Anda di halaman 1dari 62

PROPOSAL

KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN YANG


MENGALAMI DIABETES MELITUS DENGAN DIAGNOSA
KEPERAWATAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK
BERHUBUNGAN DENGAN PENURUNAN
KEKUATAN OTOT DI RUMAH SAKIT
TK II KARTIKA HUSADA
KABUPATEN KUBU
RAYA

Oleh :
ENDANG DWI LESTARI
8412010006

PRODI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM
PONTIANAK
TAHUN 2024

i
PROPOSAL
KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN YANG


MENGALAMI DIABETES MELITUS DENGAN DIAGNOSA
KEPERAWATAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK
BERHUBUNGAN DENGAN PENURUNAN
KEKUATAN OTOT DI RUMAH SAKIT
TK II KARTIKA HUSADA
KABUPATEN KUBU
RAYA

Diajukan sebagai salah satu syarat mendapatkan


gelar Ahli Madya Keperawatan (A.Md.Kep)

Oleh :
ENDANG DWI LESTARI
8412010006

PRODI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM
PONTIANAK
TAHUN 2024

ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat


rahmat dan hidayah-Nyalah peneliti dapat menyelesaikan penyusunan Proposal
Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul. ”Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Pada Pasien Yang Mengalami Diabetes Melitus Dengan Diagnosa
Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Penurunan
Kekuatan Otot Di Rumah Sakit Tk II Kartika Husada Kabupaten Kubu
Raya”. Proposal Karya Tulis Ilmiah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas
untuk menyelesaikan Program Studi Diploma III Keperawatan di Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Yayasan Rumah Sakit Islam Pontianak.

Penyusun studi kasus ini, penulis mengalami beberapa hambatan dan


kesulitan, namun atas bantuan pembimbing dan saran dari beberapa pihak yang
telah memberikan dorongan baik moril maupun materil, alhamdulillah penulis
dapat menyelesaikan studi kasus ini tepat pada waktunya. Oleh karena itu,
penulis dengan segala kerendahan hati, ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ns. Uti Rusdian Hidayat, M. Kep selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Yarsi Pontianak.
2. Bapak Hendra selaku Ketua Prodi D-III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Yarsi Pontianak.
3. Bapak dan ibu dosen beserta staff Pendidikan STIKes YARSI Pontianak yang
telah banyak memberikan dorongan dan bekal ilmu selama penulis mengikuti
Pendidikan.
4. Bapak, ibu, adik serta keluarga tercinta yang telah memberikan do’a dan
dorongan semangat serta material dalam menyelasaika Proposal Karya Tulis
Ilmiah ini.
5. Semua rekan-rekan seangkatan yang begitu baik telah memberikan dorongan
dan motivasi dalam penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.

iv
6. Kepada diri saya sendiri yang telah mampu bertahan hingga saat ini dan
mampu menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dengan tepat waktu.
Kritik dan saran sangat penulis harapkan agar penyusunan Proposal Karya
Tulis Ilmiah ini lebih baik dimasa yang akan datang. Peneliti juga berharap
semoga amal baik yang telah diberikan oleh semua pihak ini, akan mendapatkan
balasan dari Allah SWT, dan semoga laporan kasus ini sangat bermanfaat bagi kita
semua. Amin ya Robbal’alamin.

v
DAFTAR ISI

COVER...................................................................................................................................................
SAMPUL DALAM................................................................................................................................
PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................................................................
KATA PENGANTAR............................................................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................1
B. Batasan Masalah.......................................................6
C. Rumusan Masalah....................................................6
D. Tujuan Penelitian......................................................6
E. Manfaat Penelitian...................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................9
A. Konsep Dasar Diabetes Melitus...............................9
B. Konsep Dasar Gangguan Mobilitas Fisik..............22
C. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Diabetes
Melitus Dengan Keluhan Gangguan Mobilitas Fisik..................26
BAB III METODE PENELITIAN................................................................43
A. Desain Penelitian....................................................43
B. Batasan Istilah........................................................43
C. Partisipan................................................................43
D. Lokasi dan Waktu penelitian..................................44
E. Pengumpulan Data.................................................44
F. Analisa Data...........................................................45
G. Etik Penelitian........................................................46
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Kronis Tidak Menular (PTM) merujuk pada kondisi medis
yang tidak menular antar individu. Contoh PTM termasuk masalah seperti
penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes melitus, dan penyakit paru-paru
obstruktif kronis (PPOK). PTM merupakan faktor utama dalam hampir 70%
kematian global menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada
tahun 2016.
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu kondisi kronis di mana terjadi
gangguan pada fungsi pankreas dalam menghasilkan insulin, atau tubuh tidak
mampu menggunakan insulin secara efisien. Akibatnya, kadar glukosa dalam
darah meningkat (hiperglikemia). Lonjakan kejadian DM yang terjadi di
sejumlah negara berkembang dapat diatribusikan pada peningkatan tingkat
kemakmuran yang sering menjadi perhatian global. Pertumbuhan pendapatan
per kapita dan perubahan gaya hidup di perkotaan juga berperan dalam
peningkatan prevalensi penyakit ini. (Ramadhani, S, 2019)
Diabetes Melitus adalah kelainan pada hormon insulin yang ditandai
dengan peningkatan nilai kadar gula (glukosa) dalam darah, faktor-faktor
risiko Diabetes Melitus, termasuk faktor genetik, etnis atau ras, usia, obesitas,
kurangnya aktivitas fisik, kehamilan, infeksi, stres, dan penggunaan obat-
obatan tertentu. faktor risiko lainnya seperti jenis kelamin, pola makan tidak
sehat, keberadaan hipertensi, dan dislipidemia. Jika dipilah berdasarkan
kemampuan untuk diubah, faktor risiko yang dapat dimodifikasi mencakup
faktor genetik, etnis atau ras, usia, dan jenis kelamin. Sementara faktor risiko
yang tidak dapat dimodifikasi meliputi obesitas, kurangnya aktivitas fisik,
kehamilan, infeksi, stres, penggunaan obat-obatan, pola makan tidak sehat,
keberadaan hipertensi, dan dislipidemia. (Garnadi, 2022)
Pada tahun 2022, jumlah individu yang menderita Diabetes Melitus
(DM) di seluruh dunia mencapai 336 juta orang, dengan perkiraan akan

1
meningkat menjadi 350 juta pada tahun 2025. DM menjadi salah satu
penyakit paling umum di Asia, dengan sekitar 89 juta penduduk Asia
dilaporkan menderita DM pada tahun 2016. Prevalensi DM di Asia Tenggara
mencapai sekitar 46 juta orang dan diperkirakan akan naik menjadi 119 juta
pada suatu waktu tertentu. Dengan mempertimbangkan tren pertumbuhan
penduduk saat ini, jumlah individu yang menderita DM pada tahun 2020
diperkirakan mencapai 306 juta di seluruh dunia dan sekitar 19,4 juta di
negara-negara ASEAN pada tahun yang sama. (Sutrisno, 2016)
Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah
individu yang menderita Diabetes Melitus (DM) di Indonesia menempati
peringkat ketiga setelah India, China, dan Amerika Serikat. WHO
memperkirakan bahwa jumlah penderita DM di Indonesia akan meningkat
dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Pada
tahun 2009, Federasi Diabetes Internasional (IDF) juga memproyeksikan
peningkatan jumlah penderita DM dari 7,0 juta pada tahun tersebut menjadi
12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan dalam angka
prevalensi antara kedua laporan tersebut, keduanya menunjukkan bahwa
jumlah penderita DM diperkirakan akan meningkat sebanyak 2-3 kali lipat
pada tahun 2030. (WHO, 2022)
Indonesia menempati peringkat keempat dari sepuluh negara teratas
setelah India, China, dan Amerika dalam hal jumlah penderita Diabetes
Melitus. Pada tahun 2022, jumlah total individu yang menderita diabetes
melitus di Indonesia mencapai 8,4 juta orang (7,8%), dengan perkiraan
meningkat menjadi 21,3 juta orang (9,1%) pada tahun 2030. Berdasarkan
hasil Riset Kementrian Kesehatan tahun 2023, penyakit tidak menular (PTM)
seperti Diabetes Melitus mengalami peningkatan. Prevalensi penyakit ini
berdasarkan wawancara pada tahun 2022 adalah 1,1%, yang kemudian naik
menjadi 2,1% pada tahun 2023. (Kemenkes, 2019)
Pada laporan Riskesdas (2023) didapatkan bahwa tingkat diabetes di
provinsi Kalimantan Barat sebanyak 28.342 jiwa. Penyakit DM paling
banyak diderita berada di kota Pontianak yaitu sebanyak 3.611 jiwa dan

2
terendah berada di kota Kayong Utara sebanyak 628 jiwa. Didapatkan bahwa
usia yang paling banyak terkena DM yaitu pada usia 45-54 tahun dengan
persentase 6,03% dengan jenis kelamin terbanyak yaitu perempuan sebanyak
1,37%. Didapatkan bahwa penderita dengan pekerjaan sebagai PNS / TNI /
POLRI / BUMN / BUMD memiliki persentase tertinggi yaitu 4,38%.
Tingginya angka kematian akibat penyakit DM di Kalimantan Barat
khususnya di Kota Pontianak menjadi perhatian terutama dalam tindakan
pengobatan yang diberikan.(Riskesdas, 2023)
Menurut Profil Kesehatan Kabupaten Kubu Raya, pada tahun 2022
sebanyak 10.617 individu atau 84,20% dari total penduduk kabupaten
kuburaya, penderita diabetes melitus mendapat pelayanan kesehatan sesuai
standar di Kabupaten Kubu Raya. Persentase ini menunjukkan peningkatan
dari tahun sebelumnya sebesar 30,12% dan telah melebihi target Renstra
Kabupaten Kubu Raya yang sebesar 80%. Penyebabnya mungkin karena pada
saat penetapan target, jumlah penderita diabetes melitus masih sedikit.
Namun, setelah dilakukan skrining, jumlah penderita diabetes melitus
ternyata lebih banyak dari target yang telah ditetapkan, sehingga jumlah
orang yang mendapat layanan juga melampaui 100%.(Dinas Kesehatan
Kabupaten Kubu Raya, 2022).
Diabetes Melitus dibagi menjadi dua tipe, yaitu Diabetes Melitus tipe
1 (DM tipe 1) yang membutuhkan insulin untuk pengelolaannya, dan
Diabetes Melitus tipe 2 (DM tipe 2) yang tidak membutuhkan insulin secara
langsung. Jika DM tipe 2 tidak dikelola dengan baik, dapat menyebabkan
berbagai komplikasi baik secara akut maupun kronis. Komplikasi kronis DM
tipe 2 dapat meliputi masalah mikrovaskular dan makrovaskular yang secara
signifikan mempengaruhi kualitas hidup penderita. Penyebab utama kematian
pada penderita DM tipe 2 adalah komplikasi makrovaskular, yang melibatkan
pembuluh darah besar seperti pembuluh darah koroner, pembuluh darah otak,
dan pembuluh darah perifer. Sementara itu, komplikasi mikrovaskular
merupakan kerusakan yang khas terjadi pada diabetes, menyerang kapiler dan
arteriola pada berbagai organ seperti retina (retinopati diabetik), glomerulus

3
ginjal (nefropati diabetik), dan saraf perifer (neuropati diabetik). (Sutrisno,
2016)
Diabetes Melitus Tipe 2 (DM tipe 2) disebabkan oleh kombinasi
faktor genetik, gaya hidup, dan lingkungan. Ini termasuk resistensi insulin,
faktor genetik yang meningkatkan risiko, obesitas, gaya hidup kurang aktif,
pola makan tidak sehat, faktor usia, tingkat stres, kurang tidur, kebiasaan
merokok, dan riwayat kehamilan. Interaksi kompleks dari faktor-faktor ini
dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengembangkan DM tipe 2.
Mengelola gaya hidup dan faktor risiko dapat membantu mengurangi
kemungkinan terkena penyakit ini. (Sutrisno, 2016)
Diabetes melitus terjadi karna berbagai faktor, salah satu yang terjadi
jika mengalami diabetes melitus adalah gangguan mobilitas fisik. Gangguan
mobilitas fisik adalah kondisi di mana seseorang mengalami kesulitan atau
keterbatasan dalam bergerak atau berpindah dari satu tempat ke tempat
lainnya. Gangguan mobilitas fisik dapat berkisar dari kesulitan ringan hingga
keterbatasan yang parah, tergantung pada penyebabnya dan tingkat
keparahannya. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti cedera,
penyakit kronis, kondisi neurologis, kelebihan berat badan, kelemahan otot,
atau faktor-faktor lain yang memengaruhi kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan lancar dan mandiri. (Ramadhani, S, 2019)
Penderita gangguan mobilitas fisik mungkin memerlukan bantuan alat
bantu seperti tongkat, kursi roda, atau walker untuk membantu mereka
bergerak. Selain itu, terapi fisik dan program latihan khusus juga dapat
membantu meningkatkan mobilitas dan kualitas hidup bagi mereka yang
mengalami gangguan mobilitas fisik. Gangguan mobilitas fisik dapat
memengaruhi berbagai aspek kehidupan sehari-hari, termasuk aktivitas
sehari-hari, kemandirian, dan partisipasi sosial. Oleh karena itu, manajemen
yang tepat dan dukungan yang memadai sangat penting dalam merawat
individu dengan gangguan mobilitas fisik. (Fadilah, et.al, 2016)
Diabetes melitus sendiri membutuhkan terapi khusus yang
berkesinambungan agar dapat mengontrol kadar glukosa dengan baik, tidak

4
hanya terapi farmakologi saja, terapi non farmakologi juga dibutuhkan untuk
memaksimalkan status glikemik dengan tindakan self-care. Self care
merupakan tindakan untuk meningkatkan kemampuan dan kewaspadaan
terhadap merawat diri secara mandiri agar dapat mencengah komplikasi,
mengontrol kadar glikemik dengan baik, dan menjaga kualitas hidupnya. Self
care juga dapat meningkatkan HbAlc sesuai target dan memperpendek
perawatan di rumah sakit (Ramadhani, S, 2019)
Self care diabetes dapat dilakukan dengan cara mengatur pola makan
(diet), aktivitas fisik atau olahraga, memantau gula darah, kepatuhan
konsumsi obat, serta perawatan kaki. Pemeriksaan kadar gula darah
merupakan. salah satu perilaku self care terpenting bagi penderita diabetes
melitus untuk mengontrol glukosa dalam batas normal dan meningkatkan
kualitas hidupnya. Kegagalan pasien dalam mengontrol glukosa darah dalam
jangka panjang yang diakibatkan kurangnya pengetahuan pasien tentang
penyakit dan pengobatannya menjadi salah satu pemicu tingginya angka
kematian diabetes (Hakim, A. R, 2019).
Diabetes mellitus apabila tidak ditangani dengan baik dapat berakibat
buruk. Akibat yang akan terjadi dapat berupa kerusakan berbagai sistem
tubuh terutama syaraf dan pembuluh darah, yaitu meningkatkan resiko
penyakit jantung dan stroke, neuropati (kerusakan syaraf) di kaki yang
meningkatkan kejadian ulkus kaki, retinopati diabetikum, gagal ginjal dan
risiko kematian dua kali dibandingkan dengan bukan penderita DM. Untuk
mencegah terjadi komplikasi diperlukan pengendalian DM yang baik oleh
penderita, salah satunya dengan mengontrol gula darah dan menjaga tekanan
darah tetap stabil. Pengendalian gula darah dapat dicegah dengan terapi
farmakologi dan nonfarmakologi. Terapi non-farmakologi merupakan
pengobatan diabetes melitus yang dilakukan dengan cara menjalani pola
hidup sehat yaitu diet rendah garam dan kolesterol, menghentikan pemakaian
zat yang membahayakan tubuh, istirahat yang cukup, mengelola stres,
aktivitas fisik. (Fadilah, et.al, 2016).

5
Hasli penelitian yang dilakukan (Dafriani et al., 2018) menunjukan
rata-rata kadar gula darah setelah pemberian rebusan daun salam pada
kelompok intervensi dan kadar gula darah pada kelompok kontol tanpa
meminum rebusan daun salam. Pada kadar gula darah kelompok intervensi
nilai mean 207.2000 ml/dL dan kelompok kontrol nilai mean 263.2000
mg/dL dengan standar deviasi pada kelompok intervensi 41.70478 mg/dL dan
kelompok control 68.30292 mg/dL. Berdasarkan tabel tesebut, maka
didapatkan adanya perubahan kadar gula darah sesudah diberikan rebusan
daun salam pada pasien diabetes mellitus tipe II. Hasil uji statistic dengan
menggunakan uji independent t-test didapatkan pada kadar gula darah nilai
p=0,04 berarti p ≤ 0,05, maka nilai p ≤ 0,05 dianggap bermakna yang berarti
ada pengaruh antara pemberian rebusan daun salam dan penurunan kadar gula
darah di wilayah kerja Puskesmas Alai Kota Padang.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk membuat
Proposal Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah Pada Pasien Yang Mengalami Diabetes Melitus Dengan Diagnosa
Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Penurunan
Kekuatan Otot Di Rumah Sakit Tk II Kartika Husada Kabupaten Kubu
Raya”.

B. Batasan Masalah
Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah Pada Pasien Yang Mengalami Diabetes Melitus Dengan
Diagnosa Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan
Penurunan Kekuatan Otot Di Rumah Sakit Tk II Kartika Husada Kabupaten
Kubu Raya.

C. Rumusan Masalah
Berdasarakan uraian masalah pada latar belakang diatas, maka
rumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah Pada Pasien Yang Mengalami Diabetes Melitus Dengan

6
Diagnosa Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan
Penurunan Kekuatan Otot Di Rumah Sakit Tk II Kartika Husada Kabupaten
Kubu Raya.”

D. Tujuan
Tujuan penelitian pada proposal studi kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan umum
Peneliti mampu memaparkan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Pada Pasien Yang Mengalami Diabetes Melitus Dengan Diagnosa
Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Penurunan
Kekuatan Otot Di Rumah Sakit Tk II Kartika Husada Kabupaten Kubu
Raya.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk meningkatkan pengetahuan peneliti tentang konsep dasar
Diabetes Melitus tipe II
b. Untuk meningkatkan pengetahuan peneliti tentang konsep dasar
gangguan mobilitas fisik
c. Untuk mendapatkan gambaran konsep asuhan keperawatan
medikal bedah pada pasien yang mengalami diabetes melitus
dengan keluhan gangguan mobilitas fisik.

E. Manfaat
Pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Teoritis
Secara umum studi kasus ini di harapkan dapat memberikan manfaat dan
dapat berguna untuk pengembangan ilmu keperawatan dan sebagai acuan
dalam memberikan asuhan keperawatan medikal bedah pada pasien yang
mengalami diabetes melitus dengan diagnosa keperawatan gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
2. Praktis

7
a. Klien dan Keluarga
Sebagai tambahan pengetahuan bagi klien dan keluarga untuk
memahami tentang diabetes melitus dengan keluhan gangguan
mobilitas fisik sehingga dapat mengambil keputusan yang sesuai
dengan masalah serta ikut memperhatikan dan melaksanakan
tindakan yang diberikan oleh perawat.
b. Pelayanan Kesehatan
Penelitian studi kasus ini diharapkan dapat menambah ilmu
pengetahuan khususnya ilmu keperawatan dalam asuhan
keperawatan medikal bedah yang mengalami diabetes melitus
dengan keluhan gangguan mobilitas fisik.
c. Intitusi Pendidikan
Sebagai masukan atau menambah referensi studi keperpustakaan
khususnya mahasiswa/I STIKes YARSI Pontianak dalam menangani
Asuhan Keperawatan medikal bedah yang mengalami diabetes
melitus dengan keluhan gangguan mobilitas fisik
d. Peneliti Selanjutnya
Sebagai data awal untuk memperluas wawasan dan pengetahuan
dalam rangka pemaparan teori konsep diabetes melitus serta
memberikan perencanaan kedepannya untuk pendidikan kesehatan
terhadap keluarga dalam membantu pasien.

8
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Diabetes Melitus


1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes Melitus adalah kumpulan gejala penyakit yang ditandai
dengan gula darah yg meningkat (hiperglikemia). Tingginya kadar gula
darah disebabkan karena penurunan produksi hormon insulin oleh
kelenjar pankreas dan atau penurunan sensitivitas dari hormon insulin
(retensi hormon insulin) sehingga gula tidak dapat masuk ke dalam sel
tubuh dan beredar didalam darah. (Murdiyanti, 2022)
Diabetes Melitus adalah kelainan pada hormon insulin yang
ditandai dengan peningkatan nilai kadar gula (glukosa) dalam darah,
faktor-faktor risiko Diabetes Melitus, termasuk faktor genetik, etnis atau
ras, usia, obesitas, kurangnya aktivitas fisik, kehamilan, infeksi, stres,
dan penggunaan obat-obatan tertentu. faktor risiko lainnya seperti jenis
kelamin, pola makan tidak sehat, keberadaan hipertensi, dan
dislipidemia. Jika dipilah berdasarkan kemampuan untuk diubah, faktor
risiko yang dapat dimodifikasi mencakup faktor genetik, etnis atau ras,
usia, dan jenis kelamin. Sementara faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi meliputi obesitas, kurangnya aktivitas fisik, kehamilan,
infeksi, stres, penggunaan obat-obatan, pola makan tidak sehat,
keberadaan hipertensi, dan dislipidemia. (Garnadi, 2022)
Berdasarkan definisi diatas penulis menyimpulkan Diabetes
Melitus merupakan kondisi medis yang ditandai oleh peningkatan kadar
gula darah, yang disebabkan oleh berkurangnya produksi hormon insulin
oleh pankreas atau oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin.
Akibatnya, gula tidak dapat diserap oleh sel tubuh dan tetap bersirkulasi
dalam darah. Faktor-faktor risiko untuk diabetes meliputi genetik, etnis,
usia, obesitas, tingkat aktivitas fisik, kehamilan, infeksi, stres, dan
penggunaan obat-obatan tertentu. Beberapa faktor risiko dapat

9
dimodifikasi seperti genetik, etnis, usia, dan jenis kelamin, sementara
faktor-faktor seperti obesitas, kekurangan aktivitas fisik, dan pola makan
yang tidak sehat tidak dapat diubah. Selain itu, hipertensi dan
dislipidemia juga berkontribusi sebagai faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi.
2. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Anatomi pancreas (Maria, 2021)


(Maria, 2021) Menyatakan Pankreas adalah suatu organ yang
terdiri dari jaringan eksokrin dan endokrin. Pankreas terletak di kuadran
kiri atas rongga abdomen dan menghubungkan lengkung duodenum dan
limpa. Bagian eksrosin mengeluarkan larutan encer alklis serta enzim
pencernaan melalui duktus pankreatikus ke dalam lumen saluran cerna.
Di antara sel-sel eksorin di seluruh pancreas tersebar kelompok-
kelompok (pulau) sel endokrin yang dikenal sebagai pulau Langerhans
atau sel endokrin yang memproduksi hormone ini di sebut sel pula
Langerhans sel endokrin pancreas yang terbanyak adalah sel beta, tempat
sintesis dan sekresi unsulin, dan sel alfa yang menghasilkan glukagon.
Sel yang memproduksi hormon berkumpul dalam kelompok sel yang
disebut islet langerhans (Pulau Langerhans).
a. Hormon
Pankreas endokrin memproduksi hormon yang dibutuhkan untuk
metabolisme dan pemanfaatan selulur karbohidrat, protein, dan
lemak. Sel yang memproduksi hormon ini berkumpul dalam satu
kelompok sel yang disebut dengan Islet Langerhans (Pulau
Langerhans).

10
1) Sel Alfa memproduksi hormon glucagon, yang mendorong
pemecahan glikogen di hati, pembentukan karbohidrat di hati,
dan pemecahan lemak di hati dan jaringan adipos. Fungsi utama
gukagon adalah menurunkan oksidasi glukosa dan
meningkatkan kadar glukosa darah.
2) Sel beta mengeluarkan insulin, yang mempermudah pergerakan
glukosa menembus membrane sel ke dalam sel, yang
mengurangi kadar glukosa darah. Insulin mencegah kelebihan
pemecahan glikogen di hati dan di otot,
3) mempermudah pembentukan lipid sembari menghambat
pemecahan cadangan lemak, dan membantu memindahkan asam
amino ke dalam sel untuk sintesis protein. Hormon ini merusak
merusak sekresi glukagon dan memperlambat laju pergerakan
glukosa ke usus halus untuk di absorpsi.
4) Sel delta memproduksi somatosmatin, yang bekerja dalam islet
langerhans untuk menghambat motilitas pencernaan yang
memungkinkan lebih banyak waktu untk mengabsorbsi
makanan.
b. Insulin
Insulin merupakan hormon vital yang tidak dapat bertahan hidup
untuk waktu yang lama tanpa hormone tersebut. Defesiensi insulin
atau ketidaknormalan fungsi insulin disebut diabetes melitus. Insulin
meningkatkan transport glukosa dari darah ke sel dengan
meningkatkan permeabilitas membrane sel terhadap glukosa (namun
otak, hati, dan sel-sel ginjal tidak bergantung pada insulin untuk
asupan glukosa). Di dalam sel glukosa digunakan pada respirasi sel
untuk menghasilkan energy. Hati dan otot rangka juga mengubah
glukosa menjadi glukagon (glikogenesis, yang berarti pembentukan
glikogen) yang disimpan untuk digunakan untuk sebagai cadangan.b
3. Etiologi
a. Diabetes melitus tipe I

11
1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak meawarisi diabetes tipe 1 itu sendiri,
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik
kearah terjadinya diabetes melitus tipe I kecenderungan genetik
ini di temukan individu yang memiliki tipe gen HLA (Human
leucocyte antigen).
2) Faktor lingkungan
Faktor lingkungan berupa infkesi virus (Virus Coxsakie,
enterovirus retrovirus, mumps), defesiensi vitamin D, toksin
lingkungan. Klien dengan diabetes mellitus tipe I mengalami
defesiensi insulin obsolut.
b. Diabetes melitus Tipe II
(Rahmasari et.al, 2019) Menyatakan etiologi diabetes melitus tipe II
yaitu:
1) Obesitas
Obesitas merupakan salah satu faktor yang menunjukkan
sesorang dalam keadaan diabetes melitus tipe II. Obesitas
merusak pengaturan energi metabolisme dengan dua cara, yaitu
menimbulkan resistensi leptin dan meningkatkan resistensi.
Leptin adalah hormone yang berhubungan dengan gen obesitas.
Leptin berperan dalam hipotalamus untuk mengatur tingkat
lemak tubuh dan membakar lemak menjadi energi. Sesorang
yang mengalami kelebihan berat badan, kadar leptin dalam
tubuh akan meningkat.
2) Faktor genetik
Faktor genetik atau keturunan merupakan penyebab utama
diabetes. Jika kedua orang tua memiliki diabetes melitus, ada
kemungkinan bahwa hampir semua keturunan akan mempunyai
riwayat, diabetes melitus Pada kembar identik, jika salah satu
kembar mengembangkan diabetes melitus, maka hampir 100%
untuk terkena diabetes melitus tipe II.

12
3) Usia
Usia merupakan faktor yang mempengaruhi seseorang untuk
terkena diabetes atau faktor resiko meningkat secara signifikan
setelah usia 45 tahun. Hal ini terjadi karena pada usia ini
seseorang kurang aktifitas, berat badan akan bertambah dan
masa otot akan berkurang sehingga menyebabkan disfugsi
pankreas. Disfungsi pancreas dapat menyebabkan peningkatan
kadar gula dalam darah karena tidak dapat di produksi insulin.
4) Gaya hidup tidak sehat
Gaya hidup tidak sehat bisa di lihat mengonsumsi makanan
cepat saji yang tinggi karbohidrat dan kurangnya aktivitas dapat
memicu timbulnya obesitas pada seseorang yang dapat
menimbulkan penyakit diabetes melitus. Mekanisme aktivitas
fisik dapat mencegah atau menghambat perkembangan
diabetes melitus yaitu penurunan resistensi insulin.
5) Stress
Stress dapat meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan
kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan
kerja pancreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah
rusak hingga berdampak pada penurunan insulin.
c. Diabetes Melitus Gestasional (GDM)
Diabetes Melitus Gestasional atau Diabetes Melitus dalam
kehamilan, diabetes melitus ini diagnosis selama hamil. Diabetes
Melitus Gestasional (GDM) adalah kehamilan yang disertai
peningkatan insulin. Pada umumnya ditemukan pada kehamilan
trimester kedua atau ketiga. Faktor resiko GDM yakni riwayat
keluarga diabetes melitus, obesitas dan sindrom ovarium atau
melahirkan bayi dengan berat badan melebihi 4.5 kg.
4. Patofisiologi
Pada diabetes tipe I, sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun, sehingga insulin tidak dapat diproduksi. Hiperglikemia

13
puasa terjadi karena produksi glukosa yang tidak dapat diukur oleh hati.
Meskipun glukosa dalam makanan tetap berada di dalam darah dan
menyebabkan hiperglikemia postprandial (setelah makan), glukosa tidak
dapat disimpan di hati. Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup
tinggi, ginjal tidak akan dapat menyerap kembali semua glukosa yang
telah disaring. Oleh karena itu ginjal tidak dapat menyerap semua
glukosa yang disaring. Akibatnya, muncul dalam urine (kencing manis).
Saat glukosa berlebih diekskresikan dalam urine, limbah ini akan disertai
dengan ekskreta dan elektrolit yang berlebihan. Kondisi ini disebut
diuresis osmotik. Kehilangan cairan yang berlebihan dapat menyebabkan
peningkatan buang air kecil (poliuria) dan haus (polidipsia). Kekurangan
insulin juga dapat mengganggu metabolisme protein dan lemak, yang
menyebabkan penurunan berat badan.
Jika terjadi kekurangan insulin, kelebihan protein dalam darah
yang bersirkulasi tidak akan disimpan di jaringan. Dengan tidak adanya
insulin, semua aspek metabolisme lemak akan meningkat pesat. Biasanya
hal ini terjadi di antara waktu makan, saat sekresi insulin minimal, namun
saat sekresi insulin mendekati, metabolisme lemak pada DM akan
meningkat secara signifikan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan
mencegah pembentukan glukosa dalam darah, diperlukan peningkatan
jumlah insulin yang disekresikan oleh sel beta pankreas. Pada penderita
gangguan toleransi glukosa, kondisi ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan, dan kadar glukosa akan tetap pada level normal atau sedikit
meningkat. Namun, jika sel beta tidak dapat memenuhi permintaan
insulin yang meningkat, maka kadar glukosa akan meningkat dan
diabetes tipe II akan berkembang. (Lestari, 2021)
Diuretik osmosis yang dihasilkan meningkatkan haluaran urine.
Kondisi ini disebut polyuria. Ketika kadar glukosa darah melebihi
ambang batas glukosa biasanya sekitar 180 mg/dl, glukosa dieksresikan
ke dalam urine, suatu kondisi yang disebut glukosuria. Penurunan
volume intraseluler dan peningkatan haluruan urine menyebabkan

14
dehidrasi, mulut menjadi kering dan sensor haus diaktifkan yang
menyebabkan orang tersebut minum air banyak (polydipsia). Diabetes
melitus tipe II adalah resistensi terhadap efek insulin. Resistensi ini di
tingkatkan oleh kegemukan, tidak beraktivitas, riwayat penyakit dan
obat-obatan. Hiperglikemia meningkat secara perlahan dan dapat
berlangsung lama kemudian didiagnosis sudah mengalami kompliksi.
Diabetes melitus juga rentan terhadap infeksi. Tiga factor yang
mungkin berkontribusi terhadap perkembangan infeksi adalah fungsi
leukosit polimorfonuklear terganggu, neuropati diabetic dan
ketidakcukupan pembuluh darah. (Maria, 2021)
5. Pathway

Gambar 2.2 Pathway Diabetes Melitus

15
Sumber: (Rahmi, 2022) dengan standar diagnosa keperawatan Indonesia
dalam (PPNI, 2017)
6. Klasifikasi
(Setiawan, M, 2021) Menyebutkan klasifikasi diabetes melitus menjadi :
a. Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes Mellitus tipe 1 atau insulin dependent diabetes melitus
(IDDM). Diabetes Mellitus ini akibat kerusakan sel-sel beta
Pankreas yang biasanya terjadi karena reaksi autoimun dan menuju
kekurangan insulin yang absolut. Gejala awal DM mulai muncul
apabila kerusakan sel beta sudah mencapai 80-90%. Kerusakan sel
sel beta pancreas terjadi lebih cepat pada anak-anak dari pada
dewasa. Pasien DM tipe 1 mayoritas mempunyai antibodi yang
menunjukkan adanya proses autoimun.
b. Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes Mellitus tipe 2 atau yang dikenal sebagai Non Insulin
Dependent Diabetes Melitus (NIDDM). Diabetes mellitus ini
menunjukkan adanya penurunan kemampuan insulin untuk bekerja
dijaringan perifer (insulin resistance) dan terjadi disfungsi sel beta.
Pankreas tidak mampu mensekresikan insulin dalam jumlah yang
cukup untuk mengkompensasikan insulin resistance. Sehingga kedua
hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif. Kegemukan
atau obesistas berhubungan dengan kondisi ini dan biasanya terjadi
pada usia >40 tahun. Pada DM tipe 2 ini, kadar insulin bias tinggi,
rendah atau normal sehingga penderita tidak tergantung pada
pemberian insulin.
c. Diabetes Melitus Gestasional (Diabetes Mellitus pada Kehamilan)
Diabetes Mellitus dalam Kehamilan normal yang disertai dengan
peningkatan resistensi terhadap insulin (ibu hamil tidak dapat
mempertahankan kondisi euglikemia). Faktor risiko timbulnya
gestasional diabetes melitus: adanya riwayat dalam keluarga

16
menderita DM, obesistas dan glukosuria. Morbiditas neonatus
meningkat pada kasus GDM misalnya hipoglikemia, makrosomia,
polisitemia dan ikterus. Keadaan ini bias terjadi karena bayi yang
dilahirkan dari ibu GDM akan mensekresikan insulin lebih banyak
sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan macrosomia. Kejadian
GDM kurang lebih 3-5% dan dimasa mendatang ibu tersebut
beresiko untuk menderita diabetes melitus.
d. Diabetes Mellitus tipe yang lain
Hiperglikemia yang terjadi pada individu sub-kelas ini karena
kelainan yang spesifik, misal: kelainan genetik fungsi sel- sel beta,
endokrinopati (Cushing’s disease, akromegali), pemakaian obat-
obatan yang menggangu fungsi sel beta (misal obat golongan β-
adrenergik) dan infeksi atau sindroma genetik (down syndrome,
klinefelter’s).
7. Manifestasi Klinis
Menurut (Suryati, I, 2021) gejala Diabetes Melitus dibedakan
menjadi akut dan kronik yaitu:
a. Gejala akut yaitu: banyak makan (polyphagia), banyak minum
(polydipsia), banyak buang air kecil/ sering buang air kecil dimalam
hari (poliuria), mudah lelah, nafsu makan bertambah tetapi berat
badan turun drastis (5 sampai 10 kg dalam waktu 2 sampai 4
minggu).
b. Gejala kronik yaitu: Kesemutan, rasa kebas di kulit, kram, kulit
terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk oleh jarum, kelelahan,
mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyang atau
lepas, kemampuan seksual menurun bahkan pada pria tidak bias
ereksi atau mempertahanan ekresi (Impotensi), dan pada ibu hamils
sering mengalami keguguran atau intrauterine fetal death/IUED
(kematian janin dalam kandungan) atau bayi yang memilki berat
lahir lebih dari 4kg.
8. Komplikasi

17
Menurut (Suryati, I, 2021) Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik
akan menimbulkan komplikasi akut dan kronis.
a. Komplikasi Akut.
1) Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah seseorang berada
dibawah nilai (<50 mg/dl). Hipoglikemia akan lebih sering
terjadi pada penderita diabetes melitus tipe 1 yang dapat dialami
satu sampe dua kali perminggu, Kadar gula darah yang terlalu
rendah akan menyebabkan sel sel otak tidak mendapat pasokan
energi yang akhirnya tidak berfungsi bahkan bias mengalami
kerusakaan.
2) Hiperglikemia yaitu kadar gula darah mengalami peningkatan
secara tiba tiba dan berkembang menjadi keadaan metabolisme
yang berbahaya, seperti ketoasidosis diabetik, kemolakto
asidosis, koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK)
b. Komplikasi Kronis
1) Komplikasi Makrovaskuler yang biasanya berkembang pada
penderita Diabetes Melitus adalah trombosit otak (pembekuan
darah pada sebagian otak), Gagal jantung kongnetif, mengalami
penyakit jantung koroner (PJK), dan stroke.
2) Komplikasi Mikrovaskuler biasanya terjadi pada penderita
diabetes melitus seperti: Nefropati, Neuropati, Diabetik
retinopati (kebutaan) dan amputasi.
a) Retinopati diabetik : penyebab utama kebutaan diantara
klien dengan DM; sekitar 80% memiliki beberapa bentuk
retinopati 15 tahun setelah diagnosis. Penyebab pasti
retinopati tidak dipahami baik tapi kemungkinan
multifaktor dan berhubungan dengan glikosilasi protein,
iskemik, dan mekanisme hemodinamik.
b) Nefropati diabetik : penyebab tunggal paling sering dari
penyakit ginjal kronis tahap 5, dikenal sebagai penyakit
ginjal tahap akhir (end-stage renal disease/ESRD). Sebuah

18
konsekuensi mikroangiopati, nefropati melibatkan
kerusakan terhadap dan akhirnya kehilangan kapiler yang
menyuplai glomerulus ginjal. Kerusakan ini mengarah
gilirannya kepada perubahan dan gejala patologik
kompleks.
c) Neuropati: komplikasi kronis paling sering dari DM.
Hampir 60% klien DM mengalaminya. Oleh karena serabut
saraf tidak memiliki suplai darah sendiri, saraf bergantung
pada difusi zat gizi dan oksigen lintas membrane. Ketika
akson dan dendrit tidak mendapat zat gizi, saraf
mentransmisikan implus pelan pelan. Selain itu, akumulasi
sorbitol di jaringan saraf, selanjutnya mengurangsi fungsi
sensori dan motoris. Klien mungkin datang dengan
monoeuropati atau polineuropati dan mungkin memiliki
gangguan sensoris dan motoris, tergantung saraf mana yang
terlibat. Nyeri saraf berbeda dengan tipe nyeri lain seperti
nyeri otot atau sendi keseleo. Nyeri saraf sering dirasakan
seperti mati rasa, menusuk, kesemutan kondisi ini membuat
penderita diabetes rentan mengalami cedera yang tidak
disadari yang berisiko terinfeksi dan berkembang menjadi
gangrene (Maria, 2021)
9. Penatalaksanaan
Ada 5 pilar penatalaksanaan DM menurut (Parman, D, 2021) yaitu:
a. Edukasi
Edukasi kesehatan merupakan bagian dalam pengolahan DM dengan
edukasi orang dengan diabetes akan mengetahui penyakitnya dan
memiliki kemampuan dalam merawat dirinya. Edukasi dengan
tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian
dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting
dari pengolahan DM secara holistik.
b. Terapi nutrisi

19
Terapi nutrisi adalah pemberian nutrisi sesuai dengan kebutuhan
setiap penyandang DM. tujuan secara umum terapi nutrisi atau gizi
adalah membantu orang dengan Diabetes memperbaiki kebiasaan
gizi dan olahraga untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih
baik. Orang dengan DM perlu diberikan penekanan mengenai
pentingnya keteraturan 3J (jadwal makan, jenis dan jumlah
kandungan kalori) terutama pada mereka yang menggunakan obat
yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri.
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari : karbohidrat
sebesar 45% - 65% total asupan energi, Jenis karbohidrat paling baik
adalah yang berserat tinggi.
c. Latihan Jasmani/ Aktivitas fisik
Pada kondisi normal saat tubuh melakukan latihan fisik/ olahraga
energi yang di keluarkan berasal dari glukosa dan asam lemak bebas.
Energi awal berolahraga berasal dari cadangan ATP – PC otot,
selanjutnya sumber energi dari cadangan glikogen otot, dan
berikutnya glukosa. Apabila olahraga/ latihan fisik dilakukan secara
terus menerus, maka energi yang digunakan bersumber dari glukosa
yang didapatkan melalui pemecahan simpanan glikogen hepar
(glikogenolisis).
d. Terapi farmakologis
Terapi farkmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Pengolahan
Diabetes secara farmakologis dapat berupa pemberian :
1) Obat hipoglikemik oral (OHO), berdasarkan cara kerjanya,
OHO dibagi atas 4 golongan yaitu:
a) Pemicu sekresi insulin: Sulfonylurea dan glinid.
b) Penambahan sensitivitas terhadap insulin: bigunaid dan
tiazolidindion.
c) Pengambat gluconeogenesis: metaphormin
d) Penghambat absorbs glukosa: penghambat glucosidase alfa

20
2) Insulin
Pemberian insulin lebih dini akan menunjukkan hasil klinis yang
lebih baik, terutama masalah glukotosisitas. Hal ini
menunjukkan hasil perbaikan fungsi sel beta pankreas. Terapi
insulin mencegah kerusakan endetol, menekan proses inflamasi,
mengurangi kejadian apoptosis serta memperbaiki profil lipid.
e. Pemantauan nilai glukosa darah
Pemantauan atau pemeriksaan glukosa darah secara mandiri pada
diabetes yang dilakukan oleh keluarganya. Untuk memantau kondisi
diabetes diperlukan parameter antara lain perasaan sehat secara
subjektif, penurunan berat badan, dan kadar glukosa darah. Untuk
menyatakan kadar glukosa darah terkendali tentunya harus dilakukan
pemeriksaan kadar glukosa darah yang dapat dilakukan diklinik,
laboratorium atau dirumah yang dilakukan oleh keluarga.
10. Pemeriksaan Penunjang
Menurut, (Rahmasari et.al, 2019) Pemeriksaan yang dapat dilakukan
meliputi 4 hal yaitu :
a. Post Prandial
Dilakukan 2 jam setelah makan atau setalah minum. Angka diatas
130 mg/dl mengindikasikan diabetes
b. Hemoglobin glikosilat
HbIC adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula darah
selama 140 hari terakhir. Angka HbIC yag melebihi 6.1%
menunjukkan diabtes.
c. Tes toleransi glukosa oral
Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75
gr gula, dan akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah
yang normal dua jam setelah meminum cairan tersebut hari < dari
140 mg/dl.
d. Tes glukosa darah dengan finger stick

21
Jari tusuk dengan sebuah jarum sample darah diletakkan pada sebuah
strip yang dimasukkan kedalam celah alat glucometer.

B. Konsep Dasar Gangguan Mobilitas Fisik


1. Pengertian Gangguan Mobilitas fisik
Gangguan mobilitas fisik merupakan keterbatasan dalam gerakan
fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri. Perubahan dalam
tingkat mobilitas fisik dapat mengakibatkan terjadinya pembatasan gerak
dalam bentuk tirah baring, hambatan dalam melakukan aktifitas.
Gangguan mobilitas fisik mengacu pada kesulitan atau
pembatasan dalam kemampuan seseorang untuk bergerak atau
melakukan aktivitas fisik secara normal. Gangguan ini dapat melibatkan
berbagai sistem tubuh, termasuk sistem muskuloskeletal, saraf,
kardiovaskular, dan lainnya. Gangguan mobilitas fisik dapat bersifat
sementara atau permanen, ringan atau parah, tergantung pada
penyebabnya dan tingkat dampaknya pada kemampuan seseorang untuk
bergerak.
Gangguan mobilitas fisik dapat disebabkan oleh berbagai kondisi,
termasuk cedera fisik, penyakit degeneratif seperti osteoartritis, gangguan
neurologis seperti stroke atau neuropati, kondisi inflamasi seperti arthritis
rheumatoid, dan penyakit kronis seperti diabetes melitus. Faktor risiko
lainnya termasuk gaya hidup yang tidak sehat, kelebihan berat badan, dan
kurangnya aktivitas fisik.
Gejala gangguan mobilitas fisik dapat bervariasi tergantung pada
penyebabnya, tetapi umumnya termasuk nyeri, kelemahan otot,
keterbatasan gerakan sendi, kaku, atau kesulitan berjalan. Pengobatan
gangguan mobilitas fisik dapat meliputi rehabilitasi fisik, terapi fisik,
penggunaan alat bantu seperti kruk atau kursi roda, obat-obatan untuk

22
mengurangi nyeri atau peradangan, dan pembedahan jika diperlukan.
(PPNI, 2017)
Berdasarkan beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan
gangguan mobilitas fisik merujuk pada keterbatasan gerakan fisik dari
satu atau lebih ekstremitas secara independen. Gangguan ini dapat
mengakibatkan pembatasan gerak, seperti tirah baring, dan hambatan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Gangguan mobilitas fisik
mencakup berbagai kondisi yang memengaruhi kemampuan individu
untuk bergerak atau melakukan aktivitas fisik secara normal. Hal ini
dapat disebabkan oleh cedera fisik, penyakit degeneratif, gangguan
neurologis, kondisi inflamasi, dan penyakit kronis seperti diabetes
melitus. Faktor risiko termasuk gaya hidup yang tidak sehat, kelebihan
berat badan, dan kurangnya aktivitas fisik. Gejalanya bervariasi
tergantung pada penyebabnya, tetapi umumnya meliputi nyeri,
kelemahan otot, keterbatasan gerakan sendi, kaku, atau kesulitan
berjalan. Pengobatan dapat melibatkan rehabilitasi fisik, terapi fisik,
penggunaan alat bantu, obat-obatan, dan jika diperlukan, pembedahan.
Dengan memahami gangguan mobilitas fisik dan pendekatannya yang
holistik, diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup individu yang
terkena gangguan mobilitas fisik.
2. Etiologi gangguan mobilitas fisik
Penyebab dari gangguan mobilitas fisik yaitu, penurunan kekuatan otot,
kekakuan sendi, gangguan musculoskeletal, nyeri dan salah satu yang
terkait dengan gangguan mobilitas fisik yaitu Diabetes melitus yang
merupakan peradangan pada sendi yang menyebabkan nyeri pada sendi.
(PPNI, 2016)
3. Tanda dan gejala gangguan mobilitas fisik
Menurut (PPNI, 2016) gejala dan tanda dari gangguan mobilitas fisik
terdiri dari dua yaitu :
a. Gejala dan tanda mayor

23
Gejala dan tanda mayor secara subjektif yaitu mengeluh sulit
menggerakan ekstremitas dan secara objektif yaitu kekuatan otot
menurun
b. Gejala dan tanda minor
Gejala dan tanda minor secara subjektif yaitu nyeri saat bergerak,
enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak dan
secara objektif yaitu sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi,
gerakan terbatas dan fisik lemah
4. Patofisiologi gangguan mobilitas fisik
Gangguan mobilitas fisik pada diabetes melitus dapat berkaitan dengan
beberapa faktor patofisiologis yang kompleks. Berikut adalah beberapa
mekanisme yang terlibat:
a. Neuropati Diabetes: Neuropati diabetik merupakan salah satu
komplikasi yang umum terjadi pada penderita diabetes. Neuropati
perifer menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf perifer, termasuk
saraf-saraf yang mengontrol gerakan dan sensasi pada kaki dan
tangan. Ini dapat mengakibatkan penurunan sensitivitas sensorik dan
motorik, yang pada akhirnya mengganggu koordinasi gerakan dan
keseimbangan. Neuropati juga dapat menyebabkan kelemahan otot
dan kehilangan refleks yang diperlukan untuk menjaga stabilitas
tubuh.
b. Penyakit Pembuluh Darah: Diabetes melitus sering kali
menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah, yang dapat
mengurangi aliran darah ke otot-otot dan jaringan-jaringan penting
lainnya. Penyumbatan pembuluh darah atau pembuluh darah yang
rusak dapat menyebabkan iskemia (kurangnya pasokan darah) pada
otot-otot, yang mengurangi kemampuan untuk bergerak dengan
lancar dan nyaman.
c. Kerusakan Jaringan: Diabetes juga dapat menyebabkan kerusakan
pada jaringan-jaringan di seluruh tubuh, termasuk otot dan jaringan
ikat. Hal ini dapat mengurangi fleksibilitas dan kekuatan otot, serta

24
membatasi rentang gerakan sendi. Selain itu, kerusakan pada kulit
karena diabetes juga dapat menyebabkan luka dan infeksi, yang
dapat membatasi mobilitas.
d. Hiperglikemia dan Ketosis: Hiperglikemia kronis, yang terjadi ketika
kadar glukosa darah tinggi dalam jangka waktu yang lama, dapat
menyebabkan kerusakan pada saraf dan pembuluh darah. Ketosis,
yang terjadi ketika tubuh menggunakan lemak sebagai sumber energi
karena tidak cukup insulin untuk mengubah glukosa menjadi energi,
dapat menyebabkan penurunan energi dan kelemahan otot, yang
pada gilirannya dapat mempengaruhi mobilitas.
e. Penyakit Jantung dan Vaskular: Penderita diabetes memiliki risiko
yang lebih tinggi untuk mengalami penyakit jantung dan vaskular.
Penyakit-penyakit ini dapat mengurangi kemampuan jantung untuk
memompa darah dengan efisien ke seluruh tubuh, yang dapat
mengurangi aliran darah ke otot-otot dan mengganggu kemampuan
untuk bergerak dengan bebas
5. Penanganan gangguan mobilitas fisik
Penanganan gangguan mobilitas fisik pada diabetes melitus melibatkan
pendekatan holistik yang mencakup manajemen gula darah, perawatan
neuropati, perawatan kulit, rehabilitasi fisik, dan gaya hidup sehat.
Berikut adalah beberapa strategi yang umum digunakan:
a. Manajemen Gula Darah: Pengendalian gula darah yang baik sangat
penting untuk mencegah atau memperlambat perkembangan
komplikasi diabetes yang dapat mempengaruhi mobilitas. Ini
termasuk mengikuti rencana makan yang sehat, mengatur dosis
insulin atau obat-obatan diabetes dengan tepat, serta memantau
secara teratur kadar glukosa darah.
b. Perawatan Neuropati: Jika neuropati sudah berkembang, perawatan
yang tepat dapat membantu mengurangi gejala dan memperlambat
progresi kondisi. Ini mungkin melibatkan penggunaan obat-obatan
untuk mengurangi rasa sakit atau sensasi abnormal, terapi fisik untuk

25
meningkatkan kekuatan otot dan keseimbangan, serta penggunaan
alat bantu seperti penutup kaki yang lembut untuk mencegah luka.
c. Perawatan Kulit: Mengingat risiko luka dan infeksi pada kulit yang
lebih tinggi pada penderita diabetes, penting untuk menjaga kulit
tetap sehat dan utuh. Ini meliputi pemeriksaan reguler pada kaki dan
tangan, menjaga kulit tetap lembap dan terhindar dari retakan atau
luka, serta perawatan yang cepat jika terjadi luka atau infeksi.
d. Rehabilitasi Fisik: Program rehabilitasi fisik dapat membantu
memperbaiki mobilitas, keseimbangan, dan kekuatan otot pada
penderita diabetes. Ini bisa mencakup latihan fisik seperti latihan
aerobik, latihan keseimbangan, dan latihan kekuatan yang
disesuaikan dengan kondisi individu.
e. Gaya Hidup Sehat: Mengadopsi gaya hidup sehat sangat penting
bagi penderita diabetes untuk mengelola kondisi mereka dengan
baik. Ini termasuk menjaga berat badan yang sehat melalui diet
seimbang dan olahraga teratur, menghindari merokok dan konsumsi
alkohol, serta memperhatikan manajemen stres dan istirahat yang
cukup.
f. Konsultasi Medis Teratur: Pemantauan dan konsultasi medis teratur
dengan dokter atau tim perawatan kesehatan adalah kunci untuk
memastikan manajemen yang efektif dari gangguan mobilitas fisik
pada diabetes. Dokter dapat memberikan saran, menyesuaikan
rencana perawatan, dan meresepkan pengobatan sesuai kebutuhan.
Melalui pendekatan yang komprehensif ini, diharapkan penderita
diabetes dapat meminimalkan risiko gangguan mobilitas fisik dan
mempertahankan kualitas hidup yang baik.
C. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Diabetes Melitus dengan keluhan
Gangguan Mobilitas Fisik
1. Pengkajian
Pengkajian yang lengkap, akurat, sesuai keyataan, kebenaran data
sangatlah penting untuk merumuskan suatu masalah keperawatan atau

26
diagnose keperawatan dan memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien sesuai dengan kondisi yang dialami pasien. Pengkajian
keperawatan diutamakan pada respon pasien terhadap gangguan yang
dialami pasien, perawat juga harus terlebih dahulu harus mengidentifikasi
masalah kesehatan pasien terlebih dahulu.
Data yang dikumpulkan dapat berupa data subjektif maupun objektif,
data subjektif merupakan data yang berasal dari penyataan verbal klien
atau orang terdekat klien (keluarga) sedangkan data objektif adalah data
yang terukur dan berwujud seperti tanda-tanda vital, asupan dan luaran,
serta tinggi dan berat badan. Asal data dibedakan menjadi data primer
dan data sekunder.
a. Identitas
Diabetes melitus tipe II biasanya terjadi pada klien yang mempunyai
keluarag riwayat diabetes mellitus. Diabetes mellitus tipe II ini
biasanya mulai terdeteksi pada usia kurang dari 30 tahun. Diabetes
melitus tipe II adalah tipe diabetes melitus paling umum terdiagnosa
setelah usia 40 tahun dan biasanya terjadi juga karena obesitas dan
gaya hidup yang tidak sehat. (Maria, 2021). Pada awal masa dewasa
(18-24); pada usia dewasa pertengahan (40-60); masa tua atau lansia
(>60 tahun) menurut.(Lukman, 2020).
b. Status kesehatan
1) Keluhan utama
Klien dengan keluhan sering buang air kecil pada malam hari,
terkadang merasa haus dan lapar, kemudian adanya kesemutan
pada kaki/tungkai bawah, adanya luka yang tidak sembuh dan
berbau kemudian ada nyeri di bagian luka tersebut.
2) Alasan masuk rumah sakit
Klien dengan riwayat diabetes mellitus akan sering mengalami
kehausan, badan lemas dan penurunan berat badan sekitar 10%
sampai 20%.
3) Riwayat penyakit sekarang

27
Menanyakan kepada klien yaitu berisikan terjadi kapan luka
tersebut, penyebab terjadi luka tersebut dan menyakan kepada
klien bagaimana cara mengatasi luka tersebut. Dan untuk klien
yang terdapat luka dengan dilakukan pengkajian nyeri pada luka
tersebut dengan menggunakan instrument atau alat ukur yang
tepat. Salah satunya mengkaji nyeri dengan metode PQRST.
4) Pola Sirkulasi
Adanya riwayat, hipertensi, kebas, kesemutan, ulkus kaki dan
penyembuhan lama. Selain itu menunjukkan gejala takikardi,
perubahan TD postural, penurunan atau absen nadi, disritmia
JVP, kulit yang kering, hangat dan mata cekung. Neuropati juga
mempengaruhi pola sirkulasi
5) Poal Integritas ego
Stress dan ansietas juga mempengaruhi proses penyembuhan
pasien
6) Pola Eliminasi
Perubahan pola berkemih, polyuria, nocturia, nyeri dan panas
serta kesulitan mengosongkan kandung kemih, infeksi kandung
kemih, diare, perut lunak kembung, urin berwarna kuning pekat,
polyuria menjadi oliguria dan anuri jika terjadi hypovolemia,
urin berbau keruh (infeksi), perut kerat dan berdistensi, bising
usus bekurang atau meningkat.
7) Makan/ Minum
Klien DM dapat mengatakan gejala penurunan nafsu makan,
mual muntah, anoreksia, penurunan berat badan, haus dan
penggunaan deuretik.
8) Neurosensory
Gejala yang dirasakan dapat berupa pusing, sakit kepala,
kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parastesia, dan
gangguan penglihatan. Sensasi nyeri karena Neuropati yang
dimulai dari ekstermitas yang menyebabkan pasien sering jatuh,

28
cedera, pembatasan gerak dan penurunan kulitas hidup menurut
(Rahmi, 2022)
9) Nyeri/kenyamanan
Pada klien DM dapat merasakan nyeri pada perut dan kembung.
Tanda yang muncul yaitu ekspresi muka menyeringai saat
palpasi abdomen dan sikap melindung.

2. Diagnosa Keperawatan
Setelah didapatkan data dari pengkajian yang dilakukan secara
menyeluruh, maka dibuatlah analisa data dan membuat kesimpulan
diagnosis keperawatan. Berikut adalah uraian dari masalah yang timbul
bagi klien dengan diabetus mellitus dengan menggunakan Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) dalam Tim Pokja SDKI DPP
PPNI 2017.
a. Nyeri Akut (D.0077)
1) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitats ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan
2) Penyebab
a) Agen pencederaan fisiologi (Mis. Inflamasi, iskemia,
neoplasma).
b) Agen pencederaan fisik ( Mis. abses, amputsi, terbakar,
terpotong mengangkat berat, prosedur operasi, trauma,
latihan fisik berlebihan).
3) Gejala dan tanda mayor Subyektif : mengeluh nyeri
Objektif : tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada,
posisi menghindar dari nyeri), gelisah, frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur.
Gejala dan tanda minor Subyektif : (tidak tersedia)

29
Objektif : tekanan darah menigkat, pola nafas berubah, nafsu
makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri,
berfokus pada diri sendiri, diaphoresis.
4) Kondisi klinis terkait
a) Kondisi perdarahan
b) Cidera traumatis
c) Infeksi
d) Sindrom coroner akut
b. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah (D. 0027)
1) Definisi
Variasi kadar glukosa darah naik/tutrun dari rentang normal.
2) Penyebab
a) Disfungsi pankreas.
b) Resistensi insulin
c) Gangguan toleransi glukosa darah
d) Gangguan glukosa darah
3) Gejala dan tanda mayor
a) Hipoglikemia
Subjektif : Mengantuk, pusing
Objektif : Ganggaun koordinasi, kadar glukosa dalam
darah/urin rendah
b) Hiperglikemia
Subyektif : Lelah dan lesu
Objektif Kadar glukosa dalam darah/urin tinggi
4) Gejala dan tanda minor
a) Hipoglikemia
Subjektif : Palpitasi, mengeluh lapar
Objektif : Gemetar, kesadaran menurun, perilaku aneh, sulit
bicara, berkeringat
b) Hiperglikemia

30
Subyektif : Mulut kering, haus meningkat Objektif : Jumlah
urin meningkat
5) Kondisi klinis terkait
a) Diabetes mellitus
b) Ketaosidosis diabetic
c) Hipoglikemia
d) Hiperglikemia
e) Diabetes gestasional
c. Perfusi Perifer Tidak Efektif (D. 0009)
1) Definisi
Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat
menganggu metabolism tubuh.
2) Penyebab
a) Hiperglikemia
b) Kurang terpapar informasi tentang proses penyakit (mis.
diabetes melitus, hyperlipidemia)
3) Gejala dan tanda mayor Subjektif : (tidak tersedia)
Objektif : pengisian kapiler >3 detik, nadi perifer menurun atau
tidak teraba, akral teraba dingin, warna kulit pucat, turgor kulit
menurun.
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif : parastesia, nyeri ekstermitas (klaudikasi intermiten)
Objektif : edema, penyembuhan luka lambat, indeks ankle-
brachial <0,90, bruit fermoralis.
5) Kondisi klinis terkait
a) Tromboflebitis
b) Diabetes mellitus
c) Anemia
d) Gagal jantung kongenstif
e) Kelainan jantung kongential
f) Thrombosis arteri

31
g) Varises
h) Trombosit vena dalam
i) Sindrom kompartemen
d. Gangguan integritas kulit/jaringan (D. 0129)
1) Definisi
Kerusakan kulit (dermis/epidermis) atau jaringan (membrane
mukosa, kornea, fasi, otot, tendon, tulang, kartigo, kapsulsendi
atau ligament)
2) Penyebab
a) Kekurangan\kelebihan volume cairan
b) Neuropati perifer
3) Gejala dan tanda mayor Subjektif : (tidak tersedia)
Objektif : kerusakan jaringan atau lapisan kulit
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif : (tidak tersedia)
Objektif : nyeri, perdarahan, kemerahan, hematoma
5) Kondisi klinis terkait
a) Imobilisasi
b) Gagal jantung kongestif
c) Gagajl ginjal
d) Diabetes mellitus
e) Imunodefesiensi (miss. AIDS)
e. Gangguan mobilitas fisik (D. 0054)
1) Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fiisk dari satu atau lebih
ekstermitas secara mandiri.
2) Penyebab
a) Nyeri
3) Gejala dan tanda mayor
Subjektif : mengeluh sulit menggerakkan ekstermitas

32
Objektif : kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM)
menurun
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif : nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan,
merasa cemas saat bergerak.
Objektif : sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasika, gerak
terbatas, fisik lemah.
5) Kondisi klinis terkait
a) Stroke
b) Cedera medulla spinalis
c) Trauma
d) Fraktur
e) Osteoarthiritis
f) Ostemalasia
g) Keganasan
f. Intoleransi aktivitas (D. 0056)
1) Definisi
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
2) Penyebab
a) Tirah baring
b) Kelemahan
c) Imobilitas
3) Gejala dan tanda mayor Subjektif : mengeluh lelah
Objektif : frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi klinis
istirahat.
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif : dispenia saat/setelah aktivitas, merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas, merasa lemah.
Objektif : tekanan darah berubah, gambaran EKG menunjukkan
aritmia saat/setelah aktivitas, gambaran EKG iskemia, sianosis.
5) Kondisi klinis terkait

33
a) Anemia
b) Gagal jantung kongestif
c) Penyakit katup jantung
d) Aritmia
e) Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)
f) Gangguan metabolik
g) Gangguan musculoskeletal

g. Resiko infeksi (D.0142)


1) Definisi
Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik
2) Penyebab
a) Penyakit kronis (mis. diabetes melitus)
b) Efek prosedur invasif
3) Kondisi klinis terkait
a) AIDS
b) Luka bakar
c) Penyakit paru obstruksi kronis
d) Diabetes mellitus
e) Tindakan invasif
f) Penyalahgunaan obat
g) Ketuban pecah sebelum waktunya
h) Kanker
i) Gagal ginjal
j) Imunosupresi
k) Lymphedema
l) Leukositopenia
m) Gangguan fungsi hati
h. Resiko Hipovolemia (D. 0034)

34
1) Definisi
Beresiko menfalami penurunan volume cairan
intravaskuler, interstisiel, atau intraseluler.
2) Penyebab
a) Kehilangan cairan aktif
3) Faktro Resiko
a) Kehilangan cairan secara aktif
b) Gangguan absorbs cairan
c) Usia lanjut
d) Kelebihan berat badan
e) Status hipermetabolik
f) Kegagalan mekanisme regulasi
g) Evaporasi
h) Kekukranagn intake cairan
i) Efek agem farmakologis
4) Kondisi Klinis
a) Penyakit Addison
b) Trauma atau perdarahan
c) Luka bakar
d) AIDS
e) Penyakit Crohn
f) Muntah
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan
oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis
untuk mencapai luaran yang diharapkan (PPNI, 2018).
a. Nyeri Akut (D.0077)
Tabel 2.1
Intervensi Nyeri Akut

Tujuan Intervensi

35
Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Nyeri
maka diharapkan Tingkat Nyeri (L.08066) (I. 082380)
menurun. Observasi :
Kriteria hasil : 1.1. Identifikasi lokasi, karateristik, durasi,
1. Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas, itensitas nyeri
2. Meringis menurun 1.2. Identifikasi skala nyeri
3. Gelisah menurun 1.3. Identifikasi respon nyeri non verbal.
4. Menarik diri menurun 1.4. Identifikasi factor yang memperberat
5. Berfokus pada diri sendiri menurun dan meringankan nyeri.
6. Perasaan depresi (tertekan) menurun 1.5. Identifikasi pengetahuan dan
7. Perasaan takut mengalami cidera keyakinan tentang nyeri
berulang menurun 1.6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
8. Anoreksia menurun respon nyeri
9. Perineum terasa tertekan menurun 1.8. Identifikasi pengaruh nyeri
10. Uterus teraba membulat menurun pada kualitas
11. Diaphoresis menurun hidupMonitor keberhasilan terapi
12. Sikap protektif menurun komplementer yang sudah diberikan
13. Gelisah menurun 1.9. Monitor efek samping penggunaan
14. Frekuensi nadi menurun analgetik
15. Pola tidur membaik Terpeutik :
16. Tekanan darah membaik 1.10. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
17. Focus membaik
mengurangi rasa nyeri
1.11. Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri
1.12. Fasilitasi istirahat dan tidur.
1.13. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan startegis meredakn
nyeri
Edukasi :
1.14. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
1.15. Jelaskan strtegi meredahkan nyeri
1.16. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
1.17. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
1.18. Anjurkan teknik farmakologis.
Kolaborasi :
1.19. Kolaborasi pemberian analgetik

b. Ketidakstabilan Kadar Gulah Darah (D.0027)


Tabel 2.2
Intervensi Ketidakstabilan kadar gula darah

No. Tujuan Intervensi

36
1. Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hiperglikemia
keperawatan maka diharapkan (I. 03115)
Ketidakstabilan Kadar Glukosa Observasi :
Darah (L. 05022) membaik 2.1. Identifikasi kemungkinan penyebab
Kriteria Hasil : hiperglikemia
1. Koordinasi meningkat 2.2. Identifikasi situasi yang menyebabakan
2. Mengantuk menurun kebutuhan insulin meningkat (mis.
3. Pusing menurun Penyakit kambuhan)
4. Keluhan lapar menurun 2.3. Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
5. Kadar glukosa dalam darah 2.4. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
membaik (miss. Polyuria, polidipsi, polifagi,
kelemahan, malaise, pandangan kabur,
sakit kepala)
2.5. Monitor intake dan output cairan
2.6. Monitor keton urin, kadar analisa gas
darah, elektrolit, tekanan darah ortostatik
dan frekuensi nadiTerpeutik :

2.7. Berikan asupan cairan oral


2.8. Konsultasi dengan medis jika tanda
dan gejala hiperglikemia tetap atau
memburuk
2.9. Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi
ortostatik
Edukasi :

2.10. Anjurkan mengindari olahraga saat


kadar glukosa darah lebih dari 250
mg/dl
2.11. Anjurkan monitor kadar glukosa
secara mandiri
2.12. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan
olahraga
2.13. Ajarkan indikasi dan pentingnya
pengujian keton, jika perlu
2.14. Ajarkan pengelolaan diabetes (miss.
Penggunaan insulin, obat oral, monitor
asupan cairan, penggantian
karbohidrat, dan bantuan profesioanal
kesehatan)
Kolaborasi :

2.15. Kolaborasi pemberian insulin, jika


perlu
2.16. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika
perlu
Kolaborasi pemberian

37
c. Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009)
Tabel 2.3
Intervensi Perfusi Perifer Tidak Efektif

