Anda di halaman 1dari 7

NAMA : PUTRI DETI RATIH

NIM : 16303241017

PRODI : PENDIDIKAN KIMIA C 2016

EKSISTENSI MASYARAKAT ADAT DI ERA GLOBALISASI

Globalisasi memberikan pengaruh dalam berbagai bidang, termasuk budaya.


Proses ini disebarluaskan melalui perkembangan instrumen teknologi dan informasi
yang dikontrol oleh negara-negara maju sehingga negara-negara berkembang seperti
Indonesia menjadi pihak yang lebih banyak dipengaruhi dari pada yang memengaruhi.
Konsekuensinya, identitas negara-negara maju berkembang secara cepat dan mudah
di Indonesia dan diikuti oleh banyak lapisan masyarakat Indonesia termasuk
masyarakat adat. Hal ini mengindikasikan bahwa globalisasi sesungguhnya
mengancam identitas atau jati diri bangsa Indonesia. Semangat persatuan itu kini
semakin memudar seiring menjamurnya pemakaian budaya asing yang disebarkan
oleh arus globalisasi ke masyarakat Indonesia. Maka Bangsa Indonesia secara tidak
langsung dituntut untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan merevitalisasi
identitas kultural yang sudah berkembang di Indonesia. Bagi Indonesia, merasuknya
nilai-nilai Barat yang menumpang arus globalisasi ke kalangan masyarakat Indonesia
merupakan ancaman bagi kelestarian identitas dan budaya asli yang mencitrakan
nasionalitas kebangsaan dan lokalitas khas daerah-daerah di negeri ini. Pola
pemikiran masyarakat dalam memiliki identitas atau budaya yang sama juga
dibutuhkan untuk menentukan identitas nasional.

Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang


bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia
global itu. Kehadiran teknologi informai dan teknologi komunikasi mempercepat
akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting
kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru
yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk
kepentingan kehidupan. Tidak bisa di elak bahwa arus globalisasi sekarang ini telah
memasuki sudut sudut dan pelosok pelosok desa diseluruh dunia. Hampir semua
produk yang berbau global dapat dinikmati oleh masyarakat. Informai dan komunikasi
yang dibalut atas kemajuan teknologi telah memasuki seluruh wilayah diberbagai
pelosok dunia. Tampak, masyarakat diseluruh dunia ikut berpartisipasi menyesuaikan
dengan arus budaya yang dibawa oleh globalisasi. Bukan globalisasi yang
menyesuaikan dengan pola masyarakat setempat. Abdullah (1995: 1)
mengungkapkan budaya global ditandai oleh integrasi buaya lokal ke dalam suatu
tatanan global.

Eksistensi menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah keberadaan,


kehadiran yang mengandung unsur bertahan. Sedangkan menurut Abidin Zaenal
(2007:16) Eksistensi adalah suatu proses yang dinamis, suatu, menjadi atau
mengada. Ini sesuai dengan asal kata eksistensi itu sendiri, yakni exsistere, yang
artinya keluar dari, melampaui atau mengatasi. Jadi eksistensi tidak bersifat kaku dan
terhenti, melainkan lentur dan kenyal dan mengalami perkembangan atau sebaliknya
kemunduran, tergantung pada kemampuan dalam mengaktualisasikan potensi-
potensinya.

Bangsa Indonesia terkenal dengan seribu pulau dengan budaya dan etnis
masyarakat yang seragam sesuai dengan budaya setempat yang penuh dengan nilai-
nilai budaya lokal setempat. Kekayaan budaya yang terkandung di dalam lapisan
masyarakat akan mencerminkan karakter bangsa yang tangguh. Nenek moyang kita
telahjauh-jauh hari mengikat kita dengan semboyan dan simbol Bhineka Tunggal Ika
yang artinya walaupun berbeda beda (pulau, budaya, suku, agama), tetapi tetap satu
yaitu bangsa Indonesia. Sekarang ini berbagai pengaruh datang dari pengaruh yang
langsung atau pengaruh yang tidak langsung baik dari luar maupun dari kelompok
masyarakat pemeluk budaya lokal setempat dengan ketidaktahuan dan enggan
menjalankan budayanya memberi pengaruh langsung terhadap karakter bangsa yaitu
banga Indonesia dengan suku bangsa yang beragam. Agar dapat bertahan dalam
terpaan globalisasi yang semakin tak terkendalikan maka suatu bangsa harus
mempunyai identitas sendiri yang menjadikan ciri dari suatu bangsa.

Kata budaya berasal dari kebudayaan yang dalam bahasa inggris adalah
culture. Kata kebudayaan berasal dari kata sanskerta buddhayah yaitu bentuk jamak
dari buddhi yang berarti budi dan akal. Dengan demikian, kebudayaan dapat diartikan
“hal hal yang bersangkutan dengan akal” pendapat lain mengupas kata budaya
sebagai suatu perkembangan dari majemuk budi daya, yang berarti “daya dari budi”.
Karena itu mereka membedakan “budaya” dari kebudayaan. Budaya adalah daya dari
budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari
cipta, karsa dan rasa. Budaya sebagai istilah digunakan dalam antropologi, lebih
diartikan sebagai himpunan pengalaman yang di pelajari. Suatu budaya mengacu
pada pola pola perilaku yang ditularkan secara sosial, yang merupakan kekhususan
kelompok sosial tertentu. Kebudayaan adalah kompleks yang mencangkup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain
kemampuan kemampuan serta kebiasaan kebiasaan yang dihadapkan oleh manusia
sebagai anggota masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan mencangkup semuanya
yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Selo
Soemardjan dan Soelaeman merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya,
rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan
kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang
diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta
hasilnya dapat diabadikan untuk keperluan masyarakat. Secara ontologis,
kebudayaan dapat digambarkan dalam hubungan hubungan kekerabatan, baik
individu maupun masyarakat, dalam tradisi dan adat istiadat yang dipelihara dan
terselenggara dalam kegiatan organisasi organisasi, baik yang berdasarkan profesi,
berdasarkan asal usul keturunan, maupun hobi, yang kemudian membentuk struktur
sosial kemasyarakatan, sehingga mencakup nilai, simbol, norma, dan pandangan
hidup umumnya yang dimiliki bersama oleh anggota masyarakat.

Bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang majemuk atau heterogen.


Bangsa kita mempunyai beraneka ragam suku bangsa, budaya, agama, dan adat
istiadat (tradisi). Keragaman suku bangsa merupakan sumber kebudayaan nasional.
Suku bangsa adalah suatu kelompok masyarakat yang terikat kesatuan budaya,
bahasa, dan tempat tinggal. Oleh karena itu, setiap suku bangsa memiliki bahasa
yang berbeda. Tradisi dan kebudayaannya juga berbeda. Di era globalisasi sekarang
ini masyarakat adat harus mampu bersaing secara global sehingga masyarakat adat
dapat memposisikan diri atau memiliki eksistensi. Misalnya, suku Minangkabau yang
tinggal di Sumatra Barat, mereka menggunakan bahasa dan budaya Minangkabau.
Suku Minangkabau berbeda dengan suku Batak. Suku Batak tinggal di Sumatra Utara,
suku Batak memakai bahasa dan budaya Batak.

Dari banyaknya suku suku yang ada di Indonesia, kita akan sedikit mengulas
tentang eksistensi yang terjadi pada Suku Minangkabau yang berada di Sumatra
Barat ditengah tengah gencarnya masa perubahan atau pengaruh arus globalisasi.
Suku Minangkabau atau Minang adalah kelompok etnik Nusantara yang berbahasa
dan menjunjung adat Minangkabau. Wilayah penganut kebudayaannya meliputi
Sumatra Barat, separuh daratan Riau, bagian utara Bengkulu,bagian barat Jambi,
bagian selatan Sumatra Utara, barat daya Aceh. Orang Minangkabau seringkali
disamakan sebagai orang Padang, sama seperti nama ibukota Provinsi Sumatra Barat
yaitu kota Padang. Adat istiadat Minang sangat khas, yang diirikan dengan sistem
kekeluargaan melalui jalur perempuan atau matrilinier, walaupun budayanya juga
sangat kuat diwarnai ajaran agama Islam. Saat ini masyarakat Minang merupakan
masyarakat penganut matrilinier terbesar di dunia. Selain itu,etnik ini juga telah
menerapkan sistem proto-demokrasi sejak masa pra-Hindu dengan adanya kerapatan
adat untuk menentukan hal-hal penting dan permasalahan hukum. Suku Minang
merupakan bagian dari masyarakat Deutro Melayu (Melayu Muda) yang melakukan
migrasi dari daratan China Selatan ke Pulau Sumatra sekitar 2.500-2000 tahun yang
lalu. Diperkirakan kelompok masyarakat ini masuk dari arah timur pulau Sumatra,
menyusuri aliran sungai Kampar sampai ke dataran tinggi, dan di daerah Menhir
Mahat (nama salah daerah yang terletak antara perbatasan Sumatra Barat dan Riau
sekarang) banyak dijumpai peninggalan megalit. Selanjutnya masyarakat ini
menyebar dari Luhak nan Tigo (darek), terus ke daerah pesisir dipantai barat pulau
Sumatra. Selain itu, Tanah Minang pernah menjadi ajang perang Paderi yang terjadi
pada tahun 1803 – 838, dan merupakan salah satu perang penaklukan terlama yang
dilancarkan Belanda dalam politik ekspansinya di abad ke- 19 di Nusantara.
Kekalahan dalam perang tersebut menyebabkan tanah Minang berada di bawah
kekuasaan pemerintah kolonial Hindia-Belanda sejak tahun 1838, dan berakhir pada
tahun 1942 seiring dengan penyerahan kekuasaan kepada Jepang (Indonesia's
Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape. Institute of
Southeast Asian Studies. 2003)

Suku Minang terkenal sebagai suku yang terpelajar, oleh sebab itu pula mereka
menyebar diseluruh Indonesia bahkan manca negara dalam berbagai macam profesi
dan keahlian, antara lain sebagai politisi, penulis,ulama, pengajar, jurnalis,dan
pedagang. Minangkabau merupakan salah satu suku yang berkembang dengan
banyak pencapaian. Keberhasilan orang Minang banyak diraih ketika berada di
perantauan bahkan hingga menetap di Tanah rantau. Sejak dulu mereka telah pergi
merantau ke berbagai daerah di Jawa, Sulawesi, Semenanjung Malaysia,
Thailand,Brunei, hingga Philipina. Sistem pendidikan yang mulai maju di
Minangkabau banyak melahirkan aktivis yang banyak berperan dalam proses
kemerdekaan di Indonesia umum nya dan wilayah Sumatra Barat khususnya.

Masyarakat Minang memiliki keterikatan spiritual yang tinggi antara individu


individunya dengan Tuhannya, dan juga dengan sesamanya, masuknya islam ke
rantau timur dimasa itu tidak terlepas dari persaingan perdagangan dan pengaruh
kerajaan kerajaan, seperti melemahnya kekuaaan Sriwijaya, dan lahirnya kerajaan
Islam. Islam di masyarakan Minangkabau sangat lekat dikarenakan prinsip adat
Minangkabau yang tertuang singkat (menurut Maulana Malik Ibrahim, 1411) dalam
pernyataan Adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah (adat bersendikan hukum,
hukum bersendikan Al Quran) yang berarti adat berlandaskan ajaran Islam. Maka dari
itu kedatangan seseorang yang bernama Syekh Burhanuddin pada ke 17 dianggap
sebagai penyebar pertama Islam di daerah Minangkabau atau Sumatra Barat.
Sebelum mengembangkan agama Islam di Sumatra Barat, ulama ini pernah menuntut
ilmu di Aceh.

Elemen elemen kebudayaan masyarakat Minangkabau antara lain, pakaian


adat yang biasa di pakai oleh pemangku adat dan kaum wanita di Minangkabau yang
disebut juga dengan pakaian kebesaran Pakaian Penghulu. Baju baju adat
Minangkabau yang dipahami biasanya adalah semacam baju kurung yang longgar
(tidak ketat), tenal (tidak transparan, tidak menerawang, tidak tembus pandang),
sopan, tertutup mulai dari leher sampai mata kaki dan dihiasi dengan tutup kepala
yang bentuknya beraneka ragam sesuai dengan daerah asal yang lebih spesifik.
Khusus untuk baju penganten wanita ada 2 jenis pakaian : Pakaian adat minang
standar, yaitubaju kurung dan kain yang dilengkapi dengan Suntiang, yaitu semacam
hiasan kepala yang menyerupai kipas. Selain itu, pakaian adat Minang Koto Gadang,
yaitu baju kurung dan kain yang tidak dilengkapi dengan suntiang namun dilengkapi
dengan selendang yang disampirkan dikepala. Kerajinan yang menjadi ciri khas dari
Sumatra barat atau suku Minangkabau adalah songket, salendang kotogadang, batik
tanah liek. Selain itu kerajinan tangan dalam membuat kain songket dan selendang
koto gadang adalah kebudayaan para seniman pengrajin kain yang turun temurun.

Dalam proses berkembangnya kebudayaan di masyarakat Minangkabau


arsitektural bangunan adat, atau yang disebut Rumah Gadang, amat mendukung
elemen elemen kebudayaan yang ada ditanah Barat Sumatra. Rumah Gadang adalah
nama untuk rumah adat Minangkabau. Rumah ini memiliki keunikan dari bentuk
arsitekturnya yaitu dengan atap yang menyerupai tanduk kerbau dibuat dari bahan
ijuk. Dihalaman depan Rumah Gadang biasanya selalu terdapat dua buah bangunan
Rangkiang, digunakan untuk menyimpan padi. Rumah Gadang pada sayap bangunan
sebelah kanan dan kirinya terdapat ruang anjungan (anjung) sebagai tempat
pengantin bersanding atau tempat penobatan kepala adat, karena itu Rumah Gadang
dinamakan pula sebagai rumah Baannjuang. Anjuang pada keselarasan Bodi-
Chaniago tidak memakai tongkat penyangga di bawahnya, sedangkan untuk
golongan kesalarasan Koto-Piliang. Selain Rumah adat Gadang, suku Minangkabau
juga memiliki beberapa Rumah adat seperti, Rumah Gonjong atau rumah Bagonjong
(rumah bergonjong), dinamakan Rumah Gonjong karena bentuk atapnya yang
bergonjong runcing menjulang. Jika menurut ukurannya, ia tergantung pada jumlah
lanjarnya, lanjar yaitu ruas dari depan ke belakang. Rumah Gadang Basa (Istana
Pagaruyung) adalah sebuah istana yang terletak di Batusangkar, Kabupaten Tanah
Datar Sumatra Barat. Istana ini merupakan objek wisata budaya yang terkenal di
Sumatra Barat.

Kepribadian dan karakter orang minang telah banyak diketahui dan dikenal baik
dalam hidup berkelompok maupun sosial kemasyarakatannya seperti, Hubungan
individu dan kelompok, bersama sifat dasar masyarakat minang adalah kepemilikan.
Tiap individu menjadi milik bersama dari kelompoknya, sebaliknya tiap kelompok itu
(suku) menjadi milik dari semua individu yang menjadi anggota kelompok itu. Rasa
saling memiliki ini menjadi sumber dari timbulnya rasa setia kawan (solidaritas) yang
tinggi, rasa kebersamaan, dan rasa tolong menolong. Tiap individu akan mencintai
kelompok sukunya dan setiap anggota dari suku akan selalu mengayomi atau
melindungi setiap individu. (Amir M.S 98). Konsep hidup bersama dalam adat
minangkabau ibaratnya menjadi sampel untuk hidup berbangsa dan bernegara di
Indonesia mulai dari sabang sampai merauke. Apabila konsep hidup bersama mulai
dari sekelompok individu yang terkecil seperti, suku, desa, nagari, kecamatan,
kabupaten / kota dan provinsi tentu akan menggambarkan karakter bangsa sesuai
adat dan kebiasaan yang dilakukan masyarakatnya.

Dari ulasan tentang Suku Minangkabau tersebut dapat kita ketahui bahwa,
walaupun dalam peradaban sekarang ini di era globalisasi suku Minangkabau tetap
menjaga eksistensinya dengan melestarikan budaya budayanya, mulai dari adat
istiadat atau kebiasaan, pakaian yang dikenakan, model rumah adat yaitu Rumah
Gadang. Dalam situasi di era globalisasi sekarang ini suku Minangkabau tidak
menutup interaksi terhadap budaya luar atau pengaruh globalisasi, hanya saja suku
Minangkabau dapat memfilter kebudayaan kebudayaan yang dapat memberi dampak
negatif terhadap kebudayaan suku Minangkabau, dan kebudayaan mana yang dapat
memberi dampak positif namun tetap dalam ruang lingkup kebudayaan dan adat
istiadat suku Minangkabau, dan dijadikan sebagai bahan pemicu perkembangan
budaya serta kehidupan dan pola pikir masyarakat adat tanpa meninggalkan budaya
asal sebagai warisan nenek moyang yang membudaya di Suku Minangkabau.

Anda mungkin juga menyukai