Anda di halaman 1dari 52

Telah disetujui / diterima Pembimbing

Hari/ Tanggal:
Tanda tangan:

ILMU KEPERAWATAN MATERNITAS


PROGRAM PROFESI NERS

REVIEW JURNAL
EFEKTIFITAS TERAPI AKUPRESUR NEI GUAN ( TITIK P6/PC6)
DALAM MENGATASI MASALAH MUAL MUNTAH PADA
PASIEN KANKER DI RUANGAN RAMBANG 2.2
RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

JOURNAL READING

Oleh:
KELOMPOK 5

1. Rio Pangestu
2. Zahra Aulia Astrid Herera
3. Tri Izah Susanti
4. Mia Audina
5. Selvia Anggraini

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Stase Keperawatan Maternitas.

Tugas Stase Keperawatan Maternitas ini untuk memenuhi salah satu syarat
dalam menyelesaikan Program Profesi Ners Stase Keperawatan Maternitas. Dalam
penyusunan tugas ini, penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan serta bantuan
dari semua pihak terutama untuk kedua orang tua yang terus memberikan semangat
kepada penulis akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan dan jauh dari
sempurna. Karena itu dengan hati yang lapang serta terbuka penulis menerima segala
kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan kualitas dan kesempurnaan
tugas ini dimasa yang akan datang.

Akhirnya kami mengharapkan semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Amin.

Palembang, 10 Agustus 2018

Kelompok 5
BAB I
PENDAHULUAN

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Angka kesakitan dan kematian yang tinggi pada masyarakat akan
menyebabkan menurunnya daya kerja fisik serta terganggu nya perkembangan mental,
ini merupakan wujud akibat langsung dan tidak langsung dari masalah pola serta
perilaku hidup sehat(Undang-Undang No. 36 Tahun 2009).
Salah satu aspek kesehatan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia
adalah kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi merupakan kesehatan yang
sempurna baik secara fisik, mental, sosial dan lingkungan serta bukan semata- mata
terbebas dari penyakit / kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem
reproduksi, fungsi serta prosesnya (World Health Organization,2010).
Kanker merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak di dunia di perkirakan
ada 9 juta orang yang meninggal karena kanker (WHO,2015). Angka kematian tertinggi
akibat kanker paling banyak dialami oleh perempuan, terutama kanker pada sistem
reproduksi, ini disebabkan karena perempuan sangat rentan terhadap penyakit, terutama
terhadap kanker. Ironisnya, di negara berkembang, 80-90 % biasanya tidak dapat
disembuhkan karena pasien datang dalam stadium lanjut (Kemenkes, 2012).
Ada beberapa penyakit kanker reproduksi yang dialami oleh perempuan, seperti
kanker payudara, kanker serviks, kanker ovarium, kanker vagina, kanker endometrium,
dan sebagainya. Kanker Serviks merupakan penyakit sistem reproduksi kedua terbanyak
yang dialami oleh perempuan diseluruh dunia setelah kanker payudara. Menurut
Internasional Agency for Research on Cancer (IARC), 85 % dari kasus kanker di dunia
dengan jumlah sekitar 439.000 dengan jumlah 273.000 kematian terjadi di negara –
negara berkembang, Indonesia merupakan negara dengan jumlah pengidap kanker
serviks kedua terbanyak setelah China (Padila, 2015).
Data WHO menunjukkan bahwa kasus-kasus kanker serviks semakin meningkat
di seluruh dunia. WHO juga memperkirakan bahwa sejak tahun 2005 terdapat 58 juta
kematian yang disebabkan penyakit kronik dan 7,6 juta oleh kanker. Sampai saat ini,
insiden kanker serviks dalam hal morbiditas dan mortalitas belum menunjukkan hasil
penurunan yang signifikan (WHO, 2014). Kanker serviks di Asia terdapat lebih dari
setengah perempuan Asia yang menderita kanker serviks meninggal dunia. Hal ini sama
dengan 226.000 perempuan didiagnosa menderita kanker serviks dan sebanyak 143.000
seorang perempuan di Asia Pasifik meninggal karena kanker serviks (Depkes RI, 2013).
Kanker serviks ini bahkan menduduki peringkat membunuh perempuan pertama di
Indonesia, dan kanker payudara turun ke nomor dua. Kanker serviks ini bila sudah
masuk stadium lanjut seringkali menyebabkan kematian dan waktu yang relatif lebih
cepat dari biasa (Saydam, 2012). Tingginya kasus kanker serviks di Indonesia membuat
WHO menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penderita kanker serviks
terbanyak di dunia (Poerbantanoe & Salim, 2014). Di Indonesia, kasus baru kanker
serviks ditemukan sebanyak 40-45 kasus perhari, hal ini berarti bahwa dalam waktu 24
jam terjadi kematian sebanyak 24 perempuan dikarenakan kanker serviks (Nurwijaya,
dkk., 2010). Kanker serviks di Provinsi Sumatera Selatan, menjadi penyakit dengan
jumlah kasus terbanyak dibandingkan jenis kanker lainnya yaitu sebesar 797 kasus pada
tahun 2014 (Dinkes Sumatra Selatan, dalam Warta, dkk., 2015)
Berdasarkan data Rekam Medik RSUP Dr Mohammad Hoesin Palembang pada
tahun 2015 tercatat pasien kanker serviks sebanyak 653 orang dan 31 orang meninggal,
pada tahun 2016 bulan Januari sampai Juni tercatat pasien kanker serviks berjumlah 486
orang dan 13 orang meninggal dunia (Rekam Medik RSUP Moh. Hoesin, 2015).
Berdasarkan hasil survey di ruangan Rambang 2.2 RSUP Dr Mohammad Hoesin
Palembang pada tanggal 6 Agustus 2018 tercatat 17 pasien yang di rawat dominan ialah
pasien kanker serviks yaitu sebanyak .
Kanker serviks berhubungan dengan perubahan pada organ reproduksi perempuan
yang dianggap sebagai bagian yang sangat penting bagi perempuan. Perempuan yang
mengalami kanker serviks biasanya merasakan ketakutan dikarenakan adanya dampak
yang serius terhadap kehidupan misalnya kehilangan kemampuan melakukan hubungan
seksual dan lain-lain, bahkan sampai kepada kematian (Susanti, 2012).
Ada beberapa jenis terapi perawatan yang biasa dilakukan terhadap pasien kanker,
yaitu salah satunya adalah kemoterapi, menurut Fauziana (2011) kemoterapi merupakan
proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil cair atau kapsul atau melalui
infus yang bertujuan membunuh sel kanker, namun tidak hanya sel kanker, tetapi juga
sel-sel yang ada di seluruh tubuh. Kemoterapi mempunyai efek samping fisik dan
psikologis pada pasien kanker. Efek samping fisik kemoterapi yang umum adalah pasien
akan mengalami mual dan muntah, tidak nafsu makan, ngilu pada tulang, rambut rontok
(alopecia), mukositis, dermatitis, keletihan, juga kulit menjadi kering bahkan kaku dan
kulit bisa sampai menghitam (Nisman, 2011; Smeltzer & Bare, 2002).
Kejadian mual muntah pasca operasi sekitar 30% dari seluruh pasien yang
menjalani operasi dengan rawat inap dan 70% kasus terjadi dalam 24 jam pertama.
Masalah mual dan muntah ini dapat menimbulkan efek yang merugikan bagi pasien.
Apabila muntah masuk ke dalam saluran pernafasan maka dapat berakibat fatal. Dalam
keadaan normal refleks muntah dan batuk dapat mencegahnya, tetapi apabila pasien
sedang diberikan terapi obat-obat anestesi hal ini dapat mengganggu refleks pelindung
tersebut dan akibatnya pasien merasakan sesak nafas. Pencegahan dan penanganan
mualdan muntah dapat menggunakan terapi farmakologi dan terapi non farmakologi.
Penanganan mual dan muntah dengan menggunakan terapi nonfarmakologi yang efektif
salah satunya dengan terapi komplementer (Chiravalle & Caffrey, 2005 dalam Supatmi,
2014).
Efektivitas terapi komplementer ini sebanding dengan obat antiemetik dalam
pencegahan mual muntah dimana titik PC-6 (Neiguan) juga telah diakui oleh WHO
(Saputra & Agustin, 2005 dalam Indrawati 2010). Terapi akupresur ini merupakan
bentuk asuhan keperawatan yang holistik. Dalam prinsip atau pelaksanaan terapi
akupresur tedapat prinsip healing taouch yang menunjukan prilaku caring yang dapat
memberikan ketenangan, kenyamanan bagi klien sehingga mendekatkan hubungan
terapeutik perawat dan klien. Terapi akupresur merupakan salah satu dari
komplementer.
Jika ditinjau dari legal aspek pelaksanaan terapi akupresur ini, bahwasanya
perawat diperkenankan menerapkan terapi komplementer sebagaimana telah diatur
dalam UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan pada pasal 30 ayat (2) huruf m.
Sehingga perawat berpeluang mempelajari berbagai macam terapi komplementer serta
akupresur direkomendasikan agar dapat diterapkan dan di kombinasikan dengan terapi
komplementer lain sebagai terapi pendamping atau sebagai bagian dari intervensi
keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami mual
muntah pasca operasi.
Dengan beberapa penjelasan diatas, kelompok tertarik untuk membahas lebih
dalam serta melakukan implementasi langsung mengenai terapi akupresur pada pasien
kanker di ruang onkologi kebidanan Rumah Sakit MohammadHoesin Palembang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Kanker


1. Anatomi Sistem Reproduksi Wanita
Anatomi sistem reproduksi wanita menurut Lammarisi, dkk (2014) dan
Syaifuddin (2006) adalah sebagai berikut :

a. genetalia eksterna
1) vulva
Bagian luar alat kelamin wanita termasuk labium mayor, labium
minor, mons pubis, bulbus vestibularis, vestibulum vagina, kelenjar
dan lubang vagina .
2) Monspubis/monsveneris
Monspubis merupakan bagian yang meliputi simfisis dan sedikit
menonjol yang terdiri dari lemak dan jaringan area ini, pada masa
pubertas mulai ditumbuhi bulu.
3) Labia Mayora
Dua lipatan dari kulit di antara kedua paha bagian atas labia
mayora dan juga banyak mengandung urat saraf.
4) Labia Minora
Berada sebelah dalam labia mayora, tidak mempunyai folikel
rambut.
5) Klitoris
Kelentit; daging atau gumpalan jaringan kecil yang terletak pada
ujung atas lubang kemaluan, dan merupakan sebuah jaringan ikat
erektil kecil kira-kira sebesar kacang hijau yang dapat mengeras dan
tegang (erektil) yang mengandung urat saraf.
6) Vestibulum
Merupakan rongga yang berada di antara bibir kecil (labia
minora), muka belakang dibatasi oleh klitoris dan perineum, dalam
vestibulum terdapat muara-muara dari: liang senggama, uretra,
kelenjar bartolin,kelenjar skene kiri dan kanan.
7) Hymen (selaput darah)
Hymen (selaput darah) merupakan lapisan yang tipis, juga
sebagian besar dari liang senggama ditutupi olehnya, bentuknya juga,
berbeda-beda ada yang bentuknya seperti bulan sabit, lubangnya ada
yang seujung jari ada yang dapat dilalui satu jari, dikarenakan di
tengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi dapat mengalir ke
luar, letaknya di mulut vagina, dan juga konsistensi ada yang kaku
dan ada yang lunak.
8) Perineum
Area kulit dan otot di antara anus dan vagina. Fungsinya untuk
menyokong organ internal rongga panggul dan dapat meregang
untuk memfasilitasi kelahiran bayi.
b. Genetalia Interna
Gambar 2.1 Anatomi Sistem reproduksi wanita internal

Sumber : Farkan (2017)


1) Uterus
Suatu organ muscular berbentuk seperti buah pir dan dindingnya
yang terdiri dari endometrium (epitel, kelenjar, jaringan dan
pembuluh darah), miometrium (lapisan otot polos), lapisan serosa
(pertoneum viseral). Uterus terdiri dari fundus uteri, korpus uteri dan
serviks uteri.Selama kehamilan berfungsi sebagai nutrisi konseptus,
implantasi, dan retensi.
2) Vagina (liang kemaluan)
Suatu selubung atau liang senggama, yakni saluran antara alat
kelamin luar dengan leher rahim.Tabung yang dilapisi membrane dan
jenis epitelium bergaris khusus, dialiri banyak pembuluh darah dan
serabut saraf. Bentuk vagina sebelah dalam berlipat-lipat disebut
rugae.
3) Tuba Fallopi
Berjalan kea rah lateral kiri dan kanan, terdapat 2 saluran telur
kanan dan kiri. Panjang kira-kira 12cm diameter 3-8 mm. Tuba
falopi terdiri atas pars interstitialis yaitu bagian yang terdapat pada
dinding uterus, pars ismika/ ismus yaitu bagian medial tuba yang
sempit seluruhnya, bagian yang berbentuk saluran leher tempat
konsepsi agak lebar ialah pars ampularis, dan infundibulum disebut
fimbria (mempunyai umbaik) untuk menangkap telur kemudian
menyalurkan telur ke dalam tuba. Tuba uterine berfungsi
mengantarkan ovum dari ovarium ke uterus, dan menyediakan
tempat untuk pembuahan.
4) Ovarium (indung telur)
Ovarium merupakan kelenjar berbentuk seperti buah kenari
yang terdapat dua indung telur kanan dan kiri. Sel telur berjalan di
sepanjang tuba falopi dengan bantuan rambut getar dan otot pada
dinding tuba. Setiap bulan folikel berkembang dan dan sebuah ovum
dilepaskan pada saat kira0kira pertengahan (hari ke-14)siklus
menstruasi. Ovulasi yaitu pematangan graaf dan mengeluarkan
ovum. Bila folikel graaf robek maka terjadi perdarahan yang
kemudian terjadi penggumpalan darah pada ruang folikel. Ovarium
mempunyai tiga fungsi yaitu memproduksi ovum, hormone
esterogen dan progesterone.
5) Servik
Serviks merupakan bagian bawah dari rahim yang membuka ke
arah vagina. Serviks terletak pada puncak vagina. Serviks terdiri dari
mulut rahim dan leher rahim. Fungsi serviks adalah sebagai saluran
bagi sperma agar dapat masuk ke dalam rahim dan juga sebagai jalan
darah menstruasi keluar dari rahim.
Area terjadinya perubahan fisiologis sel-sel kolumnar epitel dan
skuamos serviks disebut zona transformasi pada serviks dan terdapat
2 ligamen yang menyokong serviks, yaitu ligamen kardinal dan
uterosakral.
Jaringan ikat yang mengelilingi serviks dan vagina dan
memanjang hingga vertebra merupakan ligamen uterosakral. jaringan
fibromuskular yang keluar dari segmen bawah uterus dan serviks ke
dinding pelvis lateral dan menyokong serviks merupakan ligamen
cardinal dan Serviks memiliki sistem limfatik melalui rute
parametrial, kardinal, dan uterosakral (Tortora & Derrickson, 2009).

2. Definisi Kanker Serviks

Penyakit kanker serviks yang biasa disebut juga dengan kanker leher
rahim ini adalah salah satu jenis tumor ganas yang mengenai lapisan
permukaan atau epitel dari leher rahim atau mulut rahim yang disebabkan
karena penggandaan dan perubahan sel yang berubah sifat tidak seperti sel
yang normal (Savitri A, 2015). Sedangkan, kanker servik ini terjadi paling
sering pada usia 30-45tahun, tetapi dapat terjadi pada usia dini, yaitu 18
tahun. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kanker serviks
merupakan suatu penyakit berupa tumor yang menyerang leher rahim karena
adanya pertumbuhan jaringan yang bersifat ganas, yang dapat merusak
jaringan normal di sekitar nya (Mitayani, 2011).
3. Etiologi Kanker Serviks

Penyebab kanker serviks yang paling umum adalah mikroorganisme


yang bernama Human Papilloma Virus ( HPV ) yang menyerang leher
rahim.DNA HPV ditemukan lebih dari 70 jenis HPV dari 15 diantaranya
dapat menimbulkan kanker (HPV 16, 18, 31, 33, 35,39, 45, 51, 52, 56, 58, 59,
68, 73, 82). Dengan demikian HPV dapat dikatakan sebagai penyebab kanker
serviks ( Rasjidi, 2008).
Virus HPV menular ke seseorang melalui kontak kulit saat berhubungan
seksual dengan penderita, virus ini akan hinggap pada setiap pria dan wanita
yang termasuk dalam kategori kelompok seksual aktif, HPV juga dapat
menginfeksi daerah anogenital (Savitri A, 2015).

4. Faktor Resiko Kanker Serviks

Faktor risiko pada kanker serviks menurut Mitayani (2011), yaitu pada
aktivitas seksual berhubungan dengan angka kejadian serviks pada wanita di
bawah usia 25 tahun dengan riwayat pasangan seksual lebih dari satu orang
dan beberapa kehamilan dini. Sedangkan, faktor risiko pada kanker serviks
menurut Handayani, dkk (2012) dan Kartikawati (2013) adalah :

a. Faktor Alamiah
Hal yang termasuk dalam faktor alamiah pencetus kanker serviks ini
adalah usia diatas 40 tahun. Semakin tua seorang perempuan maka
makin tinggi risiko terkena kanker serviks. Menurut Susilawati dan
Misgianto (2014) menyatakan bahwa mayoritas usia responden sebanyak
16 orang (53,3%) adalah di rentang usia 51-64 tahun dan didukung
dengan penelitian Mardiana (2013) yang menyatakan bahwa umur pasien
yang menderita kanker serviks sebagian besar berkisar 51-60 tahun yaitu
sebanyak 13 orang (56,5%).

Handayani (2012) dan Kartikawati (2013) menyatakan usia adalah


salah satu termasuk dalam faktor alamiah pencetus kanker serviks yang
biasanya terjadi pada usia diatas 40 tahun, dikarenakan semakin tua
seseorang perempuan maka semakin tinggi resiko terkena kanker serviks
dikarenakan semakin tua maka kondisi daya tahan tubuhnya atau
imunitas seseorang akan semakin menurun artinya merupakan usia yang
rentan dengan terjadinya gangguan kesehatan karena proses degeneratif,
dan imunitas sesorang ini berperan penting dalam proses penghacuran
sel-sel kanker serta bisa dapat menghambat pertumbuhan dan
penyebarannya.

Lincoln dan Wilensky (2008) juga menunjukan hasil penelitian


dengan literatur yang menyatakan bahwa semakin tua usia seseorang saat
awal menopause maka memiliki risiko lebih besar terkena kanker
dibandingkan wanita yang mengalami menopause lebih muda. Pada
wanita yang mengalami awal menopause pada usia yang lebih tua berarti
lebih lama terpapar dengan tingginya kadar hormone estrogen dalam
darah. Sedangkan peran hormon estrogen pada wanita menopause adalah
tingkat estrogen yang lebih tinggi pada seorang wanita akan menghambat
terjadinya menopause sehingga mengembangkan risiko terjadinya
kanker.

b. Faktor Kebersihan
1) Keputihan tidak normal yang dibiarkan secara terus menerus tanpa
diobati.
2) Pembalut yang digunakan mengandung bahan dioksin yang
digunakan untuk memutihkan pembalut hasil daur ulang dari
kardus, barang bekas dan lain-lain dan juga sering membasuh
vagina menggunakan air kotor.
c. Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genitalia.
Perempuan yang mempunyai riwayat penyakit kelamin berisiko
terkena kanker leher rahim yang disebabkan karena akibat hubungan
seksual yang berisiko terkena virus HPV, karena virus HPV diduga
sebagai penyebab utama terjadinya kanker leher rahim.
d. Riwayat Kanker Serviks dalam Keluarga
Anggota keluarga yang pernah menderita kanker serviks membuat
seseorang memiliki risiko kanker serviks lebih besar 2-3 kali
dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai riwayat kanker
serviks di keluarganya.Hal ini disebabkan adanya kondisi kurang
mampunya melawan infeksi HPV yang diturunkan secara genetic.
e. Imunosupresi
Faktor risiko lainnya adalah kondisi imunosupresi atau menurunnya
daya tahan tubuh. Salah satu keadaan imunosupresi bisa ditemui pada
pasien AIDS. Virus HIV pada pasien ADIS akan merusak fungsi
kekebalan tubuh seseorang, sehingga perempuan yang menderita AIDS
memiliki risiko tinggi terkena infeksi HPV yang berkembang menjadi
kanker serviks.
f. Infeksi Chlamidia
Kuman ini ialah yang dapat menyebabkan infeksi pada organ
reproduksi, yang menyebar melalui kontak seksual. Perempuan yang
terinfeksi chlamidia sering mengeluhkan adanya nyeri di daerah panggul.
tetapi banyak juga yang tidak mengalami keluhan (asimtomatik).
Beberapa penelitian menyebutkan adanya risiko kanker serviks yang
lebih tinggi pada perempuan yang di dalam darahnya ditemukan infeksi
chlamidia.
g. Diet
Resiko terkena penyakit kanker serviks dapat dipengararuhi juga
oleh pola makan atau diet, seseorang perempuan yang jarang
mengkonsumsi buah dan sayur akan lebih beresiko terkena kanker serviks
di bandingkan dengan perempuan yang sering mengkonsumsi buah dan
sayur.
h. Penggunaan Kontrasepsi Hormonal
Penggunaan kontrasepsi hormonal dalam waktu lama meningkatkan
risiko menderita kanker serviks.Penggunaan selama 20 tahun dapat
meningkatkan risiko hingga dua kali.Perempuan yang berencana
menggunakan alat kontrasepsi hendaknya berdiskusi dengan tenaga
kesehatan sebelum memutuskan suatu metode kontrasepsi, terutama bagi
perempuan yang sudah berisiko tinggi menderita kanker serviks. Berbeda
dengan kontrasepsi hormonal, penggunaan kontrasepsi Intra Uterine
Device (IUD) dapat menurunkan risiko kanker serviks juga risiko kanker
endometrium rahim.
i. Kehamilan Multipel atau Lebih dari Tiga Kali
Perempuan yang pernah hamil selama 9 bulan sebanyak tiga kali atau
lebih berisiko terkena kanker serviks lebih tinggi karena dipengaruhi oleh
perubahan hormonal selama kehamilan yang berpotensi membuat
perempuan lebih rentan terhadap infeksi HPV. Menurunnya daya tahan
tubuh selama kehamilan juga memungkinkan adanya infeksi HPV dan
pertumbuhan kanker.
j. Kemiskinan
Kemiskinan bisa meningkatkan risiko seseorang terkena kanker
serviks. Kemiskinan memang bukan merupakan faktor langsung. Tetapi,
kenyataan memperlihatkan bahwa seorang perempuan yang
berpendapatan rendah akan lebih sedikit memiliki akses pengetahuan
tentang kanker serviks. Begitu pun kesempatan dia untuk melakukan
tespap smear sangat sedikit karena keterbatasan biaya. Mereka juga
terpapar pada kondisi sanitasi yang kurang baik.

5. Patofisiologi Kanker Serviks

Baradero, Marry dan Yakobus (2007) mengemukakan bahwa kanker


serviks bisa menyebar melalui peredaran darah, ekstensi langsung. Sel
abnormal bisa menyebar yang kemudian menghambat sirkulasi darah vena
yang menimbulkan edema pada ekstremitas bawah, pembesaran limfe juga
bisa menyebabkan obstruksi ureter dan hidronefrosis. Kanker bisa menyebar
ke paru-paru, mediastinum, hepar dan tulang. Kanker serviks bersifat
asimtomatis pada tahap awal seiring perkembangannnya ada sedikit sekresi
berupa cairan dari vagina, dan sewaktu –waktu ada pendarahan sangat sedikit
setelah berhubungan seksual. Kanker yang sudah berkembang akan menyebar
ke pelvik dan menimbulkan tekanan intravelvik meningkat serta tekanan intra
abdomen ikut meningkat sehingga menimbulkan nyeri.
Pembesaran massa akibat dari sel abnormal menyebabkan penipisan sel
epitel sehingga permeabilitas pembuluh darah menjadi rusak dan terjadinya
perdarahan. Perdarahan yang akut akan menyebabkan anemia sehingga pasien
mengeluhkan badannya lelah.Tindak lanjut dari penatalaksaan kanker serviks
dapat dibedakan menjadi tiga yaitu pembedahan, kemoterapi, dan radiasi.
Setiap penatalaksanaan akan menimbulkan efeksamping yang berbeda-beda.
Penetapan penatalaksanaan ditentukan berdasarkan pertimbangan stadium dan
metastase kanker yang terjadi.

6. Manifestasi Kanker Serviks


Gejala umum yang nampak pada pasien kanker serviks menurut Bagus,
dkk (2010) ialah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Gejala Umum pasien kanker serviks


Stadium Gejala Klinik Keterangan
Karsinoma
Stadium awal a. Leukorea bau a. Masih sulit di diagnosa
b. Perdarahan ireguler b. Dapat diikuti pap
c. Eksopitik menimbulkan smear
kontak berdarah c. Ukuran masih sangat kecil
d. Sel kanker hanya ditemukan
pada lapisan atas dari sel-sel di
jaringan yang melapisi serviks
Stadium lebih a. Bentuknya eksopitik a. Schiller test tidak perlu
lanjut mudah berdarah eksopitik sudah jelas
b. Post coital bleeding b. Biopsi untuk kepastian
c. Bentuk endopitik diagnosa c. Perlu dilakukan microkuret
sulit endometrial-kanalis serviksalis
d. Gejala kliniknya menonjol untuk kepastian penyebaran
-Leukorea
-Ireguler bleeding
Dampak a. Menutup ureter a. Stadium lanjut sulit untuk sembuh
metastase menyebabkan gangguan total
lokal atau fungsi ginjal: b. Terapi eksenterasi luas
langsung -Hidranephrose c. Menimbulkan gejala
-Uremia ringan–berat gastrointestinal:
b. Menimbulkan destruksi: d. mual muntah akibat uremia
-Fistula rektovaginal e. makan kurang menimbulkan
-Vesiko vaginal dehidrasi
c. Metastase jauh terutama
tipe : f. Kencing berdarah
d. small cell carcinoma g. Mencapai dinding pelvis FSC
e. Menuju : paru, tulang dan dapat di evaluasi melalui VT dan
liver dan mungkin otak RT
f. Metastase ke vesika h. Feses bercampur darah
urinaria i. Diagnosanya dengan kuretase
g. Metastase keleteral melalui biopsy bertingkat
ligamentum-parametrium
h. Metastase ke rectum
i. Metastase menuju kavum
uteri menimbulkan
kesulitan untuk
menegakkan diagnose
Metastase a. Melalui arah serviksal a. Metastase kelateral dapat
kelenjar limfa menuju: menghalangi aliran cairan limfa
-kelenjar obturator, iliaka menuju keatas dan menimbulkan
eksternal dan iliaka internal edema kaki unilateral atau
b. Keatas menuju kelenjar bilateralnya
iliaka komunis dan kelenjar b. Ditempat metastase karsinoma
paraaortal dapat menimbulkan gangguan
c. Dapat terus menuju fungsi organnya
mediastinum kelenjarsupra
klafikuler

Kematian a. Invasive pembuluh darah a. Syok hemoragik ireversibel


karsinoma menimbulkan perdarahan b. Mual muntah napsu makan turun
serviks hebat menyebabkan gejala sekunder:
b. Gangguan fungsi ginjal -dehidrasi, uremia
menimbulkan uremia -gagal ginjal total
c. Metastase jauh -gagal fungsi organ terkait

Seseorang yag terkena virus HPV, tidak lantas terkena demam seperti
halnya terkena virus influenza. Masa inkubasi untuk perkembangan gejala
klinis setelah infeksi HPV sangat bervariasi. Efek dari HPV akan terasa
setelah berdiam diri pada serviks selama 10 sampai 20 tahun, sehingga
perempuan tidak mampu mendeteksi apakah dirinya terpapar HPV atau tidak,
bahkan ketika sudah bermutasi menjadi kanker serviks, tidak ada gejala atau
tanda yang khas.
Beberapa gejala yang sering dikeluhkan pasien kanker menurut Savitri,
(2015) berikut ini :
a. Keputihan tidak normal
Keputihan tidak normal ini sering disebut juga dengan keputihan
patologis. Keputihan ini disebabkan oleh berbagai macam hal. Dapat
disebabkan karena jamur, bakteri, atau pun virus. Jika kondisi ini
dianggap sepele, maka keputihan yang tidak normal bisa saja
berkembang menjadi gejala kanker serviks. Kemungkinan berkembang
menjadi kanker akan lebih meyakinkan jika jumlah cairan keputihan yang
keluar begitu banyak, terus menerus, menimbulkan gatal bercampur
nyeri, transparan, tak berbau, bahkan juga menyebabkan pendarahan
setelah berhubungan seksual. Selain dapat menyebabkan infeksi pada
rahim, keputihan yang di diamkan juga bisa menyebar ke saluran telur
dan menyebabkan peradangan.
b. Pendarahan tidak normal
Perdarahan yang tidak normal sama hal nya dengan keputihan,
pendarahan juga ada yang bersifat normal seperti menstruasi atau darah
nifas pasca melahirkan. Beberapa pendarahan tidak normal yang perlu
diwaspadai, antara lain :
1) Pendarahan selama atau setelah melakukan hubungan seksual
2) Pendarahan setelah melakukan pemeriksaan panggul
3) Pendarahan setelah mengalami menopause, dan
4) Pendarahan saat memaksa buang air besar
c. Mengalami rasa sakit yang aneh pada organ reproduksi
Pasien kanker serviks akan mengalami sakit abnormal pada organ
reproduksinya pada situasi-situasi tertentu. Misalnya sakit saat
melakukan aktivitas seksual yang melibatkan organ reproduksi, buang air
besar atau pada saat menstruasi. Rasa sakit ini biasanya dirasakan pada
vagina, perut bagian bawah, paha, dan persendian panggul.

7. Klasifikasi Kanker Serviks

Stadium kanker serviks berdasarkan klasifikasi Federation


International of Gynecologist and Obstetricians (FIGO) menurut Savitri,
(2015) terdapat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Stadium Kanker Serviks
FIGO Kriteria
0 Disebut juga karsinoma insitu. Pada tahap ini sel kanker
hanya ditemukan pada lapisan serviks, ukuran nya masih
sangat kecil
1 Karsinoma masih terbatas di serviks, infeksinya sudah
mulai menyerang leher rahim bagian bawah lapisan atas
dari sel-sel serviks.
1a Invasive kanker ke stroma hanya dapat di kenali secara
mikroskopik, lesi yang dapat di lihat secara langsung walau
dengan invasi yang sangat super fisial dikelmpokkan
sebagai stadium 1b. kedalaman invasi ke stroma ≤5mm dan
lebarnya lesi ≤ 7mm
1a1 Invasi ke stroma sedalam ≤ 3mm dan lebar ≤ 7mm
1a2 Invasi ke stroma dengan kedalaman ≥ 3mm tapi ≤ 5mm
dan lebar ≤ 7mm
1b Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis ≥1a
1b1 Besar lesi secara klinis ≤4cm
1b2 Besar lesi secara klinis ≤4cm
II Telah melaluiserviks dan menginvasi bagian atas vagina,
belum menyebar ke dinding pelvic (sepertiga bagian bawah
vagina) dan belum mencapai uterus
IIa Telah melibatkan vagina tapi belum melibatkan
parametrium
IIb Infiltrasi ke parametrium tapi belum, mencapai dinding
panggul
III Telah menyerang bagian pelvic atau bagian bawah vagina
serta adanya perluasan sampai dinding panggul. Jika kanker
berukuran besar, mungkin akan memblok saluran urin dari
ginjal sehingga menyebabkan ginjal tidak berfungsi dengan
baik.
IIIa Lesi telah menyebar ke sepertiga vagina distal dan dinding
samping panggul
IIIb Perluasan sampai dinding panggul atau adanya
hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal
IV Sel kanker telah menyebar ke bagian tubuh lain. Lesi telah
keluar dari vagina, kanker telah menyebar dan menyerang
organ lain seperti kandung kemih, rektum, paru paru dan
tulang bahkan liver.
Iva Perluasan ke luar organ reproduksi, keterlibatan kandung
kemih atau mukosa rectum dan menyerang organ sekitar
serviks
IVb Metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul,
menyerang organ tubuh yang lebih jauh dari serviks,
misalnya paru-paru, liver dan tulang
B. Konsep Paliatif
1. Pengertian Perawatan Paliatif
Definisi WHO tentang perawatan paliatif ialah pendekatan yang
meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga melalui pencegahan dan
pengurangan penderita dengan cara identifikasi dini, pemeriksaan yang baik,
dan terapi rasa sakit dan masalah lainnya, fisik, psikososial, dan spiritual
mereka dalam menghadapi masalah terkait dengan penyakit yang mengancam
nyawa ini, Perawatan paliatif merupakan bagian tidak kalah penting dalam
perawatan pasien penderita kanker yang dapat dilakukan secara sederhana.
Seringkali prioritas utama pasien adalah kualitas hidup dan bukan
kesembuhan penyakitnya. Pasien lebih cenderung untuk memilih hidup yang
singkat namun bahagia daripada hidup yang panjang tapi dengan banyak
keterbatasan. Mayoritas pasien kanker berada dalam stadiumketika
terdiagnosis (Rasjidi, 2010).

Perawatan paliatif menyangkut :

a. Mengurangi atau menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang


mengganggu
b. Membantu pasien mengerti bahwa proses hidup dan mati adalah sesuatu
yang wajar
c. Tidak bermaksud untuk mempercepat ataupun menunda kematian
d. Mengintegrasikan aspek psikologi dan spiritual dari perawatan pasien
e. Menawarkan sistem pendukung untuk membantu pasien hidup seaktif
mungkin sampai saat kematian
f. Menawarkan sistem pendukung untuk membantu keluarga agar dapat
menerima kenyataan dan menyikapi penyakit pasien dengan baik
g. Menggunakan pendekatan kelompok untuk mengetahui kebutuhan pasien
dan keluarganya, termasuk konseling.
h. Meningkatkan kualitas hidup, dan dapat juga mempengaruhi perjalanan
penyakit secara positif
i. Dapat diterapkan dini saat perjalanan penyakit, digabung dengan terapi
lainnya yang berusaha untuk memperpanjang hidup, seperti kemoterapi
dan radioterapi ; termasuk usaha untuk mengetahui dan mengatasi
komplikasi klinis yang mengganggu.

2. Peranan perawatan paliatif pada penyakit kanker


Perawatan paliatif seharusnya dilakukan secara integral dengan
perawatan kuratif dan rehabilitasi baik pada fase dini maupun lanjut. Seiring
waktu dengan berkembangnya ilmu ini, lapangan kerja dari perawatan paliatif
yang dulunya hanya berfokus pada memberikan kenyamanan bagi penderita,
sekarang telah meluas menjadi perawatan holistic yang mencakup aspek fisik,
social, psikologis, dan spiritual dalam menghadapi kanker. Perubahan
perspektif ini dikarenakan semakin hari semakin banyak penderita kanker
sebagai sebuah penyakit kronis sehingga untuk suatu perkembangan adalah
mutlak adanya (Rasjidi, 2010).

3. Prinsip dasar perawatan paliatif


a. Sikap peduli terhadap pasien
b. Menganggap pasien sebagai seorang individu
c. Pertimbangan kebudayaan
d. Persetujuan
e. Memilih tempat dilakukan perwatan
f. Komunikasi
g. Aspek klinis : perawatan yang sesuai
h. Perawatan komprehensif dan terkoordinasi di berbagai bidang profesi
i. Kualitas perawatan yang sebaik mungkin
j. Perawatan yang berkelanjutan
k. Mencegah terjadinya kegawatan
l. Bantuan kepada perawat
m. Pemeriksaan ulang

4. Terapi pada perawatan paliatif pasien kanker


a. Radioterapi
Radioterapi dalam perawatan paliatif adalah penanganan radiasi yang
diberikan untuk indikasi paliasi, dengan hasil perbaikan gejala dan
mengurangi penderitaan. Hampir setengah dari pasien yang terdiagnosis
kanker akan mendapatkan terapi radiasi pada beberapa waktu dalam
proses penyakitnya, dengan tujuan bervariasi, seperti eradikasi tumor,
prevensi rekurensi, prevensi atau gejala. Oleh karena itu, dalam
pelaksanaannya dapat dibagi ke dalam berbagai kelompok, yaitu kuratif,
radikal, ajuvan, paliatif, ataupun profilaksis. Diperkirakan sekitar 40%-
50% dari terapi radiasi ditujukan untuk perawatan paliatif (Rasjidi, 2010).
b. Kemoterapi
Kemoterapi paliatif merupakan suatu medikasi antikanker pada kasus
keganasan yang tidak dapat tertangani. Hal ini hanya merupakan salah
satu aspek dari berbagai spectrum aspek yang luas dari perawatan paliatif
pasien dengan keganasan, WHO menyatakan bahwa kanker, beberapa
diantaranya dapat dicegah, dan dapat dideteksi dini dan diobati, dan
sekalipun pada stadium yang lebih lanjut. nyeri akibat kanker dapat
dikurangi dan progresinya dapat dihambat. Tujuan perawatan paliatif
adalah tercapainya kualitas hidup terbaik untuk pasien dan keluarganya.
Kemoterapi dapat digunakan sebagai adjuvant, kuratif, atau perawatan
paliatif, tergantung dari tipe dan stadium keganasaan (Rasjidi, 2010).
c. Pembedahan
Pembedahan bertahan sebagai manajemen kuratif pada kebanyakan
tumor solid. Namun banyak ahli bedah yang menemui sebagian besar
pasien datang dengan keganasan stadium lanjut. Istilah pembedahan
paliatif belum didefinisikan secara jelas. Oleh kebanyakan ahli onkologi
istilah ini dianggap sebagai pembedahan dengan sifat non-kuratif. Reaksi
paliatif didefinisikan sebagai ekstirpasi tumor primer tanpa
menghilangkan semua struktur yang dapat diidentifikasikan dengan batas
tumor. Pembedahan paliatif kemudian berkembang menjadi penangannan
terhadap gejala yang timbul atau komplikasi terkait dengan tumor atau
penanganannya. Secara garis besar tujuan utama adalah peningkatan
kualitas hidup pasien (Rasjidi, 2010).
d. Psikoterapi
Psikodinamik psikoterapi berfungsi sebagai pendekatan untuk
memahami konflik psikologis dan gejala-gejala psikiatrik pasien kanker
serta berguna dalam perencanaan intevensi psikologis. Model psikodinaik
psikoterapi sangat berguna untuk memahami reaksi emosional pasien
dengan kanker. Ini memberikan sudutr pandang untuk menjelaskan
timbulnya gejala psikiatri sebagai respon terhadap stress akibat
terdiagnosa kanker. Ini juga menawarkan perspektif tentang hubungan
dokter-pasien yang berguna untuk memahami dan menyelsaikan konflik
(Rasjidi, 2010).

C. Konsep Kemoterapi
1. Definisi Kemoterapi
Definisi kemoterapi yang tepat adalah terapi perwatan spesifik terhadap
penyakit dengan pemberian senyawa kimia termasuk sulfonamide dan
antibiotic. Terapi perwatan kanker mengunakan kemoterapi sitotoksik. Istilah
sitotoksik secara harfiah berarti “meracuni sel” dan pengertian ini sangat tepat
menggambarkan cara kerja obat sitotoksik, obat sitotoksik bekerja dengan
mengganggu proses pembelahan sel melalui efek langsung DNA. Terdapat
banyak efek samping kemoterapi karena kemoterapi sitotoksik tidak dapat
membedakan sel kanker dan sel normal yang juga membelah dengan cepat.
Oleh karena itu, agens sitotoksik menimbulkan kerusakan yang tidak dapat
dihindari pada jaringan normal yang berproliferasi, seperti sumsum tulang
belakang, jaringan limfe, dan lapisan lapisan epitel saluran usus. Tidak seperti
radioterapi, yang digunakan untuk menyerang penyakit setempat dan ragional
saat targetnya sudah teridentifikasi, kemoterapi sitotoksik dipilih untuk
menyerang penyakit sistematik dan sangat berguna untuk penyakit metastasis,
atau setelah pembedahan jika kemungkinan terdapat penyakit mikroskopis.
Kemoterapi Sangat berperan dalam perawatan Paliatif keganasan ginekologi
stadium lanjut dan berulang (Andrews, 2010).
2. Kegunaan Kemoterapi
Kemoterapi biasanya diberikan per intravena setiap 3-4 minggu selama 6
bulan. Beberapa obat kemoterapi diberikan per oral. Uji klinis untuk
membandingkan regimen obat yang berbeda serta dampak morbiditas dan
mortalitas membutuhkan waktu yang lama. Meskipun demikian, hasil uji ini
memungkinkan wanita diberi pilihan terapi perawatan optimum. Regimen
yang berbeda digunakan, bergantung pada jenis dan stadium tumor. Hasil
banyak uji menunjukkan bahwa kemoterapi kombinasi berbahan dasar
platinum meningkatkan angka ketahanan hidup di antara wanita yang
mengidap kanker ovarium stadium lanjut (Andrews, 2010).

3. Efek samping Kemoterapi


Wanita harus diberi informasi mengenai terapi perwatan yang mereka
jalani, beserta efek samping potensial pada kondisi fisik seperti, mual dan
muntah, penurunan fungsi sumsum tulang, rambut rontok, penurunan nafsu
makan, diare dan sebagainya, kemudian masalah psikologis dan kualitas
kehidupan seksual (Andrews, 2010).

4. Masalah psikologis dan seksual


Dampak pembedahan dengan atau tanpa kemoterapi, pada wanita yang
mengidap kanker sangat besar. Angka ketahanan hidup 5 tahun sering kali
rendah dan ketakutan akan kekambuhan pada fase remisi sangat besar
sehingga perawat harus memahami masalah yang terkait dengan terapi
perawatan guna memberi dukungan dan saran berdasarkan informasi kepada
wanita dan keluarga. Efek samping kemoterapi saja dapat mengakibatkan
kehilangan citra tubuh yang sangat bermakna, alopesia meskipun sementara,
dapat berdampak besar pada harga diri. Kehilangan libido dapat disebabkan
efek saping kemoterapi pada fisik, terapi juga dapat menyebabkan kehilangan
fertilitas akibat pembedahan. Wanita yang lebih muda yang telah menjalani
ooferektomi unilateral untuk mempertahankan fertikitas sering menemukan
bahwa kemoterapi mempengaruhi fertiltas mereka dan hal ini jelas berdampak
besar pada citra tubuh dan peran mereka sebagai seorang wanita. Wanita dan
pasangan harus memiliki kesempatan untuk mendiskusikan masalah ini;
dukungan ini dapat diberikan oleh perawat spesialis (Andrews, 2010).

D. Konsep Terapi Akupressur


1. Definisi Terapi Akupresure
Terapi akupresure merupakan terapi non medis yang meliputi pemijatan
dengan cara menekan titik-titik syaraf tubuh terutama di bagian tangan dan kaki.
Akupresur adalah salah satu bentuk fisioterapi dengan memberikan pemijatan dan
stimulasi pada titik-titik tertentu pada tubuh. Berguna untuk mengurangi bermacam-
macam sakit dan nyeri serta mengurangi ketegangan, kelelahan dan penyakit. Salah
satu bentuk dari pembedahan dengan menusukkan jarum-jarum ke titik-titik tertentu
di badan, akupresur menyembuhkan sakit dan nyeri yang sukar disembuhkan, nyeri
punggung, spondilitis, kram perut, gangguan neurologis, artritis dll (Mardiatun,
2013)
Falsafah yang mendasari akupresur adalah Taoisme. Falsafah ini
menyatakan bahwa kehidupan jagad raya atau makhluk hidup termasuk manusia
terdiri dari 2 unsur ini merupakan faktor yang mempengaruhi kesehatan. Manusia
sehat memiliki unsur Yin dan Yang yang relatif seimbang. Jika salah satu dominan
maka kesehatan terganggu atau tidak sehat. Akupresur bertujuan untuk
menyeimbangkan Yin dan Yang. Unsur Yin dalam alam contohnya adalah
perempuan, bulan,bagian bawah, kondisi lemah, dan k eadaan gelap/bayangan.
Dalam tubuh manusia unsur Yin adalah dada, perut, permukaan tubuh bagian dalam
, cairan kotor, fisik da organ padat. Sedangkan dalam hal gejala penyakit, Yin
adalah penyakit kronis, penderitanya tenang, tubuhnya dingin, lembab, lemah,
pucat, nadi lambat, lemah dan tenggelam, selaput lidah putih, otot lidah layu, basah,
gemuk, dan perjalanan penyakitnya regresif. Unsur Yang dalam alam contohnya
adalah laki-laki, matahari, bagian atas, kondisi kuat dan keadaan terang/panas.
Dalam tubuh manusia Yang adalah punggung, pinggul, permukaan tubuh bagian
luar, cairan bersih, psikis/mental, organ berongga. Adapun dalam hal yang
menyangkut gejala penyakit, Yang adalah enyaki akut, penderitanya selalu gelisah,
tubuhnya panas dan kering, nadi kuat, cepat, otot lidah kaku, selaputnya kuning
kotor, serta perjalanan penyakit progresif (Sukanta, 2008).

2. Titik Akupresur
Istilah titik akupresur yang dimaksud dalam buku panduan ini sama dengan
titik akupunktur, selanjutnya titik akupunktur dalam buku panduan ini disebut
sebagai titik akupresur. Titik akupresur merupakan tempat terpusatnya energi vital
(qi) sekaligus merupakan tempat untuk melakukan penekanan sehingga tercapai
keseimbangan yin yang dalam tubuh.
a. Jenis – jenis
Titik akupresur ada 3 jenis yaitu :
1) Titik akupresur umum adalah titik akupresur yang terletak di jalur
meridian umum dan meridian istimewa.
2) Titik akupresur ekstra adalah titik akupresur yang terletak di luar
jalur meridian umum dan meridian istimewa
3) Titik nyeri adalah titik akupresur yang bukan merupakan titik
akupresur umum maupun titik akupresur ekstra. Pada titik tersebut
akan dirasakan nyeri apabila dilakukan penekanan (dalam fase
pasif) maupun tidak dilakukan penekanan (dalam fase aktif).
b. Penamaan
1) Titik akupresur umum diberi nama sesuai dengan nama meridian
serta urutan letak sesuai jalur meridian, misalnya titik LI 4 artinya
titik nomor 4 pada jalur meridian usus besar (Large Intestine).
2) Titik akupresur ekstra diberi nama dengan awalan EX yang berarti
ekstra point diikuti area letak titik, yaitu :
1) Head Neck (HN) yang berarti kepala leher;
2) Back (B) yang berarti punggung;
3) Lower Extremity (LE) yang berarti tungkai bawah.
Urutan lokasi titik akupresur ekstra dimulai dari lokasi yang lebih
tinggi, misalnya titik EX-HN 3 artinya titik nomor 3 pada regio
kepala dan leher (HN) (Kemenkes RI, 2015).

3. Metode Akupresure

Metode akupresur sudah lama diterapkan di Cina seperti ditulis pada buku
Acupunture without needle karya Dr. Cerney (Hadikusumo, 1996 dalam
Kemenkes RI 2015).
Berbagai teori yang mendasari mekanisme kerja akupresur adalah:
a. Teori endorphin, yaitu dilepaskannya zat yang dapat menghilangkan rasa
nyeri
b. Teori kekebalan tubuh, yaitu meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
Penyakit

4. Indikasi dan Kontra Indikasi Terapi Akupresur


a. Indikasi :
1). Pasien keadaan nyeri seperti nyeri kepala, migren, nyeri bahu, nyeri lambung,
nyeri haid,nyeri sendi dan lain-lain.
2). Kelainan fungsional seperti asma, alergi, insomnia, mual
3). Beberapa kelainan saraf seperti hemiparesis, kesemutan, kelumpuhan muka.
4). Berbagai keadaan lain seperti mengurangi nafsu makan, menurunkan kadar gula
darah, meningkatkan stamina, efek analgesik pada operasi dan lain-lain. (RSCM,
2008)
b. Kontra Indikasi
Akupresur tidak boleh dilakukan pada bagian tubuh yang luka, bengkak, tulang retak
atau patah dan kulit yang terbakar (Sukanta, 2008) .

5. Konsep Terapi Akupresur Dalam Mengatasi Mual Muntah Akibat


Kemoterapi
Dikutip dari Idea Nursing Journal (2017) dan Jurnal Keperawatan Indonesia
(2011), Penekanan atau simulasi pada titik P6 dan St36 diyakini dapat
memperbaiki aliran energi atau chi di lambung sehingga dapat membantu
mengurangi gangguan di lambung, termasuk mual muntah (Dibble, Luce, Cooper &
Israel, 2007). Stimulasi pada titik P6 juga bermanfaat dalam merangsang
pengeluaran beta endorphin di hipofise pada area sekitar Chemoresptor Trigger
Zone atau CTZ (Tarcin, Gurbuz, Pocan, Kezkin & Demirtuk, 2004).
Hasil penelitian Dibble, et al. yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
pada intensitas mual dan muntah yang bermakna pada kelompok yang mendapat
akupresur bila dibandingkan dengan kelompok plasebo dan kelompok yang
mendapat perawatan yang biasa. Selain itu, dalam penelitian tersebut didapatkan
bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna pada kelompok plasebo, akupresur dan
kelompok yang mendapatkan perawatan yang biasa. Dari paparan beberapa temuan,
penulis mengambil kesimpulan bahwa akupresur efektif untuk menurunkan mual
muntah pada pasien yang menjalani kemoterapi.
Stimulasi berupa penekanan yang dilakukan pada titik-titik akupresur (titik
P6 dan St36) diyakini dapat menurunkan mual muntah, karena dapat memperbaiki
aliran energi di limpa dan lambung sehingga mampu memperkuat sel-sel saluran
pencernaan terhadap efek kemoterapi, sehingga rangsang mual dan muntah ke pusat
muntah berkurang. Selain alasan tersebut, stimulasi titik P6 dan St36 dapat
merangsang pengeluaran beta endorphin di hipofise.
Mual muntah dapat dikurangi karena efek beta endorphin yang merupakan
salah satu antiemetik alami yang dapat menurunkan impuls mual dan muntah di
chemoreseptor trigger zone dan pusat muntah. Pandangan penulis tentang efek
akupresur pada titik P6 dan St36 didukung oleh temuan beberapa ahli. Dibble, et al.
(2007) mengatakan stimulasi berupa penekanan yang dilakukan pada titik-titik
akupresur (titik P6 dan St36) diyakini dapat menurunkan mual muntah, karena
dapat memperbaiki aliran energi di lambung sehingga dapat mengurangi gangguan
pada lambung termasuk mual muntah.
Beta endorpin merupakan salah satu antiemetik endogen yang dapat
menghambat impuls mual muntah di pusat muntah dan CTZ, sehingga mual muntah
berkurang.
Penulis jurnal juga mengidentifikasi pola mual muntah yang terjadi pada
kelima responden. Pola yang ada adalah semua responden mengalami mual muntah
yang ringan pada hari pertama, kemudian meningkat pada hari kedua. Umumnya
terjadi puncak pada hari kedua dan ketiga. Sementara hari keempat dan seterusnya
menurun dibandingkan hari kedua dan ketiga. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Hesket (2008) bahwa mual muntah akibat kemoterapi umumnya mengalami puncak
pada 24 sampai 72 jam pemberian kemoterapi.
SOP TERAPI AKUPRESSUR

TERAPI AKUPRESUR

1 PENGERTIAN Akupresur merupakan salah satu bentuk trapi sentuhan


(toch therapy) yang didasarkan pada prinsip ilmu
akupuntur dan pngobatan cina,dimana beberapa titik
yang terdapat pada permukaan tubuh dirangsang dngan
penekanan jari (Dupler, 2005) .
2 TUJUAN Membangun kembali sel – sel dalam tubuh yang
melemah serta mampu membuat sistem pertahanan dan
meregenerasikan sel tubuh (Fengge, 2012) .
3 INDIKASI 1. Pasien keadaan nyeri seperti nyeri kepala, migren,
nyeri bahu, nyeri lambung, nyeri haid,nyeri sendi
dan lain-lain.
2. Kelainan fungsional seperti asma, alergi, insomnia,
mual pada kehamilan.
3. Beberapa kelainan saraf seperti hemiparesis,
kesemutan, kelumpuhan muka.
4. Berbagai keadaan lain seperti mengurangi nafsu
makan, menurunkan kadar gula darah,
meningkatkan stamina, efek analgesik pada operasi
dan lain-lain.
(RSCM, 2008)
4 KONTRA INDIKASI Akupresur tidak boleh dilakukan pada bagian tubuh
yang luka, bengkak, tulang retak atau patah dan kulit
yang terbakar (Sukanta, 2008) .
5 PERSIAPAN PASIEN 1. Pastikan identitas klien
2. Kaji kondisi klien terakhir
3. Beritahu dan jelaskan pada klien atau keluarga
tentang tindakan yang akan dilakukan
4. Jaga privasi klien
5. Posisikan klien senyaman mungkin
6. Pasien sebaiknya dalam keadaan berbaring, duduk
atau dalam posisi yang nyaman
6 PERSIAPAN ALAT 1. Alas bantu pemijatan
2. Sarung tangan (bila perlu)
3. Kapas alkohol
4. Bengkok
7 CARA BEKERJA
Tahap Orientasi
1. Berikan salam, panggil klien dengan nama kesukaannya
2. Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
3. Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada klien dan keluarga
4. Berikan kesempatan kepada klien atau keluarga untuk bertanya sebelum terapi
dilakukan
Tahap Kerja
1. Jaga privasi klien dengan menutup tirai
2. Atur posisi klien dengan memposisikan klien pada posisi terlentang (supinasi),
duduk, duduk dengan tangan bertumpu di meja, berbaring miring, atau
tengkurap dan berikan alas
3. Bantu melepaskan pakaian klien atau aksesoris yang dapat mennghambat
tindakan akupresur yang akan dilakukan, jika perlu
4. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan bila perlu
5. Cari titik rangsangan yang ada di tubuh, menekannya hingga masuk ke sistern
saraf. Bila penerapan akupuntur memakai jarum, akupresur hanya memakai
gerakan dan tekanan jari, yaitu jenis tekan putar, tekan titik, dan tekan lurus.
6. Kemudian lakukan Penekanan pada akupresure Nei Guan (titik P6 atau PC6)
atau jalur meridian yang terletak 3 jari di bawah pergelangan tangan pada
lengan bawah bagian dalam antara dua tendon..
7. Penekanan dilakukan sekitar 10-15 menit atau sampai rasa mual muntah
mereda, sakit perut dan mabuk berkurang .
Terminasi
1. Jelaskan pada klien bahwa terapi sudah selesai dilakukan
2. Kaji respon klien setelah dilakukan terapi
3. Berikan reinforcement positif kepada klien
4. Rapikan pakaian klien dan kembalikan ke posisi yang nyaman
5. Rapikan alat-alat
8 HASIL
1. Evaluasi hasil kegiatan dan respon klien setelah tindakan
2. Lakukan kontrak untuk terapi selanjutnya
3. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik
4. Cuci tangan
9 DOKUMENTASI
1. Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal dan jam pelaksanaan
2. Catat hasil tindakan (respon subjektif dan objektif)
3. Dokumentasikan tindakan dalam bentuk SOAP
10 HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Perhatikan kebersihan tangan yang akan digunakan.
2. Penekanan yang dilakukan harus disesuaikan dengan kondisi klien.
3. Titik-titik penekanan harus diperhatikan dan harus tepat.
BAB III
ANALISA JURNAL

A. Pengaruh Terapi Akupresur terhadap Mual Muntah Lambat Akibat Kemoterapi


pada Anak Usia Sekolah yang Menderita Kanker di RS Kanker Dharmais Jakarta

Desain penelitian adalah kuasi eksperimen dengan prepostwithout


controldesign berupa pemberian akupresur pada titik P6dan St36 sebanyak 2 kali
selama 3 menit setiap 6 jam sekali setelah kemoterapi. Pengambilan sampel dengan
cara consecutive sampling, 20 responden anak usia sekolah dipilih sebagai
responden. Hasil penelitian menunjukkan penurunan rerata mual muntah setelah
akupresur (pvalue=0,000).
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain
kuasi eksperimen dengan pre test dan post test tanpa kontrol untuk
membandingkan tindakan yang dilakukan sebelum dan sesudah eksperimen. Pretest
merupakan pengukuran tingkat mual muntah sebelum intervensi dilakukan. Terapi
akupresur akan dilakukan pada kelompok intervensi pada hari keempat kemudian
dilakukan pengukuran mual muntah kedua sebagai data post test. Prosedur
dilakukan pada pasien yang menjalani kemoterapi dirawat di ruang rawat inap anak
RS Kanker Dharmais Jakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia
sekolah yang menderita kanker yang sedang menjalani kemoterapi dan dirawat di
Ruang Rawat Inap Anak RS Kanker Dharmais Jakarta. Teknik pengumpulan
sampel pada penelitian ini menggunakan consecutive sampling yaitu suatu metode
pemilihan sampel yang dilakukan dengan memilih semua individu yang ditemui dan
memenuhi kriteria pemilihan, sampai jumlah sampel yang diinginkan terpenuhi
(Dharma, 2011).
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah anak berusia antara 6-12 tahun yang
mendapat kemoterapi, kooperatif, mampu membaca, menulis dan berkomunikasi
secara verbal dan nonverbal, sadar, berorientasi pada tempat, waktu dan orang serta
rute pemberian kemoterapi melalui intravena. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini
adalah anak dengan kanker dalam kondisi lemah dan tidak sadar, mengalami mual
muntah antisipatori, trombositopenia (<100 mg%), memiliki penyakit penyerta serta
kontraindikasi akupresur, kulit yang terluka, bengkak, tulang retak, kulit yang
terbakar. Jumlah sampel pada penelitian ini sebesar 20 anak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis
kelamin perempuan yaitu 55%. Thompson (1999 dalam Garrett et al, 2003)
menjelaskan bahwa wanita lebih memungkinkan mengalami mual muntah daripada
laki-laki, kemungkinan disebabkan oleh pengaruh hormone. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Lebaron, et al (2006). didapatkan anak perempuan dilaporkan
mengalami mual lebih besar dibandingkan laki-laki. Dengan demikian ada beberapa
faktor resiko yang dapat menjadi perhatian perawat untuk melakukan tindakan
antisipasi sebelum memulai pemberian kemoterapi diantaranya adalah jenis
kelamin.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa hampir sebagian responden menggunakan
kemoterapi dengan potensi emetik tinggi sebanyak 8 responden (40%), 6 responden
(30%) menggunakan kemoterapi dengan potensi emetik sedang dan 6 responden
(30%) menggunakan kemoterapi dengan potensi emetik ringan. Temuan pada
penelitian ini sejalan dengan penelitian Dibble, et al (2003) dan Dibble, et al (2007).
Penelitian Dibble, et al. (2003) dilakukan pada sebagian besar (76%) responden
yang mendapatkan kemoterapi dengan emetogenik tinggi, 15% responden yang
mendapatkan kemoterapidengan derajat emetogenik sedang sedangkan sisanya
(9%) dengan derajat emetogenik yang lain. Sementara penelitian Dibble, et al.
(2007) adalah penelitian random klinis tentang pengaruh akupresur terhadap mual
muntah akibat kemoterapi yang dilakukan pada 76% responden yang menggunakan
kemoterapi kombinasi Cyclophosphamid dan Epirubicin. Kombinasi tersebut
merupakan kemoterap derajat emetogenik tinggi. Sementara sisanya (24%)
menggunakan kemoterapi dengan derajat emetogenik yang lebih rendah.
Karakteristik dari 20 responden meliputi : rata-rata usia 9,15 tahun, sebagian
besar (55%) berjenis kelamin perempuan,sebagian besar (40%) menggunakan
kemoterapi dengan derajat emetogenik tinggi, semua (100%) menggunakan
antiemetik dengan indeks terapi tinggi, dan sebagian besar (45%) pada siklus
pertama. Penurunan rata-rata skor mual setelah dilakukan akupresur lebih besar
dibandingkan dengan sebelum dilakukan akupresur (p=0,028). Penurunan rata-rata
skor muntah setelah dilakukan akupresur lebih besar dibandingkan dengan sebelum
dilakukan akupresur (p=0,000) Penurunan rata-rata skor mual muntah setelah
dilakukan akupresur lebih besar dibandingkan dengan sebelum dilakukan akupresur
(p=0,000).
Akupresur adalah tindakan yang sangat sederhana tetapi cukup efektif, mudah
dilakukan, memiliki efek samping yang minimal, dapat digunakan untuk
mendeteksi gangguan pada pasien dan aplikasi prinsip healing touch pada akupresur
menunjukkan perilaku caring yang dapat mendeteksi hubungan terapeutik antara
perawat dan pasien (Mehta, 2007). Titik akupresur yang paling sering digunakan
untuk mengatasi mual dan muntah akibat kemoterapi adalah titik P6 dan titik St36.
Akupresur pada titik P6 dan titik ST36 dapat menurunkan mual dan muntah melalui
efek terapinya di tubuh. Stimulasi yang dilakukan pada titik-titik ini diyakini akan
memperbaiki gangguan pada lambung termasuk mual dan muntah (Dibble et
al.,2007). Pengaruh akupresur terhadap penurunan mual dan muntah telah diuji
oleh beberapa ahli melalui penelitian. Dibble, et al (2007) telah melakukan
penelitian untuk membandingkan perbedaan mual dan muntah akibat kemoterapi
pada 160 orang wanita. Responden dibagi tiga kelompok yang terdiri dari kelompok
yang mendapat akupresur, placebo akupresur dan mendapat perawatan yang biasa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan intensitas mual dan
muntah yang signifikan pada kelompok yang mendapat akupresur bila
dibandingkan dengan kelompok plasebo dan kelompok yang mendapatkan
perawatan biasa dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kelompok
plasebo akupresur dan kelompok yang mendapatkan perawatan yang biasa.

B. Pengaruh Terapi Akupresur Terhadap Mual Muntah Akut Akibat


Kemoterapi Pada Pasien Kanker; A Randomized Clinical Trial
Desain penelitian adalah randomized clinical trial dengan metode single blind.
Penelitian ini mengidentifikasi pengaruh akupresur terhadap mual muntah akut
akibat kemoterapi pada pasien kanker di RSUPN Cipto Mangunkusumo dan RSUP
Fatmawati Jakarta. Kritera inklusi responden penelitian adalah : 1). Usia diatas 18
tahun. 2).Kooperatif. 3). Dalam kondisi sadar, dapat berorientasi pada tempat,
waktu dan orang. 4).Pasien dapat membaca dan menulis. 5).Rute pemberian
kemoterapi melaluiintravena. Sementara Kriteria eksklusiresponden adalah : 1)
Mengalamianticipatory nausea and vomiting. 2).Riwayat penggunaan alkohol. 3).
Riwayat mual muntah akibat perjalanan atau kehamilan. 4). Penderita kanker
salurancerna, hati dan pankreas. 5). Kontra indikasi akupresur. 5). Pemberian
kemoterapi pada siklus kelima atau lebih.
Sampel diambil secara concecutive sampling dan randomisasi alokasi
subjekdiaplikasikan untuk menentukan kelompok intervensi dan kontrol. Dari 44
total sampel,22 pada kelompok intervensi dan 22 padakelompok kontrol. Kelompok
intervensi mendapatkan terapi antiemetik standar dandilakukan akupresur 3 kali
sehari padawaktu 25 menit sebelum kemoterapi serta 6dan 12 jam setelah
kemoterapi. Sementara kelompok kontrol hanya mendapatkan terapi standar.
Pengukuran mual muntah dilakukan pada 12 dan 24 jam setelah mendapat
kemoterapi pada dua siklus yang berbeda.Data pretest didapatkan pada satu siklus
dimana kedua kelompok tidak dilakukan intervensi. Data postest didapatkan pada
siklus berikutnya dimana kelompok intervensi dilakukan akupresur sebanyak3x
sehari, sementara kelompok kontrol tidak dilakukan akupresur.
Kuesioner Mual Muntah (KMM) digunakan untuk mengukur mual muntah
yang dimodifikasi dari Rhodes IndexNausea, Vomiting and Retching.Pengisian
kuesioner dibantu dengan gelasukur dan kuesioner penilaian distres yang
dimodifikasi dari State-Trait AnxietyInventory yang dipopulerkan Spielberg.
Berdasarkan hasil uji validitasmenggunakan Pearson dan uji reliabilitas
menggunakan Alpha-Cronbach didapatkan semua item pertanyaan valid
(r>0,349).Uji reliabilitas pada semua item tersebut, didapatkan bahwa semua
pertanyaanreliabel, dengan nilai r Alpha 0,911,angka ini lebih besar dibandingkan
dengant tabel. Analisis bivariat menggunakan tpooled testdant paired test. Hasil
penelitian ini telah menunjukkan bahwa akupresur yang dilakukan dapat
menurunkan skor mual muntah akut secara signifikan pada responden yang
mengalami mual muntahakut akibat kemoterapi. Sehingga dapatdisimpulkan bahwa
akupresur merupakan intervensi yang efektif dalam rangka menurunkan mual pada
pasien kanker yang mendapat kemoterapi. Temuan ini sesuaidengan temuan Dibble,
et al., (2007) yang mengatakan akupresur merupakan salah satutindakan yang tepat
dalam manajemen mual muntah akibat kemoterapi.
Hasil penelitian ini telah menunjukkan bahwa akupresur yang dilakukan pada
responden yang mendapatkan kemoterapi atau kelompok intervensi dapat
menurunkan skor mual muntah akut sebesar 3,72. Penelitian lain yang senada
dengan temuan ini dilakukanoleh Molassiotis, et al. (2007) di Inggris. Penelitian
tersebut membandingkan mual dan muntah pada 36 responden wanita yang
mendapat kemoterapi karena kanker payudara. Responden dibagi ke dalam dua
kelompok yaitu kelompok eksperimen yang mendapat akupresur pada titik P6
dankelompok kontrol yang tidak dilakukan akupresur. Hasil penelitian
menunjukkanbahwa didapatkan angka pengalaman mualdan muntah yang
signifikan lebih rendah pada kelompok eksperimen dibandingkandengan kelompok
kontrol. Rata-ratapengalaman mual muntah pada kelompokintervensi sebesar 1,53
dan pada kelompokkontrol sebesar 3,66 (p=0,001).
Penelitian lain yang mendukung hasil penelitian ini adalah penelitian Dibble, et
al.(2007) yang membandingkan perbedaanmual muntah akibat kemoterapi pada
160orang wanita. Responden dibagi ke dalamtiga kelompok yang terdiri dari
kelompokyang mendapat akupresur, placeboakupresur dan mendapat perawatan
yangbiasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwaterdapat perbedaan intensitas mual
danmuntah yang signifikan pada kelompok yangmendapat akupresur bila
dibandingkandengan kelompok plasebo dan kelompokyang mendapatkan perawatan
yang biasa,dan tidak ada perbedaan yang signifikanpada kelompok plasebo
akupresur dankelompok yang mendapatkan perawatanyang biasa. Berdasarkan
penemuan tersebut,diharapkan agar akupresur dapat diaplikasikan untuk membantu
pasien dalamrangka menurunkan mual muntah akibatkemoterapi.

C. The Effectiveness of Acupressure for the Control and Management of


Chemotherapy-Related Acute and Delayed Nausea: A Randomized Controlled
Trial
Penelitian ini adalah uji coba terkontrol secara acak dengan tiga lengan. Setiap
lengan terdiri dari biasa perawatan ditambah 1) gelang akupresur, 2) palsu gelang
akupresur, atau 3) tidak ada tambahan pengobatan. Durasi pasien Keterlibatan
adalah untuk empat siklus chemotherapy. Para peserta dialokasikan ke persidangan
kelompok melalui randomi- yang dihasilkan komputer zasi dilakukan secara jarak
jauh oleh Unit Ujian dari Christie Hospital NHS Foundation Trust. Pengacakan
bersifat independen, dan berlari- metode dominasi yang digunakan terdiri dari
minimi zation dengan elemen acak (stokastik) minimalisasi), menyeimbangkan
gender, usia (16e24,> 24e50, dan> 50 tahun), dan tiga tingkat kemoterapi
emetogenik (rendah,sedang, dan tinggi menurut American So-sesama Onkologi
Klinis [ASCO] dan Multina- Asosiasi Nasional Perawatan Suportif di Kanker
[MASCC] klasifikasi internasional). Mencicipi Rekrutmen terjadi pada kanker
besar rumah sakit di Inggris dan 14 unit kanker atau centers di rumah sakit umum
kabupaten dan universitas rumah sakit. Populasi target adalah hetero kelompok
genus pertemuan pasien kanker kriteria inklusi dan akan menerima terapi ibu tinggi,
sedang, dan rendah- potensi genik. Heterogenitas penting untuk mengatasi masalah
tanggapan terhadap berbagai jenis kemoterapi emetogenik, seperti jenis kelamin dan
usia; literatur masa lalu menyoroti bahwa ini adalah penting dalam menilai
efektivitas pengobatan- ments untuk mual dan kemoterapi terkait muntah.
Uji coba akupresur menimbulkan masalah khusus Berkenaan dengan
menyilaukan dan pilihan cebo, terutama ketika ukuran hasil subyektif. Kami telah
memilih untuk menggunakan yang sama gelang baik di nyata dan palsu kelompok
sehingga mereka dapat terlihat identik, dengan kelompok akupresur yang
sebenarnya diinstruksikan untuk memilikinya tombol menekan tombol P6, dan
tombol kelompok sham diinstruksikan untuk memiliki tombol paling jauh dari titik
P6 di sisi lain lengan. Kami telah mengamati selama wawancara dilakukan
bersamaan dengan uji coba itu beberapa pasien (dua dari sembilan di kelompok
palsu) menggunakan gelang seperti di grup yang sebenarnya. karena mereka
mencari di internet atau melihat yang lain memakainya dengan benar. Ini mungkin
terkontaminasi hasil kami. Itu tidak mungkin untuk membuat gelang yang berbeda
yang akan terlihat identik dengan yang asli tetapi tidak akan tombol atau tidak
memberikan tekanan karena mereka elastis band. Seperti dilansir oleh Singha
dkk. (melalui pengamatan dari rekan-rekan mereka dibagian dari Industri dan
Manufaktur Teknik, Penn State University), elastis band menghasilkan beberapa
tekanan. Ini menunjukkan bahwa tekanan band di daerah prox- ke titik P6, terlepas
dari pres- tombol yang menekan tombol P6, mungkin telah menghasilkan beberapa
hasil positif.
Sampel kami umumnya memiliki tingkat nau – rendah laut dan / atau
muntah. Ini mungkin hasil dari fakta bahwa kami memiliki antiemetik standar
digunakan dalam penelitian kami, dan kriteria inklusi menerima antiemetik sesuai
MASCC anti-pedoman emetik. Tingkat pengalaman yang rendah ini Gejala yang
di-enced mungkin menjadi alasan untuk tidak menunjukkan perbedaan signifikan
dalam arus percobaan seperti yang telah kami tunjukkan dalam pengamatan lain
mempelajari hampir 1000 pasien yang menggunakan anti-emetik selama kemoterapi
menurut Pedoman MASCC dikaitkan dengan signifikan, Makin meningkatkan
gejala mual / muntah. Keterbatasan percobaan mungkin yang hilang data untuk
hasil utama. Namun, itu proporsi kasus yang hilang dari datang (28%) adalah
perbandingan pesanan serupa dengan yang diantisipasi pada tahap desain
(33%). Kekuatan yang dicapai bahwa ukuran ple dengan data lengkap untuk primer
hasil (n = 361) yang dikirim adalah 80% untuk perbedaan standar dalam sarana
0,46. Juga, batasan lain, yang perlu dipertimbangkan dengan hati-hati dalam uji
coba di masa depan, adalah pilihan gelang sham, yang dalam kasus kami mungkin
bukan desain yang paling optimal.
Kesimpulan dan Penelitian Rekomendasi Meskipun beberapa uji coba
antiemetik akupresur menunjukkan efek menguntungkan, percobaan heteroge
temuan-temuan yang murni dan tidak konsisten mencegah sesuatu kesimpulan
definitif yang ditarik. Penelitian kami, menggunakan desain metodologis yang kuat
dan stan- dardization antiemetics, tidak menunjukkan signifikan perbedaan tidak
bisa dalam penggunaan akupresur gelang untuk pengelolaan mual dan muntah
selama kemoterapi. Namun, clinic secara umum, peningkatan tingkat mual pada
keduanya lengan gelang perlu perhatian sebagai pasien di kedua lengan cenderung
menunjukkan beberapa perbaikan-ment. Namun, karena perbedaan yang sangat
penting ences dalam kaitannya dengan kemoterapi terkait mual dan muntah saat ini
tidak terjadi Dicetuskan, perlu berhati-hati dengan ment. Juga, penggunaan gelang
mengarah ke bawah pemanfaatan layanan kesehatan (meskipun hal ini tidak terjadi
mencapai signifikansi statistik). Band-bandnya bagus. cepted dan biaya rendah dan
tambahan yang aman untuk obat antiemetik, tetapi aspek etika dari suggesting
penggunaan interpensi yang berpotensi tidak efektif ventions yang menyebabkan
biaya perawatan kesehatan yang lebih rendah dan pemanfaatan layanan kesehatan
memerlukan beberapa con-hati siderasi.
Ada yang cukup menggembirakan sinyal dan usulan potensi kesehatan sumber
menggunakan manfaat untuk menjustifikasi eksplorasi akupresur dalam uji coba
lebih lanjut menggunakan keduanya tidak intervensi dan kontrol akupresur palsu.
Pertanyaan yang perlu dijawab dalam mendatang termasuk apakah bentuk lain dari
acupres- tentu saja, seperti akupresur jari biasa atau Akupresur tangan Korea, bisa
lebih Mual Akupresur dan Kemoterapi efektif daripada akupresur gelang. Sebuah
meta analisis data yang ada pada pergelangan tangan akupresur band-band mungkin
merupakan cara yang tepat untuk menyediakan jawaban yang lebih konkret, apakah
acupres-gelang yakin efektif dalam mengelola nau- laut dan / atau muntah selama
kemoterapi.

D. Aromatherapy and Acupressure Combination May Reduce Nausea Vomiting


Response (Effect of Chemotherapy) to Cervical Cancer Clients.
Metode penelitian ini adalah quasy Experiment. Desain penelitiannya adalah
Post Test - Only Non-Equivalent Desain Grup Kontrol, di mana peneliti membagi 4
kelompok: yaitu tiga (3) kelompok perlakuan dan satu (1) kelompok
kontrol. Sebelum intervensi diberikan, empat kelompok diamati tentang keadaan
mual, muntah tanggapan. Selanjutnya, kelompok intervensi melakukan perawatan
dengan aromaterapi lavender dan akupresur, sedangkan kelompok kontrol
menerima perawatan biasa atau non-aromaterapi. Sebelum, selama dan sesudah
kemoterapi baik pengobatan dan kelompok kontrol selalu diamati, Sampel adalah
36 responden.
Analisis uji variabel respon mual dan muntah adalah dilakukan dengan
menggunakan Mann-Whitney Test, dan data yang diperoleh sebagai berikut 1)
Model aromaterapi dengan nilai p 0,442, dan akupresur dengan nilai p 0,189 (≥
0,005), artinya tidak ada pengaruh mual dan muntah tanggapan pada klien
kemoterapi kanker serviks setelah diberi aromaterapi dan akupresur model
perawatan, tetapi secara klinis menunjukkan hasil yang lebih normal dan kategori
mual dan muntah yang minimal tanggapan. 2) Model aromaterapi akupresur dengan
nilai p = 0,003 (≤0,05), artinya ada respon efek muntah dalam kelompok model
terapi akupresur aromaterapi. Klien dengan kemoterapi kanker bisa menggunakan
model terapi akupresur aromaterapi sebagai terapi non-farmakologis sebagai terapi
komplementer karena dapat mengurangi respon mual dan muntah sebagai efek
kemoterapi, model pengobatan tidak efek samping, aman dan mudah.
Pasien dengan kanker dapat menggunakan terapi komplementer yang
merupakan layanan terapi komplementer. Tindakan independen perawat untuk
memperkuat regulator kognitif dan mekanisme coping (Teori model Roy) di
mengatasi kecemasan, mual dan muntah adalah melalui terapi komplementer atau
non-farmakologis lebih baik, seperti model aromaterapi dan akupresur, karena ini
paling sering digunakan dalam perawatan kesehatan, terutama oleh perawat
(Lundie, 1994). Pemanfaatan inhalasi dan pemijatan (aromaterapi inhalasi dan
akupresur) digunakan sebagai terapi karena model ini adalah yang tercepat, paling
aman dan paling sederhana, karena aromaterapi melalui mukosa hidung dan paru-
paru memiliki efek penenang lebih cepat (Buckie, 2007).
Menghirup aromaterapi dapat merangsang penciuman sistem limbik dan sistem
saraf pusat dan aspek lainnya, aroma lavender dapat menyebabkan kenangan dan
dapat membuat klien menjadi lebih santai. Minyak-minyak esensial juga
mempengaruhi serotonin, menyebabkan seseorang dalam keadaan santai dan
nyaman. Intervensi dan rekomendasi pada penggunaan umum terapi komplementer
seperti aromaterapi dan akupresur, berdasarkan beberapa penelitian, menunjukkan
bahwa aroma dapat mempengaruhi kognisi dan perilaku, efek aromaterapi pada
perasaan dan kelelahan. Penelitian PH Graham etalshowsthat 313 klien yang
menjalani terapi inhalasi kemoterapi dengan minyak esensial lavender yang
mengurangi kecemasan dan depresi. Menghirup lavender meningkatkan perasaan
dan mengurangi kecemasan dan depresi sebanyak 77% dari 122 pasien di ICU
(Moss dan Cook, 2003).

E. Pengaruh Terapi Akupresur terhadap mual muntah efek samping kemoterpi


pada anak usia sekolah penderita leukeumia di RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan metode Quasi-


experiment dengan pendekatan desain one group pre-post test design secara cross-
sectional. Pengamatan dilakukan sebelum dan sesudah intervensi akupresur pada
hari kedua setelah dilakukan kemoterapi. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pasien anak usia sekolah (6-12 tahun) penderita leukeumia yang sedang
menjalani kemoterapi dan dihospitalisasi di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung rata-
rata per bulan sejumlah 20 orang. Berdasarkan rumus analitis numerik berpasangan
sampel dalam penelitian ini sebanyak 15 orang dengan teknik purposive sampling.
Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah (1) anak usia sekolah (612
tahun) yang mendapat kemoterapi, (2) Anak dan keluarga yang kooperatif dan
bersedia untuk menjadi responden, (3) anak yang mampu membaca, menulis dan
berkomunikasi baik verbal maupun non verbal (4) Anak yang memiliki kesadaran
penuh, (5) Rute pemberian kemoterapi melalui intravena. Instrumen yang
digunakan untuk mengukur mual muntah adalah instrumen baku yang sudah di uji
validitas dan reliabilitasnya, yaitu instrument Rhodes Indekx Nausea, Vomiting &
Retching (RINVR) memiliki reliabilitas internal dari 0,90 sampai0,98 yang di uji
dengan Alpha Cronbach.
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh terapi akupresur
terhadap mual muntah pada pasien leukeumia yang dilakukan kemoterapi. Hal ini
diperkuat di dalam tabel 3 dengan adanya perbedaan ratarata mual (p=0,003),
retching (p=0,001), muntah (p=0,020) sebelum dan setelah terapi akupersur. Hasil
uji statistik yang memperlihatkan adanya perbedaan selisih rata-rata mual, retching,
dan muntah pada tabel 4 memberikan gambaran semakin kuatnya pengaruh terapi
akupresur terhadap mual muntah pada pasien leukeumia yang dilakukan
kemoterapi.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian lain di RS Kanker Darmais
Jakarta yang dilakukan oleh Rukayah pada tahun 2013. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh akupresur terhadap 20 anak usia sekolah yang
menderita kanker. Rukayah (2013) memberikan kesimpulan bahwa akupresur dapat
menurunkan mual muntah akibat kemoterapi. Pada tahun 2011 di Iran dilakukan
penelitian oleh Bastani tentang pengaruh akupresur terhadap 120 anak usia sekolah
yang menderita Leukeumia Limphoblastik Akut (LLA). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa intensitas mual muntah pada anak yang dilakukan akupresur
lebih rendah dibandingkan dengan kelompok plasebo (p<0,005). Bastani (2011)
memberikan kesimpulan bahwa akupresur dapat menurunkan mual muntah akibat
kemoterapi. Terapi akupresur ditujukan untuk mengembalikan keseimbangan yang
ada didalam tubuh, dengan memberikan rangsanganagar aliran energi kehidupan
dapat mengalirdengan lancar (DEPKES, 1996).
Adapun teori yang mendasari tindakan akupresur adalah adalah teori Yin dan
Yang. Yin dan Yang merupakan dua aspek yang saling mempengaruhi, saling
bertentangan dan membentuk satu kesatuan yang utuh dalam suatu keseimbangan
yang dinamis. Terganggunya keseimbangan akan mengakibatkan suatu keadaan
yang abnormal. Dalam ilmu akupresur keadaan ini disebut sebagai suatu kelainan
yang menyebabkan orang merasa sakit. Terapi akupresur adalah mengembalikan
keseimbangan Yin dan Yang tadi (DEPKES, 1996).
Akupresur untuk mual dan muntah ada pada titik perikardium 6 (Nei Guan);
Titik Neiguan (titik pericardium 6) digunakan untuk mencegah mual dan muntah
yang berlokasi di antara tendon yaitu flexor carpi radialis dan otot palmaris longus,
kira-kira 3 jari di atas lipatan tangan. Akupresur dapat menstimulasi pengeluaran
nitric oxide yaitu senyawa dalam tubuh yang dapat meningkatkan motilitas usus
sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya mual karena makanan dengan
cepat dapat diserap oleh tubuh. Frekuensi muntah juga dapat dikurangi karena
secara fisiologis muntah dapat terjadi apabila mual tidak dapat ditoleransi, sehingga
diharapkan dengan adanya pemblokan pada stimulasi mual maka rangsang mual
tidak akan diteruskan menjadi respon muntah (Synder & Lindquist, 2002).
Menurut Shin, Seong, Soe (2007, dalam BMJ, 2009) bahwa akupresur
meyakini perangsangan pada titik perikardium 6 ini sangat berguna untuk mencegah
semua jenis mual dan muntah. Anne Lee dan Lawrence melakukan penelitian pada
tahun 2009 di Inggris pada 4858 partisipan dewasa dengan melakukan stimulasi
pada titik P6 di lengan untuk mencegah mual dan muntah pada pasien post operasi.
Hasil penelitian menunjukkan stimulasi penekanan pada titik P6 dapat mencegah
mual dan muntah pasca operasi.

F. Pengaruh Terapi Komplementer Akupresur terhadap Mual Muntah Pasca


Operasi
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Quasi
Eksperimen dengan desain penelitian Non-equivalen Control Group. Adapun
populasi penelitian ini adalah pasien yang dirawat di ruangan rawat inap bedah
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek yang mengalami mual muntah 24 jam pertama pasca
operasi. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik Purposive Sampling.
Sampel yang digunakan berjumlah 22 orang yang dibagi kedalam dua kelompok,
kelompok eksperimen dan kelompok control, yaitu 11 orang untuk kelompok
eksperimen dan 11 orang untuk kelompok kontrol. Pengumpulan data menggunakan
lembar kuesioner, dan dianalisa menggunakan analisa univariat dan bivariat dengan
uji Wilcoxon dan Mann-Whitney dengan nilai α (<0,05). Instrumen pengumpulan
data menggunakan Instrumen Post Operating Nausea Vomiting (PONV).
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin yaitu 63% responden adalah laki laki, Menurut Apfel,
dkk (2010) yang mengungkapkan bahwa jenis kelamin perempuan lebih berisiko
mengalami mual muntah pasca operasi dibandingkan jenis kelamin laki-laki karena
faktor hormonal. Selain jenis kelamin faktor lain yang meningkatkan risiko mual
muntah pasca operasi adalah umur. Akan tetapi pengaruh umur terhadap kejadian
mual muntah pasca operasi sulit untuk mengklasifikasi melalui literature sehingga
dalam penelitian ini peneliti mengelompokkan umur menjadi dua kelompok umur
yaitu umur <45 tahun dan >45 tahun. Kemudian didapatkan hasil umur yang
mengalami mual muntah pasca operasi terbanyak adalah umur >45 tahun dengan
persentase 59,1%.
Berdasarkan analisis bivariate menunjukkan perbedaan rata-rata skor mual
muntah pengukuran pertama dan kedua pada kelompok control adalah 0,91. Hasil
ini menunjukan bahwa tidak terdapat penurunan yang signifikan antara skor mual
muntah pada pengukur pertama dan kedua pada kelompok control, dan dilakukan
uji statistik dengan Wilcoxon didapatkan nilai p-value (0.26) > α (0,05), maka dapat
disimpulkan tidak terdapat perbedaan ratarata skor mual muntah pasca operasi pada
pengukuran pertama dan kedua pada kelompok kontrol. Sedangkan pada kelompok
eksperimen didapatkan perbedaan rata-rata skor mual muntah sebelum dan sesudah
diberikan terapi komplementer akupresur pada kelompok ekperimen adalah 2.18.
Hasil uji statistik dengan Wilcoxon didapatkan nilai p-value (0.004)<α (0,05), maka
dapat disimpulkan terdapat perbedaan rata-rata skor mual muntah pasca operasi
sebelum dan sesudah diberikan terapi komplementer akupresur pada kelompok
ekperimen.
Efektivitas terapi non farmakologi ini sebanding dengan obat antiemetik dalam
pencegahan mual muntah dan titik PC-6 (Neiguan) juga telah diakui oleh WHO
(Saputra & Agustin, 2005 dalam Indrawati 2010). Selain itu terdapat titik lain yang
juga bermanfaat mengatasi gangguan pencernaan seperti mual dan muntah yaitu
titik ST-25 (Tianshu) (WHO, 2008 dalam Indrawati, 2010). Terapi akupresur ini
merupakan bentuk asuhan keperawatan yang holistik. Dalam prinsip atau
pelaksanaan terapi akupresur tedapat prinsip healing taouchyang menunjukan
prilaku caring yang dapat memberikan ketenangan, kenyamanan bagi klien
sehingga mendekatkan hubungan terapeutik perawat dan klien. Terapi akupresur
merupakan salah satudari komplementer.
Jika ditinjau dari legal aspek pelaksanaan terapi akupresur ini, bahwasanya
perawat diperkenankan menerapkan terapi komplementer sebagaimana telah diatur
dalam UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan pada pasal 30 ayat (2) huruf m.
Sehingga perawat berpeluang mempelajari berbagai macam terapi komplementer
serta akupresur direkomendasikan agar dapat diterapkan dan di kombinasikan
dengan terapi komplementer lain sebagai terapi pendamping atau sebagai bagian
dari intervensi keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien
yang mengalami mual muntah pasca operasi.

G. Acupressure for chemotherapy-induced nausea and vomiting in breast cancer


patients: a multicenter, randomised, doubleblind, placebo-controlled clinical trial
Design penelitian Ini adalah multicenter, prospektif, acak, berurutan,
doubleblind dan uji klinis terkontrol plasebo. Pasien yang dipilih dalam penelitian
ini dari tiga pusat onkologi yang berlokasi di seluruh Tepi Barat (Rumah Sakit Al
Watani di Nablus, Jeneen & Biet Jala). Dalam penelitian ini terdapat tiga kelompok,
masing-masing kelompok terdiri dari 42 orang untuk mencapai kekuatan 80% pada
nilai alfa yang ditetapkan pada 0,05. Kelompok satu menerima granisetron 3mg dan
deksametason 4mg, plus Titik akupresur ke P6. Kelompok dua menerima
granisetron 3mg dan deksametason 4mg, plus Akupresur untuk tidak ada acupoint
(plasebo) dan kelompok tiga menerima granisetron 3mg dan deksametason 4mg,
dan perawatan biasa hanya (grup peristiwa kontrol).
Akupresur diaplikasikan menggunakan Sea-Band (Sea-Band UK) Ltd.,
Leicestershire, Inggris) yang harus dipakai pasien selama 5 hari berikutnya
administrasi kemoterapi. Penilaian mual akut dan tertunda dan emesis, kualitas
hidup (OOL), kepuasan pasien, rekomendasi pengobatan dan kebutuhan antiemetik
penyelamat diperoleh.
Penelitian dilakukan selama 3 bulan, yaitu mulai dari bulan Maret 2008 hingga
bulan Mei 2009. Dengan menggunakan Analisis varians (ANOVA), dengan tingkat
signifikansi 0,05, dilakukan pembandingan keparahan mual rata-rata antara ketiga
kelompok pengobatan. Dari analisis tersebut didapatkan adanya perbedaan
signifikan yang ditemukan pada tingkat keparahan mual dini> 3 (Skala 0-6) dalam
kelompok akupresur M (SD) 1,62 (2,04) dibandingkan dengan kelompok plasebo
2,17 (2,09), p = 0,0006.
Penurunan signifikan secara dramatis ditemukan dengan proporsi pasien yang
mengalami mual-mual yang sedang hingga sangat putus setelah 24 jam
kemoterapi> 3 (0-6) skala dalam kelompok akupresur, 43% (18/42) sebagai
dibandingkan dengan kelompok plasebo, 67% (28/42), p = 0,0284. Kelompok
akupresur mengalami penurunan yang signifikan secara statistic kejadian mual
tertunda 40% (17/42) dibandingkan dengan kelompok control 62% (26/42) (p =
0,0495). Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa signifikan perbedaan ada dalam
intensitas mual yang tertunda oleh kelompok akupresur M (SD) 1,45 (1,73), p =
0,0002 dibandingkan dengan kontrol 2,03 (1,91).
Perbedaan signifikan juga ada pada intensitas mual yang tertunda oleh
kelompok plasebo 1,33 (1,66), p = 0,0010 dibandingkan dengan kontrol 2,03 (1,91).
Penurunan signifikan secara dramatis ditemukan dengan proporsi pasien yang
memiliki hari mual yang sedang hingga sangat parah, skala 2-5> 3 (0-6), di dalam
kelompok akupresur, 55% (23/42), (p = 0,0206), dan pada kelompok plasebo52%
(22/42), p = 0,0116, dibandingkan dengan kelompok kontrol79% (33/42). Aplacebo
efek dicatat.
Jumlah rata-rata episode emetik tertunda hari 2-5 secara signifikan lebih sedikit
dalam kelompok akupresur M (SD) 2,7 (1,87) dibandingkan dengan plasebo 3,3
(1,9), p = 0,0022 dan kelompok kontrol 2,07 (1,20), p = 0,0005 Kebutuhan
antiemetik penyelamat jauh lebih rendah di P6- akupresur (55%, 23/42),
dibandingkan dengan kelompok kontrol (76%, 32/42) (p = 0,0389).
Delapan satu persen (35/42) dari pasien dalam kelompok akupresur adalah secara
signifikan puas dengan P6-akupresur dibandingkan dengan kelompok placebo 64%
(27/42), p = 0,0471. Tujuh puluh sembilan persen (34/42) dari pasien di kelompok
akupresur akan merekomendasikan P6-akupresur ke pasien lain sebagai
dibandingkan dengan kelompok plasebo 62% (26/42), p = 0,0533.
Sehingga dapat disimpulkan P-6 Akupresur berkhasiat untuk mengontrol
kemoterapi yang tertunda menyebabkan mual dan muntah dan merupakan nilai
tambah metode selain manajemen farmasi untuk wanita yang menjalani perawatan
untuk kanker payudara. secara lisan untuk ambil bagian dalam penelitian.
Tergantung pada kartu yang dipilih pasien dialokasikan ke kelompoknya masing-
masing
H. Use of acupressure to reduce nausea and vomiting in cancer patients receiving
chemotherapy (Literature study)
Essay yang berjudul Use of acupressure to reduce nausea and vomiting in
cancer patients receiving chemotherapy (Literature study) merupakan literature
yang dibuat dengan melakukan tinjauan pustaka atau tinjauan literature dengan
menggunakan 8 artikel yang diterbitkan antara 2006 dan 2014. Ini termasuk satu
studi dari uji coba terkontrol secara acak, double-blind, plasebo; satu model kuasi-
eksperimental dengan kelompok kontrol; empat artikel yang melaporkan uji coba
terkontrol secara acak (RCT); satu studi peninjauan sistematis; dan satu studi
review.
Tinjauan literature ini dilakukan untuk mengeksplorasi dan menilai efektivitas
menggunakan akupresur sebagai intervensi non-farmakologis selain intervensi
farmakologis dalam mengurangi mual dan muntah pada pasien kanker yang
menerima kemoterapi. Akupresur melibatkan penekanan dengan jari-jari, atau
dengan pita, pada titik akupuntur tubuh dan mudah dilakukan, tidak menyakitkan,
tidak mahal, dan efektif. Titik P6 (Perikardium 6) (Nei-Guan) mengacu pada titik
yang terletak di permukaan anterior lengan bawah, lebar 3 jari naik dari lipatan
pergelangan tangan pertama dan antara tendon fleksor carpiradialis dan Palmaris
longus (gambar 1).
P6 dapat dirangsang oleh berbagai metode. Teknik yang paling terkenal adalah
rangsangan manual dengan penyisipan dan rotasi manual dari jarum yang sangat
halus (akupunktur manual). Arus listrik dapat dilewatkan melalui jarum yang
dimasukkan (electroacupuncture). Stimulasi listrik juga dapat diterapkan melalui
elektroda di permukaan kulit atau oleh ReliefBand, perangkat seperti jam tangan
yang memberikan elektrostimulasi non-invasif. Tekanan dapat diterapkan baik
dengan menekan acupoint dengan jari-jari atau dengan memakai gelang elastis
dengan pejantan tertanam (akupresur).
Dari tinjauan literature terdapat tujuh artikel yang mendukung efek P6 Wristband
akupresur dalam mengurangi mual dan muntah yang diinduksi oleh kemoterapi
pada pasien kanker dan database lainnya juga mendukung temuan tersebut. Satu
artikel dengan hasil netral menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara
kombinasi akupunktur dan pengobatan akupresur pada P6 dan pada titik palsu untuk
skor mual, tetapi tingkat mual sangat rendah pada kedua kelompok.
Situs National Cancer Institute mendukung temuan bahwa akupresur adalah
salah satu strategi non-farmakologis yang dapat digunakan untuk mengelola mual
dan muntah (Kamus Istilah Kanker NCI). Said (2009) menambahkan bahwa
akupresur mungkin menawarkan intervensi yang tidak mahal, nyaman, dan dikelola
sendiri untuk pasien yang menjalani kemoterapi, membantu mengurangi mual dan
muntah di rumah pada hari 2-5 kemoterapi. Genç dan Tan (2014) menyimpulkan
bahwa nilai rata-rata total untuk CINV pada pasien dalam kelompok eksperimen
yang mereka gunakan gelang akupresur P6 lebih rendah dibandingkan dengan
pasien dalam kelompok kontrol selama lima hari aplikasi. Lee et al. (2008)
menemukan bahwa dua modalitas akupresur menghasilkan hasil variabel pada
setiap fase CINV: pita akupresur efektif dalam mengendalikan mual akut,
sedangkan akupresur mengontrol mual dan muntah yang tertunda. Molassiotis et al.
(2007) menunjukkan bahwa pengalaman mual dan muntah secara signifikan lebih
rendah pada kelompok eksperimen dibandingkan pada kelompok kontrol. Chao
dkk. (2009) menemukan bahwa stimulasi P6 acupoint adalah pilihan untuk
manajemen CINV.
Dalam penelitian yang dilaporkan oleh Hughes et al. (2013) para peserta
menganggap bahwa gelang akupresur mengurangi tingkat mual dan muntah yang
dialami selama pengobatan kemoterapi. Suh (2012) menyimpulkan bahwa efek
sinergis dari akupresur P6 bersama dengan konseling yang disediakan oleh perawat
tampaknya efektif dalam mengurangi CINV pada pasien dengan kanker payudara.
Dapat disimpulkan bahwa Kami menyimpulkan bahwa wristband akupresur P6 saat
diaplikasikan pada titik akupuntur P6 efektif, aman, nyaman, hemat biaya, dan
memberikan intervensi non-farmakologis yang mudah, mandiri, dan dapat
digunakan yang dapat digunakan untuk mengurangi mual dan muntah yang
disebabkan kemoterapi.

I. Effect Of Acupressure On Nausea And Vomiting Induced By Chemotherapy In


Cancer Patients
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kemanjuran akupresur dalam
pengobatan kemoterapi-induced muntah yang resisten terapi antiemetik standar.
Responden yang termasuk dalam penelitian ini 40 pasien kanker stadium lanjut
yang tidak bisa diobati kemoterapi yang diinduksi muntah. Kolorektal kanker,
kanker paru-paru dan kanker payudara adalah neoplasma paling sering pada pasien
kami. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik oleh tes
χ2.
Kriteria kelayakan adalah sebagai berikut: secara histologis terbukti tumor
padat metastatik, terukur lesi, muntah grade 3-4, dan tidak Menanggapi obat
antiemetik standar, termasuk kortikosteroid, antidopaminergik agen, dan antagonis
5-HT 3R. Perawatan terdiri dari stimulasi PC6 acupoint, juga disebut Neiguan
point, oleh gelang dengan tombol (P6 Mual Kontrol - Band Laut) selama 8 jam /
hari di rumah, dimulai sebelum terjadinya kemoterapi administrasi. Titik PC6
terletak di antara tendon dari fleksor karpi radialis dan palmaris otot longus.
Perawatan dilanjutkan setidaknya 3 hari setelah kemoterapi. Efikasi antiemetik
dievaluasi sesuai kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kriteria.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan Perbedaan yang nyata gejala
simptomatik diamati pada 28/40 (70%) pasien, tanpa statistic perbedaan signifikan
antara pria dan pria pasien wanita [13/18 (72%) vs 15/22 (68%)]. Selain itu, tidak
ada perbedaan yang signifikan dalam persen kemanjuran ditemukan dalam
kaitannya dengan histotipe tumor yang berbeda [kolorektal kanker: 11/16 (69%);
kanker paru-paru: 6/9 (67%); kanker payudara: 5/8 (63%); kanker lambung: ¾
(75%); karsinoma serviks uterus: 3/3 (100%). Artinya, tidak ada perbedaan yang
signifikan ditemukan dalam kaitannya dengan kemoterapi yang berbeda kombinasi,
meskipun itu ternyata lebih tinggi pada pasien yang menerima CDDP, CDDP-
analog, irinotecan dan taxane agen dari pada mereka yang dirawat oleh
anthracyclines.
Dari hasil studi pendahuluan ini menunjukkan keampuhan akupresur
pendekatan dalam pengobatan kemoterapi yang diinduksi muntah pada pasien
kanker yang resisten dengan terapi farmakologis klasik. Namun, penelitian lebih
lanjut pada sejumlah besar pasien akan diminta untuk dikonfirmasi hasil awal ini,
khususnya untuk lebih baik mendefinisikan kemanjuran akupresur dalam kaitannya
ke berbagai agen kemoterapi, meskipun hasil penelitian ini akan tampaknya
menyarankan potensi kemanjuran dalam pengobatan muntah yang disebabkan
keseluruhan kemoterapi yang paling sering digunakan narkoba.
Apalagi karena kemungkinan pengaruhnya faktor psikologis dalam
menentukan tingkat kemoterapi yang diinduksi muntah, studi lebih lanjut, dengan
membandingkan hasil Stimulasi PC6 versus plasebo, akan diperlukan untuk
mengkonfirmasi keampuhan nyata akupresur dalam perawatan pasien yang
menjalani kemoterapi kanker. Artinya, penelitian lebih lanjut akan diperlukan untuk
lebih baik menetapkan mekanisme yang bertanggung jawab untuk aksi akupresur
pada kemoterapi- muntah yang diinduksi.
Namun, observasi awal akan menunjukkan akupresur dan akupunktur itu dapat
mempengaruhi psikoneuroendokrin sistem. Secara khusus, mereka dapat
mengaktifkan endogen sistem kanibal, yang memiliki terbukti memainkan peran
penting dalam menghambat timbulnya muntah karena berbeda alasan.
Dapat disimpulkan dalam jurnal ini bahwa pendekatan bioenergi oleh akupresur
pada PC6 point mungkin efektif dalam pengobatan kemoterapi yang diinduksi
muntah tahan terhadap farmakologi konvensional strategi, seperti yang ditunjukkan
sebelumnya untuk muntah terjadi selama kehamilan.

J. Review of Acupressure Studies for Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting


Control
Artikel ini meriview sepuluh artikel yang bertujuan untuk mengevaluasi efek
dari intervensi non-invasif,nakupresur, ketika dikombinasikan dengan antiemetik
untuk mengontrol mual akibat kemoterapi dan muntah (CINV). Dari sepuluh studi
akupresur terkontrol dalam review ini terdapat satu eksperimen semu dan sembilan
RCT. Tujuh studi memilih akupresur band dan tiga studi menggunakan akupresur
jari sebagai intervensi.
Hasil review didapatkan Empat studi mendukung efek akupresur band dalam
kontrol CINV, terutama efektivitasnya dalam mengurangi skor NV rata-rata tujuh
hari, kontrol mual akut, dan keseluruhan kontrol NV. Studi oleh Roscoe et al.
dianalisis dari data yang sama set, dan dengan demikian total pasien dalam positif
ini uji coba band akupresur terbatas pada tiga uji coba dengan hasil yang tidak
sesuai. Klarifikasi adalah diperlukan apakah tekanan diterapkan atau tidak dengan
mengenakan band sudah cukup mempengaruhi titik P6, jika stud diperlukan untuk
mengerahkan tekanan tambahan, dan jika tekanan tambahan diterapkan dengan
menggunakan tangan untuk menekan stud memberikan lebih banyak kontrol
daripada aplikasi berkelanjutan tekanan dengan memakai band dengan kancing.
RCT band akupresur yang menghasilkan negative hasil memiliki desain dan
metodologis masalah seperti ukuran sampel yang kecil, tidak benar kelompok
kontrol, dan kekhawatiran tentang band sham akupresur memiliki kemungkinan
antiemetic efek.
One quasi-experimentaldan dua acak studi terkontrol jari akupresur semua
menghasilkan hasil positif dalam mengendalikan CINV. Intervensi adalah
akupresur yang mengatur sendiri selama 3 menit hingga 5 menit (atau hingga rilis
titik) dan akupresur jari tambahan sebagai dibutuhkan. Kepatuhan bisa menjadi
masalah. Dua penelitian tidak memiliki kelompok kontrol palsu dan dengan
demikian sulit untuk membedakan efeknya akupresur dari terapi plasebo, meskipun
hasilnya menunjukkan bahwa akupresur efektif dalam kontrol CINV tanpa
membedakan antara fase CINV. Dibble et al. melakukan RCT tiga lengan yang
diterapkan keduanya palsu dan kontrol tanpa intervensi kelompok, sehingga
memungkinkan untuk membedakan efek akupresur sejati dari efek placebo di setiap
fase CINV.
Penurunan signifikan NV tertunda dicatat dalam yang benar kelompok
akupresur, terutama untuk wanita di bawah 55 tahun. Temuan ini bertentangan
dengan hasil dari band akupresur belajar, yang menyarankan respon yang manjur
dalam kontrol mual akut. Yang paling desain tiga lengan yang meyakinkan secara
metodologi study sangat menyarankan akupresur jari sebagai modalitas yang efektif
dalam kontrol NV tertunda. Namun, studi akupresur jari telah terbatas pada pasien
kanker payudara wanita yang menerima moderat hingga sangat emetogenik
kemoterapi dan juga setidaknya moderat mual pada kemoterapi sebelumnya. Lebih
lanjut studi jelas diperlukan untuk menggambar lebih percaya diri kesimpulan
tentang efek akupresur pada kontrol CINV.
Review ini menyimpulkan bahwa efek akupresur sangat sugestif tetapi masih
belum pasti. Efek dari band akupresur Sebaliknya studi dengan studi. Akupresur jari
uji coba semua mendukung efek positif dari akupresur dalam kontrol CINV.
Perbedaan dalam modalitas akupresur, potensi emetik kemoterapi agen, penggunaan
antiemetik, dan sampel karakteristik membuat perbandingan antara yang ada studi
penelitian sulit. Efek yang disarankan akupresur, efektivitas biaya, dan
noninvasiveness harus mendorong para peneliti untuk selidiki lebih lanjut
keampuhannya. Pertimbangan masalah yang timbul dari tinjauan ini akan
bermanfaat bagi perencanaan untuk penelitian masa depan. Langkah selanjutnya
adalah tiga lengan, uji coba jari akupresur di antara pasien dengan payudara dan
kanker lainnya yang menerima moderat untuk kemoterapi yang sangat emetogenik
dengan antiemetik standard.
BAB IV

EVALUASI HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Survey ini dilakukan pada tanggal 6 – 10 Agustus 2018, dilakukan di Ruang
Rambang 2.2 di wilayah kerja RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

B. Alat Pengumpulan Data


1. Data Primer
a. Data Responden
Pengumpulan data primer yang diperoleh langsung dari responden
dilakukan dengan cara pengisian lembar kuesioner. Pengumpulan data
pada penelitian ini menggunakan kuesioner. Data responden meliputi
nama responden (inisial), usia, berat badan, tinggi badan, pendidikan, ,
pekerjaan, keluarga yang mendampingi, jenis kanker, stadium kanker dan
lama menderita
b. Instrumen Penelitian
Kuisioner Kualitas Hidup mengadopsi pada kuesioner EORTC QLQ-
C30 (versi 3), kualitas hidup pasien paliatif menggunakan skala likert
terdiri dari 30 pernyataan dengan alternative jawaban (1) untuk Tidak
sama Sekali, (2) untuk Sedikit, (3) untuk Cukup, dan (4) untuk sangat.
Kuisioner Nyeri mengadopsi kuisioner PATIENT QUESTIONNAIRE
(versi 1) Palliative care Outcome Scale yang terdiri dari 12 pernyataan
dengan alternative jawaban 0 untuk tidak sama sekali, (1) jarang atau
sesekali, (2) cukup, (3) seringkali dan (4) selalu atau ya. Kuisioner Mual
Muntah terdiri dari 8 pernyataan dengan alternative jawaban 1
(tidak,tidak muntah), 2 (sedikit,1-2,1 jam /lebih), 3 (sedang,3-4,/2-7 jam),
4 (berat, 5-6, 4-6 jam), 5 (parah,7 atau lebih, lebih dari 6 jam). Kuesioner
dukungan keluarga mengadopsi dari kuesioner penelitian sebelumnya
yang diteliti oleh Putra (2015), yang meliputi: dukungan emosional,
dukungan informasi, dukungan instrumental dan dukungan penghargaan
menggunakan skala Likert. Untuk mengukur dukungan keluarga diajukan
20 pertanyaan dengan alternative jawaban selalu diberi 4, jika jawaban
sering diberi skor 3, jika menjawab jarang diberi skor 2, jika menjawab
tidak pernah 1.
Kuesioner alat ukur self esteem dalam penelitian ini, peneliti memilih
untuk mengadopsi alat ukur self esteem yang mengacu kepada kuesioner
Rosenberg self-esteem scale (RSES) yang disusun oleh Rosenberg (1965)
dalam Martin et al, (2007) dan Suhron (2017) instrument pengukuran
self esteem ini memiliki nilai koefisien reabilitas alpha cronbach sebesar
0,8054 dan telah banyak digunakan dalam penelitian di Indonesia. Alat
ukur ini berjumlah 10 item dengan penilaian menggunakan skala likert,
yaitu pernyataan favorable apabila jawaban sangat setuju (3), setuju (2),
tidak setuju (1), dan sangat tidak setuju (0). Terdapat pada item 1, 2, 4, 6,
dan 7 sedangkan pernyataan unfavorable apabila jawaban sangat setuju
(0), setuju (1), tidak setuju (2), dan sangat tidak setuju (3) terdapat pada
item no 3, 5, 8, 9, dan 10. Rentang skor 0-30.

C. Gambaran Lokasi Penelitian

RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang merupakan rumah sakit rujukan


negeri tipe A, juga merupakan rumah sakit rujukan nasional dan melayani
berbagai pelayanan kesehatan mulai dari rawat inap, rawat jalan, rawat darurat,
graham spesilis dan penunjang medis. Pada Instalasi rawat inap terdiri dari
beberapa Instalasi diantaranya ialah IRNA G, dimana Pada IRNA G ini terdiri
dari beberapa ruangan salah satunya yaitu Ruang Rambang. Ruangan Rambang
ini termasuk Unit Kemoterapi dimana kemoterapi ini ialah salah satu terapi
dalam perawatan paliatif pada pasien kanker yang paling sering digunakan.
Ruang Rambang di Lantai 1 merupakan ruangan untuk pasien yang menjalani
proses kemoterapi baik pasien dari rawat inap maupun rawat jalan, untuk
pasien yang rawat inap biasanya pasien-pasien untuk kanker serviks sendiri
berada di ruang rambang atas lantai dua yaitu di Ruang Onkologi Kebidanan dan
setiap bulannya terjadi peningkatan pasien kanker yang dirawat disana.
Ruangan rambang lantai 1 ini terdiri dari satu kepala ruangan dan beberapa
perawat yang dibagi menjadi dua tim. Tim pertama berperan sebagai petugas
untuk menangani pasien yaitu pada tahap persiapan seperti memberi obat anti
mual muntah dan anti alergi, memberi informasi untuk setiap efeksamping obat
kemoterapi yang akan masuk kedalam tubuh pasien serta berperan saat
pemberian obat kemoterapi. Tim kedua bertugas menangani pasien pasca
pemulihan kondisi pasien, mengatur jadwal kemoterapi selanjutnya serta
memberi pendidikan kesehatan pada pasien rawat jalan.
Bab ini akan menguraikan hasil survey yang meliputi analisis univariat dan
analisis bivariat. Analisis univariat akan menguraikan gambaran karakteristik
responden, meliputi Usia, Pendidikan, Pekerjaan, Keluarga yang mendampngi,
Jenis Kanker, Stadium Kanker dan Lama Menderita.
Survey dilakukan pada pasien kanker yang sedang menjalani terapi
perawatan di ruang Rambang 2.2 RSUP Dr Mohammad Hoesin Palembang
tahun 2018 tepatnya pada bulan Agustus 2018, secara umum semua responden
kooperatif, meskipun ada juga beberapa responden yang merasa kurang nyaman
akibat beberapa efek samping yang mulai muncul pada saat setelah proses
kemoterapi berlangsung seperti mual muntah, lemas dan ketidakmampuan untuk
menjawab sendiri beberapa pernyataan sehingga penulis ikut berperan dalam
membaca beberapa pernyataan dan responden hanya mengungkapkan
jawabannya.
D. Hasil Penelitian
1. Analisa Univariat
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Pendidikan, Pekerjaan,
Keluarga yang mendampingi, Jenis Kanker, Stadium Kanker dan
Lama Menderita

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Berat
Badan, Tinggi Badan, Pendidikan, Pekerjaan, Keluarga yang
mendampingi, Jenis Kanker, Stadium Kanker dan Lama Menderita
(n 17)

n Persentase
No Variabel Kategori
(17) (%)
1. Usia < 30 Tahun 2 11.8
31-50 Tahun 11 64.7
51-65 Tahun 3 17.6
> 65 Tahun 1 5.9
2 Pendidikan SD 7 41.2
SMP 4 23.5
SMA 6 35.3
3 Pekerjaan IRT 15 88.2
Karyawan Swasta 1 5.9
lainnya 1 5.9
Keluarga yang Suami/ Istri
14 82.4
4 Menunggu
Anak 3 17.6
5 Jenis Kanker Ca Colon 1 5.9
Ca Cerviks 10 58.8
Ca Ovarium 2 11.8
NOK 2 11.8
NOP 1 5.9
Condiloma 1 5.9
Stadium I
2 11.8
6 Kanker
II 3 17.6
III 10 58.8
IV 2 11.8
Lama 1-6 Bulan
3 17.6
7 Menderita
7-12 Bulan 4 23.5
> 12 Bulan 10 58.8

Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan informasi mengenai karakteristik


responden pasien kanker serviks di RSUP Dr M ohammad Hoesin
Palembang. Diketahui bahwa mayoritas usia responden dalam survey ini
adalah usia di rentang 31-50 tahun sebanyak 11 responden (11,8 %),
berdasarkan pendidikannya mayoritas adalah SMA sebanyak 6 responden
(35,3%), berdasarkan mayoritas pekerjaan responden adalah ibu rumah
tangga sebanyak 15 responden (88,2%), berdasarkan mayoritas keluarga
yang menunggu adalah suami yaitu sebanyak 41 responden (82,4%) ,
berdasarkan jenis kanker mayoritas adalah kanker serviks yaitu sebanyak
10 responden (58,8%), berdasarkan stadium kanker yang terbanyak adalah
pada stadium III yaitu 10 responden (58,8%), dan berdasarkan lama
menderita mayoritas responden memiliki menderita penyakit > 12 bulan
(58,8%).
b. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kualitas Hidup, Nyeri, Mual

Muntah, Dukungan Keluarga dan Self Esteem

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Kualitas Hidup, Nyeri, Mual


Muntah, Dukungan Keluarga dan Self Esteem Pasien Kanker (n 17)

n Persentase
Variabel Kategiori
(17) (%)
Kualitas Hidup Baik 13 76.5
Buruk 4 23.5
Nyeri Rendah 13 76.5
Tinggi 4 23.5
Mual Muntah Rendah 9 52.9
Tinggi 8 47.1
Dukungan Keluarga Baik 15 88.2
Buruk 2 11.8
Self Esteem Baik 15 88.2
Buruk 2 11.8

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui dari kelima masalah di atas bahwa
pasien kanker yaitu kebanyakan mayoritasnya pada masalah mual muntah
sebanyak 8 responden (47,1%).

E. Pembahasan
1. Karakteristik Responden
a. Usia
Hasil analisis univariat variabel usia responden dalam survey ini
adalah usia di rentang 31-50 tahun sebanyak 11 responden (11,8 %)
mayoritas pasien kanker serviks berusia pada rentang 31- 50 tahun. Hal
ini sejalan dengan penelitian Rinda, dkk (2015) yang menunjukan bahwa
mayoritas usia responden sebanyak 7 orang (46,7%) adalah di rentang
usia lansia awal yaitu 46-55 tahun.

Handayani (2012) dan Kartikawati (2013) menyatakan usia adalah


salah satu termasuk dalam faktor alamiah pencetus kanker serviks yang
biasanya terjadi pada usia diatas 40 tahun, dikarenakan semakin tua
seseorang perempuan maka semakin tinggi resiko terkena kanker serviks
dikarenakan semakin tua maka kondisi daya tahan tubuhnya atau
imunitas seseorang akan semakin menurun artinya merupakan usia yang
rentan dengan terjadinya gangguan kesehatan karena proses degeneratif,
dan imunitas sesorang ini berperan penting dalam proses penghacuran
sel-sel kanker serta bisa dapat menghambat pertumbuhan dan
penyebarannya.

Lincoln dan Wilensky (2008) juga menunjukan hasil penelitian


dengan literatur yang menyatakan bahwa semakin tua usia seseorang saat
awal menopause maka memiliki risiko lebih besar terkena kanker
dibandingkan wanita yang mengalami menopause lebih muda. Pada
wanita yang mengalami awal menopause pada usia yang lebih tua berarti
lebih lama terpapar dengan tingginya kadar hormone estrogen dalam
darah. Sedangkan peran hormon estrogen pada wanita menopause adalah
tingkat estrogen yang lebih tinggi pada seorang wanita akan menghambat
terjadinya menopause sehingga mengembangkan risiko terjadinya
kanker.

Asumsi peneliti hal ini berkaitan dengan teori dan literatur yang
sudah di jelaskan bahwa risiko utama kanker adalah bertambahnya
umur. Semakin lama seseorang hidup, semakin tinggi risiko kanker
karena tubuh berkurang kesempurnaannya dan mudah menjadi abnormal.

b. Pendidikan
Hasil analisis univariat variabel pendidikan, penelitian yang
dilakukan pada 17 responden pasien kanker berdasarkan pendidikannya
mayoritas adalah SMA sebanyak 6 responden (35,3%) . Hasil penelitian
ini sesuai dengan hasil penelitian Susilawati dan Misgianto (2014) yang
menyimpulkan bahwa sebagian besar pasien kanker serviks di RSUP. Dr
Sarjidto Yogyakarta mempunyai status pendidikan SMA 14 orang
(46,7%) dan responden yang tidak lulus. Menurut teori Notoatmodjo
(2010) menjelaskan pendidikan merupakan salah satu cara yang dapat
mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima ide-ide
teknologi. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan mempengaruhi
tingginya tingkat intelegensinya.
Tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi kemampuan individu
dalam mengontrol hidupnya. Individu termotivasi untuk memelihara
kesehatan dengan lebih baik dengan sikap positif dalam hidup dengan
melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin. Tingginya kasus kanker
serviks di Indonesia ini masih tinggi disebabkan karena masih rendahnya
cakupan angka skrining pencegahan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain para wanita Indonesia sering enggan memeriksakan
kesehatannya karena ketidaktahuan, rasa malu, rasa takut dan faktor
biaya. Hal ini umumnya karena disebabkan oleh rendahnya tingkat
pendidikan dan pengetahuan penduduk (Warta, Fajar & Utama., 2015).
Asumsi peneliti tingkat pada variabel pendidikan, pendidikan seseorang
akan berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang
datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi umumnya akan
memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi dan berfikir
jauh tentang keuntungan yang diperoleh dari gagasan tersebut.

c. Pekerjaan
Hasil analisis univariat variabel pekerjaan, penelitian yang dilakukan
pada 17 responden pasien kanker mayoritas pekerjaan responden adalah
ibu rumah tangga sebanyak 15 responden (88,2%), Hal ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Susilawati (2013) yang menyatakan
bahwa mayoritas pasien dengan kanker serviks ditemukan pada jenis
pekerjaan IRT (50,0%) dan didukung dengan penelitian Adipo (2014)
yang menyatakan bahwa mayoritas jenis pekerjaan pasien kanker
ditemukan pada jenis pekerjaan Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak 20
orang (51,3%).
Bayu et.al (2016) berpendapat bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara pekerjaan dengan partisipasi wanita dalam melakukan
screening kanker serviks. Wanita yang memiliki pekerjaan 1,4 kali lebih
mungkin untuk mengikuti screening kanker serviks dibandingkan wanita
yang tidak bekerja. Mulyati, Suwarsa, dan Arya (2015) mengemukakan
pendapat dalam teorinya yaitu pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi
penghasilan dan pendapatan, yang dimana semakin tinggi ekonomi,
semakin mudah pula upaya dalam menerima informasi yang baru
sehingga dapat mempengaruhi hasil pendidikan kesehatan tentang kanker
serviks.
Analisis lanjut peneliti berdasarkan teori dan penelitian tersebut,
wanita yang bekerja akan lebih banyak melakukan interaksi dengan orang
lain sehingga akan mendapatkan atau memperoleh lebih banyak
informasi termasuk mengenai penyakit kanker ini.

d. Keluarga yang medampingi


Hasil analisis univariat variabel keluarga yang mendampingi,
penelitian yang dilakukan pada 17 responden pasien kanker berdasarkan
mayoritas keluarga yang menunggu adalah suami yaitu sebanyak 41
responden (82,4%).

e. Jenis kanker
Hasil analisis univariat variabel jenis kanker, penelitian yang
dilakukan pada 17 responden pasien kanker berdasarkan jenis kanker
mayoritas adalah kanker serviks yaitu sebanyak 10 responden (58,8%).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2017) dalam
penelitiannya yang menunjukan jenis kanker yang terbanyak dalam
penelitiannya adalah kanker serviks yaitu 99 responden (64,7% )
mengalami kanker serviks.

f. Stadium kanker
Hasil analisis univariat variabel stadium kanker, penelitian yang
dilakukan pada 17 responden pasien kanker berdasarkan stadium kanker
yang terbanyak adalah pada stadium III yaitu 10 responden (58,8%), hal
ini di dukung dengan penelitian yang di lakukan oleh Watulingas, dkk
(2016) yang menyatakan bahwa banyak pasien datang berobat sudah
dalam keadaan stadium lanjut, dikarenakan kejadian tertinggi
berada pada stadium klinis III dengan angka kejadian 22 kasus
(25,15%). Hal ini dikarenakan kanker serviks pada stadium awal
belum menimbulkan keluhan atau gejala klinis spesifik seperti
sekret yang berlebihan, sehingga banyak pasien datang pada
stadiumlanjut dikarenakan beberapa keluhan sudah mulai timbul
seperti nyeri pinggang, sering berkemih, terdapat perdarahan
spontan, dan keluar cairan pervaginam yang berbau busuk.

g. Lama Menderita
Hasil analisis univariat variabel lama menderita, penelitian yang
dilakukan pada 17 responden pasien kanker dan berdasarkan lama
menderita mayoritas responden memiliki menderita penyakit > 12 bulan
(58,8%).

2. Hasil analisis univariat variabel kualitas hidup, nyeri, mual muntah,


dukungan keluarga dan Self Esteem
Hasil analisis univariat variabel kualitas hidup, penelitian yang dilakukan
pada 17 responden pasien kanker dan berdasarkan kualitas hidup 13 orang
responden pasien kanker baik yaitu 76%. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang di lakukan oleh Putri (2017) yang mengatakan hasil penelitian
menunjukan bahwa sebagian besar pasien onkologi mempunyai kualitas
hidup tergolong tinggi. Hasil analisis variabel nyeri, penelitian yang
dilakukan pada 17 responden pasien kanker tergolong nyeri rendah yaitu
sebanyak 13 responden (76,8%). Hasil analisis variabel mual muntah,
penelitian yang dilakukan pada 17 responden pasien kanker tergolong mual
muntah hampir seimbang yaitu sebanyak 8 responden mengalami mual
muntah yaitu 47,1%, dan 9 responden lainnya tidak mengalami mual muntah.
Hasil analisis variabel dukungan keluarga, penelitian yang dilakukan pada 17
responden pasien kanker tergolong baik yaitu sebanyak 15 responden
(88,2%). Hasil analisis variabel self esteem, penelitian yang dilakukan pada
17 responden pasien kanker tergolong memiliki self esteem yang baik yaitu
sebanyak 15 responden (88,2%).
Jadi, dapat diambil kesimpulan dari data univariat diatas yang cenderung
lebih banyak adalah pada masalah mual muntah pada pasien kanker yaitu
sebanyak 8 orang/ responden ( 47,1%) yang mengalami mual munta. Oleh
karena itu penulis dapat memberikan implementasi sesuai dengan intervensi
yang dirujuk yaitu pemberian terapi akupresure pada pasien kanker yang
mengalami masalah mual muntah.

3. Hasil Evaluasi
No Nama Keluhan Pelaksanaan Evaluasi
Pagi Sore Malam
(09-08-2018, (09-08-2018, (09-08-2018)
Pukul 10.00 Pukul 21. 00 Pukul 07.00)
Wib) Wib)
1 Ny.R Mengeluh ada Pelaksanaan terapi akupresur S: Mengeluh S: Mengeluh S: Mengeluh
mual muntah Nei Guan (pada titik P6) ada mual masih mual- masih mual-
sejak post dilakukan selama 10- 15 muntah sejak mual tapi mual tapi
operasi dan menit post operasi tidak tidak tidak tidak
ketika saat akan dan ketika muntah muntah
dimasukkan Prosedur : saat akan O: O:
terapi obat Tahap Orientasi dimasukkkan - 12 Jam - 12 Jam
farmakologi terapi obat terakhir terakhir
1. Berikan salam, panggil
farmakologi. merasa merasa
klien dengan nama
O: mual atau mual atau
kesukaannya
- 12 Jam tidak tidak
2. Perkenalkan nama dan
terakhir nyaman nyaman
tanggung jawab perawat
muntah di bagian di bagian
3. Jelaskan tujuan, prosedur,
3-4 x perut perut
dan lamany tindakan pada
- 12 Jam - 12 Jam - 12 Jam
klien dan keluarga
terakhir terakhir terakhir
4. Berikan kesempatan
muntah Mual/ Mual/
kepada klien atau keluarga
hingga ½ sakit pada sakit pada
untuk bertanya sebelum
cangkir. bagian bagian
terapi dilakukan
- Mual/ perut perut
sakit
Tahap Kerja
pada
1. Jaga privasi klien dengan
bagian
menutup tirai
perut
2. Atur posisi klien dengan
A: Mual A: Mual A: Mual
memposisikan klien pada
muntah muntah muntah
posisi terlentang
teratasi belum belum
(supinasi), duduk, duduk
teratasi teratasi
dengan tangan bertumpu
sebagian sebagian
di meja, berbaring miring,
P: Intervensi P: Intervensi P: Intervensi
atau tengkurap dan
terapi terapi terapi
berikan alas
akupresur akupresur akupresur
3. Bantu melepaskan pakaian
dilanjutkan dilanjutkan dilanjutkan
klien atau aksesoris yang
dapat mennghambat
tindakan akupresur yang
akan dilakukan, jika perlu
4. Cuci tangan dan gunakan
2 Ny.W Mengeluh ada S: Mengeluh S: Mengeluh S: Mengeluh
sarung tangan bila perlu
mual muntah, ada mual masih mual masih mual
5. Cari titik rangsangan yang
apalagi saat muntah, muntah, saat muntah, saat
terangsang ada di tubuh, menekannya apalagi saat terangsang terangsang
aroma bau- hingga masuk ke sistern terangsang aroma bau- aroma bau-
bauan saraf. Bila penerapan aroma bau- bauan bauan
akupuntur memakai bauan
jarum, akupresur hanya O: O: O:
memakai gerakan dan - 12 Jam - 12 Jam - 12 Jam
tekanan jari, yaitu jenis terakhir terakhir terakhir
tekan putar, tekan titik, muntah muntah muntah 3-
dan tekan lurus. 3-4 x 3-4 x 4x
6. Kemudian lakukan - 12 Jam - 12 Jam - 12 Jam
Penekanan pada terakhir terakhir terakhir
akupresure Nei Guan (titik muntah muntah muntah
P6 atau PC6) atau jalur hingga ½ hingga ½ hingga ½
meridian yang terletak 3 cangkir. cangkir. cangkir.
jari di bawah pergelangan - Mual/ - Mual/ - Mual/
tangan pada lengan bawah sakit sakit pada sakit pada
bagian dalam antara dua pada bagian bagian
tendon.. bagian perut perut
7. Penekanan dilakukan perut
sekitar 10-15 menit atau A: Mual
sampai rasa mual muntah muntah A: Mual A: Mual
mereda, sakit perut dan belum muntah muntah
mabuk berkurang . teratasi belum belum
P: Intervensi teratasi teratasi
terapi P: Intervensi P: Intervensi
Terminasi akupresur terapi terapi
1. Jelaskan pada klien bahwa dilanjutkan akupresur akupresur
terapi sudah selesai dilanjutkan dilanjutkan
dilakukan
2. Kaji respon klien setelah
3 Ny.R Mengeluh ada dilakukan terapi S: Mengeluh S: Mengeluh S: Mengeluh
mual dan 3. Berikan reinforcement ada mual masih mual masih mual
muntah,serta positif kepada klien muntah, serta perut serta perut
perut terasa 4. Rapikan pakaian klien dan serta perut terasa masih terasa masih
kembung kembalikan ke posisi yang terasa tidak tidak
nyaman kembung nyaman nyaman
5. Rapikan alat-alat O: O: O:
- 12 Jam - 12 Jam - 12 Jam
HASIL terakhir terakhir terakhir
muntah terasa terasa
1. Evaluasi hasil kegiatan
1-2 x tidak tidak
dan respon klien setelah - 12 Jam nyaman nyaman
terakhir pada pada
tindakan
muntah bagian bagian
2. Lakukan kontrak untuk hingga ½ perut perut
cangkir. lebih dari lebih dari
terapi selanjutnya
- Terasa 6 jam 6 jam
3. Akhiri kegiatan dengan tidak - Tidak ada - Tidak ada
nyaman, muntah muntah
cara yang baik
mual
4. Cuci tangan A: Mual A: Mual A: Mual
muntah muntah muntah
belum teratasi teratasi
teratasi sebagian sebagian
P: Intervensi P: Intervensi P: Intervensi
terapi terapi terapi
akupresur akupresur akupresur
dilanjutkan dilanjutkan dilanjutkan
4. Pembahasan
Mual adalah sensasi tidak nyaman pada perut bagian atas yang disertai
dorongan untuk muntah. Namun, mual belum tentu diikuti
dengan muntah. Mual dan muntah biasanya merupakan gejala yang bisa
disebabkan oleh banyak hal misalnya terjadinya iritasi atau peradangan di
dalam perut juga bisa menyebabkan mual dan muntah. Mual juga merupakan
efek samping dari berbagai macam obat-obatan, termasuk kemoterapi.
Berdasarkan hasil yang didapat terdapat penurunan frekuensi mual
muntah pada 3 pasien yang diberikan terapi akupresur. Terapi berhasil
menurunkan frekuensi mual muntah di karenakan bahwa stimulasi pada titik P6
di lengan kiri dan kanan dapat meningkatkan pengeluaran beta endorpin di hipofise
yang berada di sekitar CTZ. Beta endorpin merupakan salah satu antiemetik endogen
yang dapat menghambat impuls mual muntah di pusat muntah dan CTZ, sehingga
mual muntah berkurang.
Efek terapi akupresure Nei Guan pada titik P6/PC6, didukung oleh
temuan beberapa ahli. Dibble, et al. (2007) mengatakan stimulasi berupa
penekanan yang dilakukan pada titik-titik akupresur (titik P6 dan St36)
diyakini dapat menurunkan mual muntah, karena dapat memperbaiki aliran
energi di lambung sehingga dapat mengurangi gangguan pada lambung
termasuk mual muntah.
Efektivitas terapi komplementer ini sebanding dengan obat antiemetik
dalam pencegahan mual muntah dimana titik PC-6 (Neiguan) juga telah
diakui oleh WHO (Saputra & Agustin, 2005 dalam Indrawati 2010). Terapi
akupresur ini merupakan bentuk asuhan keperawatan yang holistik. Dalam
prinsip atau pelaksanaan terapi akupresur tedapat prinsip healing taouch yang
menunjukan prilaku caring yang dapat memberikan ketenangan, kenyamanan
bagi klien sehingga mendekatkan hubungan terapeutik perawat dan klien.
Terapi akupresur merupakan salah satudari komplementer.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terapi Akupresure Nei Guan dapan menurunkan frekuensi mual muntah
pada klien penderita kanker di ruang Onkologi Kebidanan RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang. Terapi akupresur Nei guan berhasil menurunkan
frekuensi mual muntah di karenakan bahwa stimulasi pada titik P6 di lengan kiri
dan kanan dapat meningkatkan pengeluaran beta endorpin di hipofise yang
berada di sekitar CTZ. Beta endorpin merupakan salah satu antiemetik endogen
yang dapat menghambat impuls mual muntah di pusat muntah dan CTZ,
sehingga mual muntah berkurang.

B. Saran
Agar perawat ruangan dapat melakukan terapi akupresur Nei Guan ( titik
P6/PC6) sebagai terapi tambahan dalam menurunkan frekuensi mual muntah
klien penderita kanker di ruang onkologi kebidanan RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang.
DAFTAR PUSTAKA

Andrews, G. (2010).Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2. Jakarta: EGC.


Bagus, dkk. (2010). Buku Ajar Penuntun Kuliah Ginekologi. Jakarta: Trans Info Media.
Basvik, Berit. (2015). “Use of acupressure to reduce nausea and vomiting in cancer
patients receiving chemotherapy”. Publishing deal – essay. Betanien University
Collage.

Baradero, M., Marry, W. B., & Yakobus, S. (2007). Seri Asuhan Keperawatan klien
dengan Gangguan Sistem reproduksi dan Seksualitas. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Departemen Kesehatan RI. (2013). Penanggulangan Kanker Serviks dengan Vaksin


HPV. Jakarta: Depkes.

Dinas Kesehatan Prov. Sumatera Selatan.(2015). Profil Kesehatan Provinsi Sumatera


Selatan 2014. Palembang.

Fauziana, A. (2011). Hubungan antara dukungan keluarga dengan motivasi menjalani


kemoterapi pada pasienpost op ca mamae di RS Kanker Dharmais Jakarta Barat.
http//www.library.upnvj.ac.id diakses 17 Agustus 2017.
Gardani. 2006. Effect of acupressure on nausea and vomiting induced by chemotherapy
in cancer patients. Minerva Med. Vol. 97, N. 5. 97:391-4

Handayani, L, dkk. (2012). Menaklukkan kanker serviks dan kanker payudara Jakarta:
PT. Agromedia Pustaka.
Kartikawati, E. (2013). Awas bahaya Kanker Payudara Dan Kanker Serviks. Jakarta :
Buku Baru.
Kemenkes. (2010). Data penderita Kanker di Indonesia. http://depkes.go.id di akses 7
September 2017.

Lee, J. dkk. (2008). Review of Acupressure Studies for Chemotherapy-Induced Nausea


and Vomiting Control. Journal of Pain and Symptom Management. Vol. 36. Hal
524-544

Lammarisi, E. (2014). Kamus Poket Kebidanan Keperawatan Untuk Mahasiswa


Akademik Kebidanan, Mahasiswa/I Akademik Keperawatan, Klinik Bersalin,
Klinik Berobat, Rumah Sakit, Masyarakat Umum. Yogyakarta: Efeta Publising.

Lincoln, J., & Wilensky .(2008). Kanker payudara diagnosis dan solusinya. Jakarta:
Prestasi Pustakaraya.

Medik, Rekam RSMH. (2016). Data Penderita Kanker Servik.


Mitayani. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakata : Salemba Medika.

Nisman, W. A. (2011). Lima menit kenali payudara anda. Yogyakarta: Andi


Yogyakarta.

Nurwijaya, H, dkk. (2010). Cegah dan Deteksi Kanker Serviks.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/37110/Chapter%20II.pdf?s
equence=4 diakses 18 September 2017

Padila. (2015). Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta : Nuha Medika.


Poerbantono, B & Salim. (2014). Rumah Perawatan Paliatif Pada Wanita Penderita
Kanker di Surabaya. Jurnal Edimensi Arsitektur. Vol : 2 (2).
Rahmayati, AnggiIrawan, Sormin.(2017). Pengaruh Terapi Komplementer Akupresur
terhadap Mual Muntah Pasca Operasi di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung. Jurnal Kesehatan, Volume VIII, Nomor 3, hlm 382-388.

Rasjidi, I. (2008). Edisi Pertama Manual Prakanker Serviks. Jakarta : CV Sagung Seto
Rasjidi, I. (2010). Perawatan Paliatif Suportif & Bebas Nyeri Pada Kanker.Jakarta: CV
Sagung Seto.
Rinda, dkk (2015). Pengaruh aroma terapi peppermint terhadap penurunan mual muntah
akut pada pasien yang menjalani kemoterapi di SMC RS Telogorejo. Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan.
Said, Zaida Mohamad Othman.(2009). “Acupressure for chemotherapy-induced nausea
and vomiting in breast cancer patients: a multicenter, randomised, doubleblind,
placebo-controlled clinical trial”. Tesis. An-Najah Universitas Nasional, Nablus,
Palestina.

Savitri, A. (2015). Kupas Tuntas Kanker. Yogyakarta : Pustaka Baru Press.

Saydam, S, G. (2012). Waspadai Penyakit Reproduksi Anda. Bandung : Pustaka Reka


Cipta.

Susanti, D, D., Hamid, A, Y, S., & Afiyanti, Y. (2011). Pengalaman Spiritual


Perempuan Dengan Kanker Serviks. Jurnal Keperawatan Indonesia. Vol : 14 (1)

Syaifuddin,H. (2006). Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3.


Jakarta :EGC.

Susilawati, D. (2013).Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Tingkat


Kecemasan Penderita Kanker Serviks Paliatif di RSUP Sardjito Yogyakarta.
Jurnal Keperawatan. Vol : 4 (2) 2086- 3071.

Supatmi, S., & Agustiningsih, A. 2014. Aromaterapi Pepermint Menurunkan Kejadian


Mual dan Muntah Pada Pasien Post Operasi. Jurnal Kesehatan
KaryaHusada.http://www.akeskaryahusadajogja.ac.id/jurnal/index.php/jkkh/article
/view/13 (Diakses pada tanggal 07 Agustus 2018).

Tortora, G. J. dan Derrickson, B. H. (2009). Principles of Anatomy and Physiology.


Twelfth Edition. Asia: Wiley (Ed).
Warta, N., Fajar, N, A., & Utama, N. (2015). Pengaruh Persepsi Terhadap Partisipasi
Wanita Usia Subur dalam Melakukan Screening Kanker Serviks dengan Metode
Inspeksi Visual Asam Asetat (Iva) Di Desa Talang Aur Kabupaten Ogan Ilir.
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat. Vol : 6 (03).
Watulingas, dkk.(2016). Karakteristik penderita kanker serviks di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado periode 1 Januari 2013–31 Desember 2015. Jurnal e-Clinic
(eCl),Volume 4, Nomor 2
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai