Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KOMPREHENSIF

ASUHAN KEBIDANAN PADA REMAJA DENGAN FLOUR ALBUS


DI PUSKESMAS PADANG SELASA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Asuhan Kebidanan Holistik pada


Remaja dan Pra Nikah

Oleh
DIAN ISMARITA
NIM. PO.71.24.4.22.017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


PROGRAM PROFESI JURUSAN KEBIDANAN
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
TAHUN 2022
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KOMPREHENSIF

“Asuhan Kebidanan Holistik pada Remaja dengan Flour Albus


di Puskesmas Padang Selasa”

Disusun Oleh

Dian Ismarita
PO.71.24.4.22.017

Menyetujui,
Pembimbing Klinik

Rismawanah, AM.Keb
NIP : 197308011993012001 (………………………………)

Pembimbing Institusi

Aprilina, SST, M.Keb (………………………………)


NIP : 198004162002122002

Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Bidan

Elita Vasra, SST, M.Keb


NIP. 197305191993012001

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan
Komprehensif terkait Asuhan Kebidanan pada Remaja. Penulisan Laporan ini
dilakukan dalam rangka memenuhi tugas praktik Asuhan Kebidanan Holistik
pada Remaja dan Pra Nikah Program Pendidikan Profesi Bidan Poltekkes
Kemenkes Palembang. Laporan ini terwujud atas bimbingan, pengarahan dan
bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Pada
kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Muhammad Taswin, S.Si, Apt, MM, M.Kes selaku Direktur
Poltekkes Kemenkes Palembang,
2. Ibu Nesi Novita, SST, M,Kes Selaku Ketua Jurusan Kebidanan yang telah
memfasilitasi dalam pelaksanaan kegiatan praktik profesi
3. Ibu Elita Vasra, SST, M.Keb selaku ketua program studi pendidikan bidan
profesi
4. Ibu dr. Martina M.kes selaku pimpinan Puskesmas padang selasa
5. Ibu Rismawanah selaku pembimbing lahan Praktik
6. Ibu Asri Novianti, SST, M.Keb selaku pembimbing institusi
7. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun laporan ini
yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan pada penulisan laporan ini
sehingga masukan yang membangun kami harapkan untuk kesempurnaan laporan
ini.

Palembang, September
2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Tujuan ............................................................................................................. 2
C. Ruang Lingkup ............................................................................................... 3
D. Manfaat ........................................................................................................... 3
BAB II .................................................................................................................... 5
KAJIAN KASUS DAN TEORI............................................................................ 5
A. Kajian Masalah Kasus ................................................................................... 5
B. Kajian Teori ................................................................................................... 5
1. Konsep Remaja ....................................................................................... 5
2. Konsep Dasar Fluor Albus ................................................................... 11
BAB III ................................................................................................................. 27
TINJAUAN TEORI DAN PEMBAHASAN ..................................................... 27
A. TINJAUAN TEORI ..................................................................................... 27
1. Pengkajian Data Subjektif (S) ............................................................. 27
2. Pengkajian Data Objektif(O) ............................................................... 29
3. Analisis (A) ............................................................................................ 30
4. Penatalaksanaan (P) ............................................................................. 30
B. PEMBAHASAN ........................................................................................... 34
BAB IV ................................................................................................................. 36
PENUTUP ............................................................................................................ 36
A. Kesimpulan ................................................................................................... 36
B. Saran ............................................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 37

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut WHO (2018), remaja adalah penduduk dalam rentang usia


10- 19 tahun, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun
2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut
badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) tentang usia remaja
adalah 10-24 tahun dan belum menikah (Kemenkes RI, 2012). Di Indonesia,
kelompok yang rentan terhadap pengabaian hak-hak kesehatan reproduksi
adalah remaja. (Kusmiran, 2012). Padahal usia remaja adalah usia dimana
organ reproduksi rentan terhadap infeksi saluran reproduksi, kehamilan dan
penggunaan obat-obatan. keputihan juga bisa merupakan gejala awal dari
kanker leher rahim, yang bisa berujung pada kematian. Keputihan tidak
mengenal batasan usia, berapa pun usia seorang wanita, bisa terkena
keputihan.

WHO menyebutkan bahwa remaja di dunia hampir 20% total seluruh


penduduk dunia. Sebanyak 85% remaja di dunia hidup di daerah berkembang.
Populasi remaja yang cenderung meningkat menyebabkan kebutuhan
peningkatan pelayanan kesehatan dan sosial terhadap remaja semakin
menjadi perhatian di seluruh penjuru dunia. BKKBN menyebutkan pada
tahun 2016 penduduk remaja berusia 10-24 tahun berjumlah 66,3 juta jiwa
dari total penduduk sebesar 258,7 juta sehingga satu di antara empat
penduduk adalah remaja.

Keputihan lebih tinggi di usia kelompok yang lebih muda dan


perempuan yang belum menikah. Penelitian di India menunjukkan prevalensi
tinggi keputihan 95% di antara siswa remaja perempuan. Negara Indonesia
adalah daerah yang beriklim tropis, sehingga jamur mudah tumbuh dan
berkembang sehingga mengakibatkan banyak terjadinya keputihan Hal ini
menunjukkan remaja lebih berisiko terjadinya keputihan.

1
Berdasarkan data WHO tahun 2015 kesehatan reproduksi termasuk
dalam 2 teratas permasalahan kesehatan wanita. Sekitar 100 juta wanita di
dunia terekspos infeksi genitalia termasuk diantaranya vaginosis dan kejadian
keputihan. Terdapat lebih dari 75% wanita di dunia pernah mengalami
keputihan setidaknya sekali dalam hidupnya (Sevil et al., 2013). Pada tahun
2013 negara-negara di Asia menunjukan presentase kejadian keputihan
sebanyak 76% (Setiani, 2015). Selain itu, 75% wanita Indonesia pernah
mengalami keputihan minimal satu kali dalam hidupnya dan 45% diantaranya
bisa mengalami keputihan sebanyak dua kali atau lebih.

Kasus keputihan di Indonesia semakin meningkat. Berdasarkan hasil


penelitian menyebutkan bahwa tahun 2010, 52% wanita di Indonesia
mengalami keputihan. Hasil survey Pusat Penelitian Kesehatan
(PUSLITKES) Universitas Indonesia bekerja sama dengan Sentra Kawula
Muda (SKALA) dan World Population Foundation (WPF) Indonesia
diketahui bahwa remaja putri pada tahun 2011 sebanyak 65% pernah
mengalami keputihan (Bahari, 2012). Berdasarkan data statistik Indonesia
tahun 2012 dari 43,3 juta jiwa remaja berusia 15-24 hampir 70% wanita di
Indonesia pernah mengalami keputihan, dan pada tahun 2013 bulan januari
hingga agustus hampir 55% wanita pernah mengalami keputihan. Menurut
data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2011 jumlah
remaja putri yaitu 2,9 jiwa berusia 15-24 tahun, diantaranya 45% pernah
mengalami keputihan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penting
untuk memberikan asuhan kebidanan pada remaja dengan Flour Albus secara
komprehensif.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tercapainya implementasi asuhan kebidanan pada remaja dengan
flour albus menggunakan pola pikir manajemen kebidanan serta
mendokumentasikan hasil asuhannya.

2
2. Tujuan Khusus
a. Terlaksananya pengkajian mendalam pada remaja dengan flour albus
b. Tersusunnya identifikasi diagnosa/masalah kebidanan berdasarkan
data subyektif dan data obyektif pada remaja dengan flour albus
c. Diketahuinya kebutuhan segera pada remaja dengan flour albus
d. Tersusunnya rencana tindakan yang akan dilakukan pada kasus remaja
dengan flour albus
e. Terlaksananya tindakan untuk menangani kasus remaja dengan flour
albus
f. Terlaksananya evaluasi untuk menangani kasus remaja dengan flour
albus
g. Tersusunnya pendokumentasian kasus Remaja dengan flour albus

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup laporan komprehensif ini adalah pelaksanaan
pelayananan kebidanan yang berfokus pada masalah kesehatan remaja yang
masuk dalam asuhan kesehatan reproduksi.

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Pengembangan ilmu ke dalam praktik yang bisa meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman secara langsung, sehingga
menambah wawasan dalam menerapkan asuhan kebidanan pada kasus
flour albus pada remaja.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Mahasiswa
Dapat memahami teori, memperdalam ilmu, dan menerapkan asuhan
terkait flour albus.
b. Bagi Bidan di Puskesmas
Memberikan informasi bagi Bidan di Puskesmas mengenai
penanganan remaja dengan flour albus.

3
c. Bagi Remaja
Menambah pengetahuan dan gambaran terkait asuhan pada remaja
dengan flour albus.

4
BAB II
KAJIAN KASUS DAN TEORI

A. Kajian Masalah Kasus

Kasus dalam asuhan kebidanan ini adalah Remaja putri dengan Flour
Albus. Nn L usia 16 tahun. Pengkajian dilakukan di Puskesmas Padang Selasa
dan dilanjutkan dengan monitoring melalui komunikasi online. Berdasarkan
hasil pengkajian Nn L memiliki berat badan 45 kg, tinggi badan 150 cm,
Tekanan darah 118/75 mmHg. Nn. L mengatakan sering keluar lendir yang
lumayan mengganggu kenyamanan saat melakukan aktivitas dikarenakan
bagian genetalia terasa lembab. Tidak ada riwayat keluarga yang memiliki
penyakit IMS ataupun kanker serviks. Nn, L mengatakan jika dia terbiasa
hanya mandi 1x sehari pada pagi hari sebelum berangkat sekolah. Nn L jarang
mandi sore sehingga hanya mengganti pakaian dan pakaian dalam 1x sehari.
Selain itu Nn L juga apabila selesai BAK sesuai pernyataan Nn.A tidak
melakukan cebok yang benar. Ketika melakukan cebok sehabis BAK dan BAB
Nn.L tidak mengeringkan daerah genetalia sehingga daerah genetalia menjadi
lembab. Kebutuhan nutrisi Nn L sering jajan dan jarang mengkonsumsi sayur
dan buah. Berdasarkan data tersebut maka diagnosisnya adalah Seorang remaja
putri usia 15 tahun dengan flour albus fisiologis sehingga butuh konseling dan
tindak lanjut terkait dampak dan penatalaksanaan flour albus. Tindakan yang
dilakukan adalah konseling personal hygine.

B. Kajian Teori
1. Konsep Remaja
a. Pengertian Remaja
Usia remaja adalah masa transisi perkembangan dari periode
anak-anak menuju dewasa. Definisi remaja (adolescence) menurut
World Health Organization (WHO. 2018), remaja adalah penduduk
dalam rentang usia 10- 19 tahun. Selanjutnya, menurut Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk

5
dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana (BKKBN) tentang usia remaja adalah 10-24
tahun dan belum menikah (Kemenkes RI, 2012).
Selanjutya, menurut The Health Resources and Services
Administrations Guidelines Amerika Serikat, rentang remaja adalah
11-21 tahun dan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu remaja awal (11-14
tahun), remaja menengah (15-17 tahun), remaja akhir (18-21 tahun).
Definisi ini kemudian disatukan dalam terminologi kaum muda
(young people) yang mencakup usia 10-24 tahun.
Pengertian remaja sendiri jika ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu :
1) Secara kronologis, remaja adalah individu yang berusia
antara 11-12 tahun sampai 20-21 tahun.
2) Secara fisik, remaja ditandai oleh ciri perubahan pada
penampilan fisik dan fungsi fisiologis, terutama yang
terkait dengan kelenjar seksual
3) Secara psikologis, remaja merupakan masa dimana
individu mengalami perubahan-perubahan dalam aspek
kognitif, emosi, sosial, moral, diantara masa anak-anak
menuju masa dewasa.
Secara etimiologi, remaja berarti tumbuh menjadi dewasa.
Berdasarkan sifat atau ciri perkembangannya, masa remaja dibagi
menjadi tiga tahap, yaitu: masa remaja awal (10-12 tahun), masa
remaja tengah (13-15 tahun), dan masa remaja akhir (16-19 tahun).
(Kusmiran, 2016).
b. Karakteristik Remaja

Periode ini adalah waktu persiapan menuju masa dewasa yang akan
melewati beberapa tahapan perkembangan. Selain kematangan fisik dan
seksual, remaja juga mengalami tahapan menuju kemandirian sosial dan
ekonomi, membangun identitas, akuisi kemampuan (skill) untuk
kehidupan masa dewasa serta kemampuan bernegosiasi (abstract reasoning
WHO, 2015)

6
Sifat khas remaja memiliki rasa keingintahuan yang besar, menyukai
petualangan dan tantangan serta berani menanggung resiko. Hal ini
biasanya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang. Jika keputusan
yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat, mereka rentan jatuh
ke dalam perilaku beresiko. Hal ini berdampak pada berbagai masalah
kesehatan fisik dan psikososial. Untuk itu, diperlukan ketersediaan
pelayanan kesehatan peduli remaja yang dapat memenuhi kebutuhan
kesehatan remaja termasuk pelayanan kesehatan reproduksi (Kemenkes
RI, 2012).
c. Pertumbuhan pada Remaja

Terdapat dua konsep perkembangan remaja yaitu nature dan nurture.


Berdasarkan konsep nature, masa remaja merupakan masa badai atau
tekanan. Pada periode ini individu mengalami banyak gejolak dan tekanan
karena perubahan yang terjadi dari dalam dirinya. Sedangkan menurut
konsep nurture, menyatakan jika tidak semua remaja mengalami masa
badai dan tekanan tersebut. Hal ini tergantung pada pola asuh dan
lingkungan dimana remaja itu tinggal.
Pertumbuhan pada remaja terdapat fungsi fisiologis yang
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan gizi. Faktor lingkungan dapat
memberi pengaruh yang kuat untuk lebih mempercepat perubahan.
Perubahan dipengaruhi oleh dua organ penting, yaitu: hipotalamus dan
hipofisis. Ketika kedua organ ini bekerja, ada tiga kelenjar yang
dirangsang, yaitu: kelenjar gondok, kelenjar anak ginjal, dan kelenjar
organ reproduksi. Ketiga kelenjar tersebut akan saling bekerjasama dan
berinteraksi dengan faktor genetik maupun lingkungan.
Adapun aspek perubahan dan perkembangan remaja menurut
Kusmiran (2016) antara lain:
1) Perubahan Fisik
Pada remaja fungsi fisiologis dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan dan gizi. Faktor lingkungan dapat member pengaruh
yang kuat untuk lebih mempercepat perubahan. Perubahan

7
dipengaruhi oleh beberapa organ penting, yaitu: kelenjar gondok,
kelenjar anak ginjal, dan kelenjar organ reproduksi. Ketiga
kelenjar tersebut akan saling bekerja sama dan berinteraksi
dengan faktor genetik maupun lingkungan.
Pada laki-laki hormon yang mempengaruhi adalah
testosteron ditandai dengan mengalami mimpi basah. Perubahan
fisik yang dialami oleh laki-laki yaitu tumbuh rambut sekitar
kemaluan, kaki, tangan, dada, ketiak, dan wajah. Tampak pada
anak laki-laki mulai berkumis, berjambang, dan berbulu ketiak.
Suara bertambah besar, badan lebih berotot terutama bahu dan
dada, pertambahan berat dan tinggi badan, buah zakar menjadi
lebih besar dan bila terangsang dapat mengeluarkan sperma
(Kusmiran, 2016).
Sedangkan pada perempuan hormon yang mempengaruhi
adalah estrogen dan progesteron ditandai dengan mengalami
menstruasi. Perubahan fisik yang dialami yaitu pertambahan
tinggi badan, tumbuh rambut disekitar alat kelamin dan ketiak,
kulit menjadi lebih halus, suara menjadi lebih halus dan tinggi,
payudara dan pinggul mulai membesar, paha membulat, dan
mengalami menstruasi.
Dibawah ini Aspek Pertumbuhan Pada Remaja
Perempuan

Jenis perubahan Perempuan


Hormon Estrogen dan Progesteron
Tanda Menstruasi
Perubahan fisik Pertambahan Tinggi Badan
Tumbuh rambut disekitar alat kelamin dan
ketiak
Kulit menjadi lebih halus
Suara menjadi lebih halus dan tinggi
Payudara mulai membesar
Pinggul semakin membesar
Paha membulat
Mengalami menstruasi

8
d. Perkembangan pada Remaja
1) Perkembangan Sosial
Remaja diharuskan dapat menyesuaikan diri dengan orang
dewasa di luar lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah,
dan terlepas dari peran anak- anak. Akibatnya terjadilah tumpang
tindih pola tingkah laku anak dan pola perilaku dewasa. Hal ini
dipengaruhi oleh
a) Kuatnya Teman Sebaya
Karena seorang remaja menjadi egosentris,
kebingungan peran, dan lain-lain, maka seorang remaja
mulai mencari pengakuan diri di luar rumah. Dengan
menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman
sebayanya, dibandingkan bersama dengan orangtuanya.
Sehingga wajar jika tingkah laku dan norma/aturan yang
diyakininya banyak dipengaruhi oleh kelompok teman
sebayanya. Namun kadang remaja bersifat ambivalen,
disatu sisi ingin menunjukkan kemandiriannya dengan
melepaskan diri dari orang tua, tapi disisi lain mereka
masih ketergantungan dengan orang tuanya.
b) Pengelompokan Sosial Baru
Biasanya kelompok remaja perempuan membentuk
kelompok yang kecil dan akrab, sebaliknya kelompok
yang dibentuk remaja laki-laki biasanya lebih besar tetapi
tidak terlalu akrab. Kelompok remaja laki-laki jarang
berbagi perasaan atau emosi dengan teman sebaya,
sedangkan remaja perempuan lebih bisa berbagi perasaan
dan pengalaman.
2) Perkembangan emosi
Emosi remaja umumnya masih labil mudah tersinggung dan
merasa malu karena remaja umumnya sangat peka terhadap cara
orang lain memandang mereka. Ada beberapa faktor yang

9
menyebabkan tingginya emosi remaja antara lain karena faktor fisik
(kelenjar dan nutrisi) dan faktor lingkungan serta sosial.
Perkembangan emosi remaja dipengaruhi oleh :
a) Pengendalian Emosi
Pengendalian emosi maksudnya belajar menghadapi
situasi dengan rasional, belajar mengenali emosi dan tidak
menafsirkan suatu kodisi secara berlebihan, dan belajar
merespon situasi tersebut dengan emosi atau pikiran
secara profesional.
b) Kebahagiaan pada masa remaja
Kebahagian remaja sangat dipengaruhi oleh masalah
pribadinya daripada lingkungannya, apalagi bila seseorang
remaja berhasil memecahkan masalah tanpa bantuan orang
dewasa.
3) Perkembangan Kognitif
Menurut kognitif piaget, kemampuan kognitif remaja berada
pada tahap formal operational, dimana remaja harus mampu
mempertimbangkan semua hal atau kemungkinan yang akan terjadi
dalam menyelesaikan masalah dan berani mempertanggung
jawabkannya. Kemampuan kognitif seorang remaja antara lain
sikap kritis, rasa ingin tahu yang kuat, jalan pikiran egosentris,
imagery audience, personal fables.
4) Perkembangan moral
Tahapan perkembangan moral harus mencapai moralitas
pasca konvensional dan menerima beberapa prinsip yaitu harus ada
fleksibilitas dalam keyakinan moral, bisa menyesuaikan diri dengan
standart sosial dan ideal, moralitas yang disarankan pada rasa
hormat kepada orang lain.

10
5) Perkembangan Konsep Diri
Konsep diri mencakup perasaan dan pemikiran seseorang
mengenai dirinya sendiri, yang meliputi penilaian terhadap dirinya
sendiri dan penilaian sosial.
6) Perkembangan Heteroseksual
Remaja belajar memerankan peranan jenis kelamin yang
diakui oleh lingkungannya. Biasanya remaja perempuan
menghadapi double standart, dimana suatu kondisi laki-laki boleh
melakukan hal-hal yang dianggap perempuan sering sekali
dianggap salah. Pandangan budaya terhadap peran jenis kelamin
mengakibatkan efek penggolongan dalam masyarakat.

2. Konsep Dasar Fluor Albus


a. Pengertiann Flour Albus
Keputihan adalah secret putih yang kental yang keluar dari vagina
maupun rongga uterus baik berbau atau tidak berbau dan disertai rasa
gatal pada daerah kewanitaan (Aeni, 2017). Keputihan juga dapat
diartikan keluarnya cairan berlebihan dari liang senggama (vagina) yang
terkadang disertai rasa gatal, nyeri, rasa terbakar dibibir kemaluan, kerap
disertai bau busuk, dan menimbulkan rasa nyeri sewaktu buang air kecil
atau bersenggama (Aini, 2016). Keputihan (Leukorea, Flour Albus)
merupakan gejala awal suatu penyakit dengan adanya cairan yang
dikeluarkan dari alat – alat genetal yang bukan berupa darah (Sukamto,
2018). Gejala keputihan yang paling sering dijumpai pada penderita
ginekologi adanya gejala ini diketahui oleh penderita karena terdapatnya
secret yang mengkotori celananya (Ayu, 2019).
Fluor albus (vaginal discharge/leucorrhea/keputihan) adalah
keluarnya cairan selain darah dari vagina secara berlebihan (Monalisa et
al., 2012). Keputihan bisa bersifat fisiologis (dalam keadaan normal)
namun bisa juga bersifat patologis (karena penyakit) (Bahari,2012).
Wanita yang menderita keputihan seringkali menjadi masalah. Masalah

11
keputihan adalah masalah yang sejak lama menjadi persoalan bagi kaum
wanita. Tidak banyak wanita yang tahu apa itu keputihan dan terkadang
menganggap enteng persoalan keputihan ini (Kumalasari, 2012). Padahal
keputihan tidak bisa dianggap enteng, karena akibat dari keputihan ini
bisa sangat fatal bila lambat ditangani.
Kondisi normal keputihan adalah berwarna bening, tidak berbau
dan tidak menimbulkan keluhan. Fluor albus yang patologis biasanya
berwarna kekuningan/kehijauan/keabu-abuan, berbau amis/busuk, jumlah
secret umumnya banyak dan menimbulkan keluhan seperti gatal,
kemerahan (eritema), edema, rasa terbakar pada daerah intim, nyeri pada
saat berhubungan seksual (dyspareunia) atau nyeri saat berkemih
(dysuria).
Di Indonesia, kelompok yang rentan terhadap pengabaian hak-hak
kesehatan reproduksi adalah remaja. (Kusmiran, 2012). Padahal usia
remaja adalah usia dimana organ reproduksi rentan terhadap infeksi
saluran reproduksi, kehamilan dan penggunaan obat-obatan. keputihan
juga bisa merupakan gejala awal dari kanker leher rahim, yang bisa
berujung pada kematian. Keputihan tidak mengenal batasan usia, berapa
pun usia seorang wanita, bisa terkena keputihan.

b. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya keputihan menurut Ayu (2019),
diantaranya sebagai berikut :
1) Penyebab Fisiologis
Dipengaruhi oleh faktor hormonal seperti saat terjadinya
ovulasi, sebelum dan sesudah haid, rangsangan seksual, dan
emosi.. Selain itu terdapat hal lain yang dapat menyebabkan fluor
albus fisiologi yaitu :
a) Bayi yang baru lahir kira – kira 10 hari, keputihan ini
disebabkan oleh pengaruh hormone esterogen dari
ibunya

12
b) Masa sekitar menarche atau pertama kalinya haid
datang, keadaan ini ditunjang oleh hormon esterogen .
c) Masa di sekitar ovulasi karena produksi kalenjar –
kalenjar rahim dan pengaruh dari hormon esterogen
serta progesterone
d) Seorang wanita yang terangsang secara seksual.
Rangsangan seksual ini berkaitan dengan kesiapan
vagina untuk menerima penetrasi senggama, vagina
mengeluarkan cairan yang digunakan sebagai pelumas
dalam senggama.
e) Kehamilan yang mengakibatkan meningkatnya suplai
darah ke vagina dan mulut rahim, serta penebalan dan
melunaknya selaput lender vagina .
f) Akseptor kontrasepsi pil yang mengandung hormon
esterogen dan progesteron yang dapat meningkatkan
lender servik menjadi lebih encer.
g) Pengeluaran lender yang bertambah pada wanita yang
sedang menderita penyakit kronik

Gambar 2.1 Keputihan Fisiologis

13
2) Penyebab Patologis
Penyebab keputihan patologis dapat disebabkan oleh
banyak factor diantarnya adalah
a) Infeksi Jamur
Infeksi jamur yang menyebabkan keputihan yang
paling sering biasanya disebabkan oleh jamur Candida
albican atau monilia. Cairannya berwarna putih kental,
bergumpal seperti butiran tepung, berbau agak
menyengat, kadang ada rasa nyeri saat bersenggama
disertai rasa gatal vagina.

Gambar 2.2 Keputihan Akibat Jamur Candida Albican


b) Infeksi Parasit
Jenis parasite yang sering menimbulkan
keputihan adalah Trichomonas vaginalis. Parasite ini
ditularkan terutama lewat hubungan seksual, sehingga
termasuk salah satu Penyakit Menular Seksual (PMS).
Dapat pula ditularkan melalui perlengkapan mandi,
atau bibir kloset yang sudah terkontaminasi. Ciri –
cirinya keputihan sangat kental, berwarna kuning atau
kehijauan, dan berbau anyir

Gambar 2.3 Keputihan akibat parasite Trichomonas Vaginalis

14
c) Infeksi Bakteri
Bakteri adalah sekelompok mikroorganisme
bersel tunggal dengan konfigurasi selular prokariotik
(tidak memiliki selubung inti). Beberapa bakteri yang
dapat menyebabkan infeksi diantaranya Gardnerella
Keputihan yang disebabkan oleh bakteri ini biasanya
encer, berwarna keabuan, berair, berbuih dan berbau
amis disertai rasa ketidaknyamanan di perut bagian
bawah.

Gambar 2.4 Infeksi Keputihan Akibat Bakteri Gardnerella


Keputihan akibat bakteri Bacterial Vaginosis
Ditandai dengan keluarnya keputihan yang kental,
berwarna kuning, berbau busuk atau gatal, vulva
kemerahan dan terasa bengkak serta sakit ketika buang
air kecil.

Gambar 2.5 Keputihan akibat bakteri Bacterial Vaginosis

15
d) Keputihan Akibat Virus
Keputihan akibat infeksi virus juga sering
disebabkan oleh penyakit-penyakit kelamin seperti
condyloma acuminata, herpes, HIV/AIDS. Infeksi
akibat condyloma acuminata ditandai dengan timbulnya
kutil – kutil yang sangat banyak disertai dengan cairan
yang sangat bau namun tidak menyebabnya rasa gatal.

Gambar 2.6 Keputihan Akibat Virus


e) Penggunaan Antibiotik
Penggunaan antibiotik yang berlebihan dapat
menyebabkan populasi bakteri di daerah vagina ikut
mati. Bakteri doderlein lactobacillus di daerah vagina
bertugas menghasilkan asam laktat agar jamur atau
bakteri tidak dapat hidup. Kebiasaan menggunakan
produk pencuci kewanitaan yang umumnya bersifat
alkalis juga dapat menurunkan keasaman daerah vagina
(Suririyah, 2018).
3) Penyebab Lainnya
Penyebab terjadinya keputihan yang lainnya menurut
Yunianti (2015) adalah :
a) Hygine
Kurangnya pengetahuan Kurangnya pengetahuan
mengenai kejadian keputihan akan membawa remaja
pada sikap menjaga kebersihan organ genitalia yang
buruk dapat menjadi faktor penentu dalam memelihara
kesehatan reproduksi, kurangnya pemahaman tentang
kondisi dan perubahan tubuh pada saat keputihan

16
sehingga terjadi salah pengertian dan kecemasan
berlebihan terhadap kondisi tersebut.
Sikap menjaga vaginal hygiene yang buruk dan
Penggunaan celana dalam yang tidak menyerap
keringat Jamur tumbuh subur pada keadaan yang
hangat dan lembab. Celana dalam yang terbuat dari
nilon tidak menyerap keringat sehingga menyebabkan
kelembaban. Campuran keringat dan sekresi alamiah
vagina sendiri mulai bertimbun. Keadaan ini menjadi
tempat yang cocok untuk pertumbuhan jamur kandida
dan bakteri lain yang merugikan.
Penggunaan celana panjang yang ketat Celana
panjang yang ketat juga dapat menyebabkan keputihan
karena merupakan penghalang terhadap udara yang
berada disekitar daerah genetalia dan merupakan
perangkap keringat pada daerah selangkangan. c)
Penggunaan sabun pembilas vagina Sabun vagina
sebenarnya tidak perlu digunakan karena dapat
mengiritasi membran mukosa dan mungkin
menimbulkan keputihan. Karena tidak dapat bekerja
semestinya sehingga mempengaruhi kuman-kuman di
dalam vagina.
b) Nutrisi
Hindari makanan yang banyak mengandung
karbohidrat dengan kadar gula tinggi seperti, tepung,
sereal dan roti. Gula yang dikonsumsi berlebihan yaitu
> 50 gram/hari menyebabkan bakteri lactobacillus tidak
dapat meragikan semua gula ke dalam asam laktat dan
tidak dapat menahan pertumbuhan penyakit, maka
jumlah gula menjadi meningkat dan jamur atau bakteri
perusak akan bertambah banyak. Keputihan tetap

17
terkendali bila makanan yang dikonsumsi adalah
karbohidrat dengan kadar gula yang rendah misalnya
kol,wortel, kangkung, bayam, kacang panjang, tomat
dan seledri.
c) Kelelahan Fisik
Kelelahan fisik merupakan kondisi yang dialami
oleh seseorang akibat meningkatnya pengeluaran energi
karena terlalu memaksakan tubuh untuk bekerja
berlebihan dan menguras fisik meningkatnya
pengeluaran energi menekan sekresi hormon esterogen.
Menurunnya sekresi hormon esterogen menyebabkan
penurunan kadar glikogen. Glikogen digunakan oleh
Lactobacillus doderlein untuk metabolisme. Sisa dari
metabolisme ini adalah asam laktat yang digunakan
untuk menjaga keasaman vagina. Jika asam laktat yang
dihasilkan sedikit, bakteri, jamur, dan parasit mudah
berkembang
d) Ketegangan Psikologis
Ketegangan psikis merupakan kondisi yang
dialami seseorang akibat dari meningkatnya beban
pikiran akibat dari kondisi yang tidak menyenangkan
atau sulit diatasi. Meningkatnya bebabn pikiran
memicu peningkatan hormon adrenalin. Meningkatnya
sekresi hormon adrenalin menyebabkan penyempitan
pembuluh darah dan mengurangi elastisitas pembuluh
darah. Kondisi ini menyebabkan aliran hormon
esterogen ke organ – organ tertentu termasuk vagina
terhambat sehingga asam laktat yang dihasilkan
berkurang. Berkurangnya asam laktat menyebabkan
keasaman vagina berkurang sehingga bakteri, jamur
dan parasit penyebab keputihan mudah berkembang.

18
c. Patofisiologi

Didalam vagina terdapat berbagai bakteri, 95% adalah bakteri


lactobacillus dan selebihnya bakteri patogen (bakteri yang menyebabkan
penyakit). Dalam keadaan ekosistem vagina yang seimbang, bakteri
patogen tidak akan mengganggu. Peran penting bakteri dan flora vaginal
adalah untuk menjaga derajat keasaman (pH) agar tetap pada level normal
yaitu sekitar 3,5–4,5. Dengan tingkat keasaman tersebut, lactobacillus akan
tumbuh subur dan bakteri patogen akan mati. Pada kondisi tersebut kadar
pH bisa berubah menjadi lebih tinggi atau lebih rendah dari normal. Jika
pH vagina naik menjadi lebih tinggi dari 4,5 (kurang asam), maka jamur
akan tumbuh dan berkembang. Akibatnya lactobacillus akan kalah dari
bakteri patogen sehingga menimbulkan keputihan (Sibagariang, 2016).

d. Epidemiologi
WHO menyebutkan bahwa remaja di dunia hampir 20% total seluruh
penduduk dunia. Sebanyak 85% remaja di dunia hidup di daerah
berkembang. Populasi remaja yang cenderung meningkat menyebabkan
kebutuhan peningkatan pelayanan kesehatan dan sosial terhadap remaja
semakin menjadi perhatian di seluruh penjuru dunia. BKKBN
menyebutkan pada tahun 2016 penduduk remaja berusia 10-24 tahun
berjumlah 66,3 juta jiwa dari total penduduk sebesar 258,7 juta sehingga
satu di antara empat penduduk adalah remaja.

Keputihan lebih tinggi di usia kelompok yang lebih muda dan


perempuan yang belum menikah. Penelitian di India menunjukkan
prevalensi tinggi keputihan 95% di antara siswa remaja perempuan..
Negara Indonesia adalah daerah yang beriklim tropis, sehingga jamur
mudah tumbuh dan 2 berkembang sehingga mengakibatkan banyak
terjadinya keputihan pada wanita di Indonesia. Hal ini menunjukkan
remaja lebih berisiko terjadinya keputihan.

Berdasarkan data WHO tahun 2015 kesehatan reproduksi termasuk


dalam 2 teratas permasalahan kesehatan wanita. Sekitar 100 juta wanita di

19
dunia terekspos infeksi genitalia termasuk diantaranya vaginosis dan
kejadian keputihan. Terdapat lebih dari 75% wanita di dunia pernah
mengalami keputihan setidaknya sekali dalam hidupnya (Sevil et al.,
2013). Pada tahun 2013 negara-negara di Asia menunjukan presentase
kejadian keputihan sebanyak 76% (Setiani, 2015). Selain itu, 75% wanita
Indonesia pernah mengalami keputihan minimal satu kali dalam hidupnya
dan 45% diantaranya bisa mengalami keputihan sebanyak dua kali atau
lebih.

Kasus keputihan di Indonesia semakin meningkat. Berdasarkan hasil


penelitian menyebutkan bahwa tahun 2010, 52% wanita di Indonesia
mengalami keputihan. Hasil survey Pusat Penelitian Kesehatan
(PUSLITKES) Universitas Indonesia bekerja sama dengan Sentra Kawula
Muda (SKALA) dan World Population Foundation (WPF) Indonesia
diketahui bahwa remaja putri pada tahun 2011 sebanyak 65% pernah
mengalami keputihan (Bahari, 2012). Berdasarkan data statistik Indonesia
tahun 2012 dari 43,3 juta jiwa remaja berusia 15-24 hampir 70% wanita di
Indonesia pernah mengalami keputihan, dan pada tahun 2013 bulan januari
hingga agustus hampir 55% wanita pernah mengalami keputihan.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan pada


tahun 2011 jumlah remaja putri yaitu 2,9 jiwa berusia 15-24 tahun,
diantaranya 45% pernah mengalami keputihan.
e. Manifestasi Klinik
1) Keputihan Normal (fisiologis)
Sebenarnya tidak berwarna putih dan tidak cocok disebut
keputihan, banyak dipengaruhi oleh sistem hormonal, sehingga
banyak sedikitnya sekret/cairan vagina sangat bergantung pada
siklus bulanan dan stress yang juga dapat mempengaruhi siklus
bulanan itu sendiri.
a) Cairan sekresi berwarna bening, tidak lengket dan encer.
b) Tidak mengeluarkan bau yang menyengat.

20
c) Gejala ini merupakan proses normal sebelum atau
sesudah haid dan tanda masa subur pada wanita tertentu.
d) Pada bayi perempuan yang baru lahir, dalam waktu satu
hingga sepuluh hari, dari vaginanya dapat keluar cairan
akibat pengaruh hormon yang dihasilkan oleh plasenta
atau uri.
e) Gadis muda kadang-kadang juga mengalami keputihan
sesaat sebelum masa pubertas, biasanya gejala ini akan
hilang dengan sendirinya.
f) Biasanya keputihan yang normal tidak disertai dengan
rasa gatal. Keputihan juga dapat dialami oleh wanita
yang terlalu lelah atau yang daya tahan tubuhnya lemah.
Sebagian besar cairan tersebut berasal dari leher rahim,
walaupun ada yang berasal dari vagina yang terinfeksi,
atau alat kelamin luar.
g) Pada wanita hamil keputihan lebih sering timbul, karena
pada saat wanita hamil, maka kekebalan tubuhnya akan
menurun.
h) Pada waktu menopause dimana keseimbangan
hormonalnya terganggu.
i) Pada orang tua dimana kekebalan tubuhnya sudah
menurun dapat pula timbul keputihan.
2) Keputihan Abnormal (Patologis)
a) Keluarnya cairan berwarna putih pekat, putih
kekuningan, putih kehijauan atau putih kelabu dari
saluran vagina. Cairan ini dapat encer atau kental,
lengket dan kadang-kadang berbusa.
b) Cairan ini mengeluarkan bau yang menyengat.
c) Terdapat rasa gatal yang menyertainya serta dapat
mengakibatkan iritasi pada vagina.
d) Merupakan salah satu ciri-ciri penyakit infeksi vagina

21
yang berbahaya seperti HIV, Herpes, Candyloma.

f. Faktor yang Mempengaruhi


1) Pengetahuan dan Sikap
Sebagian besar pengetahuan atau kognitif merupakan domain
Sebagian besar pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt
behavior). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku
yang didasari pengetahuan akan lebih baik dari pada perilaku yang
tidak didasari pengetahuan.
Tingkat pengetahuan remaja berpengaruh terhadap kesehatannya
yang dimiliki oleh remaja jika terjadinya kelainan atau gangguan
kesehatan pada remaja, maka dapat segera diatasi secepat mungkin.
Jadi, tingkat pengetahuan sangatlah erat kaitannya. Pengetahuan
tentang keputihan merupakan sarana penting dalam melakukan
pencegahan keputihan dan bagi kesehatan remaja. Pengetahuan yang
tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu : Tahu
(know), Memahami (Comprehention), Aplikasi (Aplication), Analisis
(Analysis), Sintesis (Syntesis), Evaluasi (Evaluation).
2) Peran Teman Sebaya
Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya adalah
untuk memberikan sumber informasi dan komparasi tentang dunia di
luar keluarga. Melalui kelompok teman sebaya remaja menerima
umpan balik dari teman-teman mereka tentang kemampuan mereka.
Aspek-aspek dukungan sosial teman sebaya terdiri dari empat macam
yaitu:
a) Dukungan emosional: meliputi ekspresi dari empati penuh
perhatian kepada orang yang bersangkutan.
b) Penghargaan: ekspresi dari penghargaan secara positif kepada
individu memberikan perbandingan positif antar individu
untuk membangun perasaan yang lebih baik terhadap dirinya.

22
c) Instrumenal: meliputi bantuan langsung seperti ketika
seseorang membantu mereka menyelesaikan tugas-tugasnya
saat mereka dalam keadaan stress.
d) Dukungan informatif: meliputi pemberian informasi, nasehat,
sugesti, ataupun umpan balik mengenai apa yang sebaiknya
dilakukan oleh mereka.
3) Peran Orangtua
Dukungan orang tua terutama ibu dalam pertumbuhan dan
perkembangan anak perempuan menuju dewasa sangat berpengaruh
dan dapat menentukan bagaimana kesehatan anak perempuan tersebut
di masa yang akan datang. Ibu dapat mengambil peran yang cukup
besar pada perkembangan anak perempuan, karena kesamaan gender
dan pengalamannya di masa lalu. Umumnya anak perempuan akan
memberi tahu ibunya saat putrinya mendapati keputihan atau flek
4) Keterpaparan Informasi
Sumber informasi juga merupakan salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan tindakan
pencegahan suatu penyakit. Informasi yang diperoleh dari pendidikan
formal maupun non formal akan memberikan pengaruh jangka pendek
sehingga menghasilkan perubahan maupun peningkatan pemahaman
orang tersebut
Adapun faktor risiko dari keputihan yaitu : Menggunakan obat
antibiotik, kebiasaan berkemih yang kurang baik, menderita kencing
manis, kehamilan, menggunakan celana dalam ketat atau yang
berbahan nilon, menggunakan bilasan vagina, mengkonsumsi
makanan yang berkadar gula tinggi, kegemukan, dan yang paling
mempengaruhi dalam menyebabkan flour albus yaitu tidak menjaga
personal hygine genetalia.

23
g. Dampak
Keputihan akan menimbulkan kuman yang dapat menimbulkan
infeksi pada daerah yang mulai dari muara kandung kemih, bibir kemaluan
sampai uterus dan saluran indung telur sehingga menimbulkan penyakit
radang panggul, infertilitas dan dapat menyebabkan kanker leher Rahim
sebagai salah satu penyakit pembunuh nomor satu bagi wanita (Bahari,
2016).
Menurut Aulia (2016) dampak dari keputihan yang mengakibatkan
infeksi pada alat genital antara lain :
1) Vulvitis sebagian besar dengan gejala keputihan dan tanda
infeksi local. Penyebab secara umum jamur vaginitis.
2) Vaginitis merupakan infeksi yang sebagian besar terjadi karena
hubungan seksual. Tipe vaginitis yang sering dijumpai adalah
vaginitis karena jamur.
3) Serviksitis merupakan infeksi dari servik uteri. Infeksi servik
sering terjadi karena luka kecil bekas persalinan yang tidak
dirawat dan infeksi karena hubungan seksual.
4) Penyakit radang panggul (Pelvic Inflamatory Discase) penyakit
ini dapat bersifat akut atau menahun atau akhirnya menimbulkan
berbagai penyulit yang berakhir dengan terjadinya perlekatan
sehingga dapat menyebabkan kemandulan. Tanda-tandanya
yaitu nyeri menusuk-nusuk, mengeluarkan keputihan bercampur
darah
h. Pencegahan
Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mencegah keputihan yaitu:
1) Bersihkan organ intim dengan pembersih yang tidak
mengganggu kestabilan keasaman di sekitar vagina (Oktavriana,
2017). Vagina memiliki pH yang asam yaitu 4,5 hal ini menjaga
kesehatan vagina dengan menghambat pertumbuhan bakteri
(Rahayu, 2017).

24
2) Gunakan produk pembersih yang terbuat dari bahan dasar susu,
karena produk seperti ini mampu menjaga keseimbangan pH
sekaligus meningkatkan pertumbuhan flora normal dan menekan
pertumbuhan bakteri yang tak bersahabat (Oktavriana, 2017).
3) Hindari pemakaian bedak pada organ kewanitaan dengan tujuan
agar vagina harum dan kering sepanjang hari. Bedak memiliki
partikel- 20 partikel halus yang mudah terselip di sana-sini dan
akhirnya mengundang jamur dan bakteri bersarang di tempat itu
(Rahayu, 2017).
4) Gunakan celana dalam yang kering. Seandainya basah atau
lembab, usahakan cepat mengganti dengan yang bersih dan
belum dipakai (Marmi, 2015).
5) Gunakan celana dalam yang bahannya menyerap keringat,
seperti katun (Oktavriana, 2017).
6) Tidak dianjurkan memakai celana jeans karena pori-porinya
sangat rapat. Pilihlah seperti rok atau celana bahan non-jeans
agar sirkulasi udara di sekitar organ intim bergerak leluasa.
7) Ketika haid, sering-seringlah berganti pembalut. Gunakan panty
liner disaat perlu saja. Jangan terlalu lama. Misalkan saat
bepergian ke luar rumah dan lepaskan sekembalinya di rumah
(Marmi, 2015).

i. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keputihan sebaiknya dilakukan sedini mungkin
untuk menghindari komplikasi sekaligus untuk menyingkirkan adanya
penyebab lain seperti kanker leher rahim yang memiliki gejala keputihan
berupa sekret encer, bewarna merah muda, coklat, mengandung darah atau
hitam serta berbau busuk (Monalisaet al., 2012).
Pengobatan keputihan tergantung pada penyebabnya. Oleh karena
keputihan dapat menular melalui hubungan seksual, maka pengobatan
tidak hanya dilakukan pasien akan tetapi pasangan. Adapun
pengobatan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

25
1) Terapi farmakologi
Terapi yang dianjurkan untuk keputihan yang disebabkan
oleh Trichomonas vaginalis yaitu, metronidazol 2 gram secara
oral dosis tunggal atau tinidazol 2 g oral dosis tunggal. Adapun
alternatif regimen dapat diberikan oral 2 x 500 mg metronidazol
selama tujuh hari, atau tinidazol 2 x 500 mg selama lima hari.
Pasien juga disarankan untuk menjauhkan diri dari hubungan
seks hingga sembuh (pengobatan telah selesai dan
pasien/pasangan tanpa gejala seksual) (Monalisa, 2012).
Metronidazol dan clindamycin diberikan secara oral atau
pada vagina efektif dalam pengobatan Bacterial Vaginitis.
Wanita dengan gejala vulva dari kandidiasis vulvovaginal dapat
menggunakan obat antifungi topikal (selain oral atau
pengobatan vagina) hingga gejala hilang. Tidak diperlukan
untuk skrining rutin atau pengobatan mitra seksual dalam
manajemen kandidiasis.
2) Terapi Non- Farmakologi
Pencegahan keputihan dapat dilakukan dengan menjaga
kebersihan organ kewanitaan dengan cara membiasakan
menyiram toilet sebelum menggunakannya untuk meminimalkan
kontaminasi mikroorganisme, menggunakan air yang mengalir
untuk membersihkan organ kewanitaan, Membersihkan vagina
dengan membersihkan bagian depan terlebih dahulu setelah itu
bagian belakang, tidak menyemprotkan sabun kedalam vagina,
menggunakan celana dalam berbahan katun tidak berbahan
jeans tanpa memakai celana dalam, mengganti pakaian dalam
setiap hari, menghindari pemakaian pembalut (panty liner)
dapat menyebabkan jumlah lendir yang dihasilkan lebih banyak,
hanya memakai panty liner ketika lendir keluar berlebihan, dan
ketika menstruasi sebaiknya mengganti pembalut setiap 3-4 jam
sekali .

26
BAB III
TINJAUAN TEORI DAN PEMBAHASAN

A. TINJAUAN TEORI
Nama Pengkaji : Dian Ismarita
Tempat Pengkajian : Puskesmas Padang Selasa
WaktuPengkajian : 05 September 2022

1. PENGKAJIAN DATA SUBJEKTIF

a. BIODATA
1) Nama Klien : Nn. L
2) Umur : 16 tahun
3) Suku Bangsa : Palembang / IndonesiA
4) Agama : Islam
5) Pendidikan : SMP (sekarang kelas 2 SMA)
6) Pekerjaan : Pelajar
7) Alamat : Lorong Hasim Asyari
b. KELUHAN
Nn L mengeluh sudah 2 minggu ini celana dalam sering basah dan keluar
cairan yang cukup banyak dari organ genital. Nn L mengaku risih dan
tidak nyaman dengan keluhan yang dialaminya
c. RIWAYAT MENSTRUASI
1) HPHT : 20 Agustus 2022
2) Siklus Haid : 30 hari
3) Lama Haid : 5-6 hari
4) Banyaknya : 2 kali ganti pembalut/hari
5) Disminorhea : Kadang –kadang.
6) Menarche usia : 13 tahun
d. RIWAYAT KESEHATAN

Klien menyatakan belum pernah/tidak pernah menderita penyakit jantung,


asma, Ginjal dan penyakit menular seperti IMS, Hepatitis dll.

27
Klien menyatakan bahwa keluarga tidak memiliki penyakit IMS dan
menular lainnya.
e. POLA AKTIVITAS SEHARI-HARI
1) Diet
a) Nutrisi
[1] Pola makan :
2 kali/hari porsi sedang, mengaku sering melewatkan
sarapan, setiap minggu makan mie instan sekitar 2-3 kali,
setiap hari jajan makanan berminyak dan bersaus.
[2] Jenis makanan yang dikonsumsi :
Sarapan pagi sering dilewatkan, Siang nasi dan lauk, sore
sering makan mie dan hanya jajan saja, Jarang makan sayur
dan buah.
[3] Makanan yang dipantang : tidak ada
[4] Alergi terhadap makanan : tidak ada

b) Hidrasi
[1] Jenis cairan yang diminum sehari : air putih dingin, es
jajanan seperti boba dan minuman kemasan

[2] Jumlah cairan yang diminum sehari :± 6 gelas air putih/hari

2) Istirahat dan Tidur


Malam : ±8 Jam/hari, tidak tidur siang. Tidak ada gangguan tidur
3) Personal Hygiene
a) Mandi :
1x sehari, hanya mandi pagi ketika akan berangkat
sekolah, jarang mandi sore
b) Gosok Gigi :
1 kali/hari, terkadang gosok gigi sebelum tidur
c) Ganti Pakaian :
1 kali/hari hanya ganti pakaian setelah pulang
sekolah

28
d) Ganti pakaian dalam :
1 kali/hari, hanya setelah mandi pagi. Klien menyatakan sering
berkeringat dan badan terasa lembab

4) Aktivitas Fisik :
Jarang olahraga, jarang melakukan aktivitas rumah tangga. Kegiatan
sehari hari sebagian besar adalah belajar dan mengerjakan tugas
sekolah yang dilakukan dan bersosialisasi dengan teman.
f. PENGETAHUAN TERKAIT FLOUR ALBUS (KEPUTIHAN)
Klien menyatakan tahu tentang pengertian keputihan yaitu keluar cairan
lendir yang banyak dari vagina. Klien menyatakan tidak mengetahui
dampak keputihan. Klien tidak mengetahui cara mencegah/menangani
keputihan.
g. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Pasien merasa kurang nyaman dengan keputihan yang dialaminya.

2. PENGKAJIAN DATA OBJEKTIF (O)


a. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan Umum : Baik
2) Kesadaran : Composmentis
3) Berat Badan : 45 Kg
4) Tinggi Badan : 150 Cm
b. Pemeriksaan TTV :
1) Tekanan Darah :118/75 mmHg
2) Nadi : 78x/menit
3) Respiration Rate : 21x/menit
c. Pemeriksaan Fisik
1) Wajah : Tidak Pucat, sklera putih, konjugtiva merah
……………… muda
2) Payudara : Dilakukan SADANIS, hasil inspeksi baik, tidak
……….. ada massa, tidak ada nyeri tekan.

29
3) Genetalia : Tidak dilakukan pemeriksaan tetapi dari hasil
………………. anamnesis dengan Nn.L mengatakan keluar cairan/
……………….. lendir cukup banyak hingga membuat celana dalam
………….. basah, berwarna bening, tidak berbau, tidak gatal
…………. dan tidak merasa nyeri
d. Pemeriksaan Penunjang
Tidak Dilakukan

3. ANALISIS (A)

Wanita Usia Subur (WUS) dengan Fluor Albus

4. PENATALAKSANAAN (P)
a. Memberitahu Nn.L tentang hasil pemeriksaan jika hasil pemeriksaan
umum dalam batas normal serta menjelaskan bahwa keluhan yang
dialaminya adalah Flour Albus. Akan tetapi dari hasil anamnesis
didapatkan jika Fluor Albus yang dialami Nn.L masih tergolong Fluor
Albus Fisiologis.
Rasionalisasi :
1) Pemberian Informasi hasil pemeriksaan pada pasien merupakan
hak pasien untuk mengetahui keadaan dirinya.
2) Diagnosa Fluor Albus Fisiologis ditegakkan karena keluhan
keputihan yang dialami klien dengan ciri-ciri berwarna bening,
tidak berbau, tidak gatal dan tidak ada rasa nyeri di daerah
genetalia
Evaluasi :

Klien paham dengan penjelasan yang diberikan bidan

b. Melakukan konseling terkait dampak flour albus


1) Rasionalisasi :
2) Evaluasi :

30
c. Memberikan konseling pentingnya menjaga personal hygine dalam
kehidupan sehari-hari dengan memberikan pendidikan kesehatan
diantarnya
1) Membiasakan mencuci tangan terlebih dahulu dan memotong kuku
tangan ketika mulai tumbuh panjang sangat penting untuk mencegah
berpindahnya bakteri dari tangan ke organ kewanitaan yang bersifat
sensitive.
2) membersihkan organ kewanitaan yang benar yaitu dari arah depan ke
belakang dimaksudkan agar bakteri dari anus tidak masuk ke dalam
vagina.
3) penggunaan air yang bersih yang berasal dari air yang mengalir
bukan yang menggenang yang dapat tercemar oleh lingkungan
sekitar.
4) Menjaga vagina agar tidak lembab .Hal tersebut dapat dilakukan
dengan cara mengeringkan vagina dengan handuk pribadi maupun
tisu lembut.
5) Penggunaan bahan celana dalam dari katun yang dapat menyerap
keringat, tidak ketat, dan sering mengganti celana dalam minimal 2
kali sehari atau segera saat merasa basah.
6) Mencukur bulu kemaluan secara rutin dengan gunting pribadi dan
steril dapat mencegah vagina agar tidak terlalu lembab dan
mencegah penumpukan bakteri, jamur, maupun parasit yang
bersarang pada bulu kemaluan.
7) Penggunaan pembalut yang berbau harum dan mengandung gel tidak
diperkenankan karena hal tersebut dapat memicu terjadinya iritasi
bahkan kanker pada organ kewanitaan.
8) Pemilihan pembalut yang lembut dan pergantian sesering mungkin
setiap 4 jam sekali sangat membantu dalam pencegahan infeksi
berupa bakteri. Hal tersebut dikarenakan darah merupakan tempat
yang baik untuk bakteri bersarang.

31
9) penggunaan pantyliner tidak disarankan saat rutinitas di luar siklus
menstruasi karena dapat menyebabkan iritasi pada organ kewanitaan.
10) Penggunaan antiseptik dalam membersihkan organ kewanitaan tidak
diperuntukkan setiap waktu karena dapat mengganggu
keseimbangan PH dan flora normal yang ada pada vagina
Rasionalisasi :
Personal hygiene habits merupakan salah satu faktor yang memegang
peranan penting untuk menghindari infeksi yang dapat menyebabkan
keputihan. Hal ini dikarenakan infeksi dapat menyebabkan kanker leher
rahim yang merupakan pembunuh nomor satu bagi perempuan. Insiden
akibat kanker leher rahim diperkirakan mencapai 100 per 100.000
penduduk per tahun, hal ini bisa berujung pada kematian. (Nduru, 2016)
Evaluasi :
Klien mengerti penjelasan bidan dan bersedia unutuk mengubah
kebiasannya terkait kebersihan diri dan menerapkan Pola Hidup Bersih
dan Sehat.
d. Memberi konseling dan motivasi Nn. L tentang pentingnya pemenuhan
kebutuhan nutrisi
Rasionalisasi :
Pola nutrisi yang tidak baik, dan sering mengkonsumsi jajanan terlebih
makanan yang mengandung gula tinggi seperti es jananan, minuman
bersoda dll, bisa menyebabkan keputihan . karena mengkonsusmsi
makanan dengan jumlah gula yang berlebihan dapat menimbulkan efek
negatif pada bakteri yang bermanfaat yang tinggal di vagina.
Selaput lendir dinding vagina mengeluarkan glikogen, suatu
senyawa gula.Bakteri yang hidup di vagina disebut lactobacillus (bakteri
baik) yang mampu meragikan gula menjadi asam laktat. Proses ini
menghambat pertumbuhan jamur dan menahan perkembangan infeksi
vagina.
Flour albus tetap terkendali bila makanan yang dikonsumsi adalah
karbohidrat dengan kadar gula yang rendah misalnya kol, wortel,

32
kangkung, bayam, kacang panjang, tomat dan seledri. Makanan ini
rendah dalam kalori dan banyak mengandung vitamin dan mineral.
Demikian pula dengan makanan yang pengelolahannya
menggunakan tepung yang mengandung gula dan dikonsusmsi secara
berlebihan. Salah satu yang mempengaruhi timbulnya penyakit flour
albus yaitu mengkonsusmsi jenis buah tertentu yang mengandung
fruktosa yang merupakan makanan bagi bakteri candida sehingga dengan
mengkonsumsi jenis buah ini dapat memudahkan pertumbuhan bakteri
didaerah vagina. Jenis buah tersebut yaitu ketimun,bengkong, pisang,
nanas, anggur, dan jagung manis. (Samfitri, 2012)
Evaluasi :
Klien mengerti penjelasan yang diberikan dan bersedia untuk mengubah
pola makan dan mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang
e. Memberikan konseling terkait stress dan kecemasan dalam pembelajaran
disekolah.
Rasionalisasi :
Kondisi tubuh yang kelelahan dan stress baik fisik maupun
psikologi (seperti tuntutan akademisi yang dinilai terlau berat, hasil
ujian yang buruk dan tugas yang menumpuk) dapat mempengaruhi
kerja hormon-hormon yang ada dalam tubuh perempuan termasuk
memicu peningkatan hormon esterogen. Pengaruh hormon ini
menyebabkan terjadinakeputihan wanita16.Orang yang berusia
lebih muda akanmengalami stress lebih tinggi dibandingkan
denganorang yang berusia lebih tua. Penelitian inimendukung
penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2014), yang menyimpulkan
bahwa semakin tinggitingkat pengetahuan maka tingkat kecemasan
remajayang mengalami keputihan akan semakin rendah Irawati (2014)
Evaluasi :
Klien mengerti penjelasan yang diberikan dan akan berusaha untuk
mengelola stressnya.

33
f. Konseling tindakan yang dilakukan apabila keputihan semakin parah.
Rasionalisasi :
Jumlah keputihan meningkat secara tiba-tiba. Berwarna kuning atau
kehijauan dengan tekstur kental atau menggumpal. Keluar darah dan
nyeri setiap berhubungan seks atau di luar waktu menstruasi. Muncul
ruam, nyeri, dan gatal pada vagina merupakan keputihan patologis yang
memerlukan penanganan khusus (Nduru, 2016)
Evaluasi :
Klien mengerti penjelasan yang diberikan dan bersedia untuk dating ke
fasilitas kesehatan jika terdapat tanda-tanda tersebut.

B. PEMBAHASAN
Pada kasus ini, klien mengalami Flour Albus dimana hal ini merupakan
keadaan fisiologis keputihan yang dialami adalah berwarna bening, tidak berbau
dan tidak menimbulkan keluhan, hanya saja klien merasa rishi dan kurang
nyaman. Didapatkan bahwa Nn. L tidak menjaga personal hygine, dan gaya
hidup yang tidak sehat sering mengongsumsi makanan berminyak dan jajanan
Keputihan bisa bersifat fisiologis (dalam keadaan normal) namun bisa juga
bersifat patologis (karena penyakit). Tidak banyak wanita yang tahu apa itu
keputihan dan terkadang menganggap enteng persoalan keputihan ini
(Kumalasari, 2012). Padahal keputihan tidak bisa dianggap enteng, karena akibat
dari keputihan ini bisa sangat fatal bila lambat ditangani salah satunya yaitu
penyakit IMS.
Oleh karena itu, Bidan menyarankan Nn. L untuk mengonsumsi makanan
yang lebih sehat seperti sayur-sayuran dan buah-buahan, menjaga personal hygine
dalam kehidupan sehari-hari, memberikan konseling terkait stress dan kecemasan
dan konseling tindakan yang dilakukan apabila keputihan semakin parah
Menurut penelitian tentang Hubungan Pengetahuan, Vulva Hygiene, Stres,
Dan Pola Makan Dengan Kejadian Infeksi Flour Albus (Keputihan) Pada Remaja
Siswi Sma Negeri 6 Kendari 2017. Ada hubungan antara pengetahuan, stress,
personal hygine, dan pola makan dengan kejadian flour albus.

34
Diagnosis kebidanan mengacu pada hasil pengkajian dari data subjektif
dan objektif. Konseling sudah dilakukan , namun apabila flour albus semakin
parah dan terasa gatal pada daerah genetalia, terasa panas, berbau, dan berwarna
kuning pekat atau kehijauan maka segera periksa lebih lanjut ke Puskesmas, untuk
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

35
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam kasus ini, kami dapat memahami secara nyata tentang asuhan
yang diberikan pada remaja dengan flour albus. Asuhan kebidanan yang
diberikan pada Nn. A di Puskesmas berjalan sesuai teori. Selain itu dari
penatalaksanaan kasus ini kami dapat:
1. Melakukan pengkajian mendalam pada remaja dengan flour albus
2. Menyusun identifikasi diagnosa/masalah kebidanan berdasarkan data
subyektif dan data obyektif pada remaja dengan flour albus
3. Melakukan tindakan untuk menangani kasus remaja dengan flour albus
4. Melakukan evaluasi untuk menangani kasus remaja dengan flour albus
5. Mendokumentasikan kasus remaja dengan flour albus

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat memahami teori dan praktik pelaksanaan asuhan
kebidanan pada remaja dengan flour albus
2. Bagi Bidan Pelaksana di Puskesmas
Diharapkan dapat menambah informasi mengenai asuhan kebidanan
pada remaja dengan flour albus.
3. Bagi Remaja
Diharapkan dapat mempraktikkan penanganan yang telah diberikan
ketika mengalami flour albus dan menjaga personal hygine, pola makan
sehat untuk mengurangi faktor resiko terjadinya flour albus pada remaja.

36
DAFTAR PUSTAKA

Aini, Mella Qurrotul. 2016. “Hubungan Sikap Menjaga Kebersihan Organ


Genetalia Eksterna Dengan Kejadian Keputihan Pada Mahasiswi Poltekkes
Kemenkes Tasikmalaya.” Jurnal Keperawatan Poltekkes Tasikmalaya Vol
12. Anggraini

Bahari, H. (2012). Cara Mudah Mengatasi Keputihan

BKKBN. 2016. Kebijakan Program Kependudukan , Keluarga Berencana , dan


Pembangunan Keluarga. Jakarta: BKKBN.

Darma, dkk . 2017. Hubungan Pengetahuan, Vulva Hygiene, Stres, Dan Pola
Makan Dengan Kejadian Infeksi Flour Albus (Keputihan) Pada Remaja
Siswi Sma Negeri 6 Kendari 2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan
Maysarakat vol 2/No.6
Kasdu D. Solusi Problem Wanita Dewasa. Jakarta: Puspa Swara; 2008.

Kemenkes RI. Survei Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia, 2012.

Kumalasari, I., & Andhyantoro, I. (2012). Kesehatan reproduksi untuk mahasiswa


kebidanan dan keperawatan.

Manuaba, I.A.C, I.B.G.F ,Manuaba & I.B.G, Manuaba. 2016. Memahami


Kesehatan Reproduksi Wanita. EGC. Jakarta

Monalisa, Bubakar, A.R., Amiruddin, M.D. 2012, ‘Clinical aspects fluor albus of
female and treatment’, IJDV, vol.1, no.1, pg. 19-29.

Nduru, Leo Marthin. Hubungan Perilaku Mengenai Keputihan dengan Riwayat


Kejadian Keputihan pada Ibu-ibu Nelayan di Kelurahan Bagan Deli
Kecamatan Medan Belawan [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara;
2016.

37
Setiani. Tri Indah, Prabowo.Tri, Paramita, Dyiah Pradnya. 2015. Kebersihan
Organ Kewanitaan dan Kejadian Keputihan Patologi pada Santriwati Di
Pondok Pesantren Almunawwir Yogyakarta. Nurs Juornal and midwifery
Indonesia. Yogyakarta

Sevil, S. et al,. 2013. Gynecology & Obstetrics An Evaluation of the Relationship


between Genital Hygiene Practices , Genital Infection. Gynecol Obstet.
3(6), pp. 3–7. doi: 10.4172/2161-0932.10001. Ankara Turki.

Sukamto. 2018. “Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Perawatan Vagina


Terhadap Kejadian Keputihan Patologis Pada Mahasiswi Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.” Majalah
Kedokteran Sriwijaya Vol 50(4) Hal:213–21

WHO. World Health Statistic 2015. Geneva: World Health Organization,


2015

38

Anda mungkin juga menyukai