Anda di halaman 1dari 20

PENGGUNAAN VITAMIN K, ADONA, DAN ASAM TRANEKSAMAT

DALAM KASUS PERDARAHAN

REFERAT

Oleh
Mutiara Aprilina Muttaqien
152010101079

Pembimbing

dr. Suryono, Sp.JP, FIHA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER


SMF/LAB. ILMU PENYAKIT DALAM
RSD dr. SOEBANDI JEMBER
2019

1
PENGGUNAAN VITAMIN K, ADONA, DAN ASAM TRANEKSAMAT
DALAM KASUS PERDARAHAN

REFERAT

disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya


SMF/Lab. Ilmu Penyakit Dalam RSD dr. Soebandi Jember

Oleh
Mutiara Aprilina Muttaqien
152010101079

Pembimbing
dr. Suryono, Sp.JP, FIHA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER


SMF/LAB. ILMU PENYAKIT DALAM
RSD dr. SOEBANDI JEMBER
2019

2
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB 1. PENDAHULUAN............................................................................ 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 2
2.1 Faal Hemostasis............................................................................... 3
2.1.1 Hemostasis............................................................................... 3
2.1.2 Fibrinolisis................................................................................ 7
2.2Pemeriksaan Faal Hemostasis......................................................... 8
2.3 Obat-Obat Hemostasis.................................................................... 10
2.3.1 Vitamin K................................................................................. 10
2.3.2 Asam Traneksamat................................................................... 11
2.3.3 Carbazochrome sodium sulfonate............................................ 13
BAB 3. KESIMPULAN ............................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 16

3
BAB 1. PENDAHULUAN

Hemostatik adalah zat atau obat yang digunakan untuk menghentikan


perdarahan. Obat-obatan tersebut digunakan untuk mengatasi perdarahan yang
mencakup wilayah yang luas. Pemilihan obat harus dilakukan sesuai dengan
penyebab atau patogenesis dari perdarahan tersebut [1]
Perdarahan yang terjadi dapat disebabkan oleh defisiensi faktor
pembekuan yang bersifat herediter ataupun non-herediter. Defisiensi salah satu
faktor pembekuan dapat disebabkan diperbaiki dengan pemberian konsentrat
darah manusia seperti antihemofilik (faktor VIII), cryoprecipitated antihemophilic
factor, dan kompleks faktor IX (kompleks tromboplastin plasma). Pemberian
obat-obatan hemostatik juga dapat menghentikan perdarahan yang terjadi[2].

1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Faal Hemostasis


2.1.1 Hemostasis
Faal hemostasis ialah suatu fungsi tubuh yang bertujuan untuk
mempertahankan keenceran darah sehingga darah tetap mengalir di dalam
pembuluh darah serta dapat menutup kerusakan pada dinding pembuluh darah
sehingga kehilangan darah akibat kerusakan vaskuler dapat diatasi. Kelebihan
fungsi hemostasis akan menyebabkan thrombosis sedangkan kekurangan fungsi
hemostasis akan menyebabkan perdarahan atau hemorrhagic diathesis. Faal
hemostasis melibatkan keempat sistem berikut:
a. Sistem vaskuler
b. Sistem trombosit
c. Sistem koagulasi
d. Sistem fibrinolysis[3].
Terdapat tiga langkah dalam hemostasis, yaitu.
a. Langkah I : hemostasis primer, yaitu pembentukan “primary platelet
plug.”
b. Langkah II : hemostasis sekunder,yaitu pembentukan stable hemostatic
plug (platelet+fibrin plug).
c. Langkah III : fibrinolisis yang menyebabkan lisis dan fibrin setelah dinding
vaskuler mengalami reparasi sempurna sehingga pembuluh darah kembali
paten.
Faal hemostasis terdiri atas 2 komponen yaitu :
a. Faal koagulasi : yang berakhir dengan pembentukan fibrin stabil
b. Faal fibrinolisis : yang berakhir dengan pembentukan plasmin Faal
koagulasi melibatkan 3 komponen, yaitu :
1) Komponen vaskuler
Pembuluh darah memiliki peran penting dalam menjaga hemostasis.
Sel endotel menghasilkan :
a. Prostasiklin, yang menyebabkan vasodilatasi dan mencegah terjadinya
agregasi dari trombosit

2
b. Anti trombin (AT) dan protein C activator (thrombomodulin), dimana
keduanya mencegah terjadinya koagulasi
c. Tissue plasminogen activator (t-PA), yang berperan mengaktifkan
fibrinolisis
Perlukaan yang terjadi pada dinding pembuluh darah menyebabkan
aktifnya membran yang mengikat tissue factor (TF) yang mengaktfkan
koagulasi dan membentuk jaringan subendothelial yang memungkinkan
pengikatan platelet ke faktor von Willebrand (vWF), protein multimerik dibuat
oleh sel-sel endotel, yang memediasi adhesi platelet pada endotel dan
membawa faktor pembekuan VII dalam plasma[2,3,4].

Skema Hemolisis Primer dan Sekunder

2) Komponen trombosit
Trombosit diaktifkan pada lokasi cedera vaskular untuk membentuk
sebuah plug trombosit yang memberikan respon hemostatik awal untuk
menghentikan pendarahan. Respon fungsional trombosit diaktifkan melibatkan
empat proses yang berbeda:
a) Adhesi trombosit

3
Setelah aktivasi, trombosit mengalami perubahan bentuk yang
signifikan, menghasilkan pseudopods yang membuat trombosit sangat gampang
melekat. Adhesi trombosit terutama dimediasi oleh pengikatan platelet pada
permukaan reseptor kompleks GP Ib /IX /V dengan vWF dalam matriks
subendothelial. Defisiensi komponen dari kompleks GP Ib/IX/V atau vWF
menyebabkan gangguan pendarahan kongenital seperti penyakit Bernard-Soulier
dan penyakit von Willebrand. Selain itu, ada interaksi perekat lainnya yang
berkontribusi terhadap adhesi platelet. Salah satu contoh adalah pengikatan
reseptor platelet kolagen GPIA / IIa dengan kolagen fibril dalam matriks[4].
b) Agregasi trombosit
Hasil aktivasi trombosit pada reseptor GP IIb/IIIa pada permukaan
platelet, menyebabkan pengikatan pada vWF dan fibrinogen. GP IIb/IIIa adalah
anggota superfamili dari reseptor protein yang disebut integrin perekat yang
ditemukan di banyak jenis sel yang berbeda. Kompleks GP IIb/IIIa (integrin alpha
IIb beta 3) adalah reseptor yang paling banyak di permukaan platelet, dengan
sekitar 80.000 kompleks per platelet. GP IIb/IIIa tidak mengikat fibrinogen, suatu
divalen molekul simetris yang menjembatani yang menyebabkan trombosit
diaktifkan, pada trombosit yang belum distimulasi. Namun, setelah trombosit
distimulasi, GP IIb/IIIa mengalami perubahan afinitas dan dikonversi dari afinitas
rendah ke afinitas tinggi dari reseptor fibrinogen, sebuah proses yang disebut
sebagai sinyal "inside-out".
Selain memediasi agregasi platelet, bagian dari sitosol diaktifkan
kompleks GP IIb /IIIa yang mengikat sitoskeleton platelet dan dapat memediasi
trombosit menjadi menyebar dan membentuk retraksi bekuan, yang telah disebut
sebagai sinyal "outside-in". Dengan demikian, kompleks GP IIb/IIIa
mengintegrasikan interaksi reseptor-ligan yang terjadi pada bagian eksternal dari
membran dengan peristiwa sitosol yang terjadi secara dua arah; hal ini merupakan
jalur akhir yang umum untuk agregasi platelet, terlepas dari modus stimulasi
trombosit[4,5].
c) Sekresi trombosit

4
Trombosit mengandung dua jenis butiran: butiran alpha dan butiran padat. Granul
alpha mengandung banyak protein termasuk fibrinogen, vWF, thrombospondin,
platelet derived growth factor (PDGF), faktor trombosit 4, dan P-selektin. Butiran
padat mengandung ADP, ATP, kalsium terionisasi, histamin, dan serotonin.
Trombosit mengeluarkan berbagai zat dari butiran mereka pada stimulasi sel
antara lain :
 ADP dan serotonin merangsang dan merekrut tambahan trombosit. Platelet
yang merilis serotonin biasanya menyebabkan vasodilatasi, Namun dapat
menyebabkan vasokonstriksi pada endotelium yang rusak atau abnormal.
Trombosit ADP yang aktif meningkatkan ekspresi permukaan antar molekul
adhesi (ICAM) -1 pada sel endotel.
 Fibronektin dan trombospondin adalah protein adhesi yang dapat memperkuat
dan menstabilkan agregat trombosit.
 Fibrinogen dilepaskan dari butiran alpha trombosit, menyediakan sumber
fibrinogen pada daerah endotel yang cedera selain itu fibirnogen juga dijumpai
pada plasma.
 Tromboksan A2, merupakan metabolit prostaglandin yang menyebabkan
vasokonstriksi dan agregasi platelet.
 Faktor pertumbuhan, seperti PDGF, memiliki efek mitogenik yang kuat pada
sel-sel otot polos. Pelepasan PDGF dari trombosit pada lokasi vaskular yang
vaskular mungkin mempengaruhi perbaikan jaringan fisiologis dan pada
tempat yang mengalami cedera berulang, dapat berkontribusi untuk terjadinya
aterosklerosis dan oklusi koroner setelah angioplasti.
 Pelepasan dari thiol isomerase, protein disulfida isomerase (PDI), oleh
trombosit mengganggu sel-sel dinding pembuluh dan dapat berfungsi untuk
mengaktifkan TF dan meningkatkan pembentukan fibrin dan pembentukan
trombus pada daerah vaskular yang luka.
Ada dua lintasan yang membentuk bekuan fibrin, yaitu lintasan instrinsik
dan ekstrinsik. Proses yang mengawali pembentukan bekuan fibrin sebagai respons
terhadap cedera jaringan dilaksanakan oleh lintasan ekstrinsik. Lintasan intrinsik
pengaktifannya berhubungan dengan suatu permukaan yang bermuatan negatif seperti
terkena goresan kaca. Lintasan intrinsik dan ekstrinsik menyatu dalam sebuah
lintasan terkahir yang sama yang melibatkan pengaktifan protrombin menjadi

5
thrombin dan pemecahan fibrinogen yang dikatalis thrombin untuk membentuk
fibrin[3,4].

Skema Proses Hemolisis

d) Aktivitas prokoagulan
Aktivitas platelet prokoagulan merupakan aspek penting dari aktivasi
platelet dan melibatkan paparan fosfolipid prokoagulan, terutama
phosphatidylserine, dan pembentukan berikutnya dari kompleks enzim dalam
kaskade pembekuan pada permukaan platelet. Kompleks ini merupakan contoh
penting dari keterkaitan erat antara aktivasi trombosit dan aktivasi kaskade
pembekuan[2].
e)
3) Komponen koagulasi
Faktor koagulasi atau faktor pembekuan darah adalah protein yang
terdapat dalam plasma (darah) yang berfungsi dalam proses koagulasi. Proses
pembentukan fibrin jika digambarkan secara skematik mirip seperti fenomena air
terjun (waterfall) atau seperti tangga (cascade). Artinya aktivasi faktor awal akan

6
mengaktifkan faktor berikutnya disertai dengan proses amplifikasi sehingga
molekul yang dihasilkan akan bertambah banyak[2,3,4].
Proses pembekuan darah bertujuan untuk mengatasi vascular injury
sehingga tidak terjadi pendarahan berlebihan, tetapi proses pembekuan darah ini
harus dilokalisir agar tidak menyebabkan thrombus di vaskuler yang normal.
Untuk itu, tubuh membuat mekanisme kontrol agar tidak terjadi pembekuan yang
berlebih, yaitu.
a) Adanya AT III (anti-thrombin III) yang terikat pada permukaan endotil dengan
perantaraan heparan sulfat. AT III akan menginaktifkan thrombin dan faktor
Xa.
b) Molekul trombomodulin pada permukaan endotil akan mengikat trombin.
Kompleks trombin-trombomodulin akan mengaktifkan protein-C (dengan
bantuan protein-S sebagai kofaktor) akan
c) Menginaktifkan faktor Va dan faktor VIIIa, dengan demikian pembentukan
trombin akan berkurang.
Adanya proses pengendali serta pengenceran faktor aktif di luar tempat injury
dapat mengendalikan proses koagulasi sehingga tidak menyebar ke tempat
lain[2,3,4].

