Anda di halaman 1dari 32

USULAN PENELITIAN

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN KADER POSYANDU


TENTANG CARA PENGUKURAN ANTROPOMETRI SEBAGAI
UPAYA DETEKSI KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BAWAH
LIMA TAHUN (BALITA) DI WILAYAH KERJA UPTD
PUSKESMAS KERAMBITAN I PADA BULAN JUNI 2019

Oleh :

Ni Putu Rani Apsari Dewi (1702612189)


Hananya Dwi Anggi Manurung (1702612157)

Pembimbing :
dr. Pande Putu Januraga, M.Kes, DrPH

BAGIAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN


PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
USULAN PENELITIAN
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN KADER POSYANDU
TENTANG CARA PENGUKURAN ANTROPOMETRI SEBAGAI
UPAYA DETEKSI KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BAWAH
LIMA TAHUN (BALITA) DI WILAYAH KERJA UPTD
PUSKESMAS KERAMBITAN I PADA BULAN JUNI 2019

Oleh :

Ni Putu Rani Apsari Dewi (1702612189)


Hananya Dwi Anggi Manurung (1702612157)

Pembimbing :
dr. Pande Putu Januraga, M.Kes, DrPH

BAGIAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN


PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019

i
KATA PENGANTAR

Stunting atau kerdil adalah keadaan balita yang memiliki panjang atau tinggi
badan kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi balita dikatakan stunting
jika hasil pengukuran panjang atau tinggi badan dibandingkan umur kurang dari
minus dua standar deviasi pertumbuhan anak berdasarkan grafik pertumbuhan
World Health Organization (WHO). Stunting atau kerdil masih menjadi masalah
gizi di Indonesia khususnya di Bali. Kader posyandu merupakan petugas yang
berperan penting dalam mengatasi masalah gizi di masyarakat termasuk stunting
sehingga perlu memiliki pengetahuan dan kemampuan yang memadai. Akan
tetapi, menurut data UPTD Puskesmas Kerambitan I tidak terdapat data terkait
dengan keterampilan kader posyandu terkait pengukuran antropometri sebagai
upaya deteksi stunting itu sendiri.
Keterampilan kader posyandu terkait pengukuran antropometri sangat penting
dalam menjalankan tugasnya dan hasil yang didapatkan nantinya akan
menggambarkan kejadian stunting itu sendiri sehingga penulis melakukan
penelitian mengenai Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Posyandu tentang
Cara Pengukuran Antropometri sebagai Upaya Deteksi Kejadian Stunting pada
Anak Bawah Lima Tahun (BALITA) di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Kerambitan I pada Bulan Juni 2019.
Penelitian ini dilakukan untuk mengukur dan mengetahui tingkat keterampilan
kader posyandu cara pengukuran antropometri sebagai upaya deteksi kejadian
stunting pada anak bawah lima tahun (BALITA) di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Kerambitan I pada bulan Juni 2019 yang dilaksanakan antara UPTD
Puskesmas Kerambitan I dan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana sebagai
pihak kedua.
Terlaksananya penelitian ini perancangan sampai dengan penulisan laporan hasil
penelitian adalah berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik lembaga
maupun individual. Kami mengucapkan terima kasih kepada sejumlah lembaga
dan masyarakat yang telah berkenan memberikan kontribusi pada saat melakukan
penelitian yaitu staf UPTD Puskesmas Kerambitan I dan masyarakat wilayah
Kecamatan Kerambitan. Kami juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya

ii
kepada dr. Pande Putu Januraga, M.Kes, DrPH selaku pembimbing, atas segala
bimbingan, saran dan masukannya untuk menyelesaikan laporan penelitian ini dan
dr. Made Sukamertha, SH, M.Kes selaku kepala UPTD Puskesmas Kerambitan I
atas segala bimbingan dan masukannya. Ucapan terima kasih juga kami
sampaikan kepada masyarakat yang telah bersedia berpartisipasi serta membantu
dalam penelitian ini sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Harapan
kami laporan ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca dan dapat menjadi
acuan dalam perencanaan kegiatan dalam meningkatkan taraf kesehatan di
Indonesia khususnya di Bali.

Denpasar, Juni 2019


Tim Peneliti

iii
DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL DALAM.............................................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum................................................................................ 3
1.3.2 Tujuan Khusus............................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 5
2.1 Definisi Stunting...................................................................................... 5
2.2 Kader Posyandu....................................................................................... 6
2.3 Pengetahuan............................................................................................ 8
2.4 Pengukuran Antropometri....................................................................... 12
BAB III KERANGKAN BERPIKIR DAN KERANGKA KONSEP.............. 16
3.1 Kerangka Berpikir................................................................................... 16
3.2 Kerangka Konsep.................................................................................... 17
BAB IV METODE PENELITIAN..................................................................... 18
4.1 Jenis Rancangan Penelitian..................................................................... 18
4.2 Subjek Penelitian..................................................................................... 18
4.2.1 Populasi.......................................................................................... 18
4.2.1.1 Populasi Target................................................................... 18
4.2.1.2 Populasi Terjangkau........................................................... 18
4.2.2 Sampel............................................................................................ 18
4.2.2.1 Kriteria Sampel.................................................................. 18
4.2.2.2 Teknik Penentuan Sampel.................................................. 18
4.3 Variabel Penelitian................................................................................... 19
4.3.1 Klasifikasi Variabel........................................................................ 19
4.3.2 Definisi Operasional Variabel........................................................ 20
4.4 Bahan Penelitian...................................................................................... 21
4.5 Instrumen Penelitian................................................................................ 22

iv
4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................... 22
4.7 Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data...................................... 22
4.8 Cara Pengolahan dan Analisis Data........................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 24
LAMPIRAN................................................................................................... 26

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stunting atau kerdil adalah keadaan balita yang memiliki panjang atau tinggi
badan kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi balita stunting jika hasil
pengukuran panjang atau tinggi badan dibandingkan umur kurang dari minus dua
standar deviasi pertumbuhan anak berdasarkan World Health Organization
(WHO) (Kemenkes RI, 2018). Stunting merupakan masalah gizi kronik yang
disebabkan berbagai faktor antara lain kurangnya asupan gizi anak, kesakitan
berulang, (World Health Organization, 2010) kurangnya gizi ibu saat hamil,
kondisi sosial ekonomi rendah (Kemenkes RI, 2018). Terbatasnya layanan
kesehatan, kurangnya akses keluarga atau rumah tangga ke makanan bergizi serta
kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi juga dapat berperan dalam
menyebabkan stunting (TNP2K, 2017). Hal tersebut menimbulkan konsekuensi
jangka panjang dan bersifat permanen seperti ukuran tubuh, potensi akademis,
permasalahan reproduksi, dan risiko terkena penyakit infeksi (World Health
Organization, 2010).
Kejadian stunting merupakan salah satu masalah kesehatan global, terutama
di negara berkembang yang sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia
kesehatan. Secara antara 171 juta sampai 314 juta balita tergolong stunting,
dengan 90% berada di negara-negara di Afrika dan Asia (Predengast, 2014).
Berdasarkan tren yang sama, pada tahun 2010 tingkat stunting di Asia adalah
26,7% dan tingkat stunting di Asia Tenggara adalah 26,7% (Onis, 2012). Pada
tahun 2017, prevalensi balita stunting di Indonesia sebesar 29,6%. Prevalensi
stunting di Bali diketahui sebesar 19,0% (Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2019) dan berdasarkan laporan kinerja instansi pemerintahan Dinas
Pemerintahan Provinsi Bali prevalensi stunting pada tahun 2017 di Kabupaten
Tabanan tercatat sebesar 16,2%. Akan tetapi, pada tahun 2018 prevalensi stunting
kembali meningkat menjadi 30,8% di Indonesia dan di Bali sebesar 21,9% (Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2019). World Health Organization

1
(WHO) menyatakan suatu negara dikatakan memiliki tingkat stunting yang tinggi
jika berada pada rentangan 30 – 39%.
Dalam proses pendataan tersebut, pihak-pihak yang berperan penting adalah
posyandu dan kader posyandu. Posyandu atau pos pelayanan terpadu adalah salah
satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat dan berfungsi untuk
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan dalam memperoleh
pelayanan kesehatan dasar (Kemenkes RI, 2014). Kader posyandu adalah orang
yang dipilih masyarakat dan dilatih untuk menangangi masalah kesehatan
perseorangan maupun masyarakat. Kader posyandu bekerja dalam hubungan yang
dekat dengan puskesmas (Adistie, Fanny; Maryam, Nenden Nur Asriyani;
Lumbantobing 2017).
Kader posyandu berperan penting dalam memantau tumbuh kembang balita.
Kader posyandu secara teknis bertugas antara lain untuk mendata balita,
melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan balita serta mencatatnya
secara berkala tiap bulan dalam Kartu Menuju Sehat (KMS). Hambatan kemajuan
pertumbuhan berat badan anak dapat segera terlihat pada kurva pertumbuhan hasil
pengukuran periodik yang tertera dan dicatat pada KMS tersebut (Nurainun,
Ardiani, & Sudaryati, 2015). Keterampilan kader posyandu salah satu diantaranya
meliputi kemampuan melakukan tahapan-tahapan penimbangan, dimana kader
kesehatan biasanya melakukan kegiatan penimbangan belum sesuai dengan
prosedur-prosedur pengukuran antropometri, sehingga hasil yang diperoleh dari
penimbangan kurang tepat (Hida & Mardiana, 2011).
Ketelitian, pengetahuan dan keterampilan kader posyandu dalam melakukan
pengukuran antropometri sangatlah penting, karena hal ini menyangkut dengan
pertumbuhan balita. Keterampilan kader yang kurang dapat menyebabkan
interpretasi status gizi yang salah dan dapat berakibat pula pada kesalahan dalam
mengambil keputusan dan penanganan masalah tersebut (Handarsari, Syamsianah,
Astuti, 2015).
Menurut data UPTD Puskesmas Kerambitan I, tidak terdapat data terkait
dengan evaluasi tingkat pengetahuan kader posyandu tentang pengukuran
antropometri pada balita. Pengetahuan kader posyandu tentang pengukuran
antropometri pada balita ini penting dalam menjalankan tugasnya. Berdasarkan

2
hal tersebut, peneliti merasa perlu melakukan penelitian untuk mengetahui
gambaran tingkat pengetahuan kader posyandu tentang pengukuran antropometri
sebagai upaya deteksi kejadian stunting pada anak bawah lima tahun (balita) di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Kerambitan I pada bulan Juni 2019.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah yang muncul adalah
bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan kader posyandu tentang cara
pengukuran antropometri sebagai upaya deteksi kejadian stunting pada anak
bawah lima tahun (balita) di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kerambitan I pada
bulan Juni 2019?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat
pengetahuan kader posyandu tentang cara pengukuran antropometri sebagai upaya
deteksi kejadian stunting pada anak bawah lima tahun (balita) di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Kerambitan I pada bulan Juni 2019.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan kader posyandu tentang cara
pengukuran antropometri sebagai upaya deteksi kejadian stunting pada
anak bawah lima tahun (balita) di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Kerambitan I pada bulan Juni 2019 berdasarkan karakteristik demografi
dan status pelatihan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.1 Manfaat bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai tingkat
pengetahuan kader posyandu tentang cara pengukuran antropometri sebagai
upaya deteksi kejadian stunting pada anak bawah lima tahun (balita) di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Kerambitan I dan dapat menjadi acuan
untuk melakukan penelitian selanjutnya.
1.2 Manfaat bagi Kader Posyandu
Dapat menjadi bahan evaluasi tingkat pengetahuan tentang cara pengukuran
antropometri sebagai upaya deteksi kejadian stunting pada balita.
1.3 Manfaat bagi UPTD Puskesmas Kerambitan I

3
Dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengevalusi pengetahuan kader
posyandu tentang cara pengukuran antropometri sebagai upaya deteksi
kejadian stunting pada anak bawah lima tahun (balita) di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Kerambitan I dan untuk merencanakan pelatihan bagi
kader posyandu.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stunting


Stunting adalah suatu keadaan yang mengacu pada tinggi anak lebih rendah
dari anak yang normal seusianya yang berjenis kelamin sama. Stunting mengacu
pada tinggi anak rendah dari batas normal pada usia yang sama yaitu dibawah
negatif dua standar deviasi pada standar pertumbuhan menurut WHO. Nilai Z
score dibawah negatif dua standar deviasi juga menggambarkan kegagalan
mencapai potensi tumbuh anak yang disebabkan oleh kesehatan yang tidak
optimal. Stunting menggunakan indikator tinggi berdasarkan usia menurut bagan
pertumbuhan WHO (Badham, 2010; Unicef Indonesia, 2012).
Penilaian status gizi yang paling sering dilakukan adalah dengan
pemeriksaan antropometri. Secara umum pemeriksaan antropometri meliputi
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan membandingkan hasil pengukuran TB/U melalui pemeriksaan
anthropometri dengan median TB/U berdasarkan tabel dari kementerian
kesehatan. Tinggi badan diukur pada anak berusia diatas 24 bulan yang berdiri
tegak pada bidang datar tanpa alas kaki, bersandar pada tembok datar, dengan
pandangan lurus kedepan, dengan dengan menggunakan microtoise. Stunting
adalah anak balita yang TB/U kurang dari -2 SD (standar deviasi) tabel TB/U.
Tabel TB/U dibagi berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan (Kemenkes
RI ,2018).
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan
oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi
yang paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh
karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak
balita. Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh stunting yaitu dampak jangka
panjang dan jangka pendek. Dampak jangka pendek adalah terganggunya
perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan
metabolisme dalam tubuh. Sedangkan dampak jangka panjang akibat buruk yang
dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar,

5
menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan resiko tinggi untuk
munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah,
kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua (TNP2K, 2017). Stunting sangat
berhubungan dengan kemampuan menerima pendidikan yang rendah dan
penghasilan rendah pada masa dewasa. Anak-anak yang menderita stunting
berkemungkinan besar untuk tumbuh menjadi orang dewasa yang tidak
berpendidikan, lebih rendah tingkat ekonominya, dan lebih rentan terkena non-
communicable diseases. Anak-anak yang menderita stunting juga kemungkinan
memiliki kualitas penyerapan dan penguasaan materi pembelajaran yang rendah.
Oleh sebab itu, stunting di Indonesia dapat mengurangi kualitas SDM di masa
depan dan meningkatkan beban ekonomi Indonesia (Unicef Indonesia, 2012).

2.2 Kader Posyandu


Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat
dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan
angka kematian ibu dan bayi (Kemenkes RI, 2014).
Tenaga utama pelaksana posyandu adalah kader posyandu, yang kualitasnya
dapat menentukan dalam usaha meningkatkan kualitas pelayanan yang
dilaksanakan. Setiap program pelayanan kesehatan dengan sasaran masyarakat,
hhususnya program poyandu, kader harus mampu memahamkan masyarakat
tentang pentingnya posyandu, agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan
(Mubarak, 2012). Kader diharapkan berperan aktif dan mampu menjadi
pendorong, motivator dan penyuluh masyarakat. Kader diharapkan dapat
menjembatani antara petugas/ahli kesehatan dengan masyarakat sertamembantu
masyarakat mengidentifikasi dan menghadapi/menjawab kebutuhan kesehatan
mereka sendiri. Kader juga diharapkan dapat menyediakan informasi bagi pejabat
kesehatan berwenang yang mungkin tidak dapat mencapai masyarakat langsung,
serta mampu mendorong para pejabat kesehatan di sistem kesehatan agar mengerti
dan merespons kebutuhan masyarakat (Nurainun, Ardiani, & Sudaryati, 2012).

6
Posyandu mempunyai peran penting sebagai salah satu kegiatan sosial bagi
ibu-ibu untuk memantau tumbuh kembang anak. Pemantauan pertumbuhan anak
melalui penimbangan balita yang dilakukan secara berkala pada setiap bulannya
akan dicatat pada sistem Kartu Menuju Sehat (KMS). Hambatan kemajuan
pertumbuhan berat badan anak dapat segera terlihat pada kurva pertumbuhan hasil
pengukuran periodik yang tertera dan dicatat pada KMS tersebut. Naik turunnya
jumlah anak balita yang mengalami hambatan pertumbuhan dapat segera terlihat
dalam jangka waktu pendek (bulan) dan dapat segera diteliti lebih jauh
penyebabnya, dan secepat mungkin dapat dibuat rancangan untuk diambil
tindakan penanggulangan (Nurainun, Ardiani, & Sudaryati, 2012).
Tugas kegiatan kader akan ditentukan, mengingat bahwa pada umumnya
kader bukanlah tenaga profesional melainkan hanya membantu dalam pelayanan
kesehatan. Dalam hal ini perlu adanya pembatasan tugas yang diemban, baik
menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan. (Kemenkes RI, 2011)
Peranan kader dalam kegiatan posyandu sangat besar. Menurut Depkes RI
ada dua peran kader yaitu: (Kemenkes RI, 2011)
1. Peran kader saat posyandu (sesuai dengan sistem lima meja) adalah:
a. Melaksanakan pendaftaran (pada meja I)
b. Melaksanakan penimbangan bayi balita (pada meja II)
c. Melaksanakan pencatatan hasil penimbangan (pada meja III)
d. Memberikan penyuluhan (pada meja IV)
e. Memberi dan membantu pelayanan yang dilakukan oleh petugas
puskesmas (pada meja V)
2. Peran kader di luar posyandu adalah:
a. Menunjang pelayanan KB, KIA, imunisasi, gizi dan penanggulangan
diare.
b. Mengajak ibu-ibu untuk datang pada hari kegiatan posyandu.
c. Menunjang upaya kesehatan lainnya yang sesuai dengan permasalahan
yang ada, seperti pemberantasan penyakit menular, penyehatan rumah,
pembersihan sarang nyamuk, pembuangan sampah, penyediaan sarana air
bersih, menyediakan sarana jamban keluarga, pemberian pertolongan
pertama pada penyakit, P3K dan dana sehat.

7
Kader posyandu tidaklah bekerja dalam suatu ruangan yang tertutup, namun
mereka itu bekerja dan berperan sebagai seorang pelaku dari sebuah sistem
kesehatan, karena itulah mereka harus dibina, dituntun serta didukung oleh para
pembimbing yang lebih terampil dan berpengalaman. Hal ini bertujuan agar kader
posyandu dapat melakukan fungsinya dengan baik. (Kemenkes RI, 2011)
Ketelitian, pengetahuan dan keterampilan kader posyandu dalam melakukan
pengukuran antropometri sangatlah penting, karena hal ini menyangkut dengan
pertumbuhan balita. Keterampilan kader yang kurang dapat menyebabkan
interpretasi status gizi yang salah dan dapat berakibat pula pada kesalahan dalam
mengambil keputusan dan penanganan masalah tersebut. Dengan demikian,
kemampuan kader harus dikembangkan untuk berpotensi secara maksimal,
dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang disesuaikan dengan tugas yang
diemban, dalam mengelola posyandu agar dapat berperan aktif dalam
meningkatkan kesehatan masyarakat (Handarsari, Syamsianah, Astuti, 2015).

2.3 Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “Tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan
tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian presepsi terhadap obyek.
Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga.
(Notoatmodjo, 2012)
2.3.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan dapat mempengaruhi prilaku dan sikap seseorang, namun
banyak faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan itu sendiri. Adapun
menurut Budiman & Riyanto (2013) menjelaskan tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan diantaranya sebagai berikut:
a. Pendidikan
Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan di mana diharapkan
seseorang dengan pendididkan tinggi, orang tersebut akan semakin luas
pengetahuannya. Namun, perlu ditekankan bahwa seorang yang

8
berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.
Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan
tetapi dapat diperoleh juga pada pendidikan nonformal. Pengetahuan
seseorang tentang suatu objek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif
dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap
seseorang terhadap objek tertentu. Semakin banyak aspek positif terhadap
objek yang diketahui, maka akan menumbuhkan sikap yang semakin positif
terhadap objek tersebut.
Pendidikan dijelaskan sebagai suatu usaha untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekoalah (baik formal
maupun nonformal), berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi
proses belajar maka dari itu, semakin seseorang memiliki pendidikan yang
tinggi, maka semakin mudah orang tersebut untuk menerima informasi.
Dengan pendidikan yang tinggi, maka seseorang akan cenderung untuk
mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media masa.
Semakin banyak informasi yang masuk maka semakin banyak pula
pengetahuan yang didapatkan tentang kesehatan.
b. Sosial, budaya dan ekonomi
Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu
fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial
ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. Kebiasaan dan
tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang
dilakukannya baik atau buruk. Dengan demikian, seseorang akan bertambah
pengetahuannya walaupun tidak melakukan.
c. Lingkungan
Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam
individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena
adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon sebagai
pengetahuan oleh setiap individu. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada
di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.

9
d. Pengalaman
Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan akan memberikan
pengetahuan dan keterampilan profesional, serta dapat mengembangkan
kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari
keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata
dalam bidang kerjanya. Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah
suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang
kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang
dihadapi masa lalu.
e. Usia
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan
pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.
Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan
kehidupan sosial, serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya
upaya menyesuaikan diri menuju usia tua. Selain itu, orang usia madya akan
lebih banyak menggunakan banyak waktu utnuk membaca. Kemampuan
intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir
tidak ada penurunan pada usia dini. Usia mempengaruhi daya tangkap dan
pola pikir seseorang.
2.3.2. Tingkat Pengetahuan
Dibutuhkan tahapan atau tingkat kemampuan untuk memahami informasi
agar mendapatkan pengetahuan. Menurut Notoatmodjo (2012), tingkat
pengetahuan terdiri dari 6 (enam) tingkatan, yakni :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan dan sebagainya.

10
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan, contoh menyimpulkan dan meramalkan
terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari kepada situasi atau kondisi real sebenarnya. Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengguna hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisa (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya dengan satu sama lain. Kemampuan
analisis ini dapat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat
menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan
sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis yaitu menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru, misalnya dapat menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi
yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
didasarkan pada suatu kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengukuran tingkat pengetahuan dapat diukur melalui kuesioner atau angket
yang dijelaskan oleh Budiman dan Riyantio (2013) bahwa pengukuran pengetahuan
dapat diperoleh dari kuesioner atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin
diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalam pengetahuan yang ingin kita
ketahui atau kita ukur dapat juga disesuaikan dengan tingkat pengetahuan tersebut di
atas. Sedangkan kualitas pengetahuan pada masing-masing tingkat pengetahuan dapat

11
dilakukan dengan scoring. Menurut Budiman & Riyanto (2013) pengetahuan
seseorang dibagi menjadi tiga tingkatan yang didasarkan pada nilai presentase sebagai
berikut:
1) Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya ≥75%.
2) Tingkat pengetahuan kategori Cukup jika nilainya 56-74%.
3) Tingkat pengetahuan kategori Kurang jika nilainya ≤55%.

2.4 Pengukuran Antropometri


Pengukuran antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari tingkat umur dan tingkat
gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan
fisik dan proposi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh
(Hida & Mardiana, 2011).
Pertumbuhan merupakan salah satu indikator yang baik dari perkembangan
status gizi anak. Pemantauan pertumbuhan merupakan suatau kegiatan yang
dilakukan secara terus menerus (berkesinambungan) dan teratur. Menurut
Rochmah (2012) tujuan dari pemantauan pertumbuhan tersebut antara lain:
a. Mengetahui normalitas pertumbuhan
b. Mendeteksi penyimpangan pertumbuhan sejak dini
c. Memberikan intervensi segera sesuai dengan keadaan anak untuk
mencapai pertumbuhan yang optimal.
d. Menentukan status gizi anak, baik normal, kurus, gemuk.
Dengan pemantauan pertumbuhan, maka setiap ada gangguan keseimbangan
gizi pada seorang anak akan dapat diketahui secara dini melalui perubahan
pertumbuhannya. Dengan diketahuinya gangguan gizi secara dini, maka tindakan
penanggulangan dapat dilakukan dengan segara, sehingga keadaan gizi yang
memburuk dapat dicegah. Cara menentukan jalur pertumbuhan normal seorang
anak adalah anak harus ditimbang dan diukur panjang atau tinggi badannya secara
teratur (Hida & Mardiana, 2011). Ada tiga bagian kegiatan penting dalam
pemantauan pertumbuhan adalah:
a. Kegiatan penimbangan yang dilakukan terus menerus secara teratur,

12
b. Mengisikan data berat badan anak ke dalam KMS,
c. Penilaian naik atau tidak naik berat badan anak sesuai dengan arah garis
pertumbuhannya.
Data hasil pemantauan pertumbuhan seorang anak bersumber dari kegiatan
pengukuran antropometri di posyandu yang dilakukan oleh kader posyandu, jika
hasil yang didapat tidak akurat maka gambaran status gizi seorang anak hasilnya
pun tidak akurat (Depkes RI, 2013).
Menurut Arya Utami NW (2016), untuk memantau pertumbuhan fisik anak,
sering digunakan ukuran-ukuran antropometrik sebagai berikut:
a. Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling
sering digunakan. Pada bayi baru lahir (neonatus), berat badan digunakan
untuk mendiagnosis bayi normal atau BBLR. Dikatakan BBLR apabila berat
bayi lahir di bawah 2500 gram (2,5 kg). Pada masa bayi-balita, berat badan
dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi,
kecuali terdapat kelainan klinis seperi dehidrasi, asites, edema, dan adanya
tumor. Di samping itu pula berat badan dapat dipergunakan sebagai dasar
perhitungan obat dan makanan. Pengukuran berat badan ini dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai alat timbangan seperti dacin untuk
menimbang berat badan balita, timbangan injak digital, timbangan bayi,
maupun timbangan lainnya.
b. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang
telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Di
samping itu, tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting karena
dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan, faktor umur dapat
dikesampingkan. Pengukuran tinggi badan pada umumnya dilakukan dengan
menggunakan alat yang mempunyai ketelitian 0,1 cm. Anak berumur 0-2
tahun diukur dengan ukuran panjang badan (infantometer) sedangkan anak
berumur lebih dari 2 tahun dengan menggunakan microtoise.
c. Lingkar Kepala

13
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak
secara praktis, yang biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari
besarnya kepala atau peningkatan ukuran kepala. Contoh yang sering
digunakan adalah kepala besar (hidrosefalus) dan kepala kecil (mikrosefalus).
Lingkar kepala terutama dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang
tengkorak. Ukuran otak meningkat secara cepat pada tahun pertama, akan
tetapi besar lingkaran kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan
gizi. Bagaimanapun juga ukuran otak dan lapisan tulang kepala dan tengkorak
dapat bervariasi sesuai dengan keadaan gizi. Lingkar kepala dapat juga
digunakan sebagai informasi tambahan dalam pengukuran umur.
Pengukurannya dapat dilakukan dengan menggunakan pita ukuran lingkar
kepala maupun pita meteran kain.
d. Lingkar Lengan Atas (LILA)
Lingkar lengan atas (LILA) dewasa ini merupakan salah satu pilihan
untuk penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan
alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga yang lebih murah. Pengukurannya
dapat dilakukan dengan menggunakan pita lingkar lengan atas maupun pita
meteran kain. Akan tetapi, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian,
terutama jika digunakan sebagai pilihan tunggal untuk indeks status gizi,
antara lain:
1. Baku lingkar lengan atas yang digunakan sekarang belum mendapat
pengujian yang memadai untuk digunakan di Indonesia. Hal ini
didasarkan pada hasil-hasil penelitian yang umumnya menunjukkan
perbedaan angka yang cukup berarti antar penggunaan LILA di satu
pihak dengan berat bedan menurut umur atau berat menurut tinggi
badan maupun indeks-indeks lain di pihak lain.
2. Kesalahan pengukuran pada LILA (pada berbagai tingkat
keterampilan pengukur) relatif lebih besar dibandingkan dengan
tinggi badan, mengingat batas antara baku dengan gizi kurang, lebih
sempit pada LILA daripada tinggi badan. Ini berarti kesalahan yang
sama besar jauh lebih berarti pada LILA dibandingkan dengan
tinggi badan.

14
3. Lingkar lengan atas sensitif untuk suatu golongan tertentu
(prasekolah), tetapi kurang sensitif pada golongan lain terutama
orang dewasa. Tidak demikian halnya dengan berat badan. Alat ukur
yang digunakan merupakan suatu pita pengukur yang terbuat dari
fiberglass atau jenis kertas tertentu berlapis plastik.

15
BAB III
KERANGKA BERPIKIR DAN KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Berpikir


Stunting merupakan suatu keadaan kekurangan gizi kronis yang
bermanifestasi pada tinggi badan anak yang kurang dari usianya. Stunting
mengacu pada tinggi anak rendah dari batas normal pada usia yang sama yaitu
dibawah negatif dua standar deviasi pada standar pertumbuhan menurut WHO.
Nilai Z score dibawah negatif dua standar deviasi juga menggambarkan kegagalan
mencapai potensi tumbuh anak yang disebabkan oleh kesehatan yang tidak
optimal. Stunting merupakan salah satu kondisi malnutrisi pada anak yang masih
menjadi perhatian di Indonesia. Dalam jangka panjang, anak stunting atau kerdil
dapat mengalami penurunan kemampuan intelektual dan produktivitas,
memengaruhi perekonomian nasional serta meningkatkan kemiskinan dan
ketimpangan di masyarakat.
Kader posyandu berperan penting dalam memantau tumbuh kembang balita,
mendata balita, melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan balita serta
mencatatnya, memberikan penyuluhan gizi serta kunjungan ke rumah ibu
menyusui dan ibu yang memiliki balita. Sehingga kader posyandu itu sendiri
memiliki peranan yang penting dalam upaya deteksi kejadian stunting. Untuk
menjadi penyuluh masyarakat, kader posyandu dituntut untuk memiliki
keterampilan dan pengetahuan yang memadai. UPTD Puskesmas Kerambitan I
belum memiliki data terkait dengan evaluasi tingkat pengetahuan kader posyandu
tentang cara pengukuran antropometri yang tepat utamanya dalam mendeteksi
kejadian stunting pada balita. Padahal pengetahuan tentang cara pengukuran
antropometri yang tepat sebagai upaya deteksi kejadian stunting pada para kader
posyandu sangatlah penting mengingat peran para kader posyandu.

16
3.2 Kerangka Konsep

Variabel bebas
Karakteristik Variabel terikat
Kader Posyandu Pengetahuan dan
demografi dan
status pelatihan keterampilan

17
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Rancangan Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan rancangan penelitian
potong lintang (cross sectional study). Rancangan penelitian ini dapat
menunjukkan gambaran tingkat pengetahuan kader posyandu tentang cara
pengukuran antropometri sebagai upaya deteksi kejadian stunting pada anak
bawah lima tahun (balita).

4.2 Subjek Penelitian


4.2.1 Populasi
4.2.1.1 Populasi Target
Populasi target adalah seluruh kader posyandu balita di wilayah
kerja UPTD Puskesmas Kerambitan I, Tabanan.
4.2.1.2 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah kader posyandu
balita di wilayah kerja UPTDPuskesmas Kerambitan I, Tabanan
pada bulan Juni 2019.
4.2.2 Sampel
4.2.2.1 Kriteria Sampel
Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah kader posyandu di
wilayah kerja UPTDPuskesmas Kerambitan I, Tabanan pada bulan Juni
2019 dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi:
a. Kriteria Inklusi
1. Kader posyandu yang aktif dalam kegiatan posyandu setiap bulan.
2. Kader posyandu yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian dan
menyetujui informed consent
b. Kriteria Eksklusi
1. Kader posyandu yang telah mengundurkan diri
2. Kader posyandu yang tidak bersedia berpartisipasi dalam
penelitian dan menyetujui informed consent
4.2.2.2 Teknik Penentuan Sampel
Dalam penelitian ini, perkiraan besar sampel menggunakan
rumus Slovin. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh kader
posyandu di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kerambitan I yaitu
sebesar 220 orang kader posyandu.

18
n=

Keterangan:
n = besar sampel
N= besar populasi
d = tingkat kepercayaan/ ketepatan yang diinginkan

n=

n=

n=

n=

n = 68,75
Berdasarkan perhitungan di atas, jumlah sampel minimum yang
dibutuhkan adalah 68,75 orang dan dibulatkan menjadi 70 orang
sebagai subjek penelitian. Sampel diambil secara acak dari tujuh desa di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Kerambitan I. Setiap desa diambil
sampel sebanyak sepuluh kader posyandu secara acak sehingga
didapatkan jumlah sampel sebesar 70 sampel.

4.3 Variabel Penelitian


4.3.1 Klasifikasi Variabel
Adapun variabel yang akan diukur dalam penelitian ini diantaranya:
umur, pendidikan, pekerjaan, lama menjadi kader, keikutsertaan dalam
pelatihan, tingkat pengetahuan terhadapa cara pengukuran antropometri.

4.3.2 Definisi Operasional Variabel


1. Usia

19
Usia didefinisikan sebagai selisih tanggal lahir responden dengan
tanggal pelaksanaan pengambilan data.
Hasil ukur : Umur responden dalam tahun
Alat ukur :-
Skala : Skala ordinal
2. Pendidikan
Jenjang pendidikan terakhir yang telah diselesaikan oleh responden.
Hasil ukur : Rendah (Tidak tamat sekolah, SD, SMP)
Tinggi (SMA, perguruan tinggi)
Alat ukur :-
Skala : Skala ordinal
3. Pekerjaan
Kegiatan responden dalam mencari nafkah untuk menambah
penghasilan keluarga.
Hasil ukur : Ibu rumah tangga
Pegawai negeri sipil (PNS)
Wiraswasta
Alat ukur :-
Skala : Skala nominal
4. Lama menjadi kader
Selisih tanggal mulai bertugas sebagai kader posyandu dengan
tanggal pelaksanaan pengambilan data.
Hasil ukur : Lama kerja kader dalam tahun
Alat ukur :-
Skala : Skala ordinal
5. Keikutsertaan dalam pelatihan
Partisipasi responden dalam menghadiri dan mengikuti pelatihan
tentang pengukuran antropometri, stunting dan gizi sebelumnya.
Hasil ukur : Pernah
Tidak pernah
Alat ukur :-
Skala : Skala nominal
6. Tingkat pengetahuan terhadap pengukuran antropometri sebagai
upaya deteksi kejadian stunting
Segala sesuatu yang diketahui responden tentang pengukuran
antropometri sebagai upaya deteksi kejadian stunting terkait: definisi
stunting dan cara pengukuran antropometri meliputi pengukuran
berat badan, tinggi badan, lingkar kepala serta lingkar lengan atas
Hasil ukur : Nilai responden dalam rentang 0-100
Alat ukur : kuesioner tingkat pengetahuan tentang pengukuran
antropometri
Skala : Skala ordinal

4.4 Bahan Penelitian

20
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti
terhadap sampel. Data primer dalam penelitian ini berupa data penilaian
tingkat pengetahuan kader posyandu tentang cara pengukuran antropometri.
Data penilaian tingkat pengetahuan kader posyandu akan diambil
menggunakan kuesioner pengetahuan tentang cara pengukuran antropometri
sebagai upaya deteksi stunting pada balita. Data sekunder adalah data yang
diperoleh dari orang lain atau tempat lain. Data sekunder yaitu data yang
diperoleh dari pemegang program gizi di UPTD Puskesmas Kerambitan I.
Data sekunder dalam penelitian ini berupa data jumlah posyandu serta jumlah
kader serta nama kader pada setiap posyandu.
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner pengetahuan
tentang cara pengukuran antropometri sebagai upaya deteksi stunting pada
balita. Kuesioner pengetahuan berbentuk daftar pertanyaan untuk dijawab
oleh sampel untuk mengetahui tingkat pengetahuan kader posyandu tentang
cara pengukuran antropometri sebagai upaya deteksi stunting pada balita.
Kuesioner pengetahuan tentang cara pengukuran antropometri dibuat peneliti
diadaptasi dari penelitian sebelumnya.

4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kerambitan I,
Tabanan. Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2019.

4.7 Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data


1. Peneliti mengajukan permohonan izin penelitian
2. Peneliti memilih kader posyandu yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak
memenuhi kriteria eksklusi
3. Pemberian penjelasan mengenai latar belakang dan tujuan penelitian
kepada kader posyandu serta menanyakan kesediaan untuk mengikuti
penelitian dengan menandatangani informed consent apabila setuju
4. Kader posyandu kemudian mengisi daftar pertanyaan mengenai
karakteristik umum pekerja

21
5. Kuesioner pengetahuan tentang cara pengukuran antropometri diberikan
kepada kader posyandu untuk diisi dan proses pengisiannya didampingi
oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan yang kurang dipahami

4.8 Cara Pengolahan dan Analisis Data


Seluruh data yang telah terkumpul diolah dengan tahapan data editing yaitu
setiap lembar kuesioner diperiksa untuk memastikan kuesioner terisi lengkap.
Selanjutnya, data coding yaitu pemberian kode pada setiap jawaban untuk
memudahkan proses pengolahan data dan data entry adalah pemindahan data
dari kuesioner ke dalam aplikasi SPSS untuk diproses dengan teknik tabulasi.
Data cleaning adalah pemeriksaan data untuk mengetahui adanya kesalahan
atau tidak pada pemasukan data. Analisis data yang digunakan adalah uji
univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dari masing-masing variabel
penelitian. Data akan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

22
DAFTAR PUSTAKA

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN


(INFORMED CONSENT)
SEBAGAI PESERTA PENELITIAN

Kami meminta Saudara/I untuk berpartisipasi dalam penelitian. Kepesertaan dari


penelitian ini bersifat sukarela. Mohon agar dibaca penjelasan dibawah dan
silahkan bertanya bila ada pertanyaan atau hal yang kurang jelas.
Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Posyandu tentang Cara Pengukuran
Antropometri sebagai Upaya Deteksi Kejadian Stunting pada Anak Bawah Lima
Tahun (Balita) di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kerambitan I pada Bulan Juni
2019
Peneliti Ni Putu Rani Apsari Dewi, Hananya Dwi Anggi Manurung
Prodi/Fakultas/Univ Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter/
Fakultas Kedokteran/ Universitas Udayana
Lokasi Penelitian Kerambitan, Tabanan
Sumber Dana Pribadi
Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan kader
posyandu tentang cara pengukuran antropometri sebagai upaya deteksi kejadian
stunting pada anak bawah lima tahun (balita) di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Kerambitan I pada bulan Juni 2019.
Manfaat yang didapat oleh peserta penelitian
Kepesertaan dalam penelitian ini tidak langsung dapat memberikan manfaat
kepada peserta penelitian, akan tetapi membantu dalam memberikan informasi
mengenai gambaran tingkat pengetahuan kader posyandu tentang tentang cara
pengukuran antropometri pada anak bawah lima tahun (balita) sehingga nantinya

23
dapat menjadi bahan pertimbangan dalam upaya deteksi kejadian stunting yang
lebih akurat.
Ketidaknyamanan dan risiko/kerugian yang mungkin akan dialami oleh
peserta penelitian
Dalam menjadi peserta penelitian ini, kami mohon kesediaan Saudara/I dalam
mengisi kuesioner yang berisi identitas dan menjawab pertanyaan dengan sebenar-
benarnya mengenai cara pengukuran antropometri pada anak bawah lima tahun
(balita). Tidak ada kerugian/risiko fisik yang akan terjadi dalam penelitian ini.
Kerahasiaan data penelitian
Hasil data kuesioner akan direkap dan diolah menjadi sebuah laporan dan
publikasi dimana nama dan identitas pribadi Saudara/I akan dirahasiakan dan
tidak dituliskan dalam laporan akhir nanti.
Kepesertaan pada penelitian ini adalah sukarela
Kepesertaan Saudara/I sebagai peserta penelitian ini bersifat sukarela. Saudara/I
dapat menolak untuk mengisi identitas atau pertanyaan apabila tidak sesuai
keinginan dan dapat mengembalikan kuesioner melalui penanggung jawab yang
telah peneliti tunjuk sebelumnya.
JIKA SETUJU UNTUK MENJADI PESERTA PENELITIAN
Jika setuju untuk menjadi peserta penelitian ini, Saudara/i kami minta untuk
menandatangani formulir ‘Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)
sebagai Peserta Penelitian’ setelah Saudara/i benar-benar memahami tentang
penelitian ini. Bila ada pertanyaan yang perlu disampaikan kepada peneliti, dapat
menghubungi : Ni Putu Rani Apsari Dewi (081246090747) atau Hananya Dwi
Anggi Manurung (081339399802)
Peneliti, Peserta/Subjek Penelitian,

Nama
Tanggal
Lampiran 2. Kuesioner Tingkat Pengetahuan Cara Pengukuran Antropometri pada
Anak Bawah Lima Tahun (Balita)

24
A. Identitas Responden Penelitian
Nama :
Tanggal lahir :
Pendidikan terakhir :
Pekerjaan :
Alamat :
Nomor telepon :
Lama menjadi kader :
Pernah pelatihan : sudah ….. kali/belum (pilih salah satu)

B. Pengetahuan Tentang Stunting dan Pengukuran Antropometri


Petunjuk menjawab soal :
Berilah tanda centang (√ ) pada kolom yang menurut anda benar!
Jawaban
No Pernyataan
Benar Salah
1. Stunting merupakan keadaan dimana berat
badan rendah terhadap panjang badan atau
tinggi badan
2. Menurut WHO bayi dikatakan stunting
apabila berat badan terhadap tinggi badan
kurang dari -2 Standar Deviasi
3. Kondisi stunting akan tampak pada saat usia
bayi 1 tahun
4. Pemantauan tumbuh kembang balita
dipantau setiap 6 bulan
5. Anak berusia lebih dari 1 tahun ditimbang
menggunakan timbangan dacin
6. Anak berusia kurang dari 1 tahun ditimbang
dengan menggunakan timbangan bayi
7. Bandul geser dacin pada angka 0
8. Timbangan dacin diseimbangkan dengan
meletakkan kantong plastik berisi batu di
tengah batang dacin
9. Saat menimbang berat badan sepatu dilepas
10. Membaca hasil pengukuran dengan cara
melihat angka di ujung lancip bandul geser
11. Menggunakan timbangan injak, anak boleh
dipegangi
12. Menggunakan timbangan bayi, bayi boleh
dipegangi
13. Anak berusia kurang dari 2 tahun dilakukan

25
pengukuran Panjang Badan (PB) dengan
menggunakan infantometer
14. Meletakkan infantometer pada permukaan
yang datar dan keras
15. Menidurkan bayi pada infantometer dengan
posisi kaki menempel pada dinding papan
atas
16. Pengukuran panjang badan pada bayi,
tangan petugas menekan lutut bayi agar
lurus dan tidak bengkok
17. Menggeser alat pengukur bagian bawah
sehingga menyinggung telapak kaki bayi
18. Anak usia lebih dari 2 tahun dilakukan
pengukuran Tinggi Badan (TB) dengan
menggunakan microtoise
19. Tempelkan microtoise pada dinding yang
lurus dan datar setinggi tepat 2 meter
20. Saat mengukur tinggi badan alas kaki
dilepas
21. Anak berdiri tegak dan menghadap ke
bawah saat pengukuran TB
22. Anak yang diukur TB nya, punggung
menempel pada tiang pengukur.
23. Anak yang diukur TB nya, pantat menempel
pada tiang pengukur.
24. Membaca angka pada skala yang nampak
pada lubang diatas gulungan microtoise
25. Lingkar kepala diukur diatas alis mata
26. Lingkar kepala diukur diatas kedua telinga
27. Lingkar kepala diukur menggunakan
meteran pada bagian kepala yang mendatar
28. Mengukur LILA menggunakan meteran
29. Mengukur LILA boleh di lengan kanan
maupun kiri
30. Melingkarkan pita meteran di lengan atas
dekat siku

26

Anda mungkin juga menyukai