Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN


INTRANATAL PATOLOGI PADA NY “S” DENGAN
PERSALINAN KETUBAN PECAH DINI DI RSUD Dr
SLAMET GARUT TAHUN 2024

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


Gelar Bidan (Bdn.)

NENENG TRISNA GIRI PAMUNGKAS

H522229

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


FAKULTAS KEBIDANAN
INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2024
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus Asuhan Kebidanan Kehamilan pada Ny.S telah disahkan oleh Tim
Pembimbing pada:
Hari : Senin
Tanggal : Januari 2024
Tempat : RSUD Dr Slamet Garut

Mengetahui,

Pembimbing Akademik
Program Pendidikan Profesi Bidan
Fakultas Kebidanan
Institut Kesehatan Rajawali

Silva Dwi Rahmizani,S.S.T.,M.K.M

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik. Asuhan Kebidanan
Kehamilan pada Ny.S di RSUD Dr Slamet Garut ini disusun untuk memenuhi
salah satu syarat hasil pelaksanaan praktik klinik program studi Pendidikan
Profesi Bidan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Institut Kesehatan Rajawali.
Dalam penyusunan laporan ini penulis mendapat bantuan dari berbagai
pihak, untuk itu tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tonika Tohri, S. Kp., M. Kes selaku Rektor Institut Kesehatan Rajawali.
2. Erni Hernawati, S.S.T., Bd., M.M., M.Keb selaku Dekan Fakultas Kebidanan
Institut Kesehatan Rajawali dan dosen pembimbing yang telah berkenan
membimbing dan mambantu dalam penyusunan laporan.
3. Lia Kamila, S.S.T., Bd,. M.Keb selaku Penanggung Jawab Program Studi
Pendidikan Profesi Bidan Fakultas Kebidanan Institu Kesehatan Rajawali.
4. Silva Dwi Rahmizani, S.S.T., M.K.M selaku pembimbing akademik yang
telah membimbing dan membantu dalam penyusunan laporan ini.
5. Enur Rostikawati, STr.Keb selaku pembimbing praktik klinik di RSUD Dr
Slamet Garut yang telah membimbing dan membantu dalam penyusunan
laporan selama pelaksanaan praktik klinik.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat menulis
dengan lebih baik. Semoga laporan ini dapat memberikn manfaat. Aamiin.

Bandung, Januari 2024

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN........................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 5
1.3 Tujuan................................................................................................ 6
1.4 Manfaat.............................................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 7
2.1 Fisiologi air ketuban .......................................................................... 7
2.2 Pengertian air ketuban pecah dini ..................................................... 8
2.3 Klasifikasi.......................................................................................... 8
2.4 Etiologi .............................................................................................. 9
2.5 Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini ...................................... 10
2.6 Tanda dan gejala.............................................................................. 11
2.7 Diagnosis ......................................................................................... 11
2.8 Pemeriksaan penunjang ................................................................... 13
2.9 Komplikasi ...................................................................................... 13
2.10 Pematalaksanaan ....................................................................... 15
BAB III TINJAUAN KASUS ..................................................................... 19
3.1 Kala I ............................................................................................... 19
3.2 Kala II .............................................................................................. 27
3.3 Kala III ............................................................................................ 30
3.4 Kala IV ............................................................................................ 32
BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................... 35
4.1 Asuhan kebidanan pada persalinan ................................................. 35
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 38

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Manuaba (2014), wanita akan mengalami masa reproduksi,
yaitu kehamilan, nifas, perawatan bayi baru lahir dandiharapkan mengikuti
program keluarga berencana (KB) untuk kelangsungan reproduksi sehat.
Sepanjang siklus hidupnya, secara fisiologis, kehamilan, persalinan, bayi
baru lahir, masa nifas dan KB tidak bisa dipungkiri bahkan terjadi hal-hal
yang berisiko bagi ibu. Sehingga harus diperhatikan beberapa masalah yang
sedang dihadapi wanita, yaitu masalah kesehatan ibu dan anak (KIA)
merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup menyita perhatian
dunia. Terdapat berbagai komponen yang berpengaruh terhadap proses
kematian ibu diantaranya kehamilan, persalinan atau komplikasinya dan masa
nifas adalah Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
(Prawirohardjo, 2016).
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk
melihat keberhasilan layanan suatu negara. Setiap hari, sekitar 830 wanita
meninggal karena sebab yang dapat dicegah terkait dengan kehamilan dan
persalinan. 99% dari semua kematian ibu terjadi di negara berkembang.
Sekitar 830 wanita meninggal karena komplikasi kehamilan atau persalinan
di seluruh dunia setiap hari. Salah satu t arget di bawah Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (TPB) 3 adalah untuk mengurangi rasio kematian ibu
bersalinan global menjadi kurang dari 70 per 100.000 kelahiran, dengan tidak
ada negara yang memiliki angka kematian ibu lebih dari dua kali rata-rata
global. Wanita meninggal akibat komplikasi selama dan setelah kehamilan
dan persalinan. Komplikasi utama yang menyebabkan hampir 75% dari
semua kematian ibu adalah perdarahan hebat setelah melahirkan, infeksi,
tekanan darah tinggi selama kehamilan(pre-eklampsia dan eklampsia),
komplikasi dari persalinan dan aborsi yang tidak aman (WHO,2018).
AKI adalah rasio kematian ibu selama masa kehamilan, persalinan
dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan nifas atau

1
2

pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti


kecelakaan atau terjatuh di setiap 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI,
2019).Angka Kematian Bayi (AKB) berkaitan erat dengan kualitas pelayanan
persalinan, dan penanganan Bayi Baru Lahir yang kurang optimal segera
setelah lahir dan beberapa hari pertama setelah lahir. Bayi dengan usia kurang
satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki risiko gangguan
kesehatan paling tinggi dan berbagai masalah kesehatan bisa muncul
(Kemenkes RI, 2019).
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia pada tahun 2015 sebesar 305
per 100.000 KH. Sedangkan Program Millenium Development Goals
(MDGs) 2015 yaitu menekan angka kematian ibu (AKI) sebesar 102 per
100.000 KH dan angka kematian bayi (AKB) sebesar 23 per 1.000
KH. Program terbaru dari WHO, Sustainable Development Goals (SDGs)
2030 yaitu menekan AKI sebesar 70 per 100.000 KH, AKB menjadi 12
per 100.000 KH (Kemenkes RI, 2019). Sehingga dapat disimpulkan AKI di
Indonesia belum memenuhitarget MDGs maupun SDGs, sedangkan AKB
sudah memenuhi target MDGs tetapi belum memenuhi target SDGs.
Sementara itu di Jawa Barat Angka Kematian Ibu (AKI)cenderung
menurun pada dua tahun terakhir. Pada tahun 2019 mencapai 89,81 per
100.000 KH dari target 89,92 KH. Angka ini mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2018 yang mencapai 91,45 per 100.000 KH dari target
91,42 KH. Angka Kematian Bayi (AKB) 23,1 per 1.000 KH dari target 24
per 1.000 KH. Sehingga dapat disimpulkan AKI dan AKB di Jawa Timur
sudah memenuhi target Provinsi Jawa Timur (Dinkes Jabar, 2020).
AKI di kabupaten garut tahun 2019 adalah 146,64/100.000 kelahiran
hidup terjadi penurunan dibanding AKI tahun 2018 yang mencapai 67,74.
Angka kematian Ibu di Kabupaten Madiun per 100,000 KH Dari target Jawa
Timur yaitu 89,92 per 100,000 KH dan target SDGs sebesar 70/100,000
kelahiran hidup. Sehingga dapat disimpulkan AKI di Kabupaten Madiun
belum memenuhi target Jawa Timur dan SDGs (Dinkes Jabar, 2020).
Sedangkan AKB di Kabupaten garut pada tahun 2019 mencapai 6,99
3

per 1.000 KH, terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2018 yang mencapai
6,66 per 1.000 KH (Dinkes Kabupaten karawang, 2019).
Capaian cakupan ibu hamil K1 Provinsi Jawa Timur pada tahun 2018
adalah 99,44%. Capaian cakupan K4 Provinsi Jawa Timur pada tahun 2018
adalah 91,15%. Provinsi Jawa Timur untuk indikator K4belum mencapai
target, indikator K4 termasuk indikator SPM (Standar Pelayanan Minimal),
target adalah 100%. Capaian cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan untuk Provinsi Jawa Timur pada tahun 2018 mencapai 95,98% dari
target 100%. Capaian cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
di fasilitas kesehatan pada tahun 2018 mencapai 95,86% dari target Jawa
Timur 100%. Capaian cakupan pelayanan nifas Provinsi Jawa Timur pada
tahun 2018 sebesar 94,4%. Cakupan KN 1 sebesar 100,1% dari target Renstra
(Rencana Strategi) 100%, cakupan KN lengkap 2018 sebesar 98,3% dari
target Renstra100%. Capaian cakupan peserta KB Aktif tahun 2018 sebesar
76,62% dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2019 sebesar 66%. Sehingga dapat diambil kesimpulan masih ada
kesenjangan yaitu K1 lebih banyak dari pada K4, cakupan persalinan di
fasilitas kesehatan belum memenuhi target restra, untuk capaian KN1 sudah
memenuhi target restra, KN lengkap belum memnuhi target restra, untuk KB
aktif sudah memnuhi target RPJMN 2019 (Dinkes Jatim, 2019).
Sementara itu di Kabupaten garut Cakupan Pelayanan K1 pada tahun
2018 sebesar 98,80% dari target SPM 100%. Sedangkan cakupan K4 pada
tahun 2018 sebesar 91,35% dari target SPM 100%. Cakupan pertolongan
persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (Linakes) pada tahun 2018
sebesar 92,3%dari target Jawa Timur sebesar 100%. Sedangkan KN1 sebesar
96,97% dari target SPM 100%. Dan cakupan pelayanan KB aktif sebesar
79,40% dari target RPJMN 66% (Dinkes,Jawa Barat, 2019).
Dapat disimpulkan bahwa masih terdapat kesenjangan antara K1 dan
K4, karena masih banyak ibu hamil yang melakukan kunjungan pertama dan
tidak melakukan kunjungan K4 pada triester III, untuk mencapai cakupan
persalinan ditolong oleh tenaga jesehatan di Kabupaten Madiun belum
4

memenuhi target Provinsi Jawa Barat. Cakupan KN1 dan KN lengkap


terdapat kesenjangan dikarenakan KN1 lebih banyak dari KN lengkap, untuk
cakupan KB aktif sudah memenuhi target.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa masih terdapat kesenjangan
antara kunjungan K1 dan K4, pertolongan persalinan oleh tenagakesehatan,
pelayanan nifas, dan kunjungan neonatus. Penyebab adanya kesenjangan
antara lain : pemeriksaan antenatal sudah berdasarkan kualitas pelayanan
10T, mobilitas di daerah perkotaan yang tinggi, penetapan sasaran ibu hamil
yang terlalu tinggi di beberapa kab/kota,adanya budaya masyarakat pada saat
menjelang persalinan pulang ke kampung halaman, pencatatan dan pelaporan
masih belum optimal. Untuk cakupan persalinan dan pelayanan nifas belum
memenuhi target di sebabkan oleh tempat tinggal ibu hamil di daerah yang
tidak ada bidan atau jauh dari fasilitas pelayanan kesehatan. Apabila sebab-
sebab tersebut tidak segera diatasi maka akan berdampak pada peningkatan
AKI dan AKB (Kemenkes RI, 2019).
Penyebab kematian ibu dapat dibedakan atas determinan dekat,antara,
dan jauh. Determinan dekat yang berhubungan langsung dengan kematian ibu
merupakan gangguan obstetrik seperti perdarahan, pre eklamsi/eklamsi, dan
infeksi atau penyakit yang diderita ibu sebelum atau selama kehamilan yang
dapat memperburuk kondisi kehamilan sepertijantung, malaria, tuberkulosis,
dan ginjal. Determinan dekat secara langsung dipengaruhi oleh determinan
antara yang berhubungan dengan faktor kesehatan, seperti status kesehatan
ibu, status reproduksi, akses terhadap pelayanan kesehatan, dan perilaku
penggunaan fasilitas kesehatan. Determinan jauh berhubungan dengan faktor
demografi dan sosiokultural. Adapun dampak terbesar kematian ibu, berupa
penurunan kualitas hidup bayi dan anak, yang menyebabkan goncangan
dalam keluarga dan selanjutnya mempengaruhi tumbuh kembang anak
(Correa, 2010 dalam Aeni, 2013).
Dalam rangka penurunan AKI dan AKB, ada beberapa indikator yang
digunakan untuk penilaian kualitas ibu dan anak seperti memberikan buku
saku tentang kesehatan reproduksi untuk calon pengantin, ibu hamil
5

mendapat pelayanan antenatal (K4), persalinan difasilitas kesehatan,


puskesmas yang melakukan orientasi Program Perencanaan Persalinan Dan
Pencegahan Komplikasi (P4K) dan kelas ibu hamil, kunjungan neonatal
pertama (KN 1), puskesmas melakukan kesehatan remaja, dan lansia,
pemanfaatan buku KIA (Kemenkes RI, 2019).
Dalam mendukung penjangkauan terhadap masyarakat di wilayah
kerjanya, puskesmas sudah menerapkan konsep satelit dengan menyediakan
puskesmas pembantu dan menyediakan rumah tinggal bagi tenaga kesehatan
termasuk bidan sehingga bidan siaga di tempat tugasnya dan dapat
memberikan pertolongan persalinan setiap saat. Untuk daerah dengan akses
sulit. Upaya percepatan penurunan AKI dan AKB dapat juga dilakukan
dengan menjamin agar setiap ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu
yang berkualitas, seperti pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas pelayanan kesehatan,
perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan
jika terjadi komplikasi, dan pelayanan keluarga berencana termasuk KB
pasca bersalin. (Kemenkes RI, 2019).
Dari hasil observasi di RSUD Dr Slamet Garut. Pada tahun 2020
didapatkan jumlah pasien kunjungan ANC sebanyak 1157 orang, cakupan
pelayanan K1 sebanyak 589 orang dan K4 568 sebanyak orang, pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan sejumlah 75 orang, KN lengkap 81 bayi dan
KF sebanyak 81 orang. Selain itu tidak ada kematian bayi dan ibu ditahun
2020 (Data Primer, 2021). Jadi kesimpulannya terjadi kesenjangan di K1
danK4 yang mungkin saja bisa terjadi karena ibu melakukan kunjungan K4
di tempat lain.

1.2 Rumusan Masalah


Memberikan manajemen asuhan kebidanan intranatal patologi pada ny
“s” dengan persalinan ketuban pecah dini di RSUD Dr Slamet Garut tahun
2023
6

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui gambaran asuhan kebidanan pada NY.S mengenai persalinan
KPD di RSUD Dr Slamet Garut tahun 2023
1.3.2 Tujuan khusu
Melakukan asuhan kebidanan pelayanan intranatal KPD pada NY.S
mengenai persalinan KPD di RSUD Dr Slamet Garut tahun 2023.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam pemberian asuhan
kebidanan pada ibu bersalin
1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.1.1 Bagi pasien, keluarga dan masyarakat

Untuk memberikan informasi tentan persalinan dengan KPD


1.4.1.2 Bagi RSU Amanda

Dapat meningkatkan mutu pelayanan dalam pemberian Asuhan kebidanan


pada ibu bersalin
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologi air ketuban


Air ketuban adalah cairan jernih agak kekuningan yang
menyelimuti janin di dalam Rahim selama kehamilan yang memiliki
berbagai fungsi yaitu melindungi pertumbuhan janin, menjadi bantalan
untuk melindungi janin terhadap trauma dari luar, menstabilkan dari
peubahan suhu, pertukaran cairan, sarana yang memungkinkan janin
bergerak bebas, sampai mengatur tekanan dalam Rahim. Selan itu ketuban
juga berfungsi melindungi janin dari infeksi, dan pada saat persalinan,
ketuban yang mendorong servik untuk membuka, juga meratakan tekanan
intera-uterin dan membersihkan jalan lahir bila ketuba pecah( Mika,
2016:22-23).
Air ketuban berkembang dan mengisi kantong ketuban mulai 2
minggu sesudah pembuahan. Kantung ketuban terbentuk saat usia
kehamilan 12 hari setelah pembuahan, dan segera terisi oleh air ketuban.
Setelah 10 minggu, kemudian air ketuban mengandung protein, karbohidrat,
lemak, fosfolipid, urea, dan elektrolit untuk membantu pertumbuhan janin.
Pada saat akhir kehamilan sebagian besar air ketuban dari urin janin.
Saat minggu-minggu awal ketuban berisi terutama air yang berasal
dari ibu, setelah 20 minggu urin janin membentuk sebagian air ketuban yang
mengandung nutrient, hormon, dan anti bodi yang melindungi janin dari
penyakit.
Air Ketuban terus menerus di telan/dihirup dan di ganti lewat proses
eksresi seperti juga di keluarkan lewat urin. Hal demikian merupakan hal
yang penting bahwa air ketuban di hirup dalam paru janin untuk membantu
janin mengembang sempurna. Air ketuban yang tertelan membantu
pembentukan mekonium saat ketuban pecah. Apabila ketuban pecah terjadi
selama proses persalinan di sebut dengan ketuban pecah spontan, apabila
terjadi sebelum persalinan disebut dengan KPD. Sebagian besar air ketuban

7
8

akan berada dalam Rahim sampai neonatus lahir (kosim, 2010: 1-2).
2.2 Pengertian air ketuban pecah dini
KPD adalah bocornya selaput air ketuban (likuor amnii) secara
spontan dari rongga amnion di mana janin di tampung. Cairan keluar dari
selaput ketuban yang mengalami kerobekan, muncul setelah usia kehamilan
28 minggu dan setidaknya sebelum 1 jam sebelum waktu kehamilan yang
sebenarnya(Gehwagi et al, 2015).
Dalam keadaan normal ketuban pecah dalam proses persalinan.
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan.
Bila ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan di bawah 37 minggu disebut
ketuban pecah dini premature. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan
hamil aterm mengalami ketuban pecah dini. (Prawirahardjo, 2014: 677).
Ada macam-macam batasan tentang KPD atau premature rupture
of membrane (PROM) yakni:
a. Ada teori yang menghitung berapa jam sebelum inpartu, misalnya 2 atau 4
atau 6 jam sebelum inpartu.
b. Ada juga yang mengatakan dalam ukuran pembukaan serviks atau leher
Rahim pada kala I, misalnya ketuban pecah sebelum pembukaan serviks 3
cm Pada primipara atau 5 cm pada multipara.
c. Prinsipnya adalah ketuban pecah sebelum waktunya(Norma Dan Dwi,
2013: 247).
2.3 Klasifikasi
Menurut pogi tahun 2014, KPD diklasifikasikan menjadi 2 kelompok
yaitu KPD preterm dan KPD aterm.
a. KPD preterm
Ketuban pecah dini preterm adalah pecahnya ketuban yang terbukti
dengan vaginal pooling, tes nitrazin, dan tes fern pada usia kehamilan <37
minggu sebelum onset persalinan. KPD psangat preterm adalah pecahnya
ketuban saat umur kehamilan ibu di antara 24 minggu sampai kurang dari
34 minggu, sedangkan KPD preterm saat usia kehamilan ibu antara 34
minggu sampai kurang dari 37 minggu .
9

b. KPD aterm
Ketuban pecah dini aterm adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya
yang terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern pada usia
kehamilan ≥37 minggu.
2.4 Etiologi
Belum pasti penyebab terjadinya ketuban pecah dini, namun faktor-
faktor yang lebih sulit di ketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor
predisposisi adalah:
a. Infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban yang berasal dari
vagina atau infeksi cairan ketuban yang menyebabkan terjadinya ketuban
pecah dini.
b. Jumlah paritas
Wanita yang telah melahirkan beberapa kali maka akan lebih beresiko tinggi
mengalami KPD pada kehamilan berikutnya. Kehamilan yang terlalu sering
dapat mempengaruhi embryogenesis, selaput ketuban lebih tipis sehingga
mudah pecah sebelum waktunya dan semakin banyak paritas semakin
mudah terjadi infeksi amnion karena rusaknya struktur serviks pada
persalinan sebelumnya.
Wanita dengan paritas kedua dan ketiga pada usia reproduktif biasanya
relatif memilii keadaan yang lebih aman untuk hamil dan melahirkan karena
pada keadaan tersebut dinding uterus lebih kuat karena belum banyak
mengalami perubahan, dan serviks belum terlalu sering mengalami
pembukaan sehingga dapat menyanggah selaput ketuban dengan baik.
Wanita yang telah melahirkan beberapa kali akan lebih beresiko pada
mengalami KPD, karena jaringan ikat selaput ketuban mudah rapuh yang
diakibatkan oleh vaskularisasi pada uterus mengalami gangguan yang
mengakibatkan akhirnya selaput ketuban mengalami pecah spontan.
c. Serviks yang inkompeten, kanalis servikalis yang selalu terbuka yang di
sebabkan karna kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, curatage).
d. Tekanan pada intera uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
10

(overdistensi uterus), misalnya trauma, hidramnion, gemelli.


e. Trauma yang di dapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam,
maupun amnosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya di
sertai infeksi.
f. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan
terhadap membran bagian bawah.
Kelainan letak pada janin dapat meningkatkan kejadian KPD karena
kelainan letak dapat memungkinkan ketegangan otot rahim meningkat
sehingga dapat menyebabkan KPD. Besar kecinya janin dan posisi janin
yang dikandung tidak menyebabkan peregangan pada selaput ketuban
seperti pada keadaan normal, sungsang ataupun melintang, karena
sebenarnya yang dapat mempengaruhi KPD adalah kuat lemahnya selaput
ketuban menahan janin (Budi, Ayu Novita, 2017).
2.5 Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Pada kondisi yang normal
kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibrolast, jaringan retikuler
korion dan trofoblas, sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol
oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin -1 (iL-1) dan prostaglandin,
prostaglandin berfungsi untuk membantu oksitosin dan estrogen dalam
merangsang aktivitas otot polos, hormon ini dihasilkan oleh uterus dan
produksi hormon ini meningkat pada akhir kehamilan saja, akan tetapi
karena ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan
prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi
depolimerasi kolagen pada selaput korion/amnion, menyebabkan ketuban
tipis, lemah dan mudah pecah spontan sehingga terjadi ketuban pecah dini.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester
ketiga selaput ketuban akan muda pecah. Melemahnya kekuatan selaput
ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi Rahim, dan
gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada
11

selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal


yang fisiologis. KPD pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya
faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban
Pecah Dini prematur sering terjadi pada polihidromnion, inkompeten
serviks, solusio plasenta (Prawirohardjo,2014:678).
2.6 Tanda dan gejala
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes
melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau
amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan
ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau
kering karena terus di produksi sampai kelahiran(Norma dan Dwi,
2013:248-249).
Adapun tanda dan gejala:
a. Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.
b. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin
cairan tersebut masih merembes atau menetes dengan ciri pucat dan bergaris
warna darah.
c. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai
kelahiran.
d. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut,denyut jantung janin
bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.
2.7 Diagnosis
Menegakkan diagnosa KPD sangat penting. Karena diagnosa yang
positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirlan bayi terlalu
awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya.
Sebaliknya diagnosa yang negativ palsu berarti akan membiarkan ibu dan
janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu
dan keduanya. Oleh karena itu di perlukan diagnosa yang cepat dan tepat.

Diagnosa KPD di tegakkan dengan cara:


12

a. Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan
yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan perlu
juga di perhatikan warna, keluarnya cairan tersebut his belum teratur atau
belum ada, dan belum ada pengeluaran lender dan darah.
b. Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari
vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak,
pemeriksaan ini akan lebih jelas.
c. Tes Valsava
Dilakukan dengan cara melakukan ekspirasi paksa dengan
menutup mulut dan hidung yang akan menambah tekanan pada telinga dan
tekanan pada bagian fundus, sehingga jika terjadi KPD, maka air ketuban
akan keluar (Fadlun, 2011 : 114)
d. Pemeriksaan dengan Spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar
cairan dari orifisium uteri eksternum(OUE), kalau belum juga tampak
keluar, fundus uteri di tekan, penderita di minta batuk, mengejan atau
mengadakan manuvover valsava, atau bagian terendah di goyangkan, akan
tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior.
e. Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam didapat cairan di dalam vagina dan selaput
ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan
toucher perlu di pertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang
belum dalam persalian tidak perlu di adakan pemeriksaan dalam. Karena
pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi
segmen bawah Rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme
tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina di
lakukan bila dalam persalinan atau yang di lakukan induksi persalinan dan
di batasi sedikit mungkin.(Norma dan Dwi, 2013:249-250).
Selain itu menentukan diagnosa dengan Tentukan pecahnya
13

selaput ketuban, dengan adanya cairan ketuban di vagina. Jika tidak ada
dapat di coba dengan menggerakkan sedikit bagian terbawah janin atau
meminta pasien batuk atau mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat di
lakukan dengan tes lakmus (nitrazin test) merah menjadi biru. Tentukan usia
kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG. Tentukan tidak ada infeksi
Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 37,5oC serta air ketuban
keruh dan berbau. Janin yang mengalami takikardia, mungkin mengalami
infeksi intrauterin. Tentukan tanda-tanda persalinan dan skoring pelvik.
Tentukan adanya kontraksi yang teratur. Periksa dalam dilakukan bila akan
di lakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan)(prawirahardjo,
2014:680).
2.8 Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Cairan vagina yang keluar dari vagina harus di periksa : warna, konsentrasi,
bau dan pHnya
1. Tes Lakmus (tes nitrazin)
Jika kertas lakmus berubah merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis).
2. Mikroskopik (Tes Pakis)
Dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan di biarkan
kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
b. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini di lakukan untuk melihat jumlah cairan
ketuban dalam kavum uteri
2.9 Komplikasi
a. Pada Ibu
Komplikasi yang bisa disebabkan KPD pada ibu yaitu intrapartal
dalam persalinan, infeksi puerparalis/masa nifas, partus lama, pendarahan
post partum, meningkatkan tindakan operatif obstetric (khususnya SC),
morbiditas dan mortalitas maternal.
14

b. Pada Janin
1. Prematuritas
Kemungkinan masalah yang dapat terjadi pada bayi dengan lahir
prematur yakni sebagai berikut :
a) Respiratory Distress Syndrome (RDS)
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga dengan
sindrom gangguan pernapasan. Hal ini terjadi karena paru-paru bayi belum
matang sehingga tidak bisa menghasilkan zat surfaktan dalam jumlah
memadai. Surfaktan memungkinkan permukaan paru- paru mengembang
dengan baik ketika bayi keluar dari dalam rahim untuk menghirup udara
sesuai kebutuhan bayi. Akan tetapi, jika bayi lahir sebelum paru-parunya
berfungsi dengan sepenuhnya, kemungkinan akan mengalami masalah
pernapasan. Tanpa adanya asupan oksigen yang memadai, organ-organ
yang lain juga bisa terpengaruh.
b) Hipotermia
Kondisi bayi yang prematur biasanya akan menurunkan suhu
dengan sangat cepat. Hal ini disebabkan karena bayi prematur biasanya tidak
memiliki cadangan lemak yang cukup untuk melindungi proses penurunan
suhu. Hipotermia pada bayi yang lahir prematur juga bisa menyebabkan
kondisi lain seperti gangguan pernapasan dan kadar gula yang sangat rendah.
c) Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia terjadi karena bilirubin terlalu tinggi, ditandai
oleh perubahan warna kulit dan sklera mata menjadi kuning (bayi kuning).
Bilirubin adalah pigmen kuning yang memang ada pada sel darah.
Hiperbilirubinemia lebih umum terjadi pada bayi premature dibandingkan
pada bayi lahir cukup bulan.
d) Anemia
Kondisi ini disebabkan oleh rendahnya konsentrasi sel darah merah.
Sel darah merah sangat penting karena mengandung hemoglobin, zat yang
membawa oksigen ke seluruh tubuh. Sebagian besar bayi baru lahir
memiliki level sel darah merah lebih dari 15gram. Namun bayi premature
15

beresiko tinggi memiliki level rendah sel darah merah.


e) Sepsis
Sepsis adalah kondisi dimana bakteri masuk ke dalam aliran darah.
Sepsis sering menyebabkan infeksi terbawa ke paru-paru dan bisa
mengakibatkan pneumonia.
f) Retinopathy Of Prematurity (ROP)
Retinopathy Of Prematurity (ROP) adalah pertumbuhan abnormal
pembuluh darah di mata yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan.
Hal ini terjadi terutama pada bayi yang lahir sebelum 32 minggu kehamilan.
g) Intraventricular Hemorrhage (IVH)
Intraventricular Hemorrhage (IVH) disebut juga Perdarahan
Intraventrikular. Pendarahan di otak terjadi pada beberapa bayi premature,
terutama yang lahir sebelum usia kehamilan 32 minggu. Pendarahan yang
lebih parah dapat menyebabkan struktur ventrikel otak berkembang pesat
terisi cairan, menyebabkan otak tertekan dan dapat menyebabkan kerusakan
otak seperti cerebral palsy, gangguan belajar dan masalah perilaku.
h) Necrotizing Enterocolitis (NEC)
Necrotizing Enterocolitis (NEC) terjadi ketika sebagian usus bayi
memiliki aliran darah yang buruk, yang dapat menyebabkan infeksi di
dinding usus.
i) Prolaps funiculli (penurunan tali pusat).
j) Hipoksia dan asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi).
k) Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, partus lama, skor apgar
rendah, ensefalopati, cerebral palsy, perdarahan intraknial, gagal ginjal,
distress pernapasan.
l) Sindrom deformitas janin
m) Morbiditas dan mortalitas perinatal (Budi Rahayu, 2017).
2.10 Pematalaksanaan
Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif
harus di pastikan bahwa tidak akan terjadi Respirator Distress Syndrom
(RDS) dan kalau menempuh dengan cara konservatif dengan maksud untuk
16

memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan
infeksi yang akan memperjelek prognosis janin. Penatalaksanaan KPD
tergantung pada umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering
pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingan dengan
sepsis. Oleh karena itu kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati
untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur
kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang,
chorioamniotis yang diikuti dengan sepsi pada janin merupakan sebab utama
meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan,
infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban
atau lamanya perode laten.
Adapun penatalaksanaan ketuban pecah dini, diantaranya :
a) Tatalaksana Umum
1) Berikan eritmisin 4x500 mg selama 10 hari.
2) Rujuk ke fasilitas yang memadai.
b) Tatalaksana khusus
1) Di Rumah Sakit rujukan, tatalaksana sesuai dengan usia kehamilan
a) ≥34 minggu.
Lakukan induksi persalinan dengan oksitosin bila tidak ada kontraindikasi.
b) 24-34 minggu
1. Bila terdapat amnionitis, abrupsio plasenta, dan kematian janin, lakukan
persalinan segera.
2. Berikan deksametason 6 mg IM tiap 12 jam selama 48 jam atau
betametason 12 mg IM tiap 24 jam selama 48 jam.
3. Lakukan pemeriksaan serial untuk menilai kondisi ibu dan janin.Bayi
dilahirkan di usia kehamilan 34 minggu, atau di usia kehamilan 32-33
minggu, biladapat dilakukan pemeriksaan kematangan paru dan hasil
menunjukkan bahwa paru sudah matang (komunikasikan dan sesuaikan
dengan fasilitas perawatan bayi preterm).
c) <24 minggu
1. Pertimbangan dilakukan dengan melihat resiko ibu dan janin.
17

2. Lakukan konseling pada pasien. Terminasi kehamilan mungkin menjadi


pilihan.
3. Jika terjadi infeksi (korioamnionitis), lakukan tatalaksana korioamnionitis.
Berikut ini penatalaksanaan korioamnionitis, yaitu :
a. Tatalaksana Umum
1) Rujuk pasien ke rumah sakit.
2) Beri antibiotika kombinasi : ampisilin 2 g IV tiap 6 jam ditambah gentamisin
5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
3) Terminasi kehamilan. Nilai serviks untuk menentukan cara persalinan :
Jika seviks matang : lakukan induksi persalinan dengan oksitosin dan Jika
seerviks belum matang : matangkan dengan prostaglandin dan infus
oksitosin atau lakukan seksio caesarea.
4) Jika persalinan dilakukan pervaginam, hentikan antibiotika setelah
persalinan. Jika persalinan dilakukan dengan seksio caesarea, lanjutkan
antibiotika dan tambahkan metronidazole 500 mg IV tiap 8 jam sampai
bebas demam selama 48 jam.
b. Tatalaksana Khusus
1) Jika terdapat metritis (demam, cairan vagina berbau, berikan antibiotika.
2) Jika bayi mengalami sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah dan beri
antibiotika yang sesuai selama 7-10 hari.
Adapun penanganan yang dapat dilakukan adalah :
a. Konservatif
1) Rawat di rumah sakit, berikan antibiotic (ampisilin 4x500 mg atau
eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazole 2x500 mg selama
7 hari).
2) Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar, atau sampai air ketuban tidak lagi keluar.
3) Jika usia kehamilan 32–37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif berikan deksametason,
4) Observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin
5) Jika usia kehamilan 32–37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan
18

tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.


6) Jika usia kehamilan 32–37 minggu,ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi, niali tanda-tanda infeksi (suhu, leokosit, tanda-tanda infeksi
intrauterine).
7) Pada usia kehamilan 32–37 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason I.M 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
b. Aktif
Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea. Dapat
pula diberikan misoprostsol 25 ug–50 ug intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
Apabila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan
diakhiri. Bila skor pelvik <5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika
tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio caesarea. Apabila skor pelvik >5,
induksi persalinan.
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Kala I

Tanggal pengkajian : 9 Januari 2024

Waktu pengkajian : 10.00 WIB

Tempat pengkajian : RSUD Dr Slamet Garut

1. Data subjektif

a. Biodata

Nama : Ny. S Tn. B


Umur : 32 tahun 35 tahun
Agama : Islam Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMP SMU
Pekerjaan : IRT Swasta
Alamat : Garut

b. Keluhan utama

Ibu mengatakan hamil anak Kedua, umur kehamilan 9 bulan, ingin periksa
hamil. Ibu mengatakan merasa mules dan keluar air-air dari jam 12.00.

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan sekarang

Ibu mengatakan tidak sedang menderita penyakit menular seperti


TBC, Hepatitis. Penyakit menurun seperti DM ,Hipertensi. Penyakit
menahun seperti Jantung, PMS. Ibu tidak pernah MRS, tidak pernah
menjalani operasi apapun.

19
20

2) Riwayat keshatan dahulu

Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular seperti


TBC, Hepatitis. Penyakit menurun seperti DM ,Hipertensi. Penyakit
menahun seperti Jantung, PMS. Ibu tidak pernah MRS, tidak pernah
menjalani operasi apapun.

3) Riwayat Kesehatan keluarga

Keluarga ibu maupun suami tidak ada yang menderita penyakit


menular seperti TBC, Hepatitis. Penyakit menurun seperti DM ,Hipertensi.
Penyakit menahun seperti Jantung, PMS. Ibu tidak pernah MRS, tidak pernah
menjalani operasi apapun. Keluarga tidak mempunyai keturunan kembar.

d. Riwayat perkawinan

Umur Menikah istri : 20 tahun


Umur menikah suami : 23 tahun
Lama Menikah : 12 tahun
Berapa Kali Menikah : 1 kali
e. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu

1) Haid
a) Menarche : 14 tahun
b) Siklus : 28 hari
c) Lama : 7 hari
d) Warna : Merah
e) Sifat darah : Encer
f) Jumlah : 2-3 kali ganti pembalut
g) Disminorea : Tidak ada
h) HPHT : 12-09-2020
2) Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu
Ke UK Tempat Penolong Jenis penyulit JK BB PB Keadaan
bersalin persalinan persalinan sekarang
1 Aterm PMB Bidan Spontan Tidak ada L 3200 52 sehat
2 Hamil
21

ini

f. Riwayat KB
Ibu mengatakan setelah melahirkan anak pertama menggunakan alat
kontrasepsi kb implant 3 tahun, setelah itu ibu menggunakan alat kontrasepsi
KB suntik 3 bulan selama kurang lebih 2 tahun.

g. Kehamilan sekarang

a) ANC pertama : 9 minggu


b) Kunjungan ANC :
a) Trimester I
Periksa : 1x
Tempat : PMB
Oleh : Bidan
Keluhan : mual-muntah, pusing
Terapi : Fe, Asam Follat
Penyuluhan :kebutuhan dasar ibu hamil, tanda
bahaya kehamilan
b) Trimester II
c) Periksa : 3x

Tempat : PMB
Oleh : 2x Bidan, 1x Dokter
Keluhan : Tidak ada
Terapi : Fe, Kalk
Penyuluhan : Senam hamil, Kebutuhan nutrisi
d) Trimester III

Periksa : 4x
Tempat : PMB
Oleh : 4x Bidan
Keluhan : nyeri pinggang
Terapi : Fe, Kalk
Penyuluhan : Tanda-tanda persalinan, persiapanpersalinan,
22

perawatan payudara

h. Pola kabiasaan sehari-hari

1) Nutrisi

a) Sebelum hamil : Makan teratur 3x sehari dengan komposisi nasi, sayur, lauk,

minumair putih 7-8 gelas/hari.


