Anda di halaman 1dari 38

KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH II

“Penyakit Ginjal Kronik CKD “

Dosen Pengampuh : Ns. Yannerith Chintya, S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 8 :

Kesia Salea 2114201021


Novita Petrus 2114201013
Amelia A Brek 2114201017
Irfani Harun 19142010072

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA

FAKULTAS KEPERAWATAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
pertolongan-Nyalah akhirnya kami mampu menyelesaikan tugas yang membahas tentang
”Penyakit Ginjal Kronik” dengan waktu yang telah di tentukan. Kami sepenuhnya menyadari
apa yang di sajikan dalam tugas ini masih sederhana dan jauh dari kesempurnaan. Tugas ini
dapat terselesaikan karena dukungan dari berbagai pihak, yang telah memberikan arahan,
masukan, dan bimbingan sehingga tugas ini bisa terselesaikan. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Medical
Bedah II Ns. Yannerith Chintya, S.Kep., M.Kep yang telah memberikan arahan dalam
mengerjakan tugas ini.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menampah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan penulis berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Demikan sepatah dua kata pengantar yang
bisa di sampaikan bila ada hal-hal yang kurang berkenan mohon maaf dan atas perhatiannya
di ucapkan terima kasih.

Manado, 12 Maret 2023

Kelompok 8

2|Page
Daftar Isi

Judul.......................................................................................................................................

Kata Pengantar.......................................................................................................................

Daftar Isi................................................................................................................................

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang...........................................................................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................................................
C. Manfaat Penulisan......................................................................................................

Bab II Tinjauan Teori

A. Pengertian Penyakit Ginjal Kronik............................................................................


B. Etiologi.......................................................................................................................
C. Biokimia.....................................................................................................................
D. Tanda dan Gejala.......................................................................................................
E. Patofisiolgi.................................................................................................................
F. Pemeriksaan Diagnostik.............................................................................................
G. Penatalaksanaan.........................................................................................................
H. Komplikasi.................................................................................................................
I. Pathway......................................................................................................................
J. Proses Keperawatan ..................................................................................................

Bab III Penutup

A. Kesimpulan................................................................................................................37
B. Saran..........................................................................................................................37

Daftar Pustaka

3|Page
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Chronic Kidney Disease (CKD) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Gagal Ginjal Kronik
(GGK) merupakan merupakan penyakit yang sudah familiar di kalangan masyarakat
Indonesia sebagai penyakit yang tidak dapat disembuhkan (Wahyuningsih, 2020). Penyakit
Chronic Kidney Disease (CKD) didefinisikan sebagai penurunan fungsi ginjal yang ditandai
dengan laju filtrasi glomerulus (LFG) < 60 ml/min/1,73 m2 yang terjadi selama lebih dari 3
bulan atau adanya penanda kerusakan ginjal yang dapat dilihat melalui albuminuria, adanya
abnormalitas sedimen urin, ketidak normalan elektrolit, terdeteksinya abnormalitas ginjal
secara histologi maupun pencitraan (imaging), serta adanya riwayat transplatasi ginjal
(Mahesvara, 2020). Faktor-faktor yang berhubungan dengan meningkatnya kejadian gagal
ginjal kronik antara lain merokok, penggunaan obat analgetic, hipertensi, dan minuman
suplemen berenergi selain itu riwayat penyakit seperti diabetes, hipertensi maupun penyakit
gangguan metabolik lain yang dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal(Restu &
Supadmi2, 2016).

Penyakit gagal ginjal kronis berkontribusi pada beban penyakit dunia dengan angka kematian
sebesar 850.000 jiwa per tahun (World Health Organization (2017) dalam Pongsibidang,
2016) . World Health Organization (2017) melaporkan bahwa pasien yang menderita gagal
ginjal kronis meningkat 50% dari tahun sebelumnya, secara global kejadian gagal ginjal
kronis lebih dari 500 juta orang dan yang harus menjalani hidup dengan bergantung pada cuci
darah (hemodialisis) adalah 1,5 juta orang. Gagal ginjal kronis termasuk 12 penyebab
kematian umum
di dunia, terhitung 1,1 juta kematian akibat gagal ginjal kronis yang telah meningkat
sebanyak 31,7% sejak tahun 2010 hingga 2015 (Wahyuningsih, 2020). Berdasarkan Hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukan bahwa penderita penyakit gagal
ginjal di Indonesia sebesar 3,8 % naik dari 2.0% pada tahun 2013 (Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2018).
Pemerintah provinsi Bali melaporkan penyakit Chronic Kidney Disease (CKD) ini meningkat
setiap tahun nya, pada tahun 2018 pasien dengan gagal ginjal kronis meningkat sebanyak
38,7% (Riskesdas 2018,2019) dan Penyakit ini menempati urutan 1 dalam 10 besar diagnosa
rawat
jalan dan inap pada tahun 2019 di provinsi Bali (Profil Kesehatan Provinsi Bali,
2019).Hemodialisis adalah suatu bentuk terapi dengan mengunakan mesin dialyzer sebagai
bentuk pengganti fungsi ginja (Kusuma et al., 2020). Tujuan dilakukan hemodialisis adalah
untuk mengeluarkan sisa metabolism, protein, gangguan keseimbangan air dan elektrolit
antara
kompartemen larutan dialisat melalui membrane (selaput tipis) semipermiabel yang berfungsi
sebagai ginjal buatan atau biasa disebut dialyzer (Wahyuningsih, 2020). Hemodialisis (HD)
dilakukan 2-3 kali seminggu, dengan rentang waktu tiap tindakan hemodialisis adalah 4-5
jam setiap kali terapi (Relawati et al., 2016). Terapi hemodialisis akan menimbulkan keluhan
tidak nyaman, merasa kelelahan, merasa kedinginan/ kepanasan, gelisah, mual, muntah, tidak

4|Page
mampu rileks bahkan gatal seluruh tubuh (PPNI, 2016). Hal ini akan menyebabkan pasien
mengalami gangguan kebutuhan dasar manusia yaitu gangguan rasa nyaman (PPNI, 2016).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wiliyanarti & Muhith (2019) dengan judul Life
Experience Of Chronic Kidney Diseases Undergoing Hemodialysis Therapy mendapatkan
hasil bahwa dari 7 partisipan yang di gunakan 5 diantaranya mengatakan merasa gatal, lelah
dan merasa tidak nyaman selama menjalankan hemodialisis. Selian itu penelitian yang
dilakukan oleh Nabila Permata et al., (2019) dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Chronic Kidney Disease Dengan Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman Dan Nyaman :
Kecemasan Di RSUD Dr.Moewardi Surakarta mendapatkan hasil bahwa pasien yang
menjalani
hemodialisa mengalami gangguan rasa nyaman.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Ruang Hemodialisa RSUD Sanjiwani
Gianyar sejak tanggal 12 April-30 April 2021 terdapat ±150 pasien CKD stage V yang
melakukan terapi hemodialisis. Dari total jumlah pasien tersebut 70% pasien mengeluh
adanya rasa gatal, Lelah dan nyeri pada saat melakukan terpi hemodialisa.
Dengan uraian di atas, penulis tertarik untuk membuat Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN)
dengan mengangkat judul “Asuhan Keperawatan Gangguan Rasa Nyaman Pada Pasien
Chronic Kidney Disease Stage V On Hemodialisis Di Ruang Hemodialisa RSUD Sanjiwani
Gianyar”.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas penulis mengangkat rumusan masalah “Bagaimanakah


Penyakit ginjal kronik”
C. Manfaat Penulisan

Hasil karya tulis ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan pengetahuan bagi
tenaga kesehatan khususnya perawat mengenai penyakit ginjal kronik.

5|Page
BAB II

Tinjauan Teori

A.Pengertian GGK (Gagal Ginjal Kronik)

Penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Desease) adalah keadaan dimana terjadi penurunan
fungsi ginjal yang cukup berat secara perlahan – lahan (menahun) disebabkan oleh berbagai
penyakit ginjal. Peyakit ini bersifat progresif dan umumnya tidak dapat pulih kembali
(irreversibel). Gejala penyakit ini umumnya adalah tidak ada nafsu makan, mual, muntah,
pusing, sesak nafas, rasa Lelah, edema pada kaki dan tangan serta uremia. Apabila nilai
Glomerulo Filtration Rate (GFR) atau Tes Kliren Kreatinin (TKK) < 25 ml/menit, diberikan
Diet Rendah Protein (Almatsier, 2004).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan faal ginjal yang menahun mengarah pada
kerusakan jaringan ginjal yang tidak reversible dan progresif. Adapun GGT (Gagal Ginjal
Terminal) adalah fase terakhir dari Gagal Ginjal Kronik (GGK) dengan faal ginjal sudah
sangat buruk. Kedua hal tersebut bisa dibedakan dengan tes klirens kreatinin (Irwan, 2016).

B. Etiologi GGK

Etiologi memegang peran penting dalam memperkirakan perjalanan klinis Gagal Ginjal
Kronik (GGK) dan penaggulangannya. Penyebab primer Gagal Ginjal Kronik (GGK) juga
akan mempengaruhi manifestasi klinis yang akan sangat membantu diagnose, contoh: gout
akan menyebabkan nefropati gout. Penyebab terbanyak Gagal Ginjal Kronik (GGK) dewasa
ini adalah nefropati DM,hipertensi, glomerulus nefritis, penyakit ginjal herediter, uropati
obstruki, nefritis
interstitial. Sedangkan di Indonesia, penyebab Gagal Ginjal Kronik (GGK) terbanyak adalah
glomerulus nefritis, infeksi saluran kemih (ISK), batu saluran kencing, nefropati diabetic,
nefrosklerosis hipertensi, ginjal polikistik, dan sebagainya (Irwan, 2016).

C.BIOKIMIA

Pemberian nutrisi yang tepat untuk penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK) sangat perlu
diperhatian untuk menghambat progresifitas kerusakan organ tubuh.Diet yang diberikan
untuk penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK) umumnya berupa (Irwan, 2016; Baradero,
Dayrit dan Siswadi, 2005) :
1. Mencukupi kebutuhan kalori sesuai dengan kegiatan penderita yaitu 35 kalori/ kg BB /
hari. Untuk menghindari katabolisme masukan bahan esensial berupa asam amino esensial
dan lemak esensial.
2. Membatasi metabolit yang harus di ekskresikan oleh ginjal dan memberikan protein yang
cukup untuk kebutuhan pertumbuhan (anak) dan perbaikan jaringan tanopa memberi beban

6|Page
ekskretori pada ginjal
3. Membatasi protein. Protein diberikan sebanyak 1 -1,5 gram / kg BB ideal.
4. Membatasi garam. Garam diberikan sesuai keadaan pasien meliputi ada tidaknya edema.
Garam dapat diberikan sebanyak 1 – 4 gram / hari. Kelebihan NaCl akan mempercepat
terjadinya edema, bila kekurangan NaCl akan menyebabkan hipotensi dan rasa lemah.
5. Membatasi Air. Cairan diberikan sebanyak 500 cc ditambahn urine dan cairan yang hilang
dengan sEcara lain selama 24 jam sebelumnya. Kelebihan air akan tertimbun dan
menyebabkan edema tungkai. Kelebihan air yang mendadak akan menyebankan edema paru
(sesak).
6. Menghindari gangguan elektrolit (K+). Membatasi pemberian buah – buahan yang
mengandung Kalium. Karena bila terjadi hiperkalemi akan menyebabkan aritmia dan fibrilasi
jantung.

D. Tanda dan Gejala

a.Gejala dini : Sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah
tersinggung, depresi. Sakit kepala awalnya pada penyakit CKD memang tidak akan langsung
terasa, namun jika terlalu sering terjadi maka akan mengganggu aktifitas. Penyebabnya
adalah ketika tubuh tidak bisa mendapatkan oksigen dalam jumlah cukup akibat kekurangan
sel darah
merah, bahkan otak juga tidak bisa memiliki kadar oksigen dalam jumlah yang cukup. Sakit
kepala akan menjadi lebih berat jika penderita juga bermasalah dengan anemia.
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia atau mual disertai muntah, nafsu makan turun, nafas
dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan,
pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah. Anoreksia adalah kelainan psikis
yang diderita seseorang berupa kekurangan nafsu makan mesti sebenarnya lapar dan
berselera
terhadap makanan. Gejala mual muntah ini biasanya ditandai dengan bau mulut yang kuat
yang menjadi tidak nyaman, bahkan keinginan muntah bisa bertahan sepanjang waktu hingga
sama sekali tidak bisa makan. Pada nafsu makan turun disebabkan karena penurunan nafsu
makan berlebihan, ginjal yang buruk untuk menyaring semua racun menyebabkan ada banyak
racun dalam tubuh. Racun telah mempengaruhi proses metabolisme dalam tubuh.
c. Manifestasi klinik menurut Smeltzer, S.C. & Bare (2015) antara lain : hipertensi, (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin – angiotensin - aldosteron), gagal
jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat
iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan,
kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
d. Manifestasi klinik menurut Nahas (2010) adalah sebagai berikut:

1) Gangguan kardiovaskuler Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis,
effuse perikardiak dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan
edema. Kondisi bengkak bisa terjadi pada bagian pergelangan kaki, tangan,wajah, dan betis.
Kondisi ini disebabkan ketika tubuh tidak bisa mengeluarkan semua cairan yang menumpuk
dalam tubuh, genjala ini juga sering disertai dengan beberapa tanda seperti rambut yang
rontok terus menerus, berat badan yang turun meskipun terlihat lebih gemuk.
2) Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
7|Page
3) Gangguan gastrointestinal Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan
metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
4) Gangguan musculoskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan), burning feet syndrom
(rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan
hipertropi otot – otot ekstremitas).
5) Gangguan integumen kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
6) Gangguan endokrin
7) Gangguan seksual: libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore.
Gangguan metabolik glukosa, gangguan metabolik lemak dan vitamin D.
8) Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa biasanya retensi garam dan
air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia,
hipomagnesemia, hipokalsemia.
9) System hematologi anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan
fungsi trombosis dan trombositopeni.

E.Patofisiologi Chronic Kidney Disease (CKD)

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya bergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Ginjal mempunyai kemampuan untuk beradaptasi, pengurangan massa ginjal mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai
upaya kompensasi, yang di perantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth
factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, kemudian
terjadi proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang
progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas
aksis reninangiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin
angiotensin-
aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β
(TGF-β) Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas
Penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemi, dislipidemia. (Basuki,
2019).

Pada stadium paling dini penyakit CKD, gejala klinis yang serius belum muncul, terjadi
kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LGF masih normal
atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan, tapi sudah terjadi

8|Page
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi
keluhan pada penderita antara lain penderita merasakan letih dan tidak bertenaga, susah
berkonsentrasi, nafsu makan menurun dan penurunan berat badan, susah tidur, kram otot
pada malam hari, bengkak pada kaki dan pergelangan kaki pada malam hari, kulit gatal dan
kering, sering kencing terutama pada malam hari. Pada LFG di bawah 30% pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan
darah,gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.
Selain itu pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran
cerna, maupun infeksi saluran nafas. Sampai pada LFG
di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal. Di
samping itu, ketika BUN meningkat secara otomatis, dan pasien akan mengalami risiko
kelebihan beban cairan seiring dengan output urin yang makin tidak adekuat.

Pasien dengan CKD mungkin menjadi dehidrasi atau mengalami kelebihan beban cairan
tergantung pada tingkat gagal ginjal. Perubahan metabolik pada gagal ginjal juga
menyebabkan gangguan eksresi BUN dan kreatinin. Kreatinin sebagian dieksresikan oleh
tubulus ginjal dan penurunan fungsi ginjal berdampak pada pembentukan serum kreatinin.
Adanya peningkatan konsentrasi BUN dan kreatinin dalam darah disebut azotemia dan
merupakan salah satu petunjuk gagal ginjal. Perubahan kardiak pada CKD menyebabkan
sejumlah gangguan system kardiovaskuler. Manifestasi umumnya diantaranya anemia,
hipertensi, gagal jantung kongestif, dan perikaraitis, anemia disebabkan oleh penurunan
tingkat eritropetin, penurunan masa hidup sel darah merah akibat dari uremia, defisiensi besi
dan asam laktat dan perdarahan gastrointestinal. Hipertropi terjadi karena peningkatan
tekanan darah akibat overlood cairan dan sodium dan kesalahan fungsi system renin.
Angiostin aldosteron CRF menyebabkan peningkatan beban kerja jantung karena anemia,
hipertensi, dan kelebihan cairan.
Tahap gangguan ginjal antar lain:
b. Tahap 1 : Diminishid Renal Reserve
Tahap ini penurunan fungsi ginjal, tetapi tidak terjadi penumpukan sisasisa metabolik dan
ginjal yang sehat akan melakukan kompensasi terhadap gangguan yang sakit tersebut.
c. Tahap II : Renal Insufficiency (insufisiensi ginjal)
Pada tahap ini dikategorikan ringan apabila 40-80% fungsi normal, sedang apabia 15-140%
fungsi normal dan berat bila fungsi ginjal normal hanya 2-20%. Pada insufisiensi ginjal sisa-
sisa metabolik mulai berakumulasi dalam darah karena jaringan ginjal yang lebih sehat ridak
dapat berkompensasi secara terus menerus terhadap kehilangan fungsi ginjal karena adanya
penyakit tersebut. Tingkat BUN, Kreatinin, asam urat, dan fosfor mengalami peningkatan
tergntung pada tingkat penurunan fungsi ginjal.
d. Tahap III : End Stage Renal Desease (penyakit ginjal tahap lanjut) Sejumlah besar sisa
nitrogen (BUN, Kreatinin) berakumulasi dalam darah dan ginjal tidak mampu
mempertahankan hemostatis. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit terjadi bila segera
dianalisa akan menjadi fatal/ kematian. (Brunner and Sudarth, 2017).

9|Page
F. Pemeriksaan Diagnostik/Pemeriksaan Penunjang

Di dalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan


penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain :
a. Hematologi
b. RFT (Renal Fungsi Test) (Ureum dan Kreatinin)
c. LFT (Liver Fungsi Test)
d. Elektrolit (Klorida, kalium, kalsium)
e. Koagulasi studi PTT, PTTK
f. BGA
1) BUN/ Kreatinin : Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin 10mg/dl
diduga tahap akhir (rendahnya yaitu 5). Hitung darah lengkap : hematokrit menurun, HB
kurang dari 7-8 g/dl.
2) SDM : Waktu hidup menurun pada defisiensi erritripoetin seperti azotemia.
3) AGD : Penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7 : 2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengekskresikan hidrogen dan ammonia atau hasil akhir.
4) Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan seluler
(asidosis) atau pengeluaran jaringan hemolisis SDM pada tahap akhir perubahan EKG tidak
terjadi kalium 6,5 atau lebih besar.
g. Urine rutin
1) Urin khusus : Benda keton, analisa kristal batu
2) Volume : Kurang dari 400ml/jam, oliguri, anuria
3) Warna : Secara abnormal urine keruh, disebabkan bakteri, partikel, koloid dan fosfat.
4) Sedimen : Kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin.
5) Berat jenis : Kurang dari 1.015 (menetap pada 1,015) menunjukkan kerusakan ginjal berat.
h. EKG
Mungkin abnormal untuk menunjukkan keseimbangan elektrolit dan asam basa.
i. Endoskopi ginjal : Dilakukan secara endoskopik untuk menentukkan pelvis ginjal,
pengangkatan tumor selektif
j. USG abdominal
k. CT scan abdominal l. BNO/IVP, FPA
m. Renogram
RPG (Retio Pielografi) katabolisme protein bikarbonat menurun PC02 menurun Untuk
menunjukkan abnormalis pelvis ginjal dan ureter.

G.Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :


a. Konservatif
1) Melakukan pemeriksaan lab darah dan urine
2) Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam. Biasanya diusahakan agar
tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat edema betis ringan. Pengawasan
dilakukan melalui pemantauan berat badan, urine serta pencatatan keseimbangan cairan.
3) Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein). Diet rendah protein (20-240 gr/hr) dan tinggi
kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia serta menurunkan kadar
ereum. Hindari pemasukan berlebih dari kalium dan garam.
4) Kontrol hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam
dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung pada tekanan darah. Sering diperlukan diuretik
10 | P a g e
loop selain obat anti hipertensi.
5) Kontrol ketidak seimbangan elektrolit. Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan
asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia hindari pemasukan kalium yang banyak (batasi
hingga 60 mmol/hr), diuretik hemat kalium, obat-obat yang berhubungan dengan ekskresi
kalium (penghambat ACE dan obat anti inflamasi nonsteroid), asidosis berat, atau
kekurangan
garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi
melalui kalium plasma dan EKG.

b. Dialysis
1) Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan
dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial
Dialysis).
2) Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin.
Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah
maka dilakukan:
a) AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
b) Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung) Tujuannya yaitu
untuk menggantikan fungsi ginjal dalam tubuh fungsi eksresi yaitu membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.

c. Operasi
a) Pengambilan batu
b) Transplantasi ginjal

H.Komplikasi

Secara umum komplikasi pada penyakit ginjal kronis disebabkan oleh berkurangnya
kemampuan ginjal untuk mengekskresikan zat-zat berlebihan dalam tubuh. Zat-zat ini dapat
berupa: urea, kalium, fosfat. Penyebab komplikasi pada ginjal lain adalah berkurangnya
produksi darah akibat kematian jaringan ginjal yang ireversibel yang menyebabkan produksi
eritropoietin yang berkurang. Penyakit-penyakit yang dapat timbul akibat penyakit ginjal
kronis adalah sebagai berikut:
- Sindrom Uremia14: sindrom uremia disebabkan oleh akumulasi urea dalam darah.
Akumulasi ini disebabkan oleh berkurangnya kemampuan ginjal untuk mengekskresikan urea
sehingga urea diabsorbsi kembali ke peredaran darah dan terakumulasi di darah. Penyakit-
penyakit yang dapat ditimbulkan oleh uremia antara lain:
o Sistem Saraf Pusat: kelelahan, gangguan memori, insomnia, nyeri kepala, kebingungan,
ensefalopati (infeksi pada system saraf pusat)
o System saraf perifer: keram, neuropati perifer
o Gastrointestinal: anorexia, mual/muntah, gastroparesis, ulkus gastrointestinal
o Hematologi: anemia, gangguan hemostasis

11 | P a g e
o Kardiovaskular: hipertensi, atherosclerosis, penyakit arteri coroner, pericarditis, edema
pulmonal
o Kulit: gatal-gatal, kulit kering, uremic frost (sekresi urea yang berlebihan melalui kelenjar
keringat)
o Nutrisi: malnutrisi, berat badan menurun, katabolisme otot
- Hypoalbuminemia: hipoalbumin pada darah disebabkan oleh ekskresi albumin yang
berlebihan oleh ginjal yang ditandai dengan proteinuria pada urinalisis. Secara umum gejala
albuminuria ditandai dengan edema pada wajah atau tungkai, dapat terjadi juga edema yang
mengancam nyawa misalnya seperti edema paru.
- Gagal Jantung Kongestif: penyakit ini juga disebut “high-output heart failure” penyakit ini
pada penyakit ginjal kronis disebabkan oleh tingginya volume darah akibat retensi cairan dan
natrium pada ginjal. Peningkatan volume darah menyebabkan jantung tidak dapat memompa
secara adekuat dan menyebabkan gagal jantung.
- Anemia: Anemia pada penyakit ginjal kronis secara umumnya disebabkan oleh penurunan
produksi eritropoietin dalam ginjal dimana eritropoietin berfungsi sebagai hormone untuk
maturasi sel darah merah. Mekanisme lain anemia adalah berkurangnya absorpsi besi dan
asam folat dari pencernaan sehingga terjadi defisiensi besi dan asam folat.
- CKD-MBD (Chronic Kidney Disease-Mineral Bone Disorder)15: merupakan kelainan
tulang yang disebebkan oleh penyakit ginjal kronis yang disebabkan oleh bebebrapa hal:
1. Kelainan pada mineral seperti kalsium, fosfat, dan kelainan pada hormone
paratiroid serta vitamin D:
2. Kelainan pada pembentukan tulang;
3. Kalsifikasi sel-sel vascular

I.Pathway

12 | P a g e
A. Pathways
Obstruksi
Zat toksik Vascular Infeksi saluran kemih

Reaksi antigen Arterio Tertimbun Retensi urin Batu besar&kasar


ant ibodi skerosis ginjal

Suplai darah ginjal


turun Menekan saraf
Iritasi/cidera
perifer
jaringan

GFR turun Nyeri pinggang Hematuria

GGK Anemia

Sekresi protein Restensi NA Sekresi eritropoitin


terganggu turun
Total CES naik
Produksi Hb turun
Sindrom uremia
Tekanan
kapiler naik Suplai nutrisi dalam
Gangguan Urokom tertimbun perpospatamia darah turun
keseimbangan asam di kulit
Volume
basa
interstisial naik Gangguan nutrisi

Produksi asam Perubahan warna Pruritus Oksihemoglobin


Edema
lambung naik kulit turun
Preload naik
Suplai O2 kasar
tutun
Nausea, vomitus Iritasi Gangguan
lambung Beban jantung
integritas
naik
kulit/jaringan Intoleransi aktivitas
Hipertrovi

Gastritis Hematemesis ventrikel kiri


melena Perfusi perifer tidak
Mual, muntah Resiko penurunan Payah jantung efektif

Anemia curah jantung


Defisit nutrisi
Keletihan Bendungan
COP turun
atrium kiri naik

13 | P a g e
A. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Alam pengkajian semua data
dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien saat ini.Pengkajian harus
dilakukan secara komperhensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, social, maupun spiritual
klien. (Asmadi, 2008) Data dasar pengkajian menurut Doengoes, 2000 adalah: 2.2.1.1
Aktivitas/istirahat Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaiase, gangguan tidur
(insomnia/gelisah/somnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentan gerak.

2. Sirkulasi

Riwayat hipertensi lama/berat, hipertensi, DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum, dan pitting pada
kaki, telapak tangan, disritmia jantung.Nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia,
yang jarang pada penyakit tahap akhir. Friction rub pericardial (respon terhadap akumulasi sisa).
Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.Kecenderungan perdarahan.

3. Integritas

ego Faktor stres, contoh finansial, hubungan dan sebagainya.Perasaan tidak berdaya, tak ada
harapan, tidak ada kekuatan, menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.

4. Eliminasi

Penurunan frekuensi urine, oliguria, urinaria (gagal tahap lanjut).Abdomen kembung,


diare/konstipasi, perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan.Oliguria,
dapat menjadi anuria.

5. Makanan/cairan

Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi).Anoreksia, nyeri ulu
hati, mual / muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan ammonia), Penggunaan
diuretik, distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir). Perubahan turgor
kulit/kelembapan..Edema (umum, tergantung).Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah.Penurunan otot,
penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.

6. Neurosensori

Sakit kepala, penglihatan kabur.Kram otot/kejang, sindrom “kaki gelisah”, kebas terasa terbakar
pada telapak kaki. Kebas/kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah (neuropati
perifer), gangguan status mental, contoh: penurunan lapang pandang perhatian, ketidak mampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma. Penurunan
DTR. Tanda chvostek dan Trousseau positif.Kejang, fasikulsi otot, aktifitas kejang.Rambut tipis, kuku
rapuh dan tipis.

7. Nyeri/kenyamanan

Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk saat malam hari), perilaku
hati-hati/distraksi, gelisah.

14 | P a g e
8. Pernafasan Nafas pendek, dispnea, nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum kental
dan banyak.Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi atau kedalaman (pernapasan kausmal).Batuk
produktif dengan sputum merahmudaencer (edema paru).

9. Keamanan

Kulit gatal.Ada/berulangnya infeksi.Pruritus.Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara


actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu lebih rendah dari normal (efek
PGK/depresi respon imun).Patekie, area ekimosis pada kulit.Fraktur tulang, defosit fosfat kalsium
(klasifikasi metastatik).Pada kulit, jaringan lunak, sendi, keterbatasan gerak sendi.

10. Seksualitas

Penurunan libido, amenore, infertilitas.

11. Interaksi Sosial

Kesulitan menentukan kondisi, contoh: tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran,
biasanya dalam keluarga

12. Penyuluhan/Pembelajaran

Riwayat DM, keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus
urinaria, malignansi. Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan. Penggunaan
antibiotik nefrotoksik atau berulang

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan adalah penilaian klinik tentang respons individu, keluarga, atau komunitas
terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual atau potensial, diagnosa Keperawatan
memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan
tanggung jawab perawat.(Allen, 1998). Setelah dilakukan pengkajian kemungkinan diagnosa yang
akan muncul pada klien dengan penyakit ginjal kronik menurut Nurarif, 2015.

3. Gangguan pertukaran

gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, perubahan membran alveolusi kapiler

4. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi hb

5. Defisit nutrisi b.d kurangnya asupan makanan

6. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan cairan, kelebihan asupan
natrium

7. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

8. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis

9. Gangguan integritas kulit b.d kelebihan volume cairan, sindrom uremia

10. Intervensi

Tahap intervensi memberikan kesempatan kepada perawat, klien, keluarga, dan orang terdekat
untuk merumuskan rencana tindakan yang bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah klien.
Dalam intervensi terdapat empat komponen tahap perencanaan, yaitu: membuat prioritas urutan

15 | P a g e
diagnose keperawatan, membuat kriteria hasil, menulis instruksi keperawatan, dan menulis rencana
asuhan keperawatan (Allen, 1998).

B.Perumusan Diagnosa Keperawatan


Menurut Carpenito (2000) dalam Nursalam (2009), diagnosa keperawatan adalah
suatu pernyataanyang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko
perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas
dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan mengubah.

C.Tabel perencanaan keperawatan


NO Diagnosa (SDKI) Tujuan & Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
1 oksigen. Gejala dan tanda - Saturasi oksigen meningkat - Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
mayor Subjektif: 1. - Kemudahan dalam melakukan selama melakukan aktivitas Terapeutik
Mengeluh lelah Objektif: aktivitas seharihari meningkat - Sediakan lingkungan nyaman dan
1. Frekuensi jantung - Kecepatan berjalan meningkat rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
meningkat >20% dari - Jarak berjalan meningkat kunjungan)
kondisi istirahat Gejala - Kekuatan tubuh bagian atas - Lakukan latihan rentang gerak pasin
dan tanda minor meningkat dan/atau aktif
Subjektif: 1. Dispnea - Kekuatan tubuh bagian bawah - Berikan aktivitas distraksi yang
saat/setelah aktivitas 2. meningkat menenangkan
Merasa tidak nyaman - Toleransi dalam menaiki tangga - Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,
setelah beraktivitas 3. meningkat jika tidak dapat berpindah atau
Merasa lemah - Keluhan lelah berjalan Edukasi
Objektif: - Dipsnea saat aktivitas menurun - Anjurkan tirah baring
1. Tekanan darah - Dipsnea setelah aktivitas - Anjurkan melakukkan aktivitas
berubah >20% dari menurun secara bertahap
kondisi istirahat 2. - Perasaan lemah menurun - Anjurkan menghubungi perawat jika
Gambaran EKG - Aritmia saat beraktivitas menurun tanda dan gejala kelelahan tidak
menunjukkan aritmia - Aritmia setelah beraktivitas berkurang
saat/setelah aktivitas 3. menurun - Ajarkan strategi koping untuk
Gambaran EKG - Sianosis menurun - Warna kulit mengurangi kelelahan Kolaborasi
menunjukkan iskemia 4. membaik - Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
Sianosis - Tekanan darah membaik cara meningkatkan asupan makanan
- Frekuensi napas membaik I.05186 Terapi Aktivitas Observasi
- EKG Iskemia membaik - Identifikasi defisit tingkat aktivitas
- Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
- Identifikasi sumber daya untuk
aktivitas yang diinginkan
- Identifikasi strategi meningkatkan
partisipasi dalam aktivitas
- Identifikasi makna aktivitas rutin
(mis. bekerja) dan waktu luang
- Monitor respons emosional, fisik,
sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
Terapeutik

16 | P a g e
- Fasilitasi fokus pada kemampuan,
buka defisit yang dialami
- Sepakati komitmen untuk
meningkatkan frekuensi dan rentang
aktivitas
- Fasilitasi memilih aktivitas dan
tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan fisik,
psikologis, dan social
- Koordinasikan pemilihan aktivitas
sesuai usia
- Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
- Fasilitasi transportasi untuk
menghadiri aktivitas, jika sesuai
- Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan untuk
mengakomodasi aktivitas yang dipilih
- Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis.
Ambulasi, mobilisasi, dan perawatan
diri), sesuai kebutuhan
- Fasilitasi ativitas pengganti saat
mengalami keterbatasan waktu,
energi, atau gerak
- Fasilitasi aktivitas motorik kasar
untuk pasien hiperaktif
- Tingkatan aktivitas fisik untuk
memelihara berat badan, jika sesuai
- Fasilitasi aktivitas motorik untuk
merelaksasi otot
- Fasilitasi aktivitas dengan komonen
memori implisit dan emosional (mis.
kegiatan keagamaan khusus) untuk
pasien demensia
- Libatkan dalam permainan
kelompok yang tidak kompetitif,
terstruktur, dan aktif
- Tingkatkan keterlibatan dalam
aktivitas rekreasi dan diversifikasi
untuk menurunkan kecemasan (mis.
vocal group, bola voli, tenis meja,
jogging, berenang, tugas sederhana,
permainan sederhana, tugas rutin,
tugas rumah tangga, perawatan diri,
dan teka-teki dan kartu)
- Libatkan keluarga dalam aktivitas,
jika perlu
- Fasilitasi mengembangkan motivasi
dan penguatan diri
- Fasilitasi pasien dan keluarga
memantau kemajuannya sendiri untuk
mencapai tujuan

