Anda di halaman 1dari 15

ANTROPOLOGI BUDAYA

NAMA: FADILA ULYA RAHMAH


NIM: D1A021024
KELAS: A1
MATA KULIAH: ANTROPOLOGI BUDAYA

UNIVERSITAS MATARAM
FAKULTAS HUKUM
TAHUN AJARAN 2021/2022
ANTROPOLOGI BUDAYA
A. ISTILAH ANTROPOLOGI
Dari bahasa yunani “anthropos” (manusia) dan “logos” (ilmu) adalah ilmu tentang manusia,
baik dari segi hayati atau fisik maupun budaya. Antropologi merupakan salah satu cabang ilmu
sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. antropologi muncul
berawal dari ketertarikan orang-orang eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya
yang berbeda dari apa yang dikenal di eropa.
Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal atau
homogen, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal di daerah yang sama, antropologi
mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan
kehidupan sosialnya.
Selain istilah antropologi juga dikenal istilah etnologi dan etnografi. Etnologi yaitu ilmu yang
mempelajari tentang manusia (etnis atau suku) dan kebudayaan dari suatu bangsa (ilmu bangsa-
bangsa). Sedangkan etnografi yaitu ilmu yang mempelajari tentang masyarakat dan kebudayaan
dari suatu bangsa pada suatu wilayah tertentu:
 Kepribadian bangsa
 Peranan individu dalam masyarakat
 Nilai-nilai sosial
 Kebiasaan dan adat istiadat, dll.
Antropologi di kategorikan meliputi:
1. Antropologi fisik (physical antropologi)
a. Paleo antropologi yaitu mempelajari tentang asal usul manusia, evolusi manusia,
fosil-fosil, manusia purba, sisa-sisa tubuh manusia, artefak-artefak dan dan bekas-
bekas kebudayaan.
b. Ciri-ciri manusia diantaranya warna kulit, bentuk tubuh, rambut, mua, dll. Tujuannya
untuk mengetahui ras-ras manusia (kaukasoid, mongoloid, dan negroid).
2. Antropologi budaya (cultural antropology)
Yaitu perilaku manusia, masyarakat atau suku bangsa (etnis) dan dikaji dari bahasa,
budaya (kebudayaan) diantaranya hasil cipta atau karya, rasa dan karsa.
3. Antropologi linguistic (linguistic antropology);
Yaitu perilaku dalam berkomunikasi mengunakan isyarat, mimic, istilah-istilah dalam
berbahasa baik diucapkan ataupun tidak.
4. Antropologi sosial (social antropology);
Perilaku manusia atau masyarakat, bagaimana manusia berinteraksi atau melakukan
hubungan sosial.
5. Antropologi ekonomi.
Yaitu perilaku manusia atau masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi, dan
memenuhi kebutuhan hidup
6. Antropologi politik.
Yaitu perilaku manusia atau masyarakat dengan bermusyawarah yaitu mengambil
kebijakan atau keputusan untuk menentukan seorang pemimpin atau penguasa di
masyarakat.
7. Antropologi hukum.
Ilmu pengetahuan yang mempelajari manusia dan kebudayaan khususnya di bidang
hukum. Ilmu ini merupakan spesialisasi ilmiah dari antropologi budaya dan antropologi
sosial sehingga melahirkan kebudayaan hukum (hilman hadikusuma)
Hal- hal merupakan kajian antropologi hukum yaitu perilaku manusia atau masyarakat, yang
khusus mengkaji dan memahami tentang gejala-gejala hukum, hak dan kewajiban,
menyelesaikan permasalahan hukum dan tujuan yang ingin dicapai (keseimbangan, keselarasan,
keharmonisan, kedamaian, keamanan, ketertiban dan keadilan sosial).
B. HUBUNGAN ANTROPOLOGI DENGAN ILMU-ILMU LAIN
1. Hubungan dengan ilmu geologi ialah mempelajari lapisan bumi serta perubahannya. Hal
ini dibutuhkan untuk mengetahui asal-usul fosil-fosil manusia purba, serta artefak-artefak
bekas kebudayaan, melalui analis terhadap umur dari lapisan bumi.
2. Hubungan dengan ilmu linguistic ialah mempelajari bahsa dalam naskah-naskah klasik
untuk mengetahui ciri-ciri bahasa yang digunakan oleh berbagai kelompok manusia,
masyarakat dan suku-suku di dunia, baik berupa kata-kata yang diucapkan maupun jenis
tulisan yang digunakan dalam berkomunikasi.
3. Hubungan dengan ilmu arkeologi ialah mempelajari kebudayaan seperti; candi-candi,
istana kuno, prasasti, piramide, buku-buku kuno atau keramik-keramik kuno. Hal ini
penting untuk memahami perkembangan kebudayaan manusia atau suku-suku di dunia.
4. Hubungan dengan ilmu sejarah ialah untuk mengetahui peristiwa-peristiwa masa lalu
melalui analisis terhadap dokumen-dokumen, prasasti-prasasti kuno,naskah tradisional,
dan arsip-arsip kuno. Hal ini diperlukan untuk memahami konsep kehidupan masyarakat
dan suku-suku bangsa pada masa lalu.
5. Hubungan dengan geografi ialah mempelajari tentang alam dunia di sekitar manusia
(flora dan fauna), dalam kaitannya pemanfaatan flora dan fauna bagi kehidupan manusia.
6. Hubungan dengan ilmu ekonomi ialah mempelajari bagaimana manusia memenuhi
kebutuhan hidup, baik memanfaatkan alam (berburuh dan bercocok tanam) maupun
melakukan hubungan transaksi (tukar menukar, jual beli, dll)
7. Hubungan dengan ilmu hukum adat ialah mempelajari perilaku manusia dalam
menyikapi prinsip-prinsip hukum dan norma-norma sebagai kaidah hukum yang
disepakati oleh lembaga adat dalam mengatur, dan mengontrol kehidupan masyarakat.
8. Hubungsn dengan ilmu politik ialah mempelajari tentang proses politik dari suatu
msayarakat. Suku bangsa, bagaimana menentukan seorang pemimpin apakah secara turun
temurun, atau melalui system penunjukan secara musyawarah, pemilihan langsung,
perwakilan dengan suara terbanyak. Hal ini penting untuk memahami sistem
pemerintahan apakah menggunakan sistem absolut, monarki berkonstitusi atau
demokrasi.
C. MANUSIA DAN KEBUDAYAANNYA SEBAGAI BAHAN KAJIAN
ANTROPOLOGI (ASPEK HISTORIS)
Sekitar abad ke-15 sampai 16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk
menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Asia, hingga ke Australia. Selama penjajahan Bangsa
Eropa banyak menemukan hal-hal baru. Mereka menjumpai suku-suku (ethnics), dan
mempelajari perilaku serta niali-nilai sosial budaya pada suku tersebut. Kisah-kisah petualangan
dan penemuan tersebut kemudian merupakan catat dibuku harian ataupun jurnal. Mereka
mencatat mulai dari ciri fisik, kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut.
Bahan- bahan yang berisi tentang deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan
etnografi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa. Dengan mempelajari etnografi dari bangsa
Benua Asia dan Afrika, dan Amerika ada 3 sikap yang berbeda pada Bangsa Eropa (abad 18):
1. Ada yang memandang rendah pada bangsa-bangsa tersebut sebagai manusia liar, tidak
beradab, manusia keturunan iblis, bangsa primitive, sehingga timbul istilah “savage and
primitives”.
2. Sebagian memandang pada bangsa tersebut sebagai masyarakat yang masih murni yang
belum terpengaruh kejahatan dan keburukan seperti pada Bangsa Eropa.
3. Ada yang hanya tertarik dan mempelajari adat istiadat yang aneh, serta mulai
mengumpulkan benda-benda budaya dari suku-suku pada bangsa-bangsa tersebut agar
dapat dilihat umum dalam suatu museum
Kemudia pada permulaan abad ke-19, perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-bahan etnografi
suku luar Eropa dari sudut pandang ilmiah, kemudian mereka berusaha untuk mengintegrasikan
seluruh himpunan bahan etnografi, termasuk nilai dan norma-norma hukum.
Pada fase tahun 1800-an, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangan-
karangan berdasarkan cara berfikir evolusi masyarakat pada saat itu, masyarakat dan kebudayaan
berevolusi secara perlahan-lahan dalam jangka waktu yang lama. Mereka menganggap bangsa-
bangsa selain Eropa sebagai bangsa-bangsa primitf yang tertinggal, dan menganggap eropa
sebagai bangsa yang tinggi kebudayaannya. Pada fase ini, antropologi bertujuan akademis,
mereka mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk memperoleh
pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan manusia.
Pada fase ketiga (awal bad ke-20), Negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun
koloni di benua lain seperti Asia, Amerika, Australia, dan Afrika. Dalam rangka membangun
koloni tersebut, munvul berbagai kendala seperti perlawanan dari bangsa asli, pemberontakan-
pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain.
Dalam menghadapinya, pemerintahan colonial Negara eropa berusaha mencari kelemahan suku
asli untuk kemudian menaklukkannya. Untuk itulah mereka mulai mempelajari bahan-bahan
etnografi tentang suku-suku bangsa di luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya,
untuk kepentingan pemerintah kolonial.
Fase keempat (setelah tahun 1930-an) antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan suku
bangsa asli yang dijajah bangsa eropa, mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan bangsa
eropa. Pada masa ini pula terjadi sebuah perang besar di Eropa, perang dunia II. Perang ini
membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa sebagian besar Negara-
negara didunia kepada kehancuran total. Kehancuran itu menghasilkan kemiskinan, kesenjangan
sosial dan kesengsaraan yang tak berujung.
Namun pada saat itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang dijajah eropa
untuk keluar dari belenggu penjajahan.sebaian dari bangsa-bangsa tersebut berhasil
memerdekakan diri. Namun demikian tidak sedikit diantaranya masih terjajah dan terpecah belah
hingga saat ini seperti; bangsa aborigin, bangsa indian, bangsa kurdi, dll. Proses-proses
perubahan tersebut menyebabkan perhatian ilmu antropologi tidak lagi ditujukan kepada
penduduk pedesaan di luar eropa, tetapi juga pada suku bangsa didaerah pedalaman eropa seperti
suku bangsa soami, flam dan lapp.
D. PENGERTIAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan
bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu
adalah “cultural determinins”. Herkovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun
temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut andreas eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu
pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religious dan lain-lain.
Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang
didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Beberapa ahli yang mengemukakan mengenai unsur-unsur kebudayaan antara lain sebagai
berikut:
1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu;
 Alat-alat teknologi
 Sistem ekonomi
 Keluarga
 Kekuasaan politik
2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
 Sistem norma yang memungkinkan kerjasama antara para anggota masyarakat
untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
 Organisasi ekonomi
 Alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas yang pendidikan
 Organisasi kekuatan (politik)
Kebudayaan menurut selo soemardjan adalah hasil cipta atau karya, rasa dan karsa manusia
yang hidup bersama. Cipta atau karya menghasilkan ilmu pengetahuan, tekonologi dan dan
kebudayaan kebendaan, yang diperlukan untuk digunakan oleh manusia untuk menguasai alam
sekitar, rasa meliputi jiwa manusia mewujudkan segala kaidah dan nilai kemasyarakatan yang
diperlukan untuk mengatur kemasyarakatan yang diperlukan untuk mengatur masyarakat, dan
karsa mewujudkan adanya keyakinan atau kepercayaan pada manusia dalam hidup
bermasyarakat.
Dengan demikian, kebudayaan pada hakikatnya, unsur rasa pada khususnya merupakan
struktur normative atau yang disebut “ralp linton” sebagai desaign for living. Artinya bahwa
kebudayaan merupakan suatu “blueprint of behavior” yang memberikan pedoman tentang apa
yang harus dilakukan (soerjono soekanto, 1975).
Kebudayaan hukum adalah kebudayaan yang menyangkut aspek-aspek hukum, yang
digunakan oleh penguasa atau pemerintah untuk mengatur anggota masyarakat agar tidak
melanggar kaidah-kaidah sosial yang telah ditetapkan oleh masyarakay bersangkutan.
Menurut J.J. hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi 3 kategori yaitu:
1. Gagasan (wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah yang terbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-
nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat
diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala atau didalam
pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka
itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam
karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
2. Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudyaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial.
3. Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan
dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang
dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara wujud
ketiganya.

E. PENETRASI KEBUDAYAAN
Penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya.
Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan cara:
 Penetrasi damai (penetration pasifique)-peace penetration
Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai misalnya; masuknya pengaruh
kebudayaan hindu dan islam ke Indonesia. Penerimaan kedua macam kebudayaan
tersebut tidak mengakibatkan konflik tetapi memperkaya khasanah budaya masyarakat
setempat. Pengaruh kedua kebudayaan inipun tidak mengakibatkan hilangnya unsur-
unsur asli budaya masyarakat.
Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan akulturasi, asimilasi atau
sintesis. Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan
baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. Contohnya; bentuk bangunan candi
Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia dan kebudayaan
india. Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan
baru. Sedangkan sintesis adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada
terbentuknya sebuah kebudayaan yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.
 Penetrasi kekerasan (penetration violante)-Hardness penetration
Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak. Contohnya;
masuknya kebudayaan barat ke Indonesia pada zaman penjajahan disertai dengan
kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan
dalam masyarakat.
F. NILAI-NILAI KEARIFAN BUDAYA LOKAL DALAM KEHIDUPAN
MASYARAKAT SEBAGAI POLA BUDAYA
Nilai kearifan yang mengandung makna jalinan keakraban dan rasa persaudaraan, merupakan
prinsip hidup bermasyarakat. Prinsip tersebut dikemas dalam ungkapan terminology bahasa
daerah dan perilaku yang sarat dengan makna simbolik, seperti pada masing komunitas atau
kelompok masyarakat. Apabila nilai-nilai tersebut dikongkritiskan menjadi norma-norma hukum,
maka nilai-nilai tersebut pada hakikatnya merupakan dasar dari hukum adat yang berlaku pada
masyarakat. Nilai-nilai kearifan lokal yang merupakan norma-norma hukum adat sangat dipatuhi
dan dilaksanakan secara sukarela oleh masyarakat, artinya dalam menegakkan hukum adat tidak
ada unsur paksaan. Adapun segala tindakan yang diambil terhadap adanya penyimpangan
hanyalah merupkansuatu usaha untuk mengembalikan keadaan pada situasi semula agar
tercapainya ketentraman dan ketertiban yang merupakan salah satu tujuan hukum.
G. PRINSIP ATAU ASAS HUKUM
Menurut Purwadarminta yang dimaksud dengan prinsip adalah asas kebenaran yang jadi
pokok dasar orang berfikir bertindak. Prinsip hukum merupakan suatu yang sangat mendasar
bagi suatu konsep hukum. Prinsip hukum dalam pengertian substantive tidak merupakan bagian
yang terpisah dari kategori norma-norma hukum melainkan hanya berbeda dalam isi dan
pengaruhnya.
