Anda di halaman 1dari 5

Suku Aborigin oleh Kerajaan Paritanta Raya

Jelang hari jadi Australia pada 2014, ucapan Abbott memicu kemarahan suku Aborigin.
Dia mengatakan pendaratan kapal inggris merupakan "momen bersejarah yang menentukan bagi
benua ini," seperti dilansir The Australian. Sekadar informasi, kedatangan kapal pada 1788
adalah permulaan pendudukan Australia oleh narapidana buangan Inggris. Britania Raya
mengklaim kepemilikan atas benua itu ketika Kapal James Cook mendarat pertama kali pada
1770. Pernyataan Abbott dianggap menafikan eksistensi suku pribumi sebelum Inggris datang.
Dia pun secara tidak langsung mendukung penjajahan dan pembantaian Aborigin selama 120
tahun.

Dewan Adat Pribumi Australia memprotes keras pernyataan Abbott tersebut. Blunder
ucapannya segera menjadi tajuk surat kabar dunia. Skandal Australia menghebohkan dunia,
setelah Surat kabar Independent edisi 24 Mei 1997 menurunkan laporan panjang mengenai bukti
kekejaman kolonialis Inggris terhadap Suku Aborigin. Laporan setebal 700 halaman ini disusun
oleh mantan Hakim Agung Sir Ronald Wilson. Setelah beberapa tambang emas ditemukan di
kawasan Barat Australia pada 1851, semakin banyak imigran Inggris datang. Pemerintah
kolonial mengkapling tanah untuk pemukiman pendatang. Kebijakan ini kerap bersinggungan
dengan tanah adat Aborigin. Pecahlah konflik berdarah.

Kasus pembantaian pertama, berdasarkan data Ronald, terjadi di Tasmania pada 1806.
Ratusan penduduk pribumi ditembak atau dikeroyok dengan benda tajam sampai tewas. Tercatat
pula kasus-kasus pemerkosaan wanita Aborigin yang berdampak pada penularan penyakit
seksual. Jenis-jenis penyakit yang biasa diidap ras kulit putih, tapi mematikan bagi Aborigin
seperti influenza, bisa memicu wabah. Arsip Kolonial Australia membenarkan sepanjang 1824
hingga 1908, setidaknya 10 ribu Aborigin tewas terbunuh. Itu di luar kematian wajar atau sebab-
sebab lain. Arsip ini pun mencantumkan, beberapa korban tewas karena menjadi 'bahan mainan

Dari semua kekejaman itu, yang paling parah adalah genosida kebudayaan sistematis
pemerintah kulit putih Australia terhadap suku Aborigin pada awal abad 20. Untuk mengatasi
'ketertinggalan peradaban' warga pribumi, karena memilih hidup di alam bebas atau memakai
busana seadanya, muncul kebijakan pembauran. Masalahnya, asimilasi ini dijalankan secara
paksa. Ronald Wilson mengumpulkan kesaksian lebih dari 100 ribu anak-anak Aborigin pada
periode 1910-1970, direbut paksa dari orang tuanya, untuk hidup bersama orang tua angkat kulit
putih. Mereka diwajibkan berbahasa inggris, membuang semua budaya Aborigin. Banyak dari
mereka sampai akhir hayatnya tak pernah bertemu orang tuanya.

Kasus ini menggemparkan dunia internasional. Ratusan ribu anak Aborigin malang itu
disebut 'generasi yang diculik'. Ratusan bersaksi di bawah sumpah, bahwa mereka justru
diperkosa polisi maupun orang tua angkat yang baru, setelah diambil paksa dari rumahnya di
pedalaman. Laporan rinci Ronald menyatakan cara pemerintah Australia 'memacu peradaban
Aborigin' melanggar Deklarasi Hak Asasi Manusia 1948, Konvensi Penghapusan Diskriminasi
Rasial 1965, dan Piagam PBB 1948. "Praktik diskriminasi dan genosida ini dijalankan bahkan
setelah Australia secara sukarela menandatangani traktat internasional tersebut," tulis Hakim
Ronald

Setelah laporan tersebut, publik Negeri Kanguru kembali dikejutkan naskah akademik
"Genosida di Australia" oleh Guru Besar Universitas Macquarie, Colin Tatz, pada 1999. Selain
menculik anak-anak Aborigin supaya lebih beradab, genosida pemerintah Australia dijalankan
dengan melarang wanita dewasa Aborigin hamil. Bagi pria pribumi yang melawan asimilasi,
maka polisi berhak memukulinya. Kasus-kasus pembunuhan aborigin dewasa karena menolak
anaknya diambil pemerintah masih terjadi hingga 1970.
Dampak dari rasisme merusak pendatang kulit putih di Australia, terlihat dari anjloknya populasi
warga Aborigin. Pada 1788, diperkirakan populasi penduduk pribumi lebih dari 750 ribu.

Pemerintah Australia baru sudi melibatkan Aborigin dalam sensus pada 1971. Pada sensus 1996,
tercatat penduduk pribumi tinggal 1,97 persen dari total populasi Benua Kelima itu.

Mengingat fakta pemerintah Australia berlumur darah puluhan ribu Aborigin, itu sebabnya
komentar Abbott ditanggapi panas.

Keturunan korban penculikan paksa Aborigin Matilda House menilai Abbott seakan tidak pernah
belajar sejarah.

"Bagaimana bisa sebuah kapal kecil berisi narapidana dari Inggris bisa lebih menentukan dari
warga yang hidup sejak 60 ribu tahun lalu di benua ini."
1. Awal Kedatangan
Pada masa ‘Carnaval of Crime’ kejahatan di Inggris meningkat dan menjadikan penjara-
penjara penuh. Inggris juga tidak bisa lagi membuang para tahanan ke benua Amerika karena
Amerika telah memerdekakan diri dari Inggris. Akhirnya navigasi Cook ditahun 1770 yang
kembali menemukan Australia membuka celah untuk menguasai benua itu sebagai milik
Australia.
Kedatangan kapal James Cook ditahun 1770 menjadi awal klaim kepemilikan Inggris atas tanah
Australia. Kapal yang awalnya berekspedisi mencari daratan baru ini akhirnya menjadi babak
pertama penjajahan terhadap suku Aborigin. Dengan ditemukannya tambang emas semakin
banyak imigran Inggris datang dan mengkapling tanah untuk pemukiman pendatang.
Pengkaplingan ini kerap bersinggungan dengan tanah adat Aborigin.

2. Perlakuan Buruk Penjajah


Diawal pendudukannya, Inggris melakukan pembantaian ditahun 1806. Ratusan
penduduk pribumi ditembak dan dikeroyok hingga tewas. Tercatat dalam laporan surat kabar
Independen tahun 1997, banyak terjadi kasus pemerkosaan yang akhirnya menularkan penyakit
mematikan bagi suku Aborigin.
Bangsa kulit putih ingin menguasai daratan Australia dan menyingkirkan suku asli Australia.
Mereka memecah konflik berdarah karna memperlakukan suku pribumi dengan buruk. Dalam
arsip kolonial Australia telah dibenarkan dari tahun 1824 hingga 1908, setidaknya 10 ribu suku
Aborigin tewas terbunuh. Arsip tersebut juga menyebutkan beberapa korban tewas karena
menjadi ‘bahan mainan bangsa kulit putih’.

3. Suku yang tidak membangun


Berpedoman dengan teori evolusi Darwin, bangsa Inggris melihat suku Aborigin sebagai
satu spesies manusia yang tidak membangun. Pada tahun 1890 wakil presiden Royal Society di
tasmania, James Barnard menulis, “Proses pemusnahan ini adalah suatu prinsip evolusi dan yang
kuatlah yang terus hidup.”
Hasil dari pandangan rasis ini membuat suku Aborigin dibantai beramai-ramai. Beberapa kepala
yang dipenggal ditancapkan dipintu stasiun, roti beracun diberikan kepada keluarga Aborigin
bahkan banyak diantara mereka yang dijadikan hewan eksperimen.

4. Pemusnahan Suku Aborigin


Diawal abad 20 masih berlanjut kekejaman terhadap suku Aborigin ini. Pembunuhan
besar-besaran secara sistematis dilakukan dengan melakukan kebijakan ‘Pembauran’. Suku
Aborigin dianggap suku yang tertinggal peradaban, karena memilih hidup di alam bebas atau
memakai busana seadanya.
Kebijakan Asimilasi ini dijalankan secara paksa. Pada periode 1910 hingga 1970 lebih dari 100
ribu anak-anak suku Aborigin direbut paksa dari orang tuanya untuk dipasangkan dengan orang
tua angkat kulit putih. Mereka diwajibkan berbahasa Inggris dan membuang semua kebudayaan
Aborigin.
Bagi Pria Pribumi yang melawan asimilasi, maka polisi berhak memukulinya, bahkan asimilasi
ini terjadi sampai tahun 1970. Laporan Hakim Ronald Wilson juga menyebutkan praktik
diskriminasi dan genosida dijalankan bahkan setelah Australia secara sukarela menandatangani
traktat internasional Piagam PBB 1948.

5. Perjuangan Memerdekakan Diri


Pada 31 Maret 2014 yang lalu, suku Aborigin menunjukkan keinginannya merdeka dari
Inggris. Mereka ingin mengakhiri pemerintahan kolonial yang telah berlangsung lebih dari 200
tahun, dengan mengirim surat kepada Ratu Elizabeth II dan pemerintah Australia.
Sebuah deklarasi pembentukan negara Murrawari yang menjadi rumah suku Aborigin pun telah
dilakukan. Sebelumnya gerakan kedaulatan Aborigin di Australia sudah terlihat pada tahun 1972.
Sebuah kelompok Gerakan Kedutaan Kemah Aborigin mendukung hak atas tanah pribumi dan
mengusir Inggris yang tidak pernah punya kuasa sah atas benua Australia.

Sebuah deklarasi pembentukan Negara Murrawi yang menjadi rumah suku aborigin pun
telah dilakukan. Sebelumnya gerakan kedaulatan aborigin di Australia sudah terlihat pada tahun
1972. Sebuah kelompok Gerakan Kedaulatan Kemah Aborigin mendukung hak atas tanah
pribumi dan mengusir Inggris yang tidak pernah punya kuasa sah atas benua Australia

Diskriminasi terhadap penduduk asli benua kanguru ini memang masih terjadi hingga
sekarang. Suku pribumi ini masih dikucilkan dari peradaban modern benua Australia dengan
penempatan daerah yang terkucil. Serta berbagai kebijakan yang memperparah kepunahan suku
ini.

Anda mungkin juga menyukai