Anda di halaman 1dari 35

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUNJUNGAN

KELOMPOK BERESIKO HIV-AIDS TERHADAP


PELAYANAN VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING
(VCT) DI PUSKESMAS PEKANBARU

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH :
NADIATUL PUTRI
NIM : 18010019

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PEKANBARU MEDICAL CENTER
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya peneliti masih diberi kesehatan untuk
menyelesaikan skripsi ini.
Peneliti mengambil topik penelitian “Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kelompok Berisiko HIV-AIDS Terhadap Pelayanan VCT Di
Puskesmas Pekanbaru”. Dalam penulisan skripsi ini, peneliti banyak sekali
mendapat kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Untuk itu
peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada mereka, karena
peneliti yakin bahwa tanpa mereka skripsi ini tidak mungkin dapat
diselesaikan oleh peneliti tepat pada waktunya. Peneliti juga ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kepada Bapak Prof.Dr.H.K. Suheimi, Sp.OG (K)FER selaku Ketua
STIKes Pekanbaru Medical Center
2. Kepada Bapak Irsyad Suheimi, SH. selaku Ketua Yayasan STIKes
PMC Pekanbaru.
3. Kepada Ketua Program Studi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Pekanbaru Medical Center beserta seluruh Staf Dosen dan Tata
Usaha Program Studi Keperawatan Pekanbaru Medical Center.
4. Ibu Isna Ovari, S,Kp, M.Kep selaku pembimbing.
5. Ibu Ns. Awaliyah Ulfa Ayudytha E, S.Kep. MARS selaku penguji
I dan bapak Ns. Ardeni M.Kep selaku penguji II.
6. Kepada Kepala Puskesmas Di Pekanbaru beserta seluruh Staf
Puskesmas Di Pekanbaru.
7. Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta, ayah Burhanuddin dan
mama Suswita yang selalu memberikan dukungan, dan doa yang
tulus serta memberi semangat dan pengorbanan baik secara moril
maupun materil kepada peneliti.
8. sahabat yang selalu memberikan dukungan, motivasi dan doa
kepada peneliti.

I
9. Teman-teman seperjuangan Angkatan 2018 STIKes Pekanbaru
Medical Center yang selama ini telah membantu dan memberikan
semangat dalam penyelesaian tugas akhir ini.
Peneliti masih menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak
terdapat kekurangan akibat kekhilafan dari peneliti. Untuk itu peneliti masih
membutuhkan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. Akhir kata,
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan
dimasa mendatang.

Pekanbaru, januari 2022

Nadiatul Putri

II
Daftar isi

Kata Pengantar......................................................................................................I
Daftar Isi.............................................................................................................III

Daftar skema .......................................................................................................


Daftar Tabel ........................................................................................................
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan masalah ............................................................................. 3
C. Tujuan penelitian ............................................................................... 3

D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 4


E. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 4
F. Keaslian Penelitian ............................................................................ 5
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Tinjauan Pustaka .................................................................................
7
1. Definisi HIV-AIDS ......................................................................
7
2. Etiologi .........................................................................................
8
3. Tanda dan Gejala HIV-AIDS .......................................................
8
4. Penularan HIV-AIDS ...................................................................
9
5. Pencegahan HIV-AIDS ................................................................
9
6. Diagnosis ......................................................................................
10
7. Kelompok Beresiko HIV AIDS ....................................................
10
8. Konsep Voluntary Counseling and Testing (VCT) ......................
11

III
9. Alur Pelaksanaan Voluntary Counseling and Testing (VCT) .......
12
10. Proses Konseling Pada Layanan VCT ..........................................
13
11. Prinsip Dasar Voluntary Conseling and Testing (VCT) ...............
14
12. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelayanan VCT ...................
15
B. Kerangka Teori ..................................................................................
18
C. Kerangka Konsep ..............................................................................
19
D. Hipotesis .............................................................................................
19
BAB III Metode Penelitian ................................................................................
20
A. Desain dan Jenis Penelitian .............................................................
20
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ..........................................................
20
C. Populasi dan Sampel ........................................................................
20
D. Teknik Sampling ..............................................................................
21
E. Variabel Penelitian ...........................................................................
21
F. Definisi Operasional .........................................................................
22
G. Jenis Data dan Pengumpulan Sampel ............................................
24
H. Pengolahan Data ..............................................................................
24
I. Analisa Data ......................................................................................
25
J. Etika Penelitian ................................................................................
25
K. Daftar Pustaka ..................................................................................
27

IV
V
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit menular sampai saat ini masih jadi kasus utama kesehatan
warga Indonesia serta merupakan pencetus kematian pada pengidapnya. Salah
satu penyakit yang jadi prioritas tersebut antara lain merupakan HIV (Human
Immunodeficiency Virus). HIV diakibatkan oleh virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia sehingga tubuh tidak bisa melindungi diri dari
serbuan berbagai macam penyakit (Soli et al., 2021).
Penyakit Human Immunodefisiency Virus (HIV) adalah suatu proses
patologis yang terdiri atas suatu spektum dari infeksi HIV asimtomatik sampai
tahap akhir yang dikenal sebagai Acquaired Immunodefisiency Syndrome
(AIDS). AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang
disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi virus HIV yang
termasuk famili retroviridae, AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV
(Harkomah, 2020).
Acquired Immune Deficiency Syndrom atau AIDS adalah gejala yang
timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan virus HIV. Virus ini
menyerang sel darah putih (sel CD4) sehingga menyebabkan turunnya
kekebalan tubuh manusia. Akibat menurunnya kekebalan tubuh, penderita
sangat mudah terkena berbagai macam penyakit infeksi (Infeksi Oportunistik)
yang dapat berakibat fatal (Kementerian Kesehatan, 2016).
Menurut World Health Organization (WHO) 2021, HIV terus menjadi
masalah kesehatan masyarakat global yang utama, sejauh ini telah merenggut
36,3 juta (27,2- 47,8 juta) nyawa. Tidak ada obat untuk infeksi HIV. Namun,
dengan meningkatnya akses ke pencegahan, diagnosis, pengobatan dan
perawatan HIV yang efektif, termasuk untuk infeksi oportunistik, infeksi HIV
telah menjadi kondisi kesehatan kronis yang dapat dikelola, memungkinkan
orang yang hidup dengan HIV untuk menjalani hidup yang panjang dan sehat.
Diperkirakan ada 37,7 juta (30,2–45,1 juta) orang yang hidup dengan HIV pada
akhir tahun 2020, lebih dari dua pertiganya (25,4 juta) berada di Wilayah
Afrika WHO. Pada tahun 2020, 680.000 (480.000-1,0 juta) orang meninggal
karena penyebab terkait HIV dan 1,5 juta (1,0-2,0 juta) orang tertular HIV.

1
Untuk mencapai target global baru yang diusulkan 95-95-95 yang ditetapkan
oleh UNAIDS, kita perlu melipatgandakan upaya kita untuk menghindari
skenario terburuk 7,7 juta kematian terkait HIV selama 10 tahun ke depan,
meningkatkan infeksi HIV karena layanan HIV gangguan selama COVID-19,
dan respons kesehatan masyarakat yang melambat terhadap HIV.
Tingginya kasus HIV-AIDS disaat ini bukan cuma kasus kesehatan
pada kelompok berisiko semata. Menurut Kang (2013) dalam Febriana (2013)
jika insiden HIV- AIDS pada kelompok berisiko tersebut bakal jadi malapetaka
berbentuk terciptanya rantai penularan untuk keluarga ataupun suami/ istri dari
pengidap. Dengan mencermati resiko tingginya penularan HIV-AIDS,
dibutuhkan penindakan tidak cuma dari segi medis, namun juga dari
psikososial dengan bersumber pada pendekatan warga lewat upaya pencegahan
primer, sekunder serta tertier. Salah satu upaya tersebut merupakan deteksi dini
guna mengenali status seorang telah terinfeksi HIV ataupun belum lewat
konseling serta testing HIV- AIDS suka rela ataupun Voluntary Counseling
and Testing (VCT) (Risqi & Wahyono, 2018).
Voluntary Counseling and Testing (VCT) adalah suatu pembinaan dua
arah atau dialog yang berlangsung tak terputus antara konselor dan kliennya
dengan tujuan untuk mencegah penularan HIV, memberikan dukungan moral,
informasi,serta dukungan lainnya kepada kelompok berisiko HIV, keluarga dan
lingkungannya. Target sasaran layanan VCT sangat luas yaitu pada kelompok
berisiko tertular dan kelompok rentan. Kelompok rentan adalah kelompok
masyarakat yang karena lingkup pekerjaan, lingkungan, rendahnya ketahanan
dan kesejahteraan keluarga, status kesehatan, sehingga mudah tertular HIV.
Kelompok tersebut seperti orang dengan mobilitas tinggi, perempuan, remaja.
anak jalanan, orang miskin, ibu hamil, dan penerima transfusi darah. Selain itu
juga pada populasi kunci, yaitu Wanita Pekerja Seks (WPS), Lelaki Seks
Lelaki (LSL), dan pengguna NAPZA suntik (penasun) serta masyarakat umum
yang datang dengan sukarela.(Kamalia, 2015)
Untuk survei pendahuluan belum ada data yang didapat dikarenakan
surat masih dalam proses dari KESBANGPOL ke DINKES KOTA
PEKANBARU

2
penyakit menular HIV-AIDS merupakan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Dan pemerintah telah membuat program
penanggulangan HIV-AIDS di rumah sakit dan puskesmas yaitu program
pelayanan klinik VCT. Dengan demikian peneliti ingin mengetahui apa saja
yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan kelompok beresiko
HIV-AIDS terhadap pelayanan VCT.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut maka rumusan
masalah penelitian ini adalah “Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi
kunjungan kelompok beresiko HIV-AIDS terhadap pelayanan VCT di
Puskesmas Pekanbaru”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan
kelompok beresiko HIV-AIDS terhadap pelayanan Voluntary Counseling and
Testing (VCT) di Puskesmas Pekanbaru.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui distribusi frekuensi faktor predisposisi meliputi pekerjaan,
pendidikan, umur, jenis kelamin, sikap.
b. Mengetahui distribusi frekuensi faktor pendorong meliputi kemudahan
akses pelayanan VCT.
c. Mengetahui distribusi frekuensi faktor pendukung meliputi dukungan
keluarga, dukungan petugas kesehatan, dukungan teman sebaya.
d. Mengetahui distribusi frekuensi layanan VCT di Puskesmas Pekanbaru
e. Mengetahui hubungan antara faktor predisposisi dengan layanan VCT di
Puskesmas Pekanbaru.
f. Mengetahui hubungan antara faktor pemungkin dengan layanan VCT di
Puskesmas Pekanbaru.
g. Mengetahui hubungan antara faktor penguat dengan layanan VCT di
Puskesmas Pekanbaru.
D. Manfaat Penelitian

3
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu untuk dapat
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan kelompok HIV-AIDS
terhadap pelayanan VCT di Puskesmas Pekanbaru. Adapun manfaat penulisan
sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan,
pengalaman dan wawasan penelitian tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kunjungan kelompok beresiko HIV-AIDS terhadap
pelayanan VCT.
2. Bagi Pendidikan Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan
referensi yang bermanfaat bagi STIKes Pekanbaru Medical Center.
3. Bagi Institusi Kesehatan
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi institusi kesehatan
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan kelompok
beresiko HIV-AIDS terhadap pelayanan VCT di Puskesmas
Pekanbaru.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kunjungan kelompok beresiko HIV-AIDS terhadap pelayanan
VCT yang meliputi pekerjaan, pendidikan, usia, jenis kelamin, sikap, dukungan
keluarga, dukungan petugas kesehatan, dukungan teman sebaya dan akses
pelayanan VCT di Puskesmas Pekanbaru. Penelitian ini dimulai pada bulan
November 2021 s.d Maret 2022. Sasaran penelitian ini adalah petugas
kesehatan layanan VCT. Sampel pada penelitian ini adalah 30 responden yang
direncanakan. Metode dalam penelitian ini adalah survei analitik dengan desain
penelitian Cross sectional. Pemilihan sampel dengan metode purpose
sampling. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kunjungan kelompok beresiko HIV-AIDS terhadap pelayanan
VCT.

