Anda di halaman 1dari 60

SKRIPSI

PENGARUH PERAN PERAWAT SEBAGAI EDUKATOR TERHADAP


KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI DAN
DIABETES MILLITUS DI PUSKESMAS SINGGAHAN
(Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Tahun 2022)

Oleh :
….

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN NAHDLATUL ULAMA TUBAN
2022
SKRIPSI

1
2

PENGARUH PERAN PERAWAT SEBAGAI EDUKATOR TERHADAP


KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI DAN
DIABETES MILLITUS DI PUSKESMAS SINGGAHAN
(Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Tahun 2022)

Oleh :
….
NIM. …

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN NAHDLATUL ULAMA TUBAN
2022

PENGARUH PERAN PERAWAT SEBAGAI EDUKATOR TERHADAP


KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI DAN
DIABETES MILLITUS DI PUSKESMAS SINGGAHAN
(Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Tahun 2022)
3

Skripsi
Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan
Menyelesaikan Program Sarjana Keperawatan

Oleh :

…..
NIM. ….

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN NAHDLATUL ULAMA TUBAN
2022
4

LEMBAR PERSETUJUAN
PENGARUH PERAN PERAWAT SEBAGAI EDUKATOR TERHADAP
KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI DAN
DIABETES MILLITUS DI PUSKESMAS SINGGAHAN
(Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Tahun 2022)

Skripsi
Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi
Sarjana Keperawatan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Institut Ilmu
Kesehatan Nahdlatul Ulama Tuban

Menyetujui,
Pembimbing

Lukman Hakim, S.Kep., Ns., M.Kep


NIDN. 0718098201
5

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

Skripsi ini diajukan oleh ;


Nama :
NIM :
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul Proposal : Pengaruh Peran Perawat Sebagai Edukator Terhadap
Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Hipertensi dan Diabetes Millitus di
Puskesmas Singgahan Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Tahun 2022.

Skripsi ini telah diuji dan dinilai oleh panitia penguji proposal
Program Studi Sarjana Keperawatan Tuban
Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Institut Ilmu Kesehatan Nahdlatul Ulama
Pada tanggal :

Tanda tangan

Ketua Penguji : ..... _________________


NIDN. …

Penguji I : .... _________________


NIDN. …

Penguji II : ... _________________


NIDN. …

Mengetahui,
Ketua Program Studi Sarjana Keperawatan

Lukman Hakim, S.Kep., Ns., M.Kep


NIDN. 0718098201
6

KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayahNya, Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada
junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Peran Perawat Sebagai
Edukator Terhadap Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Hipertensi dan
Diabetes Millitus di Puskesmas Singgahan (Kecamatan Singgahan
Kabupaten Tuban Tahun 2022)”
Dalam penulisan Penelitian sampai selesai, penulis banyak mendapat
bimbingan dan arahan dari banyak pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini,
penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada:
1. Bapak Dr. H. Miftahul Munir, SKM., M.Kes., DIE. selaku Rektor IIKNU
Tuban yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini.
2. Kusno Ferianto, S.Kep., Ns., M.Kep., M.M. Selaku Dekan Fakultas
Keperawatan dan Kebidanan Institut Ilmu Kesehatan Nahdlatul Ulama Tuban
yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi
ini.
3. Lukman Hakim, S.Kep., Ns., M.Kep. Selaku Ketua Program Studi
Keperawatan Institut Ilmu Kesehatan Nahdlatul Ulama Tuban yang telah
memberikan kesempatan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Suhartono. S.Kep., Ns., M.Kep. Selaku pembimbing, yang telah berkenan
memberikan waktu, tenaga, pikiran dan arahan kepada penulis dalam
penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu Kepala Puskesmas Singgahan yang telah berkenan memberikan
kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian dan Warga
Masyarakat yang telah berkenan memberikan waktu dan tempat kepada
peneliti untuk melakukan penelitian.
6. Seluruh Dosen dan Staff Institut Ilmu Kesehatan Nahdlatul Ulama Tuban
yang secara tidak langsung telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
7. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan dukungan dan do’a, serta
yang selalu menjadi inspirasi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
8. Teman – teman yang selalu mendukung dan memberikan semangat dalam
menyelesaikan proposal penelitian ini dan Semua pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan yang telah membantu atas terselesaikannya skripsi ini.
Penulis berusaha untuk dapat menyelesaikan penelitian ini dengan sebaik-
baiknya, namun demikian penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari
semua pihak demi kesempurnaan penelitian selanjutnya.

Tuban, 12 November 2022

Penulis
7

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap :
Jenis Kelamin :
Tempat Tanggal Lahir :
Alamat : Desa
Riwayat Pendidikan :
1. SD N Tahun
2. SMP N Tahun
3. SMA N Tahun
4. IIK NU Tuban Tahun 2018-sekarang
8

DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................. i


Lembar Pengesahan.......................................................................................... ii
Lembar Persetujuan.......................................................................................... iii
Lembar Pernyataan........................................................................................... iv
Daftar Isi........................................................................................................... v
Daftar Tabel...................................................................................................... vii
Daftar Gambar.................................................................................................. viii
Daftar Singkatan dan Lambang........................................................................ ix
Daftar Lampiran................................................................................................ xi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Identifikasi Masalah......................................................................... 3
1.3 Rumusan Masalah............................................................................ 3
1.4 Tujuan................................................................................................ 4
1.4.1 Tujuan Umum..................................................................................... 4
1.4.2 Tujuan Khusus.................................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian........................................................................... 4
1.5.1 Manfaat Teoritis................................................................................. 4
1.5.2 Manfaat Praktis................................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 49
LAMPIRAN
9

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1
10

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual

27
Gambar 4.1 Kerangka Kerja

29
11

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Daftar Singkatan

Dr. : Doktor
Ds. : Desa
Dsn. : Dusun
Kab. : Kabupaten
Kec. : Kecamatan
M.Kep : Magister Keperawatan
M.Kes : Magister Kesehatan
MM : Magister Manajemen
NIDN : Nomor Induk Dosen Nasional
NIM : Nomor Induk Mahasiswa
NRS : Numeric Rating Scale
Ns : Ners
RT : Rukun Tetangga
RW : Rukun Warga
S.Kep : Sarjana Keperawatan
SD : Sekolah Dasar
SKM : Sarjana Kesehatan Masyarakat
SPSS : Statistical Package for the Social Sciences
12

Daftar Lambang
N : Besar Populasi
N : Besar Sampel
D : Tingkat Signifikan
% : Presentase
. : Titik
, : Koma
“ : Tanda Petik
? : Tanda Tanya
< : Kurang Dari
> : Lebih Dari
≤ : Kurang Dari Atau Sama Dengan
≥ : Lebih Dari Atau Sama Dengan
± : Kurang Lebih
+ : Penjumlahan
= : Sama Dengan
‐ : Tanda Hubung
( : Kurung Buka
) : Tutup Kurung
: : Titik Dua
; : Titik Koma
→ : Arah Panah
13

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 :
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang dapat

menyebabkan kematian. World Health Organization (WHO) mengategorikan

penyakit ini sebagai the silent disease karena penderita tidak mengetahui dirinya

mengidap hipertensi sebelum memeriksa tekanan darahnya (Kemenkes, 2018).

Salah satu syarat mutlak untuk dapat mencapai efektivitas terapi dan

meningkatkan kualitas hidup pasien adalah kepatuhan, sedangkan ketidakpatuhan

pasien dalam mengonsumsi obat merupakan salah satu faktor utama penyebab

kegagalan terapi (Sinuraya, 2018). Kepatuhan minum obat adalah faktor terbesar

yang mempengaruhi kontrol tekanan darah. Kepatuhan dapat diobservasi ketika

pasien mengungkapkan kebingungan terapi dengan melakukan observasi langsung

terhadap perilaku yang menunjukkan ketidakpatuhan. Ketidakpatuhan dapat

disebabkan juga oleh perawat dalam memberikan pendidikan kontrol kurang

detail, perawat hanya menjelaskan obat-obatan yang harus diminum, kontrol

ulang pasien, serta gejala yang menetapkan atau tidak kunjung hilang.

Ketidakpatuhan juga dapat terjadi ketika kondisi individu atau kelompok

berkeinginan untuk patuh, namun ada sejumlah faktor yang menghambat

kepatuhan terhadap saran atau pendidikan tentang kesehatan yang diberikan oleh

tenaga kesehatan, salah satunya perawat dalam menjalankan peran edukator

(Carpenito, 2019).

Prevalensi hipertensi terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.


Menurut data World Health Organization (WHO) di seluruh dunia sekitar 972

1
2

juta orang atau 26,4% orang di seluruh dunia mengidap hipertensi, angka ini
kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025 (Zaenurrohman et
al., 2017). Sebanyak 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju
dan prevalensi hipertensi nasional berdasarkan Riskesdas 2018 menyatakan
berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia ≥18 tahun sebesar 34,1%,
tertinggi di Kalimantan (44.1%), sedangkan terendah di Papua sebesar (22.2%).
Jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang, sedangkan angka
kematian di Indonesia akibat hipertensi sebesar427.218 kematian (Riskesdas.
2018).
Di Indonesia, prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui
diagnosis dokter pada penduduk usia >18 tahun keatas sebesar 8,4%. Berdasarkan
proporsi riwayat minum obat dan alasan tidak minum obat pada penduduk
hipertensi berdasarkan diagnosis dokter atau minum obat pada tahun 2018 adalah
sebesar 54,4% rutin minum obat, 32,3% tidak rutin minum obat dan 13,3% yang
tidak minum obat anti hipertensi (Riskesdas, 2018). Profil kesehatan Jawa Timur
tahun 2017 menyebutkan bahwa sebesar 20.43% atau sekitar 1.828.669 penduduk
dengan proporsi laki-laki 20.83% (825.412 penduduk) dan perempuan sebesar
20.11% (1.003.257 penduduk) menderita hipertensi.
Diabetes millitus di definisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang di tandai dengan tingginya kadar
gula darah di sertai dengan ganguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein
sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat di
sebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-selbeta
Langerhans kelenjar prankeas atau di sebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel
tubuh terhadap insulin (WHO,2019).
Diabetes millitus yang tidak terkontrol mengakibatkan komplikasi kronis
yaitu penyakit jantung dan pembuluh darah, gangguan mata/penglihatan,
gangguan saraf yang menyebabkan luka dan amputas pada kaki, gangguan ginjal
(P2PTM Kemenkes RI, 2021)
Di dunia penyakit kencing manis ini membunuh lebih satu juta orang setiap
tahun - dan siapapun dapat terkena.Penyakit ini terjadi saat tubuh tidak bisa
memproses semua gula (glukosa) di dalam aliran darah; menimbulkan komplikasi
3

yang dapat menyebabkan serangan jantung, tekanan darah tinggi, kebutaan, gagal
ginjal dan amputasi anggota tubuh bagian bawah. (P2PTM Kemenkes RI,2018)
Jumlah penderita terus meningkat dan tercatat saat ini mencapai 422 juta
orang di dunia - empat kali lebih banyak dari pada 30 tahun lalu, menurut
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). (P2PTM Kemenkes RI,2018)
Penderita darah tinggi dan deiabetes mellitus di wilayah kerja puskesmas
singgahan menyebar di seluruh wilayah dan seluruh kalangan ekonomi. Dari
engamatan awal ditemukan 40 enderita diabetes mellitus dan hipertensi yang
tercatat dalam buku register puskesmas singgahan yang rutin berobat hanya 24
orang. Diketahui dari pengetahuan responden 15% mengetahui akibat dari
penyakitnya, sedangkan 85% tidak mengetahui akibat dari penyakitnya.
Kepatuhan minum obat pada pasien penderita hipertensi dan diabetes
millitus sangat penting karena dengan minum obat antihipertensi secara teratur
dapat mengontrol tekanan daarah pada penderita hipertensi, sehingga dalam
jangka panjang resiko kerusakan organ-organ seperti jantung, ginjal, dan otak
dapat dikurangi. Kepatuhan pengobatan pasien penderita hipertensi merupakan hal
penting kerena hipertensi dan diabetes millitus merupakan penyakit yang tidak
bisa disembuhkan tetapi harus selalu di kontrol agar tidak terjadi komplikasi yang
berunjung pada kematian.
Perawat sebagai petugas kesehatan memiliki peran sebagai edukator atau
pendidik. Sebagai seorang pendidik, perawat membantu klien mengenal
kesehatanya. Adanya informasi yang benar dapat meningkatkan pengetahuan
penderita hipertensi untuk melaksanakan pola hidup sehat (Sustrani dalam
Kurniaputri & Supatmi 2015)

