Anda di halaman 1dari 46

STUDI LITERATUR: HUBUNGAN ORAL HYGIENE DENGAN

KEJADIAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) PADA


PASIEN YANG TERPASANG VENTILATOR MEKANIK DI RUANG
INTENSIF CARE UNIT (ICU)

Proposal Penelitian

Diajukan oleh :

Nita Andriana Putri

G1B117031

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
i

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah SWT sholawat beserta


salam untuk baginda Nabi Muhammad SAW. atas segala limpahan nikmat dan
karunianya, penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Studi
Literatur : Hubungan oral hygiene dengan kejadian ventilator Associated
Pneumonia (VAP) pada pasien yang terpasang ventilator mekanik di Ruang
Intensif Care Unit (ICU)”. Proposal penelitian ini disusun untuk memenuhi salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Keperawatan di Program Studi
Keperawatan Universitas Jambi.

Terwujudnya proposal penelitian ini tidak lepas dari bantuan bimbingan


dan dorongan dari berbagai pihak. Maka sebagai ucapan hormat dan penghargaan
penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Drs. H. Sutrisno, M.Sc.,Ph.D selaku Rektor Universitas Jambi.


2. Dr. dr. Humaryanto, Sp.OT.,M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.
3. Ns. Yosi Oktarina, S.Kep.,M.Kep selaku Ketua Program Studi Keperawatan
Universitas Jambi dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Substansi yang
telah membimbing dengan sabar dan telah berkenan meluangkan waktu dan
segala kesibukan aktivitas beliau untuk berdiskusi, memberi saran dan
masukan serta motivasi kepada peneliti selama proses penulisan proposal
penelitian ini.
4. Dr. Muthia Mutmainah, S.Kep.,M.Kep.,Sp.Kep.Mat Selaku Ketua Jurusan
Ilmu Keperawatan Universitas Jambi
5. Ns. Nurhusna,S.Kep.,M.Kep Selaku Dosen Pembimbing Metodologi yang
telah banyak membimbing, memberikan waktu, arahan, masukan dan
motivasi kepada penulis dalam penyusunan proposal penelitian ini.
6. Ns. Dini Rudini,S.Kep.,M.Kep selaku penguji skripsi yang telah banyak
membimbing, memberikan waktu, arahan, masukan, serta motivasi dalam dan
penyusunan penelitian ini
ii

7. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan program studi S1 Keperawatan Universitas Jambi yang telah
memberikan ilmunya baik secara teori maupun praktik selama proses
perkuliahan kepada penulis.
8. Kepada kedua orangtua Papa Isroliandri,SH dan Mama Lismanita,SE yang
telah banyak berkorban, terima kasih atas segala bentuk cinta dan kasih
sayang yang tiada henti untukku serta memberikan dukungan secara spiritual
maupun material, motivasi, mendoa’kan dan pengorbanan selama penulis
mengikuti perkuliahan hingga saat ini.
9. Kepada keluarga peneliti, Adik Ferdi Andri yang selalu memberi semangat,
membantu, mendukungan, mendo’a serta motivasi kepada peneliti.
10. Kepada Sahabat ku tersayang Ulfa, Eca, Angel, Liza, Reza dan kak Dewi
yang telah memberikan semangat, memotivasi, dan membantu kepada
peneliti selama penyusunan proposal penelitian ini.
11. Kepada Mamas ku tersayang Anton, iam , Gendon yang telah memberikan
semangat, memotivasi dan selalu mendengarkan keluh kesah penulis selama
penyusunan proposal penelitian ini.
12. Teman-teman seperjuangan angkatan 2017 Keperawatan Universitas Jambi
yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam
penyelesaian proposal penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan yang
bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan penelitian selanjutnya.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
Keperawatan serta semua pihak yang memerlukannya.

Jambi, Desember 2020

Nita Andriana Putri


iii

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... i

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL........................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vii

BAB 1 : PENDAHULUAN........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah..................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................... 6

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 8

2.1 Konsep Oral Hygiene................................................................. 8

2.1.1 Definisi Oral hygiene....................................................... 8

2.1.2 Tujuan Oral hygiene......................................................... 8

2.1.3 Cara menjaga Oral hygiene.............................................. 9

2.1.4 Perawatan Oral hygiene pada pasien dengan penurunan


tingkat kesadaran ..................................................................... 10

2.2 Konsep Ventilator Associated Pneumonia (VAP)..................... 11

2.2.1 Definisi VAP.................................................................... 11

2.2.2 Etiologi VAP.................................................................... 12

2.2.3 Klasifikasi VAP............................................................... 12


iv

2.2.4 Patogenesis VAP.............................................................. 13

2.2.5 Faktor risiko VAP............................................................ 15

2.2.6 Diagnosis VAP................................................................. 15

2.2.7 Penatalaksaan VAP.......................................................... 17

2.2.8 Pencegahan VAP.............................................................. 18

2.2.9 Hubungan Oral hygiene dengan kejadian Ventilator Assciated


Pneumonia (VAP).................................................................... 20

2.3 Konsep Ventilator Mekanik....................................................... 21

2.3.1 Definisi Ventilator Mekanik............................................ 21

2.3.2 Pemilihan dan tipe Ventilator Mekanik........................... 21

2.3.3 Manfaat pemasangan Ventilator Mekanik....................... 22

2.3.4 IndikasiVentilator Mekanik............................................. 22

2.3.5 Kontraindikasi Ventilator Mekanik.................................. 23

2.3.6 Komplikasi Ventilator Mekanik....................................... 24

2.4 Kerangka Teori........................................................................... 26

2.5 Kerangka Konsep....................................................................... 27

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN................................................... 28

3.1 Rancangan Strategi Penelitian Studi Literatur........................... 28

3.2 Kriteria Studi Literatur............................................................... 28

3.3 Tahapan Studi Literatur.............................................................. 30

3.4 Peta Studi Literatur.................................................................... 31


v

3.5 Tahapan Studi literature menggunakan bagan prisma............... 32

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 32
vi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS)..................................... 16

Tabel 2.2 Dosis awal antibiotika intraena penderita VAP dewasa................... 18

Tabel 3.1 Hasil Temuan Artikel....................................................................... 29


vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pathogenesis VAP ........................................................................ 14

Gambar 2.2 Kerangka Teori ............................................................................ 26

Gambar 2.3 Kerangka Konsep ......................................................................... 27

Gambar 3.1 Bagan Tahapan Studi Literatur..................................................... 29

Gambar 3.2 Bagan Peta Studi Literatur............................................................ 31

Gambar 3.3 Bagan alur PRISMA, screening dan proses seleksi artikel........... 32
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan teknologi didunia mengalami kemajuan yang sangat pesat


dan menyentuh hampir semua aspek kehidupan manusia termasuk dibidang
kesehatan. Hal ini pun juga berlaku untuk perawatan di ruangan intensif
khususnya di ruangan intensif care unit. Di ruang perawatan kritis ini, pasien
yang dirawat dengan penggunaan teknologi yang dapat menyokong
kelangsungan hidup mereka, seperti: mesin ventilator, syringe pump, infus
pump, monitoring dan lain lain.1

Ventilator mekanik merupakan mesin teknologi yang digunakan untuk


membantu pasien dalam fungsi pernapasan. Indikasi penggunaan ventilasi
mekanik yaitu untuk pasien dengan gagal napas, hiperkapnea, dan
hipoksemia.2 Sebanyak 75% yang dipasang ventilator umumnya memerlukan
alat tersebut lebih dari 48 jam maka dari itu pemasangan ventilator harus
dipertimbangkan lebih matang terlebih dahulu. Apabila seseorang telah
terpasang ventilator lebih dari 48 jam, maka kemungkinan dia tetap hidup dan
keluar dari rumah sakit kemungkinan lebih kecil. Penyebab rendahnya
ketahanan hidup pasien yang terpasang ventilator ini adalah akibat dari
komplikasi pemakaian ventilator sendiri atau infeksi nosocomial.3
Infeksi nosokomial yang sering diderita pasien yang dirawat di ICU adalah
pneumonia nosokomial. Infeksi ini merupakan penyebab kematian kedua yang
sering terjadi pada pasien dengan kondisi kritis. Dari semua kejadian infeksi
pneumonia nosocomial 86 % terkait dengan penggunaan ventilasi mekanik,
yang dikenal dengan Ventilator Associated Pneumonia.4 Menurut penelitian
oleh Chaste & Fagon pada American journal of respiratory and critical care
medicine menyebutkan bahwa penyebab utama kematian akibat infeksi
nosokomial di ICU adalah Ventilator-associated pneumonia (VAP).
2

VAP atau (Ventilator Associated Pneumonia) didefinisikan sebagai


pneumonia yang merupakan infeksi nosokomial yang terjadi setelah 48 jam
pada pasien setelah diberikan ventilator mekanik, baik melalui pipa
endotrakeal maupun pipa trakeostomi. VAP merupakan bentuk infeksi yang
sering terjadi diruang ICU karena merupakan kejadian yang cukup sering
dijumpai, dan sulit untuk di diagnosis secara akurat sehingga memerlukan
biaya pengobatan yang cukup besar. Kejadian VAP memperpanjang lama
perawatan pasien diruang ICU dan sangat berhubungan dengan tingginya
angka morbiditas dan mortalitas pasien diruang ICU, dengan angka kematian
bisa mencapai 40% - 50% dari total penderita, dengan angka kematian ini
dapat meningkat apabila pasien terinfeksi oleh pathogen yang berisiko tinggi.5
Angka kejadian VAP mencapai 9% – 27% dari seluruh pasien terintubasi dan
International Nosocomial Infection Control Consortium (INICC) melaporkan
insidensi VAP mencapai 13,6 % per 1.000 ventilator dalam sehari. Kejadian
VAP di Indonesia dari beberapa penelitian pada tahun 2017 menunjukkan
insiden yang tinggi prevalensi pneumonia di Indonesia meningkat dari 1,6 %
menjadi 2,0 %.6
Beberapa faktor faktor risiko yang dapat memicu terjadinya VAP,
diantaranya yaitu : posisi pasien supine, usia diatas 60 tahun, tingkat
keparahan penyakit, sedasi yang berlebihan , penyakit paru akut atau kronik,
nutrisi enteral, luka bakar berat, Glasgow Coma Scale (GCS) dibawah 9,,
perokok, penggunaan obat pelumpuh otot, lama pemakaian ventilator mekanik
,dan tidak melakukan oral hygiene1. Untuk mengurangi faktor resiko
terjadinya VAP terdapat tiga prinsip pencegahan VAP yaitu edukasi
perawat di ruang ICU, pencegahan aspirasi dan pencegahan kolonisasi
bakteri. Pencegahan kolonisasi bakteri dapat dilakukan dengan beberapa
hal seperti mencuci tangan dan menggunakan handscoon dan baju steril
di ruang ICU, melakukan penghisapan pipa endotrakea dan melakukan oral
hygiene.7
Oral hygiene adalah tindakan yang dilakukan oleh pasien yang dirawat
dirumah sakit secara mandiri atau bantuan perawat pada pasien yang tidak
3

mampu mempertahankan kebersihan mulut dan gigi8. Tujuan dilakukan oral


hygiene pada pasien yang terpasang ventilator mekanik yaitu untuk menjaga
kebersihan mulut dan gigi pasien dari bakteri dan kuman pathogen akibat
penumpukan plak yang menimbulkan kejadian Ventilator Associated
Pneumonia (VAP).9 Kesehatan mulut biasanya bisa memburuk setelah pasien
masuk ke ICU.10 Pemakaian antiseptic hexadol gargle (hexetidine) merupakan
pendekatan alternatif untuk tindakan oral hygiene. Sifat antibakteri hexetidine
yang luas terhadap aktivitas mikroorganisme bakteri gram negative, jamur,
dan mikroorganisme bakteri gram positif seperti Aspergillus niger, Candida
albicans, Escherichia coli, Baciillus subtilis, termasuk jenis kuman pathogen
multiresisten seperti Staphylococcus epidermitis, Pseudomonas aeruginosa,
dan Staphylococcus aureus.11
Penelitian Tohirin dkk yang berjudul “Pengaruh Oral Hygiene
Menggunakan Hexadol Gargle (hexetidine) dalam Meminimalkan Kejadian
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) di Ruang Tugurejo Semarang”
menunjukkan bahwa penggunaan antiseptik hexadol gargle (hexetidine) dalam
perawatan oral hygiene terbukti dapat mengurangi kejadian VAP yang
ditunjukkan dari hasil skor CPIS setelah dilakukan oral hygiene lebih rendah
dari pada sebelum.12 Pada Penelitian Aoun didapatkan bahwa larutan
hexetidine efektif untuk mengurangi jumlah koloni candida albicans didalam
mulut sebesar 80% setelah digunakan sebagai oral hygiene selama 8 jam
sekali dalam 4 hari berturut-turut.13 Keuntungan dari penggunaan hexetidine
dari ikatan kimia larutan. Hexetidine dapat memperpanjang efek antibakteri
karena ada ikatan dengan protein mukosa sehingga dapat menguntukan
digunakan sebagai antibakteri. Ikatan protein tersebut menghambat
metabolisme mikroorganisme yang berada pada permukaan mukosa dan plak.
Ikatan dengan mukosa dan plak ini terjadi selama 7 jam setelah kumur.11
Chastre dan Fagon dalam Ventilator associated pneumonia. Am J Respir
Crit Care Med menyatakan bahwa VAP sebagian besar berawal dari aspirasi
organisme orofaring ke bronkus distal kemudian terjadi pembentukan biofilm
oleh bakteri diikuti dengan proliferasi dan invasi bakteri pada parenkim paru.14
4

Pada keadaan normal, organisme di dalam rongga mulut dan orofaring


didominasi oleh Streptococcus viridans, Haemophilus species dan organisme
anaerob.15 Adanya air liur yang mengandung immunoglobulin dan fibronectin
menjaga keseimbangan organisme rongga mulut, sehingga jarang didapatkan
basil gram negatif aerobik. Namun pada pasien-pasien sakit kritis
keseimbangan tersebut berubah, organisme yang dominan di dalam rongga
mulut adalah basil gram negatif aerobik dan Staphylococcus aureus.141516 Maka
dari itu cara agar menjaga keseimbangan organisme rongga mulut sehingga
didapatkan basil gram negative aerobik yaitu dengan cara tindakan oral
hygiene menggunakan antiseptic.
Oral hygiene sangat berpengaruh terhadap kejadian Ventilator Associated
Pneumonia (VAP), penelitian yang dilakukan oleh Awalin F dkk terhadap 104
pasien didapatkan 50 pasien (48,1%) yang dilakukan oral hygiene yang mana
31 pasien yang mengalami kejadian VAP dan sebanyak 19 pasien tidak
mengalami VAP. Sedangkan 54 pasien (51,9%) yang tidak dilakukan oral
hygiene didapatkan 47 pasien yang mengalami kejadian VAP dan sebanyak 7
pasien tidak mengalami VAP. Dan untuk nilai P value 0,003 yang artinya ada
hubungan antara oral hygiene dengan angka kejadian VAP.1
Sama halnya dengan Penelitian Erwin menyatakan ada hubungan yang
signifikan antara oral hygiene dengan kejadian pneumonia pada pasien yang
menggunakan ventilator mekanik di Rumah Sakit Umum Arifin Achmad
Pekanbaru, pada analisa ini menggunakan uji statistik wilcoxon didapatkan
p=0,03. Dengan asumsi bahwa jika ρ<0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak,
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara oral hygiene dengan
kejadian pneumonia.9
Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Michael Klompas
yang berjudul Oropharyngeal Decontamination with Antiseptics to Prevent
Ventilator-Associated Pneumonia: Rethinking the Benefits of Chlorhexidine
pada pasien bedah noncardiac tidak menunjukan ada hubungan oral hygiene
dengan kejadian penurunan yang signifikan dalam tarif VAP, begitu pula juga
tidak ada indikasi bahwa perawatan mulut dengan klorheksidin dapat
5

memberikan keuntungan lain seperti pengurangan waktu ekstubasi atau ICU


debit. Namun, Michael Klompas merekomendasikan rumah sakit dan pasien
lebih memfokuskan pada intervensi lain seperti dekontaminasi pencernaan
selektif, meminimalkan sedasi, percobaan pernafasan spontan dan mobilisasi
awal. Peneliti juga menemukan bahwa klorheksidin dapat meningkatkan risiko
kematian pada pasien ini, meskipun temuan ini tidak tercapai signifikasi
statistic.17
Studi epidemiologis mengenai hubungan oral hygiene dengan kejadian
VAP pada pasien yang terpasang ventilator mekanik memainkan peran
penting dalam menentukan kesehatan umum pasien ICU serta membantu
pembuatan kebijakan dan perencanaan pemberian layanan di masa depan. 18
Mengingat banyaknya keanekaragaman studi yang dilakukan dan perlunya
tinjauan sistematis terkait hasil studi bidang ini, maka literature review adalah
pilihan yang tepat untuk mengekstraksi, menggabungkan, dan
mengintegrasikan data dari beberapa hasil penelitian. Berdasarkan fenomena
dan permasalahan pada uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Studi Literatur Hubungan oral hygiene dengan kejadian
ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada pasien yang terpasang ventilator
mekanik di Ruang Intensif Care Unit (ICU)”.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam
penelitian adalah Apakah ada Hubungan oral hygiene dengan kejadian
ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada pasien yang terpasang ventilator
mekanik di Ruang Intensif Care Unit (ICU)” berdasarkan studi literatur.

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis artikel terkait Hubungan
oral hygiene dengan kejadian ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada
pasien yang terpasang ventilator mekanik di Ruang Intensif Care Unit (ICU)”.
6

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan


Literatur Review ini dapat dijadikan sebagai acuan sehingga dapat
menambah pengetahuan mahasiswa keperawatan untuk pengembangan ilmu
pengetahuan terkait analisis jurnal oral hygiene dengan kejadian ventilator
Associated Pneumonia (VAP) pada pasien yang terpasang ventilator mekanik
di Ruang Intensif Care Unit (ICU)”.

1.4.2. Bagi Profesi Keperawatan


Penelitian ini diharapkan akan menambah perkembangan ilmu
keperawatan dalam memberikan pelayanan keperawatan, serta menjadi bahan
masukan bagi tenaga keperawatan dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengembangan dan evaluasi asuhan keperawatan mengenai terkait oral
hygiene dengan kejadian ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada pasien
yang terpasang ventilator mekanik di Ruang Intensif Care Unit (ICU)”.

1.4.3. Bagi Peneliti


Penambahan wawasan keilmuan serta pengalaman peneliti dalam
menganalisa artikel ilmiah, serta menjadikan penelitian ini sebagai penerapan
ilmu pengetahuan yang di terima selama kuliah.
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Oral Hygiene


2.1.1 Definisi Oral Hygiene

Oral Hygiene merupakan Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk


pasien yang sedang dihostipalisasi, perawat melakukan oral hygiene kepada
pasien sadar dan pasien tidak sadar. Yang ditujukan untuk menjaga kebersihan
mulut, lidah dan sisa sisa makanan dengan menggunakan kasa basah dengan
cara kasa tersebut dibasahi dengan air bersih.21 Oral hygiene dilakukan
minimal dua kali sehari. Oral hygiene ini juga dilakukan untuk mencegah
terjadinya infeksi yang sering terjadi pada pasien tidak sadar ataupun pada
pasien yang dirawat diruang ICU.22

Beberapa masalah kesehatan gigi dan mulut sering terjadi jika kita tidak
menjaga kesehatan gigi dan mulut tersebut. Penting untuk kita sebagai
perawat dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut pasien sadar maupun tidak
sadar, dikarenakan tindakan oral hygiene ini merupakan obat paling manjur
untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut.21

Pada pasien yang tidak sadar sangatlah rentan terjadi kekeringan air liur
pada mukosanya karena pasien tidak mampu makan, minum, dan menelan
sekresi air liur yang mengumpul didalam mulutnya. Sekresi ini adalah bakteri
gram negative yang bisa menyebabkan terjadinya pneumonia jika tidak
dihembuskan ke paru paru. Perawat tidak boleh lupa untuk melakukan oral
hygiene dan perhatian khusus kepada pasien yang tidak sadar khususnya pada
pasien diruang ICU.21

2.1.2. Tujuan Oral Hygiene

Oral Hygiene sangat penting untuk dilakukan, maka dari itu tujuan oral
yaitu: 21 22
8

1) Mencegah masalah gigi dan mulut,


2) Mencegah penyakit menular yang ditularkan melalui mulut,
3) Menjaga kontituasi mulut, lidah, dan mukosa membrane mulut,
4) Mencegah terjadinya infeksi pada mulut,
5) Melembabkan mukosa membrane mulut dan bibir
6) Memperkuat daya tahan tubuh, dan
7) Untuk meningkatkan nafsu makan.

Beberapa studi menunjukkan bahwa bakteri pathogen dapat berkolonisasi


dalam mulut dalam waktu minimal 24 jam setelah dirawat di ruang ICU, maka
dari itu oral hygiene penting dilakukan secara rutin oleh perawat, karena pintu
utama dan awal bakteri pathogen masuk ke paru paru pasien yang terpasang
ventilator mekanik, melalui mulut kemudian berkolonisasi diorofaring akibat
adanya mikroaspirasi.22

2.1.3. Cara menjaga oral hygiene

Cara yang dilakukan secara mandiri dan efektif untuk menjaga oral
hygiene, yaitu :22 21

1) Sikat gigi

Menggosok gigi yang baik dilakukan setidaknya 4x sehari termasuk


setelah makan dan sebelum tidur. Pada pasien tidak sadar terutama diruang
perawatan intensif sikat gigi dapat diganti dengan menggunakan kain handuk
atau kasa, pasta gigi pada pasien tidak sadar membantu tetapi tidak diperlukan.

2) Kumur kumur dengan antiseptic

Larutan yang biasa digunakan untuk berkumur menggunakan antiseptic


seperti chlorhexidine 0,20%, metal salisilat, dan H202 1,5% dan 3%. Kumur
kumur juga bisa menggunakan air garam hangat.

3) dental floss
9

dental floss semacam benang tipis dan lembut digunakan untuk


membersihkan sela sela gigi.

4) Pembersih lidah

Campuran air liur dan bakteri dilidah akan menempel yang bisa
membentuk lapisan diatas lidah yang biasa disebut dengan “plak”. Manfaat
membersihkan lidah yaitu untuk menghilangkan bakteri, sel mati, jamur dan
sisa makanan pada permukaan lidah.

2.1.4. Perawatan oral hygiene pada pasien dengan penurunan


tingkat kesadaran

Perawatan oral hygiene pada pasien dengan penurunan tingkat kesadaran


menurut perry yaitu menggunakan alat alat seperti air segar, spatel lidah
dengan bantalan atau spons, handuk wajah, handuk kertas, kom kecil,
bengkok, gelas dengan air dingin, spuit, kateter penghisap, depper dan
handscoon. Dengan prosedur tindakannya sebagai berikut: 23

1) Pastikan program dokter jika diperlukan hal khusus


2) Pastikan identitas pasien benar
3) Jelaskan prosedur dan alasan dilakukan tindakan kepada keluarga
pasien
4) Dekatkan alat alat
5) Cuci tangan dan pakai handscoon
6) Uji adanya reflex muntah dengan menempatkan spatel lidah di atas
bagian belakang lidah (pada pasien dengan gangguan reflex menelan
memerlukan perawatan khusus)
7) Lihat rongga mulut
8) Posisikan klien dekat ke sisi tempat tidur, balik kepala pasien ke arah
matras, bila perlu nyalakan mesin penghisap dan sambungkan slang ke
kateter penghisap
9) Tempatkan handuk dibawah wajah dan bengkok dibawah dagu pasien
10

10) Secara perlahan regangkan gigi atas dan bawah pasien dengan spatel
lidah dengan memasukkan tong spatel secara cepat tetapi lembut.
Masukkan bila pasien relaks
11) Bersihkan mulut pasien menggunakan spatel lidah yang dibasahi
dengan air segar. Isap sesuai kebutuhan selama pembersihan
12) Bersihkan permukaan penguyah dan permukaan dalam
13) Bersihkan atap mulut , bagian dalam pipi dan bibir
14) Gosok lidah tetapi hindari jika ada reflex muntah
15) Basahi handuk bersih dengan air dan gosok mulut untuk mencuci.
Ulangi sesuai kebutuhan
16) Isap sekresi
17) Jelaskan kepada keluarga pasien bahwa tindakan telah selesai
18) Lepaskan handscoon
19) Rapikan pasien
20) Rapikan alat alat dan jangan lupa dokumentasi

2.1.5. Oral Hygiene pada pasien Terpasang Ventilator Mekanik

Oral hygiene pada pasien yang terpasang ventilator mekanik sangat


penting agar kebersihan mulut pasien tetap terjaga dan terhindar dari bakteri.
Perawat harus mencuci tangan terlebih dahulu sesuai prosedur dan gunakan
APD, atur posisi pasien sesuai kebutuhan dan pasang pengalas

Suction jika ada indikasi dan tandai batas tube pada bibir. Pada pasien
tidak sadar gunakan spatel mulut atau laryngoscope. Bersihkan mulut dengan
menggunakan depper/ sikat gigi lembut yang telah dibasahi dengan cairan
clorhexidine gluconate 0,2% mulai dari gigi , lidah, langit langit dan bibir.
Sambil melakukan pembersihan pada mulut lakukan penghisapan cairan yang
ada didalam mulut dengan menggunakan suction catheter. Setelah selesai
bersihkan mulut, leher dan wajah klien. Lakukan pencukuran kumis dan
jenggot pada pria jika diperlukan.
11

Rapikan alat alat dan atur kembali posisi tidur klien, lepaskan sarung
tangan dan cuci tangan, lakukan auskultasi untuk meyakinkan bahwa ETT
tepat pada posisinya, dan tidak lupa dokumentasikan tindakan dilembar
observasi dan implementasi harian ICU.

2.2. Ventilator Associated Pneumonia (VAP)


2.2.1. Definisi Ventilator Associated Pneumonia (VAP)

VAP didefinisikan sebagai jenis infeksi paru paru yang terjadi pada orang
yang menggunakan mesin pernafasan yaitu ventilasi mekanik dirumah sakit
pada ruang intensif setelah 48 jam baik itu melalui pipa endotrakel maupun
pipa trakeostomi.24 American College of Chest Physicians mendefinisikan
VAP sebagai keadaan dimana muncul gambaran infiltrat baru dan menetap
pada foto toraks yang mana hasil biakan darah sama dengan mikroorganisme
yang ditemukan pada sputum maupun aspirasi trakea dengan gejala
pneumonia seperti demam dan tingginya white blood cell count.25

Wiryana juga mengemukakan bahwa VAP menjadi onset dini yang terjadi
4 hari setelah pemasangan ventilasi mekanis, VAP onset dini ini di ruang ICU
memiliki prognosis lebih baik karena disebabkan oleh kuman yang masih
sensitive terhadap antibiotic sedangkan onset lambat yang terjadi 5 hari atau
lebih setelah pemasangan ventilasi mekanis memiliki prognosis lebih buruk
karena disebabkan oleh kuman pathogen yang multi drug resisten ( MDR).26

2.2.2. Etiologi Ventilator Associated Pneumonia (VAP)

Kasus VAP sebagain besar disebabkan oleh pathogen yang normalnya


terdapat di saluran cerna dan orofaring atau bisa juga didapatkan dari petugas
medis yang bertugas diruang ICU dan juga bisa disebabkan dari lingkungan
dan pasien pasien lain.3

Faktor risiko penyebab VAP seperti penyakit paru yang mendasari,


penyakit jantung, trauma dan penyakit neurologis dan faktor risiko yang dapat
dimodifikasi seperti tempat tidur datar atau terangkat, paparan antibiotic, dan
12

pasien yang mengalami kejadian aspirasi sebelum intubasi. Pasien yang


dirawat di ruang ICU dengan trauma tumpul atau penyakit neurologis berat
berisiko lebih tinggi terkena VAP.27

Bakteri bakteri penyebab VAP yang paling umum diketahui yaitu


Acinetobacter baumannii, Escherechia coli, Staphylococcus aureus,
Streptococcus pneumonia, Acinetobacter calcoaceticus, Pseudomonas
aeruginosa, Haemophilus influenza, dan Klebsiella sp. Bakteri penyebab
onset dini biasanya merupakan bakteri yang relative lebih peka terhadap
antiobik sedangkan bakteri penyebab onset lambat biasanya disebabkan oleh
bakteri multi drug resisten seperti Acinetobacter calcoaceticus, Acinetobacter
baumannii, Escherecia coli, Klebsiella sp dan Pseudomonas aeruginosa,
sehingga onset dini memiliki prognosis lebih baik dari pada onset lambat.28

2.2.3. Klasifikasi Ventilator Associate Pneumonia (VAP)

Klasifikasi untuk mengetahui kuman penyebab VAP berdasarkan derajat


penyakit, faktor risiko dan onsetnya yaitu sebagai berikut : 29

1) Penderita dengan faktor risiko biasa, derajat ringan-sedang dan onset


kapan saja selama perawatan atau derajat berat dengan onset dini.
2) Penderita dengan faktor risiko spesifik dan derajat ringan-sedang yang
terjadi kapan saja selama perawatan
3) Penderita derajat berat dan onset dini dengan faktor risiko spesifik atau
onset lambat.
2.2.4. Patogenesis Ventilator Associated Pneumonia (VAP)

Pathogenesis VAP sangat kompleks melibatkan 2 proses utama yaitu


bakteri saluran pernafasan dan saluran percernaan serta aspira secret jalan nafas
dari atas dan bawah. Kolonisasi bakteri pada paru paru menyebar dari berbagai
sumber organisme seperti rongga sinus, orofaring, plak gigi, saluran
pencernaan, sirkuit ventilator dan kontak dengan pasien. Dari berbagai sumber
13

organisme ini dapat menyebabka timbulnya gejala dan mengakibatkan terjadi


VAP.29

Pneumonia akibat dari pemasangan ventilator menjadi penyebab utama


pada unit perawatan intensif (ICU). Dimana selang endotrakeal dapat
menyebabkan gangguan yang tidak normal pada saluran nafas bagian atas dan
trakea memberikan bakteri jalan langsung kesaluran bagian bawah. Saluran
nafas bagian atas dapat kehilangan fungsi karena terpasang selang endotrakeal
sehingga kemampuan tubuh untuk menyaring dan melembabkan udara
mengalami penurunan. Selang endotrakeal menjadi sarangnya bakteri untuk
melekat di trakea, dari kondisi ini sehingga meningkatkan produksi sekresi
secret lebih lanjut. Dari kejadian penurunan pertahanan diri tersebut maka
dapat meningkatkan kolonisasi bakteri dan aspirasi.3

VAP dikaitan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas, lama tinggal


di rumah sakit dan pembiayaan. Kematian yang ditimbulkan karena VAP
sebesar 27% dan bisa mencapai 47% saat agen penyebabnya adalah resisten
antibiotic. Lama dirawat di ruang ICU meningkat sebesar 5 sampai 7 hari
perawatan dan memperpanjang lama perawatan 2 sampai 3 kali lipat pada
pasien yang terkena VAP.28

- Faktor penjamu
- Pemberian awal antibiotic
- Strategi invasive
- Obat obatan yang
berpengaruh terhadap
pengosongan lambungan
dan PH
14

Kolonisasi
saluran cerna

Air yang terkontaminasi , aspirasi


obat obatan cair, alat dan
bahan terapi pernafasan

Inhalasi
Bronkhiolitis

Mekanisme
Bronkopneumonia pertananan
Infeksi transtorak fokal / multifokal saluran nafas
bacteremia primer bawah dan
sistem penjamu
Bronkopneumonia
berat
Bakteremia sekunder
syesmetic
inflammatory Abses paru
response syndrome
(SIRS) Disfungsi
organ nonpulmoner

Gambar 2.1. Pathogenesis Ventilaator Associated Pneumonia (VAP)

2.2.5. Faktor Risiko Ventilator Associated Pneumonia (VAP)


15

Faktor yang mempengaruhi terjadi VAP terbagi menjadi 3 bagian yaitu


faktor penjamu, faktor petugas yang terlibat dalam perawatan pasien ICU, dan
faktor peralat yang digunakan pada saat perawatan. 3 Faktor penjamu disini
dimaksud yaitu pada kondisi pasien yang telah ada sebelumnya seperti
penyakit dasar yang ada pada pasien seperti penurunan kekebalan, sindrom
gangguan pernapasan akut dan penyakit paru obstruktif kronis, faktor penjamu
lain yang dapat menyebabkan pasien terkena VAP yaitu posisi tubuh pasien,
jumlah intubasi, obat obatan termasuk obat penenang dan antibiotic, dan
tingkat kesadaran pasien tersebut.27

Adapun yang dimaksud dengan faktor petugas yang terlibat dalam


perawatan pasien ICU yaitu kurangnya kepatuhan perawat dalam melakukan
prosedur cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan, prosedur pemasangan pipa
nasogastric, pemasangan ventilator mekanik, dan prosedur pemasangan
suction. Pada faktor peralatan yang menjadi faktor risiko terkena VAP seperti
alat selang endotrakeal, selang nasogastric atau orogastrik dan sirkuit
ventilator.3

2.2.6. Diagnosis Ventilator Associated Pneumonia (VAP)

Untuk mendiagnosis VAP saat ini masih menjadi masalah, kriteria


mendiagnosis VAP terbagi menjadi berbagai variasi menurut institusi, tetapi
cenderung yang digunakan saat ini dapat dilihat dari radiografi, bukti
laboratorium dan tanda klinis, yaitu sebagai berikut: 27

1) Suhu tubuh > 38° C atau < 36° C


2) Sel darah putih lebih dari 12.000 / mm3 atau kurang dari 4.000 / mm3
3) Kultur trakea positif atau kultur lavage bronchoalveolar
4) Sekresi purulen, peningkatan sekresi, atau perubahan sekresi
5) Peningkatan kebutuhan pada ventilator
6) Terdapat gangguan pernafasan seperti sesak nafas, nafas cepat, suara
nafas abnormal saat diaukultasi
16

7) Kultur positif diperoleh langsung dari lingkungan paru paru seperti trakea
atau brokiolus
8) Pada saat rontgen dada, setidaknya dua rontgen menunjukkan bayangan
yang berkelanjutan atau memburuk ( infiltrat atau konsolidasi)

Diagnosis VAP dapat dengan menghitung Clinical Pulmonary Infection


Score (CPIS) dengan mengkombinasikan data klinis, laboratorium, foto toraks
dan membandingkan tekanan oksigen dengan fraksi oksigen.3

Tabel. 2.1 Clinical pulmonary Infection score (CPIS)

Komponen Nilai Skor


Suhu ° C ≥ 36,5 dan ≤ 38,4 0
≥ 38,5 dan ≤ 38,9 1
≥ 39,0 dan ≤ 36,0 2
Leukosit per mm ≥ 4000 dan ≤ 11000 0
≤ 4000 dan ≥ 11000 1
Sekret trakea Sedikit 0
Sedang 1
Banyak 2
Purulent +1

Oksigenasi PaO2 / ≥ 240 atau terdapat ARDS 0


FiO2 mmHg ≤ 240 dan tidak terdapat ARDS 2

Foto toraks Tidak ada infiltrat 0


Bercak / infiltrate difus 1
Infiltrate terlokalisir 2
Penilaian CPIS awal dilakukan 48 jam setelah pertama kali pasien
terintubasi dan dipasang ventilasi mekanik diruang ICU dan pemeriksaan
mikrobiologi dilakukan jika terdapat gejala klinis. Sampel kuman diambil
berdasarkan teknik protected specimen brush, blind suctioning secret bronkial
dan bronchoalveolar. Namun saat dari pertama pasien masuk ICU telah terlihat
17

gejala klinis pneumonia maka diagnosis VAP disingkirkan, lain hal nya jika
gejala klinis dan sampel kuman didapatkan 48 jam setelah terpasang ventilasi
mekanik serta nilai total CPIS lebih dari 6 maka diagnosis VAP dapat
ditegakkan. Begitupun jika total CPIS kurang dari 6 maka diagnosis VAP juga
disingkirkan.27

Seperti yang terlihat pada tabel 1 penilaian CPIS meliputi beberapa


komponen seperti suhu tubuh, secret trakea, leukosit, pemeriksaan radiologi,
fraksi oksigenasi. Dalam penilaian CPIS klasik disertai dengan pemeriksaan
mikrobilogi namun pada saat penilaian CPIS modifikasi tanpa disertai
pemeriksaan kultur.3

2.2.7. Penatalaksaan Ventilator Associated Pneumonia (VAP)

Penatalaksaan pasien yang dicurigai VAP harus diberikan tindakan secepat


mungkin dengan pemberian antimikroba / antibiotic dan perawatan
menyeluruh. Walaupun pengambilan sampel mikroba dilakukan sebelum
memulai terapi, hal ini tidak boleh menunda untuk diberikan antibiotic.
Pemberian antibiotic harus sesuai dengan pola kuman yang dialami pasien,
pada pasien dengan VAP onset dini yang belum pernah menerima terapi
antibiotic bisa diberikan monoterapi dengan kelas ketiga sefalosporin. Singh
dkk menyatakan bahwa sefalosporin sangat efektif pada kuman Haemophilus
influenza, Staphylococcus aureus dan Enterobacteriace.28 Sedangkan pada
pasien VAP yang terpasang ventilasi mekanik jangka panjang dan sudah
pernah menerima terapi antibiotic memerlukan antibiotic kombinasi agar
mengatasi pathogen yang potensial.30

Luna dkk mengemukakan bahwa memberian antibiotic diawal dapat


meningkatan ketahanan hidup penderita VAP pada saat mikrobiologik belum
tersedia. Penelitian diprancis juga menunjukkan hasil pemberian rutin biakan
kuantitatif melalui aspirasi endotrakeal mengidentifikasi pemberian antibiotic
pada 95% pasien VAP sambil menunggu hasil biakan BAL. pemberian
18

antibiotic dapat dihentikan setelah 3 hari penderita menunjukan hasil CPIS


kurang dari 6.31

Tabel 2.2 Dosis awal antibiotika intravena penderita VAP dewasa

Antibiotika Dosis
Setalosparin antipseudomonas
 Cefepim 1-2 gr tiap 8-12 jam
 Ceftazidim 2 gr tiap 8 jam
Karbapenem
 Imipenem 500 mg tiap 6 jam/1 gr tiap 8 jam
 Meropenem 1 gr tiap 8 jam
Kombinasi β laktan-penghambat β lactamase
 Piperasilin – tazobaktam noglikosida 4,5 gram tiap 6 jam
 Gentamisin 7 mg/kg/hari

 Tobramisin 7 mg/kg/hari

 Amikasin 20mg/kg/hari
Kuinolon antipseudomonas
 Levofloksasin 750 mg tiap hari
 Siprofloksasin 400 mg tiap 8 jam

Vankomisin 15 mg/ kg tiap 12 jam

Linezolid 600 mg tiap 12 jam

2.2.8. Pencegahan Ventilator Associated Pneumonia (VAP)

Pencegahan VAP dibagi menjadi 2 kategori yaitu pertama yaitu strategi


farmakologi bertujuan untuk menurunkan kolonisasi kuman pada saluran cerna
terhadap kuman pathogen, pencegahan farmakologi yang meliputi pencegahan
pembentukan biofilm kuman menghindari penggunaan profilaksi stress ulcer
berlebihan dan dekolonisasi traktus aerodigestif. 29 Silvercoated tube dapat
19

mengurangi pembentukan biofilm sehingga dapat mengurangi kolonisasi


kuman.3

Sedangkan yang kedua yaitu strategi non farmakologi bertujuan untuk


menurunkan kejadian aspirasi, pencegahan non farmakologi lebih mudah untuk
dilakukan dibandingkan dengan pencegahan farmakologi.26 Pencegahan non
farmakologi yang meliputi penggunaan ventilasi mekanik sesingkat mungkin,
intubasi trakea, subglottic suctioning, pembagian kerja perawat, mencuci
tangan serta pemakaian desinfektan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
serta saat kontak dengan pasien, intubasi non basal dan menghindari
manipulasi yang tidak perlu pada sirkuit ventilator. Meskipun pencegahan non
farmakologi menjadi prosedur utama di ICU namun angka kejadian VAP
masih tinggi sehingga masih memerlukan pencegahan VAP secara
farmakologi.28

Intervensi pencegahan VAP28

1) Intervensi dengan tujuan utama mencegahan aspirasi


a. Posisi penderita semirecumbent atau setengah duduk
b. Menghindari distensi lambung berlebihan
c. Menghentikan penggunaan pipa nasogastric atau pipa endotrakeal segera
mungkin
d. Menghindari penggunaan sedasi jika tidak diperlukan
e. Intubasi non nasal atau oral
f. Pengaliran sirkuit ventilator dan subglotik
g. Ventilasi masker noninvasive untuk mencegah intubasi trakea
h. Menghindari reintubasi dan pemindahan penderita jika tidak diperlukan
2) Intervensi dengan tujuan mencegah kolonisasi saluran cerna
a. Dekontaminasi dan menjaga kebersihan mulut
b. Menggunakan antibiotic yang sesuai pada penderita
c. Mengisolasi penderita dengan kasus onset lambat MDR
d. Selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita
20

e. Mencegah penggunaan antibiotic yang tidak perlu


f. Membatasi profilaksis stress ulcer pada penderita
g. Menggunakan antibiotic untuk dekontaminasi saluran cerna secara selektif
h. Menggunakan sukralfat sebagai profilaksi stress ulcer

2.2.9. Hubungan Oral Hygiene dengan Kejadian Ventilator


Associated Pneumonia (VAP)

Oral hygiene merupakan salah satu tindakan keperawatan yang


diperlukan agar kondisi rongga mulut tetap bersih dan segar sehingga
terhindar dari infeksi. Perawatan oral hygiene merupakan tindakan
keperawatan pada pasien yang tidak mampu mempertahankan kebersihan
mulut dan gigi dengan cara membersihkan serta menyikat gigi dan mulut
secara teratur. Tujuan perawatan oral hygiene pada pasien terpasang ventilator
mekanik adalah menjaga kebersihan gigi dan mulut dari bakteri bakteri
pathogen yang dapat menimbulkan kejadian Ventilator Associated Pneumonia
(VAP) karena pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik mukosa
bibir mudah kering sehingga perlu dilakukan perawatan oral hygiene minimal
2x sehari untuk menghindari penumpukan bakteri didalam mulut agar tidak
mudah berkembang dan menyebabkan terjadinya VAP.9

Perawatan oral hygiene pada pasien yang menggunakan ventilator


mekanik maka semakin rendah risiko terkena infeksi nosokomial, karena pada
perawatan oral hygiene dapat menjaga kontiunitas bibir, lidah dan mukosa
membran mulut, mencegah terjadinya infeksi rongga mulut dan melembabkan
mukosa membran mulut dan bibir. Tindakan oral hygiene perlu dilakukan
untuk menjaga ADL (Activities of  Daily Living ) pasien yang sedang diruang
intensif khususnya pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik untuk
menghindari dari infeksi mulut. Oral hygiene dengan penggunaan antibiotik
ataupun antiseptik diharapkan dapat menurunkan pertumbuhan bakteri di
orofaring sehingga, insiden terjadinya VAP menurun.32
21

2.3. Ventilator Mekanik


2.3.1. Definisi Ventilator Mekanik

Ventilator adalah mesin yang digunakan untuk menunjang hidup atau


membantu fungsi pernapasan yang normal. Ventilator digunakan untuk pasien
yang tidak bisa bernapas dengan sendiri baik karena penyakit tertentu atau
karena cedera yang parah. Tujuan ventilator agar pasien mendapatkan asupan
oksigen, memperbaiki fungsi pernapasan dan mengembalikan fungsi
pertukaran udara.3

Ventilator mekanik adalah alat yang digunakan untuk membantu pasien


yang mengalami gagal napas. Pada dasarnya ventilator adalah alat yang bisa
menghembuskan gas ( oksigen) kedalam paru paru pasien dengan jumlah gas
yang ditiupkan tergantung dengan kebutuhan pada pasien.33

2.3.2. Pemilihan dan Tipe Ventilator

Ventilasi mekanik dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori umum yaitu


ventilator tekanan positif dan ventilator tekanan negative.3

1) Ventilator tekanan positif

Ventilator tekanan positif terbagi 3 jenis yaitu tekanan bersiklus, volume


bersiklus dan waktu bersiklus. Maksud dari ventilator bersiklus ini ventilator
yang mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset dicapai. Ventilator volume
bersiklus yaitu ventilator dengan mengalirkan volume udara setiap inspirasi
yang telah ditentukan, sedangkan ventilator waktu bersiklus yaitu ventilator
dengan mengendalikan waktu yang telah ditentukan.

Ventilator tekanan positif mengembangkan paru paru dengan


mengeluarkan tekanan positif pada jalan napas maka terjadinya dorongan pada
alveoli untuk mengembang selama inspirasi.

2) Ventilator tekanan negative


22

Ventilator tekanan negative mengeluarkan tekanan negative dimana


bekerja dengan mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi dan
mengalirkan udara ke paru paru sehingga terpenuhi volumenya. Ventilator ini
digunakan untuk pasien gagal napas kronik, ventilator dengan tekanan
negative tidak sesuai untuk pasien tidak stabil atau pasien yang sering dengan
membutuhkan perubahan ventilasi.

Ventilator mekanik dibedakan berdasarkan penggunaannya, ventilator


mekanik secara total (full ventilator support/FVS) berfungsi menggantikan
seluruh kerja pernapasan dan secara sebagian (partial ventilator support/PVS)
pada PVS pasien berperan dalam kerja pernapasan bertujuan untuk menjaga
ven tilasi alveolar yang efektif.33

2.3.3. Manfaat Pemasangan Ventilator

Ventilator mekanik digunakan untuk menjaga kestabilan pasien selama


perawatan, mengoptimalkan ventilasi dan oksigenasi dan mengurangi kerja
pernapasan (WOB).3

Adapun manfaat pemasangan ventilator yaitu mengatasi asidosis


respiratorik akut, mengatasi distress pernapasan, mencegah ateletaksis paru,
mengatasi hipoksemia, mengatasi kelelahan otot bantu pernapasan,
menstabilkan dinding dada, menurunkan tekanan intracranial, memudahkan
pemberian sedative atau blockade neuromuscular dan menurunkan kebutuhan
pemakaian oksigen sistemik dan miokard.33

2.3.4. Indikasi Pemasangan Ventilator

Seseorang mendapatkan bantuan ventilasi mekanik jika ada kriteria


sebagai berikut : 33

1) Pada pasien dengan gagal nafas

Pasien dengan distress pernfasan gagal nafas, hipoksemia maupun henti


nafas yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi
23

pemasangan ventilator mekanik. Pasien mendapat pemasangan ventilator


mekanik sebelum terjadinya gagal nafas yang sebenarnya.

2) Insufisiensi jantung

Pada pasien syok kardiogenik dan CHF meningkatkan aliran darah pada
sistem pernafasannya dapat mengakibatkan jantung kolaps dengan pemberian
ventilasi mekanik kemungkinan dapat mengurangi kerja dari sistem
pernafasan sehingga beban kerja jantung berkurang.

3) Disfungsi neurologis

Pasien dengan GSC 8 yang berisiko mengalami apnea atau henti nafas
dapat menggunakan ventilasi mekanik. Ventilasi mekanik juga berfungsi
untuk menjaga jalan nafas dan memberikan hiperventilasi pada pasien dengan
meningkatkan tekanan intra cranial.

4) Tindakan operasi

Tindakan operasi menggunakan anestesi dan sedative sangat terbantu


dengan dipasangnya ventilator mekanik karena jika terjadi gagal nafas selama
operasi akibat pengaruh obat sedative bisa diatas dengan bantuan ventilator
mekanik tersebut.

Ventilasi mekanik diindikasikan ketika modalitas manajemen noninvasive


gagal untuk memberikan bantuan oksigenasi dan/ atau ventilasi yang adekuat.
Ketidakmampuan pasien untuk secara klinis mempertahankan karbondioksida
dan terjadinya kegagalan pernafasan termasuk indikasi yang umum untuk
intervensi ventilasi mekanik.3

2.3.5. Kontrakindikasi Pemasangan Ventilator

Kontraindikasi pemasangan ventilasi non invasive yaitu trauma atau luka


bakar pada wajah, pembedahan pada wajah, jalan napas atau, saluran cerna
bagian atas, sumbatan jalan napas atas, tidak mampu melindungi jalan napas,
hipoksemia yang mengancam jiwa, penyakit penyerta yang berat,
24

kejang/gelisah, muntah, sekret jalan nafas berlebihan, pneumotoraks yang


belum teratasi dan gambaran konsolidasi pada foto toraks.33

Kontraindikasi pemasangan ventilasi invasive yaitu trauma servikal yang


memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servikal sehingga sulit untuk
dilakukan intubasi.

2.3.6. Komplikasi Pemasangan Ventilator

Pemasangan ventilator mekanik sangat membantu bagi pasien yang


mengalami masalah pada pernafasan terutama pada pasien yang berada
diruang intensif care unit (ICU), namun pemasangan ventilator mekanik
mempunyai beberapa komplikasi jika tidak diatasi dengan benar. Beberapa
komplikasinya yaitu :

1) Infeksi

Endotracheal tube yang dimasukkan ke dalam tubuh pasien akan


memudahkan bakteri masuk ke dalam paru paru. Hal ini dapat menyebabkan
infeksi seperti pneumonia atau sering disebut Ventilator Associated
Pneumonia (VAP).30

2) Kerusakan paru paru

Ketika ventilator terpasang jalur mekanisme pertahan normal sering


terhenti sehingga mengalami penurunan mobilitas dan gangguan reflek batuk
yang dapat menyebabkan infeksi pada paru paru.3

Tekanan dari udara yang dimasukkan ke paru paru oleh ventilator dapat
merusak paru paru, maka penggunaan ventilator mekanik harus diberikan
sesuai kebutuhan organ vital pada pasien tersebut.33

3) Baratrauma

Ventilasi mekanik melibatkan pemompaan udara ke dalam dada


menciptakan tekanan positif . Tekanan positif ini dapat menyebabkan robekan
25

alveolus atau emfisema. Udara masuk ke area pleural yang menimbulkan


tekanan pneumothorak-situasi darurat dengan keadaan ini pasien dapat
mengalami dyspnea berat tiba tibat dan keluhan nyeri pada daerah yang sakit

4) Penurunan curah jantung

Penurunan curah jantung terjadi bila pasien mengalami hipotensi saat


pertama kali dihubungkan ventilator ditandai dengan adanya kekurangan tonus
simpatis dan menurunnya aliran balik vena. Selain hipotensi gejala lain
meliputi seperti gelisah, penurunan tingkat kesadaran , nadi perifer lemah,
penurunan haluaran urin, nyeri dada, lemah, pucat dan pengisian kapiler
lambat.3

5) Peningkatan IAP

Hasil penelitian Morejon & Barbeito didapatkan bahwa pasien kritis yang
terpasangan ventilasi mekanik menunjukkan nilai IAP yang tinggi ketika
dirawat dan harus dimonitor terus menerus oleh perawat ICU khususnya pada
pasien yang mendapatkan Positive end-expiratory pressure (PEEP) walaupun
mereka tidak memiliki faktor risiko lain yang jelas untuk terjadinya Intra-
Abdominal Hypertension (IAH).

6) Efek samping obat

Pemasangan ventilator disertai dengan pemberian sedasi yang membuat


pasien berada dalam kondisi tidur beberapa jam walaupun sudah tidak
diberikan lagi. Dokter dan perawat harus memberikan dosis sesuai kebutuhan
pasien karena setiap pasien memiliki reaksi yang berbeda beda.3
26

2.4. Kerangka Teori

Pasien Icu terpasang


ventilator mekanik

Sekret terkontaminasi
bakteri

Jumlah bakteri orofaring


meningkat
27

Kolonisasi kuman (paru


paru)

1) Faktor usia
2) Faktor lama Antiseptic/ larutan yang
penggunaan sering digunakan
ventilator
1. cholorhexidine,
3) Faktor oral
2. providone iodine
hygiene
3. hexadol
4) Faktor hand
hygiene
5) Faktor perawatan
endotracel tube

Ventilator Associated
Pneumonia (VAP)

Gambar 2.2 Kerangka Teori

Sumber: Abdul Azis, dkk(2012), Bare BG, Smelzer SC. (2001),


Rahmiati Titis Kurniawan (2013), Wiryana,M (2007)

2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori diatas maka variabel yang diteliti dalam


penelitian ini adalah hubungan oral hygiene (variabel independen) dan
Penurunan Terhadap Kejadian VAP (Ventilator Associated Pneumonia)
(variabel dependen ).

Variabel Independen Variabel Dependen

Penurunan terhadap
Oral Hygiene Kejadian VAP ( Ventilator
Associated Pneumonia)
28

Gambar 2.3. Kerangka Konsep

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Strategi Pencarian Studi Literatur


Penelitian ini menggunakan pendekatan Studi Literatur dengan berfokus
pada evaluasi beberapa hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan
topik atau variabel penelitian. Metode penelitian yang digunakan pada studi
literatir berupa Systematic Literature Review (SLR). Metode Systematic
Literature Review merupakan bentuk penelitian yang dilakukan dari studi
29

literatur yang bersifat sitematik, jelas, menyeluruh, dengan mengidentifikasi,


menganalisis, mengevaluasi melalui pengumpulan data-data yang sudah ada
dengan metode pencarian yang eksplisit dan melibatkan proses telaah kritis
dalam pemilihan studi. Penelitian ini menggunakan Systematic Literature
Review yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan oral hygiene
dengan kejadian Ventilator Associated Pneumonia (VAP) pada pasien yang
terpasang ventilator mekanik di Ruang Intensif Care Unit (ICU).

Sumber literature yang digunakan dalam penelitian ini ditelusuri melalui


Pubmed, Google Schoolar, portal garuda. Dengan jenis pencarian google
Advanced Search. Pada data based Pubmed pencarian dengan menelusuri kata
kunci “Oral Hygiene, Incident Ventilator Associated Pneumonia menyaring
kembali menggunakan NCBI Filters yaitu pada text availability jenis full text
dan Publication date pada 5 years yaitu 2015-2020. Pada data based Google
Schoolar pencarian dengan penelurusan lanjutan temuan artikel dengan semua
kata yaitu “Kejadian Ventilator Associated Pneumonia” dalam judul artikel
dengan rentang waktu pilihan yaitu 2015-2020. Pada data based Portal garuda
menggunakan kata kunci “Kejadian Ventilator mekanik” dalam rentang
waktu pilihan yaitu 2015-2020.

Pada penelitian ini, peneliti juga menggunakan layanan sci-hub ketika


peneliti mengalami kesulitan dalam pencarian jurnal karena berbayar. Sci-hub
adalah salah satu website yang memiliki tujuan provider-mass dalam
penyedian jurnal agar dapat diakses secara penuh oleh para peneliti .
Penelusuran dilakukan sejak awal bulan November 2020 hingga awal bulan
Desember 2020.

3.2. Kriteria Studi Literatur

Kriteria inklusi bahan kajian yang digunakan pada penelitian ini antara
lain:

1) Tahun sumber literatur yang diambil mulai tahun 2015 sampai dengan
2020.
30

2) Artikel yang mengandung topic yang sama dengan topik penelitian


3) Artikel tersedia dalam full text
4) Artikel ditulis dengan bahasa Indonesia dan/atau bahasa inggris
5) Artikel merupakan original research/article (bukan review penelitian)
6) Variabel yang ingin diteliti adalah oral hygiene dalam penurunan kejadian
Ventilator Associated Pneumonia
7) Artikel yang menggunakan alat ukur Clinical Pulmonary Infection
Score (CPIS)

Kriteria Eksklusi

1) Artikel yang hanya berupa abstrak

Hasil temuan dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:


Tabel 3.1. Hasil temuan artikel

Data Based Temuan Literatur


Terpilih
Pubmed
Google Scholar
Portal Garuda
JUMLAH (n= ) (n= )
31

3.3. Tahapan Studi Literatur


3.3.1. Hasil penelusuran Artikel menggunakan Search Egine Pubmed

Pencarian Literatur
Basic Data: Pubmed

Jurnal atau artikel disaring atas


dasar kata kunci : Oral
Hygiene, ventilator associated
pneumonia
32

Hasil pencarian (n=)

Jurnal atau artikel disaring atas dasar


rentang tahun 2015-2020

Hasil pencarian yang akan


diproses kembali (n=)

Jurnal atau artikel disaring kembali


dengan ncbi filter text availability
(full text)

Hasil pencarian yang akan


diproses kembali (n=)

Artikel atau jurnal yang dibaca


dengan memilih berdasarkan topik
penelitian

Artikel atau jurnal yang relevan


dengan penelitian ini (n=)

Gambar 3.1. Bagan Tahapan studi literature menggunakan Search


Egine Pubmed

3.3.2. Hasil penelusuran Artikel menggunakan Search Egine google


scholar

Pencarian Literatur
Basic Data: Google scholar

Dengan menggunakan penelusuran


lanjutan dengan menggunakan kata
kunci : Kejadian ventilator pneumonia
associated
33

Disaring berdasarkan dalam judul


artikel

Arikel atau jurnal disaring dengan


berdasarkan tahun (2015-2020)

Hasil penelusuran (n=)

Artikel atau jurnal yang dibaca


dengan memilih berdasarkan topik
penelitian

Artikel atau jurnal yang relevan


dengan penelitian ini (n=)

Gambar 3.2. Bagan Tahapan studi literature menggunakan Search


Egine Google Scholar

3.3.3. Hasil penelusuran Artikel menggunakan Search Egine portal


garuda

Pencarian Literatur
Basic Data: Portal Garuda

Jurnal atau artikel disaring


berdasarkan kata kunci : Kejadian
ventilator mekanik
34

Hasil penelusuran (n=)

Arikel atau jurnal disaring dengan


berdasarkan tahun (2015-2020)

Hasil penelusuran (n=)

Artikel atau jurnal yang dibaca


dengan memilih berdasarkan topik
penelitian

Artikel atau jurnal yang relevan


dengan penelitian ini (n=)

Gambar 3.3. Bagan Tahapan studi literature menggunakan Search


Egine Portal Garuda

3.4. Peta Studi Literatur

Ventilator Faktor yang


Associated berhubungan
Pneumonia (VAP) dengan
ventilator
associated
pneumonia
35

Hubungan oral
hygiene dengan
kejadian ventilator
associated
pneumonia(VAP)

Oral Hygiene
Pengaruh oral
hygiene dalam
meminimalkan
kejadian
ventilator
associated
pneumonia

Gambar 3.4. Bagan Peta Studi Literatur

Daftar Pustaka

1. Awalin F, Faridah I, Ridwan US. Faktor-Faktor Yang Berhubungan


Dengan Ventilation Associated Pneumonia ( Vap ) Pada Populasi Pasien
Gangguan Persyarafan Diruang Icu Rsu Provinsi Banten Tahun 2019. J
Kesehat. 2019;8(2):15–7.

2. Alfaray RI, Mahfud MI, Faizun RS. Duration Of Ventilation Support


Usage And Development Of Ventilator-Associated Pneumonia: When Is
The Most Time At Risk? Indones J Anesthesiol Reanim. 2019;1(1):26.
36

3. DS P. Hubungan lama penggunaan ventilator mekanik dengan kejadian


VAP pada pasien nonsepsis di icu RSUP DR.Karyadi Semarang [Internet].
Skripsi jurusan pendidikan dokter umum fakultas kedokteran universita
diponegoro, indonesia. 2015. Available from:
file:///C:/Users/youhe/Downloads/kdoc_o_00042_01.pdf

4. koenig SM Truwit jD. Ventilator associated pneumonia diagnosis


treatments and prevention. Clin Microbiol Rev. 2016;

5. Siqueira AJB, Machado GF, Costa JDC, Branco LDF, Montressor M,


Nonato SDO, et al. Faktor resiko terjadinya ventilator associated
pneumonia (VAP) pada pasien yang terpasang ventilator mekanik diruang
icu rsup h. adam malik medan tahun 2019. J Chem Inf Model.
2019;53(9):1689–99.

6. Riskesdas K. Hasil Utama Riset Kesehata Dasar (RISKESDAS). J Phys A


Math Theor [Internet]. 2018;44(8):1–200. Available from:
http://arxiv.org/abs/1011.1669

7. Heru noor ramadhan. Artikel Penelitian Pelaksanaan Pencegahan dan


Pengendalian Ventilator Associated Pneumonia ( VAP ) di Ruang ICU. J
Hosp Accredit. 2019;01(1):3–8.

8. Manurung N. Hubungan pelaksanaan oral hygiene dengan kejadian infeksi


rongga mulut pada pasien dengan penurunan kesadarandi rsu imelda
pekerja indonesia medan. 2017;

9. Riatsa A et al. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Ventilator Associated Pneumonia (Vap) Pada Pasien Yang Menggunakan
Ventilator Mekanik Di Icu Rsud Tugurejo Semarang. J Perawat Indones.
2018;2(1):32–40.

10. Elisa Maria. Nurses’ knowledge, attitude and practice of oral care for
intensive care unit patients. Open J Stomatol. 2016;5.

11. Tohirin A, Saparwati M, Haryani S. Pengaruh Oral Hygiene Menggunakan


Hexadol Gargle Dalam Meminimalkan Kejadian Ventilator Associated
Pneumonia (Vap) Di Ruang Icu Rsud Tugurejo Semarang. J Keperawatan
dan Kesehat Masy Cendekia Utama. 2019;8(1):9.

12. Tohirin dkk. Pengaruh Oral Hygiene Menggunakan Hexadol Gargle Dalam
Meminimalkan Kejadian Ventilator Associated Pneumonia (VAP) di
Ruang ICU RSUD Tugurejo. 2016;

13. Aoun, G., Saadeh, M., Berberi A. Effectiveness of Hexetidine0.1%


Compared to Chlorhexidine Digluconate 0.12% in Eliminating
37

CandidaAlbicans Colonizing Dentures: A Randomized Clinical In Vivo


Study. J Int Oral Heal. 2015;7(8):1-4.

14. Chastre J FJ. Ventilator associated pneumonia. Am J Respir Crit Care Med.
2002. 65:67-903 p.

15. Kollef M. Prevention of hospital-associated pneumonia and ventilator


associated pneumonia. Crit Care Med. 2004. 32:1396- 405 p.

16. Ibrahim EH. Ward S, Sherman G, Kollef MH. A comparative anlysis of


patients with early-oset vs late-onset nosocomial pneumonia in the ICU
setting. Chest. 2000. 117:1434-42. p.

17. Klompas M. Oropharyngeal Decontamination with Antiseptics to Prevent


Ventilator-Associated Pneumonia: Rethinking the Benefits of
Chlorhexidine. Semin Respir Crit Care Med. 2017;38(3):381–90.

18. Taheri M, Mirghaed, Sepehrian R, Rakhshan A, Abolghasem H G. Sleep


Quality in Iranian Hemodialysis Patients : A Systematic Review and Meta -
analysis. Iran J Nurs Midwifery Res. 2019;24(6):403–.

19. Andhini NF. Tinjauan Pustaka Oral Hygiene. Vol. 53, Journal of Chemical
Information and Modeling. 2017.

20. Kenanga M. BAB II - UMY Repository. 2013.

21. Clark. Panduan Praktik Keperawatan Dasar. Jakarta : EGC. 2005.

22. Yolanda D. Hubungan Antara Lama Penggunaan Ventilator Mekanik


Dengan Kejadian Ventilator Associated Pneumonia (VAP) Pada Pasien
Nonsepsis di ICU RSUP Dr.Kariadi Semarang. UNDIP. Vol. 66. 2016.

23. American College of Clinical Pharmacy (ACCP). Interprofessional


education : Principle and application, a framework for clinical pharmacy.
Pharmacotherapy. 2009;

24. Wiryana. Ventilator associated pneumonia. Denpasar: FK UNUD. 2009;

25. Luparello RC. Tinjauan pustaka Ventilator Associated Pneumonia. Vol. 8,


Pontificia Universidad Catolica del Peru. 2014.

26. Miranda. Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Ventilator-Associated


Pneumonia di Instalasi Perawatan Intensif di RSUP H. Adam Malik
Medan. Tesis Magister Ilmu Kedokt Trop Fak Kedokt Univ Sumatera
Utara Medan [Internet]. 2019; Available from:
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/15634
38

27. Herman Y. Tinjauan Pustaka. Conv Cent Di Kota Tegal. 2011;4(80):4.

28. Wiryana M. Tinjauan pustaka VENTILATOR ASSOCIATED


PNEUMONIA Made Wiryana Bagian/SMF Ilmu Anestesi dan Reanimasi,
FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar. Vol. 8. 2007.

29. Luna CM, Blanzaco D, Niederman MS, Matarucco W BN, Desemery P et


al. Resolution of ventilator-associated pneumonia: prospective evaluation
of the clinical pulmonary infection score as an early clinical predictor of
outcome. Crit Care Med. 2003;

30. Khayatista. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ventilator


associated pneumonia pada pasienyang menggunakan ventilator mekanik.
2017;4(3):85–94.

31. Kurniawan H. Indikasi dan Kontraindikasi Ventilasi Noninvasif pada


Perawatan di Rumah. Ina J CHEST Crit Emerg Med. 2015;2(2):96–9.

Anda mungkin juga menyukai