No. Tujuan Intervensi


1. Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi
keperawatan maka diharapkan (I. 03119)
Status Sirkulasi (L. 02016) Observasi :
3.1 Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi
membaik
perifer, edema, pengisian kapiler,
Kriteria Hasil :
1. Kekuatan nadi meningkat warna suhu, anklebrachial index)
2. Output urine meningkat 3.2 Identifikasi factor resiko gangguan
3. Saturasi oksigen meningkat sirkulasi (mis. Diabetes, perokok,
4. PaO2 meningkat orang tua, hipertensi, dan kadar
5. Pucat menurun kolestrol tinggi).
6. Akral dingin menurun 3.3 Monitor panas, kemerahan, neyri atau
7. Pitting edema menurun
bengkak pada ekstermitas
8. Edema perifer menurun
9. Hipotensi ortostatik Terapeutik :
menurun
3.4 Hindari pemasangan infus atau
10. Bunyi nafas tambahan
pengambilan darah di area
menurun
keterbatasan perfusi
11. Bruit pembuluh darah
3.5 Hindari pengukuran tekanan darah
menurun
pada ektermitas dengan keterbatasan
12. Distensi vena jugularis
perfusi
menurun
3.6 Hindari penekanan dan pemasangan
13. Asites menurun
14. Fatigue menurun terniquet pada area yang cidera
15. Klaudikasio intemiten 3.7 Lakukan pencegahan infeksi
menurun 3.8 Lakukan perawatan kaki dan kuku
3.9 Lakukan hidrasi
16. Ulkus ekstermitas menurun
17. Tekanan darah sistolik Edukasi :
membaik
18. Tekanan darah diastolic 3.10 Anjurkan berhenti merokok
membaik 3.11 Anjurkan berolahraga rutin
19. Tekanan nadi membaik 3.12 Anjurkan mengecek air mandi
20. Mean arterial pressure untuk menghindari kulit terbakar
membaik 3.13 Anjurkan menggunakan obat
21. Pengisian kapiler mambaik penurun tekanan darahm
22. Tekanan vena sentral antikogulan dan penurun kolestrol,
membaik jika perlu
23. Berat badan membaik 3.14 Anjurkan minum obat pengontrol
tekanan darah secara teratru
3.15 Anjurkan menghindari penggunaan
obat penyekat beta
3.16 Anjurkan melakukan perawatan
kulit yang tepat

d. Defisit Nutrisi (D.0019)


Table 2.4

38
Intervensi Defisit Nutrisi

Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Nutrisi
maka diharapkan Status Nutrisi (L. 030300) (I. 03119)
membaik. Observasi :
4.1. Identifikasi alergi dan
Kriteria Hasil :
1. Porsi makan yang dihabiskan membaik intoleransi makanan
2. Kekuatan otot penguyah meningkat 4.2. Identifikasi makanan
3. Kekuatan otot menelan meningkat yang disukai
4. Serum albumin memningkat 4.3. Identifikasi kebutuhan
5. Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan kalori dan jenis nutrisi
nutrisi meningkat 4.4. Identifikasi kebutuhan
6. Pengetahuan tentang pilihan makanan yang kalori dan jenis nutrien
sehat meningkat 4.5. Monitor asupan
7. Pengetahuan tentang pilihan minuman yang makanan
sehat meningkat 4.6. Monitor berat badan
8. Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi 4.7. Monitor hasil
yang tepat meningkat pemeriksaan
9. Perasaan cepat kenyang menurun laboratorium
10. Nyeri abdomen menurun 4.8.Identifikasi status nutrisi
11. Sariawan menurun Terapeutik :
12. Diare menurun
13. Frekuensi makan membaik 4.9. Lakukan oral hygine
14. Nafsu makan membaik
sebelum makan, jika
perlu
4.10. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (miss.
Piramida makanan)
4.11. Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
4.12. Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
4.13. Berikan makanan
tinggi kalori dan tinggi
protein
4.14. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
4.15. Hentikan pemberian
makan melalui
selangnasogatrik jika
asupan dapat
ditoleransi
Edukasi :

4.16. Anjurkan posisi duduk,


jika mampu
4.17. Ajarkan diet yang di
program

39
Kolaborasi :
4.18.Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

40
e. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
Tabel 2.5
Intervensi Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan intervensi keperawatan Perawatan Integritas Kulit
maka diharapkan Integritas kulit dan jaringan (I. 11353)
(L. 14125) meningkat. Observasi :
Kriteria Hasil : Identifikasi penyebab gangguan
1. Elastisitas meningkat integritas kulit
2. Hidrasi meningkat 5.1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
3. Perfusi jaringan meningkat baring
4. Kerusakan jaringan menurun 5.2. Lakukan pemijatan pada area
5. Kerusakan laipasan kulir menurun penonjolan tulang, jika perlu
6. Nyeri menurun 5.3. Bersihkan perineal dengan air
7. Perdaraha menurun hangat
8. Kemerahan menurun 5.4. Gunakan produk berbahan
9. Hematoma menurun ringan/alami dan hipoalergik
10. Pigmentasi abnormal menurun pada kulit sensitive
11. Jaringan parut menurun 5.5. Gunakan produk berbahan
12. Nekrosis menurun ringan atau alami dan
13. Abrasi kornea menurun hipoalergik pada kulit sensitive
14. Suhu kulit membaik 5.6. Hindari produk berbahan dasar
15. Sensasi membaik alcohol pada kulit kering
16. Tekstur membaik Edukasi :
17. Pertumbuhan rambut membaik 5.7. Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotion, serum)
5.8. Anjurkan minum air yang cukup
5.9. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
5.10. Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
5.12. Anjurkan menggunakan tabir
surya SPF minimal 30 saat
berada di luar rumah
5.11. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun secukupnya

f. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)


41
Tabel 2.6
Intervensi Gangguan Mobilitas Fisik

Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan intervensi keperawatan Dukungan Ambulasi
maka diharapkan Mobilitas Fisik (L. 05042) (I. 06171)
meningkat. Observasi :
6.1. Identifikasi adanya nyeri atau
Kriteria hasil :
1. Pergerakan ekstermitas meningkat keluhan fisik laninnya
2. Kekuatan oto meningkat 6.2. Identifikasi toleransi fisik
3. Rentang gerak (ROM) melakukan ambulasi
4. Nyeri menurun 6.3. Monitor frekuensi jantung dan
5. Gerakan terbatas menurun tekanan darah dalam memulai
6. Kaku sendi menurun ambulasi
7. Gerakan tidak terkoordinasi menurun
6.4. Monitor kondisi umum selama
8. Kaku sendi menurun
9. Gerakan terbatas menurun melakukan ambulasi.
10. Kelemahan fisik menurun Terapeutik :
6.5. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan
alat bantu (miss. Tongkat, kursi
roda)
6.6. Fasilitasi melakukan mobilisasi
fisik, jika perlu
6.7. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
ambulasi
Edukasi :
6.8. Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
6.9. Anjurkan melakukan ambulasi
dinin
6.10. Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan (mis, berjalan
dan tempat tidur ke kursi roda,
berjalan dari tempat tidur ke
kamar mandi, berjalan sesuai
toleransi)

4. Implementasu Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang
lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan Implementasi adalah fase ketika
perawat mengimplimentasikan intervensi keperawatan. Implementasi merupakan langkah
keempat dari proses keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan
dalam rangka membantu klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak

42
atau respons yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam keperawatan merupakan suatu proses yang dilakukan dengan cara
melakukan identifikasi untuk melihat apakah ada dampak dari rencana asuhan keperawatan
yang telah dilakukan. Dan untuk melihat apakah asuhan keperawatan yang telah dilakukan
tercapai atau tidak. Sebagai perawat yang professional kita diharuskan untuk berpikir kritis
pada proses evaluasi ini karna sangat penting dalam mencapai keberhasilan dari perawatan
kepada klien. Evaluasi memiliki beberapa komponen penting menurut (Jannah, 2020)
antara lain :
a. Mengumpulkan bagaimana kriteria,pertanyaan evaluasi dan standa.
b. Pengumpulan data yang akurat mengenai keadaan pasien.
c. Membandingkan dan menganalisa data sesuai dengan kriteria dan standar.
d. Membuat kesimpulan dan merangkum tindakan.
e. Menerapkan tindakan keperawatan sesuai dengan kesimpulan yang didapatkan.

43
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan konseptualisasi atas sebuah fenomena atau gejala sosial yang
akan diturunkan menjadi variable-variabel penelitian sampai ke tingkat indikator. Design
penelitian yang digunakan peneliti adalah studi kasus. Studi kasus yaitu peneliti melakukan riset
studi terhadap suatu objek tertentu atau fenomena terkini dengan menyesuaikan kerangka
konseptual bahwa peneliti dapat menggali informasi mendalam untuk mendapatkan pemahaman
mengenai kasus yang diteliti.(Maidiana, 2021)
Studi kasus di batasi oleh waktu dan tempat, serta kasus yang di pelajari berupa peristiwa,
aktivitas atau individu. Studi kasus ini adalah studi mengeksplorasi masalah Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah Pada Pasien Yang Mengalami Diabetes Melitus Dengan Diagnosa
Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Penurunan Kekuatan Otot Di
Rumah Sakit Tk II Kartika Husada Kabupaten Kubu Raya.

B. Batasan Istilah
Dalam batasan masalah ini peneliti dapat memaparkan hasil penelitian studi kasus tentang
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Pasien Yang Mengalami Diabetes Melitus Dengan
Diagnosa Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Penurunan Kekuatan
Otot Di Rumah Sakit Tk II Kartika Husada Kabupaten Kubu Raya dengan cara melakukan
pendekatan dan wawancara pada partisipan.

C. Partisipan
Partisipan dalam penelitian studi kasus ini adalah Pasien Yang Mengalami Diabetes Melitus
Dengan Diagnosa Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Penurunan
Kekuatan Otot Di Rumah Sakit Tk II Kartika Husada Kabupaten Kubu Raya.

D. Lokasi dan Waktu penelitian


1. Lokasi Penelitian

44
Dalam penelitian studi kasus, tempat yang akan digunakan peneliti adalah Di Rumah Sakit
Tk II Kartika Husada Kabupaten Kubu Raya.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulai sejak awal bulan Maret dan direncanakan akan berakhir pada April
2024.

E. Pengumpulan Data
Pengumpulan data akan dilakukan terhadap Pasien Yang Mengalami Diabetes Melitus
Dengan Diagnosa Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Penurunan
Kekuatan Otot Di Rumah Sakit Tk II Kartika Husada Kabupaten Kubu Raya . Berikut metode
yang peneliti rencanakan yaitu:
1. Metode Observasi
Menurut (Hermawan, Sigit. A, 2016) observasi meliputi kegiatan pencatatan pola
perilaku orang, objek dan kejadian-kejadian dalam suatu cara sistematis untuk mendapatkan
informasi tentang fenomena-fenomena yang diminati. Observer tidak mengajukan
pertanyaan-pertanyaan atau berkomunikasi dengan yang diobservasi Informasi hanya dicatat
berdasarkan kejadian-kejadian yang terjadi atau dari catatan kejadian masa lalu.
Pada tahap pengumpulan data Proposal Karya Tulis Ilmiah ini peneliti merencanakan
melakukan pendekatan awal dengan cara melakukan observasi pada Pasien Yang Mengalami
Diabetes Melitus Dengan Diagnosa Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik.
2. Metode Wawancara
Menurut (Mardawani, 2020) wawancara adalah percakapan antara dua orang atau
lebih yang terjadi antara pewawancara dan narasumber untuk bertukar informasi dan ide
melalui interaksi tanya jawab Moleong menyatakan bahwa wawancara adalah percakapan
dengan maksud tertentu, yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara (responden) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan yang diberikan.
Di dalam proposal KTI ini peneliti akan menerapkan konsep wawancara secara
terbuka, lugas, terstruktur dan tidak terstruktur akan tetapi tetap dengan pertanyaan yang
saling berkaitan. Peneliti merencanakan melakukan wawancara secara langsung terhadap
pasien yang mengalami Diabetes melitus dengan keluhan Gangguan Mobilitas Fisik.
3. Dokumentasi
45
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara memperoleh
informasi dari bermacam-macam sumber tertulis atau dokumen yang ada pada
subjek/responden atau tempat, di mana subjek/responden bertempat tinggal atau melakukan
kegiatan sehari-harinya. (Mardawani, 2020)
Dalam Proposal Karya Tulis Ilmiah disini, peneliti ingin mendapatkan informasi
melalui dokumentasi pengumpulan data yang diperoleh Di Rumah Sakit Tk II Kartika
Husada Kabupaten Kubu Raya seperti angka kejadian Diabetes Melitus.

F. Analisa Data
Menurut (Mardawani, 2020) pada penelitian dengan desain studi kasus, peneliti harus
melengkapi data primer dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi serta data sekunder
sebagai pendukung seperti didapatkan dari buku-buku. Tahap selanjutnya ialah melakukan
amanya data untuk menyimpulkan dan menyelesaikan persoalan atau masalah yang ada pada
studi kasus. Analisa data terdiri dari beberapa tahap yaitu:
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Data-data
lapangan tersebut dicatat dalam catatan lapangan berbentuk deskriptif tentang apa yang
dilihat, apa yang didengar dan apa yang dialami atau dirasakan oleh subyek penelitian.
2. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilahan pada penyalahgunaan, pengabstrakan dan
transformasi data kasar yang muncul dari catatan lapangan. Kegiatan yang dilakukan pada
reduksi data ialah mengumpulkan data dan informasi dari catatan hasil wawancara dan hasil
observasi. Serta mencari hal hal penting dari setiap aspek temuan penelitian. Reduksi ini
dilakukan secara terus menerus selama penelitian berlangsung.
3. Penyajian Data
Penyajian data yang paling sering dilakukan dalam Studi Kasus kualitatif adalah dalam
bentuk teks naratif dari catatan lapangan. Penyajian data adalah merupakan tahapan untuk
memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan selanjutnya, untuk
dianalisis dan diambil yang dianggap perlu.
4. Kesimpulan
Penarikan kesimpulan diverifikasi sejak awal berlangsungnya Studi Kasus hingga akhir Studi
Kasus, yang merupakan proses berkesinambungan dan berkelanjutan. Data yang
46
dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan
evaluasi.

G. Etik Penelitian
Pertimbangan etik menurut (Mardawani, 2020) yang digunakan dalam studi kasus ini
berdasarkan pada pedoman etik penelitian, yaitu :
1. Informed Consent (lembar persetujuan)
Informed Consent merupakan informasi secara lengkap tentang tujuan riset yang akan
dilaksanakan dan mempunyai kebebasan dalam berpartisipasi atau menolok menjadi
responden. Responden diberikan lembar persetujuan beserta penjelasan tentang maksud dan
tujuan penelitian, jika menandatangani lembar persetujuan tersebut berarti bersedia, tetapi
jika subjek tidak bersedia menjadi responden maka peneliti tidak memaksa dan tetap
menghargai haknya. Dalam proposal Karya Tulis Ilmiah ini, peneliti membuat penyusunan
lembar persetujuan yang akan diberikan langsung pada pasien yang mengalami Diabetes
melitus.
2. Anonymity (tanpa nama)
Anonymity adalah kerahasiaan identitas atau biodata responden. Untuk menjaga krahasian
responden, peneliti tidak mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, cukup
dengan memberi nomor kode (nama inisial) pada masing-masing lembar untuk menjaga
privasi.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Confidentiality adalah kerahasiaan informasi kelompok data tertentu sebagai hasil riset.
Segala informasi yang diperoleh dari responden, peneliti bersedia menjamin
kerahasiaannya, hanya pada kelompok data tertentu saja yang disajikan atau dilaporkan
sebagai riset.

47
DAFTAR PUSTAKA

Dafriani, P., Herlina, A., & Yatni, H. (2018). Effects of Stew Bay Leaves on Blood Glucose Levels
of Type Ii Diabetes Mellitus Patients in Community Working Area of Public Health Center
Alai Padang 2018. Jurnal Kesehatan Saintika Meditory, 1, 53–63.
https://jurnal.syedzasaintika.ac.id

Dinas Kesehatan Kabupaten Kubu Raya. (2022). Profil Kesehatan Kabupaten Kubu Raya.

Fadilah, et.al. (2016). Gambaran Tingkat Risiko dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Risiko
Diabetes Melitus Tipe 2 di Buaran Serpong. Journal Kedokteran Yarsi. Tangerang:
Universitas Syarif Hdayatullah.

Garnadi. (2022). Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Melitus dalam Pemenuhan Kebutuhan
Aktivitas dan Latihan. Universitas Kusuma Husada Surakarta.

Hakim, A. R. (2019). Hubungan Dislipidemia, Hipertensi, Riwayat Diabetes Melitus Terhadap


Kejadian Sindroma Koroner Akut Pada Pasien Poli Jantung Di Rsud Ahmad Yani Metro
Lampung 2019. Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan.

Hermawan, Sigit. A, . (2016). Metode Penelitian Bisnis Pendekatan kuantitatif & Kualitatif. In
Media Nusa Creative.

Kemenkes. (2019). Jenderal Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kemenkes R.

Lestari. (2021). Diabetes Melitus: Review etiologi, patofisiologi, gejala, penyebab, cara
pemeriksaan, cara pengobatan dan cara pencegahan. Prosiding Seminar Nasional Biologi.

Lukman. (2020). Efektivitas Memordoca Carantia(Pare) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah.
Infokes.

Maidiana, M. (2021). Penelitian Survey. ALACRITY : Journal of Education, 20–29.


https://doi.org/10.52121/alacrity.v1i2.23

Mardawani. (2020). praktis penelitian kualitatif teori dasar dan analisis data dalam perspektif
kualitatif. In CV Budi Utama.

Maria. (2021). Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus dan Asuhan Keperawatan Stroke.

48
Yogyakarta : Deepublish.

Murdiyanti. (2022). Sehat dengan diarin diabetes melitus terintegrasi indonesia.

Parman, D. (2021). Latihan Fisik Pada Pasien Diabetes Melitus.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis keperawatan Indonesia.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

Rahmasari et.al. (2019). Efektivitas memordoca carantia (pare) terhadap penurunan kadar glukosa
darah. https://doi.org/https://doi.org/10.47701/infokes.v9i1

Rahmi. (2022). Penanganan Perioperatif Diabetes Mellitu.

Ramadhani, S, . (2019). Pengaruh Self-Care Terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa Pasien
Diabetes Melitus Tipe-2. 2, 118–125.

Riskesdas. (2023). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
Diakses: 27 Desember 2018 dari www.depkes.go.id.

Setiawan, M, . (2021). Sistem Endokrin Dan Diabetes Mellitus. UMMPress.

Suryati, I, . (2021). Buku Keperawatan Latihan Efektif Untuk Pasien Diabetes Melitus Berbasis
Hasil Penelitian. In Yogyakarta: CV Budi Utama.

Sutrisno. (2016). “CERDIK” Healthy Lifestyle for Reducing Complications of Diabetes Mellitus.
Jurnal Ilmu Kesehatan.

WHO. (2022). Diabetes. Retrieved Mei 5, 2023, from


https://www.who.int/healthtopics/diabetes#tab=tab_1.

LAMPIRAN
LAMPIRAN 1

49
LAMPIRAN 2

50
LAMPIRAN 3

PENJELASAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Endang Dwi Lestari
Nim : 841201006
No HP : 081349184646
Alamat :
Adalah mahasiswa STIKes YARSI Pontianak Program Studi D-III Keperawatan yang sedang
melakukan penelitian berjudul “Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Pasien Yang
Mengalami Diabetes Melitus Dengan Diagnosa Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik
Berhubungan Dengan Penurunan Kekuatan Otot Di Rumah Sakit Tk II Kartika Husada
Kabupaten Kubu Raya”. Partisipan harapkan dari responden adalah bersedia mengisi dan
memberikan informasi yang diperlukan dalam pengumpulan data, yaitu dengan cara menjawab
pertanyaan yang diberikan oleh peneliti. Adapun manfaat yang didapatkan untuk partisipan
mengetaui gambaran tentang Hipertensi dan cara penanganannya. Penelitian ini bersifat sukarela
tidak ada paksaan dari pihak manapun. Segala informasi yang diberikan tidak akan mengakibatkan
kerugian apapun karena semua informasi yang diberikan akan terjamin kerahasiaannya. Responden
juga berhak untuk mengundurkan diri jika mengalami suatu lain hal.
Apabila saudara/i responden bersedia, mohon menandatangani lembar persetujuan yang telah
disertakan dengan lembar ini. Atas perhatian dan kesediaan anda, saya ucapkan terimakasih.
Pontianak, ……………………., 2024

Peneliti

Endang Dwi Lestari

LAMPIRAN 4

PERSETUJUAN SEBAGAI PARTISIPAN


(Informed Consent)
51
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa saya telah mendapatkan penjelasan
tentang penelitian ini dan menyatakan bahwa bersedia menjadi partisipan dalam penelitian yang
akan dilakukan oleh Mahasiswa D-III Keperawatan STIKes YARSI Pontianak, atas nama:Endang
Dwi Lestari, Nim:841201006 dengan judul “Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Pasien Yang
Mengalami Diabetes Melitus Dengan Diagnosa Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik
Berhubungan Dengan Penurunan Kekuatan Otot Di Rumah Sakit Tk II Kartika Husada Kabupaten
Kubu Raya”, dan saya memahami bahwa informasi yang akan saya berikan bersifat rahasia.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sukarela tanpa paksaan dari pihak manapun untuk
dipergunakan mestinya.

Pontianak,…………………………….2024
Pesponden

(……………………………)

52
LAMPIRAN 5

JADWAL KEGIATAN PENELITIAN

No Kegiatan Bulan

Januari Februar Maret April Mei Juni Juli


i
1. Penyusunan
proposal

2. Seminar
Proposal

3. Pelaksanaan
Penelitian

4. Penyusunan
Hasil

5 Seminar
Hasil

53
LAMPIRAN 6

LEMBAR KONSULTASI KARYA TULIS ILMIAH

Nama Mahasiswa : Endang Dwi Lestari


NIM 841201006
Paraf
No Tanggal Materi Catatan Pembimbing Pembimbing

1. 06 Maret 2023 - Kontrak - Menentukan judul


pembimbing - Mulai Menyusun latar

- Apersepsi belakang
- Konsultasi
pertama

03 April 2023 BAB 1 - Perbaiki sumber kutipan


2. - Perbaiki sistematika
penulisan sesuai panduan
- Tambahkan sumber buku

06 April 2023 BAB 1 - Tambahkan rencana


3. Tindakan yang akan
di lakukan sesuai
dengan asuhan
keperawatan
- Data di tempat studi kasus
4. 11 Mei 2023 Konsul BAB 1 BAB I :
- lengkapi data
dan BAB II
indonesia dan kalbar
BAB II:
- Asuhan keperawatan
menggunakan teori

5. 17 Mei 2023 Revisi BAB II - Perbaiki penulisan


pengaturan marginnya
- Tambahkan sumber buku
dan Text Book

54
6 24 Mei 2023 Revisi BAB II dan BAB II
Konsultasi BAB III - Perbaiki penulisan daftar
Pustaka
BAB III
- Cantumkan sumber
- Pada bagian partisipan
disetakan dengan
klasifikasi umur berapa
tahun
7 31 Mei 2023 Konsultasi revisi - Perbaiki penulisan
BAB II dan Konsul - Sumber
BAB III
8. 8 Juni 2023 Konsultasi revisi - Perbaikan penulisan
BAB II dan BAB III - Tambahkan lampiran

Pontianak,.....................................................
Pebimbing

Ns. Uti Rusdian Hidayat, M.Kep


NIDN. 1123058801

55
LAMPIRAN 7

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Biodata Mahasiswa
Nim : 841201006
Nama Lengkap : Endang Dwi Lestari
Tempat & Tanggal Lahir :
Alamat lengkap :

II. Pendidikan
a. Formal
1. SDN :
2. SMPN :
3. SMA :

Pontianak,

Endang Dwi Lestari


NIM: 841201006

56

Anda mungkin juga menyukai