Anda di halaman 1dari 18

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN Tn. TH


DENGAN OSTEOSARCOMA DENGAN PENDEKATAN
TEORI “SELF CARE” OREM
DI GEDUNG Prof. SOELARTO
RS. FATMAWATI JAKARTA

Disusun dalam Rangka Memenuhi Tugas


Aplikasi Klinik Keperawatan Medikal Bedah II

SISTEM MUSKULOSKELETAL

Disusun oleh :
RO H MAN
0706195472

MAGISTER KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


FIK UNIVERSITAS INDONESIA
2008

0
I. RIWAYAT SINGKAT PASIEN
Nama: Tn. TH, umur: 15 tahun, jenis kelamin: laki-laki, beragama: Islam,
pendidikan: Kelas 1 SMA, alamat: Depok, suku: Betawi, pekerjaan: pelajar, status
perkawinan: belum menikah. Tanggal masuk RSF: 27/10/08 WIB, dirawat di Gedung Prof.
Soelarto Lantai 1, kamar 105, dengan nomor rekam medik: 853929.
Sekitar 5 bulan SMRS klien jatuh terduduk, nyeri  pada sendi proksimal femur
dekstra. Klien di urut namun tidak sembuh juga. 1 bulan SMRS, bagian proksimal femur
dekstra mulai bengkak, nyeri semakin meningkat, berobat ke RSF dan dikatakan oleh klien
bahwa menurut dr RSF klien tidak apa-apa. 1 minggu SMRS seluruh kaki kanan bengkak,
nyeri , tidak bisa berjalan dan digerakan. Kemudian bengkak pecah dan mengeluarkan
nanah. Pada 27/10/08 klien dirawat di bagian ortopedi dengan diagnosa arthritis septik dan
osteomielitis. Pada 12/11/08 dilakukan operasi, dengan diagnosa preoperasi coxitis dd/
tumor proximal femur dextra, dan diagnosa postoperasi dinyatakan primary bone tumor
proximal femur dextra suspek malignant. Saat operasi diambil bahan untuk dibiopsi
(patologi anatomi), dengan hasil osteosarcoma.

II. PATOFISIOLOGI KASUS TN. DS


Kanker terjadi ketika sel-sel pada suatu bagian tubuh (termasuk tulang) tumbuh
tidak terkontrol. Pembelahan dan pertumbuhan sel-sel normal mengikuti pola normal, tetapi
pada sel kanker tidaklah demikian. Sel kanker terus tumbuh dan merusak sel lain yang
normal. Kadang-kadang sel kanker ini lepas dan menjauhi dari tumor dan menyebar ke
bagian tubuh lainnya melalui blood or lymph system. Kemudian sel kanker ini singgah di
tempat yang baru dan membentuk tumor baru. Seperti kanker lainnya, osteosarcomas juga
dapat menyebar, baik ke tulang yang lainnya, ke otot, tendon dan lemak, atau ke paru dan
organ internal lainnya. Proses ini disebut sebagai metastasis (American Cancer Society,
2007).
Tumor tulang dapat bersifat tumor primer (berasal dari tulang itu sendiri) atau
tumor metastase (berasal dari sebuah tumor pada bagian tubuh lainnya). Tumor tulang
primer (yang muncul dari tulang itu sendiri), dapat berasal dai kartilago (chondogenic),
tulang (osteogenic), kolagen (collagenic), dan sel-sel sumsum tulang (myelogenic). Tumor
primer dapat memecah tulang (atau disebut osteolysis) yang akan melemahkan tulang, dan
mengakibatkan tulang mudah patah. Tulang normal yang berdekatan dengan tumor

1
berrespon terhadap tekanan tumor dengan mengubah pola normalnya dalam remodeling.
Permukaan tulang menjadi berubah dan contour tulang pada area dimana tumor tumbuh,
menjadi membesar. Tumor tulang malignant (osteosarcoma) ini menginvasi dan
mendestruksi jaringan yang berdekatan dengan tulang dengan cara
mengeluarkan/memproduksi substansi yang meningkatkan resorpsi tulang atau dengan
mengganggu/menghambat suplai darah ke tulang. Seiring dengan pertumbuhan kanker yang
progresif maka sel kanker merusak jaringan tulang normal yang terdekat dengannya dan
melemahkan tulang itu sendiri. Lemahnya struktur tulang ini hingga ia tidak mampu lagi
menahan stress saat digunakan maka seringkali menyebabkan terjadi fraktur patologis
(LeMone & Burke, 2000).
Pada kasus ini, Tn. TH tidak mengalami fraktur dan tidak terdapat metastase jauh
ke organ lain, terutama paru. Hal ini didasarkan pada hasil radiologi yang mengensankan
cor dan pulmo dalam batas normal. Hasil MRI pelvis (25/11/08) juga tidak secara spesifik
menyebutkan adanya metastase tumor ke soft tissue terdekat, hanya dijelaskan tampak
terlihat abnormalitas lebih lanjut pada struktur soft tissue serta organ-organ pelvic minor
lainnya.
Adapun fatoflow yang dapat di rumuskan adalah sebagai berikut:

2
III. ASUHAN KEPERAWATAN

Memperhatikan masukan dari Suvervisor Utama dan Supervisor, maka asuhan keperawatan
yang dilakukan praktikan pada Aplikasi KMB II ini menggunakan pendekatan teori self
care Orem. Adapaun laporan kasus ini dilakukan selama 8 hari terhitung mulai 25
November hingga 4 Desember 2008.

PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada 25/11/2008, jam 11.00 WIB pada saat klien (Tn. TH) menjalani
hari rawat ke 29.

A. FAKTOR-FAKTOR PENGKONDISIAN DASAR

1. STATUS KESEHATAN
 5 bulan SMRS klien jatuh terduduk, nyeri  pada sendi proksimal femur
dekstra. Klien di urut namun tidak sembuh juga.
 1 bulan SMRS, bagian proksimal femur dekstra mulai bengkak, nyeri semakin
meningkat, berobat ke RSF dikatakan oleh klien bahwa menurut dr tidak apa-apa.
 1 minggu SMRS seluruh kaki kanan bengkak, nyeri , tidak bisa berjalan dan
digerakan. Kemudian bengkak pecah dan mengeluarkan nanah.
 Pada 27/10/08 klien dirawat di bagian ortopedi dengan diagnosa osteomielitis.
 Pada 12/11/08 dilakukan operasi, dengan diagnosa preoperasi coxitis dd/ tumor
proximal femur dextra. Postoperasi klien didiagnosa primary bone tumor
proximal femur dextra suspek malignant. Saat operasi diambil bahan untuk
dibiopsi (patologi anatomi)
 Keluhan utama
Saat pengkajian (25/11/08 jam 09:00 WIB), mengeluhkan nyeri pada femur
kanan (skala 4-5), meningkat bila terjadi pergerakan dan mengeluhkan adanya
luka operasi femur dextra.

2. STATUS PERKEMBANGAN
Saat ini tingkat perkembangan berada pada tahap perkembangan adolescent
(remaja)

3
3. ORIENTASI SOSIAL BUDAYA
Suku Betawi, beragama Islam, pendidikan kelas 1 SMU

4. SISTEM PELAYANAN KESEHATAN


 Bila sakit berobat ke RS atau Puskesmas atau pelayanan kesehatan lain.
 Untuk penyakitnya saat ini klien oleh keluarganya pernah berobat ke
pengobatan alternatif (diurut), namun tidak sembuh.
 Saat ini sedang dirawat di bagian ortopedi RSF.

5. SISTEM KELUARGA
 Anak terakhir dari 3 bersaudara
 Ayah bekerja di TNI AL
 Riwayat penyakit keluarga: dm Θ, hipertensi Θ, retinoblastoma Θ, tumor
tulang Θ, tumor/kanker lainnya Θ

6. TINGGAL DENGAN SIAPA


 Tinggal bersama kedua orang tua
 Saat dirawat ditunggu oleh orang tua

7. LINGKUNGAN
 Tinggak di Depok area urban
 Tidak ada perhatian khusus untuk mencegah cedera.

8. SUMBER-SUMBER
 Orang tua
 Saudara kandung

B. KEBUTUHAN SELF CARE UMUM (GENERAL)


1. UDARA
RR: 18x/mnt, batuk Θ, jalan napas paten; bernapas spontan; kesulitan bernapas Θ

4
Dada: simetris, retraksi Θ, penggunaan oto bantu napas Θ, pergerakan dinding
dada equal.
Bunyi napas: vesiculer, ronchi Θ/Θ, wheezing Θ/Θ, rales Θ/Θ. Vocal fremitus
equal.
Hasil ro thoraks: cor dan pulmo dalam batas normal

2. CAIRAN
Turgor kulit baik, tekstur kasar, scaling , Intake cairan peroral 3000 cc/hari; ivfd
Θ, tranfusi Θ, NGT Θ, edema  didistal kaki kiri, suhu tubuh 39.3°C. Output
urine 2000 cc/hari, drainage luka ± 50 cc/hari, seropurulent.

3. NUTRISI
Mual , makan 3x/hari, @ ½ porsi, diet nasi, TKTP + ekstra putih telur 2
butir/hari. Jarang gosok gigi, gigi dan gusi tampak kotor, halitosis . Conjunctva
anemis , BU  normoactive. TB 159 cm, BB: ?, IMT: ?, LILA: 21 cm. Hasil
laboratorium (24): Hb 9.8 g/dL; albumin 2.14 g/dL

4. ELIMINASI
BAK spontan, 4-7 kali/hari, kuning jernih, nyeri bak Θ.
BAB 1 x/hari, konstipasi/obstipasi Θ, nyeri Θ, kesulitan Θ.

5. AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Terpasang skin traksi dg BB 5 kg. Mobiliasi duduk dengan bantuan monkey full.
Nyeri , skala 3-5, meningkat dengan pergerakan.
Tidur malam 5-6 jam, tidur siang 1-2 jam.
Kaki kanan: skin traksi , BB 5 kg, akral hangat, pulse , cap. refill <3 dtk, luka
17x2.5 cm, pus (+) (lihat gambar 1, 2 dan 3).
Kaki kiri: edema  di dorsalis higga distal tibia, ROM full, nyeri/kaku sendi Θ.
Kedua tangan: struktur dan fungsi tak ada kelainan.
Hasil rontgen femur (18/11/08): osteomielitis froksimal femur (lihat rontgen 1,
2 dan 3).
Hasil biopsi (17/11/08): osteosarcoma

5
Rontgen 1

Rontgen 2

Rontgen 3

6
Gambar 1

Gambar 2

Gambar 3

7
6. INTERAKSI SOSIAL
Berkomunikasi dengan klien lain dan staf hanya jika di stimulasi.
Tidak tampak dikunjungi oleh teman sebaya.

7. PENCEGAHAN BAHAYA
Membutuhkan instruksi untuk mereposisi badannya saat penggatian linen.
Ekspresi meringis dan menangis saat terjadi pergerakan ketika dilakukan
pergantian linen.
Perlu instruksi dan motivasi untuk meningkatkan asupan nutrisi. Mengeluh mual,
tidak selera makan
Riwayat merokok .

8. PROMOSI KESEHATAN/NORMALITAS
Berhubungan baik dengan saudaranya

C. KEBUTUHAN SELF CARE PENGEMBANGAN


1. PEMELIHARAAN DAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN
Dapat makan dengan bantuan
Kesulitan dalam melakukan ADL: higiene, toileting dan berpakaian.

2. PENCEGAHAN/MANAGEMEN KONDISI YANG MENGANCAM


PERKEMBANGAN NORMAL
Merasa putus asa karena penyakit lama sembuh

D. KEBUTUHAN SELF CARE DEVIASI KESEHATAN


1. KEBERADAAN REGIMEN/PENGOBATAN MEDIKAL.
Melaporkan masalah yang dialami pada dokter dan perawat
Kooperatif dengan prosedur diagnostik dan pengobatan yang dijalankan, kecuali
terhadap rencana amputasi, dimana keluarga belum dapat mengambil keputusan,
dan klien masih belum diberitahu rencana tersebut.

8
2. KESADARAN AKAN POTENSI/RISIKO MASALAH TERKAIT DENGAN
REGIMEN/PENGOBATAN.
Tidak mengetahui tentang obat dan efek samingnya.

3. MODIFIKASI CITRA DIRI TERKAIT DENGAN PERUBAHAN STATUS


KESEHATAN.
Mulai mampu beradaptasi terhadap keterbatasan mobilitas
Mengadopsi cara baru dalam beraktivitas terkait dengan penyakitnya (misalnya
higine/toileting di tempat tidur).

4. PENYESUAIAN GAYA HIDUP TERKAIT DENGAN PERUBAHAN STATUS


KESEHATAN DAN REGIMEN MEDIKAL.
Kurang mampu mentoleransi nyeri

E. MASALAH DAN RENCANA MEDIKAL


1. DIAGNOSA MEDIKAL
Arthritis septik
Osteomielitis
Osteosarcoma

2. TERAPI
Paracetamol (k/p)
Cipro 2x500 mg
Ketorolak 3x30 mg
Meloxicam 1x1
IVFD NaCl 0.9%
Skin traksi, BB 5 kg
Imunos 1x1
PRC
Albumin

9
HAMBATAN YANG DITEMUI SAAT MELAKUKAN PENGKAJIAN

1. Hambatan
Pengkajian menggunakan format yang didesain berdasarkan teori self care
Orem. Format pengkajian ini baru pertama kali di gunakan oleh praktikan,
sehingga terdapat beberapa kendala dalam penggunaannya, karena belum cukup
familier. Namun demikian praktikan berusaha menggunakannya sebagai
pengalaman awal dalam menerapkan teori self care Orem.

2. Solusi
Adapun solusi terahadap hambatan yang ditemukan adalah:
 Mempelajari kembali konsep self care Orem
 Berdiskusi dengan pembimbing dan residen KMB yang telah lebih dahulu
menggunakan format tersebut
 Berdiskusi dengan sesama praktikan untuk mendapatkan kesamaan persepsi
terhadap berbagai komponen pengkajian yang ada dalam format tersebut.

RASIONALISASI TERKAIT ASPEK PENGKAJIAN YANG DILAKUKAN :

1. FAKTOR-FAKTOR PENGKONDISIAN DASAR

a. Status Kesehatan
Saat pengkajian status kesehatan didapatkan data bahwa sekitar 5 bulan
SMRS klien trauma (jatuh terduduk), diikuti gejala nyeri pada sendi femur
dekstra, diurut namun tidak ada perbaikan. 1 bulan SMRS, bagian proksimal
femur dekstra mulai bengkak, nyeri semakin meningkat. 1 minggu SMRS seluruh
kaki kanan bengkak, nyeri , tidak bisa berjalan dan digerakan, kemudian
bengkak pecah dan mengeluarkan nanah.
Berdasarkan uraian status kesehatan tersebut, dimungkinkan osteosarcoma
terjadi karena mutasi gen akibat luka/cedera yang dialaminya. Hal ini seperti
dinyatakan Maher, Salmond dan Pellino (2002) bahwa beberapa faktor di
perkirakan memainkan peran terhadap berkembangnya osteosarcoma antara lain
trauma atau injury di masa lalu.

10
b. Status Perkembangan
Dari hasil pengkajian status perkembangan, diketahui klien berusia 15
tahun, yang berarti berada pada tahap perkembangan remaja. Tahap ini merupakan
tahap dimana pertumbuhan sel-sel tubuh berlangsung cepat (termasuk sel dan
jaringan tulang). ACS (2007); Bielack, Carrle dan Jost (2008); Grund (2008);
Nettina (1996); dan Thompson (1997) menyatakan bahwa salah satu faktor risiko
osteosarcoma adalah usia belasan tahun (muda/remaja). Usia tersebut merupakan
tahap dimana terjadi pertumbuhan sel-sel tubuh yang cepat, sehingga diyakini ada
hubungan antara pertumbuhan tulang yang cepat dengan risiko pembentukan
tumor (...this suggests a relationship between rapid bone growth and risk of tumor
formation). Hal ini dibuktikan pula dari hasil studi epidemiologi yang
memperlihatkan bahwa insidensi osteosarcoma lebih sering, dimana sekitar 11
kasus/1.000.000 anak remaja, sekitar 2-3 kasus/1.000.000 bukan remaja. Insiden
puncak adalah pada usia 10-25th, dan rata-rata terdiagnosis pada usia 15th, dengan
perbandingan natara laki-laki dan perempuan adalah 1,5:1. Hanya sekitar 30%
saja osteosarcoma terjadi setelah usia 40th (Black & Hawk, 2005; Ignatavicius &
Workman, 2006; LeMone & Burke,2000; Luckmann & Sorensen, 1993; Munajat,
Zulmi, Norazman,Faisham,2008; Skubitz, David & Adamo, 2007)

c. Sistem Keluarga
Pada saat mengkaji sistem keluarga, pencarian data difokuskan untuk
mengidentifikasi faktor risiko ostesarcoma yang berasal dari keluarga. Untuk itu
ditanyakan apakah dalam keluarga ada riwayat seperti retinoblastoma, tumor
tulang, tumor/kanker lainnya. Namun dari hasil pengkajian terhadap faktor
risiko ini tidak ditemukan indikasi adanya faktor herediter. Pengkajian faktor
risiko ini dilakukan mengingat dalam berbagai kepustakaan disebutkan bahwa
faktor risiko yang dimaksud antara lain Paget’s disease, Ollier’s disease,
multiple exostoses, osteochondromas, retinoblastoma (Grund, 2008; Nettina,
1996; Bielack, Carrle & Jost, 2008).

11
2. KEBUTUHAN SELF CARE UMUM (GENERAL)
Didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium (24/11/08): Hb 9.8 g/dL dan
albumin 2.14 g/dL. Penurunan Hb pada klien ini dapat disebabkan oleh gangguan
pada produksi sel darah merah, akibat tumor pada tulang, dan perdarahan pada luka.
Sementara itu penurunan kadar albumin menjadi 2.14 g/dL dapat disebabkan oleh
pengeluaran serum melalui luka, dan intake nutrisi yang kurang, terutama protein.
Sedangkan hasil pemeriksaan biopsi/patologi anatomik didapatkan bahwa secara
mikroskopis tampak sediaan terdiri atas masa tumor yang tersusun difus, sel tumor
sangat pleomorfik dan banyak mengandung sel tumor berinti banyak, mitosis dapat
ditemukan dan tampak sedikit masa osteoid.
Berdasarkan hasil biopsi diatas, maka dapat diperkirakan bahwa tumor ini
termasuk tumor primer, dan merupakan osteogenik, mengingat hasil biopsi di atas
menunjukan adanya masa osteoid. Hal ini seperti dikemukakan LeMone dan Burke
(2000) yang menyatakan bahwa tumor tulang dapat bersifat tumor primer (berasal dari
tulang itu sendiri) atau tumor metastase (berasal dari sebuah tumor pada bagian tubuh
lainnya). Tumor tulang primer (yang muncul dari tulang itu sendiri), dapat berasal dai
kartilago (chondogenic), tulang (osteogenic), kolagen (collagenic), dan sel-sel
sumsum tulang (myelogenic).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan invasi langsung tumor ke jaringan lunak, pembedahan dan
kemungkinan progresivitas penyakit.
2. Gangguan mobilitas fisik b.d. nyeri.
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan hipertermia.
4. Resiko perluasan infeksi berhubungan dengan pembedahan atau supresi sumsum
tulang.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
nausea, muntah.
6. Kecemasan klien/orang tua berhubungan dengan diagnosis dan rencana
pembedahan/amputasi.

12
C. RENCANA KEPERAWATAN (terlampir)

D. IMPLEMENTASI (terlampir)

1. Risiko perluasan infeksi b.d. kerusakan pertahanan primer (adanya luka akibat
pembedahan).
Risiko infeksi terjadi akibat adanya luka pembedahan. Diagnosa keperawatan ini
ditegakan dengan dukungan data antara lain pernyataan klien tentang luka yang masih
bernanah, berukuran 17x2.5 cm, pus , suhu tubuh: 39ºC, nyeri  diarea luka, skala
4-5. Leukosit: 12.000 dan hasil cultur pus: pseudomonas.

Intervensi yang dilakukan:


a. Mengobservasi tanda-tanda infeksi
Menurut Kozier dan Erb (1995) tanda-tanda infeksi meliputi rubor, calor,
dollor, tumor dan functio laesa. Selain itu dapat pula terjadi peningkatan drainage
purulen. Drainage purulen tejadi akibat proses penghancuran benda asing
(termasuk mikroorganisme) di dalam tubuh oleh sistem kekebalan tubuh.
Selain itu peningkatan nyeri juga menjadi indikator dari adanya
infeksi/perluasan infeksi. Untuk itu pengkajian nyeri juga dilakukan dalam
merawat klien ini. Pada saat pengkajian didapatkan nyeri sedang dengan skala 4-5,
namun menjadi meningkat bila dengan pergerakan dengan skala 7-8 (nyeri berat),
seperti tampak pada gambar skala nyeri.

13
b. Melakukan perawatan luka
Perawatan luka merupakan peran penting dari perawat, mengingat adanya luka
menyebabkan klien berrisiko terinfeksi yang akan berdampak pada peningkatan
masa rawat dan biaya.
Menurut Kozier dan Erb (1995) untuk dapat melakukan perawatan luka secara
efektif setidaknya dua persyaratan yang dibutuhkan yaitu memahami fisiologi luka
dan memiliki kemampuan melakukan tindakan-tindakan khusus untuk
penyembuhan luka. Selama melakukan perawatan luka pada Tn. TH, luka
dibersihkan dengan larutan NaCl 0.9% dengan menggunakan tehnik
aseptik/antiseptik. Menggunakan kasa steril, luka dikompres dengan NaCl 0.9%
lalu dibalut.

E. EVALUASI (terlampir pada catatan perkembangan)


Evaluasi menggunakan pendekatan SOAP, yaitu dengan melakukan penilaian
terhadap data subyektif (S) maupun data obyektif (O) yang menggambarkan
perkembangan pasien. Berdasarkan data tersebut maka selanjutnya dilakukan
analisa/assessment (A) apakah masalah telah dapat diatasi atau belum. Berdasarkan hasil
analisis ini, selanjutnya dikembangkan perencanaan (P) lanjutan sampai masalah dapat
diatasi.
Evaluasi yang dilakukan praktikan terhadap pasien dilakukan setiap hari paga pagi
hari, dimulai pada Senin, 25/11//2008 (seperti terlampir dalam “catatan perkembangan
keperawatan”. Evaluasi ini dilakukan selama 7 (hari) hari dan pada hari Sabtu, 6/12/08
klien pulang paksa.
Adapun resume pasien pulang dapat dapat diuraiakan secara sekilas berikut ini.
Masalah pasien yang masih dirumuskan oleh praktikan adalah:
(1) Risiko perluasan infeksi, masih mungkin terjadi. Hal ini dikarenakan pada klien masih
terdapat luka, pus (+) minimal, ukuran 17x2 cm. Pada tepian luka timbul lesi baru
berupa nodul multiple dan vesikel.
(2) Kecemasan klien/orang tua belum, belum teratasi. Klien dan keluarga menolak
rencana amputasi dan memutuskan untuk pulang paksa.

14
(3) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan, belum teratasi. Meskipun telah ada
perbaikan pada asupan nutrisi, dengan menghabiskan porsi makan yang disajikan,
namun hasil laboratorium khususnya Hb dan albumin masih di bawah normal.
(4)

F. KETRAMPILAN INDIVIDU PERAWAT YANG BAIK ATAU KURANG TEPAT

Yang telah baik:


1. Perawatan luka telah dilakukan dengan baik, memperhatikan teknik aseptik/antiseptik
2. Pengambilan sampel untuk kultur pus telah dilakukan dengan cara yang tepat.

Yang kurang tepat:


3. Peralatan untuk perawatan luka, kurang dari aspek jumlah.
4. Peralatan untuk perawatan luka, perlu dibersihkan terlebih dahulu dari karat/korosif,
sehingga sebelum di sterilkan, peralatan tersebut telah dalam keadaan bersih.

G. ANALISA PENGALAMAN MELAKUKAN KONTRAK, MELAKUKAN


TINDAKAN KEPERAWATAN DAN MELAKUKAN TERMINASI

1. Membuat kontrak dengan klien


Pertemuan pertama dengan pasien diawali dengan terlebih dahulu mengidentifkasi
data-data pasien yang terdapat pada catatan/medical record pasien maupun kardek
(atau pada dokumen status pasien). Hal ini dilakukan karena pasien telah lama dirawat
dan oleh karenanya diperlukan pemahaman awal tentang pasien agar tidak terjadi
duplikasi pertanyaan.
Dengan diawali perkenalan dan kontrak tentang tujuan, lama praktik dan peran
masing-masing dan telah disepakati oleh klien, dilanjutkan dengan melakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital. Klien sangat terbuka dan kooperatif.

2. Melakukan tindakan keperawatan


Dengan kejelasan kontrak, maka rangkaian tindakan keperawatan baik mandiri
maupun yang bersifat kolaboratif dapat dilakukan, dan klin sangat kooperatif.
3. Melakukan terminasi

15
Klien pulang setelah makan siang, dengan pesan yang disampaikan oleh praktikan
kepada klien untuk kontrol kembali sesuai jadwal dan mengidentifikasi tanda-tanda
infeksi yang harus diwaspadai.

H. IDENTIFIKASI EVIDENCE BASE YANG PERLU DILAKUKAN PENELITIAN


LEBIH LANJUT

Efektivitas penggunaan plester coklat dibandingkan dengan plester putih (hifafix)

I. ASPEK ETIK DAN LEGAL YANG TERKAIT DENGAN KLIEN

1. Peralatan perawatan luka yang digunakan hendaknya terbebsa dari korosif.


2. Jumlah peralatan untuk perawatan luka hendaknya digunakan 1 alat untuk 1 pasien

REFERENSI

American Cancer Society (2007). Detailed guide: Osteosarcoma. Diambil pada 21/11/2008
dari
http://www.cancer.org/docroot/cri/content/cri_2_4_1x_what_is_osteosarcoma_cancer_52.asp .

Bielack, Carrle dan Jost (2008). Osteosarcoma: ESMO clinical recommendations for
diagnosis, treatment and follow-up. Diambil pada 21/11/2008 dari
http://www.proquest.com.

Black & Hawk (2005). Medical surgical nursing: Clinical management for positive outcome.
(7th ed.). St. Louis: Elsevier-Saunder.

Grund, S. (24/3/2008). Osteosarcoma. Diambil paa 21/11/2008 dari


http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001650.htm

Ignatavicius & Workman (2006). Medical surgical nursing: Critical thinking for
collaborative care. (5th ed.). St. Louis: Elsevier-Saunder.

LeMone & Burke. (2000). Medical-surgical nursing: Critical thinking in client care. (2nd
ed.). New Jersey: Prentice Hall Health.

Luckmann & Sorensen. (1993). Medical-surgical nursing a psychophysiologic approach, (4th


ed.). Philadelphia: W.B. Saunder Company.

Maher, Salmond & Pellino. (2002). Orthopaedic nursing. (3rd ed). Philadelphia: W.B. Sunder
Company

16
Munajat, Zulmi, Norazman, Faisham. (Agustus 2008). Tumour volume and lung metastasis in
patients with osteosarcoma. Diambil pada 21/11/2008 dari http://www.proquest.com.

Nettina , S. (1996). The Lippinsott manual of nursing practice. (6th ed.). Lippincott:
Lippincott-Raven Publisher.

Skubitz, David & Adamo (2007). Sarcoma. Diambil pada 21/11/2008 dari
http://www.proquest.com.

Thompson, J.M., et al. (1986). Clinical nursing practice. St. Louis: The C.V. Mosby
Company.p

17

Anda mungkin juga menyukai