Anda di halaman 1dari 24

REFARAT

Patophysiologi and Cytocin Storm in COVID-19 patient

Pembimbing:
dr. Bastian Lubis, M.Ked(An), Sp.An, KIC

Oleh:
Alrian Azmi Wahab Nasution 140100110
M. Fahri Ariza 140100001
Laisla 140100219

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI & TERAPI INTENSIF
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Patophysiologi and Cytocin Storm in COVID-19 patient”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan
dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporankasusselanjutnya.Semogamakalahlaporankasusinibermanfaat,akhirkata
penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, Juli2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar ................................................................................................. i
Daftar Isi........................................................................................................... ii
Daftar Gambar.................................................................................................. iii
Daftar Tabel ..................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................................. 2
1.3 Manfaat ............................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3
2.1 COVID-19 ....................................................................................... 3
2.1.1 Definisi................................................................................ 3
2.1.2 Etiologi................................................................................ 3
2.1.3 Transmisi............................................................................. 4
2.1.4 Patofisiologi dan Badai Sitokin........................................... 4
2.1.5Manifestasi Klinis......................................................... 6
2.1.6 Diagnosis............................................................................. 9
2.1.6.1 Anamnesis ............................................................. 9
2.1.6.2 Pemeriksaan Penunjang ......................................... 9
2.1.7 Definisi Operasional Kasus................................................. 11
2.1.8 Tatalaksana.......................................................................... 12
BAB III KESIMPULAN................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

ii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Skema Replikasi dan Patogenesis Virus.........................................5
Gambar 2.2Skema Perjalanan Penyakit COVID-19..........................................7
Gambar 2.3Alur Penentuan Alat BantuNapas Mekanik....................................17
Gambar 2.4Algoritma Bantuan Hidup Dasar (BHD) pada pasien terduga
atauterkonfirmasi COVID-19......................................................23

iii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 KriteriaSevereCAP..............................................................................8

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
CoronavirusDisease2019(COVID-19)merupakanpenyakitinfeksivirusyang
sangat mudah menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang baru
ditemukan, (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 / SARS-CoV 2).
Virus ini dapat ditularkan dari manusia ke manusia dan pertama kali diidentifikasi
pada akhir tahun 2019 di Wuhan, Cina yang kemudian menyebar secara luas di
Chinadanlebihdari190negaradanteritorilainnya,sehinggapada12Maret2020, WHO
mengumumkan COVID-19 sebagai suatu pandemi global (WHO,2020)
Berdasarkan laporan kasus per-tanggal 18 Juli 2020, terdapat total 13.876.441
kasus konfirmasi dan 259.848 kasus baru dengan total jumlah kematian mencapai
593.087 jiwa (sebanyak 7.360 kematian baru dilaporkan) di seluruh dunia.
Sementara di Indonesia dilaporkan sebanyak total 83.130 kasus konfirmasi (1.462
kasus baru) dengan 3957 kasus kematian (WHO, 2020)
Sebagian besar orang yang terinfeksi COVID-19 hanya mengalami penyakit
yang ringan atau tanpa komplikasi, sekitar 14% menderita penyakit parah yang
memerlukan perawatan rumah sakit dan dukungan oksigen, dan 5% perlu
dimasukkankeunitperawatanintensif.Dalamkasus-kasusparah,COVID-19dapat
diperburuk dengan sindrom gawat pernapasan akut (ARDS), sepsis dan septic
shock,gagalmultiorgan,termasukgagalginjalataugagaljantungakut.(Yanget.al,
2020)PasienCOVID-19yanglebihtuamemilikirisikokematianyanglebihtinggi jika
dibandingkan dengan usia yang lebih muda. Fatality rate lebih buruk pada
individu yang berusia lebih dari 60 tahun yakni 3,6% sedangkan usia kurang dari
60 tahun sekitar 0,2% (Sahu et al.,2020)
Pentinguntukdiketahuibahwaseseorangyangterinfeksicoronavirusdapattidak
menunjukkan gejala namun berpotensi untuk menularkan kepada orang sehat
lainnya. Gejala yang ditimbulkan pada pasien yang terinfeksi COVID-19 berupa
demam, batuk, sesak napas. (Adityo et al., 2020) Setiap individu, termasuk yang
merasasehat,perlusemaksimalmungkinuntukmenghindaripertemuansecara

1
fisik,khususnyadalamskalabesar,sebagaisalahsatustrategimemutusmatarantai
penularan. Selama proses menunggu keberadaan vaksin yang efektif dan aman
untuk COVID-19 berbagai upaya preventif perlu dilakukan untuk menekan
penyebaran antara lain dengan menerapkan menjaga jarak aman antara satu orang
dengan yang lain (physical distancing) dan isolasi diri maupun isolasi wilayah
(Setiadi et al.,2020)
Sampai saat ini, belum terdapat satu jenis obat yang telah mendapat izin edar
untukindikasiCOVID-19(Setiadiet al.,2020).Olehkarenaitu,berbagaijenisobat
digunakan sebagai upaya untuk menyelamatkan nyawa pasien, khususnya mereka
dengan tingkat keparahan tinggi. Beberapa penelitian masih dalam tahap
pengerjaan sampai dapat dibuktikan efektivitas obat yang dapat digunakan untuk
merawat pasien COVID-19 (Sohrabi et al.,2020)

1.2 TujuanMakalah
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
1. MengetahuilebihdalamtentangpenyakitCOVID-19,khususnyamengenai
Patofisiologi dari Badai Sitokinpada pasien COVID-19.
2. Meningkatkankemampuanpenulisdalampenulisankaryailmiahdibidang
kedokteran.
3. Memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Senior Pendidikan Profesi Kedokteran di Departemen Anestesiologi dan
Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas SumateraUtara.

1.3 ManfaatMakalah
Manfaat yang diharapkan dalam penulisan makalah ini adalah untuk
meningkatkan pemahaman terhadap penyakit COVID-19, mulai dari
definisi hingga penatalaksanaannya

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 COVID-19
2.1.1 Definisi
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit infeksi virus yang
sangat mudah menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang baru
ditemukan,(Coronavirus-2SindromPernafasanAkutatauSARS-CoV-2).Virusini
pertama kali diidentifikasi pada Desember 2019 di Wuhan, Cina dan kemudian
diketahui menyebar ke berbagai negara dan mengakibatkan suatu pandemi global
yang berkelanjutan (Shereen et al., 2020)

2.1.2 Etiologi
Penyebab utama dari COVID-19 adalah SARS-CoV-2 yang merupakan jenis
coronavirusyangbaruditemukan.Coronavirusmemilikikapsul,partikelberbentuk
bulatatauelips,seringpleimorfik.Strukturcoronavirusmembentukstrukturseperti
kubus dengan protein S berlokasi di permukaan virus. Protein S (spike protein)
merupakan salah satu protein antigen utama virus dan merupakan struktur utama
penulisangen.Proteininiberperandalampenempelandanmasuknyaviruskedalam sel
host (interaksi protein S dengan reseptornya di sel inang) (Wang etal.,2020)
Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm. Virus ini
utamanya menginfeksi hewan, termasuk diantaranya adalah kelelawar dan unta.
Sebelum terjadinya wabah COVID-19, ada 6 jenis coronavirus yang dapat
menginfeksi manusia, yaitu alphacoronavirus 229E, alphacoronavirus NL63,
betacoronavirus OC43, betacoronavirus HKU1, Severe Acute Respiratory Illness
Coronavirus (SARS-CoV), dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus
(MERS-CoV) (Riedl et al., 2019)
Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus
betacoronavirus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk
dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah Severe
Acute Respiratory Illness (SARS) pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas

3
dasar ini, International Committee on Taxonomy of Viruses mengajukan nama
SARS-CoV-2 sebagai penyebab utama dari COVID-19 (Gorbalenya et al., 2020)

2.1.3 Transmisi
Transmisi penularan SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia terjadi terutama
antaraanggotakeluarga,termasukkerabatdanteman-temanyangberhubunganerat
dengan pasien atau pembawa inkubasi (Guo et al., 2020). Penyebaran SARS-
CoV- 2 dari manusia ke manusia menjadi sumber transmisi utama sehingga
penyebaran menjadi lebih agresif. Transmisi SARS-CoV-2 dari pasien
simptomatik terjadi
melaluidropletyangkeluarsaatbatukataubersin(HandanYang,2020)Selainitu, telah
diteliti bahwa SARS-CoV-2 dapat viabel pada aerosol (dihasilkan melalui
nebulizer) selama setidaknya 3 jam (Van et al.,2020)
Sementara itu, stabilitas SARS-CoV-2 pada benda mati tidak berbeda jauh
dibandingkanSARS-CoV.EksperimenyangdilakukanVanDoremalenet.al(2020)
menunjukkan SARSCoV-2 lebih stabil pada bahan plastik dan stainless steel (>72
jam) dibandingkan tembaga (4 jam) dan kardus (24 jam). Studi lain di Singapura
menemukan pencemaran lingkungan yang ekstensif pada kamar dan toilet pasien
COVID-19 dengan gejala ringan. Virus dapat dideteksi di gagang pintu, dudukan
toilet, tombol lampu, jendela, lemari, hingga kipas ventilasi, namun tidak pada
sampel udara (Ong et al.,2020)

2.1.4 Patofisiologi dan Badai Sitokin


Patogenesis SARS-CoV-2 masih belum banyak diketahui, tetapi diduga tidak
jauh berbeda dengan SARS-CoV yang sudah lebih banyak diketahui. (Li X et al.,
2020)
Pada manusia, SARS-CoV-2 terutama menginfeksi sel-sel pada saluran napas
yang melapisi alveoli. SARS-CoV-2 akan berikatan dengan reseptor-reseptor dan
membuat jalan masuk ke dalam sel. Glikoprotein yang terdapat pada envelope
spike virus akan berikatan dengan reseptor selular berupa ACE-2 pada SARS-
CoV-2. Di dalam sel, SARS-CoV-2 melakukan duplikasi materi genetik dan
mensintesis protein-protein yang dibutuhkan, kemudian membentuk virion baru
yang muncul di permukaan sel. (Zhang Het al., 2020)

