Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

SMALL GROUP DISCUSSION (SGD)


KEPERAWATAN PALIATIF

Chronic Kidney Disease


Fasilitator: Dr. Tintin Sukartini, S.Kp., M.Kes

Disusun Oleh:
Nur Annisa Ilmiatun 132014153004
Yuni Damayanti 132014153023
Wiwin 1320141530
Made Yuni Martini 132014153041

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat,
rahmat dan bimbingan-Nya, penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah
Keperawatan Paliatif dengan judul Chronic Kidney Disease.
Makalah ini merupakan salah satu tugas pada mata kuliah Teori
Keperawatan Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga Surabaya. Bersama ini kamimengucapkan terimakasih
kepada:
1. Prof. Dr. Ah. Yusuf,S.Kp., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Keperawatan
UniversitasAirlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan
dandorongan fasilitas kepada kelompok kami.
2. Dr. Tintin Sukartini, S.Kp., M.Kes selaku Dosen Fasilitator dalam mata
kuliah Keperawatan PaliatifFakultas Keperawatan yang telah memberikan
bimbingan dan masukan terhadap penyelesaian makalah ini.
3. Seluruh anggota kelompok yang telah bekerjasama dengan baik dalam
penyusunan makalah Keperawatan Paliatif dengan judul Chronic Kidney
Disease. Kelompok menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kelompok mengharapkan
kritik dan saran yang membangun guna perbaikan makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca, perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan dan juga
bagi kelompok sendiri.

Surabaya, 18 September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB 1PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................................2
1.4 Manfaat........................................................................................................3
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4
2.1 Konsep Perawatan Paliatif.........................................................................4
2.1.1 Definisi............................................................................................4
2.1.2 Prinsip Perawatan Paliatif..............................................................4
2.1.3 Indikasi Perawatan Paliatif............................................................5
2.1.4 Tempat Perawatan Paliatif.............................................................5
2.1.5 Tim Pelayanan Paliatif...................................................................6
2.1.6 Masalah Keperawatan pada Pasien Paliatif...................................7
2.2 Konsep Perawatan End of Life..................................................................8
2.2.1 Definisi............................................................................................8
2.2.2 Etika dalam Perawatan End of Life................................................8
2.2.3 Prinsip End of Life..........................................................................8
2.2.4 Kriteria Utama dalam Perawatan End of Life..............................10
1.3 Konsep Chronic Kidney Disease...............................................................11
1.3.1 Definisi..........................................................................................11
1.3.2 Etiologi..........................................................................................11
1.3.3 Manifestasi Klinis.........................................................................12
1.3.5 Pemeriksaan Diagnostik...............................................................13
1.3.6 Pemeriksaan Laboratorium..........................................................13
1.3.7 Komplikasi....................................................................................15
BAB 3 PENGKAJIAN.........................................................................................16
BAB 4 PENUTUP.................................................................................................18

iii
4.1 Kesimpulan................................................................................................18
4.2 Saran..........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

iv
1

BAB 1PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit renal tahap akhir (ERSD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain). Tanda dan gejala muncul ketika laju filtrasi kurang
dari 15% seperti nokturia, oliguria, kehilangan nafsu makan, mual, muntah,
anemia, pruritis, hipertensi, sesak napas, edema, dan kehilangan kesadaran.
Dari gejala-gejala tersebut, muncul masalah keperawatan, masalah yang
sering dikeluhkan oleh pasien adalah kelebihan volume cairan. Pasien
bertahan hidup dengan terapi cuci darah (hemodialisis) hingga akhir
hidupnya. Karena hal tersebut maka aspek fisik, psikologis, sosioekonomi
dan lingkungan dapat terpengaruh secara negatif, berdampak pada kualitas
hidup pasien penyakit ginjal kronis (Bagaskara Dion Suparman, Luh Titi
Handayani, 2016).
Penyakit CKD didunia saat ini mengalami peningkatan dan menjadi
masalah kesehatan dunia dengan peningkatan insidensi, prevalensi serta
tingkat morbiditas dan mortalitas. Prevalensi global telah meningkat setiap
tahunnya. Menurut data WHO, CKD berkontribusi pada beban penyakit dunia
dengan angka kematian sebesar 850.000 setiap tahun. Penyakit tersebut
merupakan penyebab ke-17 kecacatan di Dunia. Berdasarkan Riskesdas atau
Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, prevalensi CKD di Indonesia tertinggi
yaitu di DKI Jakarta 38,7. Sedangkan prevalensi pada penderita CKD pada
kelompok umur 15 - 24 tahun sebesar (1,33%), 25 - 34 tahun (2,28%), umur
35 - 44 tahun (5,64%), umur 55 - 64 tahun 29 (7,21%) dan tertinggi pada
kelompok umur 65 - 74 tahun (8,23%) lalu disusul pada kelompok umur >75
tahun (7,48%) (RISKESDAS, 2018). Data di Indonesia, penyebab Gagal
Ginjal Kronis (GGK) terbanyak adalah Glomerulus nefritis, Infeksi Saluran
Kemih (ISK), Batu saluran kencing, Nefropati diabetik, Nefrosklerosis
hipertensi, dan Ginjal polikistik. Hipertensi dengan persentase kemungkinan
2

sebesar 24%, diabetes mellitus sebesar 30%, glomerulonhepritis sebesar 17%,


chronic pyelomephritis sebesar 5% dan yang terakhir tidak diketahui
penyebabnya sebesar 20% (Jayanti, 2020).
CKD menyebabkan ginjal tidak bisa mengeluarkan ureum sehingga
terjadilah penumpukan ureum didalam darah, maka akan terjadi sindrom
uremia. Sindrom uremia ini akan menyebabkan peradangan mukosa saluran
cerna. Sehingga pada pasien yang mengalami gagal ginjal kronis akan
merasakan anoreksia, mual, muntah. Gagal ginjal kronis ini juga
menyebabkan terjadinya kelebihan cairan pada tubuh pasien sehingga
dampak yang akan muncul adalah komplikasi lanjut seperti hipertensi, gagal
jantung, edema pulmonal, nyeri pleura, dan sesak napas. Kondisi tersebut
menyebabkan timbul masalah keperawatan gangguan pertukaran gas, nyeri
akut, hypervolemia atau kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan, ketidakefektifan perfusi jaringan, intoleransi aktivitas,
kerusakan integritas kulit, risiko perdarahan, dan risiko infeksi. Hal ini akan
mengindikasi pasien dilakukan perawatan lebih lanjut, sehingga diperlukan
peran perawat professional untuk mendukung proses pemulihan kondisi
pasien (Jayanti, 2020).
Sebagai seorang perawat yang profesional kita harus memberikan
asuhan keperawatan secara komperensif, Sehingga peran perawat yang tidak
kalah penting yaitu melakukan perawatan paliatif, karena penderita gagal
ginjal kronis harus melakukan terapi hemodialisa untuk memperpanjang usia
harapan hidup. Kegiatan ini akan berlangsung terus - menerus sepanjang
hidupnya oleh karena itu, kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu
penyakit tidak hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga
pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual
yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai
perawatan paliatif.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah pengkajian paliatif dan end of life pada pasien dengan
kasus penyakit Chronic Kidney Disease?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
3

Menjelaskan pengkajian paliatif dan end of life pada pasien dengan


kasus penyakit Chronic Kidney Disease.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Menjelaskan konsep perawatan paliative care
2) Menjelaskan konsep End of Life
3) Menjelaskan konsep penyakit Chronic Kidney Disease.
4) Menjelaskan pengkajian paliative dan end of life pada pasien dengan
kasus penyakit Chronic Kidney Disease.
5) Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien Chronic Kidney
Disease.dengan pendekatan paliative care.
1.4 Manfaat
Dari penulisan makalah keperawatan paliatif ini, diharapkan dapat
memperoleh manfaat sebagai berikut:
1. Membantu mahasiswa memahami dan mendalami teori mengenai
Keperawatan Paliatif dan end of life
2. Membantu mahasiswa untuk mempersiapkan menghadapi lahan praktik
terkait dengan mengetahui asuhan keperawatan paliatif dan end of life
pada pasien dengan penyakit Chronic Kidney Disease
4

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA


TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Perawatan Paliatif


2.1.1 Definisi
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang meningkatkan
kualitas hidup pasien dan keluarga mereka menghadapi masalah yang
terkait dengan penyakit yang mengancam jiwa, sehingga dapat
menghadapi kematian secara berkualitas (WHO, 2019).
Perawatan paliatif merupakan pendekatan yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien dan memberikan dukungan bagi
keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan kondisi
pasien dengan mencegah dan mengurangi penderitaan melalui
identifikasi dini, penilaian yang seksama serta pengobatan nyeri dan
masalah-masalah lain, baik masalah fisik, psikososial, spiritual dan
pelayanan masa dukacita bagi keluarga (WHO, 2019).
Perawatan paliatif merupakan upaya menghadapi masalah
penyakit yang diderita dengan cara meringankan penderitaan terhadap
rasa sakit dan memberikan dukungan fisik, psikososial dan spiritual
yang dimulai sejak tegaknya diagnosa hingga akhir kehidupan (Van
Beek et al., 2016).
2.1.2 Prinsip Perawatan Paliatif
Prinsip-prinsip dasar dalam memberikan perawatan paliatif
adalah :
1. Mengurangi rasa sakit nyeri dan penderitaan lain
2. Menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses
yang normal
3. Tidak bertujuan mempercepat atau menghambat kematian
4. Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial dan spiritual
5. Memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif mungkin
6. Memberikan dukungan kepada keluarga sampai masa dukacita
7. Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien
dan keluarganya
8. Menghindari tindakan yang sia-sia (WHO, 2019)
5

2.1.3 Indikasi Perawatan Paliatif


Perawatan paliatif dimulai sejak diagnosis ditegakkan atau bila
didapatkan satu atau lebih kondisi seperti berikut:
1. Nyeri atau keluhan fisik lainnya yang tidak dapat diatasi,
2. Stres berat berhubungan dengan diagnosis atau terapi kanker
3. Penyakit penyerta yang berat dan kondisi sosial yang
diakibatkannya
4. Permasalahan dalam pengambilan keputusan tentang yang akan
atau sedang dilakukan
5. Pasien atau keluarga meminta untuk dirujuk ke perawatan paliatif
6. Angka harapan hidup ≤ 12 bulan
7. Pada pasien kanker stadium lanjut yang tidak respon dengan terapi
yang diberikan (Kemenkes RI, 2013).

2.1.4 Tempat Perawatan Paliatif


Keadaan lokasi sangat penting untuk memfokuskan intervensi
yang membahas semua aspek pasien dan kenyamanan keluarga yang
meliputi kenyamanan fisik pasien, kebutuhan sosial, emosional dan
spiritual pasien dan keluarga. Berdasarkan hasil keputusan oleh pasien
dan keluarga mengenai keinginan untuk perawatan, ada beberapa
pilihan untuk tempat perawatan yang dapat dipilih keluarga, meliputi:
Rumah Sakit, Keluarga dapat memilih untuk tetap berada di
rumah sakit untuk menerima perawatan jika pasien sakit atau kondisi
pasien tidak stabil. Di rumah sakit untuk perawatan terminal pada
pasien maka pengaturan kamar harus dibuat seperti keadaan di rumah.
Selain itu, dalam memberikan perawatan harus ada rencana yang
konsisten dan terkoordinasi dengan melibatkan keluarga
Rumah dapat digunakan untuk menerima jasa perawatan pasien
paliatif. Biasanya memerlukan jadwal kunjungan perawatan untuk
memberikan pengobatan, peralatan yang dibutuhkan, atau persediaan
obat-obatan. Perawatan di rumah adalah pilihan yang paling sering
dipilih oleh keluarga karena pandangan tradisional yang mengharuskan
6

penderita kanker yang memiliki harapan hidup kurang dari 6 bulan


maka harus dirawat dekat dengan keluarga.
Hospice care merupakan pelayanan kesehatan yang
mengkhususkan diri dalam kasus kematian pasien dengan
menggabungkan filosofi hospice care dengan prinsip-prinsip perawatan
paliatif. Filosofi hospice care menganggap kematian sebagai proses
yang alami dan perawatan pasien yang sekarat termasuk pengelolaan
kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual penderita kanker serta
keluarga. Layanan di hospice care menyediakan home visit dan
kunjungan dari pekerja sosial, pemuka agama, dan dokter. Obat-obatan,
peralatan medis dan apapun yang diperlukan semua sudah
dikoordinasikan oleh organisasi rumah sakit pemberi perawatan.
Langkah-langkah dalam Pelayanan Paliatif:
a) Menentekan tujuan perawatan dan harapan pasien
b) Membantu pasien dalam membuat advance careplanning
c) Pengobatan penyakit penyerta dari aspek sosial yangmuncul
d) Tata laksana gejala
e) Dukungan psikologis, kultural dan social
f) Respon pada fase terminal: memberikan tindakan sesuai wasiat
atau keputusan keluarga bila wasiatbelum dibuat.
g) Pelayanan terhadap pasien dan keluarga termasuk persiapan duka
cita.

2.1.5 Tim Pelayanan Paliatif


Dalam (Schram et al., 2017), mencapai tujuan pelayanan
paliatif, pelayanan paliatif membutuhkan keterlibatan antara tenaga
medis dan dukungan keluarga. Tim perawatan paliatif terdiri dari :
1. Dokter memainkan peran penting dalam pelayanan paliatif. Dokter
harus kompeten di kedokteran umum, kompeten dalam pengendalian
rasa sakit dan gejala lain, dan juga harus akrab dengan prinsip-prinsip
pengelolaan penyakit pasien.
2. Perawat merupakan anggota tim yang biasanya akan memiliki kontak
terlama dengan pasien sehingga memberikan kesempatan unik untuk
7

mengetahui kondisi pasien, menilai secara mendalam apa yang terjadi


dan apa yang penting bagi pasien, dan untuk membantu pasien
mengatasi dampak kemajuan penyakit.
3. Pekerja sosial dan psikolog Perannya membantu pasien dan
keluarganya dalam mengatasi masalah pribadi dan sosial, penyakit
dan kecacatan, serta memberikan dukungan emosional/konseling
selama perkembangan penyakit dan proses berkabung. Masalah
pribadi biasanya akibat disfungsi keuangan, terutama karena keluarga
mulai merencanakan masa depan.
4. Konselor Spiritual Konselor spiritual harus menjadi pendengar yang
terampil dan tidak menghakimi, mampu menangani pertanyaan yang
berkaitan dengan makna kehidupan. Sering juga berfungsi sebagai
orang yang dipercaya sekaligus sebagai sumber dukungan terkait
tradisi keagamaan, pengorganisasian ritual keagamaan dan sakramen
yang berarti bagi pasien kanker.
5. Apoteker Terapi obat merupakan komponen utama dari manajemen
gejala dalam perawatan paliatif, sehingga apoteker mempunyai
peranan penting. Apoteker memastikan bahwa pasien dan keluarga
memiliki akses penting ke obat-obatan untuk pelayanan paliatif.
Keahlian apoteker juga dibutuhkan untuk mendukung tim kesehatan
dengan memberikan informasi mengenai dosis obat, interaksi obat,
formulasi yang tepat, rute administrasi, dan alternatif pendekatan.

2.1.6 Masalah Keperawatan pada Pasien Paliatif


1. Masalah fisik seperti nyeri, stomatitis, mulut kering, konstipasi,
disfagia, diare, anoreksia, dan mual muntah, enemia, dan
inkontinensia urin.
2. Masalah Psikologi seperti depresi, kecemasan dan delirium.
3. Masalah Sosial seperti kurangnya hubungan sosial dengan sebaya,
masalah bersosialisi dengan kelompok, kondisi hubungan sosial
dengan sekitar.
4. Masalah Spiritual, kebutuhan serta kecintaan terhadap adanya
Tuhan.
8

2.2 Konsep Perawatan End of Life


2.2.1 Definisi
Perawatan end of life merupakan perawatan yang membantu
semua orang dengan pernyakit lanjut, progresif, tidak dapat
disembuhkan untuk dapat bertahan hidup sebaik mungkin sampai
menghadapi kematian (Boucher, 2017). Perawatan end of life diberikan
ketika sesorang telah terdiagnosis menghadapi penyakit lanjut oleh
profesional kesehatan. Perawat yang memberikan perawatan end of life
harus memahami suatu tanda dan gejala fisik yang dialami oleh pasien.
Pada tahap end of life cenderung lebih takut terhadap gejala kematian
itu sendiri dibandingkan kematiannya. Pasien harus merasa nyaman
secara fisik sebelum fikiran mereka berfokus tentang kondisi sosial,
psikologis, dan spiritual (Schram et al., 2017).

2.2.2 Etika dalam Perawatan End of Life


Dalam proses pengambilan keputusan yang terkait dengan
masalah end of life, terdapat beberapa prinsip etika seperti :
a. Nonmaleficience yaitu memastikan pasien terhindar dari bahaya
baik itu fisik maupun emosional
b. Beneficience yaitu melakukakn sesuatu yang baik terhadap pasien
dan menguntungkan seperti mendengarkan keluhan pasien dengan
penuh perhatian, memperlakukan pasien seperti manusia
seutuhnya, dan terus berusaha meringankan beban pasien baik itu
fisik, psikologis, sosial dan spiritual.
c. Autonomy yaitu pasien memiliki hak tentang pengambilan
keputusan terkait perawatan dengan menggunakan inform konsen
yang menekankan terhadap hak katas kerahasian, privasi, dan hak
untuk menolak pengobatan

2.2.3 Prinsip End of Life


Prinsip-Prinsip End Of Life Menurut (Bernacki et al, 2012)
antara lain :
a. Menghargai kehidupan dan perawatan dalam kematian. Tujuan
utama dari perawatan adalah menpertahankan kehidupan, namun
ketika hidup tidak dapat dipertahankan, tugas perawatan adalah
9

untuk memberikan kenyamanan dan martabat kepada pasien


yangsekarat, dan untuk mendukung orang lain dalam
melakukannya.
b. Hak untuk mengetahui dan memilih. Semua orang yang menerima
perawatan kesehatan memiliki hakuntuk diberitahu tentang
kondisi mereka dan pilihan pengobatan mereka. Mereka
memiliki hak untuk menerima atau menolak pengobatan
dalam memperpanjang hidup. Pemberi perawatan
memilikikewajiban etika dan hukum untuk mengakui dan
menghormati pilihan-pilihan sesuai dengan pedoman.
c. Menahan dan menghentikan pengobatan dalam
mempertahankan hidup perawatan end of life yang tepat harus
bertujuan untuk memberikan pengobatan yang terbaik untuk
individu. Ini berarti bahwa tujuan utama perawatan untuk
mengakomodasi kenyamanan dan martabat, maka menahan atau
menarik intervensi untuk mempertahankan hidup mungkin
diperbolehkan dalam kepentingan terbaik dari pasien yang
sekarat.
d. Sebuah pendekatan kolaboratif dalam perawatan Keluarga dan
tenaga kesehatan memiliki kewajiban untuk bekerja sama untuk
membuat keputusan bagi pasien yang kurang bisadalam
pengambilan keputusan, dengan mempertimbangkan keinginan
pasien.
e. Transparansi dan akuntabilitas. Dalam rangka menjaga
kepercayaan dari penerima perawatan, dan untuk memastikan
bahwa keputusan yang tepat dibuat, maka proses pengambilan
keputusan dan hasilnya harus dijelaskan kepada para pasien dan
akurat didokumentasikan.
f. Perawatan non diskriminatif. Keputusan pengobatan pada akhir
hidup harus non-diskriminatif dan harus bergantung hanya pada
faktor-faktor yang relevan dengan kondisi medis, nilai-nilai dan
keinginan pasien.
10

g. Hak dan kewajiban tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan tidak


berkewajiban
h. memberikan perawatan yang tidak rasional, khususnya, pengobatan
yang
i. tidak bermanfaat bagi pasien. Pasien memiliki hak untuk menerima
j. perawatan yang sesuai, dan tenaga kesehatan memiliki tanggung
jawab untuk memberikan
k. pengobatan yang sesuai dengan norma-norma
l. profesional dan standar hukum.
m. Perbaikan terus-menerus Tenaga kesehatan memiliki kewajiban
untuk berusaha dalam memperbaiki intervensi yang diberikan pada
standar perawatan end of life baik kepada pasien maupun kepada
keluarga

2.2.4 Kriteria Utama dalam Perawatan End of Life


a. Terbebas dari Nyeri. Bebas dari penderitaan atau gejala disstres
adalah hal yang utama diinginkan pasien dalam pengalaman EOL
(The Peaceful End Of Life). Nyeri merupakan ketidaknyamanan
sensori atau pengalaman emosi yang dihubungkan dengan
aktual atau potensial kerusakan jaringan
b. Pengalaman Menyenangkan yang nyaman sebagai kebebasan
dari ketidaknyamanan, keadaan tenteram dan damai.
c. Pengalaman martabat (harga diri) dan kehormatan. Setiap akhir
penyakit pasien adalah “ingin dihormati dan dinilai sebagai
manusia. Di konsep ini memasukkan ide personal tentang nilai,
sebagai ekspresi dari prinsip etik otonomi atau rasa hormat untuk
orang, yang mana pada tahap ini individu diperlakukan sebagai
orang yang menerima hak otonomi, dan mengurangi hak otonomi
orang sebagai awal untuk proteksi
d. Merasakan damai, damai adalah “perasaan yang tenang, harmonis,
dan perasaan puas, (bebas) dari kecemasan, kegelisahan, khawatir,
dan ketakutan
11

e. Kedekatan untuk kepentingan lainnya. Kedekatan adalah


“perasaan menghubungkan antara manusia dengan orang yang
menerima pelayanan. Ini melibatkan kedekatan fisik dan emosi
yang diekspresikan dengan kehangatan, dan hubungan yang dekat
(Schram et al., 2017)
1.3 Konsep Chronic Kidney Disease
1.3.1 Definisi
Chronic kidney disease (CKD) adalah kerusakan ginjal progresif
dan ireversibel yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea
dan limbah nitrogen lainnya) yang beredar dalam darah serta
komplikasinya (anemia, azotemia, dan asidosis metabolik) jika tidak
dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal (Van Beek et al., 2016)
Chronic kidney disease (CKD) dapat didefinisikan sebagai
kerusakan struktur atau fungsi ginjal yang bertahan lebih dari 3 bulan
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus. Hal ini dapat
ditentukan baik dengan bukti kerusakan ginjal seperti terdeteksinya
albuminuria persisten atau dengan penurunan laju filtrasi glomerulus
(GFR). kelainan patologis yang terlihat seperti biopsi ginjal, kelainan
struktural yang tampak kelainan pada studi pencitraan, atau kelainan
elektrolit serum misalnya sindrom tubular ginjal, (Elshahat et al.,
2020).
Chronic kidney disease (CKD) sebagai kerusakan ginjal
dan/atau penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR) kurang dari
60mL/min/1,73 m2 selama minimal 3 bulan (Kemenkes RI, 2017).
Chronic kidney disease (CKD) tidak dapat dipulihkan atau
dikembalikan dan terjadi penurunan progresif jaringan fungsi ginjal.
Ketika massa ginjal yang tersisa tidak lagi menjaga lingkungan
internal tubuh, maka akibatnya adalah gagal ginjal(Lukela et al.,
2019).

1.3.2 Etiologi
Gagal ginjal kronik dapat terjadi dari beragam proses
patofisiologis yang berbeda terkait dengan fungsi ginjal abnormal dan
12

penurunan 8 progresif pada GFR. Penyebab paling umum di AS


adalah nefropati diabetik dan hipertensi. Penyebab lain termasuk
glomerulonefritis, penyakit ginjal polikistik, keganasan, atau obstruksi
seperti yang terlihat pada nefrolitiasis atau penyakit prostat (Lukela et
al., 2019).

1.3.3 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala yang umum dirasakan bagi mereka dengan
gagal ginjal kronik antara lain(Advocacy, 2017) (Kidney Health
Australia, 2017):
1. Tekanan darah tinggi
2. Perubahan jumlah urine yang dikeluarkan dan frekuensi berkemih,
misalnya pada malam hari
5. Perubahan tampilan urine
6. Hematuria atau terdapat darah dalam urine
7. Terjadi oedema, misalnya pada kaki dan pergelangan kaki
8. Rasa sakit di daerah ginjal
9. Kelelahan Terjadi penurunan nafsu makan
10. Sulit tidur
11. Sakit kepala
12. Kurang konsenterasi
13. Gatal
14. Sesak napas
15. Mual dan muntah
16. bau mulut dan rasa logam di dalam mulut (Kidney Health
Australia, 2017)
1.3.4 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik
1. Tahap awal/Early stage (tahap 1–2) Beberapa orang tidak memiliki
gejala gagal ginjal kronis pada tahap ini. Namun risiko dehidrasi
dan sensitivitas terhadap obat-obatan serta resiko penyakit jantung
meningkat pada tahap ini. Akan sangat penting untuk berkonsultasi
kepada dokter sebelum mengkonsumsi obat-obatan baik itu yang
dijual bebas maupun obat herbal.
13

2. Tahap tengah/Middle stage (tahap 3–4) Peningkatan ureum


kreatinin dalam darah mulai ditemukan pada tahap ini. Seseorang
akan menunjukkan gejala malaise, terjadi perubahan
dalamfrekuensi berkemih, fungsi ginjal melambat dan terjadi
peningkatan tekanan darah. Anemia dan tanda-tanda awal penyakit
tulang bisa saja muncul di tahap ini. Perawatan yang tepat dapat
memperlambat kemajuan penyakit dan mengurangi resiko
terjadinya komplikasi.
3. Later Stage / stadium akhir (stadium 5) Perubahan dapat terjadi
pada jumlah produksi urine. Tekanan darah meningkat, jumlah
protein dalam urin meningkat seperti halnya kadar kreatinin dan
kalium dalam darah. Seseorang cenderung merasa tidak enak badan
serta timbul komplikasi yang berupa penurunan Hb/anemia,
(Johnson, 2018).
1.3.5 Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaat yang dapat dilakukan antara lain (Kidney
Health Australia, 2017):
1. Tes albumin (sejenis protein) dalam darah dan urine
2. Tes darah untuk mengetahui level produk limbah dalam darah dan
hitung filtrasi glomerulus rate (GFR).
3. Tes tekanan darah. Penyakit ginjal menyebabkan tekanan darah
tinggi, yang dapat merusak pembuluh darah kecil di ginjal.
Tekanan darah tinggi juga bisa menyebabkan penyakit ginjal.
4. Ultrasonografi atau pemindaian tomografi (CT scan) dilakukan
untuk melihat keadaan ginjal dan sistem perkemihan. Tes ini
menunjukkan ukuran ginjal, mendeteksi ada tidaknya batu ginjal
atau tumor dan menemukan masalah dalam struktur ginjal dan
saluran kemih.
5. Biopsi ginjal biasa dilakukan oleh nephrologist atau spesialis
penyakit ginjal untuk mengetahui jenis panyakit ginjal dan
kerusakan ginjal yang terjadi. (Kidney Health Australia, 2017).
1.3.6 Pemeriksaan Laboratorium
14

Pemeriksaan laboratorium Tes darah dan urine berikut adalah


umumnya dilakukan untuk menilai fungsi ginjal (Setiati et al.,
2017):

1. Glomerulus Filtrasi Rate (GFR) GFR adalah pengukuran terbaik dari


fungsi ginjal dan membantu menentukan stadium penyakit ginjal. Ini
menunjukkan seberapa baik ginjal membersihkan darah. GFR biasanya
diperkirakan (eGFR) dari hasil uji darah kreatinin. eGFR dilaporkan
dalam mililiter per menit per 1.73m2 (mL/ min/1.73m2). eGFR juga
dapat digunakan untuk menghitung persentase fungsi ginjal. Ini adalah
perkiraan tingkat dimana masing-masing ginjal bekerja. GFR 100
mL/min/1.73m2 berada dalam kisaran normal sehingga berguna untuk
mengatakan bahwa 100 mL/min/1.73m2 kira-kira sama dengan fungsi
ginjal 100%'. GFR 50 mL/min/1.73m2 dapat disebut 50% fungsi ginjal
dan GFR 30 mL/min/1.73m2 dapat disebut 30% fungsi ginjal.
2. Albuminuria Albuminuria bisa berarti ginjal rusak sehingga albumin,
semacam protein, bocor ke dalam urin. Jumlah albumin dalam jumlah
kecil atau 'mikro' dalam urin disebut mikroalbuminuria, dan jumlah
'makro' lebih besar disebut makroalbuminuria. Albuminuria sering
merupakan peringatan dini penyakit ginjal namun juga bisa hadir
karena alasan lain. Albuminuria dapat dideteksi dengan tes urine khusus
yang disebut rasio albumin: kreatinin (ACR). ACR dilakukan pada satu
sampel urin (Setiati et al., 2017).
3. Haematuria Haematuria atau darah dalam urin terjadi saat sel darah
merah bocor ke dalam urin. Hal ini bisa mengubah warna kencing
berwarna merah atau gelap. Terkadang darah dalam urin tidak terlihat
oleh mata, tapi mungkin ditemukan pada tes urine. Ini disebut
hematuria mikroskopik. Darah dalam urin adalah tanda umum infeksi
saluran kemih tapi juga bisa menjadi pertanda pertama adanya masalah
dengan ginjal atau kandung kemih (Kidney Health Australia, 2017).
4. Kreatinin adalah produk limbah yang dibuat oleh otot. Hal ini biasanya
dikeluarkan dari darah oleh ginjal dan keluar dalam urin. Bila ginjal
tidak bekerja dengan baik, kreatinin tetap berada di dalam darah. Tes
15

darah membantu untuk mengetahui seberapa cepat ginjal mengeluarkan


atau 'membersihkan' kreatinin dari darah. Kreatinin adalah ukuran yang
baik dari fungsi ginjal karena tidak berubah dengan diet.
5. Urea Urea adalah produk limbah yang dibuat oleh tubuh karena
menggunakan protein dari makanan yang dimakan. Jika kehilangan
beberapa fungsi ginjal, ginjal mungkin tidak bisa mengeluarkan semua
urea dari darah (Kidney Health Australia, 2017).
6. Kalium Kalium adalah mineral yang banyak ditemukan pada makanan.
Jika ginjal sehat, mereka membuang kalium ekstra dari darah. Jika
ginjal rusak, kadar kalium bisa meningkat dan mempengaruhi jantung.
Tingkat kalium rendah atau tinggi dapat menyebabkan detak jantung
tidak teratur (Kidney Health Australia, 2017).
1.3.7 Komplikasi
Komplikasi Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan beberapa
komplikasi penting termasuk:
1. Anemia adalah komplikasi gagal ginjal kronik yang proporsional.
Penurunan hemoglobin (Hgb) yang signifikan biasanya terlihat di
antara pasien dengan gagal ginjal atau lebih buruk (Lukela et al., 2019).
2. CKD Minerale Bone Disease (CKD-MBD). Kelainan metabolisme
kalsium dan fosfat biasanya menjadi jelas pada tahap akhir gagal ginjal
kronik (Lukela et al., 2019).
16
17

BAB 3 PENGKAJIAN
PENGKAJIAN

3.1 Pengkajian
1. Demografi Pasien

2. Keluhan Utama

3. Keadaan Umum
4. Tanda-Tanda Vital
TD : mmHg Nadi : x/menit RR : x/menit SpO2 : %
5. Antropometri
BB : kg TB : cm IMT : LILA : cm
6. Riwayat Penyakit Sekarang

7. Riwayat Kesehatan Dahulu

8. Riwayat Penyakit Keluarga

9. Pola Bernafas
Sebelum sakit :
Saat sakit :
10. Pola Makan Dan Minum
Sebelum sakit :
Saat sakit :
11. Pola Eliminasi
Sebelum sakit :
Saat sakit :
12. Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit :
Saat sakit :
13. Pola Kebersihan Diri
Sebelum sakit :
Saat sakit :
14. Oriantasi Mental

15. Proses Berfikir


18

16. Pemeriksaan Fisik


a. Integument :
b. Kepala, Leher, Tengkuk :
c. Anggota tubuh :
d. Inpeksi:
e. Palpasi:
f. Perkusi:
g. Auskultasi:

17. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium :
Hematologi:

USG : Tidak Dilakukan


Rontgen
3.2 Diagnosa Keperawatan

No Data Umum Problem Etiologi


1 DS: -

DO:

2 DS:
DO:
3 DS:
DO:

3.3 Intervensi Keperawatan


No DX Keperawatan Intervensi (SIKI)
(SDKI)
1 1.
2
3
19

BAB 4 PENUTUP
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Penerapan palliative care pada pasien chronic kidney disease

memberikan kualitas hidup pasien menjadi lebih baik. Perawat dalam

mengatasi gejala saat hemodialisa dan setelah hemodialisa dengan

tanggap, serta mendengarkan dengan seksama dan memberikan solusi

terkait masalah yang dialami pasien. Hal tersebut akan memberikan

keyakinan pada pasien atas penyakit dan perawatannya. Selain pasien,

hal yang menjadi titik utama dari keberhasilan penerapan paliatif care

yaitu perawat dan keluarga. Komunikasi tentang tujuan perawatan,

pengambilan keputusan yang berpusat pada pasien dan keluarga,

perawatan yang berkesinambungan, manajemen gejala dan pemberian

rasa nyaman.

4.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dalam penyusunan makalah ini adalah


sebagai berikut:
1. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun, untuk perbaikan
makalah ini. Sehingga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,
khususnya mahasiswa keperawatan.
2. diharapkan agar mampu mempergunakan makalah ini dengan sebaik
mungkin ilmu serta referensi yang telah ada terkait tindakan keperawatan
khususnya pada perawatan paliatif pada pasien CKD

19
20

DAFTAR PUSTAKA

Bagaskara Dion Suparman, Luh Titi Handayani, G. S. A. (2016). Penerapan


Palliative Care Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) terhadap Kualitas
Hidup Pasien Hemodialisa di Rumah Sakit Perkebunan Jember Klinik
Jember. 3(2), 98–107.
Boucher, N. A. (2017). Faith, Family, Filiality, and Fate: Dominican and Puerto
Rican Elders Perspectives on End-of-Life Decisions. Journal of Applied
Gerontology, 36(3), 351–372. https://doi.org/10.1177/0733464815627958
Elshahat, S., Cockwell, P., Maxwell, A. P., Griffin, M., O’Brien, T., & O’Neill, C.
(2020). The impact of chronic kidney disease on developed countries from a
health economics perspective: A systematic scoping review. PLoS ONE,
15(3), 1–19. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0230512
Jayanti, I. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
GAGAL GINJAL KRONIS YANG DI RAWAT DI RUMAH SAKIT. In
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHA.
Johnson, A. (2018). State of the nation report 2018.
Lukela, J. R., Harrison, R. V., Jimbo, M., Mahallati, A., Saran, R., & Annie, Z.
(2019). Management of Chronic Kidney Disease Key points. UMHS Chronic
Kidney Disease Guideline, July, 1–27.
Kemenkes RI. (2017). InfoDATIN Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Pusat Data
Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
Kidney Health Australia. (2017). All About Chronic Kidney Disease (CKD)
Schram, A. W., Hougham, G. W., Meltzer, D. O., & Ruhnke, G. W. (2017).
Palliative Care in Critical Care Settings: A Systematic Review of
Communication-Based Competencies Essential for Patient and Family
Satisfaction. American Journal of Hospice and Palliative Medicine, 34(9),
887–895. https://doi.org/10.1177/1049909116667071
Van Beek, K., Siouta, N., Preston, N., Hasselaar, J., Hughes, S., Payne, S.,
Radbruch, L., Centeno, C., Csikos, A., Garralda, E., Van Der Eerden, M.,
Hodiamont, F., Radvanyi, I., & Menten, J. (2016). To what degree is
palliative care integrated in guidelines and pathways for adult cancer patients
in Europe: A systematic literature review. BMC Palliative Care, 15(1), 1–17.
https://doi.org/10.1186/s12904-016-0100-0

20

Anda mungkin juga menyukai