Anda di halaman 1dari 67

HUBUNGAN USIA DAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN

TINGKAT STRES PASIEN DM YANG MENJALANI DIET DI


RSUD ULIN BANJARMASIN

Proposal Penelitian
Diajukan guna memenuhi sebagian syarat
Untuk memperoleh derajat Sarjana Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat

Oleh
Asprilla Fernando
1810913210025

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
BANJARBARU
2021
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam karya tulis ilmiah ini tidak terdapat

karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya

atau pendapat yang pernah ditulis atau diberikan oleh orang lain, kecuali

yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar

pustaka

Banjarbaru, 2021

ii
Proposal Penelitian oleh Asprilla Fernando ini Telah diperiksa dan disetujui
untuk diseminarkan

Banjarbaru, 2021
Pembimbing Utama

Banjarbaru, 2021
Pembimbing Pendamping

iii
DAFTAR ISI

Contents
PERNYATAAN............................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................. iv
DAFTAR SKEMA........................................................................................................................ vi
DAFTAR SINGKATAN............................................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................................................viii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................... 2
1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus.................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitiaan................................................................................... 3
1.4.1 Bagi perawat........................................................................................ 3
1.4.2 Bagi Instansi Kesehatan .................................................................. 3
1.4.3 Bagi Peneliti......................................................................................... 3
1.5 Keaslian Penelitian.................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................... 4
BAB 3 KERANGKA KONSEP.................................................................................................. 21
BAB 4 METODE PENELITIAN................................................................................................ 39
4.1 Rangcangan penelitian .......................................................................... 39
4.2 Populasi dan Sampel.............................................................................. 39
4.2.1 Populasi .............................................................................................. 39
4.2.2 Sampel ................................................................................................ 39
4.3 Instrumen penelitian ............................................................................... 40
4.5 Definis Operasional ................................................................................ 41
Tabel 4.1 Definisi Operasional ................................................................................................. 41
4.6 Prosedur Penelitian ................................................................................ 43
4.7 Cara Analisi Data ..................................................................................... 45
4.8 Tempat dan waktu penelitian ............................................................... 45

iv
4.9 Aggaran kegiatan penelitian................................................................. 46
Tabel 4.2 anggaran kegiatan.................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 47
LAMPIRAN................................................................................................................................. 49
A. Identitas Responden...................................................................................... 53
Pengetahuan Diet Diabetes Mellitus ....................................................................... 55
Tingkat stres menjalani diet .................................................................................... 58

v
DAFTAR SKEMA

Skema 2.4 Kerangka Teori Hubungan Usia dan Tingkat Pengetahuan dengan
Tingkat Stres Pasien DM yang Menjalani Diet 26
Skema 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Usia dan Tingkat Pengetahuan dengan
Tingkat Stres Pasien DM yang Menjalani Diet Error! Bookmark not defined.

vi
DAFTAR SINGKATAN

DM : Diabetes Melitus

HHNK : Hiperglikemik Hipersmoler Non Ketotik

PJK : Penyakit Jantung Koroner

FK : Fakultas Kedokteran

PSIK : Program Studi Ilmu Keperawatan

RI : Republik Indonesa

RSUD : Rumah Sakit Daerah Umum

BMI : Body Mass Indeks

IMT : Indeks Massa Tubuh

PAD : Peripheral Artery Disease

IWGDF : International Working Group on Diabetic Foot

ABI : Ankle Brachial Index

EMG : Electromyography

ADI : Accepted Daily Intake

BBI : Berat Badan Ideal

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran1 Biodata Peneliti


Lampiran 2 Lembar informasi (information sheet)
Lampiran 3 Lembar informedconsent
Lampiran 4 Lembar Kuesioner

viii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) dapat menyebabkan terjadinya hiperglikemia pada pasien DM.
Kondisi hiperglikemia yang terjadi pada pasien DM dan tidak dikontrol dapat menimbulkan
gangguan serius pada sistem tubuh, terutama saraf dan pembuluh darah (WHO, 2018).
Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis yang menjadi tantangan di dalam dunia kesehatan,
Diabetes Mellitus adalah salah satu Penyakit Tidak Menular (PTM) yang menjadi penyebab
kematian 1,6 juta orang di dunia pada tahun 2010 (WHO, 2010)

Penyakit mematikan ini masih menjadi persoalan serius dunia, termasuk Indonesia.
Indonesia adalah salah satu negara berkembang di dunia bagian Asia Tenggara dan
mengalami peningkatan jumlah penderita Diabetes Melitus. Di tahun yang sama 2015,
Indonesia menempati peringkat ke tujuh di dunia sebagai prevalensi penderita diabetes
tertinggi di dunia bersama dengan China, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia dan Meksiko
dengan jumlah estimasi orang dengan diabetes sebesar 10 juta orang. (WHO, 2015). Pada
tahun 2017 Indonesia mengalami peningkatan jumlah penderita Diabetes Mellitus dan
menempati peringkat ke-6 dengan prevalensi penderita Diabetes Melitus usia 20-79 tahun
pada tahun 2017 mencapai 10,3 juta orang dan diperkirakan akan meningkat pada tahun
2045 menjadi 16,7 juta orang, ini setelah China, India, Amerika Serikat, Brazil, dan Meksiko
(IDF, 2017).

Pasien diabetes melitus saat menjalani program diet mudah sekali mengalami stres,
sehingga cara penanganan yang dilakukan pasien dalam menangani stres ketika menjalani
diet memengaruhi keberhasilan mereka dalam mematuhi program diet serta pengendalian
kadar gula darah (Widodo, 2012). Penanganan yang tepat terhadap penyakit diabetes
mellitus sangat di perlukan. Penanganan Diabetes mellitus bisa dikelompokkan dalam lima
pilar, ialah edukasi, perencanaan makan, latihan jasmani, intervensi farmakologis dan
pemeriksaan gula darah (Haida, Putri, & Isfandiari, 2013)

Perencanaan makanan adalah salah satu pilar pengelolaan diabetes. Faktor yang
berpengaruh pada respon glikemik makanan adalah cara memasak, proses penyiapan
makanan dan bentuk makanan serta komposisi makanan (karbohidrat, lemak dan protein),
yang dimaksud dengan karbohidrat adalah gula, tepung dan serat (Prabowo & Hastuti,
2015)

1
Keberhasilan pengelolaan diabetes melitus membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga,
tenaga kesehatan terkait dan masyarakat. Pencapaian keberhasilan perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi yang komprehensif. (Rahayu et al., 2014). Pasien diabetes perlu
diberikan beberapa perawatan sehingga tidak semakin parah dan tidak akan mengalami
komplikasi yang dapat menimbulkan masalah kesehatan baik makroangiopati maupun
mikroangiopati (Adi Sucipto 1,) melakukan diet yang dimaksud ialah pengaturan pola makan
yang tepat ditentukan dari 3J yaitu jadwal makan, jumlah makan, dan jenis makan.
Salah satu faktor utama kegagalan sebuah terapi ialah ketidakpatuhan terhadap terapi yang
telah direncanakan, maka salah satu upaya penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien
terhadap terapi ialah dengan edukasi atau pemberian konseling yang lengkap, akurat serta
secara terstruktur tentang terapi tersebut (Vatankhah, Ebrahim, & Jahangiri, 2009).

stres yang terjadi pada pasien DM menunjukkan sebagian besar adalah ringan. Hal ini
disebabkan adanya beberapa faktor yang berhubungan dengan tingkat stres Responden.
Dan hubungan Diabetes Self-Management dengan tingkat stres pasien Diabetes Melitus
yang menjalani diet memperoleh hasil Self-Management diabetes memiliki hubungan
dengan tingkat stres pada pasien Diabetes Melitus yang menjalani diet. Oleh sebab itu
diperlukannya penelitian tentang hubungan faktor-faktor yang lain yang mempengaruhi
tingkat stress pada pasien DM yang menjalani diet seperti faktor tingkat pengetahuan dan
usia dari pasien (Kusnanto, et all. 2019)

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut “bagaimana hubungan usia dan tingkat pengetahuan dengan tingkat
stress pasien dm yang menjalani diet ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
untuk mengetahui hubungan usia dan tingkat pengetahuan dengan tingkat stress
pasien dm yang menjalani diet
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian adalah
a. Mengidentifikasi karakteristik (umur. Jenis kelamin, Pendidikan, pekerjaan, lama
menderita) pada pasien Diabetes Mellitus yang menjalani diet di RSUD Ulin
Banjarmasin
b. Mengidentifikasi hubungan usia dengan tingkat stres pasien DM yang menjalani
diet

2
c. Mengidentifikasi hubungan tingkat pengetahuan dengan tingkat stres pasien DM
yang menjalani diet
1.4 Manfaat Penelitiaan
1.4.1 Bagi perawat
Penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi perawat untuk menangani tingkat
stres pasien dm yang menjalani diet di RSUD Ulin Banjarmasin.
1.4.2 Bagi Instansi Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan dan
masukan untuk meningkatkan mutu kualitas pelayanan bagi pihak RSUD Ulin
Banjarmasin, khususnya di poliklinik diet, sub spesialis endokrin dan ruang rawat
inap mengenai kepatuhan diet pasien diabetes mellitus sehingga bisa dijadikan
bahan evaluasi untuk mengurangi angka kejadian terjadinya penyakit diabes
mellitus.
1.4.3 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini sebagai sarana pengembangan dan pembelajaran ilmu
pengetahuan yang didapat dari masa penelitian, dapat bermanfaat dalam menambah
wawasan dan pengalaman secara langsung yang sangat berguna dari studi
lapangan.

1.5 Keaslian Penelitian

1. Stres pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe-2 dalam Melaksanakan Program Diet di
Klinik Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi Semarang (Widodo, 2012). Keenam partisipan
yang terlibat dalam penelitian, semuanya mengalami stres selama menjalankan program
diet yang dianjurkan. Stres yang timbul dan lamanya stres ditentukan oleh berbagai
kesulitan yang dialami partisipan selama melaksanakan diet terutama berhubungan dengan
jumlah makanan yang harus diukur, pembatasan jenis makanan, pola kebiasaan makan
yang salah sebelum sakit serta lamanya menderita diabetes.

2. Stres dan Koping pada Pasien dengan DM Tipe 2 dalam Pelaksanaan Manajemen Diet
di Wilayah Puskesmas Banguntapan II Kabupaten Bantul (Setyorini, 2017). 3 tema dan 12
sub tema terkait gambaran dari stres dan koping pada pasien dengan DM tipe 2 dalam
pelaksanaan manajemen diet.

3, Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Tingkat Pendidikan dengan Kepatuhan Diet pada
Pralansia Penderita Diabetes Mellitus (Amaliyah, 2016). Terdapat hubungan antara tingkat
pengetahuan dengan kepatuhan diet Diabetes mellitus (p= 0,001) dan terdapat hubungan
antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan diet Diabetes mellitus (p= 0,001).

3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2 Diabetes Melitus
2.1. Definisi
Diabetes melitus adalah suatu gangguan metabolik yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi
insulin dan kerja insulin (Smeltzer et al, 2013; Kowalak, 2011). Diabetes melitus
merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa di dalam darah tinggi
karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat.
Kadar glukosa darah setiap hari bervariasi, kadar gula darah akan meningkat setelah
makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar glukosa darah normal pada
pagi hari sebelum makan atau berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula
darah normal biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau
minum cairan yang mengandung gula maupun mengandung karbohidrat (Irianto,
2015). Jadi Diabetes melitus ialah suatu gangguan metabolik yang ditandai dengan
kadar glukosa di dalam darah tinggi (hiperglikemia) karena tubuh tidak dapat
melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat.
2.2. Klasifikasi
Menurut Smeltzer et al, (2013) klasifikasi diabetes melitus terbagi menjadi 3, yaitu:
a. Tipe 1 (Diabetes melitus tergantung insulin)
Sekitar 5% sampai 10% pasien mengalami diabetes tipe 1. Diabetes melitus tipe 1
ditandai dengan destruksi sel-sel beta pankreas akibat faktor genetik, imunologis,
dan juga lingkungan. DM tipe 1 memerlukan injeksi insulin untuk mengontrol kadar
glukosa darah.
b. Tipe 2 (Diabetes melitus tak – tergantung insulin)
Sekitar 90% sampai 95% pasien mengalami diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2
disebabkan karena adanya penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi
insulin) atau akibat penurunan jumlah insulin yang diproduksi.
c. Diabetes mellitus gestasional
Diabetes gestasional ditandai dengan intoleransi glukosa yang muncul selama
kehamilan, biasanya pada trimester kedua atau ketiga. Risiko diabetes gestasional
disebabkan obesitas, riwayat pernah mengalami diabetes gestasional, glikosuria,
atau riwayat keluarga yang pernah mengalami diabetes.
2.3. Etiologi
Diabetes melitus menurut Kowalak, (2011); Wilkins, (2011); dan Andra, (2013)
mempunyai beberapa penyebab, yaitu:
a. Hereditas

4
Peningkatan kerentanan sel-sel beta pancreas dan perkembangan antibodi autoimun
terhadap penghancuran sel-sel beta.
b. Lingkungan (makanan, infeksi, toksin, stress)
Kekurangan protein kronik dapat mengakibatkan hipofungsi pancreas. Infeksi virus
coxsakie pada seseorang yang peka secara genetic. Stress fisiologis dan emosional
meningkatkan kadar hormon stress (kortisol, epinefrin, glucagon, dan hormon
pertumbuhan), sehingga meningkatkan kadar glukosa darah.
c. Perubahan gaya hidup
Pada orang secara genetik rentan terkena DM karena perubahan gaya hidup,
menjadikan seseorang kurang aktif sehingga menimbulkan kegemukan dan beresiko
tinggi terkena diabetes melitus.
d. Kehamilan
Kenaikan kadar estrogen dan hormon plasental yang berkaitan dengan kehamilan,
yang mengantagoniskan insulin.
e. Usia
Usia diatas 65 tahun cenderung mengalami diabetes melitus
f. Obesitas
Obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin di dalam tubuh. Insulin yang
tersedia tidak efektif dalam meningkatkan efek metabolic.
g. Antagonisasi
Efek insulin yang disebabkan oleh beberapa medikasi, antara lain diuretic thiazide,
kortikosteroid adrenal, dan kontraseptif hormonal.
2.4. Patofisiologi
Ada berbagai macam penyebab diabetes melitus menurut Price, (2012) dan Kowalak
(2011) yang menyebabkan defisiensi insulin, kemudian menyebabkan glikogen
meningkat, sehingga terjadi proses pemecahan gula baru (glukoneugenesis) dan
menyebabkan metabolisme lemak meningkat. Kemudian akan terjadi proses
pembentukan keton (ketogenesis). Peningkatan keton didalam plasma akan
mengakibatkan ketonuria (keton dalam urin) dan kadar natrium akan menurun serta
pH serum menurun dan terjadi asidosis.

Defisiensi insulin mengakibatkan penggunaan glukosa menurun, sehingga


menyebabkan kadar glukosa dalam plasma tinggi (hiperglikemia). Jika hiperglikemia
parah dan lebih dari ambang ginjal maka akan menyebabkan glukosuria. Glukosuria
akan menyebabkan diuresis osmotik yang meningkatkan peningkatan air kencing
(polyuria) dan akan timbul rasa haus (polidipsi) yang menyebabkan seseorang
dehidrasi (Kowalak, 2011).
5
Glukosuria juga menyebabkan keseimbangan kalori negatif sehingga menimbulkan
rasa lapar yang tinggi (polifagia). Penggunaan glukosa oleh sel menurun akan
mengakibatkan produksi metabolisme energi menurun sehingga tubuh akan menjadi
lemah (Price et al, 2012).

Hiperglikemia dapat berpengaruh pada pembuluh darah kecil, sehingga


menyebabkan suplai nutrisi dan oksigen ke perifer berkurang. Kemudian bisa
mengakibatkan luka tidak kunjung sembuh karena terjadi infeksi dan gangguan
pembuluh darah akibat kurangnya suplai nutrisi dan oksigen (Price et al, 2012).

Gangguan pembuluh darah mengakibatkan aliran darah ke retina menurun, sehingga


terjadi penurunan suplai nutrisi dan oksigen yang menyebabkan pandangan menjadi
kabur. Akibat utama dari perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur
dan fungsi ginjal yang menyebabkan terjadinya nefropati yang berpengaruh pada
saraf perifer, sistem saraf otonom serta sistem saraf pusat (Price et al, 2012).
2.5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala diabetes melitus menurut Smeltzer et al, (2013) dan
Kowalak (2011), yaitu:
a. Poliuria (air kencing keluar banyak) dan polydipsia (rasa haus yang berlebih) yang
disebabkan karena osmolalitas serum yang tinggi akibat kadar glukosa serum yang
meningkat.
b. Anoreksia dan polifagia (rasa lapar yang berlebih) yang terjadi karena glukosuria
yang menyebabkan keseimbangan kalori negatif.
c. Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan yang disebabkan penggunaan glukosa
oleh sel menurun.
d. Kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuhnya, dan rasa gatal pada kulit.
e. Sakit kepala, mengantuk, dan gangguan pada aktivitas disebabkan oleh kadar
glukosa intrasel yang rendah.
f. Kram pada otot, iritabilitas, serta emosi yang labil akibat ketidakseimbangan
elektrolit.
g. Gangguan penglihatan seperti pemandangan kabur yang disebabkan karena
pembengkakan akibat glukosa.
h. Sensasi kesemutan atau kebas di tangan dan kaki yang disebabkan kerusakan
jaringan saraf.
i. Gangguan rasa nyaman dan nyeri pada abdomen yang disebabkan karena
neuropati otonom yang menimbulkan konstipasi.
6
j. Mual, diare, dan konstipasi yang disebabkan karena dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit serta neuropati otonom.
2.6. Komplikasi
Komplikasi dari diabetes mellitus menurut Smeltzer et al, (2013) dan Tanto et al,
(2014) diklasifikasikan menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi
akut terjadi karena intoleransi glukosa yang berlangsung dalam jangka waktu pendek
yang mencakup:
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dimana glukosa dalam darah mengalami penurunan
dibawah 50 sampai 60 mg/dL disertai dengan gejala pusing,gemetar, lemas,
pandangan kabur, keringat dingin, serta penurunan kesadaran.
b. Ketoasidosis Diabetes (KAD)
KAD adalah suatu keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolic akibat
pembentukan keton yang berlebih.
c. Sindrom nonketotik hiperosmolar hiperglikemik (SNHH)
Suatu keadaan koma dimana terjadi ganagguan metabolisme yang menyebabkan
kadar glukosa dalam darah sangat tinggi, menyebabkan dehidrasi hipertonik tanpa
disertai ketosis serum.

Komplikasi kronik menurut Smeltzer et al, (2013) biasanya terjadi pada pasien yang
menderita diabetes mellitus lebih dari 10 – 15 tahun. Komplikasinya mencakup:
a. Penyakit makrovaskular (Pembuluh darah besar): biasanya penyakit ini
memengaruhi sirkulasi koroner, pembuluh darah perifer, dan pembuluh darah otak.
b. Penyakit mikrovaskular (Pembuluh darah kecil): biasanya penyakit ini
memengaruhi mata (retinopati) dan ginjal (nefropati); kontrol kadar gula darah untuk
menunda atau mencegah komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropatik: memengaruhi saraf sensori motorik dan otonom yang
mengakibatkan beberapa masalah, seperti impotensi dan ulkus kaki.
2.7. Penatalaksaan
1. Diet Diabetes
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
diabetes. Cara yang paling umum digunakan adalah dengan memperhitungkan
kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal (BBI), ditambah atau
dikurangi dengan beberapa faktor koreksi. Faktor koreksi ini meliputi jenis kelamin,
umur, aktivitas, dan berat badan.
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dilakukan dengan menggunakan rumus Brocca
yang dimodifikasi yaitu:
7
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150
cm, rumus dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan antara lain :
 Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil dibandingkan kebutuhan
kalori pada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BBI dan pria
sebesar 30 kal/kg BBI.
 Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun: kebutuhan kalori dikurangi 5% (untuk dekade
antara 40 dan 59 tahun), dikurangi 10% (untuk usia 60 s/d 69 tahun), dan dikurangi
20% (untuk usia di atas 70 tahun).
 Aktivitas Fisik
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.
Penambahan 10% dari kebutuhan kalori basal diberikan pada pasien dalam
keaadaan istirahat total, penambahan 20% dari kebutuhan kalori basal diberikan
pada pasien dengan aktivitas fisik ringan, penambahan 30% dari kebutuhan kalori
basal diberikan pada pasien dengan aktivitas fisik sedang, dan penambahan 50%
dari kebutuhan kalori basal diberikan pada pasien dengan aktivitas fisik sangat berat.
 Berat Badan
Pada pasien dengan obesitas, kebutuhan kalori dikurangi sekitar 20-30% dari
kebutuhan kalori basal (tergantung pada derajat obesitas yaitu apakah obes I atau
obes II). Pada pasien dengan underweight, kebutuhan kalori ditambah sekitar 20-
30% dari kebutuhan kalori basal (sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB).

Dari hasil perhitungan kalori total yang didapatkan dengan menggunakan rumus
Brocca dan memperhitungkan faktor koreksi, kalori total ini dibagi dalam 3 porsi
besar untuk waktu makan utama yaitu makan pagi(20%), siang (30%), dan sore
(25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%). Sisanya, dibagi untuk waktu makan
selingan di antara tiga waktu makan utama tersebut. Untuk meningkatkan kepatuhan
pasien, sedapat mungkin perubahan porsi dan pola makan ini dilakukan sesuai
dengan
kebiasaan pasien sebelumnya. Untuk pasien diabetes yang mengidap penyakit
lain,terapi nutrisi disesuaikan dengan penyakit penyertanya.

8
2. Terapi farmakologi
Pemberian terapi farmakologi harus diikuti dengan pengaturan pola makan dan gaya
hidup yang sehat. Terapi farmakologi terdiri dari obat oral dan obat suntikan, yaitu:
1) Obat antihiperglikemia oral
Menurut Perkeni, (2015) berdasarkan cara kerjanya obat ini dibedakan menjadi
beberapa golongan, antara lain:
a) Pemacu sekresi insulin: Sulfonilurea dan Glinid
Efek utama obat sulfonilurea yaitu memacu sekresi insulin oleh sel beta
pancreas. cara kerja obat glinid sama dengan cara kerja obat sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama yang dapat
mengatasi hiperglikemia post prandial.
b) Penurunan sensitivitas terhadap insulin: Metformin dan Tiazolidindion (TZD)
Efek utama metformin yaitu mengurangi produksi glukosa hati (gluconeogenesis)
dan memperbaiki glukosa perifer. Sedangkan efek dari Tiazolidindion (TZD)
adalah menurunkan resistensi insulin dengan jumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan glukosa di perifer.
c) Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa
Fungsi obat ini bekerja dengan memperlambat absopsi glukosa dalam usus
halus, sehingga memiliki efek menurunkan kadar gula darah dalam tubunh
sesudah makan.
d) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV berfungsi untuk menghambat kerja enzim
DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang
tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan
menekan sekresi glukagon sesuai kadar glukosa darah (glucose dependent).

2) Kombinasi obat oral dan suntikan insulin


Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak dipergunakan adalah
kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin basal (insulin kerja menengah atau
insulin kerja panjang), yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Terapi
tersebut biasanya dapat mengendalikan kadar glukosa darah dengan baik jika dosis
insulin kecil atau cukup. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6- 10 unit yang
diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan
melihat nilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Ketika kadar glukosa
darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal,
maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prandial, serta pemberian
obat antihiperglikemia oral dihentikan (Perkeni, 2015).
9
b. Terapi non farmakologi
Terapi non farmakologi menurut Perkeni, (2015) dan Kowalak, (2011) yaitu:
1) Edukasi
Edukasi bertujuan untuk promosi kesehatan supaya hidup menjadi sehat. Hal ini
perlu dilakukan sebagai upaya pencegahan dan bisa digunakan sebagai pengelolaan
DM secara holistic.
2) Terapi nutrisi medis (TNM)
Pasien DM perlu diberikan pengetahuan tentang jadwalmakan yang teratur, jenis
makanan yang baik beserta jumlah kalorinya, terutama pada pasien yang
menggunakan obat penurun glukosa darah maupun insulin.
3) Latihan jasmani atau olahraga
Pasien DM harus berolahraga secara teratur yaitu 3 sampai 5 hari dalam seminggu
selama 30 sampai 45 menit, dengan total 150 menit perminggu, dan dengan jeda
antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Jenis olahraga yang dianjurkan
bersifat aerobic dengan intensitas sedang yaitu 50 sampai 70% denyut jantung
maksimal seperti: jalan cepat, sepeda santai, berenang,dan jogging. Denyut jantung
maksimal dihitung dengan cara: 220 – usia pasien.
3 Terapi Diet DM
3.1. Definisi
Dalam kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga (2009) keluaran Persatuan Ahli
Gizi Indonesia (Persagi), diet memiliki arti sebagai pengaturan pola dan konsumsi
makanan serta minuman yang dilarang, dibatasi jumlahnya, dimodifikasi, atau
diperolehkan dengan jumlah tertentu untuk tujuan terapi penyakit yang diderita,
kesehatan, atau penurunan berat badan. Diet diabetes melitus adalah diet yang
diberikan kepada penyandang diabetes melitus, dengan tujuan membantu
memperbaiki kebiasaan makan untuk mendapatkan control metabolik yang lebih baik
dengan cara: menyeimbangkan asupan makanan dengan obat penurun glukosa oral
ataupun insulin dan aktivitas fisik untuk mencapai kadar gula darah normal,
mencapai dan mempertahankan kadar lipida dalam normal.
3.2. Tujuan Diet Pasien DM
Tujuan diet pada diabetes melitus adalah mempertahankan atau mencapai berat
badan ideal, mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal, mencegah
komplikasi akut dan kronik serta meningkatkan kualitas hidup (Hasdianah, 2012).
3.3. Syarat Diet Diabetes Melitus
Menurut Krisnatuti dkk (2014) syarat umum yang harus dipenuhi dalam penyusunan
menu, diantaranya sebagai berikut :

10
a. Kebutuhan kalori disesuaikan dengan keadaan metabolik, umur, berat badan, dan
aktivitas tubuh.
b. Jumlah kalori disesuaikan dengan kesanggupan tubuh dalam menggunakannya.
c. Cukup protein, mineral dan vitamin dalam makanan.
d. Menggunakan bahan makanan yang mempunyai indeks glikemik rendah.
3.4. Komposisi Diet pada Pasien Diabetes Melitus
Komposisi diet yang dianjurkan untuk penderita diabetes melitus berulang kali
mengalami perubahan. Mula-mula komposisi diet mengacu pada diet diabetes
melitus di Negara Barat dengan komposisi karbohidrat rendah, sekitar 40-50% dari
total energy (diet A). Namun, saat ini dianjurkan peresentase karbohidrat lebih tinggi
sampai 60-70% dari total kebutuhan energi atau disebut juga diet B. Dalam diet
tersebut dianjurkan juga komposisi protein dan lemak. Disamping anjuran mengenai
karbohidrat, protein, dan lemak dianjurkan pula pemakaian karbohidrat kompleks
yang mengandung banyak serat dan rendah kolesterol.
KOMPOSISI DIET A DAN DIET B
NO Zat Gizi Diet A Diet B
Karbohidrat 50% 60-68%
1.
Protein 20% 12-20%
2.
Lemak 30% 20%
3.
Kolesterol 500 mg 100-150 mg
4.
Serat Sayuran tipe A Sayuran tipe B
5.

Komposisi diet B merupakan diet yang umum digunakan di Indonesia. Anjuran


penggunaan diet B berdasarkan pada penelitian prospektif dengan crassover design
yang dilakukan pada 260 penderita diabetes melitus yang terawat baik. Dari
penilaian tersebut, diet B mempuyai daya yang kuat untuk menurunkan kolesterol
selain mempunyai efek hipoglikemik. Diet B juga tidak menaikkan kadar trigliserida
darah. Dengan demikian, diet B dapat mencapai diet diabetes melitus. Setiap jenis
diet dianjurkan mengandung serat, terutama serat yang bersifat larut (Krisnatuti dkk
2014).
3.5. Pemenuhan Pola Makan 3J
Menurut Fauzi (2014) bagi penderita diabetes, kecenderungan perubahan kadar gula
darah yang drastis akan terjadi pada saat sehabis makan. Sehabis makan maka
11
kadar gula akan tinggi. Namun beberapa lama tidak mendapat asupan makanan
maka kadar gula darah akan rendah sekali. Harus dilakukan penjadwalan makan
dengan teratur untuk mencegah terlalu besarnya rentangan kadar gula darah. Pola
3J harus diingat bagi penderita diabetes dalam mengatur pola makan sehari-hari.
A. Jadwal
Pengaturan jadwal bagi penderita diabetes biasanya adalah 6 kali makan. 3 kali
makan besar dan 3 kali makan selingan. Adapun jadwal waktunya adalah sebagai
berikut :
1. Makan pagi atau sarapan dilakukan pada pukul 07.00
2. Snack pertama dikonsumsi pada pukul 10.00
3. Makan siang dilakukan pada pukul 13.00
4. Snack kedua dikonsumsi pada pukul 16.00
5. Makan malam dilakukan pada pukul 19.00
6. Snack ketiga dikonsumsi pada pukul 21.00
Usahakan makan tepat pada waktu. Apabila terlambat makan maka akan bisa terjadi
hipoglikemia atau rendahnya kadar gula darah. Hipoglikemia meliputi gejala seperti
pusing, mual, dan pingsan. Apabila hal ini terjadi segera minum air gula.
B. Jumlah

Jumlah atau porsi makan yang dikonsumsi harus diperhatikan. Jumlah makanan yang
dianjurkan untuk penderita diabetes adalah porsi kecil tapi sering. Penderita harus
makan dalam jumlah sedikit tapi sering. Adapun pembagian kalori untuk setiap kali
makan dengan pola menu 6 kali makan adalah sebagai berikut :

1. Makan pagi atau sarapan jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 20% dari total
kebutuhan kalori sehari.
2. Snack pertama jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 10%dari total kebutuhan
kalori sehari.
3. Makan siang jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 25% dari total kebutuhan kalori
sehari.
4. Snack kedua jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 10% dari total kebutuhan kalori
sehari.
5. Makan malam jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 25% dari total kebutuhan
kalori sehari.
6. Snack ketiga jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 10% dari total kebutuhan kalori
sehari.
C. Jenis

12
Jenis makanan menentukan kecepatan naik atau turunnya kadar gula darah.
Kecepatan suatu makanan dalam menaikkan kadar gula darah disebut indeks
glikemik. Semakin cepat menaikkan kadar gula darah sehabis makan tersebut
dikonsumsi, maka semakin tinggi indeks glikemik makanan tersebut. Hindari
makanan yang berindeks glikemik tinggi, seperti sumber karbohidrat sederhana,
gula, madu, sirup, roti, mie dan lain-lain. Makanan yang berindeks glikemik lebih
rendah adalah makanan yang kaya dengan serat,contohnya sayuran dan buah-
buahan. Pemenuhan pola makan dengan 3J menjamin penderita diabetes untuk
tetap bias aktif dalam kehidupan sehari-hari. Jadwal yang tetap memungkinkan
kebutuhan tubuh akan insulin dapat terpenuhi. Sementara itu, jumlah dan jenis
makanan akan melengkapi kebutuhan gula darah yang seimbang.

3.6. Dampak Terapi Diet Terhadap Pasien Diabetes Melitus


 Stres

Penderita diabetes mudah mengalami stres dalam melaksanakan program diet


sehingga cara penanganan yang dilakukan penderita dalam menangani stres
ketika menjalani diet mempengaruhi keberhasilan mereka dalam mematuhi
program diet serta pengendalian kadar gula darah. Sehingga diharapkan akan
meminimalkan terjadinya komplikasi baik akut maupun kronis (Setyorini, 2017).

4 Stress
4.1. Definisi
Stres merupakan masalah umum yang terjadi dalam kehidupan umat manusia. Stres
yang ada saat ini adalah sebuah atribut kehidupan modren. Hal ini dikarenakan stres
sudah menjadi bagian hidup yang tidak bisa terelakkan. Baik di lingkungan sekolah,
kerja, keluarga, atau dimanapun, stres bisa dialami oleh seseorang. Stres juga bisa
menimpa siapapun termasuk anak-anak, remaja, dewasa, atau yang sudah lanjut
usia. Dengan kata lain, stres pasti terjadi pada siapapun dan dimanapun(Musradinur,
2016).
4.2. Teori Stress
Cofer & Appley (1964) menyatakan bahwa stres adalah kondisi organik seseorang
pada saat ia menyadari bahwa keberadaan atau integritas diri dalam keadaan
bahaya, dan ia harus meningkatkan seluruh energy untuk melindungi diri (Jenita DT
Donsu, 2017).
Cranwell-Ward (1987) menyebutkan stres sebagai reaksi-reaksi fisiologik dan
psikologik yang terjadi jika orang mempersepsi suatu ketidakseimbangan antara

13
tingkat tuntutan yang dibebankan kepadanya dan kemampuannya untuk memenuhi
tuntutan itu (Jenita DT Donsu, 2017).
Anggota IKAPI (2007) menyatakan stres adalah reaksi non-spesifik manusia
terhadap rangsangan atau tekanan (stimulus stressor). Stres merupakan suatu
reaksi adaptif, bersifat sanga individual, sehingga suatu stres bagi seseorang belum
tentu sama tanggapannya bagi orang lain (Jenita DT Donsu, 2017).
Stres adalah segala sesuatu di mana tuntutan non-spesifik mengharuskan seorang
individu untuk merespons atau melakukan tindakan (Potter dan Perry, dalam
Jenita DT Donsu, 2017).
Menurut Hawari (2008) bahwa Hans Selve menyatakan stres adalah respon tubuh
yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya (Jenita DT Donsu,
2017).
Stres didefinisikan sebagai ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh
mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat
mempengaruhi keadaan fisik manusia tersebut. Stres dapat dipandang dalam dua
acara, sebagaiu stres baik dan stres buruk (distres). Stres yang baik disebut stres
positif sedangkan stres yang buruk disebut stres negatif. Stres buruk dibagi menjadi
dua yaitu stres akut dan stres kronis (Widyastuti, Palupi, 2004). Menurut WHO
(2003) stres adalah reaksi/respon tubuh terhadap stressor psikososial (tekanan
mental/beban kehhidupan (Priyoto, 2014).
4.3. Jenis-Jenis Stress
Menurut Jenita DT Donsu (2017) secara umum stres dibagi menjadi dua
yaitu :
a. Stres akut
Stres yang dikenal juga dengan flight or flight response. Stres akut adalah respon
tubuh terhadap ancaman tertentu, tantangan atau ketakutan. Respons stres akut
yang segera dan intensif di beberapa keadaan dapat menimbulkan gemetaran.
b. Stres kronis
Stres kronis adalah stres yang lebih sulit dipisahkan atau diatasi, dan efeknya
lebih panjang dan lebih.
Menurut Priyoto (2014) menurut gejalanya stres dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Stres Ringan
Stres ringan adalah stressor yang dihadapi setiap orang secara teratur, seperti
banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari atasan. Situasi stres ringan
berlangsung beberapa menit atau jam saja. Ciri-ciri stres ringan yaitu semangat
meningkat, penglihatan tajam, energy meningkat namun cadangan energinya
menurun, kemampuan menyelesaikan pelajaran meningkat, sering merasa letih
14
tanpa sebab, kadang-kadang terdapat gangguan sistem seperti pencernaan, otak,
perasaan tidak
santai. Stres ringan berguna karena dapat memacu seseorang untuk berpikir dan
berusaha lbih tangguh menghadapi tantangan hidup.
b. Stres Sedang
Stres sedang berlangsung lebih lama daripada stress ringan. Penyebab stres sedang
yaitu situasi yang tidak terselesaikan dengan rekan, anak yang sakit, atau
ketidakhadiran yang lama dari anggota keluarga. Ciri-ciri stres sedang yaitu sakit
perut, mules, otot-otot terasa tengang, perasaan tegang, gangguan tidur, badan
terasa ringan.
c. Stres Berat
Stres berat adalah situasi yang lama dirasakan oleh seseorang dapat berlangsung
beberapa minggu sampai beberapa bulan, seperti perselisihan perkawinan secara
terus menerus, kesulitan financial yang berlangsung lama karena tidak ada
perbaikan, berpisah dengan keluarga, berpindah tempat tinggal mempunyai penyakit
kronis dan termasuk perubahan fisik, psikologis sosial pada usia lanjut. Ciri-ciri stres
berat yaitu sulit beraktivitas, gangguan hubungan sosial, sulit tidur, negatifistic,
penurunan konsentrasi, takut tidak jelas, keletihan meningkat, tidak mampu
melakukan pekerjaan sederhana, gangguan sistem meningkatm perasaan takut
meningkat.
4.4. Stress pada Pasien DM
Stres yang dialami penderita DM dalam jangka panjang dapat memperburuk kondisi
kesehatan. Stres dapat menghasilkan perubahan dalam aspek psikologis dan
fisiologis. Seperti yang dikemukakan oleh Sarafino (1990) bahwa stres dapat
menimbulkan perubahan-perubahan pada system fisik tubuh yang dapat
mempengaruhi kesehatan. Keadaan stres pada penderita DM memiliki efek negatif
yaitu dapat meningkatkan sekresi katekolamin dalam kondisi stres yang dapat
memicu terjadinya glikogenolisis, hipoglikemia dan hiperglikemia (Darmono, 2005).
Stres yang dialami penderita DM dalam melakukan pola hidup sehat dan diet jika
dibiarkan terlalu lama akan memperburuk kesehatan individu.
Penderita diabetes mudah mengalami stres dalam melaksanakan program diet
sehingga cara penanganan yang dilakukan penderita dalam menangani stres ketika
menjalani diet mempengaruhi keberhasilan mereka dalam mematuhi program diet
serta pengendalian kadar gula darah. Sehingga diharapkan akan meminimalkan
terjadinya komplikasi baik akut maupun kronis (Setyorini, 2017).
Stres dua kali lebih mudah menyerang orang dengan diabetes dibandingkan dengan
orang yang tidak mengidap diabetes. Stres yang timbul dan lamanya stres ditentukan
15
oleh berbagai kesulitan yang dialami pasien diabetes selama melaksanakan diet
terutama berhubungan dengan jumlah makanan yang harus diukur, pembatasan
jenis makanan, pola kebiasaan makan yang salah sebelum sakit serta selama
menderita diabetes.
4.5. Faktor yang mempengaruhi Stres pada seseorang
 Usia
Usia adalah salah satu faktor yang penting, semakin tinggi usia semakin
mudah mengalami stres. Hal ini antara lain disebabkan oleh faktor fisiologis
yang telah mengalami kemunduran dalam berbagai kemampuan seperti
kemampuan visual, berpikir, mengingat dan mendengar. Semakin tua
seseorang maka orang tersebut semakin rentan mengalami stres, sedangkan
seseorang akan rentan mengalami stres pada usia 21–40 tahun dan pada
usia 40–60 tahun.Usia berkaitan erat dengan stress. Semakin tua usia
seseorang maka akan menyebabkan organ dan kondisi fisik.
 Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan yang rendah tentang perawatan diri dapat
memperburuk kondisi kesehatan serta menimbulkan stres akibat
ketidakmampuan dalam melakukan perawatan diri
 Diabetes Self-Management
Aikens (2012) menyebutkan self-management memiliki hubungan yang
signifikan dengan diabetes distress, yang ditunjukkan dengan peningkatan
HbA1c, ketidakpatuhan konsumsi obat, dan ketidakpatuhan diet dan aktivitas
fisik
5 Usia
5.1. Definisi
Usia ialah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun, dikatakan masa awal
dewasa adalah usia 18 – 40 tahun, dewasa madya adalah 41 – 60 tahun, dewasa
lanjut > 60 tahun. Umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak
dilahirkan. Umur ialah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat
berulang tahun(Santika I. 2015)

5.2. Klasifikasi Usia


Pada Tahun 2009 DepKes RI mengkategorikan usia atau umur
dibagi menjadi :
a. Berusia 0 sampai dengan 5 Tahun merupakan Masa Balita
b. Usia 5 sampai dengan 11 Tahun merupakan Masa Kanak – kanak
c. Usia 12 sampai dengan 16 Tahun merupakan Masa Remaja Awal
16
d. Usia 17 sampai dengan 25 Tahun merupakan Masa Remaja Akhir
e. Usia 26 sampai dengan 35 Tahun merupakan Masa Dewsa Awal
f. Usia 36 sampai dengan 45 Tahun merupakan Masa Dewasa Akhir
g. Usia 46 sampai dengan 55 Tahun merupakan Masa Lansia Awal
h. Usia 56 sampai dengan 65 Tahun merupakan Masa Lansia Akhir
i. Sesorang dengan Usia 65 Tahun keatas masuk Masa Manula

Sedangkan pembagian kategori usia menurut badan kesehatan


dunia atau WHO dibagi menjadi :
a. Berusia 0 – 17 Tahun adalah Masa Anak – anak dibawah umur
b. Berusia 18 – 65 Tahun memasuki Masa Pemuda
c. Berusia 66 – 79 Tahun adalah Masa Setengah baya
d. Berusia 80 – 99 Tahun merupakan Orang Tua
e. Berusia 100 Tahun keatas adalah Orang Tua berusia panjang
5.3. Jenis Perhitungan Usia

Jenis perhitungan umur / usia terdiri atas :

1) Usia Kronologis ialah perhitungan usia yang dimulai dari saat kelahiran seseorang
sampai dengan waktu penghitungan usia.

2) Usia Mental ialah perhitungan usia yang didapatkan dari taraf kemampuan mental
seseorang. Misalkan seorang anak secara kronologis berusia empat tahun akan
tetapi masih merangkak dan belum dapat berbicara dengan kalimat lengkap dan
menunjukkan kemampuan yang setara dengan anak berusia satu tahun maka,
dinyatakan bahwa usia mental anak tersebut adalah satu tahun.