2.2.2 Fibrinolisis
Proses fibrinolitik bertujuan untuk membentuk plasmin yang berguna
untuk menghancurkan bekuan fibrin yang berlebihan atau menghancurkan
fibrin setelah proses reparasi dinding pembuluh darah selesai sehingga
pembuluh darah tersebut kembali paten. Fibrinolosis merupakan proses dimana
fibrin di degradasi oleh plasmin. Sirkulasi pro-enzim, plasminogen, diaktifkan
oleh plasmin :
1. Pada saat terjadi perlukaan, oleh t-PA (tissue plasminogen activator) dan
urokinase-like plasminogen activator (UPA) yang dilepaskan oleh sel yang
rusak atau oleh sel yang aktif
2. Bahan eksogen seperti streptokinase, atau oleh t-PA atau UPA terapetik

7
Plasmin mengubah fibrin menjadi fibrin degradation product (FDPs)
dan juga mendegradasi faktor V dan VII. Plasmin yang bebas di nonaktifkan

oleh plasma α2 antiplasmin dan α2 makroglobulin[4,5,6].

Skema Proses Fibrinolisis

2.2 Pemeriksaan Faal Hemostasis


Sejumlah pemeriksaan sederhana dapat dilakukan untuk menilai fungsi
trombosit, pembuluh darah, serta komponen koagulasi dalam hemostasis.
Pemeriksaan penyaring ini meliputi : pemeriksaan darah lengkap, evaluasi
darah apus, waktu pendarahan, waktu protrombin (PT), aPTT, agregasi
trombosit [4].
a. Pemeriksaan darah lengkap dan evaluasi darah tepi
Trombositopenia merupakan penyebab tersering dari terjadinya
pendarahan yang abnormal, oleh karena itu pada pasien yang diduga menderita
kelainan darah, pertama kali harus dilakukan pemeriksaan hitung darah lengkap
dan pemeriksaan hapusan darah tepi. Selain untuk memastikan adanya
trombositopenia, pemeriksaan hapusan darah tepi dapat menyingkirkan
kemungkinan lain seperti leukemia.

8
b. Waktu prothrombin (PT)
PT digunakan untuk menilai jalur ekstrinsik pembekuan, yang terdiri
dari faktor jaringan dan faktor VII, dan faktor koagulasi pada jalur umum
(faktor II (protrombin), V, X, dan fibrinogen). Nilai normal 10-14 detik. Rasio
waktu protorombin : PT pasien dinyatakan sebagai rasio, di mana hasil nya
adalah = (PT pasien kontrol : PT). Sebagai contoh, PTR> 1,2 dikaitkan dengan
peningkatan risiko yang signifikan dari koagulopati trauma akut dalam studi
retrospektif multisenter.

c. aPTT (activated partial tromboplastin time) dan PTT (partial


tromboplastin time)
Digunakan untuk menilai integritas koagulasi jalur intrinsik (prekallikrein,
tinggi kininogen berat molekul, faktor XII, XI, IX, VIII) dan jalur akhir yang
umum (faktor II, V, X, dan fibrinogen), dan untuk memantau respon terapi
pemakaian heparin.Nilai normal aPTT antara 30-40 detik dan PTT 60-70 detik.

d. Waktu thrombin (TT)


TT digunakan untuk mengukur langkah terakhir dari jalur pembekuan, konversi
fibrinogen menjadi fibrin. Nilai normal antara 14-16 detik.

e. Pemeriksaan faktor koagualasi khusus


Termasuk disini adalah fibrinogen, faktor vW, dan faktor VII.
Pemeriksaan bisa secara kuantitatif atau dengan cara membandingkan efek
koreksi dari plasma yang mengandung kekurangan substrat tertentu yang
mempunyai perpanjangan waktu pembekuan (PT, aPTT) dengan efek koreksi
terhadap plasma normal, yang hasilnya dinyatakan dengan presentase aktivitas
normal.
f. Waktu perdarahan
Waktu pendarahan berguna untuk pemeriksaan fungsi trombosit. Pada
keadaan trombositopenia dengan gangguan fungsi trombosit waktu pendarahan
akan memanjang, namun trombositopeni tanpa gangguan fungsi trombosi,

9
waktu pendarahan biasanya normal. Pada keadaan normal, pendarahan akan
berhenti dalam waktu 3-8 detik.

g. Tes agregasi trombosit


Tes agregasi trombosit merupakan pemeriksaan yang mempunyai
nilai penting. Tes ini mengukur penurunan penyerapan sinar pada plasma kaya
trombosit sebagai agregat trombosit. Agregasi primer berasal dari rangsangan
agen eksternal, sedangkan respon sekunder berasal dari agen yang dilepas dari
dalam trombosit sendiri. Agen agregasi yang sering digunakan misalnya : ADP,
kolagen, ristosetin, asam arakidonat dan adrenalin.

h. Pemeriksaan fibrinolisis
Peningkatan aktivator plasminogen dalam sirkulasi dapat dideteksi
dengan memendeknya euglobulin clot lysis time. Beberapa teknik imunologik
digunakan untuk mendeteksi produk degradasi dari fibrin maupun fibrinogen
(D-Dimer).

2.3 Obat-obatan Hemostasis Sistemik


2.3.1 Vitamin K1
Vitamin K adalah zat yang larut dalam lemak terutama ditemukan dalam sayuran
hijau. Terdapat 2 bentuk alami dari vitamin K yaitu vitamin K1 dan K2. Vitamin
K1 (Phytonadione) didapatkan dari makanan sedangkan vitamin K2
(menaquinone) disintesis oleh bakteri usus[5,6].
a. Farmakokinetik
Penyerapan vitamin K memerlukan garam empedu di usus. Onset vitamin K
sangat lambat, yaitu 6 jam pasca pemberian. Hal ini disebabkan karena vitamin K
memerlukan waktu untuk merangsang faktor-faktor pembekuan darah terlebih
dahulu. Efek kerja vitamin K yaitu 24 jam[5].
b. Farmakodinamik

10
Vitamin K memiliki andil dalam pembentukan prothrombin, faktor VII, IX, dan
X. Tersedianya faktor pembekuan tersebut dapat mengurangi perdarahan akibat
defisiensi vitamin K[5,6].
c. Indikasi
Vitamin K diberikan pada pasien yang mengalami perdarahan akibat defisiensi
vitamin K, seperti pasien malnutrisi, berkurangnya bakteri dalam usus, dan
uremia. Defisiensi vitamin K dapat terlihat dengan hasil pemeriksaan PT yang
memanjang. Pemberian vitamin K pada pasien menoragia dengan hasil PT dan
PTT memanjang dan tidak ada gangguan ginekologi juga memberikan efek yang
baik[7]. Pemberian vitamin K pada gangguan hepar berat tidak memberikan respon
yang baik karena pada gangguan hepar sudah terjadi gangguan produksi protein
dan terjadi diatesis vaskuler[6].
d. Sediaan dan dosis
Terdapat 2 sediaan vitamin K, yaitu parenteral dan oral. Sediaan oral yaitu tablet 5
mg yang memiliki merk dagang mephyton. Sediaan parenteral berupa ampul 2
mg/mL dengan merk dagang Neo-K dan Prohem. Pemberian pada bayi prematur
dilakukan secara IM dengan dosis 0,5-1 mg pada 1-6 jam setelah lahir [6]. 2.5-10
mg PO/IV/IM/SC, peroral dapat diulang 12-48 jam, dan parenteral dapat diulang
6-8 jam.

2.3.2 Asam traneksamat


a. Farmakokinetik
Asam traneksamat diabsorbsi secara cepat disaluran cerna. Sekitar 40% dari dosis
oral dan 90% dari dosis injeksi vena diekskresikan melalui urin selama 24 jam [5].
Kadar puncak obat dengan jumlah 10mg/KgBB yang diiinjeksan IV yaitu 1 jam
setelah injeksi dengan waktu paruhnya 80 menit [8]. Pada sediaan oral, asam
traneksamat mencapai kadar puncaknya di plasma setelah 3 jam [9]. Makanan tidak
memilki pengaruh dalam penyerapannya di saluran cerna[10]. Asam traneksamat
terakumulasi di jaringan, membran sinovial, dan persendian serta apat melewati
plasenta[11].
b. Farmakodinamik

11
Asam traneksamat merupakan competitive inhibitor dari aktivator
plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan dalam
menghancurkan fibrinogen dan fibrin dari faktor pembekuan lain. Karena hal
tersebut, asam traneksamat dapat digunakan pada perdarahan yang berlebihan[5,6].
c. Indikasi
Asam traneksamat diberikan pada fibrinolisis lokal seperti epistaksis,
pasien dengan perdarahan post-operasi saluran cerna, dan prostatektomi. Asam
traneksamat juga dapat digunakan untuk terapi adjuvan untuk perdarahan akibat
terapi fibrinolitik pada hemofilia[5,6].
d. Kontraindikasi
Kontraindikasi asam traneksamat yaitu pada pasien yang hipersensitif
terhadap asam traneksamat, perdarahan subaraknoid, riwayat tromboemboli, DIC,
dan perdarahan pada saluran kemih atas[5,6]. Pemberian pada pasien dengan
gangguan ginjal juga harus diperhatikan[12].

Cara kerja fibrinolitik[8].


e. Efek samping

12
Efek samping obat ini yaitu gangguan saluran cerna seperti mual muntah
dan diare. Gejala tersebut akan hilang bilang dosis dikurangi. Reaksi hipotensi
dan pusing akan muncul bila asam traneksamat diinjeksikan dengan cepat[5,6].
f. Sediaan dan dosis
Tabel Pemberian Asam Traneksamat[12]

1. Pemberian oral (1 tablet = 0.5 g).


standar pemberian dosis yaitu 2–3 kali perhasi 2–3 tablet (1–1.5 g), dosis harian
yaitu 2–4.5 g

1. Pemberian intavena (1 ampoule = 5 ml = 0.5 g) pada fibrinolisis:


Dosis standarnya yaitu 2–3 kali sehari, 0.5–1 g (1–2 ampoules 5 ml) dengan
injeksi lambat (1 ml/min)

3. Pemberian intravena pada general fibrinolisis:


dosis yang direkomendasikan yaitu 1 g (2 ampul 5 ml) setiap 6–8  jam dengan
lambat atu 15 mg/kgBB

Sediaan oral berupa kapsul 250 mg dan tablet/kapsul 500 mg serta


ampul 250mg/5 ml dan 500 mg/5 ml dengan merk dagang Kalnex, tranexid,
clonex dan transamin[5].

2.3.3 Carbazochrome sodium sulfonat


a. Farmakodinamik
Carbazochrome sodium sulfonate berkerja dalam peningkatan agregasi trombosit
dan membentuk plug dengan adanya interaksi terhadap alfa-adenoreseptor. Obat
ini menunjukan efek perbaikan pada kasus perdarahan akibat kerapuhan dari
vaskuler[13]. Pengumpulan dari trombosit ini disebabkan oleh efek sekresi kalsium
dari rangsangan alfa-adenoreseptor yang berujung pada vasokontriksi vaskuler [14].
Obat ini bekerja dalam memperpendek waktu perdarahan tapi tidak memiliki efek
pada koagulasi atau fibrinolisis.
b. Indikasi
Indikasi obat ini cenderung untuk perdarahan karena kerusakan kapiler dan
peningkatan permeabilitas kapiler, misalnya pada perdarahan pada kulit, mukosa,
perdarahan sekitar mata, metroragia, dan perdarahan nefrotik[6].

13
c. Kontraindikasi
Kontraindikasi obat ini yaitu pasien yang mengalami hipersensitivitas pada
Carbazochrome sodium sulfonate[6].
d. Efek Samping
Efek samping obat berupa kehilangan nafsu makan. Perasaan tidak nyaman pada
perut, mual, dan muntah. Pada pasien yang hipersensitivitas akan muncul ruam
dan pruritus[6].
e. Sediaan dan dosis
Dosis injeksi untuk dewasa yaitu 25-100 mg secara intravena. Dosis oral pada
dewasa yaitu 30-90 mg diberikan terbagi dalam 3 dosis. Sediaan oral berupa tablet
10 mg dan tablet forte 30 mg. Sediaan ampul dengan kadar 10 mg/2mL, 25
mg/5mL, dan 50 mg/10mL. Merk yang dijual dipasaran yaitu Adona[6].

BAB 3. KESIMPULAN

14
Pemberian obat pada kasus perdarahan harus sesuai dengan indikasi,
yaitu:
1. Vitamin K diberikan pada kasus perdarahan akibat defisiensi terhadap vitamin
K
2. Asam traneksamat diberikan pada kasus perdarahan dengan gangguang
fibrinolysis
3. Carbazochrome sodium sulfonat diberikan pada kasus perdarahan karena
kerapuhan kapiler dan peningkatan permeabilitas pada vaskuler.

DAFTAR PUSTAKA

15
1. Nurachim, A. Pengantar Hemostasis. .Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2018.
2. Whittier, L, editor. Anatomy and Physiology. Open orgeonstate, 2019.
3. Sherwood, L. Fisiologi manusia: dari Sel ke Sistem. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2012.
4. Bhakta, I. M. Hematologi klinik Ringkas. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2017.
5. Gunawan, S. G. dan Setiabudy, R., editor. Farmakologi dan Terapi, Edisi lima.
Jakarta: Balai Penerbit FK-UI, 2011.
6. Katzung, B. G., Masters, S. B., dan Trevor, A. J. Basic and Clinical
Pharmacology, Edisi 11. New York: McGraw-Hill, 2009.
7. Zekavat, O. R., Fathpour, G., Haghpanah, S., Deghani, A. S., Zekavat, M.,
dan Shakibazad, N. Acquired Vitamin K Deficiency as Unusual Cause of
Bleeding Tendency in Adults: A Case Report of a Nonhospitalized Student
Presenting with Severe Menorrhagia. Case reports on Obstretic and
ginecology. 2017. Doi: 10.1155/2017/4239148.
8. Tengborn, L. Fibrinolitics inhibitors in the management of bleeding disorders.
Canada: World Federation of Hemophillia, 2012.
9. Eriksson O, Kjellman H, Schannong M. The biological availability of
Cyklokapron tablets compared with Cyklokapron solution administered orally.
Data on file, Kabi AB, Stockholm, Sweden.
10. Pilbrant A, Schannong M, Vessman J. Pharmacokinetics and bioavailability of
tranexamic acid. Eur J Clin Pharmacol 1981; 20(1):65-72.
11. Ahlberg A, Eriksson O, Kjellman H. Diffusion of tranexamic acid to the joint.
Acta Orthop Scand 1976; 47(5):486-8.
12. Bundesamt für Sicherheit im Gesundheitswesen . SmPC Cyklokapron. 2017.
13. Ghareeb H, Karaman R. (2015). 6. In Commonly Used Drugs: Uses, Side
Effects, Bioavailability and Approaches to Improve It (1st ed., pp. 210). Nova
Science Pub Inc; UK ed. edition. [ISBN:9781634638289 ].
14. Sendo T, Itoh Y, Aki K, Oka M, Oishi R: Carbazochrome sodium sulfonate
(AC-17) reverses endothelial barrier dysfunction through inhibition of

16
phosphatidylinositol hydrolysis in cultured porcine endothelial cells. Naunyn
Schmiedebergs Arch Pharmacol. 2003 Sep;368(3):175-80. Epub 2003 Aug 20.
[PubMed:12928765]

17

Anda mungkin juga menyukai