Anda di halaman 1dari 23

1

Referat

CA RECTI

Pembimbing :

dr. Tommy Halauwet, Sp.B

Disusun oleh :

Elizabeth Dea

1765050367

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT PGI CIKINI
PERIODE 10 DESEMBER 2018 – 23 FEBRUARI 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
2019
JAKARTA
2

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………… i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. ii

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………….. iii

BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………………………. 1-2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………… 3

2.1 Definisi ………………………………………………………………………. 3

2.2 Epidemiologi ………………………………………………………………… 4

2.3 Anatomi Usus ……………………………………………………………….. 4

2.3.1 Anamtomi Maksroskopik Usus …………………………………. 4-6

2.3.2 Anatomi Miksroskopik Usus …………………………………….. 6-7

2.4 Fisiologi Usus ……………………………………………………………….. 7

2.4.1 Motilitas Usus Besar ……………………………………………… 7-8

2.4.2 Perjalanan Makanan dalam Saluran Cerna ……………………. 8

2.4.2 Defekasi …………………………………………………………... 8-9

2.5 Etiologi dan Faktor Risiko …………………………………………………. 9

2.6 Patofisiologi …………………………………………………………………. 9-10

2.7 Gejala Klinis ……………………………………………………………… 10-11

2.8 Pemeriksaan ……………………………………………………………… 11-13

2,9 Stadium …………………………………………………………………… 13-15

2.10 Penatalaksanaan ………………………………………………………… 15-18

2.11 Prognosis ………………………………………………………………… 18-19

BAB 3 KESIMPULAN ………………………………………………………………….20


DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………….. 21
3

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “CA RECTI” sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan stase Kepaniteraan Ilmu Bedah pada Program Kepaniteraan Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Indonesia di Rumah Sakit PGI Cikini.
Penyusunan referat berupa studi observasional ini tidak semata-mata hasil kerja penulis
sendiri, melainkan juga berkat bimbingan dan dorongan dari pihak-pihak yang telah membantu,
baik secara materi maupun secara non materi, dan secara langsung maupun tidak langsung.
Maka dari itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga serta
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. dr. Tommy Halauwet, Sp.B selaku dokter pembimbing yang telah banyak memberikan
bimbingan dan ilmu pengetahuan dalam mengikuti kepaniteraan ilmu bedah
2. Orang tua, keluarga terdekat dan teman sejawat di Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Indonesia yang telah memberikan doa dan semangatnya kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari sempurna serta masih
terdapat banyak kekurangan. Penulis mohon maaf sebesar-besarnya bila ada kekurangan dan
kesalahan.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah Referat ini dapat bermanfaat dan
menambah pengetahuan pembaca. 

Jakarta, Januari 2019


4

BAB 1

PENDAHULUAN

Karsinoma rektal adalah istilah yang diberikan kepada karsinoma yang berkembang pada

rectum. Rektum merupakan bagian dari saluran gastrointestinal dimana proses pencernaan

makanan untuk menghasilkan energi bagi tubuh dilakukan dan bahan-bahan yang tidak berguna

lagi (fecal matter) dibuang.1

Karsinoma rekti merupakan tumor ganas terbanyak di antara tumor ganas saluran cerna,

lebih 60% tumor kolorektal berasal dari rektum. Salah satu pemicu kanker rektal adalah masalah

nutrisi dan kurang berolahraga. Kanker rektal merupakan salah satu jenis kanker yang tercatat

sebagai penyakit yang paling mematikan di dunia. Kanker rektal adalah kanker yang menyerang

kolon dan rektum. Namun, penyakit ini bukannya tidak dapat disembuhkan . Jika penderita telah

terdeteksi secara dini, maka kemungkinan untuk sembuh bias mencapai 50 persen.2

Gejala kanker rektal adalah darah yang menggumpal dalam satu jaringan cerna, diare

atau konstipasi dan berat badan turun. Selain itu terasa nyeri di abdomen atau rektum, kejang di

rektum dan kelelahan yang berlanjut.1,2

Setiap waktu kanker ini bias menyerang seseorang. Risikonya akan terus meningkat

seiring dengan penambahan usia. Data dari Amerika Serikat dan Inggris memperlihatkan, orang

yang berusia antara 60 sampai 80 tahun berisiko tiga kali lipat dari kelompok usia lainnya.

Mereka yang memiliki riwayat peradangan saluran cerna seperti kolitis usus kronis, tergolong

berisiko tinggi untuk berkembang menjadi kanker kolorektal. Demikian juga dengan mereka
5

yang memiliki riwayat penyakit kanker tersebut, risiko terkena penyakit ini bias menyerang pada

kelompok usia mana pun di bawah 60 tahun.1

Umumnya penderita datang dalam stadium lanjut, seperti kebanyakan tumor ganas

lainnya : 90% diagnosis karsinoma rekti dapat ditegakkan dengan colok dubur. Sampai saat ini

pembedahan adalah terapi pilihan untuk karsinoma rekti.2


6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Karsinoma rektal adalah suatu tumor malignan yang muncul dari jaringan epithelial dari

rektum. Kanker rektal ditujukan pada tumor ganas yang ditemukan di rektum. Rektum adalah

bagian dari usus besar pada sistem pencernaan yang disebut juga traktus gastrointestinal. Lebih

jelasnya kolon berada di bagian proksimal usus besar dan rektum di bagian distal sekitar 5-7 cm

di atas anus. Kolon dan rektum merupakan bagian dari saluran pencernaan atau saluran

gastrointestinal dimana fungsinya adalah untuk menghasilkan energy bagi tubuh dan membuang

zat-zat yang tidak berguna.1,6

Kanker merupakan suatu proses pembelahan sel-sel (proliferasi) yang tidak mengikuti

aturan baku proliferasi yang terdapat dalam tubuh (proliferasi, abnormal). Proliferasi ini dibagi

atas non-neoplastik dan neoplastik, non-neoplastik dibagi atas : 3

1. Hiperplasia adalah proliferasi sel yang sel yang berlebihan. Hal ini dapat normal karene

bertujuan untuk perbaikan dalam kondisi fidiologis tertentu misalnya kehamilan.

2. Hipertrofi adalah peningkatan ukuran sel yang menghasilkan pembesaran organ tanpa ada

pertambahan jumlah sel.


7

3. Metaplasia adalah perubahan dari satu jenis tipe sel yang membelah menjadi tipe yang lain,

biasanya dalam kelas yang sama tapi kurang terspesialisasi.

4. Displasia adalah kelainan perkembangan selular, produksi dari sel abnormal yang mengiringi

hyperplasia dan metaplasia. Perubahan yang termasuk dalam hal ini terdiri dari bertambahnya

mitosis, produksi dari sel abnormal pada jumlah besar dan tendensi untuk tidak teratur.3

2.2 Epidemiologi

Di USA pada tahun 2005 pasien-pasien dengan kanker rektum mencapai 8.600 kasus. Di

seluruh dunia dilaporkan lebih dari 940.000 kasus aru dan terjadi kematian pada hampir 500.000

kasus tiap tahunnya. Menurut data di RS Kanker Dharmais pada tahun 1995-2002. Kanker rektal

menempati urutan keenam dari 10 jenis kanker dari pasien mematikan di dunia selain jenis

kanker lainnya. Dari seluruh pasien kanker rektal, 90% berumur lebih dari 50 tahun. Hanya 5%

pasien berusia kurang dari 40 tahun.4

2.3 Anatomi Usus

2.3.1 Anatomi Makroskopis Usus

Usus besar menutupi usus kecil melalui 3 sisi dan berjalan dari katub ileosekal menuju

anus. Diameternya lebih besar dari usus kecil (oleh karena itu disebut usus besar) ,tapi lebih

pendek. Fungsi utamanya adalah mengadsorbsi air dari sisa-sia makanan yang dicerna dan

mengeluarkannya dalam bentuk semisolid.

