Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
Hana Silvia (2720237186)
Ulfatimah (2720237088)
Krisman (2720237090)
Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas anugerah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang “Asuhan Keperawatan Pada
pasien dengan Chronic Kidney Disease ”. Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada dosen
pengampu mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah, serta semua pihak yang membantu dalam
proses pembuatan makalah ini.
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini selain untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan oleh Mata Kuliah Keperawatan medical bedah, juga untuk lebih
memperluas pengetahuan serta memberi pemahaman kepada para mahasiswa mengenai
Konsep Teori Dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Chronic Kidney Disease bagi kami
sebagai penulis.
Kami telah berusaha untuk menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya, namun kami
menyadari bahwa kami memiliki banyak keterbatasan dikarenakan pengetahuan kami yang
masih minim dan terbatas. Oleh karena itu kesalahan-kesalahan baik dari segi teknik penulisan,
maupun dari isi makalah, kami memohon maaf. Kritik dan saran dari berbagai pihak sangat
kami harapkan demi perbaikan dalam tugas selanjutnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
A. Pengkajian ..................................................................................................................... 29
B. Analisa data................................................................................................................... 30
C. Diagnosa keperawatan .................................................................................................. 32
D. Rencana asuhan keperawatan ....................................................................................... 32
E. Evidence based pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD)...................................... 39
BAB IV .................................................................................................................................... 42
PENUTUP ............................................................................................................................... 42
A. Kesimpulan .................................................. Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
B. Saran ............................................................................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 44
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan pada proses pola hidup dan pola makan menyebabkan dampak dalam
kesehatan sehingga menyebabkan peningkatan beban ginjal karena peningkatan beban
metabolik. Gangguan pada ginjal terjadi karena ekskresi metabolism dan zat-zat toksik
tidak dapat dikeluarkan, yang mengakibatkan fungsi ginjal menjadi menurun dan
apabila tidak ditangani mengakibatkan kegagalan ginjal yang bersifat kronik atau
menahun (Fatchur et al., 2020).
Chronic Kidney Disease atau disebut dengan penyakit ginjal kronik adalah
penyakit global yang mengalami peningkatan disetiap tahunnya. Chronic Kidney
Disease yaitu adanya penurunan fungsi ginjal secara bertahap, adapun beberapa faktor
yang mempengaruhi seperti kongenital, infeksi, tumor, faktor degeneratife dan
metabolisme. Faktor tersebut dapat mempengaruhi fungsi dan struktur ginjal dengan
derajat yang bervariasi (Yeroh & Fikri, 2022). Penyakit ginjal kronik biasanya ditandai
dengan kelebihan cairan dalam tubuh karena kekurangan albumin atau retensi natrium.
Manifestasi dari kelebihan volume cairan adalah salah satunya edema pada kaki
(Prastika et al., 2019).
Penyebab dari Chronic Kidney Disease (CKD) dapat terjadi karena penurunan
fungsi ginjalnya adapaun penyebab CKD seperti gangguan metabolik, hipertensi, jenis
kelamin dan usia. Mengkonsumsi obat dengan bebas dan mengkonsumsi obat dalam
jangka waktu bertahun-tahun walaupun dengan resep dokter dapat berisiko menjadi
gagal ginjal kronik dan risiko nekrosis papiler, adapun jenis obatnya seperti obat anti
inflamasi non steroid (OAINS) dan obat analgesik. Selain itu penyenyab CKD seperti
penggunaan minuman suplemen energi dan kebiasaan merokok (Pranandari &
Supadmi, 2015).
Menurut World Health Organization (2020) menunjukkan data penyebab
kematian di seluruh dunia pada tahun 2019 terdapat 10 penyakit terbanyak yang
menyumbang 55% dari 55,4 juta kematian. Penyebab utama kematian secara global
adalah 7 dari 10 penyakit tidak menular yang menyumbang kematian paling banyak.
Penyakit tidak menular dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, dari tiga besar
penyakit tidak menular tersebut adalah yang pertama penyakit jantung iskemik 16%,
kedua penyakit stroke 11%, ketiga penyakit paru obstruktif kronik 6%. Sedangkan
1
Chronic Kidney Disease mengalami kenaikan jumlah dari urutan ke 13 menjadi urutan
ke 10 yaitu sekitar 1,3 juta pada tahun 2019. Di Indoneisa Prevelensi Chronic Kidney
Disease dengan usia ≥15 tahun secara umum menunjukkan data 3,8 permil dan provinsi
dengan penderita CKD paling banyak adalah Kalimantan Utara yaitu 6,4 permil pada
tahun 2018, sedangkan berdasarkan karakteristik penderita CKD paling banyak berada
diusia 65-74 tahun 8,23 permil. Mayoritas penderita CKD adalah laki-laki yaitu 4,17
permil (Mardiani., Dahrizal., 2022). Prevelensi Chronic Kidney Disease di Jawa
Tengah pada usia ≥15 tahun berjumlah 96.794 orang (0,49%). Rentan usia paling
banyak 15-24 yaitu 14.212 orang (0,24). Jenis kelamin perempuan berjumlah 34.677
orang (0,48) (Riskesdas Jateng, 2019) .
Menurut Mardiani et al (2022) kelebihan cairan dalam tubuh adalah ciri identik
pada pasien CKD diamana adanya kegagalan dalam fungsi ginjal ketika meregulasi
cairan yang menyebabkan hidrasi. Tubuh yang mengalami kelebihan cairan perlu
dilakukan tindakan untuk mengontrolnya. Salah satu tanda dan gejala pada seseorang
yang mengalami CKD adalah edema pada bagian seluruh tubuh dan yang paling sering
terjadi yaitu pada daerah tungkai. Adanya volume cairan jaringan berlebih atau volume
cairan ekstra seluler menunjukkan adanya edema (Manawan & Rosa, 2021).
Tanda gelaja yang muncul pada pasien CKD hipervolemia adalah edema perifer
atau edema anasarka, oertopnea, dyspnea, peningkatan berat badan dengan cepat,
peningkatan Jugular Venous Pressure (JVP) dan peningkatan Central Venous Pressure
(CVP), adanya distensi vena jugularis, reflex hepatojugulr positif, terdapat suarana
napas tambahan, oliguria, penurunan kadar hemoglobin/hematocrit, dan intake lebih
banyak dari output (Ni Made Ari Julianita Dewi, 2021). Edema adalah suatu kondisi
pembengkakan pada jaringan tubuh tertentu yang diakibatkan karena adanya
penumpukan cairan karena proses lepasnya cairan dari kapiler atau ruang interstitial ke
jaringan terdekat. Edema dapat terjadi di berbagai lokasi seperti di pergelangan tangan,
pergelangan kaki, bagian kaki dan tangan seutuhnya (Safitri, 2018). Edema yang tidak
ditangani akan berdampak ke sistem pernapasan sehingga muncul pernapasan kusmaul
yang merupakan respon dari asidosis metabolik, efusi pleura dan edema paru (Fatchur.,
2020).
2
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan pada kasus CKD (Chronic
Kidney Disease)
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar teori CKD (Chronic Kidney
Disease)
b. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep asuhan keperawatan pada kasus CKD
(Chronic Kidney Disease)
c. Mahasiswa mampu menjelaskan kasus CKD (Chronic Kidney Disease) di rumah
sakit
d. Mahasiswa mampu menerapkan pengkajian pada pasien dengan kasus CKD
(Chronic Kidney Disease)
e. Mahasiswa mampu menerapkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan kasus
CKD (Chronic Kidney Disease)
f. Mahasiswa mampu menerapkan rencana keperawatan pada pasien dengan kasus
CKD (Chronic Kidney Disease)
g. Mahasiswa mampu menjelaskan evidence based pada pasien dengan kasus CKD
(Chronic Kidney Disease)
C. Manfaat Penulisan
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Teori
1. Definisi
Penyakit ginjal kronis (CKD) adalah suatu kondisi di mana ginjal rusak atau
perkiraan laju filtrasi glomerulus (eGFR) kurang dari 60ml/menit per 1,73 meter
persegi, berlangsung selama 3 bulan atau lebih, memerlukan pengobatan untuk dapat
melanjutkan aktivitas sehari-hari, termasuk hemodialisis (Karim et al, 2023).
Gagal ginjal kronis didefinisikan sebagai disfungsi atau penurunan fungsi ginjal
selama 3 bulan atau lebih dan ditandai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus < 15
ml/menit/1,73 m2. Pasien ginjal dengan gangguan fungsi ginjal harus dipilih untuk
hemodialisis, transplantasi ginjal, atau dialisis peritoneal (Listiana et al, 2023).
Gagal ginjal kronis (PGK) atau penyakit ginjal adalah kondisi di mana ginjal
rusak atau mengalami gangguan fungsi atau struktur. Kerusakan ini bersifat
ireversibel sehingga semua fungsi ginjal akan terganggu. Kondisi dimana ginjal
mengalami gangguan fungsi, tidak mampu mengeluarkan zat sisa atau residu melalui
ekskresi urin sehingga menyebabkan disfungsi endokrin, air, elektrolit, metabolik dan
asam basa, sehingga pasien mengalami gagal ginjal. hemodialisis atau cuci darah.
transplantasi ginjal untuk menyelamatkan nyawa pasien ginjal (Risk et al, 2023).
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah penyakit progresif dengan hilangnya
fungsi ginjal yang terjadi selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun dan ditandai
dengan perubahan bertahap dari struktur ginjal normal menjadi jaringan fibrosa.
Penyakit ginjal kronis sangat mempengaruhi kualitas hidup pasien dan menambah
beban ekonomi kesehatan karena pengobatan penyakit ginjal kronis stadium akhir
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu perlu adanya pencegahan
PGK terutama pada pasien yang berisiko tinggi (Indrayani & Utami, 2022).
4
2. Anatomi fisiologi
a. Anatomi ginjal
Ginjal merupakan organ yang mirip seperti kacang berwarna merah tua,
panjangnya lebih kurang 12,5 cm (sekepalan tangan). Setiap ginjal
mempunyai berat antara 120 hingga 170 g dalam pria & 115 hingga 155 g
dalam perempuan (Chalik, 2016).
1) Lokasi
Menurut Chalik (2016), lokasi ginjal yaitu:
a) Ginjal terletak pada area tubuh yang tinggi, yaitu pada dinding
posterior abdomen, bersebelahan dengan dua pasang iga terakhir.
ginjal disebut juga sebagai organ retroperitoneal karena tempatnya
berada tepat di tengah otot punggung dan peritoneum bagain atas
perut. Setiap ginjal dikelilingi oleh kelenjar adrenal. Ginjal kiri dan
kanan tidaklah sejajar, ginjal kiri terletak lebih atas dari pada ginjal
sebelah kanan, karena pada bagian kanan terdapat hepar di atasnya.
5
c) serat kapsul (ginjal) adalah membran transparan yang halus yang
menutupi ginjal.
d) Lemak adrenal adalah jaringan lemak yang ditutupi oleh fasia ginjal.
Lemak adrenal berguna untuk melindungi organ ginjal serta
memastikan bahwa ginjal tidak bergeser ataupun berubah posisi.
3) Struktur ginjal
6
4) Struktur nefron
Sebuah ginjal berisi lebih dari 1 juta nefron yang membentuk unit
pembentukan urin. Setiap nefron memiliki komponen pembuluh darah
(kapiler) dan komponen tubular (Putri, 2020).
5) Glomerulus
7
batang yang saling mengunci dengan 25 nm. Masing
masing pori diselubungi oleh lapisan yang tipis untuk
mengalirkan beberapa molekul serta menghalangi
molekul tertentu.
• Barrier filtrasi glomerular adalah barrier jaringan yang
memisahkan darah kapiler glomerular dari ruang dalam
kapsul Bowman. Pada barrier ini terdapat beberapa
jaringan yang terdiri dari endotelium kapiler, ,membrane
dasar (lamina basalis) kapiler, dan filtration slit.
b. Fisiologi ginjal
8
yaitu melakukan penyaringan plasma darah di glomerulus dan menyerap zat
zat yang ada pada cairan di seluruh tubulus ginjal. Setelahnya jika ada zat
yang berlebihan maka akan terlarut dan di eksresikan keluar tubuh dalam urin
melalui kandung kemih dan uretra (Hidayat, 2019).
Ginjal menerima darah dari arteri yang harus disaring. Ginjal kemudian
menyerap racun dari darah. Zat zat yang telah diambil dari darah oleh ginjal
selanjutnya berubah menjadi urin. Setelah itu, zat yang tadinya diubah
menjadi urin kemudian dikumpulkan serta dialirkan ke ureter. Setelah ureter
urin pertama kali diserap oleh kandung kemih. Jika seseorang merasa ingin
buang air kecil dan keadaan memungkinkan maka tubuh akan memberikan
rangsangan untuk mengeluarkan urin yang tersimpan di kandung kemih
melalui uretra (Maulina, 2018). Dalam pembentukan urin, nefron menjalani
tiga proses utama: filtrasi, reabsorpsi dan sekresi. Pembentukan urin dimulai
dengan filtrasi sejumlah besar cairan bebas protein dari kapiler glomerulus ke
dalam kapsula Bowman. Sebagian besar zat dalam plasma kecuali protein
difiltrasi secara bebas sehingga konsentrasi dalam filtrat glomerulus kapsula
Bowman hampir sama dengan konsentrasi dalam plasma. Cairan disaring
secara bebas melalui kapiler glomerulus diserap sebagian selanjutnya diserap
seluruhnya dan dikeluarkan (Chalik, 2016).
3. Klasifikasi
Gagal ginjal diklasifikasikan menjadi lima tahap berdasarkan nilai fraksi glomerulus.
Glomerulus itu sendiri adalah struktur ginjal yang bertanggung jawab untuk filtrasi
(Riska et al., 2023).
9
Kerusakan ginjal LFG
3 30-59
menurun atau sedang
4. Etiologi
Menurut LeMone et al., (2016) etiologi dari penyakit ginjal kronis diantaranya :
a. Penyakit infeksi tubulointerstitial
Penyakit infeksi tubulointerstitial merupakan suatu kondisi yang berhubungan
dengan interstitium dan tubulus. Penyakit ini dapat disebabkan oleh obstruksi
(batu stenosis, kelainan anatomi, benign prostatic hyperplasia), infeksi saluran
kemih, efek obat-obatan dan minuman energi.
b. Penyakit vaskular hipertensi
Penyakit ginjal kronis yang fungsi ginjalnya mengalami kerusakan sehingga
terjadi peningkatan tekanan darah.
c. Gangguan jaringan ikat
Suatu kondisi penyakit yang mengalami penurunan kekebalan tubuh seseorang
atau lebih dikenal penyakit autoimun contohnya lupus eritomatosus sistemik
d. Gangguan kongenital dan herediter
Seperti penyakit polikistik, yang merupakan kondisi bawaan yang ditandai
dengan munculnya kista atau kantung berisi cairan di ginjaldan organ laintidak
terdapat adanya jaringan
e. Penyakit metabolik
Seperti diabetes mellitus yang menyebabkan peningkatan mobilisasi lemak yang
mengarah pada penebalan membran kapiler dan di ginjal berkembang menjadi
disfungsi endotel yang mengarah ke nefropati amiloidosis yang ditandai dengan
pengendapan zat proteinemik abnormal pada dinding pembuluh darah yang
merusak membrane glomerulus secara serius
f. Nefropati toksik
10
Penyalahgunaan penggunaan analgesik dan nefropati timah.
g. Nefropati obstruksi
Fungsi ginjal yang mengalami gangguan di saluran kemih bagian atas contohnya
batu neoplasma, fibrosis, dan retroperitoneum. Sedangkan di saluran kemih
bagian bawah contohnya hipertrofi prostat, striktura uretra dan kelainan bawaan
5. Patofisiologi
Menurut Lecturio (2020), gagal ginjal kronis disebabkan oleh penurunan
progresif pada semua fungsi ginjal, yang berakhir dengan kerusakan ginjal terminal.
Pada saat ini, terjadi modulasi dan adaptasi di glomeruli yang masih berfungsi, yang
membuat ginjal berfungsi normal selama mungkin. oleh karena itu, glomeruli yang
tersisa mengalami peningkatan tekanan melalui hiperfiltrasi.
Pelepasan berbagai sitokin dan faktor pertumbuhan menyebabkan hipertrofi dan
hiperplasia. Pada saat yang sama, fungsi glomeruli menjadi lebih berat karena
tuntutan berlebih yang menyebabkan peningkatan permeabilitas dan proteinuria.
Peningkatan konsentrasi protein dalam sistem tabung proksimal adalah nefrotoksin
langsung yang selanjutnya dapat mengganggu fungsi ginjal.
Rusaknya fungsi ekskresi merupakan akibat dari akumulasi zat endogen dan zat
asing. Hal ini menyebabkan perubahan farmakokinetik dan peningkatan
konsentrasi berbagai obat. Kerusakan terjadi ketika glomeruli yang tersisa
dihadapkan oleh kelebihan produk limbah, yang menyebabkan diuresis osmotik.
Terjadi penurunan kapasitas konsentrasi maksimal ginjal. Untuk menyaring
jumlah fisiologis zat terlarut, nefron menghasilkan antara lain 3 dan 4 kali lebih
banyak urin selama gagal ginjal, mengakibatkan akumulasi zat limbah.
Karena ginjal banyak berperan dalam pengaturan siklus hormonal yang penting,
gagal ginjal kronis juga memiliki konsekuensi endokrin. Melalui kekurangan
eritropoietin, terjadi penurunan sintesis eritrosit, yang menyebabkan anemia
ginjal; uremia kemudian menyebabkan penurunan eritrosit fungsional karena
hemolisis atau perdarahan.
11
Produksi vitamin D juga terganggu, dan ekskresi fosfat berkurang.
Hiperparatiroidisme sekunder dan osteopati ginjal terkait (osteopati "high-
turnover") berkembang sebagai akibat dari hiperfosfatemia. Sejalan dengan ini,
patomekanisme lain menyebabkan gangguan metabolisme tulang: osteomalacia
terjadi karena gangguan mineralisasi, dan penyakit tulang adinamik terjadi karena
penurunan aktivitas sel tulang (terutama pada pasien dialisis).
Hipertensi, edema paru, dan edema perifer terjadi akibat overhidrasi. Ekskresi air
dan garam dengan demikian terkait erat. Diuretik dapat membantu dalam ekskresi
air dan garam di mana kerusakan glomerulus kritis hadir. Hilangnya garam secara
dini akibat gangguan pada proses resorpsi sebenarnya dapat diperparah dengan
penggunaan diuretik. Elektrokardiografi menunjukkan sadapan prekordial pada
hiperkalemia.
Asidosis juga meningkat bersamaan dengan hiperkalemia. Ginjal tidak dapat lagi
mengeliminasi proton yang terakumulasi secara memadai karena laju filtrasi
glomerulus sangat berkurang. Asidosis metabolik ini menyebabkan peningkatan
pelepasan kalsium tulang dan penguatan osteopati ginjal, peningkatan masalah
gastrointestinal, dan gangguan metabolisme protein.
12
Kerusakan organ toksik dapat dijelaskan dengan istilah umum "sindrom uremik."
Peningkatan metabolit yang diekskresikan urin dalam darah disebut azotemia.
Metabolit ini antara lain termasuk urea, kreatinin, beta-2 mikroglobulin, dan
hormon paratiroid. Sindrom uremik (uremia) pada prinsipnya menggambarkan
gangguan sistemik pada semua fungsi organ, terutama sistem peredaran darah,
sistem saraf pusat, darah, dan membran.
Secara klinis, banyak gejala gagal ginjal kronis yang dapat dideteksi melalui kulit.
Pasien sering memiliki makula (“café au lait” spot), pucat mencolok, dan
memiliki kulit abu-abu yang tampak kotor. Mereka sering mengeluh gatal.
Membran internal juga terpengaruh, menyebabkan perikarditis, peritonitis, dan
radang selaput dada. Uremia juga dapat menyebabkan hemolisis dengan anemia.
Secara bersamaan, disfungsi atau defisiensi trombosit dan leukosit dapat muncul.
13
6. Tanda dan gejala
Riska dkk 2023 menyatakan terdapat beberapa tanda gejala pada gagal ginjal kronik
diantaranya :
a. Gastrointestinal
Terjadi sariawan, maag, gusi berdarah, dll, terutama peradangan dan ulserasi
selaput lendir. Gondongan, esofagitis, gastritis, ulkus duodenum, kolon dan lesi
usus kecil, pankreatitis.
14
b. Kardiovaskuler
Tanda dan gejala umum: hipertensi, artemia, perikarditis uremik, efusi
perikardial (yang mungkin berhubungan dengan tamponade jantung, gagal
jantung kongestif, edema periorbital dan perifer) dan gangguan lainnya sering
terjadi.
c. Sistem pernapasan
Gejala pernapasan pasien penyakit ginjal kronis juga bervariasi misalnya
takipnea, pernapasan yang dalam, napas berbau urin, sesak napas, edema paru
dan efusi pleura. Takipnea dan peningkatan kedalaman pernapasan terjadi karena
asidosis metabolik. Pada asidosis metabolik yang parah kecepatan kedalaman
pernapasan sangat meningkat (kussmaul) juga dapat terjadi.
h. Integument
Hal ini ditandai dengan adanya kulit kepala yang tampak kering, kekuningan dan
pucat. Selain itu, juga menunjukkan adanya purpura, ecchymosis, petechiae, dan
akumulasi urea di dalam kulit.
e. Neurologis
Neuropati perifer dan gatal di lengan dan tungkai terjadi. Selain itu, ada refleks
kedutan superfisial dan mata, kehilangan ingatan, apatis, kantuk berlebihan,
lekas marah, sakit kepala, koma, dan kejang.
f. Muskuloskeletal
Nyeri tulang dan sendi, demineralisasi tulang, fraktur patologis dan kalsifikasi
(otak, mata, gusi, sendi, miokardium) (Riska et al, 2023).
7. Komplikasi
Penyakit ginjal kronis membawa risiko tinggi untuk mengembangkan berbagai
komplikasi. Salah satunya anemia. Anemia adalah komplikasi dari penyakit ginjal
kronis yang progresif dan dapat memperburuk gejala. Penyebab anemia pada
penyakit ginjal kronik antara lain pendeknya umur sel darah merah, uremia, sitokin
yang menghambat eritropoietin (terutama pada infeksi dan peradangan), defisiensi
besi, hipotiroidisme, hemodialisis, hemolisis, dan defisiensi asam folat. Komplikasi
anemia terjadi pada sekitar 80-90% pasien gagal ginjal kronik (Mulyani & Ladesvita,
2021).
Selain itu, komplikasi lain seperti penyakit ginjal kronis-mineral dan penyakit
tulang (CKD-MBD) sering terjadi. Penurunan fungsi ginjal menyebabkan penurunan
15
aktivasi vitamin D, mengakibatkan penurunan penyerapan kalsium usus dan
penurunan kadar kalsium serum, atau hipokalsemia. Akibat klinisnya dapat
menyebabkan osteoporosis (Mulyani & Ladesvita, 2021).
Salah satu komplikasi penyakit ginjal kronis adalah ensefalopati uremik.
Uremic encephalopathy (AE) adalah suatu kondisi disfungsi otak yang menyebabkan
gangguan kesadaran, perubahan perilaku, dan kejang yang disebabkan oleh kelainan
otak atau ekstraserebral (Wirdiani, 2022).
Salah satu konsekuensi dari penyakit ginjal kronis yang persisten adalah gagal
napas akut (ARF). GGA adalah kegagalan atau ketidakmampuan sistem pernapasan
untuk mempertahankan kondisi pertukaran udara dari luar ke sel-sel tubuh sesuai
dengan kebutuhan normal tubuh (Amri et al, 2022).
Gagal ginjal kronis yang juga dikenal dengan CKD adalah penyakit yang
menyerang ginjal dan dapat menyebabkan gagal ginjal yang progresif. Ini ditandai
dengan ketidakseimbangan metabolisme, cairan dan elektrolit, termasuk peningkatan
kadar ureum dan kreatinin, sehingga sulit untuk sembuh. Efek disfungsi ginjal
menyebabkan akumulasi cairan, produk limbah dan racun dalam tubuh (Susilo et al.,
2023).
8. Upaya pencegahan
Langkah-langkah untuk mencapai pencegahan primer yang efektif harus fokus
pada dua faktor risiko utama CKD termasuk diabetes melitus dan hipertensi. Bukti
menunjukkan bahwa mekanisme awal cedera adalah hiperfiltrasi ginjal dengan laju
filtrasi glomerulus (GFR) yang meningkat, di atas kisaran normal. Hal ini sering kali
disebabkan oleh hipertensi glomerulus yang sering terlihat pada pasien obesitas atau
diabetes melitus, tetapi dapat juga terjadi setelah asupan protein yang tinggi. Faktor
risiko CKD lainnya termasuk ginjal polikistik atau kelainan struktural bawaan atau
didapat lainnya pada ginjal dan saluran kemih, glomerulonefritis primer, paparan zat
atau obat nefrotoksik (seperti obat antiinflamasi nonsteroid), memiliki satu ginjal,
misalnya ginjal soliter setelahnya. nefrektomi kanker, asupan garam yang tinggi,
hidrasi yang tidak memadai dengan penurunan volume yang berulang, tekanan panas,
paparan pestisida dan logam berat (seperti yang diperkirakan sebagai penyebab
utama nefropati Mesoamerika), dan kemungkinan asupan protein yang tinggi pada
mereka yang berisiko lebih tinggi terkena CKD( Li dkk, 2020).
Bukti menunjukkan bahwa di antara penderita CKD, sebagian besar menderita
penyakit stadium awal. yaitu, CKD stadium 1 dan 2 dengan mikroalbuminuria (30
16
hingga 300 mg/hari) atau CKD stadium 3B (eGFR antara 45 hingga 60 mL·menit -1
·( 1,73 m 2 ) -1 ). Pada orang-orang dengan penyakit yang sudah ada sebelumnya,
“pencegahan sekunder” CKD memiliki prioritas tertinggi. Untuk CKD tahap awal
ini, tujuan utama pendidikan kesehatan ginjal dan intervensi klinis adalah bagaimana
memperlambat perkembangan penyakit. Hipertensi yang tidak terkontrol atau tidak
terkontrol merupakan salah satu faktor risiko paling umum yang menyebabkan
perkembangan CKD lebih cepat ( Li dkk, 2020)..
Pada pasien dengan CKD stadium lanjut, penatalaksanaan uremia dan kondisi
komorbiditas terkait seperti anemia, kelainan mineral dan tulang, serta penyakit
kardiovaskular menjadi prioritas utama, sehingga pasien tersebut dapat mencapai
umur panjang yang setinggi-tingginya. Langkah-langkah ini secara kolektif dapat
disebut sebagai “pencegahan tersier” CKD. Pada individu-individu ini, beban
penyakit kardiovaskular sangat tinggi, terutama jika mereka memiliki riwayat
diabetes atau hipertensi, sementara mereka sering tidak mengikuti profil risiko
kardiovaskular tradisional lainnya seperti obesitas atau hiperlipidemia ( Li dkk,
2020).
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Gambaran Laboratorik
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
1) Tergantung penyakit yang mendasari. Kelainan urinalisis meliputi :
proteinuria, hematuria, leukosituria, COSF, dan isosteruria.
2) Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum serta penurunan GFR, dihitung dengan rumus Cockcroft-Gault.
Kreatinin serum saja tidak dapat digunakan untuk menilai fungsi ginjal.
3) Penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiperkalemia
atau hipokalemia, hiponatremia, hiperkloremia atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, kelainan biokimia darah metabolik,
termasuk asidosis.
b. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi:
1) Foto perut polos. Sebuah batu radiopak terlihat.
2) Pielografi intravena jarang dilakukan karena zat kontras seringkali tidak
17
dapat melewati filter glomerulus dan zat tersebut dapat menjadi racun bagi
ginjal yang terluka.
3) Pielografi antegrade atau retrograde dilakukan tergantung pada indikasi.
4) Ultrasonografi ginjal dapat menunjukkan ukuran ginjal yang mengecil,
penipisan kortikal, adanya hidronefrosis dan batu ginjal, kista, massa, dan
kalsifikasi. Pemindaian ginjal atau nefrografi dilakukan sesuai kebutuhan
(Handini & Hunaifi, 2022).
c. Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi
Biopsi ginjal dan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran
ginjal mendekati normal yang tidak memungkinkan diagnosis noninvasif.
Tujuan pemeriksaan histopatologi ini adalah untuk menetapkan etiologi,
menentukan pengobatan, menentukan prognosis, dan mengevaluasi hasil
pengobatan yang dilakukan. Biopsi ginjal dikontraindikasikan pada adanya
ginjal kecil yang sudah ada sebelumnya (kontraktur nefron), penyakit ginjal
polikistik, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi perinefrik, gangguan
perdarahan, gagal napas, dan obesitas (Handini & Hunaifi, 2022).
10. Penatalaksanaan Medis
Menurut Sudoyo et al. (2017) penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penyakit
ginjal kronik meliputi:
18
d. Diuretics : seperti furosemide dapat mengurangi volume cairan ekstraseluler dan
edema. Terapi diuretic bisa mngurangi hipertensi dan menurunkan kadar kalium
e. Antihipertensi: digunakan untuk menjaga tekanan darah dalam batas normal,
memperlambat perkembangan CKD dan mencegah komplikasi penyakit jantng
coroner dan penyakit pembuluh darah otak. Inhibitor angiotensin-converting-
enzyme (ACE) lebih direkomendasikan untuk pasien CKD karena dapat
mengurangi kehilangan protein
f. Obat obatan untuk ketidakseimbangan asam basa dan ketidakseimbangan
elektrolit: jika kadar kalium meningkat drastis kombinasi andata
bikarbonat,insulin dan glukosa dapat digunakan.
g. Pengikat fosfat dana gen untuk ginjal osteodistrofi: kalsium karbonat dikonsumsi
bersama makanan untuk menurukan serum kadar fosfat sebelum atau sesudah
makan untuk menormalkan serum kadar kalsium
h. Erythropoietin stimulating agents dan obat untuk anemia: folic acid dan
suplemen zat besi diberikan untuk mengatasi anemia akibat CKD karena
gangguan eritropoiesis.
i. Antibiotik: biasanya dari golongan penisilin diresepkan untuk penderita
glomerulonephritis untuk membasmi bakteri yang tersisa
j. Analgesia: fentanyl dan oxycodone umumnya lebih digunakan karena hati
memetabolisasi obat tersebut menjadi metabolis tidak aktif.
k. Imunosupresant: terapi imunosupersif agresif digunakan untuk mengobati proses
inflamasi akut. Kortikosteroid seperti prednisolone sering digunakan dalam dosis
besar selama beberapa bulan, terkadang dikombinasikan dengan azatioprin dan
siklofosfamid.
19
jeruk, tomat, melon dan sayuran berdaun hijau. Makanan yang mnegandung banyak
fosfor juga dibatas seperti makanan mengandung susu dan kacang kacangan (Honan,
2019).
a. Pengumpulan data
1) Identitas
Penyakit ginjal menyerang semua kelompok umur tidak ada spesifikasi
khusus mengenai usia pasien penyakit ginjal kronis. Penyakit ginjal kronis
merupakan masa lanjut kejadian penyakit ginjal akut.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan sangat beragam, terutama jika ada penyakit sekunder yang
menyertainya. Keluhan meliputi penurunan haluaran urin anuria (oliguria),
penurunan kesadaran akibat komplikasi sistem ventilasi dan peredaran darah,
kehilangan nafsu makan, mual dan muntah berkeringat, kelelahan,
pernapasan berbau urea, dan gatal-gatal. Kondisi ini disebabkan oleh
akumulasi sisa metabolisme/toksin di dalam tubuh saat ginjal menyaring.
20
3) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit ginjal kronis dimulai dengan masa penyakit ginjal akut karena
berbagai penyebab. Oleh karena itu, informasi penyakit sebelumnya
menegaskan penegakan masalah. Identifikasi riwayat infeksi saluran kemih,
gagal jantung, penggunaan obat berlebihan terutama obat nefrotoksik, BPH
dan obat lain yang mempengaruhi fungsi ginjal. Selain itu, ada beberapa
penyakit yang secara langsung memepengaruhi/menyebabkan penyakit
ginjal seperti diabetes, hipertensi, batu saluran kemih.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Silsilah keluarga tidak memiliki dampak yang signifikan pada penyakit ginjal
kronis, karena penyakit ginjal kronis merupakan penyakit keturunan bukan
penyakit menular. Namun, faktor pencetus seperti diabetes dan hipertensi
mempengaruhi kejadian penyakit ginjal kronis karena penyakit ini turun
temurun. Pola kesehatan keluarga yang berlaku saat keluarga sakit yaitu
minum jamu ketika sedang sakit.
5) Riwayat psikososial
Kondisi ini tidak selalu menjadi masalah jika pasien memiliki strategi koping
adaptif yang tepat. Pada pasien ginjal kronis, perubahan psikososial biasanya
terjadi ketika pasien mengalami perubahan struktur fungsi fisik dan
menjalani proses dialysis. Pasien menjadi pendiam dan lebih mengurung
diri. Selain itu, kondisi tersebut juga disebabkan oleh biaya yang
dikeluarkan selama pasien menjalani pengobatan, sehingga pasien engalami
kecemasan.
c. Pemeriksaan fisik
1) Sistem pernafasan
Ada peningkatan laju pernapasan dan bau napas urea. Jika terjadi asidosis /
alkalosis respiratorik, maka kondisi respiratori mengalami gangguan
patologis. Meningkatkan pola napas (kussmaul).’
2) Sistem neurologi
3) Sistem kardiovaskuler
21
Tekanan darah tinggi adalah penyakit yang berhubungan langsung dengan
CKD, yang mempengaruhi volume pembuluh darah yang menyebabkan
retensi natrium dan air, sehingga sulit bagi jantung untuk bekerja.
4) Sistem pencernaan
5) Sistem hematologi
6) Sistem endokrin
Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan gagal ginjal kronis akan
mengalami disfungsi seksualitas karena penurunan hormon reproduksi.
Selain itu, jika kondisi gagal ginjal kronis berhubungan dengan penyakit
diabetes mellitus, maka akan ada gangguan dalam sekresi insulin yang
berdampak pada proses metabolisme.
7) Sistem perkemihan
8) Sistem integumen
22
9) Sistem muskuloskeletal
d. Data psikologi
1) Body image
Persepsi atau perasaan tentang penampilan diri dari segi ukuran dan bentuk
2) Ideal diri
3) Identitas diri
Kesadaran akan diri sendiri yang sumber dari observasi dan penilaian diri
sendiri
4) Peran diri
Pada aspek ini perlu dikaji pola komunikasi interaksi interpersonal, gaya
hidup, faktor sosio kultur serta keadaan lingkungan sekitar dan rumah
e. Data spiritual
23
f. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
2) Radiologi
Foto polos abdomen untuk melihat bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau
adanya suatu obstuksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh
sebab itu penderita diharapkan tidak puasa
3) Ultrasonografi
4) Renogram
Untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vascular,
parenkim, eksresi) serta sisa fungsi ginjal
2. Diagnosis Keperawatan
Menurut SDKI PPNI (2016) diagnosis keperawatan yang dapat ditegakan pada pasien
dengan gagal ginjal kronik yaitu:
24
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dibuktikan dengan
tampak meringis
3. Intervensi Keperawatan
Menurut SIKI PPNI (2018) perencanaan keperawatan sesuai dengan diagnosis
keperawatan pada gagal ginjal kronik yaitu:
25
• fasilitasi menentukan pedoman
diet
Edukasi
Kolaborasi
Terapeutik
26
• berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Edukasi
• ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
• kolaborasi pemberian
analgetik.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi Keperawatan Menurut Asmadi (2014) implementasi keperawatan
memiliki tiga fase. Fase pertamayaitu fase persiapan yang mencakup pengetahuan
tentang validasi rencana, implementasi rencana dan persiapan klien dan keluarga.
Fase kedua yaituimplementasi,perawat menyimpulkan data yang dihubungkan
dengan reaksi klien. Fase ketiga yaitu fase terminasi perawat dengan klien setelah
implementasi yang dilakukan selesai.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan yang diharapkan pada klien gagal ginjal kronik menurut
PPNI berdasarkan kriteria hasil dari SLKI tahun 2018 yaitu :
27
a. Pertukaran gas meningkat ( skor 5)
b. Dispnea menurun ( skor 5)
c. Bunyi nafas tambahan menurun ( skor 5)
d. PCO2 dan PO2 membaik ( skor 5)
e. Pola nafas membaik. ( skor 5)
f. Keseimbangan cairan meningkat ( skor 5)
g. Edema menurun ( skor 5)
h. Asites menurun ( skor 5)
i. Tekanan darah membaik ( skor 5)
j. Turgor kulit membaik. ( skor 5)
k. Palpitasi menurun ( skor 5)
l. Takikardia menurun ( skor 5)
m. Lelah menurun ( skor 5)
n. Edema menurun ( skor 5)
o. Distensi vena jugularis menurun ( skor 5)
p. Curah jantung meningkat ( skor 5)
28
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Seorang laki – laki masuk ke RS pada tanggal 8 juli 2023. Klien atas nama Tn. S berusia
59 tahun, dengan diagnosa medis CHF dan CKD dengan hemodialisa. Beragama islam,
status perkawinan sudah menikah, suku bangsa betawi, bahasa yang digunakan bahasa
Indonesia. Pendidikan terakhir SMU, klien berkerja pegawai swasta, klien tinggal
bersama istri dan anak-anaknya. Klien awalnya datang dengan keluhan badan terasa
lemas, kaki terasa berat, tidak nafsu makan, makan hanya 4 sendok makan, kulit kering,
dan sesak.
Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 juli 2023 pada klien atas nama Tn. S keluhan
utama saat ini klien mengatakan BAK sedikit terdapat edema pada kedua tungkai
derajat 4, turgor kulit buruk. Klien memiliki gaya hidup tidak sehat seperti merokok,
keluhan yang klien rasakan bertahap. Pasien memiliki hipertensi sejak 5 tahun yang
lalu.
Pola nutrisi klien sebelum masuk rumah sakit menurun karena klien merasa mual,
makan hanya 4sdm setelah masuk rumah sakit nafsu makan klien sedikit membaik.
Tetapi terkadang kurang nafsu makan dikarenakan makanan rumah sakit, klien
menghabsikan 1/4 porsi makan dan makan 3x/hr. Pola Eliminasi klien sebelum masuk
rumah sakit BAK frekuensi 3x/hr.
Pemeriksaan fisik BB klien 60kg, TB 170cm, TD 159/59mmHg, Nadi 102x/mnt, RR
24x/mnt, suhu 36.8 oC, keadaan umum klien sedang, kesadaran compos mentis.
Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada. Fungsi pengelihatan klien baik. Sistem
pendengaran, wicara normal.
Pada system kardiovaskuler, pasien telah dilakukan echo dengan EF= 35% dan hasil
lab nt-proBNP= 14758. pada system pernapasan pasien terpasang nasal kanul 4 lpm
dengan SpO2= 99%. .
Pada sistem urogenital balance cairan tanggal 9 Juli 2023 Input 1050 cc/24 jam, Output
urine 850 cc/24 jam, Balance cairan 1050-850 = +200 ml, diuresis= 0,5 cc/kgBB/jam.
Hasil Laboratorium pada 8 juli 2023 HB 13,3 g/dL (13.0 – 17.0), HT 36,0 (40.0 – 50.0),
MCV/VER 76,3 Fl (83.0 – 101.0), limfosit 14.1 (20-40), monosit 12.1 (2-10), kreatinin
darah 3,9 (0.73-1.18), eGFR 15 (63-147), Ureum darah 240 (19-44), kalium darah 4,5
29
(3.5-5.5), Natrium darah 120 (136-145), Klorida darah 94.0 (98.0-107.0), GDS 254
mg/dl ( <140 mg/dl).
Terapi cairan infus Nacl 0,9% 500 ml/24 jam, program terapi farmakologis uperio 2x50
mg, spirola 1x 25mg, concor 1x 2,5 mg, atorvastatin 1x40 mg, platogrix 1x 75 mg,
topazol 1x 40 mg, Lasix drip 5mg/jam. Diet pasien diet jantung III 1700 kkal rendah
protein rendah garam.
B. Analisa data
30
DO :
• Kulit kering
4. DS : kelemahan Intoleransi
aktivitas
• klien mengatakan kaki
terasa berat dan sulit
digerakkan
DO :
• Terdapat edema perifer
di kedua ekstremitas
bawah
31
5 DS: perubahan Gangguan
integritas kulit
• Klien mengatakan kulit gatal sirkulasi
DO:
• Kulit kering
• Terdapat luka bekas
tergaruk
• Pasien sudah bedrest sejak
di rumah
C. Diagnosa keperawatan
32
1. Gambaran ventrikel kiri untuk
EKG aritmia mengeluarkan darah
menurun 2. monitor tekanan darah menurun.
2. Lelah setiap pergantian shif 2. Volume sirkulasi harus
menurun dipantau dengan penyakit
3. Oligura ginjal kronis untuk
menurun mencegah hipervolemia
(urin 3. monitor intake output berat.
>400ml/24 cairan setiap 24 jam 3. Ketika GFR menurun
jam) dan massa nefron yang
4. Edema berfungsi terus berkurang,
menurun maka ginjal kehilangan
5. Pucat/sianosis kemampuan untuk
menurun 4. monitor aritmia dengan memusatkan urin
6. Tekanan melakukan EKG setiap pagi 4. Ketidakseimbangan
darah kalsium dapat
membaik menyebabkan hiperaktif
(120/80 Terapeutik : otot jantung
mmHg) 1. posisikan pasien semi
fowler 1. Ketika pasien selalu
dalam posisi terlentang
maka dapat menyebabkan
edema periorbital
Edukasi :
1.anjurkan aktivitas fisik
secara bertahap 1. Imobilisasi dapat
meningkatkan katabolisme
protein dan demineralisasi
2. anjurkan pasien dan tulang.
keluarga mengukur berat 2. Ketika GFR menurun
badan setiap hari pada jam dan massa nefron yang
yang sama mis. Setiap jam berfungsi terus berkurang,
7 pagi ginjal kehilangan
33
kemampuan untuk
memusatkan urin dan
mengeluarkan natrium dan
air; Hal ini mengakibatkan
hipervolemia. Sehingga
penting untuk mengukur
BB
kolaborasi:
1. kolaborasi pemberian 1. Hipertensi dipengaruhi
obat antihipertensi oleh stimulasi system
renin-
angiotensinaldosteron yang
dapat menyebabkan
hipertensi
2 Hypervolemia Setelah dilakukan Manajemen hypervolemia
berhubungan tindakan I.08238
dengan gangguan keperawatan selama
mekanisme 3x24 jam diharapkan Observasi
regulasi perfusi renal 1. Periksa tanda dan gejala 1. Ketidakseimbangan
dibuktikan dengan meningkat dengan hypervolemia (mis. cairan, biasanya
terdapat edema kriteria hasil: Orthopnea, dyspnea, hipervolemia, hasil dari
perifer di Perfusi renal L.03020 edema, JVP/CVP kegagalan ginjal untuk
ekstermitas bawah 1. Jumlah urin meningkat, suara napas mengatur cairan
membaik >400 ml/24 tambahan), Identifikasi ekstraseluler dengan
jam penyebab hypervolemia penurunan sodium dan
2. Tekanan darah eliminasi air.
sistolik dan diastolik 2. Monitor status 2. Volume sirkulasi harus
membaik (120/90 hemodinamik (tekanan dipantau dengan penyakit
mmHg) darah, MAP,CVP), Jika ginjal kronis untuk
3. Kadar ureum tersedia mencegah hipervolemia
nitrogen darah berat.
membaik (19-44 3. Monitor intake dan 3. Ketika GFR menurun
mg/dl) output cairan dan massa nefron yang
34
4. Kadar kreatinin berfungsi terus berkurang,
plasma membaik maka ginjal kehilangan
(0.6-1.3 mg/dl) kemampuan untuk
5. Kadar elektrolit memusatkan urin
membaik : 4. Penurunan berbanding
Natrium (135-150 4. Monitor hemokonsentrasi lurus dengan frekuensi dan
mEq/L) (mis. Kadar natrium, BUN, volume kehilangan darah
Kalium (3.6-5.5 hematocrit, berat jenis urin) yang terkait dengan
mEq/L) phlebotomyrelated.
Klorida (94-110 pengambilan darah dan
mEq/L) kehilangan darah selama
dialisis
35
3. Defisit nutrisi setelah dilakukan Manajemen nutrisi
berhubungan tindakan Observasi 1. Konsultasikan dengan
dengan kurangnya keperawatan selama 1.identifikasi status nutrisi ahli diet untuk penilaian
asupan makan 3 x 24 jam status nutrisi klien,
dibuktikan dengan nutrisi membaik mengidentifikasi tujuan
makan hanya dengan kriteria hasil : nutrisi, meresepkan
habis ¾ porsi 1. porsi makan modifikasi diet, dan
yang dihabiskan memberikan instruksi
meningkat nutrisi kepada klien.
2. berat badan 2. Protein yang cukup
2.identifikasi kebutuhan
membaik (BB diperlukan untuk
kalori dan jenis nutrient
ideal 61,2 kg) mencegah katabolisme
3. indeks massa 3.monitor asupan makan protein dan pemborosan
tubuh (IMT) otot
4.monitor berat badan
membaik 3. memastikan nutrient
4. nafsu makan cukup untuk metabolisme
membaik pasien
Terapeutik
1.meningkatkan nafsu
1.fasilitasi menentukan
makan dengan memilih
pedoman diet
makanan yang disukai
tanpa mengnggu diet yang
telah diterapkan
Edukasi
Kolaborasi
1.Diet yang diresepkan
dengan benar sangat
36
1.kolaborasi dengan ahli penting dalam manajemen.
gizi untuk menentukan penyakit GGK untuk
jumlah kalori dan jenis mencegah toksisitas
nutrien yang dibutuhkan. uremik,
ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit, dan
katabolisme
37
6. Frekuensi napas dapat berpindah atau
membaik (14-20x/m) berjalan
Edukasi
1. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap 1. Imobilisasi dapat
meningkatkan katabolisme
protein dan demineralisasi
tulang
5. Gangguan Setelah dilakukan Perawatan integritas kulit
integritas kulit tindakan perawatan I.11353
berhubungan selama 3x24 jam Observasi
dengan perubahan diharapkan integritas 1.Identifikasi penyebab 1. Pasien GGK biasanya
sirkulasi kulit dan jaringan gangguan integritas kulit mengalami masalah kulit
dibuktikan dengan meningkat dengan kering, pruritus, ekimosis
kulit kering kriteria hasil: purpura
1. Elastisitas
meningkat
2. Kerusakan lapisan Terapeutik
kulit menurun 1. Ubah posisi tiap 2 jam 1. menghilangkan bahaya
3. Pigmentasi jika tirah baring tekanan berkepanjangan
abnormal menurun 2. Gunakan produk 2. penggunaan bahan
4. Tekstur (kering berbahan petroleum atau petroleum dapat
bersisik) menurun minyak pada kulit kering melembabkan kulit yang
3. Hindari produk berbahan kering
dasar alcohol pada kulit 3. alhohal menyebabkan
kering kulit bertambah kering
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan 1. untuk menjaga
pelembab (lotion) kelembaban kulit
2. Anjurkan menggunakan
sabun secukupnya
38
E. Evidence based pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD)
Berdasarkan konsep teori, konsep asuhan keperawatan dan contoh kasus diatas.
Penulis mengumpulkan beberapa evidence based dari berbagai jurnal yaitu
1. Jurnal yang berjudul “pengaruh kombinasi ankle pump exercise dan elevasi kaki
30° terhadap edema kaki pada pasien ckd” yang ditulis oleh Wulan Maulia Riska
,Mohammad Arifin Noor , Suyanto , Indah Sri Wahyuningsih tahun 2023.
Penelitian ini ingin memberikan tindakan keperawatan untuk mengurangi edema
kaki yaitu dengan mengkombinasikan ankle pump exercise dan elevasi kaki 30°
untuk mengurangi derajat edema kaki pada pasien gagal ginjal kronik. Ankle pump
exercise merupakan metode yang efektif untuk menurunkan edema karena akan
menimbulkan efek muscle pump yang akan mengangkut cairan yang ada di
ekstrasel ke dalam pembuluh darah dan kembali ke jantung, ankle pump exercise
dilakukan dengan mengencangkan kaki sebanyak mungkin kebagian atas dan
bawah. dengan mengelevasikan kaki jika ada pembengkakan distal untuk
menaikkan aliran darah balik sehingga mampu menurunkan pembengkakan distal
akibat sirkulasi darah yang lancar. Setelah menggabungkan kedua perlakuan
tersebut, peneliti menemukan bahwa kombinasi ankle pump exercise memiliki
pengaruh terhadap penurunan derajat edema pada pasien CKD di RS Islam Sultan
Agung semarang dengan hasil pasien CKD edema derajat 2-4 terdapat 12
responden namun setalah dilakukan ankle pump exercise dan elevasi 300 pasien
dengan edema di derajat 2-3 menurun menjadi 7 responden (Arifin Noor et al.,
2023)
2. Jurnal yang berjudul “Kepatuhan Pembatasan Cairan Pada Pasien Hemodialisis”
yang ditulis oleh Santi Herlina , Mareta Dea Rosaline tahun 2021. Penelitian ini
meneliti tentang faktor faktor yang mempengaruhi kepatuhan pembatasan cairan.
Penelitian dilakukan pada 38 responden yang menjalani hemodialisis di RSUD
Drajat Prawiranegara Kabupaten Serang Provinsi Banten. Hasil penelitian ini
menujukkan 57,9% pasien hemodialisis tidak patuh terhadap kepatuhan
pembatasan cairan. Saah satu hasil penelitian menyebutkan bahwa 91% responden
menunjukan kepatuhan terhadap pembatasan cairan berada pada kategori tingkat
stress yang tinggi. Salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan terhadap
pengobatan hemodialisis adalah diantaranya usia Pada penelitian ini usia menjadi
39
faktor yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan pembatasan cairan dibanding
variabel-variabel.. Usia muda dilaporkan mengalami perasaan sangat mandiri, oleh
karena itu mereka tidak ingin menerima ketergantungan pada mesin hemodialisis,
diet serta pembatasan cairan. Pasien lebih muda memerlukan waktu lebih lama
untuk menerima kondisi dengan penyakit ini sehingga ketidakpatuhan mungkin
saja terjadi. Pasien yang lebih tua telah melewati fase fase perkembangan dan
kematangan pribadi sehingga proses penuaan dipandang sebagai proses penurunan
fungsi fungsi tubuh dengan melemahnya kondisi fisik dan kesehatan seperti halnyal
ketika mereka didagnosis penyakit gagal ginjal kronis (Herlina & Rosaline, 2021)
3. Jurnal yang berjudul “Jahe Sebagai Evidence Based Nursing untuk Mengurangi
Mual pada Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa” yang ditulis
oleh Nanda, Beti dan muhtarul tahun 2022. Hemodialisa merupakan salah satu
tindakan sebagai pembantu fungsi ginjal untuk pengeluaran sisa metabolisme
tubuh dengan menggunakan teknologi tinggi, dengan mual sebagai salah satu
komplikasi. Insiden mual karena efek samping hemodialisa adalah 50-65%
beberapa kondisi gejalagejala yang berhubungan dengan hemodialisa dapat
menurunkan aktivitas sehari-hari pasien hemodialisa dan menyebabkan mereka
hanya dapat berbaring ditempat tidur dan tidak bisa memenuhu kebutuhan mereka
dalam beraktivitas. Salah satu tindakan keperawatan mandiri seorang perawat yaitu
memberikan rasa nyaman untuk mengurangi atau menghilangkan
ketidaknyamanan akibat efek samping hemodialisa dengan memberikan terapi
komplementer. Berdasarkan hasil penerapan EBN yang telah dilakukan dengan
menggunakan 7 responden merupakan gambaran karakteristik responden meliputi
usia, jenis kelamin, berapa lama menderita penyakit gagal ginjal, berapa kali dalam
satu minggu menjalani HD. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian
ekstra ginger 1gr dalam bentuk permen dengan dosis 2 kali sehari dapat
menurunkan mual (Adila et al., 2022).
4. Jurnal yang berjudul “hubungan asupan protein, vitamin c, dan zat besi dengan
kadar hemoglobin prahemodialisa pada pasien gagal ginjal kronis” yang ditulis
oleh Andreyas dan Deri Andika Putra tahun 2021. Penelitian bertujuan untuk
mengetahui hubungan asupan protein, vitamin C, dan zat besi dengan kadar
hemoglobin prahemodialisis pada pasien gagal ginjal kronis di RSUD Harapan dan
Doa Kota Bengkulu. Analisis hubungan asupan protein dengan kadar Hb
didasarkan pada recall 24 jam. Hasil menunjukkan bahwa ada hubungan yang
40
bermakna antara asupan protein dengan kadar hemoglobin pada pasien gagal ginjal
kronis yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Harapan dan Doa Kota
Bengkulu. Salah satu zat gizi yang banyak terbuang saat hemodialisis yaitu protein,
saat hemodialisis asam amino yang terbuang sebesar 1-2 g/jam dialisis atau
diperkirakan 10-12 g protein akan hilang setiap hemodialisis. Oleh sebab itu,
asupan 1-1,2 g/kg BB ideal/hari diharapkan dapat menggantikan protein yang
hilang. Analisis hubungan asupan vitamin C dengan kadar Hb berdasarkan
SemiQuantitavie Food Frequency menunjukkan bahwa ada hubungan asupan
vitamin C dengan kadar Hb pada pasien prahemodialisis di Rumah Sakit Harapan
dan Doa Kota Bengkulu. pemberian vitamin C 300 mg tiga kali seminggu pada
setiap hemodialisis, terjadi respon positif yang ditandai dengan adanya peningkatan
yang signifikan pada kadar hemoglobin. Vitamin C mempunyai peran dalam
pembentukan hemoglobin dalam darah. Vitamin C juga membantu penyerapan zat
besi dari makanan sehingga dapat diproses menjadi sel darah merah kembali.
Analisis hubungan asupan zat besi dengan kadar Hb berdasarkan SemiQuantitavie
Food Frequency menunjukkan bahwa ada hubungan asupan zat besi dengan kadar
Hb pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis. Pemberian
suplementasi terapi besi dapat mencegah anemia defisiensi besi pada penderita
gagal ginjal kronis.
41
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan pengamatan dan melaksanakan tindakan keperawatan
secara langsung pada Tn.S dengan diagnose medis Chronic Kidney Disease (CKD).
Maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sekaligus saran yang dapat
bermanfaat dalam meningkatkan mutu tindakan keperawatan pasien dengan
diagnosis medis Chronic Kidney Disease (CKD) dalam pemenuhan kebutuhan
cairan dengan masalah keperawatan yang dilakukan pemantauan dan pembatasan
intake dan output cairan selama 3 hari dan pemantauan aktivitas yang berlebihan.
1. Hasil pengkajian dan pembahasan, bahwa pada Tn.S yang mengalami Chronic
Kidney Disease (CKD) dengan Hypervolemia di temukan BAK sedikit terdapat
edema pada kedua tungkai derajat 4, turgor kulit buruk pada waktu pengkajian,
karena terjadi hipernatrmia sehingga terjadi retensi cairan yang menyebabkan
terjadinya edema.
2. Diagnosa Keperawatan yang muncul pada Tn.S Hypervolemia berhubungan
dengan gangguan mekanisme regulasi, di tandai dengan edema yang terjadi pada
kedua tungkai dan hasil pengeluaraan urine Tn.S yang sedikit
3. Intervensi yang akan di lakukan pada klien Chronic Kidney Disease (CKD)
dengan Hypervolemia berhubungan, sesuai dengan klien Tn.S, yaitu dengan :
manajemen cairan : Jaga intake / asupan dan catat output klien, monitor hasil
laboratorium yang relevan dengan retensi cairan, monitor tanda – tanda vital,
monitor indikasi kelebihan cairan (edema, asites), berikan terapi intra vena
seperti yang telah ditentukan, berikan diuretic yang di resepkan, berikan cairan
dengan tepat.
4. Implementasi di lakukan sesuai dengan perencanaan yang di buat pada klien
Chronic Kidney Disease (CKD) dengan Hypervolemia, sesuai dengan klien Tn.S
5. Evaluasi dari implementasi yang di lakukan pada klien Chronic Kidney Disease
(CKD) dengan Hypervolemia, sesuai dengan klien Tn.S, yaitu : masalah yang
muncul pada klien dapat teratasi sebagian, seperti tingkat edema klien sudah
berkurang dan kepatuhan klien dengan intervensi yang akan di lakukan, klien
juga sangat komperhensif untuk proses penyembuhan
42
B. Saran
1. Bagi perawat
Mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif kepada kline
yang mengalami Chronic Kidney Disease (CKD) dana melatih berfikir kritis
dalam melakukan asuhan keperawatan.
2. Bagi Rumah Sakit
Karya digunakan sebagai acuan dan perbaikan dalam melakukan asuhan
keperawatan khususnya pada klien yang mengalami Chronic Kidney Disease
(CKD)
3. Bagi Institusi Pendidikan
Digunakan sebagia referensi tambahan dan pengembangan Ilmu keperawtaan
pada klien yang mengalami Chronic Kidney Disease (CKD) dimasa yang akan
dating
4. Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga diharapkan dapat mengetahui tentang tanda gejala serta
pengobatan yang harus dilakukan pada penderita Chronic Kidney Disease
(CKD). Selain itu, diharapkan pasien dan kelurga dapat menerapkan Tindakan
pemantauan intake output
43
DAFTAR PUSTAKA
Adila, N. T., Kristinawati, B., & Anam, M. (2022). Jahe Sebagai Evidence Based Nursing
untuk Mengurangi Mual pada Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa.
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, 13(November), 164–166. http://forikes-
ejournal.com/index.php/SF
Arifin Noor, M., Riska, W. M., Suyanto, S., & Wahyuningsih, I. S. (2023). Pengaruh
Kombinasi Ankle Pump Exercise Dan Elevasi Kaki 30° Terhadap Edema Kaki Pada
Pasien Ckd. Jurnal Keperawatan Sisthana, 8(1), 25–36.
https://doi.org/10.55606/sisthana.v8i1.225
Herlina, S., & Rosaline, M. D. (2021). Kepatuhan Pembatasan Cairan Pada Pasien
Hemodialisis. Dunia Keperawatan: Jurnal Keperawatan Dan Kesehatan, 9(1), 46.
https://doi.org/10.20527/dk.v9i1.9613
Honan, L. (2019). FOCUS ON Medical-Surgical Nursing (2nd ed.). Wolters Kluwer Health.
Lecturio. (2020, October). Chronic Kidney Disease (CKD) — Pathophysiology and Diagnosis.
LeMone, P., Burke, K. M., Bauldoff, G., & Gubrud, P. (2017). Medical- surgical
nursing:critical thinking for person-centred care. In Medical-Surgical Nursing Critical
Thinking for Person-Centred Care (3rd ed., Vols. 1–3).
Muttaqin, A., & Sari, K. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika.
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.
Nurarif, AH. & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Yogjakarta: MediAction
Sudoyo, Aru W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing; 2014.
45