Anda di halaman 1dari 172

MODUL TEORI

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Pendahuluan

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi merupakan barometer
pelayanan kesehatan suatu Negara. Sekitar 830 wanita meninggal akibat
komplikasi pregnancy atau melahirkan di seluruh dunia setiap hari. Lima
penyebab kematian ibu terbesar yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan
(HDK), infeksi, partus lama/macet, dan abortus. Kematian ibu di Indonesia masih
didominasi oleh tiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi
dalam kehamilan (HDK), dan infeksi. Namun proporsinya telah berubah, dimana
perdarahan dan infeksi cenderung mengalami penurunan sedangkan HDK
proporsinya semakin meningkat. Lebih dari 25% kematian ibu di Indonesia pada
tahun 2013 disebabkan oleh HDK. Sedangkan tingginya Angka Kematian Bayi
(AKB) di Indonesia disebabkan oleh BBLR dan Asfiksia.
Penanganan Gawat Darurat memiliki ciri khas yang berbeda dengan
pelayanan kesehatan pada umumnya, untuk dapat memahami dan mampu
melakukan penanganan kegawatdaruratan maternal dan neonatal maka peserta
didik harus mengikuti proses pembelajaran klasikal maupun laboratorium.
Modul Teori Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
disusun berdasarkan Kurikulum Pendidikan Bidan pada jenjang pendidikan
Diploma III Kebidanan yang berisi tentang teori dari berbagai referensi dan hasil
penelitian.

Page 1
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

CAPAIAN PEMBELAJARAN

Mata kuliah ini memberikan kemampuan kepada mahasiswa


untuk dapat memberikan pertolongan pertama pada
kegawatdaruratan maternal dan neonatal secara professional,
serta mampu beradaptasi dengan berbagai situasi ( evidence
based) dengan menggunakan manajemen kebidanan pada
tatanan pelayanan kesehatan primer, sekunder, dan tertier.

Page 2
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Kegiatan Belajar 1
Konsep Dasar Kegawatdaruratan Maternal neonatal

I. Tujuan Pembelajaran

A. Umum
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, diharapkan peserta didik
mampu memahami konsep dasar Kegawatdaruratan Maternal neonatal.
B. Khusus
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian kegawatdaruratan dengan
benar
2. Mahasiswa dapat menjelaskan tanda dan gejala kegawatdaruratan
dengan benar
3. Mahasiswa dapat menjelaskan penyebab kasus kegawatdarurataan
dengan benar
4. Mahasiswa dapat menjelaskan pencegahan kegawatdaruratan
dengan benar
5. Mahasiswa dapat menjelaskan respon cepat terhadap suatu
kegawatdaruratan dengan benar

II. Pokok-Pokok Materi

Konsep Dasar kegawatdaruratan Maternal neonatal :


A. Pengertian Kegawatdaruratan
B. Tanda dan Gejala Kegawatdaruratan
C. Penyebab Kasus Kegawatdaruratan
D. Pencegahan Kegawatdaruratan
E. Respon cepat terhadap suatu Kegawatdaruratan

III. Uraian Materi

Konsep Dasar kegawatdaruratan Maternal neonatal

A. Pengertian Kegawatdaruratan

Page 3
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara


tiba-tiba, seringkali merupakan kejadian yang berbahaya. Kegawatdaruratan
dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya yang
terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera
guna menyelamatkan jiwa/ nyawa. Kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi
kesehatan yang mengancam jiwa yang terjadi dalam kehamilan atau selama
dan sesudah persalinan dan kelahiran. Terdapat sekian banyak penyakit dan
gangguan dalam kehamilan yang mengancam keselamatan ibu dan bayinya.
B. Tanda dan Gejala Kegawatdaruratan
1. Sianosis sentral
Sianosis adalah warna kebiru-biruan pada kulit dan selaput lendir
yang terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang
tidak berkaitan dengan O2).
2. Apnea
Menurut American Academy of Sleep Medicine, penentuan periode
apnea dikategorikan berdasarkan hasil indeks rata-rata jumlah henti nafas
dalam 1 jam atau Apnea Hypopnea Indeks (AHI).
a. Ringan, apabila 5-15 kali/jam
b. Sedang, apabila 15-30 kali/jam
c. Berat, apabila >30 kali/jam
3. Kejang
a. Kejang umum dengan gejala:
1) Gerakan wajah dan ekstremitas yg teratur dan berulang
2) Ekstensi atau fleksi tonik lengan atau tungkai, baik sinkron maupun
tidak sinkron
3) Perubahan status kesadaran (bayi mungkin tidak sadar atau tetap
bangun tetapi responsif/apatis)
4) Apnea (napas spontan berhenti lebih 20 detik).
b. Kejang dengan gejala:
1) Gerakan mata berkedip berputar dan juling yang berulang,
2) Gerakan mulut dan lidah berulang
3) Gerakan tungkai tidak terkendali, gerakan seperti mengayuh
sepeda
4) Apnea
5) Bayi bisa masih tetap sadar
c. Spasme dengan gejala :

Page 4
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

1) Kontraksi otot tidak terkendali paling tidak beberapa detik sampai


beberapa menit
2) Dipicu oleh sentuhan, suara maupun cahaya
3) Bayi tetap sadar, sering menangis kesakitan
4) Trismus (rahang kaku, mulut tidak dapat dibuka, bibir mencucu
seperti mulut ikan)
5) Opistotonus
d. Perdarahan
Setiap perdarahan pada neonatus harus segera dirujuk, perdarahan
dapat disebabkan kekurangan faktor pembekuan darah dan faktor fungsi
pembekuan darah atau menurun.
e. Ikterus
Ikterus dan hiperbilirubinemia sering ditemukan pada masa
neonatus dan terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah.
f. Berat badan < 1500 gram.

C. Penyebab Kasus Kegawatdaruratan


Kegawatdaruratan Maternal
1. Perdarahan
a. Abortus
Abortus adalah istilah yang diberikan untuk semua kehamilan yang
berakhir sebelum periode viabilitas janin, yaitu yang berakhir sebelum
berat janin 500 gram. Bila berat badan tidak diketahui, maka perkiraan
lama kehamilan kurang dari 20 minggu lengkap (139 hari) dihitung
dari hari pertama haid terakhir normal yang dapat dipakai.
b. Molahidatidosa
Molahidatidosa adalah suatu keadaan patologik dari korion yang
ditandai dengan:
1) Degenerasi kistik dari vili, disertai dengan pembengkakan hidropik
2) Avaskularitas, atau tidak adanya pembuluh darah janin
3) Proliferasi jaringan trofoblastik
c. Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)
Adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan
tumbuh diluar endometrium kavum uterus. Termasuk dalam

Page 5
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

kehamilan ektopik ialah kehamilan tuba, kehamilan ovarial,kehamilan


intraligamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal primer
atau sekunder
d. Plasenta previa
Plasenta previa adalah tertanamnya bagian plasenta dalam
segmen bawah uterus. Istilah ini menggambarkan hubungan anatomi
antara letak plasenta dengan segmen bawah uterus. Suatu plasenta
previa telah melewati batas atau menutupi (secara lengkap atau tidak
lengkap) ostium uteri internum.

e. Solusio (Abrupsio) Plasenta


Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan
plasenta yang berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu
dan sebelum anak lahir.
f. Retensio Plasenta
Retensio plasenta merupakan suatu keadaan dimana plasenta
tidak lahir dalam 30 menit setelah kelahiran bayi. Tanda dan gejala
yang sering timbul adalah hemoragi pasca partum segera dan uterus
berkontraksi.
g. Ruptur Uteri
Ruptur uteri ialah robekan (diskontinuitas) dinding rahim yang
terjadi saat kehamilan atau persalinan. Bila peritoneum viserale tidak
ikut robek, disebut rupture uteri inkomplet. Bila peritoneum viserale
ikut robek dan dengan demikian terdapat hubungan langsung antara
kavum uteri dengan kavum abdomen, disebut dengan rupture uteri
kompleta. Ruptura uteriimminens ialah suatu keadaan dimana rahim
telah menunjukkan tanda yang jelas akan mengalami rupture, yakni
dengan dijumpai lingkaran retraksi bandl yang semakin tinggi
melewati batas pertengahan antara simpisis pubis dengan pusat.
2. Syok

Page 6
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Syok dicirikan dengan kegagalan system sirkulasi mempertahankan


keadekuatan perfusi organ-organ vital. Syok merupakan kondisi yang
mengancam jiwa yang memerlukan penatalaksanaan segera dan intensif.
Curigai dan antisipasi syok jika minimal terdapat salah satu dari keadaan
berikut :
a. Perdarahan pada awal kehamilan (misalnya aborsi, kehamilan
ektopik, atau kehamilan mola)
b. Perdarahan pada akhir kehamilan atau persalinan (misalnya
plasenta previa, abrupsio plasenta dan rupture uterus)
c. Perdarahan setelah melahirkan (misalnya rupture uterus, atoni
uterus, robekan saluran genital, retensi plasenta atau bagian
plasenta)
d. Infeksi (misalnya aborsi septik atau aborsi yang tidak aman,
amnionitis, metritis dan pielonefritis akut).
e. Trauma (misalnya cedera uterus atau usus selama aborsi, rupture
uterus dan robekan saluran genital.
3. Preeklamsia & Eklamsia
Preeklampsia merupakan gangguan yang mempengaruhi 5-10%
kehamilan, ditandai oleh hipertensi dan proteinuria pada minggu ke-
20 kehamilan. Preeklampsia didefinisikan sebagai gangguan kehamilan
spesifik yang ditandai dengan hipertensi dan proteinuria terjadi
setelah 20 minggu kehamilan dan berakhir setelah melahirkan. Hal ini
diperkirakan mempengaruhi 5-7% dari seluruh kehamilan dan
merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian ibu
dan janin. Preeklampsia adalah keadaan dimana terjadinya hipertensi
dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan yang sebelumnya
tekanan darahnya normal, tidak terdapat proteinuri dan jika tidak
diobati maka preeklampsia dapat berkembang menjadi eklampsia.
Kriteria preeklampsia jika memenuhi salah satu dari gejala di
bawah ini maka dikatakan sebagai preeklampsia berat (PEB) (Noris et
al. 2005), yaitu tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau diastolik ≥110

Page 7
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

mmHg pada dua kali pengukuran berbeda dengan rentang minimal 6


jam, proteinuria ≥5 g dalam urin 24 jam atau ≥ 3+ pada dua kali
pengecekan urin acak dengan rentang minimal 4 jam, gangguan
serebral (perubahan status mental, sakit kepala) atau gangguan visual
(pandangan kabur, kebutaan) edema paru atau sianosis, nyeri
epigastrium atau kuadran kanan atas gangguan fungsi hati,
trombositopenia (jumlah trombosit <1 00.000 / mul) gangguan
pertumbuhan janin.
4. Persalinan Macet
Masalah yang terjadi pada persalinan macet adalah serviks
membuka tidak lebih dari 4 cm setelah 8 jam kontraksi yang teratur.
Pembukaan serviks bergerak kerah kanan garis waspada pada
partograf. Ibu mengalami nyeri persalinan selama 12 jam atau lebih
tanpa pelahiran (persalinan memanjang).
Penatalaksanaan umum : lakukan evaluasi kondisi ibu dan janin
dengan cepat serta berikan perawatan pendukung. Periksa adanya
keton pada urin dan atasi dengan cairan IV jika memang terdapat
keton, tinjau kembali partograf.
Kegawatdaruratan Neonatal
1. Asfiksia
Perinatal asfiksia (berasal dari bahasa Yunani sphyzein yang artinya
"denyut yang berhenti" merupakan kondisi kekurangan oksigen
pada pernafasan yang bersifat mengancam jiwa. Keadaan ini bila
hipoksemia dan hiperkapnia dibiarkan dapat mengakibatkan yang
disertai dengan metabolik asidosis. Asfiksia timbul karena adanya
depresi dari susunan saraf pusat (CNS) yang menyebabkan gagalnya
paru-paru untuk bernafas.
2. Hipotermia
Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh < 36 0C atau kedua
kaki dan tangan teraba dingin.
3. Hipertermia

Page 8
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan


termoregulasi. Hipertermia terjadi ketika tubuh menghasilkan atau
menyerap lebih banyak panas dari pada mengeluarkan panas. Ketika
suhu tubuh cukup tinggi, hipertermia menjadi keadaan darurat medis
dan membutuhkan perawatan segera untuk mencegah kecacatan dan
kematian.
4. Hiperglikemia
Hiperglikemia atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi dimana
jumlah glukosa dalam plasma darah berlebihan.
5. Tetanus neonaturum
Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh
bayi baru lahir yang disebabkan karena basil klostridium tetani.
D. Pencegahan Kegawatdaruratan
Cara mencegah terjadinya kegawatdaruratan adalah dengan melakukan
perencanaan yang baik, mengikuti panduan yang baik dan melakukan
pemantauan terus menerus terhadap ibu maupun klien
E. Respon cepat terhadap suatu kegawatdaruratan.
Jika seorang ibu usia subur mengeluhkan masalahnya, kaji secara cepat
kondisinya untuk menetapkan derajat kesakitannya.
Tabel. 1
(Respon cepat terhadap suatu kegawatdaruratan)
KAJI TANDA BAHAYA PERTIMBANGAN
Jalan napas dan perhatikan adanya : Anemia berat
pernapasan Sianosis (kebiruan) Gagal jantung
Distress (pernapasan) Pneumonia
periksa : Asma
Kulit : pucat
Paru-paru : ronchi dan
wheezing
Sirkulasi (tanda syok) Periksa : Syok
kulit : dingin dan
lembab
Page 9
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

denyut nadi : cepat(110


atau lebih) dan lemah
tekanan darah : rendah
(sistolik kurang dari
90mmHg)
Perdarahan Tanyakan apakah : Aborsi, kehamilan ektopik,
pervaginam (pada hamil; usia kehamilan kehamilan mola, absurpsio
awal atau akhir baru saja melahirkan plasenta,ruptur uterus,
kehamilan) plasenta dilahirkan plasenta previa, atonia
Periksa : uterus, robekan serviks dan
vulva: banyaknya vagina, retensio plasenta,
perdarahan, retensi Inversi uterus.
plasenta, robekan yang
nyata
uterus : atonia
kandung kemih ; penuh
Pada tahap ini jangan
lakukan periksa dalam
Tidak sadar atau tanyakan apakah : eklamsi
konvulsi hamil: usia kehamilan malaria
periksa : epilepsi
tekanan darah: Tetanus
tinggi(diastolik 90 mmHg
atau lebih)
suhu : 38ºC atau lebih
Demam yang Tanyakan apakah : malaria
membahayakan Lemah: letargi metritis
berkemih sering dan nyeri abses pelvik
Periksa : peritonitis
suhu; 38ºC atau lebih infeksi payudara

Page 10
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

tidak sadar komplikasi aborsi


leher : kaku pneumonia
paru-paru; pernapasan infeksi saluran berkemih
dangkal konsolidas
abdomen : nyeri tekan
hebat
vulva : rabas purulen
payudara ; nyeri tekan
Nyeri abdomen Tanyakan apakah : Kista ovarium
hamil: usia kehamilan apendistis
periksa : kehamilan ektopik
tekanan darah rendah kemungkinan persalinan
(sistolik 90 mmHg) term atau preterm
denyut nadi : cepat (110amnionitis
atau lebih) absurpsio plasenta
suhu; 38ºC atau lebih ruptur uterus
uterus; status kehamilan

IV. Rangkuman
Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-
tiba, seringkali merupakan kejadian yang berrbahaya. Kegawatdaruratan obstetri
Page 11
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

adalah kondisi kesehatan yang mengancam jiwa yang terjadi dalam kehamilan
atau selama dan sesudah persalinan dan kelahiran. Penanganan Gadar Maternal
& Neonatal dapat mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada ibu
dan bayi dengan kegawatdaruratan. Tanda gelaja kegawatdaruratan maternal
neonatal yaitu Sianosis sentral, Apnea, Kejang, Perdarahan, Sangat kuning, dan
Berat badan < 1500 gram.
Penyebab kegawatdaruratan maternal neonatal adalah, abortus,
molahidatidosa, kehamilan ektopik terganggu, plasenta previa, solusio plasenta,
retensio plasenta,rupture uteri, asfiksia, ikterus, tetanus neonatorum,
hipotermia, dan hiperglikimia.

V. Evaluasi Formatif
1. Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-
tiba, seringkali merupakan kejadian yang berbahaya. pernyataan diatas
merupakan definisi menurut :
a. Parwiroharjo (2009)
b. Dorlan (2011)
c. Campbell S, Lee C,( 2000)
d. Chamberlain, Geoffrey, & Phillip Steer, (1999)
e. Semua salah
2. Kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh diluar
endometrium kavum uterus. Pernyataan ini merupakan defenisi dari
a. Mola Hidatidosa

Page 12
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

b. Plasenta Previa
c. Abortus
d. KET
e. Semuanya Salah
3. Kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi kesehatan yang mengancam jiwa
yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan
kelahiran. Terdapat sekian banyak penyakit dan gangguan dalam kehamilan
yang mengancam keselamatan ibu dan bayinya
a. Chamberlain, Geoffrey, & Phillip Steer, (1999)
b. Parwiroharjo (2009)
c. Dorlan (2011)
d. a & b benar
e. semua salah
4. Dibawah ini yang merupakan tanda dan gejala kegawatdaruratan apad
neonatus adalah:
a. Sianosis
b. Kejang
c. Perdarahan
d. Berat Baran <2500 grm
e. Semua Benar
5. Kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan termoregulasi. Hipertermia
terjadi ketika tubuh menghasilkan atau menyerap lebih banyak panas dari
pada mengeluarkan panas. Penyataan diatas adalah definisi dari :
a. Hipertermia
b. Hipotermia
c. Hiperglikemia
d. Asfiksia
e. Semua Salah

Page 13
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Kegiatan Belajar 2
Prinsip Penanganan Kegawatdaruratan Maternal
Neonatal

I. Tujuan Pembelajaran
A. Umum
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, diharapkan peserta didik
mampu memahami Prinsip Penanganan Kegawatdaruratan Maternal
Neonatal
B. Khusus
1. Mahasiswa dapat menjelaskan sebab kematian ibu, janin dan BBL dengan
benar
2. Mahasiswa dapat menjelaskan manifestasi klinik dengan benar
3. Mahasiswa dapat menjelaskan prinsip dasar dengan benar
4. Mahasiswa dapat menjelaskan penilaian awal dengan benar
5. Mahasiswa dapat menjelaskan prinsip umum penanganan dengan benar
6. Mahasiswa dapat menjelaskan kunci keberhasilan dengan benar
7. Mahasiswa dapat menjelaskan prinsip pencegahan, penentuan dan
penanganan syok dengan benar
8.

II. Pokok-Pokok
Prinsip Penanganan Materi
Kegawatdaruratan Maternal Neonatal:
A. Sebab Kematian ibu, janin dan BBL
B. Manifestasi klinik

Page 14
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

C. Prinsip dasar
D. Penilaian awal
E. Prinsip umum penanganan
F. Kunci keberhasilan
G. Prinsip pencegahan, penentuan dan penanganan syok

III. Uraian
Prinsip MateriKegawatdaruratan Maternal Neonatal
Penanganan
A. Sebab kematian ibu, janin dan BBL
1. Sebab kematian ibu
Kematian seorang perempuan yang terjadi selama kehamilan sampai
dengan 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tanpa memperhatikan
lama dan tempat terjadinya kehamilan, yang disebabkan oleh atau dipicu
oleh kehamilannya, atau penanganan kehamilannya, tetapi bukan karena
kecelakaan”
Kematian ibu dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
a) Direct obstetric deaths
Yaitu kematian ibu yang langsung disebabkan oleh komplikasi
obstetri pada masa hamil, bersalin dan nifas, atau kematian yang
disebabkan oleh suatu tindakan, atau berbagai hal yang terjadi akibat
tindakan-tindakan tersebut yang dilakukan selama hamil, bersalin atau
nifas. Di negara berkembang, sekitar 95% kematian ibu termasuk
dalam kelompok ini.
b) Indirect obstetric deaths
Yaitu kematian ibu yang disebabkan oleh suatu penyakit, yang
bukan komplikasi obstetri, yang berkembang atau bertambah berat
akibat kehamilan atau persalinan.
Sedangkan yang dimaksud dengan lahir mati (fetal death) menurut
ICD-X adalah: ”Kematian sebelum dilahirkannya atau dikeluarkannya
hasil konsepsi secara lengkap dari ibunya, berapa pun usia
kehamilannya; kematian ditandai dengan kenyataan bahwa setelah
dipisahkan dari ibunya janin tidak bernafas ataupun menunjukkan
tanda-tanda kehidupan lain seperti detak jantung, denyut tali pusat
atau gerakan otot-otot sadar”.

Page 15
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

ICD-X mendefinisikan beberapa periode berkaitan dengan


kehamilan dan kelahirannya sebagai berikut:
1) Periode Perinatal
Adalah periode antara umur gestasi 22 minggu lengkap (154
hari- usia dimana berat lahir normalnya mencapai 500 gram) sampai
7 hari setelah dilahirkan. Dengan demikian yang dimaksud dengan
kematian perinatal adalah kematian yang terjadi pada janin ketika
usia kehamilan mencapai 22 minggu lengkap sampai pada saat 7
hari setelah dilahirkan.
2) Periode neonatal
Adalah periode mulai saat bayi dilahirkan sampai dengan usia
28 hari. Kematian neonatal (yaitu kematian yang terjadi pada saat
bayi baru lahir sampai berumur 28 hari) dapat dibedakan menjadi
kematian neonatal dini dan kematian neonatal lanjut. Kematian
neonatal dini adalah kematian yang terjadi pada bayi dalam periode
7 hari setelah bayi dilahirkan, sedangkan kematian neonatal lanjut
adalah kematian yang terjadi pada bayi berusia 8 -28 hari.
2. Sebab kematian janin
Pada sebagian besar kasus, tidak diketahui secara pasti penyebab
janin meninggal di dalam kandungan. Namun, ada beberapa penyebab
umum yang memungkinkan terjadinya stillbirth, diantaranya :

a) Janin tidak berkembang.


Lambatnya pertumbuhan janin merupakan salah satu faktor
penyebab terjadinya stillbirth. Ada banyak faktor yang menghambat
pertumbuhan janin, seperti adanya kista ovarium, kista rahim dan
masih banyak lagi.
b) Masalah plasenta
Kebanyakan kasus stillbirth terjadi akibat adanya masalah pada
plasenta, yakni organ yang menghubungkan oksigen, asupan nutrisi

Page 16
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

yang dikomsumsi oleh ibu dan aliran darah ke janin. Akibatnya janin
kekuragan oksigen dan nutrisi untuk tumbuh dan berkembang.
c) Masalah tali pusar
Adanya beberapa kondisi tali pusar yang menyebabkan kematian
pada janin, diantaranya panjang tali pusar yang tidak normal sehingga
menyebabkan tali pusar yang tidak normal sehingga menyebabkan tali
pusar terlilit atau bahkan mencekik leher bayi. Kondisi ini beresiko
menghambat pasokan oksigen untuk janin, sehingga terjadi kematian.
d) Adanya infeksi bakteri
Infeksi bakteri yang terjadi pada kehamilan dibawah 28 minggu
beresiko menyebabkan kematian pada janin. Jenis infeksi yang dapat
menyebabkan kematian di antaranya cytomegalovirus, listeriosis dan
syphilis.
e) Hamil Tua
Kehamilan yang terjadi di atas usia 35 tahun memiliki macam-
macam resiko, diantaranya keselamatan janin dalam kandungan.
3. Sebab kematian bayi baru lahir

a) Asfiksia
Asfiksia merupakan penyebab kematian bayi baru lahir yang paling
utama di indonesia. Asfiksia adalah kondisi saat bayi kekurangan
oksigen sebelum atau selama kelahiran. Hal ini di tandai dengan kulit
bayi membiru, sesak napas, detak jantung menurun, dan lemah otot.

b) Infeksi
Menurut WHO, infeksi masuk kedalam tiga penyebab kematian
bayi baru lahir paling umum di dunia. Ada banyak hal yang bisa
memicu terjadinya infeksi pada bayi baru lahir, di antaranya:
Page 17
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

1) Sepsis
2) Penumonia
3) Tetanus
4) Diare
Selain itu, infeksi pada bayi baru lahir cukup sering terjadi di
daerah-daerah yang fasilitas persalinannya belum optimal. Ambil
contoh pada kasus persalinan, alat-alat bersalin yang dibutuhkan
tentu harus dalam kondisi steril. Jika tidak, alat-alat tersebut rentan
terpapar mikroorganisme yang dapat memicu infeksi pada ibu hamil
dan bayi baru lahir.
Begitu juga dengan perawatan tali pusat, alat-alat yang digunakan
juga harus bersih dan steril. Sebab jika tidak, bayi akan rentan terkena
infeksi dan penyakit lainnya, atau bahkan menyebabkan kematian.
c) Berat badan lahir rendah
Bayi dikatakan memiliki berat lahir rendah apabila berat badannya
kurang dari 2.500 gram atau 2,5 kilogram (kg). Penyebab kematian
bayi baru lahir itu berbeda-beda, maka cara pencegahannya pun
berbeda pula. Selain dengan meningkatkan kualitas layanan
kesehatan, upaya menjaga keselamatan bayi baru lahir juga
ditentukan oleh kesehatan ibunya sendiri.
Supaya berat badan bayi bisa lahir normal, dalam artian tidak
kurang maupun tidak lebih, ibu wajib menjaga pola makannya saat
hamil. Contohnya dengan memperbanyak makan sayur dan buah,
makanan tinggi serat dan asam folat, dan jenis makanan sehat lainnya.
Semakin terpenuhi kebutuhan gizi ibu saat hamil, maka kesehatan ibu
dan bayi pun akan semakin oprimal.
B. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik artinya perkembangan dan dampak yang di timbulkan
dari perkembangan suatu ata banyak penyakit didalam tubuh. Contoh

Page 18
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

penyakit tifus yang disebabkan oleh bakteri salmonella parathyphi dan thyphi
manifestasi nya terjadi perusakan dinding usus oleh bakteri tersebut
C. Prinsip Dasar
Dalam menangani kasus kegawatdaruratan, penentuan permasalahan
utama (diagnosa) dan tindakan pertolongannya harus dilakukan dengan
cepat, tepat, dan tenang tidak panik, walaupun suasana keluarga pasien
ataupun pengantarnya mungkin dalam kepanikan. Semuanya dilakukan
dengan cepat, cermat, dan terarah. Walaupun prosedur pemeriksaan dan
pertolongan dilakukan dengan cepat, prinsip komunikasi dan hubungan
antara dokter-pasien dalam menerima dan menangani pasien harus tetap
diperhatikan.

1. Menghormati hak pasien


Setiap pasien harus diperlakukan dengan rasa hormat, tanpa
memandang status sosial dan ekonominya. Dalam hal ini petugas harus
memahami dan peka bahwa dalam situasi dan kondisi gawatdarurat
perasaan cemas, ketakutan, dan keprihatinan adalah wajar bagi setiap
manusia dan kelurga yang mengalaminya.
2. Gentleness
Dalam melakukan pemeriksaan ataupun memberikan pengobatan
setiap langkah harus dilakukan dengan penuh kelembutan, termasuk
menjelaskan kepada pasien bahwa rasa sakit atau kurang enak tidak
dapat dihindari sewaktu melakukan pemeriksaan atau memerikan
pengobatan, tetapi prosedur akan dilakukan selembut mungkin sehingga
perasaan kurang enak itu diupayakan sesedikit mungkin.
3. Komunikatif
Petugas kesehatan harus berkomunikasi dengan pasien dalam bahasa
dan kalimat yang tepat, mudah dipahami, dan memperhatikan nilai
norma kultur setempat. Dalam melakukan pemeriksaan, petugas
kesehatan harus menjelaskan kepada pasien apa yang akan diperiksa dan

Page 19
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

apa yang diharapkan. Apabila hasil pemeriksaan normal atau kondisi


pasien sudah stabil,upaya untuk memastikan hal itu harus dilakukan.
Menjelaskan kondisi yang sebenarnya kepada pasien sangatlah penting.
4. Hak Pasien
Hak-hak pasien harus dihormati seperti penjelasan informed
consent, hak pasien untuk menolak pengobatan yang akan diberikan dan
kerahasiaan status medik pasien.
5. Dukungan Keluarga (Family Support)
Dukungan keluarga bagi pasien sangat dibutuhkan. Oleh karena itu,
petugas kesehatan harus mengupayakan hal itu antara lain dengan
senantiasa memberikan penjelasan kepada keluarga pasien tentang
kondisi pasien, peka akan masalah kelurga yang berkaitan dengan
keterbatasan keuangan, keterbatasan transportasi, dan sebagainya.
Dalam kondisi tertentu, prinsip-prinsip tersebut dapat dinomorduakan,
misalnya apa bila pasien dalam keadaan syok, dan petugas kesehatan
kebetulan hanya sendirian, maka tidak mungkin untuk meminta informed
consent kepada keluarga pasien. Prosedur untuk menyelamatkan jiwa
pasien harus dilakukan walaupun keluarga pasien belum diberi informasi.
D. Penilaian awal
Dalam menentukan kondisi kasus obstetric yang dihadapi apakah dalam
keadaan gawat darurat atau tidak, secara prinsip harus dilakukan
pemeriksaan secara sisstematis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum,
dan pemeriksaan obstetric. Dalam praktik, oleh karena pemeriksaan
sistematis yang lengkap membutuhkan waktu agak lama, padahal penilaian
harus dilakukan secara cepat maka dilakukan penilaian awal.

Page 20
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Gambar. 1
(Penialain awal pada pasien)
Penilaian awal adalah langkah pertama untuk menentukan dengan
cepat kasus obstetric yang diurigai dalam keadaan gawat darurat dan
membutuhkan pertolongan segera dengan mengidentifikasi penyulit
(komplikasi) yang dihadapi. Dalam penilaian awal ini, anamnesis lengkap
belum dilakukan. Anamnesis awal dilakukan bersama-sama periksa
pandang, periksa raba, dan penilaian tanda vital dan hanya untuk
mendapatkan informasi yang sangat penting berkaitan dengan kasus.
Misalnya, apakah kasus mengalami perdarahan, demam, tidak sadar,
kejang, sudah mengejan atau bersalin berapa lama, dan sebagainya. Fokus
utama persalinan adalah apakah pasien mengalami syok hipovolemik, syok
septic, syok jenis lain (syok kardiogenik, syok neurologic dan sebagainya)
koma, kejang-kejang, dan hal itu terjadi dalam kehamilan, persalinan,
pascasalin, atau masa nifas. Syok kardiogenik, syok neurologic dan syok
analfilaktik jarang terjadi pada kasus obstetric. Syok kardiogenik dapat
terjadi pada kasus penyakit jantung dalam kehamilan/persalinan. Angka
kematian sangat tinggi. Syok neurologic dapat terjadi pada kasus inversion
uteri sebagai akibat rasa nyeri yang hebat disebabkan oleh tarikan kuat
pada peritoneum, kedua ligamentum infundi bulopelvikum dan
ligamentum rotundum. Syok analfilaktik dapat terjadi pada kasus emboli
air ketuban.

Pemeriksaan yang dilakukan untuk penilaian awal adalah sebagai berikut:


1. Penilaian dengan periksa pandang
a. Menilai kesadaran penderita : pingsan/koma, kejang-kejang,

gelisah tampak kesakitan

Page 21
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

b. menilai wajah penderita : pucat, kemerahan, banyak keringat


c. Menilai pernapasan : cepat, sesak napas
d. Menilai perdarahan dari kemaluan
2. Penilaian dengan periksa raba (palpasi) :
a. Kulit : dingin, demam
b. Nadi : lemah/kuat, cepat/normal
c. Kaki/tungkai bawah : bengkak
3. Penilaian tanda vital :
a. Tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan
Hasil penilaian awal ini, berfokus pada apakah pasien
mengalami syok hipovolemik, syok septic, syok jenis lain, koma,
kejang-kejang atau koma disertai kejang-kejang, menjadi dasar
pemikiran apakah kasus mengalami perdarahan, infeksi, hipertensi
/preeklamsia /eklamsia atau penyulit lain. Dasar pemikiran ini
harus dilengkapi dan diperkuat dengan melakukan pemeriksaan
klinik lengkap, tertapi sebelum pemeriksaan klinik lengkap selesai
dilakukan, langkah-langkah untuk melakukan pertolongan pertama
sudah dikerjakan sesuai hasil penilaian awal, misalnya ditemukan
kondisi syok, pertolongan pertama untuk melakukan syok sudah
harus dilakukan.
E. Prinsip umum Penanganan Kasus Gawat Darurat
Perbedaan prinsip dasar dan prinsip umum terletak pada subjeknya.
Dalam prinsip dasar, seorang petugas kesehatan diharuskan melihat
secara utuh bahwa pasien adalah manusia yang harus diperhatikan juga
haknya. Dalam prinsip umum, petugas kesehatan dan pasien adalah
sama-sama subjek, sebagai mitra yang bekerja sama dalam menangani
suatu kasus kegawatdaruratan.
1. Stabilisasi Pasien

Page 22
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Setelah kita mengenali kondisi kegawatdaruratan, lakukan


stabilisasi keadaan pasien sebelum melakukan rujukan. Elemen-
elemen penting dalam stabilisasi pasien:
a. Menjamin kelancaran jalan nafas, pemulihan sistem respirasi dan
sirkulasi.
b. Menghentikan sumber perdarahan dan infeksi.
c. Mengganti cairan tubuh yang hilang.
d. Mengatasi rasa nyeri atau gelisah.
2. Terapi Cairan
a. Antisipasi ini dilakukan pada tahap awal untuk persiapan jika
kemudian penambahan cairan dibutuhkan.
b. Pemberian cairan ini harus diperhatikan baik jenis cairan,
banyaknya cairan yang diberikan, dan kecepatan pemberian cairan
harus dengan diagnosis kasus.
c. Misal, pemberian cairan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
pada kasus syok hipovolemik seperti pada perdarahan berbeda
dengan pemberian cairan pada syok septik.
d. Cairan yang diberi sebaiknya berupa Ringer Laktat dan NaCl
fisiologis yang dapat menggantikan cairan dalam tubuh.
3. Resusitasi Jantung Paru (RJP)
a. Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan gabungan penyelamatan
pernapasan (bantuan napas) dengan kompresi dada eksternal. RJP
digunakan ketika seseorang mengalami henti jantung dan henti
napas.

b. Dalam melakukan RJP, sebagai seorang penolong harus:


1) Mempertahankan terbukanya jalan napas (Airway = A)
2) Memberi nafas untuk pasien (Breathing = B)

Page 23
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

3) Mengusahakan kembalinya sirkulasi pasien (Circulation = C)


c. Dalam prinsip RJP selalu mengikutsertakan ABC:
1) Suatu pernafasan tidak akan efektif jika jalan nafas tidak
terbuka.
2) Pernafasan buatan tidak efektif pula jika sirkulasi terhenti.
3) Darah yang bersirkulasi tidak akan efektif, kecuali darah
tersebut teroksigenisasi.
4) Selalu diingat jika perdarahan dapat mengganggu sirkulasi.
5) Oleh karena itu jika seorang pasien kehilangan darah terlalu
banyak maka RJP yang dilakukan tidak efektif.
d. Langkah-langkah resusitasi jantung paru sejak tahun 2010,
berubah dari ABC menjadi CBA.
4. Pemantauan Kandung Kemih
a. Dalam pemantauan kandung kemih, sebaiknya menggunakan
kateter untuk mengukur banyaknya urin yang keluar guna menilai
fungsi ginjal dan keseimbangan pemasukan dan pengeluaran
cairan tubuh.
b. Jika kateterisasi tidak mungkin dilakukan, urin ditampung dan
dicatat kemungkinan terdapat peningkatan konsentrasi urin (urin
berwarna gelap) atau produksi urin berkurang sampai tidak ada
urin sama sekali.
c. Jika produksi urin mula-mula rendah kemudian semakin
bertambah, hal ini menunjukkan bahwa kondisi pasien membaik.
d. Diharapkan produksi urin paling sedikit 100 ml/4 jam atau 30
ml/jam.

5. Rujukan

Page 24
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

a. Apabila fasilitas medik di tempat kasus diterima terbatas untuk


menyelesaikan kasus dengan tindakan klinik yang adekuat, maka
kasus harus dirujuk ke fasilitas kesehatan lain yang lebih lengkap.
b. Seharusnya sebelum kasus dirujuk, fasilitas kesehatan yang akan
menerima rujukan sudah dihubungi dan diberitahu terlebih dahulu
sehingga persiapan penanganan ataupun perawatan inap telah
dilakukan dan diyakini rujukan kasus tidak akan ditolak.
F. Kunci Keberhasilan Penanganan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
Penanganan kegawatdaruratan maternal dan neonatal meliputi intervensi
yang spesifik untuk menangani kasus “kegawatan” atau komplikasi selama
kehamilan, persalinan, dan nifas, serta kegawatan pada bayi baru lahir di
bawah 30 hari. Intervensi yang dilakukan antara lain pmeberian antibiotik
intravena, penanganan komplikasi aborsi, penanganan perdarahan
postpartum, pengananan asfiksia neonatorum, penanganan ikterus
neonatorum, dan lain sebagainya.
Kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal bukanlah merupakan
tanggung jawab petugas kesehatan untuk mengananinya. Namun, dibutuhkan
peran serta berbagai pihak dalam mewujudkan kondisi yang mendukung
demi tercapainya keselamatan ibu dan bayi yang mengalami kegawatan
melalui sistem pertolongan yang sinergi, bekerja efektif, efisien, dan kontinu.
Pemberi bantuan dana, pembuat kebijakan, dan petugas kesehatan harus
menyadari bahwa tujuan utama pengananan kegawatdaruratan maternal dan
neonatal adalah untuk menyelamatkan nyawa ibu dan bayinya, juga untuk
menyelamatkan jiwa bayi yang baru lahir atau dengan kata lain untuk
mengurangi angka kematian ibu dan angka kematian neonatal.
Penyediaan pelanyanan penanganan kegawatdaruratan yang berkualitas
bukanlah penyelesaian masalah. Bukan pula dengan tersedianya rumah sakit
yang menyediakan layanan pembedahan di kamar operasi, tetapi ada

Page 25
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

beberapa poin yang menentukan berhasilnya pertolongan kasus


kegawatdaruratan di antaranya yaitu.
1. Pendidikan dan mobilisasi komunitas
Tujuannya agar masyarakat mengetahui kapan harus mencari
pertolongan dan kapan menghubungi petugas kesehatan jika tampak
tanda bahaya atau kegawatan
2. Pinjaman dana komunitas
Kurangnya biaya merupakan masalah atau hambatan daam
mendapatkan pertolongan ataupun penanganan di fasilitas kesehatan.
Mendirikan sebuah pinjaman dana komunitas memberikan dampak yang
baik di mana masyarakat termotivasi dalam mendonorkan dana demi
tercapainya penggunaan fasilitas yang dibutukan oleh ibu ataupun bayi
yang mengalami kegawatan.
3. Trained and skilled staff ( petugas kesehatan yang terlatih dan terampil)
4. Alat transportasi
Ketersediaan alat transportasi merupakan elemen yang krusial dari
kuatnya sistem rujukan. Alat transportasi tidak mesti harus ambulans.
Sarana transportasiumum seperti taxi ataupun mobil pribadi dapat
digunakan dalam situasi gawatdarurat.
5. Maternity Waiting Homes ( Rumah Singgah Ibu)
Maternity waiting homes dirancang umumnya untuk mengurangi
komplikasi intra partum dan postpartum. Penggunaan MWH ini telah
lama direkomendasikan oleh WHO sebagai strategi untuk mengurangi
angka kesakitan dan kematian ibu.
6. Ketersediaan obat, bahan, alat, dan perlengkapan, kamar operasi, dan lain
sebagainya di fasilitas kesehatan.
7. Lingkungan kerja yang kondusif serta kerjasama antara petugas yang baik
Meningakatkan kualitas sistem penanganan kegawatdaruratan maternal
dan neonatal pada setiap fasilitas kesehatan/ pusat pelayanan kesehatan

Page 26
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

8. Komunikasi dan hubungan antara penolong kasus kegawatan pada level


komunitas dengan petugas di fasilitas yang lebih baik (tempat rujukan)
G. Prinsip pencegahan, penentuan dan penanganan syok.
1. Definisi Syok
Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif. Kemudian
diikuti perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang akibat akhirnya
gangguan metabolik selular. Pada beberapa situasi kedaruratan adalah
bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan syok. Seseorang dengan
cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya syok. Penyebab syok
harus ditentukan (hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik syok)
(Bruner & Suddarth,2002).
Syok adalah suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem kardiovaskuler
(jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh
tubuh dalam jumlah yang memadai; syok biasanya berhubungan dengan
tekanan darah rendah dan kematian sel maupun jaringan. Syok terjadi
akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah,
termasuk kelainan jantung (misalnya serangan
jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan
hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya
karena reaksi alergi atau infeksi).
Syok adalah kondisi kritis akibat penurunan mendadak dalam aliran
darah yang melalui tubuh. Ada kegagalan sistem peredaran darah untuk
mempertahankan aliran darah yang memadai sehingga pengiriman
oksigen dan nutrisi ke organ vital terhambat. Kondisi ini juga mengganggu
ginjal sehingga membatasi pembuangan llimbah dari tubuh.
2. Diagnosis
a. Gelisah, bingung, penurunan kesadaran
b. Nadi >100 kali/menit, lemah
c. Tekanan darah sistolik <90 mmHg

Page 27
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

d. Pucat
e. Kulit dingin dan lembab
f. Pernapasan >30 kali/menit
g. Pembentukan air kemih berkurang atau sama sekali tidak terbentuk
air kemih.Jumlah urin <30 ml/jam
h. Bibir dan kuku jari tangan tampak kebiruan
i. Nyeri dada
j. Linglung, Pusing, ingsan
3. Faktor Predisposisi
Curigai atau antisipasi kejadian syok jika terdapat kondisi berikut ini:
a. Perdarahan pada kehamilan muda
b. Perdarahan pada kehamilan lanjut atau pada saat persalinan
c. Perdarahan pascasalin
d. Infeksi berat (seperti pada abortus septik, korioamnionitis, metritis)
e. Kejadian trauma
f. Gagal jantung
4. Etiologi Syok
a. Dehidrasi (syok hipovolemik)
b. Serangan jantung (syok kardiogenik)
c. Gagal jantung (syok kardiogenik)
d. Trauma atau cedera berat
e. Infeksi (syok septik)
f. Reaksi alergi (syok anafilaktik)
g. Cedera tulang belakang (syok neurogenik)
h. Sindroma syok toksik.
5. Jenis Syok
a. Syok hipovolemik
Disebabakan oleh penurunan volume darah yang terjadi secara
langsung karena pendarahan hebat atau tidak langsung karena

Page 28
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

pendarahan hebat atau tidak langsung karena hilangnya cairan yang


berasal dari plasma misalnya diare berat, pengeluaran urin atau
keringat berlebihan.
b. Syok kardiogenik
Disebabkan oleh kegagalan jantung yang melemah unutk
memompa darah secara kuat
c. Syok vasogenik
Disebabkan oleh vasodilatasi luas yang dicetuskan oleh zat-zat
vasolidator dan diantaranya terbagi menjadi 2 yaitu :
1) Syok septik ditimbulkan oleh vasodilatasi luas yang dikeluarkan
oleh penyebab infeksi atau kuman
2) Syok anafilaktik disebabkan oleh pengeluaran histamin pada reaksi
alergi hebat
d. Syok neurogenik
Disebabkan nyeri hebat dan dalam dimana tonis vaskuler simpatis
yang hilang sehingga menyebabkan vasodilatasi umum
6. Patofisiologi Syok
Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhirnya
berupa lemahnya aliran darah yang merupakan petunjuk yang umum,
walaupun ada bermacam-macam penyebab. Syok dihasilkan oleh disfungsi
empat sistem yang terpisah namun saling berkaitan yaitu ; jantung, volume
darah, resistensi arteriol (beban akhir), dan kapasitas vena. Jika salah satu
faktor ini kacau dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka akan
terjadi syok. Awalnya tekanan darah arteri mungkin normal sebagai
kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika syok berlanjut,
curah jantung menurun dan vasokontriksi perifer meningkat.
7. Fase Syok
Perempuan hamil normal mempunyai toleransi terhadapa perdarahan
500-1000 ml pada waktu persalinan tanpa bahaya oleh karena daya adaptasi

Page 29
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

fisiologik kardiovaskular dan hematologik selama kehamilan. jika perdarahan


terus berlanjut, akan timbul fase-fase syok sebagai berikut
a. Fase Kompensasi
Rangsangan/reflex simpatis: Respon pertama terhadap kehilangan
darah adalah vasokontriksi pembuluh darah perifer untuk
mempertahankan pasokan darah ke organ vital. gejala klinik: pucat,
takikardia, takipnea.
b. Fase Dekompensasi
Perdarahan lebih dari 1000 ml pada pasien normal atau kurang
karena factor-faktor yang ada: Gejala klinik: sesuai gejala klinik syok
diatas. Terapi yang adekuat pada fase ini adalah memperbaiki keadaan
dengan cepat tanpa meninggalkan efek samping
c. Fase Kerusakan Jaringan dan Bahaya Kematian
Penanganan perdarahan yang tidak adekuat menyebabkan hipoksia
jaringan yang lama dan kenatian jaringan dengan akibat berikut:
1) Asidosis metabolik : disebabkan metabolisme anaerob yang terjadi
karena kekurangan oksigen
2) Dilatasi arteriol : akibat penumpukan hasil metabolisme selanjutnya
menyebabkan penumpukan dan stagnasi darah di kapilar dan
keluarnya cairan ke dalam jaringan ekstravaskular
3) Koagulasi intravaskular yang luas disebabkan lepasnya tromboplastin
dari jaringan yang rusak
4) Kegagalan jantung akibat berkurangnya aliran darah koroner
5) Dalam fase ini kematian mengancam. Transfusi darah saja tidak cukup
adekuat lagi dan jika penyembuhan dari fase akut terjadi, sisa-sisa
penyembuhan akibat nekrosis ginjal dan/atau hipofise akan timbul

8. Derajat Syok

Page 30
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

a. Syok Ringan : Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital
seperti kulit, lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat
hidup lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan
jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi
urin normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada
atau ringan.
b. Syok Sedang : Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun
(hati, usus, ginjal). Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi
lebih lama seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini terdapat
oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan
tetapi kesadaran relatif masih baik.
c. Syok Berat : Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme

kompensasi syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ


vital. Pada syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua pembuluh darah lain.
Terjadi oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda
hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun).
9. Komplikasi Syok
a. Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah dan hipoksia
jaringan yang berkepanjangan.
b. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus
kapiler karena hipoksia.
c. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian
jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang
koagulasi.
10. Pemeriksaan Penunjang Syok
a. Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum,
kreatinin, glukosa darah.
b. Analisa gas darah
c. EKG

Page 31
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

11. Penatalaksanaan Syok


Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan
untuk memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan
mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab
syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan
pengobatan kausal. Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan
prinsip resusitasi ABC. Jalan nafas (A = air way) harus bebas kalau perlu
dengan pemasangan pipa endotrakeal. Pernafasan (B = breathing) harus
terjamin, kalau perlu dengan memberikan ventilasi buatan dan pemberian
oksigen 100%. Defisit volume peredaran darah (C = circulation) pada syok
hipovolemik sejati atau hipovolemia relatif (syok septik, syok neurogenik, dan
syok anafilaktik) harus diatasi dengan pemberian cairan intravena dan bila
perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk mempertahankan fungsi
jantung atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer.
Segera menghentikan perdarahan yang terlihat dan mengatasi nyeri yang
hebat, yang juga bisa merupakan penyebab syok. Pada syok septik, sumber
sepsis harus dicari dan ditanggulangi. Penanganannya meliputi:
Tatalaksana Umum
a. Carilah bantuan tenaga kesehatan lain.
b. Pastikan jalan napas bebas dan berikan oksigen.
c. Miringkan ibu ke kiri.
d. Hangatkan ibu.
e. Pasang infus intravena (2 jalur bila mungkin) dengan menggunakan
f. Jarum terbesar (no. 16 atau 18 atau ukuran terbesar yang tersedia).
g. Berikan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat) sebanyak 1 liter
dengan cepat (15-20 menit).
h. Pasang kateter urin (kateter Folley) untuk memantau jumlah urin yang
keluar.

Page 32
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

i. Lanjutkan pemberian cairan sampai 2 liter dalam 1 jam pertama, atau


hingga 3 liter dalam 2-3 jam (pantau kondisi ibu dan tanda vital).
j. Cari penyebab syok dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih
lengkap secara simultan, kemudian beri tatalaksana yang tepat sesuai
penyebab.

Penanganan kegawatdaruratan maternal dan neonatal meliputi intervensi


IV. Rangkuman
yang spesifik untuk menangani kasus “kegawatan” atau komplikasi selama
kehamilan, persalinan, dan nifas, serta kegawatan pada bayi baru lahir di
bawah 30 hari. Intervensi yang dilakukan antara lain pmeberian antibiotik
intravena, penanganan komplikasi aborsi, penanganan perdarahan
postpartum, pengananan asfiksia neonatorum, penanganan ikterus
neonatorum, dan lain sebagainya

V. Evaluasi Formatif

1. Dibawah ini yang termasuk dalam poin keberhasilan pertolongan


kegawatdaruratan adalah....

Page 33
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

a. Kenyamanan pasien
b. Kehadiran keluarga
c. Trained and skilled staff
d. Pendekatan
e. komunikasi
2. Dalam melakukan pemeriksaan ataupun memberikan pengobatan setiap
langkah harus dilakukan dengan penuh kelembutan, termasuk
menjelaskan kepada pasien bahwa rasa sakit atau kurang enak tidak
dapat dihindari sewaktu melakukan pemeriksaan atau memerikan
pengobatan, merupakan penjelasan dari prinsip dasar....
a. Menghormasti hak pasien
b. Gentleness
c. Komunikatif
d. Hak pasien
e. Dukungan Keluarga
3. Dalam menentukan kondisi kasus obstetric yang dihadapi apakah dalam
keadaan gawat darurat atau tidak, maka diperlukan pemeriksaan....
a. Pemeriksaan sistematis
b. Penilaian awal
c. Pemeriksaan penunjang
d. a dan b benar
e. Semua benar
4. Dibawah ini yang tidak termasuk elemen-elemen penting dalam stebilisasi
pasien gawat darurdat adalah.....
a. Menjamin kelancaran jalan nafas, pemulihan sistem respirasi dan
sirkulasi.
b. Menghentikan sumber perdarahan dan infeksi.
c. Mengganti cairan tubuh yang hilang.
d. Memberi pasien makan dan minum
e. Mengusahakan kembalinya sirkulasi pasien
5. Dalam melakukan RJP, salah satu yang dilakukan seorang penolong adalah
Airway. Apa yang dimaksud dengan Airway.....
a. Mempertahankan terbukanya jalan napas
b. Memberi nafas untuk pasien
c. Mengusahakan kembalinya sirkulasi pasien
d. Memasang oksigen

Page 34
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

e. Meminta pertolongan

Kegiatan Belajar 3
Kondisi Maternal dan Neonatal yang
Beresiko Kegawatdaruratan

I. Tujuan Pembelajaran

A. Umum
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, diharapkan peserta didik
mampu Memahami kondisi maternal dan neonatal yang beresiko penanganan
kegawatdaruratan.
B. Khusus
1. Mahasiswa dapat menjelaskan cara merujuk secara cepat, tepat dan

aman dengan benar


2. Mahasiswa dapat menjelaskan tindakan kolaborasi sesuai dengan kasus

kegawatdaruratan dengan benar


3. Mahasiswa dapat menjelaskan waktu yang tepat dalam merujuk dengan

benar
4. Mahasiswa dapat menjelaskan tempat/fasilitas rujukan yang tepat

dengan benar
5. Mahasiswa dapat menjelaskan persiapan dan pelaksanaan rujukan

dengan benar
6. Mahasiswa dapat menjelaskan keterlibatan keluarga dalam proses

rujukan dengan benar

Page 35
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

7. Mahasiswa dapat menjelaskan tindakan rujukan pada kasus


kegawatdaruratan maternal dan neonatal dengan benar

II. Pokok-Pokok Materi


Kondisi maternal dan neonatal yang beresiko penanganan kegawatdaruratan:
A. Cara merujuk secara cepat, tepat dan aman
B. Tindakan kolaborasi sesuai dengan kasus kegawatdaruratan
C. Waktu yang tepat dalam merujuk
D. Tempat/fasilitas rujukan yang tepat
E. Persiapan dan pelaksanaan rujukan
F. Keterlibatan keluarga dalam proses rujukan
G. Tindakan rujukan pada kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal

Page 36
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

III. Uraian Materi


Kondisi Maternal dan Neonatal yang Beresiko Penanganan Kegawatdaruratan
A. Cara merujuk cepat, tepat dan aman.
Rujukan adalah sistem yang dikelola secara strategis, proaktif, pragmatif,
dan koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal
dan neonatal yang paripurna dari komprehensif bagi masyarakat yang
membutuhkan terutama ibu dan bayi baru lahir, dimanapun mereka berada
dan berasal dari golongan ekonomi manapun agar dapat dicapai peningkatan
derajat kesehatan dan neonatal di wilayah mereka berada (Depkes RI. 2006)
Kondisi bagaimana pasien harus dirujuk? dirujuk jika fasilitas kesehatan
setempat tidak memadai dan jika penangan tidak mengalami perubahan atau
kondisi pasien menjadi semakin buruk. Maka, korban dirujuk segera. Sebelum
merujuk maka yang yarus dilakukan adalah mempersiapkan Penderita yang
biasa disingkat BAKSOKUDA yang diartikan sebgai berikut :
1. BIDAN, Pastikan bahwa ibu dan/atau bayi baru lahir didampingi oleh
penolong persalinan yang kompeten dan memiliki kemampuan untuk
menatalaksana kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir untuk
dibawa ke fasilitas rujukan
2. ALAT, Bawa perlengkapan dan bahan-bahan untuk asuhan persalinan,
masa nifas dan bayi baru lahir (tabung suntik, selang IV, dll) bersama ibu
ke tempat rujukan. Perlengkapan dan bahan-bahan tersebut mungkin
diperlukan jika ibu melahirkan sedang dalam perjalanan.
3. KELUARGA, Beri tahu ibu dan keluarga mengenai kondisi terakhir ibu
dan/atau bayi dan mengapa ibu dan/atau bayi perlu dirujuk. Jelaskan
pada mereka alasan dan keperluan upaya rujukan tersebut. Suami atau
anggota keluarga yang lain harus menemani ibu dan/atau bayi baru lahir
ke tempat rujukan.

Page 37
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

4. SURAT, Berikan surat ke tempat rujukan. Surat ini harus memberikan


identifikasi mengenai ibu dan/atau bayi baru lahir, cantumkan alasan
rujukan dan uraikan hasil pemeriksaan, asuhan atau obat-obatan yang
diterima ibu dan/atau bayi baru lahir. Lampirkan partograf kemajuan
persalinan ibu pada saat rujukan.
5. OBAT, Bawa obat-obatan esensial pada saat mengantar ibu ke tempat
rujukan. Obat-obatan mungkin akan diperlukan selama perjalanan.
6. KENDARAAN, Siapkan kendaraan yang paling memungkinkan untuk
merujuk ibu dalam kondisi yang cukup nyaman. Selain itu pastikan bahwa
kondisi kendaraan itu cukup baik untuk. mencapai tempat rujukan dalam
waktu yang tepat.
7. UANG, Ingatkan pada keluarga agar membawa uang dalam jumlah yang
cukup untuk membeli obat-obatan yang diperiukan dan bahan-bahan
kesehatan lain yang diperiukan selama ibu dan/atau bayi baru lahir tinggal
di fesilitas rujukan.
8. DARAH, Siapkan darah untuk sewaktu-waktu membantu transfusi darah
apabila terjadi perdarahan.

B. Tindakan Kolaborasi sesuai dengan kasus kegawatdarurataan


1. Tugas Mandiri (Memberikan layanan primer)
Layanan Primer ialah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi
tanggung jawab bidan
Memberikan asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal:
a. Mengkaji status kesehatan klien yang dalam keadaan kehamilan
b. Menentukan diagnosa kebidanan dan kebutuhan keadaan hamil
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan
prioritas masalah
d. Melaksanakan rencana asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang
telah disusun

Page 38
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

e. Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan bersama klien


f. Membuat pencatatan dan laporan asuhan kebidanan yang telah
diberikan
2. Tugas Kolaborasi/Kerjasama (Melakukan layanan kolaborasi)
Layanan Kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan
sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau
sebagai salah satu dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan.
Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan resiko tinggi dan
pertolongan pertama pada kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan
kolaborasi.
a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada kasus resiko tinggi dan keadaan
kegawatdaruratan yang memerlukan pertolongan pertama dan
tindakan kolaborasi
b. Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas sesuai dengan faktor
resiko dan keadaan kegawatdaruratan pada kasus resiko tinggi
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada kasus ibu hamil resiko
tinggi dan memberikan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas
d. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama
e. Membuat rencana tindak lanjut bersama klien
f. Membuat catatan dan laporan

C. Waktu yang tepat dalam merujuk

Pada saat kunjungan antenatal, jelaskan bahwa petugas kesehatan, klien


dan suami akan selalu berupaya untuk mendapatkan pertolongan terbaik,
termasuk kemungkinan rujukan setiap ibu hamil apabila terjadi penyulit. Pada
saat terjadi penyulit seringkali tidak cukup waktu untuk membuat rencana
rujukan sehingga keterlambatan dalam membuat keputusan dapat
membahayakan jiwa klien. Anjurkan ibu untuk membahas rujukan dan
membuat rencana rujukan bersama suami dan keluarganya serta tawarkan

Page 39
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

untuk berbicara dengan suami dan keluarganya untuk menjelaskan antisipasi


rencana rujukan.
Kaji ulang tentang keperluan dan tujuan upaya rujukan pada ibu dan
keluarganya. Kesempatan ini harus dilakukan selama ibu melakukan
kunjungan asuhan antenatal atau pada saat awal persalinan, jika
memungkinkan. Jika ibu belum membuat rencana selama kehamilannya,
penting untuk mendiskusikan rencana rujukan dengan ibu dan keluarganya
pada saat-saat awal persalinan. Jika kemudian timbul masalah pada saat
persalinan dan rencana rujukan belum dibicarakan maka seringkali sulit
untuk membuat persiapan-persiapan dengan cepat. Rujukan tepat waktu
merupakan unggulan asuhan sayang ibu dalam mendukung keselamatan ibu.

D. Tempat atau Fasilitas rujukan yang tepat.


Sistem rujukan kegawatdaruratan maternal dan neonatal mengacu pada
prinsip utama kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien, efektif, dan sesuai
kemampuan dan kewenangan fasilitas pelayanan. Masyarakat dapat
langsung memanfaatkan semua fasilitas pelayanan obstetri dan neonatal,
sesuai kondisi pasiennya. Bidan di desa (Bides) dan pondok persalinan desa
(Polindes) dapat memberikan pelayanan langsung terhadap ibu hamil/ibu
bersalin/ibu nifas dan bayi baru lahir (BBL), baik yang datang sendiri atau
atas rujukan kader/masyarakat. Bides dan bidan praktek swasta (BPS)
memberikan pelayanan persalinan normal, dan pengelolaan kasus-kasus
tertentu sesuai kewenangan dan kemampuannya, atau melakukan rujukan
pada puskesmas, puskesmas PONED, dan RS PONEK sesuai tingkat pelayanan
yang sesuai.
Puskesmas non PONED atau bisa juga disebut puskesmas jejaring PONED
memberikan pelayanan sesuai kewenangannya dan harus mampu
melakukan stabilisasi pasien dengan kegawatdaruratan sebelum melakukan
rujukan ke Puskesmas PONED atau RS PONEK. Puskesmas PONED memiliki
kemampuan untuk memberikan pelayanan langsung dan dapat melakukan

Page 40
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

pengelolaan kasus dengan komplikasi tertentu sesuai tingkat kewenangan


dan kemampuannya atau melakukan rujukan pada RS PONEK. RS PONEK 24
jam memiliki kemampuan memberikan pelayanan PONEK langsung terhadap
ibu hamil/ibu bersalin/ibu nifas/BBL baik yang datang sendiri atau atas
rujukan kader/masyarakat, Bides/BPS, Puskesmas, dan Puskesmas PONED.

E. Persiapan dan Pelaksanaan Rujukan

Siapkan dan sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan dan perawatan


dan hasil penilaian (termasuk partograf) yang telah dilakukan untuk dibawa ke
fasilitas rujukan. Jika ibu datang untuk mendapatkan asuhan persalinan dan
kelahiran bayi dan ia tidak siap dengan rencana rujukan, lakukan konseling
terhadap ibu dan keluarganya tentang rencana tersebut. Bantu mereka
membuat rencana rujukan pada saat awal persalinan. Jika bayi dilahirkan
dengan kelainan bawaan, jelaskan masalahnya kepada ibu dan keluarganya
serta bantu mereka untuk merujuk bayi ke fasilitas yang sesuai. Kaji ulang
rencana rujukan bersama ibu dan keluarganya. Jika terjadi penyulit, seperti
keterlambatan untuk merujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai dapat
membahayakan jiwa ibu dan atau bayinya. Jika perlu dirujuk, PERSIAPAN
RUJUKAN. Mempersiapkan rujukan ke rumah sakit dengan melakukan
BAKSOKUDA yaitu:
B : Bidan Harus siap antar ibu ke rumah sakit.
A : Alat-alat yang akan di bawa saat perjalanan rujukan.
K : Kendaraan yang akan mengantar ibu ke Rumah Sakit.
S : Surat rujukan disertakan.
O : Obat-obat seperti oksitosin ampul, cairan infuse.
K : Keluarga harus diberitahu dan mendampingi ibu saat dirujuk.
U : Uang untuk pembiayaan di rumah sakit.
Da : Darah untuk tranfusi.
F. Keterlibatan Keluarga dalam Proses Rujukan

Page 41
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Keluarga perlu tahu kondisi pasien sehingga perlu untuk dirujuk serta
menemani pasien saat dirujuk. Keluarga dapat membantu petugas dalam
upaya stabilisasi pasien dengan menjaga atau mempertahankan kondisi
penderita seperti, posisi pasien, nutrisi serta dukungan psikis. Keluarga juga
dapat menjadi donor apabila ternyata diperlukan transfusi darah
sesampainya di tempat rujukan.

G. Tindakan Rujukan pada Kasus Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal


Sistem rujukan dalam mekanisme pelayanan obstetri adalah suatu
pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah kebidanan
yang timbul baik secara vertikal maupun horizontal. Rujukan vertikal adalah
rujukan dan komunikasi antara satu umit ke unit yang telah lengkap,
misalnya rujukan dari rumah sakit tipe C ke rumah sakit tipe B. Rujukan
horizontal adalah konsultasi dan komunikasi antar unit yang ada dalam satu
rumah sakit, misalnya antara bagian kebidanan dan bagian ilmu kesehatan
anak (Safrudin, 2009).
1. Kegawatdaruratan Kehamilan pada Kasus Abortus
Kegawatdaruratan adalah mencakup diagnosis dan tindakan terhadap
semua pasien yang memerlukan perawatan yang tidak direncnakan dan
mendadak atau terhadap pasien dengan penyakit atau cidera akut untuk
menekan angka kesakitan dan kematian pasien. Abortus adalah
berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau
sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan
belum mampu untuk hidup diluar kandungan (Prawiroharjo, 2006).
Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan
istilah “abortus” berarti mengeluarkan hasil konsepsi (pertemuan sel telur
dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Ini adalah
suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan
untuk bertumbuh (www.aborsi.org). Menurut buku ilmu kebidanan,
istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan (Wiknjosastro, 1991).
Page 42
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Penyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi dan sering


diperdebatkan. umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak
diantaranya adalah sebagai berikut kelainan pertumbuhan hasil konsepsi.
Kelainan inilah yang paling umum menyebabkan abortus pada kehamilan
sebelum umur kehamilan 8 minggu. Beberapa faktor yang menyebabkan
kelainan ini antara lain: kelainan kromoson/genetik, lingkungan tempat
menempelnya hasil pembuahan yang tidak bagus atau kurang sempurna
dan pengaruh zat zat yang berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat
obatan, tembakau, alkohol dan infeksi virus.
a. Terapi/tindakan penanganan
1) Pemberian cairan fisiologik yang disusul dengan transfusi untuk
mencegah syok yang mungkin diakibatkan oleh perdarahan yang
hebat
2) Setelah syok teratasi dilakukan kuretase diikuti dengan pemberian
ergometrin IM untuk mempertahankan kontraksi uterus
3) Istirahat baring membuat aliran darah ke uterus bertambah dan
mengurangi rangsang mekanik
4) Pemberian antibiotic pada abortus infeksiosus
b. Rujukan secara cepat,tepat dan aman pada kasus abortus
Bidan melakukan pertolongan hanya jika terjadi perdarahan akibat gugur-
kandung oleh orang lain atau sendirinya.
1) Pasang infus dengan apa saja (Laktat Ringer, Glukosa Ringer, Larutan
garam normal atau fisiologis, atau larutan glukosa 5 % atau 10 % ).
2) Lakukan pemeriksaan dalam bila mungkin melakukan pengeluaran
jaringan hasil konsepsi sacara manual, sehingga mungkin perdarahan
dapat dihentikan.
3) Beri oksitosin atau uterotonika lainnya, sehingga terjadi kontraksi yang
akan membantu menghentikan perdarahannya. dengan lebih bersih.
4) Bila keadaan sedikit sudah dapat diatasi, maka kirimkan kerumah sakit
terdekat untuk tindakan lanjut diantaranya dilakukan kuretase
sehingga sumber perdarahan dapat dihentikan

Page 43
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

5) Bila dipandang perlu, dalam perjalanan, bidan dapat saja memasang


tampon vagina sehingga dapat membantu mengurangi perdarahan
dalam perjalanan ke rumah sakit.
c. Di Rumah Sakit tempat rujukan
1) Nilai kondisi janin (uji kehamilan atau USG). Lakukan konfirmasi
kemungkinan adanya penyebab lain
2) Tidak perlu terapi hormonal (estrogen atau progestin) atau tokolitik
(misalnya salbutamol atau indometasin) karena obat-obat ini tidak
dapat mencegah abortus.
3) Berikan ergometrin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15
menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang
sesudah 4 jam bilaperlu).
4) Berikan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena(garam
fisiologik atau larutan ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes
permenit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.
5) Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih.
Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi
vakum manual tidak tersedia.
6) Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg
intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol
400 mcgper oral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu).
2. Kegawatdaruratan Persalinan pada Kasus Distosia Bahu
Distosia bahu adalah suatu keadaan dimana setelah kepala dilahirkan,
bahu anterior tidak dapat lewat di bawah simfisis pubis. Kondisi ini
merupakan kegawatdaruratan obstetri karena bayi dapat meninggal jika
tidak segera dilahirkan.
a. Diagnosis
Tanda distosia bahu yang harus diamati penolong persalinan adalah:
1) Kesulitan melahirkan wajah dan dagu
2) Kepala bayi tetap melekat erat di vulva atau bahkan tertarik kembali
(turtle sign)
3) Kegagalan paksi luar kepala bayi
4) Kegagalan turunnya bahu
b. Penatalaksanaan Distosia Bahu

Page 44
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Prinsip utama yang perlu diperhatikan pada awal penatalaksanaan


saat terjadi distosia bahu adalah menghindari 4 P :
1) Don’t panic : jangan panik
2) Don’t pulling : jangan menarik
3) Don’t pushing : jangan mendorong
4) Don’t pivoting : jangan memutar-mutar
Penatalaksanaan distosia bahu menurut American Asosiation Of
Family Practitoners (AAFP) dengan HELPERR yaitu :
1) Help (meminta tolong)
Pertolongan tambah baik dokter maupun bidan untuk membantu
penataklasanaan distosia bahu sangat di butuhkan. Karena
pertolongan kasus distosia bahu akan lebih baik apabila dilakukan
dalam tim.
2) Evaluasi episiotomi
Episiotomi tidak dilakukan pada semua kasus distosia bahu.
Karena episiotomi dilakukan untuk memfasilitasi tindakan manuver
seperti melahirkan bahu belakang atau melakukan putaran dalam
untuk melahirkan bahu janin.
3) Leg hyperflexi
Manuver M.c. Roberts merupakan intervensi yang paling efektif.
Karena manuver memiliki tingkat keberhasilan yang sangat tinggi baik
dilakukan dengan tambahan manuver lain atau pun tanpa manuver
lain yaitu 42 % dan 90% selain itu, komplikasi yang dihasilkan oleh
manuver ini sangatlah rendah. Oleh sebab itu, manuver ini
merupakan manuver yang harus dilakukan pada awal
penataklasanaan distosia bahu.

Gambar. 2
Page 45
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

(Manuver M.c. Roberts)


Manuver M.c. Roberts ini dilakukan dengan posisi ibu berbaring
dengan punggungnya kemudian ibu menarik kedua lututnya sejauh
mungkin kearah dada sampai bokong terangkat sehingga sudut inklasi
pelvik berkurang dari simpisis pubis bergerak dengan melakukan
kompresi pada bahu dengan janin.
4) Pressure (suprapubic)
Tekanan pada suprapubic dilakukan bersamaan dengan manuver
M.c. Robert terbukti meningkatkan keberhasilan dalam
penataklasanaan distosia bahu. Manuver ini biasanya disebut dengan
manuver Rubin 1 atau Massanti. cara melakukan manuver ini adalah
dengan melakukan disimpaksi bahu depan dengan penekanan di
supra-pubis (abdomen approach) dan tidak menekan fundus.
c. Enter (masuki)
Vagina untuk melakukan manuver internal (internal rotation
maneuver)
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, keputusan untuk melakukan
tindakan episiotomi harus sesuai dengan indikasi yang tepat yaitu karen
ruang vagina yang sempit, biasanya pada primigravida dan karena
kebutuhan untuk memfasilitasi manuver yang akan dilakukan. Pada saat
akan melakukan manuver pada tahap ini, perlu dipertimbangkan untuk
melakukan episiotomi. Melahirkan bahu janin dapat dilakukan dengan
memutar menjadi diameter oblik atau putaran penuh 180. Pada tahap ini
dapat dilakukan dengan manuver rubin II, manuver rubin II + manuver
Wood Corkscrew, Revers Wood Corkscrew.
d. Remove (removal of the posterior Arm)
Tahap ini upaya untuk melahirkan tubuh janin dilakukan dengan
melahirkan lengan belakang janin. Tindakan dilakukan dengan manuver
Schwartz. Manuver dilakukan dengan cara mengecilkan ukuran
anteroposterior bahu dengan melahirkan lengan belakang. Selain itu,
dapat juga dilakukan dengan menggunakan manuver jacquimier. Manuver
ini efektif untuk mengurangi diameter biosakral sebesar 20%. Membantu

Page 46
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

janin untuk turun kebidang sakrum dan membebaskan impaksi bahu


depan dibawah simpisis.
e. Roll (berguling) ke posisi “All Four”
Posisi “all-four”, memanfaatkan efek grafitasi dan memperluas ruang
pada bidang sakrum untuk mempermudahmelahirkan bahu belakang dan
lengan janin. Posisi “all-four” sangat kompitibel dengan tindakan
manipulasi intravagina dalam penanganan distosia bahu. Keberhasilan
dengan menggunakan posisi ini mencapai 83%. Tindakan ini juga dikenal
dengan manuver gaskin. Pertolongan kasus distosia bahu akan lebih baik
apabila dilakukan dalam tim, jadi apabila dalam menangani kasus distosia
bahu dan hanya sendiri maka jalur efektif adalah dengan dilakukan
Rujukan secara cepat,tepat dan aman dengan sistem rujukan karena
pertolongan tambah baik dokter maupun bidan untuk membantu
penataklasanaan distosia bahu sangat di butuhkan.

Gambar. 3
(Penanganan distosia bahu)

3. Kegawatdaruratan Nifas pada Kasus Perdarahan post Partum


Perdarahan postpartum adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml
setelah persalinan pervaginam atau 1000 ml setelah persalinan melalui sesar.
Perdarahan setelah melahirkan atau hemorrhagic post partum (HPP) adalah
konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma
di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. Efek perdarahan
banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat
anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat

Page 47
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas
normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.
Perdarahan post parum adalah perdarahan pervaginam > dari 500 ml,
yang dapat terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan yang disebut
sebagai perdarahan postpartum primer atau pada masa nifas setelah 24 jam
yang disebut perdarahan postpartum sekunder.
a. Klasifikasi perdarahan postpartum :
1) Perdarahan post partum primer/dini (early postpartum hemarrhage),
yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab
utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan
robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama
2) Perdarahan PostPartum Sekunder/lambat (late postpartum
hemorrhage), yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.
b. Etiologi
Etiologi atau penyebab dari perdarahan post partum primer diantaranya :
1) Atonia uteri
2) Retensio plasenta
3) Gangguan pembekuan darah
c. Rujukan Pada Perdarahan Postpartum
Perbaikan sistem pelayanan kesehatan maternal dan neonatal tidak
cukup dengan hanya melakukan standardisasi pelayanan dan peningkatan
kemampuan sumber daya manusia, tetapi juga perbaikan sistem rujukan
maternal dan neonatal yang akan menjadi bagian dari tulang punggung
sistem pelayanan secara keseluruhan. Karena dalam kenyataannya, masih
akan selalu terdapat kasus maternal dan neonatal yang harus
mendapatkan pelayanan pada fasilitas kesehatan yang sesuai setelah
mendapatkan pertolongan awal di fasilitas pelayanan kesehatan primer.
Beberapa kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal
memerlukan tempat rujukan antara sebagai sarana untuk melakukan
stabilisasi, setelah itu pengobatan dan tindakan definitif harus dikerjakan
di fasilitas pelayanan yang lebih baik oleh karena keterbatasan teknis baik
di fasilitas pelayanan kesehatan primer maupun tempat rujukan antara
(Puskesmas).

Page 48
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Kasus perdarahan pasca persalinan tidak memerlukan tempat rujukan


antara, karena tindakan definitive histerektomi atau ligasi arteria
hipogastrika hanya bisa dilakukan di rumah sakit kabupaten, tetapi
stabilisasi pasien tetap harus dikerjakan lebih dahulu di tempat asal
rujukan.
Sistem rujukan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal
mengacu pada prinsip utama kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien,
efektif dan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan fasilitas
pelayanan.
Setiap kasus dengan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang
datang ke Puskesmas PONED harus langsung dikelola sesuai dengan
prosedur tetap sesuai dengan Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Setelah dilakukan stabilisasi kondisi pasien,
kemudian ditentukan apakah pasien akan dikelola di tingkat Puskesmas
PONED atau dilakukan rujukan ke Rumah Sakit PONEK untuk
mendapatkan pelayanan yang lebih baik sesuai dengan tingkat
kegawatdaruratannya.
Masyarakat dapat langsung memanfaatkan semua fasilitas pelayanan
kegawatdaruratan obstetri dan neonatal.
Bidan di Desa dan Polindes dapat memberikan pelayanan langsung
terhadap ibu hamil / ibu bersalin dan ibu nifas baik yang datang sendiri
atau atas rujukan kader/masyarakat. Selain menyelenggarakan pelayanan
pertolongan persalinan normal.
Bidan di Desa dapat melakukan pengelolaan kasus dengan komplikasi
tertentu sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau
melakukan rujukan pada Puskesmas, Puskesmas PONED dan Rumah Sakit
PONEK sesuai dengan tingkat pelayanan yang sesuai.
1) Puskesmas non-PONED sekurang-kurangnya harus mampu melakukan
stabilisasi pasien dengan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal
yang datang sendiri maupun dirujuk oleh kader / Dukun / Bidan di

Page 49
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Desa sebelum melakukan rujukan ke Puskesmas PONED dan Rumah


Sakit PONEK.
2) Puskesmas PONED memiliki kemampuan untuk memberikan
pelayanan langsung terhadap ibu hamil / ibu bersalin, ibu nifas dan
bayi baru lahir baik yang datang sendiri atau atas rujukan
kader/masyarakat, Bidan di Desa dan Puskesmas. Puskesmas PONED
dapat melakukan pengelolaan kasus dengan komplikasi tertentu
sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau
melakukan rujukan pada Rumah Sakit PONEK.
3) RS PONEK 24 Jam memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan
PONEK langsung terhadap ibu hamil / ibu bersalin, ibu nifas dan bayi
baru lahir baik yang datang sendiri atau atas rujukan
kader/masyarakat, Bidan di Desa Puskesmas dan Puskesmas PONED.
4) Pemerintah Propinsi/Kabupaten melalui kebijakan sesuai dengan
tingkat kewenangannya memberikan dukungan secara manajemen,
administratif maupun kebijakan anggaran terhadap kelancaran
pelayanan kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal. Ketentuan
tentang persalinan yang harus ditolong oleh tenaga kesehatan dapat
dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah, sehingga deteksi dini
kelainan pada persalinan dapat dilakukan lebih awal dalam upaya
pencegahan komplikasi kehamilan dan persalinan
5) Pokja/Satgas GSI merupakan bentuk nyata kerjasama lintas sektoral di
tingkat Propinsi dan Kabupaten untuk menyampaikan pesan
peningkatan kewaspadaan masyarakat terhadap komplikasi kehamilan
dan persalinan serta kegawatdaruratan yang mungkin timbul oleh
karenanya. Dengan penyampaian pesan melalui berbagai
instansi/institusi lintas sektoral, maka dapat diharapkan adanya
dukungan nyata masyarakat terhadap sistem rujukan PONEK 24 Jam
6) Rumah Sakit Swasta, Rumah Bersalin dan Dokter/Bidan Praktek
Swasta dalam sistem rujukan PONEK 24 Jam diharuskan melaksanakan
peran yang sama dengan RS Ponek 24 Jam, Puskesmas PONED dan

Page 50
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Bidan dalam jajaran pelayanan rujukan. Institusi ini diharapkan dapat


dikoordinasikan dalam kegiatan pelayanan rujukan PONEK 24 Jam
sebagai kelengkapan pembinaan pra rumah sakit.
Apabila tindakan yang dilakukan pada kasus perdarahan
postpartum tidak berhasil untuk menimbulkan kontraksi uterus yang
adekuat sehingga menghentikan perdarahan yang terjadi, maka
rujukan akan menjadi alternatif terakhir.
Dalam melakukan rujukan perlu dipertimbangkan beberapa
prinsip rujukan kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal:
1) Komunikasi awal harus sudah dilakukan sebelum dan selama
proses rujukan dilaksanakan.
2) Rujukan harus dilakukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang
memiliki fasilitas dan kemampuan untuk melakukan tindakan yang
lebih baik bagi kondisi pasien.
3) Rujukan hanya dilakukan setelah upaya stabilisasi pasien sesuai
dengan prosedur baku nasional (Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal) dan upaya stabilisasi ini harus
tetap dilakukan selama proses rujukan berlangsung.
4. Kegawatdaruratan Neonatus pada Kasus Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir,
umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat
hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat,
atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah
persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia Neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
hipoksia janin dalam uterus. Hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor
yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir.
Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi

Page 51
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-


gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999).
Jadi, asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak
dapat bernafas dengan spontan dan teratur segera setelah lahir.
a. Pertolongan / Penatalaksanaan
Pertolongan pertama untuk mengatasi asfiksia pada neonaturum ialah
untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dalam membatasi
gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul dikemudikan hari. Tindakan
pada bayi asfiksia disebut resusitasi bayi baru lahir.
Langkah-langkah resusitasi :
1) Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh
bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
2) sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas
yang datar.
3) Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
4) Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut
sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung.
5) Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi
dan mengusap-usap punggung bayi.
6) Nilai pernafasan jika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung
selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai
warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila
berwarna biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan
ventilasi tekanan positif.
7) Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif.
8) Ventilasi tekanan positif / VTP dengan memberikan O2 100 % melalui
ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut
tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari
mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 – 60 x/menit.
9) Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik,
hasil kalikan 10.
10) 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.
11) 60 – 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV.

Page 52
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

12) 60 – 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV,
disertai kompresi jantung.
13) < 10 x/menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung. Kompresi
jantung
Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara
kompresi jantung :
1) Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain
mengelilingi tubuh bayi.
2) Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan
belakang tubuh bayi.
3) Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi
dada.
4) Denyut jantung 80x/menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV
sampai denyut jantung > 100 x/menit dan bayi dapat nafas spontan.
5) Jika denyut jantung 0 atau < 10 x/menit, lakukan pemberian obat
epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL/kg BB secara IV.
6) Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x/menit hentikan
obat.
7) Jika denyut jantung < 80 x/menit ulangi pemberian epineprin sesuai
dosis diatas tiap 3 – 5 menit.
8) Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak
rewspon terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat
dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit.
b. Cara Merujuk
Sistem rujukan Neonatus adalah suatu sistem yang memberikan suatu
gambaran tata cara pengiriman Neonatus resiko tinggi dari tempat yang
kurang mampu memberikan penanganan ke Rumah Sakit yang dianggap
mempunyai fasilitas yang lebih mampu dalam hal penatalaksanaannya
secara menyeluruh.
Tujuan sistem rujukan neonatus adalah memberikan pelayanan
kesehatan pada neonatus dengan cepat dan tepat, menggunakan fasilitas
kesehatan neonatus seefesien mungkin dan mengadakan pembagian
tugas pelayanan kesehatan neonatus pada unit-unit kesehatan sesuai

Page 53
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

dengan lokasi dan kemampuan unit-unit tersebut serta mengurangi angka


kesakitan dan kematian bayi.
Unit perawatan bayi baru lahir dapat dibagi menjadi :
1) Unit perawatan bayi baru lahir tingkat III :
Merupakan penerima rujukan baru lahir yang lahir dirumah atau
pondok bersalin dengan memberi pelayanan dasar pada bayi yang
baru lahir di Puskesmas dengan tempat tidur dan rumah bersalin.
Kasus rujukan yang dapat dilakukan adalah Bayi kurang bulan, sidroma
gangguan pernafasan, kejang, cacat bawaan yang memerlukan
tindakan segera, gangguan pengeluaran mekonium disertai kembung
dan muntah, Kuning yang timbulnya terlalu awal atau lebih dari dua
minggu dan diare. Pada unit ini perlu penguasaan terhadap
pertolongan pertama kagawatan bayi baru lahir seperti pengenalan
tanda-tanda sindroma ganguan nafas, infeksi atau sepsis, cacat
bawaan yang memerlukan dengan segera, masalah ikterus,muntah,
pendarahan, barat badan lahir rendah dan diare.
2) Unit perawatan bayi baru lahir tingkat II :
Pada unit ini telah ditempatkan sekurang-kurangnya empat
tenaga dokter ahli dimana pelayanan yang diberikan berupa
pelayanan kehamilan dan persalinan normal maupun resiko tinggi.
Perawatan bayi yang baru lahir pada unit ini meliputi kemampuan
pertolongan resusitasi bayi baru lahir dan resusitasi pada kegawatan
selama pemasangan pita endotrakeal, terapi oksigen pemberian
cairan intravena, tetapi sinar dan tranfusi tukar, penatalaksanaan
hipoglikemi, perawatan bayi berat badan lahir rendah dan bayi lahir
dengan tindakan. Sarana penunjang berupa laboratorium dan
pemeriksaan radiologis yang telah tersedia pada unit init disamping
telah dapat dilakukan tindakan bedah segaera pada bayi- bayi oleh
karena telah adanya dokter bedah.
3) Unit perawatan bayi baru lahir tingkat I :

Page 54
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Pada unit ini semua aspek yang menyangkut dengan masalah


perinatologi dan neonatologi dapat ditangani disini. Unit ini
merupakan pusat rujukan sehingga kasus yang ditangani sebagian
besar merupakan kasus resiko tinggi baik dalam kehamilan,
persalinan maupun bayi baru lahir.
c. Alur / Mekanisme Rujukan
Setelah dilakukan resusiatasi, jika belum juga berhasil maka bayi
segera di rujuk ke rumah sakit yg memiliki fasilitas lengkap dengan
memasang oksigen terlebih dahulu pada bayi asfiksia.
1) Dampingi keluarga dan bayi tersebut selama proses merujuk.
2) Tetap jaga kehangatan bayi selama dalam perjalanan merujuk
3) Beritahu orang tua dan keluarga bayi mengenai keadaan bayinya.

Page 55
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

VI. Rangkuman

Rujukan adalah sistem yang dikelola secara strategis, proaktif, pragmatif,


dan koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal
dan neonatal yang paripurna dari komprehensif bagi masyarakat yang
membutuhkan terutama ibu dan bayi baru lahir, dimanapun mereka berada
dan berasal dari golongan ekonomi manapun agar dapat dicapai peningkatan
derajat kesehatan dan neonatal di wilayah mereka berada (Depkes RI. 2006)
Sistem rujukan kegawatdaruratan maternal dan neonatal mengacu pada
prinsip utama kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien, efektif, dan sesuai
kemampuan dan kewenangan fasilitas pelayanan. Masyarakat dapat langsung
memanfaatkan semua fasilitas pelayanan obstetri dan neonatal, sesuai
kondisi pasiennya. Bidan di desa (Bides) dan pondok persalinan desa
(Polindes) dapat memberikan pelayanan langsung terhadap ibu hamil/ibu
bersalin/ibu nifas dan bayi baru lahir (BBL), baik yang datang sendiri atau atas
rujukan kader/masyarakat. Bides dan bidan praktek swasta (BPS) memberikan
pelayanan persalinan normal, dan pengelolaan kasus-kasus tertentu sesuai
kewenangan dan kemampuannya, atau melakukan rujukan pada puskesmas,
puskesmas PONED, dan RS PONEK sesuai tingkat pelayanan yang sesuai.

Page 56
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

V. Evaluasi Formatif
1. sistem yang dikelola secara strategis, proaktif, pragmatif, dan koordinatif
untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan, merupakan
pengertian dari....
a. Rujukan
b. Perencanaan
c. Manajemen
d. Kolaborasi
e. Mandiri
2. Sebelum merujuk maka yang yarus dilakukan adalah mempersiapkan
Penderita yang biasa disingkat BAKSOKUDA. Yang dimaksud dengan huruf
S dalam BAKSOKUDA dalah...
a. Surat
b. Sertifikat
c. Status
d. Sarung tangan
e. Semua benar
3. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan
prioritas masalah, merupakan tugas bidan secara....
a. Mandiri
b. Kolaborasi
c. Berkelompok
d. Pribadi
e. berdua
4. Tempat fasilitas rujukan yang tepat untuk bidan desa adalah...
a. Puskesman
b. Rumah sakit

Page 57
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

c. Puskesmas PONED dan RS PONED


d. BPS
e. polindes
5. Rujukan dan komunikasi antara satu umit ke unit yang telah lengkap,
misalnya rujukan dari rumah sakit tipe C ke rumah sakit tipe B,
merupakan penjelasan dari rujukan....
a. Vertikal
b. Horizontal
c. Rujukan cepat
d. Rujukan tepat
e. Rujukan benar

Kegiatan Belajar 4
Asuhan Kegawatdaruratan Pada Kehamilan Muda
Page 58
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

I. Tujuan Pembelajaran
A. Umum
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, diharapkan peserta didik
mampu memahami asuhan kegawatdaruratan pada kehamilan muda.
B. Khusus
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengkajian kegawatdaruratan pada

kehamilan muda dengan benar


2. Mahasiswa dapat menjelaskan diagnosa kegawatdaruratan pada
kehamilan muda dengan benar
3. Mahasiswa dapat menjelaskan Penatalaksanaan asuhan
kegawatdaruratan pada kasus abortus iminiens, abortus insipiens, abortus
inkompletus, abortus komplit dan mola hidatidosa dengan benar

II. Pokok-Pokok Materi


Asuhan Kegawatdaruratan pada Kehamilan Muda
A. Pengkajian kegawatdaruratan pada kehamilan muda
B. Diagnosa kegawatdaruratan pada kehamilan muda
C. Penatalaksanaan asuhan kegawatdaruratan pada kasus:
1. Abortus Iminiens
2. Abortus Insipiens
3. Abortus Inkompletus
4. Abortus Komplit
5. KET
6. Mola Hidatidosa

III. Uraian Materi


Asuhan Kegawatdaruratan pada Kehamilan Muda
A. Pengkajian Kegawatdaruratan pada Kehamilan Muda
1. Abortus
a. Pengertian Abortus
Secara terminology kedokteran abortus ialah suatu keadaan yang
tidak di rencanakan, di duga atau terjadi tiba-tiba gugurnya janin
dalam kandungan sebelum janin dapat hidup di luar Rahim. Ada

Page 59
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

beberapa definisi tentang abortus. Easteman menyatakan ”Abortus


merupakan suatu keadaan dimana terputusnya kehamilan pada saat
janin tidak sanggup untuk bertahan hidup sendiri di luar uterus
dengan berat antara 400-1000 gr atau saat usia kehamilan <22
minggu” Holmer mendefinisikan ”Abortus sebagai terputusnya
kehamilan sebelum minggu ke 16 dimana plasentasi belum selesai”.
Pada tahun 1977 WHO mendefinisikan abortus sebagai keluarnya
janin dari rahim dengan berat <500 gram yaitu sekitar usia kehamilan
20-22 minggu.
b. Gejala Abortus
Pada kehamilan muda abortus tidak jarang didahului oleh
kematian mudigah. Sebaliknya pada kehamilan lebih lanjut biasanya
janin dikeluarkan dalam keadaan janin masih hidup. Hal-hal yang
menyebabkan abortus dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:
1) Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan
kematian janin atau cacat kelainan berat biasanya menyebabkan
kematian mudigah pada hamil muda. Faktor-faktor yang
menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan ialah sebagai berikut:
a. Kelainan kromosom, terutama trisomy autosomdan monosomi
X.
b. Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna.
c. Pengaruh dari luar akibat radiasi, virus, obat-obatan.
2) Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis dapat terjadi dalam villi
koriales dan menyebabkan oksigenisasi plasenta terganggu, sehingga
menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin.
a) Penyakit ibu
Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis, anemia
berat, dan keracunan.
b) Kelainan Traktus Genetalis
Mioma uteri, kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan
abortus. Sebab lain abortus dalam trisemester ke 2 ialah serviks

Page 60
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

inkompeten yang dapat disebabkan oleh kelemahan bawaan pada


serviks, dilatari serviks kelebihan , konisasi, amputasi atau
robekan serviks yang tidak dijahit.

c. Macam-macam abortus
1) Abortus imminens
Terjadi perdarahan bercak yang menunjukkan ancaman terhadap
kelangsungan suatu kehamilan dalam kondisi seperti ini, kehamilan
masih mungkin berlanjut atau dipertahankan. Tidak perlu pengobatan
khusus atau bed tress. Tidak boleh melakukan aktifitas fisik yang
berlebihan atau hubungan seksual.
2) Abortus insipiens
Perdarahan ringan hingga sedang pada kehamilan muda dimana
hasil konsepsi masih berada dalam cavum uteri. Kondisi ini
menunjukkan proses abortus sedang berlangsung dan akan berlanjut
menjadi abortus inkomplit atau komplit. Konsepsi harus dikeluarkan
dari uterus.

3) Abortus inkomplet
Perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagian dari hasil
konsepsi telah Keluar dari cavum uteri melalui kanalis servikalis.
Konsepsi harus dikeluarkan dari uterus.
4) Abortus komplit
Perdarahan pada kehamilan muda dimana seluruh hasil konsepsi
telah dikeluarkan dari cavum uteri. Observasi untuk melihat adanya
perdarahan banyak.
5) Missed abortus

Page 61
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Menurut WHO missed abortion adalah kondisi dimana embrio


atau janin nonviable tetapi tidak dikeluarkan secara spontan dalam
Rahim.
d. Komplikasi
1) Perdarahan
2) Kerusakan alat genetalia
3) Infeksi berakhir dengan infertilitas dan peningkatan terjadinya hamil
ektopik (KET)
2. Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan dimana setelah fertilisasi,
implantasi di luar endometrium kavum uteri atau tidak di tempat yang
normal, hampir 90% kehamilan ektopik terjadi di tuba fallopi.
a. Tanda dan gejala
1) Amenorrhea
2) Gejala kehamilan muda
3) Nyeri perut bagian bawah (kanan/kiri)
4) Perdarahan pervaginam
5) Keadaan umum ibu dapat baik sampai buruk/syok, tergantung berat
perdarahan yang terjadi
6) Febris
b. Komplikasi
1) Perdarahan
2) Syok, hipofolemik
3) Gangguan kencing
3. Mola Hidatidosa (Hamil Anggur)
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma
villus korialis disertai hipertrofi dan hyperplasia sel trofoblas (massa yang
mengandung cairan)
a. Gejala
1) Uterus membesar tidak sesuai dengan umur kehamilan
2) Mengeluh mual muntah lebih hebat
3) Terjadi perdarahan pervaginam
4) Kadang-kadang mengeluarkan darah beserta gelembung villus
b. Komplikasi
1) Mola jinak bisa berubah menjadi tumor trofoblast yang bersifat
ganas.

Page 62
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

2) Setelah operasi kista akan membesar karena pengaruh hormonal


kemudian mengecil sendiri.
B. Diagnosa Kegawatdaruratan pada Kehamilan Muda
1. Abortus
Meliputi diagnosis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan status psikiarti,
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesa
Anamnesa dilakukan untuk mencari etiologi dari abortus. Dengan
anamnesa yang teliti dan menjurus maka akan dikembangkan.
Pemikiran mengenai pemeriksaan selanjutnya yang dapat
memperkuat dugaan kita pada suatu etiologi yang mendasari
terjadinya abortus. Hal ini akan berpengaruh juga pada rencana terapi
yang akan dilakukan sesuai dengan etiologi.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi status interna umum status
obstetri. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan manifestasi klinis
yang mengarah pada suatu gejala abortus seperti yang sudah
dijelaskan diatas.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium darah lengkap, hematocrit, golongan
darah, serta reaksi silang analisis gas darah, kultur darah,
terresistensi.
2) Tes kehamilan: positif jika janin masih hiduo, bukan 2-3 minggu
setelah abortus.
3) Pemeriksaan dopler atau USG untuk menentukan apakah janin
masih hidup.
4) Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion.
2. Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
a. Anamnesis : Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan
muda, dapat ada atau tidak ada perdarahan pervaginam,ada nyeri
perut kanan/kiri bawah.

Page 63
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

b. Pemeriksaan fisik : keadaan umum dan tanda-tanda vital dapat baik


sampai buruk, ada tanda akut abdomen saat pemeriksaan vaginal
touche, ada nyeri bila porsio digerakkan.
c. Pemeriksaan penunjang diagnostic : urine b-HCG (+), USG.
d. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparatomi.
3. Mola Hidatidosa (Hamil Anggur)
Sudah dikemukakan bahwa uterus pada mola hidatidosa tumbuh lebih
cepat daripada kehamilan biasa. Pada uterus yang besar ini tidak terdapat
tanda-tanda adanya janin di dalamnya, seperti balottemen pada palpasi,
gerak janin pada auskultasi, adanya kerangka janin pada pemeriksaan
rontgen, dan adanya denyut jantung pada ultrasonograf. Perdarahan
merupakan gejala yang sering ditemukan. Kadar HCG pada mola jauh
lebih tinggi daripada kehamilan biasanya.
C. Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan pada Kasus
1. Abortus
a. Abortus imminens
1) Tirah baring dan pembatasan aktivitas
2) Anjurkan untuk tidak bersenggama terlebih dahulu
3) Jika memakai alat kontrasepsi dalam Rahim maka harus diangkat
b. Abortus insipiens
Hasil konsepsi yang tersisa dalam kavum uteri dapat dikeluarkan
dengan AVM (Aspirasi Kavum Uteri) atau D & K (Dilatasi dan Kuretase).
c. Abortus inkompletus
Sebagian hasil konsepsi apapun dikeluarkan atau perdarahan
menjadi berlebih, maka evakuasi uterus segera diindikasikan untuk
meminimalkan perdarahan dan resiko infeksi pelvis.
1) Bila perdarahan berhenti, beri Argometlin 0,2 ml gram IM atau
misoprostal 400 mg per oral.
2) Bila perdarahan terus berlangsung, evakuasi sisa hasil konsepsi
dengan AVM atau D&K (pilihan tergantung dari usia gestasi,
pembukaan serviks dan keberadaan bagian-bagian janin.
3) Bila tidak ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotic profilaksis
(ampisilin 500 mg oral atau doksisiklin 100 mg)

Page 64
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

4) Bila terjadi infeksi beri ampisilin 1 gram dan metronidasol 500 mg


setiap 8 jam
5) Bila terjadi perdarahan hebat dan usia gestasi dibawah 16 minggu,
segera lakukan evakuasi dengan AVM.
6) Bila pasien tampak anemia, berikan sulfas ferosus 600 mg per hari
selama 2 minggu (anemia sedang ) atau transfusi darah (anemia
berat)
d. Abortus komplit
1) Apabila kondisi pasien bayi, cukup diberi tablet Ergomentrin 3 x 1
tablet untuk 3 hari
2) Apabila pasien mengalami anemia sedang, berikan tablet Sulfas
Ferosus 600 mg per hari selama 2 minggu disertai dengan anjuran
mengkonsumsi makanan bergizi (susu, sayuran segar, ikan, daging,
telur, ) untuk anemia berat, berikan transfusi darah
3) Apabila tidak terdapat tanda-tanda infeksi tidak perlu diberi
antibiotika, atau apabila khawatir akan infeksi dapat diberi
antibiotika Profilaksis.
e. KET
Kehamilan ektopik terganggu harus segera dioperasi untuk
menyelamatkan penderita dari bahaya terjadinya gangguan kehamilan
tersebut. Operasi yang dilakukan ialah salpingektomi, yakni
pengangkatan tuba yang mengandung kehamilan. Jika penderita
sudah punya anak yang cukup, dan terdapat kelainan pada tuba
tersebut, dapat dipertimbangkan untuk mengangkat tuba, untuk
mencegah berulangnya kehamilan ektopik. Jika penderita belum
punya anak, maka pada kelainan pada tuba dapat dipertimbangkan
untuk mengkoreksi kelainan tersebut, hingga tuba berfungsi.
f. Mola hidatidosa
1) Pada wanita yang sudah mempunyai keturunan atau wanita usia
lanjut dengan cara histerektomi.
2) ada wanita yang masih menginginkan keturunan dilakukan
pengeluaran mola dengan kerokan isapan (sunction curettage)
disertai dengan pemberian infus oksitosin intravena. Setelah itu

Page 65
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

dilakukan kerokan dengan kuret tumpul untuk mengeluarkan sisa-


sisa konseptus. Tujuh sampai sepuluh hari sesudahnya itu
dilakukan kerokan ulangan dengan kuret tajam, agar ada kepastian
bahwa uterus benar-benar kosong.

IV. Rangkuman
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat
tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau
buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan
Mola hidatidosa adalah kehamilan dimana setelah terjadi fertilitasi tidak
berkembang menjadi embrio, tetapi terjadi poliferasi trofoblast, dan
ditemukan villi koriolis yang mengalami perubahan degenarasi hidropik dan
stroma yang hipo vaskuler atau avaskuler, janin biasanya meninggal akan

Page 66
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh
terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi
diluar endometrium kavum uteri, hamil ini di tandai dengan: Amenorea,
gejala kehamilan muda dan pendarahan yang berwarna cokelat, dan
pemeriksaan vagina terdapat nyeri goyang bila serviks digoyangkan nyeri
pada perabaan dan kavum douglasi menonjol karena ada pembekuan darah.
Pada kasus seperti ini, segera ambil tindakan.

V. Evaluasi Formatif
1. Abortus sebagai keluarnya janin dari Rahim dengan berat <500 gram yaitu
sekitar usia kehamilan 20-22 minggu. Menurut pendapat :
a. WHO 1977
b. Holmer
c. WHO 1990
d. Sarwono
e. Easteman
2. Perdarahan pada kehamilan muda dimana seluruh hasil konsepsi telah
dikeluarkan dari cavum uteri pengertian dari :

a. Abortus imminens
b. abortus komplit
c. Abortus inkomplet
d. missed abortus
e. Abortus insipiens
3. Komplikasi pada kehamilan ektopik terganggu ( KET ) sebagai berikut :
1) Perdarahan
2) Syok, hipofolemik
3) Gangguan kencing
4) Gangguan pencernaan
5) Infeksi
Poin manakah yang menentukan komplikasi pada kehamilan ektopik
terganggu (KET) yaitu :
a. 1). 3). 4).
b. 1). 2). 3). 4). & 5).
c. 1). 4). 5).
Page 67
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

d. 2). 5). 3). 1).


e. 1). 2). 3).
4. Gejala mola hidatidosa (hamil anggur) sebagai berikut :
1) Uterus membesar tidak sesuai dengan umur kehamilan
2) Mengeluh mual muntah lebih hebat
3) Terjadi perdarahan pervaginam
4) Kadang-kadang mengeluarkan darah beserta gelembung villus
5) Nyeri perut bagian bawah (kanan/kiri)
6) Gejala kehamilan muda
Poin manakah yang menentukan gejala mola hidatidosa (hamil anggur)
yaitu :
a. 1). 2). 3). & 4).
b. 1). 2). 3). 4). 5) & 6).
c. 2). 6). 5). 3).
d. 4). 3). 2). 5).
e. 6). 5). 4). 3).
5. Kehamilan dimana setelah fertilisasi, implantasi di luar endometrium
kavum uteri atau tidak di tempat yang normal, hampir 90% kehamilan
terjadi di tuba fallopi. Pengertian dari:
a. Abortus
b. Abortus komplit
c. Mola hidatidosa (hamil anggur)
d. Missed abortus
e. Kehamilan ektopik terganggu (ket)

Page 68
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Kegiatan Belajar 6
Asuhan Kegawatdaruratan Pada Kehamilan Lanjut

I. Tujuan Pembelajaran

A. Umum
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, diharapkan peserta didik
mampu memahami asuhan kegawatdaruratan pada kehamilan lanjut
B. Khusus
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengkajian kegawatdaruratan pada

kehamilan lanjut dengan benar


2. Mahasiswa dapat menjelaskan diagnosa kegawatdaruratan pada

kehamilan lanjut dengan benar


3. Mahasiswa dapat menjelaskan Penatalaksanaan asuhan
kegawatdaruratan pada kasus pre eklamsi, eklamsi, plasenta previa,
solusio plasenta.

II. Pokok-Pokok Materi


Asuhan kegawatdaruratan pada kehamilan lanjut
A. Pengkajian Kegawatdaruratan pada kehamilan lanjut
B. Diagnosa kegawatdaruratan pada kehamilan lanjut
C. Penatalaksanaan asuhan kegawatdaruratan pada kasus:
1. Pre eklamsi
2. Eklamsi
3. Plasenta Previa
4. Solusio Plasenta

Page 69
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

III. Uraian Materi


Asuhan kegawatdaruratan pada kehamilan lanjut
A. Pengkajian Kegawatdaruratan pada kehamilan lanjut
1. Pre Eklamsia

Penyakit Hypertensi Primigravida yang muda. Bila muncul pada


multigravida karena ada faktor predesposisi seperti hypertensi, diabetes
atau kehamilan ganda
a. Data Subyektif
1) Ibu merasa sakit kepala yang keras (karena vasospasme/odema
otak)
2) Sakit ulu hati akibat regangan selaput hati karena hemorrhagia
3) Gangguan penglihatan karena vasospasmus, oedema atau abratio
retinae (kabur sampai buta)
b. Data Objektif
1) Hypertensi (Systolis 160 mm/> dan diastolis 110 mmHg/>) diukur
2 kali dalam sekurangnya 6 jam, pasien dalam istirahat rebah .
2) Proteinuria 5 gram >/ 24 jam
3) Oliguri 400 cc / < 24 jam
4) Gangguan cerebral/penglihatan
5) Oedema paru /cyanosis
2. Eklamsia
Penyakit hypertensi yang akut dengan kejang dan koma pada wanita
hamil/nifas.
a. Data Subjektif
Gejala diawali dengan gejala preeklamsia dan selanjutnya disertai
dengan kegelisahan dan hyperrefleksi yang mendahului serangan
kejang.

Page 70
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

b. Data Objektif
Tingkatan Kejang :
1) Tingkatan Invasi (permulaan), kejang halus terlihat pada muka
2) Tingkatan kontraksi (kejang tonis), seluruh badan menjadi kaku
lama 15 sampai 20 detik
3) Tingkatan konvulsi (kejang clonis), terjadinya timbul hilang dan
kejang sangat kuat, lamanya 1 menit.
4) Tingkatan coma, terjadi setelah kejang clonis dan terjadi beberapa
menit sampai berjam-jam. Bila pasien sadar akan terjadi amnesi
retrograd
3. Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta berada pada bagian
atas uterus (Prawirohardjo, 2006). Plasenta previa adalah posisi plasenta
yang berada di segmen bawah uterus, baik posterior (belakang) maupun
anterior (depan), sehingga perkembangan plasenta yang sempurna
menutupi os serviks (Varney, 2006).

Gambar 4.
(Implantasi Plasenta Previa)

a. Data Subjektif:
1) Perdarahan pada usia kehamilan >28 minggu (Trimester III)

Page 71
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

2) Saat perdarahan tanpa sebab dan tidak nyeri


3) Perdarahan Cenderung berulang
4) Banyaknya Perdarahan
b. Data Objektif
1) Plasenta previa totalis (menutup seluruh ostium internum)
2) Plasenta previa lateralis (hanya sebagaian dari ostium tertutup
plasenta)
3) Plasenta previa marginalis (hanya pada pinggir ostium terdapat
jaringan plasenta)
4. Solusio Plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan
maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan
desidua endometrium sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir.
a. Data Subjekif:
1) Perasaan sakit diperut yang tiba-tiba
2) Perdarahan berupa darah segar dan pembekuan pervaginam bisa
hebat dan tiba-tiba
3) Pergerakan anak mulai hebat kemudian pelan akhirnya berhenti
4) Kepala using, lemas, muntah dan pandangan kabur
b. Data Objektif
1) Perdarahan keluar (biasanya inkomplit), darah dari tempat pelepasan
mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim dan
akhirnya keluar dari serviks dan terjadi perdarahan
2) Perdarahan tersembunyi (pelepasan biasanya komplit) kadang tidak
keluar dan berkumpul dibelakang plasenta membentuk hematoma
retroplacentair atau darah masuk keruang amniom. Menimbulkan
tanda khas umumnya lebih berbahaya dari perdarahan keluar.
3) Perdarahan dengan nyeri

B. Diagnosa Kegawatdaruratan pada kehamilan lanjut


1. Diagnosis preeklampsia:
a. TD sistolik ≥ 160 mmHg ATAU diastolik ≥ 110 mmHg

Page 72
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

b. Proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup


c. Oligouria (< 400 ml dalam 24 jam)
d. Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan
e. Nyeri epigastrium dan ikterus
f. Edema paru atau sianosis
g. Trombositopenia
h. Pertumbuhan janin terhambat (PJT)
2. Diagnosis eklampsia:
Gejala-gejala preeklampsi disertai kejang atau koma
3. Diagnosis plasenta previa
a. Anamnesis. Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu
berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya
perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pada
pemeriksaan hematokrit.
b. Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu
atas panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di
atas pintu atas panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke
dalam pintu atas panggul.
c. Pemeriksaan In Spekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui
apakah perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari
ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
d. Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan letak plasenta
secara tidak langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan
ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak plasenta dengan cara
ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu
dan janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
e. Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini dapat
ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap
ostium bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta letak rendah.

Page 73
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

f. Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif. Dilakukan dengan PDMO


yaitu melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan
serviks pada perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan
anemia berat, tidak dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya
menetukan diagnosis.
4. Diagnosis Solusio Plasenta
Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan antepartum
yang bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir,
ditemukan adanya impresi (cekungan) pada permukaan maternal plasenta
akibat tekanan dari hematom retroplasenta.
C. Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan pada kasus
1. Pre Eklamsia dan Eklamsia
a. Segera rawat
b. Lakukan penilaian klinik terhadap keadaan umum, sambil mencari
riwayat penyakit sekarang dan terdahulu dari pasien atau keluarganya
c. Jika pasien tidak bernafas:
1) Bebaskan jalan nafas
2) Berikan O2 dengan sungkup
3) Lakukan intubasi jika diperlukan
d. Jika pasien kehilangan kesadaran / koma:
1) Bebaskan jalan nafas
2) Baringkan pada satu sisi
3) Ukur suhu
4) Periksa apakah ada kaku kuduk
e. Jika pasien syok, Lihat Penanganan Syok
f. Jika terdapat perdarahan, Lihat Penanganan Perdarahan
g. Jika pasien kejang (Eklampsia);
1) Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
2) Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap
lendir, masker oksigen, oksigen)
3) Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
4) Aspirasi mulut dan tenggorokan
5) Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk
mengurangi risiko aspirasi
6) Berikan O2 4-6 liter/menit

2. Placenta Previa
Page 74
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

a. PERHATIAN! tidak boleh melakukan pemeriksaan dalam.


Pemeriksaan inspekulo di lakukan secara hati hati, untuk menentukan
sumber perdarahan .
b. Lakukan penilain jumlah perdarahan .
c. Stabilisasi
d. Atasi syok dengan memperbaiki kekurangan cairan /darah dengan
infus cairan intravena (Nacl 0,9% atau ringer laktak ).
e. Meminimalisir kontraksi uterus
f. Sebelum merujuk pastikan sudah melakukan komunikasi dengan
fasiitasi rujukan.
g. Rujuk dalam kondisii stabil.
3. Solusio plasenta
a. PERHATIAN! kasus ini tidak boleh di tatalaksana pada fasilitas
kesehatan dasar, harus segera di rujuk ke fasilitas yang lebih
lengkap.
b. Atasi syok dengan memperbaiki kekurangan cairan /darah denga infus
cairan intravena (Nacl 0,9% atau ringer laktak ).
c. Sebelum merujuk pastikan sudah melakukan komunikasi dengan
fasilitas rujukan
d. Pastikan konsidi ibu dan bayi baik.
1) Perbaiki anemia dengan pemberian Sulfas ferosus atau Ferous
Fumarat per oral 60 mg selama 1 bulan
2) Pastikan tersedianya sarana untuk melakukan transfuse
3) Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu

masih lama, pasien dapat dirawat jalan (kecuali rumah pasien di


luar kota atau diperlukan waktu > 2 jam untuk mencapai rumah
sakit) dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika terjadi
perdarahan
4) Jika perdarahan berulang pertimbangkan manfaat dan resiko ibu
dan janin untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut
dibandingkan dengan terminasi kehamilan.
a) Janin matur
b) Janin mati atau menderita anomaly atau keadaan yang

Page 75
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

mengurangi kelangsungan hidupnya (seperti anensefali)


c) Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan terapi aktif
tanpa memandang maturitas janin

IV. Rangkuman

Dari Data subjektif dan data objektif kita dapat membedakan anatara
preeklamsia dan eklamsia kelanjutannya karena adanya kejang sampai koma.
Sedangkan untuk perdarahan pada kehamilan trimester III tanpa adanya nyeri
adalah plasenta previa sedangkan kalau perdarahan disertai nyeri
kecendurungannya adalah solusio plasenta.

V. Evaluasi
1.
Formatif
1) TD sistolik ≥ 160 mmHg ATAU diastolik ≥ 110 mmHg
2) Proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup
3) Oligouria (< 400 ml dalam 24 jam)
4) Wajah Pucat dan Kejang
5) Kejang

Page 76
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Point manakah yang menetukan diagnosa dari preeklamsia?….


a. 1), 3) dan 5)
b. 2) dan 3) saja
c. 1), 2) dan 3)
d. 3) dan 4)
e. Semua benar
2. Terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasentadari
tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium
sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir. Defenisi dari kalimat di atas
merupakan pengertian dari ?....
a. Pre Eklamsia
b. Eklamsia
c. Plasenta Previa
d. Solusia Plasenta
e. Atonia Uteri
3. (Kejang Clonis), terjadinya timbul hilang dan kejang sangat kuat, lamanya
1 menit. Pernyataan dari kalimat ini merupakan termasuk pada kejang
tingkat ?...
a. Tingkat Invasi
b. Tingkat kontraksi
c. Tingkat konvulsi
d. Tingkat coma
e. Tingkat Kejang
4. Plasenta previa adalah posisi plasenta yang berada di segmen bawah
uterus, baik posterior (belakang) maupun anterior (depan), sehingga
perkembangan plasenta yang sempurna menutupi os serviks. Pernyataan
diatas merupakan defenisi menurut?....
a. Varney, (2006)
b. Prawiroharjo (2011)
c. Dorlan (2011)
d. Campbell S, Lee C,( 2000)
e. Chamberlain, Geoffrey, & Phillip Steer, (1999)

5. Gejala diawali dengan gejala preeklamsia dan selanjutnya disertai dengan


kegelisahan dan hyperrefleksi yang mendahului serangan kejang. Adalah
gejala dari?....
a. Preeklamsia

Page 77
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

b. Solusio Plasenta
c. Plasenta Previa
d. Eklamsia
e. Retensio Plasenta

Kegiatan Belajar 9
Asuhan Kegawatdaruratan Pada Persalinan Kala I dan II

I. Tujuan Pembelajaran
A. Umum
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, diharapkan peserta didik
mampu memahami asuhan kegawatdaruratan pada persalinan kala I dan II.
B. Khusus
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengkajian Kegawatdaruratan pada

pesalinan Kala I dan II dengan benar


2. Mahasiswa dapat menjelaskan diagnosa kegawatdaruratan pada

persalinan Kala I dan II dengan benar


3. Mahasiswa menjelaskan tentang penatalaksanaan asuhan
kegawatdaruratan pada kasus pre eklamsi, eklamsi, plasenta previa,
solusio plasenta, distosia bahu, ruptur uteri dengan benar

II.Asuhan
Pokok-Pokok Materi pada Persalinan Kala I dan II
kegawatdaruratan
A. Pengkajian Kegawatdaruratan pada pesalinan Kala I dan II
B. Diagnosa kegawatdaruratan pada persalinan Kala I dan II
C. Penatalaksanaan asuhan kegawatdaruratan pada kasus:
1. Pre eklamsi
2. Eklamsi
3. Plasenta Previa
4. Solusio Plasenta
5. Distosia Bahu
6. Ruptur Uteri

III. Uraian Materi


Asuhan kegawatdaruratan pada Persalinan Kala I dan II
A. Pengkajian Kegawatdaruratan pada persalinan kala I & II

Page 78
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

1. Pre eklamsia
Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah
140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai
triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi. Pre-eklampsia adalah salah
satu kasus gangguan kehamilan yang bisa menjadi penyebab kematian
ibu. Kelainan ini terjadi selama masa kehamilan, persalinan, dan masa
nifas yang akan berdampak pada ibu dan bayi.
a) Data Subyektif
1) Ibu merasa sakit kepala yang keras (karena vasospasme/odema
otak)
2) Sakit ulu hati akibat regangan selaput hati karena hemorrhagia
3) Gangguan penglihatan karena vasospasmus, oedema atau abratio
retinae (kabur sampai buta)
b) Data Objektif
1) Hypertensi (Systolis 160 mm/> dan diastolis 110 mmHg/>) diukur
2 kali dalam sekurangnya 6 jam, pasien dalam istirahat rebah .
2) Proteinuria 5 gram >/ 24 jam
3) Oliguri 400 cc / < 24 jam
4) Gangguan cerebral/penglihatan
5) Oedema paru /cyanosis

2. Eklamsia
Penyakit hypertensi yang akut dengan kejang dan koma pada wanita
hamil/nifas.

a. Data Subjektif
Gejala diawali dengan gejala preeklamsia dan selanjutnya disertai
dengan kegelisahan dan hyperrefleksi yang mendahului serangan

Page 79
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

kejang.
b. Data Objektif
Tingkatan Kejang :
1) Tingkatan Invasi (permulaan), kejang halus terlihat pada muka
2) Tingkatan kontraksi (kejang tonis), seluruh badan menjadi kaku
lama 15 sampai 20 detik
3) Tingkatan konvulsi (kejang clonis), terjadinya timbul hilang dan
kejang sangat kuat, lamanya 1 menit.
4) Tingkatan coma, terjadi setelah kejang clonis dan terjadi beberapa
menit sampai berjam-jam. Bila pasien sadar akan terjadi amnesi
retrograd
3. Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta berada pada bagian
atas uterus (Prawirohardjo, 2006). Plasenta previa adalah posisi plasenta
yang berada di segmen bawah uterus, baik posterior (belakang) maupun
anterior (depan), sehingga perkembangan plasenta yang sempurna
menutupi os serviks (Varney, 2006)
a) Data Subjektif:
1) Perdarahan pada usia kehamilan >28 minggu (Trimester III)
2) Saat perdarahan tanpa sebab dan tidak nyeri
3) Perdarahan Cenderung berulang
4) Banyaknya Perdarahan

b) Data Objektif
1) Plasenta previa totalis (menutup seluruh ostium internum)
2) Plasenta previa lateralis (hanya sebagaian dari ostium tertutup
plasenta)

Page 80
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

3) Plasenta previa marginalis (hanya pada pinggir ostium terdapat


jaringan plasenta)
4. Solusio Plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan
maternal plasentadari tempat implantasinya yang normal pada lapisan
desidua endometrium sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir.
a) Data Subjekif:
1) Perasaan sakit diperut yang tiba-tiba
2) Perdarahan berupa darah segar dan pembekuan pervaginam bisa
hebat dan tiba-tiba
3) Pergerakan anak mulai hebat kemudian pelan akhirnya berhenti
4) Kepala pusing, lemas, muntah dan pandangan kabur
b) Data Objektif
1) Perdarahann keluar (biasanya inkomplit), darah dari tempat pelepasan
mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim dan
akhirnya keluar dari serviks dan terjadi perdarahan
2) Perdarahan tersembunyi (pelepasan biasanya komplit) kadang tidak
keluar dan berkumpul dibelakang plasenta membentuk hematoma
retroplacentair atau darah masuk keruang amniom. Menimbulkan
tanda khas umumnya lebih berbahaya dari perdarahan keluar.
3) Perdarahan dengan nyeri
5. Distosia Bahu
Distosia bahu adalah kegagalan persalinan bahu setelah kepala lahir,
dengan mencoba salah satu metode persalinan bahu (Manuaba, 2001).
Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan manuver
obstetric oleh karena dengan tarikan bisa kearah belakang pada kepala
bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi (Prawirohardjo, 2009).
Penilaian Klinis terjadinya Distosia Bahu:
a) Pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi.
Pada distosia bahu kepala akan tertarik kedalam dan tidak dapat
mengalami putar paksi luar normal.
b) Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan
besar. Begitu pula dengan postur tubuh parturien yang biasanya juga
obese.

Page 81
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

c) Usaha untuk melakukan putar paksi luar, fleksi lateral dan traksi tidak
melahirkan bahu.

6. Ruptur Uteri
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat
dilampauinya daya regang miomentrium. (buku acuan nasional pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal). Rupture uteri adalah robeknya
dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau
tanpa robeknya perioneum visceral. Pasien nampak gelisah, ketakutan
disertai dengan perasaan nyeri di perut. Pada setiap datangnya his pasien
memegang perutnya dan mengerang kesakitan. Pernapasan dan denyut
nadi lebih cepat dari biasanya. Ada tanda dehidrasi pada partus yang lama
yaitu mulut kering, lidah kering dan haus, badan panas (demam), Pada
pemeriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi seperti
edema porsio, vagina, vulva.
B. Diagnosa Kegawatdaruratan pada persalinan kala I dan II
1. Diagnosis preeklampsia:
a) TD sistolik ≥ 160 mmHg ATAU diastolik ≥ 110 mmHg
b) Proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup
c) Oligouria (< 400 ml dalam 24 jam)
d) Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan
e) Nyeri epigastrium dan ikterus
f) Edema paru atau sianosis
g) Trombositopenia
h) Pertumbuhan janin terhambat (PJT)
2. Diagnosis eklampsia:
Gejala-gejala preeklampsi disertai kejang atau koma
3. Diagnosis plasenta previa
a) Anamnesis. Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu
berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya
Page 82
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pada


pemeriksaan hematokrit.
b) Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu
atas panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di
atas pintu atas panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke
dalam pintu atas panggul.
c) Pemeriksaan Inspekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui
apakah perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari
ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
d) Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan letak plasenta
secara tidak langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan
ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak plasenta dengan cara
ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu
dan janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
e) Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini dapat
ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap
ostium bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta letak rendah.
f) Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif. Dilakukan dengan PDMO
yaitu melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan
serviks pada perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan
anemia berat, tidak dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya
menetukan diagnosis.
4. Diagnosis solusio plasenta
Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan antepartum
yang bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir,
ditemukan adanya impresi (cekungan) pada permukaan maternal plasenta
akibat tekanan dari hematom retroplasenta.
5. Diagnosis Distosia Bahu
a) Kepala janin lahir tetapi tetap terjepit dengan kuat di dalam vulva

Page 83
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

b) Dagu mengalami retraksi dan menekan perineum.


c) Traksi pada kepala gagal untuk melahirkan bahu yang terjepit
dibelakang simfisis pubis
6. Rupture Uteri
a) Inspeksi
1) Pada his yang kuat sekali pasien merasa kesakitan yang luar biasa,
merasa perutnya seperti akan dirobek.
2) Gelisah, pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps.
3) Pernapasan jadi dangkal dan cepat dan kelihatan haus.
4) Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.
5) Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tak
terukur.
6) Keluar perdarahan pervagina yang biasanya tak begitu banyak.
7) Kadang-kadang ada perasan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah
dan bahu.
8) Kontraksi uterus biasanya hilang.
b) Palpasi
1) Teraba krepitasi pada kulit perut yang menansdakan adanya
emfisema subkutan.
2) Bila kepala janin sudah keluar dari kavum uiteri, jadi berada di
rongga perut, maka teraba bagian-bagian janin langsung ikulit
perut.
3) Nyeri tekan pada perut, terutama pada bagian yang robek.
c) Auskultasi
1) Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi
beberapa menit setelah ruptur.
d) Pemerisaan dalam

Page 84
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

1) Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan


mudah dapat terdorong ke atas dan disertai dengan perdarahan
pervagina yang akan banyak.
2) Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada
dinding rahim.
C. Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan Pada Kasus
1. Pre Eklamsia dan Eklamsia
a) Segera rawat
b) Lakukan penilaian klinik terhadap keadaan umum, sambil mencari
riwayat penyakit sekarang dan terdahulu dari pasien atau keluarganya
c) Jika pasien tidak bernafas:
1) Bebaskan jalan nafas
2) Berikan O2 dengan sungkup
3) Lakukan intubasi jika diperlukan
d) Jika pasien kehilangan kesadaran / koma:
1) Bebaskan jalan nafas
2) Baringkan pada satu sisi
3) Ukur suhu
4) Periksa apakah ada kaku kuduk
e) Jika pasien syok, Lihat Penanganan Syok
f) Jika terdapat perdarahan, Lihat Penanganan Perdarahan
g) Jika pasien kejang (Eklampsia);
1) Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
2) Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap
lendir, masker oksigen, oksigen)
3) Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
4) Aspirasi mulut dan tenggorokan
5) Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk
mengurangi risiko aspirasi
6) Berikan O2 4-6 liter/menit

2. Placenta Previa
a) PERHATIAN! tidak boleh melakukan pemeriksaan dalam.
Pemeriksaan inspekulo di lakukan secara hati hati, untuk menentukan
sumber perdarahan.
b) Lakukan penilain jumlah perdarahan.
c) Stabilisasi

Page 85
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

d) Atasi syok dengan memperbaiki kekurangan cairan /darah dengan


infus cairan intravena (Nacl 0,9% atau ringer laktak ).
e) Meminimalisir kontraksi uterus
f) Sebelum merujuk pastikan sudah melakukan komonikasih dengan
fasiitasi rujukan
g) Rujuk dalam konsidi stabil
3. Solusio plasenta
a) PERHATIAN! kasus ini tidak boleh di tatalaksana pada fasilitas
kesehatan dasar, harus segera di rujuk ke fasilitas yang lebih
lengkap.
b) Atasi syok dengan memperbaiki kekurangan cairan /darah denga infus
cairan intravena (Nacl 0,9% atau ringer laktak ).
c) Sebelum merujuk pastikan sudah melakukan komunikasi dengan
fasilitas rujukan
d) Pastikan kondisi ibu dan bayi baik.
4. Distosia Bahu
Diperlukan seorang asisten untuk membantu, bersegeralah minta
bantuan. Jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan
bahwa bahu posterior sudah masuk ke panggul. Bahu posterior yang
belum melewati pintu atas panggul akan semakin sulit dilahirkan bila
dilakukan tarikan pada kepala. Untuk mengendorkan ketegangan yang
menyulitkan bahu posterior masuk panggul tersebut, dapat dilakukan
episiotomi yang luas, posisi McRobert, atau posisi dada-lutut. Dorongan
pada fundus juga tidak diperkenankan karena semakin menyulitkan bahu
untuk dilahirkan dan beresiko menimbulkan ruptura uteri. Disamping
perlunya asisten dan pemahaman yang baik tentang mekanisme
persalinan, keberhasilan pertolongan persalinan dengan distosia bahu
juga ditentukan oleh waktu. Setelah kepala lahir akan terjadi penurunan
pH arteria umbilikalis dengan laju 0,004 unit/menit. Dengan demikian,
pada bayi yang sebelumnya tidak mengalami hipoksia tersedia waktu
antara 4 - 5 menit untuk melakukan manuver melahirkan bahu sebelum

Page 86
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

terjadi cedera hipoksik pada otak. Secara sistematis tindakan pertolongan


distosia bahu adalah sebagai berikut :
a) Hentikan traksi pada kepala, segera memanggil bantuan
b) Manuver McRobert (posisi McRobert, episiotomi bila perlu, tekanan
suprapubik, tarikan kepala)
c) Manuver Rubin (posisi tetap McRobert, rotasikan bahu, tekanan
suprapubik, tarikan kepala)
d) Manuver Wood
Langkah pertama : Manuver McRobert
Manuver McRobert dimulai dengan memposisikan ibu dalam posisi
McRobert, yaitu ibu terlentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut
menjadi sekedar mungkin kedada dan rotasikan kedua kaki ke arah luar
(abduksi). Lakukan episiotmi yang cukup lebar. Gabungan episiotomi dan
posisi McRobert akan mempermudah bahu posterior melewati
promontorium dan masuk kedalam panggul. Mintalah asisten menekan
suprasimfisis kearah posterior menggunakan pangkal tangannya untuk
menekan bahu anterioragar mau masuk dibawah simfisis. Sementara itu
lakukan tarikan pada kepala janin kearah posterokaudal dengan mantap.
Langkah tersebut akan melahirkan bahu anterior. Hindari tarikan yang
berlebihan karena akan mencederai pleksus brakhialis. Setelah bahu
anterior dilahirkan, langkah selanjutnya sama dengan pertolongan
persalinan presentasi kepala. Manuver ini cukup sederhana, aman, dan
dapa mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat ringan sampai
sedang.
Langkah kedua : Manuver Rubin
Oleh karena diameter anteroposterior pintu atas panggul lebih
sempit daripada diameter oblik atau tranversanya, maka apabila bahu
dalam anteroposterior perlu diubah menjadi posisi oblik atau tranversa
untuk memudahkan melahirkannya. Tidak boleh melakukan putaran pada
kepla atau leher bayi untuk mengubah posisibahu. Yang dapat dilakukan

Page 87
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

adalah memutar bahu secara langsung atau melakukan tekanan


suprapubik kearah dorsal. Pada umumnya sulit menjangkau bahu anterior,
sehingga pemutaran bahu lebih mudah dilakukan pada bahu
posteriornya. Masih dalam posisi McRobert, masukkan tangan pada
bagian posterior vagina, tekanlah daerah ketiak bayi sehingga bahu
berpuar menjadi posisi oblik atau transversa. Lebih mnguntungkan bila
pemutaran itu kearah yang membuat punggug bayi mengahada ke arah
anterior (manuver Rubin anterior) oleh karena kekuatan tarikan yang
diperlukan untuk melahirkannya lebih rendah dibandingkan dengan posisi
bahu anteroposterior atau punggung bayi menghadap kearah posterior.
Ketika dilakukan penekanan suprapubik pada posisi punggung janin
anterior akan membuat bahu lebih abduksi, sehingga diameternya
mengecil. Dengan bantuan tekanan suprasimfisis kearah posterior,
lakukan tarikan kepala kearah posterokaudal dengan mantap untuk
melahirkan bahu anterior.
Langkah ketiga : Melahirkan bahu posterior, posisi merangkak atau
manuver Wood
Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan
mengidentifikasi dulu posisi punggung bayi. Masukkan tangan enolong
yang berseberangan dengan punggung bayi (punggung kanan berarti
tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) ke arah vagina. Temukan
bahu posterior, telusuri lengan atas dan buatlah sendi siku menjadi fleksi
(bisa dilakukan dengan menekan fossa kubiti). Peganglah lengan bawah
buatlah gerakan mengusap dada bayi. Langkah ni akan membuat bahu
posterior lahir dan memberikan ruang cukup bagi bahu anterior masuk
kebawah simfisis. Dengan bantuan tekanan suprasimfisis ke arah
posterior, lakukan tarikan kepala kearah posterokaudah dengan mantap
untuk melahirkan bahu anterior. Manfaat posisi merangkak didasarkan
asumsi fleksibilitas sendi sakroiliaka bisa meningkat diameter segital pintu

Page 88
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

atas panggul sebesar 1 – 2 cm dan pengaruh gravitasi akan membantu


bahu posterior melewati promontorium. Pada posisi terlentang atau
liototomi, sendi sakroiliaka menjadi terbatas morbilitasnya. Pasien
menopang tubuhnya dengan kedua tangan dan kedua lututnya. Pada
manuver ini bahu posterior dilahirkan terleih dahulu dengan melakukan
tarikan kepala.
Bahu melalui panggul ternyata tidak dalam gerak lurus, tetapi
berputar seperti uliran sekrup. Berdasarkan hal itu, memutar bahu akan
mempermudah melahirkannya. Manuver Wood dilakukan dengan
menggunakan dua jari dari tangan yang berseberangan dengan punggung
bayi (punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan
kiri) yang diletakkan dibagian depan bahu posterior. Bahu posterior
dirotasi 180 derajat. Dengan demikian, bahu posterior menjadi bahu
anterior dan posisinya berada dibawah arkus pubis, sedangkan bahu
anterior memasuki pintu atas panggul dan berubah menjadi bahu
posterior. Dalam posisi seperti itu, bahu anterior akan dengan mudah
dapat dilahirkan. Setelah melakukan prosedur pertolongan distosia bahu,
tindakan selanjutnya adalah melakukan proses dekontaminasi dan
pencegahan infeksi pascatindakan serta perawatan pasca tindakan.
Perawatan pascatindakan termasuk menuliskan laporan dilembar catatan
medik dan memberikan konseling pasca tindakan.
5. Ruptur Uteri
Tindakan pertama adalah memberantas syok, memperbaiki keadaan
umum penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah,
kardiotinika, antibiotika, dsb. Bila keadaan umum mulai baik, tindakan
selanjutnya adalah melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi :
a) histerektomi baik total maupun sub total
b) histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya lalu di jahit sebaik-baiknya

Page 89
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

c) konserfatif : hanya dengan temponade dan pemberian antibiotika yang


cukup.
Tindakan yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya
adalah:
a) keadaan umum penderita
b) jenis ruptur incompleta atau completa
c) jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar, agak lama, pinggir tidak rata dan
sudah banyak nekrosis
d) tempat luka : serviks, korpus, segmen bawah rahim
e) perdarahan dari luka : sedikit, banyak
f) umur dan jumlah anak hidup

IV. Rangkuman

Pada saat ini angka kematian ibu dan angka kematian perinatal di
Indonesia masih sangat tinggi. Menusut survei demografi dan kesehatan
indonesia (SDKI) tahun 2012. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian

Page 90
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi. AKI mencapi 359 per 100.000 kelahiran
hidup dan AKB mencapai 32 per 1000 kelahiran hidup.
Persalinan dan kelahiran merupakan suatu kejadian fisiologis yang
normal dalam kehidupan manusia. Lebih dari 80% proses persalinan berjalan
normal, dan hanya 15-20% terjadi komplikasi persalinan. Namun jika tidak
ditangani dengan baik, angka kejadian komplikasi tersebut dapat meningkat.

V. Evaluasi Formatif

1. Kehamilan diatas 20 minggu dengan tekanan darah 150/90 mmHg, sakit


kepala yang hebat, sakit uluhati, gangguan penglihatan dan odem pada
ekstremitas, apa diagnose dan tanda dari gejala yang disebut diatas ?
a. Pre Eklamsia
b. Eklamsia
c. Hipertensi dala kehamilan
d. Hipertensi
e. Hiperemesis
2. Gejala diawali dengan gejala preeklamsia dan selanjutnya disertai dengan
kegelisahan dan hyperrefleksi yang mendahului serangan kejang. Adalah
gejala dari?....
a. Preeklamsia
b. Solusio Plasenta
c. Plasenta Previa
d. Eklamsia
e. Retensio Plasenta
3. 1) Manuver Mc. Robert
2) Manuver Wood
3) Mc. Donalt
4) Manuver
5) Manuver Rubin
Page 91
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Dari point di atas manakah yang merupakan langkah-langkah dalam


penangana distosia bahu:
a. 1), 3) dan 5)
b. 1), 3) dan 4)
c. 1) dan 2)
d. 2) dan 5)
e. Semua salah
4. Luka di eksidir pinggirnya lalu di jahit sebaik-baiknya, peryataan ini

merupakan defenisi dari?

a. Histerektomi

b. Konserfatif
c. Histerorafia

d. Laparatomi
e. insisi
5. Terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasentadari
tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium
sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir. Defenisi dari kalimat di atas
adalah pengertian dari ?
a. Pre Eklamsia
b. Eklamsia
c. Plasenta Previa
d. Solusia Plasenta
e. Atonia Uteri

Page 92
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Kegiatan Belajar 10
Asuhan Kegawatdaruratan Pada Persalinan Kala III dan
IV

I. Tujuan Pembelajaran
A. Umum
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, diharapkan peserta didik
mampu memahami asuhan kegawatdaruratan pada persalinan kala III dan IV.
B. Khusus
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengkajian kegawatdaruratan pada
persalinan kala III dan IV dengan benar
2. Mahasiswa dapat menjelaskan diagnosa kegawatdaruratan pada
persalinan kala III dan IV dengan benar
3. Mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan tentang penatalaksanaan
asuhan kegawatdaruratan pada kasus atonia uteri, laserasi jalan lahir,
retensio plasenta, sisa plasenta dengan benar

II. Pokok-Pokok Materi


Asuhan Kegawatdaruratan pada persalinan Kala III dan IV
A. Pengkajian kegawatdaruratan pada persalinan kala III dan IV
B. Diagnosa kegawatdaruratan pada persalinan kala III dan IV
C. Penatalaksanaan asuhan kegawatdaruratan pada kasus:
1. Atonia Uteri

Page 93
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

2. Laserasi Jalan Lahir


3. Retensio Plasenta
4. Sisa Plasenta

III. Uraian Materi


Asuhan Kegawatdaruratan pada Persalinan Kala III dan IV
Perdarahan postpartum merupakan suatu komplikasi potensial yang
mengancam jiwa pada persalinan pervaginam dan sectio cesaria. Meskipun
beberapa penelitian mengatakan persalinan normal seringkali menyebabkan
perdarahan lebih dari 500 ml tanpa adanya suatu gangguan pada kondisi ibu.
Hal ini mengakibatkan penerapan definisi yang lebih luas untuk perdarahan
postpartum yang didefinisikan sebagai perdarahan yang mengakibatkan
tanda-tanda dan gejala-gejala dari ketidakstabilan hemodinamik, atau
perdarahan yang mengakibatkan ketidakstabilan hemodinamik jika tidak
diterapi. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu. Secara umum
terdapat berbagai kasus yang masuk dalam kategori kegawatdaruratan
maternal masa persalinan kala III dan IV, dan manifestasi klinik kasus
kegawatdaruratan tersebut berbeda-beda dalam rentang yang cukup luas.
Dari berbagai kasus yang ada, kita akan mempelajari kegawatdaruratan
maternal masa persalinan kala III dan IV tentang kasus yang sering dan atau
mungkin terjadi yaitu :
1. Atonia Uteri
2. Laserasi Jalan Lahir
3. Retensio Plasenta
4. Sisa Plasenta
A. Pengkajian Kegawatdaruratan Pada Persalinan Kala II dan III
1. Atonia Uteri
a) Pengertian Atonia Uteri

Page 94
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Beberapa ahli kesehatan mengatakan definisi atonia uteri sebagai


berikut:
Atonia Uteri adalah gagalnya uterus untuk mempertahankan kontraksi
dan retraksi normalnya (Ben dan taber, 2002). Atonia Uteri merupakan
perdarahan pasca persalinan yang dapat terjadi karena terlepasnya
sebagian plasennta dari uterus dan sebagian lagi belum terlepas
sehingga tidak ada terjadinya kontraksi (Anik dan Yulianingsih, 2009).
b) Tanda dan Gejala
1) Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
2) Perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan pasca
persalinan primer).
3) Tanda dan gejala yang kadang-kadang ada: syok (tekanan darah
rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah,
mual, dan lain-lain).
c) Etiologi
1) Disfugsi uterus: atonia uteri primer merupakan disfungsi intrinsik

uterus.
2) Penatalaksanaan Kala III yang salah.

3) Anastesi yang dalam dan lama menyebabkan terjadiinya relaksasi


miometrium yang berlebihan, kegagalan kontraksi dan retraksi
menyebabkan atonia uteri dan perdarahan postpartum.
4) Kerja uterus sangat kurang efektif selama kala persalinan yang
kemunkinan besar akan diikuti oleh kontraindikasi serta retraksi
miometrium jika dalam kala III.
5) Overdistensi uterus: uterus yang mengalami distensi secara
berlebihan akibat keadaan bayi yang besar, kehamilan kembar,
polihidramnion, cenderung mempunyai daya kontraksi yang jelek.

Page 95
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

6) Kelemahan akibat partus lama: bukan hanya rahim yang lemah,


cenderung berkontraksi lemah setelah melahirkan, tetapi juga ibu
yang keletihan kurang bertahan terhadap kehilangan darah.
7) Grande-multipara: uterus yang lemah banyak melahirkan anak

cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan


8) Mioma uteri: dapat menimbulkan perdarahan dengan mengganggu

kontraksi dan retraksi miometrium uteri.


9) Melahirkan dengan tindakan: keadaan ini mencakup prosedur

operatik seperti forsep dan fersi ekstraksi.


10) Pada saat hamil, bila terjadi anemia dan tidak tertangani hingga akhir

kehamilan maka akan berpengaruh pada saat postpartum. Pada ibu


dengan anemia, saat postpartum akan mengalami atonia uteri. Hal ini
disebabkan karena oksigen yang dikirim ke uterus kurang. Jumlah
oksigen dalam darah yang kurang menyebabkan otot-otot uterus tidak
berkontraksi dengan adekuat sehingga timbul atonia uteri yang
mengakibatkan perdarahan banyak.
2. Laserasi Jalan Lahir
a) Pengertian

Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan


trauma. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan
perineum, trauma forseps atau vakum ekstraksi, atau karena versi
ekstrasi. Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), luka
episiotomi,robekan perineum spontan derajat ringan sampai ruptur
perineum totalis (sfingter ani terputus), robekan pada dinding vagina,
forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra dan bahkan yang
terberat ruptur uteri. Perdarahan yang terjadi saat kontraksi uterus baik,
biasanya karena ada laserasi ataupun sisa plasenta. Robekan jalan lahir
adalah trauma yang diakibatkan oleh kelahiran bayi yang terjadi pada
serviks, vagina, atau perineum. Perdarahan dalam keadaan dimana

Page 96
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan
bahwa perdarahan tersebut berasal dari laserasi jalan lahir
b) Faktor Resiko
1) Faktor maternal
(a) Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong
(sebab paling sering)
(b) Pasien tidak mampu berhenti mengejan
(c) Partus diselesaikan secara tergesa – gesa dengan dorongan fundus
yang berlebihan
(d) Edema dan kerapuhan pada perineum
(e) Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum
(f) Arcus pubis dengan pintu bawah panggul yang sempit pula
sehingga menekan kepala bayi ke arah posterior
(g) Perluasan episiotomi
2) Faktor janin
(a) Bayi yang besar
(b) Posisi kepala ynag abnormal – misalnya presentasi muka dan
occipitoposterior
(c) Kelahiran bokong
(d) Ekstraksi forcep yang sukar
(e) Distosia bahu
(f) Anomali kongenital, seperti hidrocephalus
c) Etiologi
1) Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan
memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu di hindarkan
memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks belum lengkap.
2) Robekan/laserasi jalan lahir diakibatkan episiotomi, robekan perineum
spontan, trauma forceps atau vakum ekstraksi, atau karena versi
ekstraksi.

Page 97
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

3. Retensio Plasenta
a) Pengertian
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan
melebihi waktu setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan
yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas
sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Bila
retensio plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan
ada kemungkinan terjadi plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta
inkreta, plasenta perkreta.
1) Etiologi
(a) Penyebab Retensio Secara fungsional
(b) His kurang kuat (penyebab terpenting)
(c) Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut
tuba); bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis);
dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil). Plasenta yang
sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta
adhesive.
2) Secara patologi – anatomi:
(a) Plasenta akreta
(b) Plasenta inkreta
(c) Plasenta perkreta
3) Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena:
(a) Plasenta belum lepas dari dinding uterus
(b) Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi
perdarahan, jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan
indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding
uterus karena kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan
plasenta (plasenta adhesiva), plasenta melekat erat pada dinding

Page 98
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai


miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-
perkreta). Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi
belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan
atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran
konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya
plasenta (inkarserasio plasenta).
4. Sisa Plasenta

Sisa plasenta adalah suatu bagian dari plasenta, satu atau lebih lobus
tertinggal didalam uterus. Sisa plasenta (rest placenta) merupakan
tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat
menimbulkan pendarahan postpartum dini atau pendarahan postpartum
lambat yang biasanya terjadi dalam 6 -10 hari pasca persalinan.
Sisa plasenta dalam nifas menyebabkan pendarahan dan infeksi.
Pendarahan yang banyak dalam nifas hamper selalu disebabkan oleh sisa
plasenta. Jika pada pemeriksaan plasenta cavum uteri biasanya
menimbulkan pendarahan postpartum lambat.
Tertinggalnya plasenta atau selaput janin yang menghalangi
kontraksi uterus sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka.
Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal maka
uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat
menimbulkan perdarahan. Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan
berkontraksi. Konstraksi dan relaksi otot- otot terus menyelesaikan proses
ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi sel miometrium tidak
relaksasi melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal.
B. Diagnosa Kegawatdaruratan Pada Persalinan Kala II dan III
1. Diagnosa Atonia Uteri
Pada setiap perdarahan setelah anak lahir, perlu dipikirkan beberapa
kemungkinan karena penanganannya berbeda, jika dengan melalui

Page 99
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

perabaan melalui dinding perut, fundus uteri terasa keras dan darah yang
keluar berwarna merah segar, dapatlah dikatakan pada umumnya
perdarahan itu disebabkan oleh laserasi atau robekan pada salah satu
tempat dijalan lahir. Jika perabaan fundus uteri terasa lembek dan laserasi
telah disingkirkan, maka pada umumnnya perdarahan ini disebabkan oleh
Atonia uteri (Diro, 2009). Diagnose ditegakkan bila setelah bayi dan
plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal
dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih
dengan kontraksi yang lembek. Atonia uteri terjadi jika uterus tidak
berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (masase)
pada daerah fundus uteri (Buku Asuhan Persalinan Normal, 2007).
2. Diagnosa Laserasi Jalan Lahir
Tanda atau gejala robekan vagina, perineum atau serviks antara lain,
terjadi plasenta keluar, terdapat perdarahan namun uterus berkontraksi,
pada inspeksi plasenta kotiledon plasenta lengkap. Laserasi dalam jalan
lahir memiliki derajat tertentu :
a) Laserasi derajat I :
1) Perlukaan terjadi pada mukosa vagina, komisura posterior dan kulit
perineum.
2) Robekan derajat pertama meliputi mukosa vagina, fourchette dan

kulit perineum tepat dibawahnya. Perlukaannya hanya terbatas


pada mukosa vagina atau kulit perineum.
b) Laserasi derajat II :
1) Perlukaannya terjadi pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit

perineum dan otot perineum.


2) Laserasi derajat kedua merupakan luka robekan yang lebih dalam.
Luka ini terutama mengenai garis tengah dan melebar sampai
corpus perineum.

Page 100
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

3) Adanya perlukaan yang lebih dalam dan luas ke vagina dan


perineum dengan melukai fasia serta otot–otot diafragma
urogenital.
c) Laserasi derajat III :
1) Perlukaan terjadi pada mukosa vagina, komisura porterior, kulit
perineum, otot perineum dan otot sfinter ani.
2) Robekan derajat ketiga meluas sampai corpus perineum, musculus
tranversus perineus dan sphinceter recti.
3) Perlukaan yang meluas dan lebih dalam yang menyebabkan
musculus sfinter ani eksternus terputus didepan robekan serviks.
d) Laserasi derajat IV :
1) Perlukaan terjadi pada mukosa vagina, komisura porterior, kulit
perineum, otot perineum dan otot sfinter ani dan dinding depan
rectum.
3. Diagnosa Retensio Plasenta
a) Anamnesis
meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi
mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta
riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum
sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul
perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
b) Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam
kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di
dalam uterus.
c) Pemeriksaan Penunjang
1) Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb)
dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta
jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi,
leukosit biasanya meningkat.

Page 101
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

2) Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan


hitung Protrombin Time (PT) dan Activated Partial Tromboplastin
Time (APTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT)
atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan
perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.
4. Diagnosa Sisa Plasenta
a) Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan penemuan
melakukan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa
plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar
pasien akan kembali lagi ke tempat persalinan dengan keluhan
perdarahan setelah 6-10 hari pulang ke rumah dan sub involusi uterus.
b) Perdarahan berlangsung terus menerus atau berulang.

c) Pada palpasi di dapatkan fundus uteri masih teraba lebih besar

d) Pada pemeriksaan dalam didapat uterus yang membesar, lunak, dan


dari ostium uteri keluar darah.

C. Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan pada Kasus:


1. Atonia Uteri
Langkah-langkah rinci penatalaksanaan Atonia uteri pasca persalinan:
a) Lakukan massage pundus uteri segera setelah plasenta
dilahirkan: massage merangsang kontraksi uterus. Sambil melakukan
massage sekaligus dapat dilakukan penilaian kontraksi uterus.
b) Bersihkan kavum uteri dari selaput ketuban dan gumpalan
darah: selaput ketuban atau gumpalan darah dalam kavum uteri akan
dapat menghalangi kontraksi uterus secara baik.
c) Mulai melakukan kompresi bimanual interna. Jika uterus berkontraksi

keluarkan tangan setelah 1-2 menit. Jika uterus tetap tidak


Page 102
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

berkontraksi teruskan kompresi bimanual interna hingga 5


menit : sebagian besar atonia uteri akan teratasi dengan tindakan ini.
Jika kompresi bimannual tidak berhasil setelah 5 menit, dilakukan
tindakan lain
d) Minta keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna : Bila
penolong hanya seorang diri, keluarga dapat meneruskan proses
kompresi bimanual secara eksternal selama anda melakukan langkah-
langkah selanjutnya.
e) Berikan metal ergometrin 0,2 mg intra
muskuler/intravena : metilergometrin yang diberikan secara
intramuskuler akan mulai bekerja dalam 5-7 menit dan akan
menyebabkan kontraksi uterus. Pemberian intravena bila sudah
terpasang infuse sebelumnya.
f) Berikan infuse cairan larutan ringer laktat dan oksitoksin 20 IU/500

ml : anda telah memberikan oksitoksin pada waktu penatalaksanaan


aktif kala tiga dan metil ergometrin intramuskuler. Oksitoksin intravena
akan bekerja segera untuk menyebabkan uterus berkontraksi. Ringer
laktat akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama
atoni.
g) Mulai lagi kompresi bimanual interna atau pasang tampon uterovagina.
h) Teruskan cairan intravena hingga ruang operasi siap.
i) Lakukan laparotomi : pertimbangkan antara tindakan mempertahankan

uterus dengan ligasi arteri uterine/ hipogastrika atau


histerektomi : pertimbangan antaralain paritas, kondisi ibu, jumlah
perdarahan.
2. Laserasi Jalan Lahir
Penatalaksanaan leserasi (robekan) jalan lahir tergantung pada tingkat
robekan. Penatalaksanaan pada masing-masing tingkat robekan adalah
sebagai berikut :

Page 103
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

a) Robekan perineum tingkat I : Dengan cut gut secara jelujur atau jahitan
angka delapan (figure of eight).
b) Robekan perineum tingkat II :
1) Jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, harus
diratakan lebih dahulu
2) Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan dijepit dengan klem
kemudian digunting
3) Otot dijahit dengan catgut, selaput lendir vagina dengan catgut
secara terputus- putus atau jelujur. Jahitan mukosa vagina dimulai
dari puncak robekan, sampai kulit perineum dijahit dengan benang
catgut secara jelujur.
c) Robekan perineum tingkat III (Kewenangan dokter)
1) Dinding depan rektum yang robek dijahit
2) Fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catgut
kromik
3) Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit
dengan klem, kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik.
4) Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit
robekan perineum tingkat II
d) Robekan perineum tingkat IV (Kewenangan dokter)
Dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan
dengan rencana tindakan perbaikan di rumah sakit kabupaten/kota.
e) Robekan dinding Vagina
1) Robekan dinding vagina harus dijahit
2) Kasus kalporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk ke rumah
sakit.
Ingatlah bahwa robekan perineum tingkat III dan IV bukan
kewenangan bidan untuk melakukan penjahitan.
2. Retensio Plasenta

Page 104
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:


a) Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter
yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida
isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan).
Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi
darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan
darah.
b) Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer
laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
c) Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan
dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
d) Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta.
Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan
kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah
persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi,
perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
e) Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuretage sisa
plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan
kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena
dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
f) Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
g) Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder.
3. Sisa Plasenta
Apabila terdapat bagian palasenta ada yang tertinggal maka penanganan
yang dilakukan yaitu :

Page 105
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

a) Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan


kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta
plasenta dengan perdarahan postpartum.
b) Berikan antibiotika, ampisilin, dosis awal 19 IV dilanjutkan dengan 3x1
gram oral dikombinasikan dengan metronidizol 1 gram supositoria
dilanjutkan dengan 3 x 500 mg oral.
c) Dilakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan
darah, atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrumen
lakukan evaluasi sisa plasenta atau dilatasi dan kuretase.

IV. Rangkuman

Perdarahan postpartum merupakan suatu komplikasi potensial yang


mengancam jiwa pada persalinan pervaginam dan sectio cesaria. Meskipun
beberapa penelitian mengatakan persalinan normal seringkali menyebabkan
perdarahan lebih dari 500 ml tanpa adanya suatu gangguan pada kondisi ibu.
Hal ini mengakibatkan penerapan definisi yang lebih luas untuk perdarahan
postpartum yang didefinisikan sebagai perdarahan yang mengakibatkan
tanda - tanda dan gejala-gejala dari ketidakstabilan hemodinamik, atau
perdarahan yang mengakibatkan ketidakstabilan hemodinamik jika tidak
diterapi. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu. Secara umum
terdapat berbagai kasus yang masuk dalam kategori kegawatdaruratan
maternal masa persalinan kala III dan IV, dan manifestasi klinik kasus
kegawatdaruratan tersebut berbeda-beda dalam rentang yang cukup luas.

V. Evaluasi Formatif
1. Sisa plasenta adalah suatu bagian dari plasenta, satu atau lebih lobus

tertinggal didalam uterus menurut dari :


a. Sarwono prawiroharja,2002

Page 106
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

b. WHO 1997
c. Saleha,2009
d. Sujiyatini 2011
e. Easteman
2. Penanganan Penatalaksanaan leserasi (robekan ) jalan lahir tergantung
pada robekan tinggkat II yaitu
1) Jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, harus
diratakan lebih dahulu
2) Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan dijepit dengan klem kemudian
digunting
3) Otot dijahit dengan catgut, selaput lendir vagina dengan catgut secara
terputus- putus atau jelujur. Jahitan mukosa vagina dimulai dari
puncak robekan, sampai kulit perineum dijahit dengan benang catgut
secara jelujur.
4) Dinding depan rektum yang robek dijahit
5) Fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catgut
kromik
6) Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit
dengan klem, kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik
Poin manakah yang menentukan Penanganan Penatalaksanaan leserasi
(robekan ) jalan lahir tergantung pada robekan tinggkat II yaitu :
a. 2). 3). 4). 1).
b. 4). 5). 6). 3).
c. 1). 2). 3).
d. 1). 2). 3). 4). 5). & 6).
e. 6). 5). 1). 4).
3. Menyatakan bahwa penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada kasus
retensio plasenta adalah:
1) Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengedan, jika
dapat dirasakan plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut.
2) Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika perlu, lakukan kateterisasi
kandung kemih.
3) Jika plasenta belum keluar, berikan oxitosin 10 unit IM.
4) Lakukan peregangan tali pusat terkendali.

Page 107
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

5) Jika belum berhasil, cobalah melakukan pengeluaran plasenta secara


manual.
6) Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji apembekuan darah
sederhana.
Poin manakah yang menyatakan bahwa penatalaksanaan yang dapat
dilakukan pada kasus retensio plasenta menurut pendapat dari :
a. WHO
b. Pranoto (2014)
c. Holmer
d. Sarwono
e. Pranoto 2016
4. Apabila terdapat bagian palasenta ada yang tertinggal maka penanganan
yang dilakukan yaitu :
1) Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan
pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa
plasenta plasenta dengan perdarahan postpartum.
2) Berikan antibiotika, ampisilin, dosis awal 19 IV dilanjutkan dengan 3x1
gram oral dikombinasikan dengan metronidizol 1 gram supositoria
dilanjutkan dengan 3x500 mg oral.
3) Dilakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan
darah, atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrumen
lakukan evaluasi sisa plasenta atau dilatasi dan kuretase.
Poin manakah Apabila terdapat bagian palasenta ada yang tertinggal
maka penanganan yang dilakukan yaitu :
a. 1). 2). 3).
b. 3). 2). 1).
c. 1). 3). 2).
d. 3). 1). 2).
e. 2). 1). 3).
5. Atonia Uteri merupakan perdarahan pasca persalinan yang dapat terjadi
karena terlepasnya sebagian plasennta dari uterus dan sebagian lagi
belum terlepas sehingga tidak ada terjadinya kontraksi, peryataan ini
merupakan defenisi dari

Page 108
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

a. Anik dan Yulianingsih, 2009


b. Ben dan taber, 2002
c. WHO, 2001
d. Prawiroharjo, 2010
e. Salah semua

Kegiatan Belajar 12
Asuhan Kegawatdaruratan pasca persalinan

I. Tujuan Pembelajaran

Page 109
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

A. Umum
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, diharapkan peserta didik
mampu memahami asuhan kegawatdaruratan pada pasca persalinan.
B. Khusus
1. Mahasiwa dapat menjelaskan pengkajian kegawatdaruratan pada
pasca persalinan dengan benar
2. Mahasiswa dapat menjelaskan diagnosa kegawatdaruratan pada
pasca persalinan dengan benar
3. Mahasiswa dapat menjelaskan penatalaksanaan asuhan
kegawatdaruratan pada kasus endometritis, abses pelvic, peritonitis,
bendungan payudara, infeksi payudara, infeksi perineum/laserasi jalan
lahir dengan benar

II. Pokok-Pokok Materi


Asuhan Kegawatdaruratan pada pasca persalinan
A. Pengkajian kegawatdaruratan pada pasca persalinan
B. Diagnosa kegawatdaruratan pada pasca persalinan
C. Penatalaksanaan asuhan kegawatdaruratan pada kasus:
1. Endometritis
2. Abses Pelvic
3. Peritonitis
4. Bendungan Payudara
5. Infeksi Payudara
6. Infeksi Perineum/laserasi jalan lahir

Page 110
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

III. Uraian Materi


Asuhan Kegawatdaruratan pada pasca persalinan
A. Pengkajian Kegawatdaruratan pada pasca persalinan
1. Endometritis
a) Pengertian Endometritis
Adalah adanya peradangan pada uterus, dan seringnya disertai
infeksi disana. Uterus atau rahim adalah organ reproduksi utama pada
perempuan dimana pada organ tersebut janin bayi berkembang
Selama kehamilan.
Endometritis dapat menimbulkan beberapa gejala dibawah ini,
seperti:

1) Pembengkakan abdomen/ perut


2) Adanya perdarahan vagina yang tidak normal
3) Adanya cairan dan discharge vagina yang tidak normal
4) Konstipasi
5) Perasaan tidak nyaman dan peristaltik usus meningkat.
6) Demam dan merasa tidak nyaman
7) Terdapat nyeri pada pelvis, pada perut bagian bawah dan area
rektum
b) Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari endometritis tergantung pada jenis dan
virulensi kuman, daya tahan penderita dan derajat trauma pada jalan
Page 111
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

lahir. Kadang-kadang lokhea tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta


dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiometra dan dapat
menyebabkan kenaikan suhu yang segera hilang setelah rintangan
dibatasi. Uterus pada endometrium agak membesar, serta nyeri pada
perabaan, dan lembek.
Pada endometritis yang tidak meluas penderita pada hari-hari
pertama merasa kurang sehat dan perut nyeri, mulai hari ke 3 suhu
meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu
dan nadi menurun, dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan
sudah normal kembali, lokhea pada endometritis, biasanya
bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal yang terakhir ini tidak
boleh menimbulkan anggapan bahwa infeksinya berat. Malahan
infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokhea yang sedikit dan tidak
berbau.
Gambaran klinik dari endometritis:
1) Nyeri abdomen bagian bawah.
2) Mengeluarkan keputihan (leukorea).
3) Kadang terjadi pendarahan.
4) Dapat terjadi penyebaran :
(a) Miometritis
(b) Parametritis
(c) Salpingitis
(d) Ooforitis
(e) Pembentukan penahanan sehingga terjadi abses.

2. Abses Pelvic
a) Pengertian Abses Pelvic
Abses Pelvis adalah infeksi saluran reproduksi bagian atas.
Penyakit tersebut dapat mempengaruhi endometrium (selaput dalam
rahim), saluran tuba, indung telur, miometrium (otot rahim),

Page 112
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

parametrium dan rongga panggul. Penyakitabses pelvis merupakan


komplikasi umum dari Penyakit Menular Seksual (PMS). Peradangan
tuba falopii terutama terjadi pada wanita yang secara seksual aktif.
Resiko terutama ditemukan pada wanita yang memakai IUD. Bisasanya
peradangan menyerang kedua tuba. Infeksi bisa menyebar ke rongga
perut dan menyebabkan peritonitis.
b) Etiologi/Penyebab
Abses pelvis terjadi apabila terdapat infeksi pada saluran genital
bagian bawah, yang menyebar ke atas melalui leher rahim. Butuh waktu
dalam hitungan hari atau minggu untuk seorang wanita menderita
penyakit radang panggul. Bakteri penyebab tersering adalah Neiserreia
Gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis yang menyebabkan peradangan
dan kerusakan jaringan sehingga menyebabkan berbagai bakteri dari
leher rahim maupun vagina menginfeksi daerah tersebut. Kedua bakteri
ini adalah kuman penyebab PMS. Proses menstruasi dapat memudahkan
terjadinya infeksi karena hilangnya lapisan endometrium yang
menyebabkan berkurangnya pertahanan dari rahim, serta menyediakan
medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri (darah menstruasi).
Penyebab lainnya yang lebih jarang terjadi adalah:
1) Aktinomikosis (infeksi bakteri)
2) Skistosomiasis (infeksi parasit)
3) Tuberkulosis.
4) Penyuntikan zat warna pada pemeriksaan rontgen khusus.
3. Peritonitis
a) Pengertian Peritonitis
Adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga
abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis / kumpulan tanda dan

Page 113
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans
muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.

b) Tanda dan Gejala


Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat
yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi
hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri
abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat
tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang
karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar
untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang
karenairitasi peritoneum.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk
membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-
pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam
keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid,
pasca transplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran
(misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau
penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita
geriatric.
4. Bendungan Payudara
a) Pengertian Bendungan Payudara/ASI
Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena
penyempitan duktus laktiferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak
dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada puting
susu.
b) Faktor- factor penyebab bendungan ASI
1) Pengosongan mamae yang tidak sempurna

Page 114
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

2) Faktor hisapan bayi yang tidak aktif


3) Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar
4) Puting susu terbenam
5) Puting susu terlalu panjang
c) Tanda dan Gejala Bendungan ASI
Keluhan ibu adalah payudara yang terbendung, bengkak, keras,
panas dan nyeri, terlihat mengkilap dan puting susu teregang menjadi
rata. ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit menghisap ASI
sampai bengkak berkurang.
5. Infeksi Payudara
a) Pengertian Infeksi Payudara
Infeksi Payudara (Mastitis) merupakan infeksi yang terjadi pada
payudara. ini merupakan kelanjutan dari bendungan payudara. hal ini
dapat terjadi karena kurangnya perawatan payudara sehingga bakteri
staphylococcus aureus dapat dengan mudah menginfeksi payudara.
Ibu yang terkena Mastitis bisa sampai mengeluarkan nanah dari
payudaranya (abses payudara).
Ada 3 macam Mastitis:
1) Mastitis Periduktal : ditemukan pada ibu yang menjelang
menopause
2) Mastitis Puerperalis : pada wanita hamil dan menyusui
3) Mastitis Supurativa : pada wanita yang terkena TBC, Sifilis, dan
infeksi staphylococcus.
b) Gejalanya:

1) payudara keras dan benjol-benjol


2) payudara bengkak
3) warnanya kemerahan
4) ibu sering pusing

Page 115
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

6. Infeksi Perineum atau Laserasi Jalan Lahir


a) Pengertian Infeksi Perineum

Infeksi Perineum biasanya terjadi pada persalinan normal.


Disebabkan kebersihan daerah perineum kurang terjaga. Misalnya,
karena tidak segera mengganti pembalut bila sudah penuh cairan lokia.
Atau, setelah dibasuh, daerah perineum tidak dikeringkan.
b) Gejala:
1) Timbul rasa panas dan perih pada tempat yang terinfeksi
2) Perih saat buang air kecil.
3) Demam.
4) Keluar cairan seperti keputihan dan berbau.
B. Diagnosa Kegawatdaruratan pada pasca persalinan

1. Endometritis
Endometritis dapat terjadi secara klinis dan subklinis. Diagnosis
endometritis dapat didasarkan pada riwayat kesehatan, pemeriksaan
rektal, pemeriksaan vaginal dan biopsi. Pemeriksaan vaginal dapat
dilakukan dengan menggunakan vaginoskop dengan melihat adanya
lendir, lubang leher rahim (serviks) agak terbuka dan kemerahan di
daerah vaginadan leher rahim. Pada palpasi per rektal akan teraba dinding
rahim agak kaku dan di dalam rahim ada cairan tetapi tidak dirasakan
sebagai fluktuasi (tergantung derajat infeksi).
Secara klinis karakteristik endometritis dengan adanya pengeluaran
mucopurulen pada vagina, dihubungkan dengan ditundanya involusi
uterus. Diagnosa endometritis tidak didasarkan pada pemeriksaan
histologis dari biopsy endometrial. Tetapi pada kondisi lapangan
pemeriksaan vagina dan palpasi traktus genital per rectum adalah teknik
yang sangat bermanfaat untuk diagnosa endometritis. Pemeriksaan visual

Page 116
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

atau manual pada vagina untuk abnormalitas pengeluaran uterus adalah


penting untuk diagnosa endometritis, meski isi vagina tidak selalu
mencerminkan isi dari uterus. Flek dari pus pada vagina dapat berasal dari
uterus, cervik atau vagina dan mukus tipis berawan sering dianggap
normal. Sejumlah sistem penilaian telah digunakan untuk menilai tingkat
involusi uterus dan cervik, pengeluaran dari vagina alami. Sistem utama
yang digunakan adalah kombinasi dari diameter uterus dan cervik,
penilaian isi dari vagina.
2. Abses Pelvic
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Dilakukan pemeriksaan panggul dan perabaan perut. Pemeriksaan lainnya
yang biasa dilakukan antara lain sebagai berikut:
a) Pemeriksaan darah lengkap
b) Pemeriksaan cairan dari serviks
c) Kuldosintesis
d) Laparoskopi
e) USG panggul
Pemeriksaan darah dilakukan untuk melihat kenaikan dari sel darah
putih yang menandakan terjadinya infeksi. Kultur untuk GO dan chlamydia
digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Ultrasonografi atau USG
dapat digunakan baik USG abdomen (perut) atau USG vagina, untuk
mengevaluasi saluran tuba dan alat reproduksi lainnya. Biopsi
endometrium dapat dipakai untuk melihat adanya
infeksi. Laparaskopi adalah prosedur pemasukan alat dengan lampu dan
kamera melalui insisi (potongan) kecil di perut untuk melihat secara
langsung organ di dalam panggul apabila terdapat kelainan.

Page 117
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

3. Peritonitis
Gambaran klinisnya tergantung pada luas peritonitis, berat peritonitis
dan jenis organisme yang bertanggung jawab. Peritonitis dapat lokal,
menyebar, atau umum.
a) Peritonitis Bakteri Primer
1) Nyeri abdomen
2) Demam
3) Nyeri lepas tekan
4) Bising usus yang menurun atau menghilang
b) Peritonitis Bakteri Sekunder
1) Adanya nyeri abdominal yang akut
2) Nausea, vomitus
3) Syok (hipovolemik, septik, dan neurogenik)
4) Demam, distensi abdominal, nyeri tekan abdomen dan rigiditas
yang local
5) Difus atau umum dan secara klasik bising usus melemah atau
menghilang
c) Peritonitis bakterial kronik (tuberculous)
1) Adanya keringat malam
2) Kelemahan
3) Penurunan berat badan
4) Distensi abdominal
d) Peritonitis granulomatosa
1) Nyeri abdomen yang hebat
2) Demam dan adanya tanda-tanda peritonitis lain yang muncul 2
minggu
e) Pemeriksaan Toucher

Page 118
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Pada penderita wanita diperlukan pemeriksaan vagina bimanual


untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatory disease, namun
pemeriksaan ini jarang dilakukan pada keadaan peritonitis yang akut.
Terlihat teraba tahanan yang kenyal yang berfluktuasi dalam kavum
douglasi dan nyeri tekan
f) Pemeriksaan Laboratorium
1) Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis,
hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolik.
2) Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung
banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit;
basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur.
3) Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi
memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan
merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat
4) The International Ascites Club (IAC) merekomendasikan
dilakukannya parasentesis (pungsiasites) pada penderita sirosis
hepatik yang disertai dengan asites. Diagnosis PBS dapat
ditegakkan bila dijumpai hasil
5) Hitung sel polimorfonukleus (PMN) > 250/mm3
6) Lekosit > 300/mm3 (terutama granulosit)
7) Protein 43 mmol/L
8) Aktivitas protrombin < 45
g) Pemeriksaan X-Ray
Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus
halus dan usus besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada
kasus-kasus perforasi hernia inkarserat yang juga menimbulkan gejala
serupa.

4. Bendungan Payudara

Page 119
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

a) Cara inspeksi.
Hal ini harus dilakukan pertama dengan tangan di samping dan
sesudah itu dengan tangan keatas, selagi pasien duduk kita akan
melihat dilatasi pembuluh-pembuluh balik di bawah kulit akibat
pembesaran tumor jinak atau ganas di bawah kulit.perlu diperhatikan
apakah kulit pada suatu tempat menjadi merah.
b) Cara palpasi.
Ibu harus tidur dan diperiksa secara sistematis bagian medial lebih
dahulu dengan jari-jari yang harus kebagian lateral. Palpasi ini harus
meliputi seluruh payudara, dari parasternal kearah garis aksila
belakang,dan dari subklavikular kearah paling distal. Untuk
pemeriksaan orang sakit harus duduk. Tangan aksila yang akan
diperiksa dipegang oleh pemeriksa dan dokter pemeriksa mengadakan
palpasi aksila dengan tangan yang kontralateral dari tangan si
penderita, misalnya kalau aksila kiri orang sakit yang akan diperiksa,
tangan kiri dokter mengadakan palpasi.
5. Infeksi Payudara
Umumnya diagnosa infeksi payudara sangatlah mudah yaitu dengan
adanya gejala–gejala di atas disertai dengan pemeriksaan fisik pada
payudara yang mengalami infeksi, seorang dokter sudah bisa
mendiagnosa infeksi payudara. Adapun pemeriksaan pelengkap untuk
mendiagnosa infeksi payudara adalah dengan kultur bakteri untuk
mengetahui jenis bakterinya, dan biopsi untuk mengambil contoh jaringan
payudara yang mengalami infeksi dan sudah mengalami abses.
Pemeriksaan lainnya adalah mammografi.

6. Infeksi Perineum/Laserasi Jalan Lahir

Page 120
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Diagnosi dapat diketahui dari keluhan pasien dan juga pemeriksaan


vagina Timbul rasa panas dan perih pada tempat yang terinfeksi
a) Perih saat buang air kecil.
b) Demam.
c) Keluar cairan seperti keputihan dan berbau.
C. Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan pasca Persalinan
1. Penatalaksanaan Endrometriosis
a) Antibiotika ditambah drainase yang memadai merupakan pojok
sasaran terapi. Evaluasi klinis dari organisme yang terlihat pada
pewarnaan gram, seperti juga pengetahuan bakteri yang diisolasi dari
infeksi serupa sebelumnya, memberikan petunjuk untuk terapi
antibiotik.
b) Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti untuk
dehidrasi ditambah terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang
tidak mampu mentoleransi makanan lewat mulut. Secepat mungkin
pasien diberikan diit per oral untuk memberikan nutrisi yang
memadai.
c) Pengganti darah dapat diindikasikan untuk anemia berat dengan post
abortus atau post partum.
d) Tirah baring dan analgesia merupakan terapi pendukung yang banyak
manfaatnya.
e) Tindakan bedah: endometritis post partum sering disertai dengan
jaringan plasenta yang tertahan atau obstruksi serviks. Drainase lokia
yang memadai sangat penting. Jaringan plasenta yang tertinggal
dikeluarkan dengan kuretase perlahan-lahan dan hati-hati.
Histerektomi dan salpingo – oofaringektomi bilateral mungkin
ditemukan bila klostridia telah meluas melampaui endometrium dan
ditemukan bukti adanya sepsis sistemik klostridia (syok, hemolisis,
gagal ginjal.

Page 121
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

2. Penatalaksanaan Abses Pelvic


Tujuan utama terapi penyakit ini adalah mencegah kerusakan saluran
tuba yang dapat mengakibatkan infertilitas (tidak subur) dan kehamilan
ektopik, serta pencegahan dari infeksi kronik. Pengobatan dengan
antibiotik, baik disuntik maupun diminum, sesuai dengan bakteri
penyebab adalah pilihan utama. Kontrol setelah pengobatan sebanyak 2-3
kali diperlukan untuk melihat hasil dan perkembangan dari pengobatan.
Pasangan seksual juga harus diobati. Wanita dengan penyakit radang
panggul mungkin memiliki pasangan yang menderita gonorea atau infeksi
chlamydia yang dapat menyebabkan penyakit ini. Seseorang dapat
menderita penyakit menular seksual meskipun tidak memiliki gejala.
Untuk mengurangi risiko terkena penyakit radang panggul kembali, maka
pasangan seksual sebaiknya diperiksa dan diobati apabila memiliki PMS.
Bila pelvic abses ada tanda cairan fluktuasi pada daerah cul-de-sac,
lakukan kolpotomi atau dengan laparotomi. Ibu posisi fowler. Berikan anti
biotika broad spektrum dalam dosis yang tinggi ampisilin 2g/IV kemudian
1 g setiap 6jam ditambah gentamisin 5g/kg berat badan IV dosis
tunggal/hari dan metronidazol 500mg/IV setiap 8 jam. Lanjutkan
antibiotika ini sampai ibu tidak panas selama 24 jam. Pada keadaan yang
sangat jarang sellulitis parametrium yang terjadi akan meluas dan menjadi
abses pelvis. Bila ini terjadi, maka harus dilakukan drainase puss yang
terbentuk, baik ke anterior dengan melakukan pemasangan jarum
berukuran besar maupu ke posterior dengan melakukan kolpotomi selain
itu, perlu juga diberikan antibiotika yang adekuat.

3. Penatalaksanaan Peritonitis
Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena
syok dan kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan

Page 122
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

cairan vena untuk mengganti elektrolit dan kehilangan protein. Biasanya


selang usus dimasukkan melalui hidung ke dalam usus untuk mengurangi
tekanan dalam usus. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik,
drainase bedah dan perbaikan dapat diupayakan. Pembedahan mungkin
dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti apendiktomi. Bila perforasi
tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase
terhadap abses.
4. Penatalaksanaan Bendungan Payudara

a) Kompres hangat payudara agar menjadi lebih lembek


b) Keluarkan sedikit ASI sehingga puting lebih mudah ditangkap dan
dihisap oleh bayi
c) Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa ASI
d) Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara, berikan kompres dingin
e) Untuk mengurangi statis di vena dan pembuluh getah bening lakukan
pengurutan (masase) payudara yang dimulai dari putin kearah
korpus. (Sastrawinata, 2004)
5. Penatalaksanaan Infeksi Payudara :
a) Bila ingin menyusui selalu cuci tangan terlebih dahulu
b) Susui bayi sesering mungkin
c) istirahat cukup
d) gunakan teknik menyusui yang benar
e) Minum banyak air
f) Gunakan Bra yang nyaman
g) Jaga kebersihan diri
Apabila terjadi infeksi yang parah segera periksa ke bidan atau dokter
untuk mendapatkan terapi. Biasanya pasien akan diberi eritromisin
250mg 3x1 atau kloksasilin 500mg diminum tiap 6 jam. masing-masing
dikonsumsi selama 10 hari.
6. Penatalaksnaan Infeksi Perineum/Laserasi jalan lahir

Page 123
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

a) Basuh vagina dan sekitarnya dengan ir bersih setiap habis buang air
kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) hingga bersih. Basuh dari arah
depan ke belakang, hingga tidak ada kotoran dari anus yang akan
menempel pada luka bekas jahitan.
b) Setelah vagina dibersihkan, segera ganti pembalut untuk mencegah
vagina lembab dan kotor.
c) Setelah dibasuh, keringkan perineum dengan handuk bersih sampai
kering.

IV. Rangkuman
Endometritis, Abses Pelvic, Peritonitis, Bendungan Payudara, Infeksi
Payudara, Infeksi Perineum/laserasi jalan lahir harus di tangani dengan
benar dan tepat agar tidak terjadi kegawatdaruratan pada ibu pasca
bersalin.

Page 124
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

V. Evaluasi Formatif
1. Uterus atau rahim adalah organ reproduksi utama pada perempuan
dimana pada organ tersebut janin bayi berkembang Selama kehamilan.
Endometritis dapat menimbulkan beberapa gejala dibawah ini, seperti:
a. Terdapat perdarahan yang normal.
b. Perut terasa kembung
c. Pembengkakan abdomen/ perut
d. Gangguan pola tidur.
e. adanya cairan dan discharge vagina yang normal
2. Hal yang terakhir ini tidak boleh menimbulkan anggapan bahwa
infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh
lokhea yang sedikit dan tidak berbau. Gambaran klinik dari endometritis:
a. Mengeluarkan keputihan (leukorea).
b. Gangguan pola tidur.
c. Perut terasa kembung
d. Kontraksi uterus baik
e. Kandung kemih penuh
3. Abses pelvis terjadi apabila terdapat infeksi pada saluran genital bagian
bawah, yang menyebar ke atas melalui leher rahim. Butuh waktu dalam
hitungan hari atau minggu untuk seorang wanita menderita penyakit
radang panggul. Bakteri penyebab tersering adalah:
a. Neiserreia Gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis
b. Gonorrhoeae Chlamydia dan Neiserreia.
c. Neiserreia dan Gonorrhoeae Chlamydia.
d. Chlamydia trachomatis dan Gonorrhoeae Chlamydia.
e. Trachomatis dan Gonorrhoeae Chlamydia.
4. Biasanya muncul segera setelah siklus menstruasi. Penderita merasakan
nyeri pada perut bagian bawah yang semakin memburuk dan disertai
oleh mual atau muntah. Biasanya infeksi akan menyumbat tuba falopii.
Dari peryataan tersebut merupakan gejala dari ?
a. Abses Pelvik
b. Endometriosis
c. Keputihan
d. Peritonitis
e. Gonorea
5. 1). Penyebab Pengosongan mamae yang tidak sempurna

Page 125
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

2). Faktor ekonomi


3). Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar
4). Puting susu terbenam
5). Kurangnya mengkomsumsi makanan bergizi
Point manakah yang menyebabkan terjadinya bendungan ASI….
a. 1), 2) dan 3)
b. 1), 3) dan 4)
c. 3) dan 4)
d. 1) dan 5)
e. Semua benar

Kegiatan Belajar 13
Asuhan Kegawatdaruratan Pada Neonatal

I. Tujuan Pembelajaran
A. Umum
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, diharapkan peserta didik
mampu memahami asuhan kegawatdaruratan pada neonatal.
B. Khusus
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengkajian kegawatdaruratan pada
neonatus dengan benar
2. Mahasiswa dapat menjelaskan kegawatdaruratan pada neonatus
dengan benar
3. Mahasiswa dapat menjelaskan penatalaksanaan asuhan
kegawatdaruratan pada kasus asfiksia, BBLR, prematur, hipotermi,
hipoglekemia, hiperblirobinemia, kejang dan infeksi neonaturum
dengan benar

II. Pokok-Pokok Materi


Asuhan Kegawatdaruratan Pada Neonatus
A. Pengkajian kegawatdaruratan pada neonatus

Page 126
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

B. Diagnosa kegawatdaruratan pada neonatus


C. Penatalaksanaan asuhan kegawatdaruratan pada kasus:
1. Asfiksia
2. BBLR
3. Prematur
4. Hipotermi
5. Hipoglekemia
6. Hiperblirobinemia
7. Kejang
8. Infeksi Neonaturum

III. Uraian Materi


Asuhan Kegawatdaruratan Pada Neonatus
A. Pengkajian kegawatdaruratan pada neonatus,

1. Asfiksia Neonatorum
a) Pengertian

Page 127
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat


bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin
sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat
dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan
ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi
kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan
Persalinan Normal, 2007).
b) Tanda-Tanda Dan Gejala
1) Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
2) Warna kulit kebiruan
3) Kejang
4) Penurunan kesadaran
5) Apgar score di bawah 7
6) Hipoksia
7) Denyut jantung < 100 x/ menit
2. BBLR
a) Pengertian
BBLR adalah bayi baru lahir dengan berat badan kurang dari 2500
gram. (Dep Kes. RI, 2001 : 122). BBLR adalah bayi baru lahir dengan
berat badan kurang dari 500 gram, tanpa memandang usia kehamilan.
(Gladioostrange. Blogspot. Com).

b) Etiologi
1) Faktor genetik / kromosom
2) Infeksi
3) Bahan toksit
4) Radiasi
5) Disfungsi plasenta
6) Faktor nutrisi

Page 128
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

7) Faktor-faktor lain seperti merokok, peminum alcohol.


3. Prematur
a) Pengertian prematur
adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang atau sama
dengan 37 minggu, tanpa memperhatikan berat badan lahir. (Donna L
Wong 2004) Bayi premature adalah bayi yang lahir sebelum minggu ke
37, dihitung dari mulai hari pertama menstruasi terakhir, dianggap
sebagai periode kehamilan memendek. (Nelson. 1998 dan Sacharin,
1996). Prematuritas dan berat lahir rendah biasanya terjadi secara
bersamaan, terutama diantara bayi dengan berat 1500 gr atau kurang
saat lahir. Keduanya berkaitan dengan terjadinya peningkatan
morbilitas dan mortalitas neonatus.
b) Etiologi
1) Faktor Maternal
Toksenia, hipertensi, malnutrisi / penyakit kronik, misalnya
diabetes mellitus kelahiran premature ini berkaitan dengan adanya
kondisi dimana uterus tidak mampu untuk menahan fetus,
misalnya pada pemisahan premature, pelepasan plasenta dan
infark dari plasenta

2) Faktor Fetal
Kelainan Kromosomal (misalnya trisomi antosomal), fetus
multi ganda, cidera radiasi.
c) Karakteristik Bayi Prematur :
1) Ekstremitas tampak kurus dengan sedikit otot dan lemak sub kutan
2) Kepala dan badan disporposional
3) Kulit tipis dan keriput
4) Tampak pembuluh darah di abdomen dan kulit kepala

Page 129
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

5) Lanugo pada extremitas, punggung dan bahu


6) Telinga lunak dengan tulang rawan min dan mudah terlipat
7) Labia dan clitoris tampak menonjol
8) Sedikit lipatan pada telapak tangan & kaki
d) Komplikasi Umum Pada Bayi Prematur
1) Sindrom Gawat Napas (RDS)
2) Tanda Klinisnya : Mendengkur, nafas cuping hidung, retraksi,
sianosis, peningkatan usaha nafas, hiperkarbia, asiobsis
respiratorik, hipotensi dan syok
3) Displasin bronco pulmaner (BPD) dan Retinopati prematuritas
(ROP). Akibat terapi oksigen, seperti perporasi dan inflamasi nasal,
trakea, dan faring.
4) Duktus Arteriosus Paten (PDA)
4. Hipotermia
a) Pengertian Hipotermia
Adalah kondisi dimana suhu tubuh < 360C atau kedua kaki dan
tangan teraba dingin. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia
diperlukan termometer ukuran rendah (low reading termometer)
sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat
merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian. Akibat
hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia),
terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik,
dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia.
Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat
ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.
b) Etiologi dan factor presipitasi dari hipotermia
Prematuritas, Asfiksia, sepsis, kondisi neurologik seperti meningitis
dan perdarahan cerebral, pengeringan yang tidak adekuat setelah
kelahiran dan eksposure suhu lingkungan yang dingin.

Page 130
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

c) Tanda-tanda klinis hipotermia:


1) Hipotermia sedang (suhu tubuh 320C - <360C), tanda-tandanya
antara lain: kaki teraba dingin, kemampuan menghisap lemah,
tangisan lemah dan kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis
marmorata.
2) Hipotermia berat (suhu tubuh < 320C ), tanda-tandanya antara
lain: sama dengan hipotermia sedang, dan disertai dengan
pernafasan lambat tidak teratur, bunyi jantung lambat, terkadang
disertai hipoglikemi dan asidosisi metabolik.
3) Stadium lanjut hipotermia, tanda-tandanya antara lain : muka,
ujung kaki dan tangan berwarna merah terang, bagian tubuh
lainnya pucat, kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama
pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)
5. Hipoglikemi
a) Pengertian
Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukose darah
kurang dari 45 mg/dL (2.6 mmol/L).

b) Patofisiologi
1) Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa
rendah. Pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada
janin sehingga respon insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir
di mana jalur plasenta terputus maka transfer glukosa berhenti
sedangkan respon insulin masih tinggi (transient hiperinsulinism)
sehingga terjadi hipoglikemi.
2) Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena
dapat menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksia
otak. Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kerusakan
pada susunan saraf pusat bahkan sampai kematian.

Page 131
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

3) Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu


dengan diabetes melitus.
4) Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan
hidup selama proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir.
5) Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada
karena meningkatkan penggunaan cadangan glukosa, misalnya
pada asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan.
6. Hiperbilirubinemia/Ikterus Patologis
a) Pengertian Hiperblirubinemia
Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan
Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai
hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan
Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup
bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10
mg% dan 15 mg%. Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang
dapat menimbulkan efek patologis.
b) Etiologi
Beberapa penyebabb hiperbilirubin pada bayi BBL adalah :
1) Faktor fisiologik / prematuritas
2) Berhubungan dengan air susu ibu
3) Meningkatnya produksi bilirubin / hemolitik,
4) Ketidak mampuan hepar liver untuk mensekresi bilirubin
conjugata/ deficiensi ensim dan obstruksi duktus biliaris
5) Campuran antara meningkatnya produksi dan menurunnya
ekskresi / sepsis
6) Adanya penyalit / hipothiroidism, galaktosemia, bayi dengan ibu
DM.
7) Predisposisi Genetik untuk meningkatkan produksi.

Page 132
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

8) Pembentukan bilirubin yang berlebihan.


9) Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam
hati.
10) Gangguan konjugasi bilirubin.

c) Manifestasi Klinis
1) Kulit berwarna kuning sampe jingga
2) Pasien tampak lemah
3) Nafsu makan berkurang
4) Reflek hisap kurang
5) Urine pekat
6) Perut buncit
7) Pembesaran lien dan hati
8) Gangguan neurologik
9) Feses seperti dempul
10) Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.

11) Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.


(a) Blirubin yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk
atau infeksi.
(b) Blirubin yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai
puncak pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang
biasanya merupakan jaundice fisiologi.
7. Kejang
a) Pengertian Kejang
Kejang pada bayi baru lahir ialah kejang yang timbul masa
neonatus atau dalam 28 hari sesudah lahir (Buku Kesehatan Anak).
Menurut Brown (1974) kejang adalah suatu aritma serebral. Kejang

Page 133
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

adalah perubahan secara tiba-tiba fungsi neurology baik fungsi


motorik maupun fungsi otonomik karena kelebihan pancaran listrik
pada otak (Buku Pelayanan Obstetric Neonatal Emergensi Dasar).
Kejang bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari
gangguan saraf pusat, lokal atau sistemik. Kejang ini merupakan
gejala gangguan syaraf dan tanda penting akan adanya penyakit lain
sebagai penyebab kejang tersebut, yang dapat mengakibatkan gejala
sisa yang menetap di kemudian hari. Bila penyebab tersebut diketahui
harus segera di obati. Hal yang paling penting dari kejang pada bayi
baru lahir adalah mengenal kejangnya, mendiagnosis penyakit
penyebabnya dan memberikan pertolongan terarah, bukan hanya
mencoba menanggulangi kejang tersebut dengan obat antikonvulsan.

b) Etiologi
1) Metabolik
(a) Hipoglikemia
Bila kadar darah gula kurang dari 30 mg% pada neonatus
cukup bulan dan kurang dari 20 mg% pada bayi dengan berat
badan lahir rendah. Hipoglikemia dapat dengan/tanpa gejala.
Gejala dapat berupa serangan apnea, kejang sianosis, minum
lemah, biasanya terdapat pada bayi berat badan lahir rendah,
bayi kembar yang kecil, bayi dari ibu penderita diabetes
melitus, asfiksia.
(b) Hipokalsemia
Yaitu: keadaan kadar kalsium pada plasma kurang dari 8
mg/100 ml atau kurang dari 8 mg/100 ml atau kurang dari 4
MEq/L

Page 134
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Gejala: tangis dengan nada tinggi, tonus berkurang, kejang dan


diantara dua serangan bayi dalam keadaan baik.
(c) Hipomagnesemia
Yaitu kadar magnesium dalam darah kurang dari 1,2 mEg/l.
biasanya terdapat bersama-sama dengan hipokalsemia,
hipoglikemia dan lain-lain. Gejala kejang yang tidak dapat di
atasi atau hipokalsemia yang tidak dapat sembuh dengan
pengobatan yang adekuat.
(d) Hiponatremia dan hipernatremia
Hiponatremia adalah kadar Na dalam serum kurang dari
130 mEg/l. gejalanya adalah kejang, tremor. Hipertremia,
kadar Na dalam darah lebih dari 145 mEg/l. Kejang yang
biasanya disebabkan oleh karena trombosis vena atau adanya
petekis dalam otak.
(e) Defisiensi pirodiksin dan dependensi piridoksisn
Merupakan akibat kekurangan vitamin B6. gejalanya adalah
kejang yang hebat dan tidak hilang dengan pemberian obat
anti kejang, kalsium, glukosa, dan lain-lain. Pengobatan
dengan memberikan 50 mg pirodiksin
(f) Asfiksia
Suatu keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir etiologi karena adanya gangguan
pertukaran gas dan transfer O2 dari ibu ke janin.
2) Perdarahan intracranial
Dapat disebabkan oleh trauma lahir seperti asfiksia atau
hipoksia, defisiensi vitamin K, trombositopenia. Perdarahan dapat
terjadi sub dural, dub aroknoid, intraventrikulus dan intraserebral.
Biasanya disertai hipoglikemia, hipokalsemia. Diagnosis yang tepat
sukar ditetapkan, fungsi lumbal dan offalmoskopi mungkin dapat

Page 135
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

membantu diagnosis. Terapi : pemberian obat anti kejang dan


perbaikan gangguan metabolism bila ada.
3) Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan kejang, seperti : tetanus dan
meningitis
4) Genetik/kelainan bawaan
c) Patogenesis
Kejang pada neonatus seringkali tidak dikenali kerena bentuknya
yang berbeda dengan kejang orang dewasa dan anak-anak.
Penyelidikan sinemotografi dan EEG menunjukkan bahwa kelainan
pada EGG sesuai dengan twitching dari muka, kedipan muka,
menguap, kaku tiba-tiba dan sebagainya. Oleh karena itu, kejang pada
bayi baru lahir tidak spesifikasi dan lebih banyak digunakan istilah
“fit” atau “seizure”. Manifestasi yang berbeda-beda ini disebabkan
morfologi dan organisasi dari korteks serebri yang belum terbentuk
sempurna pada neonatus (Froeman, 1975). Demikian pula
pembentukan dendrit, synopsis dan mielinasasi. Susunan syarat pusat
pada neonatus terutama berfungsi pada medulla spinalis dan batang
orak. Kelainan lokal pada neuron tidak disalurkan kepada jaringan
berikutnya sehingga kejang umum jarang terjadi. Batang otak
berhubungan dengan gerakan-gerakan seperti menghisap, gerakan
bola mata, pernafasan dan sebagainya, sedangkan fleksi umum atau
kekakuan secara fokal atau umum adalah gejala medula spinalis.
8. Infeksi Neonatrum/Sepsis neonatorum
a) Pengertian
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus
dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan
penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat sehungga
seringkali tidak terpantau, tanpa pengobatan yang memadai bayi

Page 136
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

dapat meninggal dalam 24 sampai 48jam. (perawatan bayi beriko


tinggi, penerbit buku kedoktoran, jakarta : EGC). Sepsis neonatorum
adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama empat
minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1
dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005).
b) Etiologi
Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai
macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada
bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri. Beberapa komplikasi
kehamilan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya sepsis pada
neonatus antara lain :
1) Perdarahan
2) Demam yang terjadi pada ibu
3) Infeksi pada uterus atau plasenta
4) Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
5) Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih
sebelum melahirkan)
6) Proses kelahiran yang lama dan sulit
c) Patofisiologi
Berdasarkan waktu timbulnya dibagi menjadi 3 :
1) Early Onset (dini) : terjadi pada 5 hari pertama setelah lahir
dengan manifestasi klinis yang timbulnya mendadak, dengan gejala
sistemik yang berat, terutama mengenai system saluran
pernafasan, progresif dan akhirnya syok.
2) Late Onset (lambat) : timbul setelah umur 5 hari dengan
manifestasi klinis sering disertai adanya kelainan system susunan
saraf pusat.

Page 137
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

3) Infeksi nosokomial yaitu infeksi yang terjadi pada neonatus tanpa


resiko infeksi yang timbul lebih dari 48 jam saat dirawat di rumah
sakit.
Mekanisme terjadinya sepsis neonatorum :
(a) Antenatal: paparan terhadap mikroorganisme dari ibu (Infeksi
ascending melalui cairan amnion, adanya paparan terhadap
mikroorganisme dari traktur urogenitalis ibu atau melalui
penularan transplasental).
(b) Selama persalinan: trauma kulit dan pembuluh darah selama
persalinan, atau tindakan obstetri yang invasif.
(c) Postnatal: adanya paparan yang meningkat postnatal
(mikroorganisme dari satu bayi ke bayi yang lain, ruangan yang
terlalu penuh dan jumlah perawat yang kurang), adanya portal
kolonisasi dan invasi kuman melalui umbilicus, permukaan
mukosa, mata, kulit.
d) Manifestasi Klinis
1) Bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap, denyut jantungnya lambat
dan suhu tubuhnya turun-naik.
2) Gejala lainnya adalah: gangguan pernafasan, Kejang, Jaundice
(sakit kuning)Muntah, Diare, Perut kembung.
3) Gejalanya tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya:
(a) Infeksi pada tali pusar (omfalitis) bisa menyebabkan keluarnya
nanah atau darah dari pusar.
(b) Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak bisa
menyebabkan koma, kejang, opistotonus (posisi tubuh
melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun
(c) Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya
pergerakan pada lengan atau tungkai yang terkena

Page 138
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

(d) Infeksi pada persendian bisa menyebabkan pembengkakan,


kemerahan, nyeri tekan dan sendi yang terkena teraba hangat
(e) Infeksi pada selaput perut (peritonitis) bisa menyebabkan
pembengkakan perut dan diare berdarah.
B. Diagnosa kegawatdaruratan pada neonataus
1. Asfiksia
a) Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari
100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
1) Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
2) Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang
asfiksia
3) Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam
gawat
b) Pada bayi setelah lahir
1) Bayi pucat dan kebiru-biruan
2) Usaha bernafas minimal atau tidak ada
3) Hipoksia
4) Asidosis metabolik atau respiratori
5) Perubahan fungsi jantung
2. BBLR
Bayi prematur murni adalah bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi
kurang dari 37 minggu dan BB sesuai dengan BB untuk masa gestasi ini
bisa disebut neonatus kurang dengan masa kehamilan.
3. Prematur
Ada beberapa pemeriksaan yang harus dilakukan pada bayi prematur,
di antaranya adalah Pemeriksaan pernapasan dan denyut jantung,
dilakukan karena bayi prematur sering mengalami ketidakteraturan
denyut jantung dan pernapasan. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan

Page 139
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

dengan pemasangan monitor di NICU (neonates intensive care unit).


Pemeriksaan darah, khususnya untuk memeriksa kadar hemoglobin (sel
darah merah), kalsium, gula darah, dan bilirubin.
a) Ekokardiogram, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai
adanya kebocoran katup jantung dan fungsi pompa jantung bayi.
b) Pemeriksaan mata, diperlukan karena mata bayi prematur, khususnya
bagian retina, sangat sering mengalami gangguan yang disebut
sebagai retinopathy of prematurity.
4. Hipotermi
Diagnosis hipotermi ditegakkan dengan pengukuran suhu baik suhu
tubuh atau kulit bayi. Pengukuran suhu ini sangat bermanfaat sebagai
salah satu petunjuk penting untuk deteksi awal adanya suatu penyakit,
dan pengukurannya dapat dilakukan melalui aksila, rektal atau kulit.
Untuk mengukur suhu hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah
(low reading thermometer) yang dapat mengukur sampai 25oC.
5. Hipoglikemia
Presentasi klinis hipoglikemia mencerminkan penurunan ketersediaan
glukosa untuk SSP serta stimulasi adrenergik disebabkan oleh tingkat
darah menurun atau rendah gula. Selama hari pertama atau kedua
kehidupan, gejala bervariasi dari asimtomatik ke SSP dan gangguan
cardiopulmonary. Kelompok berisiko tinggi yang membutuhkan skrining
untuk hipoglikemia pada satu jam pertama kehidupan meliputi:
a) Bayi yang baru lahir yang beratnya lebih dari 4 kg atau kurang dari 2 kg
b) Besar usia kehamilan (LGA) bayi yang berada di atas persentil ke-90,
kecil untuk usia kehamilan (SGA) bayi di bawah persentil ke-10, dan
bayi dengan pembatasan pertumbuhan intrauteri
c) Bayi yang lahir dari ibu tergantung insulin (1:1000 wanita hamil) atau
ibu dengan diabetes gestasional (terjadi pada 2% dari wanita hamil)
d) Usia kehamilan kurang dari 37 minggu

Page 140
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

e) Bayi yang baru lahir diduga sepsis atau lahir dari seorang ibu yang
diduga menderita korioamnionitis
f) Bayi yang baru lahir dengan gejala sugestif hipoglikemia, termasuk
jitteriness, tachypnea, hypotonia, makan yang buruk, apnea,
ketidakstabilan temperatur, kejang, dan kelesuan
g) Selain itu, pertimbangkan skrining hipoglikemia pada bayi dengan
hipoksia yang signifikan, gangguan perinatal, nilai Apgar 5 menit kurang
dari 5, terisolasi hepatomegali (mungkin glikogen-penyimpanan
penyakit), mikrosefali, cacat garis tengah anterior, gigantisme,
Makroglosia atau hemihypertrophy (mungkin Beckwith-Wiedemann
Syndrome), atau kemungkinan kesalahan metabolisme bawaan atau
ibunya ada di terbutalin, beta blocker, atau agen hipoglikemik oral
h) Terjadinya hiperinsulinemia adalah dari lahir sampai usia 18 bulan.
Konsentrasi insulin yang tidak tepat meningkat pada saat hipoglikemia
didokumentasikan. Hiperinsulinisme neonatal Transient terjadi pada
bayi makrosomia dari ibu diabetes (yang telah berkurang sekresi
glukagon dan siapa produksi glukosa endogen secara signifikan
dihambat). Secara klinis, bayi ini makrosomia dan memiliki tuntutan
yang semakin meningkat untuk makan, lesu intermiten, jitteriness, dan
kejang jujur.
6. Hiperbilirubinemia
a) Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl
antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak
fisiologis Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12
mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari
14mg/dl tidak fisiologis.
b) Pemeriksaan radiology

Page 141
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau


peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati
atau hepatoma
c) Ultrasonografi :
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic
dengan ekstra hepatic.
d) Biopsy hati :
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang
sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra
hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis,
serosis hati, hepatoma.
e) Peritoneoskopi :
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto
dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada
penderita penyakit ini.
f) Laparatomi :
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto
dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada
penderita penyakit ini.
7. Kejang
a) Riwayat Kehamilan
1) Bayi kecil untuk masa kehamilan
2) Bayi kurang bulan
3) Ibu tidak disuntik TT
4) Ibu menderita DM
b) Riwayat persalinan
1) Persalinan dengan tindakan
2) Persalinan presipitatus
3) Gawat janin

Page 142
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

c) Riwayat kelahiran
1) Trauma lahir
2) Lahir asfiksia
3) Pemotongan tali pusat dengan alat tidak steril
d) Pemeriksaan Kelainan Fisik
1) Kesadaran
2) Suhu tubuh
3) Tanda-tanda infeksi lain
4) Penilaian kejang: bentuk kejang, gerakan bola mata abnormal,
nistagmus, gerakan mengunyah, gerakan otot-otot muka,
timbulnya episode apnea, adanya kelemahan umum yang
periodik, tremor, gerakan klonik sebagian ekstremitas, tubuh
kaku,Lama kejang.
e) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan gula darah, elektrolit darah, AGD, darah tepi, lumbal
pungsi EKG,EEG,Biakan darah,Titer untuk toksoplasmosis, rubela,
citomegalovirus, herpes,Foto rontgen kepala,USG kepala.
8. Infeksi Neonaturum
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik:
Organsisme penyebab terjadinya infeksi bisa diketahui dengan melakukan
pemeriksaan mikroskopis maupun pembiakan terhadap contoh darah, air
kemih maupun cairan dari telinga dan lambung. Jika diduga suatu
meningitis, maka dilakukan fungsi lumbal. Bila ditemukan satu atau lebih
faktor resiko infeksi adalah sebagai berikut:
a) Ibu selama melahirkan demam ( suhu > 38.5 oC).
b) Ibu leukositosis ( lekosit > 1500/ mm3).
c) Air ketuban keruh dan atau berbau busuk.
d) Ketuban pecah >12 jam sebelum lahir.
e) Partus kasep

Page 143
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Langkah diagnosis :
a) Indikasi faktor resiko infeksi yang didiagnosa tersangkan infeksi.
b) Tetapkan apakah kasus tersangka infeksi berkembang menjadi sepsis
neonatarum dengan mengamati munculnya gejala klinis serta kelainan
hasil pemeriksaan laboratorium
c) Untuk penderita yang telah mengalami kelainan klinis dapat dilakukan
dengan identifikasi pemeriksaan secara cermat
d) Lakukan pemeriksaan laboratorium darah rutin,pemeriksaan CRP dan
kultur darah.
e) Semua penderita sepsis neonatorum dilakukan lumbal fungsi untuk
melihat apakah sudah terjadi komplikasi, batasan minignitis :
1) Usia 0-48 jam > 100
2) Usia 2-7 hari > 50
3) Usia > 7 hari > 22
f) Bila ada alat ultrasonografi (USG), maka USG transfontanel bisa
membantu menegakkan diagnosis meningitis.
C. Penatalaksanaan kegawatdaruratan pada neonatus
1. Asfiksia
Pertolongan pertama untuk mengatasi asfiksia pada neonaturum
ialah untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dalam membatasi
gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul dikemudikan hari. Tindakan
pada bayi asfiksia disebut resusitasi bayi baru lahir
Langkah-langkah resusitasi :
a) Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh
bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
b) sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas
yang datar.
c) Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).

Page 144
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

d) Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut
sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung.
e) Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi
dan mengusap-usap punggung bayi.
f) Nilai pernafasan Jika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung
selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai
warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru
beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi
tekanan positif.
Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan
positif. Ventilasi tekanan positif / VTP dengan memberikan O2100 %
melalui ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan
mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri
bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 – 60 x / menit.
Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik,
hasil kalikan 10.
100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.
60 – 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV.
60 – 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV,
disertai kompresi jantung.
< 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.
Kompresi jantung
perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2
cara kompresi jantung :
1) Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain
mengelilingi tubuh bayi.
2) Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain
menahan belakang tubuh bayi.

Page 145
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

3) Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi


dada.
4) Denyut jantung 80x/menit kompresi jantung dihentikan, lakukan
PPV sampai denyut jantung > 100 x/menit dan bayi dapat nafas
spontan.
5) Jika denyut jantung 0 atau < 10 x/menit, lakukan pemberian obat
epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL/kg BB secara IV.
6) Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x/menit
hentikan obat.
7) Jika denyut jantung < 80 x/menit ulangi pemberian epineprin
sesuai dosis diatas tiap 3 – 5 menit.
8) Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap/tidak
respon terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat
dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit.
2. BBLR
a) Keringkan secepatnya dengan handuk kering.
b) Ganti kain basah dengan kain kering.
c) Bungkus bayi dengan kain dan sebelumnya lakukan perawatan tali
pusat.
d) Untuk menghangatkan beri lampu 60 watt dengan jawak minimal 60
cm dari bayi.
e) Kemudian tutup kepala bayi dengan topi bila perlu berikan oksigen.
f) Tetesi ASI bila perlu dapat dilakukan sende untuk memasukkan susu /
ASI pada bayi.
g) Bila bayi dalam keadaan rentang segera berikan infuse dektrose 10 %
+ bikarbonas atau natricus 1,5 % - 4 % pada hari I : 60 cc/kg/hari, pada
hari ke II : 70 cc/ kg/hari.
h) Berikan antibiotika.

Page 146
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

i) Bila tidak dapat menghisap putting susu/tidak dapat menelan


langsung/biru/tanda-tanda hypotermi berat, terangkan kemungkinan
bayinya akan meninggal.
3. Prematur:
a) Pemeriksaan pernapasan dan denyut jantung dilakukan karena bayi
prematur sering mengalami ketidakteraturan denyut jantung dan
perapasan. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan dengan pemasangan
monitor di NICU.
b) Pemeriksaan darah, khusunya untuk memeriksa kadar hemoglobin
(sel darah merah), kalsium, gula darah, dan blirubin.
c) Ekokardiogram yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai
adanya kebocoran katup jantung dan fungsi pompa jantung bayi.
d) Pemeriksaan mata.
4. Hipotermia
a) Hipotermi sedang : dimana suhu tubuh 320C - <360C )
1) Gejala :
2) Suhu (320C - <360C ),
3) Akral dingin
4) Gerakan bayi kurang normal
5) Kemampuan menghisap lemah
6) Kulit berwarna tidak rata (cutis marmorata)
7) Tangisan lemah
8) Aktivitas berkurang latarghi
Penanganan :
1) Ganti pakaian dingin dan basah dengan pakaian hangat
2) Bila ada ibu/pengganti ibu, KMC/perawatan bayi lekat bila tidak
ada ibu
3) Hangatkan dengan alat pemancar panas/incubator
4) Cek suhu alat penghangat dan suhu ruangan, berikan ASI peras

Page 147
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

5) Hindari paparan panas yang berlebihan dan sering ubah posisi


6) ASI lebih sering
7) Minta ibu mengenalai kegawatan dan segera cari pertolongan bila
ada

b) Hipotermi berat : dimana suhu BBL < 32 0C, Gejala :


1) Suhu < 32 0C
2) Seluruh tubuh teraba dingin
3) Mengantuk/letargis
4) Sklerema (ada bagian tubuh yang mengeras dan berwarna
merah)
5) Bibir dan kuku kebiruan
6) Pernapasan lambat
7) Pernapasan tidak teratur
8) Bunyi jantung lemah/lambat
9) Mungkin timbul hipoglukemia dan asidosis metabolic
Penanganan :
1) Hangatkan tubuh bayi
2) Jika 1 jam suhu tidak naik, rujuk segera
3) Pertahankan kadar gula darah
4) Anjurkan ibu menjaga bayi tetap hangat selama perjalanan rujukan
5) Lakukan rujukan segera
5. Hipoglikemia
a) Neonatus
1) Hipoglikemia asimptomatik
Jika pemeriksaan uji dextrostix menunjukkan kadar gula darah
rendah, harus dikuatkan oleh pemeriksaan laboratorik. Bila hasil
pemeriksaan laboratorik juga menunjukkan kadar gula rendah

Page 148
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

(hipoglikemia), diberikan infus gltikose 6-8mg/kg BB/menit sampai


kadar glucose darah menjadi normal.
2) Hipoglikemia simptomatik
Bila klinik dan uji dextrostix menunjukkan hipoglikemia,
keadaan ini harus dikuatkan oleh pemeriksaan laboratorik. Infus
glukose harus segera dimulai (glukose peroral bukan merupakan
pengan adekuat untuk hipoglikemia simptomatik). Glukagon bisa
diberikan selama terpasang infus glukose. Jika pemeriksaan
laboratorik menunjukkan hipoglikemia dan gejala hilang sesudah
pemberian glukose IV, ini membuktikan adanya hipoglikemia
simptomatik. Pengobatan dilanjutkan dengan glukose parenteral 8
10 mg/kg BB/ menit. Makanan rikan NaCl (2-3 meq)/kgBB/hari
sesudah 12 jam untuk mencegah hiponatremia. Dua puluh empat
jam kemudian diberikan KC1 1-2 meq/kgBB/hari. Kadar gula darah
dipantau setiap 4-6 jam sampai kadar gula darah tetap normal.
Selanjutnya glucose hipertonik ini secara perlahan-lahan dikurangi
kecepatan tetesannya (10864 mg/kgBB/menit) dengan larutan
glukose 5% untuk mencegah reaksi hipoglikemia. Pengobatan
glukose parenteral ini biasa diperlukan 4872 jam. Penderita
semacam ini berjumlah 15% kasus dan disebut hipoglikemia
simptomatik transient.
3) Hipoglikemia neonatus menetap/berulang
Sejumlah kasus (1-12%) yang gejala kliniknya
menetap/berulang meskipun sudah diberikan glukose IV 12-16
mg/kgBB/menit, maka harus dipikirkan penyebab primemya.
Diambil darah 5-10 cc sebelum dan sesudah pemberian glukagon
(30 mikrogram/kgBB IV/IM/IC tidak lebih dari .1 mg).
b) Bayi

Page 149
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Makan makanan hidrat arang yang sering telang digunakan


dengan hasil bervariasi. Sekarang telang digunakan pengobatan
dengan pemberian makanan melalui naso gastric drips. Kurang lebih
1/3 dari energi total sehari diberikan dalam bentuk glukose dengan
kecepatan 46 mg/kgBB/menit selama malam hari dengan
menggunakan pompa otomatis. Makanan pagi harinya harus diberikan
sebelum sonde dicabut. Pengobatan ini akanmemperbaiki asidosis
kronis, zat-zat kimia darah menjadi normal, perdarahan hidung
berhenti, mengecilnya hepatomegali dan diikuti dengan percepatan
pertumbuhan.
c) Anak
Hipoglikemi Akietosis :Pengobatan dasar dan penyakit ini terdiri
atas tindakan sederhana menghindari puasa lebih dari 1 jam dan
hindari penyebab-penyebab muntah. Jika hal ini tidak mungkin maka
dapat dilakukan pencegahan dengan minum air gula (air jeruk manis)
pada malam hari selama beberapa tahun sampai anak mencapai umur
kurang lebih 8 tahun. Dalam keadaan serangan hipoglikemia diberikan
segera 1-2 ml glukose 50%/kgBB IV, dilanjtkan dengan infuse glukose
10%. Diet tinggi protein tinggi hidrat arang dengan pemberian 4-5
kali/hari.
6. Hiperbilirubinemia
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi
efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
a) Menghilangkan Anemia
b) Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
c) Meningkatkan Badan Serum Albumin
d) Menurunkan Serum Bilirubin

Page 150
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi,


Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat. Fototherapi.
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi
Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada
cahaya dengan intensitas yang tinggi (a boun of fluorencent light bulbs or
bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.
Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi
Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi
jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh
darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan
dengan Albumin dan dikirim ke Hati.
Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam
Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati
(Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar
mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Fototherapi
mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin,
tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat
menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada
kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat
badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi
Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan
Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan
Berat Badan Lahir Rendah.
7. Kejang
a) Bayi diletakkan dalam tempat yang hangat pastikan bahwa bayi tidak
kedinginan. Suhu dipertahankan 36,5oC - 37oC
b) Jalan nafas bayi dibersihkan dengan tindakan penghisap lendir di
seputar mulut, hidung sampai nasofaring

Page 151
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

c) Bila bayi apnea dilakukan pertolongan agar bayi bernafas lagi dengan
alat bantu balon dan sungkup, diberikan oksigen dengan kecepatan 2
liter/menit
d) Dilakukan pemasangan infus intravena di pembuluh darah perifer di
tangan, kaki, atau kepala. Bila bayi diduga dilahirkan oleh ibu
berpenyakit diabetesmiletus dilakukan pemasangan infus melalui
vena umbilikostis
e) Bila infus sudah terpasang di beri obat anti kejang diazepam 0,5
mg/kg supositoria IM setiap 2 menit sampai kejang teratasi, kemudian
di tambah luminal (fenobarbital 30 mg IM/IV)
f) Nilai kondisi bayi selama 15 menit. Perhatikan kelainan fisik yang ada
g) Bila kejang sudah teratasi, diberi cairan dextrose 10% dengan
kecepatan 60 ml/kg BB/hari
h) Dilakukan anamnesis mengenai keadaan bayi untuk mencari faktor
penyebab kejang
1) Apakah kemungkinan bayi dilahirkan oleh ibu yang berpenyakit
DM
2) Apakah kemungkinan bayi prematur
3) Apakah kemungkinan bayi mengalami asfiksia
4) Apakah kemungkinan ibu bayi mengidap/menggunakan narkotika
i) Bila sudah teratasi di ambil bahan untuk pemeriksaan laboratorium
untuk mencari faktor penyebab kejang, misalnya :
1) Darah tepi
2) Elektrolit darah
3) Gula darah
4) Kimia darah (kalsium, magnesium)
j) Bila kecurigaan kearah pepsis dilakukan pemeriksaan fungsi lumbal
k) Obat diberikan sesuai dengan hasil penelitian ulang

Page 152
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

l) Apabila kejang masih berulang, diazepam dapat diberikan lagi sampai


2 kali.

8. Infeksi Neonaturum
a) Terapi Suportif
Segera berikan cairan secara parentral untuk memperbaiki
gangguan sirkulasi, mengatasi dehidrasi dan kelainan metabolik.
Berikan oksigen bila didapat gangguan respirasi/sodroma gawat
napas.bila ditemukan hiperbiliribinemia lakukan foto terapi/tranfusi
tukar. Bila sudah makan per oral beri ASI atau susu formula.
b) Terapi Spesifik
Segera berikan anti biotika polifragmasi :
Tersangka infeksi.
1) Ampisilin, dosis 100 mg/kg BB/ hari.dibagi 2 dosis
2) Gentamisin, dosis 21/2 mg/ kgBB/ 18jam. Im sekali pemberian
untuk bayi cukup bulan.
3) Gentasimin, dosis 21/2 kgBB/24 jam, sekali pemberian, untuk bayi
kurang bulan.
4) lama pemberian 3-5 hari dinilai apakah menjadi sepsis. Kalau tidak
antibiotika,dapat dihentikan.
Sepsis Neonatorum
1) Pilihan pertama : Ceftazidim 50 mg/kgBB/hari, iv, dibagi 2 dosis.
2) Bila tidak ada perbaikan klunis dalam 48 jam atau keadaan umum
semakin memburuk, pertimbangkan pindah ke antibiotika lain
yang lebih paten, misalnya : 20 mg/kg/BB iv, tiap 8jam, atau sesuai
dengan hasil resistensi test. Lama pemberian 7-10 hari.
Sepsis Neonatorum Dengan Meningitis
Sama dengan butir dua, dengan catatan : dosis ceftazidim 100
mg/kgBB/hari, dosis menjadi 40 mg/kgBB/hari, dengan lama

Page 153
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

pemberian 14-21 hari. Sepsis neonatarum adalah penyebab kematian


utama pada neonatus, tanpa pengobatan yang memadai, gangguan ini
dapat menyebabakan kematian dalam waktu singkat. Oleh karena itu,
tindakan pencegahan mempunyai arti penting karena dapat
mencegah terjadinya kesakitan dan kematian. Tindakan pencegahan
itu dapat dilakukan dengan cara :
1) Pada Masa Antenatal
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara
berkala, iminisais, pengobatan terhadap infeksi yang diderita ibu,
asupan gizi yang memadai, penangan segera terhadap keadaan
yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin, rujukan segera
ketempat pelayanan yang memadai bila diperlukan.
2) Pada Saat Persalinan
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, dalam
arti persalinan diperlukan sebagai tindakan operasi, tindakan
intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkin dilakukan.
Mengawasi keaadan ibu dan janin yang baik selama proses
persalinan, melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan, dan
menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.
3) Pada Masa Sesudah Persalinan
Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila
bayi normal, pemberian ASI secepatnya, mengupayakan
lingkungan dan peralatan agar tetap bersih, setiap bayi
menggunakan peralatan sendir. Tindakan invasif harus dilakukan
dengan memperhatikan prinsip-prinsip aseptik. Sebelum dan
sesudah memegang bayi harus mencuci tangan gterlebih dahulu.
Dan bayi yang berpenyakit menular harus diisolasi, dan pemberian
antibotik secara rasional, sedapat mungkin melalui pemantauan
mikrobiologi dan tes resistensi.

Page 154
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

IV. Rangkuman
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum
lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. BBLR
adalah bayi baru lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gr. (Dep Kes.
RI, 2001 : 122). Prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan
kurang atau sama dengan 37 minggu, tanpa memperhatikan berat badan
lahir. (Donna L Wong 2004) Bayi premature adalah bayi yang lahir
sebelum minggu ke 37, dihitung dari mulai hari pertama menstruasi
terakhir, dianggap sebagai periode kehamilan memendek. Hipotermi
adalah kondisi dimana suhu tubuh < 360C atau kedua kaki dan tangan
teraba dingin. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan
termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai 250C.
Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal
penyakit yang berakhir dengan kematian. Hipoglikemi adalah keadaan
hasil pengukuran kadar glukose darah kurang dari 45 mg/dL (2.6 mmol/L).

Hiperblirubin Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah


mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern
Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan
dengan keadaan yang patologis.

Kejang pada bayi baru lahir ialah kejang yang timbul masa neonatus
atau dalam 28 hari sesudah lahir (Buku Kesehatan Anak). Menurut Brown
(1974) kejang adalah suatu aritma serebral. Kejang adalah perubahan
secara tiba-tiba fungsi neurology baik fungsi motorik maupun fungsi
otonomik karena kelebihan pancaran listrik pada otak. Sepsis neonatorum
adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik dan
terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum

Page 155
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

dapat berlangsung cepat sehungga seringkali tidak terpantau, tanpa


pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48jam.

V. Evaluasi Formatif

1. Jika pemeriksaan uji dextrostix menunjukkan kadar gula darah rendah,


harus dikuatkan oleh pemeriksaan laboratorik. Bila hasilpemeriksaan
laboratorik juga menunjukkan kadargularendah (hipoglikemia), diberikan
infusgltikose 6-8mg/kg BB/menit sampai kadar glucose darah menjadi
normal. pengertian dari?
a. Hipoglikemia asimptomatik
b. Hipoglikemia simptomatik
c. Hipoglikemia neonates menetap/berulang
d. Hiperblirubinemia
e. Manifestasi Klinis
2. Metode therapy pada Hiperbilirubinemia meliputi:
a. Penatalaksanaan Medis
b. Kejang
c. Hipokalsemia
d. Asfiksia
e. Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus Albumin danTherapi Obat
3. Sepsis neonatarum adalah penyebab kematian utama pada neonatus,
tanpa pengobatan yang memadai, gangguan ini dapat menyebabakan
kematian dalam waktu singkat. Oleh karena itu, tindakan pencegahan
mempunyai arti penting karena dapat mencegah terjadinya kesakitan
dan kematian. Tindakan pencegahan itu dapat dilakukan dengan cara?
a. Kejang pada bayi baru lahir
b. penyakit yang berakhir dengan kematian
c. Pada Masa Antenatal
d. Fenobarbital
e. Perdarahan
4. kadar Na dalam serum kurangd ari 130 mEg/l. gejalanya adalah
kejang, tremor, Hipertremia, kadar Na dalam darah lebih dari 145
Page 156
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

mEg/l. Kejang yang biasanya disebabkan oleh karena trombosis vena


atau adanya petekis dalam otak. Pengerian dari ?
a. Metabolik
b. kadar magnesium
c. Hiponatremia dan hypernatremia
d. Defisiensi pirodiksin dan dependensi piridoksisn
e. Perdarahan intracranial
5. Bila klinik dan uji dextrostix menunjukkan hipoglikemia, keadaan ini
harus dikuatkan oleh pemeriksaan laboratorik. Infus glucose harus
segera dimulai (glucose peroral bukan merupakan penganadekuat
untuk hipoglikemia simptomatik). Pengertian dari?
a. Hipoglikemia simptomatik
b. Hipoglikemia asimptomatik
c. Hipoglikemia neonates menetap/berulang
d. Bayi
e. Anak

Page 157
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Kegiatan Belajar 15
Dokumentasi Asuhan Kehamilan

I. Tujuan Pembelajaran
A. Umum
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, diharapkan peserta didik
mampu melakukan pendokumentasian kehamilan pada kasus
kegawatdaruratan maternal dan neonatal
B. Khusus
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian dokumentasi dengan benar
2. Mahasiswa dapat menjelaskan tujuan dan fungsi dokumentasi dengan

benar
3. Mahasiswa dapat menjelaskan prinsip-prinsip pendokumentasian dengan

benar
4. Mahasiswa dapat menjelaskan manfaat pendokumentasian dengan benar

II. Pokok-Pokok Materi


Dokumentasi Asuhan Kehamilan
A. Pengertian Dokumentasi
B. Tujuan dan fungsi dokumentasi
C. Prinsip-prinsip pendokumentasian
D. Manfaat pendokumentasian

III. Uraian Materi


Dokumentasi Asuhan Kehamilan
A. Pengertian Dokumentasi

Page 158
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti bahan pustaka,


baik yang berbentuk tulisan maupun rekaman lainnya seperti dengan pita
suara/cassete, video, film, gambar dan foto. Dalam kamus besar bahasa
indonesia adalah surat yang tertulis/tercetak yang dapat di pakai sebagai
bukti keterangan (seperti akta kelahiran, surat nikah, surat perjanjian, dan
sebagainya). Dokumen dalam bahasa inggris berarti satu atau lebih
lembar kertas resmi (offical) dengan tulisan di atasnya. Secara umum
dokumentasi dapat di artikan sebagai suatu catatan otentik atau semua
surat asli yang dapat di rtikan sebagai suatu catatan otentik atau semua
surat asli yang dapat di buktikan atau di jadikan bukti dalam persoalan
hukum. Dokumentasi adalah suatu proses pencatatan, penyimpanan
informasi data atau fakta yang bermakna dalam pelaksanaan
kegiatan(peter Sali). Menurut frances fischbbaach (1991) isi dan kegiatan
dokumentasi apabila di terapkan dalam asuhan kebidanan adalah sebagai
berikut:
1. Tulisan yang berisi komunikasi tentang kenyataan yang essensial untuk
menjaga kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi untuk suatu
periode tertentu.
2. Menyiapkan dan memelihara kejadian-kejadian yang di perhitungkan
melalui gambaran, catatan /dokumentasi.
3. Membuat catatan pasien yang otentik tentang kebutuhan asuhan
kebidanan,
4. Memonitor catatan profesional dan data dari pasien, kegiatan
perawatan, perkembangan pasien menjadi sehat atau sakit dan hasil
asuhan kebidanan.
5. Melaksanakan kegiatan perawatan, mengurangi penderitaan dan
perawatan pada pasien yang hampir meninggal dunia.
Dokumentasi mempunyai 2 sifat yaitu tertutup dan terbuka,
tertutup apabila didalam berisi rahasia yang tidak pantas di

Page 159
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

perlihatkan, di ungkapakan dan disebarluaskan kepada


masyarakat.terbuka apabila dokumen tersebut selalu berinteraksi
fengan lingkungan nya yang menerima dan menghimpun informasi.
Pendokumentasian dari asuhan kebidanan dirumah sakit dikenal
dengan istilah rekam medic. dokumentasi kebidanan menurut SK
MenKes RI 749 adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen yang
berisi tentang identitas: Anamnesa, pemeriksaan, tindakan dan
pelayanan lain yang diberikan kepada seseorang kepada seorang
pasien selama dirawat dirumah sakit yang dilakukan di unit-unit rawat
termasuk UGD dan unit rawat inap. Dokumentasi berisi
dokumen/pencatatan yang member bukti dan kesaksian tentang
sesuatu atau suatu pencatatan tentang sesuatu.

B. Tujuan Dokumentasi Kebidanan


Catatan pasien merupakan suatu dokumentasi legal berbentuk tulisan,
meliputi keadaan sehat dan sakit pasien pada masa lampau dan masa
sekarang, menggambarkan asuhan kebidanan yang diberikan.
Dokumentasi asuhan kebidanan pada pasien dibuat untuk menunjang
tertibnya administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan
kesehatan ditempat-tempat pelayanan kebidanan antara lain: Puskesmas,
rumah bersalin, atau bidan praktik swasta. Semua instansi kesehatan
memilih dokumen pasien yang dirawatnya walaupun bentuk formulir
dokumen masing-masing instansi berbeda. Tujuan dokumen pasien
adalah untuk menunjang tertibnya administrasi dalam upaya peningkatan
pelayanan kesehatan dirumah sakit/puskesmas.selain sebagai suatu
dokumen rahasia, catatan tentang pasien juga mengidentifikasi pasien
dan asuhan kebidanan yang telah diberikan.
Adapun tujuan dokumentasi kebidanan adalah sebagai berikut:
1. Sebagai sarana komunikasi
Komunikasi terjadi dalam tiga arah:

Page 160
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

a) Ke bawah untuk melakukan instruksi


b) Ke atas untuk member laporan
c) Ke samping (lateral) untuk member saran
Dokumentasi yang dikomunikasikan secara akurat dan lengkap dapat
berguna untuk:
a) Membantu koordinasi asuhan kebidanan yang diberikan oleh tim
kesehatan
b) Mencegah informasi yang berulang terhadap pasien atau anggota
tim kesehatan atau mencegah tumpang tindih, bahkan sama sekali
tidak dilakukan untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan
ketelitian dalam memberikan asuhan kebidanan pada pasien.
c) Membantu tim bidan dlam menggunakan waktu sebaik-baiknya.
2. Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat
Sebagai upaya untuk melindungi pasien terhadap kualitas
pelayanan keperawatan yang diterima dan perlindungan terhadap
keamanan perawat dalam melaksanakan tugasnya, maka
perawat/bidan diharuskan mencatat segala tindakan yang dilakukan
terhadap pasien. Hal ini penting berkaitan dengan langkah antisipasi
terhadap ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan
dan kaitannya dengan aspek hukum yang dapat dijadikan settle
concern, artinya dokumentasi dapat digunakan untuk menjawab
ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diterima secara hukum.
3. Sebagai informasi statistic
Data statistic dari dokumentasi kebidanan dapat membantu
merencanakan kebutuhan dimasa mendatang, baik SDM, sarana,
prasaran dan teknis. Penting kiranya untuk terus menerus member
informasi kepada orang tentang apa yang telah, sedang, dan akan
dilakukan, serta segala perubahan dalam pekerjaan yang telah
ditetapkan.

Page 161
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

4. Sebagai sarana pendidikan


Dokumentasi asuhan kebidanan yang dilaksanakan secara baik dan
benar akan membantu para siswa kebidanan maupun siswa kesehatan
lainnya dalam proses belajar mengajar untuk mendapatkan
pengetahuan dan membandingkannya, baik teori maupun praktek
lapangan.
5. Sebagai sumber data penelitian
Informasi yang ditulis dalam dokumentasi dapat digunakan
sebagai sember data penelitian. Hal ini erat kaitannya dengan yang
dilakukan terhadap asuhan kebidanan yang diberikan, sehingga
melalui penelitian dapat diciptakan satu bentuk pelayanan
keperawatan dan kebidanan yang aman, efektif dan etis.
6. Sebagai jaminan kualitas pelayanan kesehatan
Melalui dokumentasi yang diakukan dengan baik dan benar,
diharapkan asuhan kebidanan yang berkualitas dapat dicapai, karena
jaminan kulitas merupakan bagian dari program pengembangan
pelayanan kesehatan. Suatu perbaikan tidak dapat diwujudkan tanpa
dokumentasi yang kontinu, akurat dan rutin baik yang dilakukan oleh
bidan maupun tenaga kesehatan lainnya. Audit jaminan kualitas
membantu untuk menetapkan suatu akreditasi pelayanan kebidanan
daam mencapai standar yang telah ditetapkan.
7. Sebagai sumber data asuhan kebidanan berkelanjutan.
Dengan dokumentasi akan didapatkan data yang actual dan
konsisten mencakup seluruh asuhan kebidanan yang dilakukan.
8. Untuk menetapkan prosedur dan standar
Prosedur menentukan rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan,
sedangkan standar menentukan aturan yang akan dianut dalam
menjalankan prosedur tersebut.
9. Untuk mencatat

Page 162
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Dokumentasi akan diperluakn untuk memonitor kinerja peralatan,


system, dan sumber daya manusia. Dari dokumentasi ini, manajemen
dapat memutuskan atau menilai apakah departemen tersebut
memenuhi atau mencapai tujuannya dalam skala waktu dan batasan
sumber dayanya. Selain itu manajemen dapat mengukur kualitas
pekerjaan, yaitu apakah outputnya sesuai dengan spesifikasi dan
standar yang telah ditetapkan.
10. Untuk member instruksi
Dokumentasi yang baik akan membantu dalam pelatihan untuk
tujuan penanganan instalasi baru atau untuk tujuan promosi.
C. Prinsip – Prinsip Dokumentasi Kebidanan
Catatan pasien merupakan dokumen yang legal dan bermanfaat
sendiri juga bagi tenaga kesehatan yang mengandung arti penting dan
perlu memperhatikan prinsip dokumentasi yang dapat ditinjau dari dua
segi yaitu :
1. Prinsip pencatatan
a) Ditinjau dari isi
b) Mempunyai nilai administative
Suatu berkas pencatatan mempunyai nilai medis,karena
catatan tersebut dapat digunakan sebagai dasar merencanakan
tindakan yang harus diberikan kepada klien.
c) Mempunyai nilai hukum
Semua catatan informasi tentang klien merupakan
dokumentasi resmi dan bernilai hukum. bila terjadi suatu masalah
yang berhubungan dengan profesi kebidanan, dimana bidan
sebagai pemberi jasa, maka dokumentasi dapat digunakan
sewaktu-waktu, sebagai barang bukti di pengadilan. olehkarena itu
data-data harus di identifikasi secara lengkap, jelas, objektif dan
ditandatangani oleh tenaga kesehatan

Page 163
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

d) Mempunyai nilai ekonomi


Dokumentasi mempunyai nilai ekonomi,semua tindakan
kebidanan yang belum,sedang,dan telah diberikan dicatat dengan
lengkap yang dapat digunakan sebagai acuan atau pertimbangan
biaya kebidanan bagi klien
e) Mempunyai nilai edukasi
Dokumentasi mempunyai nilai pendidikan, karena isi
menyangkut kronologis dari kegiatan asuhan kebidanan yang
dapat dipergunakan sebagai bahan atau referensi pembelajaran
bagi siswa atau profesi kesehatan lainnya
f) Mempunyai nilai penelitian
Dokumentasi kebidanan mempunyai nilai penelitian,data yang
terdapat didalamnya dapat dijadikan sebagai bahan atau objek
riset dan pengembangan profesi kebidanan
g) Ditinjau dari teknik pencatatan
h) Mencantumkan nama pasien pada setiap lembaran catatan
i) Menulis dengan tinta (idealnya tinta hitam)
j) Menulis/menggunakan denga symbol yang telah disepakati oleh
institusi untuk mempercepat proses pencatatan
k) Menulis catatan selalu menggunakan tanggal,jam tindakan atau
observasi yang dilakukan sesuai dengan kenyataan dan bukan
interpretasi
l) Hindarkan kata-kata yang mempunyai unsur penilaian, misalnya:
tampaknya, rupanya dan yang bersifat umum
m) Tuliskan nama jelas pada setiap pesanan, pada catatan observasi
dan pemeriksaan oleh orang yang melakukan
n) Hasil temuan digambarkan secara jelas termasuk keadaan, tanda,
gejala, warna, jumlah, dan besar dengan ukuran yang lazim
digunakan

Page 164
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

o) Interpretasi data objektif harus didukung oleh observasi


p) Kolom jangan dibiarkan kosong, beri tanda bila tidak ada yang
perlu ditulis
q) Coretan harus disertai paraf disampingnya

2. Sistem pencatatan
a) Model naratif
b) Model orientasi masalah
c) Model fokus
Beberapa prinsip dalam membuat dokumentasi harusnya seperti
berikut :

a) Simplicity (kesederhanaan)
b) Pendokumentasian menggunakan kata-kata yang
sederhana,mudah dibaca, dimengerti dan perlu dihindari istilah
yang dibuat-buat sehingga mudah dibaca
c) Conservatism
Dokumentasi harus benar-benar akurat yaitu didasari oleh
informasi dari data yang dikumpulkan.dengan demikian jelas
bahwa data tersebut berasal dari pasien, sehingga dapat dihindari
kesimpulan yang tidak akurat.sebagai akhir catatan ada tanda
tangan dan nama jelas pemberi asuhan
d) Kesabaran
Gunakan kesabaran dalam membuat dokumentasi dengan
meluangkan waktu untuk memeriksa kebenaran kebenaran
terhadap data pasien yang telah atau sedang diperiksa
e) Precision (ketepatan)
Ketepatan dalam pendokumentasian merupakan syarat yang
sangat diperlukan.untuk memperolehh ketepatan perlu
pemeriksaan dengan menggunakan teknologi yang lebih tinggi

Page 165
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

seperti menilai gambaran klinis dari pasien, laboratorium, dan


pemeriksaan tambahan.
f) Irrefutability (jelas dan objektif)
Dokumentasi memerlukan kejelasan dan objektivitas dari data-
data yang ada,bukan data samaran yang dapat menimbulkankan
kerancuan
g) Confidentiality (rahasia)
Informasi yang dapat dari pasien didokumentasikan dan
petugas wajib menjaga atau melindungi rahasia pasien yang
bersangkutan
h) Dapat dibuat catatan secara singkat, kemudian dipindahkan secara
lengkap (dengan nama dan identifikasi yang jelas)

i) Tidak mencatat tindakan yang belum dilaksanakan


Hasil observasi atau perubahan yang nyata harus segera
dicatat Dalam keadaan emergency dan bidannya terlibat langsung
dalam tindakan, perlu ditugaskan seseorang khusus untuk
mencatat semua tindakan secara berurutan
j) Selalu tulis nama jelas dan jam serta tanggal tindakan dilaksanakan
D. Manfaat Dokumentasi
1. Sebagai dokumen yang sah
2. Sebagai sarana komunikasi anatara tenaga kesehatan
3. Sebagai dokumen yang berharg untuk mengikuti perkembangan dan
evaluasi pasien
4. Sebagai sumber data yang penting untuk penelitian dan pendidikan
5. Sebagai suatau sarana bagai bidan dalam perannya sebagai pembela
(Advocate) pasien. Misalnya dengan catatan yang teliti pada
pengkajian dan pemeriksaan awal dapat membantu pasien.

Page 166
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

IV. Rangkuman

Dokumentasi dalam kebidanan adalah suatu bukti pencatatan dan


pelaporan yang di miliki oleh bidan dalam melakukan catatan perawatan yang
berguna untuk kepentingan Klien, bidan dan tim kesehatan dalam
memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan
lengkap secara tertulis dengan tanggung jawab bidan. Dokumentasi dalam
asuhan kebidanan merupakan suatu pencatatan yang lengkap dan akurat
terhadap keadaan/kejadian yang dilihat dalam pelaksanaan asuhan
kebidanan (proses asuhan kebidanan).

V. Evaluasi Formatif

1. Bagaimana cara dalam membuat system pencatatan bentuk model yang


baik dan benar
a. Model naratif, orientasi masalah, dan model vokus
b. Sederhana
c. Mudah dimengerti
d. Mudah dibaca
e. Mudah dipahami
2. Dokumentasi asuhan kebidanan pada pasien dibuat untuk menunjang
tertibnya administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan
kesehatan ditempat-tempat pelayanan kebidanan antara lain:

Page 167
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

a. Rumah makan
b. Tempat wisata
c. Rumahsakit, puskesmas, rumah bersalin, dan BPS
d. Restorant
e. Tempat beribadah
3. Dokumentasi sebagai sarana untuk komunikasi, sebagai tanggung jawab

dan tanggung gugat, sebagai informasi statistic, sebagai sarana


pendidikan, sebagai data sumber data penelitian, Sebagai jaminan
kualitas pelayanan kesehatan, Sebagai sumber data asuhan kebidanan
berkelanjutan, Untuk menetapkan prosedur dan standar, tujuan dari
a. Dokumentasi
b. Pencatatan
c. Informasi
d. Penelitian
e. Pelayanan
4. Manfaat dukumentasi yaitu :
a. Sebagai bahan cerita di masyarakat
b. Sebagai dokumen yang sah
c. Sebagai bahan cerita keluarga
d. Sebagai bahan cerita bersama teman
e. Sebagai bahan cerita sesame tenaga kesehatan
5. Bagaimana prinsip pencatatan dibuat jika ditinjau dari isinya mempuyai :
a. Nilai administrative, nilai ekonomi, dan nilai edukasi
b. Nilai moral
c. Nilai – nilai agama
d. NilaiPenelitian
e. Nilaipencatatan

Page 168
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Tugas Mandiri

1. Megidentifikasi respon cepat terhadap suatu kegawatdaruratan


2. Mengidentifikasi prinsip penceghan, penentuan dan penanganan syok

3. Mengidentifikasi kondisi maternal yang beresiko kegawatdaruratan


a. Cara merujuk secara cepat, tepat dan aman
b. Waktu yang tepat dalam merujuk
c. Tempat/fasilitas rujukan yag cepat
4. Mengidentifikasi asuhan kegawatdaruratan pada kehamilan muda:
abortus, KET dan mola hidatidosa
5. Mengidentifikasi asuhan kegawatdaruratan pada kehamilan lanjut
6. Mengidentifikasi asuhan kegawatdaruratan pada persalinan kala I dan II

7. Membuat makalah tentang kegawatdaruratan pada persalinan kala III dan


IV: Atonia, Laserasi jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta
8. Membuat makalah tentang kegawatdaruratan pada neonatal:
hipoglekemia, prematur, hiperbilirubinemia dan hipoglikemia
9. Mengidentifikasi dokumentasi asuhan kebidanan

DAFTAR PUSTAKA
Page 169
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Achadiat, Chrisdiono M. 2004. Prosedur tetap obstetric dan ginekologi. EGC.


Jakarta
Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kemenkes RI. 2013. Buku Penanganan Penderita
Gawat Darurat Obstetri Neonatal. RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Maryunani A, Nurhayati. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit pada
Neonatus. TIM. Trans Info Media. Jakarta
https://darwismamin.wordpress.com/2010/07/02/defenisi-kematian-ibu-dan-
bayi-baru-lahir/ diakses tanggal 01-08-2018, jam 20.33 WIT
https://www.slideshare.net/martaagustinasirait/1prinsip-penanganan
kegawatdaruratan-maternal-neonatal-72026931 Di akses tanggal 01-08-2018,
jam 20.44 WIT
https://istiqamahsardi.blogspot.com/2016/06/makalah-kegawat-daruratan-
umum.html Di askes tanggal 01-08-2018 jam 21.20 WIT
http://sule-epol.blogspot.com/2015/05/makalah-kegawatdaruratan.html
diaskes tanggal 01-08-2018 jam 21.50 WIT
https://rizkaarmalena91.wordpress.com/2015/03/30/sistem-rujukan/
diakses tanggal 01-08-2018 jam 23.31 WIT
http://www.kesehatan-ibuanak.net/kia/index.php/hubungi-kami/70-blended-
learning-kia/372-sistem-rujukan-dan-pengembangan-manual-rujukan-kia
diakses tanggal 01-08-2018 jam 23.40 WIT
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/52788/Chapter
%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y diakses tanggal 01-08-2018 jam 23.43 WIT
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Tridasa Printer: Jakarta.
http://rizqimaulannisa.blogspot.com/2015/05/kata-pengantar-puji-syukur.html
diakses tanggal 02-08-2018, jam 11.00 WIT
Lisnawati, Lilis. 2013. Asuhan Kebidanan Terkini Kegawatdaruratan Maternal
dan Neonatal. CV. Trans Info Media: Jakarta
http://akbidbinahusada.ac.id/publikasi/artikel/103-preeklampsia diakses
tanggal 02-08-2018, jam 11.50 WIT
ttp://dewifitri15017.blogspot.com/2017/03/penanganan-awal-pada-ibu-hamil-
dengan.html diakses tanggal 02-08-2018, jam 12.01 WIT

Page 170
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

http://akbidbinahusada.ac.id/publikasi/artikel/103-preeklampsia diakses tanggal


02-08-2018, jam 11.50 WIT
http://dewifitri15017.blogspot.com/2017/03/penanganan-awal-pada-ibu-hamil-
dengan.html diakses tanggal 02-08-2018, jam 12.01 WIT
https://marethadwi.wordpress.com/2015/05/18/penanganan-distosia-bahu-2/
diakses tanggal 02-08-2018, jam 13.10 WIT
Maryunani, Anik, dkk. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal &
Neonatal.Jakarta: Trans Info Medik.
http://diyahhalsyah.blogspot.com/2015/03/makalah-tentang-atonia-uteri.html
diakses tanggal 03-08-2018, jam 20.18.WIT
Depkes RI. 2007. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: Dinkes
http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/07/robekan-jalan-lahirperineum.html
di akses tanggal 04-08-2018, jam 10.04 WIT
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Asuhan-Kegawatdaruratan-Maternal-Neonatal-
Komprehensif.pdf diakses tanggal 03-08-2018, jam 20.09 WIT
http://aasuhanpersalinannormal.blogspot.com/2016/05/asuhan-kebidanan-
kegawatdaruratan.html Diakses tanggal 05-08-2018
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2017/08/Asuhan-
Kegawatdaruratan-Maternal-Neonatal-Komprehensif.pdf diakses tanggal 03-08-
2018, jam 20.09 WIT
http://maulaya-triowk.blogspot.com/2014/09/makalah-hiperbilirubin.html
diakses tanggal 04-08-2018, jam 22.23 WIT
http://chantiqueen-home.blogspot.com/2011/10/dismenore.html diakses
tanggal 04-08-2018, jam 00.00 WIT
https://bloglaras12.wordpress.com/2015/05/20/melakukan-pendokumentasian-
asuhan-kehamilan/ di akses tanggal 04-08-2018, jam 23.19 WIT
http://midwifefitri.blogspot.com/2015/09/makalah-lengkap-dokumentasi-
kebidanan.html di akses tanggal 03-08-2018, jam 20.07 WIT
Achadiat, Chrisdiono M. 2004. Prosedur tetap obstetric dan ginekologi. EGC.
Jakarta

Page 171
MODUL TEORI
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL & NEONATAL

Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kemenkes RI. 2013. Buku Penanganan Penderita
Gawat Darurat Obstetri Neonatal. RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Maryunani A, Nurhayati. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit pada
Neonatus. TIM. Trans Info Media. Jakarta
Noris, M., Perico, N. & Remuzzi, G., 2005. Mechanisms of disease: Pre-eclampsia.
Nature clinical practice. Nephrology, 1(2), pp.98–114; quiz 120.
Saifudin, A.B. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
Neonatal, YBPSP, Jakarta.
SA¡nchez-Aranguren, L.C. et al., 2014. Endothelial dysfunction and preeclampsia:
role of oxidative stress. Frontiers in Physiology, 5(October), pp.1–11.
Available at: http : // journal. frontiersin. org / journal / 10.3389 / fphys.
2014. 00372 / full.
Sankaralingam, S. et al., 2006. Preeclampsia: current understanding of the
molecular basis of vascular dysfunction. Expert reviews in molecular
medicine, 8(3), pp.1–20.
Yulianti D. 2005. Buku Saku Manajemen Komplikasi Kehamilan & Persalinan. EGC.
2005

Page 172

Anda mungkin juga menyukai