Anda di halaman 1dari 72

CASE STUDY

PERAWATAN PEMINATAN LUKA

Tn. AP DENGAN DIABETIC FOOT ULCER


DI KLINIK ETN CENTRE MAKASSAR

OLEH :

NELLY ARGARINI
C 121 12 030

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PERAWATAN PEMINATAN LUKA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Case Study ini dengan

judul Asuhan Keperawatan pada Tn.AP Dengan Diabetic Foot Ulcer di

Klinik ETN Centre Makassar. Shalawat beserta salam semoga senantiasa

terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para

sahabatnya, kepada umatnya hingga akhir zaman, Aamiin.

Penulisan Case Study ini diajukan sebagai salah satu persyaratan akademis

dalam rangka memperoleh gelar Profesi pada Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Dalam penulisan Case Study tidak

lepas dari bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena

itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih. Semoga

Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semuanya. Penulis

menyadari bahwa dalam penyelesaian Case Study ini, masih terdapat kekurangan

dan kesalahan. Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang membangun

akan penulis terima dengan senang hati.

Akhirnya penulis berharap mudah-mudahan hasil penelitian ini dapat

memberikan banyak manfaat khsusunya bagi penulis, umunya bagi kita semua.

Makassar, 15 April 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................... i


Kata Pengantar ................................................................................... ii
Daftar Isi .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ...................................................................... 4
1. Tujuan Umum..................................................................... 4
2. Tujuan Khusus.......................................................................... 5
C. Manfaat Penelitian .................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Ulkus Diabetik.................... 6
1. Definisi ............ 6
2. Etiologi . 7
3. Stadium Wagner Ulkus Diabetik... 8
4. Tanda dan Gejala Pemeriksaan Ulkus Diabetik.... 8
5. Patogenesis Ulkus Diabetik......................... 10
6. Pencegahan dan Penanganan Ulkus Diabetik 12
7. Pemeriksaan Penunjang ..... 14
8. Manajemen Perawatan Ulkus Dabetik 18
B. Tinjauan Umum tentang Modern Dressing. ............................... 28
1. Terapi Topikal........ 28
2. Gel.. 29
3. Dressing ..... 31
4. Antimikroba . . 31
5. PHMB.. .. 38
6. Antiseptik 40
7. Terapi Ozone .. 41
8. Pemakaian Veinoplus . 43

iii
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian Pasien............................................................ 45
B. Gambar Luka.... 55
C. Masalah Keperawatan........................................................ 56
D. Tujuan Perawatan Luka.... 56
E. Implementasi Perawatan Luka.. 57
BAB IV PEMBAHASAN
A. Perawatan Luka............................................................. 60
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................... 65
B. Health Education..... 65
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 67

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) merupakan masalah kesehatan yang serius

baik di Negara maju maupun Negara berkembang seperti Indonesia.

Kejadian DM setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2011,

World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat sekitar 347

juta orang dewasa menyandang DM dan lebih dari 80% berada di negara

berkembang seperti Indonesia (WHO, 2011). Indonesia termasuk 10

negara dengan jumlah penyandang DM terbesar di Dunia. Penyebab

kematian secara langsung pada tahun 2012 disebabkan oleh DM sekitar

1,5 juta jiwa (WHO, 2015). Secara global pada tahun 2013, diperkirakan

bahwa hampir 382 juta orang menderita DM dengan prevalensi 8,3%.

International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2014, menyebutkan

bahwa terdapat sembilan juta kasus DM di Indonesia (IDF, 2014).

Sehingga WHO (2015) memproyeksikan bahwa DM akan menjadi tujuh

penyebab utama kematian pada tahun 2030. Proporsi diabetes melitus di

Indonesia tahun 2013 sebesar 6,9%; prevalensi TGT sebesar 29,9%; dan

prevalensi Gula Darah Puasa (GDP) terganggu sebesar 36,6% (Riskesdas,

2013). Dapat disimpulkan bahwa prevalensi DM yang terjadi di Indonesia

mengalami peningkatan dari 1,1% pada tahun 2007 menjadi 2,4% tahun

2013. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota

Makassar, DM sudah menempati urutan keempat dari sepuluh jenis

1
penyakit sebagai penyebab utama kematian di Kota Makassar tahun 2013,

dengan jumlah sebanyak 217 jiwa (Dinas Kesehatan Kota Makassar,

2013).

Seiring dengan peningkatan jumlah penderita DM, maka

komplikasi yang terjadi juga semakin meningkat, satu diantaranya adalah

ulserasi yang mengenai tungkai bawah, dengan atau tanpa infeksi dan

menyebabkan kerusakan jaringan di bawahnya yang disebut dengan kaki

diabetes (KD). Manifestasi KD dapat berupa dermopati, selulitis, ulkus,

gangrene, dan osteomyelitis. KD merupakan masalah yang kompleks dan

menjadi alasan utama mengapa penderita DM harus menjalani perawatan

di rumah sakit maupun perawatan rumah. Komplikasi kaki diabetik

merupakan penyebab tersering dilakukannya amputasi yang didasari oleh

kejadian non traumatik. Komplikasi akibat kaki diabetik menyebabkan

lama rawat penderita DM menjadi lebih panjang. Lebih dari 25%

penderita DM yang dirawat adalah akibat kaki diabetik. Sebagian besar

amputasi pada kaki diabetik bermula dari ulkus pada kulit. Akan tetapi,

bila dilakukan deteksi dini dan pengobatan/perawatan luka yang adekuat

akan dapat mengurangi kejadian tindakan amputasi.

Ulkus diabetik merupakan kejadian luka yang tersering pada

penderita DM; dimana neuropati menyebabkan hilang rasa pada kondsi

terpotong kaki, blitser/bullae atau kalus yang diikuti dengan penurunan

sirkulasi juga penyakit mikrovaskuler (Black, 1998 dikutip dalam

Maryunani, A, 2015). Ulkus diabetes disebabkan oleh beberapa faktor,

2
yaitu neuropati, trauma, deformitas kaki, tekanan tinggi pada telapak kaki

dan penyakit vaskuler perifer.Pemeriksaan dan klasifikasi ulkus diabetes

yang menyeluruh dan sistematik dapat membantu memberikan arahan

perawatan yang adekuat. Tujuan utama perawatan ulkus diabetes sesegera

mungkin didapatkan kesembuhan dan pencegahan kekambuhan setelah

proses penyembuhan. Tujuan penatalaksanaan perawatan ulkus diabetic

lainnya adalah untuk mengurangi atau menghilangkan factor penyebab,

mengoptimalisasi suasana lingkungan luka dalam kondisi lembab

(konsep dasar lembab), memberikan dukungan kepada klien (nutrisi,

kontrol DM, kontrol faktor penyebab), serta meningkatkan edukasi pada

klien dan keluarga (Maryunani, 2015). Dasar dari perawatan ulkus

diabetes meliputi 3 hal yaitu debridement,offloading, dan kontrol infeksi.

Ulkus kaki pada pasien diabetes harus mendapatkan perawatan karena

beberapa alasan, seperti unfuk mengurangi resiko infeksi dan amputasi,

memperbaiki fungsi dan kualitas hidup, dan mengurangi biaya

pemeliharaan kesehatan. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa

perkembangan dari uklus diabetic dapat dicegah (Handayani, LT, 2016).

Metode perawatan luka yang berkembang saat ini adalah

perawatan luka dengan teknik modern yang disebutkan lebih efektif

dibandingkan metode konvensional. Perawatan luka menggunakan prinsip

moisture balance ini dikenal sebagai metode modern dressing (Sibbalad,

dikutip dalam Kartika, 2015). Perawatan luka modern harus tetap

memperhatikan tiga tahap, yakni mencuci luka, membuang jaringan

3
mati, dan memilih balutan. Mencuci luka bertujuan menurunkan jumlah

bakteri dan membersihkan sisa balutan lama, debridement jaringan

nekrotik atau membuang jaringan dan sel mati dari permukaan luka.

Perawatan luka modern lebih efektif dari perawatan luka konvensional

(menggunakan kasa steril), hal tersebut tampak dari ekskresi sitokin

interleukin 1 dan interleukin 6, pada perawatan luka konvensional

interleukin 1 mengalami peningkatan yang menunjukkan bahwa proses

fase inf lamasi memanjang sehingga penyembuhan luka lambat (Nonjti,

Hariati, & Arafat, 2015). Teknik perawatan luka modern juga mampu

memberikan kenyamanan fisik dan proses penyembuhan luka DM seperti

dijelaskan dalam penelitian Kristianto, H, (2010) mengatakan bahwa

teknik perawatan luka secara modern mampun meningkatkan ekspresi

TGF 1 dan menurunkan respon nyeri dibandingkan teknik konvensional

yang akan berpengaruh terhadap kenyamanan pasien secara fisik

(Kristianto, H., 2010). Oleh karena itu, penerapan perawatan luka modern

dengan menggunakan modern dressing ini harus lebih dikenal dan

ditingkatkan lagi dalam pengaplikasiannya terkhusus untuk proses

penyembuhan luka kaki diabetic.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Dapat memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Diabetic

Foot Ulcer.

4
2. Tujuan Khusus

a. Dapat melaksanakan proses keperawatan pada pasien Tn. AP

dengan Ulkus diabetik

b. Dapat menganalisis kerusakan integritas jaringan dan kulit pada

pasien Tn. AP dengan ulkus diabetik

c. Dapat mengaplikasikan Asuhan Keperawatan dengan teknik

modern dressing pada pasien Tn. AP dengan Diabetic Foot Ulcer.

C. Manfaat Penulisan

1. Bagi Institusi Pendidikan

Penulisan ini diharapkan mampu memberikan tambahan ilmu

pengetahuan khususnya dalam bidang Ilmu Keperawatan mengenai

penatalaksanaan perawatan luka klien dengan Diabetic Foot Ulcer.

2. Bagi Pelayanan kesehatan

Penulisan ini diharapkan mampu menjadi bahan pembelajaran dan

pertimbangan bagi petugas kesehatan terkait untuk lebih mengenal

Modern Dressing sebagai salah satu metode dalam Modern

Woundcare dengan ulkus diabetik untuk mempercepat proses

penyembuhan.

3. Bagi Penulis

Penulisan ini mampu memberikan tambahan pengetahuan dan

pengalaman yang berharga bagi penulis terkait penggunaan Modern

Dressing pada penatalaksanaan Woundcare Modern klien dengan

Diabetic Foot Ulcer.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Ulkus Diabetik

1. Defenisi

Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi diabetes

melitus yang paling ditakuti. Ulkus diabetic (diabetic ulcers) sering

disebut diabetic foot ulcers, luka neuropati, luka diabetic neuropati

(Maryunani, 2015). Ulkus diabetic adalah luka yang terjadi pada

pasien yang diabetic, melibatkan gangguan pada saraf perifer dan

otonomik (Suriadi, 2004 dalam Maryunani, 2015). Kaki diabetik

adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang

berhubungan dengan neuropatidan penyakit vaskuler perifer pada

tungkai bawah (Decroli, 2008).

Tambunan, M. (2007, dalam Maryunani, 2015) mengatakan

bahwa ulkus kaki diabetik adalah luka yang terjadi pada penderita

diabetes melitus, dimana terdapat kelainan tungkai kaki bawah akibat

diabetes melitus yang tidak terkendali. Kelainan kaki diabetes melitus

dapat disebabkan adanya gangguan pembuluh darah, gangguan

persarafan dan adanya infeksi. Ulkus diabetika merupakan luka

terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi

makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati,

yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak

dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh

6
bakteri aerob maupun anaerob. Ulkus kaki diabetic dengan gangrene,

dimana gangrene atau pemakan luka didefinisikan sebagai jaringan

nekrotik atau jaringan mati yang disebabkan oleh adanya emboli

pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah

terhenti. Dapat terjadi sebagai akibat proses inflamasi yang

memanjang; perlukaan (digigit serangga, kecelakaan kerja atau

terbakar); proses degenerative (arteriosklerosis) atau gangguan

metabolic (diabetes melitus) (Taber, 1990 dalam Maryunani, 2015).

2. Etiologi

Penyebab kejadian ulkus diabetic adalah multifacktor atau

terdapat tiga faktor utama yang menyebabkan terjadinya lesi kaki pada

diabetes, yaitu kombinasi dari :

a) Neuropati perifer (polineuropati).

Neuropati perifer adalah suatu komplikasi kronik dari diabetes

melitus dimana syaraf-syaraf telah mengalami kerusakan sehingga

kaki pasien menjadi baal (tidak merasakan sensasi) dan tidak

merasakan adanya tekanan, injury/trauma, atau infeksi (Genna, JG,

2003, dalam Maryunani, 2015). Tipe-tipe neuropati perifer yang

bekontribusi terhadap terjadinya ulkus diabetik yaitu neuropati

sensorik, neuropati motorik, dan neuropati autonomic.

b) Gangguan vaskuler atau iskemi (mikro dan makro-angiopati),

dimana iskemia jangka panjang menyebabkan nekrosis (gangrene).

c) Peningkatan faktor resiko infeksi pada penderita.

7
3. Stadium Wagner untuk Ulkus Diabetik

No. Tipe Ulkus Stadium


1 Stadium 0 :
Ulkus superfisial - Tidak terdapat lesi
(superficial ulcers - Kulit dalam keadaan baik, tetapi dengan bentuk
tulang kaki yang menonjol/charcot arthropathies
Stadium 1 :
- Hilangnya lapisan kulit dermis dan kadang-kadang
tampak menonjol.
2 Ulkus dalam (deep Stadium II :
ulcers) - Lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang atau tendon
(dengan goa).
Stadium III :
Penetrasi dalam, osteomyelitis, pyar
3 Gangren Stadiun IV :
Gangren sebagian, menyebar hingga sebagian dari jari
kaki, kulit sekitar selulitis, gangrene lembab/kering.
Stadium V :
Seluruh kaki dalam kondisi nekrotik/gangrene.

4. Tanda Dan Gejala pada Pemeriksaan Ulkus Diabetik

a) Tanda dan gejala (1)

Menurut Fontain (dikutip dalam Maryunani, 2015) mengatakan

bahwa tanda dan gejala klinik pemeriksaan ulkus diabetic dibagi

menurut beberapa stadium, yaitu :

Stadium Tanda dan Gejala


Asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan
Stadium I
gringgingan)
Klaudikasio intermitten (jarak tempuh menjadi lebih
Stadium II
pendek)
Stadium III Nyeri saat istirahat
Manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia
Stadium IV
(nekrosis, ulkus).

8
b) Tanda dan gejala (2)

Secara praktis, gambaran klinis kaki diabetes dapat digolongkan

sebagai berikut :

No. Golongan Gambaran klinis


1 Kaki neuropati a. Pada keadaan ini, terjadi kerusakan somatic, baik
sensorik maupun motorik, serta saraf autonom, tetapi
sirkulasi masih utuh.
b. Pada pemeriksaan :
a. Kaki teraba hangat
b. Teraba denyut nadi
c. Kurang rasa/baal (neuropati somatic)
d. Kulit menjadi kering (neuropati autonom)
e. Bila terjadi luka, luka akan lama sembuhnya.
2 Kaki iskemik a. Dikenal dengan istilah lain yaitu neuroschaemic foot
b. Keadaan ini hampir selalu disertai neuropati dengan
berbagai macam stadium
c. Pada pemeriksaan, ditemukan :
1) kaki teraba hangat
2) nadi sulit diraba
3) sering menunjukkan rasa nyeri saat istirahat (rest
pain)
4) Dapat terlihat ulkus akibat tekanan lokal, yang
akhirnya menjadi gangrene.
c) Tanda dan gejala (3)

Riwayat Keluhan kaki terasa dingin, paresthesia atau


seperti terbakar.
Kehilangan sensasi pada kaki
Umum terjadi pada penderita DM.
Lokasi Bagian tubuh yang mengalami tekanan :
Metatarsal, jari-jari kaki dan tumit.
Dasar Ulkus Bervariasi : Ringan berat. Ulkus dapat
mengenai tendon, fasia, kapsul sendi atau
hingga ke tulang
Gambaran ulkus Ditutupi oleh callus, membentuk
terowongan. Bila disertai infeksi bakteri
osteomyelitis.
Cappilary refilling time Normal, bila tidak kombinasi arterial desease
Gambaran luka sekitar Umumnya ditutupi oleh callus.
ABI *Doppler Ultrasono-graphy Normal bila tidak kombinasi dengan arterial
desease.
d) Tanda dan gejala ulkus diabetic juga dapat dijabarkan sebagai

berikut :

a. Neuropati kaki klasik

b. Denyut melompat-lompat

9
c. Vena membesar

d. Kerusakan ujung saraf perifer

e. Hilangnya modalitas sensori

f. Otot instrinsik mengecil dan melemah

g. Refleks pergelangan kaki hilang

h. Deformitas, jari kaki mengerut, hilangnya lengkung kaki

i. Peningkatan suhu kulit

j. Tidak berkeringat, kulit kering, pecah-pecah, kapalan

k. Osteoartropati charcot

l. Edema

m. Nekrosis (gangrene)

5. Patogenesis Ulkus Diabetik

Salah satu komplikasi kronik jangka panjang dari penyakit DM

adalah ulkus kaki diabetik. Tidak jarang penanganan yang tidak baik

terhadap luka pada kaki diabetik dapat meyebabkan luka meluas

menjadi gangrene yang dapat berujung pada amputasi kaki. Ada tiga

faktor yang dapat menyebabkan ulkus kaki diabetik yaitu: iskemik,

neuropati, dan infeksi (Waspadji, 2009 dalam Hidayah, 2012).

Pada penderita diabetes, kadar gula darah yang meningkat pada

jangka waktu yang lama akan mengakibatkan kelainan system saraf

yang dikenal sebagai neuropati diabetik. Hiperglikemia yang

berkepanjangan akan mengakibatkan peningkatan aktivitas jalur poliol,

sintesis advance glycosilation end products (AGEs), pembentukan

10
radikal bebas dan aktivasi protein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai

jalur tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasi , sehingga aliran

darah ke saraf menurun. Neuropati dapat dibagi menjadi: neuropati

sensorik dimana sensari rasa terhadap rasa sakit menurun sehingga

penderita DM kadang tidak menyadari adanya luka kaki. Neuropati

motorik menyebabkan perubahan pada kekuatan motorik kaki

sehingga timbul perubahan tekanan pada telapak kaki. Sedangkan

neuropati autonomik menyebabkan produksi kelenjar keringat pada

kaki menurun sehingga kulit kaki cenderung menjadi kering. Kesemua

hal ini memudahkan terjadinya luka (Waspadji, 2009).

Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena

kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan

oksigen. Pada penderita DM hal ini dapat saja terjadi penyempitan dan

penyumbatan pembuluh darah akibatnya terjadi penurunan perfusi

jaringan ke bagian distal dari tungkai ditandai oleh hilang atau

berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan

poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Sirkulasi

oksigen dan nutrisi ke kaki juga ikut berkurang sehingga hal ini

mendasari terjadinya iskemia jaringan kaki. Bila kodisi ini berlanjut

tanpa perbaikan akan menyebabkan jaringan kaki berkembang menjadi

ulkus yang kemudian akan berkembang menjadi gangrene yang sangat

sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi

(Nurrahmani, 2012).

11
Pada penderita DM sangat rentan terhadap infeksi karna

berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Hal ini disebabkan

karna berkurangnya kemampuan fagositosis sel darah putih terhadap

mikroorganisme pada kondisi kadar gula darah diatas 200 mg%.

Kondisi ini harus dianggap serius karena bila terdapat luka pada kaki,

perlawanan antigen oleh leukosit akan menurun dan menyebabkan

mikroorganisme dapat berkembang dengan pesat sehingga status luka

akan memburuk. Infeksi harus dianggap serius karena penyebaran

kuman akan menambah persoalan baru. Mikroorganisme pada ulkus

akan berkembang cepat ke seluruh tubuh melalui aliran darah yang

bisa berakibat fatal, hal ini disebut sepsis pada diabetisi. Bila kondisi

ini tidak mampu tertangani, biasanya penderita akan mengalami koma

diabetikum (Hidayah, 2012; Nurrahmani, 2012).

6. Pencegahan dan Penanganan Ulkus Diabetik

Pencegahan dan pengelolaan ulkus diabetik untuk mencegah

komplikasi lebih lanjut adalah:

a) Memperbaiki kelainan vaskuler

b) Memperbaiki sirkulasi

c) Pengolaan pada masalah yang timbul (infeksi, dll)

d) Edukasi perawatan kaki

e) Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil

laboratorium lengkap) dan obat vaskularisasi, obat untuk

12
penurunan gula darah maupun menghilangkan keluhan/gejala dan

penyulit DM.

f) Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal

g) Menghentikan kebiasaan merokok

h) Merawat kaki secara teratur setiap hari, dengan cara:

Penanganan ulkus diabetik dapat dilakukan dalam beberapa

tingkatan menurut Handayani (2012) yaitu:

1) Tingkatan 0

Penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas kaki

khusus dan pelengkapan alas kaki yang dianjurkan. Sepatu atau

sandal yang dibuat secara khusus dapat mengurangi tekanan

yang terjadi.

2) Tingkat I

Memerlukan debridemen jaringan nekrotik atau jaringan yang

infeksius, perawatan likal luka dan pengurangan beban.

3) Tingkat II

Memerlukan debridemen, antibiotik yang sesuai dengan hasil

kultur, perawatan lokal luka dan teknik pengurangan beban

yang lebih berarti.

4) Tingkatan III

Memerlukan debridemen jaringan yang sudah menjadi gangren,

amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih ketat dan pemberian

antibiotik parental yang sesuai dengan kultur.

13
5) Tingkat IV

Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi

sebagian atau amputasi seluruh kaki.

7. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan Ankle Brakhial Pressure Index (ABPI)

Pemeriksaan ABPI dengan menggunakan dopler

ultrasound yang merupakan alat untuk memeriksa aliran

darah arteri maupun vena. Pemeriksaan ini untuk

mengidentifikasi tingkat gangguan pada pembuluh darah

arteri maupun vena. Pada kondisi normal, tekanan sistolik

pada kaki sama dengan di tangan atau lebih tinggi sedikit.

Pada kondisi terjadi gangguan di area kaki, vena ataupun

arteri, akan menghasilkan tekanan sistolik yang berbeda.

Cara pemeriksaan ABPI adalah sebagai berikut :

1) Mencari nilai tekanan sistolik pada ankle :

a. Baringkan klien selama kurang lebih 20 menit.

b. Pastikan area arteri femoral tidak ada sumbatan atau

hambatan dari pakaian ataupun posisi.

c. Tutup area luka dengan lapisan plastik untuk

melindungi cuff tensimeter.

d. Tempatkan cuff melingkar di atas ankle.

14
e. Dopler probe letakkan di dorsalis pedis dan anterior

tibial pulse (dengan konekting gel). Arah probe dopler

45 derajat.

f. Tekan cuff hingga bunyi pulse menghilang.

g. Tekan cuff perlahan untuk menurunkan tekanan sampai

terdengar bunyi pulse lagi, kemudian lepas tekanan

cepat untuk menghindari hambatan. Segera catat, point

ini yang disebut Tekanan Sistolik Ankle.

2) Mencari nilai tekanan sistolik pada brachial :

a. Pindahkan cuff ke lengan di sisi yang sama dengan

ekstremitas bawah.

b. Cari pulse brachial dengan dopler probe (dengan

konekting gel).

c. Tekan cuff hinga bunyi pulse menghilang.

d. Turunkan tekanan perlahan hingga terdengar bunyi

pulse lagi, kemudian segera lepaskan tekanan. Segera

catat, point ini disebut Tekanan Sistolik Brachial.

Hasil Kalkulasi :

a. Hitung ABPI dengan membagi hasil sistolik ankle

dengan hasil sistolik brachial. ABPI = tekanan sistolik

ankle/tekanan sistolik brachial

b. Hasil perhitungan di atas diinterpretasikan pada tabel di

bawah ini.

15
< 0,5 0,5-0,7 0,7-0,8 >0,8 > 1,2

Arterial Arterial & Arterial & Venous Calcified


ulcer venous ulcer venous ulcer ulcer
Gangguan Gangguan Gangguan Gangguan Pemeriksa
pembuluh pembuluh pembuluh pembuluh an ulang
arteri arteri & vena arteri & vena vena

Hasil pemeriksaan ABPI tidak hanya berfungsi

mendeteksi pulse pada pasien diabetes, tapi juga sebagai

panduan dalam bandaging pada kasus leg ulcer atau

luka kaki.

b) Pemeriksaan Monofilament.

- Monofilament Semmes-Weisten merupakan batang

benang nylon tipis yang tersedia dengan berat yang

berbeda-beda.

- Monofilamet terpasang pada applicator

- Beberapa monofilament tersedia dalam satu set terdiri

dari tiga monofilament, dengan berat 1 gram, 10 gram

dan 75 gram pada satu applicator.

- Cara melakukan pemeriksaan monofilament :

1) Minta pasien untuk menutup matanya

2) Pegang monofilament 10 gram tegak lurus pada

area/tempat yang diperiksa.

3) Tekan monofilament sampai membengkok dan

tahan/pegang selama 1,5 detik; kemudian angkat

dengan cepat.

16
4) Minta pasien apakah ia merasakan sesuatu dan

dimana

5) Ulangi pada semua area/tempat

6) Tempat-tempat yang diperiksa meliputi kaki mid-

dorsal; permukaan telapak kaki pada jari-jari pertama,

ketiga, dan kelima; bagian atas metatarsal (rangka

telapak kaki; dan tumit.

7) Masing-masing tempat yang di periksa dicatat sebagai

positif jika monofilament 10 gram dirasakan oleh

pasien atau negatif jika tidak dirasakan oleh pasien.

c) Pemeriksaan Vibrasi

1) Garpu tala dipasang (dipukulkan) pada persendian distal

pada ibu jari kaki, dan pasien ditanya kapan vibrasi tidak

dirasakan

2) Praktisi dapat membuktikan ada atau tidak adanya vibrasi

dengan menempatkan jari telunjuk pada permukaan

telapak kaki pada jari-jari di bawah persendian seperti

vibrasi yang ditransmisikan melalui jaringan lunak dan

tulang.

3) Hasilnya dicatat sebagai berikut :

Pasien &
Pasien Praktisi praktisi setuju
No. Hasil merasakan meraakan pada waktu
vibrasi vibrasi berhenti

1 Normal + + +

17
Terbatas + + -
2
Tidak ada - + -
3

d) Pemeriksaan penunjang lain adalah foto cruris dan

pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang

dialkukan adalah :

- Pemeriksaan darah. Pemeriksaan darah meliputi : GDS >

200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post

prandial > 200 mg/dl..

- Urine. Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam

urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict (

reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna

pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan

merah bata ( ++++ ).

- Kultur pus. Mengetahui jenis kuman pada luka dan

memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.

8. Manajemen Perawatan Ulkus Diabetik

Manajemen luka yang efektif adalah mempertahankan

lingkungan luka yang sehat dengan prinsip seperti : Balut luka

(mempertahankan kehangatan, kelembaban dan menghindari

kontaminasi eksternal; Penggunaan balutan tergantung kondisi luka;

Control gula darah dan minimalkan jaringan rusak; Pemakaian alas

kaki yang sesuai; Mengontrol infeksi; serta edukasi (Maryunani,

2015).

18
1) Pencucian Luka

Pencucian luka merupakan hal pokok untuk meningkatkan,

memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka, serta

menghindari kemungkinan terjadinya infeksi. Proses pencucian

luka bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka

yang berlebihan, sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolic

tubuh pada permukaan luka. Caian terbaik dan teraman untuk

mencuci luka adalah cairan yang non toksik pada proses

penyembuhan luka (misalnya : Nacl 0,9%). Penggunaan H2O2

(hydrogen peroksida), hipoclorite selution dan beberapa cairan

debridement lainnya, sebaiknya hanya digunakan pada jaringan

nekrotik atau slough dan tidak digunakan untuk jaringan granulasi.

Cairan antiseptic seperti povidone iodine sebaiknya hanya

digunakan pada saat luka terinfeksi atau tubuh pada keadaan

penurunan imunitas, yang kemudian dilakukan pembilasan dengan

saline.

2) Irigasi Luka

Irigasi luka diberikan bertujuan untuk memberikan tekanan

minimum pada luka yang mempunyai rongga sehingga

memastikan pengangkatan bakteri dari dasar luka. Untuk

memastikan tekanan irigasi dalam batas normal adalah dengan

menggunakan jarum 19 gauge atau angiokateter dan suntikan 35

19
ml yang dapat memberikan larutan saline dengan tekanan 8 psi

(Perry & Potter, 2009).

3) Debridemen Luka Commented [W71]: Masukkan Jenis-jenis debridement

Debridement adalah membuang jaringan nekrotik atau slough pada

luka. Debridement dilakukan untuk menghindari terjadinya infeksi

atau selulitis, karena jaringan nekrosis selalu berhubungan dengan

adanya peningkatan jumlah bakteri. Setelah dilakukan

debridement, jumlah bakteri akan menurun dengan sendirinya yang

diikuti dengan kemampuan tubuh secara efektif melawan infeksi.

Secara alami dalam keadaan lembab, tubuh akan membuang

sendiri jaringan nekrosis atau slough yang menempel pada luka

(peristiwa autolysis). Autolysis adalah peristiwa pecahnya atau

rusaknya jaringan nekrotik oleh leukosit dan enzim lyzomik.

Debridement dengan system autolysis dengan menggunakan

balutan oklusif atau tertutup merupakan cara teraman dilakukan

pada klien dengan luka diabetic teutama untuk menghindari risiko

infeksi.

4) Pemilihan Balutan Luka

Balutan luka diperlukan untuk menutup luka dan menjaga

luka dari kontaminasi luar. Ada bermacam-macam jenis balutan

luka yang tersedia sekarang ini tergantung dari kebijakan pemberi

perawatan, yang mana menjadi pilihan yang sesuai kebutuhan dan

kemampuan pasien (Morison, 2004 dikutip dalam Hernianti, 2013).

20
a. Tujuan balutan luka.

Balutan yang diberikan pada luka memiliki beberapa tujuan

antara lain: melindungi luka dari kontaminasi mikroorganisme,

membantu proses hemostasis, mendukung penyembuhan

dengan mengabsorbsi drainase dan debridemen luka,

mendukung atau membelat sisi luka, mencegah klien melihat

luka karna hal ini dapat dipersepsikan sebagai hal yang tidak

menyenangkan, mendukung insulasi termal pada permukaan

luka, serta mendukung lingkungan yang lembab bagi luka

(Perry & Potter, 2009).

b. Karasteristik balutan yang ideal.

Dasar pemilihan balutan harus mempertimbangkan beberapa

hal sebagai berikut: tidak melekat pada dasar luka sehingga

tidak menimbulkan cedera saat penggantian, impermeabel

terhadap mikroorganisme, mampu mempertahankan

kelembaban yang tinggi pada area luka sementara juga dapat

mengeluarkan eksudat yang berlebihan, penyekat suhu, non

toksik dan non alergenik, nyaman dan mudah disesuaikan,

mampu melindungi luka dari trauma lanjut, tidak perlu terlalu

sering mengganti balutan, memiliki biaya yang ringan, awet

dan bahan balutan mudah (Morison, 2004, dikutip dalam

Hernianti 2013).

21
c. Alasan pemilihan balutan dalam kondisi lembab (moist).

Ada beberapa alasan pemilihan balutan yang bersifat lembab,

menurut Gitarja (2008) antara lain:

1) Mempercepat fibrinolisis

Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan

dengan cepat oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana

lembab.

2) Mempercepat angiogenesis

Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan

lebih merangsang pertumbuhan pembuluh darah dengan

cepat (neovaskularisasi). Menurunkan resiko infeksi Pada

kondisi balutan luka lembab dapat menurunkan kejadian

infeksi dari penggunaan balutan kering.

3) Mempercepat pembentukan Growht factor

Peranan Growth Factor dalam proses penyembuha luka

adalah untuk membentuk stratum corneum dan

angiogenesis, dimana produksi komponen tersebut dapat

lebih cepat pada kondisi lingkungan yang lembab.

4) Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif

Pada kondisi lingkungan luka yang lembab, pergerakan

netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke

daerah luka berlansung lebih dini.

d. Jenis-jenis balutan.

22
Untuk ulkus tekan dekubitus ataupun ulkus tekan pada kaki

seperti ulkus kaki diabetik memerlukan balutan. Jenis balutan

bervariasi sesuai dengan karasteristik ulkus (Tarigan & Pemila,

2007, di kutip dalam harniyanti, 2013).

1) Kasa Konvensional (gauze)

Kasa adalah jenis balutan yang umum digunakan, terbuat

dari material katun yang tersusun atas serabut-serabut

anyaman. Adanya serabut anyaman tersebut menyebabkan

kasa melekat pada permukaan luka sehingga pada saat

penggantian, pembalut akan mengangkat jaringan granulasi

yang sudah terbentuk sehingga sebagian dari penyembuhan

luka akan kembali ke fase inflamasi yang akan

menyebabkan penyembuhan luka terhambat, serta

mengakibatkan nyeri saat mengganti pembalut. Kasa

konvensional memiliki tingkat permeabilitas terhadap gas

dan uap air yang paling tinggi. Oleh karna tingkat

permeabilitas yang tinggi, penguapan oksigen di

permukaan luka tinggi sehingga kelembaban jaringan luka

menurun dengan akibat konsentrasi oksigen dalam jaringan

luka menurun. Hal ini menyebabkan proses penyembuhan

luka berlangsung lebih lama akibat pembentukan kolagen

yang terhambat (Novriansyah, 2008).

23
Kasa dapat dibasahi dengan larutan normal saline dan dapat

digunakan untuk membersihkan dan menutup luka. Tujuan

balutan ini untuk memberikan kelembaban pada luka,

namun balutan ini harus lebih sering diganti untuk

mempertahankan kelembaban (Morison, 2004; Perry &

Potter, 2009).

2) Hidrokoloid

Hidrokoloid Wafer-Loving adalah balutan dengan

formula kompleks koloid, elastomeric, dan perakat (Perry

& Potter, 2009). Hidrokoloid terdiri dari agen-agen gel

seperti pectin dan gelatin. Balutan jenis ini dapat berfungsi

ganda sebagai balutan primer sekaligus sebagai balutan

sekunder. Bila digunakan pada luka, drainase luka

berinteraksi dengan komponen dari balutan membentuk

seperti gel/agar yang menciptakan lingkungan yang lembab

pada permukaan luka. Sifat hidrokoloid yang permeabel

terhadap oksigen dan uap air mencegah terjadinya

penguapan sehingga oksigen permukaan jaringan luka tetap

terjaga sehingga menciptakan lingkungan yang optimal

untuk pertumbuhan kolagen yang selanjutnya akan

mempercepat proses penyembuhan luka. Kolagen

memegang peranan yang sangat penting pada proses

penyembuhan luka. Kolagen mempunyai kemampuan

24
antara lain dalam hemostatis, interaksi dengan trombosit,

interaksi dengan fibronektin, meningkatkan eksudasi

cairan, meningkatkan komponen seluler, meningkatkan

faktor pertumbuhan, serta mendorong proses fibroplasias

dan terkadang pada proses proliferasi epidermis. Fungsi

oksigen bersama dengan dua asam amino (prolin dan lysin)

bekerjasama dalam sintesis kolagen. Kolagen disintesis

oleh fibroblast dari prolin dan lysine kemudian dihidrolisasi

dengan oksigen (Novriansyah, 2008).

Hidrokoloid dapat berfungsi sebagai debridement autolysis,

dengan cara luka kontak dengan permukaan balutan

membentuk gel/agar yang akan mempertahankan

lingkungan lembab kemudian proses alami tubuh akan

menyerap kelebihan drainase tersebut dan mengekresikan

keluar tubuh (Perry & Potter, 2009).

Dengan mempertahankan lingkungan yang lembab, sel

netrofil dapat hidup dan enzim proteolitik dibawa ke dasar

luka yang memungkinkan atau menghilangkan nyeri saat

debridemen. Proses ini dilanjutkan dengan degradasi fibrin

yang memproduksi faktor yang merangsang makrofag

untuk mengeluarkan faktor pertumbuhan seperti faktor

pertumbuhan fibroblas (FGF), faktor pertumbuhan

epidermal (EGF), faktor pertumbuhan beta tansformasi

25
(tgf), Dan interleukin-1 (IL-1) ke dasar luka (Tarigan &

Pemila, 2007).

Selain itu hidrokoloid berfungsi sebagai berikut: menyerap

drainase ringan sampai sedang, mampu mempertahankan

kelembaban kulit, impermeabel terhadap bakteri dan

kontaminan lain, berperan sebagai pelindung pada area

yang berisiko tinggi gesekan, serta dapat dipertahankan

selam 3 5 hari. Balutan hidrokoloid tidak dapat menyerap

eksudat dalam jumlah yang banyak serta

dikontraindikasikan utuk luka yang terinfeksi.

3) Hidrogel

Balutan hidrogel adalah balutan kasa yang mengandung air

atau gliserin. Jenis ini menghidrasi luka, dan menyerap

sejumlah eksudat. Hidrogel dapat melunakkan dan

menghancurkan jaringan nekrotik tanpa merusak jaringan

yang sehat, yang akan terserap ke dalam struktur gel dan

akan terbuang bersama pembalut. Balutan hidrogel

digunakan untuk luka sebagian atau utuh, luka dalam

dengan eksudat, luka nekrotik, luka bakar, dan luka akibat

radiasi. Balutan ini sangat baik digunakan pada luka yang

nyeri karna sangat lembut dan tidak melekat pada dasar

luka. Kerugian dari balutan ini adalah hidrogel

membutuhkan balutan sekunder dan memerlukan

26
perawatan luka yang intensif untuk mencegah maserasi

sekitar luka.

4) Transparant Film

Transparan film adalah jenis balutan yang dapat digunakan

sebagai bantalan untuk mencegah luka dekubitus.

Merupakan balutan sekunder untuk luka yang diberi terapi

salep dan diperuntukkan untuk daerah luka yang sulit. Sifat

bahan balutan ini transparan sehingga memudahkan

mengontrol luka serta bersifat waterproof dan gas

permeable. Transparan film juga dapat berfungsi sebagai

autolitik debridement.

5) Calcium Alginat

Balutan calcium alginat berasal dari rumput laut. Akan

berubah menjadi gel saat bercampur dengan cairan luka.

Jenis balutan ini dapat menyerap jumlah cairan luka yang

berlebihan (banyak) 20 kali dari bobotnya serta dapat

menstimulasi proses pembekuan darah bila terjadi

perdarahan minor. Fungsi lainnya adalah mengatur eksudat

luka dan melindungi luka dari kekeringan. Digunakan pada

fase pembersihan luka dalam maupun permukaan serta luka

terinfeksi. Namun jangan menggunakan balautan ini pada

luka kering dan membutuhkan balutan sekunder.

6) Balutan Foam

27
Adalah jenis balutan absorban dengan kemampuan serap

lebih tinggi, nyaman digunakan karena mudah diganti dan

tidak menimbulkan nyeri saat penggantian, tidak

meninggalkan residu, aman digunakan pada luka infeksi,

dapat mengontrol hipergranulasi, dapat digunakan sebagai

balutan primer atau sekunder, serta juga dapat

dipertahankan 5 7 hari.

7) Antimikrobial

Antimikrobial adalah jenis balutan primer. Dapat

digunakan untuk luka kotor, terinfeksi, dan luka

terkontaminasi. Balutan jenis ini bersifat lengket serta

kurang bermamfaat pada jaringan epitelisasi.

8) Metcovasin

Metcovasin berbentuk salep dalam kemasan. Berfungsi

untuk support autolitik debridemen, dapat mengurangi bau

tidak sedap, mampu mempertahankan suasana lembab pada

luka serta digunakan untuk luka yang merah, kuning dan

yang berwarna hitam. Jenis ini merupakan balutan primer.

B. Tinjauan Umum tentang Modern Dressing

Memilih balutan merupakan suatu kebutuhan suatu keputusan yang

harus dilakukan untuk memperbaiki kerusakan jaringan integument.

Berhasil tidaknya luka membaik, tergantung pada kemampuan perawat

dalam emilih balutan yang tepat, efektif. Tujuan memilih balutan yaitu;

28
1) Balutan dapat mengontrol kejadian infeksi/melindungi luka dari

trauma dan invasi bakteri

2) Mampu mempertahankan kelembapan

3) Mempercepat proses penyembuhan luka

4) Absorbs cairan luka

5) Nyaman digunakan, steril dan Cost Effective

1. Terapi topikal (Epitel Wound Zalf (EWZ), Metcovazin, Zinc)

a) Epitel wound zalf (EWZ)

Epitel Zalf mengandung anti inflamasi, anti infekasi dan memiliki

daya serap tinggi sehingga pada fase luka nekrotik, slough mudah

untuk proses autolisisnya selain itu memiliki kandungan protein yang

tinggi sehingga mempercepat pembentukan kolagen, sintesis protein

dalam pembentukan jaringan granulasi. Mengandung vitamin C, A

dan metronidazole. Dimana vitamin C sangat berperan dalam

produksi fibroblast angiogenesif dan respon imun. Vitamin C dapat

ditemukan pada kiwi, Black Carrent, strouberry dan jeruk. Pada

vitamin A dapat mendukung epitelisasi dan sintesis kolagen dan

29
berfungsi sebagai antioksidant. Vitamin A dapat ditemukan cod liver

oil, jeruk dan sayuran hijau dan metronidazole sebagai antimikroba.

b) Zink Oxide Topikal (Metacovasin)

Zinc oxide memiliki ikatan kimia ZnO, Z untuk zink dan O untuk

oksigen.Artinya, Zinc Oxide terdiri atas satu atom zink dan satu atom

oksigen yang saling berikatan.Ada sekitsr 300 enzim yang

membutuhkan enzim dalam kegiatannya sdebagai mineral esensial

dalam pembentukan sintesis DNA, sintesis protein pergantian dan

perbaikan jaringan. Defisiensi zink dapat menyebabkan gangguan

dalam penyembuhan luka, terutama penurunan jumlah protein

pergantian dan sintesis kolagen selama proses penyembuhan luka.

Saat proses penyembuhan luka, terjadi peningkatan kebutuhan zink

terutama pada fase inflamasi dan proliferasi. Direkomendasikan

dengan dasar luka hitam, kuning dan merah, tidak dapat menyerap

eksudat dan tidak dapat membunuh kuman, kecuali di kombinasikan

dengan antimikroba.

Metcovazin direkomndasikan untuk luka dengan warna dasar

luka dengan warna dasar luka hitam, kuning dan merah. Metcovazin

tidak dapat menyerap eksudat dan tidak dapat membunuh kuman

kecuali direkombinasikan dengan antimikroba (Arisanty, 2013).

Ada beberapa jenis metcovazin, diantaranya adalah :

1) Metcovazin regular: digunakan untuk warna dasar luka hitam atau

kuning tanpa infeksi.

30
2) Metcovazin gold: digunakan untuk semua jenis warna dasar luka

yang terinfeksi.

3) Metcovazin red: digunakan untuk warna dasar luka merah

granulasi.

2. Gel ( suprasorb G, Cutimed gel, duoderm gel)

Keunggulan menghilangkan jaringan nekrotik secara lembut sehingga

tidak menyebabkan nyeri dan tidak merusak jaringan sehat, memberikan

suasana lembab pada luka. Inikasi untuk menghilangkan jaringan nekrotik

31
pada luka ulkus diabetik, ulkus vena, ulkus dekubitus, ulkus tungkai, luka

kanker, luka bakar, luka post op.

3. Dressing

a) Transparant film

Film dressing terbuat dari polyurethane memilki sifat tipis,

transparent dan merekat.Transparent film memungkingkan transmisi

uap air, oxygen dan karbondioksida namun tidak memiliki sifat

absorben sehingga tidak tepat digunakan pada luka dengan eksudat.

Umumnya digunakan untuk balutan intravena dan fiksasi kateter.

Keistimewaan film dressing karena hanya merekat pada daerah yang

kering sehingga tidak berpotensi mengganggu dasar luka (wound

bed), meskipun demikian perlu hati-hati saat menggunakan dalam fase

epitelisasi sebab aplikasi film dressing bisa melepaskan epitel-epitel

32
yang masih muda. Contoh film : Op-Site (Smith and Nephew).,

Polyskin (Kendali Healtcare).

1. Transparan, perkembangan penyembuhan luka dapat di monitor

tanpa membuka pembalut

2. Tidak tembus bakteri dan air, elastis dan tahan air, sehingga bisa

dipakai pada saat mandi.

3. Ekonomis, tidak memerlukan penggantian balutan dalam jangka

waktu yang pendek.

b) Low adherent absorbent dressing (melolin, cutisorb sorbact)

1. Melolin

Melolin merupakan low Adherent absorbent dressing, dengan

bentuk sediaan 5x5 cm yang tidak lengket pada luka karena

berlapis film polyester dan juga dapat menyerap eksudat ringan.

Dressing ini tidak meresap secara sistemik. Melolin digunakan

pada luka superfisial, luka pasca operasi dan luka dengan eksudat

ringan. (melolin kurang dapat menyerap eksudat dengan jumlah

yang banyak). Efek samping yang kadang muncul dari penggunaan

melolin yaitu hipersensivitas dan iritasi (Kalbe, 2013).

33
2. Cutisorb

Merupakan dressing pengisap dengan

suatu kompres penyerap yang efektif dan

sangat tergantung pada strukturnya. Pada

penyerap harus cukup mampu menyerap

cairan jaringan yang keluar dari luka. Namun, rembesan eksudat

melalui dressing harus dicegah.Cutisorb kompres penyerap

merupakan produk perawatan luka dari BSN medis (BSN Medical,

2012).

c) Foam absorbent dressing (allevyn non adhesive dan cutimed siltec)

Keunggulan tidak menyebabkan luka menjadi kering, menciptakan

suasana moist, daya ikat lebih kuat daripada dessing lain, mengurangi

maserasi, tahan air dan bakteri, mencegah kontaminasi bakteri, resiko

alergi minimal mempercepat penyembuhan luka, tidak lengket pada

luka. Indikasi sebagai dressing untuk luka akut dan luka kronik, full

tickness dan partial tickness, luka eksudat sedang-berat misalnya pada

luka ulkus tungkai, ulkus diabetik, ulkus dekubitus, luka infeksi, luka

kanker, luka bedah, luka bakar derajat 1 an 2.

34
d) Cavity dressing (allevyn plus cavity)

Keunggulan daya serap tinggi, menjadi lingkungan luka agar tetap

lembab, tidak lengket pada luka, fleksibel, dapat dipotong sesuai

dengan ukuran yang diinginkan, mudah diangkat dari luka. Indikasi

luka kronik yang dalam dan cairan eksudat banyak, misalnya ulkus

tungkai dalam, dekubitus stadium 3 dan 4, rongga abses.

Kontraindikasi luka fistel dan luka yang tertutup eschar.

e) Silver Ionized dressing (Aquacel Ag)

Silver mempunyai spectrum luas teradap bakteri, yang bekerja pada

sintesis dinding sel bakteri, aktivitas ribosom, dan transkripsi,

juga mempunyai aktivitas terhadap jamur. Contohnya Aquacel

Ag. Aquacel Ag (silver dressing) adalah pembalut luka primer

terbuat dari natrium karboksimetilselulosa (NaCMC) mengandung

1,2% perak dalam bentuk ionic. NaCMC ini diproduksi

sebagai serat tekstil dan disajikan dalam

35
bentuk bulu untuk kemasan luka berlubang dan sebagai datar non-

wound pad untuk aplikasi luka terbuka yang lebih besar. Dengan

adanya ion natrium dari eksudat luka, ion perak dilepaskan dari

NaCMC untuk mengerahkan efek antimikroba berkelanjutan

terhadap berbagai organism termask Staphylococcus aureus

resisten methicillin (MRSA), dan vankomisin-tahan Enterococus

(VRE), sehingga mencegah kolonisasi bakteri dan memberikan

penghalang antimikroba untuk melindungi luka. Contoh lain adalah

iodosorb, yaitu suatu salep cadexomer iodine yang bersifat

antibacterial dan efektif untuk bahan debridement pada ulkus karena

tekanan, ukus venosum, dan ulkus diabetic (Lestari, 2008).

f) Hydrocolloid dressing (Suprasorb H)

Hydrocolloid sebenarnya sudah digunakan secara luas sejak tahun

1982 dan risetnya sudah dimulai sejak 1970an, jadi istilah modern

dressing sebenarnya kurang tepat. Beberapa wound expert menyatakan

bahwa hydrocolloids merupakan balutan yang hamper

memenuhi semua criteria balutan ideal. Hydrocolloids memiliki

sifat impermeable terhadap cairan dan oksigen, balutan ini

mengandung partikel hydroactive (hydrophilic) yang terikat

36
dalam polymer hydrophobic. Partikel hydrophilic-nya mengabsorbsi

kelebihan kelembaban pada luka dan menkonvensikannya ke dalam

bentuk gel.

1. Menjaga kestabilan kelembaban luka dan daerah sekitar luka

bersamaan dengan fungsinya sebagai penyerap cairan luka.

2. Pembalut dapat diganti tanpa menyebabkan trauma atau rasa sakit,

dan tidak lengket pada luka.

3. Nyaman untuk permukaan kulit.

4. Ekonomis dan hemat waktu pengobatan, meminimalkan

penggantian pembalut disbanding dengan menggunakan pembalut

konvensional (tahan 5-7 hari tanpa penggantian pembalut baru

tergantung karakter eksudat) (Lestari, 2008).

g) Hydrocellulose

Hydrocellulose atau dikenal dengan

hydrofiber merupakan jenis terapi

topical yang terbuat dari selulosa

dengan daya serap sangat tinggi melebihi kemempuan daya serap

37
calcium alginate. Hydrocellus terbuat dari NaCMC 100% dan

memiliki kemampuan gel lock sehingga dapat mengikat kuman dalam

jumlah tertentu. Keuntungannya adalah tidak mudah koyak/larut

sehingga sangat mudah melepasnya dan dapat mengikat

bakteri. Bahan ini dipatenkan oleh convanTec dengan nama yang ada

di pasaran Aguacel. Balutan ini berfungsi sebagai balutan sekunder

dan pada kondisi tertentu menjadi balutan primer.

Direkomendasikan dasar luka merah, dapat menyerap eksudat

sedang, banyak, hingga sangat banyak (Lestari, 2008).

4. Antimikroba (Iodosorb Power, Cutimed sorbact, Silver)

a) Iodosorb Powder

Keunggulan mempercepat penyembuhan

luka. Menghilangkan mikroba,

menghilangkan jaringan nekrotik/ slough,

menyerap eksudat, menghilangkan bau.

Indikasi untuk terapi topical pada luka kronik yang bereksudat pada

ulkus vena, ulkus diabetic dan ulkus dekubitus. Kontraindikasi untuk

luka dengan jaringan nekrotik yang kering, pasien dengan sensivitas

terhadap iodine. Selain memberikan efek antimikrobial juga dapat

menyerap eksudat dan menciptakan suasana moist. Cadexomer

iodine diganti jika telah jenuh oleh cairan luka, biasanya diganti 2-3

kali seminggu.

38
b) Hydropobic (Cutimed Sorbact)

Untuk memberikan pelepasan berkelanjutan

kerja antimikroba jangka panjang dalam

kombinasi dengan pemeliharaan lingkungan

fisiologis untuk penyembuhan. Dapat di

gunakan untuk luka parsial dan ketebalan penuh, luka berbau dengan

eksudat minimal hingga berat, luka yang terkontaminasi dan

terinfeksi berat. Contoh balutan antimikroba yaiti cutimec

sorbact. Cutimed Sorbac Menggunakan prinsip fisik interaksi

hidrofobik. Dressing yang dilapisi dengan turunan asam lemak

(DACC) member mereka sifat- sifat mereka yang sangat hidrofobik.

Dalam lingkungan lembab luka yang terinfeksi, bakteri tertarik dan

menjadi ireversibel terikat untuk itu. Oleh karena itu mengangkat

juga mengilangkan bakteri pada luka. (arisanty, 2012).

c) Silcryst nanocystalline dressing (actionat)

Keunggulan spectrum antimicrobial

luas, permukaan silver yang kontak

dengan luka luas, lama kerja panjang.

Indikasi sebagai dressing antimikroba pada partial dan fulltickness

burn, ulkus dekubitus, ulkus vena, ulkus diabetikum. Kontraindikasi

kepada pasien yang alergi terhadap silver, pasien yang akan

menjalani pemeriksaan MRI, hanya untuk penggunaan luar.

39
Penggantian dressing minimal setiap 3 hari, hindari melepaskan

silver dengan tarikan keras karena akan merusak jaringan granulasi.

5. PHMB (Prontosan solution, Prontosan gel)

Keutamaan adalah pemeriksaan dan pelembab luka kulit dan luka

bakar, untuk mencegahan biofilm, mencegah infeksi, mengurangi

pergantian luka menyakitkan. Indikasi untuk cleansing, pelembab dan

dekontaminasi pada luka trauma, luka pascaoperasi. Ulkus kronik kulit

(misalnya vena, ulkus diabetes atau tekanan), luka thermal, luka kimia

(asam dan alkali-induced) (B. Braun, 2010). PHMB (prontosan solution)

mengandung polyaminopropyl biguanide juga dan polyhexanide.

Polihexanide merupakan antimikroba spektrum luas yang mampu

mencegah pertumbuhan biofilm, keunggulan dari polihexanide adalah

memiliki toleransi yang sangat baik terhadap kulit, bersifat non-toksik

dan tidak iritasi, hipoalergenik, tidak ada resistensi, dapat digunakan

dalam jangka waktu yang lama karena tidak diserap oleh kulit. PHMB

digunakan dengan cara mengompres daerah luka selam kurang lebih 10-

15 menit untuk mengangkat sisa-sisa biofilm, dapat digunakan setelah

luka selesai dilakukan pencucian luka (B. Braun, 2010).

40
6. Antiseptik

a) Tulle grass dressing

Keunggulan kuat, stabil, dapat dilewati eksudat. Indikasinya adalah

sebagai dressing untuk mencegah infeksi pada luka bakar minor,

recipient graft sites, laserasi, abrasi dan ulkus tungkai.

Kontraindikasinya sebaiknya tidak digunakan pada luka yang lebih

dari 10% BSA (Body Surface Area), penderita dermatitis, tulle tidak

kompatibel dengan sabun. Cara penggunaan letakkan selembar

dressing pada luka, tutup dengan dressing sekunder, ganti dressing

setiap 3 hari sekali.

b) Clorhexidine

Clorhexidine adalah antiseptik yang sangat baik dan tetap aktif pada

mikroorganisme di kulit beberapa jam setelah pembersihan.

Berfungsi sebagai antimicrobial spectrum luas.

41
c) Air daun sirih

Daun siri banyak mengandung minyak atsiri seperti minyak

terbang (betlephenol), pati, diatase, seskuiterpen, gula dan zat

samak serta kavikol yang bersifat sebagai anti-septik (pembunuh

kuman), antioksidasi, anti-jamur yang mampu menahan

pendarahan, mempercepat proses penyembuhan luka di salah satu

bagian tubuh.

7. Terapi Ozone Commented [W72]: Terapi Ozon bukan kategori dressing tapi
masuk di kategori Adjuvant Theraphy

Pemberian ozone dengan cara dibungkus dengan plastik dan

dimasukkan selang ozone kemudian ditutup rapat-rapat selama 20

menit. Fungsi dari pemberian ozone tersebut yaitu dapat meningkatkan

elastisitas dan metabolisme sel sel darah sehingga suplai dan

kebutuhan oksigen ke seluruh tubuh dapat terpenuhi secara maksimal,

melalui mekanisme peningkatan kerja enzim 2,3 DPG (2,3

Dyphospoglycerate) yaitu enzim yang bekerja untuk melepaskan

oksigen dari darah ke jaringan.

Dengan terapi ozon ini, sel - sel dalam darah bisa diregenerasi

untuk mengembalikan sel yang rusak. Bila dilakukan secara berkala

dan dengan proses yang dianjurkan, komuni kecil dalam tubuh yaitu

darah, bisa Melahirkan sel yang baru.

42
Untuk pengobatan, Ozon diperoleh dari suatu proses Oksigen

murni yang dialirkan melalui Corona Electrical Discharge, alatnya

disebut Ozone Generator. Ozone Generator sendiri pertama kali

dipatenkan oleh Nikola Tesla pada tahun 1896, dan pada tahun 1900

Nikola mendirikan Tesla Ozone Co, yaitu perusahaan yang membuat

Ozone Generator untuk keperluan medis.

8. Pemakaian Veinoplus Commented [W73]: Sama dengan Ozon

Veinoplus adalah stimulator neuromuscular yang dilengkapi dengan

tenaga batterai untuk merangsang/ menstimulasi otot betis yang akan

berkontraksi karena adanya elektroda non-invasive.

Indikasi

Perawatan gejala insufisiensi vena kronik seperti :

1) Nyeri atau rasa berat pada kaki.

2) Edema

3) Kram kaki pada malam hari

4) Kaki yang lelah

5) Gejala paska tromotik ( PTS )

6) Memudahkan penyembuhan vena ulcer kronik

Pasien-pasien yang menderita karena penyakit vena atau beresiko

mengalami gangguan vena, seperti:

43
1) Tidak bergerak dalam waktu yang lama (penerbangan panjang,

pekerjaan dengan posisi duduk atau berdiri lama)

2) Varises

3) Kehamilan

4) Kelebihan berat badan

5) Pasien terapi penggantian hormone

44
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN PASIEN

1. Identitas Klien

Nama Pasien : Tn. AP

Tgl.Lahir : Ujung pandang, 01-3-1954

Umur : 66 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Alamat : Jl.Sungai Limboto 43 A

Sts. Perkawinan : Kawin

Agama : Kristen

Suku : Makassar

Pendidikan : SMP

Tgl.Pengkajian : 10 Apri 2017

Sumber Informasi : Keluarga Klien (Anaknya)

2. Identitas Penanggung

Nama penjamin : Tommy

Alamat : Jl. Sungai Limboto 43 A

Hub. Dg Pasien : Anak

3. Status Kesehatan

a. Keluhan Utama

Ulkus kaki diabetic pada kaki kiri dan kanan

45
b. Riwayat Keluhan Utama

Klien pertama kali mendapatkan luka untuk luka 1 (pada kaki kiri),

awalnya muncul luka kecil kemudian luka semakin membesar dan

mengakibatkan jari pada kaki kiri klien di amputasi di RS. Stella

Maris tahun 2012 yang lalu. Sedangkan untuk luka 2 (Kaki kanana),

berawal dari tumbuh seperti benjolan kecil pada kaki kanan klien,

kemudian terjadi luka karena digigit serangga, luka tersebut lama

kelamaan membesar. Jarak timbulnya luka 1 ke luka 2 adalah selama

1 bulan. Klien sempat melakukan perawatan konvensional di RS

TNI Surabaya beberapa tahun terakhir ini. Dan akhir tahun 2016,

klien ingin minta pulang kembali ke Makassar, untuk melanjutkan

perawatan kakinya. Klien telah mendapatkan perawatan luka di ETN

Centre ini sebanyak 5 kali perawatan.

4. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Sekarang

- Terdapat luka pada kaki kiri dan kanan

- TTV :

TD: 170/90 mmHg

N : 84 x/ menit

P : 20 x/menit

- GDS : 42 mg/dl

- Telah dilakukan perawatan sebanyak 5 kali di ETN.

46
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Klien memiliki luka kaki diabetik sejak tahun 2012 yang lalu.

Awalnya luka kaki kecil di kaki kiri tetapi semakin lama semakin

membesar, dan dilakukan amputasi pada jari kaki kiri tahun 2012.

Kemudian 1 bulan kemudian, tumbuh semacam benjolan kecil di

kaki kanan. Benjolan tersebut digigit serangga dan menyebabkan

luka. Luka tersebut semakin lama semakin membesar , sehingga

menjadi seperti luka pada kaki sekarang. Beberapa tahun terakhir

ini, klien sempat melakukan perawatan di RS TNI di Surabaya.

Karena klien ingin kembali ke Makassar, sehingga akhir tahun

2016 kemarin, klien balik dan menjalani perawatannya di

Makassar. Klien mengatakan baru 5 kali mendapatkan perawatan

luka di ETN Centre ini. Klien memiliki riwayat menderita

penyakit DM sejak 20 tahun yang lalu. Klien mengatakan kedua

orang tua klien menderita DM.

5. Pengkajian Luka

Luka 1 Kaki Kanan

a. Tipe luka

- Luka Kronik

b. Tipe penyembuhan

Secondary intention, kulit mengalami kerusakan dan kehilangan

jaringan sehingga memerlukan proses granulasi, kontraksi dan

epitelisasi untuk menutup luka.

47
c. Tissue Los

Full thickness

d. Penampilan Klinis

- Panjang : 18 cm Lebar: 12 cm

- Nekrotik 40%

- Slought 60%

e. Nyeri

Klien mengatakan terkadang lukanya nyeri jika banyak begerak dan

pada saat dibersihkan/ perawatan luka

Skala nyeri 3-4 ( VAS )

f. Eksudat

Purulent dengan volume high eksudat dan berbau

g. Odor

Bau tercium sebelum membuka balutan

h. Lokasi Luka

Kaki Kanan

i. Goa

Tidak ada goa pada luka klien

48
LOKASI LUKA ( beri tanda X )

Depan Belakang

Tanggal
NO ITEMS PENGKAJIAN
10-04-2017

49
1 UKURAN LUKA 1 = PXL < 4 cm
2 = PXL 4 < 16 cm
3 = PXL 16 < 36 cm 5
4 = PXL 36 < 80 cm
5 = PXL 80> 80 cm
2 KEDALAMAN 1 = stage 1
2 = stage 2
3 = stage 3
4
4 = stage 4
5 = necrosis wound
3 TEPI LUKA 1 = samar, tidak jelas terlihat
2 = batas tepi terlihat, menyatu dengan dasar luka.
3= jelas, tidak menyatu dengan dasar luka
4
4= jelas, tidak menyatu dengan dasar luka, tebal
5= jelas, fibrotic, paruttebal/hyperkeratonic
4 GOA 1 = tidak ada
2 = goa< 2 cm diareamanapun
3 = goa 2-4 cm <50% pinggirluka 1
4= goa 2-4 cm > 50 % pinggirluka
5 = goa> 4 cm di area manapun
5 TIPE EKSUDAT 1 = tidakada
2= bloddy
3 = serosangineous 5
4 = serous
5= purulent
6. JUMLAH 1 = kering
EKSUDAT 2 = moist
3 = sedikit 4
4 = sedang
5 = banyak
7 WARNA KULIT 1 = pink/normal
SEKITAR 2 = merah terang jika ditekan
3 = putih atau pucat atau hipopigmentgasi 5
4 = merah gelap/abu-abu
5 = hitam atau hiperpigmentasi
8 JARINGAN 1 = no swelling atau edema
YANG EDEMA 2 =non pitting edema kurang dari 4cm di sekitar luka
3 = non pitting edema > 4 cm di sekitar luka 2
4 = pitting edema < 4 cm di sekitar luka
5 = krepitasi atau pitting edema > 4 cm
9 JARINGAN 1 = kulit utuh atau stage 1
GRANULASI 2 = terang 100 % jaringan granulasi
3 = terang 50 % jaringan granulasi 5
4 = granulasi<25 %
5 = tidak ada jaringan granulasi
10 EPITELISASI 1 = 100% epitelisasi
2 = 75% - 100% epitelisasi
3 = 50% - 75% epitelisasi 5
4 = 25% - 50% epitelisasi
5 = < 25 % epitelisasi
SKOR TOTAL 40
STATUS KONDISI LUKA 1

50
Tanggal 10 April 2017
10/04/2017

1 15 30 37 40 55

Jaringan Regenerasi Degenerasi

Sehat luka luka

Taksiran penyembuhan luka tanggal 10/4/2016

X = (40 x 12)/55

= 8-9 Taksiran penyembuha sekitar 8-9 minggu

Luka 2 Kaki Kiri

a. Tipe luka

- Luka Kronik

b. Tipe penyembuhan

Secondary intention, kulit mengalami kerusakan dan kehilangan

jaringan sehingga memerlukan proses granulasi, kontraksi dan

epitelisasi untuk menutup luka.

c. Tissue Los

Full thickness

d. Penampilan Klinis

51
- Panjang : 16 cm Lebar: 8 cm

- Slought 20%

- Granulasi 80%

e. Nyeri

Klien mengatakan terkadang lukanya nyeri jika banyak begerak dan

pada saat dibersihkan/ perawatan luka

Skala nyeri 3-4 ( VAS )

f. Eksudat

Serous dengan volume high eksudat dan berbau

g. Odor

Bau tercium saat membuka balutan

h. Lokasi Luka

Kaki Kiri

i. Goa

Tidak ada goa pada luka klien

LOKASI LUKA ( beri tanda X )

52
Depan Belakang

Tanggal
NO ITEMS PENGKAJIAN
10-04-2017
1 UKURAN LUKA 1 = PXL < 4 cm
2 = PXL 4 < 16 cm
3 = PXL 16 < 36 cm 5
4 = PXL 36 < 80 cm
5 = PXL 80> 80 cm

2 KEDALAMAN 1 = stage 1
2 = stage 2
3 = stage 3
4
4 = stage 4
5 = necrosis wound
3 TEPI LUKA 1 = samar, tidak jelas terlihat
2 = batas tepi terlihat, menyatu dengan dasar luka.
3= jelas, tidak menyatu dengan dasar luka
4
4= jelas, tidak menyatu dengan dasar luka, tebal
5= jelas, fibrotic, paruttebal /hyperkeratonic

53
4 GOA 1 = tidakada
2 = goa< 2 cm diareamanapun
3 = goa 2-4 cm <50% pinggirluka 1
4= goa 2-4 cm > 50 % pinggirluka
5 = goa> 4 cm di area manapun
5 TIPE EKSUDAT 1 = tidakada
2= bloddy
3 = serosangineous 4
4 = serous
5= purulent
6. JUMLAH 1 = kering
EKSUDAT 2 = moist
3 = sedikit 4
4 = sedang
5 = banyak
7 WARNA KULIT 1 = pink/normal
SEKITAR 2 = merah terang jika ditekan
3 = putih atau pucat atau
3
hipopigmentgasi
4 = merah gelap/abu-abu
5 = hitam atau hiperpigmentasi
8 JARINGAN YANG 1 = no swelling atau edema
EDEMA 2 =non pitting edema kurang dari 4cm di sekitar luka
3 = non pitting edema > 4 cm di sekitar luka
3
4 = pitting edema < 4 cm di sekitar
luka
5 = krepitasiatau pitting edema > 4 cm
9 JARINGAN 1 = kulit utuh atau stage 1
GRANULASI 2 = terang 100 % jaringan granulasi
3 = terang 50 % jaringan granulasi 3
4 = granulasi<25 %
5 = tidak ada jaringan granulasi
10 EPITELISASI 1 = 100% epitelisasi
2 = 75% - 100% epitelisasi
3 = 50% - 75% epitelisasi 5
4 = 25% - 50% epitelisasi
5 = < 25 % epitelisasi
SKOR TOTAL 36
STATUS KONDISI LUKA 2

Tanggal 10 April 2017


10/04/2017

1 15 30 37 40 55

Jaringan Regenerasi Degenerasi

54
Sehat luka luka

Taksiran penyembuhan luka tanggal 10/4/2016

X = (36 x 12)/55

= 7.85 Taksiran penyembuha sekitar 7-8 minggu

B. GAMBAR LUKA

Tanggal 10 April 2017

Luka 1 Kaki Kanan

SEBELUM DICUCI SETELAH DICUCI

2 Kaki kiri

55
S

ELUM DIBUKA SETELAH DICUCI

C. MASALAH KEPERAWATAN

1. Kerusakan integritas jaringan

2. Nyeri kronis

3. Resiko infeksi

D. TUJUAN PERAWATAN LUKA

1. Tercapai proses penyembuhan luka;

2. Mencegah kontaminasi dari kotoran tubuh;

3. Mengurangi eksudat dan bau

4. Menghambat atau membunuh mikroorganisme;

5. Mencegah infeksi

6. Rasa nyeri hilang/ berkurang;

7. Memberikan lingkungan fisiologis yang sesuai untuk penyembuhan luka.

56
E. IMPLEMENTASI PERAWATAN LUKA

Perawatan Luka Tanggal 10 April 2017

1. Menyiapkan alat rawat luka

2. Memposisikan pasien pada posisi yang nyaman, berbaring kemudian kaki

kiri dan kanan diganjal untuk memudahkan dalam perawatan luka.

3. Memasang underpad

4. Tempatkan talang dibawah kaki yang akan dirawat

5. Gunakan sarung tangan yang bersih.

6. Membuka balutan lama dan ganti sarung tangan bersih.

7. Merawat luka dengan teknik bersih.

a. Cuci Luka (Cleansing)

Mencuci luka dengan air mineral dan diberi sabun antiseptic

(Chlorhexidine), luka dicuci dengan kasa di sekitar luka, dengan

tangan/jari di luka, kemudian dibilas kembali dengan menggunakan air

mineral sampai bersih dan streo-bac kemudian dikeringkan dengan

kasa steril.

b. CSWD (Conservatif Sharp Wound Debridement) dan Autolisis

CSWD (Conservatif Sharp Wound Debridement) yaitu dilakukan

pengangkatan jaringan mati dengan menggunakan gunting dan pinset

dan hanya dilakukan pada jaringan yang mati. Setelah itu luka

dibersihkan kembali dengan menggunakan air mineral dan dikeringkan

dengan menggunakan kasa steril. Autolisis debridement yang

57
bertujuan untuk pengangkatan jaringan mati sendiri oleh tubuh dengan

menciptakan kondisi lembab pada luka.

c. Primary dressing

Dressing primary yang digunakan adalah epitel salf dan cadexomer

iodine.

- Penggunaan cadexomer iodine bekerja mempercepat penyembuhan

luka. Dapat menghilangkan mikroba, menghilangkan jaringan

nekrotik/ slough, menyerap eksudat, menghilangkan bau.

Digunakan untuk terapi topical pada luka. Kontra indikasi untuk

luka dengan jaringan nekrotik yang kering, pasien dengan

sensivitas terhadap iodine. Selain memberikan efek antimikrobial

juga dapat menyerap eksudat dan menciptakan suasana moist.

Cadexomer iodine diganti jika telah jenuh oleh cairan luka,

biasanya diganti 2-3 kali seminggu. Cadexomer iodine ditaburi di

luka pasien dan kemudian epitelisasi salf dioleskan pada daerah

luka yang tedapat jaringan nekrotik/ sloughnya.

- Penggunaan epitel salf berfungsi untuk support autolisis

debrydement berfungsi untuk meluruhkan jaringan nekrosis

mempersiapkan dasar luka berawarna merah dan bertujuan untuk

menghindari trauma saat membuka balutan, mengurangi bau tidak

sedap, mempertahankan suasana lembab dan support granulasi.

d. Secondary dressing

Pembalut wanita

58
Kasa steril

Kassa digunakan untuk membalut luka. Kassa merupakan jenis

balutan yang paling umum digunakan Ortopedi woll Dressing

primer.

e. Tersier dressing

Kassa gulung.

Digunakan sebagai dressing yang berfungsi untuk menutupi dan

memfiksasi.

59
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Perawatan Luka (Senin, 10 April 2017)

Klien dengan inisial Tn.AP (66 tahun) dengan diagnosa ulkus kaki

diabetic melakukan perawatan luka di Klinik ETN Centre Makassar. Tn. AP

memiliki 2 luka pada kakinya yaitu luka 1 pada kaki kanan (dorsal plantar)

dan luka 2 pada kaki kiri (plantar). Luka 1 dengan ukuran panjang : 18 cm

dan lebar : 12 cm, keadaan luka berada di stage 4, tepi luka jelas tapi tidak

menyatu dengan dasar luka, tidak ada Goa pada luka, tipe eksudat purulent

dengan volume high eksudat dan berbau (bau tercium sebelum membuka

balutan), serta penampilan klinis luka nekrotik 40% dan slough 60%. Warna

kulit sekitar luka hiperpigmentasi dan tidak terdapat maserasi pada sekitar luka.

Klien mengatakan nyeri saat di lakukan perawatan luka dengan skala nyeri 3-4

VAS. Selanjutnya luka 2 dengan ukuran Panjang : 16 cm dan Lebar: 10 cm,

keadaan luka berada di stage 4, tepi luka jelas tapi tidak menyatu dengan dasar

luka, tidak ada Goa, tipe eksudat serous dengan volume high eksudat dan

berbau (bau tercium saat membuka balutan), penampilan klinis luka slough

20% dan granulasi 80%. Warna kulit sekitar luka kemerahan. Terdapat

maserasi di sekitar luka. Klien mengatakan kadang nyeri saat di lakukan

perawatan luka.

Tahap perawatan luka yang dilakukan pada luka 1 dan luka 2 pada

umumnya sama, dressing modern yang digunakannyapun sama. Pertama yang

60
dilakukan adalah membuka balutan pertahap : tersier, sekunder dan primer.

Setelah buka balutan, dilakukan 3M tahap perawatan luka yaitu mencuci luka,

mengangkat jaringan mati (debridement), dan memilih balutan luka yang

sesuai. Pertama, mencuci luka Tn. AP. Tujuan pencucian luka adalah

menurunkan jumlah bakteri pada permukaan luka dan mengurangi insidensi

infeksi luka dan kolonisasi yang berlebihan. Mencuci luka Tn. AP dengan

menggunakan air mineral yang merupakan alternative pencuci luka yang

berasal dari sumber air yang bersih dan hygiene, dan menggunakan sabun

antiseptik Chlorhexidine yang aktif terhadap mikroorganisme. Sabun

Chlorhexidine merupakan antiseptic golongan antimikroba dan desinfektan

kulit dari kuman. Chlorhexidine merupakan antiseptic golongan bisguanida

yang mempunyai spectrum yang luas dan bersifat bakterisid. Chlorhexidine

menyerang bakter-bakteri gram positif dan gram negative, bakteri, jamur,

protozoa serta virus. Sabun antiseptik Chlorhexidine berfungsi sebagai

antimicrobial spectrum luas, yang secara kimiawi aktif paling sedikit 6 jam

dan dapat menghilangkan biofilm. Penggunaan sabun Chlorhexidine dapat

mengurangi kejadian infekasi pada pasien. Mencuci luka ini dengan teknik

irigasi. Dimana teknik irigasi dengan tekanan yang cukup dapat mengangkat

bakteri yang terkolonisasi, mengurangi terjadinya trauma, mencegah

terjadinya infeksi silang, serta tidak menyebabkan luka mengalami trauma

(Maryunani, 2015).

Kedua, mengangkat jaringan mati (debridement). Tujuan dilakukan

tindakan debridement pada luka klien yaitu untuk membersihkan luka dari

61
jaringan mati yang membantu pertumbuhan bakteri, mengangkat biofilm

sehingga mendukung pertumbuhan jaringan granulasi, dan mendukung

terjadinya epitelisasi. Teknik debridement yang dilakukan pada Tn. AP

adalah CSWD (Conservative Sharp Wound Debridement), dan Autolisis

debridement. CSWD adalah pengangkatan jaringan mati dengan

menggunakan gunting, pinset, dan bisturi hanya pada jaringan mati sehingga

tidak banyak berdarah dan tidak menimbulkan nyeri pada pasien. Autolysisis

debridement adalah bentuk debridement selektif yang menyebabkan

degradasi jaringan mati alamiah dan meninggalkan jaringan sehat yang intak

(Maryunani, 2015). Autolisis mempertahankan lingkungan luka yang lembab

yang memfasilitasi pembentukan jaringan granulasi dan re-epitelisasi,

sementara itu mencegah paparan udara yang akan merusak permukaan luka.

Macam-macam teknik debridement pada luka yaitu autolitik, mekanis,

kimiawi, dan biologis (Maryunani, 2015). Metode mekanik menggunakan

balutan kasa basah kering. Debridemen kimiawi dapat menggunakan

preparasi enzim topikal, larutan Dakin, atau maggot steril. Debridemen

autolitik menggunakan balutan sintetik yang memungkinkan bekas luka

memakan dirinya sendiri karena adanya enzim yang muncul pada cairan luka.

Pemilihan balutan yang tepat memperngaruhi proses debridemen tersebut

(Perry & Potter, 2009). Setelah debridement, luka di cleansing kembali

dengan stero-bac cairan antimikroba. Stero-bac wound cleanser adalah

produk topical primer yang digunaka pertama sebagai cairan antiseptic untuk

perawatan pada kritikal koloni bakteri atau infeksi akut dan kronis luka.

62
Ketiga, memilih balutan yang sesuai dengan kondisi luka. Tujuan

pemilihan balutan pada luka adalah untuk menciptakan lingkungan yang

kondusif terhadap penyembuhan yaitu dengan mempertahankan kelembaban,

melindungi luka dan jaringan sekitar, membuang jaringan mati dan benda

asing, mampu mengontrol kejadian infeksi, mengontrol dan mencegah

perdarahan, menampung caian eksudat dll (Maryunani, 2015). Primary

dressing yang digunakan pada luka adalah cadexomer iodine dan Epitel Salf.

Penggunaan cadexomer iodine merupakan serbuk yang berguna sebagai

antiseptik yang aktif terhadap bakteri, jamur, dan virus serta dapat membantu

mengurangi bau pada luka. Epitel Zalf mengandung anti inflamasi, anti

infekasi dan memiliki daya serap tinggi sehingga pada fase luka nekrotik,

slough mudah untuk proses autolisisnya selain itu memiliki kandungan

protein yang tinggi sehingga mempercepat pembentukan kolagen, sintesis

protein dalam pembentukan jaringan granulasi. Mengandung vitamin C, A

dan metronidazole. Dimana vitamin C sangat berperan dalam produksi

fibroblast angiogenesif dan respon imun. Vitamin C dapat ditemukan pada

kiwi, Black Carrent, strouberry dan jeruk. Pada vitamin A dapat mendukung

epitelisasi dan sintesis kolagen dan berfungsi sebagai antioksidant.

Cadexomer iodine dan Epitel zalf pada luka klien berfungsi untuk support

autolisis debrydement dimana meluruhkan jaringan nekrosis, mempersiapkan

dasar luka berawana merah dan bertujuan untuk menghindari trauma saat

membuka balutan, mengurangi bau tidak sedap, mempertahankan suasana

lembab dan support granulasi. Kemudian, untuk Secondary Dressing,

63
menggunakan pembalut wanita yang bisa menyerap cairan dan eksudat luka

dalam jumlah yang banyak. Setelah itu diberi kasa gulung sebagai tersier

dressing untuk menyokong balutan sekunder.

64
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan perawatan luka kaki diabetik Tn. AP pada Senin,

10 April 2017, luka belum menunjukkan perubahan yang berarti. Commented [W74]: Tdk perlu dimasukkan kata tidak
menunjukkan perubahan yang berarti,, krn Cuma sekali perawatan
(tidak ada pembanding)
Gambaran luka masih sama seperti perawatan sebelumnya. Ukuran luka 1

(Kaki kanan) yaitu 18 cm x 12 cm dengan stage luka 4. Penampilan klinis

nekrotik 40% dan slough 60% dan tipe eksudat masih purulent dengan

jumlah eksudatnya banyak dan berbau pada saat perawatan. Bau luka 1

tecium sebelum membuka balutan. Terdapat nyeri dengan skala sedang.

Sedangkan untuk luka 2 (Kaki kiri) yaitu 16 cm x 8 cm, stage luka 4.

Penampilan klinis slough 20%, granulasi 80% dengan tipe eksudat serous

dengan jumlah eksudatnya banyak dan berbau. Bau luka 2 tercium saat

membuka balutan. Terdapat nyeri dengan skala sedang pada luka 2. Untuk

keseluruhan luka 1 dan luka 2 pada Tn. AP belum menunjukkan

perubahan kondisi luka yang signifikan. Tetapi menunjukkan status

kondisi luka ke arah regenerasi luka dan perkiraan penyembuhan luka.

B. Health Education

1. Klien

a. Menganjurkan kepada klien untuk tetap menjaga aktivitas klien.

Terkhusus dalam penggunaan kaki yang lebihan dengan aktivitas

yang berat.

65
b. Menganjurkan klien untuk tetap menjaga kebersihan luka kaki

dengan tidak membuat luka sampai basah. Dianjurkan untuk

melindungi luka jika ingin menggunakan air.

c. Menganjurkan klien untuk memperhatikan asupan nutrisi untuk

mendukung penyembuhan luka. Makan makanan yang banyak

mengandung tinggi kandungan akan protein yang dapat

membangun jaringan tubuh sehingga terjadi perbaikan jaringan

pada luka, seperti putih telur, tempe/tahu dan ikan gabus. Fungsi

dari protein itu sendri untuk

d. Menganjurkan klien untuk menjaga agar gula darah tetap stabil

dalam proses penyembuhan luka. Menganjurkan klien untuk

mengontrol selalu gula darahnya. Dianjurkan klien untuk

mengurangi konsumsi makanan yang banyak mengandung

karbohidrat.

e. Menganjurkan klien untuk mengurangi stress karena stress dapat

menghambat proses penyembuhan luka.

2. Keluarga

Keluarga dianjurkan untuk tetap mendampingi dan selalu memberikan

dukungan keluarga kepada klien baik berupa motivasi, doa, maupun

bantuan perawatan untuk mendukung proses penyembuhan

penyakitnya agar klien merasa masih berarti dalam hidupnya dan

termotivasi dalam menjalani perawatannya.

66
DAFTAR PUSTAKA

Gitarja, S.W. (2008). Perawatan Luka Diabetes. Bogor; Wocare Publising.

Handayani, L. T. (2016). STUDI META ANALISIS PERAWATAN

LUKA KAKI DIABETES DENGAN MODERN DRESSING.

THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE , VI, 149-

159.

Heri. (2010). Perbandingan Perawatan Luka Teknik Modern dan

Konvensiona terhadap Transforming Growth Factor Beta1 dan

Respon Nyeri pada Luka Diabetes Melitus.Thesis FIK: UI.

International Diabetes Federation (2014). IDF Diabetes Atlas Sixth

Edition, United Nations, diakses tanggal 15 April 2017,

<https://www.idf.org/diabetesatlas/update-2014>.

International Diabetes Federation (IDF). (2014). International Diabetes

Federation Western Pacific, United Nations, diakses tanggal 15

April 2017, <http://www.idf.org/membership/wp/indonesia>.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013). Riset Kesehatan

Dasar 2013, Kemenkes RI, diakses tanggal 15 April 2017,

<http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/rkd2013/Laporan

_Riskesdas2013.PDF

Maryunani, A. (2015). Perawatan Luka (Modern Woundcare) Terlengkap

dan Terkini. Jakarta: IN MEDIA

67
Nonjti, W., Hariati, S., & Arafat, R. (2015). TEKNIK PERAWATAN

LUKA MODERN DAN KONVENSIONAL TERHADAP

KADAR INTERLEUKIN 1 DAN INTERLEUKIN 6 PADA

PASIEN LUKA DIABETIK. Jurnal Ners , X, 133137.

Novriansyah, R. (2008). Perbedaan Kepadatan Kolagen Di Sekitar Luka

Insisi Tikus Wistar Yang Ditutup Secara Kering Dengan Kasa

Konvensional Dan Secara Lembab Dengan Penutup Oklusif

Hidrokoloid Selama 2 Dan 14 hari, diakses tanggal 15 April 2017,

http://eprints.undip.ac.id/28847

Potter, P.A., Perry, A.G. (2009). Fundamental Keperawatan. Ed.7.

terjemahan oleh Diah Nur Fitri., Onny Tampubolon., Farah Diba.

Jakarta: Salemba Medika.

World Health Organization (2011). Defenition, Diagnosis and

Classification of Diabetes Melitus and Its Complication, diakses

tanggal 15 April 2017, <http://www.who.int/mediacentre/>.

World Health Organization (2015). WHO Media Centre Diabetes, United

Nations, diakses tanggal 14 April 2017,

<http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/>

68

Anda mungkin juga menyukai