Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KEBIDANAN HOLISTIK KESEHATAN REPRODUKSI


DI RSUP DR. KARIADI
Dosen Pengampu : Suparmi, S.Pd, S.SiT, S.Tr.Keb, M.Kes

Disusun oleh :

ALIYATUL IZZAH
P1337424820034

PRODI PROFESI KEBIDANAN


JURUSAN KEBIDANAN SEMARANG
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2020
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Praktik Kebidanan Kesehatan reproduksi di RSUP


Dr. Kariadi, telah disahkan oleh pembimbing pada:

Hari :
Tanggal :

Dalam Rangka Praktik Klinik Kebidanan holistik Keluarga berencana dan


kesehatan reproduksi yang telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing klinik
dan pembimbing institusi Prodi Profesi Kebidanan Jurusan Kebidanan Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang Tahun 2020/2021.

Pembimbing Klinik Mahasiswa

Ns. Afif Mustikarani Putri, S.Kep Aliyatul Izzah


NIK. 11890829 NIM. P1337424820034

Mengetahui,
Pembimbing Institusi

Suparmi, S.Pd, S.SiT, S.Tr.Keb, M.Kes


NIP. 196403231986032004

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker endometrium masih menjadi masalah kesehatan utama dengan
angka kematian yang cukup tinggi. Hal ini di buktikan dengan data insidensi
yang didapat secara global maupun angka kejadian yang terjadi di Indonesia
sendiri. Usia rata-rata yang ditemukan dalam kasus kanker endometrium
antara 50-60 tahun, hanya 5% kasus pada usia sebelum 40 tahun dan 20-25 %
pada usia sebelum menopause (Clarke, Megan A, et all, 2018).
Insidensi kanker endometrium menempati peringkat kelima tertinggi
kanker pada wanita, yaitu sebanyak 319.605 kasus (4,8%) (Clarke, Megan A,
et all, 2018). Di Indonesia sendiri, Menurut data World Health
Cancer (WHO) tahun 2012, kanker endometrium merupakan kanker
peringkat keenam terbanyak yang diderita wanita Indonesia, dengan insidensi
6.475 kasus (4%) (Clarke, Megan A, et all, 2018 dan Colombo,Nicoletta, et
all, 2016). Sekitar 75% wanita bertahan hidup selama 5 tahun karena
kebanyakan merupakan perempuan yang telah didiagnosis pada tahap awal
karena pendarahan vagina yang tidak teratur. Proporsi penyakit75% terbatas
pada rahim (stadium I) %) (Colombo,Nicoletta, et all, 2016).
Di Eropa dan Amerika Utara kanker endometrium termasuk dalam tujuh
penyebab paling umum kematian akibat kanker pada wanita dari seluruh
persentase kasus kanker. Sekitar 81.500 perempuan di Uni Eropa menderita
penyakit ini setiap tahun dan angka insidensinya terus meningkat. Usia rata-
rata kejadian adalah 63 tahun, sedangkan > 90% wanita lebih dari 50 tahun.
(Clarke, Megan A, et all, 2018).
Faktor risiko utama dari kanker endometrium adalah paparan
hormon estrogen yang berlebihan, baik itu jenis estrogen maupun
endogen tanpa disertai adanya progestin. Faktor risiko yang lain yaitu
penggunaan tamoxifen, nullipara dan obesitas (Chen, L. & Berek, J.,
2019).
Kanker endometrium diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu tipe I
dan tipe II. Kanker endometrium tipe I menyumbang sekitar 80-90% dari
semua kasus kanker endometrium dan kasus ini histopatologi tersering
adalah endometrioid. Kanker endometrium tipe II biasanya datang lebih
terlambat. Penyebabnya bukan dipicu oleh estrogen, memiliki kekambuhan,
metastasis lebih tinggi dan lebih agresif dengan prognosis yang lebih buruk.
Beberapa faktor risiko kanker endometrium. Salah satunya adalah wanita
dengan riwayat keluarga yang signifikan dari kanker atau sindrom kanker
tertentu. Hasil penelitian Michele,dkk (2015), pada 2.011 orang wanita
berkulit hitam dan 19.297 orang wanita berkulit putih, didapat penyakit
diabetes dan obesitas (IMT >30) berhubungan dengan kejadian kanker
endometrium pada kedua ras. Wanita yang overweight (IMT 25-29,9) juga
mengalami peningkatan risiko kanker endometrium. Peningkatan jumlah
paritas juga dikaitkan dengan penurunan faktor risiko, sedangkan usia saat
paritas pertama dan usia menarke hanya berhubungan pada wanita kulit putih.
Beberapa faktor risiko yang ditemukan pada pasien kanker endometrium
adalah kelebihan estrogen dan dapat disertai dengan komponen sindrom
metabolik (misalnya hipertensi, diabetes). Mekanisme potensial lainnya
termasuk pergeseran metabolisme estrogen untuk mendukung produksi 2-
hydroxyestrone yang dipostulasi menjadi anti- karsinogenik. Secara
epidemiologi deskriptif, Indonesia belum ada data jumlah kasus kanker
endometrium.. Meskipun insiden kanker endometrium rendah di negara
berkembang, tetapi angka mortalitas lebih tinggi dibandingkan negara maju,
sehingga kasus ini membutuhkan perhatian khusus. Aamir dkk (2014)
mengemukakan kasus kanker endometrium akan meningkat sebanyak 42,13
per 100.000 perempuan pada tahun 2030 di Amerika Serikat.
Berdasarkan alasan yang telah diuraikan datas, penulis tertarik
mengangkat studi kasus dengan judul Asuhan Kebidanan Kesehatan
reproduksi pada Ny.S P0A0 Usia 49 Tahun dengan Kanker Endometrium di
RSUP Dr.Kariadi Semarang sebagai topik laporan komprehensif asuhan
kebidanan holistik kesehatan reproduksi.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan kebidanan kesehatan reproduksi yang tepat
pada ibu dengan kasus ginekologi.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data subjektif dan objektif
secara komprehensif.
b. Mahasiswa mampu melakukan diagnosa dan interpretasi data secara
tepat.
c. Mahasiswa mampu melakukan implementasi dan evaluasi tindakan
sesuai kebutuhan pada kasus.

C. Manfaat Penulisan
1. Untuk Institusi Pendidikan (Poltekkes Semarang)
Studi kasus ini dijadikan sebagai salah satu bahan evaluasi terhadap
mahasiswa kebidanan untuk mengukur kemampuan dan keterampilan
dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada kegawatdaruratan maternal,
penambah bahan kepustakaan yang dapat dijadikan studi banding bagi
studi kasus selanjutnya.
2. Untuk Pelayanan Kesehatan (RSUP DR.Kariadi Semarang)
Studi kasus ini dapat menjadi bahan masukan bagi pihak pelayanan
kesehatan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
khususnya dalam kesehatan ibu dan anak.
3. Manfaat untuk Penulis
a. Melatih dalam mengembangkan ketrampilan membaca yang efektif
b. Melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber
c. Memperluas wawasan ilmu pengetahuan
d. Mengenalkan dengan kegiatan kepustakaan
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi dan Etiologi kanker endometrium


Kanker endometrium adalah keganasan yang berasal dari sel-sel epitel
yang meliputi rongga rahim (endometrium). Kanker ini terjadi pada
endometrium, lapisan paling dalam dari dinding uterus, dimana sel-sel
endometrium tumbuh secara tidak terkontrol, menginvasi dan merusak
jaringan di sekitarnya. Kanker endometrium dalam perjalanan etiologinya di
dahului oleh proses prakanker yaitu hiperplasia endometrium. Hiperlasia
endometrium yang atipik merupakan lesi prakanker dari kanker endometrium,
sedangkan hiperlasia yang nonapitik saat ini dianggap bukan merupakan lesi
prakanker endometrium (American Cancer Society, 2012).
Kanker endometrium merupakan tipe kanker uterus yang paling sering.
Walaupun penyebab pasti kanker endometrium belum diketahui, peningkatan
kadar estrogen memainkan peran dominan. Estrogen diketahui membantu
menstimulasi penebalan dari dinding uterus (Grady & Ernster, 2013).
Terjadinya kanker ini diduga karena adanya rangsangan estrogen terus
menerus. Kebanyakan sel kanker endometrium terdiri atas reseptor estrogen
dan/atau progesteron di permukaannya. Interaksi reseptor dengan hormon
memicu peningkatan pertumbuhan (hiperplasia) endometrium, ini merupakan
tanda awal kanker. Peningkatan pertumbuhan (hiperplasia) dapat terjadi lebih
abnormal sampai berkembang menjadi kanker (American Cancer Society,
2012)
B. Faktor Risiko
Kebanyakan faktor risiko kanker endometrium dipengaruhi oleh kadar
hormon estrogen dan obesitas. Dimana kadar hormon estrogen ini
dipengaruhi oleh adanya terapi sulih hormon yang biasa dilakukan pada usia
menopause (Doung, et al, 2011). Sebelum menopause, ovarium merupakan
sumber utama 2 tipe hormon wanita – estrogen dan progesteron.
Keseimbangan antara kedua hormon berubah selama siklus menstruasi wanita
tiap bulan. Hal ini menghasilkan periode bulanan wanita dan menjaga
endometrium tetap sehat. Adanya ketidakseimbangan pada kedua hormon,
dimana meningkatnya estrogen dapat meningkatkan risiko kanker
endometrium pada wanita. Setelah menopause, ovarium berhenti membuat
hormon, tetapi jumlah kecil estrogen tetap dibuat secara alami pada jaringan
lemak. Estrogen memiliki pengaruh yang besar setelah menopause dibanding
sebelum menopause. Hormon wanita juga terdapat (sebagai obat) pada pil
pengontrol kehamilan untuk mencegah kehamilan dan sebagai terapi hormon
untuk mengobati gejala menopause (American Cancer Society, 2012).
1. Faktor hormon
a. Terapi Sulih Hormon
Terapi sulih hormon biasanya untuk mengobati gejala menopause de
ngan menggunakan estrogen. Estrogen tersedia dalam banyak bentuk
seperti pil, krim, yang menempel di kulit (skin patches), shots, dan ci
ncin vagina untuk mengobati gejala menopause (American Cancer S
ociety, 2012).
Pengobatan estrogen dapat mengurangi rasa semburan panas,
meningkatkan kekeringan vaginal, membantu mencegah kele mahan
pada tulang (osteoporosis), gejala vasomotor dan gangguan tidur
yang dapat terjadi saat menopause. Dari penelitian dokter, pengg
unaan estrogen saja (tanpa progesteron) dapat memicu kanker endom
etrium pada wanita yang masih memiliki uterus. Obat seperti
progesteron sebaiknya diberikan bersamaan dengan estrogen untuk
mencegah peningkatan risiko kanker endometrium, pengobatan
disebut terapi hormon kombinasi (Di Saia & Creasman, 2012).
b. Pil Kontrol Kehamilan
Penggunaan pil kontrol kehamilan (kontrasepsi oral) menurunkan
risiko kanker endometrium. Namun penting untuk melihat semua
risiko dan keuntungan saat memilih metode kontrasepsi, karena
kanker endometrium merupakan risiko yang harus dipertimbangkan
(American Cancer Society, 2012). Perkembangan hiperplasia
sekunder pada anovulasi saat menarche tidak sering terjadi, namun
mudah kembali dengan siklus normal menstruasi saat penggunaan pil
kontrasepsi oral (Di Saia & Creasman, 2012).
c. Jumlah Total Siklus Menstruasi
Memiliki siklus menstruasi yang lebih banyak selama waktu hidup
wanita dapat meningkatkan risiko kanker endometrium. Mulainya
periode menstruasi (menarche) sebelum usia 12 tahun dan/atau
mengalami menopause lebih lambat (>55 tahun) dapat meningkatkan
risiko (Dossus, et al, 2012).
d. Kehamilan
Keseimbangan hormon berganti selama kehamilan, dimana
progesteron lebih banyak dibanding estrogen. Peningkatan umur
kehamilan mungkin dapat melindungi atau menghindari dari kanker
dengan menurunkan kadar estrogen pada wanita yang mendekati
menopause. Paparan terhadap kadar tinggi progesteron saat
kehamilan mungkin efektif saat seringnya terjadi defisienasi
progesteron pada usia lanjut. Paparan dalam jangka waktu panjang
pada progesteron mungkin memfasilitasi pengangkatan lesi
premalignan, sehingga risiko terjadinya kanker endometrium
cenderung menurun (Karageorgi, et al, 2010). Sehingga semakin
sering wanita hamil, dapat mengurangi risiko kanker endometrium.
wanita yang tidak pernah hamil memiliki risiko lebih tinggi,
khususnya bila wanita tidak dapat hamil (infertil) (American Cancer
Society, 2012).
e. Obesitas
Obesitas mempengaruhi jumlah kadar hormon dan faktor
pertumbuhan. Insulin dan leptin meningkat pada orang-orang obesitas
dan dapat memicu pertumbuhan sel kanker. Obesitas juga
dihubungkan dengan inflamasi kronis grade rendah. Obesitas jaringan
adipose dicirikan dengan adanya infiltrasi makrofag dan makrofag
merupakan sumber penting inflamasi di jaringan ini. Adiposit
menghasilkan faktor pro-inflamasi dan individu yang obesitas
mengalami peningkatan konsentrasi dari sirkulasi faktor nekrosis
tumor (TNF)-alfa, interleukin (IL)-6, dan protein kreatinin C,
dibandingkan dengan orang-orang kurus. Sebagaimana leptin yang
berfungsi sebagai sitokin inflamasi. Inflamasi kronis dapat memicu
terjadinya perkembangan kanker. Hormon estrogen yang sebagian
besar dihasilkan di ovarium, diketahui juga jaringan adipose dapat
mengubah beberapa hormon menjadi estrogen. Memiliki lebih
banyak jaringan adipose dapat meningkatkan kadar estrogen wanita,
dimana hal ini juga dapat meningkatkan risiko kanker endometrium
(American Institute for Cancer Research, 2013).
Obesitas sering kali dihubungkan dengan penurunan produksi
hormon seks pengikat globulin di hati, yang meningkatkan
bioavailabilitas estrogen yang berdifusi ke jaringan endometrium.
Studi pada BMI dan mortalitas populasi meningkatkan resiko
kematian pada penderita obese karena komplikasi medis seperti
hipertensi, diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskuler dan kanker (Arem
& Irwin, 2013).
f. Tamoxifen
Tamoxifen adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan
mengobati kanker payudara. Tamoxifen bekerja sebagai anti estrogen
di jaringan payudara, tetapi bekerja seperti estrogen di uterus. Hal ini
dapat menyebabkan pertumbuhan dinding rahim, yang meningkatkan
risiko kanker endometrium(American Cancer Society, 2012).
g. Tumor Ovarian
Tipe tumor ovarium, granulose-theca cell tumor, sering menghasilkan
estrogen. Estrogen dilepaskan oleh salah satu tumor yang tidak
terkontrol pelepasan hormonnya dari ovarium, yang seringkali dapat
memicu tingginya kadar estrogen. Ketidakseimbangan hormon dapat
merangsang endometrium dan dapat memicu terjadinya kanker
endometrium. Faktanya, terkadang terjadi pendarahan vaginal dari
kanker endometrium yang merupakan gejala awal dari tumor.
(American Cancer Society, 2012).
h. Sindrom Ovarian Polisistik
Wanita dengan kondisi disebut sindrom polisistik ovarian (PCOS)
mempunyai kadar hormon abnormal, seperti tingginya androgen
(hormon laki-laki) dan kadar estrogen dan kadar progestern yang
rendah. Peningkatan estrogen relatif pada progesteron dapat
meningkatkan kesempatan wanita untuk mengalami kanker
endometrium (American Cancer Society, 2012)
2. Penggunaan Alat Intrauterin
Wanita yang menggunakan alat intrauterin (IUD) untuk mengontrol
kehamilan memiliki risiko mengalami kanker endometrium yang lebih
rendah. IUD terkadang digunakan untuk mengobati pre-kanker dan
kanker endometrium awal pada wanita yang ingin mempertahankan
kemampuan melahirkan anak (American Cancer Society, 2012).
3. Usia
Risiko kanker endometrium meningkat pada wanita yang semakin tua.
Kanker endometrium jarang terjadi pada usia dibawah 40 tahun.
Kebanyakan kasus ditemukan pada wanita berumur 50 tahun keatas,
dengan lebih dari setengah semua kasus kanker endometrium didiagnosis
pada kelompok umur 50-69 tahun (American Cancer Society, 2012).
4. Makanan dan Olahraga
Makanan tinggi lemak dapat meningkatkan risiko beberapa kanker,
temasuk kanker endometrium. Karena makanan berlemak juga
merupakan makanan tinggi kalori, makanan tinggi lemak dapat memicu
obesitas, yang diketahui merupakan faktor risiko kanker endometrium.
Beberapa peneliti berpikir bahwa makanan berlemak juga mempunyai
efek langsung pada metabolisme estrogen, yang meningkatkan risiko
kanker endometrium. Aktivitas fisik diketahui dapat mencegah kanker
endometrium (American Cancer Society, 2012).
5. Diabetes dan Hipertensi
Kanker endometrium dapat terjadi empat kali lebih sering pada wanita
dengan diabetes. Diabetes sering terjadi pada orang-orang yang kelebihan
berat badan, tetapi walaupun orang dengan diabetes tidak kelebihan berat
badan, memiliki risiko kanker endometrium yang lebih tinggi. Beberapa
peneliti menemukan bahwa hipertensi berhubungan dengan risiko kanker
endometrium (American Cancer Society, 2012).
6. Riwayat Keluarga
Kanker endometrium cenderung diturunkan pada beberapa keluarga.
Risiko meningkat pada wanita yang mempunyai keluarga penderita
kanker endometrium. Wanita yang mempunyai ibu atau saudara
perempuan yang menderita kanker endometrium risiko meningkat 2 kali
lipat (American Cancer Society, 2012).
7. Kanker Payudara atau Ovarium
Wanita yang menderita kanker payudara atau kanker ovarium mungkin
meningkatkan risiko perkembangan kanker endometrium. Beberapa
makanan, hormon, dan faktor risiko reproduktif untuk kanker payudara
dan ovarium juga meningkatkan risiko kanker endometrium (American
Cancer Society, 2012).
8. Terapi Radiasi Pelvis
Radiasi digunakan untuk mengobati beberapa kanker yang dapat merusak
sel DNA, terkadang meningkatkan risiko kanker tipe kedua seperti
kanker endometrium(American Cancer Society, 2012).
9. Hiperplasia Endometrium
Hiperplasia endometrium merupakan peningkatan pertumbuhan
endometrium. Hiperplasia ringan atau sederhana, tipe yang paling sering,
mempunyai risiko yang sangat kecil untuk menjadi kanker. Dapat
menghilang sendiri atau setelah pengobatan dengan terapi hormon. Jika
hiperplasia disebut atipikal, maka memiliki kesempatan lebih tinggi
untuk menjadi kanker. Hiperplasia atipikal sederhana (simple) berubah
menjadi kanker pada 8% kasus apabila tidak diobati. Hiperplasia atipikal
kompleks memiliki risiko menjadi kanker apabila tidak diobati mencapai
29% kasus (American Cancer Society, 2012).
C. Patogenesis
Patogenesis dari kanker endometrium dibedakan berdasarkan tipe
kanker. Kanker endometrium tipe patogenik 1 terjadi karena hiperplasia
sebagai akibat dari hiperstimulasi estrogen / estrogen tinggi dalam jangka
waktu panjang. Tumor endometrium dengan estrogen berlebih, mencapai
sekitar 80 persen dari kanker endometrium. Mereka mengikuti jalur
perkembangan yang jelas, mulai dengan hiperplasia endometrium
(peningkatan jumlah sel), dan relatif berdiferensiasi dengan baik. Umumnya
kanker endometrium terjadi saat perimenopause, nuli para, obesitas, diabetes
mellitus dan hipertensi. Untuk kanker endometrium tipe patogenik 2, tidak
berhubungan dengan rangsangan hormon estrogen. Penderita biasanya kurus
dan multipara, dan biasanya dialami setelah (post) menopause. Terjadinya
tumor endometrium tipe 2 kurang umum, jumlahnya sekitar 10 persen dari
kanker endometrium. Kebanyakan berhubungan dengan atrofi endometrium
(wasting), cenderung metastasis, tidak berdiferensiasi dengan baik dan
memiliki prognosis yang kurang menguntungkan (American Institute for
Cancer Research, 2013).
Banyak kasus kanker endometrium dilaporkan pada wanita yang tidak
diketahui faktor risikonya - seperti yang dapat mengganggu proses endokrin
(hormon). Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa sindrom ovarian
dan resistensi insulin, yang keduanya merupakan komponen sindrom
metabolik, memainkan peran dalam patogenesis kanker endometrium,
mungkin melalui gangguan hormonal. Gen penekan tumor (tumour-
suppressor gene) PTEN juga terlibat dalam perkembangan kanker
endometrium (American Institute for Cancer Research, 2013)
D. Gejala klinis
Tidak ada tes rekomendasi khusus untuk menemukan kanker ini sebelum
ada gejala yang berkembang, kecuali untuk wanita dengan risiko tinggi.
Penderita kanker endometrium biasanya wanita dengan rata-rata umur 60
tahun. Kebanyakan wanita didiagnosis karena adanya gejala yang dialami.
Hampir 90% pasien yang didiagnosis kanker endometrium mengalami
pendarahan vaginal yang abnormal, seperti perubahan pada periode atau
pendarahan antara periode atau setelah menopause. Adanya cairan non-darah
pada vaginal juga merupakan tanda dari kanker endometrium. Sekitar 10%
dari kasus yang ada, adanya cairan non-darah ini dihubungkan dengan kanker
endometrium (American Cancer Society, 2012).
E. Pemeriksaan penunjang
Untuk pemeriksaan penunjang kanker endometrium, dapat dilakukan
dengan beberapa cara. Apabila ditemukan adanya hiperplasia atau kanker
endometrium, sebaiknya diambil beberapa jaringan untuk dilihat dibawah
mikroskop. Jaringan endometrium dapat diketahui dengan cara biopsi atau
dilatasi dan kuretase (D&C) dengan atau tanpa histeroskopi (American
Cancer Society, 2012).
a. Biopsi Endometrium, merupakan tes yang paling sering dilakukan untuk
kanker endometrium dan yang paling akurat pada wanita setelah
menopausal. Dalam prosedur ini, tabung fleksibel yang sangat tipis di
masukkan ke uterus melalui serviks. Lalu dengan menggunakan
pengisap, sejumlah kecil endometrium diangkat melalui tabung. Prosedur
ini berlangsung selama kurang dari semenit. Ketidaknyaman yang terasa
mirip dengan nyeri saat menstruasi dan dapat dibantu dengan obat anti
inflamasi non steroid seperti ibuprofen sebelum prosedur dilakukan.
b. Dilatasi dan Kuterase (D&C), dilakukan apabila sampel biopsi
endometrium tidak terdapat banyak jaringan atau apabila biopsi
mencurigakan kanker tetapi hasilnya tidak pasti. Prosedur ini dilakukan
dengan membuka serviks (dilatasi) dan alat khusus digunakan untuk
mengikis jaringan dari dalam uterus. Dapat dilakukan dengan atau tanpa
histeroskopi. Prosedur ini dilakukan selama satu jam dan memerlukan
anestesia menyeluruh.
c. Histeroskopi, biasanya dilakukan dengan memasukkan teleskop sangat
kecil (diameter 1/6 inci) ke dalam uterus melalu serviks. Untuk
mendapatkan gambaran yang baik, uterus diisi dengan air garam (saline).
Dapat mengetahui apakah ada yang abnormal seperti kanker atau polip.
Disamping itu, Pemeriksaan radiologi yang biasanya dilakukan untuk
pemeriksaan kanker endometrium antara lain (American Cancer Society,
2012) :
a. Ultrasonografi transvaginal, yang memberikan gelombang suara yang
akan memberikan gambar dari uterus dan organ pelvis lainnya. Gambar
ini sering membantu dalam menentukan apakah endometrium lebih tebal
dari biasanya dan melihat pertumbuhan kanker ke lapisan otot uterus,
yang merupakan tanda dari kanker endometrium.
b. Sistoskopi dan proktoskopi, dilakukan apabila kanker telah menyebar ke
bladder atau rektum, bagian dalam organ dapat dilihat melalui tabung.
Untuk sistoskopi, tabung ditempatkan di bladder melalui uretra,
sedangkan untuk proktoskopi, tabung ditempatkan di rektum.
c. Computed tomography scan (CT Scan), merupakan prosedur yang
menggambarkan detail secara cross-sectional tubuh. CT Scan tidak dapat
digunakan untuk mendiagnosis kanker endometrium. Namun, CT Scan
ini dapat membantu dalam mengetahui penyebaran kanker ke organ
lainnya dan dapat melihat apakah kanker terjadi lagi setelah pengobatan.
d. Magnetic resonance imaging (MRI), menggunakan gelombang radio dan
magnet yang kuat dibanding sinar x. MRI dapat digunakan untuk
mengetahui seberapa jauh pertumbuhan kanker endometrium ke badan
uterus dan membantu menemukan pembesaran kelenjar limfa. Selain
pemeriksaan biopsi dan radiografi, pemeriksaan laboratorium seperti
pemeriksaan darah lengkap, CA 125, CEA, reseptor estrogen dan lainnya
juga dapat dilakukan sesuai dengan keperluan. Pemeriksaan darah
lengkap biasanya dilakukan untuk mengukur perbedaan sel di darah,
seperti sel darah merah, sel darah putih, dan platelet. Apabila sering
terjadi kehilangan darah pada uterus akan dapat menurunkan jumlah sel
darah merah (anemia). CA 125 merupakan zat yang dilepas ke aliran
darah pada kanker enometrium. Pada penderita kanker endometrium,
kadar CA 125 yang sangat tinggi menunjukkan kanker yang menyebar ke
uterus. Oleh karena itu pemeriksaan darah CA 125 juga dilakukan untuk
mengetahui kanker endometrium (America Cancer Society, 2012).
F. Stadium
Tabel 2.1 Stadium Klinik berdasarkan AJCC dan FIGO
Stadium Deskripsi
Stadium 0 Karsinoma Insitu
Stadium I Karsinoma terbatas pada uterus
Stadium Ia (T1a, Telah tumbuh dari endometrium kurang dari setengah
N0, M0) jalan melalui (invasi) miometrium. Tidak ada
penyebaran ke kelenjar getah bening dan ke organ
lainnya.
Stadium Ib (T1b, Telah tumbuh dari endometrium lebih dari setengah
N0, M0) jalan melalui (invasi) miometrium. Tidak ada
penyebaran ke kelenjar getah bening dan ke organ
lainnya
Stadium II (T2, N0, Karsinoma menyebar ke stromal serviks, tetapi tidak
M0) melebihi uteri. Tidak ada penyebaran ke kelenjar getah
bening dan ke organ lainnya.
Stadium III (T3, N0, Karsinoma menyebar ke luar uterus atau ke jaringan
M0) dekat pelvis.
Stadium IIIa (T3a, Karsinoma menyebar ke serosa dan/atau tuba fallopi
N0, M0) atau ovari (adnexa). Tidak ada penyebaran ke kelenjar
getah bening dan ke organ lainnya.
Stadium IIIb (T3b, Karsinoma telah menyebar ke vagina atau jaringan
N0, M0) sekitar uterus (parametrium). Tidak ada penyebaran ke
kelenjar getah bening dan ke organ lainnya.
Stadium IIIc1 (T1-3, Karsinoma tumbuh di badan uteri, mungkin menyebar
N1, M0) ke jaringan sekitar. Karsinoma telah menyebar ke
kelenjar getah bening pelvis, tetapi tidak ke kelenjar
getah bening aorta dan organ lainnya.
Stadium IIIc2 (T1-3, Karsinoma tumbuh di badan uteri, mungkin menyebar
N2, M0) ke jaringan sekitar. Karsinoma telah menyebar ke
kelenjar getah bening aorta, tidak ada penyebaran ke
organ lainnya.
Stadium IV Karsinoma menyebar ke dalam buli-buli atau rektum
(bagian bawah usus besar), ke kelenjar getah bening di
paha dan/atau organ yang lebih jauh seperti tulang,
omentum, paru.
Stadium Iva (T4, Karsinoma telah menyebar ke buli-buli atau rektum
anyN, M0) (mukosa), mungkin menyebar ke kelenjar getah
bening sekitarnya tetapi tidak menyebar ke organ
lainnya.
Stadium IVb (AnyT, Karsinoma telah menyebar ke kelenjar getah bening
AnyN, M1) yang lebih jauh, abdomen atas, omentum, atau organ
yang jauh dari uterus seperti tulang, omentum, paru.
Sumber : America Cancer Society, 2012
G. Penatalaksanaan
Jenis operasi yang paling sering dilakukan pada kanker endometrium
adalah histerektomi. Operasi yang dilakukan untuk mengangkat rahim dan
leher rahim disebut histerektomi total. Ketika rahim tersebut diangkat melalui
sayatan di perut, itu adalah disebut histerektomi abdominal total (TAH). Jika
rahim akan diangkat melalui Vagina, itu dikenal sebagai histerektomi vaginal.
Suatu histerektomi radikal dilakukan ketika kanker endometrium telah
menyebar ke leher rahim atau daerah sekitar leher rahim (parametrium).
Dalam operasi ini, seluruh rahim, jaringan di samping uterus (parametrium
dan ligamentum uterosakrum), dan bagian atas vagina (sebelah serviks)
semua diangkat (American Cancer Society, 2012).
Bagi pasien yang telah memiliki stadium yang tepat melalui pengobatan
bedah, adjuvant RT (brachytherapy vagina atau sinar eksternal), kemoterapi
atau terapi hormonal mungkin dianjurkan tergantung pada faktor-faktor
risiko. Pasien dikategorikan berdasarkan stratifikasi risiko pada periode pasca
operasi. Pasien dengan risiko rendah mungkin tidak memerlukan terapi pasca-
operasi (Leslie et al, 2012).
Pada pasien dengan relaps vagina terisolasi pascabedah disarankan
untuk menjalani radiasi terapi kuratif. Kemoterapi dengan terapi radiasi dapat
dipertimbangkan pada rekurensi nodus vagina dan pelvis dengan karakterisik
pasien risiko tinggi untuk relpas. Re-radiasi dapat dipertimbangkan untuk
pasien yang sudah diseleksi menggunakan teknik tertentu. Terapi radiasi
diindikasikan untuk meringankan gejala terkait rekurensi lokal atau penyakit
sistemik, serta pada tumor primer yang tidak daapt direkesi atau jika tindakan
bedah tidak dapat dijalankan/dikontraindikasikan atas dasar alasan medis
(Pedoman Nasional Pelayanan Kesehatan (PNPK) Kanker Endometrium,
2016).
Mengingat potensi efek samping dari terapi adjuvant, adalah penting
untuk membedakan antara pasien yang akan mendapat manfaat dari terapi
adjuvant dan mereka yang akan lebih baik dilayani hanya dengan follow up
klinis. Bagi pasien dengan risiko menengah sampai tinggi memerlukan
perawatan pasca-bedah dengan RT untuk mengurangi kekambuhan lokal
didasarkan pada fakta bahwa 75% dari rekurensi berada di panggul. Saat ini,
tidak ada protokol pengobatan untuk pasien dengan penyakit stadium lanjut,
meskipun ini adalah subyek dari uji klinis. Pasien yang berisiko tinggi
memerlukan pengobatan adjuvant, yaitu paling sering RT untuk kasus-kasus
berisiko tinggi terbatas pada uterus dan kemoterapi untuk kasus-kasus dengan
penyakit ekstrauterin. Suatu uji klinis prospektif yang besar telah
menunjukkan bahwa terapi radiasi panggul pasca operasi menurunkan
rekurensi lokal, tetapi tidak memiliki dampak keseluruhan pada kelangsungan
hidup (Leslie et al, 2012).
Kemoterapi adalah pengobatan pilihan untuk penyakit metastasis.
Pemilihan rejimen telah berkembang selama dekade terakhir. Obat-obatan
yang paling aktif adalah anthracyclines, senyawa platinum dan taxanes.
Sebagai obat tunggal, obat ini menghasilkan tingkat respons yang lebih besar
dari 20%. Obat kemoterapi tunggal merupakan pilihan bagi pasien yang
cenderung memiliki efek samping yang tidak dapat diterima dengan beberapa
obat. Namun, untuk sebagian besar pasien, beberapa obat digunakan
bersamaan. Tingkat respon untuk terapi triple dengan doxorubicin, cisplatin
dan paclitaxel adalah 57%, namun terdapat efek samping yang menonjol
(Leslie, et al, 2012).
Penerapan terapi progestin dapat digunakan sebagai terapi hormonal
untuk kanker endometrium. Untuk mencapai efek anti-tumor, progestin
diperkirakan untuk menginduksi diferensiasi sel-sel tumor serta
memungkinkan untuk aktivasi jalur apoptosis atau memblokir pembelahan sel
yang aktif. Tidak mengherankan, prognosis dan respon terhadap terapi
progestin positif berkorelasi dengan ekspresi PR. Namun pasien yang
awalnya merespon terapi progestin akan sering kambuh. Salah satu alasan
yang berpotensi untuk kurangnya manfaat obat ini karena progestin
mempromosikan downregulation dari ER dan PR. Penambahan molekul
estrogen seperti tamoxifen dan penggunaan progestrin intermiten mencegah
tergantung progestin down-regulasi PR (Leslie et al, 2012)
H. Proses manajemen asuhan kebidanan
1. Pengertian manajemen asuhan kebidanan.
Manajemen asuhan kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keputusan yang berfokus
pada klien.
2. Langkah – langkah manajemen asuhan kebidanan
Menurut VARNEY proses manajemen asuhan kebidanan terdiri dari 7
langkah yaitu :
a. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah pertama ini dilakukan pengkajian dengan pengumpulan
semua data yang diperlukan untuk mengevakuasi keadaan klien secara
lengkap yaitu riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, meninjau catatan
terbaru yang sebelumnya, serta meninjau data laboratorium,
mengumpulkan semua informasi yang akurat dari sumber yang
berkaitan dengan kondisi klien.
b. Langkah II : Merumuskan Diagnosa / Masalah Aktual
Pada langkah pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar
tehadap diagnosa atau masalah kebutuhan klien yang berdasarkan
intervensi yang benar atas data–data yang telah dikumpulkan dan
diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang
spesifik.
c. Langkah III: Mengidentifikasi Diagnosa / Masalah Potensial
Mengidentifikasi masalah atau diagnosa lain berdasarkan rangkaian
masalah atau diagnosa yang sudah diidentifikasi. Pada langkah ini
penting sekali melakukan asuhan yang aman
d. Langkah IV: Identifikasi Kebutuhan Yang Memerlukan Penanganan
Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter
untuk mengkonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim
kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.
e. Langkah V : merencanakan asuhan yang menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh, ditentukan
oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan
manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang diidentifikasi atau
diantisipasi. Pada langkah ini informasi /data yang tidak lengkap dapat
dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi
apa yang sudah diidentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap
masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi
terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi
berikutnya. Dengan perkataan lain asuhan terhadap wanita tersebut
sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek
asuhan, setiap rencana asuhan harus disetujui oleh kedua bela pihak,
yaitu oleh bidan dan klien merupakan bagian dari pelaksanaan rencana
tersebut.
f. Langkah VI : Melaksanakan Perencanaan
Melaksanakan rencana asuhan menyeluruh secara efesien dan aman.
Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian
klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Dalam situasi dimana bidan
berkolaborasi dengan dokter, untuk menangani klien yang mengalami
komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan bagi
klien adalah bertanggung jawab atas terlaksananya rencana asuhan
bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efesien akan
menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dari asuhan
klien.
g. Langkah VII : Evaluasi
Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan
yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan
apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
sebagaimana telah diidentifikasikan didalam masalah dan diagnosa.
Rencana tersebut dapat dianggap efektif pelaksanaannya. Pengawasan
dan koordinasi yang baik dari tim yang dibentuk dengan pembagian
dalam unit-unit pelayanan kebidanan yang tepat akan menciptakan
kerja sama antar tim yang solid, sehingga pelayanan yang diberikan
dapat dikoordinir dengan baik dan benar serta berkesinambungan.
3. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (SOAP)
Pendokumentasian harus dapat mengkomunikasikan kepada orang lain
mengenai asuhan yang telah ada yang dilakukan kepada seseorang, yang
di dalamnya tersirat proses berfikir sistematik seorang bidan menghadapi
seorang klien sesuai dengan langkah-langkah dalam proses manajemen
kebidanan.
a. Subjektif (S)
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien
melalui anamnese sebagai langkah I Varney.
b. Objektif (O)
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien,
hasil laboratorium dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam
data fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah I, langkah II , III
dan IV Varney.
c. Assessment (A)
d. Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interprestasi
data subjektif dan objektif suatu identifikasi (Diagnosa masalah ,
Antisipasi diagnosa/masalah potensial, Perlunya tindakan segera oleh
bidan atau dokter, konsultasi kolaborasi dan atau rujukan sebagai
langkah II , III dan IV Varney).
e. Planning (P)
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan, tindakan
implementasi (I) dan evaluasi (E) berdasarkan assement sebagai
langkah V, VI dan VII Varney
DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society (2013). Cancer facts & figures 2013. Atlanta:
American Cancer Society.
American Cancer Society (ACS), 2012. Breast Cancer.http://www.
cancer.org /acs /groups/cid/documents/webcontent/003090-pdf.
Dikutip tanggal 25 Mei 2021
Chen, L. & Berek, J., 2019. endometrial carcinoma epidemiology and
risk factor. [Online]Available at: www.uptodate.com [Accessed 26
May 2021].
Clarke, Megan A, et all. Association of Endometrial Cancer Risk With
Postmenopausal Bleeding in Women. 2018; 178(9): 1210–1222.
JAMA Internal Medicine.
Colombo,Nicoletta, et all. ESMO-ESGO-ESTRO Consensus
Conference on Endometrial Cancer. 2016; 26(1): 2–30. International
Journal of Gynecological Cancer
Di Saia & Creasman W. 2012. Clinical gynecologic oncology. 137-71 ed. St
Louis : Mosby.
Leslie, K. K. et al. (2012) ‘Endometrial Cancer’, Obstetrics and Gynecology
Clinics of North America. NIH Public Access, pp. 255–268. doi:
10.1016/j.ogc.2012.04.001.
Michele L, Cote, Liu M, Bonassi S, Neri M, Schwartz AG, et al. Increase
risk of lung cancer in individuals with family history of the disease : A
pooled analysis from the International Lung Cancer Consortium.
European Journal of Cancer. 2012 September; 48(13): 1957-1968.
Pedoman Nasional Pelayanan Kesehatan (PNPK) Kanker Endometrium.
2016. Indonesian Society of Gynecologic Oncologiy (INASGO)
Ritte R, Lukanova A, Berrino F, Dossus L, Tjenneland A, Olsen A, Overvad
TF, Overvad K, Clavel-Chapelon F, Fournier A, et al. Adiposity,
hormone replacement therapy use and breast cancer risk by age and
hormone receptor status: a large prospective cohort study. Breast
Cancer Res. 2012;14:R76.

Anda mungkin juga menyukai