusat danmenurun kira-kira 1 cm setiap hari . Pada hari ke
dua setelah persalinan TFU 1 cm dibawah pusat.Pada hari ke-3-4TFU 2 cm dibawah
pusat.Pada hari 5-7 TFU setengah pusat sympisis. Pada hari ke-10 TFU tidak
teraba.Menurut Walyani dan Purwoastuti(2015), Faktor-faktor yang mempengaruhi
involusi uterus yaitu mobilisasi dini, status gizi, senam nifas, menyusui dini, usia dan
paritas. Berdasarkan teoridan data yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat kesenjangan antara teori dan kasus.
Hasil daripengumpulan data Ny. J dengan preeclampsia berat tekanan darah pada
pemeriksaan tanggal 31 januari 2022 180/120 mmHg.Pelaksanaan Pemberian Therapy sesuai
advice dokter (pemberian Mgso4 40% 15 cc dalam 500 ml, infusRL 20 Tetespermenitselama 24
Jam, Metildopa 3x1 (untuk menurunkan tekanan darah tinggi), Nifedipin 3x1(untuk mengatasi
tekanan darah tinggi).Menurut Maternity et all (2016),penanganan pada ibudengankasus
preeclampsia beratyaitu
a. Monitor tekanandarah, albumin urin, kondisijanin, dan pemeriksaan laboratorium
b. Pemberian suntikan 4 gr MgSO4 40% (10 ml MgSO4 40% dilarutkan dengan 10 ml
aquades) diberikan secara IV dalam waktu 20 menit secara perlahan.Syarat pemberian
MgSO4 adalah reflek 31 patella (+), produksi urine >80cc dalam 4 jam sebelumnya
(0,5cc/kgBB/jam),respirasi>16kali permenit dan harus tersedia antidotum kalsiumg lukonas
10%.
74
c. Infus laktat ringer dan ringer asetat
d. Obat anti hipertensi : Nifedipine 10-20 mg, dosis maksimum 120mg dalam 24
jam,Metildopa 250-500 mg, dosis maksimum 1500mg dalam 24 jam.
Dosis pemeliharaan pada masa Post Partum yakni dengan melanjut kandengan 6 g
MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dalam500 ml Ringer Laktat selama 6
jam 28 tpm sampai 24 jam pasca persalinan atau kejang berakhir, terus kan terapi anti
hipertensi jika tekanan diastolik> 110mmHg dan lakukan pemantauan urine.Pemberian
MGSO4 harus dihentikan jikaAda tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot,
hipotensi,reflex fisiologi menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan
dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot pernafasan
karena adanya serum 10 U magnesium pada dosis yang adekuat adalah 4-7 mEq/ Liter.
Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/Liter. Kadar 12-15 mEq terjadi
kelumpuhan otot- otot pernafasan dan lebih 15 mEq/Liter terjadi kematian
jantung.Berdasarkan teori dan kasus pada Ny ’’J’’ umur 35 tahun pemberian obat dan
evaluasi pada catatan perkembangan hari pertama tekanan darah sudah mulai menurun
menjadi 140/90 mmhg dengn ini menandakan bahwa tidak terdapat kesenjangan antara
pemberian obat dengan kasus preekplampsia berat, Karena jenis dan waktu pemberian
obat sesuai antara teori dengan kasus yang ada.
Pada pengumpulan data subyektif pada kasus Ny. J umur 35 tahun P3A0 atas
indikasi preeklamsia berat dan nyeri post partum heckting perineum derajat II di RSUD
Undata menunjukkan bahwa Ny.JAda bekas hecting karena ada robekan perineum derajat
2 saat persalinan.Sedangkan pada teori mengatakan bahwa setiap ibu Yang telah
menjalani proses persalinan dengan mendapatkan luka perineum akan merasakan nyeri.
Nyeri yang dirasakan pada setiap ibu dengan luka perineum menimbulkan dampak yang
tidak menyenangkan seperti kesakitan dan rasa takut untuk bergerak sehingga banyak ibu
dengan luka perineum jarang mau bergerak pasca-persalinan sehingga dapat
mengakibatkan masalah diantaranya subinvolusi uterus, pengeluaranlokea yang tidak
lancar dan perdarahan pasca partum.Timbulnya nyeri erat dengan Reseptor dan adanya
rangsangan. Reseptor nyeri yang di maksud adalah nociceptor.Nyeri akibat luka perineum
yang di rasakan oleh setiap ibu nifas berbeda-beda Apa lagi dalam 2 jam postpartum, itu
merupakan beban yang di alami ibu. Penanangan nyeri perineum Dapat dilakukan secara
farmakologi maupun non-farmakologi (Olivierra Sonia,2012). Penanganan Nyeri secara
farmakologi yaitu dengan memberikan analgesik oral ( Paracetamol500 mgtiap 4 jam).
Sedangkan secara non-farmakologi antara lain :
75
a. Menganjurkan untuk mandi dengan air es, sensasi dingin menyebabkan terjadi pelepasan
endorfin sehingga terjadi penurunan rasa nyeri.
b. Teknik akupresur
c. Coldtherapy dengan menggunakan es melalui kompres dingin dengan icepack atau cooling
gel pads, dan pijat es. (Bidan dan dosen kebidanan Indonesia,2014).
Berdasarkan teori dan kasus tidak ada kesenjangan, penanganan Nyeri postheckting di lakukan
secara farmakologi Dengan memberikan obat analgesik oral asamefenamat yang sama fungsinya
dengan paracetamol.
Pada pengumpulan data subyektifpada Ny. J umur 35 tahun P3A0 atas indikasi
preeklamsi berat dan nyeri post heacting perineum derajat II di ruangan matahari RSUD
Undata menunjukan adanya nyeri hemoroid akibat peradangan. Hal ini di sebabkan
karena dilatasi, pembengk akan atau imflamasi vena hemoroidalis yang di sebabkan oleh
factor – factor resiko seperti peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor
abdomen), kehamilan ( disebab kan tekanan jenis pada abdomen dan perubahan
hormonal), usia, konstipasi kronik, diareakut yang berlebihan dan diarekronik, hubungan
sex peranal, kurang minum air dan kurang makan-makanan berserat (sayur danbuah),
kurang olahraga /mobilisasi. Dan pada saat persalinan mengejan kuat juga dapat
menyebabkan pembesaran dan prolapsus sekunder bantalan pembuluh darah hemoroidalis,
jika mengedan terus menerus, pembuluh darah menjadi berdilatasi secara progresif danj
aringan sub mukosa kehilangan perlekatan normalnya dengan sfingter internal di
bawahnya, yang menyebabkan prolapsus hemoroid yang klasik berdarah.Selain itu
hemoroid juga terjadi karena feses yang keras menyebabkan tubuh memerlukan tenaga
lebih untuk mengejan dan mengeluarkan feses saat defekasi. Feses yang keras dapat
menyebabkan tekanan dinding kanalisani atau rectum saat peristaltic usus terjadi .Dari
hasil Penelitian MochAgusSuprijo, Dosen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sultan Agung pada bulan agustus tahun 2009 bahwa hemoroid dapat di
cegah dengan perbanyak makan-makanan yang berserat tinggi seperti buah–buahan dan
sayur-sayuran.Minum air putih yang banyak.istirahat yang cukup maka buang air besar
menjadi lancer dan hemoroid dapat di cegah. Dan pencegahan lain dengan memberikan
obat ambeven 2x1 dan dulcola 3x1. Jadi tidak ada kesenjangan antara teori dengan kasus
yang ada.
Berdasarkan hasil pengumpulan data di dapatkan bahwa Ny”J” belum di berikan
obat kapsul vitamin A dari hari pertama dan ketiga sampai sebelum ibu pulang Sasaran
suplementasi Vitamin A padaibunifas 0-42 hari yaitu kapsul merah dengan dosis (200.000
76
IU) yang diberikan sebanyak 2 kali, 1 (satu) kapsul vitamin A diminum segera setelah
persalinan dan 1 (satu) kapsul vitamin A kedua diminum 24 jam sesudah pemberian
kapsul vitamin A pertama. Ibu nifas harus diberikan kapsul vitamin A dosis tinggi
diharapkan cukup menambah kandungan vitamin A dalam ASI sampai bayi berusia 6
bulan, mempercepat kesehatan ibu agar lebih cepat pulih setelah melahirkan dan
mencegah terjadinya infeksi pada ibu nifas. Jika dalam 24 jam setelah melahirkan ibu
tidak mendapat vitamin A, maka kapsul vitamin A dapat diberikan pada kunjungan ibu
nifas atau pada KN 1 (6-48 jam) atau saat pemberian imunisasi hepatitis B (HB0) pada
KN 2 (bayi berumur 3-7 hari) atau pada KN 3 (bayi berumur 8 -28 hari).Tenaga kesehatan
yang memberikan suplementasi vitamin A untuk ibu nifas adalah dokter, bidan, perawat,
tenaga gizi dan kader telah mendapat penjelasan terlebih dahulu dari petugas kesehatan
(Depkes RI, 2014).Berdasarkan teori dan kasus maka terdapat kesenjangan pemberian
vitamin a padaNy “J”. Tapi dari masalah yang ada, sebelum ibu pulang telah di berikan
konseling pada ibu agar ibu berkunjung ke puskesmas terdekat untuk mendapatkan kapsul
vitamin A.

77
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN

1. Pengumpulan data dasar pada Ny”J” telah dilaksanakan dan terdapat kesenjangan antara
teori dengan praktek pada kenaikan berat badan
2. Penginterpetasian data dasar pada Ny”J” telah dilaksanakan dan tidak ada kesenjangan
antara teori dengan praktek.
3. Penegakan diagnose potensial pada Ny “J” tidak terjadi Eklamsi karena pasien langsung
ditangani di Rumah Sakit
4. Penanganan kolaborasi pada Ny “J” tidak terdapat kesenjangan antara teori dengan
praktek
5. Perencanaan pada Ny “J” atas indikasi Preeklamsia tidak ada kesenjangan antara teori
dengan praktek.
6. Pelaksanaan pada Ny “J” atas indikasi Preeklamsi tidak ada kesenjangan antara teori
dengan praktek.
7. Evaluasi pada Ny “J” atas indikasi Preeklamsi tidak ada kesenjangan antara teori dengan
praktek.
8. Pendokumentasian SOAP telah dilaksanakan.

78
B. SARAN

1. Bagi penulis
Penulis diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan keteramilan dalam
menerapkan asuhan kebidanan secara,komprehensif sesuai dengan standar pelayanan
kebidanan dan standar asuhan kebidanan
2. Bagi pembaca
Pembaca diharapkan dapat mengaplikasikan asuhan kebidanan yang telah diberikan
sehingga dapat menambah pengalaman khsusunya pada asuhan kebidanan ibu nifas
dengan kasus PEB dan nyeri post hecting perineum derajat 2. Pembaca juga diharapkan
dapat membantu memberikan dukungan menjalankan peran dan fungsi untuk tetap
mempertahankan kesehatan diri sendiri maupun orang lain.
3. Bagi Mahasiswa
Diharapkan Asuhan kebidanan ini dapat menjadi sumber informasi dalam memperkaya
wawasan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan acuan bagi penulis selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Eka Nur Eni* Erna Erawati Angga Sugiarto Suyanta (2020) ‘Jurnal Media
Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar’, ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
SKIZOFRENIA DENGAN FOKUS STUDI HARGA DIRI RENDAH DI RSJ. PROF. dr.
SOEROJO MAGELANG, 11(02), pp. 2087–0035.
Kesehatan, K. et al. (2013) ‘Kementerian kesehatan republik indonesia poltekkes
kemenkes yogyakarta jurusan kebidanan’, Http://Eprints.Poltekkesjogja.Ac.Id. Available
at: http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/5165/1/4_Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui_6.
Modul Praktikum 1 Petunjuk Praktikum Nifas.pdf.
Mansyur, N. and Dahlan, K. . (2014) ‘Buku Ajar Asuhan Kebidanan Masa Nifas’,
Foreign Affairs, (146), pp. 1–146. Available at:
file:///C:/Users/User/Downloads/fvm939e.pdf.
Maulana, M. S. R. (2017) ‘Hubungan paritas dan pengetahuan tentang imunisasi
tetanus toxoid dengan kelengkapan imunisasi tetanus toxoid pada ibu hamil trismester III
di puskesmas Plus Mandiangin Bukittinggi’, Jurnal Keperawatan, 13(3).
Pangastuti, N. (2016) ‘Robekan Perineum pada Persalinan Vaginal di Bidan Praktik
Swasta (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta Indonesia Tahun 2014-2016’, Jurnal
Kesehatan Reproduksi, 3(3), p. 179. doi: 10.22146/jkr.36184.
Prawitasari, E., Yugistyowati, A. and Kartika Sari, D. (2016) ‘Penyebab Terjadinya
Ruptur Perineum pada Persalinan Normal di RSUD Muntilan Kabupaten Magelang’,
Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia, 3(2). doi: 10.21927/jnki.2015.3(2).77-81.
Yuliana, W. and Hakim, B. N. (2020) Emodemo Dalam Asuhan Kebidanan Masa
Nifas, Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia.

79

Anda mungkin juga menyukai