Anda di halaman 1dari 5

PENDAHULUAN

Ciri dari suatu peradaban adalah adanya kebudayaan. Setiap benua, negara, dan wilayah memiliki
kebudayaannya masing-masing yang berbeda dan unik tergantung dengan kondisi lingkungan tempat
tinggal dan masyarakatnya itu sendiri. Kebudayaan adalah cara hidup suatu kelompok yang bersifat
kompleks. (Astina, 2018: 5). Setiap budaya diberikan secara turun temurun kepada generasi berikutnya
dengan tujuan untuk melestarikan dan mempertahankan eksistensi kelompok mereka di dunia. Jika tidak
diturunkan, maka budaya itu lama kelamaan akan hilang digantikan oleh budaya baru yang lebih
beradaptasi dengan zaman.

Unsur dari suatu budaya tidak hanya berupa tradisi, tetapi juga mencakup sistem kepercayaan, sistem dan
organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup dan
sistem teknologi perlatan. Keunikan setiap budaya dalam setiap daerah dapat dilihat dari jejak
peninggalan mereka. Salah satu kebudayaan yang bisa dilihat dan dirasakan hingga saat ini yaitu
kebudayaan Suku Aborigin di Australia. Menurut Astina (2018), dalam laporan penelitiannya yang
berjudul Kebudayaan Dan Gaya Hidup Bangsa Australia menjelaskan bahwa, Suku Aborigin adalah
penduduk asli atau penduduk pertama yang mendiami wilayah Australia yang sampai saat ini masih ada
dan terus mempertahankan budayanya. Oleh karena itu Suku Aborigin sering dijuluki sebagai pelestari
jaman batu. Suku Aborigin bertahan hidup dengan menyatu bersama alam, mereka tinggal di daerah yang
dekat dengan sumber air, dan mencari makan dengan berburu hewan liar di hutan dan mencari ikan di
sungai.

Kebudayaan Aborigin itu perlahan terpinggirkan setelah Bangsa Inggris datang menginvasi wilayah
Australia. Jumlah penduduk Suku Aborigin mengalami penurunan yang signifikan, hal itu disebabkan
oleh tantangan alam dan juga konflik yang terjadi setelah datangnya Bangsa Inggris. Suku Aborigin
dianggap sebagai kelompok rendah dan terbelakang sehingga tindakan diskriminasi oleh Bangsa Barat
pun tidak terelakkan. Selain itu jumlah imigran yang datang secara besar besaran menyebabkan Suku
Aborigin banyak kehilangan tanahnya sehingga mereka semakin terpinggirkan ke wilayah pedalaman.
Keinginan Bangsa Eropa untuk mennguasi tanah-tanah milik Suku Aborigin menimbulkan ketegangan
dan bentrokan, sehingga pemerintah Australia memindahkan kurang lebih 100.000 anak-anak Aborigin
dari keluarga mereka untuk “membudayakan” mereka di rumah-rumah kulit putih Australia. Hal itu
kemudian disebut dengan “Generasi yang dicuri”. (Kershner, 2011).

Meskipun telah melalui sejarah panjang nan kelam di Australia, Suku Aborigin masih bertahan hingga
saat ini. Bahkan, budaya Aborigin menjadi bagian penting dalam sejarah budaya Australia. Di era modern
ini, budaya Aborigin masih bisa dijumpai oleh masyarakat ataupun wisatawan asing. Budaya Aborigin itu
sangat unik dan menarik untuk dikaji, karena usianya yang terbilang sudah sangat tua tapi masih bisa
bertahan hingga saat ini. banyak para peneliti lokal maupun asing yang datang ke Australia untuk meneliti
bagaimana kehidupan mereka di tengah arus globalisai. Suatu kebudayaan memang sangat penting untuk
diketahui, dipahami dan dikaji agar kebudayaan tersebut tidak habis dimakan usia dan bisa terus
dipertahankan hingga generasi selanjutnya.

Tradisi Masyarakat Australia di Tengah Modernisasi

Penjajahan yang dilakukan oleh Bangsa Inggris telah banyak membawa perubahan tidak hanya dalam
kehidupan sosial masyarakatnya tetapi juga dalam kehidupan budaya bangsa Australia itu sendiri.
Kebudayaan Barat yang masuk akibat kolonialisme dan arus migrasi yang datang dalam skala besar ke
Benua Australia telah mempengaruhi kebudayaan asli pribumi. Sebagaimana yang disebutkan oleh
Cultural Atlas bahwa budaya modern didirikan atas perampasan orang-orang First Nations. (Scroope,
2019).

Namun terdapat suatu perbedaan antara modernitas Barat dengan tradisi penduduk asli dalam hal ini yaitu
Suku Aborigin yang pada akhirnya mencegah kemungkinan terjadinya modernitas pribumi. Polaritas
yang muncul dari kedua hal tersebut diakibatkan oleh konsep Eurosentris dan kolonial tentang kemajuan
tidak memperlihatkan adanya korelasi dengan budaya masyarakat dan tradisi Aborigin. Dengan demikian
modernitas pribumi tidak dapat dilakukan melalui eksplorasi hubungan diikotomis antara modern dan
tradisional sehingga muncul sesuatu yang disebut dengan penolakan modernitas pribumi. (Rontziokos,
n.d: 1).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dikotomi diartikan sebagai pembagian atas dua kelompok yang
saling bertentangan. Dalam hal ini dikotomi tradisional-modern menjadi pencegah terjadinya modernitas
pribumi. Definisi modernitas yang ditekankan oleh Bangsa Barat memprovokasi ideologi anti
tradisionalisme yang menghilangkan isi yang telah menjadi dasar kesadaran tradisional. Adapun tradisi
yang didefinisikan oleh bangsa Barat berkebalikan dengan definisi modernitas. Pengertian tradisi
ditekankan pada hal yang bersifat statis dalam suatu praktik budaya, sosial, spiritual, adat istiadat dan
kepercayaan. Selain itu menurut Rontziokos (n.d: 3), menyebutkan bahwa tradisi berkonsentrasi pada
kontinuitas masa lalu. Oleh sebab itu konsep modernitas dapat dilihat secara langsung menentang
gagasan-gagasan tradisional dan semua yang berafiliasi dengan ketradisionalan itu, termasuk masyarakat
adat.

Penduduk asli Australia diklasifikasikan sebagai ‘tradisional’ karena adanya afiliasi dengan masa lalu,
sehingga dengan jelas penduduk asli Australia, yaitu suku Aborigin ditolak aksesnya ke modernitas dan
menjadi antitesis suatu gagasan tentang kemajuan dalam konstruksi Barat. (Rontziokos, n.d: 6). Hal itu
dikarenakan Bangsa Barat dan orang Aborigin memiliki karakteristik yang berbeda dan terpolarisasi.
Orang Aborigin kemudian dipahami sebagai suatu hal yang statis, homogen secara strukutral, dan
konsisten secara normatif.

Kesenjangan antara tradisional dengan modern semakin diperparah oleh proses pembentukan identitas
Barat. Pembentukan identitas Barat ini ditujukan untuk membedakan antara kuno dengan modern melalui
hubungan dikotomis tradisional Aborigin dengan modernitas. Selama masa penjajahan, Suku Aborigin
mengalami penurunan populasi yang sangat drastis. Hal itu disebabkan oleh tubuh mereka yang rentan
dan tidak mampu untuk melawan virus yang dibawa oleh para pendatang, sehingga banyak dari mereka
yang akhirnya terkena penyakit menular seperti cacar, sifilis dan influenza. (Tempo.co, 2017).

Mengutip dari Tempo.co, pada tanggal 13 Februari 2013, perdana menteri Australia menyampaikan
pidato permintaan maaf secara resmi kepada seluruh penduduk pribumi Aborigin atas kebijakan
“Generasi yang dicuri” yang diakuinya sebagai kesalahan di masa lalu. Dalam pidato tersebut juga
disebutkan bahwa semua warga Australia, termasuk masyarakat adat dan non adat di dalamnya memiliki
kesempatan yang sama untuk mendapatkan akses kesehatan, prestasi pendidikan dan juga ekonomi yang
baik. Dengan demikiran, tidak ada lagi penolakan modernitas pribumi, karena semuanya akan
diperlakukan sama di masa depan dan setiap tradisi yang dimiliki oleh setiap masyarakat adat akan
dihormati sebagai budaya berkelanjutan yang tertua dalam sejarah umat manusia. Oleh karena itulah, jeja
peninggalan suku Aborigin masih dapat ditemukan dan terpelihara dengan baik.

Tradisi dan budaya Aborigin kini telah mendapatkan pengakuan sehingga tradisi yang telah berlangsung
selama puluhan ribu tahun itu mash terus eksis di era modern ini. Meskipun Aborigin seringkali
diidentikan dengan suku kuno dan primitif melihat dari sejarah kelamnya di Australia, tetapi hal itu
menjadikan budaya Aborigin sebagai budaya yang unik, yang telah menjadi bagian penting dalam sejarah
dan kebudayaan Australia.

Jumlah populasi masyarakat Aborigin hanya mencapai 3% dari keseluruhan jumlah penduduk di
Australia, suku Aborigin dipaksa untuk membiasakan gaya hidup mayoritas kulit putih sambil terus
berjuang untuk melestarikan budaya tradisional dan nilai-nilai keluarga mereka sendiri. (Hudec, 2013:25).
Oleh karena itulah saat membicarakan suku Aborigin penting untuk membagi mereka menjadi
masyarakat Aborigin yang tinggal di daerah perkotaand an masyarakat Aborigin yang tinggal di daerah
pedesaan. Hal itu dikarenakan banyak orang aborigin yang mulai berasimilasi dengan orang non-aborigin.
(Countries and Their Culture, 2006). Mereka menikah dan kemudian tinggal di kota-kota sehingga darah
keturunan Aborigin tidak lagi murni.
Masyarakat Aborigin yang hidup di daerah perkotaaan mulai hidup layaknya orang-orang kulit putih,
mereka tinggal di rumah-rumah bergaya eropa, memiliki pendidikan dan pekerjaan yang sama seperti
mereka orang kulit putih. Mereka telah menyatu dan terintegrasi dengan penduduk Asutralia yang
merupakan keturunan Eropa. Adapun tradisi dan kebudayaan masyarakat Aborigin yang masih
dipertahankan yaitu cara hidupnya yang nomaden. Corak kehidupan dari suku Aborigin ini ialah selalu
hidup di tempat yang dekat dengan sumber air. Mereka menangkap ikan dan berburu hewan-hewan liar di
hutan dengan menggunakan alat-alat sederhana seperti panah, tombak dan senjata khas mereka yang kini
menjadi ikon negara Australia yaitu boomerang. (Tempo.co, 2017).

Selain itu, tradisi yang masih dipertahankan dari masyarakat Aborigin yaitu kuliner khas Aborigin.
(Australia.com, 2018). Cara hidup orang Aborigin yang menggantungkan hidupnya pada alam selama
puluhan ribu tahun, membuat orang Aborigin mengamati keadaan alam dengan seksama sehingga mereka
bisa mengetahui kapan waktu bunga mekar, pohon-pohon berbuah matang, dan hewan-hewan lebih berisi.
Pengetahuan tersebut diwariskan secara turun temurun kepada generasi berikutnya sehingga makanan ala
hutan semak yang dibuat oleh orang Aborigin masih terus bisa dirasakan sampai saat ini. Bagi para
penduduk maupun para wisatawan yang ingin mencoba makanan khas ala hutan semak itu tidak perlu
menjelajahi semak, karena sudah mulai banyak restoran yang mneyediakan menu ala hutan semak
tersebut,

Selama masyarakat Aborigin masih terus ada dan eksis di era modern ini, maka tradisi dan budaya
mereka seperti makanan khas, tari-tarian dan lagu-lagu yang menjadi khas dan ciri dari masyarakat
Aborigin itu sendiri akan terus dipertahankan dan dipelihara. Meskipun memiliki populasi suku yang
sedikit, tetapi dengan adanya janji untuk saling menghormati tradisi dan kebudayaan masyarakat adat
maka suku Aborigin akan bisa bertahan dan beradaptasi menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

Sumber:

Astina, I. B. K. 2018. Kebudayaan dan Gaya Hidup Bangsa Australia. (Laporan Penelitian). Denpasar:
Fakultas Pariwisata Univeritas Udayana.

Hudec, P. 2013. Social Issues in Contemporary Australia: Indigenous People and the White Majority.
(Tesis). Brno: Masaryk University Brno.

Rontziokos, V. N.d. Tension of ‘Two Worlds’: Traditions and Modernity.(Laporan Penelitian). Sydney:
Fakultas Seni dan Sosial Sains, Universitas Teknologi Sydney.
Scroope, C. 2019. Australian Culture Core Concepts. Cultural Atlas. [Online]. Diakses Dari
https://culturalatlas.sbs.com.au/australian-culture/australian-culture-core-concepts#australian-culture-
core-concepts.

Kershner, K. 2011. How Australian Traditions Work. [Online]. Diakses Dari


https://people.howstuffworks.com/culture-traditions/national-traditions/australian-traditions.htm

Tempo.co. 2017. Temukan Tradisi Aborigin di Tengah Modernisasi Kota Perth. [Online]. Dikses Dari
https://bisnis.tempo.co/read/899125/temukan-tradisi-aborigin-di-tengah-modernisasi-kota-perth

Australia.com. 2018. Budaya Aborigin Australia.[Online]. Diakses Dari


https://www.australia.com/id-id/things-to-do/aboriginal-australia/culture.html

Countries and Their Culture. 2006. Culture of Australia. [Online]. Diases Dari
https://www.everyculture.com/A-Bo/Australia.html

Anda mungkin juga menyukai