F. Keaslian Penelitian

4
Berikut adalah beberapa penelitian terkait dengan penulis yaitu sebagai berikut:

Table 1.1 Penelitian Terkait

Judul Penelitian Hasil Penelitian


1. Faktor yang Berhubungan Faktor yang memiliki hubungan bermakna
dengan Kunjungan Voluntary dengan kunjungan VCT pada LSL di Kota
Counsaling and Testing Pada Padang adalah keyakinan mengenai VCT,
Lelaki Seks Lelaki di Kota dorongan yang diterima dari orang lain dan
Padang. Nurlindawati dkk praktik organisasi klinik VCT, sedangkan nilai
(2019).
tidak mempunyai hubungan yang bermakna
terhadap kunjungan VCT. Variabel yang paling
dominan berhubungan dengan perilaku
kunjungan VCT pada LSL di Kota Padang
adalah variabel dorongan yang diterima dari
orang lain mengenai manfaat VCT.

2. Analisis faktor yang Ada pengaruh pengetahuan, sikap, jarak dan


mempengaruhi keikutsertaan dukungan keluarga terhadap keikutsertaan ibu
hamil dalam melakukan skrining HIV/AIDS,
ibu hamil dalam melakukan sedangkan peran tenaga kesehatan tidak
skrining HIV-AIDS di memiliki pengaruh terhadap keikutsertaan ibu
hamil dalam melakukan skrining HIV/AIDS.
WILAYAH KERJA UPT
PUSKESMAS STABAT
LAMA. Siti Fatimah Soli dkk
(2021).
3. Faktor yang Memengaruhi Faktor predisposisi yang berhubungan dengan
Pemanfaatan Klinik VCT di pemanfaatan klinik VCT adalah pendidikan,
Puskesmas Kabanjahe pekerjaan, pengetahuan dan persepsi.
Kabupaten Karo. Sarah Br Sedangkan variabel yang tidak berhubungan
Purba dkk (2019). adalah umur dan jenis kelamin. Faktor

5
penguat yaitu dukungan keluarga/teman dan
dukungan tenaga kesehetan berhubungan dengan
pemanfaatan klinik VCT.

6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka
1. Definisi HIV-AIDS
Penyakit Human Immunodefisiency Virus (HIV) adalah suatu proses
patologis yang terdiri atas suatu spektum dari infeksi HIV asimtomatik
sampai tahap akhir yang dikenal sebagai Acquaired Immunodefisiency
Syndrome (AIDS). AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau
penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi
virus HIV yang termasuk famili retroviridae, AIDS merupakan tahap akhir
dari infeksi HIV (Harkomah, 2020).
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) didefinisikan
sebagai bentuk paling berat dalam rangkaian penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus HIV (Human Immuno-deficiency Virus). HIV disebabkan oleh
sekelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus. Virus ini membawa
materi genetik dalam bentuk asam ribonukleat (RNA) dan bukan asam
deoksiribonukleat (DNA). Virus ini menginfeksi limfosit T yang membawa
antigen CD4 (sel T CD4+ ). Setelah memasuki sel T CD4+ , virus tersebut
akan terus hidup dengan cara mengintregasikan dirinya kedalam struktur
DNA penjamu, yang pada akhirnya akan dirusak. Karena sel T CD4+
mengoordinasikan banyak fungsi imunologis, kerusakan sel ini mengganggu
imunitas yang dimediasi oleh sel tubuh dan imunitas humoral serta bahkan
fungsi autoimunnya (Berek, 2018).
WHO mendefinisikan kasus AIDS adalah keadaan dimana terdapat
hasil tes positif untuk antibodi HIV, dengan disertai munculnya satu atau
lebih tanda-tanda atau gejala-gejala seperti berat badan menurun lebih dari
10% disertai dengan diare kronis atau demam terus menerus lebih dari 1
bulan, cryptococcal meningitis, pulmonary atau extra pulmonary
tuberculosis, sarkoma kaposi, kerusakan syaraf, candidiasis pada
oesophagus, pneumonia dengan episode sedang dan kanker serviks invasif
(Sumampouw, 2016).
2. Etiologi

7
HIV terdiri dari suatu bagian inti yang berbentuk silindris yang
dikelilingi oleh lipid bilayer envelope. Pada lipid bilayer tersebut terdapat
dua jenis glikoprotein yaitu gp120 dan gp41. Fungsi utama protein ini
adalah untuk memediasi pengenalan sel CD4+ dan reseptor kemokin dan
memungkinkan virus untuk melekat pada sel CD4+ yang terinfeksi. Bagian
dalam terdapat dua kopi RNA juga berbagai protein danenzim yang penting
untuk replikasi dan maturasi HIV antara lain adalah p24, p7, p9, p17,
reverse transkriptase, integrase, dan protease. Tidak seperti retrovirus yang
lain, HIV menggunakan sembilan gen untuk mengkode protein penting dan
enzim. Ada tiga gen utama yaitu gag, pol, dan env. Gen gag mengkode
protein inti, gen pol mengkode enzim reverse transkriptase, integrase, dan
protease, dan gen env mengkode komponen struktural HIV yaitu
glikoprotein. Sementara itu, gen rev, nef, vif, vpu, vpr, dan tat penting untuk
replikasi virus dan meningkatkan tingkat infeksi HIV (Kumar et al., 2014).
3. Tanda dan Gejala HIV-AIDS
Menurut (Nasronudin, 2012) Arlyani Risal (2019), tanda-tanda
gejala mayor dan minor untuk mendiagnosis HIV berdasarkan WHO:
1. Gejala Mayor
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronik yang berlangsung selama 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
2. Gejala Minor
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan

8
b. Kandidiasis multisegmental berulang
c. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
d. Dermatitis generalisata
4. Penularan HIV-AIDS
Menurut Kemenkes (2018), HIV dapat menular melalui perpindahan
darah dari orang yang terinfeksi:
a. Ibu yang terinfeksi HIV menular ke anak
Anak yang terinfeksi HIV dari ibunya melalui janin sewaktu hamil
sewaktu persalinan dan setelah melahirkan melalui pemberian asi.
b. Secara transeksual (homoseksual maupun heteroseksual)
Hubungan intim merupakan salah satu cara utama paling menular
HIV. Virus ini akan terkontaminasi dalam cairan sperma, cairan
vagina dan servik bila terjadi peningkatan limposit.
c. Secara kontak darah antar darah dan produk darah yang sudah
terinfeksi
Darah adalah media penularan virus HIV dan memang dari cairan
organ tubuhlah virus HIV bisa ditularkan.
5. Pencegahan HIVAIDS
Pencegahan penularan HIV/AIDS dapat dilakukan melalui beberapa
cara, sebagai berikut (Kemenkes, 2012) (arlyani risal):
a. Abstinence atau puasa, hindari melakukan hubungan seksual
pranikah. Hubungan seks dilakukan oleh pasangan yang sudah
menikah.
b. Be faithful atau setia pada pasangan, hubungan seksual dilakukan
oleh pasangan yang sudah menikah sehingga terhindar dari infeksi
HIV akibat gonta ganti pasangan.
c. Using condom atau menggunakan kondom, bagi pasangan yang
sudah menikah dan salah satu terinfeksi HIV maka dianjurkan untuk
menggunakan kondom sehingga tidak menularkan pada pasangan
d. No drug tidak menggunakan narkoba, ketika seseorang dibawah
alam sadar pecandu narkoba tidak akan sadar terhadap kesterilan
jarum suntik, dan ada keinginan antar kelompok untuk memakai

9
jarun suntik secara bergantian dan menginfeksi HIV dari pecandu
yang sudah terinfeksi kepada pecandu lain.
e. Equitment atau mewaspadai, hindari menggunakan alat yang
ditusukkan ke tubuh seperti jarum akupuntur, alat tindik, pisau cukur
jika belum steril sehingga dapat menularkan HIV.
6. Diagnosis
Terdapat dua macam pendekatan untuk tes HIV, yaitu dapat
dilakukan konseling dan tes HIV secara sukarela dan atas inisiatif petugas
kesehatan. Pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan
ProviderInitiated Testing and Counseling (PITC) yaitu tes HIV dan
konseling atas inisiatif petugas kesehatan. Indikasi utama pengajuan tes HIV
oleh petugas kesehatan yaitu ibu hamil, pasien TB, pasien dengan gejala dan
tanda klinis diduga terinfeksi HIV, pasien dari kelompok berisiko (pengguna
NAPZA suntik, pekerja seks komersial, LSL, pasien IMS dan seluruh
pasangan seksualnya). 18 Prosedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV
mengikuti panduan nasional yang berlaku, yaitu didahului dengan konseling
dan informasi singkat yang dilanjutkan dengan tiga pemeriksaan. Ketiga tes
dapat dilakukan dengan reagen tes cepat atau dengan Enzyme Linked
Immunosorbent Assay (ELISA). Untuk pemeriksaan pertama (A1) harus
digunakan dengan sensitifitas yang tinggi (>99%), sedangkan pemeriksaan
berikutnya (A2 dan A3) menggunakan tes dengan spesifisitas yang tinggi
(>99%) (Amelia et al., 2016).

7. Kelompok Beresiko HIV-AIDS


Menurut Kamalia (2015), ada 2 kelompok yang bisa terkena HIV
yaitu kelompok:
a. Kelompok rentan
Kelompok rentan adalah kelompok masyarakat yang karena lingkup
pekerjaan, lingkungan, rendahnya ketahanan dan kesejahteraan
keluarga, status kesehatan, sehingga mudah tertular HIV. Kelompok
tersebut seperti orang dengan mobilitas tinggi, perempuan, remaja.

anak jalanan, orang miskin, ibu hamil, dan penerima transfusi darah.

10
b. Populasi Kunci
Selain kelompok rentan juga terdapat kelompok beresiko HIV yang
disebut populasi kunci, berupa Wanita Pekerja Seks (WPS), Lelaki
Seks Lelaki (LSL), dan pengguna NAPZA suntik (penasun) serta
masyarakat umum yang datang dengan sukarela.
8. Konsep Voluntary Counseling and Testing (VCT)
a. Defenisi Voluntary Counseling and Testing (VCT)
VCT adalah suatu pembinaan dua arah atau dialog yang
berlangsung tak terputus antara konselor dan kliennya dengan tujuan
untuk mencegah penularan HIV, memberikan dukungan moral,
informasi, serta dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga dan
lingkungannya (RISAL, 2019)
Voluntary Counseling and Test (VCT) adalah aktivitas konseling
yang menyediakan dorongan psikologi, data, serta pengetahuan HIV/
AIDS, menghindari penularan HIV, mempromosikan pergantian sikap
yang bertanggungjawab, penyembuhan Antiretroviral (ARV), serta
menentukan pemecahan berbagai permasalahan terpaut dengan HIV/
AIDS yang bertujuan guna perubahan sikap ke arah sikap lebih sehat
serta lebih nyaman (RISAL, 2019).
b. Tujuan dan Sasaran VCT
Tujuan VCT ialah menekan orang yang sehat serta orang sehat
tanpa indikasi HIV (asimtomatik) guna mengenali status HIV sehingga
mereka bisa kurangi tingkatan penularan HIV, mendorong seorang guna
merubah sikap, membagikan data tentang HIV- AIDS, tes, penangkalan
serta penyembuhan untuk orang dengan HIV- AIDS ( ODHA). Tetapi
pada pelayanan VCT dianjurkan untuk populasi berisiko (penduduk
binaan permasyarakatan, ibu mengandung, penderita TB, kaum migran,
klien pekerja seks serta pendamping ODHA) serta populasi
kunci( pekerja seks, pengguna narkoba suntik, waria, lelaki seks dengan
lelaki, serta transgender) (Fajarini, 2020)
9. Alur Pelaksanaan Voluntary Counseling and Testing (VCT)

11
Berikut alur pelaksanaan voluntary Counselling and Testing (VCT)
berdasarkan pedoman pelaksanaan konseling dan tes HIV dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2014.

Klien datang sendiri ingin


melakukan pemeriksaan HIV

VCT ( Voluntary Counseling and


Testing)

Konseling Pra-test Oleh K onselor

Klien Setuju

Interpretasi
Ambil darah Tes Darah
Oleh Dokter

Pemberian Hasil melalui


Konseling Pasca-test (Tenaga
Kesehatan atau Konselor Terlatih)

Konseling untuk Hasil Tes Konseling untuk Hasil Tes Positif:


Negatif: Pesan pencegahan Berikan dukungan Informsi
Pesan untuk tes ulang bila masih pentingnya perawatan
ada perilaku berisiko dan bagi
populasi kunci

Gambar 2. 1. Alur VCT

10. Proses Konseling pada Layanan VCT

12
Konseling adalah komunikasi informasi untuk membantu
klien/pasien agar dapat mengambil keputusan yang tepat untuk dirinya dan
bertindak sesuai keputusan yang dipilihnya. Proses konseling dalam VCT
meliputi:
a. Konseling Pra-test
Dalam konseling pra-tes harus seimbang antara pemberian informasi,
penilaian risiko dan respon kebutuhan emosi klien. Masalah emosi yang
menonjol adalah rasa takut melakukan tes HIV karena berbagai alasan
seperti ketidaksiapan menerima hasil tes, perlakuan diskriminasi, dan
stigmatisasi masyarakat dan keluarga.
Ruang lingkup konseling pra-tes meliputi alasan kunjungan,
informasi dasar dan klarifikasi fakta dan mitos HIV, penilaian risiko untuk
membantu klien memahami faktor risiko, menyiapkan klien untuk tes HIV,
memberikan pengetahuan tentang implikasi terinfeksi HIV dan
memfasilitasi diskusi cara menyesuaikan diri dengan status HIV, menilai
sistem dukungan termasuk kondisi kejiwaan, meminta informed consent
sebelum dilakukan tes HIV, dan menjelaskan pentingnya menyingkap status
untuk kepentingan pencegahan, pengobatan, dan perawatan.
Pemberian informasi dasar terkait HIV bertujuan agar klien
memahami cara pencegahan, penularan HIV, perilaku berisiko, pentingnya
tes HIV, dan mengurangi rasa khawatir dalam tes HIV. Konselor perlu
mengetahui latar belakang kedatangan klien, memfasilitasi kebutuhan klien
supaya tes HIV memberikan penguatan untuk menjalani hidup sehat dan
produktif, dan melakukan komunikasi perubahan perilaku.
Komunikasi perubahan perilaku adalah unsur penting dalam
konseling pra-tes yang tidak boleh dihilangkan meliputi penilaian risiko dan
kerentanan klien akan terinfeksi HIV terhadap dirinya, penjelasan dan
praktik perilaku aman dalam pencegahan seperti penggunaan kondom dan
jarum suntik, membuat rencana untuk perubahan perilaku hidup sehat,
penguatan dan komitmen klien untuk hidup sehat, dan lingkungan yang
mendukung untuk praktik perilaku aman seperti ketersediaan kondom, alat

13
suntik, media informasi dan edukasi serta layanan konseling bagi individu,
keluarga, maupun masyarakat (Kemenkes RI, 2014). b. Konseling Pasca test
Konseling pasca tes HIV adalah konseling untuk menyampaikan
hasil pemeriksaan kepada klien secara individual guna memastikan
klien/pasien mendapat tindakan sesuai hasil tes terkait dengan pengobatan
dan perawatan selanjutnya. Proses ini membantu klien/pasien memahami
penyesuaian diri dengan hasil pemeriksaan. Proses konseling pasca tes tetap
dilanjutkan dengan konseling lanjutan yang sesuai dengan kondisi
klien/pasien yaitu konseling HIV pada ibu hamil, konseling pencegahan
positif (positive prevention), konseling adherence pada kepatuhan minum
obat, konseling pada gay, waria, lesbian dan pekerja seksual, konseling HIV
pada pengguna napza, konseling pasangan, konseling keluarga, konseling
pada klien/pasangan gangguan jiwa, konseling pada warga binaan
permasyarakatan (WBP), konseling pengungkapan status, konseling gizi,
konseling yang berkaitan dengan isu gender, konseling paliatif dan duka
cita.
Konseling pada gay, waria, lesbian, dan pekerja seks konselor perlu
mendiskusikan oriantasi seksual klien dalam menurunkan risiko penularan.
Penggunaan kondom mutlak diperlukan pada setiap hubungan seksual
vaginal, anal, maupun oral. Pendeketan mental emosional atas hubungan
seksual, relasi individu dengan pasangannya serta keluarganya terkait beban
mental sangat diperlukan karena faham dan perilaku tidak sesuai dengan
norma (Kemenkes RI, 2014).
11. Prinsip dasar Voluntari Counseling and Testing (VCT)
Dalam pelaksanaannya, tes HIV harus mengikuti prinsip yang telah
disepakati secara global yaitu 5 komponen dasar yang disebut 5C
(Kemenkes RI, 2014).
1. Informed consent, yaitu persetujuan melakukan suatu tindakan pengujian
laboratorium HIV untuk diberikan kepada klien/ penderita atau wali
selesai mendapatkan dan memahami penjelasan yang diberikan secara
utuh oleh petugas kesehatan terhadap tindakan medis yang akan
dikerjakan terhadap klien/penderita tersebut.

14
2. Confidentiality (kerahasiaan), ialah seluruh isi informasi maupun
konseling antara klien dengan petugas pemeriksa tidak akan mengatakan
kepada orang lain tanpa persetujuan klien/penderita.
3. Counselling, suatu proses percakapan antara konselor dan klien/penderita
yang bertujuan guna memberikan informasi yang jelas sehingga dapat
dimengerti klien/penderita. Konselor memberikan informasi, waktu,
perhatian serta keahliannya guna membantu klien/penderita memahami
keadaan dirinya, mengenali, serta melakukan pemecahan masalah
terhadap keterbatasan yang diberikan lingkungan.
4. Correct test result, hasil tes yang benar. Layanan tes HIV wajib
mengikuti standar pemeriksaan HIV yang berlaku. Hasil test wajib
diinformasikan secepat mungkin pada klien/penderita secara pribadi oleh
petugas kesehatan yang melakukan pemeriksaan.
5. Treatment and prevention services, klien/penderita wajib dihubungkan
atau dirujuk pada pelayanan pencegahan, perawatan, dukungan serta
pengobatan HIV (Kemenkes RI, 2014).
12. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan VCT
Menurut Notoadmojo (2011) dalam Nuvri (2019) ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi perilaku patuh diantaranya dipengaruhi
oleh faktor predisposisi, enabling, reinforcing, yaitu:
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor sebelum terjadinya suatu
perilaku yang menjelaskan alasan dan motivasi untuk mengubah perilaku.
Yang termasuk dalam faktor predisposisi adalah pengetahuan, keyakinan,
nilai, sikap dan demografi (umur, jenis kelamin, pekerjaan, pengetahuan).
a. Pengetahun
Menurut Notoadmodjo (2010) dalam Exa (2016), Pengetahuan
merupakan hasil dari pemahaman seseorang terhadap objek melalui
indera yang dimilikinya. Pengetahuan seseorang terhadap objek
mempunyai tingkatan yang berbeda-beda. Secara garis besar tingkat
pengetahuan dibagi dalam 6 bagian yaitu: tahu, memahami, aplikasi,
analisis, sintetis, evaluasi.

15
b. Pendidikan
Menurut Kamalia (2015) dalam (RISAL, 2019) Pembelajaran
ialah proses pergantian perilaku serta tata laku seorang ataupun
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia lewat upaya
pengajaran serta pelatihan. Pembelajaran dibutuhkan buat memperoleh
data sehingga nantinya bisa mendukung mutu hidup.
c. Usia
Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi
kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari
orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari
pengalaman dan kematangan jiwa (Nuvri, 2019).
d. Jenis kelamin
Menurut Notoatmodjo (2010) dalam Nuvri (2019), jenis
kelamin mempunyai keterkaitan dengan peran dan perilaku yang
berbeda antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Dalam hal
untuk menjaga kesehatan, biasanya perempuan lebih memperhatikan
kesehatannya dibandingkan dengan laki-laki. Perbedaan perilaku sakit
juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, perempuan lebih sering
menmeriksakan dirinya dibandingkan dengan laki-laki.
e. Sikap
Menurut Aswar. S (2005) Sikap adalah evaluasi umum yang
dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, obyek atau isue,
kesiapan seseorang untuk bertindak.
f. Pekerjaan
Menurut A.Wawan dan Dewi M (2010) dalam Nuvri (2019),
orang yang bekerja lebih cenderung memiliki sedikit waktu untuk
mengunjungi fasilitas kesehatan, disbanding dengan yang tidak
bekerja.
2. Faktor pendorong
Menurut penelitian Maryanti (2017), fasilitas kesehatan
merupakan sarana yang penting dalam memberikan penyuluhan terhadap

16
penderita, dan diharapkan dengan adanya prasarana kesehatan yang
lengkap dan mudah dijangkau oleh penderita dapat lebih mendorong
kepatuhan penderita dalam berobat.
3. Faktor pendukung
a. Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga didefinisikan oleh Gottlieb (1983) dalam
(Nurihwani, 2017) yaitu informasi verbal, sasaran, bantuan yang nyata
atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan
subjek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan
hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau pengaruh pada
tingkah laku penerimaannya. Dalam hal ini orang yang merasa
memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega
diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada
dirinya.
b. Dukungan petugas kesehatan
Menurut Wahyunita (2014), petugas kesehatan memiliki
pengaruh bagi masyarakat dalam memanfaatkan suatu pelayanan
kesehatan. Pengaruh tersebut dapat berupa dukungan petugas
kesehatan yang menjadi faktor pendorong dalam pemanfatan klinik
VCT. Dukungan tenaga kesehatan khususnya dalam bentuk dukungan
informasi baik berupa informasi tentang cara penularan HIV dan
pencegahannya, serta memberikan motivasi kepada masyarakat guna
melakukan pemeriksaan HIV secara sukarela.
c. Dukungan Teman Sebaya
Kelompok dukungan sebaya berperan mengurangi stigma dan
diskriminasi melalui hubungan pertemanan dan pendekatan dengan
pelaku stigma dan diskriminasi. Kelompok dukungan sebaya juga
melakukan advokasi ke RS dan masyarakat, dan mengajak keluarga
dalam pertemuan kelompok dukungan sebaya. Kelompok ini
membantu komunikasi dengan keluarga dan masyarakat. Penyediaan
informasi tentang penularan HIV dan ketersediaan ARV dapat
mengurangi stigma (Tasa, 2016).

17
B. Kerangka Teori

Gambar 2.2 Kerangka Teori


C. Kerangka konsep

Variabel Dependent Variabel Dependent

18
Kunjungan Pelayanan Faktor Predisposisi
VCT 1. Pekerjaan
2. Pendidikan
3. Umur
4. Jenis kelamin
5. Sikap

Faktor Pendorong
1. Akses pelayanan VCT

Faktor Pendukung
1. Dukungan keluarga
2. Dukungan petugas kesehatan
3. Dukungan teman sebaya

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

D. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara. Hipotesis sebagai pernyataan
alternative antara satu variabel, dua variabel, atau lebih (Donsu, 2016).
Hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kunjungan
pelayanan VCT pada kelompok resiko HIV-AIDS di Puskesmas
Pekanbaru.
2. Ada hubungan antara usia dengan kunjungan pelayanan VCT pada
kelompok berisiko HIV-AIDS di Puskesmas Pekanbaru.
3. Ada hubungan antara sikap dengan kunjungan pelayanan VCT pada
kelompok berisiko HIV-AIDS di Puskesmas Pekanbaru.
4. Ada hubungan antara motivasi atau dorongan keluarga, teman dan
petugas kesehatan terhadap kunjungan pelayanan VCT di Puskesmas
Pekanbaru.
5. Ada hubungan antara akses layanan terhadap kunjungan pelayanan
VCT pada kelompok berisiko HIV-AIDS di Puskesmas Pekanbaru.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian

19
Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan cross
sectional. Survei cross sectional dilakukan untuk mempelajari dinamika
kolerasi antara faktor-faktor dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi
atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach).
Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru dari bulan Januari sampai Maret 2022.
Sampel pada penelitian ini adalah petugas tenaga kesehatan layanan VCT yang
berada di wilayah Puskesmas Pekanbaru dengan jumlah sebanyak 30 orang
(yang direncanakan). Analisis data menggunakan uji Chi-square. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan
kelompok beresiko HIV/AIDS terhadap layanan VCT yang diberikan di
Puskesmas Pekanbaru.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di beberapa Puskesmas Pekanbaru.
Adapun alasan memilih lokasi penelitian ini karena Puskesmas
merupakan satu dari pemberi layanan khusus tes sukarela HIV di kota
Pekanbaru yang langsung berada dibawah naungan Dinas Kesehatan
Provinsi Kota Pekanbaru.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dimulai dari Januari-Maret 2022
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi merupakan seluruh objek atau subjek yang memiliki
kualitas dan karakteristik tertentu yang sudah ditentukan oleh peneliti
sebelumnya (Donsu, 2016). Populasi yang diambil dalam penelitian ini
adalah subyek dengan kelompok petugas tenaga kesehatan. Berdasarkan
kriteria yang diambil peneliti melakukan penelitian pada tenaga
kesehatan di Puskesmas Pekanbaru sebanyak 30 orang (yang
direncanakan).
2. Sampel
Sampel merupakan bagian jumlah dari populasi. Sampel
merupakan kriteria yang menentukan subjek penelitian mewakili sampel
penelitian yang memenuhi kriteria sampel (Donsu, 2016). Pengambilan

20
sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik non
random (non probability) sampling dalam hal ini menggunakan
accidental sampling. Pengambilan sampel secara aksidental (accidental)
ini dilakukan dengan mengambil responden sesuai dengan jumlah sampel
yang sudah ditentukan yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat
sesuai dengan konteks penelitian (Seokidjo Notoatmodjo, 2002). Besar
sampel dapat dicari dengan rumus:

keterangan:

n : Besar Sample N :

Jumlah Populasi e :

Eror Tolerance (0,1)

D. Teknik sampling
Teknik sampling merupakan suatu proses dalam menyelidiki sampel
yang digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada (Hidayat, 2015).
Pada penelitian ini teknik sampel yang digunakan adalah non random (non
probability).
E. Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian yang dijadikan sebagai sasaran
penelitian (Donsu, 2016). Adapun variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Independent (variabel bebas), Variabel ini yang merupakan
menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel lain. Vaiabel ini
mempengaruhi variabel lain (Hidayat, 2015). Variabel independent yang
digunakan dalam penelitian ini adalah : pelayanan VCT di Puskesmas
Pekanbaru
2. Variabel Dependent (variabel terikat), Variabel ini merupakan variabel
yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel ini
bergantung pada variabel bebas terhadap perubahan (Hidayat, 2015).
Variabel Dependent yang digunakan pada penelitian ini adalah : Faktor

21
yang mempengaruhi kungjungan kelempok beresiko HIV/AIDS meliputi
pengetahuan, motivasi/dorongan, sikap, ketersediaan layanan, usia.
F. Definisi Operasional
Defenisi operasional adalah variabel berdasarkan sesuatu yang
dilaksanakan dalam penelitian. Sehingga variabel tersebut dapat diukur,
diamati, atau dihitung (Putra, 2012).

Variabel Definisi Operasional Alat ukur Skala ukur Hasil ukur


Orang yang bekerja lebih cenderung
memiliki sedikit waktu untuk
mengunjungi fasilitas Kuisioner
kesehatan, disbanding dengan yang
Pekerjaan tidak bekerja (Nuvri, 2019) Nominal

evaluasi umum yang dibuat


manusia terhadap dirinya sendiri,
orang lain, obyek atau isue,
Sikap Kuisioner kesiapan seseorang untuk Nominal
bertindak (Aswar S,
2005)

Semakin cukup umur,


tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan
Usia Kuisioner Nominal
lebih matang dalam
berpikir dan bekerja
(Nuvri, 2019).

22
proses pergantian perilaku serta tata laku
seorang ataupun
Dukungan Dorongan/motivasi yang
keluarga diberikan oleh keluarga Kuisioner Nominal
Pendidikan kelompok orang dalam Kuisioner Nominal
Dukungan Dorongan/motivasi
usaha mendewasakan yang
Petugas diberikan Olehupaya
manusia lewat Petugas
Kuisioner Nominal
kesehatan serta
pengajaran
Kesehatan pelatihan (Risal, 2019).

jenis kelamin
mempunyai keterkaitan
dengan peran dan
perilaku yang berbeda
antara laki-laki dan
perempuan dalam
masyarakat. Dalam hal

Jenis Kelamin Kuisioner Nominal


untuk menjaga
kesehatan, biasanya
perempuan lebih
memperhatikan
kesehatannya
dibandingkan dengan
laki-laki (Nuvri, 2019).

Sarana yang
Akses memberikan penyuluhan
pelayanan layanan untuk Kuisioner Nominal
VCT pencegahan HIV-
AIDS
Dorongan/motivasi yang
Dukungan
diberikan Oleh Teman Kuisioner Nominal
teman sebaya
sebaya

23
G. Jenis Data dan Pengumpulan Data
1. Data primer
Data primer adalah pengambilan data yang di dapatkan langsung
oleh peneliti dari sumbernya (Donsu, 2016). Diperoleh dengan melalukan
wawancara menggunakan kuesioner yang telah disusun berdasarkan tujuan
penelitian, kemudian pertanyaan tersebut ditanyakan kepada responden.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang di dapatkan dari pihak kedua
(Donsu, 2016). Dalam penelitian ini data yang diperoleh dari hasil laporan
kumulatif yang berasal dari Dinas Kesehatan dan di Puskesmas Pekanbaru.
H. Pengolahan Data
Langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut:
1. Editing (pemeriksaan data)
Hasil wawancara dari kuesioner harus dilakukan penyuntingan
(editing) terlebih dahulu. Editing merupakan upaya untuk memeriksa
kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan (Hidayat,
2017).
2. Coding (pengkodean data)
Coding merupakan kegiatan pemberian kode angka terhadap data
yang terdiri atas beberapa kategori (Hidayat, 2017). Pengkodean
dilakukan pada data pengetahuan, umur, pendidikan, sikap,
motivasi/dorongan dan akses pelayanan yang bertujuan untuk
mempermudah dalam pembahasan.
3. Data entry (memasukkan data)
Data jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk
kode (angka atau huruf) dimasukkan kedalam program atau software
komputer. Salah satu program yang sering digunakan untuk entry data
penelitian adalah program SPSS for windows.
4. Cleaning (pembersihan data)
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
dimasukkan, cek kembali untuk melihat kemungkinan adanya
kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya.

24
Kemudian dilakukan pembenaran atau koreksi.
5. Processing (pengolahan data)
Setelah data yang dimasukkan tidak terdapat kesalahan, peneliti
memasukkan data dengan mengelompokkan sesuai dengan variabelnya,
kemudian peneliti mengolah data menggunakan komputer.
I. Analisa Data
1. Analisa univariat
Analisa univariat bertujuan agar peneliti mengenali data tersebut
dengan baik, yang meliputi mean, median, dan modus (Putra, 2012).
2. Analisa bivariat
Analisa bivariat adalah analisa data yang menganalis dua variabel
yang diduga saling berhubungan dan berkaitan (Donsu, 2016). Analisis
ini dilakukan untuk mengetahui kunjungan pelayanan VCT berdasarkan
pengetahuan, umur, sikap, motivasi, dukungan keluarga, peran petugas
kesehatan, motivasi, akses pelayanan kesehatan pada kelompok berisiko
HIV-AIDS di Puskesmas Pekanbaru. Analisa bivariat pada penelitian
ini menggunakan uji Chi Square karena data pada penelitian ini untuk
data kategorik, jenis penelitian analitik, desain Cross Sectional.
J. Etika Penelitian
1. Menunjukkan surat izin penelitian
Peneliti datang ke Puskesmas Pekanbaru dengan menunjukkan
surat izin penelitian yang berisi permohonan izin peneliti dari Dinas
Kesehatan Kota Pekanbaru untuk melakukan penelitian di Puskesmas
Pekanbaru tersebut.
3. Penjelasan tentang penelitian
Responden dalam penelitian ini akan diberi informasi tentang
manfaat dan tujuan penelitian yang akan dilakukan.
4. Tanpa nama (anonymity)
Peneliti tidak mencantumkan nama subjek pada pengumpulan data
untuk menjaga kerahasiaan subjek.
5. Kerahasiaan (confidentiality)

25
Peneliti wajib menjaga kerahasiaan identitas responden, data yang
diperoleh dari responden, dan data penelitian. Kerahasiaan informasi
yang diberikan responden akan dijamin oleh peneliti dengan kuesioner
tersebut dibawa pulang sehingga tidak bisa dilihat oleh orang lain.
Semua berkas yang mencantumkan identitas subjek hanya digunakan
untuk keperluan mengelola data dan bila tidak digunakan lagi akan
dimusnahkan.

DAFTAR PUSTAKA
Harkomah, I. (2020). Hubungan Tingkat Depresi dengan Kualitas Hidup Penderita
HIV / AIDS di Yayasan Kanti Sehati Sejati, 5(2), pp. 271– 283.

26
Kemenkes RI. Situasi Umum HIV/AIDS dan Tes HIV. (2018).
Febriana, A.I. 2013. Keikutsertaan Pelanggan Wanita Pekerja Seksual dalam
Voluntary Counselling Test (VCT). Jurnal Kemas, 8(2): 161 165
Noviana N. Kesehatan Reproduksi HIV-AIDS. Jakarta: Trans Info Media; 2014.
Putra, S, R. (2012). Panduan Riset Keperawatan Dan Penulisan Ilmiah.
Jogjakarta: D-Medika.
Donsu, J, D, T. (2016). Metodologi Penelitian Keperawatan Jilid 1. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press.
Berek, P. A. L. (2018). Relationship Between Gender and Age With Adolescent
Levels of Knowledge About HIV / AIDS at SMAN 3 Atambua, East
Nusa Tenggara 2018, pp. 1–13.
Sumampouw, Y. B., Rampengan, N. H. & Mantik, M. F. J. (2016). Profil Kejang
Demam di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado Periode Januari 2014 – Juni 2016, e-CliniC, 4(2), pp. 109–114.
Kumar, A. et al. (2014). Determinants of Quality of Life Among People Living
With HIV/AIDS: A Cross Sectional Study in Central Karnataka India,
International Journal of Medical Science and Public Health, 3(11), p.
1413.
Amelia, M. et al. (2016). Faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap Kejadian
HIV/AIDS pada Laki-Laki Umur 25 - 44 Tahun di Kota Dili, Timor
Leste, Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas, 1(1), pp. 39–46.
Syuciyati.(2018). Pengaruh Faktor Presdisposing, Enabling dan Reinforcing
terhadap Pemanfaatan Klinik VCT oleh Kelompok Lelaki Seks Lelaki
(LSL) di Puskesmas Tanjung Morawa Tahun 2017. Repositori Institusi
USU (Universitas Sumatera Utara).
Kemenkes RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
74 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV.
Exa Puspita Ilmu, J., Masyarakat, K., Keolahragaan, F. I., & Semarang, U. N.
(2016). MENJALANI PENGOBATAN (Studi Kasus di Puskesmas
Gunungpati Kota Semarang)

Risqi, N. D., & Wahyono, B. (2018). Program Pelayanan Voluntary Counseling

27
And Testing (VCT) di Puskesmas. HIGEIA (Journal of Public Health
Soli, S. F., Nadapdap, T. P., & Nasution, R. S. (2021). Journal of Healthcare
Technology and Medicine Vol . 7 No . 2 Oktober 2021 Universitas Ubudiyah
Indonesia ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEIKUTSERTAAN IBU HAMIL DALAM MELAKUKAN SKRINING HIV /
AIDS DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS STABAT LAMA Analysis of
F. 7(2), 1439–1451.
RISAL, A. (2019). Analisis Faktor Pemanfaatan Klinik Voluntary Counseling
and Testing (Vct) Pada Orang Dengan Hiv/Aids (Odha) Di Kota Makassar.
http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/5148/
Fajarini, T. A. (2020). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Voluntary Counseling
and Testing (Vct) Pada Wanita Pekerta Seks (Wps) Di Wilayah Puskesmas
…. http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3424/
Nasrodin, (201). HIV & AIDS Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis, dan Sosial.
Surabaya: Pusat Penerbit dan Percetakan Airlangga Universitu Press.
Notoatmodjo,S.2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
Hidayat, A, A, A. (2015). Metodologi Penelitian Keperawatan Dan Kesehatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Maryanti, R. (2017). HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT TERHADAP
PENINGKATAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI.
Nuvri Nur Ardiyantika. (2019). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kepatuhan Berobat Penderita Hipertensi Di Posbindu PTM Desa Sidorejo
Kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Bhakti Husada Mulia Madiun, 11(1), 1–14.
Wahyunita S., Ridwan A., Wahiduddin. (2014). Faktor Yang Berhubungan
Dengan Pemanfaatan Klinik Volunntary Counseling And Tasting di
Puskesmas Kota Makasa: Makasar

28
29

Anda mungkin juga menyukai