Pada hampir seluruh panjangnya, usus besar memiliki tiga keunikan yang tidak terdapat

pada organ tubuh lainnya; taenia coli, haustra dan appendiks epiploica. Kecuali pada bagian

ujung terminalnya, bagian longitudinal dari lapisan otot direduksi menjadi 3 barisan otot polos
8

disebut taenia coli (artinya pita dari kolon). Adanya variasi dari dinding usus besar membentuk

suatu kantongan yang disebut haustra (artinya menggambarkan variasi) dan terakhir sangat jelas

Gambar 1. Anatomi Sistem Pencernaan (Sumber : https://slideplayer.info/slide/12194359/)

adalah appendiks epiploika, suatu lapisan lemak kecil dari peritoneum viseralis yang

menggantung pada permukaan kolon. Kegunaannya belum diketahui. Kolon memiliki 4 seksi

yakni:

1. Seksi pertama adalah kolon asenden. Dimulai dari usus kecil melekat pada kolon dan naik ke

atas menuju bagian kanan dari abdomen

2. Seksi kedua adalah kolon transversal yang melewati tubuh dari kanan ke sisi kiri

3. Seksi ketiga adalah kolon desenden menuju kebawah


9

4. Seksi terakhir adalah kolon sigmoid dimana disebut demikian oleh karena bentuknya yang

seperti hurus S. Kolon saigmoid bergabung dengan rektum, pada akhirnya bergabung dengan

anus, atau spingter tempat feses keluar dari tubuh

Gambar 2. Usus besar dan bagian-bagiannya (Sumber : https://www.google.com/url?

sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&ved=2ahUKEwi4qtny35XgAhUOdCsKHc8KCEEQjxx6BAgBEAI&url=https

%3A%2F%2Fwww.masterpendidikan.com%2F2018%2F07%2Fpengertian-fungsi-serta-struktur-dan-bagian-usus-besar-

kolon.html&psig=AOvVaw0W3Rbefr7lyMWGcDf461iK&ust=1548946062716088)

Usus besar memiliki beberapa subdivisi yakni : sekum, appendiks, kolon, rektum, dan

ujung dari anus. 5,6

2.3.2 Anatomi Mikroskopis Usus

Dinding dari usus besar berbeda dengan usus kecil. Mukosa kolon terdiri dari epitel

simple columnar kecuali pada saluran anal. Oleh karena makanan diserap sebelum memasuki

usus besar, makanya tidak didapati plika`sirkular, villi dan juga tidak ada sel yang menghasilkan
10

enzim pencernaan. Mukosa dari saluran anal sedikit berbeda, pada daerah ini sering terjadi

abrasi. Sinus anal berhenti pada anal columns, mengeluarkan mucus apabila ditekan oleh feses

yang membantu mengosongkan kanal anal.

Gambar 3. Anus dan bagian-bagiannya

(Sumber : https://www.google.com/search?

q=anus+dan+bagian-

bagiannya&safe=strict&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjh_qrF25XgAhUHSX0KHR8JBQ4Q_AUIDigB&biw=

1366&bih=654#imgrc=Oj0QqesYCGTI6M:)

Berbeda dengan region proksimal usus besar, tidak terdapat haustra pada rektum dan anal

canal. Sejalan dengan kemampuannya meregenerasikan kontraksi untuk memberikan peran

ekspulsif pada defekasi, otot rektum berkembang sangat baik.5,

2.4 Fisiologi Usus

2.4.1 Motilitas usus besar

Otot usus besar tidaklah aktif untuk waktu yang lam, kontraksinya lambat dan singkat.

Pergerakan yang paling sering tampak pada kontraksi haustra yang dengan lambat melakukan

kontraksi secara individual selama 30 menit melalui otot polos pada masing-masing haustra.

Pada hausta yang terisi makanan, distensinya menstimulasi otot untuk berkontraksi yang
11

mendorong isi luminal untuk menuju ke bagian haustra berikutnya. Pergerakan ini menggabung

residu dan membantu dalam peresapan air.

Pergerakan otot adalah panjang dan lambat namun kuat dalam kontraksi dimana melalui

areal panjang dari kolon tiga hingga empat kali setiap hari dan mendorong isinya ke rektum.

Fungsi usus besar adalah menyerap air, vitamin dan elektrolit, ekskresi mucus serta

menyimpan feses dan kemudian mendorongnya keluar. Dari 700-1000 ml cairan usus halus yang

diterima oleh kolon 150 – 200 ml yang dikeluarkan sebagai feses tiap harinya.6

2.4.2 Perjalanan Makanan dalam Saluran Cerna

Setelah makan dikunyah dan ditelan, makanan tersebut berjalan dari seofagus hingga ke

lambung. Di lambung, makanan dipecah menjadi bagian yang lebih sederhana lagi menurut

masing-masing unsur kimianya dan dialirkan ke usus kecil atau sering disebut “small bowel”.

Kolon bagian yang pertama dan terutama dari usus besar, secara terus menerus meresap air dan

mineral nutrisi dari bahan-bahan makanan dan menjadi tempat pemanpungan sementara dari

sisa-sisa makanan yang akan dikeluarkan dari tubuh. Bahan makanan sisa ini setelah diproses

menjadi feses dan menuju rektum, yang merupakan bagian terakhir 6 inci dari usus besar. Dari

tempat tersebut feses keluar dari tubuh melewati anus. 7

2.4.3 Defekasi

Rektum biasanya kosong, namun ketika feses dipaksakan kedalamnya oleh dorongan otot

kolon, hal ini melebarkan dinding rektum dengan menginisiasi refleks dekasi. Pada batang ortak

terdapat pusat defekasi dimana dengan mediasi oleh refleks parasimpatis menimbulbulkan

kontraksi dinding kolonm sigmoid, rektum dan relaksasi anal spingter. Feses didorong ke saluran
12

anal, signalnya disampaikan ke otak dimana timbul pengiriman sinyal “disadari” ke otot spingter

anal untuk mebuka atau menutup saat feses keluar. Bila defekasi terlambat maka refleks ini

berhenti dan beberapa saat dan mulai kembali sehingga menimbulkan dorongan defekasi yang

lama-kelamaan tidak dapat dihindari lagi.5

2.5 Etiologi dan Faktor Resiko

Banyak faktor dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker rektal, diantaranya adalah :

- Diet tinggi lemak, rendah serat

- Usia lebih dari 50 tahun

- Riwayat pribadi mengidap adenoma atau adenokarsinoma kolorektal mempunyai

resiko lebih besar 3 kali lipat . yab

- Kolitis Ulseratif (resiko 30% setelah berumur 25 tahun)1

2.6 Patofisiologi

Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polip

adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih terjadi di

rektum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal tidak terdeteksi, menimbulkan

beberapa gejala. Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar kedalam lapisan

dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan

perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus. Struktur

yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung, dudodenum, usus halus, pankreas,

limpa, saluran genitourinary, dan dinding abdominal juga dapat dikenal oleh perluasan tumor.

Tanda ini tidak selalu terjadi, bias saja kelenjar yang jauh sudah dikenai namun kelenjar regional

masih normal. Sel-sel kanker dari tumor primer dapat juga menyebar melalui system limpatik
13

atau sistem sirkulasi keaarah sekunder seperti hepar, paru-paru, ortak , tulang, dan ginjal.

Awalnya sebagai nodul, kanker usus sering tanpa gejala hingga tahap lanjut. Karena pola

pertumbuhan lamban, 5 sampai 15 tahun sebelum muncul gejala. Manifestasi tergantung pada

lokasi, tipe, dan perluasan, dan komplikasi. Perdarahan sering sebagai manifestasi yang

membawa pasien datang berobat. Gejala awal yang lain sering terjadi perubahan kebiasaan

buang air besar, diarrhea, atau konstipasi. Karakteristik lanjut adalah nyeri, anoreksia, dan

kehilangan berat badan. Mungkin dapat teraba massa di abdomen atau rektum. Biasanya pasien

tampak anemis akibat dari perdarahan.6,7

2.7 Gejala Klinis

Gejala dan tanda dini karsinoma kolorektal tidak ada, Umumnya gejala pertama timbul

karena penyulit , yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan atau akibat penyebaran.

Karsinoma kolon kiri dan rektum menyebabkan perubahan pola defekasi, seperti

konstipasi atau defekasi dan tanesmi. Makin ke distal letak tumor, feses makin menipis, atau

seperti kotoran kambing, atau lebih cair disertai darah atau lendir. Tanesmi merupakan gejala

yang biasa didapat pada karsinoma rektum. Perdarahan akut jarang dialami, demikian juga nyeri

di daerah panggul berupa tanda penyakit lanjut. Bila pada obstruksi penderita merasa lega saat

flatus.2

Tanda dan gejala pada kanker rektal antara lain :

- Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu darah segar,

maupun yang berwarna hitam

- Diare, konstipasi, atau merasa bahwa isi perut tidak benar-benar kosong saat BAB

- Feses yang lebih kecil dari biasanya


14

- Keluhan tidak nyaman pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh pada

perut atau nyeri

- Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya

- Mual dan muntah

- Rasa letih dan lesu

- Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada daerah

gluteus2,

2.8 Pemeriksaan

Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut, bila teraba menunjukan

keadaan sudah lanjut. Massa dalam sigmoid lebih jelas teraba daripada massa di bagian lain

kolon.

Kanker kolorektal sering berkembang lamban dan penanganan stadium awal sangat

dibutuhkan, maka organisasi kanker Amerika merekomendasikan prosedur skreenig rutin bagi

deteksi awal penyakit. Rekomendasinya sebagai berikut :

1. Pemeriksaan rektal tuse untuk semua orang usia lebih dari 40 tahun

2. Test Guaiac untuk pemeriksaan darah feces bagi usia lebih dari 50 tahun

3. Sigmoideskopi tiap 3-5 tahun untuk tiap orang usia lebih dari 50 tahun

2.8 Diagnosis

Diagnosa karsinoma kolorektal ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

colok dubur, dan rektosigmoidkopi atau foto kolon dengan kontras ganda
15

Pasien dengan praduga kanker kolorektal dapat dilakukan prosedur diagnostik lanjut

untuk pemeriksaan fisik. Test laboratorium, radiografi dan biopsi untu memastikan.

Test laboratorium ang dianjurkan saebagai berikut :

1. Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik, ditandai dengan sel-sel darah

merah yang kecil, tanpa terlihat penyebab adalah indikasi umu untuk test diagnostic selanjutnya

untuk menemukan kepastian kanker kolorektal

2. Test Guaiac pada feces untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feces, karena semua kanker

kolorektal mengalami perdarahan intermiten

3. CEA (Carcinoembryogenic Antigen) adalah ditemukannya glikoprotein di membrane sel pada

banyak jaringan, termasuk kanker kolorektal. Antigen ini dapat dideeteksi oleh

radioimmunoassay dari serum atau cairan tubuh lainnya dan sekresi. Karena test ini tidak

spesifik bagi kanker kolorektal

4. Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmaasi ada tidaknya dan lokasi

tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukan ke dalam usus bagian bawah, kanker

tampak sebagai massa mengisi lumen usus, konstriksi, atau gangguan pengisian. Dinding usus

terfiksir oleh tumor, dan pola mukosa normal hilang. Meskipun pemeriksaan ini berguna untuk

tumor kolon, sinar-X tidak nyata dalam mendeteksi rektum

5. CT (Computered Tomography) scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI), atau pemeriksaan

ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah mengenai organ lain melali perluasan

langsung tau dari metastase tumor


16

6. Endoskopi (sigmoidoscopi atau colonoskopi) adalah test diagnostik utama digunakan untuk

mendeteksi dan melihat tumor. Sekalian dilakukan biopsi jaringan . Sigmoidoskopi fleksibel

dapat mendeteksi 50% sampai 65% dari kanker kolorektal. Pemeriksaan endoskopi dari

kolonoskopi direkomendasikan untuk mengetahui lokasi dan biopsy lesi pada pasin dengan

perdarahan rektum. Bila kolonoskopi dilakukan dan visualisasi seku. Barium enema mungkin

tidak dibutuhkan. Tumor dapat tampak membesar, merah, ulseratif sentral.6,7

2.9 Stadium

Ketika diagnosis kanker rektal sudah dipastikan, maka dilakukan prosedur untuk

menemukan stadium tumor. Hal ini termasuk CT Scan (Computed Tomography Scan) dada,

abdomen, dan pelvis, CBC (Complete Blood Count), tes fungsi hepar dan ginjal, urinalisis, dan

pengukuran tumor untuk menentukan terapi yang tepat dan menentukan prognosis. Stadium

penyakit pada kanker rektal hampir mirip dengan stadium pada kanker kolon. Awalnya terdapat

Duke’s classification system, yang menempatkan kanker dalam 3 kategori stadium A, B dan C.

Sistem ini kemudian dimodifikasi oleh Astle-Coller menjadi 4 stadium (Stadium D), lalu

dimodofikasi lagi tahun 1978 oleh Gunderson dan Sosin.

Pada perkembangan selanjutnya, The American Joint Committee on Cancer

memperkenalkan TNM staging system, yang menempatkan kanker menjadi satu dalam 4 stadium

(Stadium I-IV).3

1. Stadium 0

Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rektum yaitu pada

mukosa saja. Disebut Carcinoma in situ


17

2. Stadium 1

Pada stadium 1, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan muskularis

dan melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebarkebagian terluardinding rektum

ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes A Rectal Cancer

3. Stadium II

Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum ke jaringan terdekat namun tidak

menyebaar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B Rectal Cancer

4. Stadium III

Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat tapi tidak menyebar ke

bagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C Rectal Cancer

5. Stadium IV

Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati, paru, atau

ovarium. Disebut juga Dukes D Rectal Cancer.3

Gambar 4. Stadium Ca recti 1-4 (Sumber : https://www.google.com/search?


q=stadium+ca+recti&safe=strict&tbm=isch&source=iu&ictx=1&fir=w3tMdaG_nVGy4M%253A%252CpQHTG7UJTG6OfM
%252C_&usg=AI4_-kS40YM1MQ9Q_-
c0prPUQYaYCUi3ZQ&sa=X&ved=2ahUKEwixqp_X3JXgAhVHs48KHYKYBoQQ9QEwAnoECAUQCA#imgdii=u4z6mleGz
t_ZTM:&imgrc=_NF_zRQ4x9NR9M)
18

2.10 Penatalaksanaan

Operasi merupakan terapi utama untuk kuratif, namun bila sudah ditemukan penyebaran

tumor maka pengobatan hanya bersifat operasi paliatif untuk mencegah obstruks, perforasi,

perdarahan. Tujuan ideal penanganan karsinoma adalah eradikasi keganasan dengan preservasi

fungsi anatomi dan fisiologi. Kriteria untuk menentukan jenis tindakan adalah letak tumor, jenis

kelamin dan kondisi penderita.7

1. Tumor yang berjarak < 5cm dari anal verge dilakukan eksisi abdomino perineal

2. Tumor yang berjarak 5-10 cm dari anal verge tindakan yang dapat dilakukan :

- Abdomino anal pull through resection

- Abdomino sacral resection

- Anterior resection dengan menggunakan sirkular stapler untuk anastomose

3. Tumor yang berjarak 10-16,5 cm dari anal verge dilakukan reseksi anterior standar

Pada tumor yang kecil dan masih terlokalisir, reseksi sudah mencukupi untuk kuratif.

Sebelum melakukan tindakan operasi harus terlebih dahulu dinilai keadaan umum dan toleransi

operasi serta ekstensi dan oenyebaran tumor. Pada eksisi radikal rektum harus diusahakan

pengangkatan mesorektum dan kelenjar limfa sekitarnya. 6

Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker kolorektal. Satu-satunya kemungkinan

terapi kuratif adalah tindak bedah. Tujuan utama tindak bedah ialah memperlancar saluran cerna,

baik bersifat kuratif maupun non kuratif. Beberapa terapi standard an beberapa lagi masih diuji

dalam penelitian klinis. Terapi stdandar untuk kanker rektal yang digunakan antara lain ialah :
19

1. Pembedahan

Pemotongan bedah pada tumor, kolon yang berdekatan dan kelenjar getah bening

yang berdekata adalah penanganan pilihan untuk kanker kolorektal. Penanganan pembedaha

bervariasi dari pengrusakan tumor oleh laser photokoagulasi selama endoskopi sampai

pemotongan abdominoperineal (APR : Abdominoperineal Resection) dengan colostomy

permanen. Bila memungkinkan, spingter ani dipertahankan dan hindari kolostomi.1

Penanganan bedah lai untuk yang kecil, lokalisasi tumor termasuk pemotongan

lokal dan fulguration. Prosedur ini juga dapat dilakukan selama endoskopi, dengan

mengeluarkan jarum untuk bedah abdomen. Eksisi lokal dapat digunakan untuk mengangkat

pengerasan di rektum berisi tumor kecil yang diferiansi baik, lesi polipoid yang mobile/ bergerak

bebas. Fulguration atau elektrokoagulasi digunakan untuk mengurangi tumor yang besar bagi

pasien yang risiko pembedahan jelek. 2

Banyak pasien dengan kanker kolorektal dilakukan pemotongan bedah dari kolon

dengan anastomosis dari sisa usus sebagai prosedur pengobatan. Penyebaran ke kelenjar getah

bening regional dibedakan untuk dipotong bila berisi lesi metastasis. Sering tumor di bagian

ascending, transverse, desending, dan colon sigmoid dapat dipotong. Tumor pada rektum

biasanya ditangani dengan pemotongan abdominoperineal dimana kolon sigmoid , rektum dan

anus diangkat melalui insisi abdominal dan insisi perineal. Kolostomi sigmoid permanen

dilakukan untuk memfasilitasi pengeluaran feses.7

Pemotongan bedah usus dapat dikombinasi dengan kolostomi untuk pengeluaran isi

usus/feses. Kolostomi adalah membuat ostomi di kolon. Dibentuk bila usus tersumbat oleh

tumor, sebagai pemeriksaan sementara untuk mendukung penyebuhan dari anastomoses, atau
20

sebagai pengeluaran feses permanen bila kolon bagian distal dan rektum diangkat / dibuang.

Kolostomi diberi nama berdasarkan : ascending kolostomi, transverse kolostomi, descending

kolostomi, dan sigmoid kolostomi.7

Kolostomi sigmoid permanen, sebagian dilakukan untuk kanker rektum. Biasanya

dilakukan selama reseksi / pemotongan abdominoperineal. Prosedur ini meliputi pengangkatan

kolon sigmoid, rektum, anus melalui insisi perineal dan abdominal.

2. Radioterapi

Terapi radiasi sering digunakan sebagai tambahan dari pengangkatan bedah dari tumor

usus. Radiasi preoperative diberikan bagi pasien dengan tumor besar sampai lengkap

pengangkatan. Bila terapi radiasi megavoltase digunakan, kemungkinan dalam kombinasi

dengan kemoterapi, karsinoma rektal berkurang ukurannya, sel-sel jaringan limpatik regional

dimatikan dan kekambuhan lamban atau tidak kambuh sama sekali. Terapi radiasi megavoltase

juga dapat digunakan postoperative untuk mengurangi risiko kekambuhan dan untuk mengurangi

nyeri. Lesi yang terfiksir luas tidak diangkat dapat ditangani dengan mengurangi

pemisah/hambatan dan memperlambat berkembangnya kanker.6

3. Kemoterapi

Agen-agen kemoterapi, seperti levamisole oral dan intravenous fluorouracil (5-FU), juga

digunakan postoperative sebagai terapi ajuvan untuk kanker kolorektal. Bila dikombinasi dengan

terapi radiasi, kontrol pemberian kemoterapi lokal dan survive bagi pasien dengan stadium II dan

III dengan tumor rektum. Keunggulan bagi kanker kolon adalah bersih, terapi kemoterapi dapat

digunakan untuk menolong mengurangi penyebaran ke hepar dan mencegah kekambuhan.

Leucovorin dapat juga diberikan dengan 5-FU untuk meningkatkan efek antitumor.6
21

2.11 Prognosis

Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah sebagai berikut :

- Stadium I – 72%

- Stadium II – 54%

- Stadium III – 39 %

- Stadium IV – 7%

50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa kekambuhan

lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi. Penyakit

kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahun pertama setelah operasi. Faktor-

faktor yang terbentuknya rekuren termasuk stadium tumor dan lokasi.

Rekurensi lokal setelah operasi reseksi dilaporkan mencapai 3-32% penderita.

Beberapa faktor seperti lrtak tumor , penetrasi dinding usus, keterlibatan kelenjar

limfa, perforasi rektum pada saat diseksi dan diferensiasi tumor diduga sebagai faktor

yang mempengaruhi rekurensi lokal.1

BAB 3

KESIMPULAN
22

Karsinoma Rektal berasal dari epitel hanpir sama dengan neoplasma kolon, jenis

terbanyak adalah adenokarsinoma. Umumnya didahului oleh kondisi pramaligna seperti

adenomatous.

Karsinoma kolorektal masih merupakan penyebab kematian kedua untuk kanker terutama

di Amerika Serikat. Skreening awal untuk mengarahkan diagnosa rektal penting dilakukan untuk

meningkatkan survivalnya. Skreening awal yang dapat dilakukan adalah yaitu : pemeriksaan

darah samar di feses, sigmoidoskopi, kombinasi darah samar feses dan sigmoidoskop.

Penyebab pasti karsinoma rektal belum diketahui, diduga dipengaruhi beberapa faktor

genetik dan faktir lingkungan.

Operasi merupakan terapi utama untuk kuratif, namun apabila sudah ditemukan

penyebaran tumor maka pengobatan hanya bersifat operasi paliatif untuk mencegah obstruksi,

perforasi dan perdarahan

DAFTAR PUSTAKA

1. Hassan, Isaac 2016, Rectal Carcinoma, www.emedicine.com

2. Cirincione, Elizabeth 2015. Rectal Cancer,www.emedicine.com


23

3. American Cancer Society, 2006, Cancer Facts and Figures 2006, American Society Inc.

Atlanta

4. Azamris, Nawawir Bustani, Misbach Jalins.2017, Karsinora Recti di RSUP dr. Jamil Padang,

Cermin Kedokteran no. 120

5. Marijata,, 2016, Pengantar Dasar Bedah Klinis, Unit Pelayanan Kampus, FK UGM

6. De Jong Wim, Samsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah . Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran

EGC. Jakarta

7. Mansjoer Arif et all. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Penerbit Buku Media Aesculapius.

Jakarta

Anda mungkin juga menyukai