Oleh:
KELOMPOK
Laporan Tutorial
Oleh Kelompok
Menyetujui,
Pembimbing Klinik
Rismawanah, AM.Keb.
NIP. 197308011993012001 ( ............................................ )
Pembimbing Akademik
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Bidan
ii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur saya haturkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat dan karunia– Nya, saya dapat menyelesaikan Laporan Tutorial terkait
Asuhan Kebidanan Pada Remaja dengan Fluor Albus di Puskesmas Padang
Selasa. Penulisan Laporan Tutorial ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas
Praktik Asuhan Kebidanan Holistik Remaja dan Pranikah pada Program
Pendidikan Profesi Bidan Poltekkes Kemenkes Palembang.
Laporan Tutorial ini terwujud atas bimbingan, pengarahan dan bantuan
dari berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu dan pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Muhammad Taswin, S.Si, Apt, MM, M.Kes selaku Direktur Poltekkes
Kemenkes Palembang
2. Ibu Nesi Novita, S.SiT, M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan
PoltekkesKemenkes Palembang
3. Ibu Elita Vasra, SST, M.Keb selaku Ketua Program Studi Pendidikan
ProfesiBidan Poltekkes Kemenkes Palembang
4. Ibu Aprilina, SST, M.Keb selaku Pembimbing Akademik
5. Ibu Rismawanah, AM.Keb, selaku Pembimbing Lahan
6. Seluruh pegawai dan staf Puskesmas Padang Selasa Palembang
Akhir kata, saya beharap semoga Allah SWT berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.
Palembang, September 20212
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO (2018), remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10- 19
tahun, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja
adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) tentang usia remaja adalah
10-24 tahun dan belum menikah (Kemenkes RI, 2012). Di Indonesia, kelompok
yang rentan terhadap pengabaian hak-hak kesehatan reproduksi adalah remaja.
(Kusmiran, 2012). Padahal usia remaja adalah usia dimana organ reproduksi
rentan terhadap infeksi saluran reproduksi, kehamilan dan penggunaan obat-
obatan. keputihan juga bisa merupakan gejala awal dari kanker leher rahim, yang
bisa berujung pada kematian. Keputihan tidak mengenal batasan usia, berapa pun
usia seorang wanita, bisa terkena keputihan.
Keputihan lebih tinggi di usia kelompok yang lebih muda dan perempuan
yang belum menikah. Penelitian di India menunjukkan prevalensi tinggi
keputihan 95% di antara siswa remaja perempuan. Negara Indonesia adalah
daerah yang beriklim tropis, sehingga jamur mudah tumbuh dan berkembang
sehingga mengakibatkan banyak terjadinya keputihan Hal ini menunjukkan
remaja lebih berisiko terjadinya keputihan.
5
Berdasarkan data WHO tahun 2015 kesehatan reproduksi termasuk dalam
2 teratas permasalahan kesehatan wanita. Sekitar 100 juta wanita di dunia
terekspos infeksi genitalia termasuk diantaranya vaginosis dan kejadian
keputihan. Terdapat lebih dari 75% wanita di dunia pernah mengalami keputihan
setidaknya sekali dalam hidupnya (Sevil et al., 2013). Pada tahun 2013 negara-
negara di Asia menunjukan presentase kejadian keputihan sebanyak 76%
(Setiani, 2015). Selain itu, 75% wanita Indonesia pernah mengalami keputihan
minimal satu kali dalam hidupnya dan 45% diantaranya bisa mengalami
keputihan sebanyak dua kali atau lebih.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah yaitu :
“Bagaimanakah asuhan kebidanan prakonsepsi pada klien di Puskesmas
Padang Selasa ?
6
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pengkajian ini adalah mengetahui Asuhan
Kebidanan Remaja dan Pra Nikah di Puskemas Padang Selasa Tahun 2022.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik Remaja.
b. Mengidentifikasi pengetahuan persiapan, pencegahan, dan
penatalaksanaan pada klien dengan masalah.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman tentang asuhan
kebidanan Remaja dan Pranikah.
2. Bagi Remaja
Menambah pengetahuan dan gambaran terkait asuhan pada remaja
dengan flour albus. Sebagai bahan informasi kepada remaja untuk
mengetahui tentang pentingnya peranan konseling dalam menyelesaikan
masalah sehingga dapat menambah pengetahuan dan memperbaiki sikap
mereka, serta membantu remaja dalam menentukan tindakan perawatan
yang benar dan tepat.
3. Bagi Bidang Kebidanan
Dapat meningkatkan peran serta, kinerja dan pelayanan profesi
kebidanan dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada remaja dan pra
nikah.
7
BAB II
SKENARIO KASUS
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Remaja
1. Pengertian Remaja
Usia remaja adalah masa transisi perkembangan dari periode anak-anak
menuju dewasa. Definisi remaja (adolescence) menurut World Health
Organization (WHO. 2018), remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-
19 tahun. Selanjutnya, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25
tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan
menurut badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) tentang
usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah (Kemenkes RI, 2012).
Selanjutya, menurut The Health Resources and Services
Administrations Guidelines Amerika Serikat, rentang remaja adalah 11-21
tahun dan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu remaja awal (11-14 tahun), remaja
menengah (15-17 tahun), remaja akhir (18-21 tahun). Definisi ini kemudian
disatukan dalam terminologi kaum muda (young people) yang mencakup usia
10-24 tahun.
Pengertian remaja sendiri jika ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu :
a. Secara kronologis, remaja adalah individu yang berusia antara 11-
12 tahun sampai 20-21 tahun.
b. Secara fisik, remaja ditandai oleh ciri perubahan pada penampilan
fisik dan fungsi fisiologis, terutama yang terkait dengan kelenjar
seksual
c. Secara psikologis, remaja merupakan masa dimana individu
mengalami perubahan-perubahan dalam aspek kognitif, emosi,
sosial, moral, diantara masa anak-anak menuju masa dewasa.
Secara etimiologi, remaja berarti tumbuh menjadi dewasa. Berdasarkan
sifat atau ciri perkembangannya, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap,
yaitu: masa remaja awal (10-12 tahun), masa remaja tengah (13-15 tahun),
dan masa remaja akhir (16-19 tahun). (Kusmiran, 2016).
9
2. Karakteristik Remaja
Periode ini adalah waktu persiapan menuju masa dewasa yang akan
melewati beberapa tahapan perkembangan. Selain kematangan fisik dan
seksual, remaja juga mengalami tahapan menuju kemandirian sosial dan
ekonomi, membangun identitas, akuisi kemampuan (skill) untuk kehidupan
masa dewasa serta kemampuan bernegosiasi (abstract reasoning WHO, 2015)
Sifat khas remaja memiliki rasa keingintahuan yang besar, menyukai
petualangan dan tantangan serta berani menanggung resiko. Hal ini biasanya
tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang. Jika keputusan yang diambil
dalam menghadapi konflik tidak tepat, mereka rentan jatuh ke dalam perilaku
beresiko. Hal ini berdampak pada berbagai masalah kesehatan fisik dan
psikososial. Untuk itu, diperlukan ketersediaan pelayanan kesehatan peduli
remaja yang dapat memenuhi kebutuhan kesehatan remaja termasuk
pelayanan kesehatan reproduksi (Kemenkes RI, 2012).
3. Pertumbuhan pada Remaja
Terdapat dua konsep perkembangan remaja yaitu nature dan nurture.
Berdasarkan konsep nature, masa remaja merupakan masa badai atau
tekanan. Pada periode ini individu mengalami banyak gejolak dan tekanan
karena perubahan yang terjadi dari dalam dirinya. Sedangkan menurut konsep
nurture, menyatakan jika tidak semua remaja mengalami masa badai dan
tekanan tersebut. Hal ini tergantung pada pola asuh dan lingkungan dimana
remaja itu tinggal.
Pertumbuhan pada remaja terdapat fungsi fisiologis yang dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan dan gizi. Faktor lingkungan dapat memberi pengaruh
yang kuat untuk lebih mempercepat perubahan. Perubahan dipengaruhi oleh
dua organ penting, yaitu: hipotalamus dan hipofisis. Ketika kedua organ ini
bekerja, ada tiga kelenjar yang dirangsang, yaitu: kelenjar gondok, kelenjar
anak ginjal, dan kelenjar organ reproduksi. Ketiga kelenjar tersebut akan
saling bekerjasama dan berinteraksi dengan faktor genetik maupun
lingkungan.
Adapun aspek perubahan dan perkembangan remaja menurut Kusmiran
(2016) antara lain:
10
a. Perubahan Fisik
Pada remaja fungsi fisiologis dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan dan gizi. Faktor lingkungan dapat member pengaruh
yang kuat untuk lebih mempercepat perubahan. Perubahan
dipengaruhi oleh beberapa organ penting, yaitu: kelenjar gondok,
kelenjar anak ginjal, dan kelenjar organ reproduksi. Ketiga kelenjar
tersebut akan saling bekerja sama dan berinteraksi dengan faktor
genetik maupun lingkungan.
Pada laki-laki hormon yang mempengaruhi adalah testosteron
ditandai dengan mengalami mimpi basah. Perubahan fisik yang
dialami oleh laki-laki yaitu tumbuh rambut sekitar kemaluan, kaki,
tangan, dada, ketiak, dan wajah. Tampak pada anak laki-laki mulai
berkumis, berjambang, dan berbulu ketiak. Suara bertambah besar,
badan lebih berotot terutama bahu dan dada, pertambahan berat dan
tinggi badan, buah zakar menjadi lebih besar dan bila terangsang
dapat mengeluarkan sperma (Kusmiran, 2016).
Sedangkan pada perempuan hormon yang mempengaruhi
adalah estrogen dan progesteron ditandai dengan mengalami
menstruasi. Perubahan fisik yang dialami yaitu pertambahan tinggi
badan, tumbuh rambut disekitar alat kelamin dan ketiak, kulit
menjadi lebih halus, suara menjadi lebih halus dan tinggi, payudara
dan pinggul mulai membesar, paha membulat, dan mengalami
menstruasi. Dibawah ini Aspek Pertumbuhan Pada Remaja
Perempuan
11
4. Perkembangan pada Remaja
a. Perkembangan Sosial
Remaja diharuskan dapat menyesuaikan diri dengan orang
dewasa di luar lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah, dan
terlepas dari peran anak- anak. Akibatnya terjadilah tumpang tindih
pola tingkah laku anak dan pola perilaku dewasa. Hal ini dipengaruhi
oleh
1) Kuatnya Teman Sebaya
Karena seorang remaja menjadi egosentris, kebingungan
peran, dan lain-lain, maka seorang remaja mulai mencari
pengakuan diri di luar rumah. Dengan menghabiskan lebih
banyak waktu dengan teman sebayanya, dibandingkan bersama
dengan orangtuanya. Sehingga wajar jika tingkah laku dan
norma/aturan yang diyakininya banyak dipengaruhi oleh
kelompok teman sebayanya. Namun kadang remaja bersifat
ambivalen, disatu sisi ingin menunjukkan kemandiriannya dengan
melepaskan diri dari orang tua, tapi disisi lain mereka masih
ketergantungan dengan orang tuanya.
2) Pengelompokan Sosial Baru
Biasanya kelompok remaja perempuan membentuk
kelompok yang kecil dan akrab, sebaliknya kelompok yang
dibentuk remaja laki-laki biasanya lebih besar tetapi tidak terlalu
akrab. Kelompok remaja laki-laki jarang berbagi perasaan atau
emosi dengan teman sebaya, sedangkan remaja perempuan lebih
bisa berbagi perasaan dan pengalaman.
b. Perkembangan emosi
Emosi remaja umumnya masih labil mudah tersinggung dan
merasa malu karena remaja umumnya sangat peka terhadap cara
orang lain memandang mereka. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan tingginya emosi remaja antara lain karena faktor fisik
(kelenjar dan nutrisi) dan faktor lingkungan serta sosial. Perkembangan
emosi remaja dipengaruhi oleh :
12
1) Pengendalian Emosi
Pengendalian emosi maksudnya belajar menghadapi situasi
dengan rasional, belajar mengenali emosi dan tidak menafsirkan
suatu kodisi secara berlebihan, dan belajar merespon situasi
tersebut dengan emosi atau pikiran secara profesional.
2) Kebahagiaan pada masa remaja
Kebahagian remaja sangat dipengaruhi oleh masalah
pribadinya daripada lingkungannya, apalagi bila seseorang remaja
berhasil memecahkan masalah tanpa bantuan orang dewasa.
c. Perkembangan Kognitif
Menurut kognitif piaget, kemampuan kognitif remaja berada pada
tahap formal operational, dimana remaja harus mampu
mempertimbangkan semua hal atau kemungkinan yang akan terjadi
dalam menyelesaikan masalah dan berani mempertanggung
jawabkannya. Kemampuan kognitif seorang remaja antara lain sikap
kritis, rasa ingin tahu yang kuat, jalan pikiran egosentris, imagery
audience, personal fables.
d. Perkembangan moral
Tahapan perkembangan moral harus mencapai moralitas pasca
konvensional dan menerima beberapa prinsip yaitu harus ada
fleksibilitas dalam keyakinan moral, bisa menyesuaikan diri dengan
standart sosial dan ideal, moralitas yang disarankan pada rasa hormat
kepada orang lain.
e. Perkembangan Konsep Diri
Konsep diri mencakup perasaan dan pemikiran seseorang
mengenai dirinya sendiri, yang meliputi penilaian terhadap dirinya
sendiri dan penilaian sosial.
f. Perkembangan Heteroseksual
Remaja belajar memerankan peranan jenis kelamin yang diakui
oleh lingkungannya. Biasanya remaja perempuan menghadapi double
standart, dimana suatu kondisi laki-laki boleh melakukan hal-hal yang
dianggap perempuan sering sekali dianggap salah. Pandangan budaya
terhadap peran jenis kelamin mengakibatkan efek penggolongan
dalam masyarakat.
13
B. Konsep Dasar Fluor Albus
1. Pengertiann Flour Albus
Keputihan adalah secret putih yang kental yang keluar dari vagina
maupun rongga uterus baik berbau atau tidak berbau dan disertai rasa gatal
pada daerah kewanitaan (Aeni, 2017). Keputihan juga dapat diartikan
keluarnya cairan berlebihan dari liang senggama (vagina) yang terkadang
disertai rasa gatal, nyeri, rasa terbakar dibibir kemaluan, kerap disertai bau
busuk, dan menimbulkan rasa nyeri sewaktu buang air kecil atau bersenggama
(Aini, 2016). Keputihan (Leukorea, Flour Albus) merupakan gejala awal suatu
penyakit dengan adanya cairan yang dikeluarkan dari alat – alat genetal yang
bukan berupa darah (Sukamto, 2018). Gejala keputihan yang paling sering
dijumpai pada penderita ginekologi adanya gejala ini diketahui oleh penderita
karena terdapatnya secret yang mengkotori celananya (Ayu, 2019).
Fluor albus (vaginal discharge/leucorrhea/keputihan) adalah keluarnya
cairan selain darah dari vagina secara berlebihan (Monalisa et al., 2012).
Keputihan bisa bersifat fisiologis (dalam keadaan normal) namun bisa juga
bersifat patologis (karena penyakit) (Bahari,2012). Wanita yang menderita
keputihan seringkali menjadi masalah. Masalah keputihan adalah masalah
yang sejak lama menjadi persoalan bagi kaum wanita. Tidak banyak wanita
yang tahu apa itu keputihan dan terkadang menganggap enteng persoalan
keputihan ini (Kumalasari, 2012). Padahal keputihan tidak bisa dianggap
enteng, karena akibat dari keputihan ini bisa sangat fatal bila lambat ditangani.
Kondisi normal keputihan adalah berwarna bening, tidak berbau dan
tidak menimbulkan keluhan. Fluor albus yang patologis biasanya berwarna
kekuningan/kehijauan/keabu-abuan, berbau amis/busuk, jumlah secret
umumnya banyak dan menimbulkan keluhan seperti gatal, kemerahan
(eritema), edema, rasa terbakar pada daerah intim, nyeri pada saat
berhubungan seksual (dyspareunia) atau nyeri saat berkemih (dysuria).
2. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya keputihan menurut Ayu (2019),
diantaranya sebagai berikut :
14
a. Penyebab Fisiologis
Dipengaruhi oleh faktor hormonal seperti saat terjadinya
ovulasi, sebelum dan sesudah haid, rangsangan seksual, dan emosi..
Selain itu terdapat hal lain yang dapat menyebabkan fluor albus
fisiologi yaitu :
1) Bayi yang baru lahir kira – kira 10 hari, keputihan ini
disebabkan oleh pengaruh hormone esterogen dari ibunya
2) Masa sekitar menarche atau pertama kalinya haid datang,
keadaan ini ditunjang oleh hormon esterogen .
3) Masa di sekitar ovulasi karena produksi kalenjar – kalenjar
rahim dan pengaruh dari hormon esterogen serta
progesterone
4) Seorang wanita yang terangsang secara seksual.
Rangsangan seksual ini berkaitan dengan kesiapan vagina
untuk menerima penetrasi senggama, vagina mengeluarkan
cairan yang digunakan sebagai pelumas dalam senggama.
5) Kehamilan yang mengakibatkan meningkatnya suplai
darah ke vagina dan mulut rahim, serta penebalan dan
melunaknya selaput lender vagina .
6) Akseptor kontrasepsi pil yang mengandung hormon
esterogen dan progesteron yang dapat meningkatkan
lender servik menjadi lebih encer.
7) Pengeluaran lender yang bertambah pada wanita yang
sedang menderita penyakit kronik
15
b. Penyebab Patologis
Penyebab keputihan patologis dapat disebabkan oleh banyak
factor diantarnya adalah
1) Infeksi Jamur
Infeksi jamur yang menyebabkan keputihan yang
paling sering biasanya disebabkan oleh jamur Candida
albican atau monilia. Cairannya berwarna putih kental,
bergumpal seperti butiran tepung, berbau agak menyengat,
kadang ada rasa nyeri saat bersenggama disertai rasa gatal
vagina.
17
5) Penggunaan Antibiotik
Penggunaan antibiotik yang berlebihan dapat
menyebabkan populasi bakteri di daerah vagina ikut mati.
Bakteri doderlein lactobacillus di daerah vagina bertugas
menghasilkan asam laktat agar jamur atau bakteri tidak dapat
hidup. Kebiasaan menggunakan produk pencuci kewanitaan
yang umumnya bersifat alkalis juga dapat menurunkan
keasaman daerah vagina (Suririyah, 2018).
c. Penyebab Lainnya
Penyebab terjadinya keputihan yang lainnya menurut Yunianti
(2015) adalah :
1) Hygine
Kurangnya pengetahuan Kurangnya pengetahuan
mengenai kejadian keputihan akan membawa remaja pada
sikap menjaga kebersihan organ genitalia yang buruk
dapat menjadi faktor penentu dalam memelihara kesehatan
reproduksi, kurangnya pemahaman tentang kondisi dan
perubahan tubuh pada saat keputihan sehingga terjadi
salah pengertian dan kecemasan berlebihan terhadap
kondisi tersebut.
Sikap menjaga vaginal hygiene yang buruk dan
Penggunaan celana dalam yang tidak menyerap keringat
Jamur tumbuh subur pada keadaan yang hangat dan
lembab. Celana dalam yang terbuat dari nilon tidak
menyerap keringat sehingga menyebabkan kelembaban.
Campuran keringat dan sekresi alamiah vagina sendiri
mulai bertimbun. Keadaan ini menjadi tempat yang cocok
untuk pertumbuhan jamur kandida dan bakteri lain yang
merugikan.
Penggunaan celana panjang yang ketat Celana
panjang yang ketat juga dapat menyebabkan keputihan
karena merupakan penghalang terhadap udara yang berada
disekitar daerah genetalia dan merupakan perangkap
keringat pada daerah selangkangan. c) Penggunaan sabun
18 Sabun vagina sebenarnya tidak perlu
pembilas vagina
digunakan karena dapat mengiritasi membran mukosa dan
mungkin menimbulkan keputihan. Karena tidak dapat
bekerja semestinya sehingga mempengaruhi kuman-kuman
di dalam vagina.
2) Nutrisi
Hindari makanan yang banyak mengandung
karbohidrat dengan kadar gula tinggi seperti, tepung,
sereal dan roti. Gula yang dikonsumsi berlebihan yaitu >
50 gram/hari menyebabkan bakteri lactobacillus tidak
dapat meragikan semua gula ke dalam asam laktat dan
tidak dapat menahan pertumbuhan penyakit, maka jumlah
gula menjadi meningkat dan jamur atau bakteri perusak
akan bertambah banyak. Keputihan tetap terkendali bila
makanan yang dikonsumsi adalah karbohidrat dengan
kadar gula yang rendah misalnya kol,wortel, kangkung,
bayam, kacang panjang, tomat dan seledri.
3) Kelelahan Fisik
Kelelahan fisik merupakan kondisi yang dialami
oleh seseorang akibat meningkatnya pengeluaran energi
karena terlalu memaksakan tubuh untuk bekerja berlebihan
dan menguras fisik meningkatnya pengeluaran energi
menekan sekresi hormon esterogen. Menurunnya sekresi
hormon esterogen menyebabkan penurunan kadar
glikogen. Glikogen digunakan oleh Lactobacillus
doderlein untuk metabolisme. Sisa dari metabolisme ini
adalah asam laktat yang digunakan untuk menjaga
keasaman vagina. Jika asam laktat yang dihasilkan sedikit,
bakteri, jamur, dan parasit mudah berkembang
4) Ketegangan Psikologis
Ketegangan psikis merupakan kondisi yang dialami
seseorang akibat dari meningkatnya beban pikiran akibat
dari kondisi yang tidak menyenangkan atau sulit diatasi.
Meningkatnya bebabn pikiran memicu peningkatan
hormon adrenalin. Meningkatnya sekresi hormon adrenalin
menyebabkan 19penyempitan pembuluh darah dan
mengurangi elastisitas pembuluh darah. Kondisi ini
menyebabkan aliran hormon esterogen ke organ – organ
tertentu termasuk vagina terhambat sehingga asam laktat
yang dihasilkan berkurang. Berkurangnya asam laktat
menyebabkan keasaman vagina berkurang sehingga
bakteri, jamur dan parasit penyebab keputihan mudah
berkembang.
3. Patofisiologi
Didalam vagina terdapat berbagai bakteri, 95% adalah bakteri
lactobacillus dan selebihnya bakteri patogen (bakteri yang menyebabkan
penyakit). Dalam keadaan ekosistem vagina yang seimbang, bakteri patogen
tidak akan mengganggu. Peran penting bakteri dan flora vaginal adalah untuk
menjaga derajat keasaman (pH) agar tetap pada level normal yaitu sekitar
3,5–4,5. Dengan tingkat keasaman tersebut, lactobacillus akan tumbuh subur
dan bakteri patogen akan mati. Pada kondisi tersebut kadar pH bisa berubah
menjadi lebih tinggi atau lebih rendah dari normal. Jika pH vagina naik
menjadi lebih tinggi dari 4,5 (kurang asam), maka jamur akan tumbuh dan
berkembang. Akibatnya lactobacillus akan kalah dari bakteri patogen
sehingga menimbulkan keputihan (Sibagariang, 2016).
4. Epidemiologi
WHO menyebutkan bahwa remaja di dunia hampir 20% total seluruh
penduduk dunia. Sebanyak 85% remaja di dunia hidup di daerah berkembang.
Populasi remaja yang cenderung meningkat menyebabkan kebutuhan
peningkatan pelayanan kesehatan dan sosial terhadap remaja semakin menjadi
perhatian di seluruh penjuru dunia. BKKBN menyebutkan pada tahun 2016
penduduk remaja berusia 10-24 tahun berjumlah 66,3 juta jiwa dari total
penduduk sebesar 258,7 juta sehingga satu di antara empat penduduk adalah
remaja.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keputihan sebaiknya dilakukan sedini mungkin untuk
menghindari komplikasi sekaligus untuk menyingkirkan adanya penyebab
lain seperti kanker leher rahim yang memiliki gejala keputihan berupa sekret
encer, bewarna merah muda, coklat, mengandung darah atau hitam serta
berbau busuk (Monalisaet al., 2012).
25
Pengobatan keputihan tergantung pada penyebabnya. Oleh karena
keputihan dapat menular melalui hubungan seksual, maka pengobatan
tidak hanya dilakukan pasien akan tetapi pasangan. Adapun pengobatan
yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
a. Terapi farmakologi
Terapi yang dianjurkan untuk keputihan yang disebabkan
oleh Trichomonas vaginalis yaitu, metronidazol 2 gram secara
oral dosis tunggal atau tinidazol 2 g oral dosis tunggal. Adapun
alternatif regimen dapat diberikan oral 2 x 500 mg metronidazol
selama tujuh hari, atau tinidazol 2 x 500 mg selama lima hari.
Pasien juga disarankan untuk menjauhkan diri dari hubungan
seks hingga sembuh (pengobatan telah selesai dan
pasien/pasangan tanpa gejala seksual) (Monalisa, 2012).
Metronidazol dan clindamycin diberikan secara oral atau
pada vagina efektif dalam pengobatan Bacterial Vaginitis.
Wanita dengan gejala vulva dari kandidiasis vulvovaginal dapat
menggunakan obat antifungi topikal (selain oral atau pengobatan
vagina) hingga gejala hilang. Tidak diperlukan untuk skrining
rutin atau pengobatan mitra seksual dalam manajemen
kandidiasis.
b. Terapi Non- Farmakologi
Pencegahan keputihan dapat dilakukan dengan menjaga
kebersihan organ kewanitaan dengan cara membiasakan
menyiram toilet sebelum menggunakannya untuk meminimalkan
kontaminasi mikroorganisme, menggunakan air yang mengalir
untuk membersihkan organ kewanitaan, Membersihkan vagina
dengan membersihkan bagian depan terlebih dahulu setelah itu
bagian belakang, tidak menyemprotkan sabun kedalam vagina,
menggunakan celana dalam berbahan katun tidak berbahan jeans
tanpa memakai celana dalam, mengganti pakaian dalam setiap
hari, menghindari pemakaian pembalut (panty liner) dapat
menyebabkan jumlah lendir yang dihasilkan lebih banyak,
hanya memakai panty liner ketika lendir keluar berlebihan, dan
ketika menstruasi sebaiknya mengganti pembalut setiap 3-4 jam
sekali . 26
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, klien mengalami Flour Albus dimana hal ini merupakan keadaan
fisiologis keputihan yang dialami adalah berwarna bening, tidak berbau dan tidak
menimbulkan keluhan, hanya saja klien merasa rishi dan kurang nyaman. Didapatkan
bahwa Nn. L tidak menjaga personal hygine, dan gaya hidup yang tidak sehat sering
mengongsumsi makanan berminyak dan jajanan. Keputihan bisa bersifat fisiologis (dalam
keadaan normal) namun bisa juga bersifat patologis (karena penyakit). Tidak banyak
wanita yang tahu apa itu keputihan dan terkadang menganggap enteng persoalan
keputihan ini (Kumalasari, 2012). Padahal keputihan tidak bisa dianggap enteng, karena
akibat dari keputihan ini bisa sangat fatal bila lambat ditangani salah satunya yaitu
penyakit IMS. Oleh karena itu, Bidan menyarankan Nn. L untuk mengonsumsi makanan
yang lebih sehat seperti sayur-sayuran dan buah-buahan, menjaga personal hygine dalam
kehidupan sehari-hari, memberikan konseling terkait stress dan kecemasan dan konseling
tindakan yang dilakukan apabila keputihan semakin parah.
Menurut penelitian tentang Hubungan Pengetahuan, Vulva Hygiene, Stres, Dan
Pola Makan Dengan Kejadian Infeksi Flour Albus (Keputihan) Pada Remaja Siswi Sma
Negeri 6 Kendari 2017. Ada hubungan antara pengetahuan, stress, personal hygine, dan
pola makan dengan kejadian flour albus. Diagnosis kebidanan mengacu pada hasil
pengkajian dari data subjektif dan objektif. Konseling sudah dilakukan , namun apabila
flour albus semakin parah dan terasa gatal pada daerah genetalia, terasa panas, berbau,
dan berwarna kuning pekat atau kehijauan maka segera periksa lebih lanjut ke
Puskesmas, untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
27
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam kasus ini, kami dapat memahami secara nyata tentang asuhan yang
diberikan pada remaja dengan flour albus. Asuhan kebidanan yang diberikan pada
klien di Puskesmas berjalan sesuai teori. Selain itu dari penatalaksanaan kasus ini
kami dapat:
1. Melakukan pengkajian mendalam pada remaja dengan flour albus
2. Menyusun identifikasi diagnosa/masalah kebidanan berdasarkan data
subyektif dan data obyektif pada remaja dengan flour albus
3. Melakukan tindakan untuk menangani kasus remaja dengan flour albus
4. Melakukan evaluasi untuk menangani kasus remaja dengan flour albus
5. Mendokumentasikan kasus remaja dengan flour albus
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat memahami teori dan praktik pelaksanaan asuhan
kebidanan pada remaja dengan flour albus
2. Bagi Bidan Pelaksana di Puskesmas
Diharapkan dapat menambah informasi mengenai asuhan kebidanan pada
remaja dengan flour albus.
3. Bagi Remaja
Diharapkan dapat mempraktikkan penanganan yang telah diberikan
ketika mengalami flour albus dan menjaga personal hygine, pola makan sehat
untuk mengurangi faktor resiko terjadinya flour albus pada remaja
28
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Mella Qurrotul. 2016. “Hubungan Sikap Menjaga Kebersihan Organ Genetalia
Eksterna Dengan Kejadian Keputihan Pada Mahasiswi Poltekkes Kemenkes
Tasikmalaya.” Jurnal Keperawatan Poltekkes Tasikmalaya Vol 12. Anggraini
Bahari, H. (2012). Cara Mudah Mengatasi Keputihan
BKKBN. 2016. Kebijakan Program Kependudukan , Keluarga Berencana , dan
Pembangunan Keluarga. Jakarta: BKKBN.
Darma, dkk . 2017. Hubungan Pengetahuan, Vulva Hygiene, Stres, Dan Pola Makan Dengan
Kejadian Infeksi Flour Albus (Keputihan) Pada Remaja Siswi Sma Negeri 6 Kendari 2017.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Maysarakat vol 2/No.6
Kasdu D. Solusi Problem Wanita Dewasa. Jakarta: Puspa Swara; 2008.
Kemenkes RI. Survei Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2012.
Kumalasari, I., & Andhyantoro, I. (2012). Kesehatan reproduksi untuk mahasiswa
kebidanan dan keperawatan.
Manuaba, I.A.C, I.B.G.F ,Manuaba & I.B.G, Manuaba. 2016. Memahami Kesehatan
Reproduksi Wanita. EGC. Jakarta
Monalisa, Bubakar, A.R., Amiruddin, M.D. 2012, ‘Clinical aspects fluor albus of female
and treatment’, IJDV, vol.1, no.1, pg. 19-29.
Nduru, Leo Marthin. Hubungan Perilaku Mengenai Keputihan dengan Riwayat Kejadian
Keputihan pada Ibu-ibu Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan
Belawan [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2016.
Setiani. Tri Indah, Prabowo.Tri, Paramita, Dyiah Pradnya. 2015. Kebersihan Organ
Kewanitaan dan Kejadian Keputihan Patologi pada Santriwati Di Pondok
Pesantren Almunawwir Yogyakarta. Nurs Juornal and midwifery Indonesia.
Yogyakarta
Sevil, S. et al,. 2013. Gynecology & Obstetrics An Evaluation of the Relationship between
Genital Hygiene Practices , Genital Infection. Gynecol Obstet. 3(6), pp. 3–7. doi:
10.4172/2161-0932.10001. Ankara Turki.
xxi
x
Sukamto. 2018. “Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Perawatan Vagina
Terhadap Kejadian Keputihan Patologis Pada Mahasiswi Program Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.” Majalah Kedokteran Sriwijaya
Vol 50(4) Hal:213–21
WHO. World Health Statistic 2015. Geneva: World Health Organization, 2015
xx
x
xx
xi