Anda di halaman 1dari 11

Suku

Bugis
UANG PANAI

Antropologi Budaya l Fakultas Hukum l Kelas A1


Dosen Pengampu : Adhitya Nini Rizki Apriliana SH., MH.

Fitri Indra Dewi Kartika


Husti Mardia Septiani
Ina Apriliana
Hasnawati
Inda Lestari
Putri Uswatun Khasanah
Fauziah Apriliani
Fadilah Ulya Rahmah
Feby Au;ia Rizki
merupakan kelompok etnik dengan wilayah asal
Sulawesi Selatan. Penciri utama kelompok etnik ini
adalah bahasa dan adat-istiadat, sehingga pendatang
Melayu dan Minangkabau yang merantau ke Sulawesi
sejak abad ke-15 sebagai tenaga administrasi dan
pedagang di Kerajaan Gowa dan telah terakulturasi,
juga dikategorikan sebagai orang Bugis. Dan suku bugis
juga dikenal dengan uang panai nya

Uang Panai Panai dan mahar tidaklah sama. Panai adalah uang belanja
untuk semua kebutuhan resepsi pernikahan, sedangkan
mahar adalah uang atau barang yang dipegang oleh istri
dan menjadi hak mutlak bagi dirinya.
Uang panai melatarbelakangi kematian seorang
perempuan di jeneponto, sulawesi selatan. Pihak laki-laki
tidak mampu memenuhi nominal uang panai.
Uang panai sering juga ditulis panaik, merupakan uang
yang wajib diserahkan oleh pihak laki-laki kepada pihak
perempuan yang hendak di peristri.akan menjadi masalah
bila sang calon suami tak mampu menebus nominal yang
telah ditentukan oleh pihak calon istri.
Uang panai dikenal dalam tradisi pernikahan masyarakat
bugis-makassar sebagai perlambangan penghormatan
suku bugis-makassar terhadap kaum perempuan
Keterkaitan uang panai dengan
norma-norma
Norma agama

dalam hukum perkawinan islam bukan merupakan salah satu


rukun maupun syarat, masalah ini lebih menarik lagi karna
sebagian besar masyarakat setempat adalah beragama
islam.pemberian uang panai ini sudah menjadi adat kebiasaan
yang turun temurun dan tidak bisa ditinggalkan karena
mereka telah menganggap bahwa uang panai merupakan
suatu kewajiban dalam perkawinan yang apabila dilanggar
atau tidak dijalankan maka akan bertentangan dengan norma
agama yaitu mendapat sanksi berupa dosa.

Norma kesusilaan
uang panai tradisi adat bugis-makassar apabila tidak
dijalankan dapat bertentangan dengan norma
kesusilaan yaitu apabila dua belah pihak yang
melaksanakan pernikahan jika pihak laki-laki tidak
memenuhi uang panai maka mereka akan dicemooh
atau dibicakan dalam lingkungan masyarakat mereka
dan pernikahan mereka dianggap tidak sah.

Dampak Uang Panai


Apabila pihak laki-laki tidak dapat memenuhi nominal yang
ditentukan oleh pihak perempuan maka akan menyebabkan:
1. Kawin lari.
2. Bunuh diri.
3. Depresi.
4. Konflik antar keluarga

Unsur-unsur yang membangun


adat istiadat bugis-makassar
dalam uang panai:
Ade’ aspek pengadereng yang mengatur pelaksanaan sistem norma
dan aturan-aturan adat dalam kehidupan orang bugis
Bicara, semua keadaan yang berkaitan dengan masalah peradilan.
Rapang, yaitu contoh: misal ibarat atau perumpamaan, persamaan
atau kias.
Wari, penjenisan yang membedakan satu dengan yang lain, suatu
perbuatan selektip menata atau menertibka.
Siri’ yaitu daya pendorong untuk melenyapkan dan un tuk
membunuh, mengasingkan, mengusir kepada siapa yang
menyinggung persaaan
Dampak uang panai terhadap
stabilitas nasional
dampak yang ditimbulkan dari tingginya uang Panai yaitu
penundaan pernikahan hingga calon mempelai pria bisa
memenuhi nominal uang. Panai yang telah ditetapkan,
kedua mempelai bisa menikah tanpa didampingi orang tua
dan juga bisa melakukan Silariang/kawin lari. Jadi
baginya alangkah baik jika proses penetapan uang Panai ini
dilakukan
Pembayaran uang Panai tersebut sesuai dengan hukum perkawinan di
Indonesia, berdasarkan undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974.
Undang-Undang tersebut tidak memiliki hubungan hukum yang jelas,
karena tidak mengatur prosesi-prosesi perkawinan adat, yang mana
semua hal itu masih berada dalam ruang lingkup hukum adat.
Termasuk uang Panai yang merupakan bagian dari pernikahan adat
Bugis, dan masyarakat diperbolehkan untuk mengatur dan
melaksanakan pernikahan sesuai dengan hukum adat yang berlaku di
daerah masing-masing
Saran
1. Perlu untuk melestarikan uang Panai akan tetapi sebaiknya tidak
menetapkan nilai yang terlalu tinggi hanya karena gengsi dan
menyesuaikan kemampuan calon mempelai pria.

2. Sebaiknya calon mempelai pria diberikan keringanan untuk


mengusahakan nominal uang Panai yang ditetapkan

3. Jika ingin melakukan penolakan, sebaiknya dilakukan secara


langsung
dan terus terang tanpa harus meningkatkan jumlah uang Panai,
sehingga
tidak ada pihak yang merasa direndahkan karena belum mampu
membayarkan nominal uang Panai yang sangat tinggi.
SEKIAN
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai