Oleh :
Pembimbing :
dr. Pande Putu Januraga, M.Kes, DrPH
Oleh :
Pembimbing :
dr. Pande Putu Januraga, M.Kes, DrPH
i
KATA PENGANTAR
Stunting atau kerdil adalah keadaan balita yang memiliki panjang atau tinggi
badan kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi balita dikatakan stunting
jika hasil pengukuran panjang atau tinggi badan dibandingkan umur kurang dari
minus dua standar deviasi pertumbuhan anak berdasarkan grafik pertumbuhan
World Health Organization (WHO). Stunting atau kerdil masih menjadi masalah
gizi di Indonesia khususnya di Bali. Kader posyandu merupakan petugas yang
berperan penting dalam mengatasi masalah gizi di masyarakat termasuk stunting
sehingga perlu memiliki pengetahuan dan kemampuan yang memadai. Akan
tetapi, menurut data UPTD Puskesmas Kerambitan I tidak terdapat data terkait
dengan keterampilan kader posyandu terkait pengukuran antropometri sebagai
upaya deteksi stunting itu sendiri.
Keterampilan kader posyandu terkait pengukuran antropometri sangat penting
dalam menjalankan tugasnya dan hasil yang didapatkan nantinya akan
menggambarkan kejadian stunting itu sendiri sehingga penulis melakukan
penelitian mengenai Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Posyandu tentang
Cara Pengukuran Antropometri sebagai Upaya Deteksi Kejadian Stunting pada
Anak Bawah Lima Tahun (BALITA) di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Kerambitan I pada Bulan Juni 2019.
Penelitian ini dilakukan untuk mengukur dan mengetahui tingkat keterampilan
kader posyandu cara pengukuran antropometri sebagai upaya deteksi kejadian
stunting pada anak bawah lima tahun (BALITA) di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Kerambitan I pada bulan Juni 2019 yang dilaksanakan antara UPTD
Puskesmas Kerambitan I dan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana sebagai
pihak kedua.
Terlaksananya penelitian ini perancangan sampai dengan penulisan laporan hasil
penelitian adalah berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik lembaga
maupun individual. Kami mengucapkan terima kasih kepada sejumlah lembaga
dan masyarakat yang telah berkenan memberikan kontribusi pada saat melakukan
penelitian yaitu staf UPTD Puskesmas Kerambitan I dan masyarakat wilayah
Kecamatan Kerambitan. Kami juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
ii
kepada dr. Pande Putu Januraga, M.Kes, DrPH selaku pembimbing, atas segala
bimbingan, saran dan masukannya untuk menyelesaikan laporan penelitian ini dan
dr. Made Sukamertha, SH, M.Kes selaku kepala UPTD Puskesmas Kerambitan I
atas segala bimbingan dan masukannya. Ucapan terima kasih juga kami
sampaikan kepada masyarakat yang telah bersedia berpartisipasi serta membantu
dalam penelitian ini sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Harapan
kami laporan ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca dan dapat menjadi
acuan dalam perencanaan kegiatan dalam meningkatkan taraf kesehatan di
Indonesia khususnya di Bali.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM.............................................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum................................................................................ 3
1.3.2 Tujuan Khusus............................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 5
2.1 Definisi Stunting...................................................................................... 5
2.2 Kader Posyandu....................................................................................... 6
2.3 Pengetahuan............................................................................................ 8
2.4 Pengukuran Antropometri....................................................................... 12
BAB III KERANGKAN BERPIKIR DAN KERANGKA KONSEP.............. 16
3.1 Kerangka Berpikir................................................................................... 16
3.2 Kerangka Konsep.................................................................................... 17
BAB IV METODE PENELITIAN..................................................................... 18
4.1 Jenis Rancangan Penelitian..................................................................... 18
4.2 Subjek Penelitian..................................................................................... 18
4.2.1 Populasi.......................................................................................... 18
4.2.1.1 Populasi Target................................................................... 18
4.2.1.2 Populasi Terjangkau........................................................... 18
4.2.2 Sampel............................................................................................ 18
4.2.2.1 Kriteria Sampel.................................................................. 18
4.2.2.2 Teknik Penentuan Sampel.................................................. 18
4.3 Variabel Penelitian................................................................................... 19
4.3.1 Klasifikasi Variabel........................................................................ 19
4.3.2 Definisi Operasional Variabel........................................................ 20
4.4 Bahan Penelitian...................................................................................... 21
4.5 Instrumen Penelitian................................................................................ 22
iv
4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................... 22
4.7 Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data...................................... 22
4.8 Cara Pengolahan dan Analisis Data........................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 24
LAMPIRAN................................................................................................... 26
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
(WHO) menyatakan suatu negara dikatakan memiliki tingkat stunting yang tinggi
jika berada pada rentangan 30 – 39%.