Menurut Nursalam sianipar, suatu prinsip hukum adalah “norma yang sangat abstrak”, dan
jika tidak dituangkan lebih lanjut ke dalam norma lain, hanya akan berfungsi sebagai petunjuk
bagi para pembentuk peraturan atau pelaksananya atau subjek hukum pada umumnya, dan bukan
sebagai aturan yang meletakkan hak dan kewajiban secara konkrit. Namun tidak sebagaimana
halnya politik hukum, prinsip hukum tidak terbatas pada penetapan tujuan dan standar saja.
Prinsip hukum dapat meletakkan suatu norma yang harus dipakai sebagai titik tolak dalam
merelisasikan tujuan atau standar tersebut.
Kaitannya dengan prinsip hukum, Prof. koesnoe: dalam bukunya catatan-catatan terhadap
hukun adat dewasa ini, mengatakan; “didalam masyarakat lokal selalu diterapkan tiga prinsip
atau asas penting yaitu rukun patut, dan laras yang merupakan asas-asas yang menjadi pedoman
pokoknya” (koesnoe,1979:48).
1. Asas rukun, suatu pedoman dalam menyelesaikan segala persoalan di masyarakat.
Dari kata rukun terbentuk istilah “kerukunan” yang berhubungan erat dengan
pandangan dan sikap orang menghadapi hidup bersama di dalam suatu lingkungan
sosial untuk mencapai suasana hidup bersama yang aman, tentram dan sejahtera.
Menurut asas bahwa manusia sebagai makhluk tidak dapat dipisahkan dari manusia
lainnya (hidup bermasyarakat).
2. Asas patut, mendorong manusia untuk membentuk dirinya sebagai pribadi yang
terhormat, sehingga harapan setiap warga masyarakat mempunyai rasa malu agar
terhindar dari kejatuhan martabatnya sebagai orang-orang terhormat, oleh karenanya
setiap orang berusaha keras untuk selalu berkata dan berbuat patut dalam arti selalu
berkata dan bertindak dalam koridor moralitas yang mengandung sistem nilai baik
dan buruk menurut pandangan dan penilaian akal sehat secara universal.
3. Asas laras, dari kata laras terbentuk kata “kelarasan”, “keselarasan”: mengandung
makna bahwa penetrapan adat tidak boleh dilakukan begitu saja seperti apa adanya.
Factor-faktor tempat, waktu dan keadaan haruslah menjadi perhatian. Dengan
demikian sega perkataan dan sikap tindak setiap individu dalam menjalani kehidupan
bermasyarakat, dapat diterima semua pihak baik secara internal maupun eksternal.
Selanjutnya prof. hilman dalam bukunya hukum waris adat, mengatakan; “berpangkal tolak dari
sila-sila pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa di
dalam hukum bangsa Indonesia bukan semata-mata terdapat asas kerukunan dan asas kesamaan
hak tetapi selengkapnya berlaku 5 asas kehidupan bersama sebagai berikut” (Hilman, 2003:21):
1. Asas ketuhanan dan pengendalian diri
2. Asas kesamaan hak dan kebersamaan hak
3. Asas kerukunan dan kekeluargaan
4. Asas musyawarah dan mufakat
5. Asas keadilan
Upaya pengamalan terhadap prinsip-prinsip hukum adat tersebut tidak mudah untuk
dilaksanakan, lebih-lebih pada masyarakat yang sedang mengalami proses perubahan dari
masyarakat sederhana dalam komunitas lokal ke masyarakat modern dalam komunitas nasional.
Pengmalan terhadap prinsip-prinsip tersebut tergantung pada:
a. Tingkat pengetahuan dan pemahaman terhadap kaidah-kaidah sosial
b. Kesadaran hukum masyarakat untuk mematuhi kaidah-kaidah sosial yang berlaku di
masyarakat
c. Peranan lembaga sosial dalam mendukung keberadaan dan pelaksanaan norma hukum
dalam masyarakat

H. MANUSIA DAN PERILAKU BUDAYA


Sasaran utama antropologi budaya adalah manusia dan perilaku budayanya. Pada prinsip
perilaku atau sifat manusia berbeda-beda (baik-buruk, kasar-sabar, berani-takut, tidak malu-
malu, tegas-lemah, tekun-malas, aktif-pasif, dll). Perilaku tersebut dipengaruhi oleh factor
internal dan eksternal:
Faktor internal (bersifat personal), meliputi:
a. Naluri; hasrat, keinginan, emosi, nafsu yaitu kehendak untuk menggunakan energy,
bersifat aktif, agresif, energic, mau berbuat, bersemangat. (positif atau negstif).
b. Perasaan (rasa): merupakan ekspresi yang dihasilkan oleh indra seperti: rasa enak-sakit,
senang-susah, gembira-sedih, dll, hendaknya bisa dibedakan antara yang berakibat baik
dan yang buru. (positif atau negatif).
c. Akal (rasio): buah pikiran manusia yang menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi,
mendorong perubahan (positif atau negatif)
d. Hati nurani: merupakan ekspresi jiwa manusia yang bersifat bathin (selalu positif)
Faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku manusia (positif atau negatif):
a. Factor waktu (dahulu, sekarang, akan datang)
b. Factor lingkungan atau tempat (lingkungan sosial dan lingkungan alam)
c. Factor kondisi atau keadaan (pemahaman agama, pendidikan, ekonomi, informasi dan
teknologi, politik, dan status soial)

I. HUKUM DAN KEBUDAYAAN


Antropologi budaya mengkaji nilai-nilai sosial atau norma dari aspek kebudayaan, artinya
bahwa manusia dalam kehidupan bermasyarakat telah dibekali untuk menjunjung tinggi nilai-
nilai sosial budaya. Nilai-nilai tersebut tercakup norma-norma sosial dan prinsip-prinsip hukum
yang diajarkan kepada setiap warga masyarakat seabagi pedoman berprilaku dalam melakukan
segala kegiatan. Apabila nilai-nilai tersebut dikongkritiskan menjadi norma-norma hukum, maka
nilai-nilai tersebut pada hakikatnya merupakan dasar dari hukum adat yang berlaku pada
masyarakat.
Nilai-nilai kearifan lokal yang yang merupakan norma-norma hukum adat sangat dipatuhi dan
dilaksanakan secara sukarela oleh masyarakat, artinya dalam menegakkan hukum adat tidak ada
unsur paksaan. Adapun segala tindakan yang diambil terhadap adanya penyimpangan hanyalah
merupakan suatu usaha untuk mengembalikan keadaan pada situasi semula agar tercapainya
ketentraman dan ketertiban yang merupakan salah satu tujuan hukum. Norma-norma tersebut
hendaknya dilestarikan melalui cara hidup bermasyarakat sebagai dasar pemebentukan hukum,
misalnya: terlihat dalam sistem kekerabatan bali yang mengacu pada struktur atau garis
keturunan patrilineal dalam pewaris.
Antropologi melihat hukum sebagai salah satu aspek dari kebudayaan, yakni aspek yang
digunakan oleh kekuasaan masyarakat yang teratur yang berfungsi mengatur dan mengontrol
perilaku manusia dan masyarakat agar tidak menyimpang. Karena itu perlu didukung oleh norma
sosial lainnya (norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan).
Menurut Hoebel hukum selain dikenal pada masyarakat modern juga dikenal pada masyarakat
sederhana (primitive law/ folk law/ customary law), hukum akan dapat diterapkan jika ada
kekuasaan. Oleh karena itu dimana ada manusia pasti ada hukum. Menurut Rosco Pound, hukum
selain berfungsi sebagai alat control sosial (the tool of social control) juga berfungsi sebagai alat
rekayasa sosial (the tool social enginering). Menurut L Pospisil, agar hukum berfungsi sebagai
alat control sosial, maka hukum harus mempunyai ciri-ciri yaitu:
 Sebagai keputusan penguasa (attribute of authority)
 Mempunyai ciri kelanggengan berlaku (attribute of intention)
 Adanya sanksi (attribute of sanction)
 Menimbulkan hak dan kewajiban (attribute of obligation)
Kaidah-kaidah sosial yang telah ditentukan sanksi-sanksinya merupakan norma hukum yang
berfungsi mengatur dan control sosial, hal ini harus dipertahankan melalu proses hukum. Norma-
norma sosial yang dikaji dari sisi antropologi ialah pola perilaku yang diulang-ulang, selalu sama
merupakan kebiasaan yang dianggap patut dalam kehidupan (Hoebel). Kebiasaan yang bersifat
hukum adalah kebiasaan positif sebagai kepatutan yang berkembang menjadi adat-kebiasaan
kemudian dikuatkan oleh keputusan pemuka atau lembaga masyarakat, sehingga bernuansa
hukum menjadi norma hukum adat.
Jika kebiasaan menjadi adat atau norma hukum adat, dipatuhi oleh segenap warga masyarakat,
maka ada ganjarannya berupa pengukuhan, pujian, kehormatan, tanda jasa, haidah, piagam, dll.
Sebaliknya jika dilanggar maka ganjaran berupa sanksi: peringatan, celaan,disisikan dari
pergaulan masyarakat, atau hukuman badan, dll. Sanksi hukum baru mendapat perhatian dan
dirasakan sebagai penghukuman bagi masyarakat tergantung pada nilai dan perilaku yang
tumbuh dari kesadaran hukum warga masyarakat sebagaimana sikap tindak dari para pemuka
masyarakat.
Menurut Hilman Hadikusuma: sanksi hukum tertulis, penerapannya lebih mudah karena sudah
ada aturan dalam pasal undang-undang. Berdasarkan pasal tersebut hakim dapat memutuskan
perkara terhadap para pihak yang hasilnya kalah atau menang. Sementara penerapan hukum adat
(pendekatan antropologi hukum) memerlukan analisis yang mendalam terhadap permasalahan
yang terjadi, kemudian mengkaji norma-norma yang berlaku sesuai dengan kondisi masyarakat
tersebut berdomisili, dan penyelesaiannya lebih mengutamakan prinsip musyawarah untuk
mufakat yang hasilnya berupa perdamaian.
J. FUNGSI HUKUM DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT
Fungsi hukum:
1. Law is a tool of social regulation (fungsi mengatur masyarakat)
2. Law is a tool of social control (fungsi pengawasan masyarakat)
3. Law is atool of social enginering (fungsi pengembangan masyarakat)
4. Law is a tool of social-legal certainty (fungsi kepastian hukum)
Tujuan hukum:
Untuk mencapai kesalarasan, keseimbangan, keharmonisan, kestabilan, ketertiban, keamanan,
keadilan, kesejahteraan masyarakat. Menurut sunaryati hartono, fungsi hukum dalam
pembangunan meliputi:
1. Hukum sebagai sarana pemeliharaan ketertiban dan kemanan masyarakat (social
order and security maintenance)
2. Hukum sebagai sarana pembangunan masyarakat (social development)
3. Hukum sebagai sarana penegakkan keadilan (social justice enforcement)
4. Hukum sebagai pendidikan masyarakat (social education)
Menurut soerjono soekanto, berfungsinya hukum dalam masyarakat tidak terlepas dari kenyataan
apakah hukum tersebut berlaku atau tidak. Teori-teori hukum memaparkan tiga hal tentang
berlakunya hukum sebagai kaidah yaitu:
1. Kaidah hukum berlaku secara yuridis apabila penentuannya didasarkan atas kaidah
yang lebih tinggi tingkatnya (Hans kelsen), atau menurut cara yang telah ditetapkan
(W. Zevenbergen) atau apabila menunjukkan hubungan kausal antara suatu kondisi
dan akibatnya (logemann).
2. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis apabila kaidah tersebut berlaku efektif, dapat
dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh masyarakat (teori
kekuasaan), atau karena kaidah tersebut berlaku karena diterima dan diakui oleh
masyarakat (teori pengakuan)
3. Kaidah hukum berlaku secara filosofis, artinya berlaku sesuai dengan cita-cita hukum
sebagai nilai-nilai positif yang tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Untuk berfungsinya hukum dalam menunjang pembangunan nasional menurut soerjono soekanto
melibatkan bebrapa factor:
1. Kaidah hukum atau peraturan itu sendiri harus sistematis, tidak bertentangan baik
secara vertikal maupun horizontal dan dalam pembuatannya harus disesuaikan
dengan persyaratan yuridis yang telah ditentukan.
2. Penegakan hukum harus mempunyai pedoman berupa peraturan yang tertulis yang
menyangkut ruang lingkup tugasnya dengan menentukan batas kewenangan dalam
pengembalian kebijakan. Dan yang penting adalah batas kualitas petugas memainkan
peranan penting dalam berfungsinya hukum.
3. Adanya fasilitas yang diharapakan dapat mendukung pelaksanaan kaidah hukum yang
telah ditetapkan. Fasilitas yang dimaksud terutama fisik yang berfungsi sebagai faktor
pendukung untuk mencapai tujuan hukum.
4. Kesadaran warga masyarakat yang terkena ruang lingkup peraturan tersebut, hal ini
didorong budaya taat hukum masyarakat.
Selanjutnya friedman dalam guther teubner menjelaskan:
1. Komponen struktur dari sistem hukum mencakup berbagai institusi yang diciptakan
oleh sistem hukum dengan berbagai fungsinya dalam rangka mendukung bekerjanya
sistem hukum. Dalam kaitan ini termasuk pembicaraan tentang bagaimana struktur
organisasinya landasan hukum bekerjanya, pembagian kompetensi dan lain-lain.
2. Kompetensi substantif (substansi hukum) adalah mencakup segala apa saja yang
merupakan keluaran dari sistem hukum. Di dalam pengertian ini termasuk “norma
hukum” baik yang berupa peraturan, keputusan, doktrin-doktrin sejauh semuanya ini
digunakan dalam proses tersebut.
3. Komponen budaya hukum (lrgal culture) adalah keseluruhan sikap warga masyarakat
yang bersifat umum dan nilai-nilai dalam masyarakat. Budaya hukum (legal culture)
terdiri atas budaya hukum internal, yakni budaya hukum dari lawyers dan hakim, dan
budaya hukum eksternal yakni budaya hukum penduduk atau masyarakat setempat.
Dalam kaitannya dengan berfungsinya hukum dalam masyarakat, Friedman dalam Satjipto
Rahardjo: menyatakan bahwa dalam melihat hukum tidak hanya dari segi struktur dan
substansinya melainkan juga dari segi kulturnya sebagai berikut:
1. Struktur; institusi atau kelambagaan yang diciptakan oleh sistem hukum
2. Substansi hukum (norma hukum), berupa peraturan, keputusan doktrin
3. Budaya hukum (legal culture); keseluruhan sikap warga masyarakat yang bersifat
umum dan nilai-nilai dalam masyarakat meliputi:
a. Budaya hukum internal: budaya hukum dari para lawyer, hakim jaksa, polisi, dll
b. Budaya hukum eksternal: budaya hukum dari masyarakat setempat
4. Menurut soerjono soekanto: sarana dan prasana hukum

K. MENUMBUH KEMBANGKAN KEPATUHAN DAN KESADARAN HUKUM


MASYARAKAT
Dalam proses modernisasi masalah kesadaran hukum masyarakat terhadap nilai-nilai sosial
yang berlaku di masyarakat lokal juga ikut mengalami proses degradasi, hal ini sebagai akibat
dari kuatnya pengaruh budaya luar (asing) terhadap sikap dan perilaku masyarakat. Usaha
menanamkan kesadaran hukum masyarakat tentu saja tidak selamanya berlangsung mudah, suatu
kenyataan yang harus diingat dan dipertimbangkan ialah karena hukum Negara (perundang-
undangan) tidak sepenuhnya tumbuh dari bawah melainkan diundangkan dari atas atau bersifat
centralistic, sehingga tidak mudah diintegrasikan kedalam kehidupan masyarakat.
Pengembangan kesadaran hukum masyarakat melalui pengamalan terhadap prinsip-prinsip
hukum adat atau pranat lokal perlu dilakukan, karena hal ini akan sangat bermanfaat dalam
rangka menunjang pembangunan daerah. Kesadaran hukum akan memotivasi warga masyarakat
untuk secara sukarela menyesuaikan segala perilaku kepada asas-asas hukum dan norma-norma
hukum yang berlaku, baik norma hukum yang tidak tertulis (hukum adat), maupun terhadap
norma hukum tertulis.
Upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum dalam sanubari rakyat harus dikembangkan, hal ini
dapat dilakukan melalui pendekatan terhadap kearifan budaya lokal tentang pentingnya
memahami prinsip-prinsip hukum yang hidup dalam masyarakat. Pendekatan tersebut dapat
dilakukan melalui kegiatan penelitiaan untuk menginventasikan dan mengidentifikasi asas-asas
hukum dan norma hukum yang hidup dalam masyarakat. Kemudian hasil dari penelitian tersebut
dikaji kembali secara mendalam dan dikembangkan dalam rangka pembangunan dan pembinaan
hukum, terutama sebagai bahan masukan dalam pembuatan peraturan perda atau perdes.
Selanjutnya perlu ada sosialisasi (penyuluhan, klinik hukum,pelayanan hukum) kepada
masyarakat. Dalam hal ini peranan dan keterlibatan lembaga-lembaga adat harus digalakkan
dalam rangka menunjang pembangunan di bidang hukum.
L. ANTROPOLOGI HUKUM DAN SOSIOLOGI HUKUM
Persamaannya yaitu sama-sama mempelajari perilaku masyarakat, tidak terbatas pada
pendekatan normative melainkan juga pendekatan empiris yang melihat hukum sebagai suatu
yang tercermin dalam perilaku, dalam keputusan-keputusan pejabat hukum sebagai pedoman
berperilaku. Sedangkan perbedaannya yaitu:
1. Antropologi hukum berkembang dari antropologi adalah ilmu yang mempelajari
masyarakat sederhana terhadap hukum termasuk mengkaji proses pelaksanaan hukum.
Sedangkan, sosiologi hukum berkembang sebagai hasil perhatian dari para pemikir
hukum dalam masyarakat terutama mengkaji sistem dengan pendekatan studi kasus.
2. Antropologi hukum menekankan perhatian pada lintas budaya yang terjadi dalam
kenyataan di masyarakat lokal tertentu, pandangan hukum dilihat secara etnografi yang
tidak terlepas dari pola ideal yang bersifat intuisi dan imajinasi. Sedangkan sosiologi
hukum ilmu hukum yang dikaji dari aspek, kemasyarakatan yang sasaran utama adalah
hukum dan masyarakat.
3. Antropologi hukum menggunakan hukum ideal sebagai titik tolak dalam penelitian untuk
mengetahui apakah dan sejauh mana hukum itu berlaku dalam masyarakat. Sedangkan
sosiologi hukum menggambarkan hukum yang berlaku dalam pergaulan masyarakat, jadi
adanya saling pengaruh antar kelompok masyarakat, seperti pengaruh ekonomi, agama,
dll.

M. ANTROPOLOGI HUKUM DAN HUKUM ADAT


Persamaan antropologi hukum dan hukum adat bertitik pangkal pada sumber yang sama yaitu
etnografi dan ethnologi. Seddangkan, perbedaannya yaitu:
1. Antropologi hukum menganalisis hukum dari aspek perilaku budaya masyarakat,
berkaitan dengan gejala hukum, peristiwa hukum, hubungan hukum, aspek penyelesaian
masalah hukum. Sedangkan hukum adat merupakan ilmu pengetahuan yang lebih
menekankan pada tujuan professional bagi para penegak hukum, aparatur pemerintah,
akademisi dan pembuat peraturan, yakni;
a. Bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan guna menyelesaikan masalah-
masalah hukum di masyarakat,
b. Bahan masukan dalam mendukung kegiatan pelayanan hukum, klinik hukum dan
penelitian hukum pada masyarakat,
c. Bahan masukan dalam pembentukan dan pembinaan hukum nasional.
2. Para ahli antropologi hukum hanya berperan sebagai pengamat, bukan sebagai praktisi,
mereka hanya memberikan pemikiran pada praktisi dalam pelaksanaan profesi hukum.
Sedangkan, para ahli hukum adat melaksanakan profesi hukum, mereka aktif
memberikan bimbingan, penyuluhan, nasehat, pembelaan dan penyelesaian masalah
hukum.
3. Antropologi hukum mengaitkan studi hukum dengan perilaku budaya hukum pada
masing masyarakat, sehingga anggota masyarakat mampu memahami perbedaan budaya
hukum masing-masing masyarkat. Sedangkan, hukum adat merupakan studi dengan
sistematik tersendiri yang urainnya cenderung bersifat mono culture dan ethnosentrik
yang berfungsi sebagai ilmu pengetahuan yang digunakan untuk memcahkan masalah
hukum di masyarakat.
4. Bidang studi antropologi hukum menitik beratkan pada budaya hak dari suatu masyarakat
tertentu yang merupakan bagian unsur dari nilai-nilai budaya lokal. Sedangkan, hukum
adat merupakan bagian dari hukum nasional yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-
undangan yang disebut “hukum orang Indonesia asli”.
5. Penelitian antropologi hukum cenderung memperhatikan struktur, proses dan konsepsi
umum dari aturan dan ingin memahami bagaimana pelaksanaan aturan tersebut.
Sedangkan, penelitian hukum adat berorientasi pada aturan hukum, bagaimana isinya,
tafsirannya, pelaksanaannya dan evaluasinya..
6. Ahli antropologi hukum tidak memisahkan antara fenomena hukum dan fenomena sosial
lainnya (bersifat luwes). Sedangkan, ahli hukum adat memisahkan antara fenomena
hukum dan fenomena sosial lainnya (bersifat kaku).
N. PEMBANGUNAN HUKUM DAN PERUBAHAN MASYARAKAT
Dalam kaitannya dengan berfungsinya hukum, Mochtar Kusuma Atmaja yang diilhami oleh
Rousco Pound dengan teorinya yang dikenal dengan the law in the tool of social engineering
yang memperkenalkan konsep hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Salah satu
fungsi hukum dalam pembangunan Indonesia adalah Sebagai sarana pembaharuan masyarakat
(Law is a tool of social engnering ). Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa ketertiban,
keamanan dan stabilitas merupakan suatu yang sangat esensial dan diperlukan dalam
pembangunan. Di samping itu hukum pengendalian sosial juga sebagai sarana perubahan sosial.
Menurut Prof Satjipto Rahardjo: Kaitannya dengan berfungsinya hukum, manusia sebagai aggota
masyarakat tidak mungkin dapat berkomunikasi secara efektif tanpa menerima pelayanan
hukum. Keadaan ini akan lebih jelas pada masyarakat yang sedang mengalami perubahan, yang
mana semakin sering terjadi konflik kepentingan. Namun, kedudukan hukum menjadi
problemetis dengan adanya pergeseran atau perubahan (ekonomi, politik, sosial budaya).
Hukum harus berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat, karena hukum merupakan
kebutuhan yang melekat pada kehidupan sosial atau masyarakat. Dengan demikian perubahan
masyarakat akan membawa konsekuensi terjadinya perubahan di bidang hukum. Hukum yang
baik adalah hukum yang berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat.
Namun demikian patut disayangkan bahwa studi tentang hukum di Indonesia dewasa ini masih
lebih banyak berkisar pada pemahaman dan analisis hukum secara dogmatig (ridical-normative
analysis). Seharusnya ada keterpaduan antara analisis dogmatig dan anailisis hukum epmiris
(suridical-emperical analysis), hal ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana perkembangan
dan penerapan hukum dalam Masyarakat yang semakin berkembang. Sehubungan dengan uraian
tersebut, sejumlah pertanyaan yang Dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo: Bagaimana hubungan
antara perkembangan hukum dan perkembangan masyarakat?, Apakah hukum merupakan satu-
satunya sarana pengendalian sosial di dalam mayarakat?, Apakah hukum mempengaruhi
masyarakat atau sebaliknya ditentukan oleh berlakunya kekuatan-kekuatan dan proses-proses
sosial di luar hukum?.
Dalam kaitannya dengan berbagai sektor pembangunan lainnya, pembangunan hukum harus
dilihat dari berbagai sudut pandang, sebab hukum tidak hanya menghendaki kesejahteraan lahir,
tetapi juga menghendaki kententraman hidup yang terkandung dari perasaan keadilan
masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat suatu tantangan yang berat yakni
begaimana merumuskan dan membangun suatu sistem nilai yang sesuai dengan kebutuhan
zaman, namun tetap berpijak pada nilai kultural bangsa. Pembangunan hukum harus
mempertimbangkan bukan hanya aspek filosofis dan idiologis tetapi juga aspirasi yang tumbuh
dalam msyarakat artinya memenuhi tuntutan ideal dan menjawab kenyataan sosial (aspek
sosiologis). Pembangunan hukum pada dasarnya merupakan upaya untuk membangun tata
hukum nasional yang berlandaskan kepada jiwa dan dan kepribadian bangsa. Dalam
konkritisasinya pembentukan hukum berarti pembentukan kaidah-kaidah hukum yang berupa
peraturan perundang-undangan (UU, Perda, Perdes) untuk mengatur berbagai bidang kehidupan
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai