Timor Leste adalah negara yang dapat dikatakan sebagai negara yang telah gagal untuk membangun
negaranya. Argumen yang menyatakan bahwa Timor Leste adalah gagal yang gagal membangun negaranya
sendiri dapat terjawab dengan mengamati keadaan Timor Leste saat ini. Untuk mengawali proses untuk
memahami negara Timor Leste, mengenal identitas Timor Leste dapat menjadi langkah awal. Timor Leste
sendiri tercatat sebagai salah satu negara termiskin di dunia dengan indeks pertumbuhan SDM yang sangat
rendah yang tidak mencapai 2%. Salah satu faktor yang memengaruhi tingginya tingkat kemiskinan di Timor
Leste adalah tidak adanya kesetaraan gender di lingkungan sosial masyarakat Timor Leste. Sulitnya akses
terhadap pendidikan yang dialami wanita mengakibatkan tingginya jumlah perempuan yang menderita buta
huruf yang kemudian berdampak pada rendahnya kontribusi perempuan terhadap perekonomian negara. Dalam
keadaan seperti ini, perempuan tidak memiliki keterampilan yang cukup untuk berkontribusi dalam
pembangunan nasional, dan dengan banyaknya kekerasan domestik yang dialami perempuan, kemudian
Lemahnya kapabilitas pemerintah Timor Leste juga dapat diamati melalui keputusan pemerintah Timor
Leste yang memberlakukan mata uang Dollar Amerika untuk kegiatan perdagangan luar negeri. Dengan
kapabilitas ekonomi Timor Leste yang rendah dan faktor-faktor seperti tidak adanya keterampilan khusus dan
tingkat buta huruf yang tinggi, penggunaan mata uang Dollar menyebabkan instabilitas dalam perekonomian
domestik Timor Leste. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan tingginya biaya hidup menyebabkan
gagalnya pembangunan nasional dan tingkat kemiskinan yang tinggi. Akan tetapi, mata uang yang digunakan
oleh masyarakat Timor Leste bukan cuma Dolar, mata uang Rupiah juga digunakan oleh masyarakat Timor
Leste terutama di wilayah perbatasan Timor Leste dan Indonesia. Penggunaan mata uang Rupiah oleh
masyarakat Timor Leste di perbatasan dipengaruhi oleh faktor sejarah. Sebelum merdeka, Timor Leste
meruapakan wilayah yang menjadi bagian dari Indonesia, maka dari itu masyarakat Timor Leste yang terbiasa
menggunakan Rupiah sebagai mata uang untuk kegiatan ekonomi sehari-hari masih menggunakan Rupiah
bahkan setelah Timor Leste memisahkan diri dari Indonesia menjadi negara merdeka.
Dian Nurul Fazirah_071711233091_summary minggu ke 5
Sejak awal kemerdekaannya pada tahun 2002, Timor Leste mengadopsi kebijakan bahasa dengan
membedakan antara bahasa nasional dan working language. Bahasa nasional Timor Leste terbagi menjadi dua;
Bahasa Portugis dan Tetum. Penggunaan kedua bahasa ini sendiri memiliki kesulitan tersendiri untuk bisa
dikatakan sebagai bahasa nasional dikarenakan tidak seluruh masyarakat bisa berbahasa Tetum. Bahasa
Portugis bahkan memiliki penutur lebih sedikit dibandingkan penutur Bahasa Tetum. Penutur Bahasa Portugis
sendiri kebanyakan didominasi oleh kelompok masyarakat yang merupakan keturunan portugis dan kebanyakan
telah lanjut usia. Hal ini menjadikan bahasa Portugis menjadi bahasa nasional yang tidak terlalu signifikan di
Timor Leste. Disamping penggunaan bahasa nasional, di Timor Leste juga terdapat working language yaitu
bahasa sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat Timor Leste yang tidak menggunakan bahasa baik Bahasa
Portugis maupun Bahasa Tetum. Bahasa yang digunakan sebagai bahasa sehari-hari, selain bahasa Tetum dan
Portugis, oleh masyarakat Timor Leste adalah Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Penggunaan Bahasa
Indonesia oleh masyarakat Timor Leste bukanlah suatu hal yang mengejutkan mengingat Timor Leste pernah
menjadi bagian Indonesia dan diajarkan Bahasa Indonesia. Selain keempat bahasa yang disebutkan diatas,
Selain permasalahan kemiskinan yang hingga saat ini belum teratasi, salah satu persoalan terjadi di
Timor Leste adalah pergolakan dalam politik nasional Timor Leste. Pada tahun 2006, Timor Leste mengalami
pergolakan politik yang sangat besar ketika terjadi kudeta terhadap pemerintah yang dipimpin oleh Mayor
Alfreido Reinado. Tahun ini menjadi salah satu momen yang hampir dapat dikatakan sebagai momen terburuk
Timor Leste pasca merdeka. Di antara masyarakat Timor Leste sendiri, terdapat perpecahan yang berakar dari
dua fraksi masyarakat, ketika masyarakat Timor Leste terbagi dalam dua; populasi Timor Leste di wilayah
Barat Timor Leste dan yang berada di sebelah timur Timor Leste. Masyarakat yang menempati wilayah barat
Timor Leste disebut Loromanu dan yang menempati wilayah timur disebut Lorosae. Terbentuknya dua fraksi
yang menempati wilayah berbeda dalam satu negara, dengan konflik yang sering terjadi diantara keduanya,
upaya pembangunan nasional menjadi terhambat. Konflik antara kedua fraksi ini juga menjadikan politik
domestik Timor Leste menjadi tidak stabil. Bahkan ketika Timor Leste merdeka, Masyarakat Timor Leste yang
Dian Nurul Fazirah_071711233091_summary minggu ke 5
masih menyandang nama Timor Timur berkeinginan untuk merdeka dengan nama baru. Akan tetapi selama
proses perubahan nama negara ini, muncul banyak perdebatan antara Lorosae dan Loromanu. Pada awalnya,
nama yang dipakai adalah Timur Lorosae sebagai pengganti Timor Timur, akan tetapi masyarakat Loromanu
menyuarakan keberatannya dan menginginkan nama baru. Pada akhirnya, nama Timor Leste kemudian dipilih
Terlepas dari persoalan pergolakan politik dan kemiskinan yang dialami, Timor Leste bukanlah negara
yang tidak memiliki sumber daya alam yang sebenarnya mampu menjadikan Timor Leste negara yang makmur.
Sumber daya yang menjadi sumber utama bagi pendapatan negara Timor Leste adalah minyak dan gas sebagai
hasil bumi utama. Akan tetapi pemerintah Timor Leste tidak mempersiapkan masyarakatnya untuk
pembangunan ekonomi ketika minyak dan gas tidak lagi dapat membantu perekonomian Timor Leste. Maka
dari itu, akan sulit bagi masyarakat Timor Leste untuk bertahan hidup tanpa keahlian dan infrastuktur
perekonomian yang baik ketika hasil bumi utama mereka habis. Adanya hasil bumi minyak dan gas ini tidak
hanya membawa keuntungan bagi Timor Leste, akan tetapi juga menjadi resource curse bagi Timor Leste.
Perolehan hasil dari minyak dan gas di Timor Leste tidak sepenuhnya dinikmati oleh Timor Leste dikarenakan
adanya perjanjian bagi hasil yang dilakukan oleh Timor Leste dan Australia dengan mekanisme pembagian
yang lebih condong merugikan bagi Timor Leste. Memiliki hasil bumi yang melimpah tidak lantas menjadikan
masyarakat Timor Leste sejahtera karena pemerintah Timor Leste tidak kompeten dan tidak memiliki kapasitas
untuk mengelola hasil bumi mereka untuk kesejahteraan rakyat. Berdasarkan pemaparan diatas, dapat dipahami
bahwa Timor Leste merupakan negara yang sangat rentan dan cenderung lemah dalma berbagai bidang, baik
politik, ekonomi, maupun sosial mereka. Perjuangan Timor Leste untuk membangun negaranya hingga saat ini
masih belum menunjukkan hasil yang signifikan dan malah cenderung gagal.
Referensi:
Wardhani, Baiq L.S.W., 2020. “Timor Leste: A Failed State in the Making?”, Presentasi disampaikan dalam
Kelas Masyarakat Budaya Politik Australia, Timor Leste dan Pasifik Barat Daya. 26 Februari 2020,
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik: Universitas Airlangga.