Hari/ Tanggal:
Tanda tangan:
REVIEW JURNAL
EFEKTIFITAS TERAPI AKUPRESUR NEI GUAN ( TITIK P6/PC6)
DALAM MENGATASI MASALAH MUAL MUNTAH PADA
PASIEN KANKER DI RUANGAN RAMBANG 2.2
RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
JOURNAL READING
Oleh:
KELOMPOK 5
1. Rio Pangestu
2. Zahra Aulia Astrid Herera
3. Tri Izah Susanti
4. Mia Audina
5. Selvia Anggraini
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Stase Keperawatan Maternitas.
Tugas Stase Keperawatan Maternitas ini untuk memenuhi salah satu syarat
dalam menyelesaikan Program Profesi Ners Stase Keperawatan Maternitas. Dalam
penyusunan tugas ini, penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan serta bantuan
dari semua pihak terutama untuk kedua orang tua yang terus memberikan semangat
kepada penulis akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan dan jauh dari
sempurna. Karena itu dengan hati yang lapang serta terbuka penulis menerima segala
kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan kualitas dan kesempurnaan
tugas ini dimasa yang akan datang.
Akhirnya kami mengharapkan semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Amin.
Kelompok 5
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Angka kesakitan dan kematian yang tinggi pada masyarakat akan
menyebabkan menurunnya daya kerja fisik serta terganggu nya perkembangan mental,
ini merupakan wujud akibat langsung dan tidak langsung dari masalah pola serta
perilaku hidup sehat(Undang-Undang No. 36 Tahun 2009).
Salah satu aspek kesehatan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia
adalah kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi merupakan kesehatan yang
sempurna baik secara fisik, mental, sosial dan lingkungan serta bukan semata- mata
terbebas dari penyakit / kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem
reproduksi, fungsi serta prosesnya (World Health Organization,2010).
Kanker merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak di dunia di perkirakan
ada 9 juta orang yang meninggal karena kanker (WHO,2015). Angka kematian tertinggi
akibat kanker paling banyak dialami oleh perempuan, terutama kanker pada sistem
reproduksi, ini disebabkan karena perempuan sangat rentan terhadap penyakit, terutama
terhadap kanker. Ironisnya, di negara berkembang, 80-90 % biasanya tidak dapat
disembuhkan karena pasien datang dalam stadium lanjut (Kemenkes, 2012).
Ada beberapa penyakit kanker reproduksi yang dialami oleh perempuan, seperti
kanker payudara, kanker serviks, kanker ovarium, kanker vagina, kanker endometrium,
dan sebagainya. Kanker Serviks merupakan penyakit sistem reproduksi kedua terbanyak
yang dialami oleh perempuan diseluruh dunia setelah kanker payudara. Menurut
Internasional Agency for Research on Cancer (IARC), 85 % dari kasus kanker di dunia
dengan jumlah sekitar 439.000 dengan jumlah 273.000 kematian terjadi di negara –
negara berkembang, Indonesia merupakan negara dengan jumlah pengidap kanker
serviks kedua terbanyak setelah China (Padila, 2015).
Data WHO menunjukkan bahwa kasus-kasus kanker serviks semakin meningkat
di seluruh dunia. WHO juga memperkirakan bahwa sejak tahun 2005 terdapat 58 juta
kematian yang disebabkan penyakit kronik dan 7,6 juta oleh kanker. Sampai saat ini,
insiden kanker serviks dalam hal morbiditas dan mortalitas belum menunjukkan hasil
penurunan yang signifikan (WHO, 2014). Kanker serviks di Asia terdapat lebih dari
setengah perempuan Asia yang menderita kanker serviks meninggal dunia. Hal ini sama
dengan 226.000 perempuan didiagnosa menderita kanker serviks dan sebanyak 143.000
seorang perempuan di Asia Pasifik meninggal karena kanker serviks (Depkes RI, 2013).
Kanker serviks ini bahkan menduduki peringkat membunuh perempuan pertama di
Indonesia, dan kanker payudara turun ke nomor dua. Kanker serviks ini bila sudah
masuk stadium lanjut seringkali menyebabkan kematian dan waktu yang relatif lebih
cepat dari biasa (Saydam, 2012). Tingginya kasus kanker serviks di Indonesia membuat
WHO menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penderita kanker serviks
terbanyak di dunia (Poerbantanoe & Salim, 2014). Di Indonesia, kasus baru kanker
serviks ditemukan sebanyak 40-45 kasus perhari, hal ini berarti bahwa dalam waktu 24
jam terjadi kematian sebanyak 24 perempuan dikarenakan kanker serviks (Nurwijaya,
dkk., 2010). Kanker serviks di Provinsi Sumatera Selatan, menjadi penyakit dengan
jumlah kasus terbanyak dibandingkan jenis kanker lainnya yaitu sebesar 797 kasus pada
tahun 2014 (Dinkes Sumatra Selatan, dalam Warta, dkk., 2015)
Berdasarkan data Rekam Medik RSUP Dr Mohammad Hoesin Palembang pada
tahun 2015 tercatat pasien kanker serviks sebanyak 653 orang dan 31 orang meninggal,
pada tahun 2016 bulan Januari sampai Juni tercatat pasien kanker serviks berjumlah 486
orang dan 13 orang meninggal dunia (Rekam Medik RSUP Moh. Hoesin, 2015).
Berdasarkan hasil survey di ruangan Rambang 2.2 RSUP Dr Mohammad Hoesin
Palembang pada tanggal 6 Agustus 2018 tercatat 17 pasien yang di rawat dominan ialah
pasien kanker serviks yaitu sebanyak .
Kanker serviks berhubungan dengan perubahan pada organ reproduksi perempuan
yang dianggap sebagai bagian yang sangat penting bagi perempuan. Perempuan yang
mengalami kanker serviks biasanya merasakan ketakutan dikarenakan adanya dampak
yang serius terhadap kehidupan misalnya kehilangan kemampuan melakukan hubungan
seksual dan lain-lain, bahkan sampai kepada kematian (Susanti, 2012).
Ada beberapa jenis terapi perawatan yang biasa dilakukan terhadap pasien kanker,
yaitu salah satunya adalah kemoterapi, menurut Fauziana (2011) kemoterapi merupakan
proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil cair atau kapsul atau melalui
infus yang bertujuan membunuh sel kanker, namun tidak hanya sel kanker, tetapi juga
sel-sel yang ada di seluruh tubuh. Kemoterapi mempunyai efek samping fisik dan
psikologis pada pasien kanker. Efek samping fisik kemoterapi yang umum adalah pasien
akan mengalami mual dan muntah, tidak nafsu makan, ngilu pada tulang, rambut rontok
(alopecia), mukositis, dermatitis, keletihan, juga kulit menjadi kering bahkan kaku dan
kulit bisa sampai menghitam (Nisman, 2011; Smeltzer & Bare, 2002).
Kejadian mual muntah pasca operasi sekitar 30% dari seluruh pasien yang
menjalani operasi dengan rawat inap dan 70% kasus terjadi dalam 24 jam pertama.
Masalah mual dan muntah ini dapat menimbulkan efek yang merugikan bagi pasien.
Apabila muntah masuk ke dalam saluran pernafasan maka dapat berakibat fatal. Dalam
keadaan normal refleks muntah dan batuk dapat mencegahnya, tetapi apabila pasien
sedang diberikan terapi obat-obat anestesi hal ini dapat mengganggu refleks pelindung
tersebut dan akibatnya pasien merasakan sesak nafas. Pencegahan dan penanganan
mualdan muntah dapat menggunakan terapi farmakologi dan terapi non farmakologi.
Penanganan mual dan muntah dengan menggunakan terapi nonfarmakologi yang efektif
salah satunya dengan terapi komplementer (Chiravalle & Caffrey, 2005 dalam Supatmi,
2014).
Efektivitas terapi komplementer ini sebanding dengan obat antiemetik dalam
pencegahan mual muntah dimana titik PC-6 (Neiguan) juga telah diakui oleh WHO
(Saputra & Agustin, 2005 dalam Indrawati 2010). Terapi akupresur ini merupakan
bentuk asuhan keperawatan yang holistik. Dalam prinsip atau pelaksanaan terapi
akupresur tedapat prinsip healing taouch yang menunjukan prilaku caring yang dapat
memberikan ketenangan, kenyamanan bagi klien sehingga mendekatkan hubungan
terapeutik perawat dan klien. Terapi akupresur merupakan salah satu dari
komplementer.
Jika ditinjau dari legal aspek pelaksanaan terapi akupresur ini, bahwasanya
perawat diperkenankan menerapkan terapi komplementer sebagaimana telah diatur
dalam UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan pada pasal 30 ayat (2) huruf m.
Sehingga perawat berpeluang mempelajari berbagai macam terapi komplementer serta
akupresur direkomendasikan agar dapat diterapkan dan di kombinasikan dengan terapi
komplementer lain sebagai terapi pendamping atau sebagai bagian dari intervensi
keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami mual
muntah pasca operasi.
Dengan beberapa penjelasan diatas, kelompok tertarik untuk membahas lebih
dalam serta melakukan implementasi langsung mengenai terapi akupresur pada pasien
kanker di ruang onkologi kebidanan Rumah Sakit MohammadHoesin Palembang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. genetalia eksterna
1) vulva
Bagian luar alat kelamin wanita termasuk labium mayor, labium
minor, mons pubis, bulbus vestibularis, vestibulum vagina, kelenjar
dan lubang vagina .
2) Monspubis/monsveneris
Monspubis merupakan bagian yang meliputi simfisis dan sedikit
menonjol yang terdiri dari lemak dan jaringan area ini, pada masa
pubertas mulai ditumbuhi bulu.
3) Labia Mayora
Dua lipatan dari kulit di antara kedua paha bagian atas labia
mayora dan juga banyak mengandung urat saraf.
4) Labia Minora
Berada sebelah dalam labia mayora, tidak mempunyai folikel
rambut.
5) Klitoris
Kelentit; daging atau gumpalan jaringan kecil yang terletak pada
ujung atas lubang kemaluan, dan merupakan sebuah jaringan ikat
erektil kecil kira-kira sebesar kacang hijau yang dapat mengeras dan
tegang (erektil) yang mengandung urat saraf.
6) Vestibulum
Merupakan rongga yang berada di antara bibir kecil (labia
minora), muka belakang dibatasi oleh klitoris dan perineum, dalam
vestibulum terdapat muara-muara dari: liang senggama, uretra,
kelenjar bartolin,kelenjar skene kiri dan kanan.
7) Hymen (selaput darah)
Hymen (selaput darah) merupakan lapisan yang tipis, juga
sebagian besar dari liang senggama ditutupi olehnya, bentuknya juga,
berbeda-beda ada yang bentuknya seperti bulan sabit, lubangnya ada
yang seujung jari ada yang dapat dilalui satu jari, dikarenakan di
tengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi dapat mengalir ke
luar, letaknya di mulut vagina, dan juga konsistensi ada yang kaku
dan ada yang lunak.
8) Perineum
Area kulit dan otot di antara anus dan vagina. Fungsinya untuk
menyokong organ internal rongga panggul dan dapat meregang
untuk memfasilitasi kelahiran bayi.
b. Genetalia Interna
Gambar 2.1 Anatomi Sistem reproduksi wanita internal
Penyakit kanker serviks yang biasa disebut juga dengan kanker leher
rahim ini adalah salah satu jenis tumor ganas yang mengenai lapisan
permukaan atau epitel dari leher rahim atau mulut rahim yang disebabkan
karena penggandaan dan perubahan sel yang berubah sifat tidak seperti sel
yang normal (Savitri A, 2015). Sedangkan, kanker servik ini terjadi paling
sering pada usia 30-45tahun, tetapi dapat terjadi pada usia dini, yaitu 18
tahun. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kanker serviks
merupakan suatu penyakit berupa tumor yang menyerang leher rahim karena
adanya pertumbuhan jaringan yang bersifat ganas, yang dapat merusak
jaringan normal di sekitar nya (Mitayani, 2011).
3. Etiologi Kanker Serviks
Faktor risiko pada kanker serviks menurut Mitayani (2011), yaitu pada
aktivitas seksual berhubungan dengan angka kejadian serviks pada wanita di
bawah usia 25 tahun dengan riwayat pasangan seksual lebih dari satu orang
dan beberapa kehamilan dini. Sedangkan, faktor risiko pada kanker serviks
menurut Handayani, dkk (2012) dan Kartikawati (2013) adalah :
a. Faktor Alamiah
Hal yang termasuk dalam faktor alamiah pencetus kanker serviks ini
adalah usia diatas 40 tahun. Semakin tua seorang perempuan maka
makin tinggi risiko terkena kanker serviks. Menurut Susilawati dan
Misgianto (2014) menyatakan bahwa mayoritas usia responden sebanyak
16 orang (53,3%) adalah di rentang usia 51-64 tahun dan didukung
dengan penelitian Mardiana (2013) yang menyatakan bahwa umur pasien
yang menderita kanker serviks sebagian besar berkisar 51-60 tahun yaitu
sebanyak 13 orang (56,5%).
b. Faktor Kebersihan
1) Keputihan tidak normal yang dibiarkan secara terus menerus tanpa
diobati.
2) Pembalut yang digunakan mengandung bahan dioksin yang
digunakan untuk memutihkan pembalut hasil daur ulang dari
kardus, barang bekas dan lain-lain dan juga sering membasuh
vagina menggunakan air kotor.
c. Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genitalia.
Perempuan yang mempunyai riwayat penyakit kelamin berisiko
terkena kanker leher rahim yang disebabkan karena akibat hubungan
seksual yang berisiko terkena virus HPV, karena virus HPV diduga
sebagai penyebab utama terjadinya kanker leher rahim.
d. Riwayat Kanker Serviks dalam Keluarga
Anggota keluarga yang pernah menderita kanker serviks membuat
seseorang memiliki risiko kanker serviks lebih besar 2-3 kali
dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai riwayat kanker
serviks di keluarganya.Hal ini disebabkan adanya kondisi kurang
mampunya melawan infeksi HPV yang diturunkan secara genetic.
e. Imunosupresi
Faktor risiko lainnya adalah kondisi imunosupresi atau menurunnya
daya tahan tubuh. Salah satu keadaan imunosupresi bisa ditemui pada
pasien AIDS. Virus HIV pada pasien ADIS akan merusak fungsi
kekebalan tubuh seseorang, sehingga perempuan yang menderita AIDS
memiliki risiko tinggi terkena infeksi HPV yang berkembang menjadi
kanker serviks.
f. Infeksi Chlamidia
Kuman ini ialah yang dapat menyebabkan infeksi pada organ
reproduksi, yang menyebar melalui kontak seksual. Perempuan yang
terinfeksi chlamidia sering mengeluhkan adanya nyeri di daerah panggul.
tetapi banyak juga yang tidak mengalami keluhan (asimtomatik).
Beberapa penelitian menyebutkan adanya risiko kanker serviks yang
lebih tinggi pada perempuan yang di dalam darahnya ditemukan infeksi
chlamidia.
g. Diet
Resiko terkena penyakit kanker serviks dapat dipengararuhi juga
oleh pola makan atau diet, seseorang perempuan yang jarang
mengkonsumsi buah dan sayur akan lebih beresiko terkena kanker serviks
di bandingkan dengan perempuan yang sering mengkonsumsi buah dan
sayur.
h. Penggunaan Kontrasepsi Hormonal
Penggunaan kontrasepsi hormonal dalam waktu lama meningkatkan
risiko menderita kanker serviks.Penggunaan selama 20 tahun dapat
meningkatkan risiko hingga dua kali.Perempuan yang berencana
menggunakan alat kontrasepsi hendaknya berdiskusi dengan tenaga
kesehatan sebelum memutuskan suatu metode kontrasepsi, terutama bagi
perempuan yang sudah berisiko tinggi menderita kanker serviks. Berbeda
dengan kontrasepsi hormonal, penggunaan kontrasepsi Intra Uterine
Device (IUD) dapat menurunkan risiko kanker serviks juga risiko kanker
endometrium rahim.
i. Kehamilan Multipel atau Lebih dari Tiga Kali
Perempuan yang pernah hamil selama 9 bulan sebanyak tiga kali atau
lebih berisiko terkena kanker serviks lebih tinggi karena dipengaruhi oleh
perubahan hormonal selama kehamilan yang berpotensi membuat
perempuan lebih rentan terhadap infeksi HPV. Menurunnya daya tahan
tubuh selama kehamilan juga memungkinkan adanya infeksi HPV dan
pertumbuhan kanker.
j. Kemiskinan
Kemiskinan bisa meningkatkan risiko seseorang terkena kanker
serviks. Kemiskinan memang bukan merupakan faktor langsung. Tetapi,
kenyataan memperlihatkan bahwa seorang perempuan yang
berpendapatan rendah akan lebih sedikit memiliki akses pengetahuan
tentang kanker serviks. Begitu pun kesempatan dia untuk melakukan
tespap smear sangat sedikit karena keterbatasan biaya. Mereka juga
terpapar pada kondisi sanitasi yang kurang baik.
Seseorang yag terkena virus HPV, tidak lantas terkena demam seperti
halnya terkena virus influenza. Masa inkubasi untuk perkembangan gejala
klinis setelah infeksi HPV sangat bervariasi. Efek dari HPV akan terasa
setelah berdiam diri pada serviks selama 10 sampai 20 tahun, sehingga
perempuan tidak mampu mendeteksi apakah dirinya terpapar HPV atau tidak,
bahkan ketika sudah bermutasi menjadi kanker serviks, tidak ada gejala atau
tanda yang khas.
Beberapa gejala yang sering dikeluhkan pasien kanker menurut Savitri,
(2015) berikut ini :
a. Keputihan tidak normal
Keputihan tidak normal ini sering disebut juga dengan keputihan
patologis. Keputihan ini disebabkan oleh berbagai macam hal. Dapat
disebabkan karena jamur, bakteri, atau pun virus. Jika kondisi ini
dianggap sepele, maka keputihan yang tidak normal bisa saja
berkembang menjadi gejala kanker serviks. Kemungkinan berkembang
menjadi kanker akan lebih meyakinkan jika jumlah cairan keputihan yang
keluar begitu banyak, terus menerus, menimbulkan gatal bercampur
nyeri, transparan, tak berbau, bahkan juga menyebabkan pendarahan
setelah berhubungan seksual. Selain dapat menyebabkan infeksi pada
rahim, keputihan yang di diamkan juga bisa menyebar ke saluran telur
dan menyebabkan peradangan.
b. Pendarahan tidak normal
Perdarahan yang tidak normal sama hal nya dengan keputihan,
pendarahan juga ada yang bersifat normal seperti menstruasi atau darah
nifas pasca melahirkan. Beberapa pendarahan tidak normal yang perlu
diwaspadai, antara lain :
1) Pendarahan selama atau setelah melakukan hubungan seksual
2) Pendarahan setelah melakukan pemeriksaan panggul
3) Pendarahan setelah mengalami menopause, dan
4) Pendarahan saat memaksa buang air besar
c. Mengalami rasa sakit yang aneh pada organ reproduksi
Pasien kanker serviks akan mengalami sakit abnormal pada organ
reproduksinya pada situasi-situasi tertentu. Misalnya sakit saat
melakukan aktivitas seksual yang melibatkan organ reproduksi, buang air
besar atau pada saat menstruasi. Rasa sakit ini biasanya dirasakan pada
vagina, perut bagian bawah, paha, dan persendian panggul.
C. Konsep Kemoterapi
1. Definisi Kemoterapi
Definisi kemoterapi yang tepat adalah terapi perwatan spesifik terhadap
penyakit dengan pemberian senyawa kimia termasuk sulfonamide dan
antibiotic. Terapi perwatan kanker mengunakan kemoterapi sitotoksik. Istilah
sitotoksik secara harfiah berarti “meracuni sel” dan pengertian ini sangat tepat
menggambarkan cara kerja obat sitotoksik, obat sitotoksik bekerja dengan
mengganggu proses pembelahan sel melalui efek langsung DNA. Terdapat
banyak efek samping kemoterapi karena kemoterapi sitotoksik tidak dapat
membedakan sel kanker dan sel normal yang juga membelah dengan cepat.
Oleh karena itu, agens sitotoksik menimbulkan kerusakan yang tidak dapat
dihindari pada jaringan normal yang berproliferasi, seperti sumsum tulang
belakang, jaringan limfe, dan lapisan lapisan epitel saluran usus. Tidak seperti
radioterapi, yang digunakan untuk menyerang penyakit setempat dan ragional
saat targetnya sudah teridentifikasi, kemoterapi sitotoksik dipilih untuk
menyerang penyakit sistematik dan sangat berguna untuk penyakit metastasis,
atau setelah pembedahan jika kemungkinan terdapat penyakit mikroskopis.
Kemoterapi Sangat berperan dalam perawatan Paliatif keganasan ginekologi
stadium lanjut dan berulang (Andrews, 2010).
2. Kegunaan Kemoterapi
Kemoterapi biasanya diberikan per intravena setiap 3-4 minggu selama 6
bulan. Beberapa obat kemoterapi diberikan per oral. Uji klinis untuk
membandingkan regimen obat yang berbeda serta dampak morbiditas dan
mortalitas membutuhkan waktu yang lama. Meskipun demikian, hasil uji ini
memungkinkan wanita diberi pilihan terapi perawatan optimum. Regimen
yang berbeda digunakan, bergantung pada jenis dan stadium tumor. Hasil
banyak uji menunjukkan bahwa kemoterapi kombinasi berbahan dasar
platinum meningkatkan angka ketahanan hidup di antara wanita yang
mengidap kanker ovarium stadium lanjut (Andrews, 2010).
2. Titik Akupresur
Istilah titik akupresur yang dimaksud dalam buku panduan ini sama dengan
titik akupunktur, selanjutnya titik akupunktur dalam buku panduan ini disebut
sebagai titik akupresur. Titik akupresur merupakan tempat terpusatnya energi vital
(qi) sekaligus merupakan tempat untuk melakukan penekanan sehingga tercapai
keseimbangan yin yang dalam tubuh.
a. Jenis – jenis
Titik akupresur ada 3 jenis yaitu :
1) Titik akupresur umum adalah titik akupresur yang terletak di jalur
meridian umum dan meridian istimewa.
2) Titik akupresur ekstra adalah titik akupresur yang terletak di luar
jalur meridian umum dan meridian istimewa
3) Titik nyeri adalah titik akupresur yang bukan merupakan titik
akupresur umum maupun titik akupresur ekstra. Pada titik tersebut
akan dirasakan nyeri apabila dilakukan penekanan (dalam fase
pasif) maupun tidak dilakukan penekanan (dalam fase aktif).
b. Penamaan
1) Titik akupresur umum diberi nama sesuai dengan nama meridian
serta urutan letak sesuai jalur meridian, misalnya titik LI 4 artinya
titik nomor 4 pada jalur meridian usus besar (Large Intestine).
2) Titik akupresur ekstra diberi nama dengan awalan EX yang berarti
ekstra point diikuti area letak titik, yaitu :
1) Head Neck (HN) yang berarti kepala leher;
2) Back (B) yang berarti punggung;
3) Lower Extremity (LE) yang berarti tungkai bawah.
Urutan lokasi titik akupresur ekstra dimulai dari lokasi yang lebih
tinggi, misalnya titik EX-HN 3 artinya titik nomor 3 pada regio
kepala dan leher (HN) (Kemenkes RI, 2015).
3. Metode Akupresure
Metode akupresur sudah lama diterapkan di Cina seperti ditulis pada buku
Acupunture without needle karya Dr. Cerney (Hadikusumo, 1996 dalam
Kemenkes RI 2015).
Berbagai teori yang mendasari mekanisme kerja akupresur adalah:
a. Teori endorphin, yaitu dilepaskannya zat yang dapat menghilangkan rasa
nyeri
b. Teori kekebalan tubuh, yaitu meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
Penyakit
TERAPI AKUPRESUR
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Berat
Badan, Tinggi Badan, Pendidikan, Pekerjaan, Keluarga yang
mendampingi, Jenis Kanker, Stadium Kanker dan Lama Menderita
(n 17)
n Persentase
No Variabel Kategori
(17) (%)
1. Usia < 30 Tahun 2 11.8
31-50 Tahun 11 64.7
51-65 Tahun 3 17.6
> 65 Tahun 1 5.9
2 Pendidikan SD 7 41.2
SMP 4 23.5
SMA 6 35.3
3 Pekerjaan IRT 15 88.2
Karyawan Swasta 1 5.9
lainnya 1 5.9
Keluarga yang Suami/ Istri
14 82.4
4 Menunggu
Anak 3 17.6
5 Jenis Kanker Ca Colon 1 5.9
Ca Cerviks 10 58.8
Ca Ovarium 2 11.8
NOK 2 11.8
NOP 1 5.9
Condiloma 1 5.9
Stadium I
2 11.8
6 Kanker
II 3 17.6
III 10 58.8
IV 2 11.8
Lama 1-6 Bulan
3 17.6
7 Menderita
7-12 Bulan 4 23.5
> 12 Bulan 10 58.8
Tabel 4.2
n Persentase
Variabel Kategiori
(17) (%)
Kualitas Hidup Baik 13 76.5
Buruk 4 23.5
Nyeri Rendah 13 76.5
Tinggi 4 23.5
Mual Muntah Rendah 9 52.9
Tinggi 8 47.1
Dukungan Keluarga Baik 15 88.2
Buruk 2 11.8
Self Esteem Baik 15 88.2
Buruk 2 11.8
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui dari kelima masalah di atas bahwa
pasien kanker yaitu kebanyakan mayoritasnya pada masalah mual muntah
sebanyak 8 responden (47,1%).
E. Pembahasan
1. Karakteristik Responden
a. Usia
Hasil analisis univariat variabel usia responden dalam survey ini
adalah usia di rentang 31-50 tahun sebanyak 11 responden (11,8 %)
mayoritas pasien kanker serviks berusia pada rentang 31- 50 tahun. Hal
ini sejalan dengan penelitian Rinda, dkk (2015) yang menunjukan bahwa
mayoritas usia responden sebanyak 7 orang (46,7%) adalah di rentang
usia lansia awal yaitu 46-55 tahun.
Asumsi peneliti hal ini berkaitan dengan teori dan literatur yang
sudah di jelaskan bahwa risiko utama kanker adalah bertambahnya
umur. Semakin lama seseorang hidup, semakin tinggi risiko kanker
karena tubuh berkurang kesempurnaannya dan mudah menjadi abnormal.
b. Pendidikan
Hasil analisis univariat variabel pendidikan, penelitian yang
dilakukan pada 17 responden pasien kanker berdasarkan pendidikannya
mayoritas adalah SMA sebanyak 6 responden (35,3%) . Hasil penelitian
ini sesuai dengan hasil penelitian Susilawati dan Misgianto (2014) yang
menyimpulkan bahwa sebagian besar pasien kanker serviks di RSUP. Dr
Sarjidto Yogyakarta mempunyai status pendidikan SMA 14 orang
(46,7%) dan responden yang tidak lulus. Menurut teori Notoatmodjo
(2010) menjelaskan pendidikan merupakan salah satu cara yang dapat
mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima ide-ide
teknologi. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan mempengaruhi
tingginya tingkat intelegensinya.
Tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi kemampuan individu
dalam mengontrol hidupnya. Individu termotivasi untuk memelihara
kesehatan dengan lebih baik dengan sikap positif dalam hidup dengan
melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin. Tingginya kasus kanker
serviks di Indonesia ini masih tinggi disebabkan karena masih rendahnya
cakupan angka skrining pencegahan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain para wanita Indonesia sering enggan memeriksakan
kesehatannya karena ketidaktahuan, rasa malu, rasa takut dan faktor
biaya. Hal ini umumnya karena disebabkan oleh rendahnya tingkat
pendidikan dan pengetahuan penduduk (Warta, Fajar & Utama., 2015).
Asumsi peneliti tingkat pada variabel pendidikan, pendidikan seseorang
akan berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang
datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi umumnya akan
memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi dan berfikir
jauh tentang keuntungan yang diperoleh dari gagasan tersebut.
c. Pekerjaan
Hasil analisis univariat variabel pekerjaan, penelitian yang dilakukan
pada 17 responden pasien kanker mayoritas pekerjaan responden adalah
ibu rumah tangga sebanyak 15 responden (88,2%), Hal ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Susilawati (2013) yang menyatakan
bahwa mayoritas pasien dengan kanker serviks ditemukan pada jenis
pekerjaan IRT (50,0%) dan didukung dengan penelitian Adipo (2014)
yang menyatakan bahwa mayoritas jenis pekerjaan pasien kanker
ditemukan pada jenis pekerjaan Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak 20
orang (51,3%).
Bayu et.al (2016) berpendapat bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara pekerjaan dengan partisipasi wanita dalam melakukan
screening kanker serviks. Wanita yang memiliki pekerjaan 1,4 kali lebih
mungkin untuk mengikuti screening kanker serviks dibandingkan wanita
yang tidak bekerja. Mulyati, Suwarsa, dan Arya (2015) mengemukakan
pendapat dalam teorinya yaitu pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi
penghasilan dan pendapatan, yang dimana semakin tinggi ekonomi,
semakin mudah pula upaya dalam menerima informasi yang baru
sehingga dapat mempengaruhi hasil pendidikan kesehatan tentang kanker
serviks.
Analisis lanjut peneliti berdasarkan teori dan penelitian tersebut,
wanita yang bekerja akan lebih banyak melakukan interaksi dengan orang
lain sehingga akan mendapatkan atau memperoleh lebih banyak
informasi termasuk mengenai penyakit kanker ini.
e. Jenis kanker
Hasil analisis univariat variabel jenis kanker, penelitian yang
dilakukan pada 17 responden pasien kanker berdasarkan jenis kanker
mayoritas adalah kanker serviks yaitu sebanyak 10 responden (58,8%).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2017) dalam
penelitiannya yang menunjukan jenis kanker yang terbanyak dalam
penelitiannya adalah kanker serviks yaitu 99 responden (64,7% )
mengalami kanker serviks.
f. Stadium kanker
Hasil analisis univariat variabel stadium kanker, penelitian yang
dilakukan pada 17 responden pasien kanker berdasarkan stadium kanker
yang terbanyak adalah pada stadium III yaitu 10 responden (58,8%), hal
ini di dukung dengan penelitian yang di lakukan oleh Watulingas, dkk
(2016) yang menyatakan bahwa banyak pasien datang berobat sudah
dalam keadaan stadium lanjut, dikarenakan kejadian tertinggi
berada pada stadium klinis III dengan angka kejadian 22 kasus
(25,15%). Hal ini dikarenakan kanker serviks pada stadium awal
belum menimbulkan keluhan atau gejala klinis spesifik seperti
sekret yang berlebihan, sehingga banyak pasien datang pada
stadiumlanjut dikarenakan beberapa keluhan sudah mulai timbul
seperti nyeri pinggang, sering berkemih, terdapat perdarahan
spontan, dan keluar cairan pervaginam yang berbau busuk.
g. Lama Menderita
Hasil analisis univariat variabel lama menderita, penelitian yang
dilakukan pada 17 responden pasien kanker dan berdasarkan lama
menderita mayoritas responden memiliki menderita penyakit > 12 bulan
(58,8%).
3. Hasil Evaluasi
No Nama Keluhan Pelaksanaan Evaluasi
Pagi Sore Malam
(09-08-2018, (09-08-2018, (09-08-2018)
Pukul 10.00 Pukul 21. 00 Pukul 07.00)
Wib) Wib)
1 Ny.R Mengeluh ada Pelaksanaan terapi akupresur S: Mengeluh S: Mengeluh S: Mengeluh
mual muntah Nei Guan (pada titik P6) ada mual masih mual- masih mual-
sejak post dilakukan selama 10- 15 muntah sejak mual tapi mual tapi
operasi dan menit post operasi tidak tidak tidak tidak
ketika saat akan dan ketika muntah muntah
dimasukkan Prosedur : saat akan O: O:
terapi obat Tahap Orientasi dimasukkkan - 12 Jam - 12 Jam
farmakologi terapi obat terakhir terakhir
1. Berikan salam, panggil
farmakologi. merasa merasa
klien dengan nama
O: mual atau mual atau
kesukaannya
- 12 Jam tidak tidak
2. Perkenalkan nama dan
terakhir nyaman nyaman
tanggung jawab perawat
muntah di bagian di bagian
3. Jelaskan tujuan, prosedur,
3-4 x perut perut
dan lamany tindakan pada
- 12 Jam - 12 Jam - 12 Jam
klien dan keluarga
terakhir terakhir terakhir
4. Berikan kesempatan
muntah Mual/ Mual/
kepada klien atau keluarga
hingga ½ sakit pada sakit pada
untuk bertanya sebelum
cangkir. bagian bagian
terapi dilakukan
- Mual/ perut perut
sakit
Tahap Kerja
pada
1. Jaga privasi klien dengan
bagian
menutup tirai
perut
2. Atur posisi klien dengan
A: Mual A: Mual A: Mual
memposisikan klien pada
muntah muntah muntah
posisi terlentang
teratasi belum belum
(supinasi), duduk, duduk
teratasi teratasi
dengan tangan bertumpu
sebagian sebagian
di meja, berbaring miring,
P: Intervensi P: Intervensi P: Intervensi
atau tengkurap dan
terapi terapi terapi
berikan alas
akupresur akupresur akupresur
3. Bantu melepaskan pakaian
dilanjutkan dilanjutkan dilanjutkan
klien atau aksesoris yang
dapat mennghambat
tindakan akupresur yang
akan dilakukan, jika perlu
4. Cuci tangan dan gunakan
2 Ny.W Mengeluh ada S: Mengeluh S: Mengeluh S: Mengeluh
sarung tangan bila perlu
mual muntah, ada mual masih mual masih mual
5. Cari titik rangsangan yang
apalagi saat muntah, muntah, saat muntah, saat
terangsang ada di tubuh, menekannya apalagi saat terangsang terangsang
aroma bau- hingga masuk ke sistern terangsang aroma bau- aroma bau-
bauan saraf. Bila penerapan aroma bau- bauan bauan
akupuntur memakai bauan
jarum, akupresur hanya O: O: O:
memakai gerakan dan - 12 Jam - 12 Jam - 12 Jam
tekanan jari, yaitu jenis terakhir terakhir terakhir
tekan putar, tekan titik, muntah muntah muntah 3-
dan tekan lurus. 3-4 x 3-4 x 4x
6. Kemudian lakukan - 12 Jam - 12 Jam - 12 Jam
Penekanan pada terakhir terakhir terakhir
akupresure Nei Guan (titik muntah muntah muntah
P6 atau PC6) atau jalur hingga ½ hingga ½ hingga ½
meridian yang terletak 3 cangkir. cangkir. cangkir.
jari di bawah pergelangan - Mual/ - Mual/ - Mual/
tangan pada lengan bawah sakit sakit pada sakit pada
bagian dalam antara dua pada bagian bagian
tendon.. bagian perut perut
7. Penekanan dilakukan perut
sekitar 10-15 menit atau A: Mual
sampai rasa mual muntah muntah A: Mual A: Mual
mereda, sakit perut dan belum muntah muntah
mabuk berkurang . teratasi belum belum
P: Intervensi teratasi teratasi
terapi P: Intervensi P: Intervensi
Terminasi akupresur terapi terapi
1. Jelaskan pada klien bahwa dilanjutkan akupresur akupresur
terapi sudah selesai dilanjutkan dilanjutkan
dilakukan
2. Kaji respon klien setelah
3 Ny.R Mengeluh ada dilakukan terapi S: Mengeluh S: Mengeluh S: Mengeluh
mual dan 3. Berikan reinforcement ada mual masih mual masih mual
muntah,serta positif kepada klien muntah, serta perut serta perut
perut terasa 4. Rapikan pakaian klien dan serta perut terasa masih terasa masih
kembung kembalikan ke posisi yang terasa tidak tidak
nyaman kembung nyaman nyaman
5. Rapikan alat-alat O: O: O:
- 12 Jam - 12 Jam - 12 Jam
HASIL terakhir terakhir terakhir
muntah terasa terasa
1. Evaluasi hasil kegiatan
1-2 x tidak tidak
dan respon klien setelah - 12 Jam nyaman nyaman
terakhir pada pada
tindakan
muntah bagian bagian
2. Lakukan kontrak untuk hingga ½ perut perut
cangkir. lebih dari lebih dari
terapi selanjutnya
- Terasa 6 jam 6 jam
3. Akhiri kegiatan dengan tidak - Tidak ada - Tidak ada
nyaman, muntah muntah
cara yang baik
mual
4. Cuci tangan A: Mual A: Mual A: Mual
muntah muntah muntah
belum teratasi teratasi
teratasi sebagian sebagian
P: Intervensi P: Intervensi P: Intervensi
terapi terapi terapi
akupresur akupresur akupresur
dilanjutkan dilanjutkan dilanjutkan
4. Pembahasan
Mual adalah sensasi tidak nyaman pada perut bagian atas yang disertai
dorongan untuk muntah. Namun, mual belum tentu diikuti
dengan muntah. Mual dan muntah biasanya merupakan gejala yang bisa
disebabkan oleh banyak hal misalnya terjadinya iritasi atau peradangan di
dalam perut juga bisa menyebabkan mual dan muntah. Mual juga merupakan
efek samping dari berbagai macam obat-obatan, termasuk kemoterapi.
Berdasarkan hasil yang didapat terdapat penurunan frekuensi mual
muntah pada 3 pasien yang diberikan terapi akupresur. Terapi berhasil
menurunkan frekuensi mual muntah di karenakan bahwa stimulasi pada titik P6
di lengan kiri dan kanan dapat meningkatkan pengeluaran beta endorpin di hipofise
yang berada di sekitar CTZ. Beta endorpin merupakan salah satu antiemetik endogen
yang dapat menghambat impuls mual muntah di pusat muntah dan CTZ, sehingga
mual muntah berkurang.
Efek terapi akupresure Nei Guan pada titik P6/PC6, didukung oleh
temuan beberapa ahli. Dibble, et al. (2007) mengatakan stimulasi berupa
penekanan yang dilakukan pada titik-titik akupresur (titik P6 dan St36)
diyakini dapat menurunkan mual muntah, karena dapat memperbaiki aliran
energi di lambung sehingga dapat mengurangi gangguan pada lambung
termasuk mual muntah.
Efektivitas terapi komplementer ini sebanding dengan obat antiemetik
dalam pencegahan mual muntah dimana titik PC-6 (Neiguan) juga telah
diakui oleh WHO (Saputra & Agustin, 2005 dalam Indrawati 2010). Terapi
akupresur ini merupakan bentuk asuhan keperawatan yang holistik. Dalam
prinsip atau pelaksanaan terapi akupresur tedapat prinsip healing taouch yang
menunjukan prilaku caring yang dapat memberikan ketenangan, kenyamanan
bagi klien sehingga mendekatkan hubungan terapeutik perawat dan klien.
Terapi akupresur merupakan salah satudari komplementer.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terapi Akupresure Nei Guan dapan menurunkan frekuensi mual muntah
pada klien penderita kanker di ruang Onkologi Kebidanan RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang. Terapi akupresur Nei guan berhasil menurunkan
frekuensi mual muntah di karenakan bahwa stimulasi pada titik P6 di lengan kiri
dan kanan dapat meningkatkan pengeluaran beta endorpin di hipofise yang
berada di sekitar CTZ. Beta endorpin merupakan salah satu antiemetik endogen
yang dapat menghambat impuls mual muntah di pusat muntah dan CTZ,
sehingga mual muntah berkurang.
B. Saran
Agar perawat ruangan dapat melakukan terapi akupresur Nei Guan ( titik
P6/PC6) sebagai terapi tambahan dalam menurunkan frekuensi mual muntah
klien penderita kanker di ruang onkologi kebidanan RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang.
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, M., Marry, W. B., & Yakobus, S. (2007). Seri Asuhan Keperawatan klien
dengan Gangguan Sistem reproduksi dan Seksualitas. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Handayani, L, dkk. (2012). Menaklukkan kanker serviks dan kanker payudara Jakarta:
PT. Agromedia Pustaka.
Kartikawati, E. (2013). Awas bahaya Kanker Payudara Dan Kanker Serviks. Jakarta :
Buku Baru.
Kemenkes. (2010). Data penderita Kanker di Indonesia. http://depkes.go.id di akses 7
September 2017.
Lincoln, J., & Wilensky .(2008). Kanker payudara diagnosis dan solusinya. Jakarta:
Prestasi Pustakaraya.
Rasjidi, I. (2008). Edisi Pertama Manual Prakanker Serviks. Jakarta : CV Sagung Seto
Rasjidi, I. (2010). Perawatan Paliatif Suportif & Bebas Nyeri Pada Kanker.Jakarta: CV
Sagung Seto.
Rinda, dkk (2015). Pengaruh aroma terapi peppermint terhadap penurunan mual muntah
akut pada pasien yang menjalani kemoterapi di SMC RS Telogorejo. Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan.
Said, Zaida Mohamad Othman.(2009). “Acupressure for chemotherapy-induced nausea
and vomiting in breast cancer patients: a multicenter, randomised, doubleblind,
placebo-controlled clinical trial”. Tesis. An-Najah Universitas Nasional, Nablus,
Palestina.