Anda di halaman 1dari 78

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.

S DENGAN
GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN “DIABETES MELITUS TIPEII”

Laporan Praktek ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk


menyelesaikan Praktek Lapangan Keperawatan Gerontik Profesi Ners
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan

OLEH:
ILHAM RAMADHAN SIREGAR,S.Tr.Kep

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI NERS
2022

1
KATAPENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWTyang telah


memberikan rahmatdan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “asuhan keperawatan Gerontik pada Ny. S dengan
gangguan sistem endokrin “diabetes melitus tipe ii” di rsu mitra medika tanjung
mulia medan Tahun 2022 ”ini, meskipunmasih jauh dari kesempurnaan.
Tujuan kami membuat laporan ini adalah untuk melengkapi salah satu
tugas pada mata kuliah Keperawatan Gerontik . Dalam kesempatan ini tak lupa
kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Atas bantuan dan dorongannya, semoga mendapat
balasan dari Allah SWT, dan kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
kami khususnya serta bagi pembaca pada umumnya.
Karena sifat keterbatasan yang dimiliki, maka saran dan kritik yang
membangun sangatkami harapkan, dan semoga makalah ini dapat menjadi titik
sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan .

Medan, 26 Agustus 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................ 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 2
C. Tujuan............................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Lansia ............................................................................... 3
1. Defenisi Lansia ........................................................................ 3
2. Batasan Lansia ......................................................................... 3
B. Konsep Diabetes Melitus............................................................... 3
1. Definisi Diabetes Melitus ........................................................ 3
2. Klasifikasi Diabetes Mellitus.................................................... 4
3. Etiologi..................................................................................... 5
4. Faktor-Faktor Resiko Diabetes Mellitus................................... 7
5. Patofisiologi.............................................................................. 10
6. Manifestasi Klinis..................................................................... 11
7. Komplikasi ............................................................................... 12
8. Penatalaksanaan........................................................................ 12
C. Konsep Dasar Luka Kaki Diabetik................................................ 13
1. Definisi Ulkus Kaki Diabetik .................................................. 13
2. Etiologi Ulkus Kaki Diabetik .................................................. 14
3. Manifestasi klinis Kaki Diebetik ............................................. 14
4. Patofisiologi Ulkus Kaki Diabetik ........................................... 15
5. Faktor Resiko Terjadinya Ulkus Kaki Diabetik....................... 15
D. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ...................................... 18
1. Pengkajian ................................................................................ 18
2. Diagnosa Keperawatan ............................................................ 25

ii
3. Intervensi Keperawatan ........................................................... 26
4. Implementasi Keperawatan ..................................................... 34
5. Evaluasi Keperawatan ............................................................. 34
BAB III TINJAUAN KASUS ..................................................................... 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................... 70
B. Saran ............................................................................................. 70
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lansia adalah seorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas baik pria
maupun wanita, yamg masih aktif beraktifitas yang bekerja maupun mereka yang
tidak berdaya untuk mencari nafka sendiri hingga bergantung pada orang lain
untuk menghidupi drinya sendiri (nugroho, 2006). Diabetes mellitus (DM) adalah
gangguan metabolisme yang disebabkan berbagai macam etiologi, disertai adanya
hiperglikemi kronis akibat gangguan sekresi insulin atau gangguan kerja dari
insulin, atau keduanya (Hanifah, Basuki, & Faizi, 2021). Diabetes adalah masalah
kesehatan masyarakat yang penting, menjadi salah satu dari empat penyakit tidak
menular prioritas yang menjadi target tindak lanjut oleh para pemimpin dunia.
Jumlah kasus dan prevalensi diabetes terus meningkat selama beberapa dekade
terakhir (WHO Global Report, 2016 dalam Kemenkes, 2018).
DM pada lansia adalah penyakit yang sering terjadi pada lanjut usia yang
disebabkan karena lansia tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah yang
cukup atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin secara efektif (Nugroho,
2012). Pada organ tubuh lansia akan terjadi kelebihan glukosa di dalam darah
serta akan dirasakan setelah terjadi komplikasi lanjut, setelah itu akan terjadi pada
semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan maupun gejala
yang sangat bervariasi (Gibney, 2009). DM pada lansia di sebabkan oleh faktor
genetik, usia, obesitas dan aktifitas fisik kemudian dengan berjalannya usia yang
semakin meningkatan secara bertahap di karenakan terjadi proses menua, faktor
genetik , IMT serta aktivitas fisik yang kurang (Adamo, 2008 dalam
(Musthakimah, 2019)).
International Diabetes Federation, (2017) mengatakan bahwa pada tahun
2017 tercatat 425 juta kasus dan diperkirakan mengalami peningkatan menjadi
629 juta kasus sebesar 48% pada tahun 2045. Prevalensi DM di Indonesia dengan
angka kejadian tertinggi terdapat di daerah DKI Jakarta (3,4%) yang diikuti oleh
daerah Kalimantan Timur dan DI Yogyakarta. Prevalensi DM di Indonesia

1
berdasarkan pemeriksaan darah mengalami peningkatan dari 6,9% menjadi 8,5%,
sedangkan berdasarkan diagnosa dokter meningkat dari 1,5 % menjadi 2% pada
tahun 2018 (Riskesdas, 2018).
Provinsi Sumatera Utara menjadi salah satu provinsi dengan penderita
Diabetes Melitus tertinggi di Indonesia dengan prevalensi sebesar 2,3% yang di
diagnosa dokter berdasarkan gejala, hal ini membuat provinsi Sumatera Utara
menjadi salah satu dari 10 besar provinsi dengan prevalensi Diabetes Melitus
tertinggi di Indonesia (Kemenkes, 2014). Prevalensi tertinggi adalah Deli Serdang
sebesar 2,9%. Diabetes Mellitus di RSUD Deli Serdang meningkat sebesar
42,65% pada tahun 2013 sampai tahun 2017 (Riskesdas, 2018).
Diabetes Melitus disebut dengan the silent killer karena penyakit ini dapat
menimbulkan berbagai komplikasi antara lain gangguan penglihatan mata,
katarak, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan
membusuk/gangren, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah, stroke dan
sebagainya.
Peran perawat sangatlah penting dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien dengan masalah Diabetes Melitus. Asuhan keperawatan yang
professional diberikan melalui pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari
pengkajian, penetapan diagnosa, pembuatan intervensi, impelementasi
keperawatan, dan mengevaluasi hasil tindakan keperawatan. .

B. Rumusan Masalah
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan gangguan
system endokrin Diabetes Mellitus dengan Luka Kaki Diabetik
C. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan gangguan
system endokrin Diabetes Mellitus dengan Luka Kaki Diabetik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teoritis Lansia
1. Defenisi Lansia
Lanjut Usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas,
berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia. Lansia adalah seorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas baik pria
maupun wanita, yamg masih aktif beraktifitas yang bekerja maupun mereka yang
tidak berdaya untuk mencari nafka sendiri hingga bergantung pada orang lain
untuk menghidupi drinya sendiri (nugroho, 2006). Menua bukanlah suatu
penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan
perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh (Djibrael, 2018).
Keperawatan Gerontik adalah Suatu bentuk pelayanan profesional yang
didasarkan pada ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang berbentuk bio-psikososio-
spritual dan kultural yang holistik, ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat
maupun sakit pada tingkat individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
(Djibrael, 2018).
2. Batasan Lansia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (Muhith & Siyoto, 2016) :
a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old), antara 75 - 90 tahun d) Usia sangat tua (very old), di
atas 90 tahun

B. Teoritis Medis Diabetes Mellitus


1. Defenisi Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan kondisi kronis yang ditandai dengan
peningkatan konsentrasi glukosa darah disertai dengan munculnya gejala utama
yang khas, yakni urine yang berasa manis dengan jumlah yang besar. Istilah

3
“diabetes” berasal dari bahasa yunani yang berarti “ Siphon”, ketika tubuh
menjadi suatu saluran untuk mengelurkan cairan yang berlebihan, dan
“Mellitus”dari bahasa yunani dan latin yang berarti Madu. Kelainan yang menjadi
penyebab dasar dari dabetes mellitus adalah defisiensi relatif atau absolut dari
hormon insulin. Insulin merupakan satu-satunya hormon yang dapat menurunkan
kadar gula dalam darah (Bilous & Donelly, 2015).
Diabetes adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah atau glukosa),
atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang
dihasilkannya. Diabetes adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting,
menjadi salah satu dari empat penyakit tidak menular prioritas yang menjadi
target tindak lanjut oleh para pemimpin dunia. Jumlah kasus dan prevalensi
diabetes terus meningkat selama beberapa dekade terakhir. (WHO 2016).

Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronik, progresif yang


dikarakteristikan dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein awal terjadinya hyperglikemia (kadar gula darah
yang tinggi dalam darah) ( Black & Hawk, 2009) dalam Damayanti 2018.
Gula darah tinggi adalah jika kadar gula darah saat berpuasa > 126 mg/dL
dan pada saat tidak berpuasa 200 mg/dL. Kadar gula darah normal pada pagi hari
setelah makan sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL. Kadar gula darah
biasanya < 120-140 mg/ dL pada 2 jam setelah makan dan minum cairan yang
mengandung gula maupun karbohidrat lainnya (Masriadi, 2016).
2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

a. Diabetes Tipe 1
Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin atau Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Diabetes mellitus berkaitan dengan
ketidaksanggupan pankreas untul membuat insulin dan berkaitan dengan
kerusakan atau gangguan fungsi pankreas untuk menghasilkan insulin. Diabetes
mellitus tipe 1 terjadi sebelum usia 30 tahun dan banyak ditemukan pada balita,
anak-anak, dan remaja.

4
b. Diabetes Tipe 2
Diabetes tipe 2 adalah diabetes yang tidak tergantung pada insulin atau
Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) dimana pankreas tetap
menghasilkan insulin namun dalam jumlah yang tidak cukup. Kebanyakan dari
insulin yang diproduksi dihisap oleh lemak akibat gaya hidup dan pola makan
yang tidak baik. Pankreas tidak dapat membuat cukup insulin untuk mengatasi
kekurangan insulin sehingga kadar gula dalam darah meningkat. Hormon insulin
tidak dapat berfungsi dengan semestinya. Hal ini disebabkan karena berbagai
kemungkinan seperti kecacatan dalam memproduksi insulin, resistensi terhadap
insulin atau berkurangnya sensitifitas sel dan jaringan tubuh terhadap insulin.
c. Diabetes Gestational (Diabetes pada kehamilan)
Diabetes kehamilan terjadi pada intoleransi glukosa tang diketahui saat
kehamilan pertama. Wanita yang mengalami peningkatan resiko pada kehamilan
akan mengalami peningkatan resiko terhadap diabetes setelah 5-10 tahun
melahirkan (Porth, 2007 dalam Damayanti 2018).
d. Diabetes tipe lain
Merupakan gangguan endokrin yang menimbulkan hiperglikemia akibat
peningkatan produksi glukosa hati atau penurunan penggunaan glukosa oleh sel
(Porth, 2007dalam Damayanti 2018). Diabetes tipe ini menggambarkan diabetes
yang dihubungkan dengan keadaan sindrom tertentu, misalnya diabetes yang
terjadi dengan penyakit pankreas atau pengangkatan jaringan pankreas dan
penyakit endokrin.

3. Etiologi

1. Diabetes Tipe 1
a) Faktor keturunan atau faktor genetik
Salah satu atau kedua orang tua menderita diabete mellitus, maka anak
akan beresiko terkena diabetes.
b) Autoimunitas
Yaitu tubuh alergi terhadap salah satu jaringan atau jenis selnya sendiri,
yang ada dalam pancreas. Tubuh kehilangan kemampuan untuk

5
membentuk insulin karena system kekebalan tubuh menghancurkan sel
yang memproduksi insulin.
c) Virus atau zat kimia
Virus atau zat kimia yang menyebabkan kerusakan pada sel dalam
penkreas (Masriadi, 2016).
2. Diabetes Tipe 2
a. Faktor keturunan.
b. Pola makan atau gaya hidup yang tidak sehat.
c. Kadar kolesterol yang tinggi.
d. Kurang berolahraga.
e. Obesitas atau kelebihan berat badan (Masriadi, 2016).
Etiologi diabetes tipe 2 pada umumnya karena gaya hidup yang tidak sehat.
Hal tersebut mengakibatkan metabolisme dalam tubuh tidak sempurna
sehingga membuat insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik.
Hormone insulin dapat diserap oleh lemak yang ada dalam tubuh sehingga
pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat dapat membuat tubuh
kekurangan insulin (Russel, 2011).
3. Diabetes Gestasional
Diabetes ini hanya menyerang wanita yang menjalani masa
kehamilan. Wanita yang sedang hamil akan mengalami perubahan hormon
dan hal ini dapat menyebabkan gula darah dalam tubuh akan mengalami
peningkatan. Jika seorang wanita dalam masa hamil tidak menjaga pola
makan dengan baik, makan kemungkinan akan terserang diabetes gestasional
(Haryono & Susanti, 2019).
4. Diabetes Mellitus Tipe Lain
Merupakan gangguan endokrin yang menimbulkan hiperglikemia
akibat peningkatan produksi glukosa hati atau penurunan penggunaan glukosa
oleh sel (Porth, 2007 dalam Damayanti 2018).

6
4. Faktor-Faktor Resiko Diabetes Mellitus
Menurut (Sudoyo 2006 dalam Damayanti 2018), faktor-faktor resiko
terjadinya diabetes mellitus antara lain:

a. Faktor Keturunan (Genetik)


Riwayat keluargan dengan DM tipe 2, akan mempunyai peluang
menderita DM sebesar 15% dan risiko mengalami intoleransi glukosa yaitu
karbohidrat secara normal sebesar 30% (LeMone & Burke, 2008). Faktor
genetik dapat langsung mempengaruhi sel beta dan mengubah kemampuanya
untuk mengenali dan menyebarkan rangsangan sekretoris insulin. Keadaan
ini meningkat kerentanan individu tersebut terhadap faktor-faktor lingkungan
yang dapat mengubah integritas dan fungsi sel beta pankreas. Secara genetik
risiko DM tipe 2 meningkat pada saudara kembar monozigotik seorang DM
tipe 2, ibu dari neonatus yang beratnya lebih dari 4 kg, individudengan gen
obesitas , ras atau etnis tertentu yang mempunyai insiden tinggi terhadap DM.
b. Obesitas
Obesitas atau kegemukan yaitu kelebihan berat badan ≥ 20 % dari
berat ideal atau BMI (Body Mass Index) ≥ 27 kg/m. Kegemukan
menyebabkan berkurangnya jumlah reseptor insulin yang dapat bekerja di
dalam sel pada otot skeletal dan jaringan lemak. Hal ini dinamakan resistensi
insulin perifer. Kegemukan juga merusak kemampuan sel beta untuk melepas
insulin saat terjadi peningkatan glukosa darah.
c. Usia
Faktor usia yang risiko menderita DM tipe 2 adalah usia diatas 30
tahun, hal ini karena adanya perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia.
Perubahan dimulai dari tingkat sel, kemudian berlanjut pada tingkat jaringan
dan akhirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi homeostasis.
Setelah seseorang mencapai umur 30 tahun, maka kadar glukosa darah naik
6-13 % pada 2 jam setelah makan ,berdasarkan hal tersebut bahwa umur
merupakan faktor utama terjadinya kenaikan relevansi diabetes serta
gangguan toleransi glukosa.

7
d. Tekanan Darah
Seseorang yang berisiko menderita DM adalah yang mempunyai
tekanan darah tinggi (Hypertensi) yaitu tekanan darah ≥ 140/90 mmHg pada
umumnya pada diabetes melitus menderita juga hipertensi. Hipertensi yang
tidak dikelola dengan baik akan mempercepat kerusakan pada ginjal dan
kelainan kardiovaskuler . Sebaliknya apabila tekanan darah dapat dikontrol
maka akan memproteksi terhadap komplikasi mikro dan makrovaskuler yang
disertai pengelolaan hiperglikemia yang terkontrol. Patogenesis hipertensi
pada penderita DM tipe 2 sangat kompleks, banyak faktor yang berpengaruh
pada peningkatan tekanan darah. Pada DM faktor tersebut adalah resistensi
insulin, kadar gula darah plasma, obesitas selain faktor lain pada system
otoregulasi pengaturan tekanan darah .
e. Kadar Kolesterol
Kadar HDL kolestrol ≤ 35 mg/dL(0,09 mmol/L) dan atau kadar
trigliserida ≥ 259 mg/dl (2,8 mmol/L). Kadar abnormal lipid darah erat
kaitanya dengan obesitas dan DM tipe 2. Kurang lebih 38% pasien dengan
BMI 27 adalah penderita hiperkolesterolemia. Pada kondisi ini, perbandingan
antara HDL (High Density Lipoprotein) dengan LDL (Low Density
Lipoprotein) cenderung menurun (dimana kadar trigliserida secar umum
meningkat) sehingga memperbesar risiko atherogenesis.
Salah satu mekanisme yang diduga menjadi predisposisi diabetes tipe
2 adalah terjadinya pelepasan asam-asam lemak bebas secara cepat yang
berasal dari suatu lemak visceral yang membesar. Proses ini menerangkan
terjadinya sirkulasi tingkat dari asam-asam lemak bebas di hati, sehingga
kemampuan hati untuk mengikat dan mengekstrak insulin dari darah menjadi
berkurang. Hal ini dapat mengakibatkan hiperinsulinemia. Akibat lainya
adalah peningkatan glukoneogenesis dimana glukosa darah meningkat.
f. Aktivitas Fisik
Menurut ketua Indonesian Diabetes Association (Persadia), Soegondo
bahwa DM tipe 2 selain faktor genetik, juga di picu oleh lingkungan yang
menyebabkan perubahan gaya hidup tidak sehat, seperti makan berlebihan

8
(berlemak dan kurang sehat), kurang aktivitas fisik, stres. DM tipe 2
sebenarnya dapat dikendalikan atau dicegah terjadinya gaya hidup sehat,
seperti makanan sehat dan aktivitas fisik teratur. Aktivitas fisik berdampak
terhadap aksi insulin pada orang yang berisiko DM. Suyono dalam Soegondo
(2007) menjelaskan bahwa kurangnya aktifitas merupakan salah satu faktor
yang ikut berperan yang menyebabkan resistensi insulin pada DM tipe 2.
Stevenson dan Lohman dalam Kriska (2007) menyatakan individu yang aktif
memiliki insulin dan profil glukosa yang lebih baik daripada individu yang
tidak aktif. Mekanisme aktifitas fisik dalam mencegah atau menghambat
perkembang DM tipe 2 yaitu :
1. Penurunan resistensi insulin/ peningkatan sensitifitas insulin
2. Peningkatan toleransi glukosa
3. Penurunan lemak adiposa tubuh secara menyeluruh
4. Pengurangan lemak sentralPerubahan jaringan otot
g. Stress
Stres adalah segala situasi di mana tuntutan non spesifik
mengharuskan individual berespon atau melakukan tindakan (Perry & Potter,
1997dalam Damayanti 2018). Stres dapat merubah pola makan, latihan, dan
pengunaan obat yang biasanya di patuhi. Stres dapat menyebabkan
hiperglikemia. Stres memicu terjadinya reaksi biokimia melalu sistem neural
dan neuroendrokrin. Reaksi pertama dari respon stres adalah terjadinya
sekresi simpatis-adrenal-medular, dan resiko mensekresikan corticotropin-
releasing factor, yang menstimulasi pituitari anterior memproduksi
adenocorticotropic hormone (ACTH), ACTH menstimulasi produksi kortisol,
yang akan mempengaruhi peningkatan kadar glukosa darah (Guyton & Hall,
1996; Smeltzer & Bare, 2008 dalam Damayanti 2018).
h. Riwayat Gestasional
Wanita yang mempunyai riwayat diabetes gestasional atau melahirkan
bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4 kg mempunyai risiko untuk
menderita DM tipe 2. DM tipe ini terjadi ketika ibu hamil gagal
mempertahankan euglikemia (kadar glukosa darah normal). Faktor resiko

9
DM gestasional adalah riwayat keluarga, obesitas dan glikosuria. DM tipe ini
dijumpai pada 2-5 % populasi ibu hamil. Biasanya gula darah akan kembali
normal setelah melahirkan, namun resiko ibu untuk mendapatkan DM tipe II
di kemudian hari cukup besar (Smeltzer, et al. 2008 dalam Damayanti 2018).

5. Patofisiologi
Diabetes Mellitus merupakan penyakit dengan gangguan pada metabolism
karbohidrat, protein dan lemak karena insulin tidak dapat bekerja secara optimal,
jumlah insulin yang tidak memenuhi kebutuhan atau keduanya. Gangguan
metabolisme dapat terjadi karena yaitu pertama kerusakan sel-sel beta pancreas
karena pengaruh dari luar seperti zat kimia, virus dan bakteri. Kedua penururnan
reseptor glukosa pada kelenjae pancreas dan yang ketiga karena kerusakan
reseptor insulin dijaringan perifer (Fatimah, 2015).
Proses metabolisme merupakan proses komplek yang selalu terjadi dalam
tubuh manusia. Setiap hari manusia mengkonsumsi karbohidrat yang akan dirubah
menjadi glukosa, protein menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak.
Zat makanan tersebut akan diserap oleh usus kemudian masuk kedalam pembuluh
darah dan diedarkan keseluruh tubuh. Zat makanan yang masuk kedalam tubuh
dibantu oleh insulin (Ernawati, 2017).
Pankreas akan memproduksi insulin. Produksi insulin dipengaruhi oleh
tingginya kadar gula darah. Semakin tinggi gula dalam darah akan semakin tinggi
juga insulin yang diproduksi. Insulin akan ikut aliran darah menuju sel untuk
memasukan gula dan zat makanan lain kedalam sel. Selama insulin cukup
jumlahnya dan normal kerjanya, maka sesudah makan, gula dalam darah akan
lancar masuk kedalam sel sehingga kadar gula turun kembali kedalam batas kadar
sebelum makan (Masriadi, 2016).
Kadar gula darah selalu fluktuatif bergantung pada asupan makanan.
Kadar paling tinggi tercapai pada 1 jam setelah makan. Satu jam setelah makan,
gula dalam darah akan mencapai kadar paling tinggi, normalnya tidak akan
melebihi 180 mg/dl disebut nilai ambang ginjal. Ginjal berfungsi tempat membuat

10
urine dan juga hanya dapat menahan gula apabila kadarnya hanya mencapai angka
batas normal .

6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis Diabetes mellitus tergantung pada tingkat hiperglikemia
yang dialami oleh pasien. Manifestasi klnis khas yang dapat muncul pada seluruh
tipe diabetes meliputi trias poli, yaitu poliuria, polidpsi, poliphagia. Poliphagia
dan polidipsi terjadi sebagai akibat kehilangan cairan berlebihan yang
dihubungkan dengan diuresis osmotic. Pasien juga mengalami poliphagia akibat

11
dari kondisi metabolic yang diinduksi oleh adanya deferensi insulin serta
pemecahan lemak dan protein. Gejala-gejala lain yaitu kelemahan, kelelahan,
perubahan penglihatan yang mendadak, perasaan gatal atau kekebasan pada
tangan atau kaki, kulit kering, adanya lesi luka yang penyembuhannya lambat dan
infeksi berulang (Smeltzer, et al. 2008 dalam Damayanti 2018).

7. Komplikasi
Menurut Haryono & Susanti (2019) komplikasi yang biasa timbul pada
penderita Diabetes Mellitus yaitu:

a. Mata: Retinopati diabetika, katarak.


b. System kardiovaskuler: penyakit arteri kororner, nyeri dada (angina),
serangan jantung.
c. Ginjal: gagal ginjal
d. Paru- paru: TBC
e. Saraf: neuropati diabetic
f. Kaki: ganggren, ulkus

8. Penatalaksanaan

Menurut Damayanti (2018) Penatalaksanaan diabetes mellitus antara lain:


1. Manajemen Diet
Tujuan umun penatalaksanaan diet pasien DM antara lain: mencapai
dan mempertahankan kadar glukosa darah dan lipid mendekati normal,
mencapai dan mempertahankan berat badan dalam batas-batas normal atau ±
10% dari berat badan idaman, mencegah komplikasi akut dan kronik, serta
meningkatkan kualitas hidup.
2. Latihan fisik (Olah Raga)
Olahraga mengaktifitasi ikatan insulin dan reseptor insulin di
membran plasma sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah. Latihan
fisik yang rutin memelihara berat badan normal dengan indeks massa tubuh
[BMI] ≤ 25.