Dalam proses pendataan tersebut, pihak-pihak yang berperan penting adalah
posyandu dan kader posyandu. Posyandu atau pos pelayanan terpadu adalah salah
satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat dan berfungsi untuk
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan dalam memperoleh
pelayanan kesehatan dasar (Kemenkes RI, 2014). Kader posyandu adalah orang
yang dipilih masyarakat dan dilatih untuk menangangi masalah kesehatan
perseorangan maupun masyarakat. Kader posyandu bekerja dalam hubungan yang
dekat dengan puskesmas (Adistie, Fanny; Maryam, Nenden Nur Asriyani;
Lumbantobing 2017).
Kader posyandu berperan penting dalam memantau tumbuh kembang balita.
Kader posyandu secara teknis bertugas antara lain untuk mendata balita,
melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan balita serta mencatatnya
secara berkala tiap bulan dalam Kartu Menuju Sehat (KMS). Hambatan kemajuan
pertumbuhan berat badan anak dapat segera terlihat pada kurva pertumbuhan hasil
pengukuran periodik yang tertera dan dicatat pada KMS tersebut (Nurainun,
Ardiani, & Sudaryati, 2015). Keterampilan kader posyandu salah satu diantaranya
meliputi kemampuan melakukan tahapan-tahapan penimbangan, dimana kader
kesehatan biasanya melakukan kegiatan penimbangan belum sesuai dengan
prosedur-prosedur pengukuran antropometri, sehingga hasil yang diperoleh dari
penimbangan kurang tepat (Hida & Mardiana, 2011).
Ketelitian, pengetahuan dan keterampilan kader posyandu dalam melakukan
pengukuran antropometri sangatlah penting, karena hal ini menyangkut dengan
pertumbuhan balita. Keterampilan kader yang kurang dapat menyebabkan
interpretasi status gizi yang salah dan dapat berakibat pula pada kesalahan dalam
mengambil keputusan dan penanganan masalah tersebut (Handarsari, Syamsianah,
Astuti, 2015).
Menurut data UPTD Puskesmas Kerambitan I, tidak terdapat data terkait
dengan evaluasi tingkat pengetahuan kader posyandu tentang pengukuran
antropometri pada balita. Pengetahuan kader posyandu tentang pengukuran
antropometri pada balita ini penting dalam menjalankan tugasnya. Berdasarkan
2
hal tersebut, peneliti merasa perlu melakukan penelitian untuk mengetahui
gambaran tingkat pengetahuan kader posyandu tentang pengukuran antropometri
sebagai upaya deteksi kejadian stunting pada anak bawah lima tahun (balita) di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Kerambitan I pada bulan Juni 2019.
3
Dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengevalusi pengetahuan kader
posyandu tentang cara pengukuran antropometri sebagai upaya deteksi
kejadian stunting pada anak bawah lima tahun (balita) di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Kerambitan I dan untuk merencanakan pelatihan bagi
kader posyandu.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan resiko tinggi untuk
munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah,
kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua (TNP2K, 2017). Stunting sangat
berhubungan dengan kemampuan menerima pendidikan yang rendah dan
penghasilan rendah pada masa dewasa. Anak-anak yang menderita stunting
berkemungkinan besar untuk tumbuh menjadi orang dewasa yang tidak
berpendidikan, lebih rendah tingkat ekonominya, dan lebih rentan terkena non-
communicable diseases. Anak-anak yang menderita stunting juga kemungkinan
memiliki kualitas penyerapan dan penguasaan materi pembelajaran yang rendah.
Oleh sebab itu, stunting di Indonesia dapat mengurangi kualitas SDM di masa
depan dan meningkatkan beban ekonomi Indonesia (Unicef Indonesia, 2012).
6
Posyandu mempunyai peran penting sebagai salah satu kegiatan sosial bagi
ibu-ibu untuk memantau tumbuh kembang anak. Pemantauan pertumbuhan anak
melalui penimbangan balita yang dilakukan secara berkala pada setiap bulannya
akan dicatat pada sistem Kartu Menuju Sehat (KMS). Hambatan kemajuan
pertumbuhan berat badan anak dapat segera terlihat pada kurva pertumbuhan hasil
pengukuran periodik yang tertera dan dicatat pada KMS tersebut. Naik turunnya
jumlah anak balita yang mengalami hambatan pertumbuhan dapat segera terlihat
dalam jangka waktu pendek (bulan) dan dapat segera diteliti lebih jauh
penyebabnya, dan secepat mungkin dapat dibuat rancangan untuk diambil
tindakan penanggulangan (Nurainun, Ardiani, & Sudaryati, 2012).
Tugas kegiatan kader akan ditentukan, mengingat bahwa pada umumnya
kader bukanlah tenaga profesional melainkan hanya membantu dalam pelayanan
kesehatan. Dalam hal ini perlu adanya pembatasan tugas yang diemban, baik
menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan. (Kemenkes RI, 2011)
Peranan kader dalam kegiatan posyandu sangat besar. Menurut Depkes RI
ada dua peran kader yaitu: (Kemenkes RI, 2011)
1. Peran kader saat posyandu (sesuai dengan sistem lima meja) adalah:
a. Melaksanakan pendaftaran (pada meja I)
b. Melaksanakan penimbangan bayi balita (pada meja II)
c. Melaksanakan pencatatan hasil penimbangan (pada meja III)
d. Memberikan penyuluhan (pada meja IV)
e. Memberi dan membantu pelayanan yang dilakukan oleh petugas
puskesmas (pada meja V)
2. Peran kader di luar posyandu adalah:
a. Menunjang pelayanan KB, KIA, imunisasi, gizi dan penanggulangan
diare.
b. Mengajak ibu-ibu untuk datang pada hari kegiatan posyandu.
c. Menunjang upaya kesehatan lainnya yang sesuai dengan permasalahan
yang ada, seperti pemberantasan penyakit menular, penyehatan rumah,
pembersihan sarang nyamuk, pembuangan sampah, penyediaan sarana air
bersih, menyediakan sarana jamban keluarga, pemberian pertolongan
pertama pada penyakit, P3K dan dana sehat.
7
Kader posyandu tidaklah bekerja dalam suatu ruangan yang tertutup, namun
mereka itu bekerja dan berperan sebagai seorang pelaku dari sebuah sistem
kesehatan, karena itulah mereka harus dibina, dituntun serta didukung oleh para
pembimbing yang lebih terampil dan berpengalaman. Hal ini bertujuan agar kader
posyandu dapat melakukan fungsinya dengan baik. (Kemenkes RI, 2011)
Ketelitian, pengetahuan dan keterampilan kader posyandu dalam melakukan
pengukuran antropometri sangatlah penting, karena hal ini menyangkut dengan
pertumbuhan balita. Keterampilan kader yang kurang dapat menyebabkan
interpretasi status gizi yang salah dan dapat berakibat pula pada kesalahan dalam
mengambil keputusan dan penanganan masalah tersebut. Dengan demikian,
kemampuan kader harus dikembangkan untuk berpotensi secara maksimal,
dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang disesuaikan dengan tugas yang
diemban, dalam mengelola posyandu agar dapat berperan aktif dalam
meningkatkan kesehatan masyarakat (Handarsari, Syamsianah, Astuti, 2015).
2.3 Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “Tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan
tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian presepsi terhadap obyek.
Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga.
(Notoatmodjo, 2012)
2.3.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan dapat mempengaruhi prilaku dan sikap seseorang, namun
banyak faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan itu sendiri. Adapun
menurut Budiman & Riyanto (2013) menjelaskan tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan diantaranya sebagai berikut:
a. Pendidikan
Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan di mana diharapkan
seseorang dengan pendididkan tinggi, orang tersebut akan semakin luas
pengetahuannya. Namun, perlu ditekankan bahwa seorang yang
8
berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.
Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan
tetapi dapat diperoleh juga pada pendidikan nonformal. Pengetahuan
seseorang tentang suatu objek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif
dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap
seseorang terhadap objek tertentu. Semakin banyak aspek positif terhadap
objek yang diketahui, maka akan menumbuhkan sikap yang semakin positif
terhadap objek tersebut.
Pendidikan dijelaskan sebagai suatu usaha untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekoalah (baik formal
maupun nonformal), berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi
proses belajar maka dari itu, semakin seseorang memiliki pendidikan yang
tinggi, maka semakin mudah orang tersebut untuk menerima informasi.
Dengan pendidikan yang tinggi, maka seseorang akan cenderung untuk
mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media masa.
Semakin banyak informasi yang masuk maka semakin banyak pula
pengetahuan yang didapatkan tentang kesehatan.
b. Sosial, budaya dan ekonomi
Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu
fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial
ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. Kebiasaan dan
tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang
dilakukannya baik atau buruk. Dengan demikian, seseorang akan bertambah
pengetahuannya walaupun tidak melakukan.
c. Lingkungan
Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam
individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena
adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon sebagai
pengetahuan oleh setiap individu. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada
di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.
9
d. Pengalaman
Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan akan memberikan
pengetahuan dan keterampilan profesional, serta dapat mengembangkan
kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari
keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata
dalam bidang kerjanya. Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah
suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang
kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang
dihadapi masa lalu.
e. Usia
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan
pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.
Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan
kehidupan sosial, serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya
upaya menyesuaikan diri menuju usia tua. Selain itu, orang usia madya akan
lebih banyak menggunakan banyak waktu utnuk membaca. Kemampuan
intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir
tidak ada penurunan pada usia dini. Usia mempengaruhi daya tangkap dan
pola pikir seseorang.
2.3.2. Tingkat Pengetahuan
Dibutuhkan tahapan atau tingkat kemampuan untuk memahami informasi
agar mendapatkan pengetahuan. Menurut Notoatmodjo (2012), tingkat
pengetahuan terdiri dari 6 (enam) tingkatan, yakni :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan dan sebagainya.
10
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan, contoh menyimpulkan dan meramalkan
terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari kepada situasi atau kondisi real sebenarnya. Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengguna hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisa (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya dengan satu sama lain. Kemampuan
analisis ini dapat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat
menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan
sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis yaitu menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru, misalnya dapat menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi
yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
didasarkan pada suatu kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengukuran tingkat pengetahuan dapat diukur melalui kuesioner atau angket
yang dijelaskan oleh Budiman dan Riyantio (2013) bahwa pengukuran pengetahuan
dapat diperoleh dari kuesioner atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin
diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalam pengetahuan yang ingin kita
ketahui atau kita ukur dapat juga disesuaikan dengan tingkat pengetahuan tersebut di
atas. Sedangkan kualitas pengetahuan pada masing-masing tingkat pengetahuan dapat
11
dilakukan dengan scoring. Menurut Budiman & Riyanto (2013) pengetahuan
seseorang dibagi menjadi tiga tingkatan yang didasarkan pada nilai presentase sebagai
berikut:
1) Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya ≥75%.
2) Tingkat pengetahuan kategori Cukup jika nilainya 56-74%.
3) Tingkat pengetahuan kategori Kurang jika nilainya ≤55%.
12
b. Mengisikan data berat badan anak ke dalam KMS,
c. Penilaian naik atau tidak naik berat badan anak sesuai dengan arah garis
pertumbuhannya.
Data hasil pemantauan pertumbuhan seorang anak bersumber dari kegiatan
pengukuran antropometri di posyandu yang dilakukan oleh kader posyandu, jika
hasil yang didapat tidak akurat maka gambaran status gizi seorang anak hasilnya
pun tidak akurat (Depkes RI, 2013).
Menurut Arya Utami NW (2016), untuk memantau pertumbuhan fisik anak,
sering digunakan ukuran-ukuran antropometrik sebagai berikut:
a. Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling
sering digunakan. Pada bayi baru lahir (neonatus), berat badan digunakan
untuk mendiagnosis bayi normal atau BBLR. Dikatakan BBLR apabila berat
bayi lahir di bawah 2500 gram (2,5 kg). Pada masa bayi-balita, berat badan
dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi,
kecuali terdapat kelainan klinis seperi dehidrasi, asites, edema, dan adanya
tumor. Di samping itu pula berat badan dapat dipergunakan sebagai dasar
perhitungan obat dan makanan. Pengukuran berat badan ini dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai alat timbangan seperti dacin untuk
menimbang berat badan balita, timbangan injak digital, timbangan bayi,
maupun timbangan lainnya.
b. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang
telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Di
samping itu, tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting karena
dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan, faktor umur dapat
dikesampingkan. Pengukuran tinggi badan pada umumnya dilakukan dengan
menggunakan alat yang mempunyai ketelitian 0,1 cm. Anak berumur 0-2
tahun diukur dengan ukuran panjang badan (infantometer) sedangkan anak
berumur lebih dari 2 tahun dengan menggunakan microtoise.
c. Lingkar Kepala
13
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak
secara praktis, yang biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari
besarnya kepala atau peningkatan ukuran kepala. Contoh yang sering
digunakan adalah kepala besar (hidrosefalus) dan kepala kecil (mikrosefalus).
Lingkar kepala terutama dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang
tengkorak. Ukuran otak meningkat secara cepat pada tahun pertama, akan
tetapi besar lingkaran kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan
gizi. Bagaimanapun juga ukuran otak dan lapisan tulang kepala dan tengkorak
dapat bervariasi sesuai dengan keadaan gizi. Lingkar kepala dapat juga
digunakan sebagai informasi tambahan dalam pengukuran umur.
Pengukurannya dapat dilakukan dengan menggunakan pita ukuran lingkar
kepala maupun pita meteran kain.
d. Lingkar Lengan Atas (LILA)
Lingkar lengan atas (LILA) dewasa ini merupakan salah satu pilihan
untuk penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan
alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga yang lebih murah. Pengukurannya
dapat dilakukan dengan menggunakan pita lingkar lengan atas maupun pita
meteran kain. Akan tetapi, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian,
terutama jika digunakan sebagai pilihan tunggal untuk indeks status gizi,
antara lain:
1. Baku lingkar lengan atas yang digunakan sekarang belum mendapat
pengujian yang memadai untuk digunakan di Indonesia. Hal ini
didasarkan pada hasil-hasil penelitian yang umumnya menunjukkan
perbedaan angka yang cukup berarti antar penggunaan LILA di satu
pihak dengan berat bedan menurut umur atau berat menurut tinggi
badan maupun indeks-indeks lain di pihak lain.
2. Kesalahan pengukuran pada LILA (pada berbagai tingkat
keterampilan pengukur) relatif lebih besar dibandingkan dengan
tinggi badan, mengingat batas antara baku dengan gizi kurang, lebih
sempit pada LILA daripada tinggi badan. Ini berarti kesalahan yang
sama besar jauh lebih berarti pada LILA dibandingkan dengan
tinggi badan.
14
3. Lingkar lengan atas sensitif untuk suatu golongan tertentu
(prasekolah), tetapi kurang sensitif pada golongan lain terutama
orang dewasa. Tidak demikian halnya dengan berat badan. Alat ukur
yang digunakan merupakan suatu pita pengukur yang terbuat dari
fiberglass atau jenis kertas tertentu berlapis plastik.
15
BAB III
KERANGKA BERPIKIR DAN KERANGKA KONSEP
16
3.2 Kerangka Konsep
Variabel bebas
Karakteristik Variabel terikat
Kader Posyandu Pengetahuan dan
demografi dan
status pelatihan keterampilan
17
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
18
n=
Keterangan:
n = besar sampel
N= besar populasi
d = tingkat kepercayaan/ ketepatan yang diinginkan
n=
n=
n=
n=
n = 68,75
Berdasarkan perhitungan di atas, jumlah sampel minimum yang
dibutuhkan adalah 68,75 orang dan dibulatkan menjadi 70 orang
sebagai subjek penelitian. Sampel diambil secara acak dari tujuh desa di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Kerambitan I. Setiap desa diambil
sampel sebanyak sepuluh kader posyandu secara acak sehingga
didapatkan jumlah sampel sebesar 70 sampel.
19
Usia didefinisikan sebagai selisih tanggal lahir responden dengan
tanggal pelaksanaan pengambilan data.
Hasil ukur : Umur responden dalam tahun
Alat ukur :-
Skala : Skala ordinal
2. Pendidikan
Jenjang pendidikan terakhir yang telah diselesaikan oleh responden.
Hasil ukur : Rendah (Tidak tamat sekolah, SD, SMP)
Tinggi (SMA, perguruan tinggi)
Alat ukur :-
Skala : Skala ordinal
3. Pekerjaan
Kegiatan responden dalam mencari nafkah untuk menambah
penghasilan keluarga.
Hasil ukur : Ibu rumah tangga
Pegawai negeri sipil (PNS)
Wiraswasta
Alat ukur :-
Skala : Skala nominal
4. Lama menjadi kader
Selisih tanggal mulai bertugas sebagai kader posyandu dengan
tanggal pelaksanaan pengambilan data.
Hasil ukur : Lama kerja kader dalam tahun
Alat ukur :-
Skala : Skala ordinal
5. Keikutsertaan dalam pelatihan
Partisipasi responden dalam menghadiri dan mengikuti pelatihan
tentang pengukuran antropometri, stunting dan gizi sebelumnya.
Hasil ukur : Pernah
Tidak pernah
Alat ukur :-
Skala : Skala nominal
6. Tingkat pengetahuan terhadap pengukuran antropometri sebagai
upaya deteksi kejadian stunting
Segala sesuatu yang diketahui responden tentang pengukuran
antropometri sebagai upaya deteksi kejadian stunting terkait: definisi
stunting dan cara pengukuran antropometri meliputi pengukuran
berat badan, tinggi badan, lingkar kepala serta lingkar lengan atas
Hasil ukur : Nilai responden dalam rentang 0-100
Alat ukur : kuesioner tingkat pengetahuan tentang pengukuran
antropometri
Skala : Skala ordinal
20
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti
terhadap sampel. Data primer dalam penelitian ini berupa data penilaian
tingkat pengetahuan kader posyandu tentang cara pengukuran antropometri.
Data penilaian tingkat pengetahuan kader posyandu akan diambil
menggunakan kuesioner pengetahuan tentang cara pengukuran antropometri
sebagai upaya deteksi stunting pada balita. Data sekunder adalah data yang
diperoleh dari orang lain atau tempat lain. Data sekunder yaitu data yang
diperoleh dari pemegang program gizi di UPTD Puskesmas Kerambitan I.
Data sekunder dalam penelitian ini berupa data jumlah posyandu serta jumlah
kader serta nama kader pada setiap posyandu.
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner pengetahuan
tentang cara pengukuran antropometri sebagai upaya deteksi stunting pada
balita. Kuesioner pengetahuan berbentuk daftar pertanyaan untuk dijawab
oleh sampel untuk mengetahui tingkat pengetahuan kader posyandu tentang
cara pengukuran antropometri sebagai upaya deteksi stunting pada balita.
Kuesioner pengetahuan tentang cara pengukuran antropometri dibuat peneliti
diadaptasi dari penelitian sebelumnya.
21
5. Kuesioner pengetahuan tentang cara pengukuran antropometri diberikan
kepada kader posyandu untuk diisi dan proses pengisiannya didampingi
oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan yang kurang dipahami
22
DAFTAR PUSTAKA
23
dapat menjadi bahan pertimbangan dalam upaya deteksi kejadian stunting yang
lebih akurat.
Ketidaknyamanan dan risiko/kerugian yang mungkin akan dialami oleh
peserta penelitian
Dalam menjadi peserta penelitian ini, kami mohon kesediaan Saudara/I dalam
mengisi kuesioner yang berisi identitas dan menjawab pertanyaan dengan sebenar-
benarnya mengenai cara pengukuran antropometri pada anak bawah lima tahun
(balita). Tidak ada kerugian/risiko fisik yang akan terjadi dalam penelitian ini.
Kerahasiaan data penelitian
Hasil data kuesioner akan direkap dan diolah menjadi sebuah laporan dan
publikasi dimana nama dan identitas pribadi Saudara/I akan dirahasiakan dan
tidak dituliskan dalam laporan akhir nanti.
Kepesertaan pada penelitian ini adalah sukarela
Kepesertaan Saudara/I sebagai peserta penelitian ini bersifat sukarela. Saudara/I
dapat menolak untuk mengisi identitas atau pertanyaan apabila tidak sesuai
keinginan dan dapat mengembalikan kuesioner melalui penanggung jawab yang
telah peneliti tunjuk sebelumnya.
JIKA SETUJU UNTUK MENJADI PESERTA PENELITIAN
Jika setuju untuk menjadi peserta penelitian ini, Saudara/i kami minta untuk
menandatangani formulir ‘Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)
sebagai Peserta Penelitian’ setelah Saudara/i benar-benar memahami tentang
penelitian ini. Bila ada pertanyaan yang perlu disampaikan kepada peneliti, dapat
menghubungi : Ni Putu Rani Apsari Dewi (081246090747) atau Hananya Dwi
Anggi Manurung (081339399802)
Peneliti, Peserta/Subjek Penelitian,
Nama
Tanggal
Lampiran 2. Kuesioner Tingkat Pengetahuan Cara Pengukuran Antropometri pada
Anak Bawah Lima Tahun (Balita)
24
A. Identitas Responden Penelitian
Nama :
Tanggal lahir :
Pendidikan terakhir :
Pekerjaan :
Alamat :
Nomor telepon :
Lama menjadi kader :
Pernah pelatihan : sudah ….. kali/belum (pilih salah satu)
25
pengukuran Panjang Badan (PB) dengan
menggunakan infantometer
14. Meletakkan infantometer pada permukaan
yang datar dan keras
15. Menidurkan bayi pada infantometer dengan
posisi kaki menempel pada dinding papan
atas
16. Pengukuran panjang badan pada bayi,
tangan petugas menekan lutut bayi agar
lurus dan tidak bengkok
17. Menggeser alat pengukur bagian bawah
sehingga menyinggung telapak kaki bayi
18. Anak usia lebih dari 2 tahun dilakukan
pengukuran Tinggi Badan (TB) dengan
menggunakan microtoise
19. Tempelkan microtoise pada dinding yang
lurus dan datar setinggi tepat 2 meter
20. Saat mengukur tinggi badan alas kaki
dilepas
21. Anak berdiri tegak dan menghadap ke
bawah saat pengukuran TB
22. Anak yang diukur TB nya, punggung
menempel pada tiang pengukur.
23. Anak yang diukur TB nya, pantat menempel
pada tiang pengukur.
24. Membaca angka pada skala yang nampak
pada lubang diatas gulungan microtoise
25. Lingkar kepala diukur diatas alis mata
26. Lingkar kepala diukur diatas kedua telinga
27. Lingkar kepala diukur menggunakan
meteran pada bagian kepala yang mendatar
28. Mengukur LILA menggunakan meteran
29. Mengukur LILA boleh di lengan kanan
maupun kiri
30. Melingkarkan pita meteran di lengan atas
dekat siku
26