Anda di halaman 1dari 61

0

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP


KEPATUHAN DIET PASIEN DIABETES MELLITUS
TIPE 2 DI POLIKLINIK POLRES
ACEH TAMIANG

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh:
EVRIDA
2214201218B

PROGRAM STUDI NERS-S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FLORA
MEDAN
2024

1
LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL PENELITIAN

Judul : Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Kepatuhan


Diet Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Poliklinik
Polres Aceh Tamiang
Nama Mahasiswa : Evrida

Nomor Induk Mahasiswa : 2214201218B

Jurusan : Ners (S.Kep)

Proposal Penelitian ini telah diperiksa dan dapat diajukan untuk proses
selanjutnya

Medan, Desember 2023


Pembimbing

Mardhiah, S.Kep., Ns., M.Kep

ii
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT, karena

berkat rahmat dan hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan Proposal Penelitian

ini dengan berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Kepatuhan

Diet Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Poliklinik Polres Aceh Tamiang”.

Adapun tujuan penulisan Proposal Penelitian ini adalah sebagai salah satu

syarat untuk menyelesaikan Program Studi Ners-S1 Keperawatan di STIKes

Flora. Pembuatan Proposal Penelitian ini didasarkan pada petunjuk yang telah

ditetapkan namun demikian peneliti menyadari bahwa pembuatan Proposal

Penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan baik isi maupun susunan bahasa, oleh

sebab itu peneliti mengharapkan masukan dan saran yang sifatnya membangun

dari pembaca demi penyempurnaan Proposal Penelitian ini.

Pada kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Fitria Aldy, M.Ked (oph), Sp.M selaku Ketua STIKes Flora.

2. Ibu Suherni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKes

Flora.

3. Mardhiah, S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing Proposal Penelitian dengan

kesabaran dan ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk bimbingan serta

telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian Proposal Penelitian

ini.

iii
4. Seluruh staff pengajar di Program Studi Ners-S1 Keperawatan STIKes Flora

yang telah mendidik, membekali peneliti dengan ilmu pengetahuan selama

dalam masa pendidikan.

5. Kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah mengasuh dan membesarkan

peneliti dengan penuh kasih sayang. Dan doa yang tiada hentinya serta

membantu baik moril maupun materil demi tercapainya cita-cita peneliti.

6. Untuk sahabat-sahabat dan teman-teman seangkatan serta adik-adik di

Program Studi Ners-S1 Keperawatan STIKes Flora.

Akhirnya peneliti serahkan kepada Allah SWT semoga ilmu yang peneliti

selama menjalani Pendidikan di Program Studi Ners-S1 Keperawatan STIKes

Flora dapat berguna bagi semua hanya kepada Allah SWT peneliti memohon

pertolongan. Amin Ya Rabbal 'Alamin.

Medan, Desember 2023

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................ 6
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................. 6
1.4. Hipotesis Penelitian .............................................................. 7
1.5. Manfaat Penelitian ............................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 9


2.1. Konsep Diabetes Mellitus ..................................................... 9
2.2. Konsep Kepatuhan................................................................ 21
2.3. Konsep Pendidikan Kesehatan .............................................. 28
2.4. Hasil Penelitian yang Relevan............................................... 32
2.5. Kerangka Teori ..................................................................... 34
2.6. Kerangka Konsep ................................................................. 35

BAB III METODELOGI PENELITIAN ................................................ 36


3.1. Desain Penelitian ................................................................. 36
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 36
3.3. Populasi dan Sampel ............................................................. 37
3.4. Metode Pengumpulan Data .................................................. 38
3.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ........................ 39
3.6. Metode Pengukuran ............................................................. 40
3.7. Uji Validitas dan Reliabilitas ................................................ 41
3.8. Pengolahan Data dan Analisa Data ....................................... 42
3.9. Etika Penelitian .................................................................... 44

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1 Pemeriksaan Diagnostik .......................................................................... 20

2.2 Pola Diet Pasien Diabetes Mellitus .......................................................... 27

3.1 Defenisi Opersional ................................................................................. 39

vi
DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1 Patofisiologi Diabetes Mellitus ................................................................ 15


2.2 Kerangka Teori ....................................................................................... 34
2.3 Kerangka Konsep .................................................................................... 35

3.1 One Group Pretest-Postest Design .......................................................... 36

vii
DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1 Surat Permohonan Menjadi Responden ............................................ 48


2 Informed Consent ............................................................................. 49
3 Kuesioner ......................................................................................... 50
4 Tabel Skor ....................................................................................... 53

viii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sustainable Development Goals (SDGs) menargetkan sistem kesehatan

nasional pada Goals ketiga yang mempunyai tujuan menjamin kehidupan yang

sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua orang disegala usia di tahun 2030,

SDGs mengupayakan mengurangi kematian akibat penyakit tidak menular salah

satunya diabetes mellitus (Kemenkes RI, 2016). Penyakit ini ditandai dengan

keadaaan hiperglikemia dimana keadaan absolute insulin yang bersifat kronik

yang dapat mempengaruhi metabolisme karbohidrat. Protein dan lemak yang

disebabkan oleh sebuah ketidak seimbangan atau ketidak adanya persediaan

insulin atau tak sempurnanya respon seluler terhadap insulin ditandai dengan tidak

teraturnya metabolisme (Khoir dan Clara, 2019).

Menurut International Diabetes Federation (IDF) tahun 2022 melaporkan

463 juta orang dewasa di dunia menyandang diabetes dengan prevalensi global

mencapai 9,3 persen. Jumlah diabetes ini diperkirakan meningkat 45 persen atau

setara dengan 629 juta pasien per tahun 2045. Bahkan, sebanyak 75 persen pasien

diabetes pada tahun 2020 berusia 20-64 tahun. Hal ini berdasarkan data dari IDF

pada tahun 2021, jumlah penderita diabetes tipe-2 terus meningkat di berbagai

negara di dunia, termasuk Indonesia. Jumlah serangan diabetes di Indonesia

mencapai 18 juta pada tahun 2020 (WHO Global Report, 2022).

Prevalensi pasien pengidap diabetes melitus tipe 2 di Indonesia mencapai

6,2 persen, yang artinya ada lebih dari 10,8 juta orang menderita diabetes per

1
2

tahun 2022. Angka ini diperkirakan meningkat menjadi 16,7 juta pasien per tahun

2045. Dengan data tahun 2020, 1 dari 25 penduduk Indonesia atau 10 persen dari

penduduk Indonesia mengalami diabetes. Sedangkan provinsi dengan prevalensi

DM tertinggi yaitu DKI Jakarta dan provinsi terendah kasus diabetes melitus

berada di provinsi NTT (Saputri, 2020). Sedangkan provinsi Aceh dengan

kejadian diabetes melitus tipe 2 pada tahun 2021 mencapai 1,8% dan pada tahun

2022 mencapai 2,4% (Profil Kesehatan Aceh, 2022).

Kasus diabetes melitus tipe II sebagai kasus yang paling banyak dijumpai

mempunyai latar belakang berupa genetik, resistensi insulin, dan insufisiensi sel

beta pankreas dalam memproduksi insulin. Salah satu faktor penyebab tingginya

prevalensi diabetes melitus tipe II adalah pola makan yang tidak sehat meliputi

diet tinggi karbohidrat dan lemak, kebiasaan mengkonsumsi makanan siap saji

dengan kandungan natrium tinggi, dan konsumsi makanan rendah serat. Diabetes

melitus timbul karena faktor keturunan dan perilaku. Dapat dikatakan bahwa

faktor keturunan itu berjalan lambat sedangkan penderita diabetes melitus saat ini

merupakan cerminan perubahan gaya hidup (Nurarif dan Kusuma, 2016).

Banyak dampak yang ditimbulkan oleh penyakit diabetes melitus karena

penyakit tersebut dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai

macam keluhan dan komplikasi seperti neuropati diaberik, ulkus diabetikum,

penyakit jantung dan ginjal dan retinopati sehingga penderita akan mengalami

perubahan pada sosial ekonomi dan penurunan kualitas hidup sehingga penderita

diabetes melitus rentan mengalami stress. Faktor pencetus dari diabetes melitus

yakni berupa obesitas, mengosumsi makanan instan,terlalu banyak makan


3

karbohidrat, merokok dan stres, kerusakan pada sel prankreas dan kelainan

hormonal (Daliana, 2019).

Empat pilar utama pengelolaan diabetes mellitus tipe II adalah

perencanaan makan, latihan jasmani, obat berkhasiat hipoglikemik, dan

penyuluhan. Perencanaan makan merupakan komponen utama keberhasilan

penatalaksanaan diabetes melitus tipe II. Perencanaan makan bertujuan membantu

penderita diabetes melitus tipe II memperbaiki kebiasaan makan sehingga dapat

mengendalikan kadar glukosa, lemak, dan tekanan darah. Keberhasilan

perencanaan makan bergantung pada perilaku penderita diabetes melitus tipe II

dalam menjalani anjuran makan yang diberikan (Tera, 2020).

Kepatuhan penderita dalam mentaati diet diabetes mellitus sangat berperan

penting untuk menstabilkan kadar glukosa pada penderita diabetes mellitus,

sedangkan kepatuhan itu sendiri merupakan suatu hal yang penting untuk dapat

mengembangkan rutinitas (kebiasaan) yang dapat membantu penderita dalam

mengikuti jadwal diet yang kadang kala sulit untuk dilakukan oleh penderita.

Kepatuhan dapat sangat sulit dan membutuhkan dukungan agar menjadi biasa

dengan perubahan yang dilakukan dengan car amengatur untuk meluangkan

waktu dan kesempatan yang dibutuhkan untuk menyesuaikan diri. Kepatuhan

terjadi bila aturan menggunakan obat yang diresepkan serta pemberiannya diikuti

dengan benar (Phitri, 2019).

Adapun tujuan diet diabetes mellitus adalah membantu pasien

memperbaiki kebiasaan makan dan olahraga untuk mendapatkan kontrol

metabolik yang lebih baik dengan cara mempertahankan kadar glukosa darah
4

supaya mendekati normal dengan menyeimbangkan asupan makanan dengan

insulin (endogenous atau exogenous), dengan obat penurun glukosa oral dan

aktivitas fisik, mencapai dan mempertahankan kadar lipida serum normal,

memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai berat badan normal,

menghindari atau menangani komplikasi akut pasien yang menggunakan insulin

seperti hipoglikemia, komplikasi jangka pendek, dan jangka lama serta masalah

yang berhubungan dengan latihan jasmani dan meningkatkan derajat kesehatan

secara keseluruhan melalui gizi yang optimal (Almatsier, 2019).

Kendala utama pada penanganan diet diabetes mellitus adalah kejenuhan

pasien dalam mengikuti terapi diet yang sangat diperlukan untuk mencapai

keberhasilan. Pelaksanaan diet diabetes mellitus sangat dipengaruhi oleh adanya

dukungan dari keluarga. Dukungan dapat digambarkan sebagai perasaan memiliki

atau keyakinan bahwa seseorang merupakan peserta aktif dalam kegiatan sehari-

hari. Perasaan saling terikat dengan orang lain di lingkungan menimbulkan

kekuatan dan membantu menurunkan perasaan terisolasi (Susanti, 2021).

Ketidakpatuhan pasien dalam melaksanakan diet diabetes mellitus

dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimiliki pasien, oleh karena itu pendidikan

kesehatan bagi pasien sangat diperlukan. Pendidikan kesehatan adalah proses

perubahan perilaku yang dinamis, dmana perubahan perilaku tersebut bukan

sekedar proses transfer materi atau teori dari seseorang ke orang lain dan bukan

pula seperangkat prosedur, akan tetapi perubahan kesadaran dari dalam diri

individu, kelompok, atau masyarakat sendiri. Pendidikan kesehatan merupakan

salah satu komponen utama dalam pengelolaan diabetes mellitus. Penderita


5

diabetes mellitus perlu mengetahui dengan benar mengenai penatalaksanaan diet

yang harus dijalankan (Harwadi, 2018).

Penelitian terkait yang dilakukan oleh Silfiana dan Purnamasari (2021)

mengenai pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet diabetes

mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Wara Barat Kota Palopo. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat peningkatan nilai rata – rata (mean) kepatuhan diet

setelah diberikan pendidikan kesehatan yaitu dari 56,45 menjadi 69,25.

Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji paired sample t test didapatkan nilai p

yaitu 0.000 < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima yang artinya

ada pengaruh antara pendidikan kesehatan dengan kepatuhan diet.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Yurlina dkk (2023) mengenai

pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet pada pasien diabetes

mellitus tipe 2 di Rawat Jalan RSUD Palmatak. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa kepatuhan diet pada pasien diabetes mellitus tipe 2 sebelum diberikan

pendidikan kesehatan sebagian besar tidak patuh yaitu sebanyak 68% dan sesudah

diberikan pendidikan kesehatan sebagian besar patuh yaitu sebanyak 64%.

Berdasarkan uji statistik ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan

diet pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan p value 0,003.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh

Tamiang penderita diabetes mellitus sebanyak 5.351 orang, dari jumlah tersebut

ditemukan sebanyak 709 orang penderita diabetes mellitus tipe I dan sebanyak

4.642 penderita diabetes mellitus tipe II (Dinkes Aceh Tamiang, 2022). Hasil

survey awal yang penulis lakukan dengan melakukan wawancara kepada 10 orang
6

pasien diabetes mellitus tipe- 2ditemukan sebanyak 3 atau 30% pasien yang patuh

menjalankan diet selebihnya 7 atau 70% pasien tidak patuh menjalankan diet.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis ingin melakukan penelitian

tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet pasien diabetes

mellitus tipe 2 di Poliklinik Polres Aceh Tamiang.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis merumuskan permasalahan

penelitian yaitu “Adakah Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Kepatuhan

Diet Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Poliklinik Polres Aceh Tamiang?”.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan

terhadap kepatuhan diet pasien diabetes mellitus tipe 2 di Poliklinik Polres Aceh

Tamiang.

1.3.2. Tujuan Khusus

Beberapa tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui kepatuhan diet sebelum diberikan pendidikan kesehatan

pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Poliklinik Polres Aceh Tamiang.

b. Untuk mengetahui kepatuhan diet sesudah diberikan pendidikan kesehatan

pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Poliklinik Polres Aceh Tamiang.

c. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet

pasien diabetes mellitus tipe 2 di Poliklinik Polres Aceh Tamiang.


7

1.4. Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ha : Ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet

pasien diabetes mellitus tipe 2 di Poliklinik Polres Aceh Tamiang.

Ho : Tidak ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet

pasien diabetes mellitus tipe 2 di Poliklinik Polres Aceh Tamiang.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Pendidikan Keperawatan

Sebagai bahan kajian program studi ilmu keperawatan khususnya

berkaitan dengan kepatuhan diet diabetes mellitus tipe II.

1.5.2. Bagi Praktik Keperawatan

Sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan kualitas pelayanan

keperawatan dengan memberikan proses keperawatan pada pasien diabetes

mellitus tipe II dengan menerapkan pendidikan kesehatan kepada pasien.

1.5.3. Bagi Penelitian Keperawatan

Sebagai bahan perbandingan untuk penelitian lain yang tertarik dalam

bidang keperawatan medical bedah khususnya diet pada penderita diabetes

mellitus tipe II.

1.5.4. Bagi Puskesmas

Sebagai bahan pertimbangan untuk memberikan pendidikan kesehatan

yang diberikan secara berkelanjutan dalam meningkatkan kepatuhan terhadap diet

pada pasien Diabetes Melitus.


8

1.5.5. Bagi Masyarakat

Sebagai bahan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang

pelaksanaan diet diabetes mellitus meliputi tujuan, manfaat, kepatuhan dan cara

menjalankan diet.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Melitus

2.1.1. Pengertian

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kinerja

insulin atau kedua (ADA, 2010). Berdasarkan Perkeni tahun 2011 diabetes

mellitus adalah penyakit gangguan metabolisme yang bersifat kronis dengan

karakteristik hiperglikemia. Berbagai komplikasi dapat timbul akibat kadar gula

darah yang tidak terkontrol, misalnya neuropati, hipertensi, jantung koroner,

retinopati, nefropati, dan gangren.

Diabetes melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang

ditandai peningkatan glukosa darah, disebabkan karena ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan untuk memfasilitasi masuknya glukosa dalam sel agar dapat

di gunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan sel. Berkurang atau tidak adanya

insulin menjadikan glukosa tertahan didalam darah dan menimbulkan peningkatan

gula darah, sementara sel menjadi kekurangan glukosa yang sangat di butuhkan

dalam kelangsungan dan fungsi sel (Meivi dan Derek, 2019).

Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

ditandai oleh kenaikan kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.

Diabates Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul ada seseorang yang

disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat

kekurangan insulin baik absolut maupun relatif dan termasuk dalam penyakit

9
10

patologik Gejala yang dikeluhkan yaitu polidipsia, poliuria, poligafia, penurunan

berat badan dan kesemutan (Hasdianah dan Suprapto, 2018).

2.1.2. Jenis-Jenis Diabetes Mellitus

Menurut Pudiastuti (2019), jenis-jenis diabetes mellitus terdapat empat

tipe yaitu sebagai berikut:

a. Diabetes Tipe 1

Diabetes tipe I merupakan 5-10 persen dari semua kasus diabetes,

biasanya ditemukan pada anak atau orang dewasa muda. Pada diabetes

jenis ini, pankreas mengalami kerusakan dan tidak ada pembentukan

insulin sehingga penderita memerlukan suntikan insulin setiap hari.

Gangguan produksi insulin pada tipe I umumnya terjadi kerusakan karena

kekurangan sel-sel beta pulau lengerhans yang disebabkan oleh reaksi

autoimun. Namun ada pula yang disebabkan oleh beberapa virus

diantranya adalah virus cocksakie, rubella, CMVirus, Herpes dan lain-lain.

Selain defisiensi insulin, fungsi sel-sel alpha kelenjar pancreas pada

penderita tipe-I juga menjadi tidak normal. Pada penderita tipe I

ditemukan sekresi glukogen yang berlebihan oleh sel-sel alpha pulau

langerhans. Secara normal, hiperglikemia akan menurunkan sekresi

glucagon, namun pada penderita tipe I hal ini tidak terjadi, sekresi

glucagon tetap tinggi walaupun dalam keadaan hiperglikemia. Hal ini

memperparah kondisi hiperglikemia.

Salah satu masalah jangka panjang pada penderita tipe I adalah

rusaknya kemampuan tubuh untuk mengsekresi glucagon sebagai respon


11

terhadap hiperglikemia. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya

hipoglikemia yang berakibat fatal pada penderita tipe I yang sedang

mendapatkan terapi insulin.

b. Diabetes Tipe II

Diabetes mellitus tipe II merupakan tipe diabetes yang lebih umum

dengan jumlah penderita yang lebih banyak dibading tipe I. penderita tipe

II mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes. Tipe ini

biasanya ditemukan pada orang-orang yang berusia diatas 40 tahun,

dengan berat badan berlebihan. Obesitas memang bisa menyebabkan tidak

bekerjanya insulin secara baik sehingga pemecah gula terganggu dan

menyebabkan peningkatan kadar gula darah.

Etiologi tipe II terdiri dari berbagai faktor, faktor genetik dan

pengaruh lingkungan sangat besar dalam menyebabkan terjadinya diabetes

tipe II, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang

gerak badan. Berbeda dengan diabetes tipe 1, pada penderita tipe II,

terutama yang berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah

insulin yang cukup di dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga

tinggi. Jadi, awal patofisiologis tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya

sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu

merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai

‘’resistensi insulin’’. Resistensi insulin banyak terjadi di Negara-negara

maju seperti amerika serikat, antara lain sebagai akibat obesitas, gaya

hidup kurang gerak (sedentary) dan penuaan.


12

Selain resistensi insulin, pada penderita tipe II juga bisa muncul

gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatic yang berlebihan.

Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel beta Langerhans secara

autoimun sebagaimana yang terjadi pada tipe 1. Dengan demikian

defisiensi fungsi insulin pada penderita tipe II hanya bersifat relative dan

tidak absolute. Oleh karena itulah penanganannya secara umum tidak

memerlukan terapi pemberian insulin.

c. Diabetes Mellitus Malnutrisi

Kasus-kasus diabetes mellitus malnutrisi banyak ditemukan di

berbagai negara tropik oleh karena itu ciri-ciri khusus dari kasus-kasus ini,

dimasukkan kedalam klasifikasi diabetes mellitus dan disusun klasifikasi

baru. Tanda-tanda penderita DM malnutrisi yaitiu DM usia muda,

biasanya dijumpai pada umur 15-40 tahun, adanya riwayat kurang protein

dan kalori, insulin resisten dan ketosis resisten.

d. Diabetes Mellitus Gestasional

Gestational Diabetes Mellitus ialah gangguan toleransi glukosa

dalam berbagai tingkat yang terjadi atau pertama kali dideteksi pada

kehamilan tanpa membedakan apakah penderita perlu mendapat insulin

atau tidak. Diagnosis diabetes sering dibuat untuk pertama kali dalam

kehamilan karena penderita untuk pertama kali datang kepada dokter atau

diabetesnya menjadi lebih jelas oleh kehamilan. Diabetes menunjukkan

kecenderungan menjadi lebih berat dalam kehamilan dan keperluan akan

insulin meningkat.
13

2.1.3. Etiologi

Menurut Agusalim dan Rumaseb, (2020) etiologi pada diabetes melitus

terdiri dari jenis diabetes melitus adalah :

a. Diabetes melitus I

Ditandai dengan adanya kerusakan sel beta pangkreas, yang mungkin

disebabkan oleh kombinasi dari faktor ginetik, imunologi dan lingkungan.

1) Faktor genetik

Penderita diabetes melitus tidak mewarisi diabetes melitus tipe I itu

sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik

ke arah terjadinya diabetes tipe I.

2) Faktor imunologi

Terdapat respon autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal

dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara

bereaksi terhadap jaringan tersebut seolah-olah sebagai jaringan asing.

3) Faktor-faktor lingkungan

Penelitian sedang dilakukan terhadap kemungkinan destruksi sel beta.

Sebagai contoh virus atau toksin tertentu dapat memicu proses

otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.

b. Diabetes melitus II

Penyebab resistensi insulin dan ganggua sekresi insuin pada

diabetes tipe ini sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor yang banyak

berperan antara lain :


14

1) Kelainan genetik

Diabetes jenis ini dapat menurun menurut silsilah keluarga yang

mengidap diabetes. Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes akan

ikut ininformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan

produksi insulin.

2) Usia

Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara

dramatis dan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang

akan berisko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk

memproduksi insulin dan resistensi insulin cenderung meningkat pada

usia diatas 65 tahun.

3) Gaya hidup stres

Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang

cepat saji yang kaya pengawet, lemak dan gula. Makanan ini

berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stres juga akan

meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan

sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban

yang tinggi membuat pankreas mudah rusak higga berdampak pada

penurunan insulin.

4) Pola makan yang salah

Kurang gizi atau kelebihan berat badan dapat meningkatkan risiko

terkena diabetes. Malnutrisi dapat merusak pankreas sedangkan

obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resitensi insulin. Pola


15

makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat juga akan berperan

pada ketidakseimbangan kerja pankreas.

5) Obesitas

Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertrofi

yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin.

Hipertrofi pankreas pada penderita obesitas disebabkan karena

peningkatan beban metabolisme glukosa untuk mencukupi energi sel

yang terlalu banyak.

2.1.4. Patofisiologi

Menurut Nurarif dan Kusuma (2016) patofisiologi diabetes melitus seperti

pada gambar 2.1 dibawah ini:

Ketidakseimbagan Gula dalam


Faktor genetik Kerusakan sel darah
Infeksi virus beta produksi insulin
Pengrusakan s
Imunologik
Glukosuria Batas melebihi Abnabolime
Hiperglikemia
ambang ginjal potein
menurun

Dieresis Vikositas darah Syok Hiperglikemia kerusakan


osmotik meningkat antibodi

Koma diabetik
Poliuri- Retensi Aliran darah lambat kekebalan
urine
tubuh
Resiko Infeksi
Iskemik jaringan menurun
Kehilangan
elektrolit dalam Klien tidak
sel ketidakefektifan Nekrosis luka merasa
perfusi jaringan sakit
Dehidrasi perifer

Gambar 2.1 Patofisiologi Diabetes Melitus


Skema 2.1 Patofisiologi Diabetes Mellitus
Sumber : Nurarif dan Kusuma (2016)
16

a. Gambaran Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe I

Patofisiologi diabetes mellitus tipe 1 berupa penurunan sekresi

insulin akibat autoantibodi yang merusak sel-sel pulau Langerhans pada

pankreas. Kerusakan sel pulau Langerhans pankreas pada diabetes mellitus

tipe 1 terjadi akibat terbentuknya autoantibody (Pudiastuti, 2019).

b. Gambaran Patofisiologi Diabetes Melitus II

Diabetes melitus tipe-II bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi

insulin, namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu

merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai

“resistensi insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi akibat dari obesitas

dan kurang nya aktivitas fisik serta penuaan. Pada penderita diabetes

melitus tipe-II dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan

namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel B langerhans secara autoimun

seperti diabetes melitus tipe-II. Defisiensi fungsi insulin pada penderita

diabetes melitus tipe-II hanya bersifat relatif (Nurarif dan Kusuma, 2016).

Awal perkembangan diabetes melitus tipe-II, sel B menunjukan

gangguan pada sekresi insulin fase pertama,artinya sekresi insulin gagal

mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik,

pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas.

Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif seringkali akan

menyebabkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan

insulin eksogen (Nurarif dan Kusuma, 2016).


17

2.1.5. Gejala Diabetes Melitus

Gejala awal berhubungan dengan efek langsung dari kadar glukosa darah

yang tinggi. Jika kadar glukosa darah sampai diatas 160-180 mg/dl, maka glukosa

akan dikeluarkan melalui kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan

membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang

hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan,

maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).

Akibatnya, penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak

minum (polidipsi). Menurut Syahbudin, (2017) gejala diabetes Mellitus adalah

adanya rasa haus yang berlebihan, sering kencing terutama pada malam hari, berat

badan turun dengan cepat, penderita lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki,

penglihatan kabur, gairah seks menurun, dan luka sulit untuk sembuh.

2.1.6. Komplikasi Diabetes Melitus

Menurut Khoir dan Clara (2019) diabetes melitus jika tidak ditangani akan

menyebabkan beberpa komplikasi akut dan kronik. Komplikasi akut yang terjadi

pada pasien dengan diabetes melitus adalah ketoasidosis diabetik, hipoglikemia,

dan hiperglikemia. Sedangkan komplikasi kronis yang terjadi seperti hipertensi,

penyakit arteri coroner, stroke, nefropati diabetik dan retinopati diabetik.

2.1.7. Penatalaksanaan Keperawatan dan Medis

Menurut Wijaya dan Putri (2018), penatalaksanaan medis pasien diabetes

melitus adalah dengan memberikan terapi obat dan insulin, seperti yang dijelaskan

dibawah ini :
18

a. Obat Hipoglikemik Oral

1) Sulfonilurea adalah obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :

menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan, menurunkan

ambang sekresi insulin dan meningkatkan sekresi insulin sebagai

akibat rangsangan glukosa.

2) Biguanid : menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah

normal.

3) Inhibitor α glukoside : menghambat kerja enzim α glukoside didalam

saluran cerna; sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan

menurunkan hiperglikemia pasca prandial.

4) Insulin sensiting agent : Thoazahdine diones meningkatkan sensitivitas

insulin, sehingga bisa mengatasi masalah resistensi insulin tanpa

menyebabkan hipoglikemia.

b. Insulin

Insulin diberikan dengan indikasi diabetes melitus dengan berat

badan menurun dengan cepat, ketoasidosis asidosis laktat dengan koma

hiperosmolar. Insulin oral/suntikan dimulai dari dosis rendah, lalu

dinaikkan perlahan, sedikit demi sedikit sesuai dengan hasil pemeriksaan

gula darah pasien. Penyuntikan insulin dapat mempengaruhi kulit dan

jaringan dibawahnya pada tempat suntikan. Kadang terjadi reaksi alergi

yang menyebabkan nyeri dan rasa terbakar, diikuti kemerahan, gatal dan

pembengkakan disekitar tempat penyuntikan selama beberapa jam. Insulin


19

terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan

lama kerja yang berbeda :

1) Insulin kerja cepat

Insulin bekerja cepat yaitu insulin reguler, yang mulai menurunkan

kadar gula dalam waktu 20 menit. Insulin kerja cepat seringkali

digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali suntikan setiap

harinya dan disuntikkan 15-20 menit sebelum makan.

2) Insulin kerja sedang

Insulin yang bekerja sedang yaitu insulin suspense seng atau suspense

insulin isofan. Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak

maksimum dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam.

Insulin ini dapat disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi

kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk

memenuhi kebutuhan sepanjang malam.

3) Insulin kerja cepat

Insulin yang bekerja lambat yaitu insulin suspensi seng yang telah

dikembangkan. Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama

28-36 jam.

2.1.8. Prosedur Diagnostik

Menurut Pudiastuti (2019), diabetes mellitus dapat didiagnosa apabila :

a. Terdapat gejala diabetes mellitus + salah satu dari gula darah

(puasa>140mg/dl, 2 jam PP >200mg/dl, random >200mg/dl.


20

b. Tidak terdapat gejala diabetes mellitus tetapi terdapat 2 hasil dari gula

darah (puasa >140mg/dl, 2 jam PP>200mg/dl, random >200mg/dl.

Menurut Wijaya & Putri (2018), pemeriksaan penyaring dapat dilakukan

dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian

diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral Standar. Untuk kelompok risiko tinggi

Diabetes Mellitus, seperti usia dewasa tua.

Tabel 2.1 Pemeriksaan Diagnostik


2 jam PP (post
Sewaktu Puasa/Nuchter
Kadar Glukosa porandial)
>200 mg/dl >140 mg/dl >200 mg/dl
Aseton Plasma (+) dan mencolok
Asam lemak Peningkatan lipid dan kolestrol
Osmolaritas Serum >330 osm/l
Urinalis Proteinuria, ketonuria dan glukosuria
Sumber : Wijaya dan Putri, (2018)

Tes Hemoglobin A1c (hba1c) dapat dilakukan agar bisa mengetahui

banyaknya kadar gula yang ada di dalam sel darah merah dan melekat pada

hemoglobin. dengan menjalani tes gula darah jenis ini maka dokter bisa

mendiagnosis diabetes yang mungkin dialami. Hal ini pun berguna untuk

menunjukkan bagaimana penderita diabetes seharusnya mengontrol pola makan

yang tepat pemeriksaan. Pemeriksaan lain nya adalah aseton plasma, aseton ialah

cairan yang kerap digunakan sebagai pelarut. Pada tubuh manusia, aseton ini

merupakan salah satu pembuat keton yang membentuk hasil dari pemecahan pada

lemak, sehingga pada pemerikaan didapatkan hasil mencolok positif dan negatif

sehingga apabila hasil positif menandakan bahwa bahwa gula darah tinggi.

Pemeriksaan HbA1C dapat juga dijadikan sebagai salah satu kriteria

diagnosis Diabetes Mellitus. Pemeriksaan ini sangat penting untuk mengevaluasi


21

pengendalian gula darah. Ketika kadar gula darah tidak terkontrol (kadar gula

darah tinggi) maka kadar gula darah akan berikatan dengan hemoglobin. Oleh

karena itu, rata-rata kadar gula darah dapat ditentukan dengan cara mengukur

kadar HbA1C. Kadar HbA1C didalam darah menggambarkan kadar gula darah

rata-rata selama 3 bulan. Pemeriksaan HbA1C dianjurkan untuk dilakukan secara

rutin pada pasien Diabetes Mellitus (Soelistijo dkk, 2019).

2.2. Konsep Kepatuhan

2.2.1. Pengertian

Kepatuhan berasal dari kata dasar “patuh” yang berarti disiplin dan taat.

Kepatuhan adalah suatu tingkat dimana perilaku individu (misalnya dalam kaitan

dengan mengikuti pengobatan, mengikuti instruksi diet, atau membuat perubahan

gaya hidup) sesuai atau tepat dengan anjuran dokter. Kepatuhan juga di

definisikan sebagai tingkatan dimana individu mengikuti instruksi yang diberikan

untuk mendukung pengobatan terhadap penyakitnya. Kepatuhan merupakan sikap

atau ketaatan individu mematuhi anjuran petugas kesehatan untuk melakukan

tindakan medis (Niven, 2019).

Kepatuhan adalah suatu bentuk perilaku yang timbul akibat adanya

interaksi antara petugas kesehatan dan pasien sehingga pasien mengerti rencana

dengan segala konsekuensinya dan menyetujui rencana tersebut serta

melaksanakannya. Kepatuhan adalah perilaku individu (misalnya: minum

obat,pembatasan cairan, mematuhi diet, atau melakukan perubahan gaya hidup)

sesuai dengan anjuran terapi dan kesehatan. Tingkat kepatuhan dimulai dari tindak

mengindahkan setiap aspek anjuran hingga mematuhi rencana (Kozier, 2018).


22

Kepatuhan adalah suatu bentuk perilaku kesehatan, dimana sesepasien

berusaha untuk tetap sehat agar tidak sakit dan sembuh selama sakit. Tingkat

kepatuhan dapat dimulai dari kepatuhan terhadap semua rencana perawatan.

Untuk meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan, petugas kesehatan harus

memastikan bahwa klien mampu melakukan terapi yang diprogramkan,

memahami instrusi penting, menjadi partisipan yang mau berusaha mencapai

tujuan terapi dan menghargai konsekuensi dari perubahan perilaku yang

direncanakan (Putri, 2022).

2.2.2. Aspek-Aspek Kepatuhan

Menurut Sarbani dalam Ahmadi (2018), persoalan kepatuhan dalam

realitasnya ditentukan oleh tiga aspek, yaitu:

a. Pemegang Otoritas, status yang tinggi dari figur yang memiliki otoritas

memberikan pengaruh penting terhadap perilaku kepatuhan pada

masyarakat.

b. Kondisi yang terjadi, terbatasnya peluang untuk tidak patuh dan

meningkatnya situasi yang menuntut kepatuhan.

c. Pasien yang mematuhi, kesadaran masyarakat untuk mematuhi peraturan

karena ia mengetahui bahwa hal itu benar dan penting untuk dilakukan

2.2.3. Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Respon ataupun reaksi terhadap kepatuhan bergantung terhadap beberapa

faktor. Menurut Notoatmodjo (2018), perilaku sesepasien dipengaruhi oleh tiga

faktor, yakni:
23

a. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

Faktor predisposisi adalah faktor anteseden yang mendasari atau

motivasi suatu perilaku. Faktor predisposisi juga diartikan sebagai

prevelensi pribadi yang dibawa individu atau kelompok kedalam proses

belajar. Prevalensi ini dapat mendorong atau menghambat perilaku sehat.

Faktor predisposisi meliputi sikap, keyakinan, nilai-nilai, status sosial

ekonomi, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan

dan persepsi yang berhubungan dengan motivasi individu/kelompok untuk

melakukan suatu tindakan.

b. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

Faktor pemungkin adalah faktor antedesenden dari perilaku yang

memungkinkan tercapainya aspirasi. Termasuk didalamnya adalah

kemampuan dan sumber daya yang diperlukan untuk melakukan suatu

perilaku. Faktor-faktor pemungkin ini meliputi pelayanan kesehatan

meliputi biaya, jarak, ketersediaan transportasi, jam layanan dan

keterampilan petugas.

c. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)

Faktor penguat muncul setelah perilaku dalam memberikan

ganjaran/hukuman atas perilaku dan berperan dalam menetapkan atau

menghilangkan perilaku tersebut. Faktor penguat berasal dari keluarga,

teman, atau tenaga kesehatan. Faktor penguat bisa positif maupun negatif,

tergantung pada sikap dan perilaku pasien lain yang berkaitan.


24

2.2.4. Dimensi Kepatuhan

Sesepasien dapat dikatakan patuh kepada perintah pasien lain atau

ketentuan yang berlaku, apabila sesepasien tersebut memiliki tiga dimensi

kepatuhan yang terkait dengan sikap dan tingkah laku patuh. Berikut adalah

dimensi-dimensi kepatuhan menurut Blass dalam Malikah (2017), meliputi:

a. Mempercayai (Belief)

Kepercayaan terhadap tujuan dari kaidah bersangkutan yang meliputi

percaya pada prinsip peraturan, terlepas dari perasaan atau nilai-nilainya

terhadap pemegang kekuasaan maupun pengawasannya.

b. Menerima (Accept)

Menerima dengan sepenuh hati perintah atau permintaan yang diajukan

oleh pasien lain dengan adanya sikap terbuka dan rasa nyaman terhadap

ketentuan yang berlaku.

c. Melakukan (Act)

Jika mempercayai dan menerima adalah merupakan sikap yang ada dalam

kepatuhan, melakukan adalah suatu bentuk tingkah laku atau tindakan dari

kepatuhan tersebut. Dengan melakukan sesuatu yang diperintahkan atau

menjalankan suatu aturan dengan baik secara sadar dan peduli pada

adanya pelanggaran, maka individu tersebut bisa dikatakan telah

memenuhi salah satu dimensi kepatuhan.

2.2.5. Cara Mengukur Kepatuhan

Menurut Widyanti (2018) terdapat lima cara yang digunakan dalam

mengukur tingkat kepatuhan sebagai berikut:


25

a. Menanyakan kepada petugas kesehatan

Metode ini merupakan pilihan terakhir karena keakuratan data yang

diperoleh pada umumnya salah.

b. Menanyakan pada individu

Metode ini lebih efektif dari sebelumnya. Namun, terdapat kelemahan

dalam metode ini antara lain terdapat kemungkinan pasien berbohong

untuk menghindari ketidaksukaan dari tenaga kesehatan atau mungkin

mereka tidak mengetahui seberapa besar tingkat kepatuhan mereka.

c. Menanyakan pada keluarga yang selalu memonitor pasien

Metode ini memiliki beberapa kelemahan, terutama karena tidak selalu

dapat dipantau secara konstan untuk beberapa hal seperti diet, konsumsi

alkohol dan lain-lain. Pengawasan berkelanjutan menciptakan situasi

buatan dan sering kali menghasilkan tingkat kepatuhan yang lebih tinggi

daripada tingkat kepatuhan lainnya.

d. Menghitung berapa banyak terapi yang sudah atau seharusnya dijalani

pasien dengan saran medis yang diberikan oleh petugas kesehatan.

e. Memeriksa bukti-bukti biokimia

Metode ini merupakan suatu metode dimana petugas berusaha mencari

bukti-bukti biokimia seperti analisa sampel darah dan urin termasuk ureum

dan kreatinin.

2.2.6. Kepatuhan Diet Pasien Diabetes Mellitus

Kepatuhan diet Diabetes Mellitus merupakan prilaku yang ditunjukkan

oleh pasien sesuai dengan ketentuan diet yang di berikan oleh petugas
26

professional kesehatan, meliputi pembatasan makanan berlemak, membatasi soft

drink, membatasi pemanis, dan pembatasan karbohidrat, serta mengkonsumsi

makanan serat, buah-buahan dan sayuran (Rahayu, 2020). Kepatuhan diet pada

penderita Diabetes Mellitus merupakan upaya untuk mengontrol kenaikan gula

darah yang terlalu tinggi melalui pengaturan makanan. Pengaturan makanan diet

yaitu dengan melakukan 3J diantaranya memperhatikan jumlah makanan, jenis

makanan yang dikonsumsi, dan jadwal makan (Soelistijo, et al., 2020).

Diet yang dianjurkan yaitu diet rendah kalori, rendah lemak, rendah lemak

jenuh, diet tinggi serat. Diet ini dianjurkan diberikan pada setiap orang yang

mempunyai risiko diabetes melitus, diet yang dianjurkan yaitu diet rendah kalori,

rendah lemak, rendah lemak jenuh, diet tinggi serat. Jumlah asupan kalori

ditujukan untuk mencapai berat badan ideal. Semakin bertambahnya usia maka

semakin tinggi risiko terkena diabetes tipe 2. Diabetes melitus tipe 2 terjadi pada

orang dewasa setengah baya, paling sering setelah usia 45 tahun. Meningkatnya

risiko diabetes melitus seiring dengan bertambahnya usia dikaitkan dengan

terjadinya penurunan fungsi fisiologis tubuh (Ratnawati, 2020).

Pengaturan diet sangan penting bagi penderita diabetes, biasanya penderita

tidak boleh terlalu banyak makan makanan manis dan harus makan dalam jadwal

yang teratur. Penderita diabetes cenderung memiliki kadar kolesterol yang tinggi,

karena itu dianjurkan untuk membatasi jumlah lemak jenuh dalam makanannya.

Tetapi cara terbaik untuk menurunkan kadar kolesterol adalah mengontrol kadar

gula darah dan berat badan. Semua penderita hendaknya memahami bagaimana
27

menjalani diet dan olahraga untuk mengontrol penyakitnya. Mereka harus

memahami bagaimana cara menghindari terjadinya komplikasi (Pudiastuti, 2019).

Dalam banyak kasus, risiko diabetes tipe II dapat dikurangi dengan

melakukan perubahan pola diet dan meningkatkan aktivitas fisik. Selain itu juga

direkomendasikan untuk menjaga berat badan proporsional melakukan olahraga

sekurang-kurangnya 3 jam perminggu dan mengkonsumsi cukup makanan kaya

serat dengan asupan lemak sederhana, sedangkan risiko diabetes mellitus tipe I

tergantung pada faktor genetik dan faktor lain yang diduga memicu adalah infeksi

(Wijaya dan Putri, 2018).

Adapun tujuan pemberian diet bagi penderita diabetes mellitus adalah

mencapai dan mempertahankan kadar gula darah mendekati normal, mencapai

dan mempertahankan BB normal dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan

melalui gizi optimal, berikut ini adalah jenis diet diabetes mellitus yaitu :

Tabel 2.2. Pola Diet Pasien Diabetes Mellitus


Pola Diet Protein Lemak KH

DM B 12% 20% 68%


DM B1 (+ penyakit berat) 20% 20% 60%
MRDM (+ kurang gizi) 25% 20% 55%
DM B3 (+ rendah protein) 0,6-0,8 gr/Kg 20% 35 kal/Kg BB
BB

Diet diabetes dilakukan dengan pola 3J, yakni jumlah kalori, jadwal

makan dan jenis makanan. Bagi penderita yang tidak mempunyai masalah dengan

berat badan tentu lebih mudah untuk menghitung jumlah kalori sehari-hari. Jadwal

makan penderita diabetes dianjurkan lebih sering dengan porsi sedang. Selain

jadwal makan utama pagi, siang dan malam dianjurkan juga porsi makan ringan

disela-sela waktu tersebut (selang waktu sekitar 3 jam). Yang perlu dibatasi
28

adalah makanan berkalori tinggi seperti nasi, daging berlemak, jeroan, kuning

telur. Juga makanan berlemak tinggi seperti es krim, sosis, cake, cokelat, dendeng,

makanan gorengan (Wijaya dan Putri, 2018).

Sayuran berwarna hijau gelap dan jingga seperti wortel, buncis, bayam

bisa dikonsumsi dalam jumlah lebih banyak, begitu pula dengan buah-buahan

segar. Namun, perlu diperhatikan bila penderita menderita gangguan ginjal,

konsumsi sayur-sayuran hijau dan makanan berprotein tinggi harus dibatasi agar

tidak terlalu membebani kerja ginjal (Wijaya dan Putri, 2018). Penderita bisa

mengikuti contoh susunan menu diet untuk 2.100 kalori seperti :

a. Makan pagi (pukul 06.30). Nasi (110 g), daging (25 g), tempe (25 g),

sayuran A (100g), sayuran B (25 g), minyak (5 g).

b. Selingan (pukul 09.30) pisang (200 g)

c. Makan siang (pukul 12.30). nasi (150 g), daging (40 g), tempe (25 g)

sayuran A (100 g), sayuran B (50 g), minyak (10 g).

d. Selingan (pukul 15.30) pisang/kentang (200 g), papaya (100 g).

e. Makan malam (pukul 18.30) nasi (150 g), daging (25 g), tempe (25 g)

sayuran A (100 g), sayuran B (50 g), minyak (10 g).

f. Selingan (pukul 21.30) pisang/kentang (200 g), papaya (100 g).

2.3. Konsep Pendidikan Kesehatan

2.3.1. Pengertian

Pendidikan kesehatan dalam arti pendidikan. secara umum adalah segala

upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu,

kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan


29

oleh pelaku pendidikan atau promosi kesehatan. Dan batasan ini tersirat unsure-

unsur input (sasaran dan pendidik dari pendidikan), proses (upaya yang

direncanakan untuk mempengaruhi orang lain) dan output (melakukan apa yang

diharapkan). Hasil yang diharapkan dari pendidikan kesehatan adalah perilaku

kesehatan, atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang

kondusif oleh sasaran dari promosi kesehatan (Notoatmodjo, 2018).

Pendidikan kesehatan dapat didefinisikakan sebagai proses perubahan

kebiasaan, sikap dan pengetahuan pada diri manusia untuk mencapai tujuan

kesehatan. Artinya pendidikan kesehatan merupakan proses perkembangan yang

dinamis, sebab individu dapat menerima atau menolak apa yang diberikan oleh

perawat. Pendidikan kesehatan merupakan merupakan suatu bentuk intervensi

keperawatan mandiri untuk membantu klien baik individu, kelompok maupun

masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan melalui kegiatan pembelajaran

dan perawat berperan sebagai pendidik (Niman, 2017).

2.3.2. Tujuan Pendidikan Kesehatan

Masyarakat memiliki hak untuk berharap dan menerima perawatan

kesehatan secara menyeluruh, termasuk pendidikan kesehatan. Di era eformasi

saat ini begitu mudah nya masyarakat memperoleh berbagai ragam imformasi

kesehatan, dampaknya masyarakat akan lebih “pandai” atau lebih “kritis” dalam

mengajukan pertanyaan yang lebih signifikan tentang kesehatan dan pelayanan

perawat-an kesehatan yang mereka dapatkan. Menyingkapi hal ini, sudah menjadi

kewajiban dari setiap pemberi layanan kesehatan, termasuk perawat untuk

memberikan pendidikan kesehatan yang berkualitas (Niman, 2017).


30

Pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh perawat bertujuan untuk

mengubah perilaku individu, keluarga dan masyarakat sehingga memiliki perilaku

sehat dan berperan berperan aktif mempertahankan kesehatan. Pendidikan

kesehatan yang diberikan oleh perawat mencangkup domain kognitif, atittude dan

psikomotor dari individu, keluarga adn masyarakat sehingga mampu memenuhi

status kesehatan yang optimal. Dengan kata lain pendidikan kehatan bertujuan

mengajarkan setiap individu untuk hidup dalam kondisi terbaik dengan berupaya

keras untuk mencapai tingkat kesehatan yang maksimal (Niman, 2017).

Pendidikan masyarakat merupakan salah satu peran perawat yang amat

penting. Karena bertujuan membantu pemenuhan kebutuhan klien akan informasi.

Klien dengan keterbatasan informasi tentang penyakit yang dialami atau perilaku

hidup sehat akan sulit melakukan perawatan terhadap penyakit yang dialami atau

berprilaku hidup sehat. Untuk itu, perawat berperan sebagai jembatan dalam

mengatasi adanya gap antara pengetahuan yang dimiliki oleh klien dengan

kebutuhan pengetahuan agar tercapai kondisi kesehatan yang optimal. Sehingga

pendidikan kesehatan diberikan kepada klien mencangkup: Bagaimana

mempertahankan kesejahteraan, mencegah penyakit atau injuri, memulihkan

kondisi sakit dan memfasilitasi penerapan koping yang adaptif (Niman, 2017).

Menurut Niman (2017), pendidikan kesehatan klien berfokus pada

kemampuan klien dalam melakukan hidup sehat. Kemampuan klien dapat

ditingkatkan melalui pendidikan kesehatan yang efektif. Pendidikan kesehatan yan

diberikan kepada individu secara sederhana memiliki tujuan:


31

a. Menyadarkan individu akan adanya masalah dan kebutuhan individu untuk

berubah

b. Menyadarkan individu tentang apa yang dapat dilakukan atas adanya

masalah, sumber daya yang dimiliki dan dukungan yang bisa didapatkan.

c. Membantu individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok

melakukan kegiatan untuk mecapai tujuan hidup sehat.

d. Menjadikan kesehatan sebagai nilai-nilai yang harus ada ditanamkan

dalam diri individu.

e. Mendorong pengembanga dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan

kesehatan yang ada di masyarakat.

f. Mendidik individu agar lebih bertanggung jawab terhadap kesehatan

pribadi, keselamatan lingkungan dan masyarakat.

g. Mendorong individu melakukan cara-cara positif untuk mencegah

terjadinya penyakit, mencegah bertambahnya penyakit dan ketergantungan

h. Menjadikan kesehartan sebagai salah satu nilai yang harus ditanamkan di

masyarakat.

Pendidikan kesehatan bila dilihat dari segi pembiayaan kesehatan memiliki

relevansi dalam menurunkan anggaran kesehatan, karena pendidikan kesehatan

dapat memotong pembiayaan kesehatan melalui pencegahan penyakit,

menghindari pengobatan medis yang mahal, mengurangi lama hari rawat dan

dapat memfasilitasi proses recovery lebih dini (Niman, 2017).

Pendidikan kesehatan bila dilihat dari sisi instansi pemberi layanan

kesehatan memiliki revelansi positif terhadap meningkatnya presentasi hasil


32

survey kesehatan terhadap layanan yang diberikan kepada publik dan mengurangi

terjadinya gugatan publik terhadap issue malpraktik (Niman, 2017).

2.3.3. Kegiatan Pendidikan Kesehatan

Kegiatan pendidikan kesehatan dapat dilakukan oleh perawat pada

berbagai setting area layanan kesehatan seperti klinik, puskesmas, balai

pengobatan, sekolah-sekolah, rumah sakit, tempat kerja, panti sosial dan area

komunitas, sedangkan yang menjadi sasaran pendidikan kesehatan adalah

individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (Niman, 2017).

Pendidikan kesehatan dapat diberikan baik individu yang sehat maupun

individu yang sakit. Pemberian pendidikan kesehatan pada individu yang sehat

bertujuan agar kondisi kesehatan tetap optimal dan pendidikan kesehatan pada

individu yang sakit bertujuan agar pemulihan dapat lebih optimal (Niman, 2017).

2.3. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Zulkarnaini dkk (2022), mengenai

pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet pada pasien diabetes

mellitus tipe-II di Puskesmas Tamiang Hulu Kabupaten Aceh Tamiang. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan diet diabetes mellitus sebelum

diberikan pendidikan kesehatan mayoritas tidak patuh menjalankan diet sebanyak

13 (86,7%) responden. Kepatuhan diet diabetes mellitus sesudah diberikan

pendidikan kesehatan mayoritas patuh menjalankan diet sebanyak 10 (66,7%)

responden. Ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet diabetes

mellitus tipe-II di Puskesmas Tamiang Hulu Kabupaten Aceh Tamiang dengan

nilai p-value 0,000 (p<0,05).


33

Penelitian yang dilakukan oleh Silfiana dan Purnamasari (2021) mengenai

pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet diabetes mellitus di

Wilayah Kerja Puskesmas Wara Barat Kota Palopo. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa terdapat peningkatan nilai rata – rata (mean) kepatuhan diet setelah

diberikan pendidikan kesehatan yaitu dari 56,45 menjadi 69,25. Berdasarkan hasil

analisis menggunakan uji paired sample t test didapatkan nilai p yaitu 0.000 <

0.05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima yang artinya ada pengaruh

antara pendidikan kesehatan dengan kepatuhan diet.

Penelitian yang dilakukan oleh Yurlina dkk (2023) mengenai pengaruh

pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet pada pasien diabetes mellitus tipe 2

di Rawat Jalan RSUD Palmatak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan

diet pada pasien diabetes mellitus tipe 2 sebelum diberikan pendidikan kesehatan

sebagian besar tidak patuh yaitu sebanyak 68% dan sesudah diberikan pendidikan

kesehatan sebagian besar patuh yaitu sebanyak 64%. Berdasarkan uji statistik ada

pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet pada pasien diabetes

mellitus tipe 2 di Rawat Jalan RSUD Palmatak Tahun 2023 dengan p value 0,003.
34

2.4. Kerangka Teori

Bedasarkan teori-teori yang telah di bahas dalam tinjauan kepustakaan,

maka kerangka teoritis sebagai berikut :

Tujuan pendidikan kesehatan


Media penyuluhan
- Meningkatkan kesadaran
- Meningkatkan pengetahuan - Visual
- Meningkatkan kepatuhan* - Audio
- Meningkatkan kesehatan - Audio Visual
- Mengubah perilaku
- Mengubah sikap Notoatmodjo (2018)
- Mengubah teladan

Notoatmodjo (2018)
Materi Penyuluhan

- Pengertian Diabetes
Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Mellitus
- Pengertian Diet
Nurarif dan Kusuma (2016) Diabetes Mellitus
- Tujuan Diet
- Syarat Diet
- Susunan Menu
Pudiastuti (2019)

Perilaku

Notoatmodjo (2018)

Kepatuhan Diet Diabetes


Mellitus Tipe-2

Gambar 2.2
Kerangka Teori
35

2.5. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan

menggeneralisasikan suatu pengertian. Kerangka konsep penelitian ini disusun

berdasarkan teori. Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah seperti

pada gambar 2.3. dibawah ini:

Pendidikan Kesehatan
Mengenai Diet Diabetes
Mellitus Tipe-II

Kepatuhan diet diabetes


Kepatuhan diet diabetes
mellitus tipe-II sebelum
mellitus tipe-II sebelum
pendidikan kesehatan
pendidikan kesehatan

Gambar 2.3
Kerangka Konsep
36

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan desain one

group pretest-postest, dimana dalam rancangan ini tidak ada kelompok

pembandingan (kontrol) dan hanya melakukan penelitian kepada kelompok kasus

(intervensi) dengan membandingkan hasil wawancara pertama (pretest) dan

menguji perubahan setelah adanya eksperimen (postest) (Sugiyono, 2016).

Adapun rancangan penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Pre Test Perlakuan Post Test


O1 X O2

Gambar 3.1
One Group Pretest-Postest Design

Keterangan :
X = Perlakuan (Pendidikan Kesehatan)
O1= Pre test (Kepatuhan diet diabetes mellitus tipe-II sebelum perlakuan)
O2= Post test (Kepatuhan diet diabetes mellitus tipe-II sesudah perlakuan)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di Poliklink Polres Aceh Tamiang.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Desember 2023.

36
37

3.3. Populasi Dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan untuk dipelajari

dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Populasi dalam penelitian

ini adalah pasien penderita diabetes tipe 2 di Poliklink Polres Aceh Tamiang.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi. Menurut Sugiyono (2016), sampel dalam penelitian

quasi eksperimen dengan desain one group pretest-postest ini sebanyak 15 orang.

Sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan rumus yang diambil dalam

Hidayat (2017), yaitu:

(t-1) (r-1) ≤ 15

(1-1) (1-1) ≤ 15, jadi jumlah sampel adalah 15

Keterangan :

t : Banyak kelompok perlakuan

r : Jumlah replikasi

≤ 15 : Sampel yang dipilih (ketetapan sampel) pada penelitian quasi

eksperimen.

3.3.3. Teknik Sampel

Teknik sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik pengambilan

sampel dilakukan dengan cara purposive sampling yaitu pengambilan teknik

penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2016).


38

3.3.4. Kriteria Sampel

Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukan atau

layak untuk diteliti sebagai berikut:

a. Pasien penderita diabetes mellitus tipe II berusia 35-59 tahun

b. Bersedia Menjadi responden

c. Mampu berkomunikasi dengan baik

d. Pasien yang belum pernah mendapatkan penyuluhan diet DM tipe-II

Kriteria eksklusi adalah karakteristik sampel yang tidak dapat dimasukan

atau tidak layak untuk diteliti sebagai berikut:

a. Pasien diabetes yang mengalami komplikasi.

b. Mengalami gangguan pendengaran

c. Kurang kooperatif.

3.4. Metode Pengumpulan Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian

dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data

langsung dari subjek sebagai sumber informasi yang diteliti yaitu hasil

wawancara menggunakan kuesioner.

b. Data Sekunder

Pengumpulan data dalam penelitian ini juga menggunakan data sekunder

yaitu dimana peneliti mendapatkan data pasien di Poliklink Polres Aceh

Tamiang.
39

c. Data Tersier

Data tersier yaitu bahan pustaka melalui textbook, jurnal dan internet.

3.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel Penelitian

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki anggota suatu kelompok

yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain (Sugiyono, 2016). Dalam

penelitian ini terdapat dua variabel yang akan diukur yaitu:

a. Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau nilainya

menentukan variabel lain. Variabel independen dalam penelitian ini adalah

pendidikan kesehatan.

b. Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi nilainya

ditentukan oleh variabel lain. Variabel dependen dalam penelitian ini

adalah kepatuhan diet diabetes mellitus.

3.5.2. Defenisi Operasional

Tabel 3.1. Defenisi Operasional


No Variabel Definisi Cara ukur Alat Skala Hasil ukur
operasional ukur ukur
1. Kepatuhan Suatu kebiasaan Wawancara Kuesioner Ordinal Patuh : skor
Diet baik yang 21-50
Diabetes diterapkan pasien (>median)
Mellitus Tipe dalam menyusun Tidak Patuh :
2 sebelum dan skor 10-20
pendidikan mengkonsumsi (≤median)
kesehatan menu yang
(pre test) ditetapkan bagi
pasien diabetes
mellitus tipe-II
sebelum diberikan
pendidikan
kesehatan
40

2. Kepatuhan Suatu kebiasaan Wawancara Kuesioner Ordinal Patuh : skor


Diet baik yang 21-50
Diabetes diterapkan pasien (>median)
Mellitus Tipe dalam menyusun Tidak Patuh :
2 sesudah dan skor 10-20
pendidikan mengkonsumsi (≤median)
kesehatan menu yang
(post test) ditetapkan bagi
pasien diabetes
mellitus tipe-II
sesudah diberikan
pendidikan
kesehatan
Perlakuan
3. Pendidikan Upaya pemberian
kesehatan pendidikan
kesehatan untuk
meningkatkan
kepatuhan pasien
diabetes dalam
menjalankan diet

3.6. Metode Pengukuran

Kepatuhan diet pasien diabetes mellitus tipe II sebelum dan sesudah

pemberian pendidikan kesehatan menggunakan lembar balik dan satuan acara

penyuluhan yang dilakukan dengan skala likert yaitu jawaban setiap item

instrumen mempunyai gradasi dari sangat positif sampai negatif yang terdiri dari

10 pernyataan (5 pernyataan positif dan 5 pernyataan negatif). Pada pernyataan

positif jika menjawab selalu diberikan skor 5, sering diberikan skor 4, kadang-

kadang diberikan skor 3, jarang diberikan skor 2 dan tidak pernah diberikan skor 1

serta pada pernyataan negatif berlaku kebalikannya jika menjawab selalu

diberikan skor 1, sering diberikan skor 2, kadang-kadang diberikan skor 3, jarang

diberikan skor 4 dan tidak pernah diberikan skor 5. Skor tertinggi 50 dan skor

terendah 10. Dengan penilaian patuh tidak patuh menggunakan rumus Median

dari Hastono (2018) sebagai berikut:


41

N+1
Me =
2

5+1
= 2

6
= 2 = 3x10 pertanyaan = 30

Patuh : Jika skor 31-50 (>median)

Tidak Patuh : Jika skor 10-30 (≤median)

3.7. Uji Validitas dan Reliabilitas

3.7.1. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk meengukur sah/valid atau tidaknya suatu

kuesioner. Kuesioner dinyatakan valid jika pertanyaan pada angket mampu untuk

mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh pertanyaan tersebut. Validitas

suatu instrumen (kuesioner) dapat dilakukan dengan cara melakukan korelasi

suatu skor masing-masing pertanyaan dengan skor totalnya. Suatu pertanyaan

dinyatakan valid jika skor masing-masing pertanyaan berkorelasi secara signifikan

dengan skor totalnya. Uji validitas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan

cara Corrected Item-Total Correlation dan Corrected Between Item and Total.

Pengujian validitas dilakukan dengan kriteria sebagai berikut :

Bila rhitung > rtabel, dengan taraf signifikan α = 0,05 maka Ho ditolak

artinya instrumen valid

Bila rhitung < rtabel, dengan taraf signifikan α = 0,05 maka Ho diterima

artinya instrumen tidak valid (Hulu dan Sinaga, 2019).


42

3.7.2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan ukuran yang menunjukkan sejauhmana hasil

pengukuran yang digunakan tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali

atau lebih terhadap gejala yang sama dan dengan alat ukur yang sama. Reliabilitas

menunjuk pada adanya konsistensi dan stabilitas nilai hasil skala pengukuran

tertentu (Hulu dan Sinaga, 2019). Uji reliabilitas dilakukan dengan kriteria

sebagai berikut :

Bila Cronbach Alpha ≥ 0,60 maka pertanyaan reliabel

Bila Cronbach Alpha < 0,60 maka pertanyaan tidak reliabel

3.8. Pengolahan dan Analisa Data

3.8.1. Pengolahan Data

Setelah semua data dalam kuesioner dikumpulkan, data dianalisa dengan

menggunakan teknik analisa kuantitatif Setiadi (2017), dalam pengolahan data

dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut :

a. Editing (Pengeditan)

Editing adalah suatu kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian

formulir atau kuesioner. Kuesioner yang dikembalikan responden

diperiksa kelengkapan pengisian terutama identitas responden beserta

jawaban yang diberikan. Peneliti melakukan editing di lapangan sehingga

apabila terjadi kesalahan data dapat segera dilakukan perbaikan.

b. Coding

Pada langkah ini penulis melakukan pemberian kode pada variabel-

variabel yang diteliti, misalnya nama responden menjadi nomor.


43

c. Entry

Data entry, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang

masih dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan kedalam

program komputer yang digunakan peneliti yaitu program komputer.

d. Data Processing

Semua data yang telah di input kedalam aplikasi komputer akan diolah

sesuai dengan kebutuhan dari penelitian.

3.8.2. Analisa Data

a. Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk melihat gambaran distribusi

frekuensi dari setiap variabel yang di teliti meliputi variabel independen

terhadap variabel dependen. Menghitung persentase dari tiap tabel dari

setiap pertanyaan dengan rumus :

𝑓
P = x 100%
𝑛

Keterangan :
P : Presentase
f : Frekuensi teramati
n : Jumlah responden

b. Analisa Bivariat

Analisis bivariat yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini

n : Jumlah pengaruh pendidikan kesehatan


yang bertujuan untuk menganalisis

terhadap kepatuhan diet responden


pada pasien diabetes mellitus dengan

menggunakan rumus t-test dependent, dengan tingkat kepercayaan 95%

atau dapat pula dengan membandingkan nilai p-value dengan


44

membandingkan nilai α 0,05. Keputusan hipotesis Ha diterima bila nilai P

(P value) lebih kecil dari α (alpha) atau (p<0,05) maka keputusannya

adalah menerima hipotesis Ha. Sebaliknya bila P value lebih besar dari

alpha (p>0,05) maka hipotesis ditolak (Hastono, 2018).

Sebelum melakukan analisa bivariat terlebih dahulu melakukan uji

normalitas dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Memeriksa syarat uji t berpasangan (Paired T Test).

a) Distibusi data harus normal (wajib).

b) Varians data tidak diuji karena kelompok data berpasangan.

2) Jika memenuhi syarat (data berdistribusi normal), maka dipilih uji t

berpasangan.

3) Jika tidak memenuhi syarat (data tidak berdistribusi normal) dilakukan

terlebih dahulu transformasi data.

4) Jika variabel baru hasil transformasi tidak berdistribusi normal juga,

maka dipilih uji wilcoxon.

3.9. Etika Penelitian

Menurut Setiadi (2017), etika yang harus diterapkan dalam penelitian

sebagai berikut :

a. Informed Consent

Informed consent atau lembaran persetujuan diberikan kepada responden

yang memenuhi kriteria obyektif, agar responden memahami maksud dan

tujuan penelitian. Apabila subyek penelitian setuju maka harus

menandatangani lembaran persetujuan sebagai responden penelitian, dan


45

responden menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati

hak-hak calon responden.

b. Anonimity (Tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, maka peneliti tidak

mencantumkan nama responden pada lembaran angket yang di isi

responden.

c. Confidentiality

Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subyek dijamin oleh peneliti,

hanya kelompok data tertentu saja yang di sajikan atau di laporkan sebagai

hasil riset.
46

DAFTAR PUSTAKA

ADA. (American Diabetes Association). (2017). Standar of Medical Care in


Diabetes 2017.

Agussalim dan Rumaseb, E. (2020). Keperawatan Medikal Bedah Asuhan


Keperawatan Klien Dengan Gangguan Endokrin. Yogyakarta: Fitramaya.

Almatsier, S (2019). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Harwadi, H. (2018). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Diet pada Pasien


DM Tipe 2 di Irna Non Bedah Penyakit Dalam RSUP dr. M. Djamil
Padang. Jurnal Ilmu Kesehatan Bhakti Husada. 4 (2).

Hasdianah S dan Suprapto, (2018). Patologi dan Patofisiologi Penyakit. Jakarta:


Medikal Book.

Hastono. (2018). Analisa Data Kesehatan. Universitas Indonesia ; Fakultas


Kesehatan Masyarakat

Hidayat. A.A, (2017). Metode Penelitian Kesehatan Teknik Analisa Data. Jakarta:
Salemba Medika.

Khoir, D.R dan Clara, Hertuida. (2019). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Diabetes Melitus Tipe 2. Buletin Kesehatan Publikasi Bidang Kesehatan.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2018). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Edisi


Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis.
Yogyakarta: Mediaction

Phitri. (2019). Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Penderita Diabetes


Mellitus Dengan Kepatuhan Diet Diabetes Mellitus di RSUD AM.
Parikesit Kalimantan Timur. Akses tanggal 1 Februari 2020.

Pudiastuti. (2019). Penyakit-Penyakit Mematikan. Jakarta : Nuha Medika.

Riskesdas, 2018. Laporan Nasional Riskesdas 2018. Hhtp://litbag.depkes.go.id/.


Diakses tanggal 01 Februari 2020.
47

Setiadi. (2017). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Jakarta : Trans Info
Media .

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods. Alfabeta :


Bandung.

Susanti. (2021). Dukungan Keluarga Meningkatkan Kepatuhan Diet Pasien


Diabetes Mellitus di Ruang Rawat Inap RS. Baptis Kediri.
http//www//jurnal_stikes.com.

Tera, A. (2020). Determinan Ketidakpatuhan Diet Penderita Diabetes Mellitus


Tipe 2. http//www//repirasitory.co.id. Akses tanggal 28 November 2023.

Wijaya & Putri, (2018). Keperawatan Medikal Bedah I. Jakarta : Trans Info
Media
48

Lampiran 1

SURAT PERMOHONAN RESPONDEN

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Evrida

NIM : 214201218B

Akan mengakan penelitian dengan judul: “Pengaruh Pendidikan Kesehatan

Terhadap Kepatuhan Diet Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Poliklinik

Polres Aceh Tamiang”. Apabila responden menyutujui, maka dengan ini saya

memohon kesediaan untuk menandatangi lembar persetujuan dan menjawab

pertanyaan yang saya ajukan.

Atas perhatian bapak saya ucapkan terima kasih.

Aceh Tamiang, 2023

Evrida
49

Lampiran 2

LEMBAR INFORMED CONSENT RESPONDEN

Dengan menandatangani lembar ini, saya:

Nama :

Umur :

Pendidikan :

Memberikan persetujuan untuk menjadi responden dalam penelitian yang

berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Kepatuhan Diet Pasien

Diabetes Mellitus Tipe 2 di Poliklinik Polres Aceh Tamiang”.

Saya telah dijelaskan bahwa jawaban kuesioner ini hanya digunakan

untuk keperluan penelitian dan saya secara suka rela bersedia menjadi responden

penelitian ini.

Aceh Tamiang, 2023

Responden
50

Lampiran 3

KUESIONER

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP


KEPATUHAN DIET PASIEN DIABETES MELLITUS
TIPE 2 DI POLIKLINIK POLRES
ACEH TAMIANG

A. Identitas Responden

Kode Responden :

Usia :

Jenis Kelamin :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Pekerjaan :

Lama menderita DM : ………….tahun

Alamat :
51

B. Kepatuhan Diet Diabetes Mellitus Tipe-II Sebelum Pendidikan


Kesehatan

Keterangan :

SL : Selalu
S : Sering
KD : Kadang-Kadang
J : Jarang
TP : Tidak Pernah

No Pernyataan SL S KD J TP

1. Ibu/Bapak mengkonsumsi makan siang


dengan sedikit nasi dan memperbanyak
sayur kurang lebih 25 g (1 mangkuk)
2. Ibu/Bapak mengganti nasi dengan
kentang sebagai kebutuhan karbohidrat
kurang lebih 200 g (setara dengan 2 buah
kentang)
3. Ibu/Bapak mengkonsumsi makanan
selingan seperti pisang kurang lebih 200
gram (1-2 buah)
4. Ibu/Bapak mengganti gula biasa dengan
gula rendah kalori apabila ingin
mengkonsumsi kopi atau teh seperti
tropikana slim
5. Ibu/Bapak membatasi makanan yang
berkalori tinggi seperti daging kurang
lebih 25 g (1 potong kecil)
6. Ibu/Bapak mengkonsumsi susu kental
manis
7. Ibu/Bapak konsumsi nasi pada makan
pagi, siang dan malam atau lebih 110 g
(1 piring)
8. Ibu/Bapak mengkonsumsi jenis makanan
yang berkadar minyak tinggi seperti
gorengan, nasi goreng dan lain-lain
9. Ibu/Bapak mengurangi konsumsi sayur
dan buah-buahan sebagai menu selingan
seperti bayam dan papaya.
10. Ibu/Bapak mengkonsumsi kue manis
52

C. Kepatuhan Diet Diabetes Mellitus Tipe-II Sesudah Pendidikan Kesehatan

Keterangan :

SL : Selalu
S : Sering
KD : Kadang-Kadang
J : Jarang
TP : Tidak Pernah

No Pernyataan SL S KD J TP

1. Ibu/Bapak mengkonsumsi makan siang


dengan sedikit nasi dan memperbanyak
sayur kurang lebih 25 g (1 mangkuk)
2. Ibu/Bapak mengganti nasi dengan
kentang sebagai kebutuhan karbohidrat
kurang lebih 200 g (setara dengan 2 buah
kentang)
3. Ibu/Bapak mengkonsumsi makanan
selingan seperti pisang kurang lebih 200
gram (1-2 buah)
4. Ibu/Bapak mengganti gula biasa dengan
gula rendah kalori apabila ingin
mengkonsumsi kopi atau teh seperti
tropikana slim
5. Ibu/Bapak membatasi makanan yang
berkalori tinggi seperti daging kurang
lebih 25 g (1 potong kecil)
6. Ibu/Bapak mengkonsumsi susu kental
manis
7. Ibu/Bapak konsumsi nasi pada makan
pagi, siang dan malam atau lebih 110 g
(1 piring)
8. Ibu/Bapak mengkonsumsi jenis makanan
yang berkadar minyak tinggi seperti
gorengan, nasi goreng dan lain-lain
9. Ibu/Bapak mengurangi konsumsi sayur
dan buah-buahan sebagai menu selingan
seperti bayam dan papaya.
10. Ibu/Bapak mengkonsumsi kue manis
53

Lampiran 4

TABEL SKOR

No Variabel No Skor Nilai


yang diteliti Urut
SL S KD J TP
Kepatuhan 1 5 4 3 2 1 Patuh : Skor 31-50
Diet 2 5 4 3 2 1 Negatif : Skor 10-30
3 5 4 3 2 1
4 5 4 3 2 1
5 5 4 3 2 1
6 1 2 3 3 5
7 1 2 3 3 5
8 1 2 3 3 5
9 1 2 3 3 5
10 1 2 3 3 5

Anda mungkin juga menyukai