Peran edukator berperan membantu pasien meningkatkan kesehatannya


melalui pemberian pengetahuan tentang perawatan dan tindakan medis yang di
terima sehingga pasien atau keluarga dapat mengetahui pengetahuan yang penting
bagi pasien atau keluarga untuk meningkatakan kepatuhan obat terhadap
hipertensi (Kusnanto, 2019).

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dilihat bahwa hipertensi dan diabetes
millitus sering di sebut juga the silent killer sering tanpa gejala. Hipertensi dan
diabetes millitus merupakan penyakit yang memiliki angka kejadian tertinggi dan
4

meningkat dari tahun ketahun, alasan utama peningkatan penyakit hipertensi


tersebut karna kurangnya kepatuhan terhadap pengobatan. Kepatuhan pengobatan
pasien penderita hipertensi dan diabetes millitus merupakan hal penting karena
hipertensi dan diabetes millitus merupakan penyakit yang tidak bisa disembuhkan
tetapi harus selalu di kontrol agar tidak terjadi komplikasi yang berunjung pada
kematian. ketidak patuhan dapat di sebabkan oleh beberapa hal antara lain perawat
dalam memberikan pendidikan kontrol kurang detail, perawat hanya menjelaskan
obat-obatan yang harus diminum, kontrol ulang pasien, serta gejala yang menetap
atau kunjung hilang, tetapi tidak menjelaskan dampak yang kan timbul jika tidak
patuh terhadap pengobatan . Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tetang pengaruh peran perawat sebagai edukator terhadap kepatuhan minum obat
pada pasien hipertensi dan diabetes millitus.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan bahwa masih banyak kasus

hipertensi dan diabetes millitus, terutama di Jawa Timur dengan faktor dominan

penyebabnya adalah kepatuhan minum obat pada pasien yang dapat berpengauh

pada penyakitnya.

1.3 Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh peran perawat sebagai edukator terhadap kepatuhan

minum obat pada pasien hipertensi dan diabetes millitus?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh peran perawat sebagai edukator terhadap kepatuhan

minum obat pada pasien hipertensi dan diabetes millitus di Puskesmas Singgahan

Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Tahun 2022.

1.4.2 Tujuan Khusus


5

1. Mengidentifikasi peran perawat sebagai edukator terhadap pasien


hipertensi dan diabetes millitus di Puskesmas Singgahan Kecamatan
Singgahan Kabupaten Tuban.
2. Mengidentifikasi kepatuhan minum obat terhadap pasien hipertensi dan
diabetes millitus di Puskesmas Singgahan Kecamatan Singgahan
Kabupaten Tuban.
3. Menganalisa pengaruh peran perawat sebagai edukator terhadap
kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi dan diabetes millitus di
Puskesmas Singgahan Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban.
1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Menambah masukan data dan pemikiran ilmu pengetahuan terutama di

bidang kesehatan .

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi penulis

Untuk mengaplikasikan ilmu yang di peroleh dari perkuliahan dan

pengalaman nyata dalam melaksanakan penelitian.

2. Bagi profesi

Untuk menambah acuan dan wawasan profesi agar di gunakan untuk

referensi tentang peran perawat sebagai edukator kepatuhan minumobat

pada pasien hipertensi dan diabetes millitus.

3. Bagi tempat penelitian

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai tentang peran

perawat sebagai edukator kepatuhan minumobat pada pasien hipertensi

dan diabetes millitus.

4. Bagi institusi pendidikan.


6

Sebagai bahan masukan untuk lebih meningkatkan pendidikan

keperawatan khususnya tentang peran perawat sebagai edukator dan

faktor-faktor lain yang berpengaruh.


7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Hipertensi


2.1.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi menurut American Heart Association (AHA, 2017) adalah
kenaikan tekanan darah yang mendorong dinding pembuluh darah secara kuat dan
tinggi secara konsisten. Menurut Nurarif A.H. & Kusuma H. (2018), hipertensi
adalah peningkatan tekanan darah sistolik sekitar 140 mmHg atau tekanan
diastolik sekitar 90 mmHg Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita
penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal,
dan pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah, makin besar resikonya.
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg atau
lebih tinggi, dan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih tinggi. Hipertensi
dilaporkan menjadi penyebab utama penyakit kardiovaskular di seluruh dunia.
Selain itu, tekanan darah yang tidak terkontrol meningkatkan resiko penyakit
jantung iskemik empat kali lipat dan beresiko pada keseluruhan kardiovaskular
dua hingga tiga kali lipat (Yassine et al., 2018).
2.1.2 Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi tekanan darah menurut AHA (2017) sebagai berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut AHA

Kategori Tekanan Sistolik Diastolik

Darah (mmHg) (mmHg)

Normal Kurang dari 120 Kurang dari 80

Pre Hipertensi 120-139 80-89

Hipertensi Stage 1 140-159 90-99

Hipertensi Stage 2 160 100

Hipertensi berat Lebih dari 180 Lebih dari 110

Sumber: America Heart Associationn, (2017)


8

The Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High


Blood Pressure (Price & Wilson, 2015). mengklasifikasikan tekanan darah untuk
dewasa usia 18 tahun atau lebih sebagai berikut:

Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah menurut The Joint National Committee on
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure

Kategori Sistolik Diastolik

Normal <130 <85

Normal Tinggi 130-139 85-89

Hipertensi

Tinggkat 1 (ringan) 140-159 90-99

Tinggkat 2 (sedang) 160-179 100-109

Tinggkat 3 (berat) ≥180 ≥110

Sumber: The Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of


High Blood Pressure (Price & Wilson, 2015)

2.1.3 Etiologi Hipertensi


Hipertensi adalah penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor. Menurut
National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI, 2019) penyebab dari
hipertensi yaitu:

1. Biologi dan Peningkatan tekanan darah


a. Kesembangan cairan dan garam
Ginjal berfungsi untuk menjaga keseimbangan garam di dalam tubuh
dengan mempertahankan natrium dan air serta mengeksresikan kalium.
Ketidakseimbangan dalam fungsi ginjal dapat menigkatkan volume
darah sehingga menyebabkan tekanan darah meningkat.
b. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron
Pada sistem prenin angiotensin aldosterone terjadi penyempitan
pembuluh darah, yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah. Sedangkan pada aldosterone berfungsi mengontrol
keseimbangan cairan dan garam di dalam ginjal. Peningkatan kadar
9

aldosteron dapat mengubah fungsi ginjal ini yang menyebabkan


peningkatan volume darah dan hipertensi.
c. Struktur Darah
Perubahan struktur dan fungsi arteri kecil dan besar dapat menyebabkan
hipertensi. Jalur angiotensin dan sistem kekebalan tubuh menyebabkan
arteri meregang, yang dapat mempengaruhi tekanan darah.
2. Genetik
Hipertensi bisa diakibatkan oleh adanya pengaruh genetik. Meskipun
faktor genetik yang menimbulkan hipertensi hanya sekitar 2-3 kasus.
3. Lingkungan
Penyebab lingkungan dari hipertensi diantaranya adalah kebiasaan gaya
hidup yang tidak sehat, kelebihan berat badan atau obesitas, dan obat-
obatan.
4. Kebiasaan Gaya Hidup Sehat
Kebiasaan gaya hidup yang tidak sehat dapat menyebabkan hipertensi,
termasuk:
a Tinggi natrium asupan makanan dan sensitivitas sodium
b Minum alkohol berlebihan
c Kurangnya aktivitas fisik
d Kegemukan dan obesitas
5. Obat-obatan
Resep obat-obatan seperti terapi asma atau hormon, termasuk pil KB dan
estrogen dapat menyebabkan hipertensi. Hal ini terjadi karena obat-obatan
dapat mengubah kerja tubuh dalam pengaturan cairan dan garam yang
menyebabkan pembuluh darah menyempit, atau mempengaruhi sistem
renin angiotensin aldosteron yang menyebabkan hipertensi.

2.1.4 Gejala Klinis Hipertensi


Menurut Tambayong (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H., 2016), tanda dan gejala
pada hipertensi dibedakan menjadi:

1. Tidak ada gejala


10

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan


peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan darah tidak teratur.
2. Gejala yang lazim
Seing dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataanya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan
medis.
2.1.5 Faktor-Faktor Resiko Hipertensi
Menurut Aulia, R. (2017), faktor risiko hipertensi dibagi menjadi 2 kelompok,
yaitu :

1. Faktor yang tidak dapat diubah, adalah:


a. Riwayat Keluarga
Seseorang yang memiliki keluarga seperti, ayah, ibu, kakak
kandung/saudara kandung, kakek dan nenek dengan hipertensi lebih
berisiko untuk terkena hipertensi.
b. Usia
Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Pada
laki-laki meningkat pada usia lebih dari 45 tahun sedangkan pada
wanita meningkat pada usia lebih dari 55 tahun.
c. Jenis Kelamin
Dewasa ini hipertensi banyak ditemukan pada pria daripada wanita.
d. Ras/etnik
Hipertensi menyerang segala ras dan etnik namun di luar negeri
hipertensi banyak ditemukan pada ras Afrika Amerika dari pada
Kaukasia atau Amerika Hispanik.
2. Faktor yang dapat diubah, antara lain :
a. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor penyebab hipertensi karena
dalam rokok terdapat kandungan nikotin. Nikotin terserap oleh
pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan ke otak. Di dalam
11

otak, nikotin memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas


epinefrin atau adrenalin yang akan menyemptkan pembuluh darah dan
memaksa jantung bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih
tinggi (Murni dalam Andrea, G.Y., 2018).
b. Kurang aktifitas fisik
Aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot
rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Kurangnya aktifitas fisik
merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis dan secara
keseluruhan diperkirakan dapat menyebabkan kematian secara global
(Iswahyuni, S., 2017).
c. Konsumsi Alkohol
Alkohol memiliki efek yang hampir sama dengan karbon monoksida,
yaitu dapat meningkatkan keasaman darah. Darah menjadi lebih kental
dan jantung dipaksa memompa darah lebih kuat lagi agar darah sampai
ke jaringan mencukupi (Komaling, J.K., Suba, B., Wongkar, D., 2013).
Maka dapat disimpulkan bahwa konsumsi alkohol dapat meningkatkan
tekanan darah.
d. Kebiasaan minum kopi
Kopi seringkali dikaitkan dengan penyakit jantung koroner, termasuk
peningkatan tekanan darah dan kadar kolesterol darah karena kopi
mempunyai kandungan polifenol, kalium, dan kafein. Salah satu zat
yang dikatakan meningkatkan tekanan darah adalah kafein. Kafein
didalam tubuh manusia bekerja dengan cara memicu produksi hormon
adrenalin yang berasal dari reseptor adinosa didalam sel saraf yang
mengakibatkan peningkatan tekanan darah, pengaruh dari konsumsi
kafein dapat dirasakan dalam 5-30 menit dan bertahan hingga 12 jam
(Indriyani dalam Bistara D.N., & Kartini Y., 2018).
e. Kebiasaan konsumsi makanan banyak mengandung garam Garam
merupakan bumbu dapur yang biasa digunakan untuk memasak.
Konsumsi garam secara berlebih dapat meningkatkan tekanan darah.
Menurut Sarlina, Palimbong, S., Kurniasari, M.D., Kiha, R.R. (2018),
natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstraseluler tubuh yang
12

berfungsi menjaga keseimbangan cairan. Natrium yang berlebih dapat


mengganggu keseimbangan cairan tubuh sehingga menyebabkan edema
atau asites, dan hipertensi.
f. Kebiasaan konsumsi makanan lemak
Menurut Jauhari (dalam Manawan A.A., Rattu A.J.M.Punuh M.I,
2018), lemak didalam makanan atau hidangan memberikan
kecenderungan meningkatkan cholesterol darah, terutama lemak hewani
yang mengandung lemak jenuh. Kolesterol yang tinggi bertalian dengan
peningkatan prevalensi penyakit hipertensi.
2.1.6 Komplikasi Hipertensi
Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute (National Heart, Lung,
And Blood Institute, 2015) pada saat hipertensi dibiarkan secara terus-menerus,
maka akan terjadi komplikasi. Komplikasi yang bisa terjadi adalah sebagai
berikut:

1. Aneurisma
Aneurisma merupakan tonjolan abnormal yang terdapat pada dinding
arteriyang semakin lama akan semakin membesar tanpa menunjukkan
tanda-tanda sampai tonjolan tersebut pecah. Tonjolan tersebut tumbu
cukup besar menekan dinding arteri dan memblokir aliran darah.
2. Penyakit Ginjal Kronis
Penyakit gagal ginjal dapat terjadi pada saat pembuluh darah berada di
ginjal menyempit.
3. Perubahan Kongnitif
Penelitian menunjukkan bahwa dari waktu ke waktu, jumlah hipertensi
dapat menyebabkan perubahan kognitif. Tanda dan gejala termasuk
kehilangan memori, kesulitan menemukan kata-kata, dan kehilangan fokus
selama percakapan.
4. Kerusakan Mata
Pada saat pembuluh darah yang terdapat pada mata pecah atau berdarah,
maka terjadi perubahan penglihatan atau kebutaan.
5. Serangan Jantung
13

Ketika aliran darah yang kaya oksigen ke bagian otot jantung tiba- tiba
tersumbat dan jantung tidak mendapatkan oksigen, maka bagian dada akan
mengalami nyeri dan sesak napas.
6. Gagal jantung
Jantung yang tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi
kebutuhan tubuh akan mengakibat jantung gagal memompa dan
mengakibatkan sesak napas, merasa lelah dan terdapat pembengkakan
pada pergelangan kaki, dan vena yang terdapat di leher
7. Penyakit Arteri Perifer
Kenaikan tekanan darah dapat mengambitkan menumpuknya di arteri kaki
dan mempengaruhi aliran darah di kaki. Gejala yang paling umum
dirasakan adalah nyeri, kram, kesemutan.
8. Stroke
Ketika aliran darah yang kaya oksigen ke bagian otak tersumbat, maka
gejala yang timbul berupa kelemahan mendadak, kelumpuhan pada
anggota tubuh, dan kesulitan berbicara.
2.1.7 Pencegahan dan Penanganan
Terapi pencegahan yang dapat dilakukan menurut (Lemone, et al., 2019) adalah :

1. Modifikasi gaya hidup


Modifikasi gaya hidup dapat dianjurkan bagi semua pasien yang tekanan
darahnya turun dalam rentang pra-hipertensi (120-139/ 80-89) dan setiap
orang yang menderita hipertensi intermiten/menetap. Modifikasi ini
mencakup penurunan berat badan, perubahan diet, pembatasan konsumsi
alkohol dan merokok, peningkatan aktifitas fisik dan penurunan stress
2. Diet
Pendekatan diet untuk menangani hipertensi berfokus pada menurunkan
asupan natrium, mempertahankan asupan kalium dan kalsium yang cukup,
dan mengurangi asupan lemak total dan jenuh.
3. Aktifitas fisik
Latihan fisik teratur (seperti berjalan, bersepeda, berlari dan berenang)
menurunkan tekanan darah dan berperan pada penurunan berat badan,
penurunan stress, dan perasaan terhadap kesejahteraan keseluruhan.
14

4. Penurunan stress
Stress menstimulasi sistem saraf simpatis, meningkatkan vasokonstriksi,
resistensi vaskular sistemik, curah jantung dan tekanan darah. Latihan fisik
sedang dan teratur adalah adalah penanganan pilihan untuk menurunkan
stress pada hipertensi.
2.1.8 Terapi farmakologi
Terapi farmakologi bertujuan menurunkan mortalitas, menurunkan angka
kejadian stroke, penurunan angka kematian jantung mendadak, dan infark
miokard. (Susilo dan Wulandari. 2021)

1. Bloker beta (atenolol, metoprolol): menurunkan denyut jantung, dan TD


dengan bekerja antagonis terhadap sinyal adrenergik.
2. Diuretik dan diuretik tazid seperti bendrofluazid
3. Antagonis kanal kalsium: Vasodilator yang menurunkan TD, seperti
nifedipin, diltiazem, verapamil
4. Inhibitor enzim pengubah angiotensin seperti: captopril, lisinopril dengan
menghambat pembentukan angiostensi II
5. Antagonis reseptorangiostensin II seperti: losartan, valsartan bekerja
antagonis terhadap aksi angiostensin II-renin
6. Antagonis alfa: seperti doksazosin, bekerja antagonis terhadap reseptor
alfa adrenergik pada Pd perifer
7. Obat-obatan lain: misalnya obat yang bekerja sentral seperti
metildopa/moksonidin. Terapi awal biasa menggunakan beta bloker dan
diuretik. Pedoman terbaru menyarankan penggunaan inhibitor ACE
sebagai obat line kedua.
2.2 Konsep Diabetes Mellitus (DM)
2.2.1 Pengertian DM

DM adalah kondisi kronis yang terjadi bila ada peningkatan kadar glukosa
dalam darah karena tubuh tidak dapat menghasilkan insulin atau menggunakan
insulin secara efektif. Insulin adalah hormon penting yang diproduksi di pankreas
kelenjar tubuh, yang merupakan transports glukosa dari aliran darah ke dalam sel-
sel tubuh di mana glukosa diubah menjadi energi. Kurangnya insulin atau
15

ketidakmampuan sel untuk merespons insulin menyebabkan kadar glukosa darah


tinggi, atau hiperglikemia, yang merupakan ciri khas DM. Hiperglikemi, jika
dibiarkan dalam jangka waktu yang lama, dapat menyebabkan kerusakan pada
berbagai organ tubuh, yang menyebabkan perkembangan komplikasi kesehatan
yang melumpuhkan dan mengancam jiwa seperti penyakit kardiovaskular,
neuropati, nefropati dan penyakit mata, yang menyebabkan retinopati dan
kebutaan (IDF, 2017).

2.2.2 Klasifikasi DM

Terdapat beberapa jenis dari DM dan berikut adalah penjelasan klasifikasi DM


menurut International Diabetes Federation (IDF), 2017.

1. DM Tipe 1
DM Tipe 1 disebabkan oleh reaksi autoimun dimana sistem kekebalan
tubuh menyerang sel beta penghasil insulin dipankreas. Akibatnya,
tubuhmenghasilkan insulin yang sangat sedikit dengan defisiensi insulin
relatif atau absolut. Kombinasi kerentanan genetik dan pemicu lingkungan
seperti infeksi virus, racun atau beberapa faktor diet telah dikaitkan dengan
DM tipe 1. Penyakit ini bisa berkembang pada semua umur tapi DM tipe 1
paling sering terjadi pada anak-anak dan remaja. Orang dengan DM tipe 1
memerlukan suntikan insulin setiap hari untuk mempertahankan tingkat
glukosa dalam kisaran yang tepat dan tanpa insulin tidak akan mampu
bertahan.
2. DM Tipe 2
DM tipe 2 adalah jenis DM yang paling umum, terhitung sekitar 90% dari
semua kasus DM. Pada DM tipe 2, hiperglikemia adalah hasil dari
produksi insulin yang tidak adekuat dan ketidakmampuan tubuh untuk
merespon insulin secara sepenuhnya, didefinisikan sebagai resistensi
insulin. Selama keadaan resistensi insulin, insulin tidak bekerja secara
efektif dan oleh karena itu pada awalnya mendorong peningkatan produksi
insulin untuk mengurangi kadar glukosa yang meningkat namun seiring
waktu, suatu keadaan produksi insulin yang relatif tidak memadai dapat
berkembang. DM tipe 2 paling sering terlihat pada orang dewasa yang
16

lebih tua, namun semakin terlihat pada anak-anak, remaja dan orang
dewasa muda. Penyebab DM tipe 2 ada kaitan kuat dengan kelebihan berat
badan dan obesitas, bertambahnya usia serta riwayat keluarga. Di antara
faktor makanan, bukti terbaru juga menyarankan adanya hubungan antara
konsumsi tinggi minuman manis dan risiko DM tipe 2 (IDF, 2017).
3. DM Gestasional
DM gestasional adalah jenis DM yang mempengaruhi ibu hamil biasanya
selama trimester kedua dan ketiga kehamilan meski bisa terjadi kapan saja
selama kehamilan. Pada beberapa wanita DM dapat didiagnosis pada
trimester pertama kehamilan namun pada kebanyakan kasus, DM
kemungkinan ada sebelum kehamilan, namun tidak terdiagnosis. DM
gestasional timbul karena aksi insulin berkurang (resistensi insulin) akibat
produksi hormon oleh plasenta (IDF, 2017).
2.2.3 Etiologi DM
1. DM Tipe 1
DM tipe 1 disebabkan oleh penghancuran autoimun sel β pankreas. Proses
ini terjadi pada orang yang rentan secara genetik dan (mungkin) dipicu
oleh faktor atau faktor lingkungan (Skyler & Ricordi, 2018). DM tipe 1
disebabkan oleh interaksi genetika dan lingkungan, dan ada beberapa
faktor genetik dan lingkungan yang dapat berkontribusi terhadap
perkembangan penyakit.
2. DM Tipe 2
Terdapat hubungan yang kuat antara DM tipe 2 dengan kelebihan berat
badan dan obesitas dan dengan bertambahnya usia serta dengan etnis dan
riwayat keluarga (IDF, 2017). DM tipe 2 ditandai oleh resistensi insulin
dan penurunan progresif dalam produksi insulin sel β pankreas. Resistensi
insulin adalah kondisi di mana insulin diproduksi, tetapi tidak digunakan
dengan benar: jumlah insulin yang diberikan tidak menghasilkan hasil
yang diharapkan (Allende-Vigo, 2020; Olatunbosun, 2021).
Penurunan progresif dalam fungsi sel β pankreas adalah karena penurunan
massa sel β yang disebabkan oleh apoptosis (Butler, et al 2018); ini
mungkin merupakan konsekuensi dari penuaan, kerentanan genetik, dan
17

resistensi insulin itu sendiri (Unger & Parkin, 2020). Etiologi DM tipe 2
adalah kompleks dan melibatkan faktor genetik dan gaya hidup.
3. DM Gestasional
DM gestasional terjadi karena kelainan yang dipicu oleh kehamilan,
diperkirakan terjadi karena perubahan pada metabolisme glukosa
(hiperglikemi akibat sekresi hormon – hormon plasenta). DM gestasional
dapat merupakan kelainan genetik dengan carainsufisiensi atau
berkurangnya insulin dalam sirkulasi darah, berkurangnya glikogenesis,
dan konsentrasi gula darah tinggi (OsgoodND, Roland FD, Winfried KG,
2021).
2.2.4 Faktor Risiko

Secara garis besar faktor risiko DM Tipe 2 terbagi menjadi tiga, yaitu pertama
faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi riwayat genetik, umur ≥45 tahun,
jenis kelamin, ras dan etnik, riwayat melahirkan dengan berat badan lahir bayi
>4000 gram atau riwayat menderita DM gestasional dan riwayat lahir dengan
berat badan rendah yaitu <2500 gram. Kedua, faktor yang dapat diubah yaitu
obesitas, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, dan diet tidak sehat.
Serta ketiga yaitu faktor risiko lainnya seperti merokok dan konsumsi alkohol
(PERKENI, 2019)

1. Riwayat Keluarga
Transmisi genetik adalah paling kuat terdapat dalam DM, jika
orang tua menderita DM maka 90% pasti membawa carier DM yang
ditandai dengan kelainan sekresi insulin. Risiko menderita DM bila salah
satu orang tuanya hanya menderita DM adalah sebesar 15%. Jika kedua
orang tua memiliki DM maka risiko untuk menderita DM adalah 75%.
Risiko untukmendapatkan DM dari ibu lebih besar 10-30% dari pada ayah
dengan DM. Hal ini dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam
kandungan lebih besar dari ibu (Price & Wilson, 2018).
2. Usia
Usia lebih dari 45 tahun adalah kelompok usia yang berisiko menderita
DM. Lebih lanjut dikatakan bahwa DM merupakan penyakit yang terjadi
18

akibat penurunan fungsi organ tubuh (degeneratif) terutama gangguan


organ pankreas dalam menghasilkan hormon insulin, sehingga DM akan
meningkat kasusnya sejalan dengan pertambahan usia (Park & Griffin,
2019).
3. Jenis Kelamin
Sebuah studi yang dilakukan oleh Soewondo & Pramono (2017)
menunjukkan kejadian DM di Indonesia lebih banyak menyerang
perempuan (61,6%). Hal ini dipicu oleh fluktuasi hormonal yang membuat
distribusi lemak menjadi mudah terakumulasi dalam tubuh sehingga
indeks massa tubuh (IMT) meningkat dengan persentase lemak yang lebih
tinggi (Trisnawati, 2018).
4. Riwayat Melahirkan Bayi Makrosomia
DM gestasional akan menyebabkan perubahan - perubahan metabolik dan
hormonal pada pasien. Beberapa hormon tertentu mengalami peningkatan
jumlah, misalnya hormon kortisol, estrogen, dan human placental lactogen
(HPL) yang berpengaruh terhadap fungsi insulin dalam mengatur kadar
gula darah (OsgoodND, Roland FD, Winfried KG, 2017). DM gestasional
dapat terjadi pada ibu yang hamil di atas usia 30 tahun, perempuan dengan
obesitas (IMT >30), perempuan dengan riwayat DM pada orang tua atau
riwayat DM gestasional pada kehamilan sebelumnya dan melahirkan bayi
dengan berat lahir >4 000 gram dan adanya glukosuria.
5. Riwayat lahir dengan BBLR atau kurang dari 2500 gram
Faktor risiko BBLR terhadap DM tipe 2 dimediasi oleh faktor turunan dan
lingkungan. BBLR disebabkan keadaan malnutrisi selama janin di rahim
yang menyebabkan kegagalan perkembangan sel beta yang memicu
peningkatan risiko DM selama hidup. BBLR juga menyebabkan gangguan
pada sekresi insulin dan sensitivitas insulin (Nadeau & Dabelea, 2018).
6. Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebihan
yang dapat mengganggu kesehatan. Seseorang dikategorikan kegemukan
jika IMT >25 k g/m2 dan obesitas jika IMT>30 kg/ m2 (WHO, 2018).
19

Obesitas merupakan komponen utama dari sindom metabolik dan secara


signifikan berhubungan dengan resistensi insulin.
7. Kurangnya aktivitas fisik
Data Kemenkes (2019) menunjukkan bahwa lebih dari seperempat
penduduk Indonesia kurang beraktifitas fisik.Saat berolahraga, otot
menggunakan glukosa yang tersimpan dalam otot dan jika glukosa
berkurang, otot mengisi kekosongan dengan mengambil glukosa dari
darah. Ini akan mengakibatkan menurunnya glukosa darah sehingga
memperbesar pengendalian glukosa darah (Barnes, 2017).
8. Hipertensi
Terdapat pedoman hipertensi terbaru, dimana definisi hipertensi
sebelumnya dinyatakan sebagai peningkatan tekanan darah arteri sistemik
yang menetap pada tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg menjadi ≥ 130 mmHg pada tekanan darah sistolik
atau tekanan darah diastolik ≥ 80 mmHg (AHA, 2017). Hipertensi
memiliki risiko 4,166 kali lebih besar menderita DM tipe 2 dibandingkan
dengan yang tidak mengalami hipertensi (Asmarani, 2018).
9. Dislipidemia
Dislipidemia merupakan kondisi kadar lemak dalam darah tidak sesuai
batas yang ditetapkan atau abnormal yang berhubungan dengan resistensi
insulin. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol
total (Ktotal), kolesterol LDL (K-LDL), trigliserida (TG), serta penurunan
kolesterol HDL (K-HDL) (PERKENI, 2019).
10. Diet tidak sehat
Perilaku makan yang buruk bisa merusak kerjaorgan pankreas. Organ
tersebut mempunyai sel beta yang berfungsi memproduksi hormon insulin.
Insulin berperan membantu mengangkut glukosa dari aliran darah ke
dalam sel-sel tubuh untuk digunakan sebagai energi. Glukosa yang tidak
dapat diserap oleh tubuh karena ketidak mampuan hormon insulin
mengangkutnya, mengakibatkan terus bersemayam dalam aliran darah,
sehingga kadar gula menjadi tinggi (Soegondo, 2019).
11. Konsumsi alkohol
20

Alkohol dapat menyebabkan perlemakan hati sehingga dapat merusak hati


secara kronis, merusak lambung, merusak pankreas (Riskesdas, 2017).
Alkohol akan meningkatkan kadar gula dalam darah karena alkohol akan
mempengaruhi kinerja hormon insulin (Tjokroprawiro, 2021).
12. Merokok
Pengaruh nikotin terhadap insulin di antaranya menyebabkan penurunan
pelepasan insulin akibat aktivasi hormon katekolamin, pengaruh negatif
pada kerja insulin, gangguan pada sel β pankreas dan perkembangan ke
arah resistensi insulin (Ario, 2019).
13. Pekerjaan
Pekerjaan menggambarkan secara langsung keadaan kesehatan seseorang
melalui lingkungan pekerjaan baik secara fisik dan psikologis (Rothman et
al, 2008). Soewondo dan Pramono (2021) yang menunjukkan bahwa di
Indonesia sebagian besar risiko DM ada pada ibu rumah tangga (27,3%)
dan pengusaha atau penyedia jasa (20%). Studi Mongisidi (2019)
menunjukkan kejadian DM lebih sering dialami pasien yang tidak bekerja
dan menunjukan terdapat hubungan antara status pekerjaan dengan
kejadian DM dengantingkat risiko sebesar 1,544 kali.
14. Pendidikan
Pendidikan merupakan faktor yang paling sering dianalisis karena bisa
menjadi pendekatan berbagai macam hal seperti pola pikir, kepandaian,
luasnya pengetahuan dan kemajuan berpikir. Studi yang dilakukan
Soewondo dan Pramono (2021) dan Mongisidi (2019) menunjukkan
proporsi populasi yang mengalami DM di Indonesia sebagian besar ada
pada orang dengan pendidikan sekolah menengah (26%).
15. Status Sosial Ekonomi
Beberapa studi dilakukan untuk membuktikan Social Economic Status
(SES) berhubungan secara positif dengan kejadian DM. Makin tinggi
status sosial ekonomi, risiko terkena DM semakin tinggi. Studi yang
dilakukan Soewondo & Pramono (2021) serta Nainggolan dkk (2018)
menunjukkan bahwa proporsi pasien DM pada status sosial ekonomi
tinggi lebih tinggi dibanding sosial ekonomi rendah. Demikian pula studi
21

yang dilakukan Mongisidi (2019) kejadian DM lebih banyak diderita


pasien dengan pendapatan di atas UMR (Upah Minimum Regional).
2.2.5 Patofisiologi
1. DM Tipe 1
Perjalanan DM tipe 1 dimulai pada gangguan katabolik dimana
insulinyang bersirkulasi sangat rendah atau tidak ada, glukagon plasma
meningkat, dan sel beta pankreas gagal untuk merespon semua rangsangan
sekresi insulin. Pankreas menunjukkan infiltrasi limfositik dan
penghancuran sel-sel yang mensekresi insulin dari pulau Langerhans,
menyebabkan kekurangan insulin (Coppieters et al, 2021). Defisiensi
insulin absolut memiliki banyak konsekuensi fisiologis, termasuk
gangguan ambilan glukosa ke dalam sel otot dan adiposa dan tidak adanya
efek penghambatan pada produksi glukosa hepar, lipolisis, dan
ketogenesis. Defisiensi insulin yang ekstrim menyebabkan diuresis
osmotik dan dehidrasi serta peningkatan kadar asam lemak bebas dan
diabetes ketoasidosis (DKA), yang dapat mengancam jiwa (Jaberi et al,
2019).
Ketika massa sel beta menurun, sekresi insulin menurun sampai insulin
yang tersedia tidak lagi cukup untuk mempertahankan kadar glukosa darah
normal. Setelah 80-90% sel-sel beta dihancurkan, hiperglikemia
berkembang dan DM dapat didiagnosis. Saat ini, autoimunitas dianggap
sebagai faktor utama dalam patofisiologi DM tipe 1. Pada individu yang
rentan secara genetik, infeksi virus dapat menstimulasi produksi antibodi
terhadap protein virus yang memicu respons autoimun terhadap molekul
sel beta antigen yang serupa (Khardori, 2018).
2. DM Tipe 2
Menurut Gale (2019) DM Tipe 2 adalah kondisi heterogen yang dihasilkan
dari kombinasi sekresi insulin yang berkurang dan peningkatan kebutuhan
insulin. Glukagon adalah hormon pasangan insulin yang mengatur
pelepasan glukosa hati, dan peningkatan pelepasan glukagon memainkan
peran penting dalam patofisiologi DM Tipe 2. Kapasitas untuk regenerasi
sel beta berkurang atau hilang pada orang dewasa, dan penurunan massa
22

sel beta terlihat dengan bertambahnya usia secara paralel dengan


meningkatnya risiko DM. Penurunan ini mungkin dipengaruhi oleh gen
terkait DM yang memainkan peran dalam pemeliharaan dan fungsi sel
beta. Penyebab langsung hiperglikemia adalah kelebihan produksi glukosa
oleh hati dan mengurangi ambilan glukosa dalam jaringan perifer karena
resistensi insulin. Dalam pelepasan sitokin terjadi inflamasi dimana
inflamasi initerjadi sebagai konsekuensi dari obesitas, yang dapat juga
menyebabkan peradangan jaringan. Juga terdapat distribusi lemak tubuh
dan penumpukan lemak intramuskular yang juga berkaitan dengan tingkat
resistensi insulin dimana individu akan rentan mengakumulasi trigliserida
(Gale, 2019).
3. DM Gestasional
Mayoritas wanita dengan DM gestasional kelebihan berat badan atau
obesitas, dan banyak yang memiliki sindrom metabolik laten, predisposisi
genetik untuk DM tipe 2, gaya hidup yang tidak aktif secara fisik dan
kebiasaan makan yang tidak sehat sebelum kehamilan. Perubahan
metaboliklainnya seperti peningkatan pelepasan fraksional amylin dan
proinsulin relatif terhadap sekresi insulin dapat menjadi penyebab atau
konsekuensi dari sekresi dan aksi insulin yang disfungsional (Kautzky
Willer, 2019).
2.2.6 Tanda dan gejala
1. DM Tipe 1
Tanda dan gejala dari DM tipe 1 menurut IDF (2017) adalah :
a. Haus yang tidak normal dan mulut kering
Polidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar
glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk
meningkatkan asupan cairan (Subekti, 2019).
b. Sering buang air kecil
Poliuria timbul sebagai gejala DM dikarenakan kadar gula dalam
tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk mengurainya
dan berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin. (PERKENI,
2019).
23

c. Kekurangan tenaga / kelelahan


Kelelahan terjadi karena penurunan proses glikogenesis sehingga
glukosa tidak dapat disimpan sebagai glikogen dalam hati serta
adanya proses pemecahan lemak (lipolisis) yang menyebabkan
terjadinya pemecahan trigliserida (TG) menjadi gliserol dan asam
lemak bebas sehingga cadangan lemak menurun.
d. Kelaparan yang konstan
Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut
disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan
kadar glukosa dalam darah cukup tinggi (PERKENI, 2019).
e. Penurunan berat badan tiba-tiba
Penyusutan BB pada kondisi DM tipe I menunjukkan rendahnya
trigliserida yang tersimpan dalam tubuh sebagai akibat adanya
gangguan metabolisme lipid (Wang et al., 2019). Trigliserida
seharusnya digunakan sebagai sumber energi untuk beraktivitas
(Muruganandan et al., 2019; Rini, 2017).
f. Penglihatan kabur
Peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi) dapat menyebabkan
peningkatan tekanan osmotik pada mata dan perubahan pada lensa
sehingga akan terjadi penglihatan yang tidak jelas atau kabur.
2. DM Tipe 2
Tanda dan gejala dari DM tipe 2 menurut IDF (2017) adalah :
a. Haus yang berlebihan dan mulut kering
Polidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar
glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk
meningkatkan asupan cairan (Subekti, 2019).
b. Sering buang air kecil dan berlimpah
Poliuria timbul sebagai gejala DM dikarenakan kadar gula dalam
tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk mengurainya
dan berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin. (PERKENI,
2019).
c. Kurang energi, kelelahan ekstrim
24

Kelelahan terjadi karena penurunan proses glikogenesis sehingga


glukosatidak dapat disimpan sebagai glikogen dalam hati serta adanya
proses pemecahan lemak (lipolisis) yang menyebabkan terjadinya
pemecahan trigliserida (TG) menjadi gliserol dan asam lemak bebas
sehingga cadanganlemak menurun.
d. Kesemutan atau mati rasa di tangan dan kaki
Mati rasa merupakan hasil dari hiperglikemia yang menginduksi
perubahan resistensi pembuluh darah endotel dan mengurangi aliran
darah saraf. Orang dengan neuropati memiliki keterbatasan dalam
kegiatan fisik sehingga terjadi peningkatan gula darah (Kles, 2018)
e. Infeksi jamur berulang di kulit
Kadar gula kulit merupakan 55% kadar gula darah pada orang biasa.
Pada pasien DM, rasio meningkat sampai 69-71% dari glukosa darah
yang sudah meninggi. Hal tersebut mempermudah timbulnya
dermatitis, infeksi bakterial (terutama furunkel), dan infeksi jamur
terutama kandidosis (Djuanda, 2018).
f. Lambatnya penyembuhan luka
Kadar glukosa darah yang tinggi di dalam darah menyebabkan pasien
DM mengalami penyembuhan luka yang lebih lama dibanding dengan
manusia normal (Nagori & Solanki, 2021).
g. Penglihatan kabur
Peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi) dapat menyebabkan
peningkatan tekanan osmotik pada mata dan perubahan pada lensa
sehingga akan terjadi penglihatan yang tidak jelas atau kabur.
3. DM Gestasional
Tanda dan gejala dari DM gestasional sangatlah mirip dengan pasien DM
pada umumnya, yaitu :
a. Poliuria (banyak kencing)
b. Polidipsia (haus dan banyak minum) dan polifagia (banyak makan)
c. Pusing, mual dan muntah
d. Obesitas, TFU > normal
e. Lemah badan, kesemutan, gatal, pandangan kabur, dan pruritus vulva
25

f. Ketonemia (kadar keton berlebihan dalam darah)


g. Glikosuria (ekskresi glikosa ke dalam urin)
2.2.7 Manajemen Perawatan DM

Penatalaksanaan pada pasien DM dalam PERKENI (2019) bertujuan untuk


meningkatkan kualitas hidup pasien dengan cara mengendalikan gula darah,
tekanan darah, berat badan dan profil lipid melalui pengelolaan secara holistik
dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.

Penatalaksaan ini meliputi 4 pilar DM, yaitu:

1. Edukasi Pemberdayaan
Pasien DM memerlukan partisipasi aktif dari dirinya sendiri, keluarga dan
masyarakat. Tenaga kesehatan bertugas untuk memberikan informasi
terkait pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia
serta cara mengatasinya kepada pasien DM dan keluarga. Pemantauan gula
darah dapat dilakukan secara mandiri setelah pasien mendapatkan
pengetahuan dan pelatihan khusus.
2. Terapi gizi medis
Prinsip pengaturan makan pada pasien DM hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing- masing individu.
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45- 65% total asupan energi, asupan
lemak sekitar 20- 25% kebutuhan kalori dan protein sebesar 10 – 20%
total asupan energi,pembatasan natrium tidak boleh lebih dari 3000 mg (1
sendok teh), konsumsi cukup serat (kurang lebih 25g/hari) dan pemanis
yang tidak berkalori (aspartam, sakarin, sucralose dll).
3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari- hari dan latihan jasmani secara teratur (3- 4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan DM tipe 2.
4. Intervensi farmakologis
Terapi farmakologis untuk pasien DM terdiri dari obat oral dan injeksi.
Berdasarkan cara kerjanya, OHO (obat hipoglikemik oral) dibagi menjadi
26

5 golongan, yaitu pemicu sekresi insulin (sulfonylurea dan glinid),


peningkat sensitivitas terhadap insulin (metformin dan tiazolidindion),
penghambat glukoneogenesis (metformin), penghambat absorpsi glukosa
(penghambat glukosidase) dan DPPIV inhibitor α.
2.2.8 Komplikasi

Menurut WHO (2017) komplikasi yang timbul akibat DM yaitu ketika DM


tidak dikelola dengan baik, komplikasi berkembang yang mengancam kesehatan
dan membahayakan kehidupan. Komplikasi akut adalah penyumbang signifikan
terhadap kematian, biaya dan kualitas hidup yang buruk. Gula darah tinggi yang
tidak normal dapat memiliki dampak yang mengancam jiwa jika memicu kondisi
seperti diabetes ketoasidosis (DKA) pada tipe 1 dan 2, dan koma hiperosmolar
pada tipe 2. Gula darah yang rendah dapat terjadi pada semua tipe DM dan dapat
menyebabkan kejang atau kehilangan kesadaran. Ini mungkin terjadi setelah
melewatkan makan atau berolahraga lebih dari biasanya, atau jika dosis obat anti-
DM terlalu tinggi.

Seiring waktu DM dapat merusak jantung, pembuluh darah, mata, ginjal


dan saraf, dan meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke. Kerusakan seperti
itu dapat mengakibatkan berkurangnya aliran darah, yang dikombinasikan dengan
kerusakan saraf (neuropati) di kaki sehingga meningkatkan kemungkinan tukak
kaki, infeksi dan kebutuhan amputasi kaki. Retinopatidiabetik merupakan
penyebab kebutaan yang penting dan terjadi sebagai akibat dari akumulasi
kerusakan jangka panjang pada pembuluh darah kecil di retina. DM adalah salah
satu penyebab utama gagal ginjal. Sebab utama gangguan ginjal pada pasien DM
adalah buruknya mikrosirkulasi. Gangguan ini sering muncul paralel dengan
gangguan pembuluh darah di mata. Penyebab lainnya adalah proses kronis dari
hipertensi yang akhirnya merusak ginjal. Kebanyakan pasien sebelumnya tidak
memiliki keluhan ginjal. DM yang tidak terkontrol pada kehamilan dapat
berdampak buruk pada ibu dan anak, secara substansial meningkatkan risiko
kehilangan janin, malformasi kongenital, lahir mati, kematian perinatal,
komplikasi obstetrik, dan morbiditas dan mortalitas ibu.

2.3 Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Hiperetnsi dan Diabetes Millitus
27

2.3.1 Definisi Kepatuhan


Menurut Fatma (2017) mendefinisi kepatuhan adalah sebagai
perilaku untuk menaati saran-saran dokter atau prosedur dari dokter
tentang penggunaan obat, yang sebelumnya didahului oleh proses
konsultasi antara pasien (dan keluarga pasien orang kunci dalam
kehidupan pasien) dengan dokter sebagai penyedia jasa medis.
Secara umum, kepatuhan (adherence atau compliance)
didefinisikan sebagai tindakan perilaku seseorang yang mendapatkan
pengobatan, mengikuti diet, dan melaksanakan gaya hidup sesuai dengan
rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan (WHO dalam Hardiyatmi,
2016).) Kepatuhan adalah sebagai suatu tingkat pasien melaksanakan cara
pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau oleh tim
medis lainya. Didalam konteks psikologi kesehatan, kepatuhan merujuk
kepada situasi ketika perilaku individu sesuai dengan tindakan yang
dianjurkan atau nasehat yang direkomendasikan oleh seorang praktisi
kesehatan atau informasi yang diperole darisuatu sumber informasi lainnya
seperti nasehat yang diberkan dalam suatu brosur promosi kesehatan
melalui suatu kampanye media massa (Ian&Marcus, 2021).
Kepatuhan minum obat diartikan sebagai perilaku pasien yang
mentaati semua nasehat dan petunjuk yang dianjurkan oleh tenaga medis
dalam mengkonsumsi obat, meliputi keteraturan, waktu dan cara minum
obat. Penilaian terhadap kepatuhan diperoleh dari total skor keteraturan,
waktu dan cara minum obat (Oktaviani, 2011).
2.3.2 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kepatuhan. Menurut
Green dalam Notoadmojo, 2021 ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi untuk menjadi patuh atau tidak patuh dalam pengobatan
penderita yang diantaranya dipengaruhi oleh faktor predisposisi, enabling,
reinforcing, yaitu:
1. faktor predisposisi
yaitu faktor sebelum terjadi suatu perilaku, yang menjelaskan alasan
dan motivasi untuk berperilaku termaksud dalam faktor predisposisi
28

adalah pengentahuan, keyakinan, nilai sikap dan demografi (umur,


jenis kelamin, pekerjaan, pengetahuan).
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Tingkat pengetahuan
d. Pekerjaan
e. Lama pengobatan
2. Faktor Enabling (Faktor Pemungkin)
Agar terjadi perilaku tertentu, diperlukan perilaku pemungkin, suatu
motivasi yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak
tersedianya fasilitas atau sarana kesehatan misalnya puskesmas, obat-
obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.
a. Kepemilikan JKN
b. Kemudahan Askes ke Pelayanan
Perilaku dan usaha yang dilakukan dalam menghadapi kondisi
sakit, salah satu alasan untuk tidak bertindak karena fasilitas
kesehatan yang jauh jaraknya. Akses pelayanan kesehatan
merupakan tersedianya sarana kesehatan (seperti rumah sakit,
klinik, puskesmas), tersedianya tenaga kesehatan, dan tersedianya
obat-obatan (Depkes RI, 2013).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Annisa, dkk (2013) yang
menyimpulkan tidak ada hubungan antara keterjangkauan
pelayanan kesehatan dengan kepatuhan berobat hipertensi dan
DM.
3. Reinforcing (Faktor Pendorong)
Merupakan faktor perilaku yang memberikan peran dominan bagi
menetapnya suatu perilaku yaitu keluarga, petugas kesehatan dan
petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat (Notoatmodjo, 2011).
a. Dukungan Keluarga
Keluarga adala unit terkecil masyarakat. Untuk mencapai perilaku
sehat masyarakat, maka harus dimulai pada masing- masing
29

tatanan keluarga. Dalam teori pendidikan dikatakan, bahwa


keluarga adalah tempat pesemaian manusia sebagai anggota
masyarakat. Karena itu bila persemaian itu jelek maka jelas akan
berpengaruh pada masyarakat. Agar masing-masing keluarga
menjadi tempat yang kondusif untuk tempat tumbuhnya perilaku
sehat bagi anak-anak sebagai calon anggota masyarakat, maka
promosi sangat berperan (Notoatmodjo, 2010).
b. Peran Tenaga Kesehatan
Peran tenaga kesehatan merupakan faktor pendorong yang dapat
merubah perilaku kesehatan seseorang. Petugas kesehatan yang
lebih ramah, akan memberikan dampak positif bagi penderita.
Selain itu, peran petugas kesehatan dalam pelayanan kesehatan
dapat berfungsi sebagai comforter atau pemberi rasa nyaman,
protector atau pelindung dan pembela, dan rehabilitator. Peran
petugas kesehatan juga dapat berfungsi sebagai konseling
kesehatan. (Wahid Iqbal, 2009).
c. Motivasi Berobat
Motivasi berobat dan dukungan keluarga sangat menunjang
keberhasilan pengobatan seseorang dengan selalu mengiatkan
penderita untuk meminum obat, melakaukan kontrol atau cek
rutin serta perhatian yang diberikan keluraga kepada anggota
keluarga yang sedang sakit. Pengertian motivasi tidak terlepas
dari kebutuhan. Motivasi sendiri merupakan interaksi seseorang
dengan situasi tertentu yang dihadapi (Notoatmodjo, 2010).
2.3.3 Pengukuran Tingkat Kepatuhan
Keberhasilan pengobatan pada penderita hipertensi dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu peran pasien dan kesediaan untuk memeriksakan ke dokter
sesuai dengan jadwal yang ditentukan serta kepatuhan dalam minum obat
antihipertensi. Kepatuhan pasien dalam mengomsumsi obat dapat diukur
menggunakan berbagai metode, salah satu metode yang digunakan adalah metode
MMAS-8 (Modifed Morisky Adherence Scale) (Evadewi, 2013). Morisky secara
khusus membuat skala untuk mengukur kepatuhan dalam mengkomsumsi obat
30

dengan delapan item yang berisi pernyataan-pernyataan yang menunjukkan


frekuensi kelupaan dalam minum obat, kesenjangan berhenti minum obat tanpa
sepengetahuan dokter, kemampuan untuk mengendalikan dirinya untuk tetap
minum obat (Morisky & Muntener, 2020).

2.3.4 Cara Mengukur Kepatuhan


Terdapat dua metode yang biasa digunakan untuk mengukur kepatuhan, yaitu
(Putri, 2012).

1. Metode langsung
Dilakukan dengan observasi pengobatan secara langsung, mengukur
konsentrasi obat dan metabolismenya dalam darah. Namun, biaya yang
digunakan sangat mahal.
2. Metode tidak langsung
Dilakukan dengan menanyakan pasien tentang cara pasien menggunakan
obat, menilai respon klinik, melakukan penghitungan obat (pill count), dan
mengumpulkan kuesioner kepada pasien.

Menurut Jasti, et al., (2005) dalam Pratiwi (2021), cara menghitung jumlah sisa
tablet secara langsung dan menghitung tingkat kepatuhan pasien dengan
menggunakan rumus:

Kepatuhan =

Keterangan:

1. Patuh : 70-100%

2. Tidak patuh : < 70 %

2.3.5 Kuesioner Morisky Medication Adherence Scale 8 Items (MMAS-8)


Morisky et al. mengembangkan MMAS untuk mengetahui
kepatuhan pasien berupa kuesioner. MMAS pertama kali diaplikasikan
untuk mengetahui compliance pada pasien hipertensi pada pre dan post
interview Morisky et al. mempublikasikan versi terbaru pada tahun 2008
31

yaitu MMAS-8 dengan reabilitas yang lebih tinggi yaitu 0,83 serta
sensivitas dan spesifitas yang lebih tinggi pula.
Morisky secara khusus membuat skala untuk mengukur kepatuhan
dalam mengomsusmsi obat yang dinamakan Morisky Medication
Adherence Scale (MMAS), dengan delapan item yang berisi pertanyaan-
pertanyaan yang menunjukan frekuensi kelupaan dalam minum obat,
kesengajaan berhenti minum obat tanpa sepengetahuan dokter,
kemampuan untuk mengendalikan dirinya untuk tetap minum obat
(Morisky et al.,2018).
Salah satu metode pengukuran kepatuhan secara tidak langsung
adalah dengan menggunakan kuesioner. Metode ini dinilai cukup
sederhana, murah dalam pelaksanaanya. Salah satu model kuesoner yang
telah tervalidasi untuk menilai kepatuhan terapi jangka panjang adalah
Morisky 8-items. Pada mulanya Morisky mengembangkan beberapa
pertanyaan singkat (dengan 4 butir pertanyaan) untuk mengukur kepatuhan
pengobatan pada pasien hipertensi. Modifikasi kuesioner Morisky tersebut
saat ini telah dapat digunakan untuk mengukur kepatuhan pengobatan
penyakit jangka panjang. pengukuran skor Morisky scale 8- items untuk
pertanyaan 1 sampai 7, dan apabila jawaban ya bernilai 0, kecuali
pertanyaan nomor 5 jawabanya ya bernilai 1, sedangkan untuk pertanyaan
nomor 8 jika menjawab tidak pernah/jarang (tidak sekalipun dalam satu
minggu) bernilai 0 dan bila respondenya menjawab ssesekali (satu/d ua
kali semunggu), terkadang (tiga/empat kalidalam semingggu), biasanya
(lima/enam kali dalam seminggu) dan setiap saat bernilai 1 (Morisky et
al.,2018)
2.4 Tinjauan peran peawat
2.4.1 Pengertian perawat
Perawat adalah tenaga profesional yang mempunyai pendidikan dalam sistem
pelayanan kesehatan dan memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan
tindakan keperawatan (Budiono dan Sumirah Budi,2019).
2.4.2 Pengertian Peran
32

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap kedudukan dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial
baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil dalam Hilman (2018).
2.4.3 Peran Perawat
Menurut Dermawan (2017), peran adalah tingkah laku yang diharapkan oleh
orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem. Peran
dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar yang
bersifat stabil.
Menurut Kozier Barbara (dalam Dermawan, 2017), peran adalah bentuk dari
perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu.
Peran perawat menurut Hasil Lokakarya Keperawatan Tahun 1983 adalah :
a. Perawat sebagai pelaksana pelayanan keperawatan
b. Perawat sebagai pengelola pelayanan dan institusi keperawatan
c. Perawat sebagai pendidik dalam keperawatan
d. Perawat sebagai peneliti dan pengembang pelayanan keperawatan
1. Peran perawat sebagai Konsultan (penasihat)
Peran ini sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan
keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan
klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
Peran sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan
yang tepat bagi pasien. Dimana peran ini berfungsi memecahkan atau
mendapat solusi dari berbagai masalah yang dialami oleh klien (dalam hal ini
pasien), masalah yang dimaksud disini bukan hanya berupa penyakit yang
diderita klien, tetapi juga semua hal yang dapat mengancam kesehatannya.
Peran konsultasi ini juga berlaku terhadap keluarga pasien/perawat dan
perawat lain.
2. Peran perawat sebagai Edukator (pendidik)
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan
tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang
diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan
pendidikan kesehatan. Doheni dalam Hilman (2018) sebagai pendidik klien,
perawat membantu klien meningkatkan kesehatannya melalui pemberian
33

pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan medik yang


diterima sehingga klien/keluarga dapat menerima tanggung jawab terhadap
hal-hal yang diketahuinya. Sebagai pendidik, perawat juga dapat memberikan
pendidik kesehatan kepada kelompok keluarga yang beresiko tinggi, kader
kesehatan, dan lain sebagainya. (Elfiani,2017).
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan
tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan,
sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan
kesehatan. Perawat sebagai pendidik berperan dalam mengajarkan ilmu kepada
individu, keluarga, masyarakat dan tenaga kesehatan (Sudarma,2018). Perawat
menajalankan perannya sebagai pendidik dalam upaya untuk meningkatkan
kesehatan melalui perilaku yang menunjang untuk kesehatannya
(Asmadi,2018). Perawat sebagai pendidik harus mempunyai kemampuan untuk
mengkaji kekuatan dan akibat yang ditimbulkan dari pemberian informasi dan
perilaku yang diinginkan oleh individu (Nursalam,2018).
2.4.4 Kemampuan yang harus dimiliki Perawat Sebagai Edukator
Menurut Asmadi (2018), perawat sebagai pendidik arus memiliki kemampuan
sebagai syarat utama antara lain :

1. Ilmu pengetahuan yang luas.


Pendidikan kesehatan merupakan upaya yang dilakukan oleh seorang
pendidik secara sadar untuk membujuk orang lain agar dapat berperilaku dan
mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang sesuai. Ketika pendidik
melaksanakan tugasnya, maka terjadi transfer ilmu penegtahuan yang
mendukung agar perannya sebagai edukator dapat terlaksana dengan baik dan
benar.
2. Komunikasi.
Keberhasilan proses pendidikan pada pasien dan keluarga dipengaruhi
oleh kemampuan perawat dalam komunikasi. Kemampuan berkomunikasi ini
merupakan aspek yang penting dalam asuhan keperawatan. Perawat berinteraksi
dengan pasien selama 24 jam dan akan selalu berkomunikasi dengan pasien.
Interaksi yang terjadi antara perawat dengan pasien merupakan bagian dari
komunikasi. Perawat dapat memberikan penjelasan kepada pasien, memberi
34

motivasi, mengukur pasien, dan menjalankan tugas lainnya dengan komunikasi.


Komunikasi perawat yang baik secara verbal dan non verbal akan
meningkatkan pula citra profesionalisme yang baik pada perawat.
3. Pemahaman psikologis.
Perawat harus mampu memahami psikologis seseorang agar dapat
membujuk orang lain untuk berperilaku sesuai yang diharapkan. Perawat harus
meningkatkan kepeduliannya dan kepekaan hatinya. Ketika perawat dapat
memahami hati dan perasaan pasien maka informasi yang diberikan oleh
perawat akan dapat langsung diterima oleh pasien sehingga tujuan pendidikan
kesehatan dapat tercapai
4. Sebagai model/contoh
Upaya yang dapat dilakukan perawat untuk meningkatkan profesionalisme
perawat dilakukan melalui pembuktian secara langsung yaitu perawat dapat
memberikan contoh atau model dalam pangajaran.

2.5 Konsep Pengaruh Peran Perawat Sebagai Edukator Terhadap


Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Hipertensi

Menurut Harwandy (2017), ada beberapa faktor yang mempengaruhi


kepatuhan seseorang yaitu jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, pengetahuan,
keterjangkauan akses pelayanan kesehatan, keikutsertaan asuransi kesehatan, dukungan
keluarga, dan peran petugas kesehatan. Hal ini sejalan dengan penelitian Puspita
(2018) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan seseorang dalam minum
obat yaitu tingkat pendidikan, lama menderita hipertensi, pengetahuan, dukungan
keluarga, peran petugas kesehatan dan motivasi berobat.

Ketidakpatuhan pasien dalam minum obat dapat menyebabkan


ketidaktercapaian efek terapi yang mengakibatkan meningkatnya risiko komplikasi.
Banyak faktor yang mengakibatkan seseorang sulit patuh terhadap pengobatan, seperti
faktor sosial ekonomi, lingkungan, obat, dan tenaga kesehatan (Burnier, 2017). Salah
satu faktor seperti faktor obat, banyaknya jumlah obat yang harus dikonsumsi pasien,
kompleksnya regimen terapi, dan multiple dose dalam sehari menjadi hambatan untuk
patuh terhadap pengobatan (Egan et al., 2017; Hill et al., 2021).
Faktor komunikasi tenaga kesehatan kepada pasien juga menjadi faktor yang
35

berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat (Gellad et al., 2021). Keterbatasan tenaga
kesehatan khususnya tenaga apoteker, dan rendahnya pengetahuan tenaga kesehatan,
pasien dan masyarakat tentang hipertensi merupakan penyebab utama tidak
terkontrolnya tekanan darah, terutama pada pasien hipertensi di Asia. Edukasi dari
tenaga kesehatan dengan model komunikasi dua arah dan kepercayaan pasien terhadap
tenaga kesehatan menjadi modal dalam upaya peningkatan kepatuhan. Salah satunya
adalah edukasi menggunakan brosur yang dilakukan melalui wawancara dan diskusi
sehingga memungkinkan komunikasi berjalan dua arah (Burnier, 2017).
Pengaruh pemberian edukasi melalui brosur terhadap tingkat kepatuhan menurut
peelitian minum obat berdasarkan kuesioner MMAS-8 Emy Oktaviani dkk, (2020).
Edukasi melalui brosur dapat meningkatkan kepatuhan responden dalam meminum
obat. Hasil uji statistik menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test menunjukkan
terdapat perbedaan bermakna tingkat kepatuhan responden sebelum dan sesudah
diberikan edukasi (p<0,05). Hasil ini sejalan dengan beberapa hasil penelitian lain yang
menyebutkan bahwa edukasi memberikan pengaruh terhadap tingkat kepatuhan pasien
hipertensi dalam minum obat dan secara statistik memberikan hasil yang signifikan
(p<0,05) (Ayodapo et al.,2020; Bijani et al., 2020; Gaziano et al.,2019).
Pemberian edukasi dengan metode yang baik dan tepat dapat membantu
meningkatkan kepatuhan pasien hipertensi sehingga tekanan darah berada pada
rentang yang normal dan komplikasi akibat hipertensi dan diabetes millitus dapat
dicegah dan dikontrol. Kepatuhan dalam pengobatan dapat diartikan sebagai
perilaku pasien yang mentaati semua nasehat dan petunjuk yang dianjurkan oleh
tenaga kesehatan (Fauzi & Khairu, 2018). promosi kesehatan adalah upaya
memberdayakan perorangan, kelompok dan masyarakat agar memelihara,
meningkatkan, dan melindungi kesehatannya melalui peningkatan pengetahuan,
kemauan, dan kemampuan untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. Dengan
pemberian edukasi menggunakan metode yang tepat, maka responden akan
terdorong untuk patuh pada pengobatan yang mereka jalani (Efendy dan Makhfudli
2019).
36

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konseptual

Menurut Notoatmodjo (2019) kerangka konsep adalah merupakan

formulasi atau simplikasi dari kerangka teori atau teori-teori yang mendukung

penelitian tersebut. Kerangka konseptual pada skripsi ini adalah :

Hipertensi dan Terapi non


Diabetes Millitus farmakologi

Terapi farmakologi

Kepatuhan meminum Faktor yang


obat mempengaruhi

Patuh Tidak patuh Faktor predisposisi

Dukungan keluarga Peran tenaga Motivasi berobat


kesehatan

Edukator

a. Memberikan penjelasan

b. Menasehati
c. Mengajarkan
d. Memberi contoh

Keterangan :

: Tidak diteliti

: Diteliti
37

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual tentang Pengaruh Peran Perawat


Sebagai Edukator Terhadap Kepatuhan Minum Obat pada
Pasien Hipertensi dan Diabetes Millitus di Puskesmas
Singgahan Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Tahun
2022
Berdasarkan kerangka konseptual di atas, dapat di lihat bahwa :

Kepatuhan dalam meminum obat bagi penderita hipertensi dan diabetes

millitus di pengaruhi oleh beberapa faktor yang antara lain adalah dukungan

keluarga, peran perawat dan motivasi berobat.

Oleh karena itu didalam penelitian ini, peneliti ingin meneliti ada tidaknya

Pengaruh Peran Perawat Sebagai Edukator Terhadap Kepatuhan Minum Obat

pada Pasien Hipertensi dan Diabetes Millitus di Puskesmas Singgahan Kecamatan

Singgahan Kabupaten Tuban .

3.2 Hipotesa Penelitian

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian di

mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat

pertanyaan (Sugiyono, 2017).

H1: ada pengaruh peran perawat sebagai edukator terhadap kepatuhan obat pada
pasien hipertensi dan diabetes millitus.
BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain cross
sectional. Metode cross sectional merupakan suatu metode penelitian yang
mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan
mengunakan pendekatan, observasional atau pengumpulan data sekaligus pada
satu waktu (point time approach) (Notoatmojo, 2018).

Penggunaan metode cross sectional pada penelitian ini adalah untuk


mengobservasi kedua variabel yaitu, variabel dependen untuk mengobservasi
kepatuhan komsumsi obat. Variabel independen untuk mengobservasi pengaruh
peran perawat sebagai edukator terhap pasien hipertensi dan diabetes millitus.
4.2 Kerangka Kerja
Populasi
Seluruh pasien hipertensi dan DM di puskesmas Singgahan Kecamatan Singgahan

Sampling
Non Probability Sampling

Sampel
Sebagian pasien hipertensi dan DM di puskesmas Singgahan Kecamatan Sianggahan bulan
November 2022 sejumlah 60 responden

Desain Penelitian
Observasional dengan pendekatan Cross Sectional

Variabel Independen Variabel Dependen


Kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi dan DM
Peran Perawat sebagai edukator

Pengumpulan Data
Kuisioner MMAS

Analisa Data
Uji chi square

Kesimpulan

38
39

Gambar 4.1 Kerangka Penelitian Pengaruh peran perawat sebagai edukator


kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi dan diabetes
millitus.
4.3 Populasi, Sampling, Sampel, dan Besar Sampel

4.3.1 Populasi

Menurut Sugiyono (2017:117) populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya..

Berdasarkan pengertian tersebut maka yang menjadi populasi dalam

penelitian ini seluruh pasien hipertnsi dan diabetes millitus di Puskesmas

Singgahan Kecamatan Singgahan pada bulan November tahun 2022 dengan

jumlah total 150 responden.

4.3.2 Sampling

Teknik yang digunakan untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini


adalah Non Probability Sampling dengan menggunakan teknik pendekatan
Purposive Sampling. Cara pengambilan sampel berdasarkan pada pertimbangan
tertentu sesuai dengan kriteria yang telah dibuat oleh peneliti. Pengambilan
sampel pada penelitian ini menggunakan kriteria inklusi dan kritria eksklusi.
Adapun kriteria inklusinya sebagai berikut:

a Pasien dengan hipertensi dan diabetes millitus

b Pasien yang bersedia menjadi responden

c Pasien yang mendapatkan terapi farmakologi

d Pasien yang telah mendapatkan edukasi mengenai pengertian, tanda


dan gejala, komplikasi dan penatalaksanaan hipertensi dan diabetes
millitus
e Pasien yang mendapatkan terapi farmaklologi yang berusia >30-60
tahun
40

Kriteria eksklusi

a. Pasien hipertensi yang tidak bersedia menjadi responden

b. Pasien hipertensi dan diabetes millitus yang tidak mendapatkan


terapi farmakologi
4.3.3 Sampel

Menurut Sugiyono (2017:118) sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel pada penelitian ini

adalah sebagian pasien hipertensi dan diabetes millitus di Puskesmas Singgahan

Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban bulan November tahun 2022 dengan

jumlah 60 responden.

4.3.4 Besar Sampel

Besar sampel adalah banyaknya anggota yang di jadikan sampel.

(Nursalam, 2014)

Rumus :

150
n=
1+ 150 ( 0,0 1 ) ²
150
n=
1+ 150(0,01)
150
n=
1+ 1,5
150
n=
2,5
n = 60 (60 responden)

n : Jumlah sampel

N : Jumlah populasi
41

d : Ketetapan yang di gunakan yaitu sebesar 10 % atau 0,1


Besar sampel pada penelitian ini adalah 60 orang

4.4 Identifikasi Variabel

4.4.1 Variabel Penelitian

Variabel adalah gejala yang menjadi fokus pada penelitian. (Setiawan Ari,

2015)

4.4.1.1 Variabel Independen (Variabel Bebas)

Variabel Independen (Variabel Bebas) adalah variabel yang

mempengaruhi atau sebab perubahan timbulnya variabel terikat

(dependen).Variabel Independen disebut juga dengan variabel perlakuan, kausa,

risiko, variabel stimulus, antecedent, variabel pengaruh, treatment, dan variabel

bebas. Dapat dikatakan variabel bebas karena dapat mempengaruhi variabel

lainnya. 

Variabel independen dari penelitian ini adalah peran perawat sebagai

edukator.

4.4.1.2 Pengertian Variabel Dependen (Variabel Terikat)

Variabel Dependen (Variabel Terikat) adalah variabel yang dipengaruhi,

akibat dari adanya variabel bebas. Dikatakan sebagai variabel terikat karena

variabel terikat dipengaruhi oleh variabel independen (variabel bebas).Variabel

Dependen disebut juga dengan variabel terikat, variabel output, Konsekuen,

variabel tergantung, kriteria, variabel terpengaruh, dan variabel efek.

Variabel dependen dari penelitian ini adalah kepatuhan minum obat pada

pasien hipertensi dan diabetes millitus.


42

4.5 Definisi Operasional

Definisi Alat
No Variabel Indikator Skala Kode/Skor
Operasional Ukur
1. Peran Persepsi 1. Memberikan Kuisioner Ordinal Skor dalam
perawat penderita penjelasan; rentang 30-
sebagai hipertensi 2. Menasehati ; 130 yang di
edukator. terhadap 3. Memberi kategorikan :
edukasi yang contoh
di lakukan 1. jika buruk
yang di nilai < 83,73
lakukan oleh 2.jika baik
perawat nilai > 83,73
mencakup
pengajaran,
penhetahuan
kepada pasien
dengan
memberikan
pennjelasan ,
menasehati,
mengajarkan
dan memberi
contoh.
2. Kepatuhan Kepatuhan 1. Lupa Kuisioner Ordinal Skor dalam
minum minum obat mengonsumsi MMAS-8 rentang < 6
obat pada diartikan sebagai obat (modifiene sampai
pasien perilaku pasien 2. Tidak d morisky dengan 8.
yang mentaati
hipertensi meminum obat adhere Kategori :
semua nasehat
dan dan petunjuk
3. Berhenti scale) 1.kepatuhan
diabetes yang dianjurkan meminum obat rendah jika
millitus. oleh tenaga 4. Terganggu skor< 6
medis dalam oleh jadwal 2. kepatuhan
mengkonsumsi minum obat sedang skor
obat, meliputi 6-8
keteraturan, 3. kepatuhan
waktu dan cara tinggi skor 8
minum obat.
Penilaian
terhadap
kepatuhan
diperoleh dari
total skor
keteraturan,
waktu dan cara
minum obat yang
di peroleh pada
saat
pengumpulan
kuesioner

komsumsi oba
43

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat pengumpul data yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data. (Arikunto, 2015). Pengumpulan data di lakukan dengan

cara kuisioner MMAS-8, kuisioner data demografi dan kuisioner peran perawat

sebagai edukator.

4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat dilaksanakan penelitian ini adalah di Puskesmas Singgahan

Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban pada bulan November 2022.

4.8 Prosedur Penelitian dan Pengumpulan Data

Prosedur yang dilakukan pada penelitian ini adalah data yang diambil

langsung dengan responden setelah mendapat ijin dari IIK NU Tuban, dan

menggunakan lembar kuesioner yang diisi oleh responden. Namun sebelumnya

petugas memberi penjelasan tentang tata cara pengisian kuesioner tersebut agar

hasilnya valid. Setelah peneliti meminta izin kepada pihak-pihak yang terkait

kemudian melakukan penelitian dengan menyebarkan kuesioner tersebut kepada

responden. Serta melakukan observasi dan wawancara pada responden.

4.9 Analisa Data

Analisa data merupakan media untuk menarik kesimpulan dari hasil


pengumpulan (Ari Setiawan, 2019). Kegiatan analisis data dimaksudkan untuk
memberi arti dan makna pada data serta berguna untuk memecahkan masalah
dalam penelitian yang sudah dirumuskan. Sebelum analisis data dilakukan, maka
data perlu diolah terlebih dahulu.
Langkah - langkah dalam analisa data adalah sebagai berikut :
1. Editing
Proses editing dilakukan dengan cara mengoreksi data yang telah didapat
meliputi kelengkapan data berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan.
Hal ini dilakukan untuk memeriksa apakah semua form observasi telah diisi
44

secara keseluruhan. Form observasi yang dikumpulkan, perlu diperbaiki


terlebih dahulu dan jika ada jawaban- jawaban yang belum lengkap, maka
perlu dilakukan pengambilan data ulang jikalau itu memungkinkan
(Notoatmojo, 2018). Proses ini dilakukan dengan cara mengoreksi data yang
telah diperoleh seperti nama, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan lama
pengobatan. Hasil yang didapat check list diisi dengan benar, lengkap dan
sudah sesuai dengan data yang diperlukan
2. Coding (Pemberian Kode)
Peneliti memberikan kode pada setiap variabel, hal ini untuk memudahkan
proses selanjutnya. Pemberian kode dalam setiap komponen variabel dilakukan
untuk memudah proses tabulasi dan analisis data (Notoatmojo, 2018). Variabel
independen pada penelitian ini merupakan kepatuhan terapi farmakologi yang
di buat dalam skala ordinal yaitu: tidak patuh dengan kode 1, kepatuhan sedang
dengan kode 2, dan kepatuhan tinggi dengan kode 3. Variebel dependen pada
penelitian ini merupakan peran perawat sebagai edukator di buat dengan skala
ordinal yaitu: peran perawat baik kode 1 sedangkan peran perawat buruk 2
dengan data demografi yaitu: responden berdasarkan usia ≤40 kode 1, 41-50
kode 2, 51-60 kode 3, ≥61 kode 4. Responden berdasarkan jenis kelamin laki-
laki kode 1, Perempuan kode 2. Responden berdasarkan pendidikan terakhir
SD kode 1, SMP kode 2, SMA kode 3, Sarjana kode Responden berdasarkan
pekerjaan tidak bekerja kode 1, PNS atau polri kode 2, wirasuwasta kode 3,
swasta kode 4. Responden berdasarkan lama menderita hipertensi 2-4 kode 1,
5-7 kode 2, 8-10 kode 3, >10 kode 4.
Tabel 4.3 coding variabel
No. Variabel Coding

1 Peran perawat sebagai edukator Kode 1 jika peran buruk

Kode 2 jika peran baik

2 Kepatuhan minum obat Kode 1 jika kepatuhan rendah

Kode 2 jika kepatuhan sedang

Kode 3 jika kepatuhan tinggi

3 Usia Kode 1 jika< 40

Kode 2 jika 41-50


45

Kode 3 jika 51-60

4 Jenis kelamin Kode 1 jika laki – laki

Kode 2 jika perempuan

5 Pendidikan terakhir Kode 1 jika SD

Kode 2 jika SMP

Kode 3 jika SMA

Kode 4 jika sarjana

6 Pekerjaan Kode 1 jika tidak bekerja

Kode 2 jika PNS,TNI, Polri

Kode 3 jika wiraswasta

Kode 4 jika swasta

7 Lama menderita hipertensi/diabetes Kode 1 jika 2-4 tahun


millitus
Kode 2 jika 5-7 tahun

Kode 3 jika 8-10 tahun

Kode 4 jika > 10 tahun

3. Tabulating

Memasukkan data dalam tabel distribusi frekuensi yang disajikan dalam


prosentase sehingga diperoleh data dari masing-masing variabel (Notoatmodjo,
2012). Dalam penelitian ini peneliti melakukan tabulasi data
4. Memasukkan data (entry data)
Data yang sudah dalam bentuk kode dimasukkan ke dalam program yang
terdapat dalam software pada komputer. Salah satu program yang sering
digunakan dalam entry data yaitu SPSS (Notoatmojo, 2018).
5. Pembersihan data (cleaning data)
Jika semua data dan setiap form observasi sudah dimasukkan, perlu dicek
kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan dalam pengkodean atau
adanya data yang hilang (missing). Kemudian dilakukan pemeriksaan apakah data
yang sudah dimasukan dengan benar atau salah dengan melihat variasi data atau
kode yang digunakan dan juga kekonsistenan data dengan membandingkan dua
tabel. Cleaning merupakan teknik pembersihan data. Data-data yang tidak sesuai
46

dengan kebutuhan akan terhapus (Notoatmojo, 2018).


6. Analisis Data

a Analisis univarian

Analisis univarian digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik


subyek. Karakteristik subyek yang dideskripsikan pada penelitian ini
adalah data demografi. Pada penelitian ini variabel yang diteliti
mempunyai skala ukur ordinal sehingga penyajian data berupa jumlah
dan frekuensi tiap kategori dari presentase tiap kategori berupa tabel
(Notoatmojo, 2018). Data yang dideskrpsikan yaitu nama, usia, jenis
kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan dan lama pengobatan hipertensi
dan diabetes millitus, jenis obat yang di konsumsi.
b Analisis bivariat
Analisis bivariat untuk membuktikan hipotesis penelitian adalah adanya
pengaruh peran perawat sebagai edukator dengan kepatuhan minum obat
pada pasien hipertensi. Variable yang dihubungkan memiliki skala ukur
kategorik sehinggga dilakukan uji Mann-Whitney.
4.10 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menekankan masalah etika dalam

penelitian meliputi (Arikunto, 2017).

Sebelum melakukan penelitian, peneliti menyerahkan surat izin kepada

Kepala Desa Bangilan. Setelah mendapat ijin, peneliti melakukan penelitian

dengan memperhatikan etika penelitian yang meliputi:

4.9.1  Informed Consent (lembar persetujuan)

Lembar persetujuan merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan, sehingga responden

dapat memutuskan apakah bersedia atau tidak bersedia diikutkan dalam

penelitian.

4.9.2 Anonimity (Tanpa nama)
47

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden. Peneliti tidak

memberikan nama responden pada lembar kuesioner dan hanya menuliskan kode

pada lembar pengumpulan data

4.9.3 Confidentiality (Kerahasiaan)

Untuk menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian baik informasi maupun

masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan di jamin

kerahasiaannya oleh peneliti. Hanya data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil

riset (Nursalam, 2019).

Anda mungkin juga menyukai