b) Selama hamil : Ibu makan 3-4x sehari, makanan lebih beragam dengan
komposisi makanan nasi, sayur, lauk, tidak ada pantangan
makanan, minum air putih 8-10 gelas/hari ditambah minum
susu 1x/hari.
2) Eliminasi

a) Sebelum hamil : BAB teratur 1x sehari, konsistensi lunak, warna kuning,

tidak ada keluhan, BAK 5-6 kali sehari, warnakuning jernih


dan tidak ada keluahan saat BAK
b) Selama hamil : BAB teratur 1x sehari, konsistensi

i. Riwayat ketergantungan

Ibu mengatakan sebelum hamil dan saat hamil ibu tidak ada riwayat
ketergantungan terhadap suatu makanan tertentu, obat- obatan, minuman
beralkohol dan jamu-jamuan.

j. Latar belakang sosial budaya

Ibu tidak pernah melakukan pijat perut, minum jamu dan tidak ada
pantangan terhadap makanan tertentu seperti telur, daging, ikan.

k. Psikososial dan spiritual

Ibu mengatakan bahwa ibu, suami dan keluarga sangatmendukung atas


kehamilannya, pengambil keputusan adalahibu. Ibu berharap kehamilannya
lancar dan ibu berdoa agardiberi kesehatan dan keselamatan sampai proses
persalinan nanti.
23

2. Data objektif
a. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
HPL : 19-06-2021
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital
TD : 100/70
Nadi : 80x/m
Suhu : 36,4
Respirasi : 20
c. Pemeriksaan antropometri
BB sebelum hamil : 45 kg
BB sekarang : 60,5 kg
TB : 156 cm
LILA : 24 cm
IMT : 18,49 (normal)
d. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Inspeksi : bersih, rambut hitam, penyebaran
merata,tidak mudah rontok, tidak ada luka
Palpasi : tidak ada benjolan abnormal, tidak ada
nyeri tekan
2) Muka
Inspeksi : tidak sembab, tidak pucat
Palpasi : tidak oedema
3) Mata
Inspeksi : simetris, bersih, konjungtiva merah muda, sklera putih
Palpasi : kelopak mata tidak oedema
4) Hidung
Inspeksi : simetris, septum berada ditengah, tidak ada sekret, tidak ada
pernafasan cuping hidung
24

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada polip


5) Telinga
Inspeksi : simetris, tidak ada kelainan, tidak adaserumen
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
6) Mulut
Inspeksi : simetris, bibir tidak kering, tidak pucat, lidah bersih, tidak ada
stomatitis, tidak adacaries gigi, tidak ada epulis
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
7) Leher
Inspeksi : simetris, bersih
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid,tidak ada bendungan vena
jugularis
8) Dada
Inspeksi : simetris, tidak ada retraksi dinding dada
Auskultasi : pernafasan teratur, tidak ada wheezing dan ronchi, bunyi jantung
normal dan teratur
Perkusi : jantung pekak, paru-paru sonor
9) Payudara
Inspeksi : simetris, puting menonjol, terdapat hyperpigmentasi aerola
Palpasi : tidak ada benjolan abnormal, tidak ada nyeri tekan, kolostrum
sudah keluar
10) Abdomen
Inspeksi : Pembesaran abdomen sesuai usia kehamilan, tidak ada bekas
operasi, terdapat striae albicans dan linea nigra.
Palpasi :
a) Leopold I
TFU 3 jari bawah prosessus xyphoideus, pada fundus teraba bagian bulat,
lunak, tidak melenting (bokong).
b) Leopold II
Pada perut bagian kanan terdapat teraba bagian keras memanjang seperti
papan (punggung). Pada perutsebelah kiri janin teraba bagian-bagian kecil
25

(ekstremitas)
c) Leopold III
Pada bagian terendah teraba bagian bulat, keras, tidak dapat digoyangkan
(kepala).
d) Leopold IV
Bagian terendah janin sudah masuk PAP kedua tangantidak saling bertemu
(divergen) penurunan 3/5.
TFU Mc Donald = 35 cm.TBJ :(35-11) x 155 = 3,720 gram
His : 2 kali/10 menit, lamanya 25 detik
Auskultasi : Detak jantung janin (+)146kali/menit disebelah
kanan bawah pusat
11) Genetalia
Inspeksi : Bersih, tidak ada luka bekas jahitan pada perineum, tidak ada
flouralbus, tidak odemadan varises, tidak ada condiloma, terdapat lendir dan
darah.
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar bartolini dan scene
12) Ektremitas
i. Atas :
Inspeksi : Simetris, jari lengkap, tidak ada odeme
ii. Bawah :
Inspeksi : Simetris, jari lengkap, tidak odeme, tidak varises.
Perkusi : Reflek Patella : kanan kiri + / +
13) Pemeriksaan dalam
Vt : pembukaan 3 cm, portio tebal lunak, ket (-), preskep H1, Lendir darah -
14) Pemeriksaan penunjang
15) 20 Desember 2023
Tempat : Puskesmas Garut
a. Golongan darah :B
b. Hemoglobin : 12,0 g%
c. GDA : 95 mg/dl
d. HIV/AIDS : Non Reaktif
26

e. HBSAg : Non Reaktif


f. Sipilis : Non Reaktif
g. Protein urine : Negatif
h. Reduksi urine : Negatif
3. Analisa
G2P1A 0 umur 32 tahun, hamil 39 minggu dalam persalinan kala 1 fase laten,
janin tunggal, hidup, intrauterin, presentasi kepala, puka presentasi kepala
sudah masuk PAP, penururnan kepala 4/5, keadaan ibu dan janin baik
4. Penatalaksanaan
1) Memberitahukan pada ibu tentang hasil pemeriksaan bahwa kondisi ibu dan
janin baik, ibu memasuki proses persalinan,jalan lahir sudah membuka. Ibu
dan keluarga merasa lega.
2) Anjurkan agar ibu selalu didampingi oleh keluarganya selama proses
persalinan dan kelahiran bayinya. Suami dan keluarga siap mendampingi ibu
selama proses persalinan.
3) Menganjurkan ibu untuk melakukan teknik relaksasi saat ada his yaitu dengan
mengambil napas dalam dari hidung dan mengeluarkannya dari mulut. Ibu
mempraktekkan teknik relaksasi saat ada his.
4) Menganjurkan ibu untuk berjalan-jalan atau berbaring miring ke kiri. Ibu
bersedia, berjalan-jalan, jongkok dan berbaring miring ke kiri.
5) Memberitahukan kepada ibu untuk makan dan minum saat tidak ada kontraksi
dan segera ke kamar mandi jika merasa ingin BAK. Ibu mau mengikuti
anjuran bidan.
6) Menyiapkan tempat, alat, bahan dan obat untuk menolong persalinan dan
menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Tempat, alat, bahan dan
obat sudah tersedia dan siap digunakan.
7) Menganjurkan ibu untuk pulang karena his belum teratur, dan jika sudah ada
tanda tanda persalinan diharapkan ibu segerakembli ke bidan. Ibu mengerti
dan ibu bersedia mengikuti anjuran bidan.
27

3.2 Kala II
Tanggal pengkajian : 10 Januari 2024
Waktu pengkajian : 05.00 WIB
Tempat pengkajian : RSUD Dr Slamet Garut
1. Data subjektif
Ibu mengatakan kenceng-kenceng semakin lama, semakin sering dan
tambah sakit mulai pukul 04.15 WIB
2. Data objektif
3. Pemeriksaan Umum Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
BB sekarang : 61 kg
TD : 120/80 MmHg
Suhu : 36,6℃
Nadi : 180x/menit
RR : 20x/menit
Palpasi
Leopold I : TFU 3 jari bawah px, pada fundus teraba bagian bulat,
lunak, tidak melenting(bokong)
Leopold II : Pada perut kiri ibu teraba bagian terkecil janin
(Ekstremitas). Pada perut sebelah kanan teraba bagian
keras memanjang seperti papan (Punggung)
Leopold III : Pada bagian terendah teraba bagian bulat, keras, tidak
dapat digoyangkan (Kepala). Kepala sudah masuk PAP
Leopold IV : Kedua tangan sudah tidak dapat bertemu lagi
(Divergen).
Perlimaan : 1/5
Kontraksi : 4x dalam 10 menit, lamanya45 detik
Auskultasi :142 x/menit DJJ teratur, terdengar jelas Punctum
maksimum 3 jari kanan bawahpusat.
Vt : pembukaan 10 cm, portio tidak teraba, ket (-), presesntasi
kepala H2, lender darah (+)
28

