Anda di halaman 1dari 4

KUIS ETNOGRAFI LINGKUNGAN

Nama : Muhammad Hanif Ahsani Taqwim

NIM : M0821049

Pertanyaan

1. Apa yang dimaksud dengan “urban ethnobiology” dan “diaspora ethnobiology”


2. Jelaskan tentang konsep hibridisasi budaya dalam pembentukan kearifan tradisional
(pengetahuan ekologi tradisional) di perkotaan (urban ethnoecology)

3. Jelaskan mengapa keragaman budaya mempengaruhi pengetahuan ekologi tradisional.


4. Jelaskan pengaruh diaspora terhadap pengetahuan ekologi tradisional (misalnya studi
kasus keturunan Afrika yang tinggal di Afrika, Eropa dan Brazil).
5. Jelaskan proses kehadiran Macaca fascicularis di kawasan sekitar Jayapura akibat proses
diaspora.
Jawaban

1. Urban Ethnobiology (etnobiologi perkotaan) adalah ilmu atau studi yang mempelajari
tentang etnis, suku, atau masyarakat Kawasan perkotaan serta budaya yang ada pada
masyarakat tersebut, Urban Etnobiology diartikan juga sebagai studi ilmiah pada dinamika
relasi diantara masyarakat kawasan perkotaan, biota, dan lingkungan yang telah ada.
Dengan kata lain, Urban Etnobiology merupakan disiplin ilmu ilmiah tehadap pengetahuan
atau interaksi penduduk (masyarakat) kawasan perkotaan tentang biologi, termasuk di
dalamnya pengetahuan tentang tetumbuhan (botani), hewan (zoologi) dan seluruh aspek
lingkungan alam (ekologi). Diaspora Ethonobiology adalah komunitas yang digunakan
sebagai istilah pada berbagai kelompok yang keberadaannya diluar wilayah asli mereka,
seperti ekspatriat, pengungsi, tamu, imigran, minoritas etnis, dan ras yang terpaksa atau
terdorong untuk meninggalkan tanah air etnis tradisional mereka untuk mempertahankan
hidup berdasarkan ilmu etnobiologi.
2. Awalnya pengetahuan ekologi masyarakat urban merupakan sebuah sistem kompleks
berdasarkan konteks plurikultur dimana pengetahuan (kearifan lokal) masyarakat
bersinggungan dengan kelompok pendatang dari daerah lain dengan kearifan lokal masing-
masing. Adanya migran tersebut sangat krusial karena mereka menciptakan pasar tersendiri
dalam hal konsumsi buah – buahan dan menawarkan produk sumber daya alam tumbuhan
yang berbeda dari bagian kelompok urban lainnya. Meskipun demikian, pengetahuan
ekologi masyarakat urban sangatlah dinamis. Mereka terbentuk oleh rekonstruksi berbagai
aktor dengan latar belakang pengetahuan dan budaya berbeda dalam lingkup urban. Oleh
karena itu kaum urban bukanlah antitesis terhadap pendirian manusia yang akan selalu
melindungi dan memahami lingkungan serta belajar dari satu sama lain. Berdasarkan
uraian tersebut, terciptalah konsep hibridisasi budaya. Hibridisasi budaya didefinisikan
sebagai sebuah proses kultural yang ditandai dengan usaha-usaha untuk memadukan dua
budaya atau lebih ke dalam sebuah bentuk budaya yang tetap bersandar pada budaya lokal
tetapi tidak sepenuhnya. Dengan adanya konsep hibridisasi budaya maka kontradiksi
antara elemen budaya modern dan budaya tradisional dapat didamaikan. Hal terpenting
dalam konsep hibridisasi budaya adalah sebuah perjuangan untuk terus menegosiasikan
gagasan dan praktik budaya dengan mengartikulasikan lokalitas dan globalitas dalam
politis budaya kearifan lokal. Dengan memahami hibridisasi budaya dengan produk-
produk hibrid yang dihasilkannya, realitas dan pertarungan kultural dalam masyarakat
kontemporer lebih bisa dimaknai kembali, dikaji ulang, dan diceritakan ulang, sehingga
kajian ekologi terhadap kearifan lokal tetap terjaga dan dipraktikkan bersamaan dengan
budaya modern.
3. Pada umumnya tiap suku atau ras di berbagai wilayah mempunyai budaya yang berbeda-
beda. Praktik ajaran pengetahuan ekologi tradisional ditransmisikan secara lisan dari
generasi ke generasi. Hal itu menjadi kepemilikan secara kolektif dan mengambil bentuk
cerita, lagu, foklore, peribahasa, nilai- nilai budaya, keyakinan, ritual, hukum masyarakat,
bahasa daerah yang berbeda-beda pula. Melalui keragaman budaya tersebut akan
mempengaruhi pengetahuan ekologi tradisional karena melalui pengalaman sosial dan
akumulasi persepsi masyarakat tradisional dalam membentuk ekosistem dengan
keragaman lingkungan dan penggunaan sumber daya hayati dalam sistem budaya di suatu
tempat tersebut. Oleh karena itu, jika keragaman budaya sangat kompleks maka akan
semakin banyak memberikan pemahaman pengetahuan ekologi tradisional di suatu tempat
tersebut. Dengan adanya bahasa lokal telah menyebabkan berbagai kelompok etnik
memiliki kemampuan untuk berfikir secara sistematis, teratur serta berkembangnya aneka
ragam pengetahuan lokal. Sehingga hal ini akan mencakup keterampilan (knomw-how),
skill, inovasi, praktik dan pembelajaran yang membentuk bagian-bagian dari sistem
pengetahuan ekologi tradisional. Salah satu contoh bentuk pengetahuannya, antara lain
pengetahuan penduduk lokal tentang botani, seperti pengenalan jenis-jenis tumbuhan,
pemanfaatan, serta pengelolaannya, dan pengetahuan penduduk tentang ekologi pertanian
atau agroekosistem, seperti pengelolaan berbagai agroforestri tradisional.

4. Pengaruh diaspora terhadap pengetahuan ekologi tradisional terjadi pada studi kasus di era
colonial. Salah satunya studi kasus keturunan Afrika yang tinggal di Afrika, Eropa dan
Brazil. Pada era kolonial ditandai dengan migrasi paksa terbesar dalam sejarah bumi yaitu
perdagangan budak di Afrika. Dari abad ke-16 hingga abad ke-19, hampir 11 juta orang
Afrika sub-Sahara diangkut ke Amerika Utara, Tengah, dan Selatan untuk dijadikan budak.
Imigran dari Afrika merujuk kepada kaum Pan-Afrikanis dan Afrosentris yang dianggap
bangsa-bangsa Negroid (atau "Afrikoid") dan bangsa-bangsa Kaukasoid hitam sebagai
"bangsa-bangsa Afrika" yang berdiaspora. Pada negara Amerika Serikat, secara historis
terdapat populasi kolonial Eropa yang lebih besar dalam hubungannya dengan budak
Afrika, terutama di Tier Utara. Ada banyak perkawinan antar ras di kolonial Virginia, dan
bentuk pencampuran rasial lainnya selama perbudakan dan pasca-Perang sipil. Kemudian
di negara Brasil, di mana pada tahun 1888 hampir separuh populasinya adalah keturunan
budak Afrika, variasi dari ciri-ciri fisik meluas ke berbagai tempat. orang Afrika yang tiba
di beberapa negara menemukan cukup banyak Dunia Baru dalam hal iklim, tanah, dan
struktur vegetasi. Kemudian, pada abad ke-18, orang Afrika yang baru tiba menemukan
berbagai macam tanaman pangan tradisional yang sudah dibudidayakan di Amerika
Selatan seperti wijen (Wijen indicum), okra (Abelmoschus esculentus), kelapa (Cocos
nucifera) pisang, dan lain-lain. Dalam beberapa dekade terakhir, studi tentang diaspora
Afrika telah menunjukkan minat pada peran yang dimainkan orang kulit hitam dalam
mewujudkan modernitas. Tren ini juga menentang tradisional eurosentris perspektif yang
telah mendominasi buku-buku sejarah yang menunjukkan orang Afrika dan diasporannya
sebagai korban primitif perbudakan, dan tanpa agen sejarah. Diaspora keturunan Afrika
bekerja keras di pusat kekuatan yang menciptakan dunia modern. Salah satu hasil dari
penerapan diatas berkaitan dengan pengetahuan ekologi tradisional adalah ketika imigran
melakukan perjalanan dari tanah air mereka ke rumah barunya, maka mereka menemukan
dan mengelola banyak tanaman dan hewan liar serta invasif yang signifikan dan
kedatangan diaspora Afrika dibeberapa negara tersebut juga tidak meninggalkan budaya
kearifan lokal pada negaranya sendiri.
5. Kera ekor panjang hadir di kawasan jayapura mulai pada era 80an, hadirnya kera ekor
panjang bersamaan dengan tipanya pemerintah colonial belanda . ketersediaan habitat yang
ada di papua, membuat kera ekor panjang berkembang biak dengan pesat. Kera ekor
panjang memiliki peran sebagai penghancur tanaman, memperluas tanaman invasive
dalam ekosistem, dan meningkatkan keanekaragaman hayati

Anda mungkin juga menyukai