Anda di halaman 1dari 3

I.

Pendahuluan

Menurut World Drug Report tahun 2021, terdapat sekitar 275 juta orang
menggunakan narkoba di seluruh dunia pada tahun lalu. Sementara itu, lebih dari 35
juta orang menderita gangguan penggunaan narkoba (UNODC, 2021). Di Indonesia
sendiri pada tahun 2019, prevalensi penyalahgunaan narkoba pernah pakai adalah
sebesar 1,8% (BNN RI, 2020).
Metamfetamin merupakan salah satu stimulant yang kuat untuk sistem saraf pusat
(SSP). Metamfetamin terkadang digunakan sebagai lini kedua dalam pengobatan
attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) dan obesitas, akan tetapi stimulant ini
lebih dikenal sebagai recreational drug. Penggunaan dosis tinggi akan menginduksi
psikotik, perdarahan pada otak, kerusakan otot skeletal, dan kejang. Pada penggunaan
jangka panjang dapat menyebabkan perilaku kekerasan, mood swings, dan psikosis.
Konsumsi metamfetamin jangka panjang akan berdampak pada adiksi, dan apabila
diberhentikan begitu saja, akan mengakibatkan orang tersebut mengalami gejala putus
zat yang bertahan selama berbulan-bulan setelah pemakaian terakhir (Yasaei &
Saadabadi, 2021). Di Indonesia, semua stimulant adalah dilarang, kecuali imidazole dan
derivatnya untuk penggunaan topical dan stimulant yang termasuk dalam Monitoring
Program 2014. Metamfetamin termasuk ke dalam golongan stimulant non spesifik
(PIONAS, 2015).

II. Tinjauan Pustaka

A. Definisi
1. Metamfetamin
Metamfetamin dikembangkan pada awal abad ke-20 dari obat asalnya,
yaitu amfetamin. Awalnya digunakan sebagai nasal dekongestan dan bronchial
inhaler. Efek pada kedua obat ini sama, namun metamfetamin lebih poten
sebagai stimulant. Bentuk dari obat ini adalah berwarna putih, tidak berbau,
bubuk kristal pahit yang mudah larut dalam air maupun alcohol (NIDA, 2019).
Recreational drug adalah istilah yang digunakan untuk obat-obatan legal
maupun illegal yang digunakan tanpa pengawasan medis. Istilah tersebut
mengartikan bahwa obat dapat digunakan secara aman dan untuk bersenang-
senang. Terdapat empat kategori dalam recreational drug, yaitu: analgesic,
depresan, stimulant, dan halusinogen (Mann, 2016). Metamfetamin merupakan
salah satu stimulant yang kuat untuk sistem saraf pusat (SSP). Metamfetamin
terkadang digunakan sebagai lini kedua dalam pengobatan attention deficit
hyperactivity disorder (ADHD) dan obesitas, akan tetapi stimulant ini lebih
dikenal sebagai recreational drug (Yasaei & Saadabadi, 2021). Di Indonesia,
semua stimulant adalah dilarang, kecuali imidazole dan derivatnya untuk
penggunaan topical dan stimulant yang termasuk dalam Monitoring Program
2014. Metamfetamin atau sabu-sabu atau shabu termasuk ke dalam golongan
stimulant non spesifik (PIONAS, 2015).

2. Adiksi Metamfetamin
Adiksi matmfetamin adalah kecanduan atau ketergantungan secara fisik
dan mental terhadap metamfetamin. Konsumsi metamfetamin jangka panjang
akan berdampak pada adiksi, dan apabila diberhentikan begitu saja, akan
mengakibatkan orang tersebut mengalami gejala putus zat yang bertahan selama
berbulan-bulan setelah pemakaian terakhir (Yasaei & Saadabadi, 2021).

B. Epidemiologi
Menurut World Drug Report tahun 2021, terdapat sekitar 275 juta orang
menggunakan narkoba di seluruh dunia pada tahun lalu. Sementara itu, lebih dari 35
juta orang menderita gangguan penggunaan narkoba. Sekitar tahun 2010-2019,
persentase orang yang menggunakan narkoba meningkat manjadi 22% dari populasi
global. Sebanyak 5,5% populasi di rentang umur 15-64 tahun pernah memakai
narkoba setidaknya satu kali dan 13% dari populasi yang mengonsumsi narkoba
mengalami gangguan pemakaian obat (UNODC, 2021).
Di Indonesia sendiri pada tahun 2019, prevalensi penyalahgunaan narkoba
pernah pakai adalah sebesar 1,8%. Di mana angka tersebut mengalami penurunan
sebanyak 0,6% dari tahun sebelumnya (BNN RI, 2020).

C. Etiologi
Metamfetamin merupakan psikostimulan poten yang dapat mempengaruhi
beberapa neurotransmitter, seperti dopamine, norepinefrin, serotonin, asam gamma-
aminobutirat, dan histamine (Lee & Janda, 2021). Penggunaan dosis tinggi
metamfetamin akan menginduksi psikotik, perdarahan pada otak, kerusakan otot
skeletal, dan kejang. Pada penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan perilaku
kekerasan, mood swings, dan psikosis (Yasaei & Saadabadi, 2021).
Konsumsi metamfetamin dapat dilakukan lewat oral, injeksi intravena, lewat
rokok, dan dihirup melalui hidung. Konsumsi jangka panjang akan berdampak pada
adiksi, dan apabila diberhentikan begitu saja, akan mengakibatkan orang tersebut
mengalami gejala putus zat yang bertahan selama berbulan-bulan setelah pemakaian
terakhir (Yasaei & Saadabadi, 2021).

UNODC. 2021. PRESS RELEASE UNODC World Drug Report 2021: pandemic effects
ramp up drug risks, as youth underestimate cannabis dangers.
https://www.unodc.org/unodc/press/releases/2021/June/unodc-world-drug-report-
2021_-pandemic-effects-ramp-up-drug-risks--as-youth-underestimate-cannabis-
dangers.html. Diakses pada 11 Agustus 2021.
BNN RI. 2020. PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2020; “Sikap BNN Tegas, Wujudkan
Indonesia Bebas Dari Narkoba”. https://bnn.go.id/press-release-akhir-tahun-
2020/#:~:text=Berbeda%20dengan%20NPS%20yang%20terus,penyalahguna
%20narkoba%20di%20tahun%202019. Diakses pada 11 Agustus 2021.
Yasei & Saadabadi. 2021. Methamphetamine. StatPearls Publishing LLC.
Mann, H. 2016. Sixty seconds on . . . psilocybin. BMJ. Vol 2016: 353.
PIONAS. 2015. DAFTAR BAHAN OBAT DAN TINDAKAN YANG DILARANG
DALAM OLAH RAGA / ANTI-DOPING: Stimulan.
http://pionas.pom.go.id/ioni/pedoman-umum/daftar-bahan-obat-dan-tindakan-yang-
dilarang-dalam-olah-raga-anti-doping/bahan-2-1. Diakses pada 11 Agustus 2021.
National Institute on Drug Abuse. 2019. Methamphetamine Research Report.
https://www.drugabuse.gov/publications/research-reports/methamphetamine/overview.
Diakses tanggal 11 Agustus 2021.
Lee & Janda. 2021. Immunopharmacotherapeutic advancements in addressing
methamphetamine abuse. RSC Chemical Biology. Vol. 2: 77-93.

Anda mungkin juga menyukai