MINI PROPOSAL
OLEH :
DWI HARTANTO
NPM.2020206203252P
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat tuhan yang maha Esa telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya,sehingga penulis dapat menyelesaikan Mini Proposal dengan judul “Pengaruh Relaksasi
Otot Progresif Terhadap Tingkat Kemesasan (Ansietas) Penderita Diabetes Mellitus Tipe II
Penyusunan Mini Proposal ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari bantuan dan
dorongan berbagai pihak, pada kesempatan ini perkenankan penulis menghaturkan rasa
1. Drs.H Wanawir Am, M.M M.Pd selaku rektor Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Pringsewu
3. Ns.Nuria Mulyani, M.Kep., Sp.Kep.J, selaku pembimbing Mini Proposal yang telah
Pringsewu
penulis cintai
penulis Menyadari bahwa Mini Proposal ini belum sempurna, maka dari itu kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan.Semoga Mini Proposal ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi rekan-rekan mahasiswa Program
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
ii
DAFTAR TABEL
TABEL 2.2 Perbedaan Ciri-Ciri Dari Diabetes Mellitus Tipe 1 Dan 2..............................15
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan gaya hidup tidak sehat seperti kurang aktivitas fisik dan kebiasaan
mengkonsumsi makanan dengan gizi tidak seimbang saat ini telah membawa dampak buruk
bagi kesehatan masyarakat dan menyebabkan tingginya angka kejadian penyakit diabetes
mellitus yaitu penyakit gangguan metabolisme kronis yang ditandai peningkatan gula darah
(Hiperglikemia) akibat ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan insulin. Kurang lebih 90%-
95% adalah penderita diabetes mellitus akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin atau
disebut diabetes tipe 2 selebihnya adalah tipe 1 atau diabetes yang bergantung pada insulin
akibat rusaknya sel beta pankreas penghasil insulin (Tarwoto dkk, 2012).
mellitus di dunia saat ini mencapai 422 juta orang. Prevalensi global diabetes melitus
dikalangan orang dewasa di atas usia 18 tahun telah meningkat 8,5%. Tahun 2016, sekitar
1,6 juta kematian secara langsung disebabkan oleh diabetes dan 2,2 juta kematian yang
penyebab utama kematian ke-7 di dunia pada tahun 2030 (WHO, 2021).
diabetes melitus di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada umur 15 tahun sebesar 2%.
penduduk 15 tahun pada hasil Riskesdas 2013 sebesar 1,5%. Namun prevalensi diabetes
melitus menurut hasil pemeriksaan gula darah meningkat dari 6,9% pada 2013 menjadi 8,5%
pada tahun 2018,Sedangkan angka kejadian diabetes mellitus di Provinsi Lampung mencapai
0,7% (38.923 kasus dari perkiraan 5.560.440 penduduk usia >14 tahun) (Kemenkes RI,
2021).
1
Berdasarkan data yang tercatat di Kasie Surveilans & Epidemiologi Dinas Kesehatan
Kabupaten Lampung Timur menunjukkan bahwa pada tahun 2020 tercatat sebanyak 10.331
kasus. Sementara data yang tercatat di Wilayah Kerja Puskesmas purbolinggo menunjukkan
bahwa angka kejadian diabetes mellitus meningkat Pada tahun 2019 tercatat sebanyak 227
kasus dan di tahun 2020 ditemukan sebanyak 466 kasus (Dinkes Kab. Lampung Timur,
2020). Jumlah ini meningkat hampir 50 % dari jumlah penderita Diabetes militus di wilayah
kerja Purbolinggo. Selain itu, wilayah kerja Puskesmas Purbolinggo juga adalah salah satu
wilayah kerja yang cukup luas, yaitu 60,6 km2 yang terdiri dari 12 desa. Oleh karena itu,
Diabetes mellitus (DM) sendiri diklasifikasikan menjadi 2 yaitu diabetes mellitus tipe 1
atau diabetes yang bergantung insulin dan diabetes tipe 2 atau diabetes yang tidak bergantung
insulin. Dari dua tipe tersebut, yang paling banyak ditemukan adalah DM tipe 2 yaitu terjadi
sekitar 90% dari seluruh penderita diabetes (Black & Hawks, 2014b). Dampak meningkatnya
angka kejadian diabetes mellitus baik tipe 1 maupun tipe 2 akan menyebabkan tingginya
angka kematian di dunia, karena diabetes mellitus memiliki berbagai komplikasi yang
mengancam jiwa seperti gangguan pada sistem kardiovaskular. Perubahan sistem vascular
meningkatkan risiko komplikasi jangka panjang penyakit arteri koroner, penyakit vascular
serebral dan penyakit vascular perifer. Penyandang DM yang mengalami infark miokard
lebih rentan terhadap terjadinya gagal jantung kongestif sebagai komplikasi infark dan juga
cenderung jarang bertahan hidup pada periode segera setelah mengalami infark (LeMone,
Penyebab tingginya angka kejadian diabetes mellitus sampai saat ini belum diketahui
secara pasti, namun beberapa faktor yang diduga berhubungan dengan kejadian diabetes
mellitus adalah adanya riwayat keluarga, lingkungan, usia, obesitas, etnik, hipertensi,
perilaku makan, dan kurang olah raga (Tarwoto dkk., 2012). Terbatasnya informasi mengenai
penyakit diabetes mellitus, para penderita diabetes pada tahun-tahun awal akan mengalami
2
ansietas yang didefinisikan sebagai kebingungan yang kemudian dicirikan dengan perasaan
tidak yakin, putus asa, perasaan tertekan, bimbang dan gugup. (Novitasari R, 2012)
ketidaknyamanan pada sesuatu yang terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan
dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya. Ansietas dapat di atasi
dengan beberapa teknik relaksasi, diantara teknik relaksasi yang diyakini dapat menurunkan
ansieatas adalah relaksasi otot progresif, yaitu salah satu teknik pengelolaan diri yang
didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatetis dan parasimpatetis. Relaksasi otot
progresif bertujuan untuk mengatasi berbagai macam permasalahan dalam mengatasi stres,
kecemasan, insomnia, dan juga dapat membangun emosi positif dari emosi negatif (Triyanto,
2014).
Sebelum dilakukan terapi relaksasi otot progresif didapatkan jumlah klien yang mengalami
kecemasan terbanyak adalah kecemasan berat 25 orang (62,5%), dan terkecil adalah
kecemasan berat sekali/panik sebanyak 4 orang (10%). Setelah dilakukan terapi relaksasi otot
progresif bahwa jumlah klien yang mengalami kecemasan terbanyak adalah kecemasan
sedang sebanyak 12 orang (30%), jumlah klien yang mengalami kecemasan terkecil adalah
kecemasan berat sebanyak 6 orang (15%). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka
dapat disimpulkan, bahwa ada pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap penuranan
tingkat kecemasan pada klien diabetes mellitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas
Karangdoro Semarang (ρ < 0.05). Penelitian yang dilakukan oleh Antoni dan Diningsih
didapatkan relaksasi otot progresif dapat digunakan sebagai terapi komplementer dalam
mengelola stres fisiologis dan sres psikologis pada klien dengan diabetes melitus. Kadar
glukosa darah sebelum 293 mg/dl dan sesudah 267,65 mg/dl. Skor fatigue sebelum diperoleh
4,45 dan sesudah 2,60. Skor kecemasan dari 36,05 menjadi 32,60.
3
Berdasarkan hasil prasurvey dengan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) untuk
mengukur tingkat stress terhadap 10 orang penderita diabetes mellitus, ditemukan sebanyak 8
orang (80%) yang mengalami tanda-tanda kecemasan seperti kurang tidur dan gelisah, dan 2
orang (20%) lainnya tidak mengalami tanda-tanda kecemasan. Oleh karena itu, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Relaksasi Otot Progresif (Progressive
B. Rumusan Masalah
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang terus mengalami peningkatan
baik di dunia maupun di Indonesia. Diabetes sendiri merupakan salah satu penyakit yang
memiliki banyak komplikasi dan termasuk penyebab angka kematian di dunia. Penderita
diabetes dapat mengalami Gangguan tingkat Ansietas karena adanya gejala yang dirasakan
seperti, kecemasan, depresi, dan nyeri akibat neuropati. Peningkatan tingkat ansietas akan
Upaya untuk menurunkan tingkat ansietas pada penderita diabetes sangat penting
diantaranya melalui teknik relaksasi otot progresif yang diyakini mampu menurunkan tingkat
ansietas. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam penelitian yaitu ialah adakah pengaruh
relaksasi otot progresif terhadap tingkat ansietas penderita diabetes mellitus tipe 2 di Wilayah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah diketahuinya pengaruh relaksasi otot
progresif terhadap tingkat ansietas penderita diabetes mellitus tipe 2 di Wilayah Kerja
4
2. Tujuan Khusus
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif studi quasi
group pretest posttest design dengan uji paired t test. Objek penelitiannya yaitu pengaruh
relaksasi otot progresif terhadap ansietas penderita diabetes mellitus, sedangkan sebagai
subjek penelitian ini adalah pasien diabetes tipe 2. Penelitian ini akan dilaksanakan di
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang pengaruh relaksasi otot
progresif terhadap tingkat ansietas penderita diabetes mellitus tipe 2 di Wilayah Kerja
Puskesmas Purbolinggo .
5
2. Manfaat Aplikatif
a. Bagi Masyarakat
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi yang
b. Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan yang bersifat
penelitian yang lebih lanjut serta dapat menjadi data awal untuk melakukan
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Mellitus
kebutuhan insulin. Insulin dalam tubuh dibutuhkan untuk memfasilitasi masuknya glukosa
dalam sel agar dapat digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan sel. Berkurang atau
tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan didalam darah dan kekurangan glukosa
yang sangat dibutuhkan dalam kelangsungan dan fungsi sel (Tarwoto dkk., 2012).
Diabetes mellitus tipe 2 sebelumnya disebut Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM) atau diabetes mellitus onset-dewasa adalah gangguan yang melibatkan baik genetic
dan faktor lingkungan. Sedangkan diabetes Tipe 1 atau sebelumnya disebut Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau diabetes mellitus onset anak-anak adalah diabetes
yang ditandai dengan destruksi sel beta pancreas yang mengakibatkan defisiensi insulin
peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja
insulin, atau keduanya (Smeltzer, 2018). Diabetes mellitus merupakan penyakit yang
disebabkan oleh adanya kekurangan insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin
dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu : rusaknya sel-sel pankreas karena pengaruh dari luar
(virus, zat kimia tertentu, dll). Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar
(Hasdianah, 2012).
7
Diabetes adalah penyakit kronis, yang terjadi ketika pankreas tidak menghasilkan
cukup insulin, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang
menyadari adanya berbagai perubahan dalam dirinya. Perubahan seperti sering buang air
kecil (poliuria), sering haus (polidipsia), banyak makan/mudah lapar (polifagia) dan berat
badan menurun tanpa sebab yang jelas. Diabetes merupakan penyakit yang dapat mematikan
karena pengaruhnya menyebar ke sistem tubuh yang lain, kondisi ini meliputi resistensi
insulin, kadar kolesterol yang tinggi dan tekanan darah tinggi. Mereka yang memiliki tekanan
darah yang lebih tinggi 3 kali lebih besar ditemukan pada penderita diabetes mellitus
(Apriyanti, 2014).
Menurut American Diabetes Association 2010 (ADA) (dalam Tarwoto dkk., 2012)
untuk menentukan diagnosa dan kriteria diabetes mellitus, memenuhi 2 di antara 3 kriteria
sebagai berikut:
a. Adanya tanda dan gejala Diabetes mellitus ditambah kadar gula darah acak atau
b. Gula darah puasa atau Fasting Blood Sugar (FBS) lebih besar atau sama dengan
c. Hasil Glucose Tolerant Test (GTT) lebih besar atau sama dengan 200 mg/dl, 2
d. Impaired glucose tolerance (IGT) jika berhasil pemeriksaan 2 jam sesudah beban
8
e. Impaired fasting glucose (IFG), jika berhasil pemeriksaan gula darah puasa >110
Tabel 2.1
Kriteria Diabetes Mellitus (ADA, 2010).
Belum
Kadar Bukan
pasti DIABETE
gula DIABETE
DIABETE S
darah S
S MELLIT
(mg/dl MELLIT
MELLIT US
) US
US
Sewak Plas <100 100-199 ≥ 200
tu ma mg/dL mg/dL mg/dL
vena
Dara <90 90-199 ≥ 200
h mg/Dl mg/dL mg/dL
kapil
er
Puasa Plas <100 100-125 ≥ 120
ma mg/dL mg/dL mg/dL
vena
Dara <90 90-99 ≥ 100
h mg/dL mg/dL mg/dL
kapil
er
Menurut WHO dan American Diabetes Association (dalam Tarwoto dkk., 2012),
a. Diabetes mellitus tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (INDDM) yaitu
diabetes mellitus yang bergantung insulin. Diabetes tipe ini terjadi pada 5% s.d
9
10% penderita diabetes mellitus. Pasien sangat tergantung insulin melalui
kerusakan sel beta pankreas yang menghasilkan insulin. Hal ini berhubungan
seperti virus. Terdapat juga hubungan terjadinya diabetes tipe 1 dengan beberapa
antigen leukosit manusia (HLAs) dan adanya autoimun antibody sel islet (ICAs)
yang dapat merusak sel-sel beta pankreas. Bagaimana proses terjadinya kerusakan
sel beta itu ini tidak jelas. Ketidakmampuan sel beta menghasilkan insulin
mengakibatkan glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam
hati dan tetap berada dalam darah sehingga menimbulkan hiperglikemia. Pada
b. Diabetes mellitus tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
yaitu diabetes mellitus yang tidak tergantung pada insulin. Kurang lebih 90 %-95
% penderita diabetes mellitus adalah diabetes tipe ini. Diabetes mellitus tipe 2
akibat penurunan produksi insulin. Normalnya insulin terikat oleh reseptor khusus
pada permukaan sel dan mulai terjadi rangkaian reaksi termasuk metabolisme
glukosa. Pada diabetes tipe 2 reaksi dalam sel kurang efektif karena kurangnya
banyak terjadi pada usia dewasa lebih dari 45 tahun, karena perkembangan
10
lambat dan terkadang tidak terdeteksi, tetapi jika gula darah tinggi baru dapat
biasanya pada penduduk yang miskin. Diabetes tipe ini dapat ditegakkan jika ada
1) Adanya gejala malnutrisi seperti badan kurus, berat badan kurang dari 80%
badan.
d. Diabetes sekunder yaitu diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau
e. Diabetes mellitus gestasional yaitu diabetes mellitus yang terjadi pada masa
11
Tabel 2.2
Perbedaan Ciri-Ciri Dari Diabetes Mellitus Tipe 1 Dan 2
Ciri-ciri Tipe 1 Tipe 2
Nama lain Insulin dependent Non insulin
diabetes mellitus dependent diabetes
(IDDM), juvenile mellitus (NIDDM)
diabetes.
Umur Umumnya terjadi Biasanya terjadi
kejadian pada usia 30 tahun, setelah umur 30
tetapi dapat terjadi tahun, tetapi dapat
pada semua umur terjadi pada masa
anak-anak
Insiden Kurang dari 10% Sampai dengan 90%
Tipe Biasanya berat, Mungkin
kejadian dengan cepat terjadi asimtomatik,
hiperglikemia kejadian berlahan,
tubuh beradaptasi
terhadap keadaan
hiperglikemia
Produksi Sedikit atau tidak ada Dibawah normal,
insulin normal atau diatas
normal
Berat badan Ideal atau kurus 85% obesitas, dapat
saat kejadian pula terjadi pada
berat badan ideal
Ketosis Mudah terjadi Resisten terhadap
ketosis, jarang terjadi ketosis, dapat terjadi
jika terkontrol jika disertai infeksi
atau stres
Manifestasi Poliuria, polidipsia, Jarang terjadi,
polyphagia, manifestasi ringan
kelemahan dari hiperglikemia
Manajemen Penting dan utama Penting dan utama
diet
Manajemen Penting dan utama Penting dan utama
aktifitas
Pemberian Tergantung insulin 20-30% pasien
insulin untuk membutuhkan
12
mempertahankan insulin
hidup
Pemberian Tidak efektif Efektif
agen oral
hipoglikemi
k
(Tarwoto dkk., 2012)
a. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel
b. Faktor-faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang
c. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang
terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran
Adapun gambaran patologis dari diabetes sebagai salah satu efek utama akibat
13
b. Peningkatan mobilitas lemak dari daerah penyimpanan lemak yang abnormal
Adapun beberapa faktor risiko utama diabetes mellitus adalah sebagai berikut:
1) Berat badan berlebih dan obesitas. Kegemukan atau kelebihan berat badan
minimal 20% lebih berat dari berat badan yang diharapkan atau memiliki
2) Gula darah tinggi. Gula darah tinggi yang tidak ditatalaksana dapat
serta stroke. Hal-hal yang dapat meningkatkan gula darah adalah: Makanan
atau snack dengan karbohidrat yang lebih banyak dari biasanya, kurangi
aktifitas fisik, infeksi atau penyakit lain, perubahan hormon misalnya selama
3) Hipertensi. Jika tekanan darah tinggi maka jantung akan bekerja lebih keras
dan risiko untuk penyakit jantung dan diabetes pun lebih tinggi. Seseorang
dikatakan memiliki tekanan darah tinggi apabila berada dalam kisaran >
6) Kebiasaan diet yang buruk. Pola makan yang buruk seperti terlalu banyak
14
mengkonsumsi makanan yang menandung bahan pengawet merupakan faktor
7) Perilaku Merokok. Selain berbahaya bagi paru, rokok juga berbahaya bagi
meningkatkan kadar kolesterol dan kadar lemak lain dalam tubuh sehingga
dkk., 2012).
9) Stres. Stres berkepanjangan bisa memicu keluhan fisik dan psikis. Namun,
untuk penderita diabetes, stres bisa berakibat lebih merugikan bagi tubuh
karena akan memacu metabolisme gula darah. Secara fisiologis stres akan
Pada penderita diabetes, stres akan menyebabkan gula darah menjadi lebih
penyakit jantung yang lebih tinggi. Hal itu sebagian disebabkan oleh
15
tingginya angka tekanan darah tinggi, obesitas, dan diabetes, dan pola
lebih dari 4,5 kg berisiko mengalami diabetes mellitus (LeMone et al., 2016).
tinggi, kadar tinggi dari trigliserida, protein reaktif C naik, dan gula darah
puasa lebih dari 110 mg/dl meningkatkan risiko diabetes mellitus, penyakit
5. Patofisiologi
Diabetes mellitus merupakan kumpulan gejala yang kronik dan bersifat sistemik
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Glukosa secara normal bersikulasi dalam
16
jumlah tertentu dalam darah dan sangat dibutuhkan untuk kebutuhan sel dan jaringan.
Makanan yang masuk sebagian digunakan untuk kebutuhan energi dan sebagian lagi
disimpan dalam bentuk glikogen dihati dan jaringan lainnya dengan bantuan insulin. Insulin
merupakan hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau langerhans pankreas yang kemudian
produksinya masuk dalam darah dengan jumlah sedikit kemudian meningkat jika terdapat
makanan yang masuk. Pada orang dewasa rata-rata diproduksi 40-50 unit, untuk
Insulin disekresi oleh sel beta, satu diantara empat sel pulau langerhans pankreas.
Insulin merupakan hormon anabolik, hormon yang dapat membantu memindahkan glukosa
dari darah ke otot, hati dan sel lemak. Pada diabetes berkurangnya insulin atau tidak adanya
insulin berakibat pada gangguan tiga metabolisme yaitu menurunnya penggunaan glukosa,
Pada DM tipe 2 masalah utama adalah berhubungan dengan resistensi insulin dan
pada insulin. Normalnya insulin mengikat reseptor khusus pada permukaan sel dan
menstimulasi penyerapan glukosa oleh jaringan dan pada pengaturan pembebasan oleh hati.
Mekanisme pasti yang menjadi penyebab utama resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada DM tipe 2 tidak diketahui, meskipun faktor genetik berperan utama.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah penumpukkan glukosa dalam darah,
peningkatan sejumlah insulin harus disekresi dalam mengatur kadar glukosa darah dalam
batas normal atau sedikit lebih tinggi kadarnya. Namun, jika sel beta tidak dapat menjaga
17
dengan meningkatkan kebutuhan insulin, mengakibatkan kadar glukosa meningkat, dan DM
Beberapa tanda dan gejala pada penderita diabetes mellitus yaitu sebagai berikut:
dkk., 2012). Karena sifatnya, kadar gula darah yang tinggi akan menyebabkan
banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat
mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari (Wijaya & Putri, 2013).
dkk., 2012). Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan. Dikiranya sebab rasa
haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan
rasa haus itu penderita banyak minum (Wijaya & Putri, 2013).
cadangan energi berkurang, keadaan ini menstimulasi pusat lapar (Tarwoto dkk.,
2012). Rasa lapar yang semakin besar sering timbul pada penderita diabetes
mellitus sehingga untuk menghilangkan rasa lapar itu penderita banyak makan
18
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam relatif singkat harus
menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat
masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan
cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan
lemak dan otot sehingga menjadi kurus (Wijaya & Putri, 2013). Kelemahan dan
kehilangan potassium menjadi akibat pasien mudah lelah dan letih (Tarwoto dkk.,
2012).
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu
f. Gangguan penglihatan.
lambat, sirkulasi ke vaskuler tidak lancar, termasuk pada mata yang dapat
merusak retina serta kekeruhan pada lensa (Tarwoto dkk., 2012). Pada fase awal
g. Gatal/bisul.
menjadi gatal, jamur dan bakteri mudah menyerang (Tarwoto dkk., 2012).
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan dan daerah
lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering pula dikeluhkan
timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul karena
19
akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti
Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara
terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat
Pada keadaan tertentu, tubuh sudah dapat beradaptasi dengan peningkatan gula
7. Komplikasi
tubuh dan memiliki banyak komplikasi, adapaun komplikasi pada penderita diabetes mellitus
a. Komplikasi akut
1) Hiperglikemia
glukosa perifer. Hal ini dapat menyebabkan resistensi insulin selama 12-48
20
peningkatan hormone kontraregulator terstimulasi (kortisol). Produksi
dan asidosis yang terjadi dapat menyebabkan koma dan kematian jika tidak
terdiagnosa diabetes saat kebutuhan tenaga meningkat selama stres fisik atau
al., 2016).
keracunan zat keton sebagai hasil metabolime lemak dan protein terutama
b. Komplikasi kronik
21
Makrosirkulasi (pembuluh darah besar) pada penyandang DM mengalami
al., 2016).
miokard pada penyandang DM, khususnya pada DM tipe 2 usia paruh baya
sebagai komplikasi infark dan juga cenderung jarang bertahan hidup pada
3) Hipertensi
22
Penyakit vascular perifer di ekstremitas bawah menyertai kedua tipe DM,
berkembang dengan cepat, dan frekuensinya sama pada pria dan wanita.
perifer dengan klaudikasi (nyeri) intermiten di tungkai bawah dan ulkus pada
kaki. Sumbatan dan trombosis di pembuluh darah besar dan arteri kecil dan
jaringan yang dingin, kering, mengerut dan berwarna hitam di jari kaki dan
kaki. Gangrene biasanya mulai dari ibu jari kaki dan bergerak ke arah
5) Retinopati diabetik
Retinopati diabetik adalah nama untuk perubahan di retina yang terjadi pada
semua pasien DM tipe 1 dan lebih dari 60% pasien DM tipe 2 akan
23
sebagai akibat peningkatan kadar glukosa dalam lensa itu sendiri (LeMone et
al., 2016).
6) Nefropati diabetik
7) Perubahan Mood
depresi distress emosional spesifik karena DM. Depresi mayor dan gejala
Neuropati perifer dan viseral adalah penyakit pada saraf perifer dan sistem
24
neuropati diabetik. Etiologi neuropati diabetes mencakup 1_ penebalan
bilateral. Manifestasi pertama kali terlihat pada jari kaki dan bergerak ke
atas. Jari tangan dan tangan juga dapat terkena. Manifestasi polineuropati
bergantung pada serabut saraf yang terkena, dan untuk alasan ini, penderita
diabetes harus diberitahu untuk memeriksa kaki dan tungkai mereka setiap
berupa kerusakan sensasi nyeri, sentuhan ringan sulit membedakan dua titik
et al., 2016)
diabetes mellitus berfokus pada upaya untuk mengembalikan dan memelihara kadar glukosa
senormal mungkin melalui berbagai manajemen diabetes mellitus seperti diet seimbang,
25
olahraga, terapi alternatif & komplementer, serta penggunaan obat hipoglikemia oral (OHO)
atau insulin.
a. Pengobatan farmakologi
mencapai kadar glukosa darah normal atau hampir normal. Obat antidiabetes
b. Terapi Pembedahan
pankreas, atau sel-sel beta. Meskipun ini masih dalam tahap penelitian, banyak
peneliti percaya bahwa pencangkokan ekor (ujung) pancreas adalah teknik yang
terus dilanjutkan. Penderita diabetes dapat menerima bagian pancreas dari kerabat
yang masih hidup, seringkali sebagai bagian dari cangkok ginjal. Pancreas yang
dicangkok dapat melindungi ginjal baru dari kerusakan. Penelitian lain tengah
26
Transplantasi pancreas pertama sempurna tahun 1966. Sekitar 80% prosedur
penderita seluruhnya berada di sebelah kiri dan pancreas baru ditempatkan pada
arteri dan vena iliaka, dimana insulin dapat masuk ke dalam jalur sistemik.
Pancreas baru ditempatkan di dalam ruang pelvis bagian bawah, dan duktus
mengalir ke dalam kandung kemih dan tidak diserap. Prosedur bedah mumnya
berakhir 4-6 jam. Tranplantasi pancreas setelah ginjal dan tranplantasi pancreas
utama dari transplantasi pancreas termasuk trombosis pembuluh darah dan infeksi
c. Pengaturan diet
2016). Sementara Black & Hawks (2014) menjelaskan bahwa tujuan umum dari
memberikan nutrisi adekuat untuk seluruh tahap kehidupan. Tidak ada panduan
khusus untuk diet diabetes tipe 2, tetapi selain mengurangi kilo kalori, pasien
dianjurkan mengonsumsi tiga kali makan dengan ukuran yang sama, berjarak
sekitar 4-5 jam setiap kali makan, dengan satu atau dua kali kudapan. Penyandang
27
DM tipe 2 juga harus mengurangi asupan lemak. Rencana makanan penderita DM
hampir sama pada setiap kali makan atau kudapan setiap hari, berdasarkan pada
makanan memiliki efek terbesar dalam kadar glukosa darah pasca prandial
protein, lemak, dan kebutuhan insulin sebelum makan (LeMone et al., 2016).
Program aktivitas fisik terencana adalah bagian penting rencana asuhan pada
darah, serta mengurangi ketegangan dan stres (Black & Hawks, 2014b). Program
olahraga teratur bagi penderita diabetes mellitus setidaknya 150 menit per
glukosa oleh sel otot, yang kemungkinan mengurangi kebutuhan akan insulin dan
dalam manajemen stress yang ditujukan untuk menurunkan ketegangan pada otot-
28
otot tubuh menjadi rileks, menurunkan tekanan darah, menurunkan nyeri,
B. Kecemasan
1. Definisi
Kecemasan dalam bahasa inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang
berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Konsep kecemasan memegang peranan
yang sangat mendasar dalam teori-teori tentang stress dan penyesuaian diri (Mubarak,
Kecemasan adalah rasa takut yang tidak jelas disertai dengan perasaan ketidakpastian,
Pengalaman kecemasan dimulai pada masa bayi berlanjut sepanjang hidup. Pengalaman
sesorang diketahui dengan rasa takut terbesar pada kematian (Stuart, 2016).
Kecemasan atau ansietas adalah kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu
terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman (Tim Pokja SDKI, 2016).
a. Subjektif
1) Merasa bingung
3) Sulit berkonsentrasi
4) Mengeluh pusing
29
5) Anoreksia
6) Palpitasi
b. Objektif
1) Tampak gelisah
2) Tampak tegang
3) Sulit tidur
7) Tremor
9) Suara bergetar
Tidak semua kecemasan dapat dikatakan bersifat patologis ada juga kecemasan yang
a. Faktor Internal
1) Usia
nasehat-nasehat.
30
2) Pengalaman
dan punya cara menghadapinya akan cenderung lebih menganggap stres yang
3) Aset fisik
Orang dengan asek fisik yang besar, kuat, dan garang akan menggunakan
b. Faktor Eksternal
dapat meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri dalam menghadapi stres
1) Pendidikan
Aset berupa harta yang berlimpah tidak akan menyebabkan individu tersebut
mengalami stres berupa kekacauan finansial, bila hal ini terjadi dibandingkan
3) Keluarga
hal ini sangat berarti dalam memberi dukungan. Istri dan anak yang penuh
31
pengertian serta dapat mengimbangi kesulitan yang dihadapi suami akan
4) Obat
4. Karakteristik Kecemasan
Keduanya adalah energi yang tidak dapat diamati secara langsung. Seorang perawat menilai
Hal ini dipicu oleh hal yang tidak diketahui dan menyertai semua pengalaman
baru, seperti masuk sekolah. Memulai pekerjaan baru atau melahirkan anak.
dan menjelaskan Rasa takut melibatkan penilaian kognitif dari stimulus yang
32
Takut disebabkan oleh paparan fisik atau psikologis dari situasi yang mengancam
Jika seorang perawat bebicara dengan klien yang kecemasan dalam waktu singkat
perawat juga akan mengalami perasaan kecemasan. Demikian pula, jika perawat
Hal ini terjadi sebagai akibat dari ancaman terhadap kepribadian seseorang. Haga
diri atau identitas. Kecemasan ini hasil dari ancaman terhadap sesuatu yang
berharga untuk hidup. Selain itu, seseorang dapat tumbuh dari kecemasan jika
5. Tingkat Kecemasan
Menurut Mubarak, Indrawati & Susanto (2015) menyatakan bahwa ada dua tingkatan
33
b. Kecemasan neurosis, ketika individu tidak menyadari adanya konflik dan tidak
pertahanan diri.
cenderung untuk memusatkan sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak dapat
kendali. Orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun
kecemasan tidak sebagian sejalan dengan kehidupan dan jika berlangsung terus
6. Skala Kecemasan
34
Rentang respon kecemasan dapat ditentukan dengan gejala yang ada dengan
menggunakan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) yang terdiri atas 14 komponen yaitu
sebagai berikut:
a. Perasaan cemas (ansietas) firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah
tersinggung.
b. Ketegangan merasa tegang, lesu, tidak bias istirahat tenang, mudah terkejut,
c. Ketakutan yang ditandai pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada
binatang besar, pada keramaian lalu lintas, pada kerumunan orang banyak.
d. Gangguan tidur yang ditandai sukar masuk tidur, terbangun malam hari, tidur
tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi-mimpi, mimpi buruk, mimpi
menakutkan.
e. Gangguan kecerdasan yang ditandai sukar konsentrasi, daya ingat menurun, daya
ingat buruk.
g. Gejala somatik/fisik (otot) yang ditandai sakit dan nyeri di otot-otot, kaku,
(denyut jantung cepat), berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, rasa
j. Gejala respiratori (pernafasan) yang ditandai rasa tertekan atau sempit di dada,
35
k. Gejala gastrointestinal (pencernaan) yang ditandai sulit menelan, perut melilit,
diperut, rasa penuh atau kembung, mual, muntah, buang air besar lembek, sukar
l. Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin) yang ditandai sering buang air kecil,
tidak dapat menahan air seni, tidak datang bulan (tidakada haid), darah haid
berlebihan, darah haid amat sedikit, masa haid berkepanjangan, masa haid amat
pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin (frigid), ejakulasi dini,
m. Gejala autonom yang ditandai mulut kering, muka merah, mudah berkeringat,
kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasa sakit, bulu-bulu berdiri.
n. Tingkah laku (sikap) pada wawancara yang ditandai gelisah, tidak tenang, jari
gemetar, kerut kening, muka tegang, otot tegang/mengeras, nafas pendek dan
Adapun cara penilaiannya adalah dengan sistem skoring yaitu sebagai berikut :
Skor :
36
Apabila :
(Hawari, 2011).
1. Definisi Relaksasi
Relaksasi atau teknik relaksasi adalah metode, proses, prosedur, kegiatan yang dapat
menurunkan tingkat stress (Nurgiwiati, 2015). Relaksasi otot progresif merupakan salah satu
teknik pengelolaan diri yang didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatetis dan
parasimpatetis. Teknik relaksasi menghasilkan respon fisiologis yang terintegrasi dan juga
mengganggu bagian dari kesadaran yang dikenal sebagai ”respon relaksasi Benson”. Respon
relaksasi diperkirakan menghambat sistem saraf otonom dan sistem saraf pusat dan
rangka, tonus otot jantung dan mengganggu fungsi neuroendokrin (Triyanto, 2014).
Beberapa manfaat terapi relaksasi otot progresif menurut Setyoadi & Kushariyadi
37
a. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung, tekanan
c. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar dan tidak
Relaksasi otot progresif diciptakan setelah mempelajari sistem kerja saraf manusia,
yang terdiri dari sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom. Sistem saraf pusat berfungsi
mengendalikan gerakan-gerakan yang dikehendaki, misalnya gerakan tangan, kaki, leher, dan
jari-jari pada saat tubuh melakukan tugas tertentu. Sebaliknya, sistem saraf otonom berfungsi
(pengontrol pupil dan akomodasi lensa mata, dan gairah seksual), proses kardiovaskuler, dan
aktivitas berbagai kelenjar dalam tubuh (Carlson, 1994 dalam Ramdhani & Putra, 2010).
Sistem saraf otonom ini terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatetis dan
sistem saraf parasimpatetis yang kerjanya saling berlawanan. Sistem saraf simpatetis lebih
banyak aktif ketika tubuh membutuhkan energi. Misalnya pada saat terkejut, takut, cemas,
atau berada dalam keadaan tegang. Pada kondisi seperti ini, sistem syaraf akan memacu
aliran darah ke otot-otot skeletal, meningkatkan detak jantung dan kadar gula. Sebaliknya,
sistem saraf parasimpatetis mengontrol aktivitas yang berlangsung selama penenangan tubuh,
misalnya penurunan denyut jantung setelah fase ketegangan dan menaikkan aliran darah ke
38
Sementara dengan melakukan teknik relaksasi maka tubuh akan menghasilkan respon
fisiologis yang terintegrasi dan juga mengganggu bagian dari kesadaran yang dikenal sebagai
”respon relaksasi Benson”. Respon relaksasi diperkirakan menghambat sistem saraf otonom
dan sistem saraf pusat dan meningkatkan aktivitas parasimpatis yang dikarakteristikkan
dengan menurunnya otot rangka, tonus otot jantung dan mengganggu fungsi neuroendokrin
(Triyanto, 2014).
Gerakan kontraksi dan relaksasi otot menstimulasi respon relaksasi baik fisik maupun
psikologis. Respon tersebut terjadi karena rangsangan aktivitas sistem syaraf otonom
parasimpatis yaitu nuclei rafe yang terletak pada separuh bagian bawah pons dan medulla;
akibatnya terjadi penurunan pada metabolisme tubuh, denyut nadi, tekanan darah dan
frekuensi pernafasan.
Selain itu juga relaksasi otot progresif melibatkan peningkatan sekresi serotonin
sehingga tubuh menjadi tenang dan lebih mudah untuk tidur. Pada saat yang sama, ketika
melakukan gerakan relaksasi otot, sebuah sel syaraf juga mengeluarkan opiate peptides yang
merupakan saripati kenikmatan dan dialirkan keseluruh tubuh sehingga yang dirasakan
adalah rasa nikmat dan rileks (Persson, et al., 2008, dalam Sulidah dkk, 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Sulidah dkk., (2016) tentang pengaruh relaksasi otot
perlakuan relaksasi otot progresif 1 kali sehari menjelang tidur selama 4 minggu dan
dilakukan 3 kali pengukuran posttest yaitu pada minggu ke 2, minggu ke 3 dan minggu ke 4.
Pada hasil analisis didapatkan bahwa relaksasi otot progresif terbukti efektif meningkatkan
tingkat kecemasan lansia (p-value 0,000) baik pada pengukuran minggu kedua maupun
Penelitian yang dilakukan oleh Djawa, Hariyanto, & Ardiyani (2017) tentang
perbedaan tingkat kecemasan lansia sebelum dan sesudah melakukan relaksasi otot progresif
39
menunjukkan rata-rata skor tingkat kecemasan sebelum intervensi adalah 12,82,45 dan
setelah intervensi yang diukur pada hari ke 8 terjadi perubahan skor tingkat kecemasan
dengan rata-rata 4,530,99. Pada hasil uji statistik didapatkan p-value 0,000 (p<0,05) artinya
terdapat perbedaan bermakna skor tingkat kecemasan antara sebelum dan setelah pemberian
relaksasi otot progresif, dimana setelah pemberian relaksasi otot progresif selama 7 hari yang
dilakukan 1 kali sehari menjelang tidur malam, tingkat kecemasan responden mengalami
peningkatan signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Rudy (2017) menunjukkan bahwa
relaksasi otot progresif terbukti efektif dalam meningkatkan tingkat kecemasan pasien DM
a. Persiapan
1) Persiapan alat dan lingkungan: kursi, bantal, serta lingkungan yang tenang dan
sunyi.
2) Persiapan klien
Posisikan tubuh klien secara nyaman yaitu berbaring dengan mata tertutup
menggunakan bantal di bawah kepala dan lutut atau duduk di kursi dengan
Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain yang sifatnya
mengikat ketat.
b. Pelaksanaan
40
Klien diminta membuat kepalan ini semakin kuat (gambar 2.1), sambil
klien dipandu untuk merasakan rileks selama 10 detik. Gerakan pada tangan
kiri ini dilakukan dua kali sehingga klien dapat membedakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan relaks yang dialami. Prosedur serupa juga
Gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk kedua lengan ke belakang pada
41
Otot biceps adalah otot besar yang terdapat di bagian atas pangkal lengan.
Gambar 2.3 Gerakan 3 otot-otot biceps dan gerakan 4 untuk otot bahu
adalah otot-otot dahi, mata, rahang, dan mulut. Gerakan untuk dahi dapat
dilakukan dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai otot-ototnya terasa
42
Gambar 2.4 Gerakan-gerakan untuk otot-otot wajah
sekitar mulut.
otot leher bagian depan maupun belakang. Gerakan diawali dengan otot leher
bagian belakang baru kemudian otot leher bagian depan. Klien dipandu
43
klien dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan punggung
atas.
Gambar 2.5 Gerakan melatih otot leher, punggung dan otot dada
9) Gerakan kesembilan bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan (lihat
gambar 2.5). Gerakan ini dilakukan dengan cara membawa kepala ke muka,
dapat dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi, kemudian
Pada saat rileks, letakkan tubuh kembali ke kursi, sambil membiarkan otot-otot
menjadi lemas.
11) Gerakan kesebelas, dilakukan untuk melemaskan otot-otot dada. Pada gerakan
ini, klien diminta untuk menarik nafas panjang untuk mengisi paru-paru
44
dengan udara sebanyak-banyaknya. Posisi ini ditahan selama beberapa saat,
Sebagaimana dengan gerakan yang lain, gerakan ini diulangi sekali lagi
perut menjadi kencang dank eras. Setelah 10 detik dilepaskan bebas, kemudian
diulang kembali seperti gerakan awal untuk perut ini. Gerakan 14 dan 15
berurutan.
13) Gerakan ketiga belas bertujuan untuk melatih otot-otot paha, dilakukan dengan
cara meluruskan kedua belah telapak kaki (lihat gambar delapan) sehingga
otot paha terasa tegang. Gerakan ini dilanjutkan dengan mengunci lutut,
prosedur relaksasi otot, klien harus menahan posisi tegang selama 10 detik
D. Kerangka Teori
Kerangka teori pada dasarnya adalah hubungan antara konsep-konsep yang ingin
diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2012).
Berdasarkan teori yang telah dikemukakan di atas maka dapat digambarkan kerangka teori
45
Faktor Risiko
Kecemasan(Ansietas) Intervensi
Gambar 2.1 Kerangka Teori (Mubarak dkk, 2015; Triyanto, 2014; Nurgiwiati, 2015;
Setyoadi & Kushariyadi, 2011)
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antar konsep-
konsep atau variable yang diambil (diukur) melalui penelitian - penelitian yang dilakukan
Independen Dependen
berupa pernyataan tentang hubungan dua variabel atau lebih, perbandingan (komparasi) atau
variabel mandiri (Sugiyono, 2010). Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:
46
Ha : Ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap Tingkat Kecemasan ( ansietas)
diabetes mellitus tipe 2 di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Purbolinggo tahun 2022.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan kuantitatif, yaitu penelitian yang datanya berupa
angka-angka (score, nilai) atau pernyataan yang diangkakan dan dianalisis dengan analisis
statistik. Studi yang digunakan adalah studi eksperimen atau percobaan (experimental
research) yaitu suatu penelitian dengan melakukan kegiatan percobaan (experiment) yang
bertujuan untuk mengetahui gejala atau pengaruh yang timbul sebagai akibat dari adanya
perlakuan tertentu atau eksperimen tersebut (Notoatmodjo, 2012). Bentuk eksperimen yang
digunakan adalah quasi experiment design dengan rancangan Nonequivalent control group
design/non randomized control group pretest posttest design yaitu penelitian eksperimen
yang dilakukan dengan cara memilih dua kelompok dalam kelompok studi tetapi tidak
dilakukan randomisasi kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal lalu
diberikan perlakuan yang selanjutnya peneliti melakukan post test untuk melihat efek dari
perlakuan yang diberikan (Budiman, 2011). Bentuk rancangan ini adalah sebagai berikut:
Eksperimen 01 x 02
Kontrol 01 - 02
Keterangan:
01 : Pengukuran sebelum perlakuan
47
B. Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki
atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu (Notoatmojo,
2018). Penelitan ini memiliki 2 (dua) variabel. Variabel Independen dan Variabel Dependen.
Variabel bebas atau variabel yang dapat mempengaruhi dalam penelitian ini adalah
Variabel terikat atau variabel yang dipengaruhi dalam penelitian ini adalah Tingkat
diamati atau diteliti, perlu sekali variabel-variabel tersebut diberi batasan. Definisi
operasional ini juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan
terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen atau alat ukur
(Notoatmojo, 2018).
48
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
Definisi
No Variabel Alat ukur Cara ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
1 Dependen Sebuah ukuran Kuesioner Membagikan Skor HARS Numerik
Tingkat Rentang respon Hamilton kuesioner/ 0-21
Kecemasan kecemasan sesuai Anxiety wawancara Skor <14 =
diabetes dengan gejala Rating Scale tidak ada
mellitus tipe yang dialami (HARS) yang kecemasan.
2 penderita Diabetes terdiri atas 14 Skor 14 - 20 =
mellitus Tipe 2. komponen kecemasan
ringan.
Skor 21 – 27 =
kecemasan
sedang.
Skor 28 – 41 =
kecemasan
berat.
Skor 42 – 56 =
kecemasan
berat sekali
49
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah pelaksanaan suatu penelitian yang selalu berhadapan dengan objek
yang diteliti atau diselidiki. Objek tersebut dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-
tumbuhan, benda-benda mati lainnya, serta peristiwa dan gejala yang terjadi di dalam
masyarakat atau di dalam alam (Notoatmodjo, 2018).. Populasi dalam penelitian ini
2. Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi penelitian
tergantung pada dua hal, yaitu adanya sumber-sumber yang dapat digunakan untuk
menentukan batas maksimal dari besarnya sampel dan kebutuhan dari rencana analisis
yang menentukan batas minimal dari besarnya sampel. Besar sampel yang digunakan
sebagai berikut :
N
n
1 + N e2
2219
n
1 + 2219 (0,052)
2219
n
1 + 2219 (0,0025)
50
Keterangan :
Berdasarkan rumus diatas maka jumlah sampel penelitian ini berjumlah 339 Orang
sampling. Cluster random sampling adalah suatu jenis teknik sampling dimana
seorang peneliti membagi populasi menjadi beberapa kelompok yang terpisah yang
disebut sebagai cluster. Dari beberapa cluster ini diambil beberapa sampel yang
dipilih secara random atau acak. Analisis penelitian dari teknik cluster random
sampling ini diambil dari data sampel cluster-cluster tersebut. Adapun kriteria
a. Kriteria
Tahun 2022 .
51
F. Etika Penelitian
Pelaku penelitian atau penelitian dalam menjalankan tugas meneliti atau melakukan
penelitian hendaknya memegang teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta berpegang
teguh pada etika penelitian meskipun penelitian yang dilakukan tidak merugikan atau
membahayakan bagi subjek penelitian. Secara garis besar menurut Milton (2019 dikutip
Palestin dalam Notoatmodjo, 2012) menjelaskan ada empat prinsip dasar etika penelitian,
meliputi:
informasi atau tidak. Bentuk menghormati harkat dan martabat subjek penelitian,
mencakup:
e. Persetujuan subjek dapat mengundurkan diri sebagai objek penelitian kapan saja
diberikan responden.
g. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy and
confidentiality)
52
h. Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan kebebasan
memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh karena itu, penelitian
j. Prinsip keterbukaan dan adil harus dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,
prosedur penelitian.
and benefits)
1. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data.
Instrumen penelitian dapat berupa kuesioner (daftar pertanyaan), formulir observasi yang
berkaitan dengan pencatatan data dan sebagainya. Apabila data yang akan dikumpulkan
adalah data yang menyangkut pemeriksaan fisik maka instrumen penelitian dapat berupa
stetoskop, tensimeter, timbangan, meteran atau alat lainnya (Notoatmodjo, 2012). Adapun
instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat kecemasan penderita diabetes mellitus
dalam penelitian ini menggunakan kuesioner Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) yang
53
a. Perasaan cemas (ansietas) firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah
tersinggung.
b. Ketegangan merasa tegang, lesu, tidak bias istirahat tenang, mudah terkejut,
c. Ketakutan yang ditandai pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada
binatang besar, pada keramaian lalu lintas, pada kerumunan orang banyak.
d. Gangguan tidur yang ditandai sukar masuk tidur, terbangun malam hari, tidur
tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi-mimpi, mimpi buruk, mimpi
menakutkan.
e. Gangguan kecerdasan yang ditandai sukar konsentrasi, daya ingat menurun, daya
ingat buruk.
g. Gejala somatik/fisik (otot) yang ditandai sakit dan nyeri di otot-otot, kaku,
(denyut jantung cepat), berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, rasa
j. Gejala respiratori (pernafasan) yang ditandai rasa tertekan atau sempit di dada,
54
diperut, rasa penuh atau kembung, mual, muntah, buang air besar lembek, sukar
l. Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin) yang ditandai sering buang air kecil,
tidak dapat menahan air seni, tidak datang bulan (tidakada haid), darah haid
berlebihan, darah haid amat sedikit, masa haid berkepanjangan, masa haid amat
pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin (frigid), ejakulasi dini,
m. Gejala autonom yang ditandai mulut kering, muka merah, mudah berkeringat,
kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasa sakit, bulu-bulu berdiri.
n. Tingkah laku (sikap) pada wawancara yang ditandai gelisah, tidak tenang, jari
gemetar, kerut kening, muka tegang, otot tegang/mengeras, nafas pendek dan
Metode pengumpulan data pada penelitian meliputi data primer yaitu data yang
diambil langsung dari responden dan skunder yaitu data yang berbentuk dokumentasi. Data
primer dalam penelitian diambil langsung dari responden melalui kuesioner Hamilton Anxiety
Rating Scale (HARS) untuk mengetahui tingkat kecemasan diabetes mellitus. Sedangkan data
skunder dalam penelitian ini berupa data-data angka kejadian diabetes mellitus yang tercatat
dalam laporan penyakit tidak menular (PTM) UPTD Purbolinggo sebagai data awal.
a. Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui empat tahap sebagai
berikut:
55
1) Editing yaitu melakukan pengecekan biodata responden, kuesioner Hamilton
2) Coding yaitu mengubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka
atau bilangan guna mempermudah pada saat analisis data. Pada penelitian ini
data yang diolah berupa data numerik sehingga tidak banyak pengkodean.
Terlebih lagi program SPSS saat ini sudah lebih canggih sehingga sangat
2012). Dari hasil analisis data tidak didapatkan missing data, dan semua data
berdistribusi normal.
b. Analisa Data
1) Analisis Univariat
2) Analisis Bivariat
value > 0,05), maka analisis data dilakukan dengan menggunakan uji
56
statistik parametrik dua kelompok berpasangan yaitu uji paired t-test dan uji
dua kelompok tidak berpasangan yaitu uji t-test independent. Analisis ini
5%, dan hasilnya adalah p value ≤ nilai α (0,05), maka Ho ditolak (ada
pengaruh).
4. Jalannya Penelitian
Jalannya penelitian ini akan dilaksanakan melalui beberapa tahap, yaitu sebagai
berikut:
1) Tahap Awal
Tahap awal dalam proses penelitian ini yaitu mengamati fenomena ataupun
ruang lingkup serta desain penelitian yang akan digunakan. Setelah proposal
uji etik dan penelitian ini telah dinyatakan lulus uji etik. Setelah mendapatkan
pengumpulan data
57
Adapun pelaksanaan penelitian ini akan dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut:
jadwal latihan.
58
kelompok kontrol dan data yang telah terkumpul selanjutnya akan
2) Tahap Akhir
59
DAFTAR PUSTAKA
Apriyanti, M. (2014). Meracik Sendiri Obat & Menu Sehat Bagi Penderita Diabetes Melitus.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press..
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014a). Keperawatan Medikal Bedah: manajemen klinis untuk
hasil yang diharapkan. (A. Suslia & P. P. Lestari, Ed., R. A. Nampira, Yudhistira, & S.
citra Eka, Penerj.) (Edisi 8, Vol. 1). Singapura: Elsevier Inc.
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014b). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. (A. Suslia & P. P. Lestari, Ed., R. A. Nampira, Yudhistira, & S.
citra Eka, Penerj.) (Edisi 8, Vol. 2). Singapura: Elsevier Inc.
Hasdianah. (2012). Mengenal Diabetes Mellitus Pada Orang Dewasa dan Anak-anak dengan
Solusi Herbal. Yogyakarta: Nuha Medika.
LeMone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
(M. T. Iskandar, Ed., B. Angelina, E. K. Yudha, P. E. Karyuni, & N. B. Subekti, Penerj.)
(Edisi 5, Vol. 2). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Mubarak, W. I., Indrawati, L., & Susanto, J. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. (A.
Suslia, Ed.), Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.
Nabyl, R. A. (2012). Panduan Hidup Sehat Mencegah dan Mengobati Diabetes Mellitus.
Yogyakarta: Aulia Publishing.
Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi). Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Setyoadi, & Kushariyadi. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan Pada Klien Psikogeriatrik.
(A. Suslia, Ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, S. C. (2018). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. (E. A. Mardella,
Ed., D. Yulianti & A. Kimin, Penerj.) (Edisi 12). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Smyth, C. (2012). The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). The Hartford Institute for
Geriatric Nursing, 155(6.1), 86.
Tarwoto, & Wartonah. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
60
Tarwoto, Wartonah, Taufiq, I., & Mulyati, L. (2012). Keperawatan Medikal Bedah
Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). KMB2 Keperawatan Medikal Bedah: keperawatan
dewasa. Buku 2 (Edisi 1). Yogyakarta: Nuha Medika.
. (2021). Laporan Penyakit Tidak Menular (PTM) Kabupaten Lampung Timur. Lampung
Timur Lampung.
Kemenkes RI. (2016). Situasi dan Analisis Diabetes. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Kemenskes RI.
Endah Sri Rahayu, D. H. (2014). Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif Terhadap
Tim pokja SDKI DPP PPNI.(2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi
61
LAMPIRAN
62
LAMPIRAN 1
Saya telah membaca atau memperoleh penjelasan, sepenuhnya menyadari, mengerti, dan
memahami tentang tujuan, manfaat, dan risiko yang mungkin timbul dalam penelitian, serta
telah diberi kesempatan untuk bertanya dan telah dijawab dengan memuaskan, juga sewaktu-
waktu dapat mengundurkan diri dari keikut sertaannya, maka saya setuju/tidak setuju*) ikut
dalam penelitian ini, yang berjudul:
Saya dengan sukarela memilih untuk ikut serta dalam penelitian ini tanpa tekanan/paksaan
siapapun. Saya akan diberikan salinan lembar penjelasan dan formulir persetujuan yang telah
saya tandatangani untuk arsip saya.
Saya setuju:
Ya/Tidak*)
Tanda Tangan
Tanggal (Bila tidak bisa dapat
digunakan cap jempol)
Nama Peserta (diisi inisial)
Usia
Alamat
Nama Saksi
vi
LAMPIRAN 2
A. Penilaian :
0 : Tidak ada (Tidak ada gejala sama sekali)
1 : Ringan (Satu gejala dari pilihan yang ada)
2 : Sedang (Separuh dari gejala yang ada)
3 : Berat (Lebih dari separuh dari gejala yang ada)
4 : Sangat berat (Semua gejala ada)
C. Berilah tanda Check list (√) pada jawaban yang paling sesuai dengan pendapat ibu
Firasat buruk
Mudah tersinggung
Mudah emosi
2 Ketegangan
Merasa tegang
Lesu
Mudah terkejut
Mudah menangis
Gemetar
Gelisah
3 Ketakutan
Pada gelap
Ditinggal sendiri
vii
Pada kerumunan banyak orang
4 Gangguan tidur
Mimpi buruk
5 Gangguan kecerdasan
Sulit berkonsentrasi
Sering bingung
Banyak Pertimbangan
6 Perasaan depresi
Kehilangan minat
Sedih
Perasaan berubah-ubah
Nyeri otot
Kaku
Kedutan otot
Gigi gemertak
8 Gejala sensorik
Telinga berdengung
Penglihatan kabur
Merasa lemah
9 Gejala kardiovaskuler
viii
Berdebar-debar
Nyeri dada
10 Gejala pernafasan
Perasaan tercekik
11 Gejala gastrointestinal
Sulit menelan
Mual muntah
12 Gejala urogenitalia
Sering kencing
13 Gejala otonom
Mulut kering
Muka kering
Mudah berkeringat
Sakit kepala
Gelisah
Tidak terang
ix