Disusun Oleh :
1. Slamet Purwanto
2. Anies Puspitaningrum
3. Siti Solichah
4. Titik Novia Patminingsih
5. Diann Mustika Ningrum
6. Diah Ayu Retno Yuliastuti
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hambatan mobilitas fisik yaitu suatu suatu keterbatasan pada
pergerakan fisik tubuh baik satu ataupun lebih pada ekstremitas secara
mandiri dan terarah, seperti kelemahan otot dan kerusakan fungsi
ekstremitas yang disebabkan oleh suatu penyakit, dan faktor yang
berhubungan dengan hambatan mobilitas yaitu gangguan neuromuskuler
(Hermand, 2012).
Gangguan mobilisasi fisik (imobilisasi) adalah suatu keadaan
ketika individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerak
fisik, perubahan dalam tingkat mobilisasi fisik dapat mengakibatkan
intruksi pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan gerak 1
2 fisik selama penggunaan alat bantu eksternal, pembatasan gerak volunter
atau kehilangan fungsi motorik (Potter & Perry, 2006).
Menurut Mubarak (2008) dampak yang ditimbulkan oleh
imobilisasi meliputi dampak psikologis, imobilisasi dapat menyebabkan
penurunan motivasi, kemunduran kemampuan dalam memecahkan
masalah dan perubahan konsep diri. Selain itu kondisi ini juga disertai
dengan ketidaksesuaian antara emosi dan situasi, perasaan tidak berharga
dan tidak berdaya, serta kesepian yang diekspresikan dengan perilaku
menarik diri dan apatis.
Dampak fisik dari imobilitas: sistem muskuloskeletal,
osteoporosis tanpa adanya aktivitas tanpa memberi beban kepada tulang,
tulang akan mengalami demineralisasi. Proses ini akan menyebabakan
tulang kehilangan kakuatan dan kepadatanya sehingga tulang menjadi
keropos dan mudah patah, atrofi otot, otot yang tidak dipergunakan dalam
waktu lama akan kehilangan sebagian besar kekuatan dan fungsi normal,
kontraktur, pada kodisi imobilisasi, jaringan kolagen pada sendi akan
mengalami ankilosa.
3
Selain itu tulang juga akan mengalami demineralisasi yang akan
menyebabkan akumulasi kalsium pada sendi yang dapat mengakibatkan
kekakuan dan nyeri pada sendi. Sistem eliminasi, saat indvidu berada
didalam posisi berbaring dalam waktu yang lama, gravitasi justru akan
menghambat proses tersebut. Akibatnya pengosongan urine akan
terganggu dan akan mengakibatkan terhentinya atau terhambatnya aliran
urine. Batu ginjal terjadi karena ketidakseimbangan antara kalsium dan
asam urat yang menyebabakan kelebihan kalsium. Akibatnya urine
menjadi basa dan garam kalsium mempengaruhi terbentuknya batu ginjal.
Pada posisi horisontal akibat imobilisasi ginjal yang terisi urine basa
menjadi tempat yang mungkin untuk pembentukan batu ginjal. Retensi
urine, kondisi imobilisasi menyulitkan upaya seseorang untuk melemaskan
otot perineum saat berkemih.
Selain itu penurunan tonus otot kandung kemih juga menghambat
kemampuan untuk mengosongkan kandung kemih secara rutin. Infeksi
perkemihan, urine yang statis merupakan tembat yang baik 3 untuk
pertumbuhan bakteri. Selainitu sifat urine yang basa akibat hiperkalsemia
juga mendukung proses tersebut. Organisme yang umumnya
mengakibatkan infeksi saluran kemih adalah Escherichia Coli. Sistem
gastrointestinal, kondisi imobilisasi mempengaruhi tiga fungsi sistem
pencernaan, yaitu ingesti, digesti, dan eliminasi. Dalam hal ini, masalah
yang umum ditemui salah satunya adalah konsipasi. Jika konstipasi
berlanjut, feses akan menjadi keras dan diperlukan upaya untuk
mengeluarkanya.
Sistem respirasi, penurunan gerak pernafasan kondisi ini dapat
disebabkan oleh pembatasan gerak, hilangnya koordinasi otot, atau karena
jarangnya otot tersebut digunakan, obat-obat tertentu juga dapat
mengakibatkan kondisi seperti ini. Peumpukan sekret, normalnya sekret
dalam saluran pernafasan dikeluarkan dengan perubahan posisi atau postur
tubuh, serta dengan batuk. Pada kondisi imobilisasi sekret bertumpuk pada
4
jalan nafas akibat gravitasi sehingga mengganggu proses difusi oksigen
dan karbondioksida di alveoli.
Sistem kardiovaskuler, pembentukan trombus atau massa padat
darah terbentuk di jantung atau pembuluh darah biasanya disebabkan tiga
faktor yakni gangguan aliran balik vena menuju jantung,
hiperkoaguabilitas darah, dan cedera pada dinding pembuluh darah, jika
trombus lepas dari pembuluh darah disebut embolus.
Berdasarkan dampak negatif yang ditimbulkan dari imobilisasi,
maka penulis memandang bahwa pemenuhan mobilisasi sangat penting,
sehingga penulis tertarik untuk memberikan “Asuhan Keperawatan
Kebutuhan Mobilitas Aktivitas Pada Tn D Di Ruang ICU RSUD Dr. R.
Soeprapto Cepu”
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Laporan ini bertujuan untuk mengetahui asuhan keperawatan
kebutuhan mobilitas aktivitas pada Tn D Di Ruang ICU RSUD Dr. R.
Soeprapto Cepu.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan asuhan keperawatan kebutuhan mobilitas
aktivitas dari pengkajian sampai dengan evaluasi.
b. Mampu merumuskan inteprestasi data yang meliputi data fokus
(data subyektif dan data obyektif), masalah keperawatan beserta
etiologinya pada pasien gangguan kebutuhan mobilitas aktivitas.
c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien gangguan
kebutuhan mobilitas aktivitas
d. Mampu menyusun rencana tindakan asuhan keperawatan pada
pasien gangguan kebutuhan mobilitas aktivitas.
e. Mampu melakukan tindakan keperawatan sesuai rencana
keperawatan pada pasien gangguan kebutuhan mobilitas aktivitas.
f. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien gangguan
5
kebutuhan mobilitas aktivitas.
C. Manfaat
Hasil laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak
berikut ini:
1. Bagi Perawat/Rumah Sakit
a. Dapat meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik terutama
pada pasien gangguan kebutuhan mobilitas aktivitas.
b. Dapat mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien gangguan
kebutuhan mobilitas aktivitas.
2. Bagi Institusi Pendidikan
a. Dapat memberikan masukan bagi institusi mengenai penulisan
pada pasien gangguan kebutuhan mobilitas aktivitas.
b. Menambah pengetahuan dan pengalaman secara langsung dalam
memberikan asuhan keperawatan gangguan kebutuhan mobilitas
aktivitas
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sehat menuju kemandirian
dan mobilisasi yang mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk
bergerak dengan bebas. (Perry dan Potter, 1994)
Imobilisasi adalah sebagai suatu keadaan dimana ketika
seseorang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik.
(America Nursing Diagnosis Association) (Nanda)
B. Etiologi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah,
kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis
merupakan penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi
kognitif berat seperti pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti
pada depresi juga menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang
berlebihan dapat menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring
di tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit (Setiati dan
Roosheroe, 2007).
C. Patofisiologi
Mobilisasi atau kemampuan seseorang untuk bergerak bebas
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi.
Tujuan mobilisasi adalah memenuhi kebutuhan dasar (termasuk
7
melakukan aktifitas hidup sehari-hari dan aktifitas rekreasi),
mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma), mempertahankan
konsep diri, mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan non verbal.
Immobilisasi adalah suatu keadaan di mana individu mengalami atau
berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik. Mobilisasi dan
immobilisasi berada pada suatu rentang. Immobilisasi dapat berbentuk
tirah baring yang bertujuan mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan
oksigen tubuh, mengurangi nyeri, dan untuk mengembalikan kekuatan.
Individu normal yang mengalami tirah baring akan kehilangan kekuatan
otot rata-rata 3% sehari (atropi disuse).
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular,
meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan
saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan
otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit.
Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi
isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek.
Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja
otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya,
menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah
kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi
isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energy
meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi
(peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan
darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada
klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik).
Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana
hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan
otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung
dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot
yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot
yang seimbang. Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya
8
kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot
mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya
aliran darah ke jantung. Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus
otot menjadi berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat
tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem
skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu
mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah
merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang. Ligamen adalah ikatan
jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat
sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago.
Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang
menghubungkan otot dengan tulang. Kartilago adalah jaringan
penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler, terutama
berada di sendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga.
Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari
bagian tubuh tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor
aktifitas otot dan posisi tubuh secara berkesinambungan. Misalnya
proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk memberi postur
yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan pada
telapak kaki secara terus menerus. Proprioseptor memonitor tekanan,
melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang
yang abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas,
amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis.
Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain
sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
9
2. Mengkaji tulang belakang
a. Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
b. Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
c. Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
3. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas,
stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
4. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi,
dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk
mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
5. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal.
Bila salah satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai
kondisi neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal
(mis.cara berjalan spastic hemiparesis – stroke, cara berjalan
selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan
bergetar – penyakit Parkinson).
6. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih
panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi
perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan
waktu pengisian kapiler.
7. Mengkaji fungsional klien
a. Kategori tingkat kemampuan aktivitas
TINGKAT KATEGORI
AKTIVITAS/
MOBILITAS
0 Mampu merawat sendiri secara penuh
1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
10
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
11
1. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang
tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor
jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang
sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan
khusus, noninvasive, yang menggunakan medan magnet,
gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan
abnormalitas.
4. Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑,
kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Untuk mengatasi gangguan mobilisasi dapat dilakukan tindakan :
1. Body Mekanik
Penggunaan organ secara efektif dan efisien sesuai fungsinya.
2. Tindakan yang berhubungan dengan mobilisasi, misal :
a. Membantu merubah posisi
b. Melatih ROM
c. Membantu klien duduk di tempat tidur.
3. Mencapai kemandirian penuh dalam aktifitas perawatan diri.
(Wilkenson, Judith M 2007 )
12
a. Riwayat Keperawatan Sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alas an pasien yang
menyebabkan terjadi keluhan/gangguan dalam mobilitas dan
imobilitas, seperti adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan,
tingkat mobilitas dan imobilitas, daerah terganggunya mobilitas
dan imobilitas, dan lama terjadinya gangguan mobilitas.
b. Riwayat Keperawatan Penyakit yang pernah Diderita
Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan mobilitas, misalnya adanya riwayat
penyakit sistem neurologis (kecelakaan cerebrovaskular, trauma
kepala, peningkatan tekanan intrakranial, miastenia gravis,
guillain barre, cedera medulla spenalis, dan lain-lain), riwayat
penyakit sistem kardiovaskular (infark miokard, gagal jantung
kongestif), riwayat penyakit sistem muskuloskeletal
(osteoporosis, fraktur, artritis), riwayat penyakit sistem
pernapasan (penyakit paru obstruksi menahun, pneumonia, dan
lain-lain), riwayat pemakaian obat, seperti sedativa, hipnotik,
depresan sistem saraf pusat, laksansia, dll.
c. Kemampuan fungsi motorik
Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri,
kaki kanan dan kiri dan untuk menlai ada atau tidaknya
kelemahan, kekuatan atau spatis.
d. Kemampuan Mobilitas
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk
menilai kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri,
bangun, dan berpindah tanpa bantuan. Kategori tingkat
kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut:
Tingkat Aktivitas/Mobilitas Kategori
Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
13
Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
Tingkat 3
peralatan.
Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
Tingkat 4
berpartisipasi dalam perawatan.
e. Kemampuan Rentang Gerak
Pengkajian Rentang gerak (Range Of Motion-ROM) dilakukan
pada daerah seperti bahu, siku, lengan, panggul dan kaki.
14
mungkin
20
Abduksi: Kembangkan jari tangan
20
Adduksi: Rapatkan jari-jari tangan dari posisi abduksi.
15
8. Perubahan psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan
mobilitas dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan
emosi, perubahan dalam mekanisme koping,dll
2. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik akibat trauma tulang belakang, fraktur, dan
lain-lain.
2. Gangguan penurunan curah jantung akibat imobilitas
3. Risiko cedera (jatuh) akibat orthostatic pneumonia
4. Intoleransi aktivitas akibat menurunnya tonus dan kekuatan otot
5. Sindrom perawatan diri akibat menurunnya fleksibilitas otot
6. Tidak efektifnya pola napas akibat menurunnya ekspansi paru
7. Gangguan pertukaran gas akibat menurunnya gerakan respirasi
8. Gangguan eliminasi akibat imobilitas
9. Retensi urin akibat gangguan mobilitas fisik
10. Inkontinensia urin akibat gangguan mobilitas fisik
11. Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) akibat menurunnya nafsu
makan (anoreksia) akibat sekresi lambung menurun, penurunan
peristaltik usus.
12. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat kurangnya
asupan (intake)
13. Gangguan Interaksi sosial akibat imobilitas
14. Gangguan konsep diri akibat imobilitas
3. Perencanaan keperawatan
Tujuan:
1. Meningkatkan kekuatan, ketahanan otot dan fleksibilitas tinggi
2. Meningkatkan fungsi kardiovaskuler
3. Meningkatkan fungsi respirasi
16
4. Meningkatkan fungsi gastrointestinal
5. Meningkatkan fungsi system perkemihan
6. Memperbaiki gangguan psikologis
Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah pengaturan posisi
tubuh sesuai kebutuhan pasien serta melakukan latihan ROM pasif dan
aktif.
4. Fokus evaluasi
Evaluasi yang diharapkan dati haisl tindakan keperawatan untuk mengatasi
gangguan mobilitas adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan fungsi sistem tubuh
2. Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot
3. Peningkatan fleksibilitas sendi
4. Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasien, dan
ekspresi pasien menunjukan keceriaan.
17
BAB III
LAPORAN KASUS
A. BIODATA
1. Biodata Pasien
Nama pasien : Tn. D
Umur : 65 tahun
Alamat : Jinten Lor Kasiman RT 003/RW 001,
Bojonegoro
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani
Tanggal Masuk : 28 September 2020
Diagnosa Medis : AMI Inferior
Nomor Register : 0026599
2. Biodata Penanggung Jawab
Nama : Ny R
Umur : 43
Alamat : Kasiman RT 003/ RW 01 Kec. Kasiman
Pendidikan : S2 Keperawatan
Pekerjaan : PNS
Hubungan dengan Klien : Menantu
B. KELUHAN UTAMA
Keluarga mengatakan pasien mengalami penurunan kesadaran sejak jam
03.45 WIB.
18
C. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluarga mengatakan tgl 27 September 2020 malam jam 22.00 WIB
pasien merasakan sesak nafas, nyeri dada kiri. sesak tak kunjung turun
kemudian pasien dibawa ke IGD RSUD Dr. R. Soeprapto Cepu jam
01.46 WIB tanggal 28 September 2020, di IGD pasien merasa sesak,
nyeri dada kiri, muntah dan pusing berputar, GCS E4M6V5, TD 115/53
mmHg, HR 78, RR28, Suhu 360C, SPO2 98% akral dingin. Di IGD
pasien mendaptkan terapi infus asering 20 tpm, Aspilet 2 tab, CPG 4
tablet. Jam 03.45 tiba tiba pasien tidak sadarkan diri dan apnea, nafas
ngorok, dari dokter IGD pasien dilakukan RJP 5x siklus, injeksi
epineprin 1 amp dan amiodaron, jam 04.00 pasien dipindahkan keruang
ICU dengan kesadaran somnolent E4M5V1.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Keluarga mengatakan bahwa klien mempunyai riwayat penyakit
jantung dan hipertensi.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga mengatakan bahwa anggota keluarga lain tidak ada yang
mempunyai penyakit pada gangguan jantung dan hipertensi.
19
b. Pada waktu sakit
Pasien mengalami penurunan kesadaran sehingga pasien harus berpuasa
untuk sementara.
20
b. Pada waktu sakit
Keluarga mengatakan pasien mengalami penurunan kesadaran dan
banyak tidur pasien sering gelisah dan kadang banyak gerak..
21
10. Pola Mekanisme dan Koping
Keluarga pasien mengatakan sebelum sakit, pasien selalu
memusyawarahkan dengan keluarga bila ada masalah, termasuk dengan
penyakit yang dialami ini. Pasien selalu berusaha meminta kepada yang
Maha Kuasa masalah penyakit yang dialaminya agar segera membaik.
Keluarganya sering memberikan support, motivasi, dan selalu
menyemangati pasiennya agar pasien tidak terlalu stress dan tidak terlalu
membebani hidupnya. Selain itu, keluarga pasien pun selalu menemani
pasien secara bergantian ketika sedang dirawat di rumah sakit sehingga
pasien tidak merasa sendirian.
E. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 28 September 2020
1. Keadaan Umum :
a. Status Gizi :
TB : 150 cm
BB : 60 kg
b. Tanda – tanda vital :
TD : 148/72 mmHg ( dengan support Dopamine 5 mcg/kgBB/mnt )
N : 76 x/m
RR : 35 x/m
S : 36,1 oC
2. Pemeriksaan setiap sistem tubuh
a. Sistem saraf
1) Kesadaran : somnolent
22
GCS 9 (E :3 V : 1, M : 5)
2) Tidak terlihat tremor dan kejang pada klien
b. Sistem Kardiovaskuler
TD : 148/72 mmHg, N : 76 x/menit, konjungtiva tidak anemis, tidak
sianosis, tidak ada pembengkakan jantung, CRT < 2 detik, tidak ada
edema, urin output 0,6 cc/kgBB/jam
c. Sistem Penginderaan
1) Sistem Penglihatan
Bentuk mata simetris, sclera tidak ikterik, konjungtiva tidak
anemis, reflek cahaya +/+, pupil isokor.
2) Sistem Pendengaran
Klien mengalami penurunan kesadaran, namun pasien masih
mampu merespon panggilan terlihat dengan pasien mampu
membuka mata saat dipanggil..
3) Pengecapan dan penciuman
Pasien mengalami penurunan kesadaran, selama pasien di IGD
pasien masih mampu diberikan obat namun pasien muntah.
4) Perabaan
Rangsang nyeri (+)
d. Sistem Pernapasan
1) Inspeksi : nafas spontan, tidak ada sumbatan, hidung simetris, tidak
terdapat pernapasan cuping hidung, tidak terdapat pengeluaran sekret
pada hidung, dada simetris, terlihat tarikan otot nafas tambahan,
pernafasan cepat dan dangkal, tidak dapat retraksi dinding dada
pergerakan dada cepat dan teratur. Terpasang oksigen 5 liter
2) Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada hidung, tidak terdapat
nyeri tekan pada dinding dada
3) Perkusi : sonor pada permukaan paru
4) Auskultasi : Bunyi napas vesikuler pada lapang paru, tidak ada
whezing, tidak ada ronchi
e. Sistem Endokrin : Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
23
f. Sistem Pencernaan
1) Mulut dan Kerongkongan : Bibir simetris, warna merah kehitaman,
bibir tampak kering
2) Abdomen : peristaltic usus 16x/menit
g. Sistem Muskuloskeletal
1) Ekstremitas atas
Rom : pasien kadang hiperaktif dan banyak gerak, tidak tampak
kelemahan pada pergerakan ekstremitas atas.
2) Ekstremitas bawah
Rom : pada pergerakan ekstremitas bawah tidak terlihat adanya
kelemahan
3) Kekuatan otot
5 5
5 5
h. Sistem Perkemihan
Ginjal tidak teraba membesar,tidak ada nyeri tekan dan tidak ada nyeri
saat perkusi.
i. Sistem Integumen
Turgor kulit normal elastis, pertumbuhan bulu merata, tidka
ditemukan eodema.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal : 27 September 2020
NILAI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
RUJUKAN
HEMATOLOGI
Darah Lengkap :
Hemoglobin 14,9 g/dL 11.7 – 15.5
Lekosit 18,31 10^3/uL 3.6 – 11
24
Trombosit 232 10^3/dL 150 – 440
Hematokrit 36.6 % 35 – 47
Eritrosit 4,68 10^6/uL 3.8 – 5.2
MCV 92,1 fL 80 – 100
MCH 31,8 pg 26 – 34
MCHV 34,6 g/L 32 – 36
Hitung Jenis (diff)
Neutrofil 82 % 28-78
Limfosit 11 % 25 – 40
Monosit 6 % 2–8
KIMIA KLINIK
Ureum 26 mg/dL < 42
Creatinin 1,37 mg/dL 0,50 – 1,10
SGOT 28 U/L 0-50
SGPT 21 U/L 0-50
ELEKTROLIT
pH 7,88 7,35-7,45
Natrium 148,2 mmol/L 135 – 147
Kalium 4,34 mmol/L 3.5 – 5.0
Chlorida 109,7 mmol/L 98 – 107
Calsium 1,28 mmol/L 1,1-1,4
Tca 2,50 mmol/L 2,2-2,9
G. PROGRAM TERAPI
Infus Asering 20 tpm
Moxifloxacin 400 mg/ 24 jam
Injeksi Arixtra 2,5 mg/24 jam
Per oral aspilet 80 mg/12 jam
Syringe pump I : Dopamine 5 mcg/kgBB/MNT
25
II : Midazolam 1 mg/ jam
H. POLA FUNGSIONAL
INDEKS BARTHEL
26
= 3 = Mandiri
9. Mobilitas = 0 = Immobile (tidak mampu)
= 1 = Menggunakan kursi roda
= 2 = Berjalan dengan bantuan satu orang
= 3 = Mandiri (meskipun menggunakan alat bantu
seperti, tongkat)
10. Naik turun tangga = 0 = Tidak mampu
= 1 = Membutuhkan bantuan (alat bantu)
= 2 = Mandiri
TOTAL
Interpretasi hasil :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan Ringan
9-11 : Ketergantungan Sedang
5-8 : Ketergantungan Berat
0-4 : Ketergantungan Total
DAFTAR MASALAH
No Tgl/Jam Data Fokus Masalah Keperawatan
1. 28/09/2020 DS : Gangguan mobilitas fisik b/d
15.00 WIB keluarga mengatakan pasien Terapi pembatasan gerak
27
mengalami penurunan
kesadaran sejak jam 03.45 WIB
DO :
- Kesadaran somnolent
- GCS E3V1M5
- Pasien gelisah tidak kooperatif
- Pasien mendapat obat
penenang midazolam 1
mg/jam syringe pump
- Pasien bedrest total.
- Sesuai dengan barthel indeks
Kebutuhan mobilitas,transfer
dan naik turun tangga pasien
tidak mampu secara mandiri
-Total skor barthel indeks 0
(ketergantungan total)
DIAGNOSA KEPERAWATAN
28
INTERVENSI KEPERAWATAN
Tgl/ N Dx. Kep NOC NIC TTD
Jam o
28/9/20 1 Gangguan NOC : NIC :
20 mobilitas Joint Movement : Exercise therapy :
15.00 fisik b/d Active ambulation
Terapi Mobility Level Monitoring vital sign
pembatasan Self care : ADLs sebelm/sesudah latihan dan
gerak Transfer lihat respon pasien saat latihan
performance Konsultasikan dengan
Kriteria Hasil : terapi fisik tentang rencana
Klien meningkat ambulasi sesuai dengan
dalam aktivitas fisik kebutuhan
Mengerti tujuan dari Bantu klien untuk
peningkatan mobilitas menggunakan tongkat saat
Memverbalisasikan berjalan dan cegah terhadap
perasaan dalam cedera
meningkatkan kekuatan Ajarkan pasien atau tenaga
dan kemampuan kesehatan lain tentang teknik
berpindah ambulasi
Memperagakan Kaji kemampuan pasien
penggunaan alat Bantu dalam mobilisasi
untuk mobilisasi Latih pasien dalam
(walker) pemenuhan kebutuhan ADLs
secara mandiri sesuai
kemampuan
Dampingi dan Bantu pasien
saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs ps.
29
Berikan alat Bantu jika
klien memerlukan.
Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
28/9/20 2 Defisit NOC : NIC :
20 perawatan Self care : Activity Self Care assistane : ADLs
15.00 diri b/d of Daily Living (ADLs) Monitor kemempuan klien
kelemahan Kriteria Hasil : untuk perawatan diri yang
fisik Klien terbebas dari mandiri.
bau badan Monitor kebutuhan klien
Menyatakan untuk alat-alat bantu untuk
kenyamanan terhadap kebersihan diri, berpakaian,
kemampuan untuk berhias, toileting dan makan.
melakukan ADLs Sediakan bantuan sampai
Dapat melakukan klien mampu secara utuh untuk
ADLS dengan bantuan melakukan self-care.
Dorong klien untuk
melakukan aktivitas sehari-hari
yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
Dorong untuk melakukan
secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
Ajarkan klien/ keluarga
untuk mendorong kemandirian,
untuk memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak mampu
untuk melakukannya.
Berikan aktivitas rutin
30
sehari- hari sesuai kemampuan.
Pertimbangkan usia klien
jika mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.
31
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Kode
Tgl/Jam Dx. Tindakan Keperawtan Respon TTD
Kep
28/9/2020 2 Memandikan pasien DS: -
15.30 DO:pasien tampak bersih,
segar dan rapi
28/9/2020 2 Melakukan oral higiene DS:-
15.45 DO:Mulut dan gigi bersih
28/9/2020 1 Melakukan alih baring miring DS:-
16.00 kiri dan memberikan babyoil DO:pasien dalam posisi
miring kiri dibantu perawat
28/9/2020 1 Melakukan alih baring miring DS:
18.00 kanan DO:Pasien dalam posisi
miring ke kanan dibantu
perawat
28/9/2020 1 Memonitor TTV DS:-
20.00 DO: kesadaran somnolen
TTV
TD 112/60 mmHg
HR 56 x/menit
RR 21 x/menit
Suhu 36,7 0C
SpO2 100 %
28/9/2020 1 Memberikan injeksi arixtra DS:-
20.30 2,5 mg dan midazolam inj DO:injeksi masuk pasien
syrnge pump 1 mg/jam tidak tampak kesakitan
32
Total skor indeks bartel 0
(ketergantungan total)
29/9/2020 1 Memonitor kondisi pasien DS:-
15.00 DO:kesadaran somnolent,
pasien kadang masih
gelisah, tidak kooperatif.
Pasien disupport
midazolam 1 mg/jam
TTV:
TD 110/64 mmHg
HR 52 x/menit
RR 16 x/menit
Suhu 36,4 0C
33
TD 102/63 mmHg
HR 52 x/menit
RR 16 x/menit
Suhu 36,70C
SpO2 100%
29/9/2020 1,2 Memonitor tingkat DS:-
20.30 ketergantungan pasien DO: ADL (makan, mandi,
berpakaian, toileting, BAB,
BAK, perawatan diri ) dan
mobilisasi/mobilitas
dibantu perawat.
Total skor indeks bartel 0
(ketergantungan total)
30/9/2020 1,2 Memonitor kondisi pasien DS:Komunikasi kadang
07.30 nyambung kadang tidak
DO: tingkat kesadaran
composmentis cenderung
banyak tidur. Masih belum
kooperatif. Pasien masih
mendapat terapi midazolam
syrine pump 1 mg/jam
30/9/2020 1,2 Memandikan pasien DS:-
08.00 DO:Pasien tampak bersih
dan segar
30/9/2020 2 Melakukan oral higine DS:-
08.15 DO:Mulut dan gigi bersih
30/9/2020 2 Memberikan makan per oral DS:-
09.00 diit cair susu DO:Minum susu habis 2
sendok.
30/9/2020 1 Melakukan alih baring DS:-
10.00 DO:Alih baring dibantu
perawat
30/9/2020 2 Memberikan minum per oral DS:-
34
12.00 DO:pasien minum jus habis
3 sendok
30/9/2020 1,2 Memonitor TTV DS:-
13.00 DO:TTV
TD 113/65 mmHg
HR 61 x/menit
RR 18 x/menit
Suhu 36,40C
SpO2 99 %
30/9/2020 1,2 Memberikan injeksi DS:-
13.10 moxifloxacin 400 mg/jam DO:Obat masuk pasien
tampak tidak kesakitan
30/9/2020 1,2 Memonitor tingkat DS:-
13.30 ketergantungan DO: ADL (makan, mandi,
berpakaian, toileting, BAB,
BAK, perawatan diri ) dan
mobilisasi/mobilitas
dibantu perawat.
Total skor indeks bartel 0
(ketergantungan total)
EVALUASI
Tgl/Jam Kode Evaluasi TTD
Dx Kep
30/09/2020 1 S:-
14.00 WIB O : tingkat kesadaran composmentis cenderung
banyak tidur, pasien kadang masih tidak
kooperatif, masih mendapat terapi
midazolam 1 mg/jam, mobilisasi masih
dibantu perawat. Skor indeks bartel 0
(ketergantungan total)
35
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Pertahankan latihan alih baring
Monitor kemampuan mobilisasi pasien
Bantu dan latih pasien dalam latihan
mobilisasi secara bertahap
30/09/2020 2 S:
14.00 WIB O : Kebutuhan ADL pasien masih dibantu
perawat, skor indeks bartel 0
(ketergantungan total)
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
Monitor kemampuan pasien dalam
pemenuhan kebutuhan ADL
Bantu dan latih pasien dalam pemenuhan
ADL
36
BAB IV
PEMBAHASAN
37
tidak ada pembengkakan jantung, CRT < 2 detik, tidak ada edema, urin
output 0,6 cc/kgBB/jam, tingkat kesadaran samnolen.
Kemudian dilakukan pengkajian pola aktivitas didaptkan data
pasien bedrest total. Seluruh aktivitas pemenuhan ADL dan mobilisasi
dibantu perawat. Kebutuhan mobilitas,transfer dan naik turun tangga pasien
tidak mampu secara mandiri Total skor barthel indeks 0 (ketergantungan
total).
Berdasarkan hasil pengkajian dan keluhan utama di dapatkan
masalah keperawatan pada Tn. D yaitu gangguan mobilitas fisik b/d
terapi pembatasan gerak.
B. Diagnosa Keperawatan
Data yang didapatkan dari hasil pengkajian kemudian
diidentifikasi, diolah, dianalisa dan dirumuskan dalam diagnosa
keperawatan. Adapun diagnosa keperawatan yang ditemukan penulis
pada Tn. D adalah gangguan mobilitas fisik b/d terapi pembatasan
gerak dan Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik
C. Intervensi Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, langkah selanjutnya
adalah menyusun rencana keperawatan. Dalam perencanaan ini, penulis
dapat menentukan tingkat keberhasilan dari asuhan keperawatan yang
akan dicapai. Intervensi keperawatan menurut Nursing Interventions
Classification untuk mengatasi diagnosa gangguan mobilitas fisik b/d
terapi pembatasan gerak adalah
1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon
pasien saat latihan
2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
38
4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
7. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
8. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan.
Sedangkan pada diagnosa kedua yaitu Defisit perawatan diri b/d
kelemahan fisik dengan rencana tindakan keperawatan yang akan
diberikan adalah
1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan
diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk
melakukan self-care.
4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
D. Implementasi
Dalam tahap pelaksanaan keperawatan penulis dapat melaksanakan
semua rencana keperawatan sesuai dengan perencanaan yang telah di buat
39
dan semua pelaksanaan keperawatan didokumentasikan dalam catatan
perkembangan keperawatan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan ini
tidak semua dilakukan oleh penulis tetapi dibantu oleh perawat ruangan
dan penanggung jawab pasien sehingga walupun penulis tidak memantau
perkembangan pasien selama 24 jam, penulis juga dapat mengikuti
perkembangan pasien dengan melihat catatan perawat ruangan dan
catatan perkembangan pasien dari dokter yang menangani.
Pada diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik b/d terapi
pembatasan gerak semua intervensi telah dilakukan sesuai kasus yaitu
Melakukan alih baring miring kiri dan memberikan babyoil, Melakukan
alih baring miring kanan, memonitor TTV, memberikan injeksi arixtra
2,5 mg dan midazolam inj syrnge pump 1 mg/jam, memonitor tingkat
ketergantungan pasien, memonitor kondisi pasien, Melakukan alih baring
miring kanan. Sedangkan pada diagnosa kedua yaitu Defisit perawatan
diri b/d kelemahan fisik tindakan keperawatan yang telah diberikan
adalah memandikan pasien, melakukan oral higiene, memonitor tingkat
kemampuan pasien untuk perawatan diri.
Faktor pendukung dari tindakan keperawatan adalah adanya
komunikasi yang baik antara penulis dan perawat ruangan dalam
melakukan tindakan keperawatan serta pasien yang kooperatif. Penulis
lebih melakukan pendekatan kepada pasien, melakukan pencatatan
tindakan yang telah dilakukan dan bekerja sama dengan bidan di ruangan
untuk melanjutkan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang
telah di buat dan mendokumentasikannya. Serta penulis melakukan
pendekatan dengan penanggung jawab pasien agar penanggung jawab
ikhlas dalam merawat dan menjaga keluarganya yang sedang dirawat.
E. Evaluasi
Pada tahap evaluasi merupakan tahap akhir dan alat ukur untuk
mengevaluasi keberhasilan pemberian asuhan keperawatan. Pelaksanaan
evaluasi yang penulis lakukan sesuai dengan teori yang menggunakan
40
metode SOAP karena dapat ditarik kesimpulan berhasil tidaknya asuhan
keperawatan yang diberikan berdasarkan pengkajian baik dari data
subjektif maupun data objektif sehingga dapat menganalisa kemudian
membuat perecanaan sesuai dengan hasil kesimpulan. Faktor pendukung
yang mempengaruhi keberhasilan Asuhan Keperawatan adalah adanya
kerjasama antara penulis dengan perawat dan penanggung jawab pasien
serta kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam memberikan
pengobatan, diet, dan pemeriksaan yang tepat.
41
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari pada Tn. D dengan
gangguan kebutuhan mobilitas aktivitas di ruang ICU RSUD dr. R. Soeprapto
Cepu, maka penulis membuat beberapa simpulan :
1. Setelah dilakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan gangguan
kebutuhan mobilitas aktivitas, data-data yang penulis temukan pada
dasarnya sama dengan data yang di teori.
2. Setelah dilakukan analisa data ditemukan 2 diagnosa keperawatan prioritas
yang muncul sesuai dengan teori Nanda (2018). Diagnosa yang muncul
dalam kasus dan sesuai dengan teori yaitu gangguan mobilitas fisik b/d
terapi pembatasan gerak dan defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik
3. Rencana keperawatan yang dirancang sesuai dengan Nursing Interventions
Classification
4. Proses implementasi yang dilakukan menyesuaikan dengan intervensi.
5. Pada evaluasi tentang hasil asuhan keperawatan selama 3 hari didapatkan
kesimpulan bahwa masalah gangguan mobilitas fisik b/d terapi
pembatasan gerak dan defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik belum
teratasi.
A. Saran
Hasil memperlihatkan bahwa masalah belum teratasi. Oleh karena itu
intervensi tetap dilanjutkan dengan tujuan mempertahankan dan
meningkatkan kondisi yang sudah baik. Selain itu kerjasama antar tim
kesehatan dengan pasien dan keluarga sangat diperlukan untuk keberhasilan
asuhan keperawatan.
42
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba
Medika.
Aziz Alimul Hidayat. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Aplikasi
konsep dan proses keperawatan. Buku 1, A. Jakarta : Salemba media
Mubarak, Wahit Iqbal.2007. Buku ajar kebutuhan dasar manusia : teori &
aplikasi dalam praktek.Jakarta:EGC.
Perry & Potter. 2006. Buku Ajar Fundal Mental Keperawatan Konsep, Proses
Dan Praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan Dasar Manusia & Proses Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.
Wilkinson.juddith M 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi
NIC dan kriteria hasil NOC.jakarata:EGC
http://repository.poltekeskupang.ac.id/1702/ judul Gangguan Mobilitas Fisik
Pada Pasca Stroke Non Hemoragik
http://repository.stikespantiwaluya.ac.id/252/ judul Asuhan Keperawatan
Pada Klien Cerebro Vascular Accident (Cva) Dengan Gangguan
Mobilitas Fisik Di Rumah Sakit Panti Waluya Malang
http://repository.unusa.ac.id/5776/ judul Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Masalah Gangguan Mobilitas Fisik Pada Penderita Stroke Di
Rumah Sakit Islam Darus Syifa` Benowo Surabaya
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/394/3/BAB%20II.pdf judul
Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi Pada
Pasien Stroke Non Haemoragik Di Ruang Icu Rsud Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang Tanggal 01-04 Juni 2017
http://repository.um-surabaya.ac.id/2429/ judul Asuhan Keperawatan
Gangguan Mobilitas Fisik Pada Tn. M dan Tn. S Dengan CVA Infark di
Ruang Nakula RSUD Bhakti Darma Husada Surabaya
43
44