DAN IMUNOLOGI
Disusun oleh :
1. Affifah wahyu (2107050)
2. Aprilian restu (2107013)
3. Fathia Nur Laila (2107031)
4. Faiz Lutfi Hakim (2107066)
5. Ratna Agustina (2107065)
6. Sinta Khoirunnisa (2107079
7. Siti Anisa Wulan Sari (2107081)
8. Umnya Dwi Saputri (2107092)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya yang berjudul “Peran Pasien dan Keluarga Sebagai Partner Dipelayanan Kesehatan
Untuk Mencegah Terjadinya Bahaya dan Acverce Events”. Di susun untuk memenuhi syarat
salah satu tugas keperawatan dasar system endokrin,pencernaan,perkemihan dan imunologi
Tahun Ajaran 2022-2023.
Makalah ini berisikan tentang Peran kerja tim untuk keselamatan pasien dan Peran
pasien dan keluarga sebagai partner di pelayanan kesehatan untuk mencegah terjadinya
bahaya dan adverse evets.
Semoga Makalah ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat kepada kita
semua. Adapun, penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kami
mohon maaf apabila terdapat keselahan dalam makalah ini. Kami pun berharap pembaca
makalah ini dapat memberikan kritik dan sarannya kepada kami agar di kemudian hari kami
bisa menyusun makalah yang lebih baik lagi.
Daftar isi
Kata pengantar.........................................................................................................................2
BAB 1...............................................................................................................................4
PENDAHULUAN..............................................................................................................4
A.Latar Belakang.................................................................................................................4
B.................................................................................................................................Tujuan
5
BAB II....................................................................................................................................6
PEMBAHASAN....................................................................................................................6
A. PENGERTIAN..............................................................................................................6
B. ETIOLOGI....................................................................................................................6
C. MANIFESTASI KLINIK.............................................................................................6
D. PATOFISIOLOGI........................................................................................................7
E. PENATALAKSANAAN...............................................................................................8
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG...............................................................................11
G. KOMPLIKASI.........................................................................................................12
BAB III...............................................................................................................................13
Tinjauan Askep.................................................................................................................13
A.Pengkajian......................................................................................................................13
B.PATHWAYS..................................................................................................................14
C.Diagnosa Keperawatan.................................................................................................15
D.Rencana/intervensi Keperawatan................................................................................15
Daftar Pustaka...................................................................................................................19
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit tidak menular masih menjadi masalah di setiap negara. Perubahan gaya
hidup dan paparan jangka panjang terhadap faktor risiko (Ghoncheh, 2016). Kanker
masih menjadi masalah kesehatan bagi sebagian besar masyarakat di dunia, termasuk
Indonesia. Kanker kolon merupakan penyakit terbesar ketiga yang dapat membunuh
manusia, dan juga merupakan masalah yang sangat serius yang memerlukan penanganan
yang tepat oleh dokter, kanker usus besar belum dapat disembuhkan bagi penderitanya
terutama yang sudah mengalami stadium lanjut. (Kumala sari & Arif muttaqin, 2014).
Pasien dengan kanker kolon biasanya akan mengeluh diare atau sembelit, ditemukan
darah di feses, feses yang dikeluarkan lebih sedikit dari biasanya, sakit perut, kram perut,
kehilangan berat badan tanpa alasan yang tidak diketahui, mual dan muntah (Sayuti &
Nouva, 2019). Pasien dengan kanker kolon akan terganggu kebutuhan dasar fisiologisnya
seperti kebutuhan nutrisi dan eliminasi (Abraham H. Maslow, 2013). Pada pasien kanker
kolon akan terganggu kebutuhan nutrisinya karena nyeri kolik pada perut akan muncul
gejala obstruksi lainnya seperti mual dan muntah yang membuat pasien tidak mau makan,
dan juga akan mengganggu kebutuhan eliminasi karena meningkatnya probabiliti yang
mendasari kejadian kanker kolon biasanya saat BAB akan bercampur dengan darah, akan
nyeri saat mengejan, diare dengan frekuensi yang sering dan konsistensi cair (Society,
2014). Data dari Global Burder of Cancer (GLOBOCAN) yang dirilis oleh Badan
Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa jumlah kasus kematian akibat kanker
kolon yaitu 9,2% dengan angka 881,000 (Society, 2014). Kanker yang sering terjadi pada
wanita urutan ke tiga terbesar setelah kanker payudara dan leher rahim. Kanker kolon
pada pria, ini adalah yang kedua setelah kanker paru-paru dan ketiga setelah kanker
prostat (Society, 2014). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menyatakan prevelensi
penderita kanker kolon di Jawa Timur sebanayak 1,6% menduduki pringkat ke sebelas
dari berbagai provinsi di Jawa Timur (Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)., 2013). Data
prevelensi di ruang OK Central RSPAL Dr. Ramelan Surabaya didapatkan dari bulan
April – Juni pasien dengan total keseluruhan 1,315 dengan total pasien Malignant
neoplasm of rectosigmoid junction berjumlah 2 pasien.
Kanker Kolon disebabakan karena adanya keganasan yang berasal dari jaringan usus
besar, terdiri dari kolon yaitu bagian terpanjang dari usus besar dan atau rektum bagian
kecil terakhir dari usus besar sebelum anus (John Hopkins Medicine Colon Cancer
Centre, 2015). Penyebab dari kanker kolon ini belum diketahui secara pasti tetapi ada
beberapa faktor penyebab dari kanker kolon antara lain: genetik, faktor lingkungan
aktivitas fisik, obesitas, merokok dan mengkonsumsi alkohol (Society, 2019). Polip jinak
bisa menjadi ganas dan bisa masuk dengan merusak jaringan yang normal serta meluas ke
struktur sekitarnya. Sel kanker bisa terlepas dari tumor primer dan akan menyebar
kesebagian tubuh. Pertumbuhan sel kanker dapat menghasilkan efek sekunder, yang
meliputi penyumbatan lumen usus dengan obstruksi dan ulerasi pada dinding usus dan
ditambahi dengan perdarahan (Desen, W. and Japaries, 2013). Tingkatan kanker kolon
dari duke yaitu: stadium 1, stadium 2, stadium 3, dan stadium 4. Ada beberapa gejala
yang akan dirasakan oleh pasien kanker kolon seperti: perdarahan pada rektal, perubahan
pada usus terutama pada pasien yang usia lanjut, dan nyeri akut disekitar abdomen
(Menon, J. and Mustafa, 2016). Pada kanker kolon biasanya didapatkan masalah
keperawatan, pada pre operasi: nyeri akut dan konstipasi (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017).
Pada saat pembedahan yang dilakukan pada pasien kanker kolon ini biasanya beberapa
pasien akan mengalami masalah keperawatan seperti nyeri akut, defisit nutrisi, perubahan
pola eliminasi, resiko infeksi, dan gangguan citra tubuh. Kanker kolon jika tidak segera
ditangani akan mengakibatkan nekrosis stoma akan tampak hitam atau gelap, stenosis
penyempitan stoma, retraksi berkurang atau hilangnya tingkat masukanya stoma ke
dinding abdomen, prolaps panjnang tangkai berlebihan, herniasi terdapat usus pada
jaringan subkutan (Manggarsari, 2013). Besarnya angka kejadian Kanker Kolon menjadi
alasan pentingnya untuk modalitas terapi lain, seperti kemoterapi dan radioterapi.
Kemoterapi dapat dilakukan sebelum atau setelah pembedahan / radioterapi, atau sebagai
tindakan paliatif (Sari et al., 2019). Terapi yang banyak diberikan padapenderita kanker
kolon di Rumah Sakit yaitu berupa kolostomi atau pembuatan stoma (Saputra et al.,
2020). Kolostomi yaitu lubang menembus dinding perut yang digunakan sebagai tempat
buang air besar. Tindakan ini bisa bersifat sementara atau permanen. Jika usus tersumbat
oleh tumor, kolostomi dilakukan (Saputra et al., 2020). Lubang kolostomi yang ada
dipermukaan perut berupa mukosa kemerahan disebut juga dengan stoma. (Nurhayati et
al., 2017). Prosedur operasi ini akan memberikan suatu reaksi emosional bagi pasien
seperti ketakutan atau perasaan tidak tenang, marah dan khawati, oleh karena itu perawat
mengajarkan teknik relaksasi, distraksi, meditasi, dan imajinasi untuk mengurahi
kecemasan pada pasien (Setiani, 2017).
B. Tujuan
1. TujuanUmum
Mengetahui penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dalam pemenuhan
kebutuhan kenyamanan dengan masalah kesehatan Ca Colon.
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dalam pemenuhan kebutuhan
kenyamanan dengan masalah kesehatan Ca Colon.Mampu merumuskan diagnosa
keperawatan pada pasien dalam pemenuhan kebutuhan kenyamanan dengan masalah
kesehatan Ca Colon.
b. Melakukan penyusunan intervensi atau rencana keperwatan pada pasien dalam
pemenuhan kebutuhan kenyamanan dengan masalah kesehatan Ca Colon.
c. Mampu melakukan tindakan atau implementasi keperawatan pada pasien dalam
pemenuhan kebutuhan kenyamanan dengan masalah kesehatan Ca Colon.
d. Melakukan evaluasi pada pasien dalam pemenuhan kebutuhan kenyamanan dengan
masalah kesehatan.
e. Melakukan tindakan atau intervensi relaksasi nafas dalam pada pasien dalam
pemenuhan kebutuhan kenyamanan dengan masalah kesehatan Ca colon.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Kanker kolon merupakan kanker yang menyerang bagian usus besar, yakni bagian
akhir dari sistem pencernaan. Sebagian besar kasus kanker kolorektal dimulai dari
sebuah benjolan/polip kecil, dan kemudian membesar menjadi tumor (Yayasan
Kanker Indonesia, 2018). Kanker kolon adalah keganasan yang berasal dari jaringan
usus besar, terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) (Komite
Penanggulangan Kanker Nasional, 2015).
B. ETIOLOGI
Sebagian orang memang memiliki risiko tinggi terkena kanker kolorektal. Beberapa
faktor risiko tersebut ada yang tidak bisa diubah, seperti usia lebih dari 50 tahun,
riwayat menderita polip, riwayat menderita infeksi usus besar (colitis ulcerative atau
penyakit Chron), dan memiliki anggota keluarga yang mempunyai riwayat polip atau
kanker usus besar. Faktor risiko lain adalah pola hidup yang tidak sehat yang dapat
meningkatkan risiko kanker kolorektal di usia muda dibawah 40 tahun. Salah satunya
adalah mengonsumsi daging merah dan daging olahan secara berlebihan. Oleh sebab
itu, untuk mencegah timbulnya kanker kolorektal, batasi makanan tinggi lemak
termasuk daging merah. Merokok juga merupakan faktor risiko terjadinya kanker
kolorektal. Diperkirakan, satu dari lima kasus kanker usus besar di Amerika Serikat
dihubungkan dengan rokok. Merokok berhubungan dengan kenaikan risiko
terbentuknya adenoma dan peningkatan risiko perubahan adenoma menjadi kanker
usus besar. Faktor risiko tinggi lain adalah pengonsumsian alkohol. Usus mengubah
alkohol menjadi asetildehida yang meningkatkan risiko kanker kolorektal. Lebih baik
konsumsi buah dan sayur yang mengandung probiotik, karena kandungan seratnya
akan mengikat sisa makanan dan membuat feses lebih berat sehingga mudah dibuang
(Kemenkes RI, 2019).
C. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi kanker kolon menurut (Yayasan Kanker Indonesia, 2018):
1. Perubahan pada pola buang air besar termasuk diare, atau konstipasi atau
perubahan pada lamanya saat buang air besar, dimana pola ini berlangsung selama
beberapa minggu hingga bulan. Kadang-kadang perubahan pola itu terjadi sebagai
perubahan bentuk dari feses atau kotoran dari hari ke hari (kadang- kadang keras,
lalu lunak, dan seterusnya)
2. Pendarahan pada buang air besar atau ditemukannya darah di feses, seringkali
hanya dapat dideteksi di laboratorium
3. Rasa tidak nyaman pada bagian abdomen atau perut seperti keram, gas atau rasa
sakit yang berulang
4. Perasaan bahwa usus besar belum seluruhnya kosong sesudah buang air besar
5. Rasa cepat lelah, lesu lemah atau letih
6. Turunnya berat badan secara drastis dan tidak dapat dijelaskan sebabnya
D. PATOFISIOLOGI
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polip
adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih
terjadi di rektum dan kolon sigmoid. Polip tumbuh dengan lambat, sebagian besar
tumbuh dalam waktu 5-10 tahun atau lebih untuk menjadi ganas. Ketika polip
membesar, polip membesar di dalam lumen dan mulai menginvasi dinding usus.
Tumor di usus kanan cenderung menjadi tebal dan besar, serta menyebabkan nekrosis
dan ulkus. Sedangkat tumor pada usus kiri bermula sebagai massa kecil yang
menyebabkan ulkus pada suplai darah (Black & Hawks, 2014). Pada saat timbul
gejala, penyakit mungkin sudah menyebar ke dalam lapisan lebih dalam dari jaringan
usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan perluasan
langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus. Struktur
yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halus,
pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding abdominal juga dapat dikenai
oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering berasal dari
penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah
dikenai namun kelenjar regional masih normal. Sel-sel kanker dari tumor primer dapat
juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke area sekunder seperti
hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal. “Penyemaian” dari tumor ke area lain dari
rongga peritoneal dapat terjadi bila tumor meluas melalui serosa atau selama
pemotongan pembedahan (Black & Hawks, 2014).
Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area rektal dan 20–30 %
terjadi di sigmoid dan kolon desending. Kanker kolorektal terutama adenocarcinoma
(muncul dari lapisan epitel usus) sebanyak 95%. Tumor pada kolon asenden lebih
banyak ditemukan daripada pada transversum (dua kali lebih banyak).
Tumor bowel maligna menyebar dengan cara (Black & Hawks, 2014):
a. Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor secara langsung misalnya
ke abdomen dari kolon transversum. Penyebaran secara langsung juga dapat
mengenai bladder, ureter dan organ reproduksi.
b. Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa mengenai paru-
paru, ginjal dan tulang.
c. Tertanam ke rongga abdomen.
E. PENATALAKSANAAN
Prinsip tatalaksana kanker kolon pada tabel adalah:
(Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015)
Stadium Terapi
Stadium 0 (TisN0M0) - Eksisi lokal atau polipektomi
sederhana
- Reseksi en-bloc segmental untuk
lesi yang tidak memenuhi syarat
eksisi lokal
Stadium I (T1-2N0M0) - Wide surgical resection dengan
anastomosis tanpa kemoterapi
adjuvan
Stadium II (T3N0M0, T4a-bN0M0) - Wide surgical resection dengan
anastomosis
- Terapi adjuvan setelah
pembedahan pada pasien dengan
risiko tinggi
Stadium III (T apapun N1-2 M0) - Wide surgical resection dengan
anastomosis
- Terapi adjuvan setelah
pembedahan
Stadium IV (T apapun, N apapun, M1) - Reseksi tumor primer pada kasus
kanker kolorektal metastasis yang
dapat direseksi
- Kemoterapi sistemik pada kasus
kanker kolorektal dengan
metastasis yang tidak dapat
direseksi dan tanpa gejala
- PENGOBATAN
Konsep Kemoterapi Kemoterapi adalah salah satu tipe terapi kanker yang
menggunakan obat untuk mematikan sel-sel kanker. Kemoterapi bekerja dengan
menghentikan atau memerlambat perkembangan sel-sel kanker, yang berkembang dan
memecah belah secara cepat. Namun, terapi tersebut juga dapat merusak sel-sel sehat
yang memecah belah secara cepat, seperti sel pada mulut dan usus atau menyebabkan
gangguan pertumbuhan rambut. Kerusakan terhadap sel-sel sehat merupakan efek
samping dari terapi ini. Seringkali, efek samping tersebut membaik atau menghilang
setelah proses kemoterapi telah selesai (National Cancer Institute, 2015). Mekanisme
obat kemoterapi adalah dengan mematikan atau menghambat pertumbuhan sel-sel
kanker. Sehingga muncul berbagai efek samping yang disebabkan oleh karena efek
obat kemoterapi pada jaringan atau sel yang sehat. Penggunaan obat kemoterapi juga
memberikan efek samping pada saraf, salah satu gejala neuropati atau gangguan saraf
akibat efek kemoterapi adalah kelemahan, kram atau nyeri pada tangan dan atau kaki
(Dinar, 2017). Menurut (Yusra, 2018) efek samping dari kemoterapi ini tentunya tidak
selalu sama pada setiap orang. Seorang terkena kanker bisa saja mengalami sakit yang
luar biasa usai menjalani kemoterapi, sementara efek samping yang muncul pada
pasien lainnya mungkin tidak terlalu parah.
1) Penggunaan Klinis Kemoterapi Sebelum melakukan kemoterapi, secara klinis harus
dipertimbangkan hal-hal berikut: Tentukan tujuan terapi. Kemoterapi memiliki
beberapa tujuan berbeda, yaitu kemoterapi kuratif, kemoterapi adjuvan, kemoterapi
neoadjuvan, kemoterapi investigatif.
a. Kemoterapi kuratif Terhadap tumor sensitif yang kurabel, missal leukimia
limfositik akut, limfoma maligna, kanker testes, karsinoma sel kecil paru,
dapat dilakukan kemoterapi kuratif. Skipper melalui penelitian atas galur
tumor L1210 dari leukimia mencit menemukan efek obat terhadap sel tumor
mengikuti aturan 'kinetika orde pertama', yaitu dengan dosis tertentu obat
antikanker dapat membunuh proporsi tertentu, bukan nilai konstan tertentu sel
kanker. Kemoterapi kuratif harus memakai formula kemoterapi kombinasi
yang terdiri atas obat dengan mekanisme kerja berbeda, efek toksik berbeda
dan masing- masing efektif bila digunakan tersendiri, diberikan dengan
banyak siklus, untuk setiap obat dalam formula tersebut diupayakan memakai
dosis maksimum yang dapat ditoleransi tubuh, masa interval sedapat mungkin
diperpendek agar tereapai pembasmian total sel kanker dalam tubuh.
b. Kemoterapi adjuvan Kemoterapi adjuvan adalah kemoterapi yang dikerjakan
setelah operasi radikal. Pada dasarnya ini adalah bagian dari operasi kuratif.
Karena banyak tumor pada waktu pra-operasi sudah memiliki mikrometastasis
di luar lingkup operasi, maka setelah lesi primer dieksisi, tumor tersisa akan
tumbuh semakin pesat, kepekaan terhadap obat bertambah. Pada umumnya
tumor bila volume semakin kecil, ratio pertumbuhan sernakin tinggi, terhadap
kemoterapi semakin peka. Bila tumor mulai diterapi semakin dini, semakin
sedikit muncul sel tahan obat. Oleh karena itu, terapi dini terhadap mikro-
metastasis akan menyebabkan efentivitas meningkat, kemungkinan resistensi
obat berkurang, peluang kesembuhan bertambah.
c. Kemoterapi neonadjuvan Kemoterapi neoadjuvan adalah kemoterapi yang
dilakukan sebelum operasi atau radioterapi. Kanker terlokalisir tertentu hanya
dengan operasi atau radioterapi sulit mencapai ketuntasan, jika berlebih dahulu
kemoterapi 2-3 siklus dapat mengecilkan tumor, memperbaiki pasokan darah,
berguna. bagi pelaksanaan operasi dan radioterapi selanjutnya. Pada waktu
bersamaan dapat diamati respons tumor terhadap kemoterapi dan secara dini
menterapi lesi metastatik subklinis yang mungkin terdapat. Karena kemoterapi
adjuvan mungkin menghadapi resiko jika kemoterapi tidak efektif peluang
operasi akan lenyap, maka harus memakai regimen kemoterapi dengan cukup
bukti efektif untuk lesi stadium lanjut. Penelitian mutahir menunjukkan
kemoterapi neoadjuvan meningkatkan peluang operatif untuk kanker kepala
leher, kanker sel kecil paru, osteosarkoma, mengurangi pelaksanaan operasi
yang membawa kecacatan pada kanker tertentu Oaring, kandung kemih,
kanalis analis) memperbaiki kualitas hidup sebagian pasien.
d. Kemoterapi paliatif Kebanyakan kanker dewasa ini seperti kanker bukan sel
kecil paru, kanker hati, lambung, pankreas, kolon, dan lainlain. Hasil
kemoterapi masih kurang memuaskan. Untuk kanker seperti itu dalam stadium
lanjut kemoterapi masih bersifat paliatif, hanya dapat berperan mengurangi
gejala, memperpanjang waktu survival. Dalam hal ini dokter harus
mempetimbangkan keuntungan dan kerugian yang dibawa kemoterapi pada
diri pasien, menghindari kemoterapi yang terlalu kuat hingga kualitas hidup
pasien menurun atau memperparah perkembangan penyakitnya.
e. Kemoterapi investigatif Kemoterapi investigatif merupakan uji klinis dengan
regimen kemoterapi baru atau obat baru yang sedang diteliti. Untuk
menemukan obat atau regimen baru dengan efektivitas tinggi toksisitas
rendah, penelitian memang diperlukan. Penelitian harus memiliki tujuan yang
jelas, rancangan pengujian yang baik, metode observasi dan penilaian yang
rinci, dan perlu seeara ketat mengikuti prinsip etika kedokteran. Kini sudah
terdapat aturan baku kendali mutu, disebut 'good clinical practice' (GCP).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kanker kolorektal
adalah sebagai berikut (Sayuti & Nouva, 2018)
a. Pemeriksaan laboratorium klinis
Pemeriksaan laboratorium terhadap karsinoma kolorektal bisa untuk menegakkan
diagnosa maupun monitoring perkembangan atau kekambuhannya. Pemeriksaan
terhadap kanker ini antara lain pemeriksaan darah, Hb, elektrolit, dan pemeriksaan
tinja yang merupakan pemeriksaan rutin. Anemia dan hipokalemia kemungkinan
ditemukan oleh karena adanya perdarahan kecil. Perdarahan tersembunyi dapat
dilihat dari pemeriksaan tinja. Selain pemeriksaan rutin diatas, dalam menegakkan
diagnosa karsinoma kolorektal dilakukan juga skrining CEA (Carcinoma
Embrionic Antigen). Carcinoma Embrionic Antigen merupakan pertanda serum
terhadap adanya karsinoma kolon dan rektum. Carcinoma Embrionic Antigen
adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk ke
dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor
status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke
hepar. Carcinoma Embrionic Antigen terlalu insensitif dan nonspesifik untuk bisa
digunakan sebagai skrining kanker kolorektal. Meningkatnya nilai CEA serum,
bagaimanapun berhubungan dengan beberapa parameter. Tingginya nilai CEA
berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari penyakit dan adanya
metastase ke organ dalam. Meskipun konsentrasi CEA serum merupakan faktor
prognostik independen. Nilai CEA serum baru dapat dikatakan bermakna pada
monitoring berkelanjutan setelah pembedahan.
b. Pemeriksaan laboratorium Patologi Anatomi Pemeriksaan Laboratorium Patologi
Anatomi pada kanker kolorektal adalah terhadap bahan yang berasal dari tindakan
biopsi saat kolonoskopi maupun reseksi usus. Hasil pemeriksaan ini adalah hasil
histopatologi yang merupakan diagnosa definitif. Dari pemeriksaan histopatologi
inilah dapat diperoleh karakteristik berbagai jenis kanker maupun karsinoma di
kolorektal ini.
c. Radiologi Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos abdomen
atau menggunakan kontras. Teknik yang sering digunakan adalah dengan memakai
double kontras barium enema, yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam
mendeteksi polip yang berukuran >1 cm. Teknik ini jika digunakan bersama-sama
sigmoidoskopi, merupakan cara yang hemat biaya sebagai alternatif pengganti
kolonoskopi untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi kolonoskopi, atau
digunakan sebagai pemantauan jangka panjang pada pasien yang mempunyai
riwayat polip atau kanker yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan
menggunakan barium enema sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat
kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras larut air harus digunakan daripada
barium enema. Computerised Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance
Imaging (MRI), Endoscopic Ultrasound (EUS) merupakan bagian dari teknik
pencitraan yang digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien dengan
kanker kolon, tetapi teknik ini bukan merupakan skrining tes.
d. Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa kolon
dan rektum. Prosedur kolonoskopi dilakukan saluran pencernaan dengan
menggunakan alat kolonoskopi, yaitu selang lentur berdiameter kurang lebih 1,5
cm dan dilengkapi dengan kamera. Kolonoskopi merupakan cara yang paling
akurat untuk dapat menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan
keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada barium
enema yang keakuratannya hanya sebesar 67%. Kolonoskopi juga dapat digunakan
untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi dari striktur.
Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana komplikasi utama
(perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2%
pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang sangat berguna untuk
mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory bowel disease, non akut
divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non toksik,
striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada kolonoskopi
terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi utama
dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan komplikasi utama dari
kolonoskopi diagnostik.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi awal yang dapat terjadi adalah sumbatan (obstruksi) saluran cerna.
Sumbatan tersebut tentu diakibatkan tumor yang memenuhi saluran usus. Adanya
sumbatan tersebut menyebabkan penderitanya mengalami konstipasi dan nyeri
perut. Selain obstruksi, tumor juga dapat menyebabkan usus mengalami
kebocoran (perforasi). Perforasi usus dapat menimbulkan gejala yang berat seperti
nyeri perut hebat, perut terlihat membesar dan tegang, muntah, serta infeksi berat.
Komplikasi lain dari kanker usus adalah penyebaran sel tumor ke organ yang lain.
Proses yang disebut metastasis ini lazim terjadi pada berbagai jenis kanker,
terutama yang sifatnya ganas. Organ tubuh yang paling sering menjadi sasaran
metastasis sel kanker usus adalah kelenjar getah bening, paru, dan selaput rongga
perut. Metastasis dapat menimbulkan gejala sesuai organ yang terkena, misalnya
benjolan di sekitar leher, sesak napas, dan nyeri perut serta perut yang semakin
membesar (Timurtini, 2019).
BAB III
Tinjauan Askep
A. Pengkajian
Pengkajian KeperawatanPengumpulan Data Biodata identitas klien dan
penanggung jawab
1. Identitas KlienDikaji nama, jenis kelamin, agama, alamat, suku bangsa, pekerjaan
dan lain-lain.
2. Identitas penanggung jawabDikaji nama, alamat, pekerjaan dan hubungan dengan
klien.
3. Riwayat Kesehatana
7. Pemeriksaan Fisik(Fokus pada struktur dan perubahan fungsi yang terjadi dengan
tehnik pemeriksaanyang digunakan Head to Toeyang diawali dengan observasi
keadaan umum klien.Dan menggunakan pedoman 4 langkah yaitu Inspeksi,
Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
8. Data Psikologis(Berisi tentang status emosi klien, kecemasan, pola koping, gaya
komunikasi, dankonsep diri
9. Data Sosial(Berisi hubungan dan pola interaksi klien dalam keluarga dan
masyarakat)
12. Program dan Rencana Pengobatan(Berisi tentang program pengobatan yang sedang
dijalani dan yang akan dijalani olehklien)
B. PATHWAYS
DO :
-RR : 20x/menit
-Pasien tampak
Sirkulasi
Eliminasi
Aktivitas
dan Istirahat
Neurosensori
Reproduksi dan
Seksualitas
Integritas Ego
Pertumbuhan dan
Perkembangan
Penyuluhan dan
Pembelajaran
Masalah
Data Subjektif dan Objektif Analisis Data*
Keperawatan
Tanda Mayor Defisit Nutrisi (D.0019) Ketidak mampuan
DS : - Mencerna Makanan
DO : Berat badan menurun
minimal 10% di bawah rental
ideal
Tanda Minor
DS : - Cepat kenyang setelah
makan
- Kram/nyeri abdomen
- Nafsu makan menurun
DO : - Bising usus hiperaktif
- Otot pengunyah lemah
- Otot menelan lemah
- Membran mukosa pucat
- Sariawan
- Serum albumin turun
- Rambut rontok berlebihan
- Diare
Gejala dan Tanda Mayor Nyeri akut (D.0077) agen cedera fisiologis
Subjektif Mis. Inflamasi, iskemia,
(tidak tersedia) neoplasma
Objektif
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif
(mis. waspada, posisi
menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi
meningkat
5. Sulit tidur
gejala dan Minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Tekanan darah
meningkat
2. pola napas berubah
3. nafsu makan berubah
4. proses berpikir
terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri
sendiri
7. Diaforesis
1. Tampak gelisah.
2. Tampak tegang.
3. Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor.
Subjektif.
1. Mengeluh pusing.
2. Anoreksia.
3. Palpitasi.
4. Merasa tidak berdaya.
Objektif.
1. Frekuensi napas
meningkat.
2. Frekuensi nadi
meningkat.
3. Tekanan darah
meningkat.
4. Diaforesis.
5. Tremos.
6. Muka tampak pucat.
7. Suara bergetar.
8. Kontak mata buruk.
9. Sering berkemih.
10. Berorientasi pada
masa lalu.
Gejala dan Tanda Mayor Intoleransi aktivitas (D.0056) Kelemahan
Subjektif
1. Mengeluh lelah
Objektif
1. frekuensi jantung
meningkat >20% dari
kondisi sehat
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. Dispnea saat/setelah
aktivitas
2. Merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas
3. Merasa lemah
Objektif
1. Tekanan darah
berubah >20% dari
kondisi istirahat
2. Gambaran EKG
menunjukan aritmia
saat/setelah aktivitas
3. Gambaran EKG
menunjukan iskemia
4. Sianosis
C. Diagnosa Keperawatan
D. Rencana/intervensi Keperawatan
meningkat
-Nyeri abdomen Kolaborasi :
membaik
-Frekuensi makan
membaik
2. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri (I.08238)
berhubungan tindakan
dengan agen keperawatan selama Observasi
-identifikasi lokasi
cedera fisiologis 3x24 jam pasien karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas,intensitas
Mis. Inflamasi, diharapkan nyeri,
iskemia, tingkatan nyeri - identifikasi skala nyeri
neoplasma) menurun dengan Identifikasi respon nyeri non verbal
(D.0077) kriteria hasil : -identifikasi factor yang memperberat dan
(L.08066) memperingan nyeri
-Kemampuan -identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
menuntaskan nyeri
aktivitas meningkat -identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
-Keluhan nyeri nyeri
menurun -identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
-Meringis menurun
-Gelisah menurun Terapeutik
-Kesulitan tidur - Berikan Teknik nonfarmakologis untuk
menurun mengurangi nyeri (mis: TENS, hypnosis,
-Muntah menurun akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat,
-Mual menurun aromaterapi, Teknik imajinasi terbimbing,
-Frekuensi nadi kompres hangat/dingin, terapi bermain)
membaik - Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
-Pola tidur membaik (mis: suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetic,jika perlu
kebingunan nonverbal)
menurun
- perilaku gelisah Terapeutik
menurun
-Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
- perilaku tegang
kepercayaan
menurun
- Temani pasien untuk mengurangi kecemasan,
- keluhan pusing
jika memungkinkan
menurun
- Pahami situasi yang membuat ansietas
- konsentrasi
- Dengarkan dengan penuh perhatian
membaik
- Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan
- Tempatkan barang pribadi yang memberikan
kenyamanan
- Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
- Diskusikan perencanaan realistis tentang
peristiwa yang akan datang
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi :
http://repository.poltekkes-kdi.ac.id/2564/1/KTI%20ALMANIA%20RESTA.pdf
http://repository.stikeshangtuah-sby.ac.id/839/1/KIA-REZA%20MEIDITA%20SARI-
2130047-3.pdf
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/1084/1/KTI%20WIDYA%20HARTATI.pdf