Anda di halaman 1dari 80

LAPORAN STUDI KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN P3A0H3 4 JAM POST


PARTUM DENGAN PEB + RESPLAC + HPP + ANEMIA SEDANG

NAMA MAHASISWA : NURUL HIDAYATULLAH

NIM : 522022037

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN FAKULTAS

ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG

TA 2022-2023

i
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN STUDI KASUS


STASE ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN

Tanggal……………………..
Telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing Pembimbing Klinik

ttd ttd

NIP/NPP :............................. NIP/NPP : ……………….

Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Bidan

ttd

Annisa Ridlayanti, S.Keb.,Bd.,M.Keb


NPP : 2009-240285-027

ii
KATA PENGANTAR

Bismillah hirrohmanirrohim
Alhamdulillah, Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT
atasnikmat dan Keberkahannya, hingga saya bisa menyelesaikan Laporan
Pendahuluan dan Studi Kasus sebagai bukti evaluasi penugasan di Stase Asuhan
Kebidanan Persalinan Prodi Pendidikan Profesi Bidan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Aisyiyah Bandung.
Laporan ini memaparkan keseluruhan asuhan kebidanan pada ibu bersalin
secara komprehensif pada 1 siklus asuhan mulai dari pengkajian data klien hingga
asuhan yang diberikan pada klien tersebut.
Terima kasih pada dosen pembimbing, Ibu Reni, S.Keb.,Bd.,M.Keb yang
telah memberikan arahan dan masukannya untuk terselesaikannya laporan ini serta
berbagai pihak yang telah mencurahkan pikiran dan tenaga dalam penyusunan
laporan ini. Masukan yang membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan
laporan ini.
Akhir kata, semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
terutama dalam perkembangan ilmu asuhan kebidanan.
Penyusun

Nurul Hidayatullah

iii
DAFTAR PUSTAKA

Cover ...............................................................................................................i
Kata Pengantar ..............................................................................................ii
Daftar Isi .........................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan .......................................................................................1
A. Latar Belakang ............................................................................................1
B. Rumusan masalah........................................................................................3
C. Tujuan .........................................................................................................3
D. Manfaat........................................................................................................4
BAB II Kajian Pustaka .................................................................................5
A. Persalinan.....................................................................................................5
B. Preeklampsia Berat (PEB)...........................................................................26
C. Hemoragic Post Partum...............................................................................29
D. Retensio Plasenta.........................................................................................41
E. Anemia ........................................................................................................43
F. Jurnal penelitian yang Relevan.....................................................................48
G. Tinjauan Islami ...........................................................................................50
H. Mind Mapping.............................................................................................53
BAB III Pendokumentasian Asuhan Kebidanan ........................................54
BAB IV Pembahasan .....................................................................................67
BAB V Penutup ..............................................................................................70
A. Kesimpulan .................................................................................................70
B. Saran ............................................................................................................70

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka kematian ibu (maternal mortality ratio) adalah kematian perempuan


pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi
kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni
kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan
karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh, dan lain lain (Badan Pusat
Statistik, 2023).
Menurut World Health Organization (WHO), penyebab kematian ibu
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak
langsung. Penyebab langsung merupakan kondisi medis yang terkait langsung
dengan kehamilan, persalinan, dan nifas. Beberapa contoh penyebab langsung
termasuk perdarahan hebat, tekanan darah tinggi, dan komplikasi akibat abortus.
Penyebab tidak langsung merupakan kondisi medis yang tidak terkait langsung
dengan kehamilan, persalinan, dan nifas, namun menjadi faktor risiko yang
memperburuk keadaan kesehatan ibu selama periode tersebut. Beberapa contoh
penyebab tidak langsung termasuk penyakit jantung, diabetes, dan HIV/AIDS.
World Health Organization (WHO) melaporkan mengenai status kesehatan
nasional pada capaian target Sustainable Development Goals (SDGs) menyatakan
secara global sekitar 830 wanita meninggal setiap hari karena komplikasi selama
kehamilan dan persalinan, dengan tingkat angka kematian ibu sebanyak 216 per
100.000 kelahiran hidup sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah kehamilan,
persalinan atau kelahiran (Suryatini 2022).
Menurut data (WHO) tahun 2020 diperkirakan setiap hari terdapat 934
kasus preeklampsia terjadi di seluruh dunia. Sekitar 342.000 ibu hamil mengalami
preeklampsia. Preeklampsia termasuk dalam tiga penyebab utama komplikasi
selama kehamilan maupun dalam persalinan, yang pertama yaitu perdarahan
(30%), preeklampsia/eklampsia (25%), dan infeksi (12%). Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) pada tahun 2020 mencatat terjadi 4.627 kematian ibu di Indonesia.
Sebagian besar kematian ibu pada tahun 2020 disebabkan oleh perdarahan
sebanyak 1.330 kasus, hipertensi dalam kehamilan sebanyak 1.110 kasus, dan
gangguan sistem peredaran darah sebanyak 230 kasus.
Namun, pada tahun 2021 angka kematian ibu mengalami peningkatan
menjadi 7.389 kasus. Sebagian besar kematian ibu pada tahun 2021 disebabkan

1
oleh Covid-19 yakni sebanyak 2.982 kasus, perdarahan sebanyak 1.320 kasus,
hipertensi dalam kehamilan sebanyak 1.077 kasus, penyakit jantung sebanyak 335
kasus, infeksi sebanyak 207 kasus, gangguan metabolik sebanyak 80 kasus,
gangguan sistem peredaran darah sebanyak 65 kasus, abortus sebanyak 14 kasus,
dan penyebab lain-lain sebanyak 1.309 kasus (Yuliani 2023).
Persalinan dan kelahiran adalah peristiwa fisiologis yang normal.
Persalinan merupakan proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke
jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal merupakan proses pengeluaran janin
yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala tanpa komplikasi baik ibu maupun janin (Diana 2019).
Terjadinya persalinan normal bukan berarti tidak ada permasalahan dalam
persalinan, tetapi banyak kemungkinan hal yang bisa terjadi dimana hal tersebut
dinamakan dengan komplikasi pada saat persalinan. Komplikasi persalinan adalah
kondisi dimana ibu dan janinnya terancam yang disebabkan oleh gangguan
langsung saat persalinan serta menjadi salah satu penyebab terjadinya kematian
ibu bersalin maupun janinnya. Adapun beberapa komplikasi yang terjadi pada saat
persalinan di antaranya Ketuban Pecah Dini (KPD), persalinan preterm, kehamilan
postmatur, malposisi dan malpresentasi, preeklampsia dan eklampsia, kehamilan
kembar, dan distosia bahu. Hal ini dapat menyebabkan tingginya Angka Kematian
Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) pada saat persalinan (Amalia 2020).
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil,
bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria yang muncul
pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan.
Preeklampsia merupakan masalah yang serius dan memiliki tingkat kompleksitas
yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya karena preeklampsia berdampak
pada ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga menimbulkan masalah pasca
persalinan akibat disfungsi endotel di berbagai organ, seperti risiko penyakit
kardiometabolik dan komplikasi lainnya. Penyebab preeklampsia belum diketahui
pasti sampai saat ini. Banyak teori yang mencoba menerangkan penyebab
terjadinya preeklampsia, namun belum ada hasil yang memuaskan. Terdapat
beberapa hipotesis mengenai penyebab preeklampsia antara lain iskemik plasenta,
maladaptasi imun, dan faktor genetik. Gejala preeklampsia sering tidak
diperhatikan oleh wanita, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat
timbul preeklampsia berat bahkan eklampsia (Sulistiyanti 2021).
Prinsip pengelolaan atau manajemen preeklampsia yaitu perlindungan dari
efek hipertensi dan mencegah penyakit berkembang menjadi eklampsia,
memperbaiki atau mengurangi risiko janin (solusio plasenta, retardasi

2
pertumbuhan janin, hipoksia yang menyebabkan lahir mati), dan melahirkan janin
dengan aman dan secepat mungkin setelah dewasa atau belum matang jika
diketahui bahwa risiko pada janin atau ibu akan lebih besar dengan persalinan
yang lebih lambat (Masan 2019).
Atonia uteri adalah perdarahan yang terjadi pada Kala IV disebabkan
karena miometrium tidak berkontraksi. Dalam hal ini uterus menjadi lunak dan
pembuluh darah pada daerah bekas terlekatnya plasenta menjadi terbuka lebar.
Akibatnya ibu bisa kehilangan darah yang banyak. Hal ini ditandai dengan
meningkatnya detak jantung, menurunnya tekanan darah, serta nyeri pada
punggung. Sebagian besar perdarahan pada masa nifas (75-80%) adalah akibat
adanya atonia uteri. Aliran darah uteroplasenta selama masa kehamilan adalah 500
– 800ml/menit, sehingga bisa dibayangkan ketika uterus itu tidak berkontraksi
selama beberapa menit saja, maka akan menyebabkan kehilangan darah yang
sangat banyak. Sedangkan volume darah manusia hanya berkisar 5-6 liter saja.
(Anggraini 2021).
Anemia merupakan masalah medic yang sering dijumpai diseluruh
dunia ,disamping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di
Negara berkembang. Kelainan ini merupakan penyebab debilitas kronik (charonic
debility) yang mempunyai dampak besar terhadap kesejahtraan sosial dan ekonomi
serta kesehatan fisik. Oleh karena frekuensinya yang demikian sering, anemia
terutama anemia ringan sering kali tidak mendapat perhatian dan dilewati oleh
para dokter Pengaruh Anemia dengan kejadian perdarahan postpartum yang
disebabkan oleh Rest Plasenta yaitu Anemia bisa menyebabkan kemampuan ibu
pada saat persalinan menjadi lemah. Apabila paritas ibu tinggi, maka akan lebih
beresiko mengalami perdarahan postpartum karena setelah persalinan otot-otot
uterus menjadi tidak maksimal (Yuniarsih 2023).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang sehingga penulismerumuskan Bagaimanakah Asuhan
Kebidanan Pada Ibu Bersalin P3A0H3 4 Jam Post Partum Dengan PEB + Resplac
+ HPP + Anemia Sedang?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan kebidanan holistic islami pada ibu bersalin
dengan menerapkan pola pikir asuhan kebidanan melalui pendekatan
manajemen kebidanan sesuai dengan kompetensi profesi bidan.
2. Tujuan Khusus

3
a. Mampu melaksanakan pengkajian data subjektif pada Ibu Bersalin
P3A0H3 4 Jam Post Partum Dengan PEB + Resplac + HPP + Anemia
Sedang.
b. Mampu melaksanakan pengkajian data objektif pada Ibu Bersalin P3A0H3
4 Jam Post Partum Dengan PEB + Resplac + HPP + Anemia Sedang
c. Mampu merumusakan diagnosa kebidanan pada ibu bersalin Ibu Bersalin
P3A0H3 4 Jam Post Partum Dengan PEB + Resplac + HPP + Anemia
Sedang
d. Mampu melakukan penatalaksanaan asuhan kebidanan pada Ibu Bersalin
P3A0H3 4 Jam Post Partum Dengan PEB + Resplac + HPP + Anemia
Sedang.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Untuk perkembangan ilmu dan penerapan pelayanan kebidanan pada ibu
bersalin.
2. Manfaat Aplikatif
a. Bagi Tenaga Kesehatan
Bagi profesi kebidanan dapat terus menerapkan dan meningkatkan peran,
fungsi dan tanggung jawab dalam bentuk asuhan kebidanan pada ibu
bersalin.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan acuan penelitian berikutnya bagi institusi pendidikan dalam
pengetahuan peran dan sikap bidan dalam pelaksanaan asuhan kebidanan
pada ibu bersalin.
c. Bagi Masyarakat
Masyarakat mendapatkan pelayanan dalam asuhan kebidanan pada ibu
bersalin sesuai dengan standar pelayanan kebidanan.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Persalinan
1. Pengertian
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar
dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal apabila prosesnya terjadi pada usia
kehamilan cukup bulan (37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. (Aji 2022).
Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup
bulan (37- 42 minggu) lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang
berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.
(Aji 2022). Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat
hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. (Aji 2022)
Bentuk persalinan berdasarkan definisi adalah sebagai berikut :
a. Persalinan spontan. Bila persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri
dan melalui jalan lahir.
b. Persalinan bantuan. Bila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar misalnya
ekstraksi dengan forceps atau dilakukan operasi section caesarea.
c. Persalinan anjuran. Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan
ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan misalnya dengan pemberian
pitocin atau prostaglandin atau pemecahan ketuban.
Beberapa istilah yang berkaitan dengan umur kehamilan dan berat janin
yang dilahirkan adalah :
a. Partus immaturus adalah partus yang terjadi pada umur kehamilan kurang
dari 28 mgg lebih dari 20 mgg dengan berat janin antara 500-900 gram.
b. Partus prematurus adalah suatu partus dari hasil konsepsi yang dapat hidup
tetapi belum aterm (cukup bulan). Berat janin antara 1000-2499 gram atau
tua kehamilan antara 28-37 mgg.
c. Partus maturus atau partus aterm adalah suatu partus yang terjadi pada
kehamilan antara 37-42 minggu dengan berat badan 2500 gram atau lebih.
d. Partus postmaturus atau serotinus adalah partus yang terjadi pada kehamilan
lebih dari 42 minggu.
e. Abortus adalah penghentian kehamilan sebelum janin viabel berat janin
dibawah 500 gram atau tua kehamilan dibawah 20 minggu.
Istilah – istilah yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan adalah :
a. Gravida : wanita yang sedang hamil
b. Primigravida : wanita yang hamil untuk pertama kali

5
c. Para : seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup
d. Nullipara : seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi yang viabel
e. Multipara atau pleupara : seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang
viabel untuk beberapa kali.
f. Grandemultipara : wanita yang telah melahirkan janin aterm lebih dari 5x.
g. Inpartu : seorang wanita yang sedang dalam keadaan persalinan.
2. Proses Terjadinya Persalinan
a. Sebab-sebab yang menimbulkan persalinan
Teori keregangan otot
1) Otot Rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
2) Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan
dapat dimulai.
3) Pada kehamilan ganda sering terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu
dan inpartu.
Teori penurunan progesterone
1) Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu dimana
terjadi penimbunan jaringan ikat pembuluh darah mengalami
penyempitan dan buntu.
2) Produksi progesterone mengalami penurunan, sehingga otot rahim sensitif
terhadap oksitosin.
3) Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat
penurunan progesterone tertentu.
Teori oksitosin
1) Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis pars posterior
2) Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah
sensitifitas otot rahim, sehingga terjadi Braxton hicks.
3) Menurunnya konsentrasi progesterone akibat tuanya kehamilan, masa
oksitosin dapat meningkatkan aktivitas sehingga persalinan dapat dimulai.
Teori protaglandin
1) Konsentrasi progesteron meningkat sejak usia kehamilan 15 minggu yang
dikeluarkan oleh desidua.
2) Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot
rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan.
3) Prostaglandin dianggap sebagai pemicu terjadinya persalinan
Teori hipotalamus Pituitari dan Glandula Suprarenalis

6
1) Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anenchepalus sering
terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Teori
ini dikemukakan oleh liggin (1973)
2) Malpas pada tahun 1993 mengangkat otak kelinci percobaan hasilnya
kehamilan kelinci lebih lama.
3) Pemberian kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin,
induksi (mulainya) persalinan
4) Dari percobaan tersebut disimpulkan ada hubungan antara hipotalamus-
pituari dengan mulainya persalinan.
5) Glandula suprarenal merupakan pemicu terjadinya persalinan.
(Manuaba, 1998 : 159).
Teori Placenta menjadi tua
Proses penuaan placenta terjadi mulai umur kehamilan 28 mgg
dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami
penyempitan dan buntu. Produksi progesterone mengalami penurunan
sehingga menyebabkan kekejangan pembuluh darah, sehingga otototot rahim
lebih sering berkontraksi.
Teori iritasi mekanik
Dibelakang serviks terletak ganglion serviks (fleksus fronkenhauser).
Bila ganglion ini digeser dan ditekan, misalnya oleh kepala janin akan
timbul kontraksi uterus.
Teori fetal kortisel
Sapi yang diinfus ACTH dapat lahir premature. Hal ini menunjukkan
fetus mempunyai peranan penting dalam memulai persalinan. Fetus
anencheptal lebih lama lahir dibanding fetus normal.
3. Faktor-faktor penting dalam persalinan
a. Power. Power adalah tenaga atau kekuatan ibu untuk mengejan, tenaga ini
serupa dengan tenaga waktu kita buang air besar tetapi jauh lebih kuat lagi.
Tanpa mengejan anak tidak dapat keluar seperti pada pasien yang lumpuh
otot-otot perutnya maka persalinan harus dibantu dengan forceps. Setelah
pembukaan lengkap dan ketuban pecah, tenaga yang mendorong anak
keluar. Selain his terutama disebabkan oleh kontraksi otot dinding perut
yang menyebabkan tekanan intra abdominal meningkat. Ibu melakukan
kontraksi involunters dan volunter secara bersamaan untuk mengeluarkan
janin dan plasenta dari uterus. Kontraksi involunter yang disebut kekuatan
primer menandai dimulainya persalinan. Apabila serviks berdilatasi usaha
volunter dimulai untuk mendorong yang disebut kekuatan sekunder yang

7
membesar kekuatan kontraksi involunter. Power saat persalinan disebabkan
oleh :
1) HIS (kontraksi otot rahim)
2) Kontraksi otot dinding rahim
3) Kontraksi diafragma, pelvis atau kekuatan mengejan
4) Ketegangan dan kontraksi ligamentum rotundum.
b. Kontraksi uterus. Kontraksi persalinan merupakan kontraksi otot-otot rahim
miometrium akibat pengaruh hormon oksitosin, kontraksi uterus disebabkan
karena otot-otot polos rahim bekerja dengan baik dan sempurna dengan
sifat-sifat kontraksi simetris, fundus dominan diikuti relaksasi. (Manuaba :
1998). Pada waktu kontraksi otot-otot rahim menguncup sehingga menjadi
tebal dan lebih pendek. Cavum uteri menjadi lebih kecil mendorong janin
dan kantong amnion ke arah SBR (Segmen Bawah Rahim) dan serviks.
Perbedaan anatomis dan fisiologis antara fundus uteri, segmen bawah rahim
dan serviks sangat menguntungkan untuk ekspulsi janin. Jika semua bagian
tersebut merupakan otot polos dan semuanya berkontraksi atau beretraksi
maka tidak akan terjadi ekspulsi janin, atau akan memperlambat terjadinya
ekspulsi janin. His pada persalinan dimulai pada daerah dimana saluran tuba
masuk kedalam kavum uteri yaitu yang disebut kornu uteri. Daerah ini yang
disebut dengan pace maker. His yang sempurna dimulai dari fundus yaitu
daerah yang mempunyai ketebalan otot paling tinggi dan menyebar
keseluruh bagian uterus dengan kecepatan 2 cm per detik. Daerah fundus
yang mempunyai otot paling tebal akan mengalami pemendekan otot yang
dalam istilah ginekologi disebut retraksi. Retraksi otot pada fundus akan
membuat daerah yang berada di daerah cervik mengalami penipisan dan
tertarik ke atas karena di daerah tersebut kurang mengandung otot. Dan
penipisan dan pembukaan itu akan menjadi maksimal jika di cervik terjadi
tekanan misalnya oleh kepala janin. His yang sempurna dan efektif adalah
jika ada koordinasi antara golombang kontraksi sehingga kontraksi simetris
dengan dominasi di fundus uteri dengan amplitude 40-60 mmHg yang
berlangsung 60-90 detik dengan jangka waktu antar kontraksi 2-4 menit. Jika
frekuensi dan amplitudo his lebih tinggi maka akan terjadi hipoksia dan
gawat janin yang bisa dideteksi dengan DJJ. Interval diantara tiap his sangat
penting bagi kesejahteraan janin dalam rahim. Yaitu untuk suplai darah dan
oksigen ke janin, maka untuk uterus yang tiap menit berkontraksi dan tidak
ada interval (tetania uteri) sangat memiliki resiko tinggi bagi bayi.

8
c. Tenaga meneran. Tenaga meneran adalah tenaga yang timbul saat persalinan
akan dimulai. Hal ini disebabkan saat kepala sampai pada dasar panggul
timbul suatu reflex yang mengakibatkan bahwa pasien menutup glotisnya,
mengontraksikan otot-ototnya dan menekan diafragma ke bawah. Tenaga
mengejan ini sebenarnya merupakan koordinasi antara kontraksi diagfragma
dan otot dinding abdomen. Dan kekuatan meneran ini akan menjadi sangat
maksimal jika ibu dalam posisi fleksi, dagu ibu menempel dada dan tangan
merangkul pahanya dekat pada perut. Tenaga mengejan ini hanya dapat
berhasil kalau pembukaan sudah lengkap dan paling efektif sewaktu
kontraksi rahim. Cara meneran yang baik adalah ketika kepala janin sudah
memasuki PAP. Ketuban sudah pecah (bila belum keras dipecahkan dulu).
His akan timbul lebih sering dan merupakan tenaga pendorong janin
disamping itu ibu harus dipimpin meneran pada waktu ada his dan
beristirahat diantara kedua his. Cara meneran yang tidak baik: bila kepala
bayi belum masuk PAP, pembukaan belum lengkap, ketuban belum pecah
dan tidak ada his tapi ibu disuruh meneran.
d. Passanger
Passenger adalah penumpang seperti janin, plasenta atau juga selaput
ketuban harus dilahirkan melalui jalan lahir. Karena itu plasenta juga dan
selaput ketuban dianggap sebagai penumpang yang menyertai janin.
e. Janin
1) Berat. Untuk bayi wanita 3,4 kg dan pria 3,5 kg. Berat bayi normal antara
> 2500 gram sampai < 4000 gram.
2) Panjang. Untuk panjang bayi rata-rata 50 cm. Panjang bayi normal
diantara 745 cm sampai < 55 cm. Bila panjang bayi yang kurang/
melebihi panjang bayi normal maka dicurigai adanya penyimpangan
kromosom.
3) Ukuran kepala janin. Ukuran kepala janin sangat penting untuk
mengetahui apakah janin bisa melewati jalan lahir tanpa penyulit. Selain
itu ukuran janin penting untuk resiko terjadinya CPD dapat mempersulit
persalinan. Ukuran diameter kepala janin : (Rustam Muchtar, 1998 : 67)

Diameter occipito frontalis : 12 cm


Diameter mento occipitalis : 13,5 cm
Diameter sub occipito bregmatika : 9,5 cm
Diameter biparietalis : 9,25 cm

9
Diameter bitemporalis : 8 cm
Ukuran sirkumferensia :
Cirkumferensia fronto occipitalis : 34 cm
Cirkumferensia mento occipitalis : 35 cm
Cirkumferensia sub occipito bregmantika : 32 cm

f. Letak janin
Yaitu hubungan antara sumbu panjang (punggung) janin terhadap
sumbu panjang (punggung ibu). Letak juga disebut sebagai hubungan antara
aksis panjang badan janin dengan abdomen ibu yang digambarkan dengan
membujur, melintang dan miring. Letak janin normal adalah membujur
dengan kepala janin berada di dibawah.
g. Presentasi
Yaitu bagian presentasi menunjukkan bagian janin yang menempati
PAP, atau bagian janin yang pertama kali masuk PAP. Bisa disebut bokong,
kepala ataupun bahu. Presentasi bayi yang normal adalah sub acccipito
bragmatika.
h. Denyut jantung janin
Denyut jantung janin sangat penting untuk memantau kesejahteraan
janin dalam rahim. Pada persalinan normal, DJJ diukur dengan auskultasi
dengan menggunakan funduscope ataupun doppler. Frekuensi denyut jantung
janin sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor penting yaitu kontraksi, posisi
dan kemajuan persalinan itu sendiri.
i. Air ketuban dan selaput ketuban

10
Ruangan yang dilapisi selaput janin (selaput ketuban) berisi air
ketuban (liquor amnii)
1) Volume. Volume air ketuban dalam kehamilan cukup bulan adalah 1000
cc-1500 cc. Bila kurang dari 1000 cc disebut oligohidromnion. Namun
bila volume air ketuban lebih dari 1500 cc disebut polihidromnion.
2) Bentuk. Air ketuban berwarna putih kekeruhan khas amis dan berasa
manis. Bila air ketuban berwarna hijau ini adalah indikasi adanya
ketidaknormalan.
3) Komposisinya. Terdiri atas 98 % air, sisanya albumin sel-sel epitel,
rambut lanugo, vernix caseosa dan garam-garam organik. Kadar protein
2, gr/l terutama di bagian albumin. Diproduksi oleh kencing janin,
transudasi dari epitel amnion sekresi dari epitel amnion asal campuran
(mixed arigin).
Analisis ketuban pecah :
1) Terlihat genangan atau drainase yang jelas bukan urine.
2) Genangan pada forniks posterior. Khususnya jika cairan dapat terlihat
keluar dari ostium cerviks dengan menggunakan manuver valsava.
3) Dengan lakmus, yaitu berubahnya lakmus merah menjadi biru.
4) Makroskopis bau amis adanya lanugo, rambut dan verniks.
5) Mikroskopis, lanugo dan rambut.
6) Laboratorium, tes pakis posistif diratakan di kaca obyek dan dikeringkan
sebelum diperiksa.
Placenta (uri)

Placenta adalah alat transportasi darah, nutrisi, oksigen dan juga sisa
buangan dari ibu kepada janin. Uri berbentuk bundar atau oval, ukuran diameter
15-20 cm tebal 2-3 cm berat 500-600 gr.
a. Komponen placenta

11
Placenta terdiri dari desidua kompektel atas beberapa lobus dan terdiri dari
15-20 kotileden.
b. Tali pusat
Tali pusat merentang dari pusat janin ke uri bagian permukaan janin.
Panjang tali pusat antara 50-55 cm, diameternya 1-2,5 cm dan terdiri atas 2
buah arteri, umbilicalis dan 1 buah vena umbilicalis. Selain panjangnya tali
pusat yang terpenting lagi adalah insersi nya kepada plasenta, hal ini sering
menjadi masalah ketika insersi itu tidak pada tempatnya.
j. Passange (jalan lahir)
Jalan lahir merupakan bagian keras yaitu tulang-tulang panggul
bagian lunak yaitu otot-otot panggul. Berdasarkan ciri-ciri bentuk panggul
dibagi menjadi :

1) Ginekoid : panggul ideal wanita, arcus pubis luas. Diameter sagitalis


posterior hanya sedikit lebih pendek dari diameter sagitalis anterior.
2) Andrekoid : diameter sagitalis posterior jauh lebih pendek dari pada
diameter sagitalis anterior (panggul pria) segmen anterior sempit dan
berbentuk segitiga.
3) Anthropoid : Diameter anteroposterior dari PAP lebih besar dari diameter
transversa hingga bentuk PAP lonjong ke depan. Bentuk segmen anterior
sempit dan runcing.

12
4) Platipelloid : bentuk ini sebetulnya panggul ginekoid yang picak,
diameter anteroposterior kecil, diameter transversa biasa. Segmen anterior
lebar, secrum melengkung. (FK Unpad : 1985 : 41-42).

Ukuran panggul

a. Ukuran PAP
Batas PAP adalah promontorium, sayap sacrum, linea innominata,
ramus superior, ossispubis dan pinggir atas simfisis. Ada 3 ukuran :
1) Ukuran muka belakang
a) Diameter antero-posterior.
b) Konjungata vera (dari promontorium ke pinggir atas simfisis,
ukurannya 11 cm). Konjugata vera dapat diketahui dengan
pemeriksaan dalam mengukur konjugata diagnonalis (CV = CD 1,5
cm).
2) Ukuran melintang
Ukuran terbesar antara linea innominata diambil tegak lurus pada
conjugata vera (12,5 cm).
3) Ukuran serong, dari articulatio sacro iliaca ke tubercolum pubicum dari
belahan panggul yang bertentangan (13 cm).
b. Ukuran panggul tengah (bidang luas panggul)
Bidang terbentang antara pertengahan simfisis, pertengahan
acetabulum dan pertemuan antara luas sacral II dan III.
Ukuran muka belakang = 12,75 cm
Ukuran melintang = 12,50 cm
c. Bidang sempit panggul

13
Bidang ini setinggi pinggir bawah simfisis kedua spina ischiadikum dan
memotong secrum + 1-2 cm di atas ujung sacrum.
Ukuran muka belakang = 11,5 cm
Ukuran melintang = 10 cm
d. Pintu bawah panggul
Ditentukan dengan mengukur jarak tuberoses ischium dan luar
perdagangan SBR dan pembukaan serviks. Besar pembukaan ditentukan
dengan cara memperkirakan diameter serviks.
1) Ukuran muka belakang (dari pinggir bawah simfisis ke ujung sacrum =
11,5 cm).
2) Ukuran melintang (dari tuber ischiadicum kiri dan kanan sebelah dalam =
10,5 cm).
3) Diameter sagitalis posterior (dari ujung sacrum ke pertengahan ukuran
melintang : 7,5 cm).
e. Cerviks
Cerviks juga merupakan bagian dari jalan lahr yang penting untuk
sebuah proses kelahiran. Saat persalinan akan dimulai jika ada tanda-tanda
pendataran dan pembukaan cerviks. Ada tiga komponen cerviks secara
structural yaitu kolagen, otot polos, dan jaringan ikat atau substansi dasar
lainnya. Otot polos pada daerah cerviks memang jauh lebih sedikit daripada
di daerah fundus. Struktur yang seperti ini yang menguntungkan dan
menyebabkan terjadinya penipisan dan pembukaan cerviks saat ada
kontraksi dari fundus uteri. Saat terjadi perlunakan, pendataran dan
pembukaan cerviks yang terjadi adalah perubahan pada serabut-serabut
kolagen dan jaringan ikat, serta perubahan relative pada jumlah substansi
dasarnya.
f. Penolong
Peran penolong selama proses persalinan memberikan pengaruh pada
ibu yang bersalin untuk melayani proses persalinan dengan sebaik-baiknya.
(Manuaba : 1998). Posisi. Pada kala I dimana his frekuensinya menjadi lebih
sering dan amplitudonya menjadi lebih tinggi maka agar peredaran darah ke
uterus menjadi lebih baik, maka ibu di suruh miring ke satu sisi sehingga uterus
dan seluruh isinya tidak serta merta menekan pembuluh darah di panggul.
Kontraksi uterus juga menjadi lebih efisien dan putaran paksi dalam
berlangsung lebih lancar bila ibu miring ke sisi dimana ubun-ubun kecil berada.
Peran pendamping dalam membantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling
nyaman selama kala II. Hal ini dapat membantu kemajuan persalinan, mencari

14
posisi yang penting efektif dan menjaga sirkulasi utero plasenter tetap baik.
Beberapa ibu merasa bahwa merangkak atau berbaring miring ke kiri membuat
mereka lebih nyaman dan efektif meneran. Kedua posisi tersebut juga akan
membantu perbaikan posisi oksiput yang melintang untuk berputar menjadi
posisi oksiput anterior. Posisi miring berbaring ke kiri memudahkan ibu untuk
beristirahat diantara kontraksi jika ia mengalami kelelahan dan juga untuk
mengurangi resiko terjadinya laserasi perineum (Asuhan Persalinan Normal,
2009).
g. Psikologis
Perubahan psikologis yang terjadi pada ibu bersalin meliputi :
Kecemasan mengakibatkan peningkatan hormon seks yang terdiri dari
1) B endosphin 3. Cortisol
2) Adenocus tricotropin 4. Epinephrin
Hormon – hormon tersebut mempengaruhi otot-otot halus uterus yang dapat
mengakibatkan penurunan kontraksi uterus sehingga menimbulkan distocia.

Kecemasan
Persalinan
Pembukaan serviks 1. Peningkatanbendharpin
2. Adenoustricotropin
Lambat 3. Cortisol
Kontraksi 4. Epinephrin
Uterus melemah
Otothalusuterusterganggu

Gambar 2.3.4.1 Siklus pengaruh kecemasan pada kemajuan persalinan


Kegelisahan/ketakutan dan respon endokrin akan mengakibatkan :
1. Retensi Na
2. Ekskresi K
3. Penurunan glukosa
Sehingga dapat mempengaruhi sekresi epinefrin dan dapat menghambat aktivitas
miometrium.

4. Tanda-tanda persalinan

15
a. Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang
semakin pendek.
b. Dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda, yaitu : pengeluaran lendir atau
lendir bercampur darah.
c. Dapat disertai ketuban pecah. Dijumpai perubahan serviks :
1) Perlunakan serviks
2) Pendataran serviks
3) Pembukaan serviks
5. Mekanisme persalinan, ada 7 tahap yaitu :

Gambar : (Google picture, 2021)


a. Engagement. Ketika diameter biparietalis melewati PAP : masuknya kepala
kedalam PAP biasanya dengan sutura sagitalis melintang dan dengan flexi
ringan. Masuknya kepala ke dalam PAP pada primigravida. Sudah terjadi
pada bulan terakhir dari kehamilan tetapi pada multigravida biasanya baru
terjadi pada permulaan persalinan. Penurunan bagian terendah janin ke dalam
rongga panggul ini akan dirasakan ibu sebagai Lightening.
b. Desent (penurunan). Penurunan ini diakibatkan oleh tekanan cairan intra
uterine, tekanan langsung oleh fundus pada bokong saat ada kontraksi, usaha

16
mengejan yang menggunakan otot-otot abdomen, ekstensi dan pelurusan
badan janin.
c. Flexion. Dengan majunya kepala biasanya juga flexi bertambah hingga UUK
jelas lebih rendah dari UUB. Keuntungan dari bertambahnya flexi ialah bahwa
ukuran kepala yang lebih kecil melalui jalan lahir. Diameter sub occipito
frontalis (11 cm). Flexi ini disebabkan karena anak didorong maju dan
sebaliknya mendapat tekanan dari pintu atas panggul serviks, dinding panggul
atau dasar panggul.
d. Putaran paksi dalam. Yang dimaksud adalah putaran dari bagian depan
sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar ke depan bawah
simfisis. Pada presentasi belakang kepala, bagian yang terendah adalah bagian
UUK dan bagian ini yang melakukan putaran ke depan ke bawah simfisis
putaran paksi dalam mutlak untuk melahirkan kepala karena merupakan usaha
menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir. Putaran paksi dalam
terjadi bersamaan dengan majunya kepala dan tidak terjadi sebelum kepala
sampai hodge III. Kadang-kadang baru setelah kepala sampai di dasar
panggul, sebab-sebab putaran paksi dalam :
1) Pada letak flexi, bagian belakang kepala merupakan bagian terendah
kepala.
2) Bagian terendah dari kepala mencari tahanan yang paling sedikit terdapat
sebelah dalam atas dimana terdapat hiatus genitalis antara muskulus
levator ani kiri dan kanan.
3) Ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter antero
posterior.
e. Extention. Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai didasar panggul
terjadilah ekstansi dari kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir
pada pintu bawah pangul mengarah ke depan Symphisis atas. Sehingga kepala
harus mengadakan ekstensi untuk melaluinya. Kalau tidak terjadi ekstensi
kepala akan tertekan pada perineum dan menembusnya pada kepala bekerja
dua kekuatan yang satu mendesaknya ke bawah dan satunya disebabkan
tahanan dasar panggul yang menolaknya ke atas. Result efeknya ialah
kekuatan _ymphys depan atas. Setelah sub occiput tertahan pada pinggir
bawah simfisis maka yang dapat maju karena kekuatan tersebut di atas bagian
yang berhadapan dengan sub occiput, maka lahirlah berturut-turut pada
pinggir atas perineum ubun-ubun besar, dahi, hidung, mulut dan akhirnya
dengan dagu gerakan akstensi.

17
f. External Rotation. Setelah kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali
_ymphys punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi
karena putaran paksi dalam. Gerakan ini disebut putaran restitusi (putaran
balasan). Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga ke belakang kepala
berhadapan dengan tuber ischiadicum sepihak (disisi kiri). Gerakan yang
terakhir ini adalah putaran paksi luar yang sebenarnya dan disebabkan karena
ukuran bahu luar yang sebenarnya dan disebabkan karena ukuran bahu
(diameter bisacromial menempatkan diri dalam diameter antero posterior dari
pintu bawah panggul).
g. Expulsion. Setelah putaran paksi luar bahu depan sampai di bawah symphysis
dan menjadi hipomocclion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu
depan menyusul dan selanjutnya seluruh badan anak lahir searah gerakan
paksi jalan lahir.
6. Tahapan Persalinan

Gambar : Friedman Curve, 2022


a. Kala I (Kala Pembukaan)
Persalinan dimulai sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan
perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan
pembukaan lengkap (10cm). Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak
mengakibatkan perubahan serviks.
Tanda dan gejala inpartu meliputi :
1) Penipisan dan pembukaan serviks
2) Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada serviks
3) Cairan lendir bercampur darah (bloody show) melalui vagina Fase-fase
dalam kala I persalinan :

18
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan
meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap
(10 cm). Kala I persalinan dimulai sejak kontraksi. Kala I persalinan dibagi
menjadi 2 fase yaitu :
1). Fase laten
a) Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan secara bertahap.
b) Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.
c) Pada umumnya fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam -
Kontraksi mulai teratur tetapi lamanya masih antara 20-30 detik.
2). Fase aktif
Fase aktif dibagi dalam 3 fase lagi, yaitu :
a) Fase akselarasi (fase percepatan). Dari pembukaan 3-4 cm yang
dicapai dalam 2 jam.
b) Fase kemajuan maksimal. Dari pembukaan 4-9 cm yang dicapai dalam
2 jam.
c) Fase deselerasi. Dari pembukaan 9-10 cm selama 2 jam Pada
primigravida kala I berlangsung kira-kira 12 jam sedangkan pada
multigravida berlangsung kira-kira 8 jam.
b. Kala II (Kala Pengeluaran)
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap
(10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II juga disebut sebagian
kala pengeluaran bayi.
Gejala dan tanda kala II persalinan yaitu :
1) Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya
kontraksi.
2) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum dan atau
vaginanya.
3) Perineum menonjol.
4) Vulva dan vagina, spingter ani membuka.
5) Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.
Tanda pasti kala II ditentukan melalui pemeriksaan dalam yang hasilnya
adalah :
1) Pembukaan serviks telah lengkap.
2) Terlihatnya bagian kepala bayi.
Pada saat kepala janin tampak dalam vulva, seorang penolong
persalinan harus menahan perineum dengan kain sedangkan tangan satunya

19
menahan keluarnya kepala supaya tidak terjadi expulsi berlebihan. Dengan
adanya his dan kekuatan mengejan yang baik, maximal kepala janin
dilahirkan dengan suboccipito dibawah symphisis. Kemudian dahi, muka dan
dagu melewati perineum. Setelah istirahat his muncul lagi untuk
mengeluarkan tubuh bayi.
Pada primigravida kala II berlangsung kira-kira 2 jam sedangkan pada
multigravida kira-kira 1 jam.
c. Kala III (Kala Uri)
Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban pada kala III persalinan, otot miometrium
berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi.
Penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini
menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena
perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah
maka plasenta akan melipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus.
Setelah plasenta lepas, maka plasenta dalam akan turun ke bagian bawah atau
ke dalam vagina bersamaan dengan adanya his. Kala III maximal 30 menit
(biasanya 15 menit). Jaringan tempat insersi plasenta di endometrium
dinamakan jaringan nitabuch.
Tanda-tanda lepasnya plasenta :
1) Perubahan bentuk dan tinggi fundus
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus
berbentuk bulat penuh dan TFU biasanya dibawah pusat. Setelah uterus
berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah uterus berbentuk segitiga
seperti buah pear/alpukat dan fundus diatas pusat.
2) Tali pusat memanjang
Tali pusat terlihat menjulur ke luar vagina (tanda Ahfeld)
3) Semburan darah mendadak dan singkat
d. Kala IV (Kala Pemantauan dan Pengawasan)
Kala IV persalinan dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah
itu. Pada kala IV dilakukan observasi sebagai berikut :
1) Tanda-tanda vital ibu
2) Pemeriksaan perdarahan pada ibu
3) Pemantauan kontraksi uterus
4) Dokumentasi asuhan yang telah dilakukan
Perdarahan pada ibu dianggap normal jika < 500 cc. Lamanya persalinan pada
primi dan multi adalah :

20
Primi Multi
Kala I 13 jam 7 jam
Kala II 1 jam ½ jam
Kala III ½ jam ¼ jam
Lama Persalinan 14 ½ jam 7 ¾ jam

Tambahan pemantauan pada kala I pada persalinan normal


Parameter Fase Laten Fase Aktif
Suhu badan Setiap 4 jam Setiap 2 - 4 jam
Tekanan darah Setiap 4 jam Setiap 4 jam
Nadi Setiap 30-60 menit Setiap 30-60 menit
Djj Setiap 1 jam Setiap 30 menit
Kontraksi Setiap 1 jam Setiap 30 menit
Pembukaan serviks Setiap 4 jam Setiap 4 jam
Penurunan Setiap 4 jam Setiap 4 jam

7. Partograf

Partograf dipakai untuk memantau kemajuan persalinan dan membantu


petugas kesehatan dalam mengambil keputusan saat pelaksanaan. Partograf

21
dimulai pada pembukaan 4 cm (fase aktif). Partograf dimulai atau dibuat untuk
setiap ibu bersalin, tanpa menghiraukan apakah persalinan tersebut normal atau
dengan komplikasi. Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk :
1) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan
serviks melalui pemeriksaan dalam.
2) Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian
juga dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama.
3) Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi,
grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan,
pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan
yang diberikan.
Hal-hal yang dicatat mengenai kondisi ibu dan janin adalah sebagai berikut :
1) Denyut jantung janin. Dinilai setiap 30 menit sampai 1 jam. Mulai waspada
apabila DJJ mengarah hingga dibawah 120 atau di atas 160 x/menit.
2) Air ketuban. Nilai warna ketuban jika selaput ketuban
U: selaput ketuban utuh
J : selaput ketuban pecah dan air ketuban jernih
M: selaput ketuban pecah dan air ketuban bercampur
meconium
D: selaput ketuban pecah dan air ketuban bernada darah
K: tidak ada cairan ketuban atau kering
3) Perubahan Bentuk Kepala Janin (Molding atau Moulge)
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat
menyesuaikan terhadap bagian keras (tulang) panggul ibu. Semakin besar
derajat penyusupan atau tumpang tindih, antara tulang kepala, semakin
menunjukkan risiko disproporsi kepala panggul atau cephalo pelvic
disproporsion (CPD).
Lambang dalam partograf :
0 : tulang kepala janin terpisah, sutura masih mudah dipalpasi.
1 : tulang kepala janin bersentuhan.
2 : tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tapi masih dapat
dipisahkan.
3 : tulang kepala janin saling tindih dan tidak dapat dipisahkan.
4) Pembukaan mulut rahim (serviks)
Dinilai setiap 4 jam dan diberi tanda silang (x) digaris waktu yang sesuai
dengan lajur besarnya pembukaan serviks.

22
5) Penurunan bagian terbawah janin
Mengacu pada bagian kepala (dibagi 5 bagian) yang teraba (pada pemeriksaan
abdomen) atau pemeriksaan luar di atas simphisis pubis. Catat dengan tanda
lingkaran (o) pada setiap pemeriksaan dalam. Pada posisi 0/5 sinsiput (s) atau
paruh atas kepala berada di symphisis pubis.
Waktu
Menyatakan berapa jam waktu yang telah dijalani sesudah pasien diterima.
Jam, catat sesuai angka lajur pembukaan di garis waspada.
6) Kontraksi
Catat setiap setengah jam, lakukan palpasi untuk menghilangkan banyaknya
kontraksi dalam hitungan detik.
: kontraksi lamanya kurang dari 20 detik
: kontraksi lamanya 20-40 detik
: kontraksi lamanya lebih dari 40 detik

7) Oksitosin
Jika memakai oksitosin, catat banyaknya oksitosin pervolume cairan infuse dan
dalam tetesan per menit.
8) Obat-obatan yang diberikan.
9) Nadi. Catat setiap 30-60 menit dan tandai dengan sebuah titik besar (.)
10) Tekanan darah. Catat setiap 4 jam dan tandai dengan anak panah
11) Suhu badan. Catat setiap 2 jam
12) Protein, aseton dan volume urine. Catat setiap kali ibu berkemih Partograf harus
digunakan setiap :
a) Untuk semua ibu dalam kala I bersalin fase aktif sebagai elemen penting
asuhan persalinan. Partograf harus digunakan baik ada atau tak ada penyulit.
Partograf akan membantu penolong dalam memantau
mengevaluasi dan membuat keputusan klinik baik persalinan maupun
dengan penyulit.
b) Selama persalinan dan kelahiran di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik,
bidan swasta, rumah sakit, dan lain-lain)
c) Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan pada
ibu selama persalinan dan kelahiran.
Penggunaan partograf yang rutin akan memastikan para ibu dan bayinya
mendapat asuhan yang aman dan tepat waktu. Selain itu, dapat mencegah terjadinya
penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka.
Pencatatan selama fase aktif persalinan :

23
1 Informasi tentang ibu
a. Nama, umur
b. Gravida, para, abortus
c. Nomor catatan medis
d. Tanggal dan waktu mulai dirawat
e. Waktu pecahnya ketuban
2 Kondisi janin
a. DJJ
b. Warna dan adanya air ketuban
c. Moulage kepala janin
3 Kemajuan persalinan
a. Pembukaan serviks
b. Penurunan bagian terbawah janin
c. Garis waspada dan garis bertindak
4 Jam dan waktu
a. Waktu mulainya fase aktif persalinan
b. Waktu actual soal pmx atau penilaian
5 Kontraksi uterus
a. Frekuensi dan lamanya
6 Obat-obatan dan cairan yang diberikan
a. Oksitosin
b. Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan
7 Kondisi ibu
a. Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh
b. Urine
8 Asuhan pengamatan dan keputusan lainnya
Mencatat temuan pada partograf
a. Informasi tentang ibu
Lengkapi bagian atas partograf secara teliti saat memulai asuhan persalinan.
b. Kesehatan dan kenyamanan bayi
1) DJJ
Setiap kotak pada bagian ini menunjukkan waktu 30 menit. Skala angka di
sebelah kolom paling kiri menunjukkan DJJ. Hubungan titik 1 dengan
lainnya dengan garis tidak terputus.
2) Warna dan adanya
Catat temuan. Temuan pada kotak yang sesuai dibawah lajur DJJ.

24
Gunakan lambang berikut :
U: ketuban utuh
J : ketuban sudah pecah, jernih
M: ketuban sudah pecah, air ketuban bercampur mekonium
D: ketuban sudah pecah, bercampur darah
K : ketuban sudah pecah, air ketuban kering
3) Moulage
Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, nilailah penyusupan kepala janin.
Gunakan lambang-lambang berikut ini :
O : tulang-tulang kepala janin terpisah
1 : tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpah tindih tapi masih
dapat dipisahkan.
3 : tulang-tulang kepala janin saling tumpah tindih tapi masih
dapat dipisahkan.
4 : tulang-tulang kepala janin saling tumpah tindih dan tidak dapat
dipisahkan.
c. Kemajuan persalinan
Angka 1-10 yang tertera disamping kiri kolom menunjukkan besarnya dilatasi
serviks. Masing-masing kotak di bagian ini menyatakan waktu 30 menit.
1) Perubahan serviks
2) Penurunan bagian terendah janin
3) Garis waspada dan garis bertindak
d. Jam dan waktu
1) Waktu mulainya fase aktif persalinan
Di bagian bawah partograf (pembukaan serviks dan penurunan) tertera kotak-
kotak yang diberi angka 1-16.
2) Waktu actual soal pmx atau penilaian
e. Kontraksi Uterus
Dibawah lajur waktu partograf terdapat 5 kotak dengan tulisan kontraksi per 10
menit di sebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu kontraksi.
f. Obat-obatan dan cairan yang diberikan
1) Oksitosin
Jika tetesan oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit jumlah
unit oksitosin yang diberikan pervolume cairan IV dan dalam satuan
tetesan/menit.

25
2) Obat-obatan lain dan cairan IV
g. Kesehatan dan kenyamanan ibu
1) Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh
2) Volume urine, protein atau aseton
h. Asuhan pengamatan dan keputusan klinik, mencakup :
1) Jumlah cairan per oral
2) Ketuban sakit kepala
3) Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya
4) Persiapan sebelum melakukan rujukan
5) Upaya rujukan

B. Preeklampsia Berat (PEB)


1. Pengertian
Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria
dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Inayah 2021).
Preeklampsia berat ialah penyakit dengan tanda-tanda khas seperti
tekanan darah tinggi (hipertensi), pembengkakan jaringan (edema), dan
ditemukannya protein dalam urin (proteinuria) yang timbul karena kehamilan.
Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat juga
terjadi pada trimester kedua kehamilan (Andriani 2019).
Preeklampsia berat merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang
ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria (Syafrullah 2016).
Preeklampsia berat terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu,
paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga
timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia berat dapat
berkembang menjadi eklampsia (Lumentut 2021).
2. Etiologi
Penyebab timbulnya preeklampsia berat pada ibu hamil belum diketahui
secara pasti, tetapi pada umumnya disebabkan oleh vasospasme arteriola.
Faktor-faktor lain yang diperkirakan akan mempengaruhi timbulnya
preeklampsia berat antara lain: primigravida, kehamilan ganda, hidramnion,
mola hidatidosa, multigravida, malnutrisi berat, usia ibu kurang dari 18 tahun
atau lebih dari 35 tahun serta anemia (Maratin 2018).

26
3. Patofisiologi
Pada beberapa wanita hamil, terjadi peningkatan sensitivitas vaskuler
terhadap angiotensin II. Peningkatan ini menyebabkan hipertensi dan kerusakan
vaskuler, akibatnya akan terjadi vasospasme. Vasospasme menurunkan
diameter pembuluh darah ke semua organ, fungsi-fungsi organ seperti plasenta,
ginjal, hati, dan otak menurun sampai 40-60%.Gangguan plasenta
menimbulkan degenerasi pada plasenta dan kemungkinan terjadi IUGR dan
IUFD pada fetus. Aktivitas uterus dan sensitifitas terhadap oksitosin meningkat
(Faizah 2019). Penurunan perfusi ginjal menurunkan GFR (Glomerular
Filtration Rate) dan menimbulkan perubahan glomerulus, protein keluar melalui
urine, asam urat menurun, garam dan air ditahan, tekanan osmotic plasma
menurun, cairan keluar dari intravaskuler, menyebabkan hemokonsentrasi,
peningkatan viskositas darah dan edema jaringan berat dan peningkatan
hematokrit. Pada preeklampsia berat terjadi penurunan volume darah, edema
berat, dan berat badan naik dengan cepat
Penurunan perfusi hati menimbulkan gangguan fungsi hati, edema
hepar, dan hemoragik subkapsular menyebabkan ibu hamil mengalami nyeri
epigastrium atau nyeri pada kuadran atas. Rupture hepar jarang terjadi, tetapi
merupakan komplikasi yang hebat dari PIH (Pregnancy Induce Hypertension),
enzim-enzim hati seperti SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase)
dan SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase) meningkat. Vasospasme
arteriola dan penurunan aliran darah ke retina menimbulkan symptom visual
seperti skotoma (Blind Spot), dan pandangan kabur. Patologi yang sama
menimbulkan edema serebral dan hemoragik serta peningkatan iritabilitas
susunan syaraf pusat (sakit kepala, hiperfleksia, klonus pergelangan kaki dan
kejang serta perubahan efek). Pulmonari edema dihubungkan dengan edema
umum yang berat, komplikasi ini biasanya disebabkan oleh dekompensasi
kordis kiri (Faizah 2019).
4. Tanda dan Gejala
a. Nyeri epigastrik
b. Sakit kepala/gangguan penglihatan
c. IUGR(Intrauterin Growth Rate)
d. Peningkatan kadar enzim hati dan ikterus
e. Trombosit ≤ 100.000/mm3(
f. Oligouria ≤ 400ml/24 jam (
5. Diagnosa Preeklampsia Berat (PEB)
a. Peningkatan tekanan darah ≥ 160/110mmHg

27
b. Proteinuria = ≥(+2) pada tes celup strip
c. Oligouria, diuresis< 400ml dalam 24 jam
d. Sakit kepala hebat dan gangguan penglihatan
e. Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas abdomen atau ada icterus
f. Edema paru atau sianosis
g. Trombositopenia
h. Tanda gejala lain yaitu sakit kepala yang berat, masalah penglihatan,
pandangan kabur dan spasme arteri retina pada funduskopi, nyeri
epigastrium, mual dan muntah serta emosi mudah marah
i. Pertumbuhan janin yang terhambat
j. Adanya HELLP Syndrome (H= Hemolysis, ELL= Elevated Liver Enzym,
P= Low Platelet Count)
Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, pada kecurigaan preeklampsia berat
sebaiknya diperiksa juga hal- hal berikut ini:
a. Pemeriksaan darah rutin serta kimia darah: ureum-kreatinin, SGOT, LD,
bilirubin
b. Pemeriksaan urine: protein, reduksi, bilirubin, sedimen
c. Kemungkinan adanya pertumbuhan janin terhambat, konfirmasi USG bila
ada
d. Nilai kesejahteraan janin (kardiotokografi)

Gejala klinik preeklampsia dapat bervariasi sebagai akibat patologi


kebocoran kapiler dan vasospasme yang mungkin tidak disertai dengan tekanan
darah yang terlalu tinggi, misalnya dapat dijumpai asites, peningkatan enzim
hati, koagulasi intravaskular, sindrom help (hemolysis, elevated liver enzyme,
low platelets), pertumbuhan janin terhambat, dan sebagainya). Bila dalam
asuhan antenatal diperoleh tekanan darah diastolik lebih dari 85mmHg, perlu
dipikirkan kemungkinan adanya preeklampsia membakat. Apalagi bila ibu
hamil merupakan kelompok risiko terhadap preeklampsia berat..
6. Penanganan Preeklampsia Berat (PEB)
Preeklampsia berat merupakan kondisi gawat darurat karena bisa
menimbulkan komplikasi yang berat pada ibu dan janin dan bahkan kematian.
Salah satu komplikasi yang sering terjadi adalah terjadinya kejang yang disebut
eklampsia. Untuk mencegah terjadinya kejang pada pasien preeklampsia ini
diperlukan pemberian obat anti kejang yaitu Magnesium Sulfat (MgSO4). Obat
ini diberikan secara injeksi melalui pembuluh vena atau injeksi dalam otot.
Pemberian MgSO4 ini terbukti dapat mengurangi terjadinya kejang pada pasien

28
preeklampsia. MgSO4 ini bekerja dengan cara menghambat rangsangan kejang
di otak, melebarkan pembuluh darah sehingga mencegah kekurangan oksigen di
otak yang bisa memicu kejang. Obat ini merupakan obat pilihan utama untuk
mencegah kejang pada preeklampsi, karena selain dapat mencegah kejang obat
ini juga mempunyai manfaat untuk melindungi otak bayi dari kerusakan pada
persalinan prematur. Dalam penelitian Magpie, dikatakan MgSO4 ini dapat
mencegah terjadinya kejang pada pasien preeklampsia sebesar 58%.
7. Penanganan Preeklampsia Berat (PEB) Dalam Persalinan (Lalenoh 2018)
a. Rawat Inap
Melakukan evaluasi sistemik yang mencakup berikut:
1) Pemeriksaan terinci diikuti oleh deteksi cermat tanda – tanda klinis
seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri epigastrium, dan
penambahan berat badan yang cepat
2) Analisis proteinuria saat masuk dan selanjutnya paling tidak setiap 2 hari
3) Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk dengan ukuran manset
yang sesuai setiap 4 jam, kecuali antara tengah malam dan pagi hari
4) Pengukuran kreatinin plasma atau serum, hematokrit, trombosit, dan
enzyme hati serum dengan frekuensi pemeriksaan disesuaikan dengan
keparahan hipertensi
5) Evaluasi ukuran janin dan volume cairan amnion secara berkala.

b. Kala II harus dipersingkat dalam 24 jam dengan ekstraksi vakum atau


forceps oleh dokter ahli kandungan dengan catatan ibu dilarang mengedan.
c. Bila terdapat indikasi obstetric segera lakukan seksio caesarea dan harus
diperhatikan tidak terdapat koagulopati, serta anastesi yang aman adalah
anastesi umum oleh dokter ahli kandungan. Jika anastesi umum tidak
tersedia, kondisi janin mati, aterm kecil, maka lakukan persalinan
pervaginam dengan induksi oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml cairan infus.
C. Hemoragic Post Partum
1. Pengertian
Hemoragic post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi
setelah bayi lahir pevaginam atau lebih dari 1000 ml setelah persalinan
abdominal. Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk
menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka batas jumlah perdarahan
disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal yang telah menyebabkan
perunahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat
dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi >

29
100 x/menit, kadar Hb < 8 g/dL. Frekuensi perdarahan post partum berdasarkan
laporan-laporan baik di Negara maju maupun negara berkembang angka
kejadian berkisar antara 5% sampai 15%. Dari angka tersebut, diperoleh
gambaran etiologi antara lain: antonia uteria (50-60 %), sisa plasenta (23-24
%), retensio plasenta (16-17 %), laserasi jalan lahir (4-5 %), kelainan darah
(0,5-0,8 %) (Sarim 2020).
Perdarahan adalah hilangnya volume darah dari pembuluh kapiler baik
mengucur maupun merembes dalam waktu yang cepat. (Amaliah 2021)
hemoragic post partum merupakan kehilangan 500 ml darah atau lebih setelah
kelahiran pervaginam, adalah tipe kehilangan darah berlebihan yang paling
umum dan paling serius dibidang obstetri. Definisi perdarahan pascapartum
yang lebih bermakna adalah kehilangan berat badan 1 % atau lebih karena 1 ml
darah beratnya 1 g. Hemoragic post partum adalah penyebab utama morbiditas
dan mortalitas maternal, penyebab sekitar 10 % kematian maternal nonaborsi.
Sekitar 8% seluruh kelahiran mengalami komplikasi perdarahan pascapartum
(Sarim 2021). Perdarahan pasca persalinan menurut waktu tejadinya terdiri dari
dua bagian yaitu :
a. perdarahan pasca persalinan primer (early post partum hommarraghe) yang
terjadi 24 jam setelah melahirkan.
b. Perdarahan pasca persalinan sekunder (late post patum hemorraghe) yang
terjadi antara 24 jam sampai enam minggu pasca persalinan (Janah 2020).
2. Etiologi hemoragic post partum
a. Atonia uteri. Kegagalan uterus untuk berkontraksi secara adekuat setelah
pelahiran merupakan penyebab tersering perdarahan obstetris. Atonia uteri
paling tidak dapat diantisipasi dengan baik jauh sebelum pelahiran.
Meskipun faktor resiko diketahui dengan baik, kemampuan untuk
mengidentifikasi perempuan mana yang akan mengalami antonia masih
terbatas. Uterus yang mengalami distensi berlebihan rentan menjadi
hipotonus setelah pelahiran. Jadi, perempuan dengan janin besar, multipel,
atau hidramnion rentan mengalami atonia uterus. Perempuan persalinannya
ditandai oleh aktivitas uterus yang sangat berlebihan atau hampir tidak
efektif (lemah) juga beresiko mengalami perdarahan masif akibat atonia
pasca partum. Serupa dengan hal tersebut, persalinan yang dimulai atau
dibantu dengan oksitosik lebih berisiko diikuti oleh atonia dan perdarahan
b. Laserasi jalan lahir. Robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan
trauma. Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik
akan memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin

30
persalinan pada saat pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir
biasanya akibat episiotomi, robekan spontan perineum, trauma forsep atau
vakum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi
c. Retensio uteri Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir hingga atau
melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hal ini disebabkan karena
plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas tetapi
belum dilahirkan. Retensio plasenta merupakan etiologi tersering kedua dari
perdarahan postpartum (20% - 30% kasus). Kejadian ini harus di diagnosis
secara dini karena retensio plasenta sering dikaitkan dengan atonia uteri
untuk diagnosis utama sehingga dapat membuat kesalahan diagnosis. Pada
retensio plasenta, resiko untuk mengalami HPP 6 kali lipat pada persalinan
normal
d. Solusio plasenta. Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum
pelahiran. Serta mengandung makna suatu peristiwa yang terjadi tiba-tiba,
adalah ciri klinis pada sebagian besar kasus sulosio plasenta. Perdarahan
akibat sulosio plasenta umunya menyusup diantara membran plasenta dan
uterus, dan akhirnya keluar melalui serviks, menyebabkan perdarahan
eksternal. Yang lebih jarang, darah tidak berhasil keluar, tetapi tertahan
diantara plasenta yang terlepas dan uterus, menyebabkan perdarahan
terselubung. Solusio plasenta dapat total dan parsial. Perdarahan terselubung
jauh lebih berbahaya bagi ibu dan janin. Bahaya ini timbul bukan hanya
karena kemungkinan koagulopati konsumtif, tetapi juga karena banyak dan
luas perdarahan tidak diketahui dengan segera, dan diagnosis umunya
terlambat
e. Koagulopati. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), syndrom
defibrinasi, koagulopati defibrinasi, koagulopati konsumtif) adalah bentuk
patologis pembekuan yang difus dan mengkonsumsi sejumlah besar faktor
pembekuan, menyebabkan perdarahan interna/eksterna yang luas.Secara
sederhana, DIC merupakan konsumsi faktor pembekuan dalam jumlah
banyak
3. Manifestasi klinis hemoragic post partum

31
4. Patofisiologi hemoragic post partum

32
Plasenta manusia terdiri dari dua permukaan, antara lain permukaan
korion atau chorionic plate dimana tali pusat menempel dan permukaan basal
atau basal plate yang berbatasan dengan endometrium. Diantara dua permukaan
tersebut terdapat celah yang dipenuhi oleh darah dengan kecepatan 600
mL/menit oleh arteri spiralis pada keadaan atern yang disebut sebagai ruang
intervili atau intervillous space. Pada kala ketiga persalinan terjadi pemisahan
plasenta dengan endometrium yang menyebabkan arteri spiralis mengalami
robekan. Proses hemostatis pada pembuluh darah tersebut. Setelah kontraksi
terjadi pembekuan darah oleh faktor-faktor pembekuan dan penutupan dari
lumen pembuluh darah tersebut. Sisa atau bagian dari plasenta maupun
gumpulan darah yang melekat pada uterus juga dapat menyebabkan gangguan
kontraksi miometrium yang efektif sehingga perdarahan yang berkelanjutan
terjadi (Rita, 2014).
Atonia uteri merupakan penyebab paling umum dari HPP (80% atau
lebih dari seluruh kasus HPP) dan menjadi penyulit dari 4-6% yaitu sekitar 1
dari 20 persalinan. Beberapa faktor resiko dari atoni uteri, antara lain
penggunaan agen relaksasi uterus (terapi tokolitik, anestesi halogenated,
nitrogliserin), perfusi myometrium rendah, hipotensi, overdistended uterus
(makrosomia, kehamilan multipel, hydramnios), persalinan lama, persalinan
cepat, persalinan dengan induksi atau augmentasi, paritas tinggi, atoni uteri
pada kehamilan sebelumnya, dan korioamnionitis. Walaupun faktor-faktor
resiko tersebut sedah diketahui, namun kemungkinan kejadian wanita
mengalami atoni uteri masih sulit untuk diperkirakan. Menurut salah satu studi
kasus Rouse at al yang meneliti 23.900 wanita dengan persalinan caesar, 50 %
dari jumlah wanita tersebut mengalami atoni uteri tanpa adanya faktor resiko
seperti yang telah disebutkan (Rita, 2014).
Plasenta akan terpisah secara spontan dari tempat implantasinya
beberapa menit setelah kelahiran bayi, namun dalam keadaan tertentu
pemisahan tersebut terganggu akibat adhesi yang kuat antara plasenta dan
uterus. Retensio plasenta (plasenta tetap tertinggal dalam uterus 30 menit
setelah bayi lahir) terjadi kurang dari 3% dari seluruh parsalinan pervaginam.
Didefinisikan sebagai plasenta akreta bila implantasi menembus desidua basalis
(menempel pada permukaan miometrium), plasenta inkerta bila menembus
miometrium (masuk ke dalam miometrium) dan plasenta perkreta bila vili
korialis sampai melewati miometrium (menembus sampai serosa). Faktor resiko
untuk resiko plasenta, antara lain plasenta previa, riwayat persalinan caesar,
riwayat kuretase, paritas tinggi, kehamilan usia lanjut (> 35 tahun) (Rita, 2014).

33
34
5. WOC hemoragic post partum

35
36
6. Faktor resiko hemoragic post partum

Menurut Nugroho (2012), faktor resiko terjadinya hemoragic post


partum :

a. Pengunaan obat-obatan (anestesi umum, magnesium sulfat)


b. Partus presipitatus
c. Solutio plasenta
d. Persalinan traumatis
e. Uterus yang terlalu teregang (gemelli, hidramnion)

Gemeli adalah kehamilan ganda atau hamil kembar adalah kehamilan


dengan dua janin atau lebih. Sejak ditemukannya obat-obatan dan cara
induksi ovulasi maka frekuensi kehamilan ganda condong meningkat
(Rahmawati, 2014).

Faktor-faktor penyebab antara lain :

a. Obat induksi ovulasi antara lain profertil, clomid, hormon gonadrotropin


b. Faktor keturunan
c. Faktor lain yang belum diketahui Hidramnion adalah suatu keadaan dimana
air ketuban jauh lebih banyak dari normal, biasanya kurang lebih dari 2 liter.
d. Adanya cacat parut, tumor, anomali uterus
e. Partus lama
f. Grandemultipara Seorang wanita yang telah mengalami hamil dengan usia
kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkan buah kehamilannya
lebih dari 5 kali.
g. Plasenta previa
h. Persalinan dengan pacuan dan riwayat perdarahan pasca persalinan

Faktor risiko hemoragi post partum :

a. Kelahiran secaria
b. Kelahiran seorang bayi yang besar
c. Kelahiran yang dibantu forsep atau alat ekstrasi vakum
d. Distensi uterus berlebihan akibat hidramnion, gestasi multifetal, janin besar.
e. Manipulasi intrauterin/ pengeluaran plasenta secara manual
f. Laserasi jalan lahir Perdarahan yang cukup banyak dapat terjadi dari robekan
yang dialami selama proses melahirkan baik yang normal ataupun dengan
tindakan. Laserasi jalan lahir memberi kontribusi terhadap terjadinya

37
perdarahan postpartum sebesar 4-5%. Jalan lahir harus di inspeksi sesudah
tiap kelahiran selesai sehingga sumber perdarahan bisa dikendalikan.
g. Pemberian magnesium sulfat selama persalinan atau selama pascapartum
h. Multiparitas Seorang wanita yang telah mengalami hamil dengan usia
kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkan buah kehamilannya 2
kali atau lebih.
i. Hemoragi pasca partum sebelumnya, abrupsio plasenta, fragmen plasenta
yang tertahan , persalinan yang diinduksi/ diaugmentasi pitosin 1
j. Atoni uterus Merupakan ketidakmampuan rahim berkontraksi setelah
persalinan. Atonia uteri memberi kontribusi terhadap terjadinyaperdarahan
postpartum sebesar 50-60%.
k. Inversi uterus
l. Subinvolunsi uterus.
7. Penatalaksanaan hemoragic post partum

Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2


komponen, yaitu :
Resusitasi cairan :
a. Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga
dapat memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani
penyebab perdarahan.
b. Perlu dilakukan pemberian oksigen dan akses intravena. Selama persalinan
perlu dipasang paling tidak 1 jalur intravena pada wanita dengan resiko
perdarahan post partum, dan dipetimbangkan jalur kedua pada pasien dengan
resiko sangat tinggi.
c. Berikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam volume yang besar, baik
Normal Salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui akses intravena
perifer. NS merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan karena biaya
yang ringan dan kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi
darah. Resiko terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam
hubungan dengan perdarahan post partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid
dalam jumlah banyak (> 10 L), dapat dipertimbangkan penggunaan cairan
Ringer laktat. Cairan yang mengandung dekstrosa, sepertin D5% tidak
memiliki peran pada penanganan perdarahan post partum. Perlu diingat
bahwa kehilangan 1 L daah perlu penggantian 4-5 L kristaloid, karena
sebagian besar cairan infus tidak tertahan diruang intravaskuler, tetapi terjadi
pergeseran ini bersamaan dengan penggunaan oksitosin, dapat menyebabkan

38
edema perifer pada hari-hari setelah perdarahan post partum. Ginjal normal
dengan mudah mengekskresi kelebihan cairan. Perdarahan post partum lebih
dari 1.500 mL pada wanita hamil yang normal dapat ditangani cukup dengan
infus kristaloid jika penyebab perdarahan dapat tertangani. Kehilangan darah
yang banyak, biasanya membutuhkan penambahan transfusi sel darah merah.
d. Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000-1.500 mL/hari) dapat
menyebabkan efek yang buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid
yang terbukti lebih dibandingkan NS, dan karena harga serta resiko
terjadinya efek yang tidak diharapkan pada pemberian koloid, maka cairan
kristaloid tetap direkomendasikan (Sharma, 2012).

Tranfusi darah :

a. Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan
diperkirakan akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien
menunjukkan tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat.
b. PRC digunakan dengan komponen darah lain dan diberikan jika terdapat
indikasi. Para klinisi harus memperhatikan darah tranfusi, berkaitan dengan
waktu, tipe dan jumlah produk darah yang tersedia dalam keadaan gawat.
c. Tujuan transfusi adalah memasukkan 2- 4 unit PRC untuk menggantikan
pembawa oksigen yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi.
PRC bersifat sangat kental yang dapat menurunkan jumlah tetesan infus.
Masalah ini dapat diatasi dengan menambah 100 mL NS pada masing-
masing unit. Jangan menggunakan Ringer Laktat untuk tujuan ini karena
kalsium yang dikandungnya dapat menyebabkan penjendalan (Sharma,
2012).

Penatalaksanaan medis :

Penatalaksanaan medis kondisi ini mencakup semua intervensi berikut


(Bobak,2005):

a. Terapi syok, yang bergantung kepada banyak darah yang hilang. Agens
oksitoksis ditunda sampai uterus direposisi.
b. Pergeseran uterus, setelah wanita menerima tokolisis atau dibawah pengaruh
anestesia dalam. Oksitoksik diprogramkan 3. Pembedahan vagina atau
abdomen diperlukan untuk mereposisi uterus jika pergeseran secara manual
tidak berhasil

39
c. Terapi pengganti darah diindikasikan. Terapi yang juga diberikan ialah
terapi antibiotik spektrum luas dan penggunaan selang basogastrik untuk
meminimalkan ileus paralisis.

Penatalaksanaan perawatan hemoragic post partum :

Perdarahan pasca partum dapat dengan cepat menjadi syok. Dengan


demikian, perawat harus mengkaji wanita dengan cermat dan secara kesuluruhan.
Riwayat wanita harus ditinjau kembali untuk menemukan faktor-faktor yang akan
mempredisposisi perdarahan pasca partum. Perawatan segera pada wanita yang
mengalami perdarahan pascapartum meliputi pengkajian tanda vital dan
konsistensi uterus saat oksitosin diberikan. Penjelasan tentang rasional prosedur
dan pentingnya tindakan segera diberikan kepada pasien. Ibu yang mengalami
perdarahan pervagina aktif perlu perwatan intensif, perlu diberikan bantuan
oksigen dengan kecepatan aliran 10 liter permenit dengan sungkup jika terdapat
kekhawatiran, nadi dan tekanan darah harus diukur dan dicatat setiap 15 menit
untuk mendeteksi tanda syok yang ditandai dengan peningkatan frekuensi nadi
tidak teratur, takipnea, penurunan tekanan darah, tampak pucat tubuh dingin dan
gelisah, diperlukan juga dalam kedaruratan obstetrik dan set infus tranfusi darah
perlu digunakan untuk memfasilitasi penggantian cairan intravena yang cepat dan
segera (Juwita 2023).

Perawatan yang diberikan kepada wanita yang mengalami laserasi


perineum sama dengan perawatan yang dianjurkan untuk episiotomi, yaitu
pemberian analgesia yang dibutuhkan untuk meredakan nyeri dan kompres panas
atau dingin sesuai kebutuhan. Untuk menghindari cedera pada garis jahitan,
seorang wanita dengan laserasi derajat ketiga atau keempat tidak diberi
supositoria rektal pascapartum atau enemarutin. Perhatian pada diet dan asupan
cairan diekankan, begitu juga pada pemberian pelunak tinja peroral, yang akan
membantu klien memperoleh kembali pola defekasinya. Perawatan wanita yang
mengalami inversi uterus berfokus pada upaya menstabilakn segera status
perdarahan. Apabila uterus telah digeser secara manual, tindakan harus dilakukan
dengan hati-hati setelah bayi lahir untuk menghindari masase fundus yang agresif
(Juwita 2023).

Perdarahan sekunder atonik :

Jika uterus kosong dan penyebab perdarahan lainnya (laserasi) telah


disingkirkan :

40
a. Berikan syntocinon (oksitosin) 5-10 unit IV, tetes oksitosin dengan dosis 20
unit atau lebih dalam larutan glukosa 500 ml. Sekarang tetesan oksitosin
menjadi tindakan terefektif pemijatan uterus secara simultan.Pada perdarahan
masih sambil menyiapkan tetesan, atau dalam kasus refrakter (jarang)
oksitosin
b. Pemegangan dari luar dan gerakkan uterus kearah atas efek: perdarahan tidak
dapat kontinu tak terkontrol ke dalam kavum uteri dan perdarahan berkurang
karena pembuluh ditegangkan dengan pengangkatnya, jadi mempersempit dan
mengurangi kalibernya.
c. Kompresi uterus bimanual Secara serentak tekan dari vagina dan dinding
abdomen, umumnya ini lebih efektif daripada manipulasi eksterna
d. Kompresi aorta abdominalis Ini banyak mengurangi perdarahan. Dapat juga
digunakan selama transpor pada keadaan tertentu 5. Lakukan histerektomi
sebagai tindakan akhir (Juwita 2023).
D. Retensio Plasenta
1. Pengertian

Retensio Plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta


selama 30 menit setelah bayi lahir. Hal itu disebabkan karena plasenta belum
lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas, akan tetapi belum
dilahirkan. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala tiga
bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Bila sebagian
kecil plasenta masih tertinggal dalam uterus dan dapat menimbulkan
perdarahan post partum primer atau lebih sering sekunder. Proses kala III
didahului dengan tahap pelepasan atau separasi plasenta akan ditandai oleh
perdarahan pervaginam (cara pelepasan Duncan) atau plasenta sudah lepas
tetapi tidak keluar pervaginam (cara pelepasan Schultze), sampai akhirnya
tahap ekspulsi, plasenta lahir. Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala tiga) dan harus
diantisipasi dengan segera melakukan manual plasenta, meskipun kala uri
belum lewat setengah jam. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta
berulang (habitual retensio plasenta).

2. Jenis-Jenis
a. Plasenta Adhesiva. Tipis sampai hilangnya lapisan jaringan ikat Nitabush,
sebagian atau seluruhnya sehingga menyulitkan lepasnya plasenta saat
terjadi saat terjadi kontrakti dan retraksi otot uterus
b. Plasenta Akreta

41
1) Hilangnya lapisan jaringan ikat longgar nitabush sehingga plasenta
sebagian atau seluruhnya mencapai lapisan desidua basalis.
2) Dengan demikian agak sulit melepaskan diri saat kontraksi atau retraksi
otot uterus.
3) Dapat terjadi tidak diikuti perdarahan karena sulitnya plasenta lepas.
4) Plasenta manual sering tidak lengkap seningga perlu diikuti dengan
kuretase.
c. Plasenta Inkreta
1) Implantasi jonjot plasenta sampai mencapai otot uterus, sehingga tidak
mungkin lepas sendiri.
2) Perlu dilakukan plasenta manual, tetapi tidak akan lengkap dan harus
diikuti: Kuretase tajam dan dalam, Histerektomi
d. Plasenta Perkreta
1) Jonjot plasenta menembus lapisan otot dan sampai lapisan peritoneum
kavum abdominalis. Retensio plasenta tidak diikuti perdarahan.
2) Plasenta manual sangan sukar, bila dipaksa akan terjadi perdarahan dan
sulit dihentikan atau perforasi.
3) Tindakan defintif hanya histerektomi
e. Plasenta Inkarserata

Plasenta telah lepas dari implantasinya, tetapi tertahan oleh karena kontraksi
SBR. Pada kasus retensio, plasenta harus dikeluarkan karena dapat
menimbulkan perdarahan dan infeksi. Jika plasenta tidak dikeluarkan, maka
dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta dan terjadi
degenerasi sel ganas korio karsinoma

3. Tanda – Tanda

Dibagi menjadi dua yaitu:

c. Tanda-tanda yang selalu ada


1) Plasenta belum lahir 30 menit setelah anak lahir
2) Ada perdarahan
3) Kontraksi uterus baik
4) Pada eksplorasi jalan lahir tidak ada robekan.
b. Tanda-tanda yang kadang menyertai
1) Tali pusat putus akibat traksi berlebihan
2) Inverio uteri akibat tarikan
3) Perdarahan lanjutan

42
4. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Retensio Plasenta
a. Manajemen aktif kala III yang salah, salah satunya pengeluaran plasenta
yang tidak hati – hati
b. His kurang kuat
c. Bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis), dan ukurannya yang
sangat kecil juga menjadi faktor penyebab terjadinya retensio plasenta.
d. Ketidaknormalan perlekatan plasenta pada miometrium, atau karena plasenta
telah berhasil terlepas namun tetap berada dalam uterus karena sebagian
serviks tertutup. Kegagalan pelepasan plasenta jauh lebih mengkhawatirkan
daripada terperangkapnya plasenta di dalam uterus.
e. Kelainan pertumbuhan rahim: uterus sub septus dan dan uterus bicornis.
E. Anemia
1. Pengertian

Anemia merupakan kurangnya kadar hemoglobin pada ibu hamil atau


keadaan seseorang yang tidak mempunyai sel darah merah yang sehat untuk
membawa oksigen yang cukup ke jaringan tubuh, seseorang yang mengalami
anemia mempunyai konsentrasi hemoglobin lebih dari biasanya (Jitowiyono,
2018). Dikatakan anemia pada kehamilan jika pada usia trimester I dan III
kehamilan kondisi kadar hemoglobinnya dibawah 11,0 g/dl serta pada trimester
II kadar hemoglobinnya dibawah 10,5 g/dl. (Pratami 2016). Selama proses
kehamilan perubahan fisiologis, umur janin, serta kondisi ibu hamil sebelumnya
tidak dapat dipisahkan dengan anemia pada kehamilan. Selama masa
kehamilan, maka akan terjadi perubahan yang luar biasa pada tubuh, berapa
banyak darah dalam tubuh akan bertambah sekitar 20 – 30%, maka dari itu
penting untuk memperbanyak stok zat besi dan nutrisi untuk membentuk
hemoglobin (Hb). Selama kehamilan tubuh membutuhkan lebih banyak darah
hingga mencapai 30% dibandingkan sebelum hamil (Astrianna, 2017). Anemia
selama kehamilan merupakan suatu kondisi ibu hamil yang memiliki kadar
hemoglobin kurang dari 11 g/dl atau suatu masalah kesehatan yang biasa di
alami oleh masyarakat umum secara global terkhusus bagi ibu hamil. Anemia
saat kehamilan mempunyai konsekuensi yang beragam juga dapat
meningkatkan resiko kematian ibu dan perinatal (Gudeta, dkk. 2019).
Hemoglobin ialah suatu zat warna yang terletak didalam sel darah merah yang
berperan sebagai pengangkut O₂ dan CO₂ dalam tubuh, hemoglobin ialah suatu
ikatan protein, garam besi, serta zat warna. Ibu hamil dengan anemia sebagian
besar diakibatkan oleh zat besi yang dibutuhkan untuk menghasilkan sel darah

43
merah pada janin meningkat. (Winarsih, 2018). Menurut (Tarwoto, 2020)
terdapat tingkatan anemia pada ibu hamil yang terbagi atas 3 Trimester antara
lain :

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengetahui secara dini
bahwa ibu hamil mengalami anemia adalah dengan cara melakukan
pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb). Pemeriksaan Ante Natal Care (ANC)
pada ibu hamil dianjurkan minimal 4 kali, terutama untuk pemeriksaan kadar
Hb yang dilakukan sejak usia kehamilan trimester I dan trimester III akibat di
usia kehamilan tersebut rentan terjadinya pengenceran darah. (Wahyuni &
Hanna, 2017) mengatakan bahwa kadar hemoglobin ibu hamil pada trimester
III dapat berpengaruhi terhadap tumbuh kembang janin sehingga
mengakibatkan terjadinya anemia karena pada usia kehamilan trimester III
janin akan menimbun banyak zat besi sebagai persiapan pada bulan pertama
kelahirannya. pada usia kehamilan trimester ke III adalah suatu masa terjadinya
pertumbuhan atau perkembangan janin yang lebih cepat dibandingkan dengan
trimester sebelumnya. Hal tersebut telah dibuktikan pada penelitian tentang
pengaruh berat badan janin dengan usia kehamilan trimester III yang dapat
mempengaruhi kadar hemoglobin ibu hamil. Anemia juga dapat diakibatkan
oleh berbagai hal, seperti jika ibu hamil jarang melakukan pemeriksaan
kehamilan, tidak mengkonsumsi tablet besi (Fe) secara rutin, jarang
mengkonsumsi sumber makanan yang mengandung nutrisi yang dibutuhkan
selama masa kehamilan maka akan mempermudah terjadinya anemia pada
kehamilan. Jika ibu hamil tidak mengalami anemia maka kondisi tubuhnya siap
untuk menerima kehadiran anak. Tidak hanya pada keadaan rahim dan alat
reproduksi saja, melainkan keadaan psikologis ibu juga akan menunjukkan
adanya kesiapan dalam menyambut kehadiran sang buah hati. Hal ini terjadi
akibat kondisi kehamilan yang sehat yang dialami oleh seorang ibu. (Anggraini
& Wijayanti, 2021).

2. Etiologi

Wagiyo dan Prutono, (2016) mengatakan bahwa pada umumnya ibu


hamil yang mengalami anemia dapat diakibatkan oleh hal berikut, diantaranya :

44
a. Pola makan (status gizi)
b. Kurang zat besi
c. Gangguan pencernaan dan malasorbsi
d. Perdarahan antepartum
e. Banyak kehilangan darah
f. Pengeluaranaran darah menstruasi yang berlebih, dan
g. Adanya penyakit kronik
3. Tanda dan Gejala

Menurut Pratiwi, (2018) terdapat beberapa tanda dan gejala terjadinya


anemia yaitu : pusing, rasa lemah, kulit pucat, mudah pingsan.

a. Tanda

Tanda-tanda anemia yang dialami ibu hamil dapat dilihat berdasarkan


meningkatnya frekuensi jantung dikarenakan tubuh berusaha memberikan
lebih banyak oksigen ke jaringan, kecepatan frekuensi napas meningkat atau
sering mengalami sesak nafas karena tubuh sedang berusaha untuk memberi
oksigen yang lebih banyak ke darah, kurangnya suplai darah ke otak
mengakibatkan kepala sering terasa pusing, klien sering merasa cepat
kelelahan akibat oksigenasi yang meluas ke berbagai organ, kulit nampak
pucat akibat dari oksigenasi yang berkurang, mual karena berkurangnya
aliran darah pada gastrointestinal dan system sensorik, serta kualitas rambut
dan kulit menurun.

b. Gejala

Gejala anemia yang dialami oleh ibu hamil yang paling mudah terlihat
biasanya ibu sering mengeluh kelelahan, pusing terus-menerus, mata
berkunang-kunang, terdapat luka pada lidah, nafsu makan berkurang,
penurunan konsentrasi atau hilangnya konsentrasi, napas pendek serta
mengeluh mual muntah yang lebih hebat pada usia kehamilan muda.

4. Patofisiologi (pathway)

Anemia sering ditemui pada masa kehamilan, diakibatkan oleh selama


masa kehamilan kebutuhan nutrisi pada ibu hamil semakin meningkat.
Kurangnya pengetahuan ibu menjadi salah satu penyebab anemia akibat kurang
terpapar pengetahuan mengenai nutrisi yang di butuhkan selama kehamilan.
Selain itu, anemia pada kehamilan juga dapat diakibatkan oleh beberapa faktor

45
diantaranya : kekurangan zat besi, banyak kehilangan darah, proses
penghancuran eritrosit sebelum waktunya dalam tubuh, dan peningkatan zat
besi pada ibu hamil. Peningkatan plasma terjadi dalam proses kehamilan yang
dapat menyebabkan peningkatan volume darah dan sel darah merah.
Peningkatan plasma lebih besar dibandingkan dengan peningkatan sel darah
merah sehingga menyebabkan penurunan konsentrasi hemoglobin yang
mengakibatkan terjadinya pengenceran darah sehingga dapat ditetapkan
masalah keperawatan yaitu perfusi perifer tidak efektif. Akibatnya transport
oksigen dan nutrisi pada sel akan terganggu serta dapat mengakibatkan ibu
sering merasa lemah, letih, lesuh dan sering merasa ngantuk (Irianti dkk, 2013)

5. Klasifikasi

Klasifikasi berdasarkan pemeriksaan hemoglobin menurut Sholah dan


Senior, (2020) adalah :

1. Tidak anemia (Hb 12 gr/dl)


2. Anemia ringan (Hb 9-11 gr/dl)
3. Anemia sedang (Hb 7-8 gr/dl)
4. Anemia berat (Hb < 7 gr/dl)

Klasifikasi anemia berdasarkan penyebabnya menurut Lestari et al.,


(2018) antara lain sebagai berikut :

a. Anemia Defisiensi Besi

Anemia Defisiensi Besi (ADB) diakibatkan oleh penurunan jumlah besi total
dalam tubuh yang menyebabkan cadangan besi untuk eritropoesis berkurang.
Anemia yang paling banyak dijumpai adalah anemia yang berbentuk
normositik dan hipokromik penyebabnya seperti anemia pada umumnya
misalnya seperti perdarahan.

b. Anemia Megaloblastik

Makrositik atau pemisiosa merupakan bentuk dari anemia megaloblastik.


Penyebab anemia ini ialah akibat kurangnya asam folat, kekurangan Vit
B12, dan juga disebabkan oleh malnutrisi serta infeksi kronik.

c. Anemia Hipoplastik

46
Anemia hipoplastik diakibatkan oleh hipofungsi sumsum tulang dan
pembentukan sel darah merah yang baru. Untuk mengetahui diagnosa nya
perlu dilakukan pemeriksaan seperti : pemeriksaan darah lengkap,
pemeriksaan fungsi internal, dan pemeriksaan retikulosit. Penyebab utama
anemia hipoplastik ini belum diketahui tetapi biasanya diakibatkan oleh
infeksi berat (sepsis), keracunan, serta sering terpapar sinar rontgen/sinar
radiasi.

d. Anemia Hemolitik

Penyebab anemia hemolitik ini ialah akibat adanya pemecahan atau


pengahancuran sel darah merah yang begitu cepat dibandingkan dengan
pembuatannya.

6. Komplikasi

Anemia pada ibu hamil dapat beresiko pada kehamilan atau persalinan
yang dapat menngakibatkan kematian ibu, berat bayi lahir rendah (BBLR),
beresiko terkena infeksi pada ibu dan bayi, keguguran serta kelahiran premature
Kemenkes RI, (2016). Anemia pada kehamilan adalah salah satu faktor yang
beresiko hingga 20-40% tehadap kematian ibu baik secara langsung maupun
tidak langsung melalui gagal jantung, preklampsia, perdarahan antepartum,
postpartum, serta sepsis nifas. Jika anemia dalam kehamilan tidak segera diatasi
maka dapat beresiko fatal diantanya dapat menyebakan keguguran, pertus
prematus partus lama, Antonia uteri serta dapat mengakibatkan perdarahan serta
syok. Anemia juga dapat berpengaruh pada hasil konsepsi seperti dapat
mengakibatkan terjadinya keguguran, kematian janin dalam kandungan, waktu
lahir, kematian perinatal tinggi, prematuritas serta cacat bawaan (Hariati, 2019).
Ibu hamil yang kekurangan zat besi rentan mengalami kelahiran dengan berat
badan lahir rendah (BBLR). Hal tersebut disebabkan akibat selama masa
kehamilan zat besi sangat diperlukan sebagai pertumbuhan postnatal pada
peningkatan sel darah merah juga sebagai pembentukan masa tubuh bayi
(Widyaningrum, 2018). Perdarahan postpartum yang terjadi akibat anemia pada
masa kehamilan ialah atonia uteri. Terjadinya atonia uteri akibat dari serat-serat
myometrium berkontraksi terutama saat berada di sekitar pembuluh darah yang
mensuplai darah di tempat perlekatan plasenta tidak dapat berkontraksi dengan
baik. Kontraksi uterus akan terjadi pada saat proses persalinan yang
mengakibatkan bayi lahir. Kontraksi uterus akan berkurang apabila ibu
mengalami anemia selama kehamilannya, hal ini terjadi akibat jumlah kadar

47
oksigen dan nutrisi pada organ uterus berkurang. Sehingga dapat
mengakibatkan penurunan kinerja yang berupa penurunan kontraksi pada sel-
sel uterus. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya perdarahan (Aryani,
2017). Menurut (Adawiyah & Wijayanti, 2021) Apabila kondisi fisik seorang
ibu mengalami penurunan akibat sel-sel dalam tubuh tidak memperoleh cukup
oksigen yang adekuat maka hal ini biasanya dapat terjadi akibat terjadinya
anemia. Anemia dapat menyebabkan terjadinya kematian akibat dari
ketidakmampuan tubuh untuk mentoleransi kehilangan darah. Oleh sebab itu
anemia yang terjadi pada masa khamilan sangat berbahaya pada kondisi ibu
atau bayi.

7. Penatalaksanaan

Pratami, (2016) berpendapat bahwa mengkonsumsi suplemen besi (Fe)


setiap harinya dapat mempengaruhi peningkatan kadar hemoglobin ibu sebelum
dan setelah melahirkan. Selain itu, apanila ibu hamil rajin mengkonsumsi tablet
Fe dengan rutin baik dikonsumsi secara harian atau intermiten dapat
mengurangi resiko anemia yang berkepanjangan. Berdasarkan
penatalaksanaannya anemia dapat dilakukan dengan cara menganjurkan ibu
hamil untuk menambah asupan makan seperti : nasi, sayur, lauk, buah dan susu
karena pada masa kehamilan kebutuhan nutrisi ibu hamil semakin meningkat,
selain itu dapat menganjurkan ibu hamil agar istirahat yang cukup, tidak
melakukan aktivitas yang berlebih atau melakukan pekerjaan yang berat serta
rutin mengkonsumsi tablet Fe sesuai yang sudah dianjurkan (Rismawati &
Rohmatin, 2018).

F. Jurnal penelitian yang Relevan

N Judul Jurnal Metode Hasil Penelitian


o Penelitian Penelitian
1 Perbandingan Jenis penelitian yang Hasil penelitian diperoleh
Kadar digunakan dalam penelitian kadar kalsium pada ibu
Kalsium ini adalah studi komparatif, bersalin normatensi sebagian
Pada Ibu karena dengan besar termasuk normal
Bersalin menggunakan metode ini (91.7%). Sedangkan kadar
Normatensi dapat mencari perbedaan kalsium pada ibu bersalin
Dengan pada dua kelompok yang dengan PEB sebagian tidak
Preeklampsia berbeda yaitu kadar normal (90.3%). Hasil uji
Berat (PEB) kalsium pada ibu bersalin statistik diperoleh terdapat
Di Ruang VK normal dan PEB perbedaan kadar kalsium pada

48
RS SMC ibu bersalin normatensi
Tasikmalaya dengan ibu bersalin PEB di
Tahun 2018 Ruang VK RS SMC
(Soraya Tasikmalaya 2018 dengan p
2019) value 0,000.
2 Analisis Jenis penelitian adalah case Berdasarkan hasil uji
Faktor-Faktor control study. statistik Chi Square dan Rank
Yang Variabel independent yaitu Spearman diperoleh nilai ρ
Mempengaru usia, paritas, jarak yaitu 0,001, 0,049, 0,346,
hi Kejadian kehamilan, 0,046, 0,028, 0,001, 0,003,
Hpp Di kunjungan antenatal, atoni 0,003, 0,001, 0,003, 0,042,
Kabupaten a uteri, anemia, retensio 0,022 sehingga ada hubungan
Bangkalan plasenta, retensio sisa usia, paritas, jarak kehamilan,
(Mayasari plasenta, robekan jalan kunjungan antenatal, anemia,
2023) lahir, persalinan lama, retensio plasenta, retensio sisa
inversio uteri, hematoma plasenta, robekan jalan lahir,
vulva, sub involusio persalinan lama, inversio uteri,
uteri, variabel dependent y hematoma vulva, sub involusio
aitu kejadian HPP. uteri dengan kejadian HPP,
dan tidak ada hubungan antara
jarak kehamilan dengan
kejadian HPP.
3 Tingkat enis penelitian adalah Case Hasil analisis usia 80
Anemia Control Study. Populasi persen(20-35 tahun), pekerjaan
Berhubungan dalam penelitian ini 82,9 persen (Ibu rumah
Dengan sebanyak 70 responden ibu tangga), pendidikan 40 persen
Kejadian melahirkan. Sampel (SD) , paritas 88,6 persen
Perdarahan penelitian adalah sebagian (multigravida). Uji Chi
Karena dari ibu melahirkan yang square ρ=0,000 menunjukkan
Atonia Uteri anemia dan tidak anemia adanya hubungan tingkat
(Studi Kasus anemia terhadap kejadian
HPP di atonia uteri. Sedangkan OR
RSUD 6,353. Sehingga dapat
Syarifah disimpulkan adanya hubungan
Ambami antara kejadian anemia dengan
Rato Ebu atonia uteri.
Bangkalan)
(Waroh
2023)
4 Analisis Penelitian ini Penelitian ini menyimpulkan
Faktor Risiko menggunakan rancangan bahwa paritas, pre eklamsi,
Atonia Uteri case control, sebagai kehamilan kembar dan induksi

49
(Julizar kelompok kasus ibu persalinan merupakan faktor
2019) perdarahan postpartum risiko kejadian atonia uteri
dengan atonia uteri dan dengan kehamilan kembar
kelompok kontrol ibu merupakan faktor yang paling
perdarahan postpartum dominan terhadap kejadian
tanpa atonia uteri. Ukuran atonia uteri
sampel untuk masing-
masing kelompok dipilih
69
5 Gambaran Penelitian ini adalah Hasil penelitian didapatkan
Anemia Pada penelitian deskriptif bahwa dari 111 ibu yang
Kejadian dengan desain cross mengalami anemia ada
Perdarahan sectional dengan sebanyak 53 (47,7%) yang
Post Partum menggunakan data mengalami
(Oktariza sekunder rekam medik perdarahan postpartum sedang
2020) periode 1 Januari s/d 31 kan dari 65 ibu yang tidak
Desember tahun 2018 yang anemia ada 14 (21,5%)
diambil dari dua rumah mengalami
sakit yang mewakili rumah perdarahan postpartum.
sakit tipe A dan Rumah
Sakit Tipe B yang ada di
Kota Palembang yaitu
RSUP Dr. Mohammad
Hoesin dan Rumah Sakit
Islam Siti Khodijah
Palembang dengan total
jumlah sampel sebanyak
176.
G. Tinjauan Islami

Proses persalinan yang ada dalam ilmu kebidanan ternyata tidak


bertentangan dengan proses persalinan yang ada di dalam Al-Qur`an yaitu
tercantum dalam surat Maryam ayat 22-26.

‫َفَح َم َلْتُه َفاْنَتَبَذ ْت ِبِه َم كانًا َقِص ًّيا‬

‫َ َفَأجاَء َها اْلَم خاُض ِإلى ِج ْذ ِع الَّنْخ َلِة قاَلْت يا َلْيَتني ِم ُّت َقْبَل هذا َو ُك ْنُت َنْس يًا َم ْنِس ًّيا‬

‫َ َفناداها ِم ْن َتْح ِتها َأَّال َتْح َزني َقْد َج َعَل َرُّبِك َتْح َتِك َس ِرًّيا‬

‫َ َو ُهِّزي ِإَلْيِك ِبِج ْذ ِع الَّنْخ َلِة ُتساِقْط َع َلْيِك ُر َطبًا َج ِنًّيا‬

‫َفُك لي َو اْش َر بي َو َقِّر ي َعْينًا َفِإَّم ا َتَر ِيَّن ِم َن اْلَبَش ِر َأَح دًا َفُقولي ِإِّني َنَذ ْر ُت ِللَّرْح ٰم ِن َصْو مًا َفَلْن ُأَك ِّلَم اْلَيْو َم ِإْنِس ًّي‬

50
Artinya : Maka Maryam pun mengandungnyalah; lalu dia menyisihkan diri
dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan
memaksanya bersandar ke pangkal pokok korma, seraya berkata: Wahai,
alangkah baiknya jika aku mati sebelum ini, dan jadilah aku seorang yang tidak
berarti, lagi dilupakan. Maka menyerulah dia kepadanya dari tempat yang
rendah: Janganlah kau bersedih hati. sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan di
dekatmu sebuah anak sungai. Dan goyanglah pangkal pokok korma itu ke arahmu.
niscaya pokok korma itu akan menggugurkan kepadamu korma yang masak
ranum. Maka makanlah dan minumlah dan senangkanlah hatimu. Maka jika
engkau melihat ada manusia agak seorang, katakanlah: Sesungguhnya aku telah
bernazar di hadapan Tuhan Yang Maha Pengasih, maka sekali-kali tidaklah aku
bercakap-cakap, sejak hari ini dengan seorang manusia pun.

Akan tetapi, Al-Qur`an tidak menjelaskan secara detail mengenai proses


persalinan karena sebagian isi AlQur`an bersifat universal yang membutuhkan
penjelasan. Di dalam ilmu kebidanan dijelaskan, sebagai tanda awal persalinan
sudah dekat diawali dengan adanya kontraksi, sebagaimana yang tersirat pada
surat Maryam ayat 22. Kemudian posisi bersandar yang dijelaskan dalam Al-
Qur`an, ternyata dalam ilmu kebidanan posisi tersebut merupakan posisi yang
terbaik bagi ibu melahirkan. Karena mendukung gaya gravitasi, agar bayi mudah
dan cepat keluar serta mengurangi robekan pada jalan lahir. Kemudian anjuran
untuk memakan buah kurma yang matang sebelum dan setelah melahirkan,
ternyata ini dibenarkan oleh dunia medis. Karena buah kurma yang matang
mengandung karbohidrat yang mudah dicerna oleh tubuh, kalori yang sangat
tinggi, zat besi dan kalsium, serta masih banyak kandungan yang lainnya yang
berguna untuk wanita nifas. Jika dilihat dari hasil telaah teori penyebab terjadinya
persalinan menurut Saifuddin, bahwa dalam hal penurunan hormon, Maryam
merasakan kontraksi yang sangat luar biasa disebabkan oleh gerakan janin yang
akan keluar. Sedangkan, dalam hal penurunan fungsi plasenta, ketika usia
kandungan Maryam semakin tua atau telah cukup bulan (sembilan bulan), maka
terjadilah persalinan pada Maryam (melahirkan Nabi Isa as).

Komplikasi pada persalinan seperti kejadian pre eklampsia berat, atonia


uteri dan anemia bisa berdampak buruk pada kesehatan ibu. Oleh karena itu, harus
dijadikan salah satu fokus antenatal care pada ibu hamil. Dalam pandangan islam
terkait tentang kesehatan ibu dijelaskan di Al Qur’an (Surah Al-Anbiya' 85) :

‫ۚ َفاْسَتَج ْبَنا َلٗه َفَكَش ْفَنا َم ا ِبٖه ِم ْن ُضٍّر َّو ٰا َتْيٰن ُه َاْهَلٗه َوِم ْثَلُهْم َّمَع ُهْم َر ْح َم ًة ِّم ْن ِع ْنِد َنا َوِذ ْك ٰر ى ِلْلٰع ِبِد ْيَن‬

51
Artinya : Maka Kami kabulkan (doa)nya, lalu Kami lenyapkan penyakit
yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan (Kami lipat
gandakan jumlah mereka) sebagai suatu rahmat dari Kami, dan untuk menjadi
peringatan bagi semua yang menyembah Kami.

H. Mind Mapping

Ibu melahirkan dengan


preeklampsia berat

Tanda
52 dan gejala
preeklampsia berat

Tatalaksana
BAB III

TINJAUAN KASUS

53
Tanggal Pengkajian : 06 Oktober 2023

Jam Pengkajian : 02.00 WITA


I. Subyektif
a. Biodata
Identitas Ibu Bapak
Nama : Ny. S Tn. N
Umur : 43 Tahun 46 Tahun
Suku/Bangsa : Sumbawa Sumbawa
Agana : Islam Islam
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan : IRT Swasta
Alamat : Menala
b. Keluhan Utama : Ibu datang ke Puskesmas dengan keluhan sakit
perut menjalar ke pinggang sejak pukul 01.00
WITA (06/10/2023). Tidak ada pengeluaran lender
darah (-), pusing (-), gerakan janin masih dirasakan
aktif sampai sekarang.
c. Pola Eliminasi :
BAK : 8-9 x/hari Warna : Kekuningan BAK terahir : 19:00
BAB : 1 kali/hari Warna : kekuningan BAB terahir : 06:00

d. Pola Istirahat : Tidur : 7-8 jam/hari ; Tidur terahir jam : 20:00


e. Riwayat Psikologis :
1) respon ibu dan keluarga sangat bahagia dengan kehamilanya sekarang.
2) kehamilanya ini merupakan kehamilan yang diharapkan.
3) .ibu mengatakan tidak mempunyai masalah yang belum terselesaikan
f. Keadaan Sosial Budaya : Ibu mengatakan bahwa dilingkunganya sudah
tidak ada adat istiadat atau mitos, serta kebiasaan buruk keluarga ataupun
lingkungan yang mengganggu kehamilan ibu.

54
g. Keadaan Spiritual :
1) ibu yakin persalinan ini akan berjalan lancar,cepat dan sehat.
2) Ibu sehari hari shalat 5 waktu sehari semalam, shalat Sunnah seperti
dhuha dan shalat tahajut, selama hamil tidak melaksanakan puasa senin
kamis, sedekah setiap hari jumat, selalu zikir disaat waktu luang.serta
setiap selsai shalat selalu mengaji.
3) ibu merasa hati tenang, selalu bahagia, dan berkecukupan,sealu
bersyukur atas nikmat yang di berikan Allah SWT.
4) d. tidak ada aturan tertentu yang di luar ajaran agama islam.ibu selalu
bersyukur atas rahmat nikmat yang berikan Allah,walaupun di saat
proses persalinan,dengan cara ibu selalu Shalawat jibril,karena ibu
meyakinkan dengan salawat semuanya di permudah.
5) Shalawat jibril,karena ibu meyakinkan dengan salawat semuanya di
permudah dan dapat mengurangi sakit.
6) Selalu berdoa, meminta kepada Allah semua di berikan kesehatan
keselamatan dunia akhirat untuk ibu dan keluarganya, shalat malam
lebih di tingkatkan,shalawat, dan zikir.

II. Data Obyektif


a. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan Umum : Baik
2) Kesadaran : Composmentis
3) Keadaan Emosional : Stabil, ibu tampak tenang
4) Berat Badan : 60 kg
5) Tanda-Tanda Vital

55
Tekanan Darah : 190/100 mmHg

Nadi : 82 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 36,5 ° C

b. Pemeriksaan Fisik :
1) Mata :

( - ) Pandangan kabur ( - ) penglihatan berkunang

( - ) Conjungtiva pucat ( - ) Sklera icteric


2) Payudara :

( - ) Mamae simetris/asimetris ( - ) Tumor

( + ) Areola Hiperpigmentasi ( + ) Kolostrom

( + ) Puting susu menonjol


3) Ekstremitas

( - ) Tungkai simetris/asimetris Edema (+) pada kaki kiri dan kanan


( + ) Refleks Patella
c. Pemeriksaan Khusus
1) Obstetri
Abdomen : Ada linea nigra, linea alba, tidak ada striae gravidarum,

56
Inspeksi :

( + ) Membesar dengan arah memanjang

( - ) Melebar ( - ) Pelebaran Vena ( + ) Linea Nigra

( + ) Linea Alba ( - ) Striae Livide ( - ) Striae Albican

( - ) Luka bekas operasi ( - ) Lain-lain :

Palpasi :

Letak punggung : Puki

Presentasi : Kepala

TFU : 35 cm (2 jari dibawah Px)

( - ) Nyeri tekan ( - ) Obsborn test ( - ) Cekungan pada perut

Taksiran Berat Janin : 3.720 gram

Auskultasi : DJJ 150 ×/menit ( √ ) Teratur ( )


Tidak teratur

Bagian Terendah : Bagian terendah janin teraba keras, bulat,


melenting (kepala)

His / Kontraksi : 3 x/10’ menit, “30” (√ ) Teratur

2) Gynekologi

57
Inspeksi : Pengeluaran per Vulva

( + ) Darah ( + ) Lendir ( - ) Air Ketuban

Vaginal Toucher : Portio Lunak, Ø3 cm, eff 25%, ket (+),letak


kepala penurunan kepala di Hodge I, UUk
Kidep,Tidak teraba bagian terkecil janin atau tali
pusat.

Kesan Panggul : normal


3) Pemeriksaan Penunjang

- Protein Urine (+++)


III. Analisa

G3P2A0H2 UK 40 Minggu Janin Tunggal, Hidup, Intra Uteri, Preskep, k/u


ibu dan janin baik dengan Inpartu kala I fase laten dengan preeklampsia berat.
IV. Penatalaksanaan
Tanggal : 06 Oktober 2023
Waktu : 02.30 WITA
a. Memberitahu ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan. Bahwa keadaa
umum serta tanda-tanda vital kurang baik yakni tekanan darah 190/100
mmHg, pemeriksaan kesejahteraan janin DJJ dalam batas normal. Ibu
mengtahui kondisi dirinya dari hasil pemeriksaan yang disampaikan.
b. Menganjurkan ibu untuk berjalan-jalan kecil di sela-sela his
c. Anjurkan ibu untuk miring kiri
d. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan pada lembar observasi persalinan
e. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pengobatan selanjutnya. Ibu
diberikan nefedipine 10 mg 1 tab, Protab PEB.

58
f. Beritahu ibu akan dilakukan pemasangan infus dan diberikan terapi pada
penyulit hipertensi, pengolahan cairan, pencgahan kejang dengan
MGSo4.
g. Menjelaskan efk samping pemberian MGSo4.
h. Beritahu ibu bahwa dengan kadaanya saat ini, ibu akan di rujuk ke RSUD
Asy-Syifa’ untuk mndapatkan penanganan yang secepatnya.
A. LEMBAR OBSERVASI KALA I PERSALINAN
Hari/Tanggal : 06 Oktober 2023
Tempat : Puskesmas Taliwang
Waktu KU Vital Sign His DJJ Hasil VT dan Tanda Gejala Kala II
02.00 Baik TD : 190/100 3×10’ ” mnt ‘30’ 150 x/mnt Portio Lunak, Ø3 cm, eff 25%, ket
(+),letak kepala penurunan kepala di
Hodge I, UUk Kidep,Tidak teraba
bagian terkecil janin atau tali pusat.
04.00 Baik TD ; 140/90 5×10’ ” mnt ‘50’ 150x/mnt Ketuban pecah, ibu nampak mengejan.
Ø10 cm, eff 100%, ket (-), air ketuban
jernih penurunan kepala di Hodge IV,
tidak teraba bagian kecil janin dan tali
pusat.

Catatan Perkembangan INC

Tanggal Pengkajian : 06 Oktober 2023

Jam Pengkajian : 04.00 WITA

S : Ibu mengatakan ketubannya pecah dan terasa seperti ingin BAB


O : Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

TTV : TD 140/90 mmHg R : 20 x/menit

N : 83 x/menit S : 36,5 0C
DJJ : 150x/menit

59
His : 5 x /10 menit “50”

Genitalia : Vulva dan vagina tidak odema, vulva dan anus


membuka, perineum menonjol, tampak mengalir air
ketuban jernih, ada Blood Show

VT : Portio tidak teraba, Ø10 cm, eff 100%, ket (-) jernih,
presentasi kepala, uuk anterior jam 12, molase (0),
hodge IV, tidak teraba bagian kecil janin, tidak
teraba tali pusat.

A : G3P2A0H2 UK 40 Minggu Janin Tunggal, Hidup, Intra Uteri Inpartu kala


II dengan KU ibu dan Janin Baik

P :
1. Memberitahu ibu dan keluarga hasil pemeriksaan bahwa pembukaan
lengkap, KU ibu dan janin baik. Ibu dan keluarga mengatakan paham.
2. Mendekatkan alat partus set.
3. Membimbing ibu meneran yaitu saat ada his yaitu dengan cara
memasukkan lengan pada lipatan paha dan menarik hingga sampai ke
perut, kepala ibu diangkat sedikit fleksi dan tetap membuka mata,
meneran ke bawah seperti ingin BAB dan mengingatkan ibu untuk
mengambil nafas panjang lewat hidung dan dihembuskan melalui
mulut saat tidak ada his agar tenaga ibu tidk terbuang sia-sia.

Ibu mengerti dan dapat melakukannya dengan baik


4. Memastikan partus set, bahan, obat-obatan esensial siap digunakan.
Partus set lengkap, bahan dan obat-obatan esensial siap digunakan.
5. Mempersiapkan diri penolong, dan menyiapkan oksitosin dalam spuit.
Celemek, handscoon telah dipakai dan spuit yang berisi oksitosin siap
digunakan
6. Memberitahu ibu dan meminta bantuan keluarga untuk mengatur

60
posisi ibu yaitu litotomi dengan memasukkan lengan ibu diperlipatan
paha kemudian menariknya kearah perut saat meneran. Ibu mengerti
dan sudah dalam keadaan litotomi dan suami mendampingi ibu.
7. Membimbing ibu meneran saat ada kontraksi. Ibu kooperatif saat
diminta meneran. Serta ibu dibimbing agar selalu berdo’a
memudahkan saat bersalin dan ibu dianjurkan untuk selalu sholawatan
serta membaca ayat kurs, surat an-nas dan al-fatihah
8. Meletakkan handuk diatas perut ibu dan kain bersih yang dilipat 1/3
dibawah bokong ibu saat kepala membuka vulva dengan diameter 5-6
cm. Handuk dan kain sudah terpasang
9. Membuka partus set dan memakai sarung tangan steril. Partus set telah
dibuka dan lengkap, sarung tangan telah dipakai
10. Menolong kelahiran bayi
a. Kepala

Saat kepala janin tampak di depan vulva dengan diameter 5-6 cm,
melindungi perineum dengan satu tangan yaitu dengan tangan
kanan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan kiri
menahan kepala untuk menahan posisi defleksi dan membantu
lahirnya kepala.

Menganjurkan ibu meneran perlahan atau bernafas dengan cepat


dan dangkal (kepala lahir)
Mengecek lilitan tali pusat. Tidak ada lilitan tali pusat.

Menunggu putar paksi luar secara spontan. Kepala bayi


melakukan putar paksi luar secara spontan.
b. Bahu depan

Meletakkann tangan kanan diatas dan tangan kiri dibawah pada


masingmasing sisi kepala bayi (biparietal), lakukan tarikan ke

61
bawah sesuai jalan lahir. Bahu depan lahir
c. Bahu belakang

Melakukan tarikan ke atas sesuai jalan lahir. Bahu belakang lahir


d. Badan

Menyangga kepala, leher, dan bahu janin (sanggah) dengan tangan


kanan dan tangan kiri menyusuri punggung ke arah bokong dan
tungkai bawah janin (susur), nilai selintas nafas bayi dan gerak
bayi. Bayi lahir spontan langsung menangis kuat jam 04.15
WITA, warna kulit kemerahan, tonus otot baik, jenis kelamin
Laki-laki. Meletakkan bayi diatas perut ibu. Bayi berada di atas
perut ibu.
11. Mengeringkan bayi dengan handuk bersih dan kering mulai dari muka,
kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa
membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang
kering. Membiarkan bayi diatas perut ibu. Bayi telah dibungkus dan
dikeringkan dengan handuk dan bayi berada diatas perut ibu

Catatan Perkembangan

Tanggal Pengkajian : 06 Oktober 2023

Jam Pengkajian : 04.20 WITA

S : Ibu mengatakan merasa senang dan lega karena bayinya telah lahir, tapi
perut masih terasa mules
O : Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Komposmentis

Abdomen : TFU setinggi pusat. Terdapat tanda-tanda pelepasan

62
plasenta yaitu ada sembutan darah,uterus menjadi
globuler, tali pusat bertambah panjang.

A : P3A0H3 Inpartu Kala III

P :
1. Memeriksa uterus untuk memastikan tidak adanya bayi kedua. Tidak
ada bayi kedua.
2. Memberitahu ibu bahwa akan dilakukan injeksi oksitosin 10 IU di 1/3
paha luar atas secara Intramuscular (IM) agar uterus tetap berkontraksi
dengan baik sehingga mencegah terjadinya perdarahan. Ibu bersedia
3. Memberikan injeksi Oksitosin 10 IU secara IM di 1/3 atas paha lateral
ibu.
4. Melakukan penjepitan tali pusat, mengklem dan memotong tali pusat.
5. Mengganti handuk bayi dengan kain hangat, melakukan Inisiasi
Menyusu Dini (IMD)
6. Memindahkan klem pada tali pusat dengan jarak 5 cm dari depan
vulva dan melahirkan plasenta. Melakukan Penegangan Tali Pusat
Terkendali (PTT), tangan kiri dorsokranial saat uterus berkontraksi,
lalu melahirkan plasenta sesuai jalan lahir. Plasenta lahir spontan pukul
04.25 Wita.
7. Ajarkan ibu untuk selalu bersyukur atas diperlancarkan persalinannya
dan tidak lupa untuk selalu berdoa kepada Allah SWT bahwa telah
dimudahkan pada proses persalinan.

Catatan Perkembangan

Tanggal Pengkajian : 6 Oktober 2023


Jam Pengkajian : 06.35 WITA
S : Ibu mengatakan sangat bersyukur atas kelahiran bayinya

63
O : Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis
Abdomen : TFU 2 jari dibawah pusat. Kontraksi baik dan
pengeluaran darah pervaginam sebanyak 100 cc.

A : P3A0H3 Inpartu Kala IV

P :

1. Memberikan informasi tentang hasil pemeriksaan yang dilakukan

2. Mengobservasi kontraksi uterus (Kontrakasi baik) , kandung kemih (kosong),


dan TTV(normal) dalam 15 menit pertama pada jam pertama, pada jam kedua
setiap 30 menit sekali

3. Memberikan ibu makan dan minum karena setelah melahirkan ibu merasa lelah

4. Menjelaskan pada ibu dan keluarga tentang tanda bahaya di Kala IV yaitu
kontraksi yang tidak baik ditandai oleh uterus yang tidak berkontraksi atau
uterus ibu lembek dan terjadi perdarahan secara tiba-tiba dalam jumlah yang
banyak

5. Melakukan penimbangan dan pengukuran pada bayi dimana hasil yang


didapatkan : BB : 2900 gram PB :49 cm, JK : Laki-Laki

6. Memberikan salep mata pada bayi dengan salep tetrasiklin 1 % untuk mencegah
infeksi

7. Memberikan Vit K pada bayi untuk mencegah perdarahan dengan dosis 1 mg di


paha kanan

8. Membersihkan ibu dengan air DTT menggunakan waslap, memakai pembalut


dan kain bersih

9. Melakukan rawat gabung ibu dan bayi untuk bounding attachment dan belajar
menyusui

64
10. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan

Lembar Observasi KALA IV

Jam Ke Waktu Tekanan Nadi Respirasi Suhu TFU Kontraksi Kandun Perdarahan
Darah Uterus g Kemih
1 05.05 130/90 84 22 36,7 2 jari Baik Kosong ± 30 cc
bawa
h
pusat
05.20 130/90 84 23 2 jari Baik Kosong ± 20 cc
bawa
h
pusat
05.35 130/90 82 22 2 jari Baik Kosong ± 20 cc
bawa
h
pusat
05.50 130/90 82 22 2 jari Baik Kosong ± 15cc
bawa
h
pusat
2 06.05 130/90 84 21 36,7 2 jari Baik Kosong ± 10 cc
bawa
h
pusat
06.35 130/90 83 23 2 jari Baik Kosong ± 5cc
bawa
h
pusat

CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal Pengkajian : 6 Oktober 2023


Jam Pengkajian : 07.30 WITA
S : Ibu mengatakan masih keluar darah banyak dari jalan lahir secara

65
terus menerus

O : Keadaan Umum : Sedang


Kesadaran : Komposmentis
TD : 100/80 mmHg

N : 86x/menit

S : 36,8ºC

RR : 20x/ menit

Konjungtiva pucat

Abdomen : Adanya nyeri tekan, TFU 2 jari dibawah pusat. Kontraksi


baik

Perdarahan aktif (+) sebanyak 1000 ml.

Pemeriksaan penunjang : Hb 8,9%, SPO2 96% dengan O²

A : P3A0H3 4 jam post partum dengan RESPLAC + HPP + Anemia Sedang

P :

1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa saat ini keadaan umum ibu sedang,
saat ini ibu mengalami perdarahan dan mengalami anemia sedang

2. Memberitahukan pada ibu keluhan yang dialaminya adalah tanda bahaya


nifas ,sehingga ibu harus dirawat dirumah sakit dan mendapatkan penanganan
segera

3. Melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG dengan advisit dokter memberikan


IVfd RL loading (flash 3), 1 flash (07.30 WITA) (IV), mmberikanO² 5 lpm
(07.35 WITA) dan Pro Rujuk RSUD Asy-Syifa’.

66
BAB IV

PEMBAHASAN

Pembahasan merupakan bagian yang berisi tentang kesenjangan antara teori


dengan asuhan yang diterapkan pada Pada Ibu Bersalin P3A0H3 4 Jam Post Partum
Dengan PEB + Resplac + HPP + Anemia Sedang. Penulis menggunakan manajemen
kebidanan dengan tujuh langkah dari Varney. Kesenjangan yang ditemukan oleh
penulis terdapat dalam pengkajian, diagnosa dan masalah potensial, serta
implementasi asuhan kebidanan.

Ny “S” menderita pre-eklampsia berat dan berusia 43 tahun. Menurut


studi (Sari 2020) usia ibu >35 tahun memperparah risiko pre-eklampsia. Data
yang ditemukan adalah tekanan darah 190/100 mmHg, Pre-eklampsia berat
adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya pertensi
160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20
minggu atau lebih. Pada ibu bersalin dengan preeklamsia berat umumnya
mengeluh adanya nyeri epigastrium, penambahan berat badan yang berlebihan,
kenaikan tekanan darah serta gejala subjektif seperti pusing, dan gangguan
penglihatan (Nurhayati 2020).

Menurut analisa penulis keluhan yang tidak diderita pasien adalah nyeri
epigastrium, pusing, tengkuk sakit dan gangguan penglihatan. Pasien tidak
mengalami nyeri epigastrium karena pada pemeriksaan laboratorium tidak terjadi
kelainan trombosit yang diakibatkan oleh nekrosis hati seperti pada pasien
dengan impending eklamsia. Pasien tidak mengeluh pandangan kabur karena
tidak terjadi kerusakan pada retina,hal ini dapat dibutkikan pada saat
pemeriksaan mata ditemukan reflek pupil mata normal. Akan tetapi Ny”S”
mengalami tekanan darah 190/100 mmHg, terdapat odema ekstremitas pada kaki
kanan da kiri dan hasil protein urine (+++), hal ini sesuai dengan teori (Inayah
2021) Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai

67
dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria
dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.

Pada kasus ibu Ny “S” dengan preeklamsia berat diagnosa potensial


yang muncul antara lain sindrom HELLP, eklamsia, fetal distress, dan
perdarahan postpartum. Pada kasus ibu bersalin dengan preeklamsia berat
komplikasi dan masalah potensial yang bisa terjadi pada ibu antara lain solusio
plasenta, hipofibrinogenemia, hemolisis, perdarahan otak, kelainan mata, edema
paru-paru, nekrosis hati, sindroma hellp, kelainan ginjal (Afriani 2020). Menurut
analisa penulis tidak terjadi sindrom HELLP, eklamsia, fetal distress, Akan tetapi
Setelah persalinan, 4 jam setelah post partum Ibu mengatakan masih keluar darah
banyak dari jalan lahir secara terus menerus, hasil pemeriksaan didapatkan
Adanya nyeri tekan, TFU 2 jari dibawah pusat. Kontraksi baik, Perdarahan aktif
(+) sebanyak 1000 ml. Pemeriksaan penunjang : Hb 8,9 %, SPO2 96% dengan
O². Sehingga analisa data pada Ny. S adalah P3A0H3 4 jam post partum dengan
HPP + Anemia Sedang. Hal ini sesuai dengan teori (Sarim 2020) bahwa
Hemoragic post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah
bayi lahir pevaginam atau lebih dari 1000 ml setelah persalinan abdominal.
Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah
perdarahan yang terjadi, maka batas jumlah perdarahan disebutkan sebagai
perdarahan yang lebih dari normal. Ny. S mengalami anemia sedang yang sesuai
dengan teori yang disampaikan oleh Sholah dan Senior (2020) terdapat tingkatan
anemia pada ibu hamil yang terbagi atas 3 tingkatan antara lain :

1. Tidak anemia (Hb 12 gr/dl)


2. Anemia ringan (Hb 9-11 gr/dl)
3. Anemia sedang (Hb 7-8 gr/dl)
4. Anemia berat (Hb < 7 gr/dl).

Sehingga penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dengan


kasus dilapangan.

Menurut (Haryani 2021), pada kasus preeklamsia berat harus dilakukan


tindakan segera berupa pemantauan tekanan darah setiap 15 menit. Penulis
memberikan analisa bahwa pada Ny “S” telah dilakukan pemantauan setiap 15
menit. Serta pada Ny. S memberikan terapi MgSO4 dan memenuhi kebutuhan
dasar ibu seperti minum, makan, dan buang air kecil. Hal ini sesuai dengan teori
(Qorin 2023) Preeklampsia berat merupakan kondisi gawat darurat karena bisa
menimbulkan komplikasi yang berat pada ibu dan janin dan bahkan kematian.

68
Salah satu komplikasi yang sering terjadi adalah terjadinya kejang yang disebut
eklampsia. Untuk mencegah terjadinya kejang pada pasien preeclampsia berat ini
diperlukan pemberian obat anti kejang yaitu Magnesium Sulfat (MgSO4). Obat
ini diberikan secara injeksi melalui pembuluh vena atau injeksi dalam otot.
Pemberian MgSO4 ini terbukti dapat mengurangi terjadinya kejang pada pasien
preeklampsia. MgSO4 ini bekerja dengan cara menghambat rangsangan kejang
di otak, melebarkan pembuluh darah sehingga mencegah kekurangan oksigen di
otak yang bisa memicu kejang. Obat ini merupakan obat pilihan utama untuk
mencegah kejang pada preeklampsi, karena selain dapat mencegah kejang obat
ini juga mempunyai manfaat untuk melindungi otak bayi dari kerusakan pada
persalinan prematur. Dalam penelitian Magpie, dikatakan MgSO4 ini dapat
mencegah terjadinya kejang pada pasien preeklampsia sebesar 58%. Sehingga
tidak ditemukannya kesenjangan antara teori dan kasus di lapangan.

Penatalaksanaan yang dilakukan pada Ny. S dengan RESPLAC + HPP


+ Anemia sedang adalah Melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG dengan
advisit dokter memberikan IVfd RL loading (flash 3), 1 flash (07.30 WITA)
(IV), mmberikanO² 5 lpm (07.35 WITA) dan Pro Rujuk RSUD Asy-Syifa’. Hal
ini sesuai dengan teori dari bahwa setiap kasus dengan kegawatdaruratan obstetri
yang datang ke Puskesmas PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Dasar) harus langsung dikelola sesuai dengan prosedur tetap. Setelah dilakukan
stabilisasi kondisi pasien, kemudian ditentukan apakah pasien akan dikelola di
tingkat Puskesmas PONED atau dilakukan rujukan ke RS PONEK (Pelayanan
Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif) untuk mendapatkan pelayanan yang
lebih baik sesuai dengan tingkat kegawatdaruratannya (Depkes RI, 2018).
Berdasarkan hal tersebut bahwa tidak ditemukannya antara teori dan kasus
dilapangan.

69
BAB V

PENUTUP

Pada bab ini akan disajikan kesimpulan dan saran berdasarkan Asuhan
Kebidanan Pada Ibu Bersalin P3A0H3 4 Jam Post Partum Dengan PEB + Resplac
+ HPP + Anemia Sedang.

A. KESIMPULAN
1. Dalam pengkajian didapatkan data subjektif Puskesmas dengan keluhan
sakit perut menjalar ke pinggang sejak pukul 01.00 WITA (06/10/2023).
Tidak ada pengeluaran lender darah (-), pusing (-), gerakan janin masih
dirasakan aktif sampai sekarang.Dan pada data objektif ditemukan tekanan
darah 190/100 mmH, odema pada ekstremitas bawah kiri kanan dan protein
urin (+++). Setelah 4 jam post partum Ny. S, TFU 2 jari dibawah pusat.
Kontraksi baik, Perdarahan aktif (+) sebanyak 1000 ml. Pemeriksaan
penunjang : Hb 8,9 %.
2. Interpretasi data dasar didapatkan diagnosa kebidanan P3A0H3 4 Jam Post
Partum Dengan PEB + Resplac + HPP + Anemia Sedang.
3. Diagnosa potensial pada kasus Ny “S” dengan PEB + Resplac + HPP +
Anemia Sedang.
4. Tindakan kebutuhan segera yang diperlukan yaitu pemberian antikonvulsan
MgSO4, resusitasi cairan, dan kolaborasi dengan dr. SpOG dan Pro Rujuk
RSUD Asy-Syifa’.
5. Perencanaan yang diberikan pada Ny “S” adalah observasi TTV, injeksi
MgSO4 40% 4 gr, kolaborasi dengan dr. SpOG untuk pemberian terapi dan
Pro Rujuk RSUD Asy-Syifa’.
6. Penatalaksanaan yang dilakukan pada Ny. S adalah observasi TTV, injeksi
MgSO4 40% 4 gr, kolaborasi dengan dr. SpOG untuk pemberian terapi dan
Pro Rujuk RSUD Asy-Syifa’.
B. SARAN
1. Bagi Pasien

70
Perlu ditingkatkan pemahaman tentang faktor yang berisiko terhadap
terjadinya preeklamsia berat salah satunya yaitu kegemukan atau terjadinya
kenaikan berat badan diluar batas normal, serta pemahaman tentang diit
tinggi protein dan rendah garam supaya tidak terjadi peningkatan tekanan
darah dan diharapkan dengan pemahaman tersebut respons dapat
mempromosikan ke masyarakat sekitar untuk meminimalisir terjadinya ibu
hamil dengan hipertensi.

2. Bagi Institusi

Diharapkan penyusunan karya tulis ilmiah ini dapat menjadi hal yang
bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan tentang asuhan kebidanan
pada ibu bersalin dengan preeklamsia berat dan sebagai referensi selanjutnya
yang berkaitan dengan judul asuhan kebidanan.

3. Bagi Puskesmas

Diharapkan tetap mempertahankan standar pelayanan yang baik terutama


kepada kasus risiko tinggi, dan meningkatkan kolaborasi dengan tenaga
medis yang terkoordinir dengan baik

71
DAFTAR PUSTAKA

Aji, S. P. (2022). BAB 1 KONSEP DASAR PERSALINAN. Asuhan Kebidanan


Pada Persalinan, 1.

Amalia, E., & Rizka, S. A. (2020). Hubungan Hukum Bidan Terhadap Pasien Dalam
Pelaksanaan Pelayanan Persalinan (Studi Kasus Puskesmas Kandeman,
Batang) (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

AMALIYAH, N. A. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN RISIKO SYOK


HIPOVOLEMIK PADA IBU DENGAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI
RSU. ANWAR MEDIKA KRIAN SIDOARJO (Doctoral dissertation, STIKES
BINA SEHAT PPNI).

Andriani, D., & Rusnoto, R. (2019). Hubungan antara paritas, riwayat kehamilan, dan
asupan kalsium dengan kejadian Pre eklampsia berat. Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan, 10(2), 358-368.

Anggraini, D. (2021). ASUHAN KEBIDANAN CONTINUITY OF CARE PADA IBU


HAMIL SAMPAI DENGAN KELUARGA BERENCANA (KB) DI PMB NY
LILIS SULISTYOWATI, SST. BALONG, PONOROGO (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Ponorogo).

Astriana, W. (2017). Kejadian anemia pada ibu hamil ditinjau dari paritas dan
usia. Jurnal Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan, 2(2), 123-130.

Diana, S., & Mail, E. (2019). Buku ajar asuhan kebidanan, persalinan, dan bayi baru
lahir. CV Oase Group (Gerakan Menulis Buku Indonesia).

FAIZAH, E. (2019). ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. S GIII PIAI UMUR 36


TAHUN UMURKEHAMILAN 27 MINGGU DENGAN PREEKLAMSIA
RINGAN DI PUSKESMAS MARGOYOSO I PATI (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Semarang).

72
Inayah, M., & Anonim, T. (2021). Efektivitas Terapi Rendam Kaki Air Hangat
terhadap Perubahan Penurunan Tekanan Darah Ibu Hamil
Preeklampsia. Jurnal Kebidanan Harapan Ibu Pekalongan, 8(1), 24-32.

Janah, A. F. (2020). GAMBARAN JUMLAH PERDARAHAN PADA DUA JAM IBU


POSTPARTUM: A LITERATUR REVIEW (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Semarang).

Jitowiyono, S.2018.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem.


Hematologi. Yogyakarta : Pustaka Baru Press.

Julizar, M., & Sukandar, H. (2019). ANALISIS FAKTOR RISIKO ATONIA


UTERI. Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan, 7(3), 108-17.

Juwita, R. (2023). Anemia pada Ibu Hamil dan Faktor yang Memengaruhinya.
Penerbit NEM.

Lalenoh, D. C. (2018). Preeklampsia berat dan eklampsia: tatalaksana anestesia


perioperatif. Deepublish.

Lumentut, A. M., & Tendean, H. M. (2021). Luaran maternal dan perinatal pada
preeklampsia berat dan eklampsia. Jurnal Biomedik: Jbm, 13(1), 18-23.

Maratin Khasanah, P. (2018). Analisa faktor risiko preeklampsia Pada primipara di


ruang nifas rsud dr. H. Moch. Ansari saleh banjarmasin. Kti. Fak:
Kesehatan, Jur: Kebidanan.

Masan, Y. B. (2019). Asuhan Kebidanan Berkelanjutan Pada Ny. EMH Dengan


Preeklampsia Berat Dan Berat Badan Lahir Rendah Dipuskesmas Batakte
Kecamatan Kupang Barat Periode 18 Februari-18 Mei Tahun
2019 (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Kupang).

Mayasari, D. K., & Waroh, Y. K. (2023). Analisis Faktor-Faktor Yang


Mempengaruhi Kejadian Hpp Di Kabupaten Bangkalan. SNHRP, 5, 2651-
2661.

Nugroho, T. (2012). Obsgyn : Obstetri dan ginekologi. Yogyakarta : Nuha. Medika.

Oktariza, R., Flora, R., & Zulkarnain, M. (2020). Gambaran Anemia Pada Kejadian
Perdarahan Post Partum. JAMBI Med. J, 8, 15-18.

73
Sarim, B. Y. (2020). Manajemen Perioperatif pada Perdarahan akibat Atonia
Uteri. Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia, 3(1), 47-58.

Sarim, B. Y. (2020). Manajemen Perioperatif pada Perdarahan akibat Atonia


Uteri. Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia, 3(1), 47-58.

Sharma ,J.B. Shankar, M. (2012). Anemia in Pregnancy. JIMSA. Vol. 23. No. 4

Soraya, I., APP, N. M., & Wulandara, Q. (2019). PERBANDINGAN KADAR


KALSIUM PADA IBU BERSALIN NORMATENSI DENGAN
PREEKLAMPSIA BERAT (PEB) DI RUANG VK RS SMC
TASIKMALAYA TAHUN 2018. JURNAL KESEHATAN BIDKEMAS
RESPATI, 2(10), 28-35.

Sulistiyanti, A., Hastuti, F. D., & Rochmawati, L. (2021, June). Tingkat pengetahuan
dan sikap ibu hamil tentang preeklampsia di masa pandemi covid-19.
In Prosiding Seminar Informasi Kesehatan Nasional (pp. 127-133).

Suryatini, E., Mamlukah, M., & Wahyuniar, L. (2022). FAKTOR-FAKTOR YANG


BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PREEKLAMSIA PADA IBU
HAMIL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) DR.
SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA PADA MASA PANDEMI
COVID-19 TAHUN 2022. Journal of Public Health Innovation, 3(01), 1-12.

Syafrullah, S. C., & Lisiswanti, R. (2016). Preeklamsia Berat dengan Parsial HELLP
Sindrom. MEDULA, medicalprofession journal of lampung university, 6(1),
160-164.

Waroh, Y. K. (2023). Tingkat Anemia Berhubungan Dengan Kejadian Perdarahan


Karena Atonia Uteri (Studi Kasus HPP di RSUD Syarifah Ambami Rato
Ebu Bangkalan). SNHRP, 5, 2475-2485.

Yuliani, L., Adyas, A., & Rahayu, D. (2023). Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Abortus. Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES
Kendal, 13(3), 1107-1116.

Yuniarsih, S. A., Ermawati, I., & Sary, Y. N. E. (2023). HUBUNGAN ANEMIA


DENGAN KEJADIAN PARTUS KALA I MEMANJANG DI
PUSKESMAS ROGOTRUNAN KABUPATEN LUMAJANG. JURNAL

74
ILMIAH OBSGIN: Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan & Kandungan P-ISSN:
1979-3340 e-ISSN: 2685-7987, 15(4), 49-55.

LAMPIRAN

75
76

Anda mungkin juga menyukai