OLEH :
1612101010055
KONSEP THALASEMIA
A. Pengertian Thalasemia
Thalasemia adalah sekelompok anemia hipokromik mmikrositer herediter dengan
berbagai derajat keparahan. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi total atau
parsial gen globin dan substitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Akibat dari berbagai
perubahan ini adalah penurunan atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai
globin atau pembentukan mRNA yang cacat secara fungsional. Akibatnya adalah
penurunan dan supresi total sintesis rantai polipeptida hemoglobin. Kira-kira 100 mutasi
yang berbeda telah ditemukan mengakibatkan fenotip talasemia; banyak di antara mutasi
ini adalah unik untuk daerah geografi setempat. Pada umumnya, rantai globin yang
disintesis dalam eritrosit talasemia secara struktural adalah normal. Pada bentuk
talasemia-α yang berat, terbentuk hemoglobin hemotetramer abnormal (β4 atau γ4) tetapi
komponen polipeptida globin mempunyai struktur normal. Sebaliknya, sejumlah
hemoglobin abnormal juga menyebabkan perubahan hemotologi mirip talasemia
(Behrman, dkk. 2001).
Pada tahun 2019, terdapat lebih dari 10.531 pasien thalasemia di Indonesia, dan
diperkirakan 2.500 bayi baru lahir dengan talasemia setiap tahunnya di Indonesia. Tahun
2016, prevalensi talasemia mayor di Indonesia berdasarkan data UKK Hematologi Ikatan
Dokter Anak Indonesia mencapai jumlah 9.121 orang. Berdasarkan data Yayasan
Talasemia Indonesia/Perhimpunan Orang Tua Penderita (YTI/POPTI) diketahui bahwa
penyandang talasemia di Indonesia mengalami peningkatan dari 4.896 penyandang di
tahun 2012 menjadi 9.028 penyandang pada tahun 2018 (Kemenkes RI, 2019).
B. Etiologi
Menurut Yuliastati & Nining (2016) sebagian besar penderita thalassemia terjadi
karena faktor turunan genetik pada sintesis hemoglobin yang diturunkan oleh orang tua
(Suriadi, 2006). Sementara menurut Ngastiyah (2005) penyebab kerusakan tersebut
karena hemoglobin yang tidak normal (Hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin ini
karena adanya gangguan pembentukkan yang disebabkan oleh gangguan structural
pembentukkan hemoglobin (Hemoglobin abnormal) misalnya pada Hbs, HbF, HbD dan
sebagainya, selain itu gangguan jumlah (salah satu/beberapa) rantai globin seperti pada
thalassemia.
Talasemia dapat diturunkan pada anak dengan Talasemia mayor dapat lahir dari
perkawinan antara kedua orang tua yang dua-duanya pembawa sifat. Seorang pembawa
sifat Talasemia secara kasat mata tampak sehat (tidak bergejala), hanya bisa diketahui
melalui pemeriksaan darah dan analisis hemoglobin. Berdasarkan Hukum Mendel
mekanisme penurunan Talasemia ke generasi berikutnya dapat kita lihat pada gambar.
Penyakit Talasemia Mayor yang berat mulai terlihat ketika anak pada usia dini, dengan
gejala pucat karena anemia, lemas, tidak nafsu makan, sukar tidur. Kelahiran pasien
Talasemia mayor dapat dihindari dengan mencegah perkawinan antara dua orang
pembawa sifat Talasemia. Pada pasangan orang tua yang salah satunya pembawa gen
Talasemia Minor, berisiko mempunyai anak pasien Talasemia Minor 50%. Pasangan
tersebut tidak akan mempunyai anak dengan Talasemia Mayor, tetapi jika kedua orang
tuanya membawa gen Talasemia Minor (pembawa sifat) maka mereka dapat
kemungkinan 50% anaknya Talasemia Minor, 25% sehat, dan 25% sisanya dengan
Talasemia Mayor (Kemenkes, 2019).
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari thalassemia, yaitu (Huda & Kusuma, 2016) :
a. Thalassemia Minor/Thalasemia Trait: Tampilan klinis normal, splenomegaly dan
hepatomegaly ditemukan pada sedikit penderita, hyperplasia eritroid stipples
ringan sampai sedang pada sumsum tulang, bentuk homozigot, anemia ringan,
MCV rendah. Pada penderita yang berpasangan harus diperiksa. Karena karier
minor pada kedua pasangan dapat menghasilkan keturunan dengan thalassemia
mayor.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya :
1) Gizi buruk
2) Perut buncit karena pembesaran limfa dan hati yang mudah diraba
3) Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limfa dan hati (Hepatomegali),
limfa yang besar ini mudah rupture karena trauma ringan saja.
b. Thalassemia Mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang
dari 1 tahun, yaitu:
1) Anemia simtomatik pada usia 6-12 bulan, seiring dengan turunnya kadar
hemoglobin fetal.
2) Anemia mikrositik berat, terdapat sel target dan sel darah merah yang
berinti pada darah perifer, tidak terdapat HbA. Kadar Hb rendah mencapai
3 atau 4gr/dl
3) Lemah, pucat.
4) Pertumbuhan fisik dan perkembangannya terhambat, kurus, penebalan
tulang tengkorak, splenomegaly, ulkus pada kaki dan gambaran
patogonomik “Hair on end”.
5) Berat badan kurang.
6) Tidak dapat hidup tanpa transfuse.
c. Thalassemia Intermedia:
1) Anemia mikrositik, bentuk heterozigot.
2) Tingkat keparahannya berada diantara thalassemia minor dan thalassemia
mayor: masih memproduksi sejumlah kecil HbA.
3) Anemia agak berat 7-9 g/dL dan splenomegaly.
4) Tidak tergantung pada transfuse.
Gejala khas adalah:
1) Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung,
jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
2) Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering di transfuse, kulitnya
menjadi kelabu akibat penimbunan zat besi.
D. Patofisiologi
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk penyakit thalassemia, yaitu (Huda et al, 2016) :
a. Penatalaksanaan Terapeutik
1) Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb di atas 10
g/dl. Regimen hipertransfusi ini mempunyai keuntungan klinis yang nyata
memungkinkan aktivitas normal dengan nyaman, mencegah ekspansi
sumsum tulang dan masalah kosmetik progresif yang terkait dengan
perubahan tulang-tulang muka dan meminimalkan dilatasi jantung dan
osteoporosis.
2) Transfuse dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah (PRC) biasanya
diperlukan setiap 4-5 minggu. Uji silang harus dikerjakan untuk mencegah
alloimunisasi dan mencegah reaksi transfuse. Lebih baik digunakan PRC
yang relative segar (< 1 minggu dalam antikoagulan CPD) walaupun dengan
kehati – hatian yang tinggi, reaksi demam akibat transfuse lazim ada. Hal ini
dapat meminimalkan dengan penggunaan eritrosit yang di rekonstruksi dari
darah beku atau penggunaan filter leukosit dan dengan pemberian antipiretik
sebelum transfuse. Hemosiderosis adalah akibat terapi transfuse jangka
panjang, yang tidak dapat di hindari karena setiap 500 ml darah membawa
kira-kira 200 mg besi ke jaringan yang tidak dapat di ekskresikan secara
fisiologis.
3) Siderosis miokardium merupakan faktor penting yang ikut berperan dalam
kematian awal penderita. Hemosderosis dapat diturunkan atau bahkan di
cegah dengan pemberian parenteral obat deferoksamin, yang membentuk
kompleks besi yang dapat di ekskresikan dalam urin. Kadar deferoksamin
darah yang dipertahankan tinggi adalah perlu ekskresi besi yang memadai.
Obat ini diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan
pompa portable kecil (Selama tidur), 5 atau 6 malam/minggu penderita yang
menerima regimen ini dapat mempertahankan kadar ferritin serum kurang
dari 1000 ng/mL yang benar-benar dibawah nilai toksik. Komplikasi
mematikan siderosis jantung dan hati dengan demikian dapat di cegah atau
secara nyata tertunda. Obat pengkhelasi besi per oral yang efektif, deferipron,
telah dibuktikan efektif serupa dengan deferoksamin. Karena kekhawatiran
terhadap kemungkinan toksisitas (Agranulositosis, artritis, arthralgia) obat
tersebut kini tidak tersedia di Amerika Serikat.
4) Terapi hipertransfusi mencegah splenomegaly massif yang disebabkan oleh
eritropoesis ekstra medular. Namun splenektomi akhirnya diperlukan karena
ukuran organ tersebut atau karena hipersplenisme sekunder. Splenektomi
meningkatkan resiko sepsis yang parah sekali, oleh karena itu operasi harus
dilakukan hanya untuk indikasi yang jelas dan harus di tunda selama
mungkin. Indikasi terpenting untuk splenektomi adalah meningkatkan
kebutuhan transfuse yang menunjukkan unsur hipersplenisme. Kebutuhan
transfusi melebihi 240 ml/ kg PRC/tahun biasanya merupakan bukti
hipersplenisme dan merupakan indikasi untuk mempertimbangkan
splenektomi.
5) Imunisasi pada penderita ini dengan vaksin hepatitis B, vaksin H influenza
tipe B dan vaksin polisakarida pneumokokus diharapkan serta terapi
profilaksis penisilin juga di anjurkan. Cangkok sumsum tulang (CST) adalah
kuratif pada penderita dan telah terbukti keberhasilan yang meningkat,
meskipun pada penderita yang telah menerima transfusi sangat banyak.
Namun, prosedur ini membawa cukup resiko morbiditas dan mortalitas serta
biasanya hanya digunakan untuk penderita yang mempunyai saudara
kandung yang sehat (yang tidak terkena, yang histokompatibel).
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Pada dasarnya keperawatan thalassemia sama dengan pasien anemia lainnya,
yaitu memerlukan perawatan tersendiri dan perhatian lebih. Masalah pasien yang
perlu diperhatikan adalah kebutuhan nutrisi (Pasien menderita anorexia), resik
terjadi komplikasi akibat transfuse yang berulang-ulang, gangguan rasa aman dan
nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit dan cemas orang
tua mengenai penyakit dan cemas orang tua terhadap kondisi anak (Ngastiyah,
2005).
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan terhadap pasien dengan
thalassemia diantaranya membuat perfusi jaringan pasien menjadi adekat
kembali, mendukung anak tetap toleran terhadap aktivitasnya, memenuhi
kebutuhan nutrisi yang adekuat dan membuat keluarga dapat mengatasi masalah
atau stress yang terjadi pada keluarga. Selain tindakan keperawatan yang di atas,
perawat juga perlu menyiapkan klien untuk perencanaan pulang, seperti
memberikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan
tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak, jelaskan terapi yang diberikan
mengenai dosis dan efek samping, jelaskan perawatan yang diperlukan di rumah,
tekankan untuk melakukan control ulang sesuai waktu yang ditentukan (Suriadi,
2006).
1. Pengkajian
a. Anamnesa: pengkajian mengenai data demografi pasien.
1) Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia
minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada
umur sekitar 4-6 tahun.
2) Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi
lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi
sebagai alat transport.
3) Pertumbuhan dan Perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia
jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia
mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan
rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
4) Pola Makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga
berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
5) Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur /
istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah.
6) Riwayat Kesehatan Keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua
yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia,
maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu,
konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk
mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
7) Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante Natal Core-ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya
faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat.
Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko
yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan
diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
8) Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya
adalah:
i. Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah
anak seusianya yang normal.
ii. Kepala dan bentuk muka.
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk
khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid,
yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan
tulang dahi terlihat lebar.
iii. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
iv. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
v. Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik
vi. Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan
hati ( hepatosplemagali).
vii. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang
dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan
dengan anak-anak lain seusianya.
viii. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas Ada
keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan
rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat
mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
ix. Kulit Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering
mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi
akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
(Wiayaningsih, 2013).
b. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan darah tepi
a) Hb, gambaran morfologi eritrosit
b) Retikulosit meningkat
2) Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)
3) Pemeriksaan khusus
a) Hb F meningkat: 20% - 90% Hb total
b) Elektroforesis Hb: Hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb
c) Pemeriksaan pedigree: Kedua orang tua pasien thalassemia mayor
merupakan trait (Carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb
total).
4) Pemeriksaan lain
a) Foto Ro tulang kepala: Gambaran hair on end, korteks menipis, diploe
melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
b) Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang: Perluasan sumsum tulang
sehingga trabekula tampak jelas.
2. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien thalasemia menurut
SDKI PPNI (2017), adalah sebagai berikut:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi dan posisi tubuh
yang menghambat ekspansi paru.
b. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan kosentrasi
Hemoglobin.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
d. Resiko gangguan integritas kulit/jaringan dibuktikan dengan perubahan sirkulasi.
e. Resiko infeksi dibuktikan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
penurunan hemoglobin.
f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh.
g. Gangguan Tumbuh Kembang berhubungan dengan Efek Ketidakmampuan Fisik.
3. Intervensi Keperawatan
Terapeutik
a) Posisikan semi fowler
atau fowler
b) Berikan oksigen jika
perlu
Behrman Richard E., Kliegman Robert., Arvin Ann M, 2001. Kelainan Hemoglobin:
Sindrom Thalassemia. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 2. Edisi ke-15. Jakarta:
EGC. Hlm 1708-1712
Huda, Nurarif. Amin., & Kusuma, Hardhi. (2016). NANDA NIC-NOC. Percetakan
Medication Publishing Jogjakarta.
Kemenkes RI. 2019. Angka pembawa sifat talasemia tergolong tinggi. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Tersedia dari :
https://www.kemkes.go.id/article/view/19052100003/angka-pembawa-sifat-talasemia-
tergolong-tinggi.html . Diakses pada tanggal 3 Agustus 2021.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, Jakarta : EGC.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis keperawatan Indonesia definisi dan Indikator Diagnostik.
DPP PPNI.
Suriadi. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Sagung seto.
Wiayaningsih, Kartika Sari. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. CV.Trans info Media.
Yuliastati, Nining. (2016). Keperawatan Anak. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. DATA KLINIS
Nama : An. MFK
No. RM : 0-89-93-78
Usia : 10 tahun 1 bulan
TB : +- 135 cm, BB : 26 Kg. (perkiraan)
Lila : 20 cm
Suhu : 36,7 ° C
Nadi : 80x/menit (teratur)
Tekanan darah : 100/70 mmHg Kaki kanan (√)
Berbaring (√)
Tanggal Masuk : 4 Agustus 2021
Waktu Kedatangan : 12.30 WIB
Orang yang dihubungi : Orang tua
Catatan kedatangan : ( ) kursi roda, ( ) ambulans, ( ) brankar
Alasan masuk Rumah Sakit :
Pasien datang dengan keluhan pucat dan lemas.
4. POLA ELIMINASI
Kebiasaan defekasi : 1x /hari
Tanggal defekasi terakhir: 03 Agustus 2021, pasien BAB setiap hari.
Kebiasaan berkemih :
( √ ) DBN , Frekuensi : 3-4 x/hari,
Inkontinensia : Tidak ada,
Alat Bantu :-
( ) Kateterisasi intermitten, ( ) Kateter Indwlling, ( ) Kateter Eksternal, ( ) jenis
Implantasi Penis.
Bicara :
( √ ) Normal
Bahasa sehari-hari : daerah ( ) Indonesia, (√ ) Bahasa Daerah (Aceh)
Kemampuan membaca bahasa Indonesia : (√ ) Ya
Kemampuan berkomunikasi : (√ ) Ya, ( ) Tidak
Kemampuan memahami : (√ ) Ya, ( ) Tidak
Tingkat Ansietas : (√ ) Ringan, ( ) Sedang, ( ) Berat, ( ) panik
Pendengaran:
( √ ) DBN,
Penglihatan:
( √ ) DBN
Vertigo : -
Ketidaknyamanan / Nyeri : (√ ) tidak ada, ( ) Akut, ( ) Kronik
Deskripsi:
Penatalaksanaan Nyeri :
9. POLA SEKSUALITAS/REPRODUKSI
Tidak dikaji
KULIT : Turgor kulit kembali segera, kulit berwarna kelabu atau kehitaman, dan terdapat
bintik-bintik hitam di kaki pasien
LEHER :
Trakea : Tidak adanya pembesaran
Carotid Bruit : Tidak adanya pembesaran
Vena : Tidak adanya pembesaran
Kelenjar : Tidak adanya pembesaran
Tiroid : Tidak adanya pembesaran
Lainnya :-
DADA / THORAK
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak adanya nyeri tekan
Perkusi : Resonan
Auskultasi : Vesikuler
JANTUNG
Inspeksi : Tidak ada tanda pembengkakan
Palpasi : Tidak adanya nyeri tekan
Auskultasi : Suara jantung normal, tidak ada bising jantung
Perkusi :-
Ritme :-
ABDOMEN :
Inspeksi : Tidak adanya luka, bentuk simetris
Auskultasi : Peristaltik normal
Perkusi : Tidak adanya pembesaran organ
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
NEUROLOGI :
Status Mental / GCS : ( 15 ) E = 6 , M = 4 , V = 5 (Compos Mentis).
Syaraf Cranial :
Nervus I : Tidak dapat dikaji
Nervus II : Tidak dapat dikaji
Nervus III : Tidak dapat dikaji
Nervus IV : Tidak dapat dikaji
Nervus V : Tidak dapat dikaji
Nervus VI ; Tidak dapat dikaji
Nervus VII : Tidak dapat dikaji
Nervus VIII : Tidak dapat dikaji
Nervus IX : Tidak dapat dikaji
Nervus X : Tidak dapat dikaji
Nervus XI : Tidak dapat dikaji
Nervus XII : Tidak dapat dikaji
Motoris :
Sensori :
Sensasi panas : Dapat dirasakan
Sensasi dingin : Dapat dirasakan
Sensasi raba : Dapat dirasakan
Sensasi nyeri : Dapat dirasakan
Sensasi cium : Dapat dirasakan
DTR :
RF : + /+
RP : +/+
N
DATA ETIOLOGI PROBLEM
O
1 DS: Penurunan Ketidakefektifan
“Pasien dengan wajah dan kulit pucat” konsentrasi perfusi jaringan
“pasien memiliki penyakit Thalassemia β hemoglobin perifer
Mayor”
DO:
Warna kulit pucat
CRT >3 detik
Konjungtiva anemis
Perubahan karasteristik kulit (warna,
kelembapan, elastisitas)
Nyeri ekstremitas
TD : 90/70 mmHg
Nadi: 86x/menit
RR: 20x/menit
T: 36,7°C
Hb : 6,4 gr/dL
2. DS : Perubahan Resiko
“Pasien memiliki bintik-bintik hitam di kulit” sirkulasi gangguan
“Kulit pasien sering kering seperti bersisik” integritas kulit
“Pasien memiliki penyakit Thalasemia β
Mayor”
DO:
Perubahan karasteristik kulit (warna,
kelembapan, elastisitas)
Kulit tampak kering
TD : 90/70 mmHg
Hb : 6,4 gr/dL
DO:
Perubahan karasteristik kulit (warna,
kelembapan, elastisitas)
Warna kulit pucat
Kulit tampak kering
TD : 90/70 mmHg
Hb : 6,4 gr/dL
DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
2. Resiko gangguan integritas kulit b.d perubahan sirkulasi
3. Resiko infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
INTERVENSI KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA NOC
NIC
(TUJUAN DAN
(INTERVENSI )
KRITERIA HASIL)
1. Ketidakefektifan Goal: Pasien akan 1) Periksa sirkulasi perifer
perfusi jaringan mempertahankan perfusi (nadi perifer, edema,
perifer b.d penurunan jaringan yang efektif selama warna, suhu)
dalam perawatan.
konsentrasi 2) Monitor panas,
Objektif: Dalam jangka
hemoglobin waktu 3x24 jam, pasien kemerahan, nyeri, atau
akan : bengkak pada ekstremitas
3) Lakukan hidrasi
1) CRT membaik (tidak
lebih dari 2 detik) 4) Anjurkan program diet
2) Warna kulit pucat rendah zat besi
menurun 5) Monitor TTV sebelum,
3) Hasil TTV normal selama, dan setelah
4) Kadar Hb normal transfusi
6) Monitor reaksi transfusi
7) Pasang akses intravena
jika belum terpasang
8) Lakukan pengecekan
ganda pada label darah
9) Berikan NaCl 0,9% 50-
100 ml sebelum transfusi
dilakukan
10) Kolaborasi pemberian
transfusi darah
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
HARI/ No.
DX IMPLEMENTASI EVALUASI
TANGGAL
Rabu/04 1 S:
Agustus 2021 1) Periksa sirkulasi perifer “Pasien dengan wajah dan kulit pucat”
(nadi perifer, edema, “pasien memiliki penyakit
warna, suhu) Thalassemia β Mayor”
2) Monitor panas, O:
kemerahan, nyeri, atau
Warna kulit pucat
bengkak pada
ekstremitas CRT >3 detik
Konjungtiva anemis
3) Lakukan hidrasi
Perubahan karasteristik kulit
4) Anjurkan program diet (warna, kelembapan,
rendah zat besi elastisitas)
Nyeri ekstremitas
5) Monitor TTV sebelum,
TD : 90/70 mmHg
selama, dan setelah
transfusi Nadi: 86x/menit
RR: 20x/menit
6) Monitor reaksi T: 36,7°C
transfusi Hb : 6,4gr/dL
7) Pasang akses intravena
jika belum terpasang A:
Ketidakefektifan perfusi jaringan
8) Lakukan pengecekan perifer teratasi sebagian
ganda pada label darah
P:
9) Berikan NaCl 0,9% 50-
Lakukan pemeriksaan nadi,
100 ml sebelum
warna, edema, dan suhu
transfusi dilakukan
Pantau kemerahan, nyeri,
10) Kolaborasi pemberian
panas, atau bengkak pada
transfusi darah
ekstremitas
Lakukan hidrasi
Anjurkan program diet rendah
zat besi
Ukur TTV pasien sebelum,
selama, dan setelah transfusi
Monitor reaksi transfusi
Pasang akses intravena jika
belum terpasang
Lakukan pengecekan ganda
pada label darah
Berikan NaCl 0,9% 50-100 ml
sebelum transfusi dilakukan
Kolaborasi pemberian transfusi
darah
2 1) Gunakan produk S:
berbahan ringan/alami “Pasien memiliki bintik-bintik hitam di
dan hipoalergik pada kulit”
kulit sensitif “Kulit pasien sering kering seperti
2) Identifikasi penyebab bersisik”
gangguan integritas kulit “Pasien memiliki penyakit Thalasemia
β Mayor”
3) Anjurkan menggunakan
pelembab O:
4) Anjurkan minum air Perubahan karasteristik kulit
yang cukup (warna, kelembapan,
elastisitas)
5) Anjurkan meningkatkan Kulit tampak kering
asupan buah dan sayur TD : 90/70 mmHg
6) Anjurkan mandi dan Hb : 6,4 gr/dL
menggunakan sabun
secukupnya A:
Resiko gangguan integritas kulit
7) Anjurkan meningkatkan teratasi sebagian
asupan nutrisi
8) Periksa adanya iritasi, P:
retak, lesi, kapalan, Identifikasi penyebab gangguan
kelainan bentuk atau integritas kulit
edema. Menganjurkan menggunakan
pelembab
Menganjurkan minum air yang
cukup
Menganjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
Menganjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
Memeriksa adanya iritasi,
retak, lesi, kapalan, kelainan
bentuk atau edema.
3 1) Identifikasi riwayat S:
kesehatan dan riwayat “Pasien memiliki bintik-bintik hitam di
alergi kulit”
“Pasien memiliki penyakit Thalasemia
2) Monitor tanda dan gejala β Mayor”
infeksi lokal dan
sistemik O:
3) Ajarkan cara mencuci Perubahan karasteristik kulit
tangan dengan benar (warna, kelembapan,
elastisitas)
4) Anjurkan meningkatkan Warna kulit pucat
asupan nutrisi Kulit tampak kering
5) Anjurkan meningkatkan TD : 90/70 mmHg
asupan cairan Hb : 6,4 gr/dL
6) Identifikasi alergi dan A:
intoleransi makanan Resiko infeksi teratasi sebagian
P:
Mengidentifikasi riwayat
kesehatan dan riwayat alergi
Memonitor tanda dan gejala
infeksi lokal dan sistemik
Menganjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
Menganjurkan meningkatkan
asupan cairan
Mengidentifikasi alergi dan
intoleransi makanan
HARI/ DX EVALUASI
TANGGAL
Rabu/04 Agustus 1 S:
2021 “Pasien dengan wajah dan kulit pucat”
“pasien memiliki penyakit Thalassemia β Mayor”
O:
Warna kulit pucat
CRT >3 detik
Konjungtiva anemis
Perubahan karasteristik kulit (warna, kelembapan,
elastisitas)
Nyeri ekstremitas
TD : 90/70 mmHg
Nadi: 86x/menit
RR: 20x/menit
T: 36,7°C
Hb : 6,4 gr/dL
A:
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer teratasi sebagian
P:
Periksa sirkulasi perifer (nadi perifer, edema, warna,
suhu)
Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada
ekstremitas
Pasang akses intravena jika belum terpasang
Lakukan pengecekan ganda pada label darah
Berikan NaCl 0,9% 50-100 ml sebelum transfusi
dilakukan
Kolaborasi pemberian transfusi darah
2 S:
“Pasien memiliki bintik-bintik hitam di kulit”
“Kulit pasien sering kering seperti bersisik”
“Pasien memiliki penyakit Thalasemia β Mayor”
O:
Perubahan karasteristik kulit (warna, kelembapan,
elastisitas)
Kulit tampak kering
TD : 90/70 mmHg
Hb : 6,4 gr/dL
A:
Resiko gangguan integritas kulit teratasi sebagian
P:
Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
Menganjurkan menggunakan pelembab
Menganjurkan minum air yang cukup
Menganjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Memeriksa adanya iritasi, retak, lesi, kapalan,
kelainan bentuk atau edema.
3 S:
“Pasien memiliki bintik-bintik hitam di kulit”
“Pasien memiliki penyakit Thalasemia β Mayor”
O:
Perubahan karasteristik kulit (warna, kelembapan,
elastisitas)
Warna kulit pucat
Kulit tampak kering
TD : 90/70 mmHg
Hb : 6,4 gr/dL
A:
Resiko infeksi teratasi sebagian
P:
Mengidentifikasi riwayat kesehatan dan riwayat
alergi
Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
sistemik
Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Menganjurkan meningkatkan asupan cairan
Mengidentifikasi alergi dan intoleransi makanan
Kamis/ 05 Agustus 1 S:
2021 “Wajah dan kulit pasien sudah tidak pucat”
“pasien memiliki penyakit Thalassemia β Mayor”
A:
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer teratasi
2 S:
“Pasien masih memiliki bintik-bintik hitam di kulit”
“Kulit pasien mulai lembab”
“Pasien memiliki penyakit Thalasemia β Mayor”
O:
Perubahan karasteristik kulit (warna, kelembapan,
elastisitas)
Kulit tampak sehat
TD : 100/70 mmHg
Hb : 9,3 gr/dL
A:
Resiko gangguan integritas kulit teratasi
3 S:
“Pasien masih memiliki bintik-bintik hitam di kulit”
“Pasien memiliki penyakit Thalasemia β Mayor”
O:
Perubahan karasteristik kulit (warna, kelembapan,
elastisitas)
Warna kulit normal
Kulit tampak sehat
TD : 100/70 mmHg
Hb : 9,3 gr/dL
A:
Resiko infeksi teratasi