TEBING TINGGI
Disusun Oleh :
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
TEBING TINGGI
2016
1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha
Esa atas karunia-Nya dan Muhammad SAW, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan berjudul FARMAKOTERAPI PADA
KEHAMILAN. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD DR. H.
Kumpulan Pane Tebing Tinggi.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Untuk hal
ini, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat menjadi
lebih baik kedepannya.
Wassalamualaikum Wr.Wb .
Penulis
2
DAFTAR ISI
2.1 Kehamilan..........................................................................................2
2.1.1 Fase Perkembangan Janin.............................................................3
2.2 Obat dan Kehamilan.........................................................................4
2.3 Farmakokinetika Obat Selama Kehamilan.....................................5
2.3.1 Perubahan Farmakokinetika Obat Akibat Perubahan Maternal..........5
2.3.2 Efek Kompartemen Fetal-Plasental...................................................7
2.3.3 Mekanisme Transfer Obat melalui Plasenta.......................................9
2.4 Farmakodinamika Pada Kehamilan.....................................................11
2.4.1 Efek Obat Pada Ibu.............................................................................11
2.4.2 Efek Teraupetik Obat dalam Janin.....................................................11
2.4.3 Efek Toksik Obat yang Dapat Diperkirakan Pada Janin....................11
2.4.4 Efek Obat Teratogenik.......................................................................13
2.5 Kategori Obat pada Ibu Hamil............................................................14
2.6 Anjuran Penggunaan Obat Pada Masa Kehamilan...........................15
2.7 Pemakaian Obat Selama Periode Kehamilan.....................................16
2.7.1 Antibiotik.......................................................................................16
2.7.1.1 Antibiotik yang Dianggap Aman.....................................16
2.7.1.2 Antibiotik yang harus diberikan secara hati-hati.............17
2.7.1.3 Antibiotik kontraindikasi...................................................19
2.7.2 Obat Kardiovaskular...........................................................................19
2.7.3 Analgesik Antipiretik.....................................................................23
2.7.4 Antiemetik.....................................................................................23
BAB 3 KESIMPULAN...25
3
3.1 Kesimpulan ..25
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................27
BAB 1
PENDAHULUAN
4
1.1 Latar Belakang
BAB 2
5
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kehamilan
Kehamilan merupakan suatu proses yang alami dan normal. Selama hamil
seorang ibu mengalami perubahan-perubahan yang terjadi baik fisik maupun
psikologis. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan ibu hamil mengalami
ketidaknyamanan. Rasa tidak nyaman yang dirasakan oleh ibu hamil biasanya
berbeda-beda pada setiap trimester kehamilan. Sebagian besar wanita juga
mengalami ketidaknyamanan minor pada saat hamil sampai beberapa tingkat
disepanjang kehamilan normal, diantaranya adalah mual, nyeri ulu hati, nyeri
sendi, nyeri punggung, dispnea, hidung tersumbat, varises vena, kram kaki 5
Obat dapat menyebabkan efek yang tidak dikehendaki pada janin selama
masa kehamilan. Selama kehamilan seorang ibu dapat mengalami berbagai
keluhan atau gangguan kesehatan yang membutuhkan obat. Banyak ibu hamil
menggunakan obat dan suplemen pada periode organogenesis sedang berlangsung
sehingga risiko terjadi cacat janin lebih besar. Di sisi lain, banyak ibu yang sedang
menyusui menggunakan obat-obatan yang dapat memberikan efek yang tidak
dikehendaki pada bayi yang disusui. Karena banyak obat yang dapat melintasi
plasenta, maka penggunaan obat pada wanita hamil perlu berhati-hati. Dalam
plasenta obat mengalami proses biotransformasi, mungkin sebagai upaya
perlindungan dan dapat terbentuk senyawa antara yang reaktif, yang bersifat
teratogenik/dismorfogenik. Obat-obat teratogenik atau obat-obat yang dapat
menyebabkan terbentuknya senyawa teratogenik dapat merusak janin dalam
pertumbuhan.
Proses kehamilan di dahului oleh proses pembuahan satu sel telur yang
bersatu dengan sel spermatozoa dan hasilnya akan terbentuk zigot. Zigot mulai
membelah diri satu sel menjadi dua sel, dari dua sel menjadi empat sel dan
seterusnya. Pada hari ke empat zigot tersebut menjadi segumpal sel yang sudah
siap untuk menempel / nidasi pada lapisan dalam rongga rahim (endometrium).
Kehamilan dimulai sejak terjadinya proses nidasi ini. Pada hari ketujuh gumpalan
tersebut sudah tersusun menjadi lapisan sel yang mengelilingi suatu ruangan yang
6
berisi sekelompok sel di bagian dalamnya. Sebagian besar manusia, proses
kehamilan berlangsung sekitar 40 minggu (280 hari) dan tidak lebih dari 43
minggu (300 hari). Kehamilan yang berlangsung antara 20 38 minggu disebut
kehamilan preterm, sedangkan bila lebih dari 42 minggu disebut kehamilan
postterm. Menurut usianya, kehamilan ini dibagi menjadi 3 yaitu kehamilan
trimester pertama 0 12 minggu, kehamilan trimester kedua 12 27 minggu dan
kehamilan trimester ketiga 27 40 minggu.6
2.1.1 Fase Perkembangan Janin
2.1.1.1 Fase Awal (0-2 minggu)
Fase perkembangan janin sangat menentukan organ apa yang akan terkena
dampak suatu obat. Risiko teratogenesis dapat terjadi sejak awal masa konsepsi.
Tapi ovulasi terjadi sekitar dua minggu sebelum haid berikutnya, maka akhir
minggu kedua sesuai dengan hari hari pertama keterlambatan haid. Selama hari-
hari yang sangat sensitif ini, seorang ibu biasanya belum menyadari kalau dia
hamil. Namun pembentukkan organ penting sudah dimulai sejak dini, sehingga
paparan terhadap bahan teratogen dapat menyebabkan anomali serius. Tapi
paparan pada fase prediferensiasi akan berakhir dengan keguguran atau perbaikan
sempurna.4
2.1.1.2 Trisemester Pertama
Fase berikutnya dalam trisemester pertama (sampai akhir minggu ke-12)
merupakan periode yang sangat rawan terhadap pengaruh obat teratogen, karena
proses organogenesis terjadi paling banyak pada trisemester pertama. Paparan
terhadap obat yang bersifat teratogen pada fase ini dapat menyebabkan kelainan
bawaan.4
2.1.1.3 Trisemester Dua
Pada trisemester kedua ( minggu ke-13 sampai ke-27) sebagian besar
organ-organ telah terbentuk dan dilanjutkan dengan perkembangan ukuran dan
fungsi. Paparan terhadap bahan atau obat-obatan yang bersifat anti metabolik,
dapat mempengaruhi perkembangan dan fungsi organ.4
2.1.1.4 Trisemester Tiga
Pada trisemester tiga (minggu ke-25 sampai kelahiran), meskipun organ
sudah lengkap, tetapi kemampuan metabolisme hati dan ekskresi ginjal belum
sempurna. Sebelum kelahiran, metabolisme obat masih banyak bergantung pada
hepar ibu dan proses ekskresi terutama diperankan oleh plasenta. Namun begitu
7
janin dilahirkan, fungsi metabolisme dan ekskresi diambil alih sepenuhnya oleh
hepar dan ginjal neonatus. Pengggunaan obat yang bersifat hepatotoksik dan
nefrotoksik pada akhir kehamilan dapat membahayakan bayi yang dilahirkan.4
2.2 Obat dan Kehamilan
8
Obat dengan berat molekul 500-1000 lebih sulit melintasi plasenta, dan obat
dengan berat molekul lebih dari 1000 sangat sulit melintasi plasenta.
c. Ikatan Protein
Derajat ikatan obat dengan protein plasma (albumin) dapat pula mempengaruhi
laju transfer dan jumlah obat yang dipindahkan. Namun, jika obat sangat mudah
larut lipid, tidak akan banyak dipengaruhi oleh ikatan protein.
d. Metabolisme obat plasenta dan janin
Terdapat dua mekanisme yang memberikan perlindungan janin dari obat dalam
sirkulasi darah maternal:
1. Plasenta sendiri berperan baik sebagai sawar semipermeabel dan sebagai tempat
metabolisme beberapa obat yang melaluinya.
2. Obat yang telah melewati plasenta masuk dalam sirkulasi janin melalui vena
umbilikus.
9
mengubah formula obat berdasarkan perubahan sekresi usus dan mengatur
kecepatan serta tempat pelepasan obat, diharapkan absorbsi obat akan menjadi
lebih baik.7,8
Pada kehamilan terjadi peningkatan curah jantung, tidal volume, ventilasi,
dan aliran darah paru. Perubahan-perubahan ini mengakibatkan peningkatan
absorbsi alveolar, sehingga perlu dipertimbangkan dalam pemberian obat inhalan.
Hal ini tidak berarti bahwa obat-obat anestesi inhalan akan lebih cepat kerjanya,
karena hal itu tergantung pada keseimbangan paru dan distribusi pada
jaringan.8,9,10
2.3.1.2 Distribusi
Volume distribusi obat akan mengalami perubahan selama kehamilan
akibat peningkatan jumlah volume plasma hingga 50%. Peningkatan curah
jantung akan mengakibatkan peningkatan aliran darah ginjal sampai 50% pada
akhir trimester I, dan peningkatan aliran darah uterus yang mencapai puncaknya
pada aterm (36-42 L/jam), dimana 80% akan menuju ke plasenta dan 20% akan
menuju ke myometrium. Peningkatan total jumlah cairan tubuh adalah 8 L, terdiri
dari 60% pada plasenta, janin, dan cairan amnion, sementara 40% berasal dari ibu.
Akibat peningkatan jumlah volume ini, terjadi penurunan kadar puncak obat
(Cmax) dalam plasma.2,8,9,10
2.3.1.4 Eliminasi
- Eliminasi oleh hepar
10
Fungsi hepar dalam kehamilan banyak dipengaruhi oleh kadar estrogen
dan progesteron yang tinggi. Pada beberapa obat tertentu seperti fenitoin,
metabolisme hepar bertambah secepat mungkin akibat rangsangan pada aktivitas
enzim mikrosom hepar yang disebabkan oleh hormon progesteron; sebaliknya
pada obat-obatan seperti teofilin dan kafein, eliminasi hepar berkurang sebagai
akibat sekunder inhibisi kompetitif dari enzim oksidase mikrosom oleh estrogen
dan progesteron. Estrogen juga mempunyai efek kolestatik yang mempengaruhi
ekskresi obat-obatan seperti rifampisin ke sistem empedu.2,7,8,9
- Eliminasi renal
Pada kehamilan terjadi peningkatan aliran plasma renal 25-
50%.GLomerulus Filtration Rate meningkat. Ini akibat dari peningkatan volume
plasma darah dan hormon progesteron.2,7,8,9
11
penurunan konsentrasi obat pada janin dan menghasilkan gradien konsentrasi.
Fenomena ini dikenal sebagai ion trapping.10,11
2.3.2.3 Eliminasi obat secara feto-placental drug eliminaton
Terdapat bukti-bukti bahwa plasenta manusia dan fetus mampu
memetabolisme obat. Semua proses enzimatik, termasuk fase I dan fase II telah
ditemukan pada hati bayi sejak 7 sampai 8 minggu pasca pembuahan tetapi proses
tersebut belum matang, dan aktivitasnya sangat rendah. Kemampuan eliminasi
yang berkurang dapat menimbulkan efek obat yang lebih panjang dan lebih
menyolok pada janin. Sebagian besar eliminasi obat pada janin dengan cara difusi
obat kembali ke kompartemen ibu. Tetapi kebanyakan metabolit lebih polar
dibandingkan dengan asal-usulnya sehingga kecil kemungkinan mereka akan
melewati sawar plasenta, dan berakibat penimbunan metabolit pada jaringan janin.
Dengan pertambahan usia kehamilan, makin banyak obat yang diekskresikan ke
dalam cairan amnion, hal ini menunjukkan maturasi ginjal janin.10,11
12
Waddell dan Marlowe (1981) menetapkan bahwa terdapat 3 tipe transfer
obat-obatan melalui plasenta sebagai berikut:2,7,8,11
1) Tipe I
Obat-obatan yang segera mencapai keseimbangan dalam kompartemen
ibu dan janin atau terjadi transfer lengkap dari obat tersebut. Yang
dimaksud dengan keseimbangan di sini adalah tercapainya konsentrasi
terapetik yang sama secara simultan pada kompartemen ibu dan
janin.2,7,8,11
2) Tipe II
Obat-obatan yang mempunyai konsentrasi dalam plasma janin lebih
tinggi daripada konsentrasi dalam plasma ibu (terjadi transfer yang
berlebihan). Hal ini terjadi karena transfer pengeluaran obat dari janin
berlangsung lebih lambat.2,7,8,11
3) Tipe III
Obat-obatan yang mempunyai konsentrasi dalam plasma janin lebih
rendah daripada konsentrasi dalam plasma ibu (terjadi transfer yang tidak
lengkap).2,7,8,11
Kebanyakan obat yang digunakan oleh ibu hamil dapat melintasi plasenta
dan menimbulkan efek farmakologis dan efek teratogenik pada embrio dan janin
yang sedang berkembang.12 Faktor-faktor penting yang mempengaruhi transfer
obat ke plasenta dan efek obat terhadap janin meliputi :12,13
1. Sifat fisikokimiawi dari obat
2. Kecepatan obat untuk melintasi plasenta dan mencapai sirkulasi janin
3. Lamanya pemaparan terhadap obat
4. Bagaimana obat didistribusikan ke jaringan-jaringan yang berbeda pada
janin
5. Periode perkembangan janin saat obat diberikan dan
6. Efek obat jika diberikan dalam bentuk kombinasi.12,13
13
Terdapat dua mekanisme yang membantu melindungi janin dari obat
dalam sirkulasi ibu yaitu :13
1) Plasenta yang berperan sebagai sawar semipermiabel juga sebagai tempat
metabolisme beberapa obat yang melewatinya. Semua jalur utama
metabolisme obat ada di plasenta dan juga terdapat beberapa reaksi
oksidasi aromatik yang berbeda misalnya oksidasi etanol dan fenobarbital.
Sebaliknya, kemampuan metabolisme plasenta dapat menyebabkan
terbentuknya metabolit yang toksik sehingga plasenta sendiri malah dapat
meningkatkan toksisitas, misalnya etanol dan benzopiren. 12
2) Obat yang melintasi plasenta akan memasuki sirkulasi janin melalui vena
umbilikal. Sekitar 40-60% darah dalam vena umbilikalis mengalir masuk
ke dalam hati janin : sisanya melintas hati janin, sisanya akan memasuki
13
sirkulasi janin. Obat yang masuk ke hati janin dapat dimetabolisme
secara parsial sebelum masuk ke sirkulasi janin. Selain itu sejumlah besar
obat yang terdapat dalam arteri umbilikalis (kembali ke plasenta) dapat
dipintas melalui plasenta, kembali ke vena umbilikalis dan ke dalam hati
lagi.12
14
Beberapa penelitian untuk mengetahui kerja obat di janin berkembang
dengan pesat, yang berkaitan dengan pemberian obat pada wanita hamil dengan
janinnya yang menjadi target obat.pengobatan janin walaupun mekanismenya
masih belum diketahui jelas.Contohnya kortikosteroid diberikan untuk
merangsang matangnya paru janin bila ada prediksi kelahiran prematur. Contoh
lain adalah fenobarbital yang dapat menginduksi enzim hati untuk metabolisme
bilirubin sehingga insidens jaundice (bayi kuning) akan berkurang. Selain itu
fenobarbital juga dapat menurunkan risiko perdarahan intrakranial bayi kurang
umur.Anti aritmia juga diberikan pada ibu hamil untuk mengobati janinnya yang
menderita aritmia jantung.3,14
Secara umum pengaruh buruk obat pada janin dapat beragam, sesuai
dengan fase-fase berikut :12,14
1. Fase implantasi, yaitu pada umur kehamilan kurang dari 3 minggu.
Pada fase ini obat dapat memberi pengaruh buruk atau mungkin tidak sama sekali.
Jika terjadi pengaruh buruk biasanya menyebabkan kematian embrio atau
berakhirnya kehamilan (abortus).12,14
2. Fase embional atau organogenesis, yaitu pada umur kehamilan antara
4-8 minggu. Pada fase ini terjadidiferensiasi pertumbuhan untuk terjadinya
15
malformasi anatomik (pengaruh teratogenik). Berbagai pengaruh burukyang
12,14
mungkin terjadi pada fase ini antara lain :
- Gangguan fungsional atau metabolik yang permanen yang biasanya baru
muncul kemudian, jadi tidak timbulsecara langsung pada saat kehamilan.
Misalnya pemakaian hormon dietilstilbestrol pada trimester pertamakehamilan
terbukti berkaitan dengan terjadinya adenokarsinoma vagina pada anak
perempuan di kemudianhari (pada saat mereka sudah dewasa).12,14
- Pengaruh letal, berupa kematian janin atau terjadinya abortus.12,14
- Pengaruh sub-letal, yang biasanya dalam bentuk malformasi
anatomispertumbuhan organ, seperti misalnyafokolemia karena talidomid.12,14
3. Fase fetal, yaitu pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Dalam fase
ini terjadi maturasi dan pertumbuhanlebih lanjut dari janin. Pengaruh buruk
senyawa asing terhadap janin pada fase ini tidak berupa malformasianatomik lagi.
tetapi mungkin dapat berupa gangguan pertumbuhan, baik terhadap fungsi-fungsi
fisiologik ataubiokimiawi organ-organ. Demikian pula pengaruh obat yang
dialami ibu dapat pula dialami janin, meskipunmungkin dalam derajat yang
berbeda. Sebagai contoh adalah terjadinya depresi pernafasan neonatus
karenaselama masa akhir kehamilan, ibu mengkonsumsi obat-obat seperti
analgetika-narkotik; atau terjadinya efeksamping pada sistem ekstrapiramidal
setelah pemakaian fenotiazin.12,14
16
memberikan efek negatif dan obat manayang perlu diberikan secara hati-hati serta
kapan pemberian obat yang paling aman pada usia janin yang tepat.2
Mekanisme munculnya efek teratogenik akibat berbagai macam obat yang
berbeda disebabkan oleh berbagai macam faktor.Contohnya, obat dapat
berdampak langsung pada jaringan ibu dengan dampak tidak langsung atau
sekunder pada jaringan janin.Obat dapat mempengaruhi jalannya oksigen atau
nutrisi melalui plasenta sehingga berdampak paling besar terhadap jaringan janin
yang paling cepat bermetabolisme. Akhirnya obat dapat memiliki dampak
langsung yang penting terhadap proses difrensiasi jaringan yang sedang
berkembang. 16,17
Obat juga dapat bekerja langsung pada proses perkembangan jaringan
janin, misalnya vitamin A (retinol) yang memperlihatkan perubahan pada jaringan
normal. Dervat vitamin A (isotretinoin, etretinat) adalah teratogenik yang
potensial.16,17
Kekurangan substansi yang esensial diperlukan juga akan berperan pada
abnormalitas. Misalnya pemberian asam folat selama kehamilan dapat
menurunkan insiden kerusakan pada selubung saraf , yang menyebabkan
timbulnya spina bifida. Paparan berulang zat teratogenik dapat menimbulkan efek
kumulatif. Misalnya konsumsi alkohol yang tinggi dan kronik pada kehamilan ,
terutama pada kehamilan trimester pertama dan kedua akan menimbulkan fetal
alcohol syndrome yang berpengaruh pada sistem saraf pusat, pertumbuhan dan
perkembangan muka.16,17
17
a. Kategori A
Studi terkontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya resiko pada janin pada
kehamilan trimester pertama (dan tidak ada bukti mengenai resiko terhadap
trimester berikutnya), dan sangat kecil kemungkinan obat ini untuk
membahayakan janin.
b. Kategori B
Studi terhadap reproduksi binatang percobaan tidak memperlihatkan adanya
resiko terhadap janin tetapi belum ada studi terkontrol yang diperoleh pada ibu
hamil. Studi terhadap reproduksi binatang percobaan memperlihatkan adanya efek
samping (selain penurunan fertilitas) yang tidak didapati pada studi terkontrol
pada wanita hamil trimester pertama (dan ditemukan bukti adanya pada kehamilan
trimester berikutmya).
c. Kategori C
Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap
janin (teratogenik), dan studi terkontrol pada wanita dan binatang percobaan tidak
tersedia atau tidak dilakukan. Obat yang masuk kategori ini hanya boleh diberikan
jika besarnya manfaat terapeutik melebihi besarnya resiko yang terjadi pada janin.
d. Kategori D
Terdapat bukti adanya resiko pada janin, tetapi manfaat terapeutik yang
diharapkan mungkin melebihi besarnya resiko (misalnya jika obat perlu
digunakan untuk mengatasi kondisi yang mengancam j/iwa atau penyakit serius
bilamana obat yang lebih aman tidak digunakan atau tidak efektif.
e. Kategori X
Studi pada manusia atau binatang percobaan memperlihatkan adanya abnormalitas
pada janin, atau terdapat bukti adanya resiko pada janin. Besarnya resiko jika obat
ini digunakan pada ibu hamil jelas-jelas melebihi manfaat terapeutiknya. Obat
yang masuk dalam kategori ini dikontraindikasikan pada wanita yang sedang atau
memiliki kemungkinan hamil.
18
Menurut Manuaba (1998), anjuran penggunaan obat pada masa kehamilan
adalah sebagai berikut :19
1. Obat hanya diresepkan pada ibu hamil bila manfaat yang diperoleh ibu
diharapkan lebih besar dibandingkan resiko pada janin.
2. Sedapat mungkin segala jenis obat dihindari pemakaiannya selama trimester
pertama kehamilan.
3. Apabila diperlukan, lebih baik obat-obatan yang telah dipakai secara luasa
pada kehamilan dan biasanya tampak aman diberikan daripada obat baru atau
obat yang belum pernah dicoba secara klinis.
4. Obat harus digunakan pada dosis efektif terkecil dalam jangka waktu sesingkat
mungkin.
5. Penggunaan banyak obat tidak boleh diberikan sekaligus (polifarmasi).
6. Perlu adanya penyesuaian dosis dan pemantauan pengobatan. Pemakaian obat-
obat bebas dan resep perlu diperhatikan sepanjang kehamilan sampai nifas.
Perubahan fisiologik pada ibu yang terjadi selama masa kehamilan
mempengaruhi kerja obat dan pemakaiannya. 19
2.7 Pemakaian Obat Selama Periode Kehamilan
2.7.1 Antibiotik
Untuk kemudahan penggunaan sehari-hari, sering dilakukan pembagian
yang lebih sederhana. Dalam hal ini, antibiotic yang digunakan pada wanita hamil
dibagi dalam tiga kelompok :4
1. Antibiotik yang dianggap aman
2. Antibiotik yang harus diberikan secara hati-hati
3. Antibiotik yang merupakan kontraindikasi4
19
Golongan penisilin (Penisilin G, penisilin V, ampisilin, amoksisilin,
amoksisilin-klavunat,piperasilin, sulbenisilin, dll) umumnya dapat melintasi
plasenta dengan baik. Penelitian membuktikan bahwa golongan penisilin tidak
menimbulkan efek embriotoksik dan fetotoksik. Sehingga dianggap aman untuk
digunakan pada semua fase kehamilan. Termasuk dalam kategori B.1,4
Sefalosporin generasi pertama agak sulit melintasi plasenta, dan kadar
dalam plasma janin hanya 10% kadar dalam plasma ibu. Sedangkan sefalosporin
generasi dua dan tiga melintasi plasenta dengan lebih mudah, tetapi kadar dalam
plasma janin biasanya jauh lebih rendah daripada kadar dalam plasma ibu.
Sefalosporin termasuk kategori B yang dianggap aman untuk digunakan selama
kehamilan.1,4
- Golongan Makrolid
Eritromisin dan azitromisin (kategori B) dapat melintasi plasenta dalam
kadar terbatas sehingga tidak memadai untuk tujuan terapeutik pada janin. Obat
ini tidak menunjukkan efek samping yang berbahaya untuk janin. Namun, perlu
diperhatikan bahwa eritromisin estolat dikontraindikasikan pada kehamila karena
resiko hepatotoksik pada ibu.1,4
Klindimisin sering digunakan untuk mengatasi infeksi anaerob selama
masa peripartum, terutama untuk infeksi intra-amniotik dan postpartum. Obat ini
dapat mencapai kadar terapi dalam cairan amnion dan darah janin.Klindamisin
dan linkomisin termasuk kategori B yang dianggap aman, sedangkan klaritromisin
dan spiramisin termasuk kategori C yang juga relatif aman.1,4
- Nitrofurantion
Umumnya tidak menimbulkan efek samping pada janin. Secara teoritis
obat ini dapat menyebabkan anemia hemolitik pada janin dengan defisiensi
G6PD. Namun belum pernah dilaporkan pada manusia. Nitrofurantion aman
digunakan sebagai pengobatan infeksi saluran kemih selama kehamilan dan
termasuk kategori B.1,4
- Metronidazol
Termasuk dalam kategori B. penggunaan metronidazol pada trisemester
pertama kehamilan tidak meningkatkan risiko teratogenik.4
20
- Vankomisin
Termasuk dalam kategori C. Obat ini dapat melintasi plasenta dan
kaarnya cukup untuk mengobati korio-amnionitis pada trisemester kedua.4
- Antituberkulosis
Rifampisin (kategori C), isoniazid (kategori C) dan etambutol (kategori
B) dapat melintasi plasenta dan dapat mencapai kadar cukup tinggi dalam darah
janin. Pada manusia ketiga obat ini tidak menimbulkan kelainan congenital yang
signifikan. Pirazinamid termasuk kategori C yang dianggap aman untuk
kehamilan, tapi berkaitan dengan risiko hepatotoksik yang lebih berat disbanding
ketiga obat lainnya sehingga penggunaannya selama kehamilan sering dihindari.4
21
dikenal bersifat teratogenik pada hewan. Tapi sampai saat ini belum ada laporan
tentang efek teratogenik pada manusia.1,4
- Kloramfenikol
Mudah melintasi plasenta dan pemakaiannya pada ibu hamil menjelang
aterm dapat menimbulkan gray baby syndrome yang ditandai dengan hipotensi,
hipotermia, dan kolaps kardiovaskular. Kadar kloramfenikol pada serum bayi
terbukti melebihi bats toksik karena kemampuan glukoronidasi hepar dan
kemampuan ekskresi ginjal pada neonates belum sempurna. Namun demikian,
obat ini sebaiknya tidak digunakan selama kehamila, kecuali bila obat lain yang
lebih aman tidak bisa digunakan. Obat ini termasuk dalam kategori C.1,4
2.7.1.3 Antibiotik kontraindikasi
- Tetrasiklin
Merupakan satu-satunya antibiotik yang secara meyakinkan
menunjukkan hubungan kasual denngan kelainan fetus. Bila diberikan pada
periode perkembangan tulang dan gigi (bulan keempat dan kelima gestasi),
menimbulkan yellow discoloration. Obat ini mengalami deposisi pada jaringan
tulang dan gigi yang sedang dibentuk. Obat ini termasuk dalam kategori D.1,4
- Aminoglikosida
Dapat melintasi sawar plasenta dan mencapai kadar dalam darah fetus
yang lebih rendah dari plasma ibu. Gentamisin dan streptomisin merupakan
aminoglikosida dengan penetrasi plasenta yang rendah. Kadar dalam cairan
amnion hanya 30-50% dari kadar plasma ibu. Namun kadarnya dalam urin dan
ginjal janin cukup tinggi. Walaupun terdapat efek samping ototoksisitas pada
janin, pada paparan gentamisin dan kanamisin.Aminoglikosida harus digunakan
secara hati-hati pada trisemester kedua kehamilan, karena pembentukkan sel
rambut dalam organ corti terjadi pada trisemester kedua. Pemakaian
aminoglikosida dapat menimbulkan toksisitas vestibuler dan ototoksisitas pada
janin yang tidak berkaitan dengan ototoksisitas pada ibu. Streptomisin dan
kanamisin lebih ototoksik dibandingkan dengan gentamisin.Gentamisin termasuk
kategori C, sedangkan kanamisin, amikasin, dan tobramisin termasuk kategori
D.1,4
22
2.7.2 Obat Kardiovaskular
2.7.2.1 Anti hipertensi
- ACE-inhibitor dan Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
ACE inhibitor dan ARB dapat menyebabkan kelainan berupa gagal ginjal
pada fetus, hipotensi pada neonates, PDA, ARDS, dan gangguan pertumbuhan
intra-uterin (intrauterine growth restriction). Pada kehamilan dapat terjadi
oligohidramion. Oleh karena itu, pemberian ACE-I dan ARB dikontraindikasikan
selama kehamilan dan menyusui, dan termasuk dalam kategori D atau X.4
- Penyekat Reseptor Beta
Keamanan penyekat reseptor beta pada kehamilan masih kontroversi.
Beberapa literature menyebutkan bahwa obat ini berpotensi menyebabkan
kelainan, antara lain IUGR, hiperglikemia pada neonates, hipotensi dan
bradikardi. Namun, studi prospektif menggunakan atenolo pada 120 kehamilan
tidak menunjukkan adanya kelainan pada bayi. Penyekat reseptor beta termasuk
kategori C, bahkan D pada trisemester 2 dan 3.4
- Antagonis kalsium
Beberapa uji klinis penggunaan nifedipin pada kehamilan menunjukkan
bahwa nifedipin merupakan obat yang efektif. Nifedipin kerja pendek banyak
digunakan pada hipertensi pada kehamilan, walaupun sebenarnya sediaan kerja
panjang lebih baik. Meski cukup efektif, terdapat efek samping yang
mengganggu, antara lain takikardi, flushing, sakit kepaka dan hipotensi.
Pemakaian jangka panjang dapat memperberat edema tungkai yang sangat sering
terjadi pada wanita hamil. Angka kematian juga dilaporkan meingkat pada
pemakaian nifedipin kerja pendek. Pada pasien yang menderita DM dan kelainan
kardiovaskular, hanya antagonis kalsium kerja panjang yang boleh diberikan,
misalnya amlodipin dan nifedipin lepas lambat.4
Terdapat potensi interaksi antara nifedipin dengan magnesium sulfat pada
pengobatan preeklampsi dan eklampsia dimana kedua obat ini biasanya digunakan
bersama. Interaksi yang mungkin terjadi adalah blockade neuromuskular, dan
dilaporkan terjadi paralisis.4
23
Selain sebagai hipertensi, nifedipin terbukti merupakan obat yang cukup
efektif sebagai tokolitik dan lebih baik dibandingkan dengan ritodrin.Tidak ada
bukti kelainan congenital pada pemakaian antagonis kalsium sehingga obat ini
dianggap aman dipakai selama kehamilan, dengan risiko kategori C.4
- Diuretik
Merupakan obat yang banyak digunakan sebagai antihipertensi dan
merupakan obat lini pertama pada gagal jantung kongestif. Obat ini dapat
mempengaruhi aliran darah plasenta akibat mobilisasi cairan. Obat yang lazim
dipakai adalah golongan tiazid, diuretik kuat, dan diuretik hemat kalium.Diuretik
tiazid ( HCT, indamid, klortalidon) dimasukkan dalam kategori B.Umumnya
diureti dianggap sebagai kontraindikasi pada kehamilan. Namun obat ini cukup
aman. Diuretik kuat (furosemid) dengan uji hewan dapat menyebabkan
embriopati. Secara klinis, obat ini harus digunakan dengan hati-hati mengingat
resiko hipovolemi dan penurunan aliran darah plasenta. Risiko obat ini pada
kehamilan termasuk kategori C dan D. diuretic hemat kalium seperti
spironolakton dianggap merupakan kontraindikasi selama kehamilan, dan
termasuk dalam kategori C dan D.4
- Penyekat Reseptor Alfa
Penggunaan penyekat reseptor alfa sebagai anti hipertensi sudah semakin
berkurang dan saat ini hampir dibatasi pada hipertensi dengan hipertrofi prostat
jinak. Prazosin yang merupakan prototype penyekat reseptor alfa sudah lama
ditarik dari peredaran karena sering menimbulkan hipotensi ortostatik.
Doksazosin dan terazosin dengan kerja panjang masih digunakan. Penelitian pada
hewan menunjukkan bahwa alfa bloker meningkatkan risiko keguguran,
sedangkan kelainan congenital tidak ditemukan. Obat ini jarang digunakan pada
wanita hamil dan tidak ada efek teratogenik atau embriotoksik. Obat ini termasuk
kategori C.4
- Metildopa
Merupakan penghambat sintesis katekolamin yang bekerja di susunan
saraf pusat. Obat ini sudah lama digunakan pada kehamilan dan terbukti aman
24
sehingga sampai sekarang dianggap sebagai antihipertensi pilihan utama pada
kehamilan. Obat ini termasuk kategori B.4
- Klonidin
Merupakan anti hipertensi lini kedua yang bekerja sebagai agonis reseptor
alfa-2 sentral dennan efek akhir penurunan tonus saraf simpatis di perifer.
Umumnya klonidin digunakan sebagai kombinasi bila obat lain gagal menurunkan
tekanan darah. Klonidin hanya diberikan dalam kondisi tertentu dengan
pertimbangan bahwa manfaatnya lebih besar dari risiko.4
25
hidrosefalus, retardasi mental, dan atrofi optik.Efek samping pada penggunaan
trisemester 2 dan 3 jauh lebih kecil, tetapi dapat menimbulkan perdarahan
plasenta. Oleh karena itu obat ini dikontraindikasikan selam kehamilan. Dan
dimasukkan dalam kategori X.4
- Heparin
Heparin bekerja menghambar faktor Xa, dan pada dosis lebih tinggi
menghambat faktor IX,X,XI,XII, thrombin, dan menghambat konversi fibrinogen
menjadi fibrin. Heparin memiliki ukuran molekul besar sehinggga tiddak
melintasi sawar plasenta dan tidak menimbulkan kelainan congenital pada janin.
Heparin tidak menimbulkan kelainan bawaan pada neonates. Efek samping jangka
panjang pada ibu hamil adalah osteopenia dan trombositopenia. Heparin termasuk
kategori C.4
26
termasuk kategori D.Golongan NSAID lain seperti diklofenak, piroksikam, tidak
dianjurkan pada wanita hami dan menyusui.4
- Tramadol
Merupakan golongan opioid sintetik yang bekerja sentral dan merupakan agonis
parsial. Obat termasuk dalam kategori C, yang berarti pemakaian dalam jumlah
terbatas masih dimungkinkan.4
2.7.4 Antiemetik
Merupakan obat mual yang digunakan untuk mengatasi rasa mual dan
muntah.Tujuan dari terapi anti emetic adalah untuk mencegah atau menghilangkan
mual dan muntah tanpa menimbulkan efek samping.Terapi anti emetic
diindikasikan untuk pasien dengan gangguan elektrolit akibat sekunder dari
muntah, anoreksia, memburuknya status gizi atau kehilangan berat badan.Jarang
terjadi pengobatan mual dan muntah waktu hamil berhasil .tetapi perasaan tidak
enak biasanya dapat dikurangi.4
Golongan Obat Kategori Pengaruh pada Masa Kehamilan
Ibu Janin
Phenothiazine C Belum ada laporan
(Promethazine) mengenai efeknya pada
fetus
Metoclopramid B Penelitian pada Tidak ada bukti terjadi
e hewan menunjukkan cacat bawaan atau efek
peningkatan denyut samping lain pada fetus
jantung ibu atau bayi baru lahir
Ondansetron B Tidak ada bukti efek
samping pada fetus atau
kesuburan tikus dan
kelinci dengan dosis iv
sampai 4 mg/kg/hari
Domperidone B Belum ada laporan
mengenai efeknya pada
fetus
27
BAB 3
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
28
secara hati hati serta kapan pemberian obat yang paling aman pada usia janin yang
tepat. Teratogenesis adalah kerja yang menimbulkan kerusakan janin dan
khususnya defek anatomi, pertumbuhan pada janin baik secara struktur maupun
fungsi. Teratogenesis bermanifestasi sebagai gangguan pertumbuhan, kematian
janin, pertumbuhan karsinogenesis, dan malformasi
Food and Drug Administration atau FDA Amerika telah menetapkan lima
kategori (A,B,C,D,X) dengan urutan dari yang paling aman sampai yang paling
berbahaya untuk mengklasifikasikan obat berdasarkan risiko terhadap wanita
hamil dan janinnya.
Pemakaian obat yang sering digunakan pada ibu hamil meliputi antibiotik,
obat kardiovaskular seperti anti hipertensi, obat gagal jantung, anti aritmia, serta
antiplatelet dan antikoagulan, juga analgesik antipiretik dan antiemetik.
29
DAFTAR PUSTAKA
30
9. Anonim. Nasib obat (Farmakokinetik) atau proses kerja obat di dalam
tubuh wanita hamil. Avaible from :
http://dokumen.tips/documents/obat-ibu-hamil-5634fa01727e9.html
10. Mayah. Makalah Farmakologi Kehamilan. Avaible from :
sahabatsejatimayah.blogspot.co.id/2003/02/makalah-farmakologi-
kehamilan-html.
11. AnggarUdawati, Retna. Distribusi Obat Melalui Sawar Otak Dan
Plasenta. Avaiblefrom :http://retnasuria-
w.blogspot.co.id/2013/09/distribusi-obat-melalui-sawar-otak-dan.html
12. Indah.ObatYang BerpengaruhPadaKehamilan.
Avaiblefrom :http://ourhealthyworld23.blogspot.co.id/2009/12/obat-
yang-berpengaruh-pada-kehamilan.html.
13. Anonim. FarmakoterapiPadaKehamilandanMenyusui. Avaible from:
http://www.doktermuslimah.com/2013/02/farmakoterapi-pada-
kehamilan-dan.html.
14. Mutschler, Ernst. Efek Samping (Kerja Obat yang Tidak Diinginkan).
In : Dinamika Obat Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi.
Translater : B.Widianto, Mathilda. Setiadi Ranti, Anna. Edisi V.
Bandung : Penerbit ITB. 2010. P : 83-85
15. Anonim. Penggunaan Obat pada Masa Kehamilan. Avaible
from :http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21376/4/Chapter
%20II.pdf.
16. Deddy. Analgesik Dan Anti-Inflamasi Pada Kehamilan Avaible from :
https://deddyfarmasi2005.wordpress.com. (Diakses pada 24 Desember
2009)
17. Indah, Dedek. Obat yang Berpengaruh pada Kehamilan.Avaible from :
http://healthy world click.Obat Yang Berpengaruh Pada
Kehamilan.html.
18. Yudhaananto, Borneo. Keamanan Obat Untuk Ibu Hamil. Avaible from
:http://nabiungkangkung.blogspot.co.id/2014/04/keamanan-obat-
untuk-wanita-hamil.html.
19. Aulia Ramdhini, Dwi. Farmakoterapi Ibu Hamil. Avaible from
:duniakufarmasi.blogspot.co.id/2012/04/farmakoterapi-Ibu-hamil.html.
31
32