12
3. Pemantauan (monitoring) kadar gula darah
Pemantauan kadar glukosa secara mandiri atau self-monitoring blood
glucose (SMBG) memungkinkan untuk mencegah hiperglikemia atau
hipoglikemia, pada akhirnya akan mengurangi komplikasi diabetik jangka
panjang.Beberapa hal yang harus dimonitoring secara berkala adalah glukosa
darah, glukosa urine, keton darah, keton urin. Pengkajian tambahan seperti
cek berat badan secara reguler; pemeriksaan fisik teratur, dan pendidikan
tentang diit, kemampuan monitoring diri, injeksi, pengetahuan umum tentang
diabetes dan perubahan-perubahan dalam diabetes.
4. Terapi Farmakologi
Tujuan terapi insulin adalah menjaga kadar gula darah normal atau
mendekati normal. Pada DM tipe 2, insulin terkadang diperlukan sebagai
terapi jangka panjang utuk mengendalikan kadar glukosa darah jika dengan
diet,latihan fisik dan obat Hipoglikemia oral (OHO) tidak dapat menjaga gula
dalam rentang normal. Pada pasien DM tipe 2 kadang membutuhkan insulin
secara temporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan
atau beberapa kejadian stress lainya.

C. Ulkus Kaki Diabetik


1. Defenisi Ulkus Kaki Diabetik
Ulkus atau borok di kaki adalah masalah serius yang harus ditangani oleh
dokter karena perawatannya lama dan dapat mengakibatkan amputasi (Tandra,
2018). Ulkus kaki diabetik adalah salah satu komplikasi kronis dari penyakit
diabetes mellitus berupa luka pada permukaan kulit kaki penderita diabetes
mellitus disertai dengan kerusakan jaringan bagian dalam atau kematian jaringan,
baik dengan ataupun tanpa infeksi, yang berhubungan dengan adanya neuropati
atau penyakit arteri perifer pada penderita diabetes mellitus (Alexadous & Doupis,
2012).
Ulkus kaki diabetik adalah kerusakan sebagian (partial thickness) atau
keseluruhan (full thickness) pada kulit yang dapat meluas ke jaringan bawah kulit,
tendon, otot, tulang atau persendiaan yang terjadi pada seseorang yang menderita

13
diabetes mellitus (DM), kondisi ini timbul akibat terjadinya peniingkatan kadar
gula yang tinggi. Jika ulkus kaki berlangsung lama, tidak dilakukan
penatalkasanaan dan tidak sembuh, luka akan menjadi terinfeksi. Ulkus kaki,
terinfeksi, neuroarthropati dan penyakit arteri perifer sering mengakibatkan
gangrene dan amputasi ekstremitas bagian bawah (Parmet, 2005 ; Frykberg, et al,
2006 dalam Tarwoto, 2016).
2. Etiologi Ulkus Kaki Diabetik
Ulkus kaki diabetik disebabkan oleh neuropati (motorik, sensorik dan
otonom), iskemik, dan neuroiskemik. Hilangnya sensasi nyeri dapat merusak kaki
secara langsung, seperti sepatu yang tidak sesuai ukuran dan neuropati motorik
mengarah pada perubahan karakteristik postur kaki seperti kaki semakin
melengkung, ujung kaki menekuk, dan tekanan yang berpusat pada kaput
metatarsal dan tumit (Bilous & Donelly, 2014).
Ulkus kaki diabetic terjadi akibat kombinasi dari berbagai etiologi.
Vaskularisasi yang buruk sering kali dikombinasikan dengan gangguan neuropati,
dapat menyebabkan terjadinya ulserasi kronik bahkan akibat cedera ringan
sekalipun. Cedera ringan itu sendiri timbul akibat faktor internal (abnormalitas
dan deformitas kaki) maupun faktor eksternal (sepatu, benda asing, dan trauma).
Selain itu, abnormalitas dan deformitas kaki juga menyebakan
ketidakseimbangan distribusi tekanan pada telapak kaki.
Faktor resiko terjadinya ulkus kaki diabetik adalah Kadar gula yang tidak
terkontrol, riwayat ulkus kaki diabetic atau amputasi sebelumnya, kebiasaan
merokok, edukasi yang buruk, dan status social ekonomi rendah merupakan faktor
resiko lainnya terjadi ulkus kaki diabetic. Jenis kelamin juga salah satu sebagai
faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya ulkus kaki diabetics : laki-laki
memeliki kecenderungan lebih tinggi untuk mengalami ulkus kaki diabetic jika
dibandingkan dengan wanita. (Prasetyono, 2016).

3. Manifestasi Klinis Ulkus Kaki Diabetik


Tanda dan gejala ulkus kaki diabetik yaitu :
a. Sering kesemutan

14
b. Nyeri kaki saat istirahat
c. Sensari rasa berkurang
d. Kerusakan jaringan (nekrosis)
e. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis, poplitea
f. Kaki menjadi atrofi, dingin, dan kuku menebal
g. Kulit kering

4. Patofisiologi Ulkus Kaki Diabetik


Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang DM adalah ulkus
kaki diabetik. Ulkus kaki diabetik disebabkan oleh adanya tiga faktor yaitu sering
disebut denSgan Trias yaitu: Iskemik, Neuropati, dan infeksi. Pada penderita DM
kadar gula darah yang tidak terkendali akan terjadi komplikasi kronik yaitu,
neuropati, menimbulkan perubahan jaringan syaraf.
Terjadinya ulkus kaki diabetik diawali dengan adanya hiperglikemia pada
pasien diabetes. Hiperglikemia ini menyebabkan terjadinya neuropati dan
kelainan pembuluh darah. Neuropati, baik motorik, sensorik, autonom akan
menimbulkan perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan
terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki yang akan
mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi
menyebabkan luka mudah terinfeksi. Faktor aliran darah yang kurang akan
menambah kesulitan pengelolaan kaki diabetik (Sudoyo, 2006 dalam Damayanti,
2018).

5. Faktor Resiko Terjadinya Ulkus Kaki Diabetik


Menurut (Tambunan, 2007 & Waspadji, 2006 dalam Supriyadi, 2017
Faktor resiko terjadinya ulkus kaki diabetik dibagi menjadi 2 yaitu faktor resiko
yang tidak dapat di ubah dengan faktor resiko yang dapat diubah.
a. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
1) Umur
Pada usia tua fungsi tubuh secara fisiologs menurun karena proses
aging terjadi penuruna sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan

15
fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang
optimal. Proses aging menyebabkan penurunan sekresi atau resistensi
insulin sehingga terjadi makroangiopati, yang akan mempengaruhi
penurunan sirkulasi darah salah satunya pembuluh darah besar atau sedang
di tungkai yang lebih mudah terjadi ulkus kaki diabetes.

2) Lama menderita diabetes mellitus


Ulkus kaki diabetes terutama terjadi pada penderita diabetes
mellitus yang telah menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar gula radah
tidak terkendali, karena akan muncul komplikasi yang berhubungan
dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati dan mikroangiopati
yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan
menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki penderita
diabetes mellitus yang sering tidak dirasakan karena terjadinya gangguan
neuropati perifer.
b. Faktor resiko yang dapat diubah
1) Neuropati (sensorik, motorik, perifer)
Kadar gula darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan
mikro sirkulasi , berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada
serabut saraf yang mengakibatkan degenerasi pada serabut saraf yang lebih
lanjut akan terjadi neuropati. Saraf yang rusak tidak dapat mengirimkan
sinyal ke otak dengan baik, sehingga penderita dapat kehilangan indra
perasa selain itu kelenjar keringat menjadi berkurang, kulit kering dan muah
robek. Neuropati perifer berupa hilangnya sensai rasa yang beresiko tinggi
penyebab terjadinya lesi yang kemudian berkembang menjadi ulkus kaki
diabetes.
2) Obesitas

16
Pada obesitas dengan indeks massa tubuh 23 kg/m2 (wanita) dan

IMT 25 kg/m2 (pria) atau berat badan ideal yang berlebih akan sering

terjadi resistensi insulin. Apabila akda insulin melebihi 10 U/ml, keadaan


ini menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan aterosklerosis
yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah
sedang/besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan mudah terjadi
ulkus/gangrene sebagai bentuk dari kaki diabetes.
3) Hipertensi
Hipertensi (TD > 130/80mmHg) pada penderita Diabetes mellitus
karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya
aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang
tekanan darah lebih dari 130/80 mm Hg dapat merusak atau mengakibatkan
lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh terhadap
makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat
vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan
mengakibatkan terjadinya ulkus.
4) Glikolisasi Hemoglobin (Hb A1C) tidak terkontrol
Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam
sirkulasi sistemik dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel
darah merah. Apabila HbA1C ≥ 6,5% akan menurunkan kemampuan
pengikatan oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia
jaringan yang selanjutnya terjadi proliferasi pada dinding sel otot polos
subendotel.
5) Kadar gula darah tidak terkontrol
Kadar gula darah merupakan hal yang tak terpisahkan dari penderita
dan pengelolaan DM. Kadar gula darah yang tinggi mempunyai peran yang
sangat besar pada proses terjadinya penyembuhan luka. Pengontrolan kadar

17
gula darah termasuk salah satu bagian yang harus dilakukan dalam
manajemen perawatan ulkus kaki diabetik.
6) Kebiasaan merokok
Pada penderita Diabetes mellitus yang merokok ≥ 12 batang per hari
mempunyai risiko 3 kali untuk menjadi ulkus diabetika dibandingkan
dengan penderita DM yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akibat dari
nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat menyebabkan kerusakan
endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang
selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan
memperlambatclearance lemak darah dan mempermudah timbulnya
aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran
darah ke arteri dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis juga akan menurun.
7) Ketidakpatuhan diet diabetes mellitus
Kepatuhan diet diabetes mellitus merupakan upaya yang sangat
penting dalam pengendalian kadar gula darah, kolesterol, dan trigeliserida
mendekati normal sehingga dapat mencegah komplikasi kronik seperti ulkus
kaki diabetes . kepatuhan diet penderita diabetes mellitus mempunya fungsi
yang sangat penting yaitu mempertahankan berat badan normal,
menurunkan tekanan darah sistolik dan diatolik, menurunkan kadar gula
darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin
dan memperbaiki sistem koagulasi darah.
8) Kurang aktivitas fisik
Aktivitas fisik (olahraga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan
sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Kadar
glukosa darah terkendali maka akan mencegah komplikasi kronik DM. Olah
raga rutin (lebih 3 kali dalam seminggu selama 30 menit) akan memperbaiki
metabolisme karbohidrat, berpengaruh positif terhadap metabolisme lipid
dan sumbangan terhadap penurunan berat badan. Salah satu penelitian
tentang efek olahraga pada penderita DM menunjukkan bahwa olah raga
akan menurunkan kadar trigliserida.

18
9) Pengobatan tidak teratur
Pengobatan rutin dan pengobatan intensif akan dapat mencegah dan
menghambat timbulnya komplikasi kronik seperti ulkus kaki diabetik.
D. Teoritis Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Menurut Nanda (2015), pengkajian merupakan sebuah komponen utama
untuk mengumpulkan informasi, data, menvalidasi data, mengorganisasikan data,
dan mendokumentasikan data. Pengumpulan data antara lain meliputi
a. Identitas Pasien

1. Identitas pasien
a. Identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, agama, suku, alamat, status, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, diagnosa medis).
b. Identitas penanggung jawab (nama, umur, pekerjaan, alamat, hubungan
dengan pasien).
2. Riwayat Kesehatan Pasien
a. Keluhan/ Alasan masuk Rumah Sakit
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien
mungkin berbau aseton, pernapasan kussmaul, gangguan pada pola tidur,
poliuri, polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan, dan sakit kepala.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit, penyebab terjadinya penyakit
serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat penyakit diabetes melitus atau penyakit-penyakit lain
yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan
yang biasa digunakan oleh penderita.

19
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit keluarga diabetes mellitus atau penyakit keturunan
keluarga yang menyebabkan defisiensi insulin mislanya hipetensi dan
jantung.
e. Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan, dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.
3. Pola Aktivitas Sehari-hari
Pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan sirkulasi. Pentingnya
latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit, gerak tubuh dan kesehatan
berhubungan satu sama lain.
4. Pola Eliminasi
Pola fungsi eksresi, kandung kemih dan sulit kebiasaan defekasi, ada tidaknya
masalah defekasi, masalah miksi (oliguri, disuri, dan lain-lain), penggunaan
kateter, frekuensi defekasi dan miksi, karakteristik urin dan feses, pola input
cairan, infeksi saluran kemih, masalah bau badan, perspirasi berlebih.
5. Pola Makan dan Metabolisme
Pola nutrisi dan metabolisme berisi kebiasaan klien dalam memenuhi
kebutuhan nutrisi sebelum sakit samapai dengan sakit saat ini, meliputi jenis
makanan dan minuman yang dikonsumsi, frekuensi makan, porsi makan yang
dihabiskan, makanan yang disukai, alergi makanan, dan pantangan makanan.
(Nikmatur & Saiful, 2012). Penderita diabetes mellitus mengeluh ingin selalu
makan tetapi berat badannya turun karena glukosa tidak dapat ditarik ke
dalam sel dan terjadi penurunan massa sel (Tarwoto, 2012).
6. Pola Istirahat
Berisi kualitas dan kuantitas istirahat tidur pasien sebelum sakit sampai sakit
saat ini. Sering muncul perasaan tidak enak efek dari gangguan yang
berdampak pada gangguan tidur (insomnia).
7. Nilai Keyakinan dan Kepercayaan

20
Gambaran klien diabetes mellitus tentang penyakit yang dideritanya menurut
agama dan kepercayaannya, kecemasan akan kesembuhan, tujuan dan
harapan akan sakitnya.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Meliputi keadaan penderita tampak lemah atau pucat. Tingkat kesadaran
apakah sadar, koma, disorientasi.
2. Tanda-tanda Vital
Tekanan darah tinggi jika disertai hipertensi. Pernapasan reguler ataukah
ireguler, adanya bunyi napas tambahan, respiration rate (RR) normal 16-20
kali/menit, pernapasan dalam atau dangkal. Denyut nadi reguler atau ireguler,
adanya takikardia, denyutan kuat atau lemah. Suhu tubuh meningkat apabila
terjadi infeksi.
3. Pemeriksaan Kepala dan Leher

a. Kepala
Tujuan : Mengetahui bentuk, fungsi kepala dan adanya kelainan di
kepala.
Inspeksi : Bentuk, kesimetrisan kepala, ada atau tidaknya lesi,
kebersihan rambut dan warna rambut.
Palpasi : Adanya pembekangkan/ penonjolan, dan tekstur rambut
b. Mata
Tujuan : Mengetahui bentuk, fungsi mata dan adanya kelainan
pada mata.
Inspeksi : Bentuk, kesimetrisan, alis mata, bulu mata, kelopak mata,
bola mata, warna konjungtiva, dan sclera (anemis/ ikterik),
penggunaan kacamata/ lensa kontak dan respon terhadap
cahaya.
c. Hidung
Tujuan : Untuk mengetahui bentuk, fungsi hidung,
menentukan kesimetrisan struktur dan adanya inflamasi

21
atau infeksi.
Inspeksi : Bentuk, ukuran, warna dan kesimetrisan, adanya
kemerahan, lesi dan tanda infeksi pada hidung internal.
Palpasi dan perkusi: Frontalis dan maksilaris (bengkak, nyeri, dan
septum deviasi).
d. Telinga
Tujuan : Mengetahui keadaan telinga luar, canalis bersih atau
tidak, gendang telinga, adanya pembesaran pada daun
telinga atau tidak.
Inspeksi : Bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, posisi telinga,
warna, liang telinga (cerumen/tanda-tanda infeksi) dan
penggunaan alat bantu dengar.
Palpasi : Adanya nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan tragus
e. Mulut dan gigi
Tujuan : Mengetahui bentuk dan kelainan pada mulut, dan
kebersihan mulut.
Inpeksi : Warna mukosa mulut, adanya lesi dan stomatit\is,
penggunaan gigi palsu, perdarahan/ radang gusi.
f. Leher
Tujuan : Untuk menentukan struktur integritas leher, untuk
mengetahui bentuk leher, dan ada atau tidak pembesaran
kelenjar tiroid.
Inspeksi dan palpasi kelenjar tiroid: adanya pembesaran, batas,
konsistensi, nyeri.

g. Thorax dan paru


• Thorax

Palpasi :Simetris, pergerakan dada, massa, lesi dan nyeri


tractile fremituse.
• Paru
Perkusi : Eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan

22
satu sisi dengan satu sisi lain pada tinggi yang
sama dengan berjenjang sisi ke sisi).
Auskultasi: Suara nafas

h. Abdomen
Tujuan : Mengetahui bentuk dan gerakan perut, mendengarkan
gerakan peristaltik usus, dan mengetahui ada/ tidak nyeri
tekan dan benjolan dalam perut.
Inspeksi : Warna kulit, lesi, distensi, tonjolan, kelainan umbilicus,
dan gerakan dinding perut.
Auskultasi : Suara peristaltik usus, Perkusi: Perkusi di semua kuadran
i. Genetalia
Tujuan : Mengetahui organ dalam kondisi normal dalam genetalia
Inspeksi : Mukosa kulit genetalia, adanya edema
Palpasi : Letak, ukuran, konsistensi dan massa
j. Muskuluskeletal
Penderita dengan diabetes melitus akan mengalami penurunan gerak
kelemahan fisik, kram otot, dan penurunan tonus otot. Yang didapatkan
pada pengkajian terjadi penurunan skor kekuatan otot pada ekstermitas.
Range of motion (ROM) dari rentang persendian juga mengalami
penurunan derajat sudutnya. Penderita juga dapat mudah jatuh karena
penurunan glukosa pada otak akan berakibat penurunan kerja pusat
keseimbangan.
k. Integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan ganggren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
Inspeksi : Kebersihan, warna, pigmentasi, lesi, pucat, sianosi, dn
ikterik
Palpasi : Kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan,
turgor kulit, dan edema.

23
c. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Purwato (2016) pemeriksaan penunjang diabetes mellitusadalah:
1. Gula darah meningkat > 200 ml/dl
2. Aseton plasma (aseton) positif secara mencolok.
3. Osmolaritas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/lt
4. Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolic)
5. Alkalosis respiratorik
6. Trombosit darah: mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi menunjukkan respon terhadap stres atau infeksi.
7. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat/ normal lochidrasi/penurunan fungsi
ginjal
8. Amilase darah: mungkin meningkat > pankacatitis akut.
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I), normal sampai
meningkat (Tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
10. Pemeriksaan fungsi tiroid: peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
11. Urine: gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat
12. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK dan infeksi luka.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut PPNI (2016), diagnosa keperawatan yang muncul antara lain:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
3. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan tindakan
pembedahan neoplasma.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi
5. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post op

24
25
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1 Ketidakseimbangan nutrisi NOC: NIC:
kurang dari kebutuhan Nutritional Status: Food and Fluid Intake Nutrition Management
tubuh Kriteria Hasil: - Kaji adanya alergi makanan
Definisi: Intake nutrisi -  Adanya peningkatan berat badan sesuai -  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
tidak cukup untuk dengan tujuan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
keperluan metabolisme -  Berat badan ideal sesuai dengan tinggi pasien.
tubuh. badan - Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake
Batasan karakteristik: - Mampu mengidentifikasi kebutuhan Fe
–    Berat badan 20 % atau nutrisi - Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
lebih di bawah ideal - Tidak ada tanda tanda malnutrisi dan vitamin C
–   Dilaporkan adanya -  Tidak terjadi penurunan berat badan -  Berikan substansi gula
intake makanan yang yang berarti -  Yakinkan diet yang dimakan mengandung
kurang dari RDA     tinggi serat untuk mencegah konstipasi
(Recomended Daily - Berikan makanan yang terpilih (sudah
Allowance) dikonsultasikan dengan ahli gizi)
–   Membran mukosa dan -  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
konjungtiva pucat makanan harian.

26
–    Kelemahan otot yang -  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
digunakan untuk -  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
menelan/ mengunyah - Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
–    Luka, inflamasi pada nutrisi yang dibutuhkan
rongga mulut
–    Mudah merasa Nutrition Monitoring
kenyang, sesaat setelah - BB pasien dalam batas normal
mengunyah makanan -  Monitor adanya penurunan berat badan
–    Dilaporkan atau fakta -  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
adanya kekurangan dilakukan
makanan - Monitor interaksi anak atau orangtua selama
–    Dilaporkan adanya makan
perubahan sensasi rasa -  Monitor lingkungan selama makan
–    Perasaan - Jadwalkan pengobatan  dan tindakan tidak
ketidakmampuan untuk selama jam makan
mengunyah makanan -  Monitor kulit kering dan perubahan
–    Miskonsepsi pigmentasi
–    Kehilangan BB dengan -  Monitor turgor kulit
makanan cukup -  Monitor kekeringan, rambut kusam, dan

27
–    Keengganan untuk mudah patah
makan -  Monitor mual dan muntah
–    Kram pada abdomen -  Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
–    Tonus otot jelek kadar Ht
–    Nyeri abdominal - Monitor makanan kesukaan
dengan atau tanpa -  Monitor pertumbuhan dan perkembangan
patologi -  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
–    Kurang berminat jaringan konjungtiva
terhadap makanan - Monitor kalori dan intake nuntrisi
–    Pembuluh darah -  Catat adanya edema, hiperemik,
kapiler mulai rapuh hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
–    Diare -  Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
–    Kehilangan rambut
yang cukup banyak
(rontok)
–    Suara usus hiperaktif
–    Kurangnya informasi,
miss informasi

28
2. Resiko syok (hipopolemi) NOC: Syok prevention
Faktor resiko Syok prevention - Monitor status sirkulsi BP, warna kulit,
suhu kulit, denyut jantung, HR, dan ritme,
- Hipotensi - Syok management
nadi perifer dan cafilari refil
- Hipovolemi
- Monitor suhu dan pernafasan
Kriteria hasil:
- Hipoksia
- Monitor input dan autput
- Infeksi
- Nadi dalam batas yang diharapkan - Monitor tanda awal syok
- Sepsis
- Irama jantung dalam batas yang - Monitor inadekuat oksigenasi jaringan
- Sindrom respons
diharapkan - Lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas
inflamasi sistemik
- Frekuensi nafas jantung dalam batas
yang diharapkan Syok management
- Natrium serum dbn -  Monitor tekanan nadi
- Kalium serum dbn - Monitor status cairan, input output
- Klorida serum dbn - Monitor fungsi neurologis
- Kalsium serum dbn - Monitor fungsi renal
- PH darah serum dbn - Memonitor gejala gagal
pernafasan (misalnya, rendah PaO2
Hidrasi peningkatan PaO2 tingkat, kelelahan otot
pernafasan)

29
- Indikator :
- Mata cekung tidak ditemukan
- Demam tidak ditemukan
- TD dbn
- Ht dbn

3. Kerusakan integritas NOC: NIC:


jaringan - Tissue integrity: skin and mucous Pressure ulcer prevention
Defenisi kerusakan pada membranes Wound care
membran mukosa, - Wound healing: primary and secondary
- Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
jaringan mukosa, intention
longgar
integumen atau subkutan KH:
- Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
- Perfusi jaringan normal
- Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap
- Tidak ada tanda-tanda infeksi
dua jam sekali
- Ketebalan dan tekstur jaringan normal
- Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Menunjukkan pemahaman dalam proses
- Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
perbaikan kulit danmencegah terjadinya
daerah yang tertekan
cidera berulang.
- Monitor aktivias dan mobilisasi pasien
- Menunjukkan terjadinya proses

30
penyembuhan luka - Monitor status nutrisi pasien
- Memandikan pasien dengan sabun dan air
hangat
- Kaji lingkungan dan peralatan yang
menyebabkan tekanan
- Observasi luka: lokasi, dimensi, kedalaman
luka, karakteristik, warna cairan, granulasi,
jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal,
formasi traktus
- Ajarkan pada keluarga tentang luka dan
perawatan luka
- Kolaborasi ahli gizi pemberian diet TPKP,
vitamin
- Cegah kontaminasi feses dan urin
- Lakukan teknik perawatan luka dengan steril
- Berikan posisi yang mengurangi tekanan
pada luka

4 Resiko infeksi NOC: NIC:

31
Defenisi: mengalami Immune status Infection control (kontrol infeksi)
peningkatan resiko Knowledge: infection control - Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
terserang organisme Risk control lain
patogenik KH: - Pertahankan teknik isolasi
- Batasi pengunjung bila perlu
- Klien bebas dari tanda dan gejala
Faktor resiko: - Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
infeksi
tangan saat berkunjung meninggalkan pasien
- Penyakit kronis - Mendeskripsikan proses penularan
- Gunakan sabun antimikroba
- Penekanan sistem imun penyakit, faktor yang mempengaruhi
- Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
- Ketidakadekuatan penularan serta penatalaksaannya
tindakan
imunitas dapatan - Menunjukkan kemampuan untuk
- Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
- Malnutrsi mencegah timbulnya infeksi, jumlah
pelindung
- Pecah ketuban leukosit dalam batas normal ,
- Pertahankan lingkungan aseptik selama
- Kerusakan jaringan menunjukkan perilaku hidup sehat.
pemasangan alat
- Trauma
- Ganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
- Gunakan kateter intermitten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
- Tingkatkan intake nutrisi

32
Infection protection
- Monitor tanda gejala infeksi
- Monitor hitung granulosit, WBC
- Monitor kerentangan hidup infeksi
- Batasi pengunjung
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat

33
4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan tahap ketika perawat
mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi
keperawatan guna membantu pasien mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistemastis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
1. Evaluasi Formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada saat
setelah dilakukan tindakan keperawatan. Ditulis pada catatan perawatan,
dilakukan setiap selesai melakukan tindakan keperawatan.
2. Evaluasi Sumatif
SOAP Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status
kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan yang
merupakan rekapan akhir secara paripurna, catatan naratif, penderita pulang
atau pindah.

34
BAB III
TINJAUAN KASUS

I. PENGKAJIAN
Data Demografi Pasien
Nama : Ny. S
T.T.L : Tanjung Pura, 15 Maret 1956
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Pendidikan Terakhir : SD
Agama : Islam
Status Perkawinan : Janda
TB/BB : 154 cm / 50 kg
Alamat /No.Tlp : JL.Bunga raya
Orang Terdekat yang : Sugianto
dihubungi
Hubungan : Anak
Alamat : Jl.Bunga raya
No. Telp :-
:
Riwayat Keluarga
Pasangan ( Hidup)
Status Pernikahan :-
Umur :-
Pekerjaan
Pasangan (meninggal)
Tahun meninggal : 2020
Penyebab Kematian : Sakit Diabetes Mellitus
Anak Anak :3
Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan Saat ini : Wiraswasta

35
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
sebelumnya
Sumber : Jualan
pendapatan dan
kecukupan
Riwayat
Lingkungan hidup
Tipe tempat : Tinggal bersama Anak
tinggal
Jumlah kamar :3
Jumlah orang : 5 orang
serumah
:
Riwayat
Rekreasi
Hobi/ Minat : Memasak
Liburan/ Pasien mengatakan sebelum sakit dan sebelum terdapat pada
perjalanan atau luka di bagian kaki pasien 2 kali dalam sebulan pergi untuk
rekrasi lainnya rekreasi.
Sistem Puskesmas dan Klnik t
Pendukung
Kesehatan
Dokter,perawat,kl :Pasien mengatakan selalu pergi ke klinik untuk cek gula dan
inik, untuk perawatan luka pada bagian kaki.
Dan perawatan
kesehatan di
panti
Deskripsi
kekhususan
Hari khusus : Pasien mengatakan selalu ikut serta dalam Perayaan Idul Fitri

36
yang dirayakan, Dan Idul Adha dan perayaan lain yang ada di lingkungan
kebiasaan rumah. Pasien juga mengatakan sebelum tidur selalu berdoa dan
Kebiasaan wudhu.
khusus, kebiasan
sebelum tidur
Status Kesehatan
Saat ini
Keluhan Utama : Pasien mengatakan nyeri pada luka dibagian kaki kiri dan
Saat ini terdapat pus pada bagian luka di kaki. Nyeri terasa seperti di
tusuk-tusuk. Skala nyeri 5
Riwayat keluhan : Pasien mengatakan sebelumnya pasien sudah pernah dilakukan
Utama tindakan amputasi pada ibu jari kaki sebelah kiri. Pasien
mengatakan sebelumnya kaki sebelah kanan terdapat luka kecil
yang tidak diobatin.
Pengetahuan/ Pasien mengatakan kurang paham terhadap perawatan luka
pemahaman Sehingga pasien tidak langsung segera melakukan perawatan
terhadap luka sebelum luka membesar.
masalah
kesehatan yang
dialami
Obat obatan : Metformin 3x 500 mg
yang Injeksi novorapid 3x 10 unit
dikonsumsi
(nama dosis,
tanggal resep
diperoleh)
Status kesehatan : Diabetes Mellitus dan Food Ulcer Diabetikum
umum selama
setahun terakhir
Status kesehatan : Diabetes Mellitus
umum selama 5

37
tahun terakhir
Pola Pola
Kebiasaan
Pola Makan : 3x sehari
Pola Eliminasi : 1000 ml / hari
urine
Pole eliminasi : 1 x sehari
bowel
Pola Aktivitas : Sehari-hari nya pasien melakukan aktivitas berjualan di rumah,
tetapi setelah masuk rumah sakit pasien hanya tidur di tempat
tidur dan aktivitas dibantu oleh anaknya.
Pola Tidur : sebelum masuk rumah sakit pasien tidur siang darijam 14:00-
15:30 WIB. Tidur malam dari jam 22:00-05:30 WIB tetapi
setelah masuk rumah sakit tidur siang tidak tentu dan malam
nya juga tidak tentu karena pasien mengeluh nyeri pada bagian
luka di kaki.
Pola Personal : Sebelum masuk RS pasien 2x sehari mandi, mencuci rambut 3
Hygiene x seminggu, frekuensi sikat gigi 2x sehari. Tetapi setelah masuk
RS aktivitas dibantu oleh keluarga.
Pemeriksaan
Fisik
TTV TD : 110/70 mmHg N: 80x/i
RR : 20x/i S : 36,7 0C SPO2:99%

Keadaan UMUM (beri check untuk gejala yang YA TIDAK


dialami)
Mudah Lelah √
Merasa BB menurun √
Nafsu Makan menurun √
Nafsu makan meningkat √

38
Demam √
Keringat malam √
Gangguan tidur √
Sering pilek √
Integumen (beri check untuk gejala yang YA TIDAK
dialami)
Lesi/ luka pada kulit √
Pruritus √
Perubahan warna kulit √
Perubahan tekstur kulit √
Sering memar √
Penyembuhan luka lambat √
Hempoetik (beri check untuk gejala yang YA TIDAK
dialami)
Perdarahan abnormal (gusi, feses, urine) √
Pembengkakan kelenjar limfe √
Anemia √
Riwayat transfusi darah √
Kepala (beri check untuk gejala yang dialami) YA TIDAK
Sakit kepala/ Nyeri kepala √
Trauma kepala masa lalu √
Gatal gatal di kulit kepala √
Rambut rontok/mudah tercabut dan patah √
Kulit kepala bersih √
Rambut bersih dan bersinar √
Mata (beri check untuk gejala yang dialami) YA TIDAK
Perubahan pengilhatan √
Menggunakan Kaca mata √
Nyeri pada mata √
Air mata berlebihan √

39
Bengkak disekitar mata √
Diplopia √
Mata Kabur √
Telinga (beri check untuk gejala yang dialami) YA TIDAK
Penurunan pendengaran √
Tinitus √
Vertigo √
Alat bantu dengar √
Hidung/Sinus(beri check untuk gejala yang YA TIDAK
dialami)
Rinorea √
Epistaksis √
Polip √
Mendengkur √
Nyeri pada sinus √
Riwayat infeksi √
Mulut/ Tenggorokan (beri check untuk gejala YA TIDAK
yang dialami)
Sakit tenggorokan √
Lesi/luka pada mulut √
Perubahan suara √
Kesulitan menelan √
Perdarahan pada gusi √
Karies √
Gigi palsu √
Sakit gigi √
Leher (beri check untuk gejala yang dialami) YA TIDAK
Kekakuan leher √
Nyeri tekan √
Benjolan/ masa pada leher √

40
Keterbatasan gerak √
Pembesaran kelenjar tiroid √
Payudara (beri check untuk gejala yang dialami) YA TIDAK
Benjolan abnormal pada payudara √
Nyeri tekan √
Bengkak √
Keluar cairan dari puting susu √
Perubahan bentuk puting susu √
Respirasi (beri check untuk gejala yang dialami) YA TIDAK
Batuk √
Sesak Napas √
Hemoptisis √
Sputum √
Ronchi √
Whezing √
Kardiovaskuler (beri check untuk gejala yang YA TIDAK
dialami)
Nyeri dada/ ketidaknyamanan √
Palpitasi √
Sesak napas √
Dispneu pada aktivitas √
Dispneu nokturnal proksimal √
Ortopnea √
Mur mur √
Edema √
Varises √
Gastrointestinal (beri check untuk gejala yang YA TIDAK
dialami)
Disfagia √
Nyeri ulu hati √

41
Mual dan muntah √
Hematemesis √
Perubahan nafsu makan √
Ikterik √
Benjolan/ masa √
Diare √
Konstipasi √
Melena √
Hemoroid √
Perdarahan rectum √
Genitourinaria (beri check untuk gejala yang YA TIDAK
dialami)
Disuria √
Retensi urin √
Inkontinensia urin √
Poliuria √
Oliguria √
Nyeri saat berkemih √
Neurologi (beri check untuk gejala yang YA TIDAK
dialami)
Sakit kepala migraine √
Kejang √
Sinkope √
Paralisis √
Tremor √
Parastesia √
Riwayat cidera kepala √
Gangguan kordinasi √
Gangguan memori √
Endokrin (beri check untuk gejala yang dialami) YA TIDAK

42
Intoleransi terhadap panas √
Intolernasi terhadap dingin √
Goiter √
Pigmentasi kulit √
Perubahan rambut √
Polifagia √
Polidipsia √
Poliuria √
Reproduksi Pria (beri check untuk gejala yang YA TIDAK
dialami)
Lesi
Nyeri testikuler
Masa testikuler
Masalah prostat
Penyakit kelamin
Perubahan aktivitas seksual
Reproduksi Wanita (beri check untuk gejala YA TIDAK
yang dialami)
Lesi √
Dispareunia √
Nyeri pelvic √
Pedarahan √
Penyakit kelamin √
Menopause √
Riwayah operasi √
Psikososial (beri check untuk gejala yang YA TIDAK
dialami)
Cemas √
Depresi √
Insomnia √
Menangis/ sedih √

43
Gugup √
Takut √
Sulit kosentrasi √
Marah √

Pemeriksaan Status Fungsional Lansia/ Tingkat Ketergantungan Lansia


(Indeks ADL’s Barthel )

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat ketergantunag lansia


dalam terhadap orang lain dalam memenuhi kebutuhan ADL nya.
Prosedur pemeriksaan : lingkari skor yang sesuai dengan kondisi pasien, lalu
jumlahkan total skor.
Skor 20 = lansia mandiri, 12 – 19 = ketergantungan ringan, 9 – 11 =
ketergantungan sedang, 5 –
8 = ketergantungan berat, 0 -4 = ketergantungan total.

Aktivitas Kemampuan Skor


Makan Mandiri 2
Perlu bantuan orang lain untu Memot 0
makanan k ong
Tergantung penuh pada pertolongan orang lain 1
Berpakaian Mandiri 2
Sebagian dibantu 1
Tegantung orang lain 0
Mandi Mandiri 1
Tergantung orang lain 0
Berjalan / mobilisasi Mandiri 3
Dibantu satu orang / walker 2
Dengan kursi roda 1

44
Tidak mampu 0
Transfer (tidur >>> duduk) Mandiri 3
Dibantu satu orang 2
Dibantu dua orang 1
Tidak mampu 0
Naik turun tangga Mandiri 2
Perlu pertolongan 1
Tidak mampu 0
Mengontrol BAB Kontinen teratur 2
Kadang kadang inkontinen 1
Inkontinen 0
Mengontrol BAK Kontinen teratur 2
Kadang kadang inkontinen 1
Inkontinen 0
Menggunakan toilet (pergi Mandiri 2
ke/dari toilet, Perlu pertolongan 1
melepas/mengenaka celana, Tergantung orang lain 0
menyeka dan menyiram)
Membersihkan diri (lap Mandiri 1
muka, sisir rambut, sikat Perlu pertolongan 0
gigi) TOTAL SKOR 12

Kesimpulan :Ketergantungan Ringan

Pengkajian Status Kognitif Short Portable Mental Status Questionnaire


(SPMSQ)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kognitif lansia yang
berhubungan dengan memori jangka pendek.
Prosedur pemeriksaan : tuliskan jawaban lansia pada kotak yang tersedia
sesuai pertanyaan, dan beri nilai ”+” untuk jawaban yang benar, dan nilai ”-”

45
untuk jawaban yang salah atau tidak tau. Hitung jumlah nilai ”-”.
Total kesalahan ”-” 0 -2 = fungsi intelektual utuh, kesalahan 3-4 = kerusakan
intelektual ringan, kesalahan 5 – 6 = kerusakan intelektual sedang, kesalahan
7 – 10 = kerusakan intelektual berat.

No Pertanyaan Jawaban Nilai (+ / - )


1 Tanggal berapa hari ini ? 24 Agustus 2022 +
2 Hari apa sekarang ? Rabu +
3 Apa nama tempat ini ? Rumah +
4 Berapa nomor telepon anda. Jl.Bunga raya +
Dimana alamat anda (jika
tidak memiliki nomor telepon)
5 Berapa umur anda sekarang ? 66 tahun +
6 Kapan anda lahir ? Tidak Tahu -
7 Siapa presiden indonesia Jokowi +
sekarang ?
8 Siapa nama presiden Tidak tahu -
sebelumnya ?
9 Siapa nama kecil ibu anda ? Sugainto +
10 Kurangi 3 dari 20 dan -
tetap
pengurangan 3 dari setiap
angka baru semua secara
menurun
Total Nilai Kesalahan ( - : 3
)

Kesimpulan : Kerusakan Ringan

Pengkajian Inventaris Depresi BECK

46
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat depresi yang dialami lansia.
Prosedur pemeriksaan : lingkari angka sesuai uraian atau jawaban lansia pada
masing masing komponen pemeriksaan dan hitung total akhir skore.
Total Skore 0 – 4 = tidak ada depresi, 5 – 7 = depresi ringan, 8 – 15 = depresi
sedang, 16+ = depresi berat
Skore
Uraian
A. Kesedihan

3 Saya sangat sedih /tidak bahagia dimana saya tak dapat menghadapinya.

2 Saya galau / sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat keluar darinya.
1 Saya merasa sedih atau galau.
0 Saya tidak merasa sedih.
B. Pesimisme
3 Saya merasa bahwa masa depan adalah sia-sia dan sesuatu tidak dapat membaik.
2 Saya merasa tidak mempunyai apa-apa untuk memandang kedepan.
1 Saya merasa berkecil hati mengenai masa depan.
0 Saya tidak begitu pesimis atau kecil hati tentang masa depan.
C. Rasa Kegagalan
3 Saya merasa benar-benar gagal sebagai sebagai orang tua.(suami/istri)
2 Bila melihat kehidupan kebelakang, semua yang dapat saya lihat hanya kegagalan.
1 Saya merasa telah gagal melebihi orang pada umumnya.
0 Saya tidak merasa gagal.
D. Ketidak Puasan
3 Saya tidak puas dengan segalanya.
2 Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan dari apapun.
1 Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan.
0 Saya tidak merasa tidak puas.
E. Rasa Bersalah
3 Saya merasa seolah-olah sangat buruk atau tak berharga.

47
2 Saya merasa sangat bersalah.
1 Saya merasa buruk / tak berharga sebagai bagian dari waktu yang baik.
0 Saya tidak merasa benar-benar bersalah.
F. Tidak Menyukai Diri Sendiri
3 Saya benci diri saya sendiri.
2 Saya muak dengan diri saya sendiri.
1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri.
0 Saya tidak merasa kecewa dengan diri sendiri.
G. Membahayakan Diri Sendiri
3 Saya akan membunuh diri saya sendiri jika saya mempunyai kesempatan.
2 Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri.
1 Saya merasa lebih baik mati.
0 Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai membahayakan diri sendiri.
H. Menarik Diri dari Sosial

3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak perduli pada mereka
semuanya.
2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan mempunyai sedikit perasaan
pada mereka.
1 Saya kurang berminat pada orang lain dari pada sebelumnya.
0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain
I. Keragu-raguan

3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali.


2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan.
1 Saya berusaha mengambil keputusan.
0 Saya membuat keputusan yang baik.
J. Perubahan Gambaran Diri
3 Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikkan.
2 Saya merasa bahwa aada perubahan-perubahan yang permanen dalam penampilan
saya dan ini membuat saya tak menarik.

48
1 Saya khawatir bahwa saya tampak tua atau tak menarik.
0 Saya tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk dari pada sebelumnya.
K. Kesulitan Kerja

3 Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali.


2 Saya telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk melakukan sesuatu.
1 Saya memerlukan upaya tambahan untuk mulai melakukan sesuatu.
0 Saya dapat bekerja kira-kira sebaik sebelumnya.
L. Keletihan
3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu.
2 Saya merasa lelah untuk melakukan sesuatu.
1 Saya merasa lelah dari yang biasanya.
0 Saya tidak merasa lebih lelah dari biasanya.
M. Anoreksia
3 Saya tidak lagi mempunyai napsu makan sama sekali.
2 Napsu makan saya sangat memburuk sekarang.
1 Napsu makan saya tidak sebaik sebelumnya.
0 Napsu makan saya tidak buruk dari yang biasanya.
Dari Beck AT, Beck RW : Screening depresed patients in family practice (1972)
Total Skore : 4 Kesimpulan : Tidak Depresi

Pengkajian APGAR Keluarga dengan Lansia


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui fungsi sosialisasi lansia.
Prosedur pemeriksaan : berikan skore pada masing masing jawaban lansia
dengan skore 0 jika tidak pernah, 1 jika kadang kadang, dan 2 jika selalu. Hitung
total skore dan interprestasikan.
Total skore < 3 = disfungsi keluarga sangat tinggi, skore 4 – 6 = disfungsi
keluarga sedang, 7 – 10 =fungsi sosialisasi keluarga sehat

No Fungsi Uraian Skore


1 Adaption Saya puas bahwa saya dapat kembali bersama teman 2

49
teman/ keluarga saya untuk membantu pada waktu
sesuatu menyusahkan saya
2 Paetherenship Saya puas dengan cara teman teman/ keluarga saya 2
membicarakan dan mendukung keinginanan saya untuk
melakukan aktivitas
3 Growth Saya puas bahwa teman teman/ keluarga saya 2
menerima dan mendukung keinginan saya melakukan
aktivitas
4 Affection Saya puas bahwa teman teman/ keluarga saya 1
mengekspresikan efek dan meresepon terhadap emosi
emosi saya seperti marah, sedih atau mencintai
5 Resolve Saya puas dengan cara teman teman/ keluarga saya dan 2
saya menyediakan waktu bersama sama
Dari Smilkstein G 1982
Total Skore 9

Kesimpulan : fungsi sosialisasi keluarga sehat

 Hasil pemeriksaan urine lengkap :


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Darah Lengkap
Hemoglobin 8,2 g/dl P: 13-18 W: 12-16
Leukosit 16.800 /mm3 4.000-10.000
Laju endapan darah 203.200 mm/1jam P<15 W<20
Jumlah trombosit 43.9 /ul 150.000-450.000
Hematokrit 5.20 % P:39-54 W: 36-47
Eritrosit 84.5 Juta/mm3 P: 4.50-6.50 W:3.80-5.80
MCV 29.3 fl 80.0-100.0

50
MCH 34.7 pg 27.0-32.0
MCHC 14.0 g/dl 32.0-36.0
RDW 7.8 % 11.5-14.5
MPV fl 5.0-10.0

Hitung Jenis Leukosit 1


Eosinofil 0 % 1-3
Basofil 1 % 0-1
Neotrofil batang 74 % 2-6
Neotrofil segmen 16 % 50-70
Limfosit 8 % 20-40
Monosit % 2-8

Morfologi
Eritrosit
Leukosit
Trombosit

 Hasil pemeriksaan gula : 178 mg/dL


 Pemeriksaan HBsAg : 13.1
 Keton darah :-
1. Kulit
 Hiperpigmentasi : Ya
 Lokasi : Kaki kiri
 Turgor kulit : Kering
 Kelainan kulit : Luka
 Lokasi suntikan : Infeksi

2. Mulut
 Membrane mukosa mulut : Lembab

51
 Stomatis bibir : Kering
 Halitosis : Tidak
 Gigi : Tidak
 Lokasi :-

3. Kaki dan jari kaki


 Suhu kaki dan jari kaki : 36,5 0C
 Pengisian darah perifer : 4 detik
 ABI ( ankle branchial indeks ) kanan : 0,9 mmHg
 ABI ( ankle branchial indeks ) kiri : 0,3 mmHg
 Hiperpigmentasi : Ya
 Tanda kehilangan sirkulasi : Kehilangan rambut
 Ulkus : Ya , kaki sebelah kiri
 Hilangnya sensasi : Ya
 Tidak edema dikaki : Tidak
 Infeksi jamur antara jari kaki : Ya
 Kondisi kuku : Nekrosis
 Kebersihan kaki : Kotor
 Jenis kaos kaki : Lembut
 Lipatan dan sambungan kaki : Standart

Kesimpulan Pengkajian/ Masalah Keperawatan


1. Gangguan integritas kulit/ jaringan
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Kurang pengetahuan
4. Gangguan pola istirahat tidur

52
ANALISA DATA

No. Symptom Etiologi Problem


1. DS : Hiperglikemia Kerusakan Integritas kulit
 Pasien mengatakan nyeri pada
luka di kaki kiri dan terdapat Aterosklerosis
pus
DO : Nutrisi dan oksigen
 Skala nyeri : 5 tidak sampai ke
 Terlihat luka di bagian perifer
ekstremitas bawah kiri.
 KGD : 178mg/dl Kerusakan integritas

 kulit

2. DS : Ulkus Resiko gangguan


 Pasien mengatakan tidak nafsu pemenuhan nutrisi
makan. Kecemasan
 Pasien mengatakan mual meningkat
DO :
 Klien tampak hanya HCL meningkat
menghabiskan ¼ dari diet yang
diberikan. Anoreksia

 Pasien tampak lemah


 Hb : 8,2 g/dl Gangguan
pemenuhan nutrisi
 Konjungtiva Anemis
Kurang dari
 KGD : 17 8 mg/dl
kebutuhan tubuh.

53
3. DS : Nyeri pada ulkus Gangguan Pola Tidur
 Pasien mengatakan tidur diabetikum
malam hari terganggu, karena
nyeri pada luka.
 Pasien mengatakan ± 5 jam Peningkatan stimulus
tidur pada malam hari, namun internal
sering terbangun pada siang
hari ± 2 jam. Peningkatan respon
DO : pusat jaga diotak
 Pasien terlihat lemah.
 Skala Nyeri : 5 Tidur menurun

Gangguan Pola Tidur


4. DS : Pasien mengatakan tidak Ulkus Diabetikum Kurangnya pengetahuan
memahami dan mengetahui pada Ekstemistas
cara perawatan lukanya. Sinistra bawah
Selama dirumah luka tidak
pernah di rawat. Kurangnya paparan
DO : Pasien tidak mengetahui informasi mengenai
cara perawatan atau kemana cara/ perawatan luka
akan dibawa perawatan
lukanya. Kurang Pengetahuan

A. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Hiperglikemia ditandai dengan
adanya diabetic foot ulcer pada ekstrimitas bawah.
2. Resiko gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kecemasan meningkat ( akibat penyakit yang dialami ) ditandai dengan
intake makanan yang kurang.

54
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri di tandai dengan pasien tampak
lemah, klien mengatakan sering terbangun ketika tidur.
4. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, dan perawatan luka
berhubungan dengan kurangnya informasi.

55
B. Intervensi Keperawatan
Nama :Ny. S
Umur : 66 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No Diagnosa Perencanaan
. Keperawat Tujuan Intervensi Rasionalisasi Implementasi Evaluasi
an
1. Gangguan Tujuan : Tercapainya
1. Kaji luka secara 1. Pengkajian yang 1. Kaji luka secara S : Pasien
integritas proses penyembuhan konferensif sesuai tepat terhadap luka konferensif sesuai mengatakan tidak
kulit luka. pengkajian luka dan proses pengkajian luka modren ada nyeri setelah
berhubunga Kriteria hasil : konvensional serta penyembuhan akan serta proses balutan diganti.
n dengan 1.Berkurangnya proses penyembuhan. membantu dalam penyembuhan. O:
adanya oedema sekitar luka. menentukan 2. Rawat luka dengan
 Pasien tampak lemah
gangren 2. pus dan jaringan tindakan selanjutnya. metode moister dan tenang.
pada nekrotik berkurang 2. Merawat luka balance: membuka
 Jaringan nekrotik
ekstrimitas. 3. Adanya jaringan
2. Rawat luka dengan dengan teknik balutan , membersihkan berkurang, garnulasi
granulasi. metode moister aseptik, dapat luka secara abseptik 25-50%
balance: membuka menjaga kontaminasi menggunakan larutan A : masalah belum
4. Bau busuk luka
balutan , luka dan larutan yang tidak iritatif, teratasi.

56
membersihkan luka yang iritatif akan angkat jaringan
berkurang. P :Intervensi
secara abseptik merusak jaringan nekrotik yang
5. Nyeri pada luka dilajutkan
menggunakan larutan granulasi tyang menempel di luka. Dan
berkurang.
yang tidak iritatif, timbul, sisa balutan memilih balutan yang
angkat jaringan jaringan nekrosis sesuai.
nekrotik yang dapat menghambat
menempel di luka. proses granulasi.
3. Kolaborasi dengan
Dan memilih balutan
dokter untuk pemberian
yang sesuai. 3. insulin akan
insulin, pemeriksaan
3. Kolaborasi dengan menurunkan kadar
kultur pus pemeriksaan
dokter untuk gula darah,
gula darah pemberian
pemberian insulin, pemeriksaan kultur
anti biotik.
pemeriksaan kultur pus untuk
pus pemeriksaan gula mengetahui jenis
darah pemberian anti kuman dan anti
biotik. biotik yang tepat
untuk pengobatan,
pemeriksaan kadar
gula darah untuk

57
mengetahui
perkembangan
penyakit.
2. Gangguan Tujuan : Kebutuhan
1. Kaji status nutrisi dan1. Untuk mengetahui 1. Mengkaji status nutrisi S : Pasien
pemenuhan nutrisi dapat terpenuhi kebiasaan makan. tentan keadaan dan dan kebiasaan makan. mengatakan tidak
nutrisi Kriteria hasil : kebutuhan nutrisi 2. Menganjurkan pasien selera makan dan
kurang dari
1. Pasien mematuhi pasien sehingga untuk mematuhi diet pasien merasa mual.
kebutuhan dietnya. dapat diberikan yang telah O : Pasien tampak
tubuh 2. Kadar gula darah tindakan dan diprogramkan. Dan tidak menghabiskan
berhubunga dalam batas normal pengaturan diet yang menganjurkan makan porsi diet yang
n dengan (75-140 mg/dl). adekuat. sedikit namun sering. diberikan rumah
intake 3. Tidak ada tanda-tanda2. Anjurkan pasien untuk
2. Kepatuhan terhadap3. mengidentifikasi sakit. ¼ porsi
makanan hiperglikemia/hipogli mematuhi diet yang diet dapat mencegah perubahan pola makan. A : masalah belum
yang kemia. telah diprogramkan. komplikasi 4. Berkolaborasikan sama teratasi.
kurang. Dan anjurkan makan terjadinya dengan tim kesehatan P : intervensi
sedikit namun sering hipoglikmia/hipergli lain untuk pemberian dilanjutkan
3. Identifikasi perubahan kemia. insulin dan diet
pola makan. 3. Mengetahui apakah diabetik.
pasien telah

58
melaksanakan
program diet yang
4. Kerja sama dengan ditetapkan.
tim kesehatan lain 4. Pemberian insulin
untuk pemberian akan meningkatkan
insulin dan diet pemasukan glukosa
diabetik. ke dalam jaringan
sehingga gula darah
menurun,pemberian
diet yang sesuai
dapat mempercepat
penurunan gula
darah dan mencegah
komplikasi.
3. Gangguan Tujuan : Gangguan
1. Ciptakan lingkungan 1. Lingkungan yang 1. Menciptakan S : Pasien
pola tidur pola tidur pasien yang nyaman dan nyaman dapat lingkungan yang mengatakan nyeri
b/d rasa teratasi. tenang. membantu nyaman dan tenang. pada bagian luka
nyeri pada Kriteria Hasil : meningkatkan dikaki kiri
luka pada
 Pasien tenang dan 2. Kaji kebiasaan tidur tidur/istirahat. 2. Mengkaji kebiasaan O : Pasien terlihat

59
kaki. berwajah segar. pasien di rumah 2. Mengetahui hal-hal tidur pasien di rumah
tenang.
 Pasien yang merupakan
Skala nyeri 4
mengungkapkan dapat kebiasaan pasien
A : Masalah belum
beristirahat dengan ketika tidur akan
teratasi
cukup dan tidak mempengaruhi pola
P : Intervensi
3. Kaji factor penyebab
terbangun-bangun lagi tidur pasien.
dihentikan
pada malam hari. gangguan pola tidur 3. Mengetahui factor 3. Mengkaji factor
yang lain seperti penyebab gangguan penyebab gangguan
cemas, efek obat- pola tidur yang lain pola tidur yang lain
obatan dan suasana dialami dan seperti cemas, efek
ramai. diarasakan pasien. obat-obatan dan
4. Lakukan perawatan suasana ramai.
luka dengan metode 4. Untuk membantu 4. Melakukan perawatan
konvensional proses penyembuhan luka dengan metode
luka agar nyeri modren
berkurang/ hilang.

4. Kurangnya Tujuan : Pasien


1. Kaji tingkat 1. Untuk memberikan 1. Mengkaji tingkat S : Pasien
pengetahuan memperoleh pengetahuan informasi pada pengetahuan mengatakan telah

60
tentang informasi yang jelas pasien/keluarga pasien/keluarga, pasien/keluarga tentang memahami
proses dan benar tentang tentang perawatan perawat perlu perawatan luka ulkus pentingnya merawat
penyakit, penyakitnya. luka ulkus diabetic mengetahui sejauh diabetik. luka dengan benar.
dan Kriteria Hasil : mana informasi atau 2. Mengkaji latar O : Pasien tampak
perawatan  Pasien mengetahui pengetahuan yang belakang pendidikan menyimak dan
luka tentang proses diketahui pasien. memahami
berhubunga penyakit, diet, pasien/keluarga. 3. Menjelaskan tentang penjelasan.
n dengan perawatan dan 2. Agar perawat dapat perawatan luka pada A : masalah teratasi
kurangnya pengobatannya dan memberikan pasien dengan bahasa P : Intervensi
informasi dapat menjelaskan 2. Kaji latar belakang penjelasan dengan dan kata-kata yang dihentikan.
kembali bila ditanya. pendidikan pasien. menggunakan kata- mudah dimengerti.
 Pasien dapat kata dan kalimat
melakukan perawatan yang dapat 4.Menjelaskan prosedur
diri sendiri dimengerti pasien yang akan dilakukan,
berdasarkan sesuai manfaatnya bagi pasien
pengetahuan yang tingkatpendidikan dan libatkan pasien
diperoleh. pasien. didalamnya.
3. Agar informasi dapat
diterima dengan

61
mudah dan tepat
sehingga tidak
menimbulkan
3. Jelaskan tentang
kesalahpahaman.
perawatan luka pada
4. Dengan penjelas dan
pasien dengan bahasa
yang ada dan ikut
dan kata-kata yang
secara langsung
mudah dimengerti.
dalam tindakan yang
dilakukan, pasien
4.  Jelasakan prosedur
akan lebih kooperatif
yang akan dilakukan,
dan cemasnya
manfaatnya bagi
berkurang.
pasien dan libatkan
pasien didalamnya.
1. Gangguan Tujuan : Tercapainya
4. Kaji luka secara 4. Pengkajian yang 1. Kaji luka secara S : Pasien
integritas proses penyembuhan konferensif sesuai tepat terhadap luka konferensif sesuai mengatakan nyeri
kulit luka. pengkajian luka dan proses pengkajian luka modren berkurang saat di
berhubunga Kriteria hasil : modren serta proses penyembuhan akan serta proses lakukan tindakan
n dengan 1.Berkurangnya penyembuhan. membantu dalam penyembuhan. debridement dan

62
adanya oedema sekitar luka. menentukan 2. Rawat luka dengan ganti balutan.
gangren 2. pus dan jaringan tindakan selanjutnya. metode moister O :
pada nekrotik berkurang 5. Merawat luka balance: membuka
 Pasien tampak lemah
ekstrimitas. 3. Adanya jaringan dengan teknik balutan , membersihkan dan tenang.
5. Rawat luka dengan
granulasi. aseptik, dapat luka secara abseptik
 Jaringan nekrotik
metode moister
menjaga kontaminasi menggunakan larutan berkurang, garnulasi
4. Bau busuk luka balance: membuka
luka dan larutan yang tidak iritatif, 25-50%
berkurang. balutan ,
yang iritatif akan angkat jaringan A : masalah
5. Nyeri pada luka membersihkan luka
merusak jaringan nekrotik yang teratasisebagian
berkurang. secara abseptik
granulasi tyang menempel di luka. Dan P :Intervensi
menggunakan larutan
timbul, sisa balutan memilih balutan yang dilajutkan
yang tidak iritatif,
jaringan nekrosis sesuai.
angkat jaringan
dapat menghambat
nekrotik yang
proses granulasi.
menempel di luka. 3. Kolaborasi dengan
Dan memilih balutan dokter untuk pemberian
6. insulin akan
yang sesuai. insulin, pemeriksaan
menurunkan kadar
6. Kolaborasi dengan kultur pus pemeriksaan
gula darah,
dokter untuk gula darah pemberian
pemeriksaan kultur

63
pemberian insulin, pus untuk anti biotik.
pemeriksaan kultur mengetahui jenis
pus pemeriksaan gula kuman dan anti
darah pemberian anti biotik yang tepat
biotik. untuk pengobatan,
pemeriksaan kadar
gula darah untuk
mengetahui
perkembangan
penyakit.
2. Gangguan Tujuan : Kebutuhan
5. Kaji status nutrisi dan5. Untuk mengetahui 5. Mengkaji status nutrisi S : Pasien
pemenuhan nutrisi dapat terpenuhi kebiasaan makan. tentan keadaan dan dan kebiasaan makan. mengatakan sudah
nutrisi Kriteria hasil : kebutuhan nutrisi 6. Menganjurkan pasien dapat menghabiskan
kurang dari
4. Pasien mematuhi pasien sehingga untuk mematuhi diet makanan .
kebutuhan dietnya. dapat diberikan yang telah O : Pasien tampak
tubuh 5. Kadar gula darah tindakan dan diprogramkan. Dan menghabiskan porsi
berhubunga dalam batas normal pengaturan diet yang menganjurkan makan diet yang diberikan
n dengan (75-140 mg/dl). 6. Anjurkan pasien untuk adekuat. sedikit namun sering. rumah sakit ½ porsi
intake 6. Tidak ada tanda-tanda mematuhi diet yang 6. Kepatuhan terhadap7. mengidentifikasi A : masalah teratasi

64
makanan hiperglikemia/hipogli telah diprogramkan. diet dapat mencegah perubahan pola makan.
sebagian.
yang kemia. Dan anjurkan makan komplikasi 8. Berkolaborasikan sama
P : intervensi
kurang. sedikit namun sering terjadinya dengan tim kesehatan
dihentika n
7. Identifikasi perubahan hipoglikmia/hipergli lain untuk pemberian
pola makan. kemia. insulin dan diet
7. Mengetahui apakah diabetik.
pasien telah
melaksanakan
8. Kerja sama dengan program diet yang
tim kesehatan lain ditetapkan.
untuk pemberian 8. Pemberian insulin
insulin dan diet akan meningkatkan
diabetik. pemasukan glukosa
ke dalam jaringan
sehingga gula darah
menurun,pemberian
diet yang sesuai
dapat mempercepat
penurunan gula

65
darah dan mencegah
komplikasi.
3. Gangguan Tujuan : Gangguan
5. Ciptakan lingkungan 5. Lingkungan yang 5. Menciptakan S : Pasien
pola tidur pola tidur pasien yang nyaman dan nyaman dapat lingkungan yang mengatakan setelah
b/d rasa teratasi. tenang. membantu nyaman dan tenang. luka di rawat dan
nyeri pada Kriteria Hasil : meningkatkan dilakukan tindakan
luka pada
 Pasien tenang dan 6. Kaji kebiasaan tidur tidur/istirahat. 6. Mengkaji kebiasaan debridement nyeri
kaki. berwajah segar. pasien di rumah 6. Mengetahui hal-hal tidur pasien di rumah sudah berkurang dan
 Pasien yang merupakan pasien sudah dapat
mengungkapkan dapat kebiasaan pasien tidur.
beristirahat dengan ketika tidur akan O : Pasien terlihat
cukup dan tidak mempengaruhi pola tenang.
7. Kaji factor penyebab
terbangun-bangun lagi tidur pasien. Skala nyeri 2
pada malam hari. gangguan pola tidur 7. Mengetahui factor 7. Mengkaji factor A : Masalah teratasi.
yang lain seperti penyebab gangguan penyebab gangguan P : Intervensi
cemas, efek obat- pola tidur yang lain pola tidur yang lain dihentikan
obatan dan suasana dialami dan seperti cemas, efek
ramai. diarasakan pasien. obat-obatan dan
8. Lakukan perawatan suasana ramai.

66
luka dengan metode 8. Untuk membantu 8. Melakukan perawatan
konvensional proses penyembuhan luka dengan metode
luka agar nyeri konvensional.
berkurang/ hilang.

1. Gangguan Tujuan : Tercapainya


7. Kaji luka secara 7. Pengkajian yang 1. Kaji luka secara S : Pasien
integritas proses penyembuhan konferensif sesuai tepat terhadap luka konferensif sesuai mengatakan nyeri
kulit luka. pengkajian luka dan proses pengkajian luka modren berkurang saat di
berhubunga Kriteria hasil : modren serta proses penyembuhan akan serta proses lakukan tindakan
n dengan 1.Berkurangnya penyembuhan. membantu dalam penyembuhan. debridement dan
adanya oedema sekitar luka. menentukan 2. Rawat luka dengan ganti balutan.
gangren 2. pus dan jaringan tindakan selanjutnya. metode moister O :
pada nekrotik berkurang 8. Merawat luka balance: membuka
 Pasien tampak lemah
ekstrimitas. 3. Adanya jaringan
8. Rawat luka dengan dengan teknik balutan , membersihkan dan tenang.
granulasi. metode moister aseptik, dapat luka secara abseptik
 Jaringan nekrotik
balance: membuka menjaga kontaminasi menggunakan larutan berkurang, garnulasi
4. Bau busuk luka
balutan , luka dan larutan yang tidak iritatif, 25-50%
berkurang.
membersihkan luka yang iritatif akan angkat jaringan A : masalah teratasi
5. Nyeri pada luka
secara abseptik merusak jaringan nekrotik yang sebagian

67
menggunakan larutan granulasi tyang menempel di luka. Dan
berkurang. P :Intervensi
yang tidak iritatif, timbul, sisa balutan memilih balutan yang
dilajutkan
angkat jaringan jaringan nekrosis sesuai.
nekrotik yang dapat menghambat
menempel di luka. proses granulasi.
3. Kolaborasi dengan
Dan memilih balutan
dokter untuk pemberian
yang sesuai. 9. insulin akan
insulin, pemeriksaan
9. Kolaborasi dengan menurunkan kadar
kultur pus pemeriksaan
dokter untuk gula darah,
gula darah pemberian
pemberian insulin, pemeriksaan kultur
anti biotik.
pemeriksaan kultur pus untuk
pus pemeriksaan gula mengetahui jenis
darah pemberian anti kuman dan anti
biotik. biotik yang tepat
untuk pengobatan,
pemeriksaan kadar
gula darah untuk
mengetahui
perkembangan

68
penyakit.
2. Gangguan Tujuan : Kebutuhan
9. Kaji status nutrisi dan9. Untuk mengetahui 9. Mengkaji status nutrisi S : Pasien
pemenuhan nutrisi dapat terpenuhi kebiasaan makan. tentan keadaan dan dan kebiasaan makan. mengatakan sudah
nutrisi Kriteria hasil : kebutuhan nutrisi 10. Menganjurkan pasien dapat menghabiskan
kurang dari
7. Pasien mematuhi pasien sehingga untuk mematuhi diet makanan .
kebutuhan dietnya. dapat diberikan yang telah O : Pasien tampak
tubuh 8. Kadar gula darah tindakan dan diprogramkan. Dan menghabiskan porsi
berhubunga dalam batas normal pengaturan diet yang menganjurkan makan diet yang diberikan
n dengan (75-140 mg/dl). 10. Anjurkan pasien untuk adekuat. sedikit namun sering. rumah sakit ½ porsi
intake 9. Tidak ada tanda-tanda mematuhi diet yang 10. Kepatuhan terhadap11. mengidentifikasi A : masalah teratasi
makanan hiperglikemia/hipogli telah diprogramkan. diet dapat mencegah perubahan pola makan. P : intervensi
yang kemia. Dan anjurkan makan komplikasi 12. Berkolaborasikan sama dihentika n
kurang. sedikit namun sering terjadinya dengan tim kesehatan
11. Identifikasi perubahan hipoglikmia/hipergli lain untuk pemberian
pola makan. kemia. insulin dan diet
11. Mengetahui apakah diabetik.
pasien telah
melaksanakan
12. Kerja sama dengan program diet yang

69
tim kesehatan lain ditetapkan.
untuk pemberian 12. Pemberian insulin
insulin dan diet akan meningkatkan
diabetik. pemasukan glukosa
ke dalam jaringan
sehingga gula darah
menurun,pemberian
diet yang sesuai
dapat mempercepat
penurunan gula
darah dan mencegah
komplikasi.

70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Pada tahap pengkajian penulis tidak mendapatkan kesulitan dalam
pengumpulan data karena didukung oleh kerjasama yang baik dengan pasien
dan keluarga.
b. Pada diagnosa keperawatan pasien dengan DM tipe II menurut teoritis ada 5
(Lima) diagnosa, tetapi penulis hanya menemukan 4 (empat) diagnosa dari
keadaan pasien sebenarnya.
c. Pada tahap perencanaan keperawatan, penulis tidak mendapat hambatan
karena intervensi berdasarkan adanya diagnosa yang timbul dan disesuaikan
dengan intervensi yang dibutuhkan pasien.
d. Pada tahap implementasi keperawatan, penulis tidak mengalami adanya
hambatan karena pasien dan keluarga kooperatif.
e. Evaluasi yang diamati oleh penulis dengan asuhan keperawatan pada Ny.S
dengan DM tipe II 2 diagnosa dapat teratasi dan 2 diagnosa teratasi sebagian.
B. Saran
a. Penyakit diabetes melitus adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan
tetapi dapat di kontrol. Maka penulis menyarankan agar secara teratur
mengontrol diri ke rumah sakit dan merawat diri dengan baik untuk
mencegah komplikasi.
b. Karena kurangnya informasi dari perawat kepada klien tentang penyakit
diabetes melitus di ruangan maka penulis menyarankan agar perawat
meluangkan waktunya untuk memberikan penjelasan kepada klien dan
keluarga tentang penyakit diabetes melitus.

71
DAFTAR PUSTAKA
Alexiadous K, D. J. 2012. Management of Diabetic Foot Ulcer. Diabetes Ther.
Almobarak,o. 2020. Prevalence of diabetic foot ulceration and associated risk
factors: an old and still major public health problem in Khartoum, Sudan.
Ann Transl Med ;5(17):340
Association, A. D. 2017. Standar Of Medical Care In Diabetes. The Journal Of
Clinical And Applied Research and Education Vol. 41, Suplement 1 .
Dewi, W. 2019. Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Manusia.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Bilous & Donelly. 2014. Buku Pegangan Diabetes Edisi 4. Jakarta: Bumi Medika.
Ernawati. 2017. Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Mellitus Terpadu
Dengan Penerapan Teori Keperawatan Self Care Orem. Jakarta: Mitra
Wacana Media.
Hanifah, 2016. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kejadian Ulkus Diabetik
Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Ruang Seruni RSUD.Dr. M. Yunus
Bengkulu. Jurnal SMART Keperawatan.6(2), 141-147.
Hartono, D. A. 2014. Atlas Saku Perawatan Luka. Tangerang: Karisma Publising
Group.
Ida Suryati, d. 2019. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Lama Menderit
Diabetes Mellitus (DM) Dengan Kejadian Ulkus Diabetikum Pada Pasien
DM Tipe 2. Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis's Health Journal . Vol. 6,
No.1 .
Samidah, Ida. 2017. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ulkus
Diabetik Pada Penderita Diabetes Mellitus Di RS Bhayangkara TK III
Polda Bengkulu. JNPH, Volume 5, No.1.
IDF. 2017. IDF Diabetes Atlas-8th Edition. Diakses pada tanggal 28 Februari
2018 dari http://www.diabetesatlas.org/.
Lubis, S. P. 2016. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Ulkus Kaki
Diabetik Pada Penderita Diabetes Mellitus di RSUD Pirngadi Medan.
Universitas Sumatera Utara .
Manurung, N. 2018. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Trans Info Media.
Masriadi, D. H. 2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta Timur: CV.
Trans Info Media.
Nurhasan. 2016. Perawatan Pada Luka Diabetes Mellitus. Edisi 2. Jakarta: EGC.

72
O, D.2011. Diabetic Foot Care: Self Reported Knowledge and Practice Among
Patients Attendind Three Tertiary Hospital in Nigeria. Jurnal Graha
Medical. Vol. 45, No. 2 .
Oktarina, d. 2019. Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pencegahan
Ulkus Diabetikum Pada Penderita Diabetes Mellitus. REAL in Nursing
Journal (RNJ), vOL.2, No. 3 , 108-117.
Purwati, S. 2016. Duration Of Diabetic Correlated Disasases With Diabetic Foot
Ulcers At Dr. Moewardi Hospital or Surakarta. International Conference
on Health and Well-Being.
Organization, W. H. 2016. Global Report On Diabetes.
PERKENI. 2011. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia Konsensus
Pengendalian dan pencegahan diabates Mellitus Di Indonesia. PB
Perkeni: Jakarta.
Prasetyono, O. T. 2016. Panduan Klinis Manajemen Luka. Jakarta: EGC.
Rahmawati, T. T. 2016. Pengaruh Program Diabetes SelfManagement Education
Terhadap Manajemen Diri Pada Penderita Diabetes. Jurnal Ilmu
Keperawatan, 4:1 (2338-6378) , 46-58.
Riskesdas. 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI.
Rudi Haryono, B. A. 2019. Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Endokrin. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Santi Damayanti. 2018. Diabetes Mellitus & Penatalaksanaan Keperawatan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Setiati. 2014. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta: Interna Publising.
Shofia Aji Hidayatillah, d. 2019. Hubungan Status Merokok Dengan Kejadian
Ulkus Diabetikum Pada Laki-laki Penderita Diabetsa Mellitus. Jurnal
Epidemiologi Kesehatan Komunitas 5 (1) , 32-37.
Tandra. 2018. Panduan Lengkap Dari Mengatasi Diabetes Mellitus Dengan
Cepat dan Mudah Pada Pasien DM Tipe 2. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Tarwoto, d. 2016. Keperawatan Medika Bedah Gangguan Sistem Endokrin.
Jakarta Timur: CV. Trans Info Media.

73
74

Anda mungkin juga menyukai