Anda di halaman 1dari 3

Dian Nurul Fazirah_071711233091_Jurnal Minggu ke-6

Terbentuknya Negara Australia: Sejarah, Karakteristik dan Identitas Australia

Di antara negara-negara di dunia, Australia merupakan salah satu negara terunik dikarenakan letak
geografisnya. Keunikan geografis Australia tidak lain adalah fakta bahwa Australia adalah satu-satunya negara
yang hampir keseluruhan Benua Australia, dengan sisa wilayah diduduki oleh Selandia Baru. Awal masa
berkembangnya masyarakat Australia saat ini tidak lepas dari sejarah kedatangan penduduk Eropa pertama kali
di Australia pada tahun 1788 di tanah Gamaraigal. Penjelajah Inggris yang dipimpin oleh Kapten Cook
bukanlah manusia pertama yang menjejakkan kaki di Benua Australia, akan tetapi telah menetap beberapa
inddividu yang terbagi dalam beberapa tribe. Suku-suku yang telah menetap sebelum kedatangan penjelajah
Inggris menjadi penduduk indigenous Australia, yaitu Suku Aborigin dan Penduduk Selat Torres (Short, 2003).
Pasca kedatangannya, Kapten Cook lantas menerapkan doktrin terra nullius untuk mengatur kepemilikan tanah
di Benua Australia. Untuk mengatur ha katas kepemilikan properti, yaitu tanah, Kapten Cook kemudian
membuat traktat pemerintahan yang menyatakan bahwa tanah berhak dimiliki oleh individua atau penduduk
yang memanfaatkan tanah untuk kegiatan perkebunan dan pertanian. Aturan ini sukses memberikan pendatang
inggris klaim hak atas tanah di Benua Australia dikarenakan penduduk asli Australia tidak banyak
memanfaatkan tanah untuk kegiatan tersebut (Short, 2003).

Doktrin terra nullius menjadi dasar bagi pennduduk Eropa untuk membangun pemukiman di Benua Australia,
dan menjadi awal dari terciptanya konflik dengan penduduk asli Asutralia. Pembanguan wilayah pemukiman
bangsa Eropa yang pada awalnya hanya sebatas pesisir pantai kemudian meluas hingga mencapai wilayah
pemukiman penduduk asli. Keadaan ini kemudian menyulut terjadinya konflik antara pendatang Eropa dan
penduduk asli. Antara 1788 dan 1884 penduduk asli korban tewas dalam konflik diperkirakan sekitar 20.000.
Selain pembunuhan fisik, kerusakan dari tanah dan kehancuran lingkungan alam juga menghancurkan dasar
sistem spiritual, budaya, dan hukum penduduk asli Australia. Seperti penduduk Aborigin yang memiliki ikatan
rohani dengan lingkungannya, mereka menganggap bahwa diri mereka hidup berdampingan dalam harmoni
dengan alam di Benua Australia. (Short, 2003).

Kedatangan penduduk Eropa di Benua Australia lantas ikut memengaruhi budaya dan identitas Australia. Dari
segi kultural, masyarakat Australia cenderung memiliki distingsi dengan masyarakat negara kawasan Pasifik
Selatan, khususnya jika dilihat dari karakteristik dan identitas yang dimiliki. Perkembangan internal dalam
masyarakat, khususnya dari segi kultural dengan latar belakang konfliktual sebelum akhirnya Australia dapat
berkembang menjadi salah satu negara yang stabil di dunia. Komposisi struktur masyarakat Australia yang
multikultural terdiri dari suku asli Australia, suku Aborigin dan Selat Torres, kaum pendatang yaitu kaum Kulit
Putih, sisanya adalah imigran dari Cina dan penduduk dari pulau-pulau kecil di Pasifik. Kedua suku asli
Dian Nurul Fazirah_071711233091_Jurnal Minggu ke-6
penghuni Benua Australia, Aborigin dan Selat Torres, merupakan salah satu identitas dominan Australia
sebelum Inggris menduduki wilayah ini dan membawa lebih banyak orang asing untuk menetap di Australia.
Pada awalnya, identitas yang melekat di Australia adalah yang identik dengan kedua suku asli tersebut, namun
seiring dengan perkembangan waktu dan banyaknya orang asing yang datang, khususnya Inggris, membuat
mayoritas penduduk Australia merupakan orang Kaukasia berkulit putih. Secara praktikal, aturan dan kebijakan
yang ada lebih banyak berpihak pada warga mayoritas kulit putih daripada suku Aborigin sebagai penduduk
asli. Konlik antara suku asli dan penduduk pendatang kemudian menjadi suatu hal yang tidak dapat dihindari
(Short, 2003).

Kedua suku memiliki tingkat diversitas budaya, bahasa, dan dialek yang tinggi dengan karakteristik yang tidak
jauh berbeda dibanding suku-suku lain yang tersebar di banyak pulau dan wilayah di kawasan Pasifik Selatan.
Suku Aborigin memiliki kulit gelap, rambut ikal, dan mata cekung umumnya hidup dalam perpindahan yang
rutin sesuai dengan perubahan musim atau semi-nomadic. Cara hidup suku aborigin yang begitu dekat dengan
lingkungan membentuk kepercayaan masyarakat aborigin yang meyakini bahwa lingkungan merupakan hasil
dari kegiatan spiritual yang penting untuk dipahami sehingga setiap individu hidup tidak hanya mengejar
kebutuhan duniawi saja atau menjadi materialistis (Jupp, 2011). Selain itu, Suku Torres yang juga merupakan
penduduk asli Australia, meskipun perkembangannya dinilai lebih lambat daripada suku Aborigin, juga
memiliki diversitas kultural yang tinggi. Suku ini memiliki struktur budaya yang kompleks, mengandung
elemen campuran Australia, Papua, dan Austronesia khususnya bahasa. Budaya yang dimiliki oleh suku ini
secara tidak langsung berpengaruh pada budaya suku Aborigin dan Papua, khususnya dalam upacara
keagamaan dan ritual lainnya (Merlan, 2005).

Perkembangan penduduk Asutralia sejak awal kedatangan penjelajah Inggirs terjadi dengan sangat pesat.
Dibentuknya pemukiman bangsa Kulit Putih oleh penjelajah Inggris di Australia berujung pada konflik
sengketa wilayah yang menelan banyak korban terutama dari pihak penduduk asli Asutralia. Hingga saat ini,
kasus sengketa tanah di Australia masih sering terjadi, dan menjadi katalis terbentuknya organisasi-organisasi
dan aktivis yang mendorong pemerintah Australia untuk melindungi dan memenuhi hak-hak penduduk asli
Aborigin dan Selat Torres atas kesetaraan dalam berbagai bidang: pendidikan, politik, hukum, pekerjaan, dan
hak-hak dasar lainnya.

Referensi:

Jupp, J., 2001. The Australian People: An Encyclopedia of the Nation, its People, and their Origins.
Cambridge: Cambridge University Press.
Merlan, Francesca, 2005. Indigenous Movements in Australia. Annual Review of Anthropology, 34, pp. 473-
494.
Dian Nurul Fazirah_071711233091_Jurnal Minggu ke-6
Short, Damien, 2003. Reconciliation, Assimilation, and the Indigenous of Australia. International Political
Science Review, 24 (4), pp. 491-513.

Anda mungkin juga menyukai