SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYAH PRINGSEWU LAMPUNG 2019 A. PENDAHULUAN
Salah satu penyakit yang harus diwaspadai selama kehamilan adalah
hipertensi dalam kehamilan, meskipun hal ini tidak selalu mengancam ibu hamil, sebagian ada yang ringan dan tidak serius. Namun dalam beberapa kasus, tekanan darah tinggi dapat menjadi parah dan bisa berbahaya bagi ibu dan janin. Beberapa wanita dengan tekanan darah tinggi selama kehamilan mengembangkan pre-eklampsia yang merupakan kondisi yang lebih serius. Tekanan darah tinggi (hipertensi) berarti bahwa tekanan darah di pembuluh darah (arteri) terlalu tinggi. Tekanan darah dicatat dalam dua kelompok angka. Misalnya, 140/85 mmHg kita baca 140 per 85. Tekanan darah diukur dalam milimeter air raksa (mm Hg). Angka atas (140) adalah tekanan darah sistolik yang merupakan tekanan di arteri saat jantung berkontraksi. Angka bawah (85) adalah tekanan darah diastolik yang merupakan tekanan dalam arteri saat jantung beristirahat di antara setiap detak jantung. (Honestdocs, 2019) Jika hipertensi dalam kehamilan tidak ditangani dengan baik berisiko memberi dampak buruk bagi kesehatan dan keselamatan ibu dan bayi, seperti Berkurangnya Aliran Darah ke Plasenta, Pertumbuhan Janin Terhambat, Abrupsio Plasenta, Persalinan prematur, Peningkatan Risiko Penyakit Kardiovaskular dan Jika ibu hamil menggunakan obat-obatan untuk mengontrol tekanan darahnya, obat-obat ini berpotensi memberikan efek samping yang merugikan bagi janin. (Honestdocs, 2019) Hipertensi dalam kehamilan (HDK) memengaruhi sekitar 10% dari semua perempuan hamil di seluruh dunia. Penyakit dan kondisi ini termasuk preeklampsia dan eklampsia, hipertensi gestasional dan hipertensi kronik. Hipertensi dalam kehamilan adalah penyebab penting morbiditas akut berat, cacat jangka panjang dan kematian ibu serta bayi. Hampir sepersepuluh dari semua kematian ibu di Asia dan Afrika terkait dengan hipertensi dalam kehamilan, sedangkan seperempat dari semua kematian ibu di Amerika Latin dikarenakan komplikasi. Sebagian besar kematian yang terkait dengan gangguan hipertensi dapat dihindari dengan menyediakan waktu yang cukup dan perawatan yang efektif untuk perempuan khususnya mengalami komplikas. (ResearchGate, 2018) Indonesia mengalami double burden penyakit yaitu penyakit tidak menular dan penyakit menular yang terjadi dalam waktu bersamaan. Penyakit hipertensi dalam kehamilan (HDK) merupakan kelainan vaskular yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada masa nifas. Hipertensi dalam kehamilan sering dijumpai dan masih merupakan salah satu penyebab kematian ibu. Hipertensi dalam kehamilan menjadi penyebab dari kelahiran mati dan kematian perinatal yang disebabkan oleh partus prematurus. (ResearchGate, 2018) Penyebab pasti dari hipertensi gestasional masih belum dipahami seluruhnya. Namun, terdapat beberapa tips yang dapat dilakukan oleh ibu hamil untuk mencegah dirinya terkena hipertensi gestasional. Hal-hal yang dapat dilakukan adalah: Menghindari asupan garam berlebih, terutama dalam makanan yang dikonsumsi, Minum banyak air, minimal 8 gelas per hari, Meningkatkan konsumsi protein sehari-hari dan mengurangi konsumsi makanan yang digoreng dan makanan cepat saji, Beristirahat secara cukup selama kehamilan, Berolahraga secara teratur selama kehamilan, Mengangkat kaki beberapa kali dalam sehari. Anda bisa mencoba mengganjal kaki dengan bantal saat sedang berbaring atau beristirahat, Menghindari konsumsi alcohol, Menjauhi konsumsi minuman yang mengandung kafein, Bagi Anda yang sedang mengalami hipertensi gestasional, penting agar kondisi Anda selalu diawasi secara rutin. Mungkin Anda akan disarankan untuk melakukan kontrol kehamilan lebih sering dari biasanya. Bisa juga dokter Anda akan meresepkan obat-obatan yang dapat membantu menurunkan tekanan darah. Selain melakukan hal-hal tersebut, Anda bisa juga menerapkan berbagai tips yang sudah dijelaskan di atas. Secara umum, hasil akhir dari kehamilan dengan hipertensi gestasional cukup sukses. (KlikDokter, 2018) B. TINJAUAN TEORI 1. HIPERTENSI Hipertensi didiagnosis jika tekanan darah mencapai 140/90 mmHg atau lebih, dengan menggunakan fase V Korotkoff untuk menentukan tekanan diastolic. Edema sudah tidak lagi digunakan sebagai kriteria diagnostik karena juga terjadi pada banyak wanita hamil normal. Dahulu dianjurkan bahwa digunakan parameter peningkatan tekanan darah sistolik 30 mmHg atau diastolik 15 mmHg sebagai kriteria diagnostik, meskipun nilai absolut masih dibawah 140/90 mmHg. Kriteria ini tidak lagi dianjurkan karena bukti – bukti memperlihatkan bahwa wanita dalam kelompok ini kecil kemungkinannya mengalami ganggu pada hasil akhir kehamilan mereka. akan tetapi wanita yang mengalami peningkatan tekanan darah sistolik 30 mmHg atau distolik 15 mmHg perlu diawasi dengan ketat. (Williams Manual Of Obstetrics, 21stEd, 2009) 2.