4
Sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa afinitas antara ACE-2 dan
domain pengikatan reseptor / receptor-binding domain (RBD) dari SARS-CoV 2
adalah 10 hingga 20 kali lebih tinggi dibandingkan dengan RBD dari SARS-CoV,
menunjukkan bahwa ACE-2 mungkin juga menjadi reseptor untuk SARS- CoV-2.
(Wrapp et al., 2020)
Sama dengan SARS-CoV, pada SARS-CoV-2 diduga setelah virus masuk ke
dalam sel, genom RNA virus akan dikeluarkan ke sitoplasma sel dan ditranslasikan
menjadi dua poliprotein dan protein struktural. Selanjutnya, genom virus akan
mulai untuk bereplikasi. Glikoprotein pada selubung virus yang baru terbentuk
masuk ke dalam membran retikulum endoplasma atau Golgi sel. Terjadi
pembentukan nukleokapsid yang tersusun dari genom RNA dan protein
nukleokapsid. Partikel virus akan tumbuh ke dalam retikulum endoplasma dan
Golgi sel. Pada tahap akhir, vesikel yang mengandung partikel virus akan
bergabung dengan membran plasma untuk melepaskan komponen virus yang baru.
(de Wit et al.,2016)
Efek sitopatik virus dan kemampuannya mengalahkan respons imun
menentukan keparahan infeksi. (Qin C et al., 2020) Disregulasi sistem imun
kemudian berperan dalam kerusakan jaringan pada infeksi SARS-CoV-2. Respons
imun yang tidak adekuat menyebabkan replikasi virus dan kerusakan jaringan. Di
sisi lain, respons imun yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan jaringan.
(Li Get al., 2020)
Dari data yang tersedia sejauh ini nampaknya mengindikasikan bahwa infeksi
virus mampu menghasilkan yang reaksi imun yang berlebihan pada host. Dalam
beberapa kasus, reaksi yang terjadi, secara keseluruhan diberi label sebagai "Badai
sitokin". (Gennaro et al., 2020)

5
Gambar 2.1 Skema Replikasi dan Patogenesis Virus.(Li X et al., 2020)

Respons imun yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 juga belum sepenuhnya


dapat dipahami, namun dapat dipelajari dari mekanisme yang ditemukan pada
SARS-CoV dan MERS-CoV. Ketika virus masuk ke dalam sel, antigen virus akan
dipresentasikan ke antigen presentation cells (APC). Presentasi antigen virus
terutama bergantung pada molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas
I. Namun, MHC kelas II juga turut berkontribusi. (Li X et al., 2020) Presentasi
antigen selanjutnya menstimulasi respons imunitas humoral dan selular tubuh yang
dimediasi oleh sel T dan sel B yang spesifik terhadap virus. Pada respons imun
humoral terbentuk IgM dan IgG terhadap SARS-CoV. IgM terhadap SAR-CoV
hilang pada akhir minggu ke-12 dan IgG dapat bertahan jangka panjang. (Li X et
al., 2020)
ARDS merupakan penyebab utama kematian pada pasien COVID-19.
Penyebab terjadinya ARDS pada infeksi SARS-CoV-2 adalah badai sitokin, yaitu
respons inflamasi sistemik yang tidak terkontrol akibat pelepasan sitokin
proinflamasi dalam jumlah besar ( IFN-α, IFN-γ, IL-1β, IL-2, IL-6, IL-7, IL-10 IL-
12, IL-18, IL-33, TNF-α, dan TGFβ) serta kemokin dalam jumlah besar (CCL2,
CCL3, CCL5, CXCL8, CXCL9, dan CXCL10), seperti yang tertera di gambar 2.1
(Li X et al., 2020)Respons imun yang berlebihan ini dapat menyebabkan
kerusakan paru dan fibrosis sehingga terjadi disabilitas fungsional. (Zumla et al.,
2020)

6
SARS-CoV-2 mengikat sel epitel alveolar. Kurangnya IFN tipe 1 pada saluran
napas dan sel epitel alveolar menyebabkan replikasi virus yang cepat, kemudian
virus mengaktifkan sistem imun bawaan dan sistem imun adaptif, menghasilkan
pelepasan sejumlah besar sitokin seperti IL-6 dan IL-1β, IL-2, IL-8, IL-17, G-CSF,
GM-CSF, IP10, MCP1,dan TNF.Selain itu, karena peran faktor-faktor
proinflamasi ini, permeabilitas pembuluh darah meningkat, sejumlah besar cairan
dan sel darah masuk ke dalam alveoli, mengakibatkan dispnea dan bahkan
kegagalan pernapasan. (Zhang C et al., 2020)

2.1.5 ManifestasiKlinis
Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atauberat.

Gejalaklinisutamayangmunculyaitudemam(suhu>38 C),batukdankesulitan
bernapas. Selain itu dapat disertai dengan sesak memberat, fatigue, mialgia,
gejala gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran napas lain. Setengah dari
pasien timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat perburukan secara
cepat dan progresif, seperti ARDS, syok septik, asidosis metabolik yang sulit
dikoreksi dan perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari.
Pada beberapa pasien, gejala yang muncul ringan, bahkan tidak
disertaidengandemam. Kebanyakan pasien memiliki prognosis baik, dengan
sebagian kecil dalam kondisi kritis bahkan meninggal (Adityo et al., 2020)

Gambar 2.2 Skema perjalanan penyakit COVID-19 (Adityo et al., 2020)

7
Berikut ini adalah sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi (PDPI, 2020;
WHO, 2020):
a. Tidakberkomplikasi
Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul berupa gejala
yangtidakspesifik.Gejalautamatetapmunculsepertidemam,batuk,dapatdisertai
dengan nyeri tenggorok, kongesti hidung, malaise, sakit kepala, dan nyeri otot.
Perlu diperhatikan bahwa pada pasien dengan lanjut usia dan pasien
immunocompromises presentasi gejala menjadi tidak khas atau atipikal. Selain itu,
padabeberapakasusditemuitidakdisertaidengandemamdangejalarelatifringan. Pada
kondisi ini pasien tidak memiliki gejala komplikasi diantaranya dehidrasi, sepsis
atau napaspendek.

b. Pneumoniaringan
Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak. Namun tidak ada
tanda pneumonia berat. Pada anak-anak dengan pneumonia tidak berat
ditandaidengan batuk atau susah bernapas atau tampak sesak disertai napas cepat
atau takipneu tanpa adanya tanda pneumonia berat.
c. Pneumonia berat
Pada pasiendewasa
 Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi salurannapas.
 Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas: > 30x/menit), distress
pernapasan berat atau saturasi oksigen pasien <90% udaraluar.
Berikut ini adalah kriteria definisi Severe Community-acquired Pneumonia (CAP)
menurut Diseases Society of America/American Thoracic Society

8
Tabel 2.1 Kriteria Severe CAP (PDPI, 2020).
Jika terdapat salah satu kriteria mayor atau ≥ 3 kriteria minor
Kriteriaminor Frekuensi napas ≥30x/menit
Rasio Pa02/FiO2 ≤ 250 d. Acu
Infiltrat multilobular te
Penurunan kesadaran
Uremia (BUN) ≥ 20 mg/Dl
Leukopenia (<4000 sel/mikro)
Trombositopenia(<100.000/mikroliter)

Hipotermia (<360C)
Hipotensi perlu cairan agresif
Kriteria mayor Syok septik membutuhkanvasopressor
Gagal napas membutuhkan ventilasi
Mekanik

Respiratory Distress Syndrome (ARDS)


Onset: baru atau perburukan gejala respirasi dalam 1 minggu setelah diketahui
kondisi klinis. Derajat ringan beratnya ARDS berdasarkan kondisi hipoksemia.
Hipoksemia didefinisikan tekanan oksigen arteri (PaO2) dibagi fraksi oksigen
inspirasi (FIO2) kurang dari< 300 mmHg (WHO, 2020).
Pemeriksaanpenunjangyangpentingyaitupencitraantorakssepertifototoraks,
CTScantoraksatauUSGparu.Padapemeriksaanpencitraandapatditemukan:
opasitas bilateral, tidak menjelaskan oleh karena efusi, lobar atau kolaps paru atau
nodul. Sumber dari edema tidak sepenuhnya dapat dijelaskan oleh gagal jantung
atau kelebihan cairan, dibutuhkan pemeriksaan objektif lain seperti ekokardiografi
untuk mengeksklusi penyebab hidrostatik penyebab edema jika tidak ada faktor
risiko. Penting dilakukan analisis gas darah untuk melihat tekanan oksigen darah
dalam menentukan tingkat keparahan ARDS serta terapi (WHO, 2020).

e. Sepsis
Sepsis merupakan suatu kondisi respons disregulasi tubuh terhadap suspek
infeksi atau infeksi yang terbukti dengan disertai disfungsi organ. Tanda disfungsi
organ perubahan status mental, susah bernapas atau frekuensi napas cepat, saturasi
oksigen rendah, keluaran urin berkurang, frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
lemah, akral dingin atau tekanan darah rendah, kulit mottling atau terdapat bukti
laboratorium koagulopati, trombositopenia, asidosis, tinggi laktat atau
hyperbilirubinemia (WHO, 2020).
Skor SOFA dapat digunakan untuk menentukan diagnosis sepsis dari nilai 0-
24 dengan menilai 6 sistem organ yaitu respirasi (hipoksemia melalui tekanan
oksigen atau fraksi oksigen), koagulasi (trombositopenia), liver (bilirubin
meningkat), kardivaskular (hipotensi), system saraf pusat (tingkat kesadaran
dihitungdenganGlasgowcomascale)danginjal(luaranurinberkurangatautinggi
kreatinin).SepsisdidefinisikanpeningkatanskorSequential(Sepsis-related)Organ
Failure Assesment (SOFA) ≥ 2 poin (WHO,2020).

f. Syok septik
Definisi syok septik yaitu hipotensi persisten setelah resusitasi volum adekuat
sehingga diperlukan vasopressor untuk mempertahankan MAP ≥ 65 mmHg dan
serum laktat > 2 mmol/L (WHO, 2020).

2.1.6 Diagnosis
2.1.6.1 Anamnesis
Pada anamnesis gejala yang dapat ditemukan yaitu, tiga gejala utama: demam,
batuk kering (sebagian kecil berdahak) dan sulit bernapas atau sesak. Tapi perlu
dicatatbahwademamdapattidakdidapatkanpadabeberapakeadaan,terutamapada usia
geriatri atau pada mereka dengan imunokompromis. Gejala tambahan lainnya
yaitu nyeri kepala, nyeri otot, lemas, diare dan batuk darah. Pada beberapa kondisi
dapat terjadi tanda dan gejala infeksi saluran napas akut berat (Severe Acute
Respiratory Infection-SARI). Definisi SARI yaitu infeksi saluran napas akut
denganriwayatdemam(suhu≥38C)danbatukdenganonsetdalam10hariterakhir serta
perlu perawatan di rumah sakit. Tidak adanya demam tidak mengeksklusikan
infeksi virus (PDPI,2020)

10

2.1.6.2 PemeriksaanPenunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan diantaranya:
a. Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USGtoraks
Pada pencitraan dapat menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasi
subsegmental, lobar atau kolaps paru atau nodul, tampilan groundglass. Pada
stage awal, terlihat bayangan multiple plak kecil dengan perubahan intertisial
yang jelas menunjukkan di perifer paru dan kemudian berkembang menjadi
bayangan multiple ground-glass dan infiltrate di kedua paru. Pada kasus
berat, dapat ditemukan konsolidasi paru bahkan “white-lung” dan efusi pleura
(jarang)
b. Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah
- Saluran napas atas dengan swab tenggorok (nasofaring danorofaring)
- Salurannapasbawah(sputum,bilasanbronkus,BAL,bilamenggunakan
endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal)
Untuk pemeriksaan RT-PCR SARS-CoV-2, (sequencing bila tersedia).
Ketika melakukan pengambilan spesimen gunakan APD yang tepat. Ketika
mengambil sampel dari saluran napas atas, gunakan swab viral (Dacron steril
atau rayon bukan kapas) dan media transport virus. Jangan sampel dari tonsil

atau hidung. Pada pasien dengan curiga infeksi COVID-19 terutama


pneumonia atau sakit berat, sampel tunggal saluran napas atas tidak cukup
untuk eksklusi diagnosis dan tambahan saluran napas atas dan bawah
direkomendasikan. Klinisi dapat hanya mengambil sampel saluran napas
bawah jika langsung tersedia seperti pasien dengan intubasi. Jangan
menginduksi sputum karena meningkatkan risiko transmisi aerosol. Kedua
sampel (saluran napas atas dan bawah) dapat diperiksakan jenis patogen lain.
Bila tidak terdapat RT-PCR dilakukan pemeriksaan serologi. Pada kasus
terkonfirmasi infeksi COVID-19, ulangi pengambilan sampel dari saluran
napasatasdanbawahuntukpetunjukklirensdarivirus.Frekuensipemeriksaan 2- 4
hari sampai 2 kali hasil negatif dari kedua sampel serta secara klinis
perbaikan, setidaknya 24 jam. Jika sampel diperlukan untuk keperluan
pencegahan infeksi dan transmisi, specimen dapat diambil sesering mungkin
yaitu harian (WHO, 2020)

11
c. Bronkoskopi
d. Pungsi sesuaikondisi
e. Pemeriksaan kimiadarah
- Darah periferlengkap
Leukosit dapat ditemukan normal atau menurun; hitung jenis limfosit
menurun. Pada kebanyakan pasien LED dan CRP meinngkat.
- Analisis gasdarah
- Fungsi hepar (pada beberapa pasien, enzim liver dan ototmeningkat)
- Fungsiginjal
- Gula darahsewaktu
- Elektrolit
- Faal hemostasis (PT/APTT, d Dimer), pada kasus berat, D dimer
meningkat
- Prokalsitonin (bila dicurigaibakterialis)
f. Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran napas (sputum,
bilasan bronkus, cairan pleura) dandarah.

Kultur darah untuk bakteri dilakukan, idealnya sebelum terapi antibiotik.


Namun,janganmenundaterapiantibiotikdenganmenungguhasilkulturdarah)
g. Pemeriksaan feses dan urin (untuk investasigasi kemungkinan penularan)
(PDPI dan WHO,2020)

2.1.7 Definisi OperasionalKasus


Berdasarkan Kepmenkes Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang
PedomanPencegahandanPengendalianCOVID-19yangdikeluarkanpadatanggal
13 Juli 2020 menjelaskan bahwasannya terdapat beberapa perubahan istilah
mengenai definisi operasional kasus terkait COVID-19, diantaranya New Normal
menjadi adaptasi kebiasaan baru, orang dalam pemantauan (ODP) menjadi kontak
erat, pasien dalam pengawasan (PDP) menjadi kasus suspek, orang tanpa gejala
(OTG) menjadi kasus konfirmasi tanpa gejala. Berikut ini penjelasan lebih lanjut
mengenai definisi operasional kasus COVID-19 (Kemenkes RI, 2020):

12
a. KasusSuspek
Seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut ini:
1. Orang dengan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), dan pada 14 hari
sebelum timbul gejala, memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di
negara/wilayah Indonesia transmisilokal
2. Orang dengan gejala ISPA dan kontak dengan kasus konfirmasi/probable
COVID-19.
3. Orang dengan ISPA Berat/Pneumonia Berat yang membutuhkan
perawatandiRumahSakitDantidakadapenyebablainberdasarkanklinis
yangmeyakinkan
b. KasusProbable
Kasus Suspek dengan ISPA Berat/Acute Respiratory Distress Syndrome
(Atau awamnya adalah sindroma gagal pernapasan akut) meninggal dengan
gambaran klinis yang meyakinkan COVID-19 dan belum ada hasil
pemeriksaan laboratorium RT-PCR
c. KasusKonfirmasi
Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19 yangdibuktikan
dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR. Kasus Konfirmasi dibagi 2:
1. Kasus konfirmasi dengan gejala (Simptomatik)
2. Kasus konfirmasi tanpa gejala(Asimptomatik)
d. KontakErat
Orang yang melakukan kontak dengan kasus probable atau konfirmasi.
Kontaknya ituberupa:
- Kontak tatap muka dalam radius 1 meter dan dalam waktu > 15menit
- Sentuhan fisiklangsung
- Orang yang memberikan perawatan langsung tanpa APDlengkap

2.1.8 Tatalaksana
Saat ini belum tersedia rekomendasi tata laksana khusus pasien COVID-19, termasuk
antivirus atau vaksin. Tata laksana yang dapat dilakukan adalah terapi simtomatik dan
oksigen. Pada pasien gagal napas dapat dilakukan ventilasi mekanik.National Health
Commission (NHC) China telah meneliti beberapa obat yang berpotensi mengatasi infeksi
SARS-CoV-2, antara lain interferon alfa (IFN-α), lopinavir/ritonavir (LPV/r), ribavirin
(RBV), klorokuin fosfat (CLQ/CQ), remdesvir dan umifenovir (arbidol) (Cascella et al.,
2020)

13

A. Terapi Etiologi/Definitif
Biarpun belum ada obat yang terbukti meyakinkan efektif melalui uji klinis, China telah
membuat rekomendasi obat untuk penangan COVID-19 dan pemberian tidak lebih dari 10
hari. Rincian dosis dan administrasi sebagai berikut : (Dong L et al., 2020)

• IFN-alfa, 5 juta unit atau dosis ekuivalen, 2 kali/hari


secara inhalasi;
• LPV/r, 200 mg/50 mg/kapsul, 2 kali 2 kapsul/hari per
oral;
• RBV 500 mg, 2-3 kali 500 mg/hari intravena dan
dikombinasikan dengan IFN-alfa atau LPV/r;
• Klorokuin fosfat 500 mg (300 mg jika klorokuin), 2 kali/
hari per oral;

• Arbidol (umifenovir), 200 mg setiap minum, 3 kali/


hari per oral.
a)Klorokuin (CQ/CLQ) dan Hidroksiklorokuin (HCQ)

Klorokuin, obat antimalaria dan autoimun, diketahui dapat menghambat infeksi virus
dengan meningkatkan pH endosomal dan berinteraksi dengan reseptor SARS-CoV.
Efektivitas obat ini semakin baik karena memiliki aktivitas immunomodulator yang
memperkuat efek antivirus. Selain itu, klorokuin didistribusi secara baik di dalam tubuh,
termasuk paru.(Wang M et al., 2020)

Yao, et al. mengajukan HCQ sebagai alternatif klorokuin. Studi in vitro tersebut
menelaah efektivitas kedua obat. Hasil studi menunjukkan HCQ lebih baik dalam
pengobatan yang dibuktikan dengan nilai EC50 yang lebih rendah (0.72 vs 5.47 μM). Selain
itu, HCQ lebih ditoleransi. Penelitian pada manusia direkomendasikan dengan dosis anjuran
yang memiliki potensi tiga kali lipat dibandingkan klorokuin, yaitu hidroklorokuin 400 mg
dua kali sehari sebagai dosis awal dilanjutkan 200 mg dua kali sehari selama 4 hari sebagai
dosis lanjutan.(Yao et al., 2020)

14

B. Manajemen Simtomatik dan Suportif


a) Oksigen

Pastikan patensi jalan napas sebelum memberikan oksigen. Indikasi oksigen adalah
distress pernapasan atau syok dengan desaturase, target kadar saturasi oksigen >94%.
Oksigen dimulai dari 5 liter per menit dan dapat ditingkatkan secara perlahan sampai
mencapai target. Pada kondisi kritis, boleh langsung digunakan nonrebreathing mask.(WHO,
2020)

b) Antibiotik

Pemberian antibiotik hanya dibenarkan pada pasien yang dicurigai infeksi bakteri dan
bersifat sedini mungkin. Pada kondisi sepsis, antibiotik harus diberikan dalam waktu 1 jam.
Antibiotik yang dipilih adalah antibiotik empirik berdasarkan dengan profil mikroba lokal.
(WHO, 2020)

15

BAB III
KESIMPULAN

CoronavirusDisease2019(COVID-19)merupakanpenyakitinfeksivirusyang
sangat mudah menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang baru
ditemukan, (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 / SARS-CoV 2).
Transmisi penularan virus ini sudah dikonfirmasi dapat ditularkan dari manusia ke
manusia. Gejala yang ditimbulkan dari COVID-19 berupa demam, batuk, sakit
tenggorokan, sesak napas bahkan bisa sampai menyebabkan sindrom distress
pernapasan akut sampai kematian yang disebabkan gagal napas. Untuk
menegakkan diagnosis penyakit ini dibutuhkan anamnesia yang tepat khususnya
riwayat perjalanan pasien atau terdapat kontak erat dengan pasien terkonfirmasi
positifCOVID-19danjugadisertaipemeriksaanlainnyasepertipemeriksaandarah,
swab tenggorokan untuk dilakukan pemeriksaan Reverse Transcriptase
Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).
Dari data yang tersedia sejauh ini nampaknya mengindikasikan bahwa infeksi
virus mampu menghasilkan yang reaksi imun yang berlebihan pada host. Dalam
beberapa kasus, reaksi yang terjadi, secara keseluruhan diberi label sebagai "Badai
sitokin".
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang spesifik untuk menangani COVID-
19.Diharapkanimunitastubuhsebagaipengobatanyangoptimaluntukmengurangi
gejala COVID-19. Beberapa pengobatan yang dilakukan bersifat simtomatis dan
suportif. Pengobatan seperti antivirus masih dilakukan uji klinis untuk melihat
efektivitas dan respon dalam penanganan COVID-19. Meskipun begitu beberapa
jenis antivirus telah digunakan oleh untuk mengurangi gejala pada pasienCOVID-
19 seperti lopinavir/ritonavir, oseltamivir, klorokuin danhidroksiklorokuin.

16
DAFTARPUSTAKA

Cascella M, Rajnik M, Cuomo A, Dulebohn SC, Di Napoli R. Features,


Evaluation and Treatment Coronavirus (COVID-19). StatPearls. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2020.
de Wit E, van Doremalen N, Falzarano D, Munster VJ. SARS and MERS: recent
insights into emerging coronaviruses. Nat Rev Microbiol. 2016;14(8):523-
34.
Dong L, Hu S, Gao J. Discovering drugs to treat coronavirus disease 2019
(COVID-19). Drug Discov Ther. 2020;14(1):58-60.
Gennaro FD, Pizzol D, Marotta C, et al. April 2020. Coronavirus Diseases
(COVID-19) Current Status and Future Perspectives: A Narrative Review.
Int. J. Environ. Res. Public Health 2020, 17, 2690;
doi:10.3390/ijerph17082690
Gorbalenya AE, Baker SC, Baric RS, de Groot RJ, Drosten C, Gulyaeva AA, etal.
The species Severe acute respiratory syndrome-related coronavirus:
classifying 2019-nCoV and naming it SARS-CoV-2. Nat Microbiol. 2020;
published online March 2. DOI:10.1038/s41564-020-0695-z
Guo, Y. R. et al. (2020) ‘The origin, transmission and clinical therapies on
coronavirus disease 2019 (COVID-19) outbreak- A n update on the status’,
Military Medical Research. Military Medical Research, 7(1), pp. 1–10. doi:
10.1186/s40779-020-00240-0.
Han Y, Yang H. The transmission and diagnosis of 2019 novel coronavirus
infection disease (COVID-19): A Chinese perspective. J Med Virol. 2020;
published online March 6. DOI: 10.1002/ jmv.25749
Kemenkes RI. 2020. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease
(COVID-19). Revisi ke-5 (Juli 2020). Kemenkes RI. Available at:
https://covid19.go.id/storage/app/media/Protokol/REV-05_Pedoman_P2_
COVID-19_13_Juli_2020.pdf
Li G, Fan Y, Lai Y, Han T, Li Z, Zhou P, et al. Coronavirus infections and
immune responses. J Med Virol. 2020;92(4):424-32.
Li X, Geng M, Peng Y, Meng L, Lu S. Molecular immune pathogenesis and
diagnosis of COVID-19. J Pharm Anal. 2020; published online March 5.
DOI: 10.1016/j.jpha.2020.03.001
Ong SWX, Tan YK, Chia PY, Lee TH, Ng OT, Wong MSY, et al. Air, Surface
Environmental,andPersonalProtectiveEquipmentContaminationbySevere
Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) From a
Symptomatic Patient. JAMA. 2020; published online March 4. DOI:
10.1001/jama.2020.3227
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2020.Panduan Praktik Klinis: Pneumonia
2019-nCoV. PDPI: Jakarta

17
23
Qin C, Zhou L, Hu Z, Zhang S, Yang S, Tao Y, et al. Dysregulation of immune
response in patients with COVID-19 in Wuhan, China. Clin Infect Dis.
2020; published online March 12. DOI: 10.1093/ cid/ciaa248.
Riedel S, Morse S, Mietzner T, Miller S. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical
Microbiology. 28th ed. New York: McGrawHill Education/Medical; 2019.
p.617-22.
Sahu KK, Mishra AM, Lal Amos. 2020. COVID-2019: update on epidemiology,
disease spread and management. Monaldi Archives for Chest Disease 2020;
volume 90:1292
Setiadi A, Wibowo Y, Halim S, Brata C, Presley B, Setiawan E. Tata Laksana
TerapiPasiendenganCOVID-19:SebuahKajianNaratif.IndonesianJournal of
Clinical Pharmacy.2020;9(1):70
Shereen, M. A. et al. (2020) ‘COVID-19 infection: Origin, transmission, and
characteristicsofhumancoronaviruses’,JournalofAdvancedResearch.THE
AUTHORS, pp. 91–98. doi:10.1016/j.jare.2020.03.005.

SohrabiC,AlsafiZ,O’NeillN,KhanM,KerwanA,Al-JabirA,etal.WorldHealth
Organization declares global emergency: A review of the 2019 novel
coronavirus (COVID-19). Int J Surg. 2020; 76: 71–6. doi:
10.1016/j.ijsu.2020.02.034
Susilo, Adityo, dkk, 2020, Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini,
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia Vol 7 No.1, Maret 2020
Van Doremalen N, Bushmaker T, Morris DH, Holbrook MG, Gamble A,
Williamson BN, et al. Aerosol and Surface Stability of SARS-CoV-2 as
Compared with SARS-CoV-1. N Engl J Med. 2020; published online March
17. DOI: 10.1056/NEJMc2004973.
Wang M, Cao R, Zhang L, Yang X, Liu J, Xu M, et al. Remdesivir and
chloroquine effectively inhibit the recently emerged novel coronavirus
(2019-nCoV) in vitro. Cell Res. 2020;30(3):269-71.
Wang Z, Qiang W, Ke H. A Handbook of 2019-nCoV Pneumonia Control and
Prevention. Hubei Science and Technologi Press. China; 2020.
World Health Organization. Clinical management of severe acute respiratory
infection when novel coronavirus (2019-nCoV) infection is suspected.
interim guidance. [Serial on The Internet].Available on :
https://www.who.int/publications-detail/clinical-management-ofsevere-
acute-respiratory-infection-when-novel-coronavirus-(ncov) infection-is-
suspected.
World Health Organization. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) Situation
Report – 180 [Internet]. WHO; 2020 [cited 28 July 2020]. Available from:
https://www.who.int/ docs/default-source/coronaviruse/situation-
reports/20200330sitrep-180-covid-19.pdf?sfvrsn=7e0fe3f8_2
World Health Organization. WHO Director-General’s opening remarks at the
mediabriefingonCOVID-19-11March2020[Internet].2020[updated2020
March 11]. Available from: https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-
director-generals-opening-remarks-at-the-media-briefing-on-covid-19---
11march-2020.

18
Wrapp D, Wang N, Corbett KS, et al. 2020. Cryo-EM structure of the 2019-nCoV
spike in the prefusion conformation. Science;367: 1260-1263.
Yao X, Ye F, Zhang M, Cui C, Huang B, Niu P, et al. In Vitro Antiviral Activity
and Projection of Optimized Dosing Design of Hydroxychloroquine for the
Treatment of Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-
CoV-2). Clin Infect Dis. 2020; published online March 9. DOI:
10.1093/cid/ciaa237.
Zhang C, Wu Z, Li J-W, Zhao H, Wang G-Q. The cytokine release syndrome
(CRS) of severe COVID-19 and Interleukin-6 receptor (IL-6R) antagonist
Tocilizumab may be the key to reduce the mortality. Int J Antimicrob
Agents
Zhang H, Penninger JM, Li Y, Zhong N, Slutsky AS. Angiotensinconverting
enzyme 2 (ACE2) as a SARS-CoV-2 receptor: molecular mechanisms and
potential therapeutic target. Intensive Care Med. 2020; published online
March 3. DOI: 10.1007/s00134-020- 05985-9.
Zumla A, Hui DS, Azhar EI, Memish ZA, Maeurer M. Reducing mortality from
2019-nCoV: host-directed therapies should be an option. Lancet.
2020;395(10224):e35-e6.

19

Anda mungkin juga menyukai