17 | P a g e
- Jadwalkan aktvitas dalam rutinitas
sehari-hari
- Berikan penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas Edukasi
- Jelaskan metode aktivitas fisik sehari
-hari, jika perlu - Ajarkan cara
melakukan aktivitas yang dipilih
- Anjurkan melakukan aktivitas fisik,
sosial, spiritual, dan kognitif dalam
menjaga fungsi dan kesehatan
- Anjurkan terlibat dalam aktivitas
kelompok atau terapi, jika sesuai
- Anjutkan keluarga untuk memberi
penguatan positif atas partisipasi
dalam aktivitas Kolaborasi
- Kolaborasi dengan terapi okupasi
dalam merencanakan dan memonitor
program aktivitas, jika sesuai
- Rujuk pada pusat atau program
aktivitas komunitas, jika perlu
2 Perfusi perifer tidak Perfusi Perifer Ekspektasi: Perawatan Sirkulasi Observasi
efektif berhubungan meningkat Kriteria hasil: - Periksa sirkulasi periver (mis. Nadi
dengan penurunan - Denyut nadi perifer meningkat perifer, edema, pengisian kapiler,
konsentrasi hemoglobin. - Penyembuhan luka meningkat warna, suhu, ankle brachial index)
Gejala dan tanda mayor Sensasi meningkat - Identifikasi faktor resiko gangguan
Subjektif: (tidak tersedia) - Warna kulit pucat menurun sirkulasi ( mis. Diabetes, perokok,
Objektif: - Edema perifer menurun orang tua hipertensi dan kadar
1. Pengisian kapiler >3 - Nyeri ekstremitas menurun kolestrol tinggi)
detik - Parastesia menurun - Monitor panans, kemerahan, nyeri
2. Nadi perifer menurun - Kelemahan otot menurun atau bengkak pada ekstermitas
atau tidak teraba - Kram otot menurun Teraupetik
3. Akral teraba dingin - Bruit femoralis menurun - Hindari pemasangan infus atau
4. Warna kulit pucat - Nekrosis menurun pengambilan darah di daerah
5. Turgor kulit menurun - Pengisian kapiler membaik keterbatasan perfusi
Gejala dan tanda minor - Akral membaik - Hindari pengukuran tekanan darah
Subjektif: - Turgor kulit membaik pada ekstermitas dengan
1. Parastesia - Tekanan darah sistolik membaik keterbatasan perfusi
2. Nyeri ekstremitas - Tekanan darah diastolik membaik - Hindari penekanan dan pemasangan
(klaudikasi intermiten) - Tekanan arteri rata-rata membaik tourniquet pada area yang cidera
Objektif: - Indeks anklebrachial membaik - Lakukan pencegahan infeksi
1. Edema - Lakukan perawatan kaki dan kuku
2. Penyembuhan luka Edukasi - Anjurkan berhenti merokok
lambat - Anjurkan berolah raga rutin
3. Indeks anklebrachial - Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
- Anjurkan minum obat pengontrol
tekanan darah, antikoagulan,dan
penurun kolestrol, jika perlu
- Anjurkan minum obat pengontrl
tekanan darah secara teratur
- Anjurkan menggunakan obat

18 | P a g e
penyekat beta
- Ajarkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi ( mis. Rendah
lemak jenuh, minyak ikam omega 3)
- Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan (mis.
Raasa sakit yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya
rasa) I.06195 Manajemen Sensasi
Perifer Observasi
- Identifikasi penyebab perubahan
sensasi
- Identifikasi penggunaan alat
pengikat, prosthesis, sepatu, dan
pakaian
- Periksa perbedaan sensasi tajam dan
tumpul
- Periksa perbedaan sensasi panas
dan dingin
- Periksa kemampuan mengidentifikasi
lokasi dan tekstur benda
- Monitor terjadinya parestesia, jika
perlu
- Monitor perubahan kulit
- Monitor adanya tromboflebitis dan
tromboemboli vena Teraupetik
- Hindari pemakaian benda-benda
yang berlebihan suhunya (terlalu
panas atau dingin) Edukasi
- Anjurkan penggunaan thermometer
untuk menguji suhu air
- Anjurkan penggunaan sarung tangan
termal saat memasak
- Anjurkan memakai sepatu lembut
dan bertumit rendah Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgesik, jika
perlu - Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu
3 Defisit nutrisi Status Nutrisi Ekspektasi: membaik Manajemen Nutrisi Observasi
berhubungan dengan Kriteria hasil: - Identifikasi status nutrisi
kurangnya asupan - Porsi makanan yang dihabiskan - Identifikasi alergi dan intoleransi
makanan. Gejala dan meningkat makanan
tanda mayor Subjektif: - Kekuatan otot pengunyah - Identifikasi makanan yang disukai
(tidak tersedia) Objektif: meningkat - Identifikasi kebutuhan kalori dan
1. Berat badan menurun - Kekuatan otot menelan jenis nutrient
minimal 10% di bawah meningkat - Monitor asupan makanan - Monitor
rentang ideal Gejala dan - Serum albumin meningkat berat badan
tanda minor Subjektif: - Verbalisasi keinginan untuk - Monitor hasil pemeriksaan
1. Cepat kenyang setelah meningkatkan nutrisi meningkat laboratorium Teraupetik
makan - Pengetahuan tentang pilihan - Lakukaoral hygiene sebelum makan,
2. Kram/nyeri abdomen makanan yang sehat meningkat jika perlu

19 | P a g e
3. Nafsu makan menurun - Pengetahuan tentang pilihan - Fasilitasi menentukan pedooman
Objektif: minuman yang sehat meningkat diet (mis. Piramida makanan)
1. Bising usus hiperaktif - Pengetahuan tentang standar - Sajikan makanan secara menarik dan
2. Otot pengunyah lemah asupan nutrisi yang tepat suhu yang sesuai
3. Otot menelan lemah meningkat - Berikan makanantinggi serat untuk
4. Membran mukosa - Penyiapan dan penyimpanan mencegah konstipasi
pucat makanan yang aman meningkat - Berikan makanan tinggi kalori dan
5. Sariawan - Penyiapan dan penyimpanan tinggi protein
6. Serum albumin turun minuman yang aman meningkat - Berikan makanan rendah protein
7. Rambut rontok - Sikap terhadap Edukasi
berlebihan makanan/minuman sesuai dengan - Anjurkan posisi dusuk, jika mampu
8. Diare tujuan kesehatan meningkat - Anjurkan diet yang diprogramkan
- Perasaan cepat kenyang Kolaborasi
menurun - Kolaborasi pemberian medikasi
- Nyeri abdomen menurun sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
- Sariawan menurun antiemetic), jika perlu
- Rambut rontok menurun - Kolaborasi dengan ahli gizi
- Diare menurun menentukan jumlah kalori dan jenis
- Berat badan membaik nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
- Indeks Massa Tubuh (IMT) I03136 Promosi Berat Badan Observasi
membaik - Identifikasi kemungkinan penyebab
- Frekuensi makan membaik BB kurang
- Nafsu makan membaik - Monitor adanya mual muntah
- Bising usus membaik - Monitor jumlah kalori yang
- Tebal lipatan kulit trisep membaik dikonsumsi sehari-hari
- Membran mukosa membaik - Monitor berat badan
menurun - Monitor albumin, limfosit, dan
- Diare menurun elektrolit serum Teraupetik
- Berat badan membaik - Berikan perawatan mulut sebelum
- Indeks Massa Tubuh (IMT) pemberian makan, jika perlu
membaik - Sediakan makanan yang tepat sesuai
- Frekuensi makan membaik kondisi pasien (mis. Makanan dengan
- Nafsu makan membaik tekstur halus,makanan yang
- Bising usus membaik diblender, makanan cair yang
- Tebal lipatan kulit trisep diberikan melalui NGT atau
membaik gastrostomy, total parenteral nutrition
- Membran mukosa membaik sesuai indikasi)
- Hidangkan makanan secara menarik
- Berikan suplemen, jika perlu
- Berikan pujian pada pasien/keluarga
untuk peningkatan yang dicapai
Edukasi - Jelaskan jenis makanan yang
bergizi tinggi, namun tetap terjangkau
- Jelaskan peningkatan asupan kalori
yang dibutuhkan
4 Hipervolemia Keseimbangan Cairan Ekspektasi: Manajemen Hipervolemia Observasi
berhubungan dengan meningkat Kriteria hasil: - Periksa tanda dan gejala
gangguan mekanisme - Asupan cairan meningkat hipervolemia (mis. Ortopnea, dispnea,
regulasi, kelebihan - Haluaran urin meningkat edema, JVP/CVP meningkat, refleks
asupan cairan, kelebihan - Kelembaban membran mukosa hepatojugular positif, suara npas
asupan natrium. Gejala meningkat tambahan)

20 | P a g e
dan tanda mayor - Asupan makanan meningkat - Identifikasi penyebab hypervolemia
Subjektif: - Edema menurun - Monitor status hemodinamik (mis.
1. Ortopnea - Dehidrasi menurun frekuensi jantung, tekanan darah,
2. Dispnea - Asites menurun MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, CI), jika
3. Paroxysmal nocturnal - Konfusi menurun tersedia
dyspnea (PND) Objektif: - Tekanan darah membaik - Monitor intake dan output cairan
1. Edema anasarka - Denyut nadi radial membaik - Monitor tanda hemokonsentrasi
dan/atau edema perifer - Tekanan arteri ratarata membaik (mis. kadar natrium, BUN, hematokrit,
2. Berat badan meningkat - Membran mukosa membaik berat jenis urine)
dalam waktu singkat - Mata cekung membaik - Monitor tanda peningkatan tekanan
3. Jugular Venous - Turgor kulit membaik - Berat onkotik plasma (mis. kadar protein
Pressure (JVP) dan/atau badan membaik dan albumin meningkat)
Central Venous Pressure - Monitor keceptan infus secara ketat
(CVP)meningkat - Monitor efek samping diuretik (mis.
4. Refleks hepatojugular Hipotensi ortostatik, hipovolemia,
positif Gejala dan tanda hipokalemia, hiponatremia)
minor Subjektif: (tidak Terapeutik
tersedia) Objektif: - Timbang berat badan setiap hari
1. Distensi vena jugularis pada waktu yang sama
2. Terdengar suara napas - Batasi asupan cairan dan garam
tambahan - Tinggikan kepala tempat tidur 30-
3. Hepatomegali 40° Edukasi
4. Kadar Hb/Ht turun - Anjurkan melapor jika haluaran urin
5. Oliguria < 0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam
6. Intake lebih banyak - Anjurkan melapor jika BB bertambah
dari output (balans cairan > 1 kg dalam sehari
positif) - Ajarkan cara mengukur dan
7. Kongesti paru mencatat asupan dan haluaran cairan
- Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretic
Kolaborasi penggantian kehilangan
kalium akibat diuretic
- Kolaborasi pemberian continous
renal replacement therapy (CRRT), jika
perlu I.03121 Pemantauan Cairan
Observasi
- Monitor frekuensi dan kekuatas nadi
- Monitor frekuensi napas
- Monitor tekanan darah
- Monitor berat badan
- Monitor waktu pengisian kapiler
- Monitor elastisitas atau turgor kulit
- Monitor jumlah, warna dan berat
jenis urine
- Monitor kadar albumin dan protein
total
- Monitor hasil pemeriksaan serum
(mis. osmolaritas serum, hematokrit,
natrium, kalium, BUN)
- Monitor intake dan output cairan

21 | P a g e
- Identifikasi tanda-tanda hipovolemia
(mis. frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah
menurun, tekanan nadi menyempit,
turgor kulit menurun, membran
mukosa kering, volume urin menurun,
hematokrit meningkat, haus, lemah,
konsentrasi urine meningkat, berat
badan menurun dalam waktu singkat)
- Identifikasi tanda-tanda hipervolemia
(mis. dispnea, edema perifer, edema
anasarka, JVP meningkat, CVP
meningkat, refleks hepatojugular
positif, berat badan menurun dalam
waktu singkat)
- Identifikasi faktor risiko
ketidakseimbangan cairan (mis.
Prosedur pembedahan mayor,
trauma/perdarahan, luka bakar,
aferesis, obstruksi intestinal,
peradangan pankreas, penyakit ginjal
dan kelenjar, disfungsi intestinal)
Terapeutik
- Atur interval waktu pemantauan
sesuai dengan kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
5 Intoleransi aktivitas Toleransi Aktivitas Ekspektasi: Toleransi Aktivitas Ekspektasi:
berhubungan dengan meningkat Kriteria hasil: meningkat Kriteria hasil:
ketidakseimbanga n - Frekuensi nadi meningkat - Frekuensi nadi meningkat
antara suplai dan - Saturasi oksigen meningkat - Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
kebutuhan oksigen. - Kemudahan dalam melakukan selama melakukan aktivitas Terapeutik
Gejala dan tanda mayor aktivitas seharihari meningkat - Sediakan lingkungan nyaman dan
Subjektif: - Kecepatan berjalan meningkat rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
1. Mengeluh lelah - Jarak berjalan meningkat kunjungan)
Objektif: - Kekuatan tubuh bagian atas - Lakukan latihan rentang gerak pasin
1. Frekuensi jantung meningkat dan/atau aktif
meningkat >20% dari - Kekuatan tubuh bagian bawah - Berikan aktivitas distraksi yang
kondisi istirahat Gejala meningkat menenangkan
dan tanda minor - Toleransi dalam menaiki tangga - Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,
Subjektif: meningkat jika tidak dapat berpindah atau
1. Dispnea saat/setelah - Keluhan lelah berjalan Edukasi
aktivitas - Dipsnea saat aktivitas menurun - Anjurkan tirah baring
2. Merasa tidak nyaman - Dipsnea setelah aktivitas - Anjurkan melakukkan aktivitas
setelah beraktivitas menurun secara bertahap
3. Merasa lemah Objektif: - Perasaan lemah menurun - Anjurkan menghubungi perawat jika
1. Tekanan darah - Aritmia saat beraktivitas menurun tanda dan gejala kelelahan tidak

22 | P a g e
berubah >20% dari - Aritmia setelah beraktivitas berkurang
kondisi istirahat menurun - Sianosis menurun - Ajarkan strategi koping untuk
2. Gambaran EKG - Warna kulit membaik mengurangi kelelahan Kolaborasi
menunjukkan aritmia - Tekanan darah membaik - Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
saat/setelah aktivitas - Frekuensi napas membaik cara meningkatkan asupan makanan
3. Gambaran EKG - EKG Iskemia membaik I.05186 Terapi Aktivitas Observasi
menunjukkan iskemia - Identifikasi defisit tingkat aktivitas
4. Sianosis - Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
- Identifikasi sumber daya untuk
aktivitas yang diinginkan
- Identifikasi strategi meningkatkan
partisipasi dalam aktivitas - Identifikasi
makna aktivitas rutin (mis. bekerja)
dan waktu luang
- Monitor respons emosional, fisik,
sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
Terapeutik
- Fasilitasi fokus pada kemampuan,
buka defisit yang dialami
- Sepakati komitmen untuk
meningkatkan frekuensi dan rentang
aktivitas
- Fasilitasi memilih aktivitas dan
tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan fisik,
psikologis, dan sosial
- Koordinasikan pemilihan aktivitas
sesuai usia
- Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
- Fasilitasi transportasi untuk
menghadiri aktivitas, jika sesuai
- Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan untuk

D. PENDIDIKAN KESEHATAN DAN PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER, DAN TERSIER

1. Pencegahan Primer
Pencegahan dalam arti sebenarnya, terjadi sebelum sakit dan diaplikasikan kepada populasi
yang sehat pada umumnya.Pencegahan primer ini mencakup identifikasi faktor-faktor
terjadinya penyakit, kegiatan-kegiatan promosi kesehatan dan pendidikan dalam komunitas.
Pencegahan ini mencakup kegiatan peningkatan kesehatan pada umumnya dan perlindungan
khusus terhadap penyakit seperti simulasi dan bimbingan dini dalam kesehatan keluarga,
asuhan anak dan balita, imunisasi, penyuluhan gizi dan balita, penyuluhan pencegahan
terhadap kecelakaan, asuhan prenatal, pelayanan KB, perlindungan gigi dan lain- lain.
2. Pencegahan Sekunder
Universitas Sumatera Utara Adalah intervensi atau kegiatan yang dilakukan pada saat terjadi
perubahan derajat kesehatan masyarakat dan ditemukan masalah kesehatan. Pencegahan
sekunder menekankan pada diagnosaa dini, intervensi yang tepat untuk menghambat proses

23 | P a g e
penyakit sehingga memperpendek waktu sakit dan tingkat keparahan atau tingkat keseriusan
penyakit, contohnya mengkaji keterbelakangan tumbuh kembang anak, memotivasi keluarga
untuk melakukan pemeriksaan kesehatan berkala termasuk gigi dan mata pada balita.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersierpada tingkat pencegahan ini adalah mempertahankan kesehatan setelah
terjadinya gangguan beberapa system tubuh, yaitu pada saat- saat atau terjadii
ketidakmampuan sampai stabil atau menetap dan tidak dapat diperbaiki irreversible.
Rehabilitasi sebagai tujuan, pencegahan tersiertidak hanya untuk menghambat proses
penyakitnya tetapi juga mengembalikan individu kepada tingkat fungsi yang optimal dari
ketidakmampuannya, contoh perawat mengajarkan kepada keluarga untuk melakukan latihan
nafas dalam, mengajarkan batuk efektif.
e. Peran Perawat Profesional

Peran perawat profesional adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai dengan kedudukannya dalam sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan
sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran bentuk dari perilaku yang
diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu (Ali H.Z, 2002:43)

1. Keandalan (reliability). Yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera,
akurat dan memuaskan, jujur, aman, tepat waktu, ketersediaan. Keseluruhan ini berhubungan
dengan kepercayaan terhadap pelayanan dalam kaitannya dengan waktu.

2. Ketanggapan (responsiveness). Yaitu keinginan para pegawai atau karyawan membantu


konsumen dan memberikan pelayanan itu dengan tanggap terhadap kebutuhan konsumen, cepat
memperhatikan dan mengatasi kebutuhan-kebutuhan.

3. Jaminan (assurance). Mencangkup kemampuan, pengetahuan, kesopanan dan sifat dapat


dipercaya yang dimiliki pada karyawan, bebas dari bahaya, resiko, keragu-raguan, memiliki
kompetensi, percaya diri dan menimbulkan keyakinan kebenaran (obyektif).

4. Empati atau kepedulian (emphaty), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi
yang baik dan memahami kebutuhan konsumen yang terwujud dalam penuh perhatian terhadap
setiap konsumen, melayani konsumen dengan ramah dan menarik, memahami aspirasi konsumen,
berkomunikasi yang baik dan benar serta bersikap dengan penuh simpati.

5. Bukti langsung atau berujud (tangibles). Meliputi fasilitas fisik, peralatan pegawai, kebersihan
(kesehatan), ruangan baik teratur rapi, berpakaian rapi dan harmonis, penampilan karyawan atau
peralatannya dan alat komunikasi.

6. Pemberi Asuahan Keperawatan Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu pasien
mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan. Perawat memfokuskan asuahan
pada kebutuhan kesehatan pasien secara holistic, meliputi upaya untuk mengembalikan kesehatan
emosi, spiritual dan sosial. Pemberi asuhan memberikan bantuan kepada pasien dan keluarga
dengan menggunakan energi dan waktu yang minimal.

7. Pembuatan Keputusan Klinis Membuat keputusan klinis adalah inti pada praktik keperawatan.
Untuk memberikan perawatan yang efektif, perawat menggunakan keahliannya befikir kritis melalui
proses keperawatan. Sebelum mengambil tindakan keperawatan, baik dalam pengkajian kondisi
klien, pemberian perawatan, dan mengevaluasi hasil, perawat menyusun rencana tindakan dengan
menetapkan pendekatan terbaik bagi klien. Perawat membuat keputusan sendiri atau berkolaborasi

24 | P a g e
dengan klien dan keluarga. Dalam setiap situasi seperti ini, perawat bekerja sama, dan berkonsultasi
dengan pemberi perawatan kesehatan professional lainnya.

JURNAL
LIFE EXPERIENCE OF CHRONIC KIDNEY DISEASES UNDERGOING
HEMODIALYSIS THERAPY
Riwayat Artikel:
NurseLine Journal Vol. 4 No. 1 Mei 2019: 54-60
ABSTRACK
Insiden penyakit gagal ginjal meningkat sepanjang tahun. Hemodialisis merupakan terapi
pendungkung keberlangsungan dari penyakit gagal ginjal kronis. Terapi ini dapat
memperpanjang usia pasien namun tidak bisa mengembalikan fungsi ginjal seutuhnya.
Desain penelitian merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan metode diskriptif
phenomenology. Hasil penelitian menemukan 5 tema yaitu: pengetahuan tentang terapi
haemodialysis, dampak terapi hemodialisis, mekanisme koping selama terapi, dukungan
keluarga selama terapi, harapan pasien gagal ginjal kronis dengan hemodialisis.
Kata kunci: pasien gagal ginjal kronik pengalaman hidup terapi hemodialisis
PENDAHULUAN
Penyakit ginjal merupakan salah satu isu kesehatan dunia dengan beban pembiayaan yang
tinggi. Ditemukannya urium pada darah merupakan salah satu tanda dan gejala dari penyakit
gangguan pada ginjal. Uremia merupakan akibat dari ketidak mampuan tubuh untuk menjaga
metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit yang dikarenakan adanya gangguan
pada fungsi ginjal yang bersifat progresif dan irreversible (Smeltzer, et al, 2010; Kemenkes,
2018). Insiden penyakit gagal ginjal meningkat setiap tahun dan menjadi masalah kesehatan
utama pada seluruh dunia, terjadinya penyaki gagal ginjal merupakam resiko kejadian
penyakit jantung dan pembuluh darah serta meningkatkan angka kesakitan dan kematian
(Setyaningsih, 2013). Sekitar 1 dari 10 populasi dunia teridentifikasi mengalami penyakit
ginjal kronis (PGK). Hasil studi systematic review dan meta analisys yang dilakukan oleh
Hill dkk (2016) menunjukkan 13,4% penduduk dunia menderita PGK. BPJS kesehatan
Indonesia, penyakit ginjal merupakan penyakit yang berada pada urutan kedua setelah
penyakit jantung dalam perihal pembiayaan, data pusat pembiayaan dan jaminan Kesehatan
menunjukkan biaya meningkat dari tahun 2014 sampai dengan 2016 sampai dengan 13,3
Triulyun. Hasil Riset Kesehatan dasar (2013) menuliskan bahwa angka kejadian penduduk
Indonesia yang menderita gagal ginjal sebanyak 2 per 1000 penduduk, dan angka kejadian
penderita batu ginjal 0,6%. Prevalensi tertinggi di Sulawesi Tengah yaitu 0,5% (Kemenkes,
2018). Berdasarkan data dalam Riskesdas (2013), pasien berusia >=75 tahun menduduki
ranking teratas untuk kelompok pasien gagal ginjal kronis (GGK), yaitu sebesar 0,6% lebih
tinggi dari kelompok usia yang lainnya. Sedangkan pada kelompok menurut jenis kelamin,
prevalensi pria penderita GKK di Indonesia sebesar 0,3 persen dimana angka ini lebih tinggi
jika dibandingkan dengan penderita GKK pada wanita yaitu 0,2%.

25 | P a g e
Hemodialisa merupakan tindakan pengobatan yang dilakukan pada pasien GGK supaya
mampu bertahan hidup. Namun demikian, tindakan tersebut mempunyai efek samping pada
kondisi fisik serta psikologis pendetita GGK (Kemenkes, 2018). Haemodialisa merupakan
pengobatan (replacement treatment) pada penderita gagal ginjal kronik stadium terminal, jadi
fungsi ginjal digantikan oleh alat yang disebut dyalizer (artifical kidney), pada dialyzer ini
terjadi proses pemindahan zat-zat terlarut dalam darah kedalam cairan dialisa atau sebaliknya.
Hamodialisa adalah suatu proses dimana komposisi solute darah diubah oleh larutan lain
melalui membran semi permiabel, hemodialisa terbukti sangat bermanfaat dan meningkatkan
kualitas hidup pasien (Brunner & Suddarth, 2005; Wijaya, 2013). Pada umumnya
hemodialisa pada pasien GKK dilakukan 1 atau 2 kali seminggu dan sekurang-kurangnya
berlangsung selama 3 bulan secara berkelanjutan. Beberapa dampak atau resiko hemodialisa
harus dihadapi oleh pasien GGK mengingat tindakan ini merupakan salah satu tindakan yang
juga bermanfaat dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (Brunner & Suddarth,
2005). Beberapa kejadian adanya penyakit penyerta setelah mengalami gangguan ginjal pada
pasien GGK yang menjalani hemodialisa tidak dapat dihindari, dimana komplikasi tersebut
dapat menimbulkan ketidak nyamanan, meningkatkan stress kecemasan dan berdampak
buruk pada domain kualitas hidup pasien termasuk didalamnya dinamika keluarga
(Freadman, 2010). Perubahan kondisi pada pasien dan keluarganya tentu berpengaruh
terhadap kualitas hidup pasien GGK. Oleh karena itu dukungan dari teman, tetangga, dan
masyarakat sekitarnya untuk pasien GGK menjadi sangat penting. Dukungan serta hubungan
sosial yang positif mempunyai dampak yang baik pada perilaku, psikososial dan fisiologis
pasien. Terbentuknya lingkungan sosial yang sehat disekitar pasien akan memiliki dampak
pada kesehatan yang semakin baik pada pasien GGK sehingga membantu dalam
keberlangsungan kesehatan pasien.
METODE
Peneliti dalam penelitian ini berusaha untuk memahami situasi, kondisi, interaksi sosial pada
pasien GGK. Penelitian kualitatif yang telah kami lakukan bertujuan mendapatkan gambaran
umum pasien GGK dengan menitik beratkan pada aspek pemotretan pengalaman individu
dalam kehidupan sehari-hari dimana data diambil melalui wawancara dan observasi pada
partisipan. Selain individu penderita GGK dengan masa pengobatan haemodialysis, dalam
penelitian ini juga menggunakan partisipan pendukung yaitu keluarga sebagai individu-
individu yang ada disekitar pasien GGK tersebut. Beberapa foto selama kegiatan berlangsung
telah diambil peneliti sebagai dokumen tidak tertulis dan data riwayat catatan medis telah
diperoleh dari hasil studi dokumen. Riwayat catatan medis digunakan untuk mendapatkan
informasi dari setiap partisipan untuk mengetahui lama pengobatan serta informasi perihal
proses pengobatan yang sudah ataupun yang sedang dijalani saat ini. Tape recorder
digunakan untuk merekam dan field note telah digunakan untuk mencatat percakapan terkait
pengalaman, proses pikir, dan perasaan-perasaan yang pasien GGK alami dan makna dalam
menjalani pengobatan haemodialisis antara peneliti dan partisipan selama proses wawancara.
Pengumpulan data dalam penelitian ini telah dilakukan oleh peneliti dan melalui beberapa
tahapan analisis data menurut Leininger telah digunakan dalam penelitian ini (Leininger,
2005).
HASIL

26 | P a g e
Penelitian yang dilakukan kepada 7 partisipan menunjukkan bahwa usia partisipan yaitu 45-
65 tahun, Jenis kelamin 4 orang partisipan laki-laki sisanya perempuan, Pendidikan
partisipan, 3 orang SMA, sedangkan 4 orang lulusan SMP dan PT. Sedangkan pekerjaan 3
orang partisipan swasta 2 partisipan pensiunan PNS dan 2 orang tidak bekerja, seperti pada
tabel
1. Pengetahuan Tentang Terapi Hemodialysis

Berdasarkan hasil penelitian partisipan menyatakan memahami dengan pengobatan


Hemodialisa seperti yang disampaikan oleh partisipan dibawah ini: ……”Sejak saya
dinyatakan menderita penyakit gagal ginjal ini, petugas dari rumah sakit sudah menjelaskan
bahwa fungsi ginjal saya harus diganti dengan terapi hemodialisa ini”….. (P2, 52 tahun)
…..”1 Tahun yang lalu saya dijelaskan kegunaan perawatan ini, yang saya ketahui bahwa
dengan terapi.
Tabel 1. Karakteristik Partisipan Penderita GGK Dengan Terapi Hemodialisis
NO Partisipan Umur Jenis Kelamin Pekerjaan
1 Partisipan 1 55 Laki-laki Swasta
2 Partisipan 2 52 Perempuan Swasta
3 Partisipan 3 60 Laki-laki Pensiun PNS
4 Partisipan 4 48 Perempuan Swasta
5 Partisipan 5 60 Laki-laki Tidak bekerja
6 Partisipan 6 58 Perempuan Tidak bekerja
7 Partisipan 7 64 Laki-laki Pensiun PNS

ini membuat ginjal saya dapat berfungsi untuk sementara saja”….. (P4, 48 Tahun)
…..”Setiap saya kontrol, petugas selalu menjelaskan saya agar dalam menjalani
Hemodialisis taat dalam perawatan misalnya makanan dan minuman yang harus dipantang
supaya kondisi saya membaik”….(P5, 48 tahun) Sebagian partisipan menyampaikan
pengetahuai tentang pengobatan hemodialis adalah untuk menganti fungsi ginjal.
2. Dampak Dari Hemodialisis

Partisipan menyatakan bahwa dampak dilakukan hemodialisis adalah sebagai berikut:


…..”Sejak saya melakukan terapi ini badan saya mudah capek dan lemah sehingga kemana-
mana saya selalu di jaga dan dirawat oleh keluarga saya”…..(P5, 60 tahun). ……”Dengan
saya melakukan terapi ini saya kurang bisa aktif dalam kegiatan di luar rumah, saya merasa
malu karena kulit saya menghitam, sehingga waktu yang ada saya habiskan untuk nonton TV
ditemani cucu”…. (P6, 58 Tahun). ……”Saya menjadi bayak tergantung kepada keluarga
saya sejak saya sakit dan melaksanakan hemodialisa ini”….. (P3, 60 tahun). Sebagian
partisipan menyampaikan bahwa setelah dilakukan hemodialisis menjadi lelah dan tergantung
pada keluarga.
3. Mekanisme Koping Partisipan

Pada Masa Hemodialisis Saat dilakukan wawancara mendalam beberapa partisipan


menyampaikan tindakan yang dilakukan setelah menjalani pengaobatan GGK dan
Hemodialisis adalah sebagai berikut: …….”Awalnya saya malu dengan keadaan tubuh saya,

27 | P a g e
ada perubahan kulit yang menjadi hitam, namun saat ini saya sudah menerima dan saya bisa
berkumpul sama tetangga dan tidak malu lagi”….. (P4, 48 tahun) …….”Saya bersyukur
sampai saat ini masih bisa mendampingi keluarga meskipun saya dalam masa
pengobatan”…… (P5, 48 Tahun) ……”Saya menerima kondisi penyakit gagal ginjal ini
diberikan oleh Tuhan kepada saya, berarti saya bisa makin dekat kepada Tuhan yang maha
Esa”….. (P2, 52 tahun)
4. Dukungan Keluarga

Dari hasil wawancara, partisipan menyampaikan tentang dukungan keluarga: …….”Awalnya


saya merasa takut dan putus asa dengan pengobatan ini, tapi keluarga selalu memberikan
semangat dalam pengobatan jika saya merasa ketakutan”….. (P3, 60 tahun) ……”Istri saya
selalu menyiapkan kebutuhan makan dan minum sesuai anjuran dokter setiap hari”……(P2,
52 tahun).
5. Harapan Setelah Dilakukan Pengobatan

Berdasarkan hasil wawancara mendalam beberapa pasien menyatakan bahwa harapan setelah
dilakukan terapi haemodialysis adalah kondisi tubuhnya membaik dan bisa bertahan untuk
meneruskan kehidupannya. Hal ini seperti pertanyataan yang disampaikan: ……”Begini lah
nak, kondisi saya setelah setiap seminggu 2 kali menjalankan terapi Hemodialisis saya
menjadi jarang gemetar meski terasa lemah, semoga saya bisa makin sehat dan dapat
melaksanakan aktifitas sehari-hari meskipun dengan bantuan minimal”….. (P1, 55 tahun)
…..”Saya berharap saat sakit ini saya mendapatkan kemudahaan dalam berobat dan
perawatan”…. (P5, 60 tahun) ……”saya berharap, badan saya berangsur pulih kembali yang
penting bisa beraktifitas sendiri”…..(P7, 64 tahun) Berdasarkan hasil penelitian sebagai
responden menyatakan harapannya setelah dilakukan pengobatan haemodialysis dapat
beraktifitas kembali dengan keluarga dan mendapatkan kemudahan dalam memperoleh
pelayanan kesehatan.
PEMBAHASAN
Berdasarka hasil penelitian didapatka data usia responden berkisar 45-65 tahun. Pekerjaan
partisipan sebagai PNS, swasta dan tidak memiliki pekerjaan. Pendidikan partisipan, 3 orang
SMA, sedangkan 4 orang lulusan SMP dan PT. Bahwasanya usia bukan pencetus terjadinya
gagal ginjal kronik. Berdasarkan hasil literatur dijelaskan bahwa ada dua kemungkinan
penyebab dari penyakit GGK. Pertama ketidakmampuan dari fungsi ginjal untuk
melaksanakan fungsinya. Kedua adalah merupakan penyait sekunder dari penyakit di luar
ginjal (Muttaqin & Sari, 2011). Berdasarkan penelitian Riskesdas (2013), angka kejadian
gagal ginjal pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan (0,2%) yaitu 0,3%, berdasarkan
usia tertinggi pada usia 75 tahun (0,6%). Sedangkan pada strata pendidikan yang terbanyak
adalah tidak bersekolah (0,4%). Jumlah pasien GGK dengan hemodialisis dari tahun 2006
sampai 2016 mengalami peningkatan terbanyak pada usia 45 sampai 64 tahun baik pasien
baru maupun pasien lama. Selanjutnya pembahasan dari tiap tema akan diuraikan di bawah
ini:
1. Pengetahuan Partisipan Tentang Manfaat Pengobatan Hemodialisis

28 | P a g e
Tingkat pengetahuan terkait dengan tindakan hemodialisa tidak hanya dipengaruhi oleh usia,
jenjang pendidikan dan informasi dari penderita GGK, melainkan juga didapatkan dari
lingkungan ataupun pengalaman penderita GGK yang telah mengalami pengobatan terapi
hemodialysis itu sendiri. Kondisi lingkungan sekitar yang mendukung mempermudah proses
penerimaan informasi sehingga adanya perbaikan tingkat pengetahuan seseorang. Hal
tersebut dikarenakan adanya proses timbal balik antara pemberi dengan penerima informasi.
Sehingga, adanya penderita gagal ginjal dalam suatu lingkungan masyarakat menjadi proses
transfer informasi terkait penyakit tersebut pada masyarakat disekitar penderita. Dimana
informasi tersebut mudah tersebar dan direspon oleh kelompok masyarakat sekitar. Informasi
merupakan pengetahuan yang diperoleh individu dari melihat suatu obyek, tertentu (Soekidjo,
2010). Namun demikian, jika dibandingkan pengalaman seseorang terkait suatu hal akan
lebih cepat meningkat pengetahuannya dibandingkan dengan melalui informasi yang
didapatkan dari lingkungan. Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara
untuk memperoleh kebenaran. Dalam penelitian ini menemukan bahwa sebagian besar
partisipan telah menjalani hemodialisa selama 1-5 tahun. Pengalaman yang diperoleh
keluarga dalam merawat penyakit gagal ginjal dapat meningkatkan pengetahuan keluarga.
Hasil penelitian di atas sependapat dengan hasil penelitian (Desitasari dkk, 2015) yang
menyatakan bahwa hamper 23 penderita GGK dengan Hemodialisis mengerti tentang diet
penyakit GGK yang harus mereka patuhi.
2. Koping Pasien Dalam Masa Pengobatan Hemodialisis

…..”Saya bersyukur sampai saat ini masih bisa mendampingi keluarga meskipun saya dalam
masa pengobatan, meskipun saya sakit jika saya sedih saya gunakan ngobrol dengan istri
saya”…..(P5, 48 Tahun) ……”Saya menerima kondisi penyakit gagal ginjal ini diberikan
oleh Tuhan kepada saya, berarti saya bisa makin dekat kepada Tuhan yang maha Esa”……
(P2, 52 tahun) …….”ya begini, sejak sakit saya aktif di pengajian masjid dekat rumah
saya”……(P1, 55 tahun) Hal yang dilakukan partisipan setelah menjalani hemodialisis adalah
lebih banyak bersyukur dan berdoa atas kondisi yang menimpa dirinya selain itu pasien
menyibaukkan diri dengan aktifitas positif di luar rumah. Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa hampir seluruh pasien menggunakan koping adaptif. Koping adaptif
merupakan suatu mekanisme yang digunakan seseorang untuk mengatasi ketegangan yang
pada dirinya atau untuk mengatasi isu-isu yang dihadapi. Mekanisme koping adaptif antara
lain dapat menceritakan secara verbal, mengembangkan tujuan realitas, mengidentifikasi
sumber koping, mengidentifikaasi alternatif strategi, dan menerima dukungan (Stuart &
Sundeen, 2005).
Kondisi pasien gagal ginjal dapat berakibat gangguan pada gambaran diri yang mana
berubahnya kondisi fisik pada pasien menumbulkan rasa malu karena keadaan yang berbeda
sebelum pasien sakit. Hal ini merupakan respon yang mana partisipan merasa dirinya tidak
sempurna dan mempunyai persepsi yang rendah terhadap tubuhnya. mengalami gangguan
citra tubuh. Kurangnya kemampuan beradaptasi oleh karena adanya mekanisme mal adaptif
akan menimbulkan kondisi merasa tidak mampu menyelesaikan masalah secara efektif, tidak
mampu memenuhi kebutuhan dasar, adanya gangguan fisiologis tubuh (Stuart & Sundeen,
2005). Hal ini sesuai dengan pernyataan Charuwanno (2005) dimana berbagai isu kesehatan
sekunder dapat terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa. Gangguan citra tubuh
merupakan isu kesehatan sekunder pada pasien GGL dengan tindakan Hemodialisis akibat
adanya perubahan fungsi struktur tubuh pasien (Muttaqim & Sari, 2011). Penderita GGK

29 | P a g e
maupun keluarganya memunginkan mendapatkan dampak langsung dari pengobatan dengan
hemodialisa. Adapun dampak yang tidak baik dari proses pengobatan pasien GGK dengan
hemodialisa yang ditimbulkan pada keluarga adalah pada aspek psikologis, aspek sosial,
aspek fisik, serta aspek finansial. Kecemasan merupakan salah satu hal yang muncul dari
dampak pengobatan hemodialisa ditinjau dari aspek psikologis. Kecemasan merupakan
gangguan psikologis yang angka kejadiannya terbesar di Amerika. Dimana dialami oleh 10-
25% populasi penduduk Amerika. Kecemasan yang dialami seseorang sebagai akibat oleh
dari kesalahan cara pandang terhadap tubuhnya, berdampak pada persepsi tentang dirinya dan
hubungan dengan yang lain. Ketakutan yang bercampur baur, samar-samar dan berhubungan
dengan perasaan ketidakpastian dan tidak berdaya, perasaan terisolasi, pengasingan dan
kegelisahan disebut dengan kecemasan (Stuart & Laraia, 2005). Adanya resiko perubahan
konsep diri pada pasien dengan GGK dalam perawatan haemodialis maka dibutuhkan
tindakan keperawatan berupa dukungan baik keluarga, masyarakat dan petugas kesehatan
untuk menjelaskan perawatan dan pengobatan GGK. Sehingga pasien dapat menerima setiap
perubahan yang terjadi pada diri pasien. Penerimaan diri yang positif meningkatkan kualitas
hidup pasie dengan penyakit kronis. Sehingga kualitas hidup dapat meningkat. Peningkatan
kualitas hidup setelah dilakukan terapi Hemodialisis (Black & Hawks, 2005; Supriyadi, dkk,
2011) dinyatakan bahwa pasien GGK yang bertahan hidup terus meningkat melalui terapi
hemodialisis. Angka harapan hidup meningkat menjadi 79%. Pasien GGK harus menjalani
hemodialisis seumur hidup untuk menggantikan fungsi ginjalnya (Lase, 2011; Lubis, 2006).
3. Dukungan Keluarga

Berdasarkan hasil yang telah dilakukan melalui wawancara terhadap tujuh orang yang
menjalani terapi hemodialisis. Empat orang mengatakan mendapat dukungan dari keluarga
karena hal ini merupakan tanggung jawab keluarga untuk mendampingi pasien menjalani
hemodialisis. …..”Awalnya saya merasa takut dan putus asa dengan pengobatan ini, tapi
keluarga selalu memberikan semangat dalam pengobatan jika saya merasa ketakutan”…..
(P3, 60 tahun) …..”Istri saya selalu menyiapkan kebutuhan makan dan minum sesuai anjuran
dokter setiap hari. Saya senang selama saya sakit petugas kesehatan juga selalu memberikan
semangat agar saya tidak putus asa dalam berobat”….. (P2, 52 tahun.) Dua orang
mengatakan tidak mendapat dukungan dari keluarga untuk menjalani hemodialisis karena hal
ini merupakan kegiatan yang menjemukan dan satu orang mengatakan kadang-kadang
keluarga mendukung untuk hemodialisis, kadang-kadang keluarga tidak mendukung karena
memiliki kesibukan tersendiri. Tiga dari pasien yang tidak mendapat dukungan keluarga
karena disebabkan oleh kurangnya dukungan instrumental, informasional yaitu bantuan
perekonomian, diskusi dari keluarga untuk mengatasi masalah penyakit gagal ginjal kronik,
informasi tentang pengobatan alternatif untuk membantu menyembuhkan penyakit gagal
ginjal kronik dan pemberian pujian terhadap kegiatan sehari-hari yang dilakukan pasien
gagal ginjal kronik. Dukungan keluarga adalah proses yang terjadi selama masa hidup,
dengan sifat dan tipe dukungan sosial bervariasi pada masing-masing tahap siklus kehidupan,
dukungan sosial keluarga memungkinkan keluarga berfungsi secara penuh dan dapat
meningkatkan adaptasi dalam kesehatan keluarga (Friedmen, 2010). Dukungan keluarga
terhadap pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa memberikan manfaat dalam
menejemen dan penyesuaian terhadap penyakit. Dari hasil penelitian dan teori dapat
diasumsikan bahwa Dukungan keluarga pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
terapi hemodialisa bila semakin tnggi usia pasien gagal ginjal kronik maka semakin baik

30 | P a g e
dukungan dari keluarga, riwayat pendidikan yang baik, pekerjaan dan penghasilan juga dapat
mempengaruhi dukungan keluarga. karena disebabkan kesehatan fisik, kesejahteraan
psikologis, hubungan sosial dan lingkungan masih rendah, yaitu seberapa sering
membutuhkan terapi medis untuk kehidupan seharihari, kecukupan finansial untuk
kebutuhan sehari-hari, kesempatan untuk bersenang-senang atau rekreasi, dan kepuasan
seksual. Dukungan keluarga terutama dari keluarga secara langsung dapat menurunkan
tingkat stress yang diakibatkan oleh suatu penyakit dan secara tidak langsung dapat
meningkatkan derajat kesehatan individu atau keluarga (Ali, 2010). Dukungan keluarga
mengacu kepada dukungan-dukungan sosial yang dipandang oleh pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani terapi hemodialisa sebagai suatu yang dapat diperoleh baik dari keluarga,
lingkungan sosial maupun dari tim kesehatan, dimana pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani terapi hemodialisa memandang bahwa mereka yang memberikan dukungan
keluarga siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan menyatakan dukungan
sosial yang berasal dari keluarga membuat pasien khusus pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani terapi hemodialisa merasakan kenyamanan, perhatian, penghargaan dan bisa
menerima kondisinya. Hemodialisis dapat menyebabkan perubahan fisik dan psikologis
dalam hidup pasien dan dapat pemicu sebagai timbulnya depresi. Oleh karena itu dukungan
keluarga sangat diperlukan dalam penatalaksanaan hemodialisa, hal ini dinyatakan dalam
penelitian yang mana ada hubungan antara dukungan keluarga dan kejadian depresi (Kartika
dkk, 2017). Sedangkan Menurut Friedman (2010) terdapat hubungan yang kuat antara
keluarga dan status kesehatan anggotanya dimana peran keluarga sangat penting bagi setiap
aspek perawatan kesehatan anggota keluarga, mulai dari strategi-strategi hingga fase
rehabilitasi. Penelitian lain yang sependapat dengan penelitian ini adalah Henserling (2009)
dan Sukriswati (2016) dengan memberikan dukungan penghargaa maka pasien gagal ginjal
kronik yang menjalani terapi hemodialysis merasa dihargai walaupun dalam kondisi sakit.
Sehingga membuat bersemangat mempertahankan kesehatan hingga tetap mematuhi terapi
hemodialis.
4. Harapan

Setelah Pengobatan Haemodialis Beberapa pasien mengatakan berharap agar setelah


dilakukan perawatan berharap kondisi tubuhnya semakin baik, sehingga tidak menyusahkan
orang lain dan keluarga yang merawatnya. Petugas kesehatan khususnya bagi perawat yang
berhubungan langsung dengan pasien diharapkan bersedia selalu sabar, perhatian kepada
pasien dan keluarga dalam dalam memberikan informasional yang penting tentang perawatan
selama menjalani terapi haemodialysis. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Desitasari (2014) yang menyatakan hampir semua pasien haemodialysis mempunyai harapan
sembuh dan kondisinya menjadi lebih baik. Suatu harapan pasien dalam suatu pengobatan
adalah kesembuhan. Sedangkan harapan merupakan komponen yang penting dalam suatu
kehidupan. SIMPULAN Hasil penelitian didapatkan 5 tema yaitu: 1) pengetahuan tentang
terapi hemodialysis; 2) dampak setelah menjalani hemodialisis; 3) koping selama
pengobatan; 4) dukungan keluarga; 5) harapan pasien GGK dengan hemodialisis. Pasien yang
menjalani hemodialisis memiliki pengetahuan tentang pengobatan GGK dan menyatakan
bermanfaat untuk memperbaiki kerja ginjal. Koping pasien terhadap penyakitnya adaptif.
Pasien menerima tentang kondisi dengan penyakit GGK dengan terapi hemodialisis, usaha
yang dilakukan dengan tetap berinteraksi dengan keluarga. Sedangkan dukungan keluarga
dalam pengobatan ditunjang dengan tenaga dukungan tenaga medis. Selama masa

31 | P a g e
pengobatan ini harapan pasien dengan tetap menjalani terapi hemodialisis adalah
menginginkan sembuh dan kondisi tubuhnya membaik kembali. Berdasarkan simpulan maka
disarankan pada instansi rumah sakit agar meningkatkan program promosi tentang
pencegahan, pengobatan pasien gagal ginjal dengan terapi hemodialisis. Perlu dilakukan
penelitianlebih lanjut tentang determinasi mekanisme koping pasien gagal ginjal dengan
hemodialisis.
KEPUSTAKAAN
Ali, Z. 2010. Pengantar Keperawatan Keluarga : EGC Brunner & Suddarth. 2005. Buku Ajar
Keperawatan Medical Bedah (volume II). Jakarta: ECG. Desita. 2010. Hubungan Dukungan
Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis di RSUP Adam Malik Medan.
Desitasari, 2014. Hubungan tingkat pengetahuan , sikap, dan dukungan keluarga terhadap
kepatuhan diet pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialysis.http:lb.unri.ac.id/ojm/
index.php/JOMPSIK/Article/view/3463. Friedman, M.M, Bowden, V.R, & Jones, E.G. 2003.
Family nursing: Research, theory and prac- 60 NurseLine Journal Vol. 4 No. 1 Mei 2019: 54-
60 tice. (5th ed). New Jersey: Prentice Hall. Friedman, M.M, Bowden, V.R, & Jones, E.G.
2010. Buku ajar keperawatan keluarga: Riset, teori, dan praktik, alih bahasa, akhir yani S.
Hamid dkk ; Ed 5. Jakarta: EGC. Friedman, M.M. 2010. Keperawatan Keluarga: Teori dan
Praktik, edisi 3, EGC, Jakarta. Henserling, J. 2009. Development and Psychometric testing of
Hensarling's Kidneis family support scale, a dissertation. Degree of Doctor of philosophy in
the graduate School of the Texas Women University. Di akses dari www.proquest.com pada
tanggal 11 April 2014. Kartika, N.A., Bambang, S., & Sunarmi. 2017. Hubungan Dukungan
Keluarga dengan tingkat depresi pada pasien yang menjalani terapi Hemodialisis Rumah
sakit tantara Dr. Soedjono Magelang, Jurnal Keperawatan soedirman, Vol 12.No.2 Juli 2017.
Semarang Kemenkes. 2018. Cegah dan kendalikan Penyakit Ginjal dengan Cerdik. Jakarta.
www.depkes.go.id Diakses Maret 2018. Lase, W.N. 2011. Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis, yang menjalani hemodialysis di
RSUP Haji Adam Malik Medan. http: jurnal .usu.ac.id./index.php/jkk/article /download/ 641.
Lubis, A.J. 2006. Dukungan social pada pasien gagal ginjal terminal. Skripsi, htpp://
library .usu.ac.id/down loud/fk/06010311.pdf Notoatmodjo, S. 2005. Pendidikan dan Perilaku
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmojo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta Nurrsalam. 2013. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan, Panduan Skripsi, Tesis dan Metode Penelitian Keperawatan, Jakarta: Salemba
Medika Parker, S. 2008. Jendela iptek ilmu kedokteran, Jakarta: PT Balai Pustaka Potter &
Perry. 2009. Fundamental Keperawatan, Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika. Riskesdas. 2013.
Laporan Nasional Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan.
RI. Smeltzer, S.C. 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah brunner & suddart. Jakarta:
EGC. 2002. Stuart & Laraia, 2005. Buku saku Keperawatan Jiwa . Jakarta: EGC Supriyadi,
Wagiyo, & Widowati, SR. 2011. Tingkat kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik terapi
hemodialisis. Jurnal kesehatan masyarakat. Di akses dari http://journal.unnes.ac.id/
index.php/kemas Sukriswati I. 2016. Hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Moerwardi Surakarta,
Skripsi. Program Studi ilmu keperawatan Muhammadiyah Surakarta. Wijaya A.S., & Putri
Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Medah, Jakarta: Nuha Yuliaw, A. 2009. Hubungan
Karakteristik Individu dengan Kualitas Hidup Dimensi Fisik pasien Gagal Ginjal Kronik di

32 | P a g e
RS Dr. Kariadi Semarang. Diakses dari digilib.unimus.ac.id/ files/disk1/106/jtpunimus-gdl-
annyyuliaw5289-2-bab2.pdf pada 2017

BAB III
PENUTUP

33 | P a g e
A.Kesimpulan

1. Gagal ginjal kronik merupakan sebuah penurunan fungsi ginjal dalam

jangka waktu menahun yang menyebabkan kerusakan jaringan yang

progresif.

2. Pengkajian

Pengkajian yang penulis lakukan meliputi identitas dari Tn.M,

riwayat kesehatan lalu, riwayat kesehatan pada Tn.M sekarang,

pemeriksaan pola kesehatan fungsional dan pemeriksaan fisik. Hasil dari

pengkajian ditemukan keluhan nyeri pinggang, klien tampak meringis,

klien tampak protektif terhadap area nyeri, gelisah, mudah lelah saat

beraktivitas, pola tidurnya berubah – ubah sekitar 5 – 6 jam/hari, klien

mengatakan sulit tidur akibat dari pencahayaan di dalam ruangan, dan

klien nampak khawatir dengan kondisi kesehatannya yang sekarang.

3. Diagnosa

Diagnosa keperawatan ditentukan berdasarkan dengan keluhan yang

dirasakan klien dan hasil dari pemeriksaan yang dilakukan oleh penulis.

Dalam asuhan keperawatan ini didapatkan 3 diagnosa yaitu :

a. Nyeri akut berkaitan dengan agen pencedera fisiologis yang

dibuktikan dengan adanya keluhan nyeri pada area pinggang,

mengeluh sulit tidur, nampak meringis, tampak melindungi area

nyeri.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan anemia

dibuktikan dengan klien mengeluh lemas, dan sulit untuk melakukan

aktivitas.

34 | P a g e
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan

dibuktikan dengan sulit tidur, istirahat 5 – 6 jam/hari, mudah

terbangun saat tidur, pola tidur berubah – ubah.

4. Intervensi

Rencana tindakan keperawatan atau intervensi dalam studi kasus pada

pasien dengan gagal ginjal kronik disesuaikan dengan masalah yang

muncul. Intervensi ini telah sesuai dengan SIKI (2018) dan SLKI (2018)

di dalamnya berisi tentang observasi, terapeutik dan edukasi.

5. Implementasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan atau implementasi dilakukan

berdasarkan dengan perencanaan keperawatan yang telah di tentukan

sesuai dengan tanda dan gejala mayor. Implementasi dilakukan selama

3x8 jam.

6. Evaluasi

Evaluasi merupakan akhirsebuah proses dari suatu tindakan keperawatan

untuk melihat hasil tindakan yang telah diberikan. Evaluasi dilaksanakan

selama 3x8 jam dengan hasil masalah sebagian teratasi dengan tujuan

teratasi untuk menghentikan intervensi.

B.Saran

1. Bagi penulis

Harapannya dalam penulisan studi tindakan keperawatan selanjutnya

dapat ditemukannya hasil lengkap pada pemeriksaan penunjang untuk

35 | P a g e
memperkuat diagnosa dalam keperawatan.

2. Bagi masyarakat

Sebagai perawat diharapkan dapat memberikan edukasi maupun

pendidikan kesehatan kepada masyarakat bagaimana cara mengatasi rasa

nyeri dengan teknik nonfarmakologi.

3. Bagi pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan

Dengan asuhan keperawatan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk

menambah informasi mengenai gagal ginjal kronik sehingga perawat

lebih mudah untuk melakukan asuhan keperawatan dan sebagai

pembanding untuk penelitian selanjutnya.

DATAR PUSTAKA

36 | P a g e
Arjani, I. (2017). Gambaran Kadar Ureum Dan Kreatinin Serum Pada Pasien

Gagal Ginjal Kronis (Ggk) Yang Menjalani Terapi Hemodialisis Di Rsud

Sanjiwani Gianyar. Meditory : The Journal of Medical Laboratory, 4(2),

145–153. https://doi.org/10.33992/m.v4i2.64

Divanda, D. ., Idi, S., & Rini, W. . (2019). Asuhan Gizi Pada Pasien Gagal Ginjal

Kronik Di Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul. 8–25.

Hasbullah, M, A., & D.S, H. (2017). Jurnal Media Keperawatan : Politeknik

Kesehatan Makassar Jurnal Media Keperawatan : Politeknik Kesehatan

Makassar. Gambaran Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Thypoid

Dalam Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Di Rumah Sakit Tk Ii Pelamonia,

08(02), 39–45.

HIDAYAH, A. A., Herlina, H., & Novita, R. P. (2018). Kerasionalan

Antihipertensi Dan Antidiabetik Oral Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan

Etiologi Hipertensi Dan Atau Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rsi Siti Khadijah

Palembang.

Ismatullah, A. (2015). Manajemen Terapi Anemia pada Pasien Gagal Ginjal

Kronik Manage. Jurnal Kedokteran UNLA, 4, 7–12.

Lestari, W., Asyrofi, A., & Prasetya, H. A. (2018). Manajemen Cairan Pada

Pasien Penyakit Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisis. Jurnal

Manajemen Asuhan Keperawatan, 2(2), 20–29.

https://doi.org/10.33655/mak.v2i2.36

Mardhatillah, M., Arsin, A., Syafar, M., & Hardianti, A. (2020). Ketahanan Hidup

Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Rsup Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar. Jurnal Kesehatan Masyarakat Maritim,

37 | P a g e
3(1), 21–33. https://doi.org/10.30597/jkmm.v3i1.10282

Musyahida, R. A. (2016). Studi Penggunaan Terapi Furosemid pada Pasien

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) Stadium V. Skripsi.

Putri, D. A. R., Imandiri, A. and R. (2018). Terapi Nyeri Punggung Bawah

Dengan Pijat Swedish, Akupresur Dan Herbal Kunyit. Journal of Vacational

38 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai