Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III


TUMOR TULANG
Dosen pembimbing : Ainul Yaqin, S.Kep.Ns.,M.Kep

Disusun oleh kelompok 5 :


1. Fani Fransiska 14201.11.19009
2. Habibah Abdilah 14201.11.19013
3. Ivan Adinata 14201.11.19020
4. Muhayyibatul Q 14201.11.19031
5. M. Saifuddin 14201.11.19027
6. Nur Aulia Utami 14201.11.19037
7. Patresia Noni B.B. 14201.11.19039
8. Zaiyatul Masruro 14201.11.19050

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
TAHUN 2020-2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya
sehingga makalah “TUMOR TULANG” ini dapat diselesaikan tepat waktu. Semoga
shalawat serta salam tetap tercurahlimpahkan kepada Nabi Muhammad saw .
Harapan penulis dengan diselesaikanya makalah ini, semoga memberi
manfaat yang baik untuk diri sendiri agar dapat mengetahui lebih dalam mengenai
“TUMOR TULANG” untuk pembaca yang bisa menjadikan makalah ini sebagai
referensi.
Penulisan makalah ini dapat terlaksana dengan baik dan lancar antara lain tidak
lepas dari dukungan dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MM selaku Pengasuh Yayasan
Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong.
2. Dr. Nur Hamim, S.Kep., Ns. M.Kes selaku Direktur Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Hafshawaty Zainul Hasan Genggong.
3. Iin Aini Isnawati S,Kep,. Ns. M.Kes selaku wali kelas prodi Sarjana
Keperawatan semester VI.
4. Ainul Yaqin, S.Kep.Ns.,M.Kep selaku dosen pembimbing Mata Kuliah Keperawatan
Medikal Bedah III.
Dalam penulisan makalah ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk
menyajikan yang terbaik, namun kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pengetahuan kami. Oleh sebab itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk
kesempurnaan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sel tumor adalah sel tubuh yang mengalami perubahan dari tubuh secara
autonom, yang lepas kendali dari pertumbuhan sel normal sehingga bentuk dan
strukturnya berbeda dengan sel normal. Perbedaan karakter sel tumor nantiya
bergantung pada seberapa besar penyimpangan bentuk, juga fungsi autonominya
dalam sifat perkembanganya, dan kemampuannya berinfiltrasi, dan bermetastasis.
Tumor tulang relatif jarang terjadi, insidennya hanya 0, 2% dari seluruh
neoplasma yang di derita manusia. bila dibandingkan dengan tumor jaringan
lunak, insidens tumor tulang 10 kali lebih rendah, insidens tumor tulang jinak dan
ganas sangat erat hubungannya dengan usia penderita. sarkoma tulang
mempunyai 2 puncak insidens yaitu puncak pertama pada usia 20-an dan puncak
kedua pada usia di atas 60 tahun.
Menurut WHO insiden tumor primer pada tulang ialah 0, 2% dari seluruh
tumor yang terjadi pada manusia. Di Indonesia sendiri menurut data dari
Riskesdas 2007-2008 prevelensi nasional penyakit tumor atau kanker adalah 0,
4% dan dari Badan Registrasi Kanker (BRK) dari tahun 2003 telah didapatkan
257 kasus tumor ganas di tulang, 196 di antaranya adalah tumor primer. Dan
tumor ganas di Indonesia adalah 1, 6% dari seluruh jenis tumor ganas di tubuh
manusia. Hasil ini menunjukkan angka kejadian lebih tinggi dari data WHO. Di
laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum dr. Saiful Anwar Malang
didapatkan kecenderungan insiden tumor tulang yang meningkat setiap tahunnya.
Di tahun 2005 didapatkan 12 kasus tumor tulang jinak dan ganas yang diperiksa
histopatologi. Pada tahun 2006 jumlah kasusnya meningkat menjadi 16 dan pada
tahun 2007 meningkat lagi menjadi 17 kasus.
Sebagian besar tumor jaringan lunak bersifat jinak, dan mempunyai angka
kesembuhan tinggi jika ditangani dengan pembedahan, sel tumorbersifat parasitik
dan menjadi pelawan bagi sel jaringan normal untuk kebutuhan metabolismenya
(Helmi, 2011). Peran perawat sebagai care provider yaitu memberikan pelayanan
keperawatan kepada individu yang difokuskan pada penanganan nyeri,
penanganan nutrisi dan gangguan tidur, Peran perawat sebagai client advocate,
perawat juga sebagai pelindung pasien, yaitu membantu untuk mempertahankan
lingkungan yang aman untuk pasien dan mengambil tindakan untuk mencegah
terjadinya komplikasi dari tumor tulang. Peran perawat sebagai counselor yaitu
sebagai tempat konsultasi dari masalah yang dialami dan memotivasi pasien
dengan tumor tulang dengan mengadakan perencanaan sesuai dengan cara
pemberian pelayanan asuhan keperawatan. Perawa jugat sebagai educator yaitu
memberikan penyuluhan kesehatan mengenai pengertian tumor tulang penyebab,
tanda gejala, komplikasi, dan cara perawatannya sehingga keluarga mampu
merawat pasien di rumah dengan baik. Perawat berperan sebagai coordinator
yaitu dengan mengarahkan dan merencanakan serta mengorganisasi pelayanan
kesehatan sehingga pemberi pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai
dengan kebutuhan pasien tumor tulang.
Berdasarkan data di atas, maka dapat dijadikan alasan penulis untuk
mengangkat asuhan keperawatan pasien dengan tumor tulang. penulis tertarik
melakukan studi kasus tentang tumor tulang.

1.2. Rumusan masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan tumor tulang ?
2. Apa saja etiologi dari tumor tulang?
3. Apa saja tanda dan gejala dari tumor tulang?
4. Bagaimana WOC dari tumor tulang?
5. Apa diagnosa dan Tindakan keperawatan dari tumor tulang ?
6. Apa saja farmakologi dari tumor tulang?
7. Apa saja diet/nutrisi dari tumor tulang?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang dari tumor tulang?
9. Apa saja manajemen perawatan dan pembedahan dari tumor tulang?
10. Bagaimana rehabilitasi dari tumor tulang?
11. Apa saja aspek legal etis?
12. Apa fungsi advokasi?
13. Apa saja health education dari tumor tulang

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian tumor tulang
2. Untuk mengetahui etiologi dari tumor tulang
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari tumor tulang
4. Untuk mengetahui WOC dari tumor tulang
5. Untuk mengetahui diagnosa dan Tindakan keperawatan dari tumor tulang
6. Untuk mengetahui farmakologi dari tumor tulang
7. Untuk mengetahui diet/nutrisi dari tumor tulang
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari tumor tulang
9. Untuk mengetahui manajemen perawatan dan pembedahan dari tumor tulang
10. Untuk mengetahui rehabilitasi dari tumor tulang
11. Untuk mengetahui aspek legal etis
12. Untuk mengetahui fungsi advokasi
13. Untuk mengetahui health education dari tumor tulang

1.4 Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Agar mengetahui sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam
memahami tentang tumor tulang.
2. Tenaga Kesehata (Perawat)
Agar mengetahui tentang bagaimana kita dapat mengaplikasikannya
dalam dunia kerja, baik dengan pasien / klien, kehidupan pribadi maupun
dengan teman sejawat dan lingkungan.
3. Mahasiswa
Menambah wawasan teori kepada mahasiswa tentang tumor tulang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN
Tumor tulang merupakan kelainan pada sistem muskuloskeletal yang bersifat
neoplastik.Dalam arti sempit berarti benjolan, sedangkan setiap pertumbuhan yang baru
dan abnormal disebut noeplasma (Chairuddin). Pertumbuhan neoplasma dalam tulang
kemungkinannya benigna (jinak) atau maligna(ganas). Tumor tulang ini dapat
dibedakanmenjadi tumor tulang primer dan tumor tulangsekunder. (Riadi, A. R. K.
(2020).

2.2 ETIOLOGI
2.2.1 Tumor Tulang Jinak (benigna)
Penyebab dari tumor tulang tidak diketahui. Tumor tulang biasanya muncul pada
area yang sedang mengalami pertumbuhan yang cepat. Tetapi pada penelitian
biomolekuler lebih lanjut ditemukan beberapa mekanisme terjadinya neoplasma tulang,
yaitu melalui identifikasi mutasi genetik yang spesifik dan penyimpangan kromosom
pada tumor. Keabnormalan dari gen supresor tumor dan gen pencetus oncogen. Menurut
penelitian juga disebutkan bahwa terjadinya mutasi cromosom P53 dan Rb juga dapat
menjadi penyebab terjadinya tumor (Robins 1999, 551, “Basic of Pathology Disease”).
Selain itu penyebabnya bisa karena adanya trauma dan infeksi yang berulang
misalnya Bone infarct, osteomyelitis chronicpaget disease. Faktor lingkungan berup
apaparan radiasi dan zat karsinogenik (timbal, karbon dan bahan metal lain), serta gaya
hidup (perokok, alkoholik, dan sering terpapar stress) juga merupakan factor predisposisi
terjadinya tumor tulang ini. (Astuti, I. S. (2019).
2.2.2 Tumor Tulang Ganas(Maligna)
Faktor penyebab tumor maligna yaitu:
1. Faktor genetik atau keturunan dimana bisa diturunkan dari embrionik mesoderm.
2. Virus, Virus dapat dianggap bisa menyatukan diri dalam sel sehingga mengganggu
generasi mendatang dari populasi sel.
3. Pemajanan terhadap radiasi pengionisasi dapat terjadi saat prosedur radiografi
berulang atau ketika terapi radiasi digunakan untuk mengobati penyakit.
4. Agen hormonal, Pertumbuhan tumor mungkin dipercepat dengan adanya gangguan
dalam keseimbangan hormon baik dalam pembentukan hormon tubuh sendiri
(endogenus) atau pemberian hormoneksogenus.
5. Kegagalan sistem imun, Kegagalan sisem imun untuk berespon dengan tepat
terhadap sel-sel maligna memungkinkan tumor tumbuh sampai pada ukuran yang
terlalu besar untuk diatasi oleh mekanisme imun normal.
6. Agen kimia, Kebanyakan zat kimia yang berbahaya menghasilkan efek-efek toksik
dengan menggunakan struktur DNA pada bagian-bagian tubuh (zat warna
aminoaromatik, anilin, nikel, seng, polifinilchlorida).

2.3 TANDA GEJALA


Menurut Menurut Smeltzer, S.C. & Bare, B.G tanda gejala yang biasa muncul pada
penderita tumor tulang adalah :
1. Rasa sakit (nyeri)
Nyeri dan atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin
parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit).
2. Pembengkakan
Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang
terbatas.
3. Keterbatasan gerak
4. Fraktur patologik.
5. Menurunnya berat badan
6. Teraba massa lunak dan menetap dengan kenaikan suhu kulit di atas massa serta
distensi pembuluh darah maupun pelebaran vena.
7. Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat
badan menurun dan malaise.
2.4 WOC

Genetik Radiasi Bahan Kimia Trauma Limfedema Infeksi


2.5 Kronis

Tumbuh dan berkembangnya sel tumor

Tumor

Menginvasi jaringan lunak

Respon osteolitik Respon osteoblastik

Terjadi Penimbunan
destruksi periosteum terbaru
tulang
Pertumbuhan tulang
Rongga sendi yang abortif
sempit, terjadi
erosi. Adanya massa pada
tulang

Nyeri akut Massa membesar

Dapat menjadi kanker Gangguan Mobilitas


Fisik
Menyerang
jaringan normal

Metastase

Ansietas Kematian
2.6 DIAGNOSA DAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1. Nyeri akut
2. Gangguan mobilitas fisik
3. Ansietas
DIAGNOSA
No TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Nyeri Akut (D.0077) Tujuan : setelah dilakukan intervensi MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
dalam 1x 24 jam, masalah dapat diatasi Observasi
dengan kriteria hasil sebagai berikut : - lokasi, karakteristik, durasi,
Tingkat nyeri (L.08066) frekuensi, kualitas, intensitas
Indikator Ekpektasi nyeri
Kemmapuan Meningkat - Identifikasi skala nyeri
menuntaskan - Identifikasi respon nyeri non
aktifitas verbal
Keluhan Menurun - Identifikasi faktor yang
nyeri memperberat dan memperingan
Meirngis Menurun nyeri
Sikap Menurun - Identifikasi pengetahuan dan
protektif keyakinan tentang nyeri
Gelisah Menurun - Identifikasi pengaruh budaya
Kesulitas Menurun terhadap respon nyeri
tidur - Identifikasi pengaruh nyeri pada
Menarik diri Menurun kualitas hidup
Berfokus pada Menurun - Monitor keberhasilan terapi
diri sendiri komplementer yang sudah
Diaforesis Menurun diberikan
Perasaan Menurun - Monitor efek samping
depresi penggunaan analgetik
(tertekan) Terapeutik
Perasaan takut Menurun Berikan teknik nonfarmakologis
mengalami untuk mengurangi rasa nyeri
cedera - mis. TENS, hypnosis,
berulang akupresur, terapi musik,
Anoreksia Menurun biofeedback, terapi pijat,
Perinium Menurun aroma terapi, teknik imajinasi
terasa tertekan terbimbing, kompres
Uterus teraba Menurun hangat/dingin, terapi bermain)
membulat - Control lingkungan yang
Ketegangan Menurun memperberat rasa nyeri (mis.
otot Suhu ruangan, pencahayaan,
Pupil dilatasi Menurun
kebisingan)
Muntah Menurun
- Fasilitasi istirahat dan tidur
Mual Menurun
- Pertimbangkan jenis dan
Frekunsi Membaik
nadi sumber nyeri dalam pemilihan
Pola nafas Membaik strategi meredakan nyeri
Tekanan Membaik Edukasi
darah - Jelaskan penyebab, periode,
Proses Membaik dan pemicu nyeri
berfikir - Jelaskan strategi meredakan
Fokus Membaik nyeri
Fungsi Membaik - Anjurkan memonitor nyri
berkemih secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2 Gangguan mobilitas Tujuan : setelah dilakukan intervensi 1. Dukungan Ambulasi {I.06171}


fisik (D.0054) dalam 1x 24 jam, masalah dapat diatasi Observasi
dengan kriteria hasil sebagai berikut : - Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya
Mobilitas Fisik (L.05042) - Identifikasi toleransi fisik
melakukan ambulasi
Indikator Ekpektasi - Monitor frekuensi jantung dan
Pergerakan Meningkat tekanan darah sebelum memulai
ekstermitas ambulasi
Kekuatan otot Meningkat - Monitor kondisi umum selama
Rentang gerak Meningkat melakukan ambulasi
{ROM} Terapeutik
Nyeri Menurun - Fasilitasi aktivitas ambulasi
Kecemasan Menurun dengan alat bantu (mis tongkat,
Kaku sendi Menurun kruk)
Gerakan tidak Menurun - Fasilitasi melakukan mobilisasi
terkoordinasi fisk, jika perlu
Gerakan Menurun - Libatkan keluarga untuk
terbatas membantu pasien dalam
Kelemahan Menurun meningkatkan ambulasi
fisik Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi
din
- Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (mis
berjalan dan temapt tidur ke
kursi roda, berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi, berjalan
sesuai toleransi)

2. 2. Dukungan Mobilisasi
{I.05173}
Observasi
- Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
- Monitor frekuensi jantung dan
tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
- Monitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
Terapeutik
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu (mis pagar
tempat tidur)
- Fasilitasi melakukan pergerakan,
jika perlu
- Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasl
- Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobiliansi
diri
Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (mis, duduk di
tempat tidur, duduk di sisi tempat
tidur, pindah dari tempat tidur ka
kursi)

3 Ansietas (D.0080) Tujuan : setelah dilakukan intervensi A. Redukasi Ansietas (1.09314)


dalam 1x 24 jam, masalah dapat diatasi Tindakan
dengan kriteria hasil sebagai berikut :
Orientasi
Tingkat Ansietas (L.09093)

Indikator Ekpektasi - Identifikasi saat tingkat ansietas


Verbalisasi menurun berubah (mis. Kondisi, waktu,
kebingungan stresor)
Verbalisasi khawatir menurun - Identfikasi kemampuan
akibat kondisi yang mengambil keputusan
dihadapi
- Monitor tanda-tanda ansietas
Perilaku gelisah menurun
Perilaku Tegang menurun (verbal dan nonverbal)
Keluhan pusing menurun
Anoreksia menurun
Palpitasi menurun Terapeutik
Frekuensi pernapasan menurun
Frekuensi nadi menurun - Ciptakan suasana terapeutik
Tekanan darah menurun terapeutik untuk menumbuhkan
Diaforesis menurun kepercayaan
Tremor menurun - Temani pasien untuk
Pucat menurun
mengurangi kecemasan, jika
Konsentrasi membaik
Pola tidur membaik memungkinkan
Perasaan keberdayaan membaik - Pahami situasi yang membuat
Kontak mata membaik ansietas dengarkan dengan
Pola berkemih membaik penuh perhatian
- Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
- Tempatkan barang pribadi yang
memberikan kenyamanan
- Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu kecemasan
- Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa yang
akan datang

Edukasi

- Jelaskan prosedur, termasuk


sensasi yang mungkin dialami
- Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
- Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
- Anjurkan melakukan kegiatan
yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
- Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
- Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
- Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
- Latih teknik relaksasi

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian obat


antiansietas, jika perlu

B. Terapi Relaksasi (1.05187)


Tindakan

Orientasi

- Identifikasi penurunan tingkat


energi, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala lain
yang menggangu kemampuan
kognitif
- Identifikasi teknik relaksasi
yang pernah efektif digunakan
- Identifikasi kesediaan,
kemampuan dan penggunaan
teknik sebelumnya
- Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan darah,
dan suhu sebelum dan sesudah
latihan
- Monitor respon terhadap terapi
relaksasi

Terapeutik

- Ciptakan lingkungan tenang dan


tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
- Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan prosedur
teknik relaksasi
- Gunakan pakaian longgar
- Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama
- Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis
lain, jika sesuai

Edukasi

- Jelaskan tujuan, manfaat,


batasan, dan jenis relaksasi yang
tersedia (mis. Musik, meditasi
napas dalam, relakasi otot
progresif
- Jelaskan secara rinci intervensi
relaksasi yang dipilih
- Anjurkan mengambil posisi
nyaman
- Anjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
- Anjurkan sering mengulagi atau
melatih teknik yang dipilih
- Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi (mis. Napas dalam,
peregangan, atau imajinasi
terbimbing)

2.7 FARMAKOLOGI
Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif untuk
osteosarkoma adalah : doxorubicin (Andriamycin), cisplatin (Platinol), ifosfamide
(Ifex), mesna (Rheumatrex). Protocol standar yang digunakan adalah doxorubicin
dan cisplatin dengan atau tanpa methotrexate dosis tinggi, baik sebagai terapi
induksi (neoadjuvant) atau terai adjuvant. Kadang-kadang dapat ditambah dengan
ifosfamide. Dengan menggunakan pengobatan multi-agent ini, dengan dosis yang
intensif, terbukti memberikan perbaikan terhadap survival rate 60-80%.
Tatalaksana nyeri dapat mengikuti tiga langkah stepladder WHO:
4. Nyeri ringan: analgetik sederhana seperti NSAID atau paracetamol
5. Nyeri sedang: opioid lemah dan analgetik sederhana
6. Nyeri berat: pioid kuat dan analgetik sederhana
Terapi nyeri adjuvan seperti kortikosteroid (deksamatason), antikonvulsan
(gabapentin) atau antidepresan (amitriptilin) juga dapat diberikan sebagai
tambahan. Nyeri breakthrough dapat ditangani dengan opioid kerja cepat seperti
morfin lepas cepat, morfin intravena atau fentanil intravena.

2.8 DIET/ NUTRISI


Kebutuhan nutrisi umum pada pasien.
Kebutuhan energi Idealnya, perhitungan kebutuhan energi pada pasien ditentukan
dengan kalorimetri indirek, namun, apabila tidak tersedia, penentuan kebutuhan
energi pada pasien kanker dapat dilakukan dengan formula standar, misalnya
rumus Harris -Benedict yang ditambahkan dengan faktor stres dan aktivitas,
tergantung dari kondisi dan terapi yang diperoleh pasien saat itu. Perhitungan
kebutuhan energi pada pasien kanker juga dapat dilakukan dengan rumus rule of
thumb :
a. Pasien ambulatory : 30 35 kkal/kg BB/hari
b. Pasien bedridden : 20 25 kkal/kg BB/hari
c. Pasien obesitas : menggunakan berat badan ideal
Pemenuhan energi dapat ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan dan toleransi
pasien
Cairan Kebutuhan cairan pada pasien umumnya sebesar:
a. Usia kurang dari 55 tahun : 30−40 mL/kgBB/hari
b. Usia 55−65 tahun : 30 mL/kgBB/hari
c. Usia lebih dari 65 tahun : 25 mL/kgBB/hari

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


2.8.1 Radiografi konvensional
Merupakan pemeriksaan radiologi pertama pada kasus-kasus tumor tulang.
7. Osteosarkoma konvensional menunjukkan lesi litik moth eaten atau permeatif, lesi
blastik, destruksi korteks, reaksi periosteal tipe agresif (segi tiga Codman, sunburst,
hair on end), massa jaringan lunak, dan formasi matriks (osteoid maupun campuran
osteoid dan khondroid).
8. Osteosarkoma parosteal menunjukkan massa eksofitik berlobulasi dengan kalsifikasi
sentral berdensitas tinggi, berlokasi di dekat tulang, kadang disertai gambaran string
sign.
9. Osteosarkoma periosteal memperlihatkan massa jaringan lunak dengan reaksi
periosteal perpendikuler, erosi kortikal, dan penebalan korteks.
10. High grade surface osteosarcoma menunjukkan ossifikasi berdensitas tinggi, reaksi
periosteal, erosi dan penebalan korteks. Dapat juga ditemukan invasi intramedular.
11. Osteosarkoma telangiektatik memperlihatkan lesi litik geografik ekspansil asimetrik,
tepi sklerotik minimal dan destruksi korteks yang menunjukkan pola pertumbuhan
agresif. Dapat ditemukan fraktur patologik dan matriks osteoid minimal.
12. Small cell osteosarcoma memperlihatkan lesi litik permeatif, destruksi korteks, massa
jaringan lunak, reaksi periosteal, serta kalsifikasi matriks osteoid.
13. Low grade central osteosarcoma memperlihatkan lesi litik destruktif ekspansil,
disrupsi korteks, massa jaringan lunak dan reaksi periosteal. Pasca kemoterapi,
radiografi konvensional dapat digunakan untuk menilai pengurangan ukuran massa,
penambahan ossifikasi, dan pembentukan peripheral bony shell. Foto x-ray thorax
proyeksi AP/PA, untuk melihat adanya metastasis paru dengan ukuran yang cukup
besar,
2.8.2 Computed Tomography (CT) Scan Ct-scan
Dapat berguna untuk memperlihatkan detil lesi pada tulang kompleks dan
mendeteksi matriks ossifikasi minimal. Selain itu dapat digunakan untuk mendeteksi
metastasis paru. Kegunaan lain dari CT scan adalah tuntunan biopsi tulang (CT
guided bone biopsy). CT scan thoraks berguna untuk mengidentifikasi adanya
metastasis mikro pada paru dan organ thoraks.
2.8.3 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan modalitas terpilih untuk evaluasi ekstensi lokal tumor dan
membantu menentukan manajemen bedah yang paling sesuai. MRI dapat menilai
perluasan massa ke intramedular (ekstensi longitudinal, keterlibatan epifisis, skip
lesion), perluasan massa ke jaringan lunak sekitarnya dan intraartikular, serta
keterlibatan struktur neurovaskular. Pemberian kontras gadolinium dapat
memperlihatkan vaskularisasi lesi, invasi vaskular, dan area kistik atau nekrotik.
Pasca kemoterapi, MRI digunakan untuk menilai ekstensi massa dan penambahan
komponen nekrotik 2 intramassa. Dynamic MRI juga dapat digunakan untuk menilai
respon pasca kemoterapi.
2.8.4 Kedokteran Nuklir
Bone scintigraphy digunakan untuk menunjukkan suatu skip metastasis atau suatu
osteosarkoma multisentrik dan penyakit sistemik
2.8.5 Biopsi
Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan menggunakan biopsi jarum halus (fine
needle aspiration biopsy-FNAB) atau dengan core biopsy bila hasil FNAB
inkonklusif. FNAB mempunyai ketepatan diagnosis antara 70-90%. Penilaian skor
Huvos untuk mengevaluasi secara histologis respons kemoterapi neoadjuvant.
Pemeriksaan ini memerlukan minimal 20 coupe. Penilaian dilakukan secara semi
kuantitatif dengan membanding kan luasnya area nekrosis terhadap sisa tumor yang
riabel :
1. Grade 1 : sedikit atau tidak ada nekrosis (0 - 50%)
2. Grade 2 : nekrosis>50 – <90 %
3. Grade 3 : nekrosis 90 - 99 %
4. Grade 4 : nekrosis 100 %
Penilaian batas sayatan diperoleh dari jaringan intramedulari segmen tulang
proksimal.
2.8.6 Pemeriksaan lainnya
Pemeriksaan lainya sebagai penunjang, adalah fungsi organ-organ sebagai persiapan
operasi, radiasi maupun kemoterapi. Khususnya kemoterapi merupakan pemberian
sitostatika, bersifat sistemik baik khasiat maupun efek samping, sehingga fungsi
organ-organ harus baik. Disamping itu juga diperiksa adanya komorbiditas yang
aktif, sehingga harus diobati, atau dicari jalan keluarnya sehingga penderita tidak
mendapat efek samping yang berat, bahkan dapat menyebabkan morbidatas, bahkan
mungkin mortalitas pada waktu terekspose kemoterapi (treatment related
morbidity/mortality). Pemeriksaan tersebut: fungsi paru, fungsi jantung (echo),
fungsi liver , darah lengkap, termasuk hemostasis, D-Dimer, fungsi ginjal, elektrolit,
dan LDH sebagai cermin adanya kerusakan sel yang dapat digunakan sebagi
prognosis. Pada waktu tindakan, fungsi organ yang relevan harus dapat toleran
terhadap tindakan tersebut.

2.9 MENAJEMEN PERAWATAN ATAU PEMEBDAHAN


2.9.1 Limb Salvage Surgery Limb salvage surgery (LSS)
merupakan suatu prosedur pembedahan yang dilakukan untuk menghilangkan tumor,
pada ekstremitas dengan tujuan untuk menyelamatkan ekstremitas. Prosedur LSS
merupakan tindakan yang terdiri dari pengangkatan tumor tulang atau sarkoma
jaringan lunak secara en-bloc dan rekonstruksi defek tulang atau sendi dengan
megaprostesis (endoprostesis), biological reconstruction (massive bone graft baik
auto maupun allograft) atau kombinasi megaprostesis dan bone graft.
Dalam melakukan tindakan LSS harus dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Rekurensinya dan survival rate pasien tidak lebih buruk daripada amputasi
2. Prosedur yang dilakukan tidak boleh menunda terapi adjuvant
3. Fungsi ekstremitas harus lebih baik dari amputasi. Fungsi ekstremitas
pascarekonstruksi harus mencapai functional outcome yang baik, mengurangi
morbiditas jangka panjang dan mengurangi/meminimalkan perlunya pembedahan
tambahan.
4. Rekonstruksi yang dilakukan tidak boleh menimbulkan komplikasi yang
membutuhkan pembedahan berikutnya atau hospitalisasi yang berulang-ulang.

2.1 Limb Salvage Surgery dengan Megaprostesis


Megaprostesis adalah alat yang terbuat dari logam yang didesain sebagai
pengganti segmen tulang dan atau sendi pada defek tulang yang terjadi pasca
reseksi. Penggunaan megaprostesis, memungkinkan pasien lebih cepat pulih dan
lebih awal menjalani rehabilitasi dan weight bearing. Dalam dua minggu pasca
operasi latihan isometrik atau non-bending exercise dapat dimulai. Dalam
periode enam minggu pasien sudah berjalan weight bearing sesuai dengan
toleransi pasien.
2.2 Limb Salvage Surgery dengan Biological Reconstruction
Biological reconstruction adalah metode rekonstruksi yang ditandai dengan
integrasi autograft dan atau proses inisiasi pembentukan tulang secara de novo
pada rekonstruksi defek tulang atau sendi. Dalam ruang lingkup onkologi
ortopaedi, biological reconstruction diklasifikasikan menjadi tiga kelompok,
yaitu:
1) Transplantasi tulang yang vitalvascularized atau non-vascularized
autograft,
2) Implantasi tulang non-vital berupa extracorporeal devitalized autograft
(allograft), dan
3) Sintesis tulang secara de novo dengan distraction osteogenesis.
Pendekatan LSS dengan metode biological reconstruction dapat
dilakukan dengan menggunakan teknik rotational plasty, free
microvascular bone transfer, extracorporeal irradiation autograft,
pasteurized autograft, serta dengan allograft.
2.3 Limb Salvage Surgery dengan metode lainnya
Metode LSS lainnya dilakukan pada ostaeosarkoma yang mengenai tulang
expandable seperti fibula proksimal, ulna distal, ilium dengan indikasi pelvic
resection tipe I, costae yang diindikasikan untuk reseksi tanpa rekonstruksi. Pada
ekstremitas dengan defek tulang massif yang tidak memungkinakan dilakukan
rekonstruksi dengan megaprostesis atau biological reconstruction, seperti defek
tulang pada tibia atau distal femur, rekonstruksi dapat dilakukan dengan IM nail
atau plate dengan bone cement atau disesuaikan dengan fasilitas yang tersedia di
RS setempat.
2.9.2 Amputasi
Amputasi pada osteosarkoma dilakukan bila persyaratan LSS tidak terpenuhi. Pada
osteosarkoma derajat keganasan tinggi yang tidak memungkinkan pemberian
kemoterapi neoadjuvan ( misalnya : adanya ulkus, peradarahan, tumor dengan ukuran
yang sangat besar) maka langsung dilakukan pembedahan terlebih dahulu,
selanjutnya diikuti dengan pemberian kemoterapi adjuvant.
2.9.3 Kemoterapi
Osteosarkoma salah satu dari solid tumor dimana adjuvant kemoterapi terbukti
bermanfaat. Ketentuan umum :
1. Karena kemoterapi adalah sistemik terapi, akan mempengaruhi dan dipengaruhi
organ-organ lain. Oleh karena itu dilakukan oleh dokter penyakit dalam dan
spesialis onklologi medis. Atau paling sedikit oleh internis plus latihan singkat
onkologi medis, bersertifikat. (internis plus).
2. Pemeriksaan pendahuluan (work up) adalah, patologi anatomi: osteosarkoma,
grade, stadium.
3. Performance status 0,1 (WHO) , fungsi organ-organ (jantung, paru, liver, ginjal)
baik. Komorbid infeksi, TB,hepatitis B dan C., bila ada diobati.
4. Pasca kemoterapi; follow up: respon terapi yang terukur, diameter, vaskularisasi,
konsistensi, berkala, klinis dan radiologi (RECIST) darah perifer lengkap,
ureum–kreatinin dan fungsi organ lain yang terkait oleh internis.
5. Kemoterapi neoadjuvant diberikan 2-3 siklus, setelahnya dilakukan evaluasi pre-
operasi (penilaian respon histopatologi berdasarkan kriteria HUVOS). Bila
menurut HUVOS kurang respon, maka diberikan kemoterapi second line.
6. Bila adjuvant 6 siklus.
7. Pada kemoterapi palliative, tergantung respons penyakit. Prinsipnya kualitas
hidup diperbaiki dan survival dapat diperpanjang.
Dengan demikian efek samping yang merugikan secara dini bisa diketahui dan
pencegahan atau pengobatan dini bisa dilakukan. Kemoterapi terdiri dari berbagai
obat kemo dan berbagai protokol. Namun untuk mempermudah dibagi dalam
berbagai kelompok.:
1. First line therapy (primary/neoadjuvant/adjuvant therapy or metastatic disease) :
a. Cisplatin dan doxorubicin
b. MAP ( High-dose Methotrexate, cisplatin dan doxorubicin )
c. Doxorubicin, cisplatin, ifosfamide dan high dose methotrexate
d. Ifosfamide,
cisplatin dan epirubicin Protokol tersebut merupakan komponen utama. Dengan
bukti reccurent rate 80% tanpa adjuvant versus 30% dengan adjuvant
kemoterapi. Dan 2 tahun bebas relaps adalah 17% pada kelompok observasi
versus 66% pada kelompok adjuvant. (Mayo 7 clinic).
Penelitian EOI (European Osteosarcoma Intergroup), 6 siklus cisplatin-
doxorubicyn versus 4 cylus High-dose MTX, doxorubicyn dan cisplatin, walau
stastitik tidak bermakna, pada kelompok cisplati –doxorubicyn, overall survival
(OS) lebih tinggi 64% versus 50%. Dan 5 tahun disease free survival (DFS)
pada kelompok cisplatin-doxorubicyn lebih tinggi, yakni 57% versus 41%,
dimana secara statistik bermakna p=0,02. (Mayo clinic). Pemilihan protokol
dianjurkan cisplatin-doxorubicyn sebagai first line.

2. Second line therapy (relapsed/ refractory or metastatic disease)


a. Docetaxel dan gemcitabine
b. Cyclophosphamide dan etoposide
c. Gemcitabine
d. Ifosfamide dan etoposide
e. Ifosfamide, carboplatin dan etoposide
f. High dose methotrexate, etoposide dan ifosfamide
Jadwal kontrol pasien dilakukan tiap 3 bulan pada tahun pertama dan kedua
terapi, tiap 4 bulan pada tahun ke 3 , tiap 6 bulan pada tahun ke 4 dan 5, dan
follow up pada tahun berikutnya dilakukan setahun sekali. Jika terjadi relaps
maka dilakukan kemoterapi dan / atau reseksi jika memungkinkan, targeted
therapy (mTOR inhibitor, sorafenib ), transplatasi stem cell (HDT/SCT) atau
terapi suportif.
Apabila pasien relaps, target adalah palliative terapi, yaitu kualitas hidup, dan
bila mungkin desertai survival lebih panjang. Apabila memungkinkan di
dilakukan salvage kemoterapi paliatif dengan regimen sebagai berikut:
g. Ifosfamide–etoposide
h. High dose MTX–carboplatin
i. Gemcitabine -docetaxel.
2.9.4 Radioterapi
Prinsip radioterapi pada osteosarkoma dapat dibedakan untuk lokasi tumor primer dan
lesi metastasis. Radiasi pada tumor primer :
1. Radiasi eksterna dipertimbangkan pada kasus batas sayatan positif pasca operasi,
reseksi subtotal, dan kasus yang tidak dapat dioperasi
2. Dosis radiasi pasca operasi: 54-66 Gy
3. Dosis radiasi pada kasus unresectable: 60-70 Gy, bergantung pada toleransi jaringan
sehat
Radiasi juga dapat diberikan sebagai terapi paliatif pada kasus metastasis, misalnya nyeri
hebat atau perdarahan. Dosis paliatif biasanya 40 Gy yang dapat terbagi dalam fraksinasi
konvensional, 2Gy per hari atau hipofraksinasi
Pemilihan Terapi
1. Localized disease Menurut rekomendasi guidelines, wide excision merupakan terapi
primer pada pasien dengan low grade (intramedullary dan surface) oteosarkoma dan lesi
pariosteal. Pada periosteal osteosarkoma penatalaksanaan disesuaikan dengan highgrade
osteosarkoma lainnya. Setelah wide excision maka dilanjutkan dengan kemoterapi
setelah operasi. Operasi re-reseksi dengan atau tanpa radioterapi perlu dipertimbangkan
untuk pasien dengan margin jaringan positif.
2. Osteosarkoma yang disertai metastasis 8 Sepuluh sampai dengan 20 % pasien
osteosarkoma terdiagnosis saat sudah terjadi metastasis. Walau kemoterapi menunjukan
hasil yang membaik pada pasien non metastatik, high grade, localized osteosarcoma
kemoterapi justru menunjukan hasil kurang memuaskan pada osteosarkoma yang disertai
metastasis. Pada yang resectable dengan metastasis paru, visceral, atau tulang, maka
terapi untuk tumor primernya sama dengan penatalaksanaan osteosarkoma derajat
keganasan tinggi dan didukung dengan kemoterapi serta metastasektomi. Pada yang
unresectable penatalaksanaan yang dilakukan adalah kemoterapi, radioterapi dan
melakukan evaluasi ulang tumor primer untuk mengontrol tumor secara loka

2.10 REHABILITASI
2.10.1 Impending fracture atau sudah terjadi fraktur patologis
Tatalaksana pencegahan fraktur patologis :
1. Edukasi pencegahan fraktur patologis : prinsip menjaga kesegarisan dan
pengurangan beban pada tulang dengan gangguan / hendaya
2. Latihan ambulasi dan latihan keseimbangan aman dengan alat bantu jalan,
pembebanan sesuai kondisi tulang
3. Terapi medikamentosa untuk menghambat progresivitas metastasis tulang:
biphosponate, kemoterapi, dan lain-lain sesuai dengan penyebab
2.10.2 Keterbatasan lingkup gerak sendi pada area sekitar massa tumor atau area
operasi, sejak sebelum dan atau sesudah operasi.
Tatalaksana sesuai jenis operasi dan hendaya yang ada :
1. Operasi amputasi, tatalaksana :
a. pemeliharaan lingkup gerak sendi dan penguatan sisi puntung
b. evaluasi prostesis sesuai tipe operasi
c. latihan ambulasi dan keseimbangan dengan alat bantu jalan, dengan atau
tanpa prosthesis.
d. Pemilihan alat bantu jalan sesuai gangguan pasca operasi
2. Limb sparing procedure dan operasi fiksasi interna
a. latihan sesuai hendaya pasca tindakan
b. latihan ambulasi dengan atau tanpa alat bantu jalan.
c. Pemilihan alat bantu jalan sesuai gangguan pascaoperasi
3. Operasi eksisi : latihan lingkup gerak sendi dan peregangan sesuai hendaya,
precaution, dan toleransi
2.10.3 Tungkai bengkak / limfedema ektremitas bawah pada disfungsi drenase
limfatik.
Tatalaksana ditujukan untuk pengontrolan tungkai bengkak dan komplikasi /
keluhan serta pengembalian fungsi tungkai terkena dengan:
Edukasi, reduksi edema dengan manual lymphatic drainage (MLD) dan kompresi
eksternal, serta kompresi garmen dengan balutan/stocking, latihan gerak
ekstremitas dan pernafasan. Atasi komplikasi: nyeri, infeksi, limforrhoea.
2.10.4 Gangguan kekuatan otot pada cedera saraf tepi sebelum dan atau sesudah
operasi.
Tatalaksana sesuai hendaya / gangguan yang ada: latihan penguatan dan stimulasi
saraf dari otot yang terganggu serta pengembalian kemampuan aktivitas.
2.10.5 Kelemahan umum, fatigue dan sindrom dekondisi akibat tirah baring lama.
Tatalaksana sesuai hendaya / gangguan yang ada. Pencegahan sindrom dekondisi
dengan latihan pernapasan, lingkup gerak sendi, penguatan otot, ketahanan
kardiopulmonar, ambulasi dan keseimbangan, dan Electrical Stimulation (ES /
NMES).

2.11 ASPEK LEGAL ETIS


Prinsip – prinsip dalam legal dan etis keperawatan antara lain:
1. Autonomi ( Otonomi )
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu
berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa
dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan
memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang
lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau
dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara
rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu
yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan
otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat
keputusan tentang perawatan dirinya.
2. Beneficience ( Berbuat Baik )
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik.
Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan,
penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri
dan orang lain. Terkadang,dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi
konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
3. Justice ( Keadilan )
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil
terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan
kemanusiaan. Nilai inidirefleksikan dalam prkatek profesional ketika
perawat bekerja untuk terapiyang benar sesuai hukum, standar praktek dan
keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
2. Nonmal eficience ( Tidak Merugikan )
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan
psikologis pada klien.
3. Veracity ( Kejujuran )
Prinsip ini berarti penuh dengan kebenaran. Nilai diperlukan oleh
pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap
klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip ini
berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.
4. Fidellity (Metepati Janji)
Prinsip ini dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan
menepati janji serta menyimpan rahasia pasien.
5. Confidentiality ( Kerahasiaan )
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien
harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen
catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan
klien.
6. Accountability ( Akuntabilitas )
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan
seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa
terkecuali. i. Informed Consent “Informed Consent” terdiri dari dua kata
yaitu “informed” yang berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan
(informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin.
Jadi “informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang
diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian “informed
consent” dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh
pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan
medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan
dengannya.

2.12 FUNGSI ADVOKASI


Peran perawat sebgai advokat dilakukan dengan membantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dalam pemberian asuhan keperawatan sehingga
keluarga dapat menentukan keputusan sendiri tanpa paksaan sesuai dengan nilai-nilai
yang diyakininya. Dalam fungsi ini perawat berfungsi sebgai penghubung antara
keluarga dan tim Kesehatan lainnya dengan tetap memperhatikan aspek etik dan legal
keperawatan.

2.13 HEALTH EDUCATION


Edukasi dan promosi kesehatan untuk pasien osteosarkoma adalah penjelasan
mengenai penyakit, rencana tata laksana, dan komplikasi, khususnya
kemungkinan adanya rekurensi.
Edukasi Pasien
Sampaikan pada pasien bahwa tata laksana osteosarkoma melibatkan kemoterapi
neoadjuvan, reseksi seluruh lesi yang terdeteksi, dan kemoterapi adjuvan pasca
kemoterapi. Edukasi pasien mengenai kemungkinan dan indikasi amputasi, serta
efek samping apa yang dapat timbul akibat kemoterapi atau radioterapi.Setelah
terapi selesai, pasien osteosarkoma harus diobservasi untuk menilai ada tidaknya
tanda-tanda rekurensi. The National Comprehensive Cancer Network (NCCN)
merekomendasikan pemeriksaan radiologi pada thorax dan lokasi pembedahan
setiap 3 bulan pada 2 tahun pertama. Pasien juga perlu diedukasi bahwa rekurensi
dapat terjadi dengan kemungkinan 20-30% pada pasien yang awalnya datang
dengan lesi lokal, dan 80% pada pasien yang awalnya sudah memiliki lesi
metastasis. Jika lesi rekuren dapat diangkat secara total dengan pembedahan,
tingkat kesintasan pasien cukup baik.
BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tumor adalah pertumbuhan jaringan baru yang terus menerus secara


cepat dan pertumbuhannya tidak terkendali. Penyebab pasti terjadinya tumor
masih belum dipastikan. Namun ada beberapa faktor yang memungkinkan
terjadinya tumor tulang, yaitu genetik, radiasi, bahan kimia, trauma, limfedema
kronis, infeksi. Tumor tulang dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu tumor tulang
benigna (tumor tulang jinak), dan tumor tulang maligna (tumor tulang ganas).
Adanya tumor tulang dapat diketahui selain adanya massa dapat dilihat melalui
pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, radiologi, biopsi. Perkembangan
atau perkumbuhan tumor tulang dapat dihambat melalui terapi, farmakologi, dan
pembedahan. Tumor tulang dapat menyebabkan infeksi, hemoragi, rekurens
lokal, dan fraktur patologis.

3.2 Saran
Penulis berharap semoga penyusunan makalah tentang Tumor Tulang ini
dapat memberikan ilmu dan pengetahuan dalam bidang pendidikan dan praktik
keperawatan. Dan juga dengan makalah ini dapat menjadi acuan untuk tindakan
proses keperawatan.
Daftar Pustaka
Aprianto, A., Debataraja, N. N., & Imro’ah, N. (2020). Metode Cochrane-Orcutt
Untuk Mengatasi Autokorelasi Pada Estimasi Parameter Ordinary Least
Squares. Bimaster: Buletin Ilmiah Matematika, Statistika Dan
Terapannya, 9(1).
Astuti, I. S. (2019). Subjective Well Being Pada Remaja Penyandang Tunadaksa
Bukan Bawaan (Doctoral Dissertation, Universitas Mercu Buana Yogyakarta).
Cahyati, M., Abidin, Z. Z., Lodra, E. H., & Pasaribu, R. (2021). Tumor Odontogenik:
Buku Ajar. Universitas Brawijaya Press.
Dewi, R., Kp, S., Kes, M. H., & Kep, M. (2021). Teknik Relaksasi Lima Jari
Terhadap Kualitas Tidur, Fatique Dan Nyeri Pada Pasien Kanker Payudara.
Deepublish.
Jessyca, D. (2020). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Ca
Rektum Di Ruang Kemoterapi Rsud Dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan
Kalimantan Timur.
Rachmanto, A. R., Retnani, D. P., Dewi, R. R. K., & Pa, S. (2021). Akurasi
Diagnosis Fine Needle Aspiration Biopsy (Fnab) Tumor Payudara
Dibandingkan Dengan Pemeriksaan Histopatologi Di Instalasi Patologi
Anatomi Rs Tipe B Wava Husada Malang Periode Tahun 2018-
2020 (Doctoral Dissertation, Universitas Brawijaya).
Riadi, A. R. K. (2020). Karakteristik Penderita Tumor Sinonasal Di Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 1 Januari–31
Desember 2018 (Doctoral Dissertation, Universitas Hasanuddin).
Suriya, M., Ners, M. K., Zuriati, S. K., & Ners, M. K. (2019). Buku Ajar Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Pada Sistem Muskuloskeletal
Aplikasi Nanda Nic & Noc. Pustaka Galeri Mandiri.
Tuzzahra, D. U., Anggraeni, S., & Supriatno, B. (2021). Rekonstruksi Desain
Kegiatan Laboratorium Indera Pengecap Melalui Model Ancor:
(Reconstruction Of Tastebuds Practical Laboratory Design Through Ancor
Model). Biodik, 7(2), 117-130.

Anda mungkin juga menyukai