Anda di halaman 1dari 3

Dian Nurul Fazirah_071711233091_summary minggu ke 5

Memahami Timor Leste

Timor Leste adalah negara yang dapat dikatakan sebagai negara yang telah gagal untuk membangun

negaranya. Argumen yang menyatakan bahwa Timor Leste adalah gagal yang gagal membangun negaranya

sendiri dapat terjawab dengan mengamati keadaan Timor Leste saat ini. Untuk mengawali proses untuk

memahami negara Timor Leste, mengenal identitas Timor Leste dapat menjadi langkah awal. Timor Leste

sendiri tercatat sebagai salah satu negara termiskin di dunia dengan indeks pertumbuhan SDM yang sangat

rendah yang tidak mencapai 2%. Salah satu faktor yang memengaruhi tingginya tingkat kemiskinan di Timor

Leste adalah tidak adanya kesetaraan gender di lingkungan sosial masyarakat Timor Leste. Sulitnya akses

terhadap pendidikan yang dialami wanita mengakibatkan tingginya jumlah perempuan yang menderita buta

huruf yang kemudian berdampak pada rendahnya kontribusi perempuan terhadap perekonomian negara. Dalam

keadaan seperti ini, perempuan tidak memiliki keterampilan yang cukup untuk berkontribusi dalam

pembangunan nasional, dan dengan banyaknya kekerasan domestik yang dialami perempuan, kemudian

berakhir sebagai beban bagi pemerintah.

Lemahnya kapabilitas pemerintah Timor Leste juga dapat diamati melalui keputusan pemerintah Timor

Leste yang memberlakukan mata uang Dollar Amerika untuk kegiatan perdagangan luar negeri. Dengan

kapabilitas ekonomi Timor Leste yang rendah dan faktor-faktor seperti tidak adanya keterampilan khusus dan

tingkat buta huruf yang tinggi, penggunaan mata uang Dollar menyebabkan instabilitas dalam perekonomian

domestik Timor Leste. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan tingginya biaya hidup menyebabkan

gagalnya pembangunan nasional dan tingkat kemiskinan yang tinggi. Akan tetapi, mata uang yang digunakan

oleh masyarakat Timor Leste bukan cuma Dolar, mata uang Rupiah juga digunakan oleh masyarakat Timor

Leste terutama di wilayah perbatasan Timor Leste dan Indonesia. Penggunaan mata uang Rupiah oleh

masyarakat Timor Leste di perbatasan dipengaruhi oleh faktor sejarah. Sebelum merdeka, Timor Leste

meruapakan wilayah yang menjadi bagian dari Indonesia, maka dari itu masyarakat Timor Leste yang terbiasa

menggunakan Rupiah sebagai mata uang untuk kegiatan ekonomi sehari-hari masih menggunakan Rupiah

bahkan setelah Timor Leste memisahkan diri dari Indonesia menjadi negara merdeka.
Dian Nurul Fazirah_071711233091_summary minggu ke 5
Sejak awal kemerdekaannya pada tahun 2002, Timor Leste mengadopsi kebijakan bahasa dengan

membedakan antara bahasa nasional dan working language. Bahasa nasional Timor Leste terbagi menjadi dua;

Bahasa Portugis dan Tetum. Penggunaan kedua bahasa ini sendiri memiliki kesulitan tersendiri untuk bisa

dikatakan sebagai bahasa nasional dikarenakan tidak seluruh masyarakat bisa berbahasa Tetum. Bahasa

Portugis bahkan memiliki penutur lebih sedikit dibandingkan penutur Bahasa Tetum. Penutur Bahasa Portugis

sendiri kebanyakan didominasi oleh kelompok masyarakat yang merupakan keturunan portugis dan kebanyakan

telah lanjut usia. Hal ini menjadikan bahasa Portugis menjadi bahasa nasional yang tidak terlalu signifikan di

Timor Leste. Disamping penggunaan bahasa nasional, di Timor Leste juga terdapat working language yaitu

bahasa sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat Timor Leste yang tidak menggunakan bahasa baik Bahasa

Portugis maupun Bahasa Tetum. Bahasa yang digunakan sebagai bahasa sehari-hari, selain bahasa Tetum dan

Portugis, oleh masyarakat Timor Leste adalah Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Penggunaan Bahasa

Indonesia oleh masyarakat Timor Leste bukanlah suatu hal yang mengejutkan mengingat Timor Leste pernah

menjadi bagian Indonesia dan diajarkan Bahasa Indonesia. Selain keempat bahasa yang disebutkan diatas,

Timor Leste memiliki 19 bahasa daerah dengan 30 dialek bahasa.

Selain permasalahan kemiskinan yang hingga saat ini belum teratasi, salah satu persoalan terjadi di

Timor Leste adalah pergolakan dalam politik nasional Timor Leste. Pada tahun 2006, Timor Leste mengalami

pergolakan politik yang sangat besar ketika terjadi kudeta terhadap pemerintah yang dipimpin oleh Mayor

Alfreido Reinado. Tahun ini menjadi salah satu momen yang hampir dapat dikatakan sebagai momen terburuk

Timor Leste pasca merdeka. Di antara masyarakat Timor Leste sendiri, terdapat perpecahan yang berakar dari

dua fraksi masyarakat, ketika masyarakat Timor Leste terbagi dalam dua; populasi Timor Leste di wilayah

Barat Timor Leste dan yang berada di sebelah timur Timor Leste. Masyarakat yang menempati wilayah barat

Timor Leste disebut Loromanu dan yang menempati wilayah timur disebut Lorosae. Terbentuknya dua fraksi

yang menempati wilayah berbeda dalam satu negara, dengan konflik yang sering terjadi diantara keduanya,

upaya pembangunan nasional menjadi terhambat. Konflik antara kedua fraksi ini juga menjadikan politik

domestik Timor Leste menjadi tidak stabil. Bahkan ketika Timor Leste merdeka, Masyarakat Timor Leste yang
Dian Nurul Fazirah_071711233091_summary minggu ke 5
masih menyandang nama Timor Timur berkeinginan untuk merdeka dengan nama baru. Akan tetapi selama

proses perubahan nama negara ini, muncul banyak perdebatan antara Lorosae dan Loromanu. Pada awalnya,

nama yang dipakai adalah Timur Lorosae sebagai pengganti Timor Timur, akan tetapi masyarakat Loromanu

menyuarakan keberatannya dan menginginkan nama baru. Pada akhirnya, nama Timor Leste kemudian dipilih

untuk mengakomodasi keingingan masyarakat Lorosae dan Loromanu.

Terlepas dari persoalan pergolakan politik dan kemiskinan yang dialami, Timor Leste bukanlah negara

yang tidak memiliki sumber daya alam yang sebenarnya mampu menjadikan Timor Leste negara yang makmur.

Sumber daya yang menjadi sumber utama bagi pendapatan negara Timor Leste adalah minyak dan gas sebagai

hasil bumi utama. Akan tetapi pemerintah Timor Leste tidak mempersiapkan masyarakatnya untuk

pembangunan ekonomi ketika minyak dan gas tidak lagi dapat membantu perekonomian Timor Leste. Maka

dari itu, akan sulit bagi masyarakat Timor Leste untuk bertahan hidup tanpa keahlian dan infrastuktur

perekonomian yang baik ketika hasil bumi utama mereka habis. Adanya hasil bumi minyak dan gas ini tidak

hanya membawa keuntungan bagi Timor Leste, akan tetapi juga menjadi resource curse bagi Timor Leste.

Perolehan hasil dari minyak dan gas di Timor Leste tidak sepenuhnya dinikmati oleh Timor Leste dikarenakan

adanya perjanjian bagi hasil yang dilakukan oleh Timor Leste dan Australia dengan mekanisme pembagian

yang lebih condong merugikan bagi Timor Leste. Memiliki hasil bumi yang melimpah tidak lantas menjadikan

masyarakat Timor Leste sejahtera karena pemerintah Timor Leste tidak kompeten dan tidak memiliki kapasitas

untuk mengelola hasil bumi mereka untuk kesejahteraan rakyat. Berdasarkan pemaparan diatas, dapat dipahami

bahwa Timor Leste merupakan negara yang sangat rentan dan cenderung lemah dalma berbagai bidang, baik

politik, ekonomi, maupun sosial mereka. Perjuangan Timor Leste untuk membangun negaranya hingga saat ini

masih belum menunjukkan hasil yang signifikan dan malah cenderung gagal.

Referensi:

Wardhani, Baiq L.S.W., 2020. “Timor Leste: A Failed State in the Making?”, Presentasi disampaikan dalam
Kelas Masyarakat Budaya Politik Australia, Timor Leste dan Pasifik Barat Daya. 26 Februari 2020,
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik: Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai