Anda di halaman 1dari 54

GAMBARAN SIKAP IBU HAMIL TERHADAP

VAKSIN COVID-19 DI PUSKESMAS SIMPUR


BANDAR LAMPUNG TAHUN 2021

(Proposal Skripsi)

OLEH:
RENALDY FIRDAUS
NPM.18310129

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2021
GAMBARAN SIKAP IBU HAMIL TERHADAP
VAKSIN COVID-19 DI PUSKESMAS SIMPUR
BANDAR LAMPUNG TAHUN 2021

(Proposal Skripsi)

OLEH:
RENALDY FIRDAUS
NPM.18310129

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2021

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Skirpsi : GAMBARAN SIKAP IBU HAMIL TERHADAP VAKSIN


COVID-19 DI PUSKESMAS SIMPUR BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2021

Nama Mahasiswa : RENALDY FIRDAUS

NPM : 18310129

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Kedokteran Umum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Fonda Octarianingsih Shariff, Sp.OG dr. Festy Ladyani Mustofa, M.Kes

2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati

Toni Prasetya, dr.,Sp.PD, FINASIM

ii
MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Pembimbing 1 : dr. Fonda Octarianingsih Shariff, Sp.OG ...............

Pembimbing 2 : dr. Festy Ladyani Mustofa, M.Kes ...............

Penguji : ...............

2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati

dr. Toni Prasetia, Sp. PD., FINASIM

iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum.wr.wb

Dengan mengucapkan puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT yang
maha pengasih dan maha penyayang yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Gambaran Sikap
Ibu Hamil Terhadap Vaksin COVID-19 di Puskesmas Simpur Bandar Lampung
Tahun 2021”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas dan persyaratan dalam
menempuh program Sarjana Strata-1 Kedokteran Umum.
Dalam penyusunan proposal ini tidak terlepas dari dukungan banyak pihak. Pada
kesempatan ini penulis ingin menyatakan terimakasih kepada:
1. Dr. dr. Achmad Farich, M. M., selaku Rektor Universitas Malahayati.
2. dr. Toni Prasetya,Sp.PD, FINASIM., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Malahayati.
3. dr. Sri Maria Puji Lestari, M.Pd., Ked., selaku Kepala Prodi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati.
4. dr. Fonda Octarianingsih Shariff, Sp.OG., selaku dosen pembimbing I telah
mengarahkan dan memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
5. dr. Festy Ladyani, M.Kes., selaku dosen pembimbing II telah mengarahkan dan
memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
6. dr. Bambang Kurniawan Sp.Og., selaku penguji yang telah mengevaluasi skripsi ini
menjadi lebih baik lagi.
7. Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati yang telah memberikan
arahan dan informasi dalam penulisan skripsi ini.
8. Ayah Drs.H.Jajang Sudrajat,S.Pd.,M.Pd., dan Ibu Dra.Hj Neneng, yang selalu
mendoakan dan memberi dukungannya
Semoga Allah SWT berkenan membalas kebaikan yang telah diberikan. Skripsi
ini memiliki kelebihan dan kekurangan yang diharapkan dapat memberikan manfaat
kepada seluruh pembaca agar memperluas pengetahuan.
Bandar Lampung, ....... 2021

(Renaldy Firdaus)

iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL DALAM........................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN...........................................................................................ii
MENGESAHKAN..........................................................................................................iii
KATA PENGANTAR....................................................................................................iv
DAFTAR ISI....................................................................................................................v
DAFTAR TABEL...........................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................vii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian..............................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Vaksin COVID-19..............................................................................................7
2.2 Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)..........................................................15
2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku...................................................32
2.4 Kerangka Teori.................................................................................................34
2.5 Kerangka Konsep..............................................................................................35

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian.................................................................................................36
3.2 Desain Penelitian..............................................................................................36
3.4 Subjek Penelitian..............................................................................................36
3.5 Variabel Penelitian............................................................................................38
3.6 Definisi Operaisonal.........................................................................................38
3.7 Instrumen dan Metode Pengumpulan Data.......................................................39
3.8 Uji Validitas dan Reliabilitas............................................................................40
3.9 Pengolahan Data...............................................................................................40
3.10 Analisis Data.....................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian......................................................................38

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Peta Sebaran COVID-19.......................................................................................17
Gambar 2.2 Struktur Coronavirus.............................................................................................18
Gambar 2.3 Perjalanan penyakit COVID-19............................................................................23
Gambar 2.4 Kerangka Teori.....................................................................................................34
Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian.................................................................................35

vii
DAFTAR SINGKATAN

MERS Middle East Respiratory Syndrome

COVID-19 Coronavirus Disease 2019

SARS Severe Acute Respiratory Syndrome

WHO World Health Organization

CDC Centers For Disease Control and Prevention

COVID Coronavirus Disease

Dinkes Dinas Kesehatan

Kemenkes RI Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

viii
DAFTAR LAMPIRAN

ix
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kasus COVID-19 yang menyerang manusia pertama kali, penyakit yang

disebabkan oleh virus corona baru yang menyebabkan COVID-19, selanjutnya

bernama SARS-CoV-2 pertama kali dilaporkan oleh pejabat di Kota Wuhan, Cina,

pada Desember 2019. Retrospektif investigasi oleh otoritas Cina telah

mengidentifikasi kasus manusia dengan timbulnya gejala pada awal Desember

2019. Sementara beberapa kasus paling awal yang diketahui memiliki kaitan

dengan pasar makanan grosir di Wuhan, beberapa tidak. Banyak dari pasien awal

adalah pemilik warung, pegawai pasar, atau pengunjung tetap pasar ini. Sampel

lingkungan diambil dari pasar ini pada bulan Desember 2019 dinyatakan positif

SARS-CoV-2, lebih lanjut menunjukkan bahwa pasar makanan grosir di Kota

Wuhan adalah sumber wabah ini atau berperan dalam amplifikasi awal wabah.

Pasar makanan grosir ditutup pada 1 Januari 2020 (World Health Organization,

2020).

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-

2). SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah

diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Ada setidaknya dua jenis coronavirus

yang diketahui menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat

seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory

Syndrome (SARS). Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19 antara lain gejala

gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa inkubasi

rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada kasus COVID-19

1
2

yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal,

dan bahkan kematian (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2020).

Infeksi menimbulkan berat, sedang atau ringan. Gejala klinis utama adalah

demam (suhu > 38°C), batuk dan sesak napas. Juga di ikuti kram parah, kelelahan,

mialgia, gejala gastrointestinal. Pada kasus yang parah, kondisi dapat memburuk

dengan cepat, seperti syok septik, ARDS, asidosis metabolik yang menetap dan

perdarahan/disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari (Burhan et al, 2020).

Oleh karena itu, di banyak negara, termasuk pemerintah Indonesia, pencegahan dan

pengendalian infeksi COVID-19 terutama menyangkut kelompok rentan yang

berisiko lebih besar, salah satunya adalah ibu hamil (Qiao, 2020).

Ibu hamil tercatat salah satu kelompok rentan risiko terinfeksi COVID-19

dikarenakan pada masa kehamilan terjadinya perubahan fisiologi yang

mengakibatkan penurunan kekebalan parsial (Liang and Acharya, 2020). Ibu hamil

rentan mengalami gangguan kesehatan, terutama infeksi yang disebabkan oleh

perubahan fisiologi tubuh dan mekanisme respon imun (Nurdianto et al, 2020).

Wanita hamil dengan COVID-19 terjadi pada trimester pertama, kedua, dan ketiga.

Pada terimester pertama, meski sejauh ini belum terbukti ibu hamil dapat

menurlarkan COVID-19, infeksi COVID-19 pada ibu hamil dapat memengaruhi

organogenesis dan perkembangan janin. Semakin dini kasus infeksi, semakin besar

pula risiko keguguran (Briet et al, 2020).

Ibu hamil dengan COVID-19 lebih mungkin melahirkan secara prematur (studi

8549 wanita) (WHO, 2020). Beberapa penelitian yang dilakukan untuk mengetahui

dampak COVID-19 menunjukkan bahwa ibu hamil dengan COVID-19 berisiko


3

mengalami keguguran, gawat janin, persalinan prematur, ketuban dini, dan

gangguan pertumbuhan janin (Qiancheng et al., 2020).

Komisi Kesehatan Nasional Cina mengidentifikasi terdapat 118 ibu hamil yang

mengalami COVID-19 di 50 RS di Wuhan sejak 8 Desember 2019 hingga 20 Maret

2020. Pada trimester kedua terdapat 75 (64%) wanita hamil dengan COVID-19.

Dari 118 kasus, 112 menunjukkan gejala (simtomatis) dan 6 kasus sisanya adalah

asimtomatis. Meski ada banyak pasien, belum ada ibu hamil yang meninggal (Chen

et al, 2020).

Saat ini terdapat 3 jenis vaksin (vaksin mRNA, vaksin vektor virus, vaksin

subunit protein) (Amanda et al, 2021). Tak satu pun dari jenis vaksin ini yang dapat

menyebabkan COVID-19 karena vaksin tersebut mengandung antigen yang

merangsang tubuh sistem kekebalan untuk menghasilkan antibodi terhadap protein

SARS-CoV-2 (CDC, 2020). Vaksin ini dapat ditoleransi dengan baik di semua

populasi tanpa mengkhawatirkan keamanan yang serius. Efek samping ringan

termasuk kelelahan dan sakit kepala setelah dosis vaksin kedua. Sangat dianjurkan

agar vaksin tersebut diberikan harus digunakan pada wanita hamil dan menyusui

(Sulistyowati and Anugerah, 2020).

Vaksin bekerja dengan menerapkan mekanisme ini. Ketika terekspos patogen

yang berbahaya diseseorang sistem kekebalan tubuh sudah siap mendatang,

penyakit tersebut. Menanggapi dan melindungi diri dari Vaksin berisi antigen atau

bagian dari organisme berbahaya penyebab penyakit yang sudah dilemahkan atau

sudah tidak aktif. Antigen yang sudah dilemahkan ini akan memicu respons imun

dalam tubuh untuk membuat antibodi. Versi antigen yang sudah dilemahkan ini

tidak akan menimbulkan penyakit pada manusia yang menerima vaksin tersebut.
4

Hanya dengan saja, tubuh akan memberikan respons yang sama ketika patogen asli

yang menyerang.

Sejumlah vaksin harus diberikan dalam beberapa kali dosis, dengan rentang

waktu mingguan atau bulanan. Ini kadang diperlukan untuk mendorong tubuh

memproduksi antibodi-antibodi yang lebih kuat dan tahan lama serta untuk

memberi kesempatan sel-sel imun mengingat penyakitnya. Dengan cara ini, sistem

pertahanan tubuh diharapkan mampu melawan patogen yang masuk di masa

mendatang, termasuk untuk melawan virus penyebab COVID-19.

Ketika seseorang divaksinasi, mereka akan terlindungi dari penyakit-penyakit

yang sudah ditemukan vaksinya. Sayangnya, tidak semua orang dapat mendapatkan

vaksin seperti para pengidap kanker dan HIV atau mereka yang mengalami alergi

pada sejumlah komponen pembentuk vaksin. Namun, orang-orang ini dapat tetap

hidup sehat dan selamat jika mereka dikelilingi oleh orang-orang yang sudah

divaksin. Patogen, termasuk virus penyebab COVID-19, akan sulit menyebar ketika

banyak atau sebagian besar orang dalam suatu komunitas telah mendapatkan

vaksin. Dengan demikan, semakin banyak orang yang divaksinasi maka semakin

sedikit risiko orang-orang terserang penyakit. Inilah yang disebut herd immunity.

Namun, tidak satu pun vaksin yang memberikan perlindungan menyeluruh terhadap

suatu penyakit. Begitu juga herd immunity juga tidak menjamin perlindungan total

pada mereka yang tidak atau belum divaksinasi. Namun setidaknya, orang-orang

akan mendapatkan perlindungan dasar dengan herd immunity ini, inilah pentingnya

mendapatkan vaksinasi. Vaksinasi tidak hanya melindungi tubuh kita sendiri, tetap

melindungi seluruh anggota komunitas di sekitar. (Yulianto, 2021)


5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah "Bagaimana Gambaran Sikap Ibu Hamil terhadap Vaksin

COVID-19 di Puskesmas Simpur Bandar Lampung tahun 2021?"

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui "Bagaimana

Gambaran Sikap Ibu Hamil terhadap Vaksin COVID-19 di Puskesmas Simpur

Bandar Lampung tahun 2021"

1.3.2 Tujuan Khusus

1 Untuk mengetahui karakteristik sikap ibu hamil terhadap vaksin COVID-19 di

Puskesmas Simpur Bandar Lampung tahun 2021

2 Untuk mengetahui distribusi sikap ibu hamil terhadap vaksin COVID-19 di

Puskesmas Simpur Bandar Lampung Tahun 2021 berdasarkan tingkat

pendidikan, pekerjaan, umur

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan pengalaman yang sangat berharga tentang tata cara

melakukan riset ilmiah dan untuk peningkatan pengetahuan serta menambah

wawasan mengenai gambaran sikap ibu hamil terhadap 3 vaksin COVID-19 di

Puskesmas Simpur Bandar Lampung Tahun 2021.


6

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian yang diharapkan dapat dijadikan sumber referensi dan

pengetahuan tambahan dalam kaitanya dengan penelitian terkait khususnya untuk

Universitas Malahayati

1.4.3 Bagi Puskesmas

Sebagai bahan masukan dan informasi tambahan yang dapat di gunakan untuk

mengetahui gambaran pandangan sikap ibu hamil terhadap cakupan vaksin

COVID-19 di Puskesmas Simpur Bandar Lampung tahun 2021.

1.4.4 Bagi Subjek Penelitian dan Masyarakat

Sebagai bahan informasi bagi lembaga penelitian, peneliti lain, dan masyarakat

untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut dan mengetahui tentang pandangan

sikap ibu hamil terhadap cakupan vaksin COVID-19.

1.5 Ruang Lingkup

Ruang lingkup pada penelitian ini sebagai berikut :

1. Jenis penelitian : Deskriptif Kuantitatif

2. Subjek penelitian : Ibu hamil yang datang ke Puskesmas Simpur Bandar

Lampung

3. Lokasi penelitian : Puskesmas Simpur Bandar Lampung

4. Waktu penelitian : Bulan desember 2022


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Vaksin COVID-19

2.1.1 Definisi

Vaksin berasal dari bahasa latin vacca (sapi) dan vaccinia (cacar sapi). Vaksin

adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif

terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh

infeksi oleh organisme alami atau liar. Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri

yang telah dilemahkan sehingga tidak menimbulkan penyakit. Vaksin dapat juga

berupa organisme mati atau hasil - hasil pemurniannya (protein, peptida, partikel

serupa virus, dsb.). Vaksin akan mempersiapkan sistem kekebalan manusia atau

hewan untuk bertahan terhadap serangan patogen tertentu, terutama bakteri, virus,

atau toksin. Vaksin juga bisa membantu sistem kekebalan untuk melawan sel-sel

degeneratif (kanker). Pemberian vaksin diberikan untuk merangsang sistem

imunologi tubuh untuk membentuk antibodi spesifik sehingga dapat melindungi

tubuh dari serangan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin (goleman, daniel,

boyatzis, Richard, Mckee and Perdana, 2018).

2.1.2 Cara Vaksin Bekerja

Vaksin bekerja dengan menerapkan mekanisme ini. Ketika terekspos patogen

yang berbahaya diseseorang sistem kekebalan tubuh sudah siap mendatang,

penyakit tersebut. Menanggapi dan melindungi diri dari Vaksin berisi antigen atau

bagian dari organisme berbahaya penyebab penyakit yang sudah dilemahkan atau

sudah tidak aktif. Antigen yang sudah dilemahkan ini akan memicu respons imun

dalam tubuh untuk membuat antibodi. Versi antigen yang sudah dilemahkan ini

7
8

tidak akan menimbulkan penyakit pada manusia yang menerima vaksin tersebut.

Hanya dengan saja, tubuh akan memberikan respons yang sama ketika patogen asli

yang menyerang.

Sejumlah vaksin harus diberikan dalam beberapa kali dosis, dengan rentang

waktu mingguan atau bulanan. Ini kadang diperlukan untuk mendorong tubuh

memproduksi antibodi-antibodi yang lebih kuat dan tahan lama serta untuk

memberi kesempatan sel-sel imun mengingat penyakitnya. Dengan cara ini, sistem

pertahanan tubuh diharapkan mampu melawan patogen yang masuk di masa

mendatang, termasuk untuk melawan virus penyebab COVID-19.

ketika seseorang divaksinasi, mereka akan terlindungi dari penyakit-penyakit

yang sudah ditemukan vaksinya. Sayangnya, tidak semua orang dapat mendapatkan

vaksin seperti para pengidap kanker dan HIV atau mereka yang mengalami alergi

pada sejumlah komponen pembentuk vaksin. Namun, orang-orang ini dapat tetap

hidup sehat dan selamat jika mereka dikelilingi oleh orang-orang yang sudah

divaksin. Patogen, termasuk virus penyebab COVID-19, akan sulit menyebar ketika

banyak atau sebagian besar orang dalam suatu komunitas telah mendapatkan

vaksin. Dengan demikan, semakin banyak orang yang divaksinasi maka semakin

sedikit risiko orang-orang terserang penyakit. Inilah yang disebut herd immunity.

Namun, tidak satu pun vaksin yang memberikan perlindungan menyeluruh terhadap

suatu penyakit. Begitu juga herd immunity juga tidak menjamin perlindungan total

pada mereka yang tidak atau belum divaksinasi. Namun setidaknya, orang-orang

akan mendapatkan perlindungan dasar dengan herd immunity ini, inilah pentingnya

mendapatkan vaksinasi. Vaksinasi tidak hanya melindungi tubuh kita sendiri, tetap

melindungi seluruh anggota komunitas di sekitar (Yulianto, 2021).


9

2.1.3 Tujuan Vaksin

Tujuan utama vaksinasi COVID-19 adalah mengurangi transmisi/penularan

COVID-19, menurunkan angka kesakitan dan kamatian akibat COVID-19.

Mencapai kekebalan kelompok di masyarakat (herd imunity) dan melindungi

masyarakat dari COVID-19 agar tetap produktif secara sosial dan ekonomi.

Vaksinasi COVID-19 adalah bagian penting dari upaya penanganan pandemi

COVID-19 yang menyeluruh dan terpadu meliputi aspek pencegahan dengan

penerapan protokol kesehatan: menjaga jarak, mencuci tangan pakai sabun dan

memakai masker (3M), vaksinasi COVID-19, dan 3T (Tes, Telusur, Tindak lanjut)

(Komite Penanganan COVID-19 and Kementerian Kesehatan RI, 2021).

2.1.4 Jenis – Jenis Vaksin

Pemerintah melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

H.K.01.07/Menkes/9860/2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin Untuk Pelaksanaan

Vaksinasi Coronavirus Disease 2019 COVID-19 telah menetapkan vaksin virus

corona yang diproduksi enam lembaga berbeda untuk program vaksinasi di

Indonesia. Penetapan yang ditandatangani Menkes Terawan Agus Putranto pada

Kamis (3/12/2020) berlaku sejak waktu ditanda tangani.

Jenis vaksin yang ditetapkan tersebut diproduksi oleh PT. Bio Farma (Persero),

AstraZeneca, Cina National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm),

Moderna, Pfizer Inc and BioNTech, serta Sinovac Biotech Ltd. Berdasarkan SK

Menkes, keenam vaksin COVID-19 ini akan bisa dipakai setelah mendapatkan izin

edar atau persetujuan penggunaan pada masa darurat dari Badan Pengawas Obat

dan Makanan (BPOM).


10

Berikut ini uraian singkat mengenai masing-masing kandidat vaksin yang akan

digunakan untuk vaksinasi di Indonesia :

1. Vaksin Produksi PT. Bio Farma

PT. Bio Farma (Persero) merupakan produsen vaksin virus Corona dari dalam

negeri. Melalui perusahaan ini, Pemerintah Republik Indonesia menunjukkan upaya

penanganan COVID-19 lewat pengadaan vaksin. Pemerintah menempuh dua jalur

dalam hal pengadaan vaksin COVID-19 yang melibatkan perusahaan BUMN ini,

sebagai berikut :

a. Melalui PT. Bio Farma, Pemerintah Republik Indonesia menjalin kerja sama

dengan perusahaan vaksin asal Tiongkok, Sinovac Biotech, dalam

pembuatan vaksin COVID-19.

b. Melalui PT. Biofarma, para ahli membuat vaksin produksi dalam negeri

yang disebut vaksin Merah Putih. Vaksin ini merupakan hasil kerja sama

antara PT. Bio Farma dan Lembaga Eijkman Institute.

Pada akhir November 2020, Sekretaris Perusahaan Bio Farma, Bambang

Heriyanto, menyebut sebanyak 1.620 relawan uji klinis tahap tiga vaksin sinovac

telah disuntik. Kepala BPOM, Penny K Lukito, mengatakan pihaknya telah

menerima 95% persyaratan mutu bakal vaksin Sinovac. Namun, BPOM saat ini

masih menanti hasil dari uji klinis tahap ketiga vaksin tersebut. Sementara, vaksin

Merah Putih diharapkan dapat selesai pada akhir


11

2. AstraZeneca

Vaksin yang diajukan oleh Oxford University, Britania Raya ini dikenal juga

sebagai vaksin vektor viral yang memiliki mekanisme kerja seperti kuda Troya

pada sistem imun. Para ahli di Oxford memindahkan protein spike (protein yang

berbentuk menyerupai paku menancap pada permukaan virus dan merupakan

senjata virus untuk menginvasi sel) dari SARS-CoV-2 pada versi adenovirus yang

telah dilemahkan. Adenovirus sendiri adalah virus penyebab flu biasa. Harapannya,

sistem pertahanan tubuh akan langsung membentuk antibodi ketika adenovirus

yang sudah dimodifikasi ini disuntikkan ke dalam tubuh manusia. Vaksin

AstraZeneca memiliki kelebihan mudah didistribusikan karena tidak perlu disimpan

pada suhu yang sangat dingin. Pada 23 November 2020, Oxford dan AstraZeneca

mengumumkan bahwa mereka telah melakukan dua dari tiga uji coba dan

menunjukkan bahwa vaksin ini 90% efektif untuk COVID-19 dalam tes pertama di

Britania Raya dan 62% untuk percobaan di Brasil. Jika dirata-rata, tingkat

keberhasilan vaksin ini adalah 70%. Lebih jauh, uji coba itu juga menunjukkan

bahwa vaksin ini mampu menghasilkan respons kekebalan tubuh yang kuat pada

orang dewasa dari semua kelompok usia, termasuk orang lanjut usia yang lebih

rawan terinfeksi virus ini. Respons yang terjadi termasuk meningkatnya jumlah

antibodi dan tanggapan dari sel-sel T dengan efek samping yang ringan berupa

keletihan dan sakit kepala.

3. Moderna

Vaksin Moderna memiliki nama mRNA-1273 dan dibuat oleh sebuah

perusahaan bioteknologi asal Massachusetts bekerja sama dengan Lembaga

Kesehatan Nasional Amerika Serikat. Vaksin ini bekerja dengan memasukkan


12

potongan dari mRNA ke dalam sel-sel manusia untuk memicu munculnya respons

imun. Pemberian vaksin ini sebanyak dua dosis dan berjarak empat minggu antar

suntikan. Vaksin ini bisa disimpan dalam es atau dalam mesin pendingin normal

selama 30 hari. Pada 30 November 2020, moderna mengumumkan hasil dari tiga

kali uji cobanya bahwa vaksin ini 94,1% efektif dalam pencegahan kasus-kasus

ringan COVID-19. Perusahaan juga mengklaim bahwa vaksin mereka 100% efektif

dalam mencegah kasus-kasus parah akibat virus ini, meskipun penelitian lanjutan

masih terus dilakukan. FDA atau badan pengawasan obat dan makanan Amerika

Serikat berencana melakukan uji pada vaksin ini per 17 Desember 2020. Jika lolos,

vaksin ini siap untuk diedarkan.

4. Sinopharm

Vaksin sinopharm dibuat oleh perusahaan farmasi negara asal Tiongkok yang

bekerja sama dengan Wuhan Institute of Biological Products. Vaksin ini juga

menggunakan bagian dari virus SARS-CoV-2 yang sudah tidak diaktifkan dan

diharapkan sudah bisa diakses akhir 2020. Uji coba secara acak dengan vaksin ini

menunjukkan bahwa vaksin ini terbukti dapat memincu respons antibodi tanpa

adanya efek samping yang serius. Sayangnya, penelitian itu tidak mengukur

respons imun dari sel-sel T. Namun, data ini tetap penting karena inilah penelitian

klinis pertama tentang vaksin COVID-19 menggunakan virus yang sudah tidak

diaktifkan kepada manusia.

Dikutip dari "The Guardian" pada 20 November 2020, setidaknya sudah ada

hampir satu juta orang yang disuntik menggunakan vaksin COVID-19 buatan

Sinopharm di bawah izin penggunaan darurat di Tiongkok sendiri. Vaksin tersebut

saat ini masih dalam tahap pengujian dan belum sepenuhnya selesai. Sebelum
13

vaksin Sinopharm terbukti berhasil seluruhnya, vaksin hanya digunakan pada

pejabat Tiongkok, pelajar, dan pekerja yang bepergian. Pada Juli 2020, Sinopharm

melakukan uji klinis di Uni Emirat Arab pada 15.000 sukarelawan dan

menunjukkan bahwa vaksin samping yang serius. ini tidak menimbulkan efek

5. Pfizer and BioNTech

Vaksin ini diproduksi sebagai hasil kerja sama antara Plizer yang berbasis di

New York dan perusahaan bioteknologi asal Jerman bernama BioNTech. Vaksin ini

bekerja dengan memasukkan potongan dari sebuah materi genetik virus (yakni

mRNA atau messenger RNA) dalam sel-sel tubuh manusia. Suntikan ini memicu

produksi protein-protein viral yang meniru coronavirus dan melatih sistem

pertahanan tubuh untuk mengenali keberadaannya. Dosis untuk vaksin ini adalah

dua kali dengan jarak 21 hari. Pfizer and BioNTech telah mengajukan penggunaan

vaksin ini untuk kebutuhan darurat FDA pada 20 November 2020. FDA Amerika

Serikat mulai menguji coba vaksin ini pada 10 Desembet 2020.

Pada 18 November 2020, Pfizer and BioNTech telah mengumumkan hasil tiga

kali uji coba dengan hasil sesuai yang diharapkan. Penelitian itu menemukan bahwa

vaksin ini 95% efektif dalam mencegah kasus-kasus ringan akibat COVID-19 dan

94% efektif untuk orang dewasa berusia 65 tahun ke atas tanpa gangguan kesehatan

yang serius. Namun, mereka belum merilis data penelitian kepada publik per 7

Desember 2020. Oleh karena itu, masih belum jelas apakah vaksin ini dapat

menghasilkan respons imun yang tahan lama. Perusahaan juga belum menjelaskan

apakah vaksin ini bekerja dengan mengurangi gejala-gejala penyakit ataukah

dengan memblokir virus secara total.


14

Inggris adalah negara Eropa pertama memperbolehkan penggunaan vaksin

Pfizer and BioNTech ini untuk keperluan darurat. Penerima vaksin juga harus

berusia 16 tahun ke atas. Pfizer sendiri tengah melakukan uji coba di empat negara

bagian di Amerika Serikat. Perusahaan itu juga telah melakukan uji coba yang

melibatkan 44.000 sukarelawan di berbagai negara. Hasil awal menunjukkan bahwa

vaksin ini dapat memproduksi antibodi dan memicu respons dari sel T yang spesifik

pada protein SARS-CoV-2. Pfizer diharapkan dapat memproduksi 50 juta dosis

vaksin pada 2020 dan 1,3 miliar dosis vaksin pada penghujung 2021. Vaksin ini

membutuhkan penyimpanan dalam suhu yang ekstra dingin, yakni mencapai minus

70 derajat Celsius.

6. Sinovac

Vaksin ini diberi nama CoronaVac dan dibuat oleh sebuah perusahaan

biofarmasi yang berbasis di Tiongkok bekerja sama dengan Butantan, sebuah pusat

penelitian di Brasil. CoronaVac adalah vaksin tidak aktif yang menggunakan versi

coronavirus yang tidak menular untuk memicu respons dari sistem imun. Pada 17

November 2020, dilaporkan bahwa vaksin ini aman untuk digunakan, tetapi hanya

menghasilkan respons imun dengan tingkat sedang. Jumlah antibodi yang

dihasilkan juga lebih sedikit jika dibandingkan dengan antibodi dari pasien pasien

yang berhasil sembuh dari COVID-19. Hasil uji awal pada monyet Maka

sebagaimana dipublikasikan di jurnal Science menunjukkan bahwa vaksin

memproduksi antibodi yang dapat menetralisasi 10 galur SARS-CoV-2. Per Juli

2020, CoronaVac diuji cobakan pada 9.000 petugas medis profesional di Brasil.

Percobaan juga dilakukan selama tiga kali di Indonesia dan Bangladesh.

Pemerintah Republik Indonesia akhirnya memilih vaksin dari Sinovac untuk


15

diberikan secara gratis kepada seluruh masyarakat Indonesia, tanpa kecuali, dengan

sejumlah pertimbangan positif (Yulianto, 2021).

2.1.5 Kegunaan Vaksin

Sejak ditemukan pada tahun 1796, vaksin diakui dan terbukti dapat mencegah

penyakit yang disebabkan oleh virus atau bakteri tertentu. Vaksinasi COVID-19

sendiri bertujuan untuk mengurangi transmisi atau penularan COVID-19,

menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat COVID-19, mencapai kekebalan

kelompok di masyarakat (herd imunity) dan melindungi masyarakat dari COVID-

19 agar tetap produktif secara sosial dan ekonomi. Ketersediaan vaksin COVID-19,

akan membantu proses penanganan pandemi COVID-19 lebih cepat. (Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia and Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan

Ekonomi Nasional, 2021).

2.1.6 Efek Samping

Secara umum, efek samping yang timbul dapat beragam, pada umumnya ringan

dan bersifat sementara, dan tidak selalu ada, serta bergantung pada kondisi tubuh.

Efek samping ringan seperti demam dan nyeri otot atau ruam-ruam pada bekas

suntikan adalah hal yang wajar namun tetap perlu dimonitor. Melalui tahapan

pengembangan dan pengujian vaksin yang lengkap, efek samping yang berat dapat

terlebih dahulu terdeteksi sehingga dapat dievaluasi lebih lanjut. Manfaat vaksin

jauh lebih besar dibandingkan risiko sakit karena terinfeksi bila tidak divaksin.

(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia and Komite Penanganan Covid-19 dan

Pemulihan Ekonomi Nasional, 2021).

2.2 Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)

2.2.1 Definisi
16

Coronavirus merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit pada

manusia dan hewan. Pada manusia biasanya menyebabkan penyakit infeksi saluran

pernapasan, mulai dari flu biasa hingga penyakit yang serius seperti Middle East

Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom Pernafasan Akut Berat/ Severe Acute

Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus jenis baru yang ditemukan pada

manusia sejak kejadian luar biasa muncul di daerah Wuhan Cina, pada bulan

Desember tahun 2019, lalu diberi nama Severe Acute Respiratory Syndrome

Coronavirus 2 (SARS-CoV2) dan menyebabkan penyakit Coronavirus Disease

2019 (COVID-19). (Kemenkes RI, 2020).

2.2.2 Epidemiologi

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit menular yang

disebabkan oleh Coronavirus jenis baru. Penyakit ini diawali dengan munculnya

kasus pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di daerah Wuhan, Cina pada

akhir Desember 2019 (Li et al, 2020). Berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi

dari kasus tersebut diduga berhubungan dengan Pasar Seafood di Wuhan.

(Kemenkes RI, 2020).

Pada tanggal 7 Januari 2020, pemerintahan Cina mengumumkan bahwa

penyebab kasus tersebut adalah Coronavirus jenis baru yang kemudian diberi nama

Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Virus ini

berasal dari famili yang sama dengan virus penyebab SARS dan MERS. Meskipun

berasal dari famili yang sama, namun SARS-CoV-2 lebih menular dibandingkan

dengan SARS-CoV dan MERS-CoV. (CDC Cina, 2020) Proses penularan yang

cepat membuat WHO menetapkan COVID-19 sebagai KKMMD/PHEIC pada

tanggal 30 Januari 2020. Angka kematian kasar bervariasi tergantung negara dan
17

tergantung pada populasi yang terpengaruh, perkembangan wabahnya di suatu

negara, dan ketersediaan pemeriksaan laboratorium. (Kemenkes RI, 2020).

Thailand merupakan negara pertama di luar Cina yang melaporkan adanya kasus

COVID-19. Setelah Thailand, negara berikutnya yang melaporkan kasus pertama

COVID-19 adalah Jepang dan Korea Selatan yang kemudian berkembang ke

negara-negara lain. Sampai dengan tanggal 30 Juni 2020, WHO melaporkan

10.185.374 kasus konfirmasi dengan 503.862 kematian di seluruh dunia (CFR

4,9%). Negara yang paling banyak melaporkan kasus konfirmasi adalah Amerika

Serikat, Brazil, Rusia, India, dan United Kingdom. Sementara, negara dengan

angka kematian paling tinggi adalah Amerika Serikat, United Kingdom, Italia,

Perancis, dan Spanyol. Peta sebaran COVID- 19 di dunia dapat dilihat pada gambar

2.1 (Kemenkes RI, 2020).

Gambar 2.1 Peta Sebaran COVID-19


COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020

sejumlah dua kasus. (WHO, 2020) Data 31 Maret 2020 menunjukkan kasus yang

terkonfirmasi berjumlah 1.528 kasus dan 136 kasus kematian. (KEMENKES, 2020)

Tingkat mortalitas COVID-19 di Indonesia sebesar 8,9%, angka ini merupakan

yang tertinggi di Asia Tenggara. (WHO, 2020).


18

Per 30 Maret 2020, terdapat 693.224 kasus dan 33.106 kematian di seluruh

dunia. Eropa dan Amerika Utara telah menjadi pusat pandemi COVID-19, dengan

kasus dan kematian sudah melampaui Cina. Amerika Serikat menduduki peringkat

pertama dengan kasus COVID-19 terbanyak dengan penambahan kasus baru

sebanyak 19.332 kasus pada tanggal 30 Maret 2020 disusul oleh Spanyol dengan

6.549 kasus baru. Italia memiliki tingkat mortalitas paling tinggi di dunia, yaitu

11,3%. (WHO, 2019).

2.2.3 Etiologi

Penyebab COVID-19 adalah virus yang tergolong dalam family coronavirus.

Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak

bersegmen. Terdapat 4 struktur protein utama pada Coronavirus yaitu: protein N

(nukleokapsid), glikoprotein M (membran), glikoprotein spike S (spike), protein E

(selubung). Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae.

Coronavirus ini dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Terdapat 4

genus yaitu alphacoronavirus, betacoronavirus, gammacoronavirus, dan

deltacoronavirus. Sebelum adanya COVID-19, ada 6 jenis coronavirus yang dapat

menginfeksi manusia, yaitu HCoV-229E (alphacoronavirus), HCoV-OC43

(betacoronavirus), HCoVNL63 (alphacoronavirus) HCoV-HKU1

(betacoronavirus), SARS-CoV (betacoronavirus), dan MERS-CoV

(betacoronavirus).
19

Gambar 2.2 Struktur Coronavirus


Sumber: Shereen, et al. (2020) Journal of Advanced Research 24

Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus

betacoronavirus, umumnya berbentuk bundar dengan beberapa pleomorfik, dan

berdiameter 60-140 nm. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini

masuk dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah

SARS pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas dasar ini, International

Committee on Taxonomy of Viruses (ICTV) memberikan nama penyebab COVID-

19 sebagai SARS-CoV-2.

Belum dipastikan berapa lama virus penyebab COVID-19 bertahan di atas

permukaan, tetapi perilaku virus ini menyerupai jenis-jenis coronavirus lainnya.

Lamanya coronavirus bertahan mungkin dipengaruhi kondisi-kondisi yang berbeda

(seperti jenis permukaan, suhu atau kelembapan lingkungan). Penelitian

(Doremalen et al, 2020) menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 dapat bertahan selama

72 jam pada permukaan plastik dan stainless steel, kurang dari 4 jam pada tembaga

dan kurang dari 24 jam pada kardus. Seperti virus corona lain, SARS-CoV-2

sensitif terhadap sinar ultraviolet dan panas. Efektif dapat dinonaktifkan dengan

pelarut lemak (lipid solvents) seperti eter, etanol 75%, ethanol, disinfektan yang

mengandung klorin, asam peroksiasetat, dan khloroform (kecuali khlorheksidin).

(Kemenkes RI, 2020).


20

2.2.2 Penularan

Virus corona merupakan zoonosis, sehingga terdapat kemungkinkan virus

berasal dari hewan dan ditularkan ke manusia. Pada COVID-19 belum diketahui

dengan pasti proses penularan dari hewan ke manusia, tetapi data filogenetik

memungkinkan COVID-19 juga merupakan zoonosis. Perkembangan data

selanjutnya menunjukkan penularan antar manusia (human to human) yaitu

diprediksi tersebar disaat bernapas, berbicara, batuk, bersin, menyanyi atau

kegiatan lain yang menghasilkan droplet dan kontak dengan virus yang dikeluarkan

dalam droplet. Hal ini sesuai dengan kejadian penularan kepada petugas kesehatan

yang merawat pasien COVID-19, disertai bukti lain penularan di luar Cina dari

seorang yang datang dari Kota Shanghai, Cina ke Jerman dan diiringi penemuan

hasil positif pada orang yang ditemui dalam kantor. Pada laporan kasus ini bahkan

dikatakan penularan terjadi pada saat kasus indeks belum mengalami gejala

(asimtomatik) atau masih dalam masa inkubasi. Laporan lain mendukung penularan

antar manusia adalah laporan 9 kasus penularan langsung antar manusia di luar

Cina dari kasus index ke orang kontak erat yang tidak memiliki Riwayat perjalanan

manapun. (Zhou P et al, 2020).

Penularan ini terjadi umumnya melalui droplet dan kontak dengan virus

kemudian virus dapat masuk ke dalam mukosa yang terbuka. Suatu analisis

mencoba mengukur laju penularan berdasarkan masa inkubasi, gejala dan durasi

antara gejala dengan pasien yang diisolasi. Analisis tersebut mendapatkan hasil

penularan dari 1 pasien ke sekitar 3 orang di sekitarnya, tetapi kemungkinan

penularan di masa inkubasi menyebabkan masa kontak pasien ke orang sekitar


21

lebih lama sehingga risiko jumlah kontak tertular dari 1 pasien mungkin dapat lebih

besar.(Zhu N et al, 2019).

2.2.4 Faktor Risiko

Berdasarkan data yang sudah ada, penyakit komorbid seperti diabetes melitus

dan hipertensi, jenis kelamin laki-laki, dan perokok aktif merupakan faktor risiko

dari infeksi SARS-CoV-2. Distribusi jenis kelamin yang lebih banyak pada laki-

laki diduga terkait dengan prevalensi perokok aktif yang lebih tinggi. Pada perokok,

diabetes melitus serta hipertensi, diduga ada peningkatan ekspresi reseptor ACE2.

Infeksi saluran napas akut (ISPA) yang menyerang pasien HIV umumnya

memiliki risiko mortalitas yang lebih besar dibanding pasien yang tidak mengalami

HIV. Namun, hingga saat ini belum ada studi yang mengaitkan HIV dengan infeksi

SARS-CoV-2. Hubungan infeksi SARS-CoV-2 dengan hipersensitivitas dan

penyakit autoimun juga belum dilaporkan. Belum ada studi yang menghubungkan

riwayat penyakit asma dengan kemungkinan terinfeksi SARS-CoV-2. Namun, studi

meta-analisis yang dilakukan oleh Yang, dkk. menunjukkan bahwa pasien COVID-

19 dengan riwayat penyakit sistem respirasi akan cenderung memiliki manifestasi

klinis yang lebih parah. (Susilo et al., 2020).

Beberapa faktor risiko lain yang ditetapkan oleh Centers for Disease Control

and Prevention (CDC) adalah kontak erat, termasuk tinggal satu rumah dengan

pasien COVID-19 dan riwayat perjalanan ke area terjangkit. Berada dalam satu

lingkungan namun tidak kontak dekat (dalam radius 2 meter) dianggap sebagai

risiko rendah. Tenaga medis merupakan salah satu populasi yang berisiko tinggi

tertular dikarenakan mereka langsung berkontak erat dengan pasien. Di Italia,


22

sekitar 9% kasus COVID-19 adalah tenaga medis. Di Cina, lebih dari 3.300 tenaga

medis juga terinfeksi, dengan mortalitas sebesar 0,6% (Susilo et al., 2020).

2.2.5 Gejala dan Tanda Klinis

Gejala klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai dari tanpa

gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat, ARDS, sepsis,

hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong ringan atau sedang, 13,8%

mengalami sakit berat, dan sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam keadaan kritis.

Berapa besar proporsi infeksi asimtomatik belum diketahui. Viremia dan viral load

yang tinggi dari swab nasofaring pada pasien yang asimptomatik telah dilaporkan.

(Susilo et al., 2020).

Gejala ringan dari COVID-19 pada pasien dengan infeksi akut saluran napas atas

tanpa komplikasi, dapat disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan atau tanpa

dahak), anoreksia, malaise, sakit tenggorokan, hidung tersumbat, atau sakit kepala.

Pasien tidak membutuhkan suplementasi oksigen. Pada beberapa kasus pasien juga

mengeluhkan diare dan muntah.Pasien COVID-19 dengan pneumonia berat disertai

dengan demam, ditambah salah satu dari gejala: (1) frekuensi pernapasan

>30x/menit (2) distres pernapasan berat, atau (3) saturasi oksigen 93% tanpa

bantuan oksigen. Pada pasien geriatri dapat muncul gejala yang atipikal (Susilo and

Rumende, 2020).

Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 menunjukkan gejala-gejala

pada sistem pernapasan seperti demam, batuk, bersin, dan sesak napas. Berdasarkan

data 55.924 kasus, gejala tersering adalah demam, batuk kering, dan fatigue. Gejala

lain yang dapat ditemukan adalah batuk produktif, sesak napas, sakit tenggorokan,
23

sakit kepala, mialgia/artralgia, menggigil, mual/muntah, hidung tersumbat, diare,

nyeri abdomen, hemoptisis, dan kongesti konjungtiva. Lebih dari sekitar 40%

demam pada pasien COVID-19 memiliki suhu puncak antara 38,1 hingga mencapai

39°C, sementara 34% mengalami demam suhu lebih dari 39°C. Perjalanan penyakit

dimulai dengan masa inkubasi yang lamanya sekitar 3-14 hari (median 5 hari). Pada

masa ini leukosit dan limfosit masih normal atau sedikit menurun dan pasien tidak

bergejala. Pada fase berikutnya (gejala awal), virus menyebar melalui aliran darah,

diduga terutama pada jaringan yang mengekspresi ACE2 seperti paru-paru, saluran

pencernaan, dan jantung. Gejala pada fase ini umumnya ringan. Serangan kedua

terjadi 4 hingga 7 hari setelah timbul gejala awal. Pada saat ini pasien masih

demam dan mulai sesak, lesi di paru memburuk, limfosit menurun. Penanda

inflamasi mulai meningkat dan mulai terjadi hiperkoagulasi. Jika tidak teratasi, fase

selanjutnya inflamasi makin tak terkontrol, terjadi badai sitokin yang

mengakibatkan ARDS, sepsis, dan komplikasi lainnya (Susilo and Rumende,

2020).

Gambar 2.3 Perjalanan penyakit COVID-19


Pada gambar 2.3 menunjukkan perjalanan penyakit pada pasien COVID-19 yang

berat dan onset terjadinya gejala dari beberapa laporan (Susilo et al., 2020).
24

2.2.6 Prinsip-Prinsip Manajemen COVID-19 pada Kehamilan

Prinsip-prinsip manajemen COVID-19 pada kehamilan meliputi isolasi awal,

prosedur pencegahan infeksi sesuai standar, terapi oksigen, hindari kelebihan

cairan, pemberian antibiotik empiris (mempertimbangkan risiko sekunder akibat

infeksi bakteri), pemeriksaan sarscov-2 dan pemeriksaan infeksi penyerta yang lain,

pemantauan janin dan kontraksi uterus, ventilasi mekanis lebih dini apabila terjadi

gangguan pernapasan yang progresif, perencanaan persalinan berdasarkan

pendekatan individual / indikasi obstetri, dan pendekatan berbasis tim dengan

multidisipin. Beberapa rekomendasi saat antenatal care :

1. Wanita hamil yang termasuk pasien dalam pengawasan (PDP) COVID-19

harus segera dirawat di rumah sakit (berdasarkan pedoman pencegahan dan

pengendalian infeksi COVID19). Pasien dengan COVID-19 yang diketahui

atau diduga harus dirawat di ruang isolasi khusus di rumah sakit. Apabila

rumah sakit tidak memiliki ruangan isolasi khusus yang memenuhi syarat

Airborne Infection Isolation Room (AIIR) pasien harus ditransfer secepat

mungkin ke fasilitas di mana fasilitas isolasi khusus tersedia.

2. Investigasi laboratorium rutin seperti tes darah dan urinalisis tetap dilakukan.

3. Pemeriksaan rutin (USG) untuk sementara dapat ditunda pada ibu dengan

infeksi terkonfirmasi maupun PDP sampai ada rekomendasi dari episode

isolasinya berakhir. Pemantauan selanjutnya dianggap sebagai kasus risiko

tinggi.

4. Penggunaan pengobatan di luar penelitian harus mempertimbangkan analisis

riskbenefit dengan menimbang potensi keuntungan bagi ibu dan keamanan

bagi janin. Saat ini tidak ada obat antivirus yang disetujui oleh FDA untuk
25

pengobatan COVID-19, walaupun antivirus spektrum luas digunakan pada

hewan model MERS sedang dievaluasi untuk aktivitas terhadap SARS-CoV-2.

5. Antenatal care untuk wanita hamil yang terkonfirmasi COVID-19 pasca

perawatan maternal. Perawatan antenatal lanjutan dilakukan 14 hari setelah

periode penyakit akut berakhir. Periode 14 hari ini dapat dikurangi apabila

pasien dinyatakan sembuh. Direkomendasikan dilakukan USG antenatal untuk

pengawasan pertumbuhan janin, 14 hari setelah resolusi penyakit akut.

Meskipun tidak ada bukti bahwa gannguan pertumbuhan janin (IUGR) adalah

risiko COVID-19, dua pertiga kehamilan dengan SARS disertai oleh IUGR dan

solusio plasenta terjadi pada kasus MERS, sehingga tindak lanjut

ultrasonografi diperlukan.

6. Konseling perjalanan untuk ibu hamil. Ibu hamil sebaiknya tidak melakukan

perjalanan keluar ke negara dengan mengikuti anjuran perjalanan (travel

advisory) yang dikeluarkan pemerintah. Dokter harus menanyakan riwayat

perjalanan terutama dalam 14 hari terakhir dari daerah dengan penyebaran luas

SARS-CoV-2 (Erlinawati and Parmin, 2020).

2.2.7 Terapi Farmakologis pada Kehamilan

1. Kortikosteroid

Kortikosteroid terbukti mengurangi risiko kematian perinatal, sindrom

gangguan pernapasan, perdarahan intraventrikular, kebutuhan akan bantuan

pernapasan, dan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) (Roberts D., et al.

2017). Kortikosteroid dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian dalam

tinjauan sistematis dari 30 penelitian tentang penggunaannya sebagai tambahan


26

terapi influenza (Lansbury L., et al. 2019). Namun, penelitian ini hanya

mencakup satu uji RCT dan kepastian bukti yang tersedia studi observasional

dianggap rendah, karena potensi bias yang terjadi. Sejauh ini, tidak ada bukti

adanya komplikasi ibu akibat penggunaan kortkosteroid untuk pematangan

paru janin. Namun, risiko dan manfaat harus dipertimbangkan secara hati-hati

pada ibu hamil dengan penyakit kritis, mengingat kurangnya bukti yang kuat,

beberapa merekomendasikan penggunaannya setelah usia kehamilan 34

minggu (ACOG, 2020; RCOG, 2021). Pada ibu hamil yang memenuhi kriteria

untuk penggunaan glukokortikoid untuk terapi COVID-19 dan berisiko lebih

tinggi untuk kelahiran preterm dalam 7 hari, direkomendasikan memulai terapi

dengan dosis biasa deksametason (empat dosis 6 mg yang diberikan secara

intramuskuler 12 jam terpisah) atau betametason (dua dosis 12 mg yang

diberikan secara intramuskular 24 jam terpisah) untuk menginduksi

pematangan paru janin, diikuti prednisolon (40 mg/hari secara oral) atau

hidrokortison (80 mg intravena dua kali sehari) untuk menyelesaikan

pemberian steroid. Hal ini untuk menghindari paparan deksametason atau

betametason yang berkepanjangan terhadap janin, yang melalui sawar plasenta

dalam bentuk aktif secara metabolik dan mungkin memiliki efek buruk

(misalnya, peningkatan risiko kelahiran prematur, gangguan perkembangan

saraf jangka panjang) (RCOG, 2021).

2. Terapi Anti Viral Sejumlah antivirus telah terbukti aman dan efektif pada

kehamilan. Berdasarkan studi klinis di beberapa negara Asia, terdapat berbagai

jenis antivirus yang diberikan pada ibu hamil dengan COVID-19. Di Hongkong

dan Tiongkok, kombinasi lopinavir/ritonavir dengan ribavirin pada 41 pasien


27

memiliki risiko lebih rendah terhadap adverse event dibandingkan dengan terapi

tunggal ribavirin, seperti Acute Respiratory Disease Syndrome (ARDS) dan

risiko kematian lebih rendah (2,5% dibanding 28,8%) (Zhao, X., et al. 2020).

3. Remdesivir

Remdesivir efektif dan aman untuk terapi COVID-19 pada kehamilan

dengan gejala berat (Naqvi M., et al. 2020; Igbinosa I., et al. 2020). Beberapa

studi menunjukkan 68% pasien membaik dan 13% memburuk dan meninggal

setelah pengobatan dengan remdesivir (Grein J., et al. 2020). Remdesivir adalah

prodrug nukleotida dari analog adenosin. Pada studi in vitro, Remdesivir

mengikat RNA polimerase virus dan menghambat replikasi virus melalui

penghentian prematur pada transkripsi RNA (Wang M., et al. 2020). Dari 86

pasien ibu hamil dan pasca persalinan yang dirawat di RS dengan gejala berat

yang menggunakan remdesivir, dapat ditoleransi dengan baik, dengan kejadian

efek samping serius yang rendah (Burwick RM., et al. 2020). Remdesivir

mengikat RNA-dependent RNA polymerase virus, menghambat replikasi virus

melalui terminasi dini transkripsi RNA. Beberapa data pendahuluan dari studi

RCT multinasional (Adaptive COVID-19 Treatment Trial [ACTT])

menunjukkan bahwa pasien yang mendapat remdesivir memiliki waktu pulih

lebih pendek dibandingkan yang mendapat plasebo. Namun data uji klinis untuk

menilai efektifitas remdesivir pada pasien bergejala ringan dan sedang masih

sangat terbatas. Obat ini telah digunakan tanpa adanya laporan toksisitas janin

pada wanita hamil dengan Ebola dan infeksi virus Margburg (NIH, 2021).

Remdesivir diprioritaskan pada pasien yang dirawat di RS dengan COVID-19

yang membutuhkan oksigen tambahan tetapi yang tidak menggunakan oksigen


28

aliran tinggi, ventilasi noninvasif, ventilasi mekanis, atau oksigenasi membran

ekstrakriloreal (ECMO). Penggunaan direkomendasikan selama 5 hari atau

sampai keluar RS. Jika pasien yang menggunakan oksigen tambahan saat

menerima remdesivir berkembang hingga membutuhkan oksigen aliran tinggi,

ventilasi mekanis noninvasif/invasif, atau ECMO, maka pemberian remdesivir

harus dihentikan (NIH, 2021). Keamanan dan efikasi kombinasi terapi

remdesivir dengan kortikosteroid belum dikaji lebih mendalam. Namun, ada

beberapa alasan teoritis yang menyatakan bahwa terapi kombinasi bermanfaat

pada beberapa pasien dengan gejala berat (NIH, 2021).

4. Lopinavir/Ritonavir

Lopinavir/Ritonavir adalah terapi kombinasi antiprotease dan merupakan

rejimen obat yang disukai karena diketahui relatif aman dalam kehamilan. Obat

ini adalah inhibitor SARS-CoV in vitro, dan memiliki ikatan kuat terhadap

SARS-CoV2. Dosis yang dianjurkan adalah dua kapsul Lopinavir /Ritonavir

(200 mg/50 mg/kapsul) secara oral bersama dengan nebulisasi inhalasi

interferon-α (5 juta IU dalam 2 mL air steril untuk injeksi) dua kali sehari. Tidak

ada bukti teratogenesitas karena transfer plasentanya rendah (POGI, 2020).

Kombinasi lopinavir/ritonavir, interferon beta-1b dan ribavirin ditemukan lebih

unggul daripada lopinavir/ritonavir saja dalam mengurangi gejala dan

memperpendek durasi pelepasan virus dan masa rawat di RS pada pasien

COVID-19 bergejala ringan-sedang (Hung IF., et al. 2020), meskipun manfaat

klinis secara keseluruhan masih belum jelas (Beigel JH., et al. 2020).

5. Klorokuin dan Hidroksiklorokuin


29

Klorokuin dan hidroksiklorokuin telah dievaluasi untuk pengobatan

COVID-19 dalam uji klinis acak kecil, seri kasus, dan untuk terapi penyakit

autoimun, seperti Systemic Lupus Erythematosus (SLE) dan Rheumatoid

Arthritis (RA). Hidroksiklorokuin memiliki keuntungan dengan efek toksisitas

berat yang lebih ringan dan interaksi obat yang lebih sedikit dibandingkan

klorokuin. HCQ termasuk aman dalam kehamilan, sudah dibuktikan melalui

terapi SLE dan penyakit rematik pada kehamilan (POGI, 2020). HCQ bekerja

dengan mengganggu glikosilasi reseptor seluler SARS-CoV-2 dan telah

menunjukkan aktivitas melawan virus SARS-CoV-2 dalam uji laboratorium (Liu

J., et al. 2020; Yao X., et al. 2020). Namun, sejumlah uji coba acak

menunjukkan tidak adanya manfaat penggunaan HCQ dibandingkan terapi rutin

untuk tujuan profilaksis pasca paparan (Boulware DR., et all. 2020) atau pada

pasien non-rawat (Mitja O., et al. 2020; Skipper CP., et al. 2020) dan yang

dirawat di RS (Cavalcanti AB., et al. 2020). Direkomendasikan untuk tidak

menggunakan klorokuin dosis tinggi (600 mg dua kali sehari selama 10 hari)

untuk pengobatan COVID-19 dan tidak menggunakan hidroksiklorokuin dan

azitromisin secara bersamaan, kecuali dalam uji klinis (NIH, 2021). Beberapa

penelitian menunjukkan kejadian aritmia pada pasien COVID-19 yang mendapat

terapi HCQ atau klorokuin, sering pada kombinasi dengan azitromisin dan obat

lain yang memperpanjang interval QTC, karena itu FDA merekomendasikan

untuk tidak menggunakan HCQ/klorokuin untuk terapi COVID-19 di luar RS

atau uji klinis (NIH, 2021). Beberapa bukti ilmiah menunjukkan bahwa

klorokuin dan hidroksiklorokuin aman bagi ibu hamil dan janin serta layak

dipertimbangkan untuk terapi COVID-19 pada kehamilan (Zhao, X., et al. 2020;
30

Whitehead CL., et al. 2020). Namun, efek samping dosis tinggi klorokuin

relevan dengan kejadian hipotensi sistolik yang memperburuk perubahan

hemodinamik (Dashraath P., et al. 2020).studi observasi. Hydroxychloroquine

(HCQ) adalah analog chloroquine yang digunakan Imunomodulator

6. Plasma Konvalesens Sampai saat ini belum cukup data untuk

merekomendasikan penggunaan atau tidak dari terapi ini untuk tatalaksana

COVID-19 (POGI, 2020).

7. Inhibitor Interleukin-1 dan Interleukin-6 Sampai saat ini belum cukup data untuk

merekomendasikan penggunaan Interleukin-1 inhibitor (seperti anakinra) dan

Interleukin-6 inhibitor (seperti sarilumab, siltuximab, tocilizumab) untuk

tatalaksana COVID-19. Sehingga pemakaian rutin untuk COVID-19 pada

kehamilan tidak dianjurkan, melainkan hanya untuk uji klinis. Dari beberapa

obat ini, hanya Tocilizumab yang digunakan sebagai obat off-label untuk ibu

hamil dengan gejala berat atau kritis dengan kecurigaan adanya sindrom aktivasi

sitokin (cytokine storm) (POGI, 2020).

8. Antibodi Monoklonal Penggunaan antibodi monoklonal dapat dipertimbangkan,

terutama pada mereka yang memiliki faktor risiko tambahan untuk penyakit

berat. Belum terdapat data khusus tentang penggunaan antibodi monoklonal

pada ibu hamil dengan COVID-19, namun agen imunoglobulin G lainnya telah

terbukti aman pada kehamilan. Tocilizumab merupakan antibodi monoklonal

yang menghambat aktivitas proinflamasi interleukin-6 dan dapat berperan dalam

mengurangi pelepasan sitokin yang terkait dengan kerusakan organ pada kasus

COVID-19 (Rilinger J., et al. 2020).


31

9. Lain-lain sementara mekanisme kerja antivirus dan imunomodulator tertentu

tampak jelas, beberapa obat lain justru cukup bervariasi. Interferon rekombinan

α1b dan α2b merangsang respon imun selama infeksi virus. Angiotensin-

converting enzyme inhibitor/Angiotensin receptor blocker dapat mencegah

masuknya virus, karena ACE adalah ko-reseptor untuk masuknya SARS-CoV-2

kedalam sel manusia (Vaduganathan M., et al. 2020). Oksida nitrat inhalasi

dosis tinggi (160-200 ppm) menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap bakteri

dan virus (termasuk SARS-CoV) dan digunakan sebagai pengobatan tambahan

untuk sindrom gangguan pernapasan akut dan hipertensi pulmonal. Berbagai

kasus berat COVID-19 pada kehamilan yang diobati dengan oksida nitrat dosis

tinggi menunjukkan peningkatan hipoksemia dan takipnea tanpa efek neonatal

yang merugikan (Safaee Fakhr B., et al. 2020).

Pemberian obat pada wanita hamil dengan COVID-19 bergejala ringan

sebaiknya memperhatikan obat yang bersifat non-teratogenik. Pasien dengan

kebutuhan oksigen tinggi pada awal kehamilan, perlu dimonitor terhadap kondisi

hipoksemia untuk menjamin keselamatan ibu dan bayi. Untuk pasien bergejala

berat selama awal kehamilan, prioritas pertama adalah untuk memastikan

keselamatan ibu. Keputusan penghentian kehamilan dini harus mempertimbangkan

beberapa faktor risiko, seperti viral load, generasi penularan, kisaran lesi paru oleh

CT Scan (lebih dari 2 lobus), usia ibu, dan penyakit komorbid lain (Briet J., 2020).

Antivirus yang banyak diberikan pada ibu hamil dengan COVID-19 antara lain

hidroksiklorokuin, remdesivir, lopinavir, ritonavir, dan ribavirin. Belum ada

penelitian spesifik bagaimana antivirus tersebut digunakan pada ibu hamil dengan

COVID-19. Selama ini penggunaannya berdasarkan pada pendekatan aktivitasnya


32

pada infeksi virus lain, misalnya hidroksiklorokuin untuk malaria, remdesivir untuk

ebola, lopinavir dan ritonavir untuk HIV, dan ribavirin untuk hepatitis.

Hidroksiklorokuin memiliki aktivitas menghambat ikatan antara SARS-CoV-2

dengan reseptor ACE2, transport protein virus ke nukleus, serta sintesis protein

virus dan replikasi virus. Remdesivir berperan untuk menonaktifkan enzim protease

virus, ribavirin berperan sebagai analog guanosin untuk merusak RNA dan DNA

virus. Berdasarkan uji klinik di Amerika Serikat dan Cina, penggunaan Remdesivir

pada wanita hamil dengan COVID-19 (ringan dan sedang) terbukti aman digunakan

(Dashraath P., 2020). Lopinavir/ritonavir dan ribavirin lebih aman diberikan pada

ibu hamil dengan kombinasi dengan risiko adverse event lebih rendah dibandingkan

terapi pemberian tunggal (Zhao, X., et al. 2020).

Obat yang paling umum sebagai terapi penanganan COVID-19 pada ibu hamil

adalah hidroksiklorokuin, lopinavir/ritonavir, remdesivir, dan tocilizumab (Sanders

JM., et al. 2020). Meskipun banyak dari obat-obat tersebut dianggap aman untuk

digunakan selama kehamilan (Smith DD., et al. 2020; Malhame I., et al. 2020),

tetapi sebagian besar uji klinis mengecualikan wanita yang sedang hamil karena

kekhawatiran dari efek lain yang dihasilkan obat. Sehingga, pemberian obat-obat

tersebut perlu kehatihatian. Dalam kondisi menunggu hasil penelitian dengan

desain penelitian yang baik, penggunaan obat yang memiliki bukti efektivitas

(walaupun belum baik) atau diduga efektif, perlu dioptimalkan untuk

menyelamatkan nyawa pasien. (Fatmawati, 2020).

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap

a. Pengalaman Pribadi
33

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi

haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah

terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang

melibatkan faktor emosional.

b. Pengaru orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis

atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini

antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk

menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

c. Pengaruh Kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita

terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota

masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman

individu-individu masyarakat asuhannya.

d. Media Massa

Dalam pemberitaan surat kabar mauoun radio atau media komunikasi

lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyekstif

cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh

terhadap sikap konsumennya

e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama


34

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama

sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau

pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

f. Faktor Emosional

Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari

emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan

bentuk
35

2.4 Kerangka Teori

Vaksin Covid – 19

Gambaran Sikap Ibu


Hamil

Faktor yang mempengaruhi sikap :


1. Pengalaman pribadi
2. Pengaruh orang lain
3. Pengaruh kebudayaan
4. Media massa
5. Lembaga pendidikan
6. Lembaga agama
7. Faktor emosional

Gambar 2.4 Kerangka Teori

Keterangan: : yang tidak diteliti

: yang diteliti
36

2.5 Kerangka Konsep

Gambaran Sikap Ibu Hamil Ibu Hamil


Terhadap Vaksin Covid – 19

Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian


BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah penelitian jenis

deskriptif. Menurut Sugiyono (2016:53) mendefinisikan penelitian dekriptif

adalah sebagai berikut :

"Penelitian di mana memberitahu keberadaan nilai variabel secara independen.

yaitu katakanlah satu atau beberapa variabel (bebas) tanpa membandingkan atau

menghubungkan variabel lain"(Dewi and Nathania, 2018) .

3.2 Desain Penelitian

Desain penelitian yang dipilih yaitu cross-sectional, metode cross-sectional

adalah studi dimana sifatnya pengumpulan sampel waktu, sampel perilaku, sampel

peristiwa pada titik atau waktu tertentu saja. (Ebi, Hirko and Mijena, 2019)

3.3 Tempat Penelitian & Waktu Penelitian

3.3.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini di lakukan di Puskesmas Simpur Kota Bandar Lampung.

3.3.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember tahun 2021 sampai dengan

selesai.

3.4 Subjek Penelitian

3.4.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2014). Penentuan jumlah populasi pada penelitian ini adalah subjek

yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti. Penentuan jumlah

37
38

populasi pada penelitian ini didasarkan pada jumlah kunjungan pasien di

Puskesmas Simpur tahun 2021. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu hamil yang

berkunjung pada bulan Desember di Puskesmas Simpur Bandar Lampung pada

tahun 2021

3.4.2 Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi

(Notoatmodjo, 2014). Sampel pada penelitian ini adalah ibu hamil yang berkunjung

pada bulan Desember di Puskesmas Simpur Bandar Lampung pada tahun 2021

yang memenuhi kriteria inklusi dan ekskluasi.

3.4.3 Teknik Sampling

Dalam penelitian ini digunakan teknik total sampling, total sampling yaitu

teknik dimana menentukan sampel jika semua anggota populasi digunakan sebagai

sampel (Dewi dan Nathania, 2018).

3.4.4 Kriteria Penelitian

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap

anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2014). Pada

penelitian ini peneliti menentukan kriteria inklusi adalah sebagai berikut :

1. Ibu hamil yang bersedia menjadi responden dibuktikan dengan

menandatangani informed consent.

2. Ibu hamil yang mengunjungi Puskesmas Simpur Kota Bandar Lampung pada

tahun 2021.
39

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil

sebagai sampel (Notoatmodjo, 2014). Pada penelitian ini kriteria pupulasi yang

tidak termasuk sampel adalah sebagai berikut.

1. Ibu hamil yang mengisi data kuesioner tidak lengkap

3.5 Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan suatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau

ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh sesuatu penelitian tentang sesuatu

konsep pengertian tertentu, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, status

perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit, dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2014).

3.6 Definisi Operaisonal

Definisi operasional adalah batasan pada variabel-variabel yang diamati atau

diteliti untuk mengarahkan pada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-

variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen atau alat ukur

(Notoatmodjo, 2014).

Pada penelitian ini defenisi operasional adalah sebagaimana dijabarkan pada

tabel berikut :

Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian


No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Skala

1. Sikap ibu Secara umum Kuesioner 0 : tidak setuju ≤ 50 Nominal


hamil didefinisikan sebagai 1 : setuju ≥ 50
pengaruh atau
penolakan, penilaian,
suka atau tidak suka,
40

atau kepositifan atau


kenegatifan terhadap
suatu obyek
psikologis.

3.7 Instrumen dan Metode Pengumpulan Data

3.7.1 Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuisioner. Kuisioner adalah

sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan utuk memperoleh informasi dari

responden dalam arti laporan pribadi tentang hal-hal yang diketahui tentang

gambaran sikap ibu hamil terhadap vaksin COVID-19. Kuisioner dibuat oleh

peneliti sendiri dan akan dilakukan uji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu.

Teknis pengumpulan data adalah peneliti bersama anggota peneliti terlebih

dahulu melakukan brifing mengenai teknis pelaksanaan wawancara, cara

menyampaikan informasi penelitian dan cara mengisi kuisioner yang benar kepada

anggota tim. Kemudian baru peneliti dan anggota peneliti melakukan wawancara

langsung ke responden. Peneliti/anggota peneliti menjelaskan maksud dan tujuan

penelitian kepada responden, kemudian peneliti memberikan inform concent

kepada responden, jika responden bersedia menjadi responden maka responden

diminta untuk mengisi kuesioner secara langsung dengan didampingi

peneliti/anggota peneliti. Pada setiap kuisioner juga dilengkapi dengan data

masyarakat dan petunjuk pengisian kuisioner. Setiap responden wajib menjawab

semua pertanyaan sesuai persepsi responden.

3.7.2 Metode Pengumpulan Data


41

Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan data primer yang didapat

dengan cara melakukan wawancara dengan alat ukur kuesioner. Kuesioner ini

diambil dari tingkatan suatu sikap (Notoatmodjo, 1996). Dalam kuesioner ini

menggunakan penilaian skala Guttman dengan setiap item terdiri dari alternatif

jawaban “Setuju dan Tidak Setuju”. Dari setiap pertanyaan dan pernyataan

menentukan tingkatan sikap responden. Interpretasi responden dibagi menjadi tiga,

baik jika skor total “76-100%”, cukup baik “56-75%”, dan kurang baik jika skornya

<56%” (Wawan dan Dewi, 2010).

3.8 Uji Validitas dan Reliabilitas

3.8.1 Uji Validitas

Uji validitas merupakan tes yang dapat mengukur valid tidaknya kuesioner.

(Ghozali, 2018). Instrumen angket pengetahuan ibu hamil terhadap Isolasi Mandiri

COVID-19 sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

3.8.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas merupakan indikator pengamatan jika dilakukan berulang ulang

oleh siapapun. (Swarjana, 2016). Penelitian ini menggunakan program SPSS versi

26.0 dengan teknik Alpha Cronbach. Untuk menginterpretasikan hasil dari

koefisien reliabilitas digunakan kategori menurut Sugiyono.

3.9 Pengolahan Data

Pengolahan data dan analisis data menggunakan komputer program SPSS versi

26.0.

1. Editing, memeriksa kembali terkait ketepatan dan kelengkapan data.

2. Coding, setelah data di editing selanjutnya diberi kode secara manual guna

mempermudah dalam analisis data.


42

3. Entry, setelah diberikan kode data tersebut dimasukkan ke program komputer.

4. Cleaning, data yang dimasukkan ke dalam komputer dilakukan pengecekan

ulang agar tidak terdapat kesalahan dalam analisis data.

5. Saving, data kemudian disimpan dan siap untuk dilakukan analisis data.

3.10 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis univariat untuk mendeskripsikan

karakteristik variabel gambaran sikap ibu hamil terhadap Vaksin COVID-19 di

Puskemas Simpur Kota Bandar Lampung Tahun 2021.


DAFTAR PUSTAKA

Dewi, L. and Nathania, S. 2018 ‘Pengukuran Aspek Kepuasan Konsumen Le Fluffy


Dessert’, Jurnal Bisnis Terapan, 2(01), pp. 61–72. doi:
10.24123/jbt.v2i01.1087.

Ebi, W. E., Hirko, G. F. and Mijena, D. A. 2019 ‘Nurses’ knowledge to pressure ulcer
prevention in public hospitals in Wollega: A cross-sectional study design’,
BMC Nursing, 18(1). doi: 10.1186/s12912-019-0346-y.

Erlinawati, E. and Parmin, J. 2020 ‘Pendidikan Kesehatan Pada Ibu Hamil Dalam
Pencegahan Penularan Covid-19 Di Puskesmas Kuok’, Community …, 1(3),
pp. 505–510. Available at:
https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/cdj/article/view/1243.

Fatmawati, M. 2020 TERAPI FARMAKOLOGI COVID-19 PADA KEHAMILAN.


Available at: http://ojs.rajawali.ac.id/index.php/JKR/article/view/85/45
(Accessed: 25 September 2021).

goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee, A. and Perdana 2018 ‘Pengertian Obat’,
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), pp. 1689–1699.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia and Komite Penanganan Covid-19 dan


Pemulihan Ekonomi Nasional 2021 ‘Paket Advokasi Vaksinasi Covid-19
Lindungi Diri, Lindungi Negeri’, Kementerian Kesehatan RI, 9, pp. 22–50.
Available at: www.covid19.go.id.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 2020 ‘Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MenKes/413/2020 Tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)’,
MenKes/413/2020, 2019, p. 207.

Komite Penanganan COVID-19 and Kementerian Kesehatan RI 2021 ‘Paket Advokasi


Vaksinasi COVID-19’, Kementerian Kesehatan RI, 9, pp. 22–50.

Liang, H. and Acharya, G. 2020 ‘Novel corona virus disease (COVID-19) in pregnancy:
What clinical recommendations to follow?’, Acta Obstetricia et Gynecologica
Scandinavica, 99(4), pp. 439–442. doi: 10.1111/aogs.13836.

Notoatmodjo (2014) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Qiancheng, X. et al. 2020 ‘Coronavirus disease 2019 in pregnancy’, International


Journal of Infectious Diseases, 95, pp. 376–383. doi:
10.1016/j.ijid.2020.04.065.
Qiao, J. 2020 ‘What are the risks of COVID-19 infection in pregnant women?’, The
Lancet, 395(10226), pp. 760–762. doi: 10.1016/S0140-6736(20)30365-2.

Sulistyowati, N. and Anugerah, S. 2020 ‘Sosialisasi Pencegahan Covid-19 Pada Ibu


Hamil Di Kampung Bangunsari Rt 01/Rw 10 Kota Tanjungpinang’, …
Masyarakat …, 1(02), pp. 51–57. Available at: https://e-
jurnal.anugerahbintan.ac.id/index.php/JPMAB/article/view/80.

Susilo, A. and Rumende 2020 ‘Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini’,
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 7(1), p. 45. doi: 10.7454/jpdi.v7i1.415.

World Health Organization 2020 ‘Covid-19 Situation Report’, World Health


Organization, 31(2), pp. 61–66.

Yulianto, D. 2021 COVID-19 update new Normal,Vaksinasi,dan Fakta-Fakta Baru. 1st


edn. Edited by N. Hidayah. jl.anggrek 126
sambilegi,maguwoharjo,depok,sleman,jogjakarta: ARRUZZ MEDIA.

Anda mungkin juga menyukai