3) Usia Biologis ialah perhitungan usia berdasarkan kematangan biologis yang


dimiliki oleh seseorang(Santika I. 2015)

5.4. Hubungan Usia dengan Stress


Usia adalah salah satu faktor yang penting, semakin tinggi usia semakin mudah
mengalami stres. Hal ini antara lain disebabkan oleh faktor fisiologis yang telah
mengalami kemunduran dalam berbagai kemampuan seperti kemampuan visual,
berpikir, mengingat dan mendengar. Semakin tua seseorang maka orang tersebut
semakin rentan mengalami stres, sedangkan seseorang akan rentan mengalami
stres pada usia 21–40 tahun dan pada usia 40–60 tahun.Usia berkaitan erat dengan

17
stress. Semakin tua usia seseorang maka akan menyebabkan organ dan kondisi
fisik.
6 Tingkat Pengetahuan
6.1. Definisi
Pengetahuan adalah suatu hasil dari rasa keingintahuan melalui proses sensoris,
terutama pada mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan
domain yang penting dalam terbentuknya perilaku terbuka atau open behavior.
6.2. Tingkatan Pengetahuan

Notoatmodjo menyatakan dalam Wawan dan Dewi, 2010 pengetahuan seseorang


terhadap suatu objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda. Secara
garis besar terbagi menjadi 6 tingkat pengetahuan(Kusnanto, et al. 2019), yaitu :

 Tahu (Know)

 Mengetahui (Comprehention)

 Aplikasi (Application)

 Analisis (Analysis)

 Sintesis (Synthesis)

 Evaluasi (Evaluation)

6.3. Pengukuran Pengetahuan


Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan melakukan wawancara atau
angket yang menjawab isi materi yang ingin diukur. Bila seseorang dapat menjawab
pertanyaan mengenai suatu bidang tertentu dengan lancar, baik secara lisan
maupun tulisan maka dikatakan dia mengetahui hal itu. Pengukuran pengetahuan
secara umum dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu pertanyaan subjektif dan
objektif. Pertanyaan esai faktor subjektif karena penilaian untuk pertanyaan
melibatkan faktor subjektif dan penilaian, sehingga nilainya akan berbeda dari
seorang penilaian dengan penilaian lainnya. Sedangkan pertanyaan pilihan ganda
betul salah, menjodohkan disebutkan pertanyaan objektif karena pertanyaan tersebut
dapat dinilai secara pasti oleh penilai tanpa melibatkan faktor subjektivitas dari
penilai.
6.4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pengetahuan

18
1) Faktor Internal
a) Jasmani
Faktor jasmani di antaranya keadaan indera seseorang
b) Rohani
Faktor rohani di antaranya adalah kesehatan psikis, intelektual, psikomotor, serta
kondisi efektif dan kognitif individu.
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal meliputi :
a) Jenis Kelamin
Pengertian seks atau jenis kelamin secara biologis merupakan penafsiran atau
penbagian dua jenis kelamin manusia yang ditentuka secara biologis, bersifat
permanen (tidak dapat dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan), dibawa sejak
lahir dan merupakan pemverian Tuhan ; sebagai seorang laki-laki atau seorang
perempuan.
b) Umur
Umur merupakan salah satu faktor yang dapat menggambarkan kematangan
sesorang baik fisik, psikis maupun sosial, sehingga membantu seseorang dalam
pengetahuannya. Semakin bertambah umur, semakin bertambah pula pengetahuan
yang didapat.
c) Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon terhadap
sesuatu yang dalam dan luar. Orang berpendidikan tinggi akan datang dan berfikir
sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut
d) Paparan Media Massa
Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik berbagi informasi dapat
diterima oleh masyarakat, Sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media
massa (TV, radio, majalah, pamflet, dan lain-lain) akan memperoleh informasi yang
lebih banyak dibandingkan dengan orang-orang yang tidak pernah terpapar informasi
media. Ini berarti paparan media massa mempengaruhi tingkat pengetahuan yang
dimiliki seseorang.
e) Ekonomi
Dalam menandai kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder, keluarga
dalam status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi dibanding keluarga dengan
status ekonomi rendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa ekonomi dapat dibutuhkan
seseorang dalam berbagai hal.
f) Hubungan Sosial

19
Manusia adalah makhluk sosial dimana di dalam kehidupan sedikit berinteraksi
secara kontinyu akan lebih besar terpapar informasi. Sementara hubungan sosial
juga mempengaruhi kemampuan individu sebagai komunikan untuk menerima pesan
menurut model komunikan media massa.
g) Pengalaman
Pengalaman seseorang individu tentang berbagai hal bisa diperoleh dari lingkungan
dalam proses perkembangan, misalya sering mengikuti kegiatan yang mendidik.
Organisasi dapat memperhias jangkauan pelayanannya, karena dari berbagai
kegiatan tersebut informasi tentang sesuatuhal diperoleh. Adanya pengetahuan
tentang sesuatu hal yang akan menyebabkan timbulnya satu respon baik positif
maupun negatif pada seseorang, sehingga bisa bersikap dan berperilaku dalam
kesehatan.

20
Skema Teori Hubungan Usia dan Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Stress Pasie
DM Yang Menjalani Diet

Definisi

Klasifikasi
Definisi
Etiologi

Penatalaksanaan Tujuan

Diabetes 1. Terapi Diet


Melitus 2. Terapi
Farmakologi Syarat Diet

Manifestasi Klinis Komposisi Diet

Komplikasi

Pemenuhan Pola 3J
Patofisiologi

Dampak Terapi
Definisi Terhadap Pasien DM

Teori  Stres

Jenis-Jenis Stres

Stres Pada Pasien DM

Definisi Faktor yang


Definisi
Mempengaruhi
Klasifikasi Usia
 Usia Tingkatan Pengetahuan
Jenis Perhitungan  Tingkat
Usia Pengetahuan Pengukuran Pengetahuan
 Diabetes Self-
Management Faktor-Faktor yang
Hubungan usia
dengan stres Mempengaruhi Pengetahuan

BAB 3 KERANGKA KONSEP


Diabetes Melitus
21
Definisi
Diabetes melitus adalah suatu gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar
glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin dan kerja insulin
(Smeltzer et al, 2013; Kowalak, 2011). Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang
ditandai dengan kadar glukosa di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan
atau menggunakan insulin secara adekuat. Kadar glukosa darah setiap hari bervariasi, kadar
gula darah akan meningkat setelah makan dan kembali
normal dalam waktu 2 jam. Kadar glukosa darah normal pada pagi hari sebelum makan atau
berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah normal biasanya kurang dari 120-
140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun
mengandung karbohidrat (Irianto, 2015).
Klasifikasi
Menurut Smeltzer et al, (2013) klasifikasi diabetes melitus terbagi menjadi 3, yaitu:
a. Tipe 1 (Diabetes melitus tergantung insulin)
Sekitar 5% sampai 10% pasien mengalami diabetes tipe 1. Diabetes melitus tipe 1 ditandai
dengan destruksi sel-sel beta pankreas akibat faktor genetik, imunologis, dan juga
lingkungan. DM tipe 1 memerlukan injeksi insulin untuk mengontrol kadar glukosa darah.
b. Tipe 2 (Diabetes melitus tak – tergantung insulin)
Sekitar 90% sampai 95% pasien mengalami diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 disebabkan
karena adanya penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat
penurunan jumlah insulin yang diproduksi.
c. Diabetes mellitus gestasional
Diabetes gestasional ditandai dengan intoleransi glukosa yang muncul selama kehamilan,
biasanya pada trimester kedua atau ketiga. Risiko diabetes gestasional disebabkan obesitas,
riwayat pernah mengalami diabetes gestasional, glikosuria, atau riwayat keluarga yang
pernah mengalami diabetes.
Etiologi
Diabetes melitus menurut Kowalak, (2011) mempunyai beberapa penyebab, yaitu:
a. Hereditas
Peningkatan kerentanan sel-sel beta pancreas dan perkembangan antibodi autoimun terhadap
penghancuran sel-sel beta.
b. Lingkungan (makanan, infeksi, toksin, stress)
Kekurangan protein kronik dapat mengakibatkan hipofungsi pancreas. Infeksi virus coxsakie
pada seseorang yang peka secara genetic. Stress fisiologis dan emosional meningkatkan
22
kadar hormon stress (kortisol, epinefrin, glucagon, dan hormon pertumbuhan), sehingga
meningkatkan kadar glukosa darah.
c. Perubahan gaya hidup
Pada orang secara genetik rentan terkena DM karena perubahan gaya hidup, menjadikan
seseorang kurang aktif sehingga menimbulkan kegemukan dan beresiko tinggi terkena
diabetes melitus.
d. Kehamilan
Kenaikan kadar estrogen dan hormon plasental yang berkaitan dengan kehamilan, yang
mengantagoniskan insulin.
e. Usia
Usia diatas 65 tahun cenderung mengalami diabetes melitus
f. Obesitas
Obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin di dalam tubuh. Insulin yang tersedia
tidak efektif dalam meningkatkan efek metabolic.
g. Antagonisasi
Efek insulin yang disebabkan oleh beberapa medikasi, antara lain diuretic thiazide,
kortikosteroid adrenal, dan kontraseptif hormonal.
Patofisiologi
Ada berbagai macam penyebab diabetes melitus menurut Price, (2012) dan Kowalak (2011)
yang menyebabkan defisiensi insulin, kemudian menyebabkan glikogen meningkat,
sehingga terjadi proses pemecahan gula baru (glukoneugenesis) dan menyebabkan
metabolisme lemak meningkat. Kemudian akan terjadi proses pembentukan keton
(ketogenesis). Peningkatan keton didalam plasma akan mengakibatkan ketonuria (keton
dalam urin) dan kadar natrium akan menurun serta pH serum menurun dan terjadi asidosis.

Defisiensi insulin mengakibatkan penggunaan glukosa menurun, sehingga menyebabkan


kadar glukosa dalam plasma tinggi (hiperglikemia). Jika hiperglikemia parah dan lebih dari
ambang ginjal maka akan menyebabkan glukosuria. Glukosuria akan menyebabkan diuresis
osmotik yang meningkatkan peningkatan air kencing (polyuria) dan akan timbul rasa haus
(polidipsi) yang menyebabkan seseorang dehidrasi (Kowalak, 2011).

Glukosuria juga menyebabkan keseimbangan kalori negatif sehingga menimbulkan rasa


lapar yang tinggi (polifagia). Penggunaan glukosa oleh sel menurun akan mengakibatkan
produksi metabolisme energi menurun sehingga tubuh akan menjadi lemah (Price et al,
23
2012).

Hiperglikemia dapat berpengaruh pada pembuluh darah kecil, sehingga menyebabkan suplai
nutrisi dan oksigen ke perifer berkurang. Kemudian bisa mengakibatkan luka tidak kunjung
sembuh karena terjadi infeksi dan gangguan pembuluh darah akibat kurangnya suplai nutrisi
dan oksigen (Price et al, 2012).

Gangguan pembuluh darah mengakibatkan aliran darah ke retina menurun, sehingga terjadi
penurunan suplai nutrisi dan oksigen yang menyebabkan pandangan menjadi kabur. Akibat
utama dari perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan fungsi ginjal yang
menyebabkan terjadinya nefropati yang berpengaruh pada saraf perifer, sistem saraf otonom
serta sistem saraf pusat (Price et al, 2012).
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala diabetes melitus menurut Smeltzer et al, (2013) dan
Kowalak (2011), yaitu:
a. Poliuria (air kencing keluar banyak) dan polydipsia (rasa haus yang berlebih) yang
disebabkan karena osmolalitas serum yang tinggi akibat kadar glukosa serum yang
meningkat.
b. Anoreksia dan polifagia (rasa lapar yang berlebih) yang terjadi karena glukosuria yang
menyebabkan keseimbangan kalori negatif.
c. Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan yang disebabkan penggunaan glukosa oleh sel
menurun.
d. Kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuhnya, dan rasa gatal pada kulit.
e. Sakit kepala, mengantuk, dan gangguan pada aktivitas disebabkan oleh kadar glukosa
intrasel yang rendah.
f. Kram pada otot, iritabilitas, serta emosi yang labil akibat ketidakseimbangan elektrolit.
g. Gangguan penglihatan seperti pemandangan kabur yang disebabkan karena
pembengkakan akibat glukosa.
h. Sensasi kesemutan atau kebas di tangan dan kaki yang disebabkan kerusakan jaringan
saraf.
i. Gangguan rasa nyaman dan nyeri pada abdomen yang disebabkan karena neuropati
otonom yang menimbulkan konstipasi.
j. Mual, diare, dan konstipasi yang disebabkan karena dehidrasi dan ketidakseimbangan
elektrolit serta neuropati otonom.
24
Komplikasi
Komplikasi dari diabetes mellitus menurut Smeltzer et al, (2013) dan Tanto et al, (2014)
diklasifikasikan menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi akut terjadi
karena intoleransi glukosa yang berlangsung dalam jangka waktu pendek yang mencakup:
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dimana glukosa dalam darah mengalami penurunan dibawah
50 sampai 60 mg/dL disertai dengan gejala pusing,gemetar, lemas, pandangan kabur,
keringat dingin, serta penurunan kesadaran.
b. Ketoasidosis Diabetes (KAD)
KAD adalah suatu keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolic akibat pembentukan
keton yang berlebih.
c. Sindrom nonketotik hiperosmolar hiperglikemik (SNHH)
Suatu keadaan koma dimana terjadi ganagguan metabolisme yang menyebabkan kadar
glukosa dalam darah sangat tinggi, menyebabkan dehidrasi hipertonik tanpa disertai ketosis
serum.

Komplikasi kronik menurut Smeltzer et al, (2013) biasanya terjadi pada pasien yang
menderita diabetes mellitus lebih dari 10 – 15 tahun. Komplikasinya mencakup:
a. Penyakit makrovaskular (Pembuluh darah besar): biasanya penyakit ini memengaruhi
sirkulasi koroner, pembuluh darah perifer, dan pembuluh darah otak.
b. Penyakit mikrovaskular (Pembuluh darah kecil): biasanya penyakit ini memengaruhi mata
(retinopati) dan ginjal (nefropati); kontrol kadar gula darah untuk menunda atau mencegah
komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropatik: memengaruhi saraf sensori motorik dan otonom yang
mengakibatkan beberapa masalah, seperti impotensi dan ulkus kaki.
Penatalaksaan
Diet Diabetes
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes.
Cara yang paling umum digunakan adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal
yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal (BBI), ditambah atau dikurangi dengan beberapa
faktor koreksi. Faktor koreksi ini meliputi jenis kelamin, umur, aktivitas, dan berat badan.

Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dilakukan dengan menggunakan rumus Brocca yang
dimodifikasi yaitu:
25
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150
cm, rumus dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan antara lain :
Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil dibandingkan kebutuhan kalori pada pria.
Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BBI dan pria sebesar 30 kal/kg BBI.
Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun: kebutuhan kalori dikurangi 5% (untuk dekade antara 40
dan 59 tahun), dikurangi 10% (untuk usia 60 s/d 69 tahun), dan dikurangi 20% (untuk usia
di atas 70 tahun).
Aktivitas Fisik
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik. Penambahan 10%
dari kebutuhan kalori basal diberikan pada pasien dalam keaadaan istirahat total,
penambahan 20% dari kebutuhan kalori basal diberikan pada pasien dengan aktivitas fisik
ringan, penambahan 30% dari kebutuhan kalori basal diberikan pada pasien dengan aktivitas
fisik sedang, dan penambahan 50% dari kebutuhan kalori basal diberikan pada pasien
dengan aktivitas fisik sangat berat.
Berat Badan
Pada pasien dengan obesitas, kebutuhan kalori dikurangi sekitar 20-30% dari kebutuhan
kalori basal (tergantung pada derajat obesitas yaitu apakah obes I atau obes II). Pada pasien
dengan underweight, kebutuhan kalori ditambah sekitar 20-30% dari kebutuhan kalori basal
(sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB).