4. Analisa

G2P1A 0 umur 32 tahun, hamil 39 minggu tunggal hidup, intrauterine, puka,


presentasi kepala, keadaan umum ibu dan janin baik, inpartu kala II
5. Penatalaksanaan

1) Melihat tanda gejala kala II seperti ibu merasa ada dorongan kuat dan ingin
meneran, tekanan pada anus, perineum menonjol, vulva dan sfingter ani
membuka.
2) Memastikan perlengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk
menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir.
3) Memakai celemek
4) Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan
dengan sabun dan air bersih mengalir dan kemud ian keringkan dengan tissue
atau handuk yang bersih dan kering.
5) Memakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk
periksa dalam.
6) Masukkan oksitosin ke dalam spuit (gunakan tangan yang menggunakan
sarung tangan DTT dan steril dan pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat
suntik).
7) Melakukan vulva hygiene dengan menggunakan kapas atau kasa yang
dibasahi air DTT.

8) Melakukan periksa dalam dengan hati-hati untuk memastikan pembukaan


sudah lengkap. Pembukaan sudah lengkap dan ketuban sudah pecah.
9) Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan ke dalam
larutan clorin 0,5%, kemudian lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik
selama 10 menit. Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
10) Memeriksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/saat relaksasi uterus
untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160x/menit).
11) Memberitahukan bahwa pembukaan sudah lengkap, keadaanjanin baik dan
bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan
keinginannya. (ibu memilih posisi setengan duduk).
29

12) Meminta keluarga untuk membantu menyiapka posisi meneran (bila ada rasa
ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengan
duduk atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).
13) Melaksanakan pimpinan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat
untuk meneran, dan dilakukan episiotomi karena perinium kaku.
14) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang
nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
(ibu memilih posisi setengah duduk).
15) Meletakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) diperut ibu, jika kepala
bayi telah mebuka vulva dengan diameter 5-6 cm.
16) Meletakkan kain yang bersih dan kering yang dilipat 1/3 nya di bawah bokong
ibu.
17) Membuka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan
bahan.

18) Memakai ulang sarung tangan DTT pada kedua tangan.


19) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm, makalindungi perineum
denhan satu tangan yang dilapisi kain bersih dan kering. Tangan yang lain
menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya
kepala.Anjurkan ibu untuk mneran perlahan atau bernafas cepat dan dangkal.
20) Memeriksa kemungkinana adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang
sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses persalinan.
21) Menunggu hingga kepala janin melakukan putar paksi luar secara spontan.
22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparietal,
dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan
muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakkan ke arah atas dan distal
untuk melahirkan bahu belakang.
23) Setelah bahu lahir, geser tangan bawah untuk kepala dan bahu. Gunakan
tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas.
24) Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke
punggung, bokong tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan jari
telunjuk diantara kedua kaki danpegang masing-masing mata kaki dengan ibu
30

jari dan jari-jari lainnya).


25) Melakukan penilaian bayi baru lahir.
26) Jam 05.30 WIB Bayi lahir spontan, tangis kuat, gerak aktif.
27) Mengeringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali
bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan
handuk/kain yang kering. Biarkan bayi diatas perut ibu.

3.3 Kala III

Tanggal pengkajian : 10 Januari 2024

Waktu pengkajian : 05.35 WIB

Tempat pengkajian : RSUD Dr Slamet Garut

1. Data subjektif

Ibu mengatakan perutnya masih mules

2. Data objektif

a. Perut masih mules


b. Payudara : lunak, kolostrum sudah keluar
c. TFU setinggi pusat, kontraksi uterus baik, kandung kemihkosong
d. Genetalia : keluar semburan darah, tali pusat memanjang.
3. Analisa

P2A 0 inpartu kala III

4. Penatalaksanaan

1) Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus
(hamil tunggal)
2) Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin
3) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit IM
(intramuskular) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi
sebelum menyuntikkan oksitosin)
4) Dalam waktu 2 menit setelah bayi lahir, jepit tali pusat dengan klem kira-kira
31

3 cm dari pusat bayi setelah itu susur tali pusat lalu jepit kembali tali pusat
pada 2 cm distal dari klem pertama.
5) Melakukan pemotongan dan pengikatan tali pusat.
6) Meletakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi.
7) Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topidi kepala bayi.
8) Memindahkan klem tali pusat hingga berjarak 5-10 cm darivulva.

9) Meletakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk
mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
10) Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan
yang lain mendorong uterus kearah belakang- atas (dorso kranial) secaara
hati-hati. Jika plasenta tidak lahir 30-40 detik, henitikan penengangan tali
pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di
atas.
11) Melakukan penegangan dan dorongan dorso kranial hingga plasenta terlepas,
minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat kearah sejajar lantai
dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan dorso
kranial).
12) Saat plasenta muncul di intoritus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua
tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian
lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.
13) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus,
letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan
melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras)
14) Memeriksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan
selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta ke dalam kantung
plastik atau tempat khusus.
15) Plasenta lahir spontan jam 05.45 WIB, pada sisi maternal selaput ketuban utuh,
kotiledon 20, lengkap, diameter 20 cm, tebal 2 cm,dengan berat placenta kurang
lebih 600 gr, sisi fetal tidak ada pembuluh darah yang putus, panjang tali pusat 40
cm.
16) Mengevaluasi laserasi pada vagina dan perineum yang terjadi karena
32

dilakukan episiotomi . Jumlah perdarahan ± 150 ml


17) Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan
pervaginam. (kontraksi baik, keras pada fundus).

3.4 Kala IV
Tanggal pengkajian : 10 Januari 2024

Waktu pengkajian : 07.40 WIB

Tempat pengkajian : RSUD Dr Slamet Garut

1. Data subjektif

Ibu mengatakan lega bayinya dan ari-arinya telah lahirIbu merasa lelah dan ingin
istirahat

2. Data objektif

Keadaan umum : sedang

Kesadaran : cm

TD : 100/70

Nadi : 89

Suhu : 36,2

Respirasi : 20

Payudara : puting menonjol, hyperpigmentasi aerola, tidak ada

benjolan abnormal, tidak nyeri tekan, kolostrum sudah


keluar.
TFU : 2 jari dibawah pusat, kontraksi uterus baik, kandung
kemih kosong.
Genetalia : terdapat laserasi, perdarahan pervaginam normal30 cc

3. Analisa

P2A 0 inpartu kala III


33

4. Penatalaksanaan

1) Melakukan Inisiasi Menyusui Dini dan biarkan bayi tetap melakukan kontak
kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
2) Melakukan pemeriksaan fisik BBL
3) Memberikan vitamin K1 (1mg) pada bayi secara intramuskular di paha kiri
bawah lateral dan salep mata profilaksis dalam 1 jam pertama kelahiran.
4) Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.

5) Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai


kontraksi.(ibu mengerti cara massase yang benar).
6) Mengevaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah. (150 cc)
7) Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15menit selama 1
jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua
pascapersalinan.
8) Memantau tanda-tanda bahaya pada bayi setiap 15 menit. Pastikan bahwa
bayi bernafas dengan baik (40-60 kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5-
37,5 0C).
9) Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi.
10) Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
11) Membersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan
ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan
kering.
12) Memastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan
keluarga untuk memberi ibu minuman dan makananyang diinginkannya.
13) Mendekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
14) Menyelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan
bagian dalam ke luar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir
15) Setelah 10 jam pemberian vitamin K berikan suntikan imunisasi hepatitis B
di bawah kanan lateral. Letakan bayi dalam jangkuan ibu agar sewaktu –
34

waktu bias disusukan.


16) Lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam didalam larutan
klorin 0,5 selama 10 menit.
17) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian keringkan
dengan tisu atau handuk pribadi yang bersih dankering.
18) Evaluasi dan lengkapi Partograf
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Asuhan kebidanan pada persalinan


Pada biodata, Ny.”S” berusia 32 tahun. Menurut
Handayani (2017)semakin tua usia seorang ibu akan berpengaruh
terhadap kekuatan mengejan selama proses persalinan. Usia di
bawah 20 tahun dan diatas 35 tahun mempredisposisi wanita
terhadap sejumlah komplikasi. Usia dibawah 20 tahun
meningkatkan insiden preeklamsi dan diusia 35 tahun keatas
meningkatkan diabetes melitus tipe II, hipertensi kronis, seksio
sesaria, persalinan preterm, IUGR, anomalia kromosom dan
kematian janin. Sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dan
kasus.

Pada kasus, HPHT Ny.”S” tanggal 2 januari 2023 yang


artinya sedang memasuki usia kehamian 39 minggu. Menurut
Walyani (2015) persalinan cukup bulan (Aterm) yaitu pada usia
kehamilan 37-40 minggu. Ini membuktikan antara teori dan kasus
tidak terdapat kesenjangan.
Kalaa I dimulai sejak terjadinya kontraksi uterusdan
pembukaan serviks hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm).
Frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat
(kontraksi adekuat/ 3 kali atau lebih dalam 10 menit dan
berlangsung selama 40 detikatau lebih). Serviks membuka dari 4
ke 10, biasanya dengan kecepatan 1 cm/lebih perjam hingga
pembukaan lengkap. Berlangsung selama 6 jam. Hal ini
menunjukkan tidak ada kesenjangan antara teori dengan kasus
nyata. Ny.”S” ingin meneran, berdasarkan pemeriksaan Ny.”S”
terdapat tanda gejala kala II yaitu perineum tampak menonjol vulva
vagina dan sfingter animembuka. Kontraksi adekuat 4x dalam 10

35
36

menit berlangsung selama lebihdari 40 detik. Dan Ny.”S”


dipimpin meneran selama 30 menit sehingga pada jam 05.30 WIB
bayinya lahir spontan. Menurut Walyani (2015) lama kala II
berlangsung 1,5-2 jam pada primi dan 0.5-1 jam pada multi. Hal
ini berarti tidak ada kesenjangan antara teori dengan kasus nyata.

Pada kala III berlangsung mulai jam 05.35 WIB sampai


jam 05.45 WIB, Ny.”S” mengeluarkan darah kurang lebih 150 cc
dan lama kala III adalah 10 menit. Menurut Walyani (2015) kala
III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput

ketuban. Berlangsung 5-30 menit. Hal ini menunjukkan


tidak ada kesenjangan antara teori dengan kasus nyata.
Pada jam 05.45 WIB Ny.”S” memasuki kala IV. Bidan
mengobservasi tekanan darah, nadi, TFU, kontraksi uterus,
kandung kemih, dan jumlah perdarahan yang dikeluarkan selama 2
jam pertama. Menurut Kurniarum (2016) kala IV dimulai setelah
lahirnya plasenta dan berakhir dua jamsetelah itu. Pemantauan 15
menit pada jam pertama setelah kelahiran plasenta, 30 menit pada
jam kedua setelah persalinan. Terdapat Tujuh (7) langkah
pemantauan yang dilakukan Kala IV yaitu: Kontraksi rahim,
perdarahan, kandung kencing, luka perineum, uri dan selaput
ketuban ibu serta keadaan umum ibu. Sehingga tidak ada
kesenjangan antara teori dengan kasus nyata.
Pada analisa, Ny.”S” G2P0A0 usia 32 tahun usia kehamilan
39 minggu, inpartu kala I fase aktif janin tunggal, hidup, keadaan
umum ibu dan janin baik. Menurut Handayani (2017) perumusan
diagnosa persalinan disesuaikan dengan nomenklatur kebidanan,
seperti G2P1A0 usia 32 tahun usia kehamilan 39 minggu inpartu
kala I fase aktif dan janin tunggal hidup. Perumusan masalah
disesuaikan dengan kondisi ibu. Tidak ada kesenjangan antara teori
37

dengan kasus nyata.


Bidan melakukan asuhan sesuai dengan kebutuhan ibu.
Memantau dan memberikan asuhan mulai dari kala I sampai
dengan kala IV dan berlanjut sampai 2 jam postpartum. Bidan
mencatat semua hasil observasi ke dalam partograf. Menurut
Handayani (2017) pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu hamil
disesuaikan dengan rencana asuhan yang telah disusun dan
dilakukan secara komprehensif, efektif, efisien dan aman
berdasarkan evidence based kepada ibu. Menurut Yulianti &
Ningsisam (2019) partograf adalah alat untuk mencatat informasi
berdasarkan observasi, anamnesa dan pemeriksaan fisik dalam
persalinan dan sangat penting khususnya untuk membuat
keputusan klinis selama kala 1 persalinan. Hal ini menunjukkan
tidak ada kesenjangan antara teori dengan kasus nyata.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan

Pada proses persalinan keadaan Ny. "S" dan janin baik. Pada kala I kemajuan
persalinan berlangsung normal. Setelah pembukaan lengkap, dilakukan
pertolongan persalinan. Setelah bayi lahir, plasenta lahir lengkap. Pada kala IV
dilakukan pemantauan selama 2 jam, 1 jam pertama setiap 15 menit dan 1 jam
berikutnya setiap 30 menit. Tidak adapenyulit dalam persalinan.

5.2 Saran
1. Bagi ibu dan keluarga
Diharapkan ibu dan keluarga dapat memanfaatkan fasilitas pelayanan
kebidanan yang ada untuk mendapatkan informasi seperi pemeriksaan
kehamilan secara rutin, terlaksananya persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan terlatih, perawatan ibu

38
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, S. Dkk. 2015. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Jakarta:


PenerbitErlangga
Diana, S. 2017. Model Asuhan Kebidanan Continuity Of Care.
Surakarta : CVKekata Group.
Dinkes Kabupaten Madiun. 2020. Profil Kesehatan Madiun Tahun 2019.
Madiun:Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun.
Dinkes Provinsi Jatim. 2020. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur
Tahun 2019.
Fatimah, dan Nuryaningsih. 2017. Modul Bahan Ajar Cetak Asuhan
Kebidanan Kehamilan. Jakarta:Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
Handayani, S.R. 2017. Buku Ajar Kebidanan Dokumentasi Kebidanan.
Jakarta:BPSDMK.
Hastuti, P. dkk. 2018. Kartu Skor Poedji Rochjati. Jurnal link. Nomor 14,
: 111-113.
Hutahaean. 2013. Perawatan Antenatal. Jakarta: Salemba Medika.
Kemenkes RI. 2020. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. Jakarta :
DirektoratJendral Bina Kesehatan Masyarakat
Manuaba, I.B. 2014. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB
UntukPendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta: EGC.
Marmi dan Rahardjo, K. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan
AnakPrasekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Marmi. 2014. Asuhan Kebidanan Pada Masa Antenatal. Yogyakarta:
PustakaPelajar.
Nurwiandani. 2018. Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press
Surabaya : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
Yogyakarta : Nuha Medika.

39

Anda mungkin juga menyukai