Dari hasil perhitungan kalori total yang didapatkan dengan menggunakan rumus Brocca dan
memperhitungkan faktor koreksi, kalori total ini dibagi dalam 3 porsi besar untuk waktu
makan utama yaitu makan pagi(20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan
ringan (10-15%). Sisanya, dibagi untuk waktu makan selingan di antara tiga waktu makan
utama tersebut. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sedapat mungkin perubahan porsi
dan pola makan ini dilakukan sesuai dengan
kebiasaan pasien sebelumnya. Untuk pasien diabetes yang mengidap penyakit lain,terapi
nutrisi disesuaikan dengan penyakit penyertanya.

26
Terapi farmakologi
Pemberian terapi farmakologi harus diikuti dengan pengaturan pola makan dan gaya hidup
yang sehat. Terapi farmakologi terdiri dari obat oral dan obat suntikan, yaitu:
1) Obat antihiperglikemia oral
Menurut Perkeni, (2015) berdasarkan cara kerjanya obat ini dibedakan menjadi beberapa
golongan, antara lain:
Pemacu sekresi insulin: Sulfonilurea dan Glinid
Efek utama obat sulfonilurea yaitu memacu sekresi insulin oleh sel beta pancreas. cara kerja
obat glinid sama dengan cara kerja obat sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan
sekresi insulin fase pertama yang dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.
Penurunan sensitivitas terhadap insulin: Metformin dan Tiazolidindion (TZD)
Efek utama metformin yaitu mengurangi produksi glukosa hati (gluconeogenesis) dan
memperbaiki glukosa perifer. Sedangkan efek dari Tiazolidindion (TZD) adalah
menurunkan resistensi insulin dengan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan glukosa di perifer.
Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa
Fungsi obat ini bekerja dengan memperlambat absopsi glukosa dalam usus halus, sehingga
memiliki efek menurunkan kadar gula darah dalam tubunh sesudah makan.
Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV berfungsi untuk menghambat kerja enzim DPP-IV
sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk
aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon
sesuai kadar glukosa darah (glucose dependent).

2) Kombinasi obat oral dan suntikan insulin


Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak dipergunakan adalah
kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin
kerja panjang), yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Terapi tersebut biasanya
dapat mengendalikan kadar glukosa darah dengan baik jika dosis
insulin kecil atau cukup. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6- 10 unit yang
diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan melihat
nilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Ketika kadar glukosa darah sepanjang
hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan
terapi kombinasi insulin basal dan prandial, serta pemberian obat antihiperglikemia oral
27
dihentikan (Perkeni, 2015).
b. Terapi non farmakologi
Terapi non farmakologi menurut Perkeni, (2015) dan Kowalak, (2011) yaitu:
1) Edukasi
Edukasi bertujuan untuk promosi kesehatan supaya hidup menjadi sehat. Hal ini perlu
dilakukan sebagai upaya pencegahan dan bisa digunakan sebagai pengelolaan DM secara
holistic.
2) Terapi nutrisi medis (TNM)
Pasien DM perlu diberikan pengetahuan tentang jadwalmakan yang teratur, jenis makanan
yang baik beserta jumlah kalorinya, terutama pada pasien yang menggunakan obat penurun
glukosa darah maupun insulin.
3) Latihan jasmani atau olahraga
Pasien DM harus berolahraga secara teratur yaitu 3 sampai 5 hari dalam seminggu selama
30 sampai 45 menit, dengan total 150 menit perminggu, dan dengan jeda antar latihan tidak
lebih dari 2 hari berturut-turut. Jenis olahraga yang dianjurkan bersifat aerobic dengan
intensitas sedang yaitu 50 sampai 70% denyut jantung maksimal seperti: jalan cepat, sepeda
santai, berenang,dan jogging. Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara: 220 – usia
pasien.

Terapi Diet DM

Definisi
Dalam kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga (2009) keluaran Persatuan Ahli Gizi
Indonesia (Persagi), diet memiliki arti sebagai pengaturan pola dan konsumsi makanan serta
minuman yang dilarang, dibatasi jumlahnya, dimodifikasi, atau diperolehkan dengan jumlah
tertentu untuk tujuan terapi penyakit yang diderita, kesehatan, atau penurunan berat badan.
Diet diabetes melitus adalah diet yang diberikan kepada penyandang diabetes melitus,
dengan tujuan membantu memperbaiki kebiasaan makan untuk mendapatkan control
metabolik yang lebih baik dengan cara: menyeimbangkan asupan makanan dengan obat
penurun glukosa oral ataupun insulin dan aktivitas fisik untuk mencapai kadar gula darah
normal, mencapai dan mempertahankan kadar lipida dalam normal.
Tujuan Diet Pasien DM(Hasdianah, 2012).

Tujuan diet pada diabetes melitus adalah mempertahankan atau mencapai berat badan ideal,
28
mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal, mencegah komplikasi akut dan
kronik serta meningkatkan kualitas hidup (Hasdianah, 2012).
Syarat Diet Diabetes Melitus
Menurut Krisnatuti dkk (2014) syarat umum yang harus dipenuhi dalam penyusunan menu,
diantaranya sebagai berikut :
a. Kebutuhan kalori disesuaikan dengan keadaan metabolik, umur, berat badan, dan aktivitas
tubuh.
b. Jumlah kalori disesuaikan dengan kesanggupan tubuh dalam menggunakannya.
c. Cukup protein, mineral dan vitamin dalam makanan.
d. Menggunakan bahan makanan yang mempunyai indeks glikemik rendah.

Komposisi Diet pada Pasien Diabetes Melitus

Komposisi diet yang dianjurkan untuk penderita diabetes melitus berulang kali mengalami
perubahan. Mula-mula komposisi diet mengacu pada diet diabetes melitus di Negara Barat
dengan komposisi karbohidrat rendah, sekitar 40-50% dari total energy (diet A). Namun,
saat ini dianjurkan peresentase karbohidrat lebih tinggi sampai 60-70% dari total kebutuhan
energi atau disebut juga diet B. Dalam diet tersebut dianjurkan juga komposisi protein dan
lemak. Disamping anjuran mengenai karbohidrat, protein, dan lemak dianjurkan pula
pemakaian karbohidrat kompleks yang mengandung banyak serat dan rendah kolesterol.
KOMPOSISI DIET A DAN DIET B
NO Zat Gizi Diet A Diet B
1. Karbohidrat 50% 60-68%
2. Protein 20% 12-20%
3. Lemak 30% 20%
4. Kolesterol 500 mg 100-150 mg
5. Serat Sayuran tipe Sayuran tipe
A B

Komposisi diet B merupakan diet yang umum digunakan di Indonesia. Anjuran penggunaan
diet B berdasarkan pada penelitian prospektif dengan crassover design yang dilakukan pada
260 penderita diabetes melitus yang terawat baik. Dari penilaian tersebut, diet B mempuyai
daya yang kuat untuk menurunkan kolesterol selain mempunyai efek hipoglikemik. Diet B

29
juga tidak menaikkan kadar trigliserida darah. Dengan demikian, diet B dapat mencapai diet
diabetes melitus. Setiap jenis diet dianjurkan mengandung serat, terutama serat yang bersifat
larut (Krisnatuti dkk 2014).
Pemenuhan Pola Makan 3J
Menurut Fauzi (2014) bagi penderita diabetes, kecenderungan perubahan kadar gula darah
yang drastis akan terjadi pada saat sehabis makan. Sehabis makan maka kadar gula akan
tinggi. Namun beberapa lama tidak mendapat asupan makanan maka kadar gula darah akan
rendah sekali. Harus dilakukan penjadwalan makan dengan teratur untuk mencegah terlalu
besarnya rentangan kadar gula darah. Pola 3J harus diingat bagi penderita diabetes dalam
mengatur pola makan sehari-hari.
A. Jadwal
Pengaturan jadwal bagi penderita diabetes biasanya adalah 6 kali makan. 3 kali makan besar
dan 3 kali makan selingan. Adapun jadwal waktunya adalah sebagai berikut :
1. Makan pagi atau sarapan dilakukan pada pukul 07.00
2. Snack pertama dikonsumsi pada pukul 10.00
3. Makan siang dilakukan pada pukul 13.00
4. Snack kedua dikonsumsi pada pukul 16.00
5. Makan malam dilakukan pada pukul 19.00
6. Snack ketiga dikonsumsi pada pukul 21.00
Usahakan makan tepat pada waktu. Apabila terlambat makan maka akan bisa terjadi
hipoglikemia atau rendahnya kadar gula darah. Hipoglikemia meliputi gejala seperti pusing,
mual, dan pingsan. Apabila hal ini terjadi segera minum air gula.
B. Jumlah
Jumlah atau porsi makan yang dikonsumsi harus diperhatikan. Jumlah makanan yang
dianjurkan untuk penderita diabetes adalah porsi kecil tapi sering. Penderita harus makan
dalam jumlah sedikit tapi sering. Adapun pembagian kalori untuk setiap kali makan dengan
pola menu 6 kali makan adalah sebagai berikut :
1. Makan pagi atau sarapan jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 20% dari total kebutuhan
kalori sehari.
2. Snack pertama jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 10%dari total kebutuhan kalori
sehari.
3. Makan siang jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 25% dari total kebutuhan kalori
sehari.
4. Snack kedua jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 10% dari total kebutuhan kalori
30
sehari.
5. Makan malam jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 25% dari total kebutuhan kalori
sehari.
6. Snack ketiga jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 10% dari total kebutuhan kalori
sehari.
C. Jenis
Jenis makanan menentukan kecepatan naik atau turunnya kadar gula darah. Kecepatan suatu
makanan dalam menaikkan kadar gula darah disebut indeks glikemik. Semakin cepat
menaikkan kadar gula darah sehabis makan tersebut dikonsumsi, maka semakin tinggi
indeks glikemik makanan tersebut. Hindari makanan yang berindeks glikemik tinggi, seperti
sumber karbohidrat sederhana, gula, madu, sirup, roti, mie dan lain-lain. Makanan yang
berindeks glikemik lebih rendah adalah makanan yang kaya dengan serat,contohnya sayuran
dan buah-buahan. Pemenuhan pola makan dengan 3J menjamin penderita diabetes untuk
tetap bias aktif dalam kehidupan sehari-hari. Jadwal yang tetap memungkinkan kebutuhan
tubuh akan insulin dapat terpenuhi. Sementara itu, jumlah dan jenis makanan akan
melengkapi kebutuhan gula darah yang seimbang.

Dampak Terapi Diet Terhadap Pasien Diabetes Melitus

Stres

Penderita diabetes mudah mengalami stres dalam melaksanakan program diet sehingga cara
penanganan yang dilakukan penderita dalam menangani stres ketika menjalani diet
mempengaruhi keberhasilan mereka dalam mematuhi program diet serta pengendalian kadar
gula darah. Sehingga diharapkan akan meminimalkan terjadinya komplikasi baik akut
maupun kronis (Setyorini, 2017).
Stress
Definisi
Stres merupakan masalah umum yang terjadi dalam kehidupan umat manusia. Stres yang
ada saat ini adalah sebuah atribut kehidupan modren. Hal ini dikarenakan stres sudah
menjadi bagian hidup yang tidak bisa terelakkan. Baik di lingkungan sekolah, kerja,
keluarga, atau dimanapun, stres bisa dialami oleh seseorang. Stres juga bisa menimpa
siapapun termasuk anak-anak, remaja, dewasa, atau yang sudah lanjut usia. Dengan kata
lain, stres pasti terjadi pada siapapun dan dimanapun(Musradinur, 2016).
31
Teori Stress
Cofer & Appley (1964) menyatakan bahwa stres adalah kondisi organik seseorang pada saat
ia menyadari bahwa keberadaan atau integritas diri dalam keadaan bahaya, dan ia harus
meningkatkan seluruh energy untuk melindungi diri (Jenita DT Donsu, 2017).
Cranwell-Ward (1987) menyebutkan stres sebagai reaksi-reaksi fisiologik dan psikologik
yang terjadi jika orang mempersepsi suatu ketidakseimbangan antara tingkat tuntutan yang
dibebankan kepadanya dan kemampuannya untuk memenuhi tuntutan itu (Jenita DT Donsu,
2017).
Anggota IKAPI (2007) menyatakan stres adalah reaksi non-spesifik manusia terhadap
rangsangan atau tekanan (stimulus stressor). Stres merupakan suatu reaksi adaptif, bersifat
sanga individual, sehingga suatu stres bagi seseorang belum tentu sama tanggapannya bagi
orang lain (Jenita DT Donsu, 2017).
Stres adalah segala sesuatu di mana tuntutan non-spesifik mengharuskan seorang individu
untuk merespons atau melakukan tindakan (Potter dan Perry, dalam
Jenita DT Donsu, 2017).
Menurut Hawari (2008) bahwa Hans Selve menyatakan stres adalah respon tubuh yang
sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya (Jenita DT Donsu, 2017).
Stres didefinisikan sebagai ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental,
fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi keadaan
fisik manusia tersebut. Stres dapat dipandang dalam dua acara, sebagaiu stres baik dan stres
buruk (distres). Stres yang baik disebut stres positif sedangkan stres yang buruk disebut stres
negatif. Stres buruk dibagi menjadi dua yaitu stres akut dan stres kronis (Widyastuti, Palupi,
2004). Menurut WHO (2003) stres adalah reaksi/respon tubuh terhadap stressor psikososial
(tekanan mental/beban kehhidupan (Priyoto, 2014).
Jenis-Jenis Stress
Menurut Jenita DT Donsu (2017) secara umum stres dibagi menjadi dua
yaitu :
a. Stres akut
Stres yang dikenal juga dengan flight or flight response. Stres akut adalah respon tubuh
terhadap ancaman tertentu, tantangan atau ketakutan. Respons stres akut yang segera dan
intensif di beberapa keadaan dapat menimbulkan gemetaran.
b. Stres kronis
Stres kronis adalah stres yang lebih sulit dipisahkan atau diatasi, dan efeknya lebih panjang
dan lebih.
32
Menurut Priyoto (2014) menurut gejalanya stres dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Stres Ringan
Stres ringan adalah stressor yang dihadapi setiap orang secara teratur, seperti banyak tidur,
kemacetan lalu lintas, kritikan dari atasan. Situasi stres ringan berlangsung beberapa menit
atau jam saja. Ciri-ciri stres ringan yaitu semangat meningkat, penglihatan tajam, energy
meningkat namun cadangan energinya menurun, kemampuan menyelesaikan pelajaran
meningkat, sering merasa letih tanpa sebab, kadang-kadang terdapat gangguan sistem seperti
pencernaan, otak, perasaan tidak
santai. Stres ringan berguna karena dapat memacu seseorang untuk berpikir dan berusaha
lbih tangguh menghadapi tantangan hidup.
b. Stres Sedang
Stres sedang berlangsung lebih lama daripada stress ringan. Penyebab stres sedang yaitu
situasi yang tidak terselesaikan dengan rekan, anak yang sakit, atau ketidakhadiran yang
lama dari anggota keluarga. Ciri-ciri stres sedang yaitu sakit perut, mules, otot-otot terasa
tengang, perasaan tegang, gangguan tidur, badan terasa ringan.
c. Stres Berat
Stres berat adalah situasi yang lama dirasakan oleh seseorang dapat berlangsung beberapa
minggu sampai beberapa bulan, seperti perselisihan perkawinan secara terus menerus,
kesulitan financial yang berlangsung lama karena tidak ada perbaikan, berpisah dengan
keluarga, berpindah tempat tinggal mempunyai penyakit kronis dan termasuk perubahan
fisik, psikologis sosial pada usia lanjut. Ciri-ciri stres berat yaitu sulit beraktivitas, gangguan
hubungan sosial, sulit tidur, negatifistic, penurunan konsentrasi, takut tidak jelas, keletihan
meningkat, tidak mampu melakukan pekerjaan sederhana, gangguan sistem meningkatm
perasaan takut meningkat.
Stress pada Pasien DM
Stres yang dialami penderita DM dalam jangka panjang dapat memperburuk kondisi
kesehatan. Stres dapat menghasilkan perubahan dalam aspek psikologis dan fisiologis.
Seperti yang dikemukakan oleh Sarafino (1990) bahwa stres dapat menimbulkan perubahan-
perubahan pada system fisik tubuh yang dapat mempengaruhi kesehatan. Keadaan stres pada
penderita DM memiliki efek negatif yaitu dapat meningkatkan sekresi katekolamin dalam
kondisi stres yang dapat memicu terjadinya glikogenolisis, hipoglikemia dan hiperglikemia
(Darmono, 2005). Stres yang dialami penderita DM dalam melakukan pola hidup sehat dan
diet jika dibiarkan terlalu lama akan memperburuk kesehatan individu.
Penderita diabetes mudah mengalami stres dalam melaksanakan program diet sehingga cara
33
penanganan yang dilakukan penderita dalam menangani stres ketika menjalani diet
mempengaruhi keberhasilan mereka dalam mematuhi program diet serta pengendalian kadar
gula darah. Sehingga diharapkan akan meminimalkan terjadinya komplikasi baik akut
maupun kronis (Setyorini, 2017).
Stres dua kali lebih mudah menyerang orang dengan diabetes dibandingkan dengan orang
yang tidak mengidap diabetes. Stres yang timbul dan lamanya stres ditentukan oleh berbagai
kesulitan yang dialami pasien diabetes selama melaksanakan diet terutama berhubungan
dengan jumlah makanan yang harus diukur, pembatasan jenis makanan, pola kebiasaan
makan yang salah sebelum sakit serta selama menderita diabetes.
Faktor yang mempengaruhi Stres pada seseorang

Usia
Usia adalah salah satu faktor yang penting, semakin tinggi usia semakin mudah mengalami
stres. Hal ini antara lain disebabkan oleh faktor fisiologis yang telah mengalami
kemunduran dalam berbagai kemampuan seperti kemampuan visual, berpikir, mengingat
dan mendengar. Semakin tua seseorang maka orang tersebut semakin rentan mengalami
stres, sedangkan seseorang akan rentan mengalami stres pada usia 21–40 tahun dan pada
usia 40–60 tahun.Usia berkaitan erat dengan stress. Semakin tua usia seseorang maka akan
menyebabkan organ dan kondisi fisik.

Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan yang rendah tentang perawatan diri dapat memperburuk kondisi
kesehatan serta menimbulkan stres akibat ketidakmampuan dalam melakukan perawatan diri

Diabetes Self-Management
Aikens (2012) menyebutkan self-management memiliki hubungan yang signifikan dengan
diabetes distress, yang ditunjukkan dengan peningkatan HbA1c, ketidakpatuhan konsumsi
obat, dan ketidakpatuhan diet dan aktivitas fisik (Kusnanto, et al. 2019)
Usia
Definisi
Usia ialah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun, dikatakan masa awal dewasa
adalah usia 18 – 40 tahun, dewasa madya adalah 41 – 60 tahun, dewasa lanjut > 60 tahun.
Umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan. Umur ialah usia
individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun(Santika I. 2015)
34
Klasifikasi Usia
Pada Tahun 2009 DepKes RI mengkategorikan usia atau umur dibagi menjadi :
a. Berusia 0 sampai dengan 5 Tahun merupakan Masa Balita
b. Usia 5 sampai dengan 11 Tahun merupakan Masa Kanak – kanak
c. Usia 12 sampai dengan 16 Tahun merupakan Masa Remaja Awal
d. Usia 17 sampai dengan 25 Tahun merupakan Masa Remaja Akhir
e. Usia 26 sampai dengan 35 Tahun merupakan Masa Dewsa Awal
f. Usia 36 sampai dengan 45 Tahun merupakan Masa Dewasa Akhir
g. Usia 46 sampai dengan 55 Tahun merupakan Masa Lansia Awal
h. Usia 56 sampai dengan 65 Tahun merupakan Masa Lansia Akhir
i. Sesorang dengan Usia 65 Tahun keatas masuk Masa Manula

Sedangkan pembagian kategori usia menurut badan kesehatan dunia atau WHO dibagi
menjadi :
a. Berusia 0 – 17 Tahun adalah Masa Anak – anak dibawah umur
b. Berusia 18 – 65 Tahun memasuki Masa Pemuda
c. Berusia 66 – 79 Tahun adalah Masa Setengah baya
d. Berusia 80 – 99 Tahun merupakan Orang Tua
e. Berusia 100 Tahun keatas adalah Orang Tua berusia panjang
Jenis Perhitungan Usia
Jenis perhitungan umur / usia terdiri atas :
1) Usia Kronologis ialah perhitungan usia yang dimulai dari saat kelahiran seseorang sampai
dengan waktu penghitungan usia.
2) Usia Mental ialah perhitungan usia yang didapatkan dari taraf kemampuan mental
seseorang. Misalkan seorang anak secara kronologis berusia empat tahun akan tetapi masih
merangkak dan belum dapat berbicara dengan kalimat lengkap dan menunjukkan
kemampuan yang setara dengan anak berusia satu tahun maka, dinyatakan bahwa usia
mental anak tersebut adalah satu tahun.
3) Usia Biologis ialah perhitungan usia berdasarkan kematangan biologis yang dimiliki oleh
seseorang(Santika I. 2015)
Hubungan Usia dengan Stress
Usia adalah salah satu faktor yang penting, semakin tinggi usia semakin mudah mengalami
35
stres. Hal ini antara lain disebabkan oleh faktor fisiologis yang telah mengalami
kemunduran dalam berbagai kemampuan seperti kemampuan visual, berpikir, mengingat
dan mendengar. Semakin tua seseorang maka orang tersebut semakin rentan mengalami
stres, sedangkan seseorang akan rentan mengalami stres pada usia 21–40 tahun dan pada
usia 40–60 tahun.Usia berkaitan erat dengan stress. Semakin tua usia seseorang maka akan
menyebabkan organ dan kondisi fisik.
Tingkat Pengetahuan
Definisi
Pengetahuan adalah suatu hasil dari rasa keingintahuan melalui proses sensoris, terutama
pada mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang
penting dalam terbentuknya perilaku terbuka atau open behavior.
Tingkatan Pengetahuan
Notoatmodjo menyatakan dalam Wawan dan Dewi, 2010 pengetahuan seseorang terhadap
suatu objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda. Secara garis besar terbagi
menjadi 6 tingkat pengetahuan(Kusnanto, et al. 2019), yaitu :
Tahu (Know)
Mengetahui (Comprehention)
Aplikasi (Application)
Analisis (Analysis)
Sintesis (Synthesis)
Evaluasi (Evaluation)

Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan melakukan wawancara


atau angket yang menjawab isi materi yang ingin diukur. Bila seseorang dapat menjawab
pertanyaan mengenai suatu bidang tertentu dengan lancar, baik secara lisan maupun tulisan
maka dikatakan dia mengetahui hal itu. Pengukuran pengetahuan secara umum dapat
dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu pertanyaan subjektif dan objektif. Pertanyaan esai
faktor subjektif karena penilaian untuk pertanyaan melibatkan faktor subjektif dan penilaian,
sehingga nilainya akan berbeda dari seorang penilaian dengan penilaian lainnya. Sedangkan
pertanyaan pilihan ganda betul salah, menjodohkan disebutkan pertanyaan objektif karena
pertanyaan tersebut dapat dinilai secara pasti oleh penilai tanpa melibatkan faktor
subjektivitas dari penilai.( Ningsih, SU et al.2016)
36
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pengetahuan
1) Faktor Internal
a) Jasmani
Faktor jasmani di antaranya keadaan indera seseorang
b) Rohani
Faktor rohani di antaranya adalah kesehatan psikis, intelektual, psikomotor, serta kondisi
efektif dan kognitif individu.
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal meliputi :
a) Jenis Kelamin
Pengertian seks atau jenis kelamin secara biologis merupakan penafsiran atau penbagian dua
jenis kelamin manusia yang ditentuka secara biologis, bersifat permanen (tidak dapat
dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan), dibawa sejak lahir dan merupakan pemverian
Tuhan ; sebagai seorang laki-laki atau seorang perempuan.
b) Umur
Umur merupakan salah satu faktor yang dapat menggambarkan kematangan sesorang baik
fisik, psikis maupun sosial, sehingga membantu seseorang dalam pengetahuannya. Semakin
bertambah umur, semakin bertambah pula pengetahuan yang didapat.
c) Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon terhadap sesuatu
yang dalam dan luar. Orang berpendidikan tinggi akan datang dan berfikir sejauh mana
keuntungan yang mungkin akan mereka
peroleh dari gagasan tersebut
d) Paparan Media Massa
Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik berbagi informasi dapat diterima oleh
masyarakat, Sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio,
majalah, pamflet, dan lain-lain) akan memperoleh informasi yang lebih banyak
dibandingkan dengan orang-orang yang tidak pernah terpapar informasi media. Ini berarti
paparan media massa mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang.
e) Ekonomi
Dalam menandai kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder, keluarga dalam
status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi dibanding keluarga dengan status ekonomi
rendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa ekonomi dapat dibutuhkan seseorang dalam berbagai
37
hal.
f) Hubungan Sosial
Manusia adalah makhluk sosial dimana di dalam kehidupan sedikit berinteraksi secara
kontinyu akan lebih besar terpapar informasi. Sementara hubungan sosial juga
mempengaruhi kemampuan individu sebagai komunikan untuk menerima pesan menurut
model komunikan media massa.
g) Pengalaman
Pengalaman seseorang individu tentang berbagai hal bisa diperoleh dari lingkungan dalam
proses perkembangan, misalya sering mengikuti kegiatan yang mendidik. Organisasi dapat
memperhias jangkauan pelayanannya, karena dari berbagai kegiatan tersebut informasi
tentang sesuatu hal diperoleh. Adanya pengetahuan tentang sesuatu hal yang akan
menyebabkan timbulnya satu respon baik positif maupun negatif pada seseorang, sehingga
bisa bersikap dan berperilaku dalam kesehatan.( Ningsih, SU et al.(2016))

Kerangka Konsep Hubungan Usia dan Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Stres
Pasien DM yang Menjalani Diet

Variabel Independen Variabel Dependen

Usia dan Tingkat Tingkat Stres Pasien


Pengetahuan DM yang Menjalani
Diet

Variabel Confounding
1. Lama Menderita
2. Tingkat Pendidikan
3. Jenis Kelamin
4. Status Ekonomi

= Diteliti

= Tidak diteliti

38
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Rangcangan penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan
pendekatan cross sectional. Penelitian cross sectional merupakan jenis penelitian yang
menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen
hanya satu kali pada suatu saat. Variabel dinilai secara simultan pada satu saat, jadi tidak
ada tindak lanjut (Nursalam, 2016).

Dalam penelitian ini peneliti menganalisis hubungan antara variabel usia dan tingkat
pengetahuan dengan tingkat stres menjalani diet penderita DM.

4.2 Populasi dan Sampel


4.2.1 Populasi
Populasi adalah sekumpulan topik yang digunakan dalam bahan penelitian berupa
jumlah orang, benda atau luas menurut jumlah dan Karakteristik yang diidentifikasi
oleh peneliti (Hidayat 2008).Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien DM
yang menjalani diet RSUD Ulin Banjarmasin Pada bulan Agustus sampai November
2020 dengan jumlah populasi 23 orang.

4.2.2 Sampel
Sampel merupakan komponen dari banyak objek atau populasi, dan memiliki
karakteristik yang sama dengan sumber datanya (Afifudin 2009). Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah semua pasien DM yang menjalani diet di
RSUD Ulin Banjarmasin Pada bulan Agustus sampai November 2020. Banyaknya
sampel yang diambil dalam penelitian ditentukan menggunakan rumus perhitungan
slovin yaitu berjumlah 20 orang (Nursalam 2014).

Sampling penelitian adalah proses menyeleksi populasi yang dapat mewakili


populasi yang ada (Nursalam, 2014) Sampling penelitian adalah proses menyeleksi
populasi yang dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2014). Pada penelitian
ini peneliti menggunakan teknik Purposive sampling yaitu digunakan apabila sasaran
sampel yang diteliti telah memiliki karakteristik tertentu sehingga tidak mungkin
diambil sampel lain yang tidak memenuhi karakteristik yang telah ditetapkan.
Karakteristik sampel yang diambil sudah ditetapkan oleh peneliti sehingga teknik
sampling ini dinamakan sampel bertujuan.(Mulyatiningsih, 2011)

Rumus

n=

39
n= 23

1 + 23 (0.05)²

= 20,4

keterangan :

n : Besar sampel minimum

N : Populasi

e² : tingkat kepercayaan atau kesalahan

A. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :


 pasien diabates mellitus tipe 2 yang menjalani rawat jalan dan rawat inap di
RSUD Ulin Banjarmasin
 Pasien bersedia menjadi responden dan mengisi kuesioner

B. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu :
 Pasien diabetes mellitus yang menjalani rawat jalan maupun rawat inap tidak
menyelesaikan kuesioner penelitian.
 Pasien mengalami penurunan kesadaran saat pengisian kuesioner.
4.3 Instrumen penelitian
Kuesioner yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Kuesioner 1 (Karakteristik Pasien)


Kuesioner A berisi tentang karakteristik pasien meliputi nama inisial pasien, umur, jenis
kelamin, lama menderita penyakit dm, pendidikan terakhir.

2. Kuesioner 2 (Knowledge of Diabetic Diet Questionnaire (KDDQ))

Kuesioner tingkat pengetahuan diet DM digunakan untuk mengkaji tingkat pengetahuan


penderita DM untuk patuh terhadap diet DM. Kuesioner tingkat pengetahuan diadopsi dari
kuesioner yang dibuat oleh Fitzgerald (2016) dan Haskas (2016). Pemilihan pertanyaan
kuesioner berdasarkan dengan data operasional dari penelitian ini. Kuesioner pengetahuan
terdiri dari 15 pertanyaan dengan skor Benar (1) dan salah (0). Hasil penghitungan skor
yang didapat pengetahuan dikatakan baik apabila didapatkan jawaban benar >80%,
pengetahuan sedang bila 60-80% jawaban benar, dan pengetahuan kurang bila <60%
jawaban benar.

3. Kuesioner 3 (Kuesioner tingkat stres menjalani diet)

40
Kuesioner tingkat stres digunakan untuk mengkaji tingkat stres penderita DM dalam
menjalani diet DM. Kuesioner ini diadopsi dari kuesioner yang dibuat oleh (Marcy, Britton
dan Harrison, 2011) dan (Chin, Lai dan Chia, 2017). Kuesioner tingkat stres terdiri dari 18
pertanyaan dengan 4-skala likert (skor 4= Tidak Pernah, 3= Kadang-kadang, 2= Sering dan
1= Selalu) untuk favorable question (6, 7, 16, dan 17) sedangkan untuk unfavorable
question (skor 1= Tidak Pernah, 2= Kadang- kadang, 3= Sering dan 4= Selalu).

Total skor kuesioner ini yaitu dengan rentang dari 18 sampai 72, dimana semakin besar skor
menandakan bahwa tingkat stres menjalani diet pasien sangat berat. Penilaian kuesioner ini
diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu, tingkat stres berat (skor 54-72), tingkat stres
sedang (skor 36-53), dan tingkat stres ringan (skor <36). Variabel dalam penelitian ini
adalah usia,tingkat pengetahuan, dan tingkat stres pasien dm yang menjalani diet.

4.5 Definis Operasional

Tabel 4.1 Definisi Operasional


Variabel Definisi Alat ukur Parameter Skal Hasil Ukur
Operasional a
Ukur
Variabel Bebas
Umur Umur adalah Wawancar 11-19 Tahun = Usia Nomi Dalam bentuk
lamanya hidup a Remaja nal Kategori, semakin
dalam tahun Dan 20-60 Tahun = Usia tinggi usia semakin
yang dihitung melihat Dewasa tinggi resiko terjadinya
sejak KTP >60 Tahun = Usia stress
dilahirkan. responden Lanjut

Tingkat Pengetahuan mengguna Menunjukkan tingkat Nomi Jawaban dalam


Pengetahu adalah suatu kan pengetahuan diet nal kuesioner yang benar
an hasil dari rasa kuesioner DM pasien diberi skor 1, dan
keingintahuan tingkat mengenai: jawaban yang salah
melalui proses pengetahu 1. Pengetahuan DM diberi skor 0
sensoris, an diet secara umum Diketahui dari hasil
terutama pada DM yang 2. Ketepatan jadwal kuesioner dan
mata dan diadopsi 3. Ketepatan jenis diklasifikasikan
telinga dari 4. Ketepatan jumlah sebagai berikut:

41
terhadap objek kuesione makanan yang
tertentu. yang dikonsumsi 1.Pengetahuan baik,
dibuat bila>80% jawaban
oleh benar
Fitzgerald, 2.Pengetahuan
et al. sedang, bila 60-
(2016) 80% jawaban
dan benar
Haskas 3.Pengetahuan kurang
(2016) <60%
dengan jawaban benar
nilai (Haskas, 2016) dan
cronbach (Fitzgeral , 2016
alpha
sebesar
0,950.
Variabel Terikat
Tingkat Stress ialah kuisioner Tingkat stress Ordi Skala Likert
Stres suatu kondisi penderita dalam nal Pernyataan positif
yang di- pengaturan diet yang (favorable question)
sebabkan oleh meliputi: nilai:
transaksi 1. Perasaan 4= Tidak Pernah
antara individu kesulitan dalam 3= Kadang-kadang
dengan pengelolaan diet 2= Sering
lingkungan tepat jadwal, jenis, 1= Selalu
yang dan jumlah yang Pernyataan negative
menimbulkan dianjurkan (unfavorable question)
persepsi jarak 2. kesulitan yang nilai:
antara dialami penderita 1= Tidak Pernah
tuntutan- karena adanya 2= Kadang-kadang
tuntutan yang pembatasan 3= Sering
berasal dari makanan dan 4= Selalu
situasi dengan perubahan pola Skor diklasifikasikan
sumber daya kebiasaan makan sebagai berikut:
dalam sistem yang salah sebelum 1. Tingkat stres
biologis, sakit berat= skor 54-72

42
psikologis dan 2. Tingkat stres
sosial dari sedang= skor 36-53
seseorang. 3. Tingkat stres
ringan= skor <36
(Marcy, Britton dan
Harrison, 2011) dan
(Chin, Lai dan Chia,
2017)

4.6 Prosedur Penelitian


Pelaksanaan pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa
tahapan, antara lain:
1) Peneliti meminta surat pengantar kepada Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Lambung Mangkurat dengan tujuan untuk melaksanakan
penelitian. Tahap ini dilakukan setelah proposal penelitian disetujui
pembimbing.
2) Peneliti mengajukan surat pengantar dari Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Lambung Mangkurat kepada Kepada RSUD Ulin Kota
Banjarmasin, dengan tujuan mendapat izin melakukan penelitian di rumah
sakit tersebut dan meminta data jumlah pasien dm.
3) Peneliti menjelaskan proposal penelitian kepada pasien penderita dm di RSUD
Ulin Banjarmasin.
4) Peneliti mnggunakan cara pengambilan data yaitu dengan teknik simple
random sampling.
5) Peneliti menjelaskan makna penelitian, tujuan penelitian, dan asas
kerahasiaan dalam penelitian.
6) Peneliti meminta pasien yang bersedia menjadi responden penelitian untuk
menandatangani informed consent.
7) Peneliti menjelaskan cara mengisi kuesioner, kemudian membagikannya
kepada masing-masing responden.
8) Bagi responden yang memiliki kesempatan untuk mengisi kuesioner pada hari
yang sama, hasilnya dikumpulkan langsung. Sedangkan bagi responden yang
tidak memiliki kesempatan untuk mengisi langsung pada hari yang sama,
diberi waktu untuk mengumpulkan kuesioner sampai keesokan harinya dalam
amplop tertutup (disediakan peneliti). Pemberian jeda waktu yang singkat ini

43
bertujuan untuk menghindari intervensi dari pihak lain dalam proses pengisian
kuesioner.
9) Sesaat sebelum penyerahan kuesioner dari responden, peneliti melakukan
pemeriksaan terhadap kelengkapan jawaban.
10) Peneliti membagikan reward kepada pasien yang telah menjadi responden dan
melakukan dokumentasi kegiatan.
11) Peneliti mengakhiri pertemuan dan mengucapkan terima kasih kepada
responden dan pihak yang terkait atas keikutsertaan mereka dalam proses
penelitian.
a. Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan kepada 20 orang pasien
b. Pengolahan data
Tahap pengolahan data
Menurut Notoatmodjo (2018) di dalam penelitian Fitriyana (2020) untuk proses
pengolahan data pada instrument tes akan melalui beberapa tahap yaitu:
a. Editing
Peneliti melakukan proses pengecekan isi lembar kuisioner dengan memperhatikan
kelengkapan isi kuisioner, kejelasan, dan konsistensi isi lembar kuisioner. Setelah itu
dilanjutkan memasukkan data hasil penelitian kedalam program computer. Hasil laporan
dari proses penyuntingan adalah data dalam bentuk hasil jawaban kuisioner yang telah diisi
oleh responden untuk melihat kebenaran dan kelengkapan jawaban. Apabila jawaban
belum lengkap maka perlu dilakukan klarifikasi kembali untuk melengkapi jawaban, tetapi
peneliti melakukan pengecekan kembali lembar hasil kuisioner yang diisi oleh responden
setelah mengambil lembar hasil dari responden.
b. Coding
Setelah kuisioner dilakukan editing, berikutnya peneliti melakukan coding atau
pengkodean, yaitu tahap mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data atau
angka atau bilangan. Koding disini berfungsi untuk ditahap selanjutnya yaitu entry data.
c. Entry data
Merupakan tahap dimana peneliti memasukkan data lembar kuisioner yang telah diisi
responden kedalam program perangkat lunak computer.
d. Cleaning data

44
Pada tahap ini peneliti melakukan pengecekan kembali data yang telah dimasukkan
ke program perangkat lunak komputer, melakukan pemeriksaan apakah terdapat
kesalahan kode, ketidaklengkapan, setelah itu dilakukan perbaikan pada data
tersebut.
4.7 Cara Analisi Data
Analisis data Menurut Notoatmodjo (2018) didalam penelitian Fitriyana (2020)
terdapat dua jenis yaitu univariat dan bivariat, dengan penjelasan:
1. Analisis univariat
Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan setiap variabel yang akan diteliti.
Pendeskripsian tersebut dapat dilihat pada gambaran distribusi frekuensi dari variabel
independen (usia dan tingkat pengetahuan) dan variabel dependen (tingkat stres
menjalani diet DM), masing-masing variabel ditampilkan dalam bentuk frekuensi.
2. Analisis multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk melihat kemungkinan adanya hubungan yang
bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen. Analisis multivariat ini
menggunakan uji korelasi rank spearmen dengan tingkat kemaknaan p < 0.05 artinya
ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, maka H1
diterima. Tetapi apabila p > 0.05 maka H1 ditolak. Korelasi Spearmen digunakan pada
data yang berskala ordinal semuanya atau sebagian data adalah ordinal. Data ordinal
yaitu data yang mempunyai urutan atau rangking.

4.8 Tempat dan waktu penelitian


Tempat penelitian dilaksanakan di RSUD Ulin Banjarmasin pada bulan Juni –
Desember 2021

Bulan
No Kegiatan
Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des

1 Konsultasi

Pengumpulan
2
Referensi

3 Perizinan

Penyusunan

4 Proposal

Penelitian

45
Seminar
5
Proposal

6 Revisi Proposal

7 Uji Etik

Pengambilan
8
Data

9 Analisis Data

10 Uji Plagiarisme

11 Seminar Hasil

4.9 Aggaran kegiatan penelitian

Tabel 4.2 anggaran kegiatan


No Keperluan biaya
1 Mencetak dan menjilid Rp. 200.000
proposal penelitian
2 Transportasi Rp.100.000
3 Keperluan seminar KTI 1 Rp. 100.000
dan KTI 2
4 Uji etik Rp. 400.000
5 Biaya publikasi jurnal Rp.400.000
6 total Rp.1.200.000

46
DAFTAR PUSTAKA

AFIFUDIN 2009, METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF, CV PUSTAKA SETIA,


BANDUNG
CHIN, Y. W., LAI, P. S. M. AND CHIA, Y. C. (2017) ‘THE VALIDITY AND RELIABILITY
OF THE ENGLISH VERSION OF THE DIABETES DISTRESS SCALE FOR TYPE 2 DIABETES
PATIENTS IN MALAYSIA ’, BMC FAMILY PRACTICE. BMC FAMILY PRACTICE, 18(1),
PP. 1–8. DOI: 10.1186/S 12875-017-0601-9.
DARMAWAN SRI, SRIWAHYUNI. 2019. PERAN DIET 3J PADA PASIEN DIABETES
MELITUS DI PUSKESMAS SUDIANG RAYA MAKASSAR. NURSING INSIDE COMMUNITY.
VOL. 1, NO. 3
DASONG S, ET AL. 2020. F AKTOR RESIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA
ULKUS DIABETIK PADA P ENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD SYEKH YUSUF
KABUPATEN GOWA. JURNAL MEDIA KEPERAWATAN. VOL. 11, NO. 01
DONSU, JENITA DT. (2017). P SIKOLOGI KEPERAWATAN.YOGYAKARTA : P USTAKA BARU
P RESS
FITRIYANA, A. (2020). PENGARUH KOMBINASI TEKNIK TARIK NAPAS DALAM DAN
AROMATERAPI LEMON TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN
POST OOPERASI SECTIO CAESAREA DI RUANG BERSALIN RSUD JEND . AHMAD YANI
METRO PROVINSI LAMPUNG (DOCTORAL DISSERTATION, POLTEKKES
TANJUNGKARANG).
FITZGERALD, FUNNELL , ANDERSON, NWANKWO, STANSFIELD, AND PIATT (2016)
‘VALIDATION OF THE REVISED BRIEF DIABETES KNOWLEDGE TEST (DKT2)’, 42(2),
PP. 178– 187. DOI : 10.1177/0145721715624968

HASDIANAH. 2012. MENGENAL DIABETES MELLITUS P ADA ORANG DEWASA DAN ANAK –
ANAK DENGAN SOLUSI HERBAL. YOGYAKARTA : NUHA MEDIKA
HIDAYAT, A. A. A. (2010) METODE PENELITIAN KESEHATAN" PARADIGMA
KUANTITATIF.SURABAYA: KELAPA PARIWARA
HIDAYAT, AA 2008, METODE PENELITIAN KEBIDANAN DAN TEKNIK ANALISA DATA ,
SALEMBA MEDIKA, JAKARTA.
IRIANTO, K. 2015. MEMAHAMI BERBAGAI PENYAKIT (PENYEBAB , GEJALA, PENULARAN ,
PENGOBATAN, PEMULIHAN, DAN PENCEGAHAN ). BANDUNG: ALFABETA.
ISTIANAH I, ET AL. 2019. MENGIDENTIFIKASI F AKTOR GIZI PADA P ASIEN DIABETES
MELLITUS TIPE 2 DI KOTA DEPOK TAHUN 2019. JURNAL KESEHATAN INDONESIA. VOL. X,
NO. 2
KOWALAK , J. P. (2011). BUKU AJAR PATOFISIOLOGI / EDITOR, JENNIFER P. KOWALAK ,
WILLIAM WELSH, BRENNA MAYER ; ALIH BAHASA, ANDRY HARTONO ; EDITOR EDISI

47
BAHASA INDONESIA, RENATA KOMALASARI, ANASTASI ONNY TAMPUBOLON, MONICA
ESTER. JAKARTA: EGC.
KRISNATUTI, D., YENRINA, R., RASJMIDA, D. (2014). DIET SEHAT UNTUK PENDERITA
DIABETES MELITUS. JAKARTA TIMUR : PENEBAR SWADAYA.
KUSNANTO, ET AL. 2019. HUBUNGAN TINGKAT P ENGETAHUAN DAN DIABETES SELF-
MANAGEMENT DENGAN TINGKAT STRRES P ASIEN DIABETES MELITUS YANG MENJALANI
DIET. JURNAL KEPERAWATAN INDONESIA. VOL. 22, NO. 1, HAL. 31-42
KUSNANTO, ET AL. 2019. HUBUNGAN TINGKAT P ENGETAHUAN DAN DIABETES SELF-
MANAGEMENT DENGAN TINGKAT STRRES P ASIEN DIABETES MELITUS YANG MENJALANI
DIET. JURNAL KEPERAWATAN INDONESIA. VOL. 22, NO. 1, HAL. 31-42
MUSRADINUR, 2016. STRES DAN CARA MENGATASINYA DALAM P ERSFEKTIF P SIKOLOGI.
JURNAL EDUKASI. VOL. 2, NO. 2
NINGSIH, SU ET AL.2016. GAMBARAN P ENGETAHUAN DAN SIKAP MENYIKAT GIGI PADA
SISWA-SISWI DALAM MENCEGAH KARIES DI SDN 005 BUKIT KAPUR DUMAI. JURNAL JOM
FK, VOL. 3, NO. 2
NURSALAM 2014, METODOLOGI PENELITIAN ILMU KEPERAWATAN: PENDEKATAN
PRAKTIS, EDISI 3, SALEMBA MEDIKA, JAKARTA.
P ERKUMPULAN ENDOKRINOLOGI INDONESIA. (2015). KONSENSUS PENGENDALIAN DAN
PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI INDONESIA. PB PERKENI
P RICE, W. L. (2012). P ATOFISIOLOGI KONSEP KLINIS PROSES - PROSES PENYAKIT ED.
6.JAKARTA: ECG.
P RIYOTO 2014. KONSEP MANAJEMEN STRESS. YOGYAKARTA : NUHA MEDIKA
SANTIKA I. 2015. HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DAN UMUR TERHADAP DAYA
TAHAN UMUM (CARDIOVASCULER) MAHASISWA P UTRA SEMESTER II KELAS A F AKULTAS
P ENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN IKIP PGRI BALI TAHUN 2014. JURNAL
P ENDIDIKAN KESEHATAN REKREASI. VOL. 1, HAL. 42-47
SMELTZER SUZANNE C., BARE BRENDA G., HINKLE JANICE L., CHEEVER KERRY H. (2013).
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH BRUNNER & SUDDARTH ED. 12; ALIH BAHASA: DEVI
YULIANTI, AMELIA KIMIN; EDITOR EDISI BAHASA INDONESIA: EKA ANISA MARDELLA.
JAKARTA: EGC.
SUCIANA F, ET AL. 2019. P ENATALAKSANAAN 5 P ILAR P ENGENDALIAN DM TERHADAP
KUALITAS HIDUP P ASIEN DM TIPE 2. JURNAL I LMIAH P ERMAS. VOL. 9, NO. 4, HAL. 311-
318
TANTO, CHRIS, ET AL. (2014). KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN / EDITOR, CHRIS TANTO ET
AL, ED. 4. JAKARTA: MEDIA AESCULAPIUS

48
LAMPIRAN
Lampiran 1 Biodata Peneliti

BIODATA PENELITI

Nama : Asprilla Fernando

Jenis Kelamin : Laki Laki

Tempat, Tanggal Lahir : Buntok, 10 April 2000

Alamat : Jalan Jend A. Yani Desa Pasar Panas Kelurahan Taniran

No. HP : 082251174041

Alamat Email : fernandoaspril24@gmail.com

49
Lampiran 2 Lembar Informasi (Information Sheet)

PENJELASAN

PENELITIAN

(Responden Pasien)

Kepada Yth: Bapak/Ibu

Di -

Tempat

Bersama ini saya menyampikan bagian dalam rangka menyelesaikan tugas akhir Program
Studi llmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat, maka saya
yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Asprilla Fernando

NIM : 1810913210025

No Kontak : 0822-5117-4041

Bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Usia dan Tingkat


Pengetahuan dengan Tingkat Stres Pasien DM yang Menjalani Diet”. Tujuan umum
penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Usia dan Tingkat Pengetahuan dengan
Tingkat Stres Pasien DM yang Menjalani Diet di RSUD Ulin Banjarmasin dan manfaat dari
penelitian ini adalah terdiri dari empat manfaat yang pertama adalah memberikan informasi
hubungan usia dan tingkat pengetahuan dengan tingkat stres menjalani diet penderita DM
sehingga dapat digunakan sebagai kerangka dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan
acuan pengembangan penelitian dalam praktik keperawatan khususnya pengembangan Ilmu
Keperawatan Medikal Bedah yang berhubungan dengan DM, manfaat kedua yaitu bagi
peneliti dapat digunakan sebagai informasi tentang hubungan usia dan tingkat pengetahuan
dengan tingkat stres menjalani diet pada penderita DM, manfaat ketiga yaitu bagi rumah sakit
dapat digunakan sebagai masukan bagi tenaga kesehatan baik perawat, dokter, ahli gizi di
puskesmas dalam memberikan pendidikan kesehatan mengenai pengetahuan diet dan
kepatuhan diet DM, dan manfaat yang keempat yaitu bagi penderita mendapatkan
50
pengetahuan tentang usia dan tingkat pengetahuan dengan tingkat stres menjalani diet
penderita Diabetes mellitus.

Pengambilan data saya lakukan dengan media kuesioner dan wawancara yang memuat
data karakteristik responden dan pertanyaan tentang tingkat pengetahuan dan tingkat stres.
Didalam kuesioner ini sudah mewakili variabel penelitian yang saya lakukan yaitu tentang
tingkat pengetahuan dan tingkat stres, sedangkan untuk variabel usia didapatkan dari
wawancara dengan responden. Penelitian ini tidak akan menimbulkan dampak dan pengaruh
apapun. Hal ini karena semua informasi dan kerahasiaan dijaga dan hanya untuk kegiatan
penelitian ini. Jika bapak/ibu telah menjadi responden dan terjadi hal-hal yang menyebabkan
ketidaknyamanan maka bapak/ibu berhak untuk mengundurkan diri dari penelitian dengan
memberikan informasi kepada peneliti.

Melalui penjelasan ini maka saya sangat mengharapkan agar bapak/ibu berkenan menjadi
responden dengan mengisi lembar persetujuan. Atas perhatian dan kesediaanya saya ucapkan
terima kasih.

Banjarmasin,............2021

Peneliti

Asprilla Fernando

NIM. 1810913210025

51
Lampiran 3. Lembar Persetujuan

LEMBAR PERSETUJUAN SEBAGAI RESPONDEN

(PERAWAT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama (inisial) :

Usia :

Alamat :

Menyatakan telah mendapat penjelasan tentang tujuan, manfaat dan prosedur penelitian. Saya
saat ini berada dalam kesadaran penuh tanpa paksaan sehingga saya menyatakan untuk ikut
dalam penelitian yang berjudul “Hubungan Usia dan Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat
Stres Pasien DM yang Menjalani Diet”.

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa saya bersedia menjadi responden
untuk penelitian ini. Saya mengetahui bahwa menjadi bagian dari penelitian ini dengan tujuan
untuk mengetahui Hubungan Usia dan Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Stres Pasien DM
yang Menjalani Diet. Saya juga mengetahui tidak ada risiko karena telah diinformasikan
kerahasiaan. Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat agar dapat dipergunakan sebaik-
baiknya.

Banjarmasin, .......... 2021

Peneliti Responden
52
Asprilla Fernando (.................................)

NIM : 1810913210025 Tanda tangan dan Nama

No Kontak : 0822-5117-4041

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN USIA DAN TINGKAT PENGETAHUAN


DENGAN TINGKAT STRES MENJALANI DIET

PENDERITA DIABETES MELLITUS

Nomor Responden:

Tanggal Pengambilan Data:


Petunjuk pengisian:

1. Bacalah dengan cermat dan teliti setiap bagian


pertanyaan dalam kuesioner ini

2. Isilah identitas diri anda

A. Identitas Responden

1. Usia ................................. Tahun

2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

3. Status Pernikahan: Menikah Belum

Menikah Janda/ Duda 4. Pendidikan

53
:…………………………

5. Pekerjaan: Tidak bekerja PNS/ Pegawai


BUMN

Petani Ibu Rumah Tangga

Wiraswasta Pensiunan

Pegawai swasta Lain-lain

6. Lama menyandang DM.......................tahun

7. Obat-obatan yang anda dapatkan:


…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………

54
Pengetahuan Diet Diabetes Mellitus
Petunjuk : Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan cara melingkari atau
memberi tanda X pilihan yang Bapak/ Ibu anggap sebagai jawaban
yang benar.
4. Apa yang dimaksud dengan penyakit Diabetes Mellitus?
a. Penyakit yang ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah
b. Penyakit yang ditandai dengan tingginya kadar gula dalam urin
c. Penyakit yang ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah
dan urin
5. Berapa kali frekuensi makan (meliputi makanan lengkap dan makanan
selingan atau snack) dalam sehari yang dianjurkan bagi penderita Diabetes
Mellitus?
a. 4 kali (3 kali makan lengkap dan 1 kali makan snack)
b. 5 kali (3 kali makan lengkap dan 2 kali makan snack)
c. 6 kali (3 kali makan lengkap dan 3 kali makan snack)
6. Berapa jarak antara makan utama (makanan lengkap) dengan makanan
selingan (snack) untuk penderita Diabetes mellitus?
a. Jarak 2 jam setelah makan
b. Jarak 3 jam setelah makan
c. Jarak 4 jam setelah makan
7. Prinsip diet atau pola makan pada penderita Diabetes Mellitus adalah…..
a. Banyak, beragam, dan mengenyangkan
b. Tepat jadwal, jenis, dan jumlah konsumsi gizinya
c. Tergantung pada keinginan dan tanpa batasan
8. Gejala umum pada penderita Diabetes Mellitus adalah…….
a. Lemah, pusing, dan muntah
b. Sering tidur, dan sering pingsan
c. Sering makan, sering minum, dan sering buang air kecil

55
9. Diet diabetes adalah:
a. Makanan tinggi kalori
b. Makanan diet sehat dengan sayur dan buah
c. Makanan tinggi karbohidrat
10. Berapa ukuran porsi nasi dalam sepiring yang dianjurkan untuk pasien
Diabetes mellitus tiap kali makan?
a. 1 porsi piring penuh nasi
b. Setengah porsi piring untuk tiap kali makan besar
c. Seperempat porsi piring untuk tiap kali makan besar
11. Selain nasi, makanan apa yang dapat dikonsumsi untuk memenuhi
kebutuhan zat gizi pasien Diabetes mellitus?
a. Sayuran dan buah
b. Cukup ubi saja
c. Roti, mie, kentang, dan lain-lain
12. Berapa kadar gula normal pada saat sewaktu atau pada saat gula darah
acak?
a. Kurang dari 200 mg/dl
b. Lebih dari 200 mg/dl
c. Kurang dari 126 mg/dl
13. Berapa kadar gula normal pada saat gula darah puasa?
a. Kurang dari 126 mg/dl
b. Lebih dari 126 mg/dl
c. Kurang dari 200 mg/dl
14. Upaya yang dilakukan untuk mencegah timbulnya komplikasi Diabetes
mellitus?
a. Menstabilkan berat badan yang kegemukan
b. Tidak mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung
karbohidrat
c. Merencanakan pola makan dan aktivitas yang sehat

56
15. Apa efek yang terjadi setelah minum juz buah tanpa tambahan gula pada
kadar gula darah?
a. Lebih rendah
b. Lebih meningkat
c. Tidak berefek apapun
16. Makan makanan yang rendah lemak menurunkan risiko terkena penyakit?
a. Penyakit saraf
b. Penyakit ginjal
c. Penyakit jantung
17. Apa fungsi pengaturan pola makan pada Diabetes mellitus?
a. Menurunkan atau mengendalikan berat badan
b. Mengendalikan kadar gula darah atau kolesterol
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mencegah terjadinya
komplikasi akut maupun kronis
18. Kapan seharusnya anda menerapkan pengaturan pola makan yang baik?
a. Saat kadar gula darah tidak normal maupun normal
b. Saat kadar gula darah tidak normal
c. Tergantung kondisi tubuh

Kunci Jawaban

1. C 6. B 11. C

2. C 7. C 12. B

3. B 8. A 13. C

4. B 9. A 14. C

5. C 10. A 15. A

57
Tingkat stres menjalani diet

Petunjuk pengisian: Berilah tanda (√) pada jawaban yang sesuai dengan
yang anda rasakan.

No Pertanyaan Tidak Kadang- Sering Selalu


pernah kadang
1. Saya merasa bahwa aturan makan baru yang
dianjurkan oleh dokter atau petugas kesehatan
yang lainnya terasa sulit

2. Saya merasa bahwa anjuran dokter atau petugas


kesehatan yang lain tentang diet diabetes begitu
menyusahkan

3. Saya merasa gelisah ketika harus berkumpul


bersama keluarga saat ada acara seperti arisan atau
pernikahan

4. Saya merasa bahwa saya tidak dapat melakukan


diet makanan dengan baik

5. Saya merasa bahwa saya sering gagal dengan


pengendalian diabetes saya

6. Saya merasa bahwa mudah untuk mengikuti


anjuran diet diabetes
7. Saya merasa percaya diri dalam kemampuan
sehari-hari saya dalam mengelola diet diabetes

8. Saya merasa bahwa saya akan terkena komplikasi


yang serius di masa yang akan datang, meskipun
saya melakukan anjuran dokter

9. Saya merasa marah, takut atau depresi ketika saya


berpikir tentang hidup dengan diabetes

10. Saya merasa bahwa diabetes terlalu banyak


mempengaruhi mental dan energi fisik saya setiap
harinya

11. Saya merasa begitu sulit untuk mengatakan tidak


pada godaan makanan yang tidak sehat

12. Saya merasa bahwa seperti tidak boleh makan


makanan yang saya inginkan
13. Stres menyebabkan saya makan begitu banyak

58
No Pertanyaan Tidak Kadang- Sering Selalu
pernah kadang
14. Saya merasa bingung karena tidak tahu makanan
apa yang harus dipilih

15. Stres menyebabkan saya makan makanan yang


tidak sehat
16. Saya merasa bahwa dokter memberikan cukup
anjuran tentang bagaimana cara manajemen
diabetes

17. Saya merasa bahwa teman atau keluarga


memberikan cukup dukungan untuk mengikuti
diet DM yang dianjurkan
18. Saya merasa lingkungan atau pekerjaan membuat
mudah untuk makan makanan yang tidak sehat
atau tidak sesuai anjuran

59

Anda